Nama: Octavina Sri Indra Handayani, S.KedNIM: 1008012012
ANEMIA APLASTIK
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai
oleh penurunan produksi eritroid, mieloid, dan megakariosit dalam
sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi,
serta tidak dijumpai adanya keganasan sistem hematopoitik ataupun
kanker metastatik yang menekan sumsum tulang. Aplasia ini dapat
terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem hematopoisis.
Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoitik disebut anemia
hipoplastik (eritroblastopenia), yang hanya mengenai sistem
granulopoitik disebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai
sistem megakariosit disebut Purpura Trombositopenik Amegakariositik
(PTA). Bila mengenai ketiga sistem disebut panmieloptisis atau
lazimnya disebut anemia aplastik. Menurut The International
Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study (IAAS) disebut anemia
aplastik bila didapatkan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin < 10
g/dl atau hematokrit < 30; hitung trombosit < 50.000/mm3;
hitung leukosit < 3.500/mm3 atau granulosit < 1.5x109/l.1
Anemia aplastik relatif jarang ditemukan namun berpotensi mengancam
jiwa. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum
tulang. Pansitopenia adalah keadaan defisiensi pada semua elemen
sel darah (eritrosit, leukosit dan trombosit). Terjadinya
pansitopenia dikarenakan oleh menurunnya produksi sumsum tulang
atau dikarenakan meningkatnya destruksi perifer.2,3Kejadian anemia
aplastik pertama kali dilaporkan tahun 1888 oleh Ehrlich pada
seorang perempuan muda yang meninggal tidak lama setelah menderita
penyakit dengan gejala anemia berat, perdarahan dan hiperpireksia.
Pemeriksaan postmortem terhadap pasien tersebut menunjukkan sumsum
tulang yang hiposeluler (tidak aktif). Pada tahun 1904, Chauffard
pertama kali menggunakan nama anemia aplastik. Puluhan tahun
berikutnya definisi anemia aplastik masih belum berubah dan
akhirnya tahun 1934 timbul kesepakatan pendapat bahwa tanda khas
penyakit ini adalah pansitopenia sesuai konsep Ehrlich. Pada tahun
1959, Wintrobe membatasi pemakaian nama anemia aplastik pada kasus
pansitopenia, hipoplasia berat atau aplasia sumsum tulang, tanpa
adanya suatu penyakit primer yang menginfiltrasi, mengganti atau
menekan jaringan hemopoietik sumsum tulang.21. DefinisiAnemia
aplastik merupakan jenis anemia yang ditandai dengan kegagalan
sumsum tulang dengan penurunan sel sel hematopoietik dan
penggantiannya oleh lemak, menyebabkan pansitopenia, dan sering
disertai dengan granulositopenia dan trombositopenia. Terjadinya
anemia aplastik dapat dikarenakan faktor herediter (genetik),
faktor sekunder oleh berbagai sebab seperti toksisitas, radiasi
atau reaksi imunologik pada sel sel induk sumsum tulang,
berhubungan dengan beragam penyakit penyerta, atau faktor
idiopatik.4Pansitopenia merupakan suatu keadaan dimana terjadi
defisiensi pada semua elemen sel darah, yakni erythropenia,
leukopenia, dan thrombocytopenia. Individu dengan anemia aplastik
mengalami pansitopenia. Penyebab terjadinya pansitopenia
dikarenakan : Menurunnya produksi sumsum tulang akibat aplasia;
leukemia akut; mielodisplasia; mieloma; infiltrasi oleh limfoma,
tumor padat, tuberkulosis; anemia megaloblastik; hemoglobinuria
paroksismal nokturnal; mielofibrosis (kasus yang jarang); sindrom
hemofagositik. Meningkatnya destruksi perifer dengan ditemukannya
splenomegali.3,4,5
2. EtiologiSecara etiologik penyakit anemia aplastik ini dapat
dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu:1. Anemia aplastik herediter
atau anemia aplastik yang diturunkan merupakan faktor kongenital
yang ditimbulkan sindrom kegagalan sumsum tulang herediter antara
lain : sindroma Fanconi (anemia Fanconi) yang biasanya disertai
dengan kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus,
anomali jari, dan kelainan ginjal; diskeratosis kongenital; sindrom
Shwachman-Diamond; dan trombositopenia amegakaryositik. Kelainan
kelainan ini sangat jarang ditemukan dan juga jarang berespons
terhadap terapi imunosupresif. Kegagalan sumsum tulang herediter
biasanya muncul pada usia sepuluh tahun pertama dan kerap disertai
anomali fisik (tubuh pendek, kelainan lengan, hipogonadisme,
bintik-bintik caf-au-lait pada anemia Fanconi (sindroma Fanconi)).
