ANATOMI OTOT DAERAH PANGGUL DAN PAHA BADAK SUMATERA ( Dicerorhinus sumatrensis) AGUSTIAN EKA SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ANATOMI OTOT DAERAH PANGGUL DAN PAHA
BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis)
AGUSTIAN EKA SAPUTRA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skr ipsi dengan judul Anatomi Otot
Daerah Panggul dan Paha Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) adalah
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikut ip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Desember 2012
Agustian Eka Saputra
ABSTRAK
AGUSTIAN EKA SAPUTRA. Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Badak
Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA‘.
Gambaran diberika n mengenai anatomi otot daerah panggul dan paha badak Sumatera. Penelitian ini bertujuan untuk mempe lajari anatomi otot, beserta origo dan insersionya untuk menduga fungsi dari otot-otot tersebut serta dibandingkan dengan hewan lain. Penelitian ini menggunakan kadaver satu ekor badak jantan yang diawetkan dalam formalin 10%. Otot-otot panggul dan paha diamati secara makroskopis setelah kulit dikuakka n. Origo dan insersio dari otot-otot tersebut diamati setelah fascia dan otot dipreparir. Hasil pengamatan didokumentasikan dengan fotografi dan diberikan penamaan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2005. Otot-otot panggul dan paha yang ditemukan adalah m. gluteus superficialis, m. gluteus medius, m. gluteus profundus, m. tensor fasciae latae, m. biceps femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus, m. quadriceps femoris (m. vastus lateralis, m. rectus femoris, m. vastus intermedius, dan m. vastus medialis), mm. gemelli, m. quadratus femoris, m. sartorius, m. gracilis, m. pectineus, dan m. adductor. Beberapa otot pada badak Sumatera memiliki keistimewaan, yaitu m. gluteus superficialis, m. biceps femoris, m. sartorius, m. rectus femoris, m. vastus medialis, dan m. semimembranosus. Otot-otot daerah panggul dan paha badak Sumatera memiliki struktur yang mirip dengan otot-otot pada babi, babirusa, dan kuda. Kata kunci: badak Sumatera, otot, panggul, paha.
ABSTRACT
AGUSTIAN EKA SAPUTRA. The Muscle Anatomy of the Hip and Thigh Region of the Sumatran Rhino (Dicerorhinus sumatrensis). Under direction of NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA‘.
A description was given on the muscle anatomy of the hip and thigh of the Sumatran rhino. The study was conducted to observe the muscle anatomy, including their origins and insertions in order to describe the muscle functions and to compare the muscle structure with other animals. This study used cadaver of one adult male rhino preserved in 10% formaline. The muscles in the hip and thigh region were observed macroscopically after the skin was incised and opened. The origins and insertions of the muscles were determined by dissecting the fascia and the muscles. The results were documented by photograph and the muscles were named based on Nomina Anatomica Veterinaria 2005. The muscles found in the hip and thigh region were gluteus superficialis, gluteus medius, gluteus profundus, tensor fasciae latae, biceps femoris, semitendinosus, semimembranosus, quadriceps femoris (vastus lateralis, rectus femoris, vastus intermedius, and vastus medialis), gemelli, quadratus femoris, sartorius, gracilis, pectineus, and adductor. Some muscles such as the gluteus superficialis, biceps femoris, semimembranosus, vastus medialis, rectus femoris, and sartorius were different. The muscle anatomy of the hip and thigh of the Sumatran rhino were quite similar to that of a pig, babirusa, and horse. Keywords: Sumatran rhinoceros, muscle, hip, thigh.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
ANATOMI OTOT DAERAH PANGGUL DAN PAHA
BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis)
AGUSTIAN EKA SAPUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
Nama : Agustian Eka Saputra NIM : B04080181
Disetujui,
Dr. Drh. Nurhidayat, MS, PAVet Dr. Drh. Chairun Nisa’, M.S i, PAVet
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Drh. Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Institut Pertanian Bogor
Tanggal lulus:
PRAKATA
Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa
kekuatan lahir batin sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Dengan segala keikhlasan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Drh. Nurhidayat, MS, PAVet dan Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi,
PAVet selaku dosen pe mbimbing skrips i yang telah memberika n bimbingan,
arahan, dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Beliau adalah sumber
motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan atas
sumbangan kadaver badak Sumatera jantan yang digunakan sebagai bahan
penelitian.
3. Yayasan Badak Indonesia (YABI) dan Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) yang telah memberika n izin untuk melakukan pengamatan langsung.
4. Bapak Drh. Supratikno, MSi, PAVet yang sudah mendampingi penulis
melakukan pengamatan ke TN Way Kamba s.
5. Bapak Dr. Drh. Setyo Widodo, selaku Dosen Pembimbing Akademik atas
nasihat, bantuan, saran, dan motivasi, dan semangat yang diberikan kepada
penulis selama masa perkuliahan.
6. Keluarga besar Laboratorium Anatomi: Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet (K),
Dr. Drh. Srihadi Agungpriyono, PAVet (K), dan Dr. Drh. Savitri Novelina,
MSi, PAVet.
7. Mas Bayu, Mas Rudi, dan Pak Holid yang membantu Penulis dalam
mengerjakan penelitian.
8. Teman sepenelitian Hilda yang selalu setia mendampingi penulis dalam
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Terima kasih atas
semangatnya.
9. Sahabat-sahabat seperjuangan Tim Anatomi: Afdi, Oki, Pipit, Ratih, Arini,
dan Kak Ayu terimakasih untuk semua diskusi dan bantuan tenaga yang
diberika n selama penulis melakuka n penelitian.
10. Teman-teman Avenzoar FKH 45, yang dalam empat tahun terakhir selalu
bersama ba ik di dalam suka maupun duka.
i
11. Semua pihak yang telah terlibat dalam pengerjaan penelitian dan penulisan
skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
12. Adik-adikku tersayang, Okky, Maulidia, dan Thalita yang terus memberikan
semangat dan keceriaan sehingga membuat penulis dapat selalu tersenyum.
13. Ayah dan ibu tercinta, yang senantiasa memberika n kasih sayang dan
dorongan dalam bentuk doa, motivasi, dan materi. Kalian adalah anugerah
terba ik dalam hidup penulis. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi penulis
berharap skripsi ini dapat memberika n manfaat kepada ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2012
Agustian Eka Saputra
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 2 Agustus 1990 dari
ayah Komarudin dan ibu Yuyun Yuniarsih. Penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara.
Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Semeru 1 Bogor pada
tahun 2002. Sekolah Lanjutan di SMPN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2005.
Pendidikan SMA diselesaikan di SMAN 2 Bogor pada tahun 2008, kemudian
melanjutkan pendidikan di IPB pada tahun yang sama melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Fakultas Kedokteran
Hewan merupakan fakultas yang dipilih oleh penulis.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi intrafakultas
yaitu Himpro Ruminansia, sebagai anggota dari tahun 2009/2011, dan juga
sebagai ke tua divisi Himpro Ruminansia tahun kepengurusan 2010/2011.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan ......................................................................................................... 2
Manfaat ....................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3
Evolusi Famili Rhinocerotidae ................................................................... 3
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) ............................................. 4
Klasifikasi dan distribusi.................................................................... 4
Morfologi ............................................................................................ 6
Perilaku .............................................................................................. 6
Pola pergerakan dan penyebaran........................................................ 7
Pola makan dan minum....................................................................... 8
Pola istirahat dan tidur ........................................................................ 9
Habitat................................................................................................. 9
Status konservasi................................................................................. 10
Morfologi Kaki Belakang Mamalia............................................................. 10
Otot-otot panggul dan paha lateral ..................................................... 11
Otot-otot paha medial......................................................................... 14
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 16
Waktu dan Tempat...................................................................................... 16
Alat dan Bahan ........................................................................................... 16
Metode Penelitian ....................................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 17
Hasil ....................................................................................................... 17
Otot-otot panggul dan paha lateral .................................................... 18
Otot-otot paha medial ........................................................................ 25
Pembahasan ................................................................................................. 28
iv
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 34
Simpulan...................................................................................................... 34
Saran ...................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35
v
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Origo dan insersio otot-otot panggul dan paha lateral................................. 18
2 Origo dan insersio otot-otot paha medial .................................................... 25
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Badak Sumatera ........................................................................................... 5
2 Gambaran umum otot-otot panggul dan paha lateral. ................................. 19
3 Gambaran otot-otot panggul dan paha lateral............................................. 21
4 Gambaran otot-otot panggul dan paha lateral bagian kaudodistal .............. 22
5 Gambaran otot-otot panggul lateral ............................................................. 24
6 Gambaran umum otot-otot paha medial ...................................................... 26
7 Gambaran otot-otot paha medial lapis profundal ........................................ 27
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Badak Sumatera adalah badak yang memiliki ukuran tubuh terkecil
dibandingkan semua spesies badak di dunia. Satwa ini termasuk ke dalam kategori terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah berdasarkan
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN
2008). Adapun menurut Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora (CITES 2012), hewan ini termasuk ke dalam
Appendix I yang artinya tidak bo leh diperjualbelikan. Populasi terbesar dan
mungkin paling memadai untuk berkembang biak saat ini terdapat di Sumatera,
sementara populasi yang lebih kecil terdapat di Sabah dan Semenanjung
Malaysia. Para ahli memperkirakan tidak ada satu pun populasi badak Sumatera
yang jumlah individunya dalam suatu wilayah jelajah melebihi 75 ekor. Kondisi tersebut menyebabkan mamalia besar ini sangat rentan terhadap kepunahan, ba ik
akibat kerusakan alam maupun perburuan liar (WWF Indonesia 2008).
Badak Sumatera adalah satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula.
Badak ini juga memiliki rambut terbanyak dibandingkan seluruh jenis badak di dunia, sehingga sering disebut hairy rhino (badak berambut). Ciri-ciri lainnya
adalah telinga yang besar, kulit berwarna coklat keabu-abuan atau kemerah-
merahan, sebagian besar ditutupi oleh rambut dan kerut di sekitar matanya.
Panjang cula nasalis biasanya berkisar antara 25-80 cm, sedangkan cula frontalis
biasanya relatif pendek dan tidak lebih dari 10 cm. Panjang tubuh dewasanya
berkisar antara 2-3 meter dengan tinggi 1-1,5 meter. Berat badan diperkirakan
bisa mencapai 1000 kilogram (Van Strien 1974).
