Page 1
ANALISIS VARIASI WAKTU AGING TERHADAP
KEKUATAN TARIK, KETAHANAN KOROSI, DAN
STRUKTUR MIKRO PADUAN TITANIUM Ti-6Al-7Nb
UNTUK IMPLAN HIP JOINT
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains
(S.Si)
Oleh:
QONITA SARAH
NIM. 11150970000045
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M / 1441 H
Page 2
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
ANALISIS VARIASI WAKTU AGING TERHADAP KEKUATAN TARIK,
KETAHANAN KOROSI, DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN TITANIUM
Ti-6Al-7Nb UNTUK IMPLAN HIP JOINT
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh:
QONITA SARAH
NIM: 11150970000045
Menyetujui,
Mengetahui,
Pembimbing I,
Arif Tjahjono, M.Si
NIP. 19751107 200701 1 015
Pembimbing II,
Dr. Ir. I Nyoman Jujur, M.Eng
NIP. 19620930 198603 1 000
Ketua Program Studi Fisika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tati Zera, M.Si
NIP. 19690608 200501 2 002
Page 3
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Analisis Variasi Waktu Aging terhadap Kekuatan Tarik,
Ketahanan Korosi, dan Struktur Mikro Paduan Titanium Ti-6Al-7Nb untuk Implan
Hip Joint” yang ditulis oleh Qonita Sarah dengan NIM 11150970000045 telah diuji
dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasah Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 November
2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.
Jakarta, 18 November 2019
Menyetujui,
Mengetahui,
Penguji I,
Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si
NIP. 19770416 200501 2 008
Penguji II,
Dr. Ir. Agus Budiono, M.T
NIP. 19620220 199003 1 002
Pembimbing I,
Arif Tjahjono, M.Si
NIP. 19751107 200701 1 015
Pembimbing II,
Dr. Ir. I Nyoman Jujur, M.Eng
NIP. 19620930 198603 1 000
Ketua Program Studi Fisika
Tati Zera, M.Si
NIP. 19690608 200501 2 002
Page 4
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya saya yang dibuat untuk memenuhi salah
satu persyaratan saya memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Page 5
v
ABSTRAK
Telah dikembangkan material Ti-6Al-7Nb sebagai material alternatif untuk Ti-6Al-
4V. Unsur V sebagai penstabil β yang bersifat toksik pada paduan Ti-6Al-4V
digantikan dengan unsur Nb yang tidak bersifat toksik. Pada penelitian ini, telah
dilakukan pengujian terhadap kekuatan tarik, ketahanan korosi, dan struktur mikro
dari paduan Ti-6Al-7Nb yang telah mengalami variasi waktu aging. Prosesnya
diawali dengan pemanasan pada temperatur 970°C, ditahan selama 1 jam,
kemudian di-quenching di dalam gas argon hingga temperatur ruang. Selanjutnya,
paduan dipanaskan kembali hingga temperatur 550°C dengan variasi waktu aging
0, 4, 6, dan 8 jam. Dari hasil pengujian tarik, diketahui nilai kekuatan tarik tertinggi
pada waktu aging 6 jam sebesar 748 MPa dan kembali menurun pada waktu 8 jam
menjadi 696 MPa karena kondisi over aging. Nilai ketahanan korosi menunjukkan
bahwa aging 8 jam memiliki laju korosi paling rendah yaitu 3,5 MPY yang berarti
memiliki ketahanan korosi paling baik karena terbentuknya lapisan pasif Nb2O5
pada permukaan paduan sehingga korosi semakin sulit terjadi. Hasil tersebut juga
diperkuat oleh pengamatan struktur mikro melalui pengujian metalografi dan
karakterisasi XRD. Dari hasil metalografi diperoleh bahwa struktur mikro pada Ti-
6Al-7Nb berbentuk lamellar dan terdiri dari dua fase, yaitu fase α yang berwarna
terang dan fase β yang berwarna gelap. Hal ini didukung dari hasil karakterisasi
XRD yang menunjukkan fase yang terbentuk akibat variasi waktu aging yaitu fase
Ti-α yang berstruktur HCP (Hexagonal Close-Packed) dan fase Ti-β yang
berstruktur BCC (Body Centered Cubic). Fase Ti-α terdiri dari AlTi dan NbTi,
sedangkan fase Ti-β terdiri dari NbTi.
