Universitas Indonesia ANALISIS YURIDIS MENGENAI PEMBEBANAN JAMINAN FIDUSIA ATAS MEREK DALAM PRAKTIK PEMBERIAN KREDIT PADA BANK X Desty Dwi Lestari Pembimbing: Suharnoko, Abdul Salam Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Abstrak Skripsi ini adalah penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskripstif, analitis dan kualitatif. Dalam skripsi ini dibahas mengenai kedudukan merek dalam hukum kebendaan perdata yaitu sebagai suatu kebendaan tidak berwujud, terdaftar, dan bergerak. Pada dasarnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan UU Merek sebagai sumber hukum utama dalam menentukan kedudukan merek dalam hukum kebendaan belum memberikan pengaturan yang jelas mengenai bentuk dan sifat kebendaan merek. Pengklasifikasian merek sebagai benda tidak berwujud, terdaftar, dan bergerak dilakukan dengan melihat pada sifat dari merek itu sendiri dan dengan melihat pada ketentuan hukum merek dan hukum kebendaan negara lain. Merek sebagai suatu kebendaan yang memiliki nilai, dapat dijadikan objek jaminan pada lembaga fidusia, sebagaimana dalam praktik yang telah dilakukan oleh Bank X. Pembebanan jaminan fidusia atas merek ternyata telah memberikan perlindungan hukum yang cukup kepada kreditur selaku penerima fidusia dengan didaftarkannya akta jaminan fidusia tersebut ke kantor pendaftaran fidusia. Abstract This mini thesis is a legal research with normative, juridical approach that is descriptive, analytical, and qualitative. It discusses about the position of marks in Indonesian property law as intangible property, registered property, and movable property. Basically, the civil code and the law on marks in Indonesia, as main sources to determine the position of brands in property law have not provided a clear arrangement about the shape and classification of marks. The classification of marks as an intangible property, registered property, and movable Analisis yuridis ..., Desty Dwi Lestari, FH UI, 2013
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Universitas Indonesia
ANALISIS YURIDIS MENGENAI PEMBEBANAN JAMINAN FIDUSIA ATAS
MEREK DALAM PRAKTIK PEMBERIAN KREDIT PADA BANK X
Desty Dwi Lestari
Pembimbing: Suharnoko, Abdul Salam
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Abstrak
Skripsi ini adalah penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat
deskripstif, analitis dan kualitatif. Dalam skripsi ini dibahas mengenai kedudukan merek
dalam hukum kebendaan perdata yaitu sebagai suatu kebendaan tidak berwujud, terdaftar, dan
bergerak. Pada dasarnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan UU Merek sebagai
sumber hukum utama dalam menentukan kedudukan merek dalam hukum kebendaan belum
memberikan pengaturan yang jelas mengenai bentuk dan sifat kebendaan merek.
Pengklasifikasian merek sebagai benda tidak berwujud, terdaftar, dan bergerak dilakukan
dengan melihat pada sifat dari merek itu sendiri dan dengan melihat pada ketentuan hukum
merek dan hukum kebendaan negara lain. Merek sebagai suatu kebendaan yang memiliki
nilai, dapat dijadikan objek jaminan pada lembaga fidusia, sebagaimana dalam praktik yang
telah dilakukan oleh Bank X. Pembebanan jaminan fidusia atas merek ternyata telah
memberikan perlindungan hukum yang cukup kepada kreditur selaku penerima fidusia
dengan didaftarkannya akta jaminan fidusia tersebut ke kantor pendaftaran fidusia.
Abstract
This mini thesis is a legal research with normative, juridical approach that is descriptive,
analytical, and qualitative. It discusses about the position of marks in Indonesian property law
as intangible property, registered property, and movable property. Basically, the civil code
and the law on marks in Indonesia, as main sources to determine the position of brands in
property law have not provided a clear arrangement about the shape and classification of
marks. The classification of marks as an intangible property, registered property, and movable
juga dengan istilah merek. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merek (UU Merek) disebutkan bahwa:2
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki dayapembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Selanjutnya, Pasal 3 UU Merek juga memberikan suatu hak milik atas merek dengan
penyebutan hak atas merek yang didefinisikan sebagai berikut:3
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilikMerek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu denganmenggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untukmenggunakannya.
