ANESTESI GERIATRII. PendahuluanAdanya perbaikan dalam bidang
anestesi dan teknik operasi telah menurunkan angka mortalitas
tindakan pembedahan pada populasi umum tetapi kematian terkait
dengan tindakan anestesi pada pasien yang berusia lanjut masih
cukup tinggi. Pada tahun 2040, diperkirakan orang yang berusia 65
tahun atau lebih mencapai 24% dari populasi dan menggunakan 50%
dari biaya perawatan kesehatan.1,2Pendekatan dan pengelolaan
operasi dan anestesi pada pasien geriatri berbeda dan sering lebih
kompleks dibandingkan pada pasien yang berusia lebih muda.
Kapasitas fungsional organ berkurang seiring dengan proses penuaan,
sehingga ketahanan terhadap stres menurun. Faktor risiko akibat
proses penuaan bertambah akibat adanya penyakit
penyerta.1,2,3Faktor risiko tambahan pada usia lanjut ditunjukkan
pada tabel 1.Tabel-1:Faktor risiko mortalitas pasca operasi pada
pasien bedah usia usia lanjut1
Status fisik ASAIII atau IV
Prosedur BedahBedah mayor dan atau darurat
Penyakit penyertaPenyakit jantung, paru, diabetes mellitus,
disfungsi hepar dan ginjal.
Status fungsionalMET 1 - 4
Status gizi burukalbumin 65 tahun.9,5Respon pernapasan terhadap
hipoksia menurun seiring dengan pertambahan usia. Selain itu,
fungsi silia dan refleks batuk juga menurun. Sehingga sensasi
faring, pita suara dan fungsi motorik yang diperlukan untuk menelan
berkurang pada pasien usia lanjut sehingga aspirasi lebih mungkin
terjadi.9,5Nyeri pasca operasi, posisi telentang, golongan
narkotika, serta operasi dada dan perut bagian atas dapat
mengganggu fungsi paru-paru, menyebabkan atelektasis, embolisme,
infeksi paru-paru serta depresi pernapasan. Aktivitas mukosiliar
yang efektif diperburuk oleh kebiasaan merokok sehingga
meningkatkan risiko komplikasi.8,9Tabel 4.Konsekuensi fungsional
akibat perubahan intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi sistem
respirasi akibat proses penuaan6
Penurunan elastisitas recoil paru-paru Peningkatan pengembangan
jaringan paru-paru Penurunan kapasitas difusi oksigen Penutupan
jalan napas prematur yang mengakibatkan ketidaksesuaian V / Q dan
meningkatkan gradien oksigen alveolar terhadap arteri Penutupan
saluran napas yang berukuran kecil dan perangkapan gas Penurunan
laju aliran ekspirasi
II. 3. Sistem Saraf PusatMassa otak mengalami penurunan seiring
pertambahan usia, kehilangan sel-sel neuron yang paling menonjol di
temukan pada korteks serebral khususnya di lobus frontalis. Aliran
darah otak juga menurun sekitar 10-20% yang sesuai dengan penurunan
sejumlah sel-sel neuron. Sel-sel neuron mengalami penurunan dalam
hal ukuran dan kehilangan beberapa kompleksitas cabang dendritik
dan sejumlah sinapsis. Sintesis dari beberapa neurotransmiter,
seperti dopamin, dan sejumlah reseptornya mengalami penurunan.
Tempat pengikatan serotonergik, adrenergik, dan asam
-aminobutirat(GABA) juga berkurang. Jumlah astrosit dan sel-sel
mikroglial meningkat. Degenerasi sel-sel saraf perifer menyebabkan
perlambatan kecepatan konduksi dan atrofi otot rangka.1,2,5,7Proses
penuaan dikaitkan dengan peningkatan ambang batas untuk hampir
semua modalitas sensorik termasuk sentuhan, sensasi suhu,
proprioseptif, pendengaran, dan penglihatan. Perubahan dalam
persepsi nyeri sangat kompleks dan kurang dapat dipahami,
mekanismenya mungkin diakibatkan oleh perubahan proses nyeri
sentral dan perifer. Tanpa penyakit penyerta, penurunan fungsi
kognitif biasanya sederhana tetapi jenisnya bervariasi. Memori
jangka pendek tampaknya yang paling terpengaruh. Aktivitas fisik
dan intelektual yang kontinyu memberikan efek positif pada
pelestarian fungsi kognitif. Pasien usia lanjut sering membutuhkan
lebih banyak waktu untuk sembuh sepenuhnya dari efek anestesi umum
terhadap sistem saraf pusat, terutama jika mereka mengalami
penurunan kesadaran atau disorientasi sebelum operasi.2Delirium
pasca operasi dan disfungsi kognitif lebih tinggi pada pasien usia
lanjut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa post-operative
cognitive disorder / disfungsi kognitif pasca operasi (POCD) dapat
ditemukan pada 10-15% pasien yang berusia diatas 60 tahun dalam 3
bulan setelah operasi besar. Penelitian oleh Anwer dkk,
200810menemukan bahwa fungsi kognitif pasien usia lanjut yang
mendapat anestesia regional vertebralis pasca operasi hari pertama
dan ketiga tidak berubah secara signifikan dibandingkan sebelum
operasi. Namun pada pasien usia lanjut yang mendapatkan anestesi
umum mengalami penurunan fungsi kognitif yang signifikan pada pasca
operasi hari pertama. Fungsi kognitif ini secara signifikan membaik
pada pasca operasi hari ketiga, tetapi masih jauh lebih rendah
daripada tingkat fungsi kognitif sebelum operasi.2,7,10Etiologi
POCD kemungkinan multifaktorial, termasuk efek obat, nyeri,
gangguan kognitif sebelumnya, hipotermia, status gizi buruk, usia
lanjut, dan gangguan metabolik. Rendahnya kadar neurotransmiter
tertentu seperti asetilkolin mungkin ikut berperan. Pasien usia
lanjut sangat sensitif teradap obat-obatan antikolinergik kerja
sentral seperti skopolamin dan atropin.Beberapa pasien mengalami
POCD yang berkepanjangan atau permanen setelah tindakan operasi dan
anestesi. Beberapa metode sederhana untuk mengevaluasi fungsi
kognitif usia lanjut seperti tes Folstein Mini Mental atau three
item recall test.1,2II. 4. Sistem RenalFungsi ginjal menurun
seiring bertambahnya usia. Proses penuaan pada ginjal mengakibatkan
perubahan struktural dan fungsional yang mengurangi cadangan
fungsional. Hal ini menciptakan keterbatasan homeostatik pada
kemampuan ginjal untuk merespon dengan benar terhadap kelebihan
atau pun defisit volume. Perubahan fisiologis ginjal yang menyertai
proses penuaan antara lain: Penurunan massa ginjal (usia 25 sampai
85 tahun) yang dibuktikan oleh penurunan jumlah glomeruli dan
nefron sebesar hampir 40%. Aliran darah ginjal menurun sekitar 10%
per dekade setelah usia 50 tahun. Aliran darah ginjal berkurang
akibat penurunan curah jantung. Penurunan laju filtrasi glomerulus
/ glomerular filteration rate ((GFR) sebesar 45% pada usia 80
tahun) mencerminkan penurunan bersihan kreatinin sebesar 0,75 ml /
menit / tahun. Meskipun kadar kreatinin tidak terpengaruh karena
pada pasien usia lanjut juga terjadi penurunan massa
otot.1,9,6,12Penurunan aliran darah ginal dikaitkan dengan kondisi
medis seperti hipertensi, penyakit pembuluh darah, diabetes, dan
penyakit jantung yang dapat memperburuk efek dari kelainan ginjal.