Menurut Van Hoeve (2003), habitat badak Sumatera mencakup hutan rawa
dataran rendah hingga hutan perbukitan, meskipun umumnya satwa langka ini sangat menyukai hutan dengan vegetasi yang sangat leba t. Badak Sumatera adalah
hewan penjelajah dan pemakan buah (khususnya mangga liar dan buah fikus),
daun-daunan, ranting-ranting kecil, dan kulit kayu. Hewan ini juga diketahui
mampu menempuh perjalanan yang jauh. Pada saat berjalan dibutuhkan kekuatan
kaki belakang sebagai tenaga pendorong utama maju ke depan (Soesetiadi 1977).
Kaki belakang badak Sumatera relatif pendek dengan skelet yang kokoh dan
kompak (Lestari 2009).
1
Saat ini penelitian mengenai struktur otot dari badak Sumatera belum
pernah dilaporkan, padahal struktur otot ini erat kaitannya dengan po la perilaku
dan pergerakan tubuh dari badak Sumatera. Otot merupakan alat gerak aktif yang
berfungsi dalam menggerakkan kerangka tubuh (Sigit 2000). Setelah mengetahui
struktur otot ini maka akan mempermudah dalam memahami fungsi otot dan
hubungannya dengan aktivitas sehari-hari badak Sumatera.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur otot-otot daerah panggul
dan otot-otot paha badak Sumatera, beserta origo dan insersionya untuk menduga
fungsi dari otot-otot tersebut serta dibandingkan dengan beberapa hewan lain,
yang dekat secara filogeni, anatomi, dan perilaku.
Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
informasi mengenai struktur anatomi otot-otot panggul dan paha badak Sumatera.
Selain itu, diharapkan menjadi data dasar dalam mempelajari fisiologi, perilaku,
dan adaptasi badak terhadap lingkungan hidupnya dan sebagai dokumentasi
kekayaan alam fauna Indonesia untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Evolusi Famili Rhinocerotidae
Evolusi badak diduga dimulai pada pertengahan zaman Eocene. Mamalia
darat terbesar yang pernah hidup adalah Paracetharium, badak bercula satu
dengan tinggi tubuh dari pundak mencapai 4-5 meter dan beratnya mencapai
11,000 kg, serta hidup di Asia pada akhir zaman Oligocene dan awal zaman
Miocene . Badak Sumatera telah mengalami tiga perkembangan evolusi. Evolus i itu dimulai dari Tichornis antiquatatis yang berbulu tebal dan telah punah, yang
kedua adalah Dicerorhinus hemithechus yang telah melakuka n adaptasi dengan
padang rumput dan juga telah punah, yang ketiga adalah Dicerorhinus
sumatrensis yang mampu beradaptasi dengan hutan-hutan tropis dan sampai
sekarang dapat mempertahankan hidupnya (Van Strien 1974).
Badak yang hidup pada zaman sekarang terdiri dari 5 spesies dalam 4 genus,
2 spesies tersebar di Afrika dan 3 spesies tersebar di Asia. Spesies badak Afrika
adalah badak hitam (Diceros bicornis) dan badak putih (Ceratotherium simum
simum, yang memiliki subspesies Cerathorium simum cottoni). Hewan ini hidup
di berbagai jenis dataran tinggi maupun dataran rendah, tapi lebih menyukai hutan
terbuka dan padang rumput terbuka. Tiga spesies badak Asia adalah the greater
Asian one-horned (Rhinoceros unicornis) biasa juga disebut badak India, badak
Jawa (Rhinoceros sondaicus), dan badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
yang hidup di padang rumput terbuka atau hutan trop is. Semua spesies badak
terancam punah, akibat perburuan liar untuk diambil culanya dan bagian tubuh
lainnya untuk tujuan pengobatan. Menurut Grzimek pada tahun 1972, badak
Sumatera merupakan spesies badak yang paling terancam punah dan dipe rkiraka n
hanya terdapat 300 ekor di alam liar, populasi ini turun drastis akibat perusakan
habitat dan perburuan liar.
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
Klasifikasi dan distribusi
Secara taksonomi badak Sumatera diklasifikasikan sebagai berikut : Ordo : Perissodactyla
Super famili : Rhinocerotides
Famili : Rhinocerotidae
Genus : Dicerorhinus
Spesies : Dicerorhinus sumatrensis (Fischer 1814 dalam Van Strien 1986).
3
Pada kehidupan awalnya, badak Sumatera memiliki daerah penyebaran
yang cukup luas, yaitu meliputi Kalimantan, Sumatera, Semenanjung Malays ia,
Burma, Kamboja sampai di Vietnam. Namun, akibat perburuan yang berlangsung
terus menerus sejak masa lalu hingga sekarang, maka penyebaran di habitat
alaminya menjadi terbatas di pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia saja,
sedangkan di Kalimantan dalam beberapa tahun belakangan tidak pernah dijumpai
lagi. Jumlah populasi badak Sumatera di kawasan hutan habitat alaminya
diperkirakan kurang dari 200 ekor, dan sebagian besar berada di Sumatera.
Penyebaran badak Sumatera di Indonesia pada habitat alaminya terdapat
di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser (Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam), Taman Nasional Kerinci Seblat (Provinsi Jambi, Sumatera Barat,
Bengkulu dan Sumatera Selatan), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(Provinsi Bengkulu), dan Taman Nasional Way Kambas (Provinsi Lampung)
(IUCN 2008).
Pada tahun 1993 populasi badak Sumatera diperkirakan berkisar antara
215-319 ekor atau turun sekitar 50% dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
Sebelumnya pada tahun-tahun populasi badak Sumatera diperkirakan berkisar
antar 400-700 ekor. Sebagian besar terdapat di wilayah Gunung Kerinci Seblat
(250-500 ekor), Gunung Leuser (130-250 ekor), dan Bukit Barisan Selatan
(25-60 ekor). Sebagian yang lainnya tidak diketahui jumlahnya terdapat di
wilayah Gunung Patah, Gunung Abong-Abong, Lesten-Lokop, Torgamba, dan
Berbak. Populasi badak Sumatera di Kalimantan tersebar di wilayah Serawak,
Sabah, dan wilayah tengah Kalimantan. Jumlah populasi badak Sumatera di
Malaysia diperkirakan berkisar antara 67-109 ekor (Foose et al. 1997).
4
Gambar 1 Badak Sumatera (Kristanti 2012).
Taks iran jumlah populasi badak Sumatera menurut Program Konservasi Badak Indonesia (PKBI) tahun 2001 di wilayah kerja Rhino Protection Units
(RPU) adalah sebagai berikut: Taman Nasional Kerinci Seblat 5-7 ekor dengan
kerapatan 2500-3500 ha per ekor badak, Taman Nasiona l Bukit Barisan Selatan
60-85 ekor dengan kerapatan 850-1200 ha per ekor badak, Taman Nasional Way
Kambas 30-40 ekor dengan kerapatan 700-1000 ha per ekor badak. Hasil
observasi lapang RPU sejak tahun 1997 sampai dengan 2004, diperkirakan jumlah
populasi badak Sumatera di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan berkisar antara
60-85 ekor, sementara di Taman Nasional Way Kambas berkisar antara
15-25 ekor (RPU dan PKBI 2011).
Data dari Rhino Protection Units di Yayasan Leuser tahun 2004
menunjukkan jumlah populasi badak Sumatera di lokasi survei RPU berkisar
antara 60-80 ekor. Berbeda dengan badak Jawa, badak Sumatera ada yang hidup
dalam habitat buatan (ex situ) atau disebut juga penangkaran. Sepuluh lokasi
penangkaran badak Sumatera yang terdapat di dalam dan luar negeri, yaitu tiga
lok asi di Indonesia, satu lokasi di Inggris, tiga lokasi di Malaysia dan tiga lok asi
di Amerika Serikat. Berdasarkan catatan yang bersumber dari Taman Safari
Indonesia tahun 1994, dari 39 badak Sumatera yang hidup dalam sepuluh lokasi
penangkaran sekarang tinggal 23 ekor saja. Menurut data terakhir yang
5
dikeluarkan oleh Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) sekarang hanya ada empa t
be las ekor saja. Kematian yang tinggi di luar habitat alaminya ini disebabkan sifat
badak Sumatera yang sangat peka terhadap perubahan situasi dan kondisi tempat
hidupnya (misalnya stres berat dan sulit mencari atau mengganti jenis pakannya)
(RPU dan PKBI 2011). Morfologi
Badak Sumatera adalah satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula.
Badak Sumatera juga dikenal memiliki rambut terbanyak dibandingkan seluruh
spesies badak di dunia, sehingga sering disebut hairy rhino (badak berambut).
Rambutnya terdapat di dalam liang telinga, di garis tengah punggung, di bagian
bawah flank dan di bagian luar paha, tetapi tidak terdapat di daerah muka. Badak
Sumatera yang baru dilahirkan mempunyai rambut panjang dan kusut tetapi agak
lembut (Groves dan Kurt 1972). Badak Sumatera yang masih muda rambutnya
banyak dan leba t dengan warna cok lat kemerahan. Dengan bertambahnya umur,
rambut menjadi pendek, jarang, dan berwarna kehitaman (Van Strien 1974).
Ciri-ciri lainnya adalah memiliki telinga yang besar, kulit berwarna cok lat
keabu-abuan atau kemerah-merahan, sebagian besar ditutupi oleh rambut dan
kerut di sekitar matanya. Badak ini juga memiliki dua lipatan kulit yang besar dan
khas ditubuhnya. Lipatan pertama terdapat di bagian kulit yang melingkari
pangkal kaki depan, sedangkan lipatan kedua terdapat di bagian kulit lateral
abdomen (Van Strien 1974).
Panjang cula nasalis biasanya berkisar antara 25-80 cm, sedangkan cula
frontalis biasanya relatif pendek dan tidak lebih dari 10 cm. Bentuk tubuh badak
Sumatera gemuk dan agak bulat. Panjang tubuh dewasanya berkisar antara
2-3 meter dengan tinggi 1-1,5 meter. Berat badan diperkirakan berkisar antara
600-950 kilogram (WWF Indonesia 2008). Perilaku
Perilaku hewan merupakan respon terhadap semua faktor rangsangan yang
berbentuk tingkah laku dan berasal dari keinginan untuk survive. Daya tahan
hidup setiap individu tergantung pada kemampuannya dalam mendapatkan
makanan, adaptasi terhadap perubahan cuaca, dan kemampuan menghindarkan
6
dirinya dari kematian karena penyakit, parasit, dan predator. Selain itu juga
tergantung pada kemampuan reproduksinya dan kemampuan pemeliharaan
anaknya sampai dapat berdiri sendiri. Dorongan dasar ini menentukan po la
perilaku yang khas dari suatu spesies (Suratmo 1979).
