BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
Embriologi, anatomi dan fisiologi adalah modal untuk memahami
fungsinya. Sehingga tentunya dengan memahami dasar-dasar diharapkan
dapat memahami patologi serta dapat memberikan pengobatan yang
tepat pada telinga. Dengan mengaitkan ilmu dasar dan disiplin, pada
akhirnya untuk lebih memahami penatalaksanaan penyakit-penyakit
telinga dan juga keseimbangan. Karena pada telinga, selain fungsi
pendengaran, yang lebih penting adalah fungsi keseimbangan. Maka
dari itu makhluk hidup masih dapat tetap bertahan tanpa
pendengaran, tetapi makhluk hidup tidak dapat bertahan bila terjadi
gangguan pada keseimbangannya. Karena itu, secara filogenetik,
mekanisme keseimbangan sebagai bagian dari orientasi organisme
terhadap lingkungan berkembang lebih dulu dari pendengaran.
Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan, namun
orientasi kita terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata
kita dan alat perasa pada tendon dalam. Jadi telinga adalah organ
pendengaran dan keseimbangan. Dengan fungsinya sebagai organ
pendengaran dan keseimbangan, kerja telinga cukup rumit dan
berpangaruh terhadap kehidupan sehari-hari.
Secara anatomi, terlinga sendiri dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar
dan tengah berkembang dari alat brankial. Telinga dalam seluruhnya
berasal dari plakoda otika. Dengan demikia, suatu bagian dapat
mengalami kelainan kongenital sementara bagian lain berkembang
normal.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Embriologi
Perkembangan auditorik pranatal terutama koklea mencapai fungsi
normal seperti orang dewasa setelah usia gestasi 20 minggu. Pada
masa tersebut, janin sudah dapat memberikan respon terhadap suara
yang diberikan. Perkembangan dari ketiga bagian telinga sendiri
yaitu :
a. Telinga Luar
Liang telinga berasal dari celah brankial pertama ektoderm dan
perkembangannya dimulai pada minggu ke empat kehamilan. Membrane
timpani mewakili penutupan celah tersebut. Selama satu stadium
perkembangannya, liang telinga akhirnya tertutup sama sekali oleh
suatu sumbatan jaringan telinga tapi kemudian terbuka kembali,
namun demikian kejadian ini mungkin merupakan suatu faktor penyebab
dari beberapa kasus atresia atau stenosis dari bagian ini.
Pinna (aurikula) berasal dari penggir-pinggir celah brankial
pertama dan arkus brankialis pertama dan kedua membentuk 6 tonjolan
(Hillock of His) yang mengelilingi perkembangan liang telinga luar
dan kemudian bersatu utnuk membentuk daun telinga. Aurikula
dipersarafi oleh cabang aurikulotemporalis dari saraf mandibularis
serta saraf aurikularis mayor dan oksipital minor yang merupakan
cabang pleksus servikalis.
Pada minggu ketujuh pembentukan dari kartilago masih dalam
proses dan pada minggu ke-12 daun telinga dibentuk oleh
penggabungan dari tonjolan-tonjolan diatas. Pada minggu ke-20, daun
telinga sudah seperti bentuk telinga dewasa, tetapi ukurannya belum
seperti ukuran dewasa sampai umur 9 tahun.
Posisi daun telinga berubah selama perkembangan, pada awal
pertumbuhan terletak vetro medial dan pada bulan kedua kehamilan
tumbuh menjadi dorso lateral yang merupakan lanjutan dari
pertumbuhan mandibula. Jika proses ini terhenti bisa mengakibatkan
terjadinya telinga letak rendah yang mungkin diikuti oleh anomaly,
congenital lainnya seperti mikrotia dan anotia. Fistula aurikularis
congenital terjadi diduga oleh karena kegagalan dari pada
penggabungan tonjolan-tonjolan ini. Kelainan congenital daun
telinga dapat terjadi mulai dari minor malformasi seperti lipatan
kulit didepan tragus sampai aplasia total.
b. Telinga Tengah
Rongga telinga tengah berasal dari celah brankial pertama
ektoderm. Rongga berisi udara ini meluas ke dalam resesus
tubatimpanikus yang selanjutnya meluas ke sekitar tulang-tulang dan
saraf dari telinga tengah dan meluas kerang lebih ke daerah
mastoid. Osikula berasal dari rawan arkus brankialis. Untuk
mempermudah pemikiran ini maleus dapat dianggap berasal dari rawan
arkus brankialis pertama (kartilago meekel, sedangkan inkus dan
stapes dari rawan arkus brankialis kedua (kartilago Reichert).