Penurunan aliran darah ini dihubungkan dengan penurunan respon
terhadap stimulus vasodilatasi, sehingga ginjal pada usia lanjut
sangat rentan terhadap efek berbahaya dari penurunan curah jantung,
hipotensi, hipovolemia, dan perdarahan. Stres akibat tindakan
anestesi dan pembedahan, nyeri, stimulasi simpatik, dan obat-obatan
vasokonstriksi ginjal dapat berkontribusi untuk terjadinya
disfungsi ginjal perioperatif.9Pada pemeriksaan dengan mikroskop
cahaya, ginjal pada usia lanjut ditandai dengan peningkatan jumlah
jaringan fibrosis, atrofi tubulus, dan arteriosklerosis. Adanya
kelainan pembuluh darah kecil pada usia lanjut tanpa disertai
penyakit ginjal atau hipertensi, menunjukkan bahwa pada usia lanjut
yang sehat pun terdapat perubahan ginjal yang mungkin diakibatkan
oleh penyakit vaskuler dan respon vaskuler yang berubah.9Penurunan
GFR yang terkait dengan proses penuaan dianggap sebagai perubahan
farmakokinetik yang paling penting pada usia usia lanjut. GFR yang
normalnya sekitar 125 mL / menit pada orang dewasa muda, menurun
menjadi sekitar 80 mL / menit pada usia 60 tahun, dan sekitar 60 mL
/ menit pada usia80 tahun.9Karena penurunan GFR lebih rendah dari
pada aliran darah ginjal, fraksi filtrasi meningkat menjadi keadaan
hiperfiltrasi. Hal ini merupakan kompensasi terhadap penurunan
jumlah glomeruli fungsional sampai batas tertentu. Akibatnya
tekanan dalam glomerulus meningkat sehingga dapat mempercepat
glomerulosklerosis.9Pada usia lanjut, obat yang bergantung pada
fungsi ginjal untuk pembersihan dapat terakumulasi, yang mungkin
diperberat oleh penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya. Selain
itu usia lanjut cenderung mengalami gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit serta gagal ginjal yang diinduksi oleh
obat-obatan.9Penelitian menunjukkan bahwa fungsi tubulus umumnya
menurun pada usia lanjut, yang membatasi sejauh mana urin dapat
terkonsentrasi dalam menanggapi defisit air. Demikian pula, jumlah
beban garam yang dapat diekskresikan menjadi lebih terganggu akibat
penuaan. Selain itu, seseorang yang berusia lanjut tidak dapat
menekan sekresi hormon antidiuretik secara maksimal ketika
osmolaritas serum berkurang. Hal ini bersamaan dengan penurunan
efisiensi sistem renin-angiotensin, menunjukkan bahwa kegagalan
pasien usia lanjut untuk mempertahankan natrium secara efektif
dalam kondisi kontraksi volume plasma tidak semata-mata disebabkan
oleh penurunan GFR.9Kapasitas konsentrasi merupakan indikator
tambahan yang sensitif untuk fungsi ginjal. Ketika jumlah cairan
dibatasi, pasien yang berusia lanjut menunjukkan penurunan
kemampuan untuk memekatkan urinnya. Aktivitas sistem
renin-angiotensin menurun seiring dengan pertambahan dengan usia,
dan pada usia diatas 40 tahun terjadi penurunan aktivitas renin
aldosteron plasma, serta penurunan kemampuan ginjal untuk
mempertahankan jumlah garam dengan pembatasan asupan.9Pada usia
lanjut, ginjal dapat mempertahankan keseimbangan asam-basa jika
berfungsi di bawah kondisi dasar. Namun dengan adanya gangguan
fungsi tubular ginjal untuk mengekskresikan sejumlah asam
dibandingkan dengan pasien yang lebih muda berkontribusi terhadap
insiden yang lebih tinggi untuk terjadinya asidosis metabolik pada
usia lanjut. Pada pasien bedah yang berusia lanjut, gagal ginjal
akut bertanggung jawab untuk seperlima dari semua kematian operasi.
Penyebab gagal ginjal yang mengarah ke dialisis belum dipahami
secara jelas. Namun, sebagian besar kasus disebabkan nekrosis
tubular akut.1,9Respon ginjal terhadap tindakan pembedahan dan
anestesi tampaknya tidak smengalami perubahan yang signifikan
dengan pertambahan usia. Telah diketahui bahwa GFR secara langsung
mengalami penurunan pada tindakan anestesi umum, namun, secara
klinis hal ini tidak terlalu siginfikan. Penurunan curah jantung
dan tekanan darah, sering disebabkan oleh defisit intravaskular dan
hipotermia pada saat operasi, hal ini akan menurunkan aliran darah
ginjal.3Penilaian yang tepat dan mempertahankan volume
intravaskular memiliki dampak paling besar pada fungsi ginjal pada
periode perioperatif. Pengenalan dan penanganan hipovolemia
berpotensi untuk mengurangi kejadian disfungsi organ, morbiditas
dan mortalitas pasca operasi. Pasien usia lanjut yang berisiko
lebih tinggi terkena gagal ginjal akut karena kurangnya cadangan
fungsional ginjal. Insiden gagal ginjal pasca operasi dapat
berkisar antara 0,1% sampai 50% setelah operasi berisiko tinggi
seperti trauma, intervensi rongga dada, atau kardiovaskular yang
sangat tergantung pada lokasi operasi.3Tabel 5.Perubahan fungsi
ginjal akibat penuaan6
Penurunan jumlah nefron korteks Penurunan massa ginjal Penurunan
laju filtrasi glomerulus (kreatinin serum tidak berubah karena
penurunan massa otot rangka) Penurunan aliran darah ginjal
Nekrosis tubular akut adalah penyebab paling umum dari gagal
ginjal akut perioperatif. Mortalitas pada pasien dengan gagal
ginjal akut lebih dari 50%, dan sedikitnya seperlima dari seluruh
kematian perioperatif pada pasien bedah geriatri disebabkan oleh
gagal ginjal akut. Sebesar 50% pasien dengan gagal ginjal
perioperatif membutuhkan dialisis segera. Gagal ginjal akut pada
pasien usia lanjut meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta
membebani sistem perawatan kesehatan dengan biaya tambahan.