Kata kunci: Aging, Kekuatan Tarik, Laju Korosi, Solution Treatment, Struktur
Mikro, Ti-6Al-7Nb, XRD
Page 6
vi
ABSTRACT
Ti-6Al-7Nb has been developed as an alternative material for Ti-6Al-4V. Element
V as β stabilizer which is toxic in Ti-6Al-4V alloy, is replaced by Nb element which
is not toxic. In this study, tensile strength, corrosion resistance, and microstructure
of Ti-6Al-7Nb alloy which have experienced aging variations were studied. The
process was begun with heating at 970°C, held for 1 hour, then quenched in Ar gas
to room temperature. Furthermore, the alloy was reheated to temperature 550°C
with aging time variations of 0, 4, 6, and 8 hours. From the results of tensile testing,
it was known that the highest tensile strength value is 748 MPa at aging time 6
hours, and decreases to 696 MPa at aging time 8 hours due to over aging conditions.
Corrosion resistances values indicated that aging for 8 hours had the lowest
corrosion rate of 3,5 MPY which mean it had the best corrosion resistance due to
the formation of a passive layer Nb2O5 on the alloy surface. The results were also
strengthened by microstructure observation through metallographic testing and
XRD characterization. From the metallographic results, it was obtained that the
microstructure on Ti-6Al-7Nb was lamellar and consisted of two phases, the light
colored α phase and the dark colored β phase. It was supported by the XRD
characterization results that showed the phases formed due to variations in aging
time were Ti-α phase which was HCP (Hexagonal Close-Packed) structure and Ti-
β phase which was BCC (Body Centered Cubic) structure. The Ti-α phase consisted
of AlTi and NbTi, and the Ti-β phase consisted of NbTi.
Keyword: Aging, Corrosion Rate, Microstructure, Solution Treatment, Tensile
Strength, Ti-6Al-7Nb, XRD
Page 7
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang atas limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi tugas akhir yang berjudul “ANALISIS
VARIASI WAKTU AGING TERHADAP KEKUATAN TARIK,
KETAHANAN KOROSI, DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN TITANIUM
Ti-6Al-7Nb UNTUK IMPLAN HIP JOINT”
Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak
sehingga skripsi tugas akhir ini dapat diselesaikan dan disusun sebaik-baiknya.
Secara khusus penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi tugas akhir ini.
2. Mamah, almarhum ayah, beserta keluarga besar yang selalu mendoakan,
menyayangi, dan mendukung penulis dari segi moril maupun materil.
3. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Kepala Program Studi Fisika Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Arif Tjahjono, M.Si selaku dosen pembimbing pertama yang selalu
memberikan saran dan bimbingannya dalam penelitian dan penulisan.
5. Bapak Dr. Ir. I Nyoman Jujur, M.Eng selaku pembimbing kedua di Pusat
Teknologi Material – BPPT, yang telah memberikan pengetahuan dan arahan
dalam penelitian ini.
6. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Agus Budiono, M.T
selaku dosen penguji dalam sidang munaqasyah.
Page 8
viii
7. Mba Damisih, M.Sc selaku Pembimbing Harian di PTM – BPPT yang selalu
dengan sabar membimbing penulis pada penelitian tugas akhir ini.
