KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, akhirnya saya dapat menyelesaikan referat dengan judul “Anemia Defisiensi Besi”. Maksud penyusunan referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti periode 23 Februari- 2 Mei 2009 yang dilaksanakan di RSUD Bekasi. Ucapan terimakasih saya haturkan khususnya kepada Dr. Rivai, Sp.A, selaku dokter pembimbing, atas segala bimbingannya, serta rekan-rekan yang telah membantu hingga referat ini dapat saya selesaikan. Akhir kata, dengan segala kekurangan yang saya miliki, saya sadar bahwa referat ini terdapat banyak kekurangan, maka saran dan kritik yang membangun akan saya terima dengan senang hati. Semoga referat yang telah saya susun ini dapat berguna bagi rekan-rekan sejawat tingkat klinik, seluruh pembaca dan saya sendiri khususnya. i
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, akhirnya saya dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Anemia Defisiensi Besi”. Maksud
penyusunan referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti periode 23
Februari- 2 Mei 2009 yang dilaksanakan di RSUD Bekasi.
Ucapan terimakasih saya haturkan khususnya kepada Dr. Rivai, Sp.A,
selaku dokter pembimbing, atas segala bimbingannya, serta rekan-rekan
yang telah membantu hingga referat ini dapat saya selesaikan.
Akhir kata, dengan segala kekurangan yang saya miliki, saya sadar
bahwa referat ini terdapat banyak kekurangan, maka saran dan kritik yang
membangun akan saya terima dengan senang hati.
Semoga referat yang telah saya susun ini dapat berguna bagi rekan-
rekan sejawat tingkat klinik, seluruh pembaca dan saya sendiri khususnya.
Jakarta, 17 April 2009
Monita Anggarini
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 4
BAB III PENUTUP..................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu simptom
penyakit yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan
etiologinya.
Anemia adalah kekurangan sel darah merah, kuantitas hemoglobin,
volume pada sel darah merah (hematokrit) dalam jumlah tertentu per 100
ml darah. Cara untuk menentukan anemia diuraikan oleh anamnesis,
pemeriksaan fisik yang teliti dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan biasanya dengan mengukur
Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht). Hasil pemeriksaan tersebut hati-hati
dikelirukan pada pasien dehidrasi dan masa kehamilan.
Dalam keadaan normal jumlah sel darah merah pada rata-rata
orang dewasa kira-kira 5 juta permilimeter kubik. Eritropoesis pada orang
dewasa terutama terjadi di dalam sumsum tulang melalui stadium
pematangan. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial yang
kemudian berdiferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk
unipotensial dengan rangsangan hromon eritropoetin menjadi sel
pronormoblas. Sel pronormoblas ini akan membentuk deoxyribonucleic
acid (DNA) yang diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali fase
mitosis. Dari tiap sel pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit. Sel-sel
yang sedang berada dalam fase diferensiasi dari pronormoblas sampai
dengan eritrosit dapat dikenal dari morfologinya, sehingga dapat dikenal 5
iii
stadium pematangan. Proses diferensiasi dari pronormoblas sampai
eritrosit memakan waktu + 72 jam. Sel eritrosit normal berumur 120 hari.
Anemia dapat diklasifikasi menurut morfologi sel darah merah dan
indeks-indeksnya. Pada klasifikasi ini mikro dan makro menunjukkan
ukuran sel darah merah, sedangkan kromik menunjukkan warnanya.
1. Anemia normositik normokrom
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta
mengandung hemoglobin dalam jumlah normal.
MCV = 84-96 fL dan MCHC = 32-36%
Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada :
Perdarahan akut
Penyakit kronik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik
2. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal tetapi
normokrom karena konsentrasi Hb-nya normal.
MCV meningkat dan MCHC normal
Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam
nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau
asam folat.
Contoh anemia jenis ini :
Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 atau asam folat.
iv
3. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal
dan hipokrom karena Hb dalam jumlah kurang dari normal.
MCV kurang dan MCHC kurang
Contoh anemia jenis ini yaitu :
Anemia defisiensi besi
Anemia penyakit kronik
Talasemia
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia
adalah pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah,
berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memperbesar
pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti
pigmentasi kulit, suhu dan distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit,
maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan.
Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta
konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi
seperti defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B12. Dalam referat ini dibahas
lebih lanjut mengenai anemia defisiensi Fe.
v
BAB II
PEMBAHASAN
ANEMIA DEFISIENSI Fe
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan hitung eritrosit
lebih rendah dari harga normal.
Menurut WHO dikatakan anemia bila :
Pada orang dewasa Hb < 12,5 g/dl
Pada anak-anak berumur 6-14 tahun < 12 g/dl
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini
hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar
2-4 gram. Kira-kira 50 mg/Kgbb pada pria dan 35 mg/Kgbb pada wanita.