Saraf korda timpani berasal dari arkus kedua (facialis) menuju
saraf pada arkus pertama (mandibula-lingualis). Sraf timpanikus
(dari Jacobson) berasal dari saraf arkus brankialis ketiga
(glosofaringeus) menuju saraf facialis. Kedua saraf ini terletak
dalam rongga telinga tengah. Otot-otot telinga tengah berasal dari
otot-otot brankialis. Otot tensor timpani yang melekat pada maleus,
berasaldari arkus pertama dan dipersarafi oleh saraf mandibularis
(saraf kranial V). Otot stapedius berasal dari arkus
kedua,dipersarafi oleh suatu cabang saraf ketujuh.
Cavum timpani berasal dari kantong pharyng pertama. Kantong ini
tumbuh dengan cepat ke arah lateral dan untuk sementara bersentuhan
dengan lantai celah pharyng pertama. Bagian distal kantong ini,
recessus tubotympanicus, melebar dan membentuk cavum timpani
sederhana, sedangkan bagian proksimal tetap sempit dan membentuk
tuba auditiva atau tuba eustachius. Yang terakhir akan membentuk
saluran yang menghubungkan cavum timpani dengan nasofaring.
c. Telinga Dalam
Plakoda otika ektoderm terletak pada permukaan lateral dari
kepala embrio. Plakoda ini kemudian tenggelam dan membentuk suatu
lekukan otika dan akhirnya terkubur di bawah permukaan sebagai
vesikel otika. Letak vesikel dekat dengan otak belakang yang sedang
berkembang dan sekelompok neuron yang dikenal sebagai ganglion
akustikofasialis. Ganglion ini penting dalam perkembangan saraf
facialis, akustikus dan vestibularis. Vesikel auditorius membentuk
suatu divertikulum yang terletak di dekat tabung saraf yang sedang
berkembang yang kelak akan menjadi duktus endolimfatikus.
Vesikel otika kemudian berkerut membentuk suatu utrikulus
superior(atas) dan sakulus inferior (bawah). Dari utrikulus
kemudian terbentuk tiga tonolan menyerupai gelang. Lapisan-lapisan
yang jauh dari perifer gelang diserap, meninggalkan tiga kanalis
semisirkularis pada perifer gelang. Sakulus kemudian membentuk
duktus koklearis berbentuk spiral. Secara filogenetik, organ-organ
akhir khusus berasal dari neuromast yang tidak terlapisi yang
berkembang dalam kanalis semisirkularis untuk membentuk organ
corti. Organ-organ akhir ini ini kemudian berhubungan dengan
neuron-neuronganglion akustikofacialis. Neuron-neuron inilah yang
membentuk ganglia saraf vestibularis dan ganglia spiralis dari
saraf koklearis.
Mesenkim disekitar ganglion otikum memadat untuk membentuk suatu
kapsul rawan disekitar turunan membranosa dari vesikel otika. Rawan
ini diserap pada daerah-daerah tertentu disekitar yang sekarang
sering disebut sebagai labirin membranosa, menyisakan suatu rongga
yang berhubungan dengan rongga yang terisi LCS melalui membran
akuaduktus koklearis, dan membentuk rongga perilimfatik labirin
tulang. Labirin membranosa berisi endolimfe. Tulang yang berasal
dari kapsula rawan vesikel otika adalah jenis tulang khusus yang
dikenal sebagai tulang endokondral.