8. Fisika UIN Jakarta 2015 khususnya Adya, Zikri, Gizel, Zahra; Tiara selaku
rekan seperjuangan di PTM-BPPT; Ihsan, yang selalu membantu penulis dalam
penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi tugas akhir ini tak luput dari
kesalahan dan masih banyak kekurangannya, namun penulis telah berusaha dengan
sebaik-baiknya. Untuk menyempurnakannya, penulis dengan senang hati menerima
segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi tugas
akhir ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 18 November 2019
Penulis
Page 9
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ....................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3. Batasan Masalah ....................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
1.6. Sistematika Penulisan ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7
2.1. Titanium dan Paduannya .......................................................................... 7
2.1.1. Unsur Penstabil pada Paduan Titanium ............................................ 9
2.1.2. Klasifikasi Paduan Titanium ........................................................... 10
2.1.3. Paduan Titanium sebagai Biomaterial untuk Implan ...................... 11
Page 10
x
2.2. Sendi Panggul (Hip Joint) ...................................................................... 15
2.3. Perlakuan Panas (Heat Treatment) Paduan Titanium α+β ..................... 17
2.3.1 Solution Heat Treatment (Perlakuan Panas Pelarutan) ................... 18
2.3.2 Quenching (Pendinginan Cepat) ..................................................... 19
2.3.3 Aging (Penuaan) .............................................................................. 19
2.4. Kekuatan Tarik Ti-6Al-7Nb ................................................................... 20
2.5. Ketahanan Korosi Ti-6Al-7Nb ............................................................... 23
2.6. Struktur Mikro Ti-6Al-7Nb .................................................................... 28
2.6.1 Metalografi ...................................................................................... 29
2.6.2 Karakterisasi XRD (X-Ray Diffraction) .......................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 34
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 34
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 34
3.3. Variabel Penelitian ................................................................................. 35
3.4. Tahapan Penelitian ................................................................................. 35
3.4.1 Sampel Uji ....................................................................................... 36
3.4.2 Pembuatan Larutan.......................................................................... 42
3.5. Pengujian Bahan ..................................................................................... 43
3.5.1 Pengujian Tarik ............................................................................... 43
3.5.2 Pengujian Korosi ............................................................................. 44
3.5.3 Pengamatan Struktur Mikro ............................................................ 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 48
4.1. Hasil Pengujian Tarik Ti-6Al-7Nb ......................................................... 48
Page 11
xi
4.2. Hasil Pengujian Korosi Ti-6Al-7Nb ....................................................... 51
4.3. Hasil Pengamatan Struktur Mikro .......................................................... 55
4.3.1 Hasil Pengujian Metalografi ........................................................... 55
4.3.2 Hasil Karakterisasi XRD ................................................................. 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 63
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 63
5.2. Saran ....................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 64
LAMPIRAN .......................................................................................................... 69
Page 12
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 3.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Table 4.5
Tabel A.1
Tabel B.1
Tabel B.2
Komposisi Kimia Paduan Ti-6Al-7Nb………………………
Ukuran Standar Sampel Uji Tarik…………………………...
Hasil Pengujian Tarik Paduan Ti-6Al-7Nb dengan Solution
Treatment 970 °C selama 1 jam, pendinginan dalam air, dan
Aging………………………………………………………...
Komposisi Larutan Hanks…………………………………...
Nilai Konstanta dalam Persamaan Faraday………………….
Komposisi Larutan…………………………………………..
Kekuatan Tarik Ti-6Al-7Nb dengan Variasi Waktu Aging….
Laju Korosi Ti-6Al-7Nb dengan Variasi Waktu Aging……...
Ketahanan Korosi Relatif…………………………………….
Parameter Struktural Paduan Ti-6Al-7Nb dari Pengujian
XRD………………………………………………………….
Komposisi Fasa α dan Fasa β akibat Pengaruh Waktu Aging…
Hasil Pengujian Tarik………………………………………...
Hasil Pengujian Korosi……………………………………….
Perhitungan Laju Korosi……………………………………..
14
21
22
26
28
34
49
51
53
59
60
69
74
75
Page 13
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
Struktur Kristal Titanium (a) HCP untuk fasa alfa dan (b)
BCC untuk fasa beta………………………………………
Biokompabilitas dari Unsur Paduan Titanium…………….
Sendi Panggul (Hip Joint) Normal………………………..
Sendi Panggul Buatan…………………………………….
Skema Perlakuan Panas Solution Treatment and Aging
pada Paduan Titanium α+β………………………………..
Spesimen Uji Tarik………………………………………..
Diagram Fase Paduan Titanium…………………………...