Beberapa pasien mungkin mempunyai riwayat keluarga dengan
sitopenia.Dalam kelompok ini, anemia Fanconi (sindroma Fanconi)
adalah penyakit yang paling sering ditemukan. Anemia Fanconi
(sindroma Fanconi) merupakan kelainan autosomal resesif yang
ditandai oleh defek pada DNA repair dan memiliki predisposisi ke
arah leukemia dan tumor padat. Pada pasien anemia Fanconi (sindroma
Fanconi) akan ditemukan gangguan resesif langka dengan prognosis
buruk yang ditandai dengan pansitopenia, hipoplasia sumsum tulang,
dan perubahan warna kulit yang berbercak bercak coklat akibat
deposisi melanin (bintik bintik caf-au-lait).1,2Diskeratosis
kongenital adalah sindrom kegagalan sumsum tulang diwariskan secara
klasik yang muncul dengan triad pigmentasi kulit abnormal, distrofi
kuku, dan leukoplakia mukosa. Kelainan ini memiliki heterogenitas
dan manifestasi klinik yang beragam. Terdapat bentuk bentuk
X-linked recessive, autosomal dominan, dan autosomal resesif.
Bentuk X-linked recessive diakibatkan oleh mutasi pada gen DKC1,
yang menghasilkan protein dyskerin, yang penting untuk stabilisasi
telomerase. Gangguan telomerase menyebabkan terjadinya pemendekan
telomer lebih cepat, kegagalan sumsum tulang, dan penuaan dini
(premature aging). Diskeratosis kongenital autosomal dominan
disebabkan oleh mutasi gen TERC (yang menyandi komponen RNA
telomerase) yang pada akhirnya mengganggu aktivitas telomerase dan
pemendekan telomer abnormal. Sejumlah kecil pasien (kurang dari 5%)
yang dicurigai menderita anemia aplastik memiliki mutasi
TERC.1,2Trombositopenia amegakaryositik diwariskan merupakan
kelainan yang ditandai oleh trombositopenia berat dan tidak adanya
megakaryosit pada saat lahir. Sebagian besar pasien mengalami
missense atau nonsense mutations pada gen C-MPL. Banyak diantara
penderita trombositopenia amegakaryositik diwariskan mengalami
kegagalan sumsum tulang multilineage.1,2Sindrom Shwachman-Diamond
adalah kelainan autosomal resesif yang ditandai dengan disfungsi
eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan kegagalan sumsum
tulang. Seperti pada anemia Fanconi (sindroma Fanconi), penderita
sindrom Shwachman-Diamond juga mengalami peningkatan resiko
terjadinya myelodisplasia atau leukemia pada usia dini. Belum
ditemukan lesi genetik yang dianggap menjadi penyebabnya, tetapi
mutasi sebuah gen di kromosom 7 telah dikaitkan dengan penyakit
ini. 1,2
2. Anemia aplastik didapat Timbulnya anemia aplastik didapat
pada seorang anak dapat dikarenakan oleh : Penggunaan obat, anemia
aplastik terkait obat terjadi karena hipersensitivitas atau
penggunaan dosis obat yang berlebihan. Obat yang paling banyak
menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat obatan lain
yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur,
anti-rematik, anti-tiroid, preparat emas dan antikonvulsan, obat
obatan sitotoksik seperti mileran atau nitrosourea. Senyawa kimia
berupa benzene yang paling terkenal dapat menyebabkan anemia
aplastik. Dan juga insektisida (organofosfat). Penyakit infeksi
yang bisa menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen,
yakni virus Epstein-Barr, virus Haemophillus influenza A,
tuberkulosis milier, Cytomegalovirus (CMV) yang dapat menekan
produksi sel sumsum tulang melalui gangguan pada sel sel stroma
sumsum tulang, Human Immunodeficiency virus (HIV) yang berkembang
menjadi Acquired Immuno-Deficiency Syndrome (AIDS), virus hepatitis
non-A, non-B dan non-C, infeksi parvovirus.Infeksi parvovirus B19
dapat menimbulkan Transient Aplastic Crisis. Keadaan ini biasanya
ditemukan pada pasien dengan kelainan hemolitik yang disebabkan
oleh berbagai hal. Pemeriksaan dengan mikroskop elektron akan
ditemukan virus dalam eritroblas dan dengan pemeriksaan serologi
akan dijumpai antibodi virus ini. DNA parvovirus dapat mempengaruhi
progenitor eritroid dengan mengganggu replikasi dan pematangannya.