Menghindari komplikasi akibat manajemen cairan yang tidak sesuai
memerlukan intervensi pada semua tahap perwatan perioperatif.3II.
5. Sistem-HepatobilierHepar juga dapat dipengaruhi oleh proses
penuaan. Karena beberapa obat anestesi dan nyeri seperti opioid
dantranquilizerdisaring dari plasma oleh hepar, sehingga durasi
efek obat tersebut dapat memanjang pada pasien geriatri.Obat yang
tergantung pada hepatosit seperti warfarin, dapat menghasilkan efek
berlebihan karena terjadi peningkatan sensitivitas sel. Dilaporkan
peningkatan insiden kolelitiasis pada pasien yang berusia di atas
90 tahun.1,13Perubahan makroskopis hepar akibat proses penuaan
diantaranya gambaran "atrofi cokelat." Perubahan warna ini
dikaitkan dengan akumulasi pigmen lipofusin pada hepatosit, tetapi
tidak jelas apakah perubahan morfologi ini berhubungan dengan
perubahan dalam fungsi hepar.9Aliran darah hepar menurun seiring
dengan pertambahan usia. Sebagian besar penurunan ini dikaitkan
dengan penurunan 35% massa hepar. Penurunan aliran darah hepar
mungkin sedikit lebih besar daripada penurunan massa hepar, yang
mengakibatkan penurunan aliran darah sebesar 10% per unit massa
hepar. Namun pada usia lanjut, ukuran hepar yang cukup besar
memberikan cadangan fungsional yang besar pula sehingga fungsi
pemeliharaan relatif baik.9Tabel 6.Perubahan pada hepar yang
terkait dengan proses penuaan6
Penurunan massa dan aliran darah hepar ( penurunan
metabolismefirst pass) Fungsi preservasi hepatoseluler Kemungkinan
penurunan produksi albumin (yang berkaitan dengan nutrisi)
Peningkatan konsentrasi asam -1-glikoprotein Kemungkinan penurunan
produksi kolinesterase plasma
Terdapat sedikit perubahan mikroskopis hepar akibat proses
penuaan. Diantaranya peningkatan volume hepatosit yang mungkin
akibat pembengkakan intraseluler. Terdapat pula beberapa perubahan
karakteristik organel sel, misalnya penurunan jumlah dan kepadatan
mitokondria, penurunan jumlah reduksi retikulum endoplasma kasar
dan halus. Penurunan jumlah retikulum endoplasma kasar mungkin
merupakan penyebab dari penurunan kemampuan untuk mensintesis
protein. Namun, penurunan jumlah retikulum endoplasma halus mungkin
berhubungan dengan penurunan protein mikrosom.9II. 6. Sistem
Endokrin dan MetabolikTerdapat penurunan konsumsi oksigen basal dan
maksimal akibat penuaan. Pada usia sekitar 60 tahun, kebanyakan
pria dan wanita mulai mengalami penurunan berat badan. Pria dan
wanita yang berusia lanjut rata-rata memiliki berat yang lebih
rendah dari pada orang yang berusia lebih muda. Penurunan produksi
panas, peningkatkan kehilangan panas, dan pengaturan suhu pada
hipotalamus mungkin diatur pada tingkat yang lebih rendah.
Peningkatan resistensi insulin menyebabkan penurunan secara
progresif dalam hal kemampuan untuk menghadapi beban glukosa.
Insiden diabetes meningkat pada orang tua sampai dengan 25% pada
pasien yang berusia lebih dari 80 tahun. Penderita diabetes sering
memiliki gangguan kardiovaskular, ginjal, neurologis dan visual,
sehingga memerlukan kontrol kadar glukosa darah selama periode
perioperatif.8Pada pasien usia lanjut yang sehat, respon
neuroendokrin terhadap stres tampaknya tidak berubah atau sedikit
menurun. Proses penuaan berhubungan dengan penurunan respon
terhadap obat-obatan adrenergik ("blok endogen"). Jumlah
norepinefrin yang beredar dilaporkan meningkat pada pasien usia
lanjut.2II. 7. Sistem MuskulosketalMassa otot berkurang seiring
dengan bertambahnya usia. Gambaran mikroskopis menunjukkan
penebalanneuromuscular junction. Tampak pula
penyebaranextrajunctionaldari beberapa reseptor asetilkolin. Dengan
etiologi yang belum diketahui, sebagian besar kehilangan protein
tubuh yang berkaitan dengan penuaan dikaitkan dengan penurunan 20%
dari massa otot rangka yang dikenal dengan istilahsarcopenia. Hal
ini terjadi bahkan pada orang dewasa sehat dan berhubungan dengan
hilangnya kekuatan.Tabel 7. Konsekuensi fungsional perioperatif
akibat kehilangan massa otot yang biasanya menyertai proses
penuaan6
Gangguan mobilisasi dan ambulasi pasca operasiMengurangi
efektifitas batukMengurangi thermogenesis dengan menggigilMerubah
disposisi obatMengurangi cadangan fungsional neuromuskulerWaktu
pemulihan dan perawatan yang memanjang
Pada dekade kedua, seseorang memiliki massa otot 60% dari massa
tubuh, namun pada usia 70 tahun menurun hingga kurang dari 40%.
