ANALISIS YURIDIS TERHADAP HILANGNYA BARANG DALAM PROSES PENGIRIMAN OLEH PERUSAHAAN PENYELENGGARA JASA PENGIRIMAN Annisa Lucky Ariastuti dan Abdul Salam Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424 Email : [email protected]Abstrak Penelitian ini membahas tentang salah satu masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan jasa pengiriman barang atau jasa kurir di Indonesia. Kasus yang dianalisis adalah sengketa antara Syamsir Agus melawan PT. Birotika Semesta. Dalam kasus ini, barang milik Syamsir Agus dalam proses pengiriman barang yang dilakukan oleh PT. Birotika Semesta. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pihak PT. Birotika Semesta telah melakukan kesalahan dalam menyelenggarakan kegiatan pengiriman barang yang berakhir dengan hilangnya barang milik pengguna jasa mereka. Sebagai pengguna jasa yang dirugikan, maka Syamsir Agus berhak mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum tuntutan ganti rugi terhadap PT. Birotika Semesta. ANALYSIS OF THE LOST PACKAGE ON SHIPMENT PROCESS CAUSED BY COURRIER SERVICE COMPANY Abstract This thesis discusses one of problems that might be arises on the performance of courier services in Indonesia. This study analyzes a case about dispute between Syamsir Agus and PT. Birotika Semesta. In this case, Syamsir Agus’ belonging was lost in the shipment process after he used the services by PT. Birotika Semesta. Based on the results obtained that PT. Birotika Semesta has made a mistake in accomplished their service in delivery of goods that ended with the loss of the service user’s goods. As a user that had been harmed, Syamsir Agus has the right to file a lawsuit for tort and demand for a compensation towards PT. Birotika Semesta. Keywords: Courier Services ; Tort ; Compensation Pendahuluan Usaha jasa pengiriman barang yang jumlahnya kian banyak tentunya dirasakan manfaatnya oleh banyak orang karena memudahkan mereka untuk memberikan barang kepada orang lain, terutama apabila tempat tujuan pengiriman barang tersebut terbilang jauh dari tempat si pengirim berada. Setidaknya terdapat 167 perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa pengiriman ekspres di Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (ASPERINDO) dan tentunya sudah Analisis yuridis…, Annisa Lucky Ariastuti, FH UI, 2014
19
Embed
ANALISIS YURIDIS TERHADAP HILANGNYA BARANG DALAM …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS YURIDIS TERHADAP HILANGNYA BARANG DALAM PROSES PENGIRIMAN OLEH
PERUSAHAAN PENYELENGGARA JASA PENGIRIMAN
Annisa Lucky Ariastuti dan Abdul Salam
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424
Penelitian ini membahas tentang salah satu masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan jasa pengiriman barang atau jasa kurir di Indonesia. Kasus yang dianalisis adalah sengketa antara Syamsir Agus melawan PT. Birotika Semesta. Dalam kasus ini, barang milik Syamsir Agus dalam proses pengiriman barang yang dilakukan oleh PT. Birotika Semesta. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pihak PT. Birotika Semesta telah melakukan kesalahan dalam menyelenggarakan kegiatan pengiriman barang yang berakhir dengan hilangnya barang milik pengguna jasa mereka. Sebagai pengguna jasa yang dirugikan, maka Syamsir Agus berhak mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum tuntutan ganti rugi terhadap PT. Birotika Semesta.
ANALYSIS OF THE LOST PACKAGE ON SHIPMENT PROCESS CAUSED BY COURRIER SERVICE COMPANY
Abstract
This thesis discusses one of problems that might be arises on the performance of courier services in Indonesia. This study analyzes a case about dispute between Syamsir Agus and PT. Birotika Semesta. In this case, Syamsir Agus’ belonging was lost in the shipment process after he used the services by PT. Birotika Semesta. Based on the results obtained that PT. Birotika Semesta has made a mistake in accomplished their service in delivery of goods that ended with the loss of the service user’s goods. As a user that had been harmed, Syamsir Agus has the right to file a lawsuit for tort and demand for a compensation towards PT. Birotika Semesta. Keywords: Courier Services ; Tort ; Compensation Pendahuluan
Usaha jasa pengiriman barang yang jumlahnya kian banyak tentunya dirasakan
manfaatnya oleh banyak orang karena memudahkan mereka untuk memberikan barang
kepada orang lain, terutama apabila tempat tujuan pengiriman barang tersebut terbilang jauh
dari tempat si pengirim berada. Setidaknya terdapat 167 perusahaan swasta yang bergerak di
bidang jasa pengiriman ekspres di Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Jasa
Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (ASPERINDO) dan tentunya sudah
Dalam praktiknya di Indonesia ongkos pengangkutan lazimnya dibebankan kepada pihak
pengirim barang.
Selain memudahkan konsumen, sifat manusia yang cenderung ingin melakukan segala
sesuatunya secara praktis di era globalisasi ini ternyata juga mendorong sebagian orang untuk
menjalankan usaha jasa pengiriman barang atau biasa disebut juga dengan jasa kurir. Proses
globalisasi yang semakin lama dan semakin intens ini dapat memberikan implikasi bahwa
setiap negara dituntut untuk lebih mengantisipasi dan beradaptasi dengan kecenderungan
globalisasi dan bisa menuju peradaban manusia (compression of the world) yang semakin
tanpa batas.4 Jika dahulu penyeleggara jasa titipan hanya terbatas oleh Negara saja, sekarang
usaha jasa titipan dapat diselenggarakan badan hukum yang dibentuk berdasarkan hukum
Indonesia melalui Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM
38/PT.102/MPPT/2004 tentang Pengusahaan Jasa Titipan, Salah satu dari sekian banyak
badan hukum berbentuk perseroan terbatas yang menyelenggarakan jasa pengiriman barang
adalah DHL, yang di Indonesia dijalankan oleh PT. Birotika Semesta.
Adapun peraturan-peraturan mengenai jasa kurir ini dapat dilihat dalam Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor KM 5 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Jasa Titipan.
Pengaturan mengenai jasa titipan ini juga tak bisa dilepaskan dari ketentuan hukum
keperdataan yang juga diatur dalam Pasal 1694 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang
menjelaskan bahwa seorang menerima suatu barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia
akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asal. Dari usaha jasa titipan
tersebut, maka dapat lahir perjanjian pengangkutan yang memberi amanah dari pengirim
barang kepada pengangkut untuk mengirim barang sampai dengan alamat yang ingin dituju si
pengirim.
Namun, tidak dapat dipungkiri usaha jasa kurir ini juga memiliki beberapa risiko.
Risiko yang dimaksud seperti apabila barang yang dititipkan oleh pihak pengirim barang
dalam perjalanannya menuju ke tempat penerima barang mengalami kerusakan seluruhnya
atau sebagian, terlambat dalam penyerahannya, atau bahkan barang tersebut hilang. Risiko
seperti inilah yang harus diwaspadai baik oleh konsumen maupun perusahaan penyelenggara
jasa kurir. Jika hal tersebut terjadi tentunya dapat menimbulkan kerugian bagi berbagai pihak,
baik bagi penyedia jasa pengiriman tersebut serta bagi pihak pengirim maupun penerima
barang selaku konsumen. Dengan kelalaian dalam menyerahkan barang sesuai perjanjian,
4 Latif Adam dan Maxensius Tri Sambodo, Infestasi dan Perdagangan Luar Negeri: Dinamika
Globalisasi dan Perannya dalam Pertumbuhan Ekonomi, diambil dari Jurnal Ekonomi dan Pembangunan VOL XVI (2) 2008, (Jakarta: LIPI Pres, 2008), hal. 15-16.
membatasi tuntutan kerugian.12 Maka dalam hukum perdata pun tetap diterapkan ajaran
kausalitas, yang berguna untuk meneliti adakah hubungan kausal antara perbuatan melawan
hukum dan kerugian yang ditimbulkan, sehingga si pelaku dapat dipertanggungjawabkan.13
Untuk itu penelitiab ini memiliki pokok permasalahan: 1) Bagaimanakah suatu
kehilangan barang dalam proses pengiriman oleh perusahaan jasa pengiriman dapat
dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum? ; 2)Bagaimanakah pengaturan tentang
ganti rugi yang sesuai apabila suatu barang hilang dalam proses pengiriman? ; serta 3)
Apakah tepat pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 2285/K/Pdt/2011?
Tinjauan Teoritis
Dalam tulisan ini, Penulis memberikan pengertian terhadap istilah-istilah yang
digunakan sebagai berikut:
1. Barang
Barang seperti yang diartikan dalam UU No. 8 Tahun 1999 adalah setiap benda baik
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupu tidak bergerak, dapat
dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai,
deipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.14
2. Angkutan
Angkutan dalam hal ini adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke
tempat lain menggunakan kendaraan.15
3. Penyelenggaraan Jasa Titipan
Penyelenggaraan jasa titipan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menerima,
membawa, menyampaikan paket, uang, dan suratpos jenis tertentu dalam bentuk
12 Ibid, 82.
13 Ibid, 91.
14 Indonesia (a), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999: LN. th. 1999 No. 42. TLN. No. 3821, Pasal 1 angka 2.
15Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-undang No. 14 Tahun 1992. LN. th. 1992 No. 49. TLN. No. 3480, Pasal 1 angka 2.
“Meskipun tuntutan ganti kerugian jumlahnya dianggap tidak pantas, sedang penggugat mutlak menuntut sejumlah itu, hakim berwenang untuk menetapkan berapa sepantasnya harus dibayar, hal ini tidak melanggar pasal 173 (3) H.I.R (ex aqueo et bono)”.
Pembahasan
Kasus posisi dari kasus yang dianalisis adalah mengenai barang yang hilang oleh
perusahaan jasa kurir. Adapun para pihak dalam perkara ini yaitu Syamsir Agus yang
selanjutnya disebut sebagai Penggugat. Dalam perkara ini ia mengajukan gugatan perkara
perdata biasa ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan di pihak Tergugat sendiri
adalah PT. Birotika Semesta / DHL Indonesia. Penggugat merupakan pemilik barang berupa
PlayStation 3 yang ingin mengirimkan barangnya ke alamat rumahnya di Jakarta dengan
meminta bantuan temannya untuk mengirimkan barang tersebut menggunakan jasa kurir.
Sesampainya di alamat tujuan ternyata tasnya ternyata tidak diterima dalam keadaan utuh oleh
penerima karena Playstation 3 tersebut telah hilang dan yang tersisa hanya tasnya saja. Atas
kejadian tersebut akhirnya Penggugat mengajukan gugatan perkara perdata biasa dengan
dasar gugatan perbuatan melawan hukum kepada PT. Birotika Semesta selaku perusahaan
operator jasa pengiriman DHL di Indonesia.
Pada pengadilan tingkat pertama, Majelis Hakim melalui putusan nomor
1405/Pdt.G/2009/Jkt.Sel menjatuhkan putusan untuk mengabulkan gugatan dari Penggugat
sebagian. Adapun gugatan yang dikabulkan oleh Majelis Hakim adalah menyatakan
Tergugat/PT. Birotika Semesta telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum
Tergugat untuk membayar sejumlah ganti rugi yang ditetapkan oleh Majelis Hakim serta
membayar biaya perkara. Sedangkan gugatan dari Syamsir Agus yang ditolak oleh Majelis
Hakim adalah tuntutan ganti rugi kepada PT. Birotika Semesta Rp 1.056.589.000,00 (satu
miliyar lima puluh enam juta lima ratus delapan puluh sembilan ribu rupiah), yang akhirnya
hanya dikabulkan oleh Majelis Hakim sebesar Rp 6.589.000,00 (enam juta lima ratus delapan
puluh sembilan ribu rupiah). Selanjutnya Syamsir Agus mengajukan upaya banding ke
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menguatkan putusan pengadilan negeri melalui putusan
nomor 292/Pdt/2010/PT.DKI. Kemudian Syamsir Agus mengajukan upaya hukum kasasi
yang berakhir dengan ditolaknya permohonan kasasi oleh Syamsir Agus sehingga
menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor
Menurut analisis Penulis unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam perbuatan
Tergugat sudah terpenuhi, maka sudah tentu ada kerugian yang harus dibayarkan oleh
Tergugat kepada Penggugat. Sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
yang menentukan bahwa pelaku perbuatan melawan hukum wajib membayar ganti rugi
kepada pihak yang dirugikan. Selanjutnya sebagai pedoman mengenai ganti kerugian dalam
perbuatan melawan hukum, Pasal 1371 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata
menyebutkan bahwa penggantian kerugian dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua
belah pihak dan menurut keadaan. Di samping itu Hakim juga harus memperhatikan berat
ringannya penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak,
dan pada keadaan.
Karena dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak pernah diatur mengenai
besaran kerugian yang dapat diminta, maka dalam perkembangannya di Indonesia
Mahkamah Agung mengeluarkan Putusan No. 610K/Sip/1968 tanggal 23 Mei 1970 yang
selanjutnya menjadi yurisprudensi yang tetap. Salah satu pertimbangannya mengenai tuntutan
ganti rugi itu adalah sebagai berikut:28
“Meskipun tuntutan ganti kerugian jumlahnya dianggap tidak pantas, sedang penggugat mutlah menggugat sejumlah itu, hakim berwenang untuk menetapkan berapa sepantasnya harus dibayar, hal ini tidak melanggar Pasal 178 ayat (3) HIR (ex aqueo et bono).”
Dalam hal timbulnya kerugian yang disebabkan oleh hilangnya barang dalam proses
pengiriman, maka pertanyaan yang tak luput dari perhatian adalah siapa pihak yang harus
bertanggung jawab atas kehilangan barang tersebut. Dalam kasus ini, tidak disebutkan atau
dijelaskan bagaimana barang milik Syamsir Agus dapat hilang saat proses pengiriman yang
dilakukan oleh PT. Birotika Semesta sebegai penyelenggara jasa pengiriman. Walau tidak
dijelaskan bagaimana dan di mana tepatnya barang milik Syamsir Agus hilang, namun di
beberapa peraturan perundang-undangan mengenai angkutan disebutkan bahwa kerugian yang
dialami atas hilangnya suatu barang menjadi tanggung jawab penyelenggara pengangkutan
barang.
Di samping itu, untuk menilai jumlah ganti rugi terhadap barang yang hilang dalam
proses pengangkutan maka juga harus melihat nilai barang tersebut. Pada umumnya setiap
barang yang diangkut tercantum mengenai jenis barang dan cirri-cirinya dalam dokumen
28 Chidir Ali, Yurisprudensi Indonesia tentang Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Mahkamah
pengangkutan. Namun, untuk kargo biasanya tidak disertai dengan dokumen pengangkutan
karena barang tersebut merupakan barang yang dibawa oleh penumpang angkutan. Dalam hal
kargo yang hilang, maka nilai ganti kerugian dapat didasarkan pada perkiraan terhadap jenis-
jenis barang yang mungkin diangkut sebagai kargo.
Dalam kasus ini, Majelis Hakim dalam poin ke-14 pertimbangannya menyatakan
bahwa Syamsir Agus berhak mendapat ganti rugi dari PT. Birotika Semesta sebesar Rp
6.589.000,00 (enam juta lima ratus delapan puluh sembilan ribu rupiah). Jumlah tuntutan
ganti rugi yang dikabulkan oleh Majelis Hakim tersebut merupakan jumlah ganti rugi yang
harus dibayar oleh PT. Birotika Semesta atas harga barang PlayStation 3 yang hilang dan
ongkos pengirimannya. Sedangkan, jumlah ganti rugi yang dituntut oleh Syamsir Agus
selebihnya ditolak oleh Majelis Hakim dengan alasan tuntutan ganti rugi immateriil sebesar
Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidaklah rasional.
Dalam pertimbangannya lebih lanjut lagi yaitu pada poin 12, Majelis Hakim
menyatakan bahwa mengenai biaya pihak ketiga (kuasa hukum Syamsir Agus) tidak
dibenarkan dihitung dalam kerugian materiil Penggugat. Hal tersebut didasarkan pada putusan
Mahkamah Agung yang telah menjadi yuriprudensi melalui Putusan No. 983K/Sip/1973
tanggal 11 September 1975 yang pada intinya menyatakan bahwa:
“Karena HIR tidak mengharuskan adanya penguasaan kepada advokat, tuntutan tentang upah pengacara ditambah 10% incasso29 ditambah komisi ditambah 20% pajak penjualan incasso komisi tidak dapat dikabulkan”
Terhadap pertimbangan di atas, penulis sependapat bahwa seharusnya Syamsir Agus
tidak menuntut ganti rugi atas biaya yang ia keluarkan untuk menggunakan jasa pihak ketiga.
Karena di dalam HIR juga tidak menentukan untuk mengajukan gugatan perkara perdata
harus dengan bantuan jasa advokat. Penggunaan jasa advokat pada dasarnya berupa hak,
bukanlah suatu kewajiban. Sehingga konsekuensi penggunaan hak tersebut seharusnya
menjadi suatu risiko yang ditanggung oleh pengguna jasa itu sendiri. Sehingga tidak tepat
29N.E. Algra, dkk, Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia,(Jakarta: Binacipta, 1983), hal. 210.
Incasso adalah pemungutan suatu tagihan uang. Sebelum beralih pada penuntutan di muka hakim, kreditur akan mencoba lebih dahulu memperoleh tagihannya dengan jalan damai. Biaya pemungutan tagihan (biasanya sekurang-kurangnya 10% dari jumlah yang dipungut) pada dasarnya menjadi tanggungan orang yang memberikan perintah untuk memungut. Tetapi ada kemungkinan untuk mengadakan persetujuan pada penutupan pada penutupan perjanjian dengan pihak lawan, bahwa semua biaya, yang timbul karena pembayaran yang tidak pada waktunya, harus dibayarkan oleh orang yang menanggung pembayaran itu.