Menurut Tanudimadja dan Kusumamihardja (1989), po la perilaku dapat
didefinisikan sebagai suatu segmen perilaku yang dior ganisasi dan mempunyai
fungsi khusus. Alikodra (1979) menyatakan bahwa perilaku hewan adalah strategi
dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dalam lingkungannya untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Semua hewan akan bergerak untuk
mencari maka n dan minum maupun berkembang biak. Menurut Grzimek (1972),
ada empa t akitivitas utama badak Sumatera yaitu berjalan, berkubang, makan, dan
beristirahat. Badak Sumatera memiliki po la perilaku yang berbeda dibandingkan
dengan satwa lainnya. Hal ini terkait dengan fungsi anatomis dan kebutuhan
fisiologis tubuhnya yang mempengaruhi po la perilaku kesehariannya.
Pola pergerakan dan perjalanan
Badak Sumatera dalam melakukan perjalanannya tidak mudah lelah dan
senantiasa bergerak sepanjang jalan melalui hutan-hutan. Seseorang dapat
mengikuti jejaknya selama berjam-jam tanpa menemukan banyak tanda aktivitas
lain. Hewan ini dapat dengan mudah berjalan menembus pepohonan lebat, keras,
dan berduri. Jika berada di tempat yang baru, badak bergerak seperti tanpa arah
dan tujuan (Van Strien 1986).
Pergerakan badak Sumatera biasanya dipengaruhi oleh perubahan kondisi
lingk ungan, sehingga hal itu berhubungan dengan pola curah hujan dan musim
(Van Strien 1974). Pada saat musim hujan dan terjadi banjir di daerah dataran
rendah, badak ini akan lebih sering ditemukan di daerah perbukitan atau dataran
tinggi. Saat musim panas tiba, badak ini akan sering ditemukan di dataran rendah
yang berair atau daerah pegunungan yang berhutan lebat (Skafte 1961).
Badak akan bergerak berpindah tempa t mencari lokasi baru untuk
mendapatkan makanan atau berpindah tempat bila merasa terganggu dan cuaca
mengalami perubahan (Van Strien 1974). Menurut Hubback (1939), badak
Sumatera secara teratur akan mengikuti lintasan yang sama, khususnya di dekat
7
kubangan. Terdapat dua macam lintasan yang dapat ditemukan. Lintasan utama
kira kira setengah meter lebarnya tidak ditumbuhi pohon-pohon dan dapat
mencapai beberapa kilometer panjangnya dengan tidak terputus-putus. Lintasan
yang kedua merupakan lintasan makanan. Sebagian ditumbuhi tanaman-tanaman
pendek. Kebanyakan lintasan makanan ini sejajar dengan lintasan utama. Hewan
ini bergerak berdasarkan lintasan yang dibuat di sepanjang jalan, seperti goresan
di tanah, pohon-pohon muda yang patah atau melengkung, feses, dan urin.
Pola makan dan minum
Badak Sumatera memakan sejumlah besar makanan yang berasal dari jenis
tumbuhan yang berbeda-beda, sebagian besar berupa daun-daunan dari belukar
dan pepohonan. Hewan ini tidak memaka n rumput-rumputan seperti hewan
pemakan tumbuhan lainnya (Van Strien 1974).
Makanan badak Sumatera terdiri dari daun, ranting, dan kulit pohon. Satwa
ini terutama suka dengan pohon mangga liar dan sejenis beringin, serta berbagai
jenis ba mbu (Groves dan Kurt 1972). Badak Sumatera lebih menyukai dedaunan
dari pohon-pohon muda untuk dimaka n. Hewan ini mengambil bagian dari pohon-
pohon muda ini dengan cara merusak, menggigit, dan membengkokkan pohon itu
dengan cula, gigi, dan kakinya. Setelah bagian pohon tersebut dipatahkan atau
dibengkokkan, hewan ini akan memaka n bagian yang disuka i dari pohon itu
(Strickland 1967). Makanan ini lebih banyak diambil dengan giginya
dibandingkan dengan bibirnya (Groves dan Kurt 1972).
Badak ini memiliki kebiasaan maka n tanpa jadwal yang tetap, dengan kata
lain makan pada jam-jam yang tidak tentu (Hubback 1939). Badak tersebut dapat
maka n ba ik pada siang hari maupun malam hari (Groves dan Kurt 1972). Menurut
Van Strien (1986), tingkah laku semacam itu merupakan po la hidup yang nor mal.
Badak Sumatera minum setiap hari dari sungai kecil, danau, lubang yang berair
atau kubangan. Selama minum bibirnya dimasukkan ke dalam air, berhenti pada
waktu tertentu dan kepalanya kemudian diangkat. Biasanya berlangsung selama
satu atau dua menit. Badak Sumatera sering minum air yang sangat kotor, kadang-
kadang dikotori oleh air kencingnya (Laur ie et al. 1983).
8
Pola istirahat dan tidur
Selama musim panas badak Sumatera lebih menyukai beristirahat. Badak
ini ditemukan dalam keadaan berkubang atau berbaring di bawah pohon yang
teduh, rumpun bambu, atau di hutan terbuka. Ketika beristirahat badak ini
membaringkan sebagian sisi tubuhnya di tanah (Hubback 1939). Hewan ini
berbaring pada sisi tubuhnya, dengan satu atau kedua kaki depannya merentang ke
depan. Sebelum berbaring masing-masing kaki depannya menyusun jerami di
sekelilingnya (Groves dan Kurt 1972). Bekas tempat tidurnya ditandai dengan
jejak tubuh di tanah. Bekas ini ditemukan lebih sedikit dibandingkan di tempat
berkubang.
Habitat
Habitat merupakan faktor terpenting untuk kehidupan satwa liar. Peranan
habitat bagi satwa liar bukan saja untuk tempat tinggal tetapi juga harus
menyediakan tempat berlindung dari segala gangguan, menyediakan makanan dan
air, tempat istirahat, tidur, berkembang biak dan membesarka n anak (Van Strien
1974). Habitat badak Sumatera terutama di daerah-daerah gunung dekat air.
Hewan ini tinggal di hutan hujan trop is dan hutan gunung berlumut (Groves dan
Kurt 1972). Badak yang tinggal di Gunung Leuser terbatas pada hutan primer
dengan ketinggian 1000-1900 m, menghindari rawa-rawa dan lebih menyukai
daerah-daerah yang bertanah kering atau liat (Borner 1979).
Menurut Ska fte (1961), hujan di hutan Sumatera mempengaruhi pergerakan
dan perpindahan badak. Ketika aliran air memba nj iri dataran rendah, badak akan
menjauhi daerah rawa-rawa dan tetap berada di bukit- bukit. Badak yang hidup di
hutan bagian timur Sabah (Malays ia) menyukai daerah-daerah perbukitan dan
hutan sekunder yang terdapat banyak makanan (Borner 1979). Badak hidup di
tanah-tanah curam dan tanah-tanah berbukit dengan semak-semak yang rimbun
oleh pohon-pohon muda (Borner 1979). Hewan ini sering turun ke daerah rendah
umtuk mencari tempat kering, sedangkan pada cuaca panas hewan ini ditemukan
di hutan-hutan dekat air terjun (Van Strien 1974).
Badak betina lebih suka tinggal di daerah tertentu, sedangkan badak jantan
lebih suka mengembara. Badak betina masing- masing berkumpul mendiami
daerah tempat berkubang dengan diameter sekitar 5-7 m. Tempat ini kadang
9
terletak di daerah pegunungan atau dekat sungai kecil (Groves dan Kurt 1972).
Bagi badak Sumatera habitat yang penting adalah tempat yang tersedia cukup
makanan, air, dan tempat meneduh. Hewan ini lebih suka daerah yang rapat oleh
tumbuhan kayu (Borner 1979).
Status konservasi
Badak Sumatera merupakan salah satu satwa liar yang sangat terancam
punah. Badak Sumatera di Indonesia termasuk hewan yang dilindungi dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 dan Undang-
Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (2012), mengategorikan badak Sumatera sebagai spesies
yang termasuk ke dalam Appendix I. Selain itu, menurut International Union for
the Conservation of Nature and Natural Resources (2008), badak Sumatera
merupakan satwa dengan status critically endangered, artinya suatu jenis hewan
yang pada saat ini termasuk ke dalam kategori terancam punah. Morfologi Kaki Belakang Mamalia
Otot kerangka disusun dari serabut-serabut otot yang merupakan unsur-
unsur bangunan bagi sistem perototan. Otot memiliki bentuk yang berbeda-beda
tergantung dari letak dan fungsinya. Pada kaki belakang biasanya terdapat otot
yang langsing dan lonjong. Origo untuk daerah kaki pada umumnya adalah
pembersitan di sebelah proksimal dan insersio adalah pertautan di distal tulang
(Soesetiadi 1977).
Kaki belakang merupakan tenaga pendorong utama bagi pergerakan maju
hewan. Tenaga pendorong tadi disalurkan melalui pelvis ke sumbu badan
(collumna vertebralis). Otot-otot kaki belakang jauh lebih subur dan kuat
dibandingkan otot-otot kaki depan. Berat otot di kaki belakang merupakan 58,5%
dari berat seluruh otot-otot alat gerak. Otot-otot kaki belakang dibagi menjadi
empat bagian, ya itu otot-otot panggul dan paha lateral, otot-otot gelang panggul,
dan otot-otot paha medial (Soesetiadi 1977).
10
Otot-otot panggul dan paha lateral
Otot-otot panggul dan paha lateral menempati daerah panggul dan latero-
plantar paha. Otot-otot yang termasuk kelompok ini adalah m. tensor fasciae
latae, m. gluteus superficialis, m. gluteus medius, m. gluteus profundus, m. biceps
femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus, m. quadriceps femoris, mm. gemelli, m. quadratus femoris, m. obturatorius externus, m. obturatorius
internus, dan m. piriformis.