Meskipun penurunan jaringan otot dimulai sekitar usia 50 tahun,
namun hal inimeningkat setelah usia 60 tahun. Penurunan ini
sebagian dapat dikembalikan dengan latihan beban. Meskipun
demikian, tidak terdapat perbedaan dalam sensitivitas terhadap
pelumpuh otot pada usia lanjut. Farmakokinetik obat-obatan tersebut
ditandai dengan penurunan eliminasi. Pemberian dosis awal obat
tersebut mungkin tidak harus dikurangi, tetapi pemberian dosis
total umumnya dikurangi. Namun, karena terdapat penurunan
eliminasi, maka efek obat-obatn ini harus hati-hati dipantau
menggunakan komponen fungsi neuromuskuler seperti train-of-four
tests.2,9Kulit mengalami atrofi dan rentan terhadap trauma akibat
plester perekat, bantalan elektrokauter, dan elektroda
elektrokardiografi. Dinding vena sering menjadi rapuh dan mudah
ruptur pada saat infus intravena. Atritis sendi dapat mengganggu
pengaturan posisi pasien (misalnya, litotomi) atau anestesi
regional (misalnya, blok subaraknoid). Penyakit degeneratif
servikal dapat membatasi ekstensi leher yang berpotensi membuat
intubasi menjadi sulit.2
III. Evaluasi Praoperatif dan Manajemen PerioperatifIII. 1.
Evaluasi PraoperatifPenilaian pra operasi memainkan bagian penting
dalam mengurangi komplikasi pasca operasi. Pemahaman tentang status
fisik pasien akan memberikan panduan terhadap penilaian jenis
penyakit komorbid dan tingkat keparahannya, jenis monitoring yang
diperlukan, optimasi pra operasi dan prediksi akan timbulnya
komplikasi pasca operasi. Pemahaman riwayat penyakit yang
mendetail, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
penilaian risiko tindakan pembedahan harus difokuskan selama
evaluasi pra operasi.5Informed ConsentPasien, anggota keluarga atau
wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah dan
kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan
merupakan prasyarat untuk suatuinformed consentyang sesuai dengan
hukum dan moral. Pasien usia lanjut mungkin tidak sepenuhnya
memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat terdekat
harus terlibat untuk memperoleh informed consent yang terperinci.
Status mental dan kognitif pasien harus dipertimbangkan dan
didokumentasikan.5Riwayat Penyakit dan Status GiziRiwayat kondisi
medis lengkap dan operasi sebelumnya harus dicatat karena pasien
usia lanjut biasanya sedang menjalani banyak terapi obat-obatan.
Defisiensi nutrisi yang sering dialami oleh pada usia lanjut harus
dinilai secara akurat. Hitung darah lengkap yang menunjukkan
anemia, kadar albumin serum yang kurang dari 3.2g/dl dan kolesterol
kurang dari 160mg/dl telah terbukti sebagai penanda
risikooutcomepasca operasi yang merugikan. Indeks massa tubuh yang
kurang dari 20 kg/m2 pada pasien usia lanjut mungkin mengarahkan
peningkatan morbiditas karena penyembuhan luka yang tertunda,
sehingga suplemen gizi pra operatif harus
dipertimbangkan.5Pemeriksaan fisikMeskipun pasien usia lanjut
memiliki riwayat medis yang panjang, mereka biasanya tidak
memberikan rincian penyakit mereka, ini merupakan konsekuensi yang
tidak dapat dihindari akibat usia tua. Pemeriksaan fisik harus
mencakup informasi yang mendetail tentang status hidrasi, gizi,
tekanan darah, nadi dan kondisi sistemik.5Penilaian status mental
pra operasi sangat penting karena biasanya mencerminkan status
kognitif pasca operasi. Demensia pra operasi merupakan prediktor
yang penting darioutcomebedah yang buruk.Pemeriksaan Penunjang Pra
operasiPasien usia lanjut harus menjalani berbagai tes yang akan
membantu menentukan parameter kesehatan pasien, bahkan pada mereka
yang sehat dan termasuk diantaranya:- Hitung darah lengkap: Hb,
jumlah limfosit- Urem, kreatinin dan elektrolit akan memberikan
informasi tentang fungsi ginjal karena akan mengalami perubahan
secara bertahap dengan pertambahan usia. Bersihan kreatinin
merupakan indeks penting.- Gula darah dan kolesterol harus
diperiksa karena tingginya insiden diabetes mellitus dan
ateroskleorsis.- Kadar albumin dan fungsi pembekuan darah-
Pemeriksaa elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan pada semua
pasien yang berusia di atas 60 tahun, terlepas dari ada riwayat
penyakit jantung atau tidak.- Rontgen dada dan tes fungsi paru pada
pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis.- Pemeriksaan
jantung.III. 2. Manajemen perioperatifTidak ada istilah "terlalu
tua" untuk tindakan operasi. Pada umumnya hal yang harus dipikirkan
adalah bahwa komorbiditas meningkat dengan pertambahan usia lebih
penting dari usia pasien itu sendiri. Penelitian Forrest terhadap
17.201 pasien menunjukkan bahwa, risikooutcomeyang berat menurun
dari 3% menjadi 2% dari umur 20-an ke umur 40-an, namun meningkat
secara linear setelahnya (dari 2% pada umur 40-an sampai 6% pada
umur 80-an).7Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut
memiliki dampak yang signifikan terhadap tindakan anestesi dan
memerlukan perawatan khusus, sehinggan Penting untuk menentukan
status fisik pasien dan memperkirakan cadangan fisiologis dalam
evaluasi preanestesi. Jika kondisi dapat dioptimalkan sebelum
operasi, maka operasi dapat dilakukan tanpa penundaan. Penundaan
operasi yang lama dapat meningkatkan morbiditas. Diabetes mellitus
dan penyakit kardiovaskular adalah penyakit yang paling sering
dialami oleh pasien geriatri. Komplikasi paru adalah salah satu
penyebab utama morbiditas pascabedah pada pasien usia lanjut. Untuk
pasien ini diperlukan optimasi paru-paru. Riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
sangat penting. Masalah yang yang harus selalu dipikirkan pada
pasien geriatri adalah kemungkinan terjadinya depresi, malnutrisi,
imobilitas dan dehidrasi. Sehingga penting untuk menentukan status
kognitif seorang pasien usia lanjut. Defisit kognitif berkaitan
denganoutcomeyang buruk dan morbiditas perioperatif yang lebih
tinggi. Namun masih kontroversial apakah anestesi umum dapat
mempercepat perkembangan demensia senilis.5,7Farmakologi Klinis
Obat-Obatan Anestesi pada Pasien GeriatriSecara umum berbagai
obat-obatan dan teknik anestesi yang sesuai digunakan untuk orang
yang berusia lebih muda dan dewasa juga dapat digunakan pada pasien
usia lanjut dengan keterbatasan fisiologi mereka. Mungkin
diperlukan modifikasi teknik dan khususnya dosis obat.8Tidak ada
regimen anestesi yang "ideal" untuk pasien usia lanjut. Mayoritas
obat-obatan anestesi yang lebih poten pada pasien usia lanjut
dengan pengecualian atropin (dosis harus ditingkatkan untuk
menghasilkan responheart rateyang diinginkan).5,7Proses penuaan
dapat menyebabkan perubahan farmakokinetik (hubungan antara dosis
obat dan konsentrasi plasma) dan farmakodinamik (hubungan antara
konsentrasi plasma dan efek klinis). Namun perubahan yang
berhubungan dengan penyakit dan variasi antar individu yang luas
bahkan pada populasi yang sama menyebabkan perubahan ini tidak
selalu konsisten.2Penurunan progresif massa otot dan peningkatan
lemak tubuh (terutama pada wanita usia lanjut) menyebabkan
penurunan total jumlah cair tubuh. Hal ini menyebabkan konsentrasi
plasma obat-obatan yang larut air dapat lebih tinggi, sebaliknya
konsentrasi plasma obat-obatan larut lemak dapat dapat lebih renah.