2. Anatomi
Untuk mengetahui tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui
terlebih dahulu tentang anatomi telinga itu sendiri. Sehingga dapat
memudahkan dalam menentukan bagian mana yang mangalami gangguan dan
dapat memberikan penanganan yang tepat. Pada dasarnya, anatomi
telinga terbagi atas tiga bagian. Yaitu :
a. Telinga Luar
Telinga luar atau pinna (aurikula = daun telinga) merupakan
gabungan dari rawan yang diliputi kulit. Telinga luar itu sendiri
terdiri dari daun telinga dan liang telinga samapai membrane
timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat =kelenjar serumen)
dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang
telinga. Dan pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai
kelenjar serumen. Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian
lateral namun bertulang di sebelah medial. Kulit liang telinga
langsung terletak diatas tulang. Seringkali ada penyempitan liang
telinga pada perbatasan tulang dan rawan ini sehingga radang yang
ringanpun dapat terasa sangat nyeri karena tidak ada ruang untuk
ekspansi.
Saraf fasialis meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan
ke lateral menuju prosesus stiloideus posteroinferior liang
telinga, dan kemudian berjalan di bawah liang telinga untuk
memasuki kelenjar parotis. Rawan liang telinga merupakan salah satu
patokan pembedahan yang digunakan mencari saraf fasialis; patokan
lainnya adalah sutura timpanomastoideus.
Membrane Timpani
Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan
peuncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timfani umumnya
bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga
tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus,
meluas melampauibatas atas membrana timfani, dan bahwa ada bagian
hipo timpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani.
Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian
luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus
dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalam lapisan fibrosa tidak
terdapat diatas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan
bagian membrana timfani yang disebut membrana Shrapnell menjadi
lemas (flaksid).
Terdapat bayangan yang menonjol di bagian bawah maleus pada
membran timpani yang disebut dengan umbo. Dari umbo inilah bermula
suatu reflek cahaya (cone of light). Dimana jika ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Reflek cahaya ialah cahaya dari luar yang
dipantulkan oleh membran timpani. Yang menyebabkan adanya reflek
cahaya adalah adanya serabut sirkuler dan radier.
Membrane timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis
searah prosesus longus maleus dan garis tegak lurus pada garis
umbo. Sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas belakang,
bawah-depan dan bawah-belakang untuk menyatakan letak perforasi
membrane timpani.
b. Telinga Tengah
Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu
bangunan berbentuk kotak dengan enam sisi atau seperti bentuk
kubus. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior
sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding
medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga
kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.
Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa
kranii media. Pada bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad
antrum tulang mastoid dan dibawahnya adalah saraf facialis. Otot
stapedius timbul pada daerah saraf facialis dan tendonnya menembus,
melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda
timpani timbul dari saraf fasialis dibawah stapedius dan berjalan
ke lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar
dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani
kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan
serabut-seabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan
serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah.
Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang disebelah
seperolateral menjadi sinus sigmodeus dan lebih ke tengah menjadi
sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama rongga
tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah
dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis
karotikus. Diatas kanalis ini, muara tuba eustachius dan otot
tensor timpani yang menempati daerah seperior tuba kemudian
membalik, melingkari prosesus kokleariformis dan berinsersi pada
leher maleus.
Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang
epitimpanum di bagian atas membran timpani dan dinding tulang
hipotimpanum dibagian bawah. Bangunan yang paling menonjol pada
dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran koklea
yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium ini.
Fenestrarotundum terletak di posteroinferior dari promontorium,
sednagkan kaki stapes terletak pada fenestra ovalis pada batas
posterosuperior promontorium. Kanalis falopii bertulang yang
dilalui saraf fasialis terletak diatas fenestra ovalis mulai dari
prosesus kokleariformis di anterior hingga piramid stapedius di
pasterior.
Rongga mastoid berbentuk seperti piramid berisi tiga dengan
puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media.
Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus
sigmoideus terletak dibawah dura mater pada daerah ini. Pada
dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan
kanalis semisirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah
kedua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya
untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus
di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot
digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang
dengan mudah dapat di palpasi di posterior aurikula.