Kurva Polarisasi Hot Rolled Ti-6Al-7Nb dalam larutan
Ringer dengan scan rate 1 mV/s, pendinginan dalam
furnace, dengan variasi temperatur solution treatment di
daerah α+β………………………………………………...
Hasil SEM (a) Struktur Lamellar, (b) Struktur Bimodal….
Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diperoleh setelah
dipanaskan pada temperatur 970 °C, ditahan selama 1 jam,
pendinginan di dalam air, dan penuaan (aging) selama 5
jam pada temperatur 450°C……………………………..
Struktur Mikro As-Cast Ti-6Al-7Nb………………………
Prinsip Kerja XRD………………………………………...
Pola Difraksi dari Cp-Ti, Ti-6Al-4V, dan Ti-6Al-7Nb…….
8
14
15
17
18
21
23
27
29
30
31
32
33
Page 14
xiv
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7
Gambar 3.8
Gambar 3.9
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Gambar 3.12
Gambar 3.13
Gambar 3.14
Gambar 3.15
Gambar 3.16
Gambar 3.17
Diagram Alir Penelitian…………………………………...
Skema Perlakuan Panas Solution Treatment and Aging
pada Penelitian Paduan Ti-6Al-7Nb………………………
Sampel Pengujian Tarik Sesuai ASTM E8……………….
Pengukuran (a) Diameter, (b) Gauge Length……………...
Sampel Uji Korosi………………………………………...
Mesin Pemotong Metkon Mitracut 152……….…………..
(a) EpoFix Resin dan EpoFix Hardener, (b) Sampel yang
Telah Dilakukan Proses Mounting………………………...
Mesin Grinding dan Polishing Struers Tegramin-25……...
Sampel yang Telah Dilakukan Proses Etsa………………..
Sampel Karakterisasi XRD………………………………..
(a) Proses Pembuatan Larutan Etsa, (b) Larutan Dix Keller
Reagent……………………………………………………
(a) Pengukuran pH menggunakan pH meter Lutron PH-
222, (b) Larutan Hanks……………………………………
(a) Mesin Uji Tarik Shimadzu Universal Testing Machine,
(b) Sampel yang Sudah Putus dari Hasil Uji Tarik……….
Rangkaian Komponen Uji Korosi…………………………
Proses Pengujian Korosi Menggunakan Instrumen Zahner
Zennium Electrochemical Workstation…………………...
Mikroskop Optik Hirox KH-8700 3D Digital…………….
Shimadzu XRD 7000….…………………………………...
36
37
37
38
38
39
39
40
41
41
42
43
44
45
45
46
47
Page 15
xv
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Kurva Stress-Strain Sampel Ti-6Al-7Nb Solution
Treatment 970°C, tanpa Aging……………………………
Grafik Kekuatan Tarik Maksimum dengan Variasi Waktu
Aging………………………………………………………
Grafik Laju Korosi dengan Variasi Waktu Aging…...……
Kurva Polarisasi Potensiodinamik Padan Ti-6Al-7Nb
dengan Variasi Waktu Aging……………………………...
Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diperoleh setelah
dipanaskan pada temperatur solution treatment 970°C,
ditahan selama 1 jam, pendinginan dalam gas argon, dan
tanpa proses aging…………………………………………
Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diperoleh setelah
dipanaskan pada temperatur solution treatment 970°C,
ditahan selama 1 jam, pendinginan dalam gas argon, dan
aging pada temperatur 550°C selama 4 jam……………….
Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diperoleh setelah
dipanaskan pada temperatur solution treatment 970°C,
ditahan selama 1 jam, pendinginan dalam gas argon, dan
aging pada temperatur 550°C selama 6 jam……………….
Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diperoleh setelah
dipanaskan pada temperatur solution treatment 970°C,
ditahan selama 1 jam, pendinginan dalam gas argon, dan
aging pada temperatur 550°C selama 8 jam……………….