Perubahan dalam volume distribusi obat dapat mempengaruhi waktu
paruh eliminasi obat. Jika volume distribusi obat ditingkatkan,
waktu paruhnya akan diperpanjang kecuali tingkat klirens juga
meningkat. Namun karena fungsi ginjal dan hepar juga berkurang
seiring pertambahan usia, penurunan tingkat klirens memperpanjang
durasi kerja beberapa obat. Studi menunjukkan bahwa pasien usia
lanjut yang sehat, aktif hanya mengalami sedikit sedikit atau tidak
ada perubahan dalam volume plasma.2Distribusi dan eliminasi obat
juga dipengaruhi oleh perubahanbindingprotein plasma. Albumin, yang
cenderung untuk mengikat obat-obatan yang bersifat asam (misalnya,
barbiturat, benzodiazepin, agonis opioid), biasanya menurun sesuai
pertambahan usia. Asam-1 glikoprotein, yang mengikat obat dasar
(misalnya, anestesi lokal) mengalami peningkatan. Obat-obatan yang
terikat dengan protein tidak dapat berinteraksi dengan reseptor
organ dan tidak dapat dimetabolisme atau diekskresi.2Perubahan
farmakodinamik utama yang terkait dengan penuaan adalah penurunan
kebutuhan obat-obatan anestesi, ditunjukkan oleh MAC yang lebih
rendah. Titrasi obat-obatan anestesi secara hati-hati dapat
membantu untuk menghindari efek samping dan durasi kerja yang
berkepanjangan. Obat-obatan kerja pendek seperti propofol,
remifentanil, desflurane, dan suksinilkolin mungkin sangat berguna
pada pasien usia lanjut. Obat yang tidak terlalu tergantung pada
fungsi hepar, ginjal atau aliran darah seperti mivakurium,
atrakurium, dan cisatrakurium juga dapat bermanfaat.2Pasien usia
lanjut memerlukan dosis obat-obatan premedikasi yang lebih rendah.
Premedikasi opioid hanya digunakan jika kondisi preoperatif pasien
disertai nyeri berat. Antikolinergik tidak diperlukan karena pada
pasien usia lanjut kelenjar saliva biasanya mengalami atrofi.
Namun, antagonis H2 berguna untuk mengurangi risiko aspirasi.
Metoclopramide juga dapat digunakan untuk mempercepat pengosongan
lambung, meskipun risiko efek ekstrapiramidal lebih tinggi pada
pasien usia lanjut.5,7Dibutuhkan konsentrasi obat-obatan inhalasi
yang lebih rendah selama kombinasi anestesi epidural - general
untuk toleransi endotrakea dan mencegah pasien terbangun
intraoperatif.1
Obat-obatan Anestesi InhalasiObat-obatanvolatiledan intravena
biasanya bekerja lebih lama dengan peningkatan volume pemberian.
Anestesivolatilelebih poten pada usia lanjut, sehingga kebutuhan
MAC berkurang (meskipun onset kerja dapat meningkat dengan
penurunan curah jantung).Konsentrasi minimum alveolar (MAC) dari
semua obat-obatan inhalasi berkurang sekitar 4-5% per dekade di
atas usia 40 tahun. Oleh karena itu pasien usia lanjut membutuhkan
volume anestesi inhalasi yang lebih rendah untuk mencapai efek yang
sama dengan pasien yang lebih muda. Isoflurane adalah mungkin yang
paling sesuai, karena relatif stabil dalam sistem kardiovaskuler,
memiliki onset dan durasi kerja yang singkat dan hanya 0,2% dari
dosis diberikan yang dimetabolisme. Terdapat efek depresi miokard
dari anestesivolatileyang berlebihan pada pasien usia lanjut,
sedangkan isoflurane dan desflurane jarang menimbulkan efek
takikardi. Dengan demikian isoflurane dapat mengurangi curah
jantung dan denyut jantung pada pasien usia lanjut.Obat-obatan
inhalasi yang kurang larut seperti sevofluran dan desflurane
mengalami metabolisme yang minimal dan sebagian besar diekskresikan
oleh paru-paru. Halotan memiliki keuntungan dengan kurang
menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, meskipun obat ini
meningkatkan sensitifitas miokardium terhadap katekolamin dan
mungkin dapat memicu takiaritmia. Eter telah digunakan dengan baik
selama bertahun-tahun, dan pada pasien usia lanjut sebaiknya
diberikan pada konsentrasi rendah dengan dukungan ventilasi. Hal
ini memungkinkan pasien untuk bangun lebih cepat daripada anestesi
dengan konsentrasi eter yang lebih tinggi.1,8Pemulihan dari
anestesi dengan obat-obatan anestesivolatilemungkin dapat memanjang
karena adanya peningkatan volume distribusi (lemak tubuh
meningkat), penurunan fungsi hepar (penurunan metabolisme halotan),
dan penurunan pertukaran gas paru. Eliminasi cepat dari desflurane
dapat menjadi alasan sebagai anestesi yang dipilih untuk pasien
usia lanjut.2Obat-obat AnestesiNonvolatileSecara umum, pasien usia
lanjut membutuhkan dosis yang lebih rendah untuk propofol,
etomidate, barbiturat, opioid, dan benzodiazepin. Sebagai contoh,
seorang yg berusia delapan puluh mungkin memerlukan kurang dari
setengah dosis induksi propofol atau thiopental dari yang
dibutuhkan oleh seorang pasien yang berusia 20 tahun.2Meskipun
propofol mungkin merupakan obat induksi yang mendekati ideal untuk
pasien usia lanjut karena eliminasi yang cepat, namun obat ini
lebih mungkin untuk menyebabkan apnea dan hipotensi dibandingkan
pada pasien yang lebih muda. Propofol juga dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah yang berlebihan.Pemberian midazolam,
opioid, atau ketamin secara bersama-sama dapat menurunkan kebutuhan
propofol. Faktor farmakokinetik dan farmakodinamik bertanggung
jawab untuk peningkatan sensitivitas terhadap propofol. Pasien usia
lanjut membutuhkan kadar propofol darah untuk anestesi yang hampir
50% lebih rendahdi bandingkan pasien yang lebih muda. Selain itu
tingkat keseimbangan perifer dan klirens sistemik untuk propofol
berkurang secara signifikan pada pasien usia lanjut.2,7Peningkatan
sensitivitas thiopental tampaknya terutama karena faktor
farmakokinetik. Pengurangan 40-50% dosis induksi mungkin merupakan
hasil dari kadar puncak yang tidak menurun secepat pada pasien
geriatri karena distribusi kompartemen sentral ke kompartemen
penyeimbang yang lebih lambat.2Volume pemberian awal untuk
etomidate secara signifikan menurun dengan penuaan. Dosis etomidate
dapat dikurangi sampai 50% pada individu yang berusia > 80
tahun. Dibutuhkan dosis yang lebih rendah untuk mencapai titik
akhir elektroensefalografik (EEG) yang sama pada pasien usia lanjut
(dibandingkan dengan pasien muda).2Peningkatan sensitivitas untuk
fentanil, sufentanil dan alfentanil, terutama akibat perubahan
farmakodinamik. Farmakokinetik untuk opioid tidak dipengaruhi
secara signifikan oleh usia. Kebutuhan dosis fentanil dan
alfentanil untuk mencapai titik akhir EEG yang sama adalah 50%
lebih rendah pada pasien usia lanjut. Sebaliknya volume kompartemen
sentral dan klirens berkurang untuk remifentanil. Farmakokinetik
opioid jenis lain belum diteliti dengan baik pada pasien usia
lanjut, namun diperkirakan juga mengalami peningkatan
sensitivitas.