Pada daerah panggul dan lateroplantar paha terdapat dua lapis fascia, yaitu
fascia superficialis dan fascia profunda. Fascia superficialis tipis dan erat
berhubungan dengan fascia profunda. Sedangkan fascia profunda menutupi otot-
otot di daerah panggul dan melepaskan sekat-sekat pemisah di antara otot-otot
tersebut di atas. Fascia profunda di daerah ini sering disebut sebagai fascia
glutea. Pada bidang antero- lateral paha, fascia profunda berbentuk tebal dan kuat,
disebut sebagai fascia lata (Soesetiadi 1977).
Musculus tensor fasciae latae berbentuk segitiga dengan apeks di tuber
coxae. Otot ini terletak di anterior di antara tuber coxae dan persendian lutut.
Insersio otot ini berupa aponeurose yang bersatu dengan fascia lata (Soesetiadi 1977). Otot ini berfungsi untuk meregangkan fascia lata, fleksor persendian paha
dan ekstensor persendian lutut (Shively 1984).
Musculus gluteus superficialis terletak di kaudal dan sebagian di profundal m. tensor fasciae latae (Shively 1984). Pada hewan piara, hanya hewan karnivora
yang mempunyai m. gluteus superficialis tersendiri. Otot ini pada kuda bersatu
dengan bagian kaudal dari m. tensor fasciae latae, sedangkan pada domba dan
kambing sebagian otot ini bersatu dengan m. biceps femoris (Nurhidayat et al. 2011). Persatuan m. gluteus superficialis dengan m. biceps femoris dinamakan
m. gluteobiceps (Soesetiadi 1977). Origo otot ini berada di tuber coxae, fascia
glutea, dan processus spinosus dari os sacrum. Insersionya di trochanter tertius
pada kuda, sedangkan pada pemamah biak insersio bersatu dengan m. tensor
fasciae latae dan m. biceps femoris (Nurhidayat et al. 2011). Fungsi otot ini
sebagai abduktor kaki belakang dan fleksor persendian paha (Getty 1975).
Musculus gluteus medius adalah otot yang sangat besar, terletak di antara
tuber coxae dan trochanter major. Musculus gluteus medius ini dapat dibagi atas
lapis superfisial dan profundal. Lapis superfisial berinsersio ke crista
intertrochanterica merupakan bagian kaudal dan mudah dilepaskan dari bagian
11
yang lain (m. piriformis). Lapis profundal yang bertaut ke crista
intertrochanterica sedikit di distal trochanter major cranial disebut juga sebagai
m. gluteus accessorius. Pada pemamah biak m. gluteus medius relatif tidak subur
seperti di kuda. Dengan demikian, maka bagian panggul pada pemamah biak tidak
konveks seperti pada kuda tetapi lebih menurun ke caudoventrad (Nurhidayat et
al. 2011). Fungsi otot ini sebagai abduktor kaki belakang, ekstensor persendian
paha, dan retraktor kaki belakang (Getty 1975).
Musculus gluteus profundus berbentuk seperti kipas dan terletak
di profundal dari m. piriformis (Getty 1975). Origo otot ini berada di spina
ischiadica dan corpus ilii, sedangkan insersio di trochanter major bagian anterior.
Otot ini berfungsi sebagai abduktor kaki belakang (Nurhidayat et al. 2011). Musculus biceps femoris merupakan otot besar yang terletak di kaudal
m. gluteus superficialis dan m. gluteus medius (Soesetiadi 1977). Berdasarkan
tempat pertautan origonya, otot ini terdiri atas dua kepala ya itu caput vertebrale
(caput sacrale) berukuran lebih panjang, membe rsit dari ligamentum sacroiliaca
dan caput ischii berukuran lebih pendek yang berorigo di tuber ischii (Nurhidayat
et al. 2011). Pada pemamah biak caput vertebrale otot ini bersatu dengan
m. gluteus superficialis menjadi m. gluteobiceps. Otot ini berfungsi sebagai
retraktor kaki belakang, pendorong tubuh muka, dan abduktor kaki belakang
(Getty 1975).
Musculus semitendinosus terletak di antara m. gluteobiceps dan
m. semimembranosus. Pada ruminansia, otot ini mempunyai satu kepala pada
origonya. Pada kuda, otot ini terdiri atas dua kepala (Getty 1975), dan origo otot
ini berada di ligamentum sacrotuberale latum, processus spinosus et transversus
dari ossa vertebrae caudales, dan tuber ischiadicum. Sedangkan pada ruminansia
origo terletak di tuber ischiadicum. Insersio di margo cranialis dari os tibia dan
di tuber calcanei (Nurhidayat et al. 2011). Otot ini berfungsi sebagai eks tensor
persendian tarsus, fleksor persendian lutut dan aduktor kaki belakang (Getty
1975). Pada sapi, m. semimembranosus terdiri atas satu kepala dengan origo
di tuber ischiadicum, sedangkan insersionya terdapat di epicondylus medialis dari
os femoris dan sedikit di distal condylus medialis dari os tibia. Pada kuda, m. semimembranosus berukuran leba r, terletak di antara sisi medial m. semitendinosus dan m. gastrocnemius, dan mempunyai dua kepala dari
12
origonya ligamentum sacrotuberale latum dan tuber ischiadicum, sedangkan
insersionya terdapat di epicondylus medialis dari os femoris dan ligamentum
colaterale mediale. Fungsi otot ini sebagai ekstensor persendian paha dan aduktor
kaki belakang (Getty 1975).
Musculus quadriceps femoris terdiri atas empat kepala ya itu m. rectus
femoris, m. vastus lateralis, m. vastus medialis, m. vastus intermedius (Getty
1975). Musculus rectus femoris sangat kompak dan teba l. Otot ini berfungsi
sebagai eks tensor persendian lutut dan fleksor persendian paha (Getty 1975). Pada
kuda, m. vastus lateralis terletak di permukaan lateral dari os femoris, berjalan
dari trochanter major menuju os patella (Getty 1975). Pada ruminansia, m. vastus
lateralis mempunyai permukaan kranial yang konveks (Getty 1975). Otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian lutut (Getty 1975). Musculus vastus
medialis terletak di permukaan medial dari os femoris. Otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian lutut (Soesetiadi 1977). Musculus vastus intermedius terletak
di profundal bagian anterior os femoris, tertutup oleh ketiga kepala lainnya. Otot
ini berfungsi sebagai ekstensor persendian lutut dan mengangkat kapsula sendi femoropatellare (Getty 1975).
Musculus gemellus berbentuk seperti kipa s dan berjalan secara ventrolateral
dari os ischium menuju fossa trochanterica dari os femoris (Getty 1975). Serabut-
serabut otot ini berjalan cranioventrad. Origonya berupa pinggir lateral os ischii,
di dekat spina ischiadica. Insersionya berada di fossa trochanterica dan crista
intertrochanterica (Nurhidayat et al. 2011). Fungsi otot ini sebagai supinator dari os femoris.
Musculus quadratus femoris merupakan otot tipis, pipih, terletak di bagian
ventral dari m. gemellus. Origonya terletak di bida ng ventral dari os ischii,
sedangkan insersionya di bidang posterior dari os femoris, dekat dengan
trochanter minor (Nurhidayat et al. 2011). Fungsi otot ini sebagai ekstensor
persendian paha, dan aduktor kaki belakang (Shively 1984).
Musculus obturatorius externus berbentuk seperti kipas, terletak
di permukaan ventral dari os ischii dan os pubis. Bidang ventral dari os ischii dan
os pubis di sekeliling foramen obturatum merupakan origo dari m. obturatorius
externus. Insersio terletak di fossa trochanterica. Fungsi otot ini sebagai supinator
os femoris (Nurhidayat et al. 2011).
13
Musculus obturatorius internus membe rsit dari ruang panggul, di os pubis
dan os ischii. Pada ruminansia, otot ini keluar dari ruang panggul melalui foramen
obturatum, sedangkan pada hewan lain melalui incisura ischiadica major
(Nurhidayat et al. 2011). Origo dari otot ini di bidang pelvina dari os ischii dan
os pubis di sekitar foramen obturatum, sedangkan insersionya berada di fossa
trochanterica. Fungsi otot ini sebagai supinator os femoris. Otot-otot paha medial
Otot-otot paha medial terdiri atas lapis superfisial dan lapis profundal. Lapis
superfisial meliputi m. sartorius dan m. gracilis. Sedangkan lapis profundal
di antaranya adalah m. pectineus, m. adductor, m. semimembranosus (Nurhidayat
et al. 2011). Musculus sartorius adalah otot yang panjang dan sempit, terletak di kranial
m. gracilis (Getty 1975). Pada kuda, origonya di fascia iliaca dan tendo insersio
dari m. psoas minor, sedangkan insersionya di ligamentum patellae mediale dan
fascia cruris. Pada sapi, origo otot ini terletak di fascia iliaca, tendo insersio dari
m. psoas minor, dan eminentia iliopubica. Insersionya di fascia cruris (bersama-
sama dengan m. gracilis). Otot ini berfungsi sebagai fleksor persendian paha,
aduktor kaki belakang, dan ekstensor persendian lutut (Nurhidayat et al. 2011).
Musculus gracilis merupakan otot yang leba r, terletak di kaudal m. sartorius
dan menutupi sebagian besar bidang medial paha. Otot ini memiliki origo
di symphisis pelvina dan tendo prepubicus. Insersionya ada di ligamentum
patellae mediale dan fascia cruris. Pada ruminansia umumnya, otot ini berfungsi sebagai aduktor kaki belakang, ekstensor persendian lutut dan menarik tubuh ke
lateral, jika kaki menjadi titik tetap (Nurhidayat et al. 2011).
Musculus pectineus merupakan otot yang besar pada sapi dan berbentuk
segitiga (Getty 1975). Otot ini mengisi ruangan antara m. vastus medialis
(cranial), m. semimembranosus dan m. adductor (caudal) (Nurhidayat et al. 2011).
Margo os pubis dan tendo prepubicus merupakan origo dari otot ini. Insersionya
terletak di margo caudomedial dari os femoris dan epicondylus medialis dari
os femoris. Fungsi otot ini sebagai aduktor dan supinator kaki belakang.
Musculus adductor pada ruminansia merupakan otot yang tebal (Getty
1975). Pada karnivora, otot ini dapat dipisahkan menjadi m. adductor longus dan
14
m. adductor magnus et brevis (Shively 1984). Otot ini membersit dari bagian
ventral os pubis dan os ischii dan berakhir di bagian kaudal os femoris serta
epicondylus medialis dari os femoris (Nurhidayat et al. 2011). Fungsinya sebagai
aduktor kaki belakang dan protraktor tubuh jika kaki belakang sebagai titik tetap.
m. semimembranosus sudah dibicarakan di bagian paha lateral.