48
50
51
54
56
56
57
57
Page 16
xvi
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gambar A.1
Gambar A.2
Gambar A.3
Gambar A.4
Diagram Batang Komposisi Ti-α dan Ti-β Paduan Ti-6Al-
7Nb dengan Variasi Waktu Aging…………………………
Pola Difraksi Paduan Ti-6Al-7Nb dengan Variasi Waktu
Aging……………………………………………………....
Kurva Stress-Strain Sampel Ti-6Al-7Nb Solution
Treatment 970°C, tanpa Aging…………………………….
Kurva Stress-Strain Sampel Ti-6Al-7Nb Solution
Treatment 970°C, Aging 550 °C selama 4 Jam…………….
Kurva Stress-Strain Sampel Ti-6Al-7Nb Solution
Treatment 970°C, Aging 550 °C selama 6 Jam…………….
Kurva Stress-Strain Sampel Ti-6Al-7Nb Solution
Treatment 970°C, Aging 550 °C selama 8 Jam…………….
61
62
70
71
72
73
Page 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sendi panggul (hip joint) adalah salah satu jenis sendi peluru yang
menghubungkan pinggul dan pangkal tulang paha atas. Sendi panggul merupakan
salah satu sendi yang sangat penting untuk mendukung aktivitas sehari-hari
sehingga harus dalam kondisi yang baik. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan pada sendi antara lain faktor usia, kecelakaan, ataupun faktor penyakit
seperti osteoporosis, arthtritis, trauma, dan tumor. Pada kondisi yang sangat rusak,
perlu dilakukan penggantian total sendi panggul (total hip replacement) dengan
menggunakan sendi panggul buatan [1].
Untuk mengatasi berbagai permasalahan penyakit tulang dan sendi, pada
bidang rekayasa telah berhasil dikembangkan suatu material implan yang bertujuan
untuk mengganti jaringan yang rusak, material ini disebut biomaterial. Secara
umum biomaterial adalah semua material yang digunakan dalam tubuh manusia
sebagai penguat atau pengganti jaringan tubuh yang terserang penyakit, cacat atau
rusak, dan dapat diterima dengan baik oleh tubuh. Sedangkan implan adalah suatu
alat medis yang ditempatkan di dalam tubuh untuk mengganti fungsi organ atau
organ tubuh yang sudah rusak.
Material yang digunakan sebagai implan diharapkan tidak bersifat toksik
dan tidak menyebabkan reaksi peradangan ataupun alergi pada tubuh manusia.
Keberhasilan biomaterial tergantung dengan reaksi tubuh manusia terhadap implan,
Page 18
2
hal inilah yang mengukur biokompabilitas material tersebut. Dua faktor utama yang
mempengaruhi biokompabilitas suatu material adalah respon tubuh manusia dan
degradasi material di dalam tubuh. Ketika implan bersentuhan langsung dengan
jaringan dan cairan tubuh manusia, beberapa reaksi akan terjadi antara tubuh
dengan material implan, reaksi inilah yang menentukan apakah material tersebut
diterima oleh sistem tubuh manusia [2].
Biomaterial yang terbuat dari logam lebih banyak digunakan dalam
aplikasi biomedis khususnya pada pembuatan implan ortopedi, dibandingkan
dengan biomaterial yang terbuat dari keramik dan polimer. Hal ini dikarenakan
logam memiliki sifat mekanik yang lebih baik dari segi kekuatan, kekerasan,
ketangguhan patah, kekuatan lelah, ketahanan korosi, dan biokompatibilitas. Jenis
logam yang saat ini paling banyak digunakan untuk aplikasi biomedis adalah
titanium murni dan paduan titanium [3].
Pengembangan titanium murni maupun paduan titanium yang digunakan
sebagai bahan implan karena memiliki biokompatibilitas dan ketahanan korosi yang
lebih baik. Titanium memiliki biokompatibilitas yang baik ditandai dengan
pembentukan lapisan oksida yang stabil pada permukaannya [4]. Titanium murni
atau Commercially Pure Titanium (CP Ti) digunakan sebagai alternatif dari
stainless steel 316L atau paduan Co-Cr, karena stainless steel 316L atau paduan
Co-Cr mengandung beberapa unsur yang berbahaya seperti Ni, Co, dan Cr. Namun
demikian, sifat mekanik dari CP Ti tidak dapat memenuhi kebutuhan biomaterial
dalam beberapa kasus ketika kekuatan tinggi diperlukan seperti pada penggantian
jaringan keras.
Page 19
3
Untuk mengatasi hal tersebut, CP Ti digantikan oleh paduan Ti tipe α + β,
khususnya paduan Ti-6Al-4V. Namun, paduan Ti-6Al-4V terdiri dari unsur
sitotoksik yaitu V yang dapat menimbulkan beberapa masalah ketika ditempatkan
di dalam tubuh manusia [5]. Oleh karena itu, telah dikembangkan paduan tipe α +
β baru yaitu Ti-6Al-7Nb. Unsur V sebagai penstabil β yang bersifat toksik pada
paduan Ti-6Al-4V digantikan dengan unsur Nb yang tidak bersifat toksik [6].
Titanium paduan tipe α+β merupakan padudan titanium yang paling banyak
digunakan sebagai implan pengganti tulang yang patah. Titanium paduan tipe ini
memiliki kekakuan yang lebih rendah dari paduan jenis Co-Cr dan baja tahan karat
yang telah digunakan untuk aplikasi biomedis selama ini [7].
Pada penelitian ini, material implan yang akan digunakan untuk aplikasi
sendi panggul (hip joint) adalah Ti-6Al-7Nb yang merupakan paduan titanium jenis
α+β. Prinsip penggunaan logam sebagai biomaterial untuk aplikasi implan ortopedi
didasarkan pada kemampuan biomekanik, biokimia, dan biokompabilitasnya
terhadap tubuh manusia. Perlakuan panas (heat treatment) merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan sifat mekanik dan mengontrol struktur mikro dari paduan
titanium. Oleh karena itu, dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
variasi waktu aging di dalam proses perlakuan panas terhadap kekuatan tarik,
ketahanan korosi, dan struktur mikro dari paduan titanium Ti-6Al-7Nb. Proses
aging dilakukan pada temperatur 550 °C dengan variasi waktu aging 0, 4, 6, dan 8
jam, dalam kondisi solution treatment pada temperatur 970 °C.
Page 20
4
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, adapun
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kekuatan tarik paduan Ti-6Al-7Nb yang telah mengalami
variasi waktu aging selama 0, 4, 6, dan 8 jam?
2. Bagaimana ketahanan korosi paduan Ti-6Al-7Nb yang telah mengalami
variasi waktu aging selama 0, 4, 6, dan 8 jam?
3. Bagaimana struktur mikro yang terbentuk pada paduan Ti-6Al-7Nb yang
telah mengalami variasi waktu aging selama 0, 4, 6, dan 8 jam?
1.3. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Temperatur solution heat treatment yang digunakan adalah 970°C, ditahan
selama 1 jam, dan pendinginan di dalam gas argon.
2. Variasi waktu tahan proses aging selama 0, 4, 6, dan 8 jam pada temperatur
550°C.
3. Pengujian korosi dilakukan di dalam larutan Hanks yang sejenis dengan
cairan tubuh dengan pH ±7,4.
4. Larutan etsa yang digunakan pada pengujian metalografi adalah larutan
Dix Keller Reagent.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kekuatan tarik paduan Ti-6Al-7Nb yang telah mengalami
variasi waktu aging selama 0, 4, 6, dan 8 jam.
Page 21
5
2. Mengetahui ketahanan korosi paduan Ti-6Al-7Nb yang telah mengalami
variasi waktu aging selama 0, 4, 6, dan 8 jam.
3. Mengamati struktur mikro dari hasil metalografi dan karakterisasi XRD
pada paduan Ti-6Al-7Nb yang telah mengalami variasi waktu aging
selama 0, 4, 6, dan 8 jam.
1.5. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini manfaat yang dapat diperoleh yaitu sebagai berikut:
1. Hasil analisis dapat digunakan untuk menentukan waktu aging terbaik
pada paduan Ti-6Al-7Nb.
2. Menghasilkan paduan Ti-6Al-7Nb yang memiliki sifat optimal sehingga
dapat digunakan sebagai implan dalam jangka waktu yang lama di dalam
tubuh manusia.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang permasalahan, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dibahas teori-teori dasar yang menunjang penelitian ini,
antara lain: Titanium dan Paduannya, Sendi Panggul (Hip Joint),
Perlakuan Panas Solution Treatment and Aging (STA), Kekuatan Tarik,
Page 22
6
Ketahanan Korosi, serta Struktur Mikro melalui metalografi dan
karakterisasi XRD.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang waktu dan tempat penelitian, peralatan dan
bahan penelitian yang digunakan, dan tahapan penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi tentang data yang didapat dari pengujian yang
dilakukan, serta pembahasan dari hasil pengujian tersebut. Data-data
tersebut meliputi hasil pengujian berupa kekuatan tarik, ketahanan korosi,
serta struktur mikro dari hasil pengujian metalografi dan karakterisasi
XRD.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang menjawab tujuan
penelitian dan juga berisi saran untuk penelitian selanjutnya yang akan
datang.
Page 23
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Titanium dan Paduannya
Pada tahun 1791, William Gregor seorang pendeta Inggris, ahli mineral,
dan ahli kimia pertama kali menemukan titanium. Ia memeriksa pasir magnet dari
sungai Helford, Cornwall, Inggris, dan menemukan ilmenite. Beberapa tahun
kemudian, seorang ahli kimia Jerman bernama Heinrich Klaproth menemukan
titanium oksida yang dikenal sebagai rutile. Kemudian ia menamakannya titanium
yang dalam bahasa lain berarti bumi, yang juga terinspirasi dari mitologi Yunani
yaitu titans [8].
Titanium merupakan logam yang cerah dan berwarna putih dalam keadaan
murni dan merupakan salah satu logam transisi bernomor atom 22 yang bersifat
kuat, ringan, dan tahan terhadap korosi. Ketahanan korosi yang baik dari titanium
disebabkan oleh kemampuannya untuk membentuk lapisan oksida pada
permukaannya. Namun, titanium bukanlah konduktor yang baik, daya hantar
listriknya hanya 3,1%. Titanium juga termasuk logam para-magnetik, karena
memiliki sifat kemagnetan yang kurang baik [9].
Titanium bukan unsur langka karena merupakan unsur kesembilan yang
paling melimpah dan logam struktural keempat yang paling melimpah di kerak
bumi setelah aluminium, besi, dan magnesium. Namun, titanium tidak dapat
ditemukan dalam keadaan murni melainkan selalu berikatan dengan mineral lain
seperti rutile, ilmenite, leucoxene, anatase, brookite, perovskite, dan sphene.
Page 24
8
Dengan demikian, proses untuk mendapatkan titanium murni sangat sulit sehingga
membuat harga titanium menjadi mahal [8]. Titanium memiliki titik leleh lebih dari
1660 °C atau 3000 °F, namun sebagian besar paduan titanium komersial memiliki
titik leleh 538 °C atau 1000 °F. Karakteristik titanium yang paling terkenal adalah
bersifat sama kuat dengan baja namun beratnya hanya 60% dari berat baja. [10].
Gambar 2. 1 Struktur Kristal Titanium (a) HCP untuk Fase Alfa dan (b) BCC untuk Fase
Beta [11].
Titanium bersifat allotrophy, yaitu memiliki dua struktur kristal pada
temperatur yang berbeda. Ketika berada pada temperatur ruang, struktur kristal
titanium murni adalah HCP (Hexagonal Close-Packed) dan berfase alfa (α). Ketika
berada pada temperatur yang lebih tinggi, struktur kristalnya berubah menjadi BCC
(Body Centered Cubic) dan berfase beta (β). Temperatur transformasi dari alfa
menjadi beta disebut beta transus. Fasa alfa berubah menjadi beta pada temperatur
1620°F sampai titik leleh (3130°F), yang dipengaruhi oleh paduan atau pengotor
yang dapat menaikkan atau menurunkan temperatur beta transus tersebut [12].
Page 25
9
2.1.1. Unsur Penstabil pada Paduan Titanium
Paduan titanium membutuhkan penstabil α dan β untuk menstabilkan
berbagai fase di dalamnya yang dapat mengubah sifat-sifatnya dalam proses
perlakuan panas (heat treatment), sehingga dapat diperoleh sifat akhir yang
diinginkan dari paduan tersebut. Jika paduan akan berada pada temperatur tinggi,
maka dibutuhkan penstabil α atau β untuk mencegah terjadinya perubahan fase
yang mengakibatkan distorsi [11].
A. Penstabil α
Penstabil α dapat menaikkan temperatur beta transus. Penstabil α memiliki
elemen paduan substitusi dan intertisi. Elemen paduan substitusi adalah Al, Ga, dan
Ge, aluminium adalah elemen yang paling banyak digunakan karena memiliki
kelarutan yang baik dalam fase α dan β, elemen paduan subtsitusi lainnya yaitu Ga
dan Ge memiliki kelarutan yang lebih rendah dibanding Al. Sedangkan elemen
paduan interstisi adalah O, N, dan C yang semuanya merupakan penstabil α yang
kuat, unsur-unsur ini cenderung lebih kuat namun juga dapat menurunkan keuletan
paduan titanium. Aluminium sebagai penstabil α utama, dikenal untuk
meningkatkan kekuatan tarik dan kekuatan mulur titanium.
B. Penstabil β
Penstabil β dapat menurunkan temperatur beta transus. Secara umum
penstabil β merupakan logam transisi yang dibagi menjadi 2 kategori yaitu β-
isomorphous yang memiliki kelarutan padatan yang baik pada fase β dan β-
eutectoid yang kelarutannya lebih terbatas. Elemen penstabil β-isomorphous yang
Page 26
10
digunakan dalam paduan titanium antara lain V, Nb, dan Mo. Sedangkan pada
penstabil β-eutectoid, elemen penstabil nya adalah Cr, Fe, Si, dan H.
2.1.2. Klasifikasi Paduan Titanium
Titanium dan paduannya dapat diklasifikasikan berdasarkan fase yang
dominan atau jumlah α dan β di dalam strukturnya pada temperatur ruang, antara
lain paduan α, paduan α+β, dan paduan β.
A. Paduan α
Paduan α merupakan paduan fase tunggal yang memiliki kestabilan dan
sifat yang baik pada temperatur tinggi. Namun, paduan α tidak dapat diberi
perlakuan panas (heat treatment) untuk mengontrol struktur mikronya. Paduan ini
memiliki struktur kristal yang dominan yaitu HCP (hexagonal close-packed) pada
temperatur ruang [13]. Secara umum, paduan α memiliki ketangguhan dan
ketahanan mulur yang baik. Paduan alfa juga memiliki kemampuan las yang sangat
baik, namun kemampuan tempanya lebih buruk daripada paduan β, sifat inilah yang
membuat paduan α rentan terhadap cacat-cacat penempaan. [9].
B. Paduan α+β
Paduan α+β merupakan fase campuran α dan β. Paduan ini memiliki
kombinasi kekuatan dan keuletan yang baik [13]. Sifat-sifat dari paduan ini dapat
disesuaikan dengan perlakuan panas untuk mendapatkan struktur mikro yang sesuai
dengan aplikasi penggunaan akhir dari paduan [14]. Paduan ini dapat diberikan
perlakuan panas berupa perlakuan pelarutan (solution treatment) yang diikuti
dengan penuaan (aging) sehingga dapat membentuk fase α yang halus dan tersebar
merata pada fase β. Paduan α+ β memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan
Page 27
11
dengan paduan α atau paduan β, namun memiliki ketahanan mulur yang lebih
rendah daripada paduan α [9].
C. Paduan β
Paduan β memiliki kemampuan tempa yang sangat baik pada berbagai
temperatur dibandingkan dengan paduan alfa. Paduan ini dapat diberikan perlakuan
panas