Tabel 8. Farmakologi klinis obat-obatan anestesi pada pasien
usia lanjut1Penuaan meningkatkan jumlah volume pemberian untuk
semua benzodiazepin, yang dapat memperpanjang waktu paruh
eliminasiobat tersebut. Untuk diazepam, waktu paruh eliminasi dapat
berlangsung selama 36-72 jam. Peningkatan sensitivitas
farmakodinamik untuk benzodiazepin juga telah diamati. Kebutuhan
midazolam umumnya 50% lebih sedikit pada pasien usia lanjut;
eliminasi paruhnya memanang dari sekitar 2,5 sampai 4 jam.2Obat
golongan NMBD Relatif tidak berubah.7MuskulorelaksanRespon terhadap
suksinilkolin dan obat-obatannondepolarizingtidak berubah akibat
penuaan. Penurunan curah jantung dan perlambatan aliran darah otot
dapat menyebabkan terjadinya perpanjangan blokade neuromuskuler
hinga 2 kali lipat pada pasien usia lanjut. Pemulihan dari relaksan
ototnondepolarizingyang bergantung pada ekskresi ginjal (misalnya,
metocurine, pankuronium, doxakurium, tubocurarine) dapat tertunda
karena klirens obat yang menurun. Demikian pula, penurunan ekskresi
hepatik akibat kehilangan massa hepar dapat memperpanjang waktu
paruh eliminasi dan durasi kerja rokuronium dan vekuronium. Profil
farmakologi dari atrakurium dan pipekuronium tidak signifikan
dipengaruhi oleh pertambahan usia. Pria usia lanjut dapat mengalami
sedikit pemanjangan efek dari suksinilkolin karena menurunnya kadar
kolinesterase plasma.2
IV. Manajemen IntraoperatifManajemen intraoperatif diarahkan
untuk membatasi stres akibat pembedahan dan menghindari kejadian
yang lebih memperburuk cadangan fisiologis pasien. Tidak ada teknik
universal khusus yang disetujui untuk pasien usia lanjut tetapi
beberapa intervensi dapat meningkatkanoutcome.1IV. 1. Induksi
Anestesi:Pada pasien usia lanjut, preoksigenasi agresif yang setara
untuk anestesi inhalasi menurun secara linear dengan pertambahan
usia, oleh karena itu dosis obat yang mempengaruhi SSP perlu
dikurangi untuk mengantisipasi efek sinergi obat. Penggunaan
bersama propofol, midazolam, opioid dapat meningkatkan kedalaman
anestesi. Hipotensi adalah kejadian yang umum didapatkan sehingga
dosis obat-obatan ini harus dititrasi. Dipilih obat yang bekerja
singkat. Stimulasi intubasi trakea tidak memberikan efek hipotensi
pada pasien usia lanjut.1Efek puncak obat mengalami penundaan,
diantaranya: midazolam 5 menit, fentanil 6-8 menit, dan propofol 10
menit. Untuk meminimalkan kedalaman dan durasi hipotensi, dosis
propofol tanpa suplementasi opioid disesuaikan dengan cara
dikurangi 1,0-1,5 mg / kglean body weight (LBW)dan 0.5-1.0mg/kg
jika diberikan opioid secara bersamaan khususnya jika disertai juga
dengan pemberian ketamin dosis rendah dan midazolam.8Penggunaan
profilaksis aspirasi dan rapid sequence intubation (RSI) harus
dilakukan secara rutin, khususnya pada pasien dengan diabetes
mellitus atau penyakit refluks dan prosedur darurat. Antisipasi
pemanjangan durasi obat neuromuskuler yang bersifat organ based
klirens. Seiring pertambahan usia, obat-obatan intermediate acting
bekerja lebih lama (kecuali atrakurium dan cisatrakurium), dapat
menurunkan suhu tubuh, menyebabkan diabetes dan obesitas (jika
dosisnya dihitung berdasarkan berat badan total) dan peningkatan
blok neuromuskuler. Dosis antikolinesterase inhibitor juga harus
dikurangi dan pasien dipantau dengan ketat di unit perawatan
pasca-anestesi (PACU) untuk tanda-tanda rekurarisasi.1Obat-obatan
non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID) untuk menghilangkan rasa
sakit pasca operasi harus diberikan dengan dosis dikurangi untuk
menghindari komplikasi seperti gastritis, gagal ginjal akut. NSAID
harus dihindari pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi
ginjal preoperatif (peningkatan kadar urea / kreatinin) atau jika
pasien mengalami hipovolemia.1IV. 2. Sedasi dan MonitoringPopulasi
usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis
pertambahan usia tidak selalu paralel dengan kondisi fisiologis.
Pasien yang berusia lebih tua menunjukkan sejumlah komorbiditas,
riwayat pengobatan yang banyak, dan kurangnya cadangan fisiologis.
Pasien usia lanjut lebih sensitif terhadap efek sedatif dan
depresan dari obat-obatan yang digunakan untuk sedasi dan juga
mengalami peningkatan risiko untuk efek samping aditif ika
diberikan obat-obatan kombinasi. Jika episode singkat dari
hipotensi atau desaturasi mungkin tidak bermakna pada pasien muda,
episode yang sama pada pasien usia lanjut dapat mengakibatkan
konsekuensi serius, seperti aritmia dan iskemia jantung.3Pemantauan
klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut dibandingkan
pasien yang lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas
harus dapat mengawasi pasien. Individu ini tidaklah melakukan
prosedur melainkan harus terus memantau respon, kerjasama, dan
tanda-tanda vital pasien. Karena pasien yang tersedasi harus
responsif setiap saat, maka komunikasi dengan pasien adalah salah
satu metode pemantauan yang paling berharga.3
Tabel 9.Pertimbangan untuk sedasi pada orang tua.3
1. Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia2.
Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya3. Kesulitan memposisikan
pasien4. Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal5.
Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah6.
Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi7.
Demensia dan disfungsi kognitif3
IV. 3. Anestesi umum atau regionalAnestesi regional mungkin
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan anestesi umum, termasuk
jarang menimbulkan tromboemboli, gangguan kesadaran dan pernafasan
pasca-bedah. Anestesi dengan blok tungkai dan pleksus ideal untuk
operasi perifer. Hernia dan katarak umumnya dilakukan dengan
anestesi lokal. Hipotensi lebih sering ditemukan pada pasien usia
lanjut yang menjalani anestesi spinal / epidural karena terjadi
gangguan fungsi otonom dan penurunan penyesuaian arteri.1,8Pada
pasien dengan penyakit jantung berat yang memerlukan kontrol
tekanan darah ketat, anestesi umum mungkin lebih baik.
TinjauanCochraneterhadap 17 penelitian anestesi untuk operasi
fraktur tulang pinggul (melibatkan lebih dari 2.800 pasien)
membandingkan anestesi umum dan regional. Penulis menyimpulkan
bahwa anestesi regional dapat mengurangi mortalitas pada satu bulan
pasca operasi, tetapi baik anestesi regional dan umum
menghasilkanoutcomeyang sama untuk mortalitas jangka
panjang.8Pertimbangan tindakan anestesi regional pada pasien
geriatri diantaranya: Peningkatan kepekaan terhadap anestesi lokal,
risiko mati rasa,nerve palsy,komplikasi neuralgia, pemanjangan
durasi blok, blok tingkat tinggi, hipotensi dan bradikardi.
Terdapat penurunan dramatis dalam hal kebutuhan sedasi dengan blok
neuraxial.1Anestesi regional blok dapat mempertahankan status gizi
dan normothermia. Teknik ini ini juga dapat mengurangi sensitisasi
sentral sehingga mengurangi kebutuhan analgesik opioid pasca
operasi dan meningkatkan outcome pada paru-paru, jantung dan ginjal
sekaligus mengurangi insiden komplikasi tromboemboli. Tinjauan oleh
Rodgers dkk menyimpulkan bahwa terdapat penurunan mortalitas dalam
30 hari dan throbosis vein thrombosis (DVT) pada kelompok anestesi
regional.1IV. 4. HipotermiaPembedahan umumnya dapat menyebabkan
hipotermia karena faktor lingkungan dan tindakan anestesi yang
menginduksi inhibisi mekanisme termoregulator normal. Pasien usia
lanjut lebih beresiko untuk mengalami hipotermia karena anestesi
yang mengubah mekanisme termoregulator dan tingkat metabolisme
basal yang rendah. Hipotermia intraoperatif dapat menjadi faktor
risiko jantung independen untuk penyakit jantung pasca operasi pada
usia lanjut. Oleh karena itu, pada pasien usia lanjut harus
dilakukan upaya untuk mencegah kehilangan panas. Langkah-langkah
untuk mencegah hipotermia adalah: pembersihan pasca operasi dengan
cairan yang hangat, menggunakan sistem pemanasan, menghangatkan
cairan IV, menjaga suhu lingkungan tetap hangat, menutupi pasien
dengan selimut sebelum dan setelah operasi.1IV. 5. Manajemen
cairanMengelola volume intravaskular yang tepat sangat penting
dengan menghindari kelebihan dan kekurangan pemberian cairan.
Karena adanya peningkatan afterload, penurunan respon inotropik
atau chronotoropic serta gangguan respon vasokonstriksi menyebabkan
pasien usia lanjut sangat tergantung pada preload yang memadai.
Pasien usia lanjut juga rentan terhadap dehidrasi karena penyakit,
penggunaan diuretik, puasa pra operasi dan penurunan respon haus.
Asupan cairan oral hingga 2 - 3 jam sebelum operasi, dan terapi
pemeliharaan cairan yang cukup serta menghindari terapi diuretik
sebelum operasi dapat menghindarkan kejadian hipotensi mendadak
segera setelah induksi anestesia. Hidrasi yang berlebihan juga
harus dihindari pada usia lanjut dengan ganggaun jantung karena
mereka lebih rentan untuk terjadinya kegagalan sistolik, perfusi
organ yang jelek dan penurunan GFR.1Penting pula untuk melakukan
pemantauan kateter vena sentralis atau arteri pulmonalis
intraoperatif untuk mengukur volume darah sentral khusus pada
pasien usia lanjut yang cenderung memiliki penurunan volume darah
dalam jumlah besar atau pergeseran cairan. Penting untuk menaga
tekanan vena sentral pada kisaran 8 - 10 mmHg dan tekanan arteri
pulmonalis14 - 18 mm Hg untuk mempertahankan output jantung yang
memadai.1
V. Manajemen pasca operasiV. 1. Manajemen jalan napasPerubahan
fungsi faring, refleks batuk, dapat diperburuk oleh efek dari
anestesi, instrumentasi faring dan operasi yang dapat meningkatkan
kemungkinan aspirasi pascaoperasi pada usia lanjut. Pembalikan efek
blok neuromuskuler, penggunaan pipa nasogastrik, mengembalikan
refleks faring dan laring, motilitas gastrointestinal dan ambulasi
dini dengan konversi intake oral setelah operasi dapat meminimalkan
insiden aspirasi pasca operasi.1V. 2. Terapi oksigenDianjurkan
untuk memberikan terapi oksigen pasca-operasi untuk semua pasien
usia lanjut, terutama setelah pembedahan abdomen atau dada,
penyakit kardiovaskuler atau pernapasan, kondisi kehilangan darah
yang signifikan, atau bila telah diberikan analgetik opioid. Nasal
kanul sering ditoleransi lebih baik daripada masker.8V. 3.
Perawatan intensifJika pasien sangat tergantung pada perawatan
tingkat tinggi atau tersedia fasilitas perawatan intensif, hal ini
dapat meningkatkanoutcomejangka panjang dari pasien usia lanjut,
khususnya mereka yang menjalani operasi darurat.8V. 4. Manajemen
NyeriManajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah berusia
lanjut, dimana nyeri pasca operasi dapat menghasilkan efek yang
berbahaya. Kontrol nyeri yang kurang optimal dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pada usia lanjut karena komorbiditas
terkait seperti penyakit jantung iskemik, penurunan cadangan
ventilasi, perubahan metabolisme, efek dan ekskresi.1Pertimbangkan
pemberian analgetik sederhana seperti parasetamol, dan NSAID dengan
hati-hati. Titrasi morfin IV menggunakan protokol usia lanjut (>
70 tahun) yang sama dengan pasien yang lebih muda tampaknya aman.