15
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Juli 2012
di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embr iologi,
Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmako logi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Selain itu, dilakukan pengamatan lapang di Sumatran
Rhino Sanctuary (SRS) Taman Nasional Waykambas, Lampung. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat diseksi
yang meliputi pinset, ska lpe l, gunting, alat ukur, alat tulis, Nomina Anatomica
Veterinaria 2005, dan perlengkapan fotografi. Bahan yang digunakan adalah
kadaver satu ekor badak jantan yang diawetkan dalam formalin 10%. Metode
Pada penelitian ini digunakan kaki belakang badak Sumatera yang telah
diawetkan di dalam formalin 10%. Pengamatan dilakukan terhadap morfologi dan
susunan otot-otot daerah panggul serta paha bagian lateral dan medial lengkap
dengan origo dan insersio dari otot-otot tersebut. Kelompok otot tersebut disayat
dan dipreparir berdasarkan buku Penuntun Praktikum Miologi Veteriner dengan
beberapa modifikasi (Nurhidayat et al. 2011). Hasil pengamatan yang telah
dilakukan dicatat dan dibe rika n penamaan berdasarkan Nomina Anatomica
Veterinaria (ICVGAN 2005). Selanjutnya hasil pengamatan didokumentasikan
dan dibandingkan dengan literatur dari hewan-hewan lain. Selain itu, dilakukan
pengamatan secara langsung terhadap perilaku badak Sumatera di Sumatran
Rhino Sanctuary (SRS) Way Kamba s, Lampung.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pada hasil pengamatan didapatkan otot-otot panggul dan paha badak
Sumatera memiliki struktur yang kompak dan teba l. Otot-otot panggul dan paha
terdiri atas dua kelompok otot, yaitu otot-otot panggul dan paha lateral dan otot-
otot panggul dan paha medial. Otot-otot panggul dan paha daerah lateral terdiri
atas m. gluteus superficialis, m. gluteus medius, m. gluteus profundus, m. tensor
fasciae latae, m. biceps femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus,
m. quadriceps femoris, m. gemellus, dan m. quadratus femoris (Gambar 2, 3, 4, 5,
dan 7). Adapun otot-otot panggul dan paha daerah medial, yaitu m. gracilis,
m. sartorius , m. adductor, dan m. pectineus (Gambar 4, 6, dan 7).
Pada daerah panggul dan paha, terdapat jaringan ikat subkutan yang sangat
tebal di profundal kulit. Jaringan ika t ini menembus masuk ke dalam fascia
pembungkus otot. Fascia di bidang lateral panggul dan paha lebih lebar dan tebal
dibandingkan di bidang medial. Fascia ini tersusun oleh fascia superficialis dan
fascia profunda. Fascia superficialis tipis dan menempel kuat dengan fascia
profunda. Pada daerah panggul fascia profunda disebut fascia glutea (Gambar 2
dan 5). Fascia ini pada badak Sumatera berukuran sangat leba r dan teba l, serta
menutupi m. gluteus medius dan m. gluteus superficialis. Selain itu, fascia glutea
juga melepaskan septum intermusculares ke dalam serabut otot di profundalnya.
Adapun pada bidang kraniolateral paha, fascia profunda menebal dan disebut
fascia lata (Gamba r 2). Fascia lata memiliki struktur seperti tendo dan mudah
dipisahkan dengan otot di profundalnya. Fascia ini menjadi insersio dari
m. tensor fasciae latae dan sebagian m. biceps femoris. Pada persendian lutut,
fascia ini bertaut ke os patella dan ligamentum patellae laterale et mediale.
17
Otot-otot panggul dan paha lateral
Tabel 1 Origo dan insersio otot-otot panggul dan paha la teral
Nama Otot Origo Insersio 1 M. gluteus superf icial is fascia glutea dan processus
spinosus dari os sacru m
2 M. gluteus m edius facies glutea dari os ilium dan aponeurose yang b ertaut pad a per muka an superfi sial dari m. longissimus lumb oru m
3 M. gluteus profundus spina i schiadica dan corpus ossis i lii
trochanter tertius, fascia lata, facies craniali s dari os patel la dan ligame ntum patel lae laterale dorsal trochanter major dan fossa intertrochanterica dari os femoris trochanter major dari os femoris bagian dorsal
4 M. tensor fasciae latae facies glutea dari os coxa e tendo pende k yang bertaut ke trochanter tert ius dari os fe moris, sedangka n tendo panjang ke fascia lata dan secar a t idak langsu ng menuju os patel la dan os tibia
5 M. biceps fe moris a. pars laterali s
b. pars interm edius
tuber i schii fascia lata, facies cranialis dari os patella dan ligamentum patel lae laterale fascia yang menutupi m. gastrocne mius caput
c. pars m ediali s
6 M. se mi tendinosus tuber i schiadicu m, ossa vertebrae caudales dan ligam entu m sacrotuberale latum
7 M.s e mim e mbranosus ligam entu m sacrotuberale latum, tuber i schiadicu m dan ala sacrali s os sacrum
8 M. quadriceps fe moris
laterale margo cranial is dari os tibia margo cranial is dari os tibia epicondylus mediali s os femoris dan l igamentu m collaterale mediale
a. m. rectus femoris b. m. vastus laterali s c. m. vastus medial i s d. m. vastus
os ilium di craniodorsal acetabulum trochanter major dan trochanter tertius collum os femoris samp ai sepertiga distal os femoris facies cranial is os femoris
basis dan facies cranial is dari os patella bagian lateral dari os patella dan ligamentum patellae mediale margo craniomedial os patel la, ligamentum patella mediale dan tendo m. rectus femoris basis os patella
interm edius 9 M. ge m el lus incisura i schiadica minor fossa t rochanterica dan crista
intertrochanterica 10 M. quadratus fe moris bidang ventral dari os i schi i . bidang kaudal dari os fem oris
di dekat trochanter minor
18
Gambar 2 Gambaran umum otot-otot panggul dan paha lateral. 1. fascia glutea, 2. fascia lata, 3. m. tensor fasciae latae, 4. m. biceps femoris (bagian lateral), 5. m. obliquus externus abdominis, 6. m. gluteus superficialis. Bar: 10 cm.
Musculus tensor fasciae latae berbentuk segitiga dan relatif leba r (Gambar
2, 3, dan 4). Otot ini terletak paling kranial di antara otot-otot paha lateral dan
bertaut sangat kuat di origonya. Otot ini tampak menyatu dengan m. vastus
lateralis yang terdapat di profundalnya, namun kedua otot ini mudah dipisahkan.
Pada bagian distal otot ini bertaut di fascia lata dan pada bagian kaudal
berbatasan langsung dengan m. gluteus superficialis bagian distal. Musculus
tensor fasciae latae memiliki dua bagian dengan arah serabut yang berbeda.
Bagian kranial memiliki arah serabut kranioventrad, sedangkan bagian kaudal
arah serabutnya kaudodistad. Otot ini berorigo di facies glutea dari os coxae,
sedangkan insersionya terdapat di beberapa tempat seperti os femoris, fascia lata
dan secara tidak langsung menuju os patella dan os tibia. Insersio otot ini yang
berupa tendo pendek bertaut ke trochanter tertius dari os femoris.
19
Musculus gluteus superficialis berbentuk segitiga dan relatif subur,
terletak di profundal fascia glutea (Gambar 3, 4, dan 5). Pada bidang kranial otot
ini berbatasan dengan m. gluteus medius, sedangkan di bidang kaudal berbatasan
dengan m. semitendinosus, m. semimembranosus, dan m. biceps femoris. Origo
otot ini terletak di fascia glutea dan processus spinosus dari os sacrum. Otot ini
memiliki dua tendo insersio, yaitu tendo pendek dan panjang, sehingga seolah-
olah terdiri dari dua otot yang memiliki dua arah serabut yang berbeda. Otot
bagian dorsal arah serabutnya kaudodistad, sedangkan bagian distal arah
serabutnya kranioventrad. Tendo pendek menuju trochanter tertius, sedangkan
tendo panjang insersionya bersama-sama dengan insersio m. biceps femoris
bertaut ke beberapa tempat seperti fascia lata, facies cranialis dari os patella, dan
ligamentum patellae laterale. Kedua tendo otot ini memiliki struktur yang tampak
kuat dan tebal (Gambar 4).
Musculus gluteus medius berukuran sangat lebar. Bagian kranial terletak
di dorsal m. tensor fasciae latae dan bagian kaudal terletak di profundal
m. gluteus superficialis, mengisi facies glutea dari os ilium (Gambar 3, 4, dan 5).
Musculus gluteus medius memiliki arah serabut kaudodistad dan terdapat
beberapa daun urat dari fascia glutea yang menembus masuk ke dalamnya. Otot
ini memiliki origo di facies glutea dari os ilium dan aponeurose yang bertaut pada
permukaan superfisial dari m. longissimus lumborum. Insersio otot ini berada
di dorsal trochanter major dan fossa intertrochanterica dari os femoris.
Musculus gluteus profundus berbentuk seperti kipas dan berukuran relatif
kecil, namun lebih besar dibandingkan m. gemellus (Gambar 5). Otot ini berada
di profundal dari m. gluteus medius bagian kaudal dan kraniodistal dari
m. gemellus. Musculus gluteus profundus membe rsit dari spina ischiadica dan
corpus ossis ilii sampai trochanter major dari os femoris bagian dorsal.
20
Gambar 3 Gambaran otot-otot panggul dan paha lateral. A. Otot-otot panggul dan paha lateral lapis superfisial setelah fascia
glutea, fascia lata, dan m. tensor fasciae latae dikuakkan. B. Inset A: otot-otot panggul dan paha lateral lapis superfisial bagian
kaudal. C. Inset A: otot-otot paha lateral lapis profundal bagian kraniodistal,
setelah m. vastus lateralis dan m. vastus intermedius dikuakkan. 1. m. gluteus medius, 2. m. gluteus superficialis, 3. m. tensor fasciae latae, 4. m. vastus lateralis, 5. m biceps femoris (a. pars lateralis, b. pars intermedius, dan pars medialis), 6. m. semitendinosus, 7. m. semimembranosus, 8. fascia lata, 9. m. vastus intermedius, 10. m. rectus femoris, 11. epicondylus lateralis os femoris. Bar A: 10 cm; B dan C: 5 cm.