Terapi radiasi dengan radioaktif dan pemakaian sinar Rontgen.
Faktor iatrogenik akibat transfusion associated graft-versus-host
disease.1,2Jika pada seorang pasien tidak diketahui penyebab anemia
aplastiknya, maka pasien tersebut akan digolongkan ke dalam
kelompok anemia aplastik idiopatik. 1,23. KlasifikasiBerdasarkan
derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat atau sangat berat.
Risiko morbiditas dan mortalitas lebih berkorelasi dengan derajat
keparahan sitopenia daripada selularitas sumsum tulang. Angka
kematian setelah dua tahun dengan perawatan suportif saja untuk
pasien anemia aplastik berat atau sangat berat mencapai 80% dengan
infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab kematian
utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan
sebagian besar tidak membutuhkan terapi.2Klasifikasi Anemia
Aplastik
KlasifikasiKriteria
Anemia Aplastik Berat Selularitas sumsum tulang Sitopenia
sedikitnya dua dari tiga seri sel darah
< 25% Hitung neutrofil < 500/l Hitung trombosit <
20.000/l Hitung retikulosit absolut < 60.000/l
Anemia Aplastik Sangat Berat
Sama seperti diatas kecuali hitung neutrofil < 200/l
Anemia Aplastik Tidak BeratSumsum tulang hiposelular namun
sitopenia tidak memenuhi kriteria berat
24. EpidemiologiDitemukan lebih dari 70% anak anak menderita
anemia aplastik derajat berat pada saat didiagnosis. Tidak ada
perbedaan secara bermakna antara anak laki laki dan perempuan,
namun dalam beberapa penelitian tampak insidens pada anak laki laki
lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Penyakit ini termasuk
penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1 3 /
1 juta / tahun. Namun di Negara Timur seperti Thailand, negara Asia
lainnya termasuk Indonesia, Taiwan dan Cina, insidensnya jauh lebih
tinggi. Penelitian pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan insidens
3.7/1 juta/tahun. Perbedaan insiden ini diperkirakan oleh karena
adanya faktor lingkungan seperti pemakaian obat obat yang tidak
pada tempatnya, pemakaian pestisida serta insidens virus hepatitis
yang lebih tinggi.15. Patogenesis dan PatofisiologiDi akhir tahun
1960-an, Math et al memunculkan teori baru berdasarkan kelainan
autoimun setelah melakukan transplantasi sumsum tulang kepada
pasien anemia aplastik. Keberhasilan transplantasi sumsum tulang
untuk menyembuhkan anemia aplastik memperlihatkan adanya kondisi
defisiensi sel induk asal (stem cell).2 Adanya reaksi autoimunitas
pada anemia aplastik juga dibuktikan oleh percobaan in vitro yang
memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat pembentukan koloni
hemopoietik alogenik dan autologus. Setelah itu, diketahui bahwa
limfosit T sitotoksik memerantarai destruksi sel sel asal
hemopoietik pada kelainan ini. Sel sel T efektor tampak lebih jelas
di sumsum tulang dibandingkan dengan darah tepi pasien anemia
aplastik. Sel sel tersebut menghasilkan interferon- dan TNF- yang
merupakan inhibitor langsung hemopoiesis dan meningkatkan ekspresi
Fas pada sel sel CD34+. Klon sel sel imortal yang positif CD4 dan
CD8 dari pasien anemia aplastik juga mensekresi sitokin T-helper-1
(Th1) yang bersifat toksik langsung ke sel sel CD34+ positif
autologus.2Sebagian besar anemia aplastik didapat secara
patofisiologis ditandai oleh destruksi spesifik yang diperantarai
sel T ini. Pada seorang pasien, kelainan respons imun tersebut
kadang kadang dapat dikaitkan dengan infeksi virus atau pajanan