Dua sampai tiga miligram morfin IV setiap 5 menit untuk skor analog
visual lebih dari 30 dilaporkan dapat memberikan kontrol nyeri yang
memadai. Opioid kerja singkat seperti fentanil atau sufentanil dan
satrategi manajemennyeri intensif dengan bolus intermiten atau
patient controlled analgesia(PCA) secara parenteral atau dengan
blok neuraxial dilaporkan paling bermanfaat untuk pasien usia
lanjut beresiko tinggi atau pasien usia lanjut dengan risiko rendah
yang menjalani operasi berisiko tinggi dengan mengurangi respon
stres terhadap pembedahan dan ambulasi dini.1,8V. 5. Pertimbangan
lainnyaFisioterapi dini dan kontinyu serta mobilisasi dapat
membantu pemulihan pasca-operasi dan dapat mengurangi lama
perawatan di rumah sakit secara signifikan. Pertimbangkan
profilaksis deep vein thrombosis (DVT) dimana pasien usia lanjut
adalah kelompok berisiko tinggi, terutama mereka dengan fraktur
kolum femoris atau mereka yang tirah baring selama beberapa hari.
Cari kemungkinan munculnya komplikasi pascaoperasi. Komplikasi yang
paling sering termasuk infeksi (terutama luka, dada, saluran
kemih), DVT dan emboli paru. Dapat pula timbul delirium dan mungkin
disebabkan oleh sepsis, dehidrasi, overhidrasi, ureum dan
elektrolit yang abnormal, hipoksia, sindrom putus alkohol / obat
atau gangguan kognitif / demensia.8
VI. KesimpulanUsia lanjut bukan merupakan kontraindiksi untuk
anestesi umum maupun regional.Pasien usia lanjut sangat rentan dan
sangat sensitif terhadap stres akibat trauma, operasi,
hospitalisasi, dan anestesi dengan mekanisme yang hanya sebagian
dipahami. Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut memiliki
dampak yang signifikan terhadap tindakan anestesi dan memerlukan
perawatan khusus, sehinggan penting untuk menentukan status fisik
pasien dan memperkirakan cadangan fisiologis dalam evaluasi
preanestesi. Oleh karena itu, meminimalkan risiko perioperatif pada
pasien geriatri memerlukan suatu penilaian preoperatif yang
bijaksana terhadap fungsi organ, manajemen intraoperatif yang
teliti untuk gangguan yang menyertai, dan kontrol nyeri pasca
operasi yang optimal.Dosis kebutuhan obat-obatan anestesi
lokal(minimum anesthetic concentration)dan umum (minimum alveolar
concentration) berkurang pada usia lanjut. Administrasi suatu agen
anestesi epidural pada volume tertentu cenderung menghasilkan
penyebarancephaladyang lebih luas pada pasien usia lanjut, tetapi
dengan durasi analgesia dan blok motorik yang lebih
singkat.Terdapat sejumlah pasien usia lanjut yang mengalami
berbagai tingkat keadaan konfusional akut, delirium, atau disfungsi
kognitif pasca operasi.Penuaan menghasilkan perubahan
farmakokinetik dan farmakodinamik. Penyakit yang berhubungan dengan
perubahan dan variasi antarindividu yang luas bahkan pada populasi
yang sama menyebabkan generalisasi yang tidak konsisten. Pasien
usia lanjut menunjukkan kebutuhan dosis yang rendah rendah untuk
propofol, etomidate, barbiturat, opioid, dan benzodiazepin.Dalam
beberapa aspek, anestesi regional dapat menunjukkan manfaat yang
mengutungkan bagi pasien usia lanjut. Teknik ini kurang menyebabkan
tromboemboli, gangguan kesadaran dan pernafasan pasca-bedah. Pada
pasien dengan penyakit jantung berat yang memerlukan kontrol
tekanan darah ketat, anestesi umum mungkin lebih baik. Pada teknik
anestesi umum, sangat penting untuk titrasi dosis obat dan lebih
bijaksana untuk menggunakan obat-obatan kerja pendek.
Daftar Pustaka1. Kumra VP. Issues in geriatric anaesthesia.
SAARC J. Anesthesia. New Delhi, 2008. Hal:39 - 492. Morgan GE,
Mikhail MS, Murray MJ. Geriatric Anesthesia. Dalam: Clinical
Anesthesiology, 4th Edition. Philadelphia, 2006. Lange Medical
Books/ McGraw-Hill, hal: 951-8 .3. Silverstein JH. The Practice of
Geriatric Anesthesia. Dalam: Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG,
Mcleskey CH. Geriatric anesthesiology 2nd Edition. New York. 2008.
Springer, hal:3-154. Priebe HJ. The aged cardiovascular risk
patient. British Journal of Anaesthesia 85 (5): 76378 (2000) [cited
2011 December 06]. Available
from:http://www.bja.oxfordjournals.org/content/85/5/763.long5.
Kanonidou Z, Krystianou G. Anesthesia for Elderly. Hippokratia
2007, 11, 4: 175-177. [cited 2011 December 06]. Available
from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC255979/6.
Stoelting RK, Hillier SC. Physiology of the newborn and elderly.
Dalam: Handbook of pharmacology and physiology in anesthetic
practice, 2nd ed. Philadelphia, 2006. Lippincott Williams &
Wilkins, hal: 871-817. Anonym. Geriatrics (Anesthesia Text) [cited
2011 December 06]. Available from:http://www.OpenAnesthesia.org8.
Kelly F. Anesthesia for the erderly patient.[cited 2011 December
06]. Availablefrom:
http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/15/u15513_01.htm9. Ceba RC,
Sprung J, Gajic O, Warner DO. The aging respiratory system:
anesthetic strategies to minimize perioperative pulmonary
complications. Dalam: Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, Mcleskey
CH. Geriatric anesthesiology 2nd Edition. New York. 2008. Springer,
hal: 149- 16310. Anwer HM. Postoperative cognitive dysfunction in
adult and elderly patients. M.E.J. Anseth 18 (6), 200611. Lewis MC.
Alterations in metabolic functions and electrolytes. Dalam:
Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH. Geriatric
anesthesiology 2nd Edition. New York. 2008. Springer, hal: 97-
10512. Hazen SE, Larsen PD, Martin L. General anesthesia and
elderly surgical patients.[cited 2011 December 06]. Available
from:http://www.fidarticles/p/articles/mi_m0FSL/is_n4_v65/ai..13.
Kleinger SH. Anesthesia of the geriatric patient. 81stWestern
veteranary