21
Gambar 4 Gambaran otot-otot panggul dan paha lateral bagian kaudodistal. A. Otot-otot panggul dan paha lateral lapis profundal setelah
m. biceps femoris (pars lateralis dan intermedius) dikuakkan B. Inset A: otot-otot panggul dan paha lateral lapis profundal bagian
kaudodistal setelah fascia femoralis dan m. biceps femoris pars medialis dikuakka n.
C. Inset A: tendo dan otot-otot paha lateral setelah m. gluteus superficialis dikuakka n.
1. m. gluteus medius, 2. m. gluteus superficialis, 3. m. tensor fasciae latae, 4. m. vastus lateralis, 5. m. biceps femoris (a. pars lateralis, b. pars intermedius, dan c. pars medialis), 6. fascia femoralis, 7. m. gastrocnemius caput laterale, 8. m. semitendinosus, 9. m. semimembranosus, 10. tendo insersio panjang m. gluteus superficialis, 11. m. adductor, 12. m. quadratus femoris, 13. tendo insersio pendek m. gluteus superficialis. Bar A: 10 cm; B dan C: 5 cm.
Musculus biceps femoris hanya terdiri dari satu caput, yaitu caput ischii,
terpisah dengan m. gluteus superficialis, berukuran panjang dan lebar, serta
memiliki struktur yang kompak dan tampak kokoh (Gambar 3, 4, 5, dan 6). Otot
ini berorigo di tuber ischii sampai daerah lutut dan melengkung ke bagian plantar
paha. Otot ini mudah dipisahkan dari m. gluteus superficialis dan hanya terdiri
22
atas satu caput yaitu caput ischii. Otot ini di distal terbagi menjadi tiga bagian
yang masing-masing berinsersio pada beberapa tempat berbeda. Pars lateralis
berukuran lebih panjang dan berinsersio di fascia lata, facies cranialis dari
os patella, dan ligamentum patellae laterale. Pars intermedius dan pars medialis
berukuran lebih pendek dan terletak di bidang medial. Pars intermedius memiliki insersio di fascia yang menutupi m. gastrocnemius caput laterale, sedangkan pars
medialis bersatu dan memiliki insersio yang sama dengan m. semitendinosus
di margo cranialis dari os tibia.
Musculus semitendinosus relatif subur dan tebal, berada di kaudodorsal
m. biceps femoris dan di kranial m. semimembranosus. Sebagian otot ini tertutup
oleh m. semimembranosus (Gambar 3, 4, dan 7). Pada bagian pertengahan sampai distal, otot ini menyatu dan memiliki insersio yang sama dengan m. biceps femoris
bagian medial. Musculus semitendinosus memiliki origo di tuber ischiadicum,
ossa vertebrae caudales dan ligamentum sacrotuberale latum, serta berinsersio
di margo cranialis dari os tibia.
Musculus semimembranosus hanya memiliki satu kepala, relatif lebar dan
panjang, terletak di antara m. semitendinosus dan m. adductor, serta membentang
dari pangkal ekor sampai daerah medial lutut (Gambar 3, 4, dan 7). Bagian
superfisial m. semimembranosus ditutupi oleh fascia yang cukup teba l. Fascia ini
juga menutupi m. adductor (Gambar 4). Otot ini membe rsit dari ligamentum
sacrotuberale latum dan tuber ischiadicum sampa i ke epicondylus medialis
os femoris dan ligamentum collaterale mediale. Musculus quadriceps femoris memiliki struktur yang kompak dan teba l,
serta mengisi daerah lateral, kranial dan medial dari os femoris (Gambar 3, 4, dan
7). Musculus quadriceps femoris ini terdiri atas empat kepala, yaitu m. vastus
lateralis, m. rectus femoris, m. vastus medialis, dan m. vastus intermedius.
Musculus vastus lateralis merupakan otot yang terletak paling lateral dari keempat
kepala dari m. quadriceps femoris (Gambar 3 dan 4). Otot ini berorigo
di trochanter major dan trochanter tertius, serta berinsersio di bagian lateral dari
os patella dan ligamentum patellae mediale. Musculus rectus femoris terletak
di profundal m. vastus lateralis dan di kraniolateral m. vastus medialis (Gambar 3
dan 7). Otot ini memiliki dua lapisan otot dengan dua arah serabut yang berbeda.
Lapis superfisial memiliki arah serabut kaudodistad, sedangkan lapis profundal
23
Gambar 5 Gambaran otot-otot panggul lateral. A. Otot-otot panggul dan paha lateral lapis superfisial setelah fascia
glutea, fascia lata, dan m. tensor fasciae latae dikuakkan. B. Inset A: otot-otot panggul lateral lapis profundal setelah
m. gluteus superficialis dikuakka n. C. Inset B: otot-otot panggul lateral lapis profundal setelah
m. gluteus medius bagian kaudal dikuakka n. 1. fascia glutea, 2. m. gluteus superficialis, 3. m. gluteus medius, 4. ligamentum sacrotuberale latum, 5. m. quadratus femoris, 6. m. gemellus, 7. m. gluteus profundus, 8. ala osis ilii. Bar B: 10 cm; C: 5 cm.
arah serabutnya dorsodistad. Lapis profundal m. rectus femoris lebih jelas
teramati dari bidang medial paha. Kedua lapis otot ini sama-sama berorigo di kraniodorsal acetabulum dari os ilium, sedangkan insersionya terletak di basis dan
facies cranialis dari os patella. Musculus vastus medialis merupakan otot yang terletak di bidang medial
paha, di sebelah kaudomedial dari m. rectus femoris dan sebagian tertutup oleh
m. sartorius (Gamba r 7). Otot ini memiliki dua lapisan otot dengan arah serabut
yang berbeda. Lapis superfisial memiliki arah serabut kraniodistad, sedangkan
24
lapis profundal mengarah dorsodistad. Kedua lapis otot ini juga sama-sama
berorigo di collum os femoris sampai sepertiga dista l os femoris. Adapun
insersionya berada di margo craniomedial os patella, ligamentum patella mediale
dan tendo m. rectus femoris. Otot yang terakhir yaitu m. vastus intermedius
merupakan otot yang berukuran paling kecil diantara keempat kepala otot lainnya
(Gambar 3). Otot ini terle tak di facies cranialis dari os femoris, menyatu dengan
bagian kaudal dari m. vastus lateralis dan tertutup oleh ketiga kepala otot la innya.
Musculus vastus intermedius memiliki origo di facies cranialis os femoris dan
berinsersio di basis os patella.
Musculus gemellus merupakan otot kecil berbentuk segitiga yang terle tak
di sebelah kaudal dari m. gluteus profundus dan di dorsal m. quadratus femoris
(Gambar 5). Otot ini memiliki origo di incisura ischiadica minor, sedangkan
insersionya di fossa trochanterica dan crista intertrochanterica os femoris.
Musculus quadratus femoris merupakan otot kecil berbentuk pipih dan
pendek yang terletak di dorsal m. adductor dan di dista l m. gemellus (Gambar 4
dan 5). Otot ini ditutupi oleh fascia femoralis yang juga menutupi m. adductor dan
m. semimembranosus. Otot ini memiliki origo di bidang ventral dari os ischii dan
berinsersio di bidang kaudal dari os femoris di dekat trochanter minor. Otot-otot paha medial
Tabel 2 Origo dan insersio otot-otot paha medial
Nama Otot Origo Insersio 1 M. sartorius fascia i liaca dan tendo insersio
m. psoas minor fascia cruris dan ligamentu m patellae m ediale.
2 M. graci l is symphisis pelvina fascia cruris dan l igam entum patel lae m ediale
3 M. pe ct ineus margo cranial dari os pubis facies caud o medial dari os femoris
4 M. adductor bagian ventral os pubis dan os ischi i
epicondylus mediali s dan facies caudo medial dari os femoris
Musculus sartorius berukuran panjang dan tipis, terletak di kranial dan
profundal m. gracilis (Gambar 6 dan 7). Otot ini memiliki dua kepala, yaitu kaput
kranial dan kaput kaudal. Kaput kaudal seluruhnya terletak di profundal
m. gracilis, sedangkan kaput kranial menutupi sebagian m. vastus medialis. Pada
bagian distal kaput kranial, terdapat fascia yang mengikat otot ini ke m. vastus
medialis. Kaput kranial dari m. sartorius berorigo di tendo insersio m. psoas
minor, sedangkan kaput kaudal berorigo di fascia iliaca. Selanjutnya kedua kaput
otot tersebut berinsersio di fascia cruris dan ligamentum patellae mediale.
25
Gambar 6 Gambaran umum otot-otot paha medial. 1. m. gracilis, 2. m. pectineus, 3. m. sartorius, 4. fascia femoralis. Bar: 10 cm.
Musculus gracilis merupakan otot yang berukuran paling lebar di bidang
medial paha, terletak di kaudal m. sartorius (Gambar 6 dan 7). Otot ini membersit
dari symphisis pelvina dan tendo prepubicus sampa i di fascia cruris dan
ligamentum patellae mediale dengan arah serabut kaudodistad. Pada bidang
profundal otot ini terdapat m. adductor, m. semimembranosus, m. pectineus, dan
m. sartorius kaput kaudal.
Musculus pectineus berbentuk segitiga, terletak diantara m. adductor dan
m. sartorius, serta sebagian tertutup oleh m. sartorius kaput kaudal dan m. gracilis
(Gambar 6 dan 7). Otot ini berorigo di margo cranial dari os pubis, sedangkan
insersionya terletak di facies caudomedial dari os femoris.
26
Gambar 7 Gambaran otot-otot paha medial lapis profundal.
A. Otot-otot paha medial lapis profundal setelah m. gracilis dan m. sartorius dikuakkan.
B. Inset A: m. rectus femoris dan m. vastus medialis. 1. m. gracilis, 2. m. sartorius, 3. m. adductor, 4. m. semimembranosus, 5. m. pectineus, 6. m. vastus medialis, 7. m. rectus femoris, 8. m. semitendinosus. Bar A: 10 cm; B: 5 cm.
Musculus adductor berukuran relatif panjang, terletak di kranial
m. semimembranosus dan di kaudal m. pectineus (Gambar 4 dan 7). Otot ini
terbagi menjadi dua bagian. Bagian kecil yang terletak di kranial yang disebut
m. adductor brevis dan bagian yang lebih besar terletak di kaudal atau disebut
juga m. adductor magnus. Pada bidang lateral, otot ini tertutupi oleh fascia
femoralis. Fascia ini juga menutupi m. semimembranosus (Gambar 4). Otot ini
memiliki origo di bagian ventral os pubis dan os ischii, sedangkan insersionya
terletak di epicondylus medialis dan facies caudomedial dari os femoris.