obat tertentu atau zat kimia tertentu. Sangat sedikit bukti adanya
mekanisme lain, seperti toksisitas langsung pada sel asal atau
defisiensi fungsi faktor pertumbuhan hematopoietik. Dan derajat
destruksi sel asal dapat menjelaskan variasi perjalanan klinis
secara kuantitatif dan variasi kualitatif respons imun dapat
menerangkan respons terhadap terapi imunosupresif. Respons terhadap
terapi imunosupresif menunjukkan adanya mekanisme imun yang
bertanggung jawab atas kegagalan hematopoietik. 2
Kegagalan HematopoietikKegagalan produksi sel darah berkaitan
erat dengan kosongnya sumsum tulang yang tampak jelas pada
pemeriksaan apusan aspirat sumsum tulang atau spesimen core biopsy
sumsum tulang. Hasil pencitraan dengan magnetic resonance imaging
(MRI) vertebra memperlihatkan digantinya sumsum tulang oleh
jaringan lemak yang merata. Secara kuantitatif, sel sel
hematopoietik yang imatur dapat dihitung dengan flow cytometry. Sel
sel tersebut mengekspresikan protein cytoadhesive yang disebut
CD34+. Pada pemeriksaan flow cytometry, antigen sel CD34+ dideteksi
secara fluoresens satu per satu, sehingga jumlah sel sel CD34+
dapat dihitung dengan tepat. Pada anemia aplastik, sel sel CD34+
juga hampir tidak ada yang berarti bahwa sel sel induk pembentuk
koloni eritroid, myeloid, dan megakaryositik sangat kurang
jumlahnya. Assay lain untuk sel sel hematopoietik yang sangat
primitif dan tenang (quiescent) yang sangat mirip jika tidak dapat
dikatakan identik dengan sel sel asal, juga memperlihatkan adanya
penurunan jumlah sel. Pasien yang mengalami pansitopenia mungkin
telah mengalami penurunan populasi sel asal dan sel induk sampai
sekitar 1% atau kurang. Defisiensi berat ini mempunyai konsekuensi
kualitatif yang dicerminkan oleh pemendekan telomer granulosit pada
pasien anemia aplastik. 2
Destruksi ImunBanyak data pemeriksaan laboratorium yang
menyokong hipotesis bahwa pada pasien anemia aplastik didapat,
limfosit bertanggung jawab atas destruksi kompartemen sel
hematopoietik. Eksperimen awal memperlihatkan bahwa limfosit pasien
menekan hematopoiesis. Sel sel ini memproduksi faktor penghambat
yang akhirnya diketahui adalah interferon-. Adanya aktivasi respons
sel T-helper-1 (Th1) disimpulkan dari sifat imunofenotipik sel T
dan produksi interferon, tumor necrosis factor (TNF), dan
interleukin-2 (IL2) yang berlebihan. Deteksi interferon-
intraselular pada sampel pasien secara flow cytometry mungkin
berkorelasi dengan respons terapi imunosupresif dan dapat
memprediksi relaps. 2Pada anemia aplastik, sel sel CD34+ dan sel
sel induk (progenitor) hemopoietik sangat sedikit jumlahnya. Namun,
meskipun defisiensi myeloid (granulositik, eritroid dan
megakariositik) bersifat universal pada kelainan ini, defisiensi
imunologik tidak lazim terjadi. Hitung limfosit umumnya normal pada
hampir semua kasus, demikian pula fungsi sel B dan sel T. Dan
pemulihan hemopoiesis yang normal dapat terjadi dengan terapi
imunosupresif yang efektif. Oleh karena itu, sel sel asal
hemopoietik akan tampak masih ada pada sebagian pasien anemia
aplastik. 2Perubahan imunitas menyebabkan destruksi, khususnya
kematian sel CD34+ yang diperantarai ligan Fas, dan aktivasi alur
intraselular yang menyebabkan penghentian siklus sel (cell-cycle
arrest). Sel sel T dalam tubuh pasien membunuh sel sel asal
hemopoietik dengan aktivasi HLA-DR-restricted melalui ligan Fas.