Tuba Eustachius
Tuba ustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring. Pada saat lahir, tuba eustachius berjalan secara
horisontal pada saat lahir dan mulai membelok ke medial sebesar 45o
pada orang dewasa. Bagian lateral tuba eustachius adalah yang
bertulang, sementara duapertiga bagian medial bersifat
kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas
bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian
bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak
untuk masuk ke faring diatas otot konstriktor superior. Bagian ini
biasanya tertutup, tetapi dapat terbuka melalui kontraksi otot
levatorpalatinum dan tensor palatinum yang masing-masing
dipersarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba
eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua
sisi membrana timpani
c. Telinga Dalam
Bentuk telinga dalam yang sedemikian kompleksnya sehingga
terkadang disebut sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk
suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe.
Satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium
dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan
perilimfe yang terdapat dalam kapsula otika bertulang. Labirin
tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan bagian koklear.
Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan
keseimbangan, sementara bagian kaklearis (pars inferior) merupakan
organ pendengaran kita.
Koklea melingkar seperti rumah siput yang berupa dua setengah
lingkaran. Aksis pada spiral koklea dikenal sebagai modiolus,
berisi berkas saraf dan suplai arteri vertebralis. Serabut saraf
kemudian berjalan menerobos suaru lamina spralis oseus untuk
mencapai sel-sel organ Corti. Rongga koklea bertulang dibagi
menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan
berisi endolimfe. Bagian atas adalah skala vestibuli bawah berisi
perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrana
Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani juga
mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh
lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua
skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung
buntu duktus koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai
helikotrema. Membrana basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi)
dan melebar pada apeks (nada rendah).
Terletak diatas membrana basilaris dari basis ke paeks adalah
organ Corti, yang mengandung organel-organel penting untuk
mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti sendiri terdiri
dari serl rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar
(12.000). ujung-ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung
bawah sel rambut. Di permukaan sel rambut menempel stereosilia yang
bersifat gelatinosa dan aseluler, dan dikenal sebagai membrana
tektoria. Membrana tektoria disokong oleh suatu bangunan yang
terletak di medial yang disebut dengan limbus.
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit
yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula
utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula
sakulus. Ketiga kanalis bermuara pada utrikulus. Masing-masing
kanalis mempunyai suatu ujungyang melebar membentuk ampula dan
mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada
suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis
semisirkularis akan menggerakan kupula yang selanjutnya akan
membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel
reseptor.
Innervasi Telinga
Telinga dipersarafi oleh nervus kranial ke delapan yaitu nervus
vestibulokoklearis. Nervus vestibulokoklearis terdiri dari dua
bagian : salah satu daripadanya pengumpulan sensibilitas dari
bagian vestibuler rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan
dengan keseimbangan, serabut-serabut saraf ini bergerak menuju
nukleus vestibularis yang berada pada titik pertemuan antara pons
dan medula oblongata, lantas kemudian bergerak terus menuju
serebelum. Bagian koklearis pada nervus vestibulokoklearis adalah
saraf pendengar yang sebenarnya. Serabut-serabut sarafnya mula-mula
dipancarkan kepada sebuah nukleus khusus yang berada tepat
dibelakang talamus, lantas dari sana dipancarkan lagi menuju pusat
penerima akhir dalam korteks pendengaran (area 39-40) yang terletak
pada bagian bawah lobus temporalis.
Vaskularisasi telinga
Telinga diperdarahi oleh pembuluh-pembuluh darah kecil
diantaranya adalah ramus cochleae a. Labyrinthi yang memperdarahi
bagian koklea, ramus vestibulares a.labyrinthi yang memperdarahi
vestibulum. V. Spiralis anterior, v. Spiralis posterior, V. Laminae
spiralis, Vv. Vestibulares, dan V. Canaliculi cochleae.
3. Fisiologi
a. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara
kemudian masuk ke liang telinga. Pada liang telinga, suara dapat
sangat membesar suara dalam rentang 2-4 kHz. Setelah itu gelombang
suara dapat pula menggetarkan tulang hingga ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi
getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfe pada
skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana
Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak
relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks serebri / korteks pendengaran (area 39-40) di
lobus temporalis.
b. Fisiologi Keseimbangan
Keseimbangan dan orientasi tubuh seorang terhadap lingkungan di
sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler
labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga
reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga
menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus
yang merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam
vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannnya terdapat sel-sel
reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang
berhubungan dengan utrikulus, yang disebut dengan ampula. Di
dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel
reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi
gelatin yang disebut kupula.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan
perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel
rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas
membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel
yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang
pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan
meneruskan impuls sensorik melalui saraf aferen ke pusat
keseimbangan otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah
berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah
energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di
dalam kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga
dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat
percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat
memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang
berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh
lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem
tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa
mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan
pada kulit reaksinya berkeringat dingin.