27
Pembahasan
Kaki belakang merupakan tenaga pendorong utama bagi pergerakan maju
hewan. Tenaga dorong tadi disalurkan melalui pelvis ke sumbu badan (collumna
vertebralis). Otot-otot kaki belakang lebih subur dan kuat dibandingkan dengan
otot-otot kaki depan (Soesetiadi 1977). Otot-otot panggul dan paha badak
Sumatera memiliki struktur yang kompak dan teba l. Secara umum, anatomi otot-
otot panggul dan paha hewan ini mirip dengan otot-otot panggul dan paha pada
kuda, babi, dan babirusa dibandingkan dengan hewan lainnya (Macdonald dan
Kneepke ns 1995, Popesko 1993). Kemiripan otot ini didukung dengan kemiripan
bentuk skelet kaki belakang badak Sumatera dengan hewan-hewan tersebut. Akan
tetapi, terdapat perbedaan fungsi otot-otot panggul dan paha antara badak
Sumatera dengan hewan-hewan tersebut dalam melakukan aktivitasnya.
Menurut Borner (1979), badak Sumatera hidup di hutan primer, hutan
hujan trop is, dataran rendah, di tanah dengan permukaan yang curam dan tanah
berbukit. Kemampuan badak Sumatera mendaki dan menuruni tanah yang curam
dan berbukit, ditunjang oleh struktur tungkai kaki yang relatif pendek dan tenaga
dorong dari kaki belakang. Tenaga dorong ini berasal dari otot-otot utama fleksor
persendian lutut, serta ekstensor persendian paha dan lutut melalui persendian
sacroiliaca yang kaku. Selain itu, gerakan fleksor persendian lutut ini juga
menunjang aktivitas berkubang dari badak Sumatera. Aktivitas ini dimulai
dengan menjulurkan kaki depan dan memindahkan bobot tubuhnya ke kaki
belakang dengan cara kaki belakang ditekuk, selanjutnya badak memindahkan
bobot tubuhnya ke kaki depan dan menumpukan tubuhnya pada persendian siku,
sehingga tubuh badak bertumpu pada keempat kakinya. Gerakan ini juga
dilakukan pada saat sikap duduk. Otot-otot utama fleksor persendian lutut yang
menunjang aktivitas di atas adalah m. biceps femoris, m. semitendinosus, dan
m. semimembranosus. Otot-otot ini berkembang ba ik pada badak Sumatera, hal
ini didukung oleh penjuluran tuber ischiadicum ke lateral dan kaudal sebagai
origo dari ketiga otot ini (Lestari 2009).
Musculus semitendinosus pada badak Sumatera relatif subur dan teba l,
berada di kaudodorsal m. biceps femoris dan di kranial m. semimembranosus. Otot
ini hanya terdiri atas satu kepala sama seperti pada babirusa (Macdonald dan
Kneepke ns 1995). Adapun pada babi dan kuda, otot ini terdiri dari dua kepala
28
di origonya (Getty 1975). Musculus semimembranosus hanya memiliki satu
kepala, relatif lebar dan panjang, terletak di antara m. semitendinosus dan
m. adductor, serta membentang dari pangkal ekor sampai daerah medial lutut.
Pada kuda, otot ini memiliki dua kepala di origonya, sedangkan pada babi, otot ini
memiliki dua insersio (Getty 1975). Adapun pada babirusa, otot ini hanya
memiliki satu insersio, namun dapat dipisahkan menjadi dua bagian (Macdonald
& Kneepke ns 1995). Musculus biceps femoris hanya terdiri dari satu caput, yaitu
caput ischii, namun insersionya terbagi menjadi tiga bagian. Otot ini terpisah
dengan m. gluteus superficialis, berukuran panjang dan leba r, serta memiliki
struktur yang kompak dan tampak kokoh. Otot ini membentang dari tuber ischii
sampai daerah lutut dan melengkung ke bagian plantar paha. Struktur otot ini pada
badak Sumatera, berbeda dengan babi, kuda (Getty 1975), dan babirusa
(Macdonald dan Kneepke ns 1995) yang memiliki dua caput. Namun, struktur
m. biceps femoris yang terpisah dengan m. gluteus superficialis mirip seperti pada
kuda. Pada babi m. biceps femoris bersatu dengan m. gluteus superficialis (Getty
1975), begitu pula pada babirusa (Macdonald dan Kneepke ns 1995).
Pada saat kawin, badak jantan akan mena iki badak betina yang dapat
berlangsung cukup lama bahkan dapat mencapai enam puluh menit (Grzimek
1972). Aktivitas ini tentu harus didukung oleh kekuatan kaki belakang untuk
menumpu seluruh beban tubuh. Kekuatan kaki belakang ini diduga dibebankan
pada persendian lutut dan tarsus yang melibatkan otot-otot ekstensor persendian
lutut. Otot-otot ekstensor persendian lutut pada badak Sumatera berkembang baik.
Hal ini didukung oleh adanya os patella yang memiliki permukaan dorsal relatif
luas (Lestari 2009), sebagai tempat insersio otot-otot ekstensor persendian lutut,
seperti m. tensor fasciae latae dan m. quadriceps femoris (Pasquini et al. 1989).
Musculus tensor fasciae latae berbentuk segitiga dan relatif leba r. Otot ini terletak
paling kranial di antara otot-otot paha lateral dan bertaut sangat kuat di origonya.
Otot ini tampak menyatu dengan m. vastus lateralis yang terdapat
di profundalnya, namun kedua otot ini mudah dipisahkan. Struktur otot ini mirip
pada babi, namun ukuran ototnya lebih leba r. Pada kuda, otot ini relatif sempit
dengan kepala yang berukuran kecil terletak di distal tuber coxae (Popesko 1993).
Pada babirusa, m. tensor fasciae latae tidak dapat dipisahkan dari m. gluteus
superficialis (Macdonald dan Kneepkens 1995).
29
Pada badak Sumatera, m. quadriceps femoris memiliki struktur yang
kompak dan teba l, serta mengisi daerah lateral, kranial, dan medial dari
os femoris. Keadaan m. quadriceps femoris yang tebal sangat mendukung fungsi
ekstensor persendian lutut dan fleksor persendian paha, sehingga memungkinkan
badak Sumatera memiliki kemampuan berlari dengan cepat, disamping
mendukung aktivitasnya pada saat kawin. Aktivitas otot ini dibantu oleh gerakan
dari otot-otot utama fleksor persendian lutut yang akan memberika n daya dorong
yang sangat besar bagi badak dalam berlari. Secara umum, otot ini lebih mirip
pada babi dan babirusa dibandingkan pada kuda. Musculus quadriceps femoris
terdiri atas empat kepala, yaitu m. rectus femoris, m. vastus lateralis, m. vastus
medialis, dan m. vastus intermedius. Musculus rectus femoris pada badak
Sumatera relatif teba l, terletak di profundal m. vastus lateralis dan di kraniolateral
m. vastus medialis, sehingga otot ini tidak terlihat dari bidang lateral. Otot ini
memiliki dua lapisan otot dengan dua arah serabut yang berbeda. Lapis superfisial
memiliki arah serabut kaudodistad, sedangkan lapis profundal arah serabutnya
dorsodistad. Musculus vastus lateralis merupakan otot yang relatif tebal dan
tampak kuat, terletak paling lateral dari keempat kepala m. quadriceps femoris.
Pada badak Sumatera, m. rectus femoris dan m. vastus lateralis mudah dipisahkan
sama pada babi dan babirusa. Pada babirusa kedua otot ini mudah dipisahkan
karena jaringan ikatnya yang longgar yang terletak di antara ujung dorsal kedua
otot ini (Macdonald dan Kneepke ns 1995), begitu pula pada babi (Getty 1975).
Musculus vastus medialis merupakan otot yang terletak di bidang medial paha,
di sebelah kaudo medial dari m. rectus femoris dan sebagian tertutup oleh
m. sartorius. Otot ini pada badak Sumatera berbeda pada babi dan kuda (Getty
1975), karena memiliki dua lapisan otot dengan dua arah serabut yang berbeda.
Lapis superfisial memiliki arah serabut kraniodistad, sedangkan lapis profundal
mengarah dorsodistad. Otot yang terakhir yaitu m. vastus intermedius merupakan
otot yang berukuran paling kecil di antara keempat kepala otot lainnya. Otot ini
terletak di facies cranialis dari os femoris, menyatu dengan bagian kaudal dari
m. vastus lateralis. Ketiga kepala otot lainnya menutupi otot ini sama pada kuda
dan babi (Getty 1975).
30
Badak Sumatera memiliki kebiasaan defekasi berupa menutupi fesesnya
dengan cara mengais tanah dengan menggunakan kaki belakangnya. Pada saat
urinasi, badak betina menyemprotkan urinnya sambil berjalan, sedangkan badak
jantan memiliki kebiasaan menanduk semak-semak terlebih dahulu, lalu ditendang
dengan kaki belakangnya sampai akhirnya urinasi (Grzimek 1972). Kedua
aktivitas ini memerlukan gerakan kaki belakang ke kaudal. Gerakan ini diduga
ditunjang oleh m. gluteus superficialis, m. gluteus medius, dan m. gluteus
profundus yang berperan sebagai ekstensor persendian panggul, abduktor dan
retraktor kaki belakang. Selain itu, gerakan otot-otot tersebut juga diba ntu oleh
m. gemellus dan m. quadratus femoris sebagai abduktor kaki belakang. Musculus
gluteus superficialis berbentuk segitiga dan relatif subur, terletak di profundal
fascia glutea. Keadaan otot ini didukung dengan adanya trochanter tertius yang
juga sangat subur pada badak (Lestari 2009). Pada babi, otot ini menyatu dengan
m. biceps femoris, sedangkan pada kuda, otot ini sebagian berada di profundal
m. tensor fasciae latae (Getty 1975). Pada babirusa, otot ini terbagi menjadi dua
bagian, bagian superfisial dan profundal (Macdonald dan Kneepkens 1995).