Sel sel asal hemopoietik yang paling primitif tidak atau sedikit
mengekspresikan HLA-DR atau Fas, dan ekspresi keduanya meningkat
sesuai pematangan sel sel asal. Oleh karena itu, sel sel asal
hemopoietik primitif, yang normalnya berjumlah kurang dari 10% sel
sel CD34+ total, relatif tidak terganggu oleh sel sel T
autoreaktif; dan di lain pihak, sel sel asal hemopoietik yang lebih
matur dapat menjadi target utama serangan sel sel imun. Sel sel
asal hemopoietik primitif yang selamat dari serangan autoimun
memungkinkan pemulihan hemopoietik perlahan lahan yang terjadi pada
pasien anemia aplastik setelah terapi imunosupresif.2
Gambar 1 Destruksi Imun Pada Sel Hematopoietik
(http://www.pharmacy-and-drugs.com/illnessessimages/aplastic-anemia.jpg)
6. Gejala Klinis dan HematologisGejala yang muncul berdasarkan
gambaran sumsum tulang yang berupa: Aplasia sistem eritropoitik,
granulopoitik dan trombopoitik Aktivitas relatif sistem limfopoitik
dan sistem retikulo endothelial (SRE)Aplasia sistem eritropoitik
dalam darah tepi akan terlihat sebagai retikulositopenia yang
disertai dengan merendahnya kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung
eritrosit serta MCV (Mean Corpuscular Volume). Secara klinis pasien
tampak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya seperti
anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan
sebagainya. Oleh karena sifatnya aplasia sistem hematopoitik, maka
umumnya tidak ditemukan ikterus, pembesaran limpa (splenomegali),
hepar (hepatomegali) maupun kelenjar getah bening
(limfadenopati).1Pada hasil pemeriksaan fisik pada pasien anemia
aplastik sangat bervariasi dan pada hasil penelitian Salonder tahun
1983 ditemukan pucat pada semua pasien yang diteliti sedangkan
perdarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien.
Hematomegali yang disebabkan oleh bermacam macam hal ditemukan pada
sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan.
Adanya splenomegali dan limfadenopati akan meragukan diagnosis
anemia aplastik.2Pemeriksaan Fisik pada Pasien Anemia Aplastik
(N=70) (Salonder, 1983)
Jenis Pemeriksaan Fisik%
PucatPerdarahan Kulit Gusi Retina Hidung Saluran cerna
VaginaDemamHepatomegaliSplenomegali100633426207631670
27. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorium Apusan Darah
TepiPada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu
ditemukan. Jenis anemianya adalah normokrom normositer. Terkadang
ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Adanya
eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan
anemia aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah.
Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.Presentase
retikulosit umumnya normal atau rendah. Pada sebagian kecil kasus,
persentase retikulosit ditemukan lebih dari 2%. Akan tetapi, bila
nilai ini dikoreksi terhadap beratnya anemia (corrected
reticulocyte count) maka diperoleh persentase retikulosit normal
atau rendah juga. Adanya retikulositosis setelah dikoreksi
menandakan bukan anemia aplastik.2
Gambar 2 Apusan Darah Tepi Anemia
Aplastik(http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/hematology/HessImages/Aplastic-Anemia-Pancytopenia-and-macrocytes-40x-website.jpg)
Laju Endap DarahHasil pemeriksaan laju endap darah pada pasien
anemia aplastik selalu meningkat. Pada penelitian yang dilakukan di
laboratorium RSUPN Cipto Mangunkusumo ditemukan 62 dari 70 kasus
anemia aplastik (89%) mempunyai nilai laju endap darah lebih dari
100 mm dalam satu jam pertama.2 Faal HemostasisPada pasien anemia
aplastik akan ditemukan waktu perdarahan memanjang dan retraksi
bekuan yang buruk dikarenakan trombositopenia. Hasil faal
hemostasis lainnya normal.2 Biopsi Sumsum TulangSeringkali pada
pasien anemia aplasti dilakukan tindakan aspirasi sumsum tulang
berulang dikarenakan teraspirasinya sarang sarang hemopoiesis
hiperaktif. Diharuskan melakukan biopsi sumsum tulang pada setiap
kasus tersangka anemia aplastik. Dari hasil pemeriksaan sumsum
tulang ini akan didapatkan kesesuaian dengan kriteria diagnosis
anemia aplastik.2
Gambar 3 Sumsum Tulang Normal dan Aplastik
Pemeriksaan VirologiAdanya kemungkinan anemia aplastik akibat
faktor didapat, maka pemeriksaan virologi perlu dilakukan untuk
menemukan penyebabnya. Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi
pemeriksaan virus hepatitis, HIV, parvovirus, dan sitomegalovirus.2
Tes Ham atau Tes Hemolisis SukrosaJenis tes ini perlu dilakukan