4. Pemeriksaan
a. Anamnesis
Anamnesis sedikitnya harus menanyakan tentang gangguan
pendengaran, kebisingan dalam kepala (tinitus),pusing (vertigo)
atau ketidakseimbangan,sekret telinga,dan nyeri telinga
Kerusakan Pendegaran
Pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat diajukan :
1. Apakah awitannya,mendadak atau perlahan-lahan? Lamanya ?
2. Telinga mana yang terkena , atau apakah menyerang keduanya
?
3. Apakah pendengaran membaik dan bemburuk bergantian?
4. Apakah hanya yang terdengar menjadi sunyi atau adakah juga
gangguan dalam pemahaman dan pada keadaan apa?
5. Apakah awitannya berhubungan dengan penyakit lain, trauma,
paparan suara ribut, atau penggunaan obat-obatan termasuk
aspirin?
6. Apakah ada riwayat kerusakan pendengaran dalam keluarga?
7. Adakah penyakit atau pembedahan pada telinga sebelumnya?
8. Apakah ada paparan dalam pekerjaan, militer,rekreasi atau
paparan bising lainnya?
9. Adakah riwayat campak, mumps, influenza, meningitis, sifilis,
penyakit virus yang berat, atau penggunaan obat-obat ototksik
seperti kanamicin,streptomicin,gentamisin/diuretik tertentu?
Kebisingan Kepala
1. Bagaimana sifat-sifat bising? Dapatkah dijelaskan seperti
berdering,bernada tinggi,mengaum,menggumam,mendesis (suara uap yang
terlepas)atau berdenyut (sinkron dengan denyut)?
2. Apakah kebisingan terdengar sepanjang waktu/hanya pada
ruangan yang sangat sunyi
3. Apakah terdengarnya setelah suatu paparan bising di tempat
kerja atau ditempat lain?
Pusing
1. Apakah pasien menjelaskan gejala-gejala sebagai kepala terasa
ringan,ketidakseimbangan,rasa berputar,atau cenderung untuk jatuh?
Ke arah mana? Apakah rasa pusing dipengaruhi oleh posisi
kepala?apakah pusing pada saat berbaring?apakah awitannya berkaitan
dengan bangun yang terlalu cepat dari berbaring?
2. Bagaimana frekuensi dan lamanya serangan?
3. Apakah pusing bersifat terus-menerus/episodik?
4. Berapa lama selang waktu serangan?
5. Gejala lainnya : mual,muntah,tinitus,rasa penuh dalam
telinga,kelemahan,fluktuasi pendengaran,atau kehilangan
kesadraan?
6. Adakah riwayat penyakit umum : DM, gangguan neurologik,
arteriosklerosis,hipertensi,gangguan tiroid,sifilis
anemia,keganasan,penyakit jantung atau paru-paru?
7. Adakah riwayat alergik?
Sekret Telinga
1. Apakah diserrai gatal atau nyeri?
2. Apakah sekret berdarah atau purulen? Apakah berbau?
3. Sudah berapa lama? Apakah sekret pernah keluar
sebelumnya?
4. Apakah didahului oleh suatu infeksi saluran napas bagian atas
/ suatu keadaan dimana telinga menjadi basah?
Nyeri Telinga
1. Tentukan sifat-sifat nyeri
2. Apakah merupakan masalah berulang? Jika demikian,berapa
sering terjadi?
3. Apakah nyeri hanya pada telinga atau menyebar atau berasal
dari tempat lain?
4. Adakah yang mencetuskan nyeri, misalnya
mengunyah,menggigit,batuk atau menelan.
5. Adakah gejala-gejala kepala dan leher lainnya?
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, harus dimulai dari inspeksi dan palpasi
aurikula (pinna) dan jaringan di sekitar telinga. Kemudian liang
telinga juga harus diperiksa. Alat yang diperlukan untuk
pemeriksaaan telinga adalah lampu kepala, corong telinga, otoskop,
pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga dan garputala.
Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan
kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan
melihat liang telinga dan membran timpani.
Dimulai dengan melihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah
belakang daun telinga (retro-aurikuler) apakah terdapat tanda
peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik daun
telinga keatas dan kebelakang, liang telinga akan menjadi lebih
lurus dan akan lebih mempermudah melihat keadaan liang telinga dan
membran timpani. Pakailah otoskop untuk melihat lebih jelas
bagian-bagian membran timpani. Otoskop dipegang dengan tangan kanan
untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila
memeriksa telinga kiri. Supaya otoskop ini stabil maka jari
kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi
pasien.
Bila terdapat serumen didalam liang telinga yang menyumbat maka
serumen ini harus dikeluarkan. Jika kondisinya cair dapat dengan
kapas yang dililitkan, bila konsistensinya padat atau liat dapat
dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk lempengan dapat di
pegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras
dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakan dulu
dengan minyak atau karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair dapat
dilakukan irigasi dengan air supaya liang telinga bersih.
Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari
hasil pemeriksaannya dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli
konduktif atau tuli perseptif (sensorineural). Uji penala yang
dilakukan sehari-hari adalah uji pendengaran Rinne dan Weber.
Pemeriksaan telinga
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana
tapi sering terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi
adanya deformitas, lesi cairan begitu pula ukuran simetris dan
sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver
ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut.
Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat menunjukkan
mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior.
Terkadang, kista sebaseus dan tofus (deposit mineral subkutan)
terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus
biasanya menunjukkan adanya dermatitis seboroik dan dapat terdapat
pula di kulit kepala dan struktur wajah.
Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana
timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa. Otoskop
dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus dipegang, dengan
tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan
sedikit ke luar, Cara ini akan membuat lurus kanal pada orang
dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa melihat lebih jelas
membrana timpani. Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke
kanalis telinga,dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk
melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat
dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu
dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian
distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang
sensitif, maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak
menimbulkan nyeri. Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda
asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.
Membrana timpani sehat berwarna mutiara keabuan pada dasar
kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut
cahaya, umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis. Gerakan
memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada
lipatan malleus dan daerah perifer, dan warna membran begitu juga
tanda yang tak biasa atau deviasi kerucut cahaya dicatat. Adanya
cairan, gelembung udara, atau massa di telinga tengah harus
dicatat. Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana
timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi
serumen yang besar. Serumennya terdapat di kanalis eksternus, dan
bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop. Bila
serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak
serumen dapat diteteskan dalam kanalis telinga dan pasien
diinstruksikan kembali lagi.
Uji Ketajaman Auditorius
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif
dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau
detakan jam tangan. Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang
sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh.
Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang
satunya tak mendengar, pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa
dengan telapak tangan. Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang
tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman
normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang
digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3
inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai
pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak
yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan
suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka
kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya
cara mengkaji ketajaman auditorius.
TES PENALA
Penggunaan uji Weber dan Rinne
Memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan
kehilangan sensorineural
a. Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara
hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
1. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan
tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus
akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya,
segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus
pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya.
Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat
mendengarnya.
2. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan
tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera
pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita
menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus
akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus
skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien
mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras.
Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus
akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne
Normal :
tes rinne positif
Tuli konduksi :
tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih
lama)
Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
- Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran
garpu tala
.
- Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes
rinne: +/-)
- Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli
persepsi pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang
normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal
dari pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya
meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai
rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga
bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat
bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita
menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran
kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.
b. Test Weber
Tujuan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu:
membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak
lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang
mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar
atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke
sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar
atau sam-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh
tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada
keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani misal : otitis media
purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam
cavum timpani ini akan bergetar, bila ada bunyi segala getaran akan
didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi
a.Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah
kanan disebut lateralisasi ke kanan, disebut normal bila antara
sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b.Pada lateralisasi ke kanan terdapat kemungkinannya:
- Tuli konduksi sebelah kanan,
misal adanya ototis media
disebelah kanan.
Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada
telinga kanan lebih hebat.
Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri
terganggu, maka di dengar sebelah kanan.
Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih
hebat dari pada sebelah kanan.
Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang
terdapat.
Tes Rinne dan Tes Weber
Test Swabach
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara
pemeriksa (normal) dengan pasien. Gelombang-gelombang dalam
endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui
udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo
temporal.
Cara pemeriksaan :
Pemeriksa meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan
pada puncak kepala pasien. Pasien akan mendengar suara garputala
itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara
garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara
garputala, maka pemeriksai akan segera memindahkan garputala itu,
ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman
pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat
terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.
Tes Schwabach
Contoh :
Seorang dengan kurang pendengaran pada telinga kanan:
Hasil tes penala :
Telinga kanan
Telinga kiri
Rinne
Negative
Positif
Weber
Lateralisasi kekanan
Schwabach
memanjang
Sesuai dengan pemeriksa
Kesimpulan : tuli konduktif pada telinga kanan
TES RINNE
TES WEBER
TES SCHWABACH
DIAGNOSIS
Positif
Tidak ada lateralisasi
Sama dengan pemeriksa
Normal
Negative
Lateralisasi ke telinga yang sakit
Memanjang
Tuli konduktif
Positif
Lateralisasi ke telinga yang sehat
Memendek
Tuli sensorineural
Catatan
Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif
Table 1. Kesimpulan hasil tes penala
Tes Berbisik
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat
ketulian secara kasar. Hal ini yang diperlukan adalah ruangan yang
cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes
berbisik : 5/6-6/6
Audiologi Dasar
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri.
Alat ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui
aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan
diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran
normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian
dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti
mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja
dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga
dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis
yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui
level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang
disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran
seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang
yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yang akan
bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman
pendengaran.
Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah
satu-satunya instrumen diagnostik yang paling penting. Uji
audiometri ada dua macam: (1) audiometri nada-murni, di mana
stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin keras
nada sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan
pendengarannya), dan (2) audiometri wicara di mana kata yang
diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan mendengar dan
membedakan suara. Ahli audiologi melakukan uji dan pasien
mengenakan earphone dan sinyal mengenai nada yang didengarkan.
Ketika nada dipakai secara langsung pada meatus kanalis auditorius
eksternus, kita mengukur konduksi udara. Bila stimulus diberikan
pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi (osikulus),
langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi
audiometri dilakukan di ruangan yang kedap suara. Respons yang
dihasil-kan diplot pada grafik yang dinamakan audiogram.
Frekuensi
Merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber
bunyi per detik siklus perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia
normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwensi dari 20
sampai 20.000Hz. 500 sampai 2000 Hz yang paling penting untuk
memahami percakapan sehari-hari yang dikenal sebagai kisaran
wicara.
Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekuensi; nada dengan
frekwensi 100 Hz dianggap sebagai nada rendah, dan nada 10.000 Hz
dianggap sebagai nada tinggi. Unit untuk mengukur kerasnya bunyi
(intensitas suara) adalah desibel (dB), tekanan yang ditimbulkan
oleh suara. Kehilangan pendengaran diukur dalam decibel, yang
merupakan fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan mudah
dikonversikan ke persentase. Ambang kritis kekerasan adalah sekitas
30 dB.
Beberapa contoh intensitas suara yang biasa termasuk gesekan
kertas dalam lingkungan yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per
kapan rendah, 40 dB; dan kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat
sekitar 150 dB. Suara yang lebih keras i 80 dB didengar telinga
manusia sangat keras. Suara yang terdengar tidak nyaman dapat
merusak telinga dalam Timpanogram atau audiometri impedans,
menggunakan refleks otot telinga tengah terhadap stimulus suara,
kelenturan membrana timpani, dengan mengubah teh udara dalam
kanalis telinga yang tertutup (Kelenturan akan berkurang pada
penyakit telinga tertutup).
Respons batang otak auditori (ABR, auditori brain sistem
response) adalah potensial elektris yang dapat terteksi dari narvus
kranialis VIII (narvus akustikus) alur auditori asendens batang
otak sebagai respons stimulasi suara. Merupakan metoda objektif
untuk mengukur pendengaran karena partisipasi aktif pasien sama
sekali tidak diperlukan seperti pada audiogram perilaku. Elektroda
ditempatkan pada dahi pasien dan stimuli akustik, biasanya dalam
bentuk detak, diperdengarkan ke telinga. pengukuran
elektrofisiologis yang dihasilkan dapat di tentukan tingkat desibel
berapa yang dapat didengarkan pasien dan apakah ada kelainan
sepanjang alur syaraf, seperti tumor pada nervus kranialis VIII.
Elektrokokleografi (ECoG) adalah perekaman potensial
elektrofisologis koklea dan nervus kranialis VIII bagai respons
stimuli akustik. Rasio yang dihasilkan digunakan untuk membantu
dalam mendiagnosa kelainan keseimbangan cairan telinga dalam
seperti penyakit Meniere dan fistula perilimfe.
Prosedur ini dilakukan dengan menempatkan elektroda sedekat
mungkin dengan koklea, baik di kanalis auditorius eksternus tepat
di dekat membrana timpani atau melalui elektroda transtimpanik yang
diletakkan melalui mambrana timpani dekat membran jendela bulat.
Untuk persiapan pengujian, pasien diminta unluk tidak memakai
diuretika selama 48 jam sebelum uji dilakukan sehingga keseimbangan
cairan di dalam telinga tidak berubah.
Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik
yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai
frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur
intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan
melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang
diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman
pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat
intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva hantaran
tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat
mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran
audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan
berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran
untuk nada murni.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran
frekuensi 20-20.000 Hz. Frekuensi dari 500-2000 Hz yang paling
penting untuk memahami percakapan sehari-hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan
pendengaran
Kehilangan (Desibel)
Klasifikasi
0-15
Pendengaran normal
>15-25
Kehilangan pendengaran kecil
>25-40
Kehilangan pendengaran ringan
>40-55
Kehilangan pendengaran sedang
>55-70
Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90
Kehilangan pendengaran berat
>90
Kehilangan pendengaran berat sekali
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran
pasien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan
frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang
normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel,
suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala
skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka
mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh
bone conduction menggambarkan SNHL.
Kriteria orang tuli :
Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 26-40 dB
Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 41-60 dB
Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 61-90 dB
Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >90 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila
seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan
alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi,
dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes
pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap
suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes pada frekuensi
tertentu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti
akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata
tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan ke
penderita. Intensitas pad pemeriksaan audiometri bisa dimulai dari
20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar
intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes
sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga :
apakah congek atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada
kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk
menentukan penyebab kurang pendengaran.
Pemeriksaan keseimbangan
Pemeriksaan fungsi keseimbangan dapat dilakukan mulai dari
pemeriksaan yang sederhana yaitu :
a. Uji Romberg : berdiri, lengan dilipat pada dada, mata
ditutup, orang normal dapat berdiri lebih dari 30 detik.
b. Uji berjalan (Strepping Tes) : berjalan di tempat 50 langkah,
bila tempat berubah melebihi jarak 1 meter dan badan berputar
melebihi 30 derajat berarti sudah terdapat kelaianan. Pemeriksaan
keseimbangan secara obyektif dilakukan dengan Posturografi dan
ENG.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetirto Indro,Bashiruddin Jenny,Bramantyo Brastho,Gangguan
pendengaran Akibat Obat ototoksik,Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga
,Hidung ,Tenggorok Kepala & Leher.Edisi IV.Penerbit
FK-UI,jakarta 2007,halaman 9-15,53-56.
2. Anatomi fisiologi telinga. Available from :
http://arispurnomo.com/anatomi-fisiologi-telinga
3. Telinga : Pendengaran dan sistem vestibular. Available from :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://webschoolsolutions.com/patts/systems/ear.htm
4. Adams,G.L.1997.Obat-obatan ototoksik.Dalam:Boies,Buku Ajar
Penyakit THT,hal.129.EGC,Jakarta.
5. Andrianto,Petrus.1986.Penyakit Telinga,Hidung dan
Tenggorokan,75-76.EGC,Jakarta