Adapun pada badak Sumatera, otot ini memiliki dua tendo insersio, yaitu tendo
pendek dan panjang, sehingga seolah-olah terdiri dari dua otot dengan arah
serabut yang berbeda. Musculus gluteus medius berukuran sangat lebar. Bagian
kranial terletak di dorsal m. tensor fasciae latae dan bagian kaudal terletak
di profundal m. gluteus superficialis, mengisi facies glutea dari os ilium. Struktur
otot ini lebih mirip pada babi dibandingkan pada kuda. Tetapi, otot ini pada babi
tidak meluas sampai kranial seperti pada kuda (Popesko 1993). Musculus gluteus
superficialis dan m. gluteus medius ini dilapisi oleh fascia glutea yang sangat
leba r dan teba l. Fascia ini melepaskan septa intermusculares ke dalam serabut
otot yang ada di profundalnya. Adapun pada bidang kraniolateral paha, fascia
profunda menebal dan disebut fascia lata. Fascia lata memiliki struktur seperti
tendo dan mudah dipisahka n dengan otot di profundalnya. Fascia ini menjadi
insersio dari m. tensor fasciae latae dan sebagian m. biceps femoris. Fascia glutea
dan fascia lata pada badak Sumatera relatif lebih tebal dibandingkan pada kuda
dan babi (Getty 1975).
31
Musculus gluteus profundus berbentuk seperti kipas dan berukuran relatif
kecil, namun lebih besar dibandingkan m. gemellus. Letak otot ini berada di
profundal dari m. gluteus medius bagian kaudal dan kraniodistal dari m. gemellus.
Otot ini lebih mirip pada kuda (Nurhidayat et al. 2011) dibandingkan pada babi
yang sangat luas, mencapai daerah dekat tuber coxae (Getty 1975). Musculus
gemellus merupakan otot kecil berbentuk segitiga yang terletak di sebelah kaudal
dari m. gluteus profundus dan di dorsal m. quadratus femoris. Otot ini
membentang dari ventrolateral os ischii ke fossa trochanterica dari os femoris,
mirip pada kuda (Nurhidayat et al. 2011). Adapun pada babi, otot ini sebagian
menyatu dengan m. obturatorius internus (Getty 1975). Musculus quadratus
femoris badak Sumatera merupakan otot kecil berbentuk pipih dan pendek yang
terletak di dorsal m. adductor dan di distal m. gemellus. Strukur otot ini lebih
mirip pada kuda dibandingkan pada babi. Pada kuda, otot ini berbentuk pipih dan
berukuran kecil, sedangkan pada babi, otot ini relatif besar (Popesko 1993).
Otot yang terletak paling medial pada paha badak Sumatera adalah
m. sartorius yang berukuran panjang dan tipis, terletak di kranial dan profundal
m. gracilis. Otot ini memiliki dua kepala, yaitu kaput kranial dan kaput kaudal.
Kaput kaudal seluruhnya terletak di profundal m. gracilis, sedangkan kaput
kranial menutupi sebagian m. vastus medialis. Pada bagian distal kaput kranial,
terdapat fascia yang mengikat otot ini ke m. vastus medialis. Otot ini pada badak
Sumatera berbeda pada babi dan kuda yang hanya memiliki satu kepala (Getty
1975). Musculus gracilis merupakan otot yang berukuran paling lebar di bidang
medial paha, terletak di kaudal m. sartorius. Otot ini pada badak Sumatera
berkembang ba ik dan memiliki struktur yang mirip pada babi, kuda (Getty 1975),
dan babirusa (Macdonald dan Kneepke ns 1995). Musculus pectineus berbentuk
segitiga, terletak di antara m. adductor dan m. sartorius, serta sebagian tertutup
oleh m. sartorius kaput kaudal dan m. gracilis. Struktur m. pectineus badak
Sumatera berbentuk segitiga, mirip pada kuda, babi (Getty 1975), dan babirusa
(Macdonald dan Kneepke ns 1995). Adapun m. adductor berukuran relatif
panjang, terletak di kranial m. semimembranosus dan di kaudal m. pectineus. Otot
ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian kecil yang terletak di kranial yang disebut
m. adductor brevis dan bagian yang lebih besar terletak di kaudal atau disebut
32
juga m. adductor magnus. Otot ini lebih mirip pada kuda dibandingkan pada babi.
Pada kuda otot ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu m. adductor brevis dan
m. adductor magnus, sedangkan pada babi otot ini hanya terdiri atas satu bagian
(Getty 1975).
Menurut Grzimek (1972), kebiasaan tidur pada badak Sumatera adalah
berbaring pada satu sisi dengan kaki belakang diluruskan ke kranial. Aktivitas ini
diduga dipengaruhi pergerakan dari ekstensor persendian lutut dan fleksor
persendian paha, serta ditunjang gerakan aduktor kaki belakang. Musculus
sartorius, m. gracilis, m. pectineus dan m. adductor merupakan otot-otot panggul dan paha medial yang berperan pada saat badak Sumatera melakuka n aktivitas ini.
Musculus pectineus bersama-sama dengan m. gemellus dan m. quadratus femoris
juga berperan dalam melakukan gerakan supinasi yang memba ntu pada saat berjalan. Selain itu, kelompok otot paha medial ini juga berperan untuk
mengimbangi kerja dari otot-otot panggul dan paha lateral agar kaki belakang
tetap dapat mempertahankan sikap berdiri badak Sumatera.
33
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Otot-otot panggul dan paha badak Sumatera relatif subur dan kokoh, serta
di sisi lateral dilapisi oleh fascia glutea dan fascia femoralis yang tebal. Keadaan
ini didukung dengan skelet kaki belakang yang juga subur sebagai tempat
pertautannya. Beberapa otot pada badak Sumatera memiliki keistimewaan, yaitu
m. gluteus superficialis, m. biceps femoris, m. rectus femoris, m. vastus medialis,
m. semimembranosus, dan m. sartorius. Musculus biceps femoris dan
m. semimembranosus hanya terdiri atas satu kepala. Musculus gluteus
superficialis memiliki dua tendo insersio, sedangkan m. rectus femoris dan
m. vastus medialis masing-masing memiliki dua arah serabut yang berbeda.
Sementara, m. sartorius memiliki dua kepala di origonya. Otot-otot daerah
panggul dan paha badak Sumatera memiliki struktur yang mirip dengan otot-otot
pada babi, babirusa, dan kuda. Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai struktur anatomi otot daerah
lain untuk mendapatkan data dasar dan informasi yang lebih lengkap pada badak
Sumatera.
34
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 1979. Diktat Dasar-Dasar Pembinaan Margasatwa Fakultas Kehutanan IPB. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Borner M. 1979. A Field Study of the Sumatran Rhinoceros (Dicerorhinus sumatrensis), Ecology and Behaviour Conservation Situation in Sumatera. Zurich: Basel University.
[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2012. Appendices I, II, and III. http://www.cites.org [29 September 2012]
Foose TJ, Khan MKM, Van Strien NJ. 1997. Asian Rhinos, Status Survey and Conservation Action Plan. Newbury: The Nature Conservation Bureau ltd.
Getty R. 1975. The Anatomy of Domestic Animals. 5th Ed. Philadephia: WB Saunders.
Groves CP, Kurt F. 1972. Dicerorhinus sumatrensis in Mammalian Species. New Yor k: The American Society of Mammalogist.
Grzimek B. 1972. Animal Life Encyclopedia. New York: van Nostrand Reinhold Company.
Hubback TR. 1939. The Asiatic Two-Horned Rhinoceros. Didermoceros sumatrensis. J mammal 20:1-20.
[ICVGAN] International Committee on Veterinary Gross Anatomical Nomenclature. 2005. Nomina Anatomica Veterinaria. Hannover: ICVGAN.
IUCN]. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2008. IUCN Red List of Threatened Species. http://www.iucnredlist.org [27 desember 2011]
Kristanti EY. 2012. Kabar Kelahiran Badak Sumatera Mendunia. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/329137-kabar-kelahiran-badak- sumatera-mendunia [4 Juli 2012].
Laurie WA, Lang EM, Groves CP. 1983. Rhinoceros unicornis. New Yor k: The American Society of Mammalogist.
Lestari EP. 2009. Anatomi Ske let Tungkai Kaki Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). [skr ipsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Macdonald AA, Kneepke ns AFLM. 1995. Descriptive and Comparative Myology of the Hindlimb of the Babirusa (Babyroussa babyrussa L. 1758). Anat Histol Embryol 24:197-207.
Nurhidayat, Sigit K, Setijanto H, Agungpriyono S, Nisa’ C, Novelina S, Supratikno. 2011. Penuntun Praktikum Anatomi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Pasquini C, Tom S, Susan P. 1989. Anatomy of Domestic Animals: Systemic & Regional. Ed ke-5. Tioga: Sudz Publishing.
Popesko P. 1993. Atlas der Topographischen Anatomie der Haustiere. Stuttgart: Ferdinand Enke Verlag.
[RPU & PKBI] Rhino Protection Unit & Program Konservasi Badak Indonesia. Populasi.http://www.badak.or.id/ShowFaqs.asp?Lang=ENG.&FaqsCode=POPU LASI&cpage=2&jumol=.
Shively MJ. 1984. Veterinary Anatomy Basic, Comparative, and Clinical. Texas: [2 Agustus 2011].
Texas A & M University Press College Station.
35
Sigit K. 2000. Peranan Alat Lokomosi Sebagai Sarana Kelangsungan Hidup hewan. Dalam Suatu Kajian Anatomi Fungsional. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Skafte H. 1961. A contribution to the preservation of the Sumatran rhinoceros. Zurich: Verlag für Recht und Gesellschaft.
Soesetiadi D. 1977. Alat Gerak. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Strickland DL. 1967. Ecology of the Rhinoceros in Malaya. Malay Natural J 20. Suratmo FG. 1979. Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Bogor: Fakultas
Kehutanan IPB. Tanudimadja K, Kusumamihardja S. 1989. Perilaku Hewan Ternak. Bogor:
Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Van Hoeve. 2003. Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna Mammalia 2. Jakarta: Ikrar
Mandiri Abadi. Van Strien NJ. 1974. Dicerorhinus Sumatrensis (Fischer), the Sumatran or Two-
Horned Asiatic Rhinoceros. Belanda: Mededelingen Landbouwwhugeschool Wagenigen.
Van Strien NJ. 1986. The Sumatran Rhino Dicerorhinus sumatrensis (Fischer 1814). in The Gunung Leuser National Park Sumatera Indonesia in Distribution, Ecology, and Conservation. Berlin: P. Parey.
[WWF Indonesia]. 2008. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). www.savesumatra.org [20 Januari 2011].
36