untuk mengetahui adanya PNH sebagai penyebab terjadinya anemia
aplastik.2 Pemeriksaan KromosomPada pasien anemia aplastik tidak
ditemukan kelainan kromosom. Pemeriksaan sitogenetik dengan
fluorescence in situ hybridization (FISH) dan imunofenotipik dengan
flow cytometry diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding,
seperti myelodisplasia hiposeluler.2 Pemeriksaan Defisiensi
ImunAdanya defisiensi imun dalam tubuh pasien anemia aplastik dapat
diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin dan pemeriksaan
imunitas sel T.2 Pemeriksaan yang LainPemeriksaan darah tambahan
berupa pemeriksaan kadar hemoglobin fetus (HbF) dan kadar
eritropoetin yang cenderung meningkat pada anemia aplastik
anak.2
Pemeriksaan Radiologis Nuclear Magnetic Resonance ImagingJenis
pemeriksaan penunjang ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui
luasnya perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara
daerah sumsum tulang berlemak akibat anemia aplastik dan sumsum
tulang selular normal. Radionuclide Bone Marrow Imaging (Bone
Marrow Scanning)Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan
oleh scanning tubuh setelah disuntuk dengan koloid radioaktif
technetium sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang
atau iodium chloride yang akan terikat pada transferin. Dengan
bantuan pemindaian sumsum tulang dapat ditentukan daerah
hemopoiesis aktif untuk memperoleh sel sel guna pemeriksaan
sitogenetik atau kultur sel sel induk.2
8. DiagnosisPenegakan Diagnosis dan Manifestasi KlinisPenegakan
diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis berupa panas, pucat,
perdarahan, tanpa adanya organomegali (hepato splenomegali).
Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan limfositosis
relatif. Diagnosis pasti ditentukan dengan pemeriksaan biopsi
sumsum tulang yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan
penyokong dan jaringan lemak; aplasia sistem eritropoitik,
granulopoitik dan trombopoitik. Di antara sel sumsum tulang yang
sedikit ini banyak ditemukan limfosit, sel SRE (sel plasma,
fibrosit, osteoklas, sel endotel). Hendaknya dibedakan antara
sediaan sumsum tulang yang aplastik dan yang tercampur
darah.1Anemia aplastik dapat muncul tiba tiba dalam hitungan hari
atau secara perlahan (berminggu minggu hingga berbulan bulan).
Hitung jenis darah akan menentukan manifestasi klinis. Anemia
menyebabkan kelelahan, dispnea dan jantung berdebar debar.
Trombositopenia menyebabkan pasien mudah mengalami memar dan
perdarahan mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi. Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala dan
demam.2Penegakan diagnosis memerlukan pemeriksaan darah lengkap
dengan hitung jenis leukosit, hitung retikulosit, dan aspirasi
serta biopsi sumsum tulang. Pemeriksaan flow cytometry darah tepi
dapat menyingkirkan hemoglobinuria nokturnal paroksismal, dan
karyotyping sumsum tulang dapat membantu menyingkirkan sindrom
myelodisplastik. Adanya riwayat keluarga sitopenia dapat
meningkatkan kecurigaan adanya kelainan diwariskan walaupun tidak
ada kelainan fisik yang tampak.2Anemia aplastik mungkin bersifat
asimptomatik dan ditemukan saat pemeriksaan rutin. Keluhan keluhan
pasien anemia aplastik sangat bervariasi. Perdarahan, badan lemah
dan pusing merupakan keluhan keluhan yang paling sering
ditemukan.2Keluhan Pasien Anemia Aplastik (N=70) (Salonder,
1983)
Jenis Keluhan%
PerdarahanBadan lemahPusingJantung berdebarDemamNafsu makan
berkurangPucatSesak nafasPenglihatan kaburTelinga
berdengung83306936332926231913
2Diagnosis Banding1. Purpura Trombositopenik Imun (PTI) dan
Plasma Tromboplastin Antecedent (PTA). Pemeriksaan darah tepi dari
kedua kelainan ini hanya menunjukkan trombositopenia tanpa
retikulositopenia atau granulositopenia/leukopenia. Pemeriksaan
sumsum tulang dari PTI menunjukkan gambaran yang normal atau ada
peningkatan megakariosit sedangkan pada PTA tidak atau kurang
ditemukan megakariosit.2. Leukemia akut jenis aleukemik, terutama
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dengan jumlah leukosit yang kurang
dari 6000/mm3. Kecuali pada stadium dini, biasanya pada LLA
ditemukan splenomegali. Pemeriksaan darah tepi sukar dibedakan,
karena kedua penyakit mempunyai gambaran yang serupa (pansitopenia
dan relatif limfositosis) kecuali bila terdapat sel blas dan
limfositosis yang dari 90%, diagnosis lebih cenderung pada LLA.