Secara morfologis anemia defisiensi besi diklasifikasikan sebagai
anemia mikrositik hipokrom. Anemia defisiensi besi akibat kurang besi
dalam diit bisa terjadi pada setiap orang.
vi
SEJARAH
Terdapatnya zat besi (Fe) dalam darah baru diketahui setelah
penelitian oleh Lemeryh dan Goeffy (1713). Akan tetapi, sebenarnya
berabad-abad sebelum Masehi, bangsa Yunani dan India telah
menggunakan bahan-bahan yang mengandung Fe untuk mendapatkan
tentara yang kuat. Bangsa Yunani merendam pedang-pedang tua
meminum airnya.
DISTRIBUSI DALAM TUBUH
Tubuh manusia sehat mengandung + 3,5 g Fe yang hampir
seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat
dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan nonion dan lebih lemah dalam
bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami
oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh
merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang non
esensial.
Fe esensial ini terdapat pada :
1. Hemoglobin + 66%
2. Mioglobin 3%
3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya
sitokromoksidase, suksinil dehidrogenase dan zantin oksidase
sebanyak 0,5%
4. Transferin 0,1%
vii
Fe non esensial terdapat sebagai :
1. cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%
2. pada parenkim jaringan kira-kira 5%.
Cadangan Fe
Pada wanita hanya 200-400 mg
Pada pria kira-kira 1 gram
METABOLISME Fe
Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di
duodenum, makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih
mudah diabsorpsi dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa
usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan
diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan
masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin, atau diubah menjadi
feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus.
Secara umum :
Bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah
maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin
Bila cadangan dalam tubuh rendah atau kebutuhan akan zat besii
meningkat maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari
sell mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis.
Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat
atau hipoksia.
viii
Jumlah Fe yang diabsorpsi sangat tergantung dari bentuk dan
jumlah absolutnya serta adanya zat-zat lain.
Makanan yang mengandung + 6 mg Fe/1000 kilokalori akan diabsorpsi 5-
10% pada orang normal.
Absorpsi dapat ditingkatkan oleh :
Kobal
Inosin
Metionin
Vitamin C
HCI
Suksinat
Senyawa asam lain
Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat
terbentuknya kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut.
Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat :
Fosfat
Antasida misalnya :
- kalsium karbonat
- aluminium hidroksida
- magnesium hidroksida
Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya diabsorpsi rata-rata
dua kali lebih banyak dibandingkan dengan makanan nabati.
Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe.
ix
Absorpsi ini meningkat pada keadaan :
Defisiensi Fe
Berkurangnya depot Fe
Meningkatnya eritropoesis
Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan
jumlah serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya.
Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin
(siderofilin), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut
ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Jelas
bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma sebanding dengan
jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak selalu
menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain transferin, sel-
sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan
eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.
Kalau tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan
sebagai cadangan, dalam bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama
terdapat dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa, dan sumsum
tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang
dalam proses eritropoesis; 10% diantaranya terdapat dalam labile pool
yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru
digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang terdapat di dalam
parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.
Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang
membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati, sedangkan
x
setelah pemberi per oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum
tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam
hati dan limpa.
Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat :
Tranfusi darah yang berulang-ulang
Akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang
diikuti absorpsi yang berlebihan pula
Jumlah Fe yang dieksresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1
mg sehari.
Eksresi terutama berlangsung melalui :
Sel epitel kulit
Saluran cerna yang terkelupas
Selain itu juga melalui :
- keringat
- Urin
- Feses
- Kuku dan rambut yang dipotong
Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat
meningkat bersama dengan sel yang mengelupas
xi
SUMBER ALAMI
Makanan yang mengandung Fe :
1. Dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah :
hati
jantung
kuning telur
ragi
kerang
kacang-kacangan
buah-buahan kering tertentu
2. Dalam jumlah sedang (1-5 mg/100 g) diantaranya :
daging
ikan
unggas
sayuran yang berwarna hijau
biji-bijian
3. Dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g), antara lain :
susu dan produknya
sayuran yang kurang hijau
ETIOLOGI ANEMIA DEFISIENSI Fe
Perdarahan kronik misalnya riwayat perdarahan saluran cerna
sebelumnya.
Di Indonesia paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang
(ankilostomiasis). Gejala yang timbul biasanya ada kemerahan dan
xii
gatal (ground itch) pada kulit tempat larva menembus. Migrasi larva
yang banyak melalui paru-paru dapat menimbulkan gangguan seperti
di atas yang dinamakan Loeffler’s Syndrome. Pada fase akut cacing
tambang dewasa dapat menimbulkan nyeri kolik ulu hati, anoreksia,
diare dan penurunan berat badan. Infeksi yang kronis dapat
menimbulkan anemia defisiensi besi dan hiponatremia, sehingga
menyebabkan pucat, sesak nafas dan lemas.
Diet yang tidak mencukupi
Pada wanita karena perdarahan menstruasi dan kehamilan
Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan, laktasi
Absorpsi yang menurun
Hemoglobinuria
Penyimpanan besi yang berkurang seperti pada hemosiderosis paru
GAMBARAN KLINIS
Gejala anemia defisiensi pada umumnya adalah :
cepat lelah
jantung berdebar-debar
takikardi
sakit kepala
mata berkunang-kunang
letih
lesu
Manifestasi yang paling menonjol pada anemia defisiensi besi adalah :