Esensi peruntukan merek pada awalnya adalah sebagai suatu identitas produk yang
membedakan satu produk dengan produk lainnya. Namun demikian dalam perkembangannya,
ternyata merek merupakan suatu asset tersendiri bagi perusahaan pemilik mereknya. Merek
dengan brand image yang baik, atau merek yang sudah terkenal, akan memiliki nilai ekonomi
yang lebih tinggi daripada merek yang belum terkenal. Hal ini secara langsung membawa
dampak pada pendapatan perusahaan pemilik merek tersebut. Dalam praktiknya, merek
bahkan telah dijadikan sebagai suatu jaminan atas kredit yang diajukan oleh pengusaha guna
memperoleh tambahan modal bagi usahanya. Hal ini telah terjadi pada praktik pemberian
kredit pada Bank X yang menetapkan merek sebagai jaminan atas kredit tersebut dengan
dibebankan suatu jaminan fidusia terhadapnya. Namun demikian, jika kita melihat pada
pengaturan mengenai kebendaan maupun pengaturan mengenai Hak Kekayaan Intelektual,
khususnya merek, ternyata belum ditemukan suatu pengaturan yang jelas apakah merek
merupakan suatu kebendaan atau bukan. Berangkat dari sinilah saya akan meneliti bagaimana
pemberlakuan jaminan fidusia atas hak merek dalam praktik pemberian kredit pada Bank X
yang ditinjau dari segi hukum dan peraturan perundang-undangan serta dalam praktiknya
secara langsung pada skripsi saya yang berjudul “Analisis Yuridis Mengenai Pembebanan
Jaminan Fidusia Atas Merek Dalam Praktik Pemberian Kredit Pada Bank X ” “Analisis
Yuridis Mengenai Pembebanan Jaminan Fidusia Atas Merek Dalam Praktik Pemberian
Kredit Pada Bank X”
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penulis
merumuskan beberapa pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:
2 Indonesia, Undang-Undang Merek, UU No. 15 Tahun 2001. LN No. 110 Tahun 2001. TLN. No.4131, Ps.1 angka 1.
dan dapat diajukan pendaftarannya oleh pihak lain. Hal ini dapat dipersamakan dengan
ketentuan dalam hukum tanah yang mengatur mengenai larangan penelantaran tanah. Disitu
diatur bahwa pemilik atas tanah yang tidak menggunakan tanahnya selama 30 tahun atau lebih
dianggap telah menelantarkan tanahnya, oleh karena itu kehilangan hak milik atas tanah
tersebut dengan lewatnya waktu 30 tahun sebagaimana yang telah ditetapkan. Dengan
demikian tanah tersebut tidak lagi menjadi miliknya, melainkan menjadi milik orang yang
menguasai atau bezitter dari tanah yang dimaksud, atau apabila tanah tersbut dibiarkan
terlantar begitu saja tanpa ada yang menguasainya, maka tanah tersebut menjadi tanah
Negara.
Setiawan dalam tulisannya pada Majalah Varia Peradilan tentang Lisesnsi Merek,
mengatakan bahwa merek merupakan suatu label yang memberikan petunjuk pada konsumen
mengenai asal-usul suatu barang. Pemberian lisensi pada merek awalnya dikhawatirkan akan
mengaburkan konsumen tentang asal usul barang, sehingga merek dipandang sebagai suatu
hal yang tidak dapat terpisahkan dari perusahaannya. Dengan demikian merek bukan
merupakan suatu kebendaan sebagaimana yang dimaksud dalam hukum perdata. Namun
demikian, pada perkembangan selanjutnya, pemberian lisensi atas suatu merek merupakan hal
yang telah lazim dilakukan. Merek dipandang sebagai suatu disposable asset sehingga dapat
dialihkan terlepas dari perusahaannya.14 Artinya bahwa merek dapat dijadikan sebagai satu
kesatuan aset atau benda tidak berwujud yang terpisah dari perusahaannya. Dengan demikian
pendapat ini memperkuat dalil bahwa merek merupakan suatu kebendaan, dan hak atas merek
merupakan hak atas kebendaan, yang dalam hal ini setara dengan hak milik kebendaan.
Pasal 499 KUH Perdata mendefinisikan kebendaan sebagai tiap-tiap barang dan tiap-
tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.15 Barang diartikan sebagai benda berwujud yang
dapat dilihat, diraba, atau dapat diketahui secara nyata wujudnya. Sementara hak yang
dimaksud dalam Pasal tersebut adalah tiap-tiap benda tidak berwujud yang tidak nampak
secara kasat mata, tidak dapat digenggam, dan diraba. Dalam hal ini jelaslah bahwa merek
merupakan suatu kebendaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 499 KUH Perdata, namun
pembedaan merek sebagai benda berwujud ataukah benda tidak berwujud masih terdapat
perdebatan. Van Apeldoorn mengklasifikasikan merek sebagai bagian dari kebendaan
berwujud. Ia menganalogikan bahwa merek pada dasarnya merupakan suatu hasil
intelektualitas manusia, namun demikian setelah benda tidak berwujud tersebut
14 Setiawan, “Lisensi Merek Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 1992”, Majalah Varia PeradilanNo. 96, (Jakarta: 1993), hal. 140-153.
15 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, cet. 37, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006), Ps. 499.
Selanjutnya, sebelum kita mengelompokan merek ke dalam benda bergerak atau benda
tidak bergerak, maka terlebih dahulu harus diketahui mengenai definisi masing-masing.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, benda tidak bergerak
digolongkan menjadi tiga, yaitu benda tidak bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUH
Perdata), tidak bergerak karena peruntukannya (Pasal 507 KUH Perdata), dan benda tidak
bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal 508 KUH Perdata).17 Pada dasarnya ketiga
penggolongan tersebut kecuali yang ditetapkan karena undang-undang, benda tidak bergerak
merupakan tanah atau benda lain yang terkait langsung dengan tanah atau dapat dikatakan
menyatu dengan tanah. Tanah menjadi benda tidak bergerak karena sifatnya yang memang
tidak bergerak. Sementara mesin-mesin pabrik yang besar, yang dilekatkan dengan tanah
peruntukannya memang untuk digunakan di tempat dimana mesin tersebut diletakan bukan
untuk penggunaan yang mobile. Dengan kata lain, mesin pabrik sebagaimana yang dimaksud
itu merupakan benda yang melekat atau menyatu dengan tanah. Sementara itu merek
bukanlah tanah dan benda yang menyatu dengan tanah. Merek merupakan tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-
unsur tersebut.18 Berdasarkan definisi tersebut, merek pada hakikatnya merupakan suatu
benda bergerak karena merek itu melekat dan menjadi label bagi benda-benda perdagangan
sebagaimana fungisnya, yaitu untuk membedakan produk yang satu dengan yang lain. Selain
itu UU Merek juga tidak menetapkan merek sebagai benda tidak bergerak atau benda
bergerak, sehingga pengakatagorian merek ini dilakukan berdasarkan hakikatnya saja. Disisi
lain Vollmar berpendapat bahwa penyebutan benda bergerak secara satu persatu yang didapati
dalam Pasal 511 seharusnya dapat ditambah dengan hak auteur atau hak pengarang.19 Dengan
kata lain, Volmar berpendapat bahwa Hak Kekayaan Intelektual selain dipandang sebagai
suatu kebendaan tidak bertubuh, merupakan pula suatu kebendaan bergerak. Jika kita kembali
menganalogikan merek dengan saham, maka semakin memperkuat posisi merek sebagai
benda bergerak. Hal yang membedakan adalah pengelompokan saham menjadi benda
bergerak merupakan suatu penetapan yang dilakukan oleh ketentuan Pasal 60 ayat (1) Udang-
Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, sementara penetapan merek sebagai
benda bergerak tidak didasarkan Undang-Undang.20 Filosofi penetapan saham sebagai suatu
benda bergerak, didasarkan pada alasan bahwa saham bukan merupakan tanah dan bukan pula
17 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Ps. 506-508.
18 Indonesia, Undang-Undang Merek, Ps. 1 angka 1.19 H.F.A Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, diterjemahkan oleh I.S. Adiwimarta, hal. 198.20 Indonesia, Undang-Undang Merek, Ps. 60 ayat (1). Saham merupakan benda bergerak dan
memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya.
merupakan bagian yang menyatu dengan tanah.21 Hal itu senada dengan latar belakang
penulis mengelompokan merek sebagai suatu benda bergerak.
Di sisi lain, J. Satrio berpendapat bahwa segala kebendaan bergerak yang terdaftar
seolah-olah tunduk pada aturan mengenai benda tidak bergerak dan biasa dibebankan dengan
jaminan hipotik.22 Namun demikian Prof. Rosa Agustina dalam perkuliahan Perbandingan
Hukum Perdata pada tanggal 21 November 2012 menjelaskan bahwa benda bergerak yang
terdaftar tidak secara otomatis tunduk pada ketentuan mengenai benda tidak bergerak. Beliau
mengatakan bahwa terhadap benda-benda bergerak yang terdaftar, tidak secara otomatis
tunduk kepada ketentuan mengenai benda tidak bergerak, melainkan biasanya dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan terlebih dahulu seperti halnya kapal laut dan pesawat
udara. Memang pada umumnya benda yang terdaftar merupakan benda tidak bergerak atau
benda bergerak yang meurut Undang-Undang ditetapkan sebagai suatu kebendaan tidak
bergerak. Namun demikian, pada kenyataannya terdapat benda bergerak yang terdaftar, tetapi
tidak ditetapkan oleh Undang-Undang sebagai benda tidak bergerak atau untuk tunduk
terhadap ketentuan mengenai benda tidak bergerak seperti kapal laut yang beratnya di atas 20
M3 menurut KUHD,23 atau yang beratnya di atas 7 gross tonnage menurut Undang-Undang
Pelayaran.24 Salah satu contoh benda bergerak yang terdaftar tetapi tidak ditetapkan oleh
Undang-undang sebagai benda tidak bergerak atau untuk tunduk pada ketentuan mengenai
benda tidak bergerak adalah merek. Sebagai contoh lainnya adalah saham. Saham sebagai
benda bergerak yang terdaftar tidak secara otomatis tunduk pada ketentuan mengenai benda
tidak bergerak, melainkan tetap tunduk pada ketentuan mengenai benda bergerak.25
B. Pembebanan Jaminan Fidusia Atas Merek
Perjanjian pengikatan jaminan merupakan suatu perjanjian accessoir dari perjanjian
pokoknya, yaitu perjanjian pembiayaan atau perjanjian kredit. Dalam hal ini pengikatan
perjanjian kredit dilakukan antara Bank X dengan nasabah debitur pemilik merek, sebut saja
21 Centre For Finance And Securities Law, “Overview Gadai dan Gadai Saham Secara Umum,”http://cfisel.blogspot.com/2007/08/artikel-tentang-gadai-dan-gadai-saham.html, diakses pada tanggal 31 Oktober2012.
22 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Istimewa, Gadai, danHipotek, Ed. 1, Cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2007), hal.
23 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, Ps. 314.24 Indonesia, Undang-Undang Pelayaran, UU No. 17 Tahun 2008, LN No. 64 Tahun 2008, TLN. No.
4849, Ps. 155 ayat (3). Berdasarkan pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan Surat Ukuruntuk kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
25 Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007,TLN. No. 4756, Ps. 60 ayat (2). Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidakditentukan lain dalam anggaran dasar.
berwujud ini dipertegas dengan Paragraf 9 Pernyataan Standar Akuntansi Indonesia (PSAK)
No. 19.35
Sebelum di cantumkan dalam laporan keuangan suatu perusahaan, merek harus
melalui proses pengakuan dan pengukuran agar merek tersebut mempunyai nilai. Disisi lain,
merek hanya mendapatkan pengakuan jika merek tersebut memberikan manfaat ekonomi
masa depan bagi aktiva suatu perusahaan. Hal ini didasarkan pada Paragraf 20 jo Paragraf 48
PSAK No. 19, dimana disebutkan bahwa proses pengakuan awal suatu aktiva tidak berwujud
khususnya merek harus diakui sebesar biaya perolehan, yang terdiri atas pengeluaran untuk
bahan baku dan jasa yang digunakan atau dikonsumsi dalam menghasilkan aktiva tidak
berwujud, gaji serta biaya kepegawaian lainnya, pengeluaran langsung terkait dengan aktiva
tidak berwujud yang bersangkutan, dan overhead yang dibutuhkan untuk menghasilkan aktiva
dan yang dapat dialokasikan atas dasar yang rasional dan konsisten kepada aktiva tersebut.36
Dalam hal aktiva tidak berwujud tersebut adalah merek, maka biaya pendaftaran merek
merupakan biaya perolehan berupa pengeluaran langsung terkait aktiva yang bersangkutan.
Setelah diketahui besarnya biaya perolehan aktiva tak berwujud berupa merek, maka akan
dilakukan alokasi sistematis dari nilai aktiva tersebut yang dapat didepresiasi selama masa
manfaat aktiva tersebut, yaitu selama 10 tahun sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 28
UU Merek.37 Hal ini disebut juga dengan proses amortisasi. Dengan demikian dapat diketahui
secara pasti besarnya nilai merek sebagai aktiva suatu perusahaan.
Setelah diketahui besarnya nilai merek yang akan dijadikan jaminan kredit,
selanjutnya baru ditetapkan jaminan apa yang cocok dibebankan pada merek itu sendiri.
Dalam praktik pemberian kredit pada dunia perbankan dikenal 4 lembaga jaminan yang
umum digunakan, yaitu berupa hak tanggungan, hipotik, gadai, dan fidusia. Hak Tanggungan
atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak
Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut bendabenda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
35 Ibid., paragraf 09. Perusahaan sering kali mengeluarkan sumber daya untuk mendapatkan,mengembangkan, memelihara atau memperkuat sumber daya tidak berwujud, seperti ilmu pengetahuan danteknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, Hak Kekayaan Intelektual, pengetahuanmengenai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk atau brand names).
36 Ibid., Paragraf 20 jo Paragraf 48.37 Indonesia, Undang-Undang Merek, ps. 28. Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk
jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan tersebut dapat diperpanjang.
didapati dalam Pasal 511 seharusnya dapat ditambah dengan hak auteur atau hak pengarang.40
Dengan kata lain, Volmar berpendapat bahwa Hak Kekayaan Intelektual selain dipandang
sebagai suatu kebendaan tidak bertubuh, merupakan pula suatu kebendaan bergerak. Sehingga
merek sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual juga dapat dikatagorikan sebagai benda
tidak berwujud dan bergerak yang dapat dibebankan dengan hak gadai.
Pada praktiknya pembebanan gadai terhadap hak merek belum ada di Indonesia.
Berdasarkan hasil wawancara saya dengan pihak Bank X selaku Bank yang saya teliti untuk
penulisan ini, dikatakan bahwa tidak digunakannya pembebanan hak merek dengan gadai
karena mengandung banyak resiko dan ketidakpastian hukum. Hingga saat ini, Undang-
Undang merek di Indonesia, maupun KUH Perdata sebagai unifikasi hukum kebendaan
perdata belum mengatur mengenai kdudukan merek sebagai suatu kebendaan. Hal ini karena
Di Indonesia sendiri masih terjadi perdebatan apakah hak merek merupakan suatu kebendaan
ataukah bukan, walaupun pada Negara-negara lain seperti Amerika merek ditetapkan sebagai
suatu kebendaan tidak berwujud yang sifatnya relative mirip dengan shares atau saham.
Bahkan Di Negara tetangga kita yaitu singapura telah diatur bahwa merek merupakan suatu
hak pribadi seseorang yang dapat dialihkan dan dibebankan jaminan. Hal ini didasarkan pada
Singapore Law Chapter 12 Section 5 article 19, yaitu sebagai berikut:41
A registered trade mark is personal property, which may be assigned by the registeredproprietor as such, absolutely or by way of security. Such dealings should beregistered with the Registry of Trade Marks; an unregistered assignment is ineffectiveas against a person acquiring a conflicting interest in the trade mark in ignorance ofit.
Di Indonesia, ketika merek ditetapkan sebagai suatu kebendaan, terjadilah suatu
perdebatan lanjutan mengenai penggolongan sifat atau jenis kebendaan merek itu sendiri,
apakah merek merupakan suatu benda bergerak ataukah merupakan suatu kebendaan tidak
bergerak. Untuk itu pembebanan merek dengan gadai tidak di lakukan karena tidak ada suatu
kepastian mengenai kedudukan merek dalam hukum benda, terutama mengenai sifat
kebendaan merek, sementara gadai itu sendiri hanya bisa dibebankan bagi benda bergerak
Selain perdebatan-perdebatan di atas, pembebanan gadai terhadap merek juga tidak
dilakukan dengan alasan bahwa ketidak jelasan pengaturan mengenai kebendaan merek ini,
membuat Bank selaku kreditur juga tidak dapat menentukan secara pasti prosedur atau cara
melakukan inbezitstelling yang merupakan salah satu syarat utama untuk sahnya gadai.
Apakah dengan mengambil sertifikat merek tersebut dan mengambil “royalty” atas merek
40 Ibid., hal. 198.41 Singapore Academy of Law, Laws of Singapore Chapter 12 Section 5,
http://www.singaporelaw.sg/content/iplaw2.html#section5,diakses pada tanggal 10 Desember 2012.
melalaikan kewajiban yang tercantum dalam perjanjian maupun akta, terlambat melaksanakan
perjanjian, melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya tetapi tidak sesuai dengan apa yang
diperjanjikan pada awalnya, dan bentuk-bentuk lainnya.
Selain wanprestasi yang disebabkan oleh kelalaian debitur membayar hutangnya pada
bank sesuai waktu yang ditentukan, masalah wanprestasi pelaksanaan jaminan kredit dengan
jaminan fidusia juga sering kali terjadi karena debitur melakukan hal-hal yang dilarang dalam
perjanjian kredit maupun akta perjanjian jaminan fidusia itu sendiri, misalnya adalah dengan
pengalihan benda yang menjadi objek fidusia. Dalam akta jaminan fidusia atas merek antara
Bank X dengan Nasabah Debitur, Pasal 4.3 akta tersebut menyebutkan bahwa:
Debitur tidak akan pada setiap waktu mengalihkan, melepaskan atau dengan cara lainmenjaminkan atau memberikan persetujuan untuk mengalihkan, melepaskan, ataudengan cara lain menjaminkan seluruh atau sebagian dari hak-hak, kepemilikan,kepentingan, dan tuntutan-tuntutan terhadap keseluruhan maupun sebagian dari merek,kecuali berdasarkan perjanjian ini.
Dalam konteks perdata pengalihan yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu peristiwa
hukum yang dilakukan oleh debitur dengan mengalihkan hak milik atas suatu benda yang
merupakan objek jaminan fidusia kepada pihak ketiga yang bukan merupakan pihak dalam
perjanjian. Pasal 584 KUH Perdata.46 Dalam hal ini, benda yang menjadi objek jaminan
fidusia merupakan merek. Pada BAB sebelumnya telah dilakukan analisis bahwa merek
diklasifikasikan sebagai suatu kebendaan bergerak, tidak bertubuh, dan terdaftar. Selain
tunduk pada ketentuan hukum perdata, pengalihan merek juga didasarkan pada Pasal 40 UU
Merek yang mengatur bahwa pengalihan merek terdaftar dapat dilakukan dengan pewarisan,
wasiat, hibah, perjanjian, dan sebab-sebab lain yang ditentukan Undang-Undang. Mengingat
kedudukan sebagai benda yang terdaftar, dalam pengalihannya UU Merek mewajibkan bahwa
tiap-tiap pengalihan tersebut harus dicatatkan dalam Daftar Umum Merek pada Dirjen HKI.
Apabila dalam praktiknya debitur melakukan pengalihan dan/atau penjaminan atas
merek tersebut kepada pihak lain tanpa persetujuan dari pihak bank selaku penerima fidusia,
maka debitur dapat dikatakan telah melaksanakan suatu wanprestasi terhadap isi pasal
tersebut, yaitu dengan melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh perjanjian. Lebih dalam
dari pada itu, pengalihan objek fidusia juga dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan
hukum, dengan dilanggarnya ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia, yaitu Pasal 23 ayat
(2).47 Suatu perbuatan melawan hukum didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengatur
bahwa:48
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikerugian tersebut.
Pada saat terjadinya wanprestasi, kreditur akan mnendapatkan perlindungan berupa
hak untuk melakukan ekseskusi. Dalam Pasal 29 dan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang
Jaminan Fidusia, terdapat 4 cara eksekusi yang dapat dilakukan oleh kreditur, yaitu sebagai
berikut:
a. Pelaksanaan title eksekutorial
Pada dasarnya pelaksanaan eksekusi suatu benda harus didasarkan pada title eksekutorial
yang berupa putusan pengadilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 224 HIR jo. Pasal
258 Rbg. Namun demikian dalam hal jaminan fidusia yang telah didaftarkan, pelaksanaan
eksekusi tersebut tidak lagi memerlukan suatu putusan pengadilan guna mendapatkan title
eksekutorialnya, melainkan cukup dengan sertifikat fidusia atas benda yang bersangkutan.
Hal tersebut merupakan suatu akibat hukum yang timbul dari adanya irah-irah “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang terdapat dalam sertifikat jaminan
fidusia, sehingga sertifikat tersebut memiliki kekuatan yang sama dengan putusan
pengadilan.49
b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia melalui pelelangan umum
c. Penjualan dibawah tangan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia.
Pelaksanaan penjualan bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi
dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak
diberitahukan secara tertulis oleh pemberi fidusia dan penerima fidusia kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang
beredar di daerah yang bersangkutan.50
d. Parate Eksekusi.
47 Ibid., Ps. 23 ayat (2). Pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakankepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecualidengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia.
48 KItab Undang-Undang Hukum Perdata, Ps. 1365.49 Ibid., ps. 15 ayat (1) dan (2)50 Ibid., ps. 29 ayat (1) huruf c jo. Ps. 29 ayat (2).
yaitu kreditur dapat melaksanakan hak atas kekuasaannya sendiri menjual benda secara
bebas seperti milik sendiri apabila debitur cidera janji atau wanprestasi.51 Hal ini
merupakan salah satu cirri jaminan fidusia yaitu kemudahan dalam pelaksanaan
eksekusinya apabila pihak pemberi fidusia cidera janji. Oleh karena itu, dalam Undang-
Undang ini perlu diatur secara khusus tentang eksekusi jaminan fidusia melalui lembaga
parate eksekusi. Dalam Akta Jaminan Fidusia Atas Merek yang dianalisa oleh penulis,
ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 6.1, yaitu sebagai berikut:
Debitur akan melakukan atau mengijinkan dilakukannya setiap tindakan atau hal uangsewaktu-waktu diperlukan untuk dilakukan oleh kreditur setelah diterbitkannya suatupemebritahuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal inioleh kreditur untukkeperluan pelaksanaan hak-hak kreditur sesuai dengan perjanjian ini.
Pemberitahuan pelaksanaan yang dimaksud dalam ketentuan pasal di atas dijelaskan
dalam Pasal 1.1 Akta Jaminan Fidusia Atas Merek, yaitu sebagai berikut:
Pemberitahuan pelaksanaan adalah pemberitahuan yang dikeluarkan oleh krediturkepada debitur dan/atau pihak lain yang terkait (jika perlu) berkenaan denganpelaksanaan / eksekusi dari merek sebagaimana dimaksud dalam perjanjian inidisebabkan oleh cidera janji oleh debitur di dalam perjanjian pinjaman.
Masalah selanjutnya yang dimungkinkan terjadi dalam rangka pelaksanaan jaminan
fidusia atas merek adalah penurunan nilai jaminan atas merek yang dijadikan objek jaminan
fidusia. Guna meminimalisasi resiko kerugian bagi kreditur akibat penurunan nilai jaminan,
pada awal pemberian kredit dengan jaminan fidusia atas merek, bank telah menetapkan bahwa
pemberian kredit yang disetujui oleh bank tidak melebihi dari nilai jaminan yang diberikan
oleh debitur. Dalam hal ini Bank X telah menetapkan bahwa pemberian kredit terhadap
debiturnya dapat dilakukan maksimal 80% dari nilai jaminan yang diserahkan debitur kepada
bank. Hal ini sebagai pelaksanaan manajemen resiko yang telah umum ada pada tiap-tiap
bank dalam rangka pemberian kredit. Namun demikian apabila penurunan nilai jaminan
ternyata drastis, sehingga pada saat dilakukannya eksekusi jaminan tersebut tetap tidak dapat
melunasi jumlah hutang debitur yang tersisa pada bank, maka bank dapat menetapkan prinsip
jaminan menurut Pasal 1131 KUH Perdata, dimana tiap-tiap kebendaan milik debitur
merupakan jaminan atas perikatan yang dilakukannya. Hal ini juga mengingat bahwa merek
yang dibebankan dengan jaminan fidusia merupakan suatu agunan atau jaminan tambahan
saja, sehingga apabila hal tersebut tidak cukup melunasi hutang debitur pada bank saat
terjadinya default, maka bank berhak untuk melakukan eksekusi benda-benda lain milik
debitur guna pelunasan hutangnya tersebut sebagai jaminan utama kredit debitur dalam
pemenuhan kewajibannya kepada bank. Hal ini juga diatur dalam Akta Jaminan Fidusia atas
Merek, yaitu Pasal 2.3:
Tanpa mengesampingkan dilakukannya pelaksanaan, pengumpulan atau pembebasanhak-hak atau kepentingan- keentingan atas merek oleh kreditur, debitur akan tetapberkewajiban terhadap sisa dari hutang yang dijamin.
Permasalahan dalam praktik pelaksanaan pembebanan fidusia atas merek yang
selanjutnya yaitu terkait dengan kepailitan nasabah debitur. Kepailitan adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan peristiwa dimana orang yang berhutang (debitur) memiliki dua
atau lebih kreditur yang berada dalam keadaan berhenti membayar sedikitnya hutang secara
penuh pada saat hutang tersebut telah dapat ditagih tepat pada waktunya.52 Mengenai hal ini
sebetulnya bukan merupakan suatu masalah besar bagi pelaksanaan fidusia. Hal ini karena
pada dasarnya UU Jaminan Fidusia telah memberikan perlindungan sedemikian rupa sehingga
hak bank selaku penerima fidusia atas benda yang dijadikan objek jaminan tidak hapus
dengan pailitnya nasabah debitur pemberi fidusia, tetapi bank tetap pada posisi yang
didahulukan diantara kreditur lainnya.53 Mengenai hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada
bagian kepastian hukum bagi kreditur penerima fidusia saat terjadinya wanprestasi.
Penutup
Berdasarkan pada penjelasan dan analisis yang telah dilakukan pada BAB
sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal di bawah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Merek belum mendapat pengaturan yang pasti dalam hukum kebendaan perdata Di
Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai suatu unifikasi hukum
kebendaan perdata belum mengatur mengenai merek. UU Merek sendiri juga tidak
mengatur mengenai apakah merek merupakan suatu benda dan apakah merek dapat
dibebankan dengan jaminan atau tidak. Namun demikian, berdasarkan analisis yang
telah dilakukan merek merupakan suatu benda bergerak, tidak berwujud, dan terdaftar.
Sementara hak atas merek merupakan suatu hak kebendaan atas merek yang
kedudukannya setara dengan hak milik
52 Mariam Darus Badrulzaman, Peraturan Kepailitan (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998), Makalah pada Pelatihan Perpu Kepailitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi danIlmu Hukum Graha Kirana, Medan, 1998, h.1, ps. 1 UU No. 4 Tahun 1998. Dikutip dari: Tan Kamelo, HukumJaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, hal. 217.
53 Indonesia, Undang-Undang Jaminan Fidusia, ps. 27 ayat (3). Hak yang didahulukan dari penerimafidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia.
Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum, Cet. 1. Jakarta: Program Pasca Sarjana FakultasHukum Universitas Indonesia, 2003.
Apeldoorn, Van. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. 3. Jakarta: Noordhoff koff, 1957.
Badrulzaman, Mariam Darus. Mencari Sistem Hukum Benda Nasional. Cet. 2. Bandung: PT.Alumni, 1997.
-----------------. Permasalahan Hukum Hak Jaminan. Pada Majalah Hukum Bisnis (Volume11, 2000) :12.
-----------------. “Benda-Benda yang Dapat Diletakan Sebagai Objek Hak Tanggungan.” HasilSeminar Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan.Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.
-----------------. Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai, dan Fidusia. Cet. 5. Bandung: CitraAditya Bakti, 1991.
-----------------. “Peraturan Kepailitan (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangNomor 1 Tahun 1998).” Makalah pada Pelatihan Perpu Kepailitan Sekolah TinggiIlmu Ekonomi dan Ilmu Hukum Graha Kirana. Medan, 1998.
Bahsan, M. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.
Budi Cahyono, Akhmad dan Surini Ahlan Sjarif. Mengenal Hukum Perdata. Ed. 1. Cet. 1.Jakarta: CV. Gitama Jaya, 2008.
Buku Pedoman Prosedur Kerja. Bab c, IN/0275/HUK tanggal 24 Desember 2003
-----------------. Kredit Whole Sale & Middle Market. Bab 1 Sub Bab J. Sub Sub Bab 03.IN/0082/PAR. Tanggal 07 Juli 2000.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok HukumJaminan dan Jaminan Perorangan. Cet. 3. Jakarta: Badan Pembinaan HukumNasional Departemen Kehakiman Republik Indonesia, 2003.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Perdata: Hukum Benda. Cet. 5. Yogyakarta:Liberty, 2000.
Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata., Cet. XIX. Jakarta: PT. Intermassa, 1984.
Vollmar, H.F.A. Hukum Benda (Menurut KUH Perdata). Diterjemahkan oleh Chidir Ali. Cet.2. Bandung: Taristo, 1990.
Vollmar, H.F.A. Pengantar Studi Hukum Perdata [Inleiding tot de studie van het NederlandsBurgerlijk Becht]. Diterjemahkan oleh I.S Adiwimarta. Jakarta: PT. Intermassa, 1983.
Widjaja, Gunawan. Seri Hukum Bisnis: Efek Sebagai Benda. Cet.1. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005.
Wojowasito, S. Kamus Umum Belanda Indonesia. Jakarta: PT. Lestari Perkasa, 2006.
Yunike, Chintia Nandy. “Jaminan Fidusia Terkait dengan Penyalahgunaan Objek JaminanOleh Debitur; Kasus PT. Astra Sedaya Finance.” Tesis Magister Kenotariatan FakultasHukum Universitas Indonesia. Depok, 2010.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Subekti
dan R. Tjitrosudibio. Cet. 37. Jakarta: Pradnya Paramita, 2006.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan [Wetboek Van
Koophandel en Faillissements –Verordening]. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan
RTjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 1959.
Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria. UU No. 5 Tahun 1960. LN No. 104 Tahun 1960.