3. Stadium praleukemik dari leukemia akut.Keadaan ini sukar
dibedakan baik gambaran klinis, darah tepi maupun sumsum tulang,
karena masih menunjukkan gabaran sitopenia dari ketiga sistem
hematopoietik. Biasanya setelah beberapa bulan kemudian baru
terlihat gambaran khas LLA.
9. PenatalaksanaanTerapi Suportif 1Adanya terapi suportif
bertujuan untuk mencegah dan mengobati terjadinya infeksi dan
perdarahan. Terapi suportif yang diberikan untuk pasien anemia
aplastik, antara lain: Pengobatan terhadap infeksiUntuk
menghindarkan pasien dari infeksi, sebaiknya pasien dirawat dalam
ruangan isolasi yang bersifat suci hama. Pemberian obat antibiotika
hendaknya dipilih yang tidak memiliki efek samping mendepresi
sumsum tulang, seperti kloramfenikol. Transfusi darahGunakan
komponen darah bila harus melakukan transfusi darah. Hendaknya
harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan kadar
hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang
terlampau sering, akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau
dapat menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik (reaksi transfusi),
akibat dibentuknya antibodi terhadap eritrosit, leukosit dan
trombosit. Oleh karena itu, transfusi darah diberikan atas indikasi
tertentu. Pada keadaan yang sangat gawat, seperti perdarahan masif,
perdarahan otak, perdarahan saluran cerna dan lain sebagainya,
dapat diberikan suspensi trombosit. Transplantasi sumsum
tulangMetode transplantasi sumsum tulang ditetapkan sebagai terapi
terbaik pada pasien anemia aplastik sejak tahun 1970. Donor sumsum
tulang terbaik berasal dari saudara sekandung dengan Human
Leucocyte Antigen (HLA) yang cocok.
10. Prognosis dan Perjalanan Penyakit 1,2Prognosis penyakit
anemia aplastik bergantung pada:1. Gambaran sumsum tulang
hiposeluler atau aseluler.2. Kadar Hb F yang lebih dari 200mg%
memperlihatkan prognosis yang lebih baik.3. Jumlah granulosit lebih
dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih baik.4. Pencegahan
infeksi sekunder, terutama di Indonesia karena kejadian infeksi
masih tinggi.Gambaran sumsum tulang merupakan parameter yang
terbaik untuk menentukan prognosis.
Riwayat alamiah penderita anemia aplastik dapat berupa:1.
Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali
jika dikarenakan faktor iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi.
Remisi sempurna biasanya terjadi segera.2. Meninggal dalam 1 tahun.
Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus.3. Dapat bertahan hidup
selama 20 tahun atau lebih. Kondisi penderita anemia aplastik dapat
membaik dan bertahan hidup lama, namun masih ditemukan pada
kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.
Remisi anemia aplastik biasanya terjadi beberapa bulan setelah
pengobatan (dengan oksimetolon setelah 2-3 bulan), mula mula
terlihat perbaikan pada sistem eritropoitik, kemudian sistem
granulopoitik dan terakhir sistem trombopoitik. Kadang kadang
remisi terlihat pada sistem granulopoitik lebih dahulu lalu disusul
oleh sistem eritropoitik dan trombopoitik. Untuk melihat adanya
remisi hendaknya diperhatikan jumlah retikulosit,
granulosit/leukosit dengan hitung jenisnya dan jumlah trombosit.
Pemeriksaan sumsum tulang sebulan sekali merupakan indikator
terbaik untuk menilai keadaan remisi ini. Bila remisi parsial telah
tercapai, yaitu timbulnya aktivitas eritropoitik dan granulopoitik,
bahaya perdarahan yang fatal masih tetap ada, karena perbaikan
sistem trombopoitik terjadi paling akhir. Sebaiknya pasien
dibolehkan pulang dari rumah sakit setelah hitung trombosit
mencapai 50.000 100.000/mm3.
Prognosis buruk dari penyakit anemia aplastik ini dapat
berakibat pada kematian yang seringkali disebabkan oleh keadaan
penyerta berupa:1. Infeksi, biasanya oleh bronchopneumonia atau
sepsis. Harus waspada terhadap tuberkulosis akibat pemberian
kortikosteroid (prednison) jangka panjang.2. Timbulnya keganasan
sekunder akibat penggunaan imunosupresif. Pada sebuah penelitian
yang dilakukan di luar negeri, dari 103 pasien yang diobati dengan
ALG, 20 penderita yang diterapi jangka panjang, berubah menjadi
leukemia akut, mielodisplasia, PNH, dan adanya risiko terjadi
hepatoma. Kejadian ini mungkin merupakan riwayat alamiah penyakit
anemia aplastik, namun komplikasi ini jarang ditemukan pada
penderita yang telah menjalani transplantasi sumsum tulang.3.
Perdarahan otak atau abdomen, yang dikarenakan kondisi
trombositopenia.
KESIMPULAN1. Anemia aplastik merupakan jenis anemia yang
ditandai dengan kegagalan sumsum tulang dengan penurunan sel sel
hematopoietik dan penggantiannya oleh lemak, menyebabkan
pansitopenia, dan sering disertai dengan granulositopenia dan
trombositopenia. Terjadinya anemia aplastik dapat dikarenakan
faktor herediter (genetik), faktor sekunder oleh berbagai sebab
seperti toksisitas, radiasi atau reaksi imunologik pada sel sel
induk sumsum tulang, berhubungan dengan beragam penyakit penyerta,
atau faktor idiopatik.2. Secara etiologik, anemia aplastik dibagi
menjadi dua, yaitu anemia aplastik herediter dan anemia aplastik
didapat. Jika tidak diketahui penyebab timbulnya anema aplastik
dalam tubuh seorang pasien, dapat dicurigai sebagai anemia aplastik
idiopatik.3. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara anak laki
laki dan perempuan yang menderita anemia aplastik, namun dalam
beberapa penelitian tampak insidens pada anak laki laki lebih
banyak dibandingkan anak perempuan.4. Gejala gejala klinik yang
tampak pada tubuh seorang pasien anemia aplastik berupa tampak
pucat, adanya tanda tanda perdarahan dan disertai dengan demam.5.
Penegakan diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan gejala
klinis berupa panas, pucat, perdarahan, tanpa adanya organomegali
(hepato splenomegali), adanya gambaran darah tepi yang menunjukkan
pansitopenia dan limfositosis relatif. Diagnosis pasti ditentukan
dengan pemeriksaan biopsi sumsum tulang yaitu gambaran sel sangat
kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak; aplasia
sistem eritropoitik, granulopoitik dan trombopoitik.6. Pemberian
terapi secara suportif pada pasien anemia aplastik berupa
pengobatan infeksi, pemberian transfusi darah dan tindakan
transplantasi sumsum tulang dengan HLA saudara kandung yang
cocok.7. Prognosis pasien anemia aplastik bergantung pada:a.
Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler.b. Kadar Hb F yang
lebih dari 200mg% memperlihatkan prognosis yang lebih baik.c.
Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang
lebih baik.d. Pencegahan infeksi sekunder, terutama di Indonesia
karena kejadian infeksi masih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ugrasena, IDG.Anemia Aplastik.Buku Ajar Hematologi Onkologi
Anak IDAI.Cetakan Kedua.Badan Penerbit
IDAI.Jakarta.2006.Hal:10-15.
2. Abidin Widjanarko, Aru W. Sudoyo, Hans Salonder.Anemia
Aplastik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Edisi IV.Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.Jakarta.2006.Hal:627-633.
3. A.V. Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss.Anemia Aplastik dan
Kegagalan Sumsum Tulang.Kapita Selekta Hematologi.Edisi
IV.EGC.Jakarta.2006.Hal: 83-87.
4. Kamus Kedokteran Dorland.Edisi ke 27.Jakarta:EGC.2005
5. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Volume I.Edisi
VI.EGC.Jakarta.2006.Hal: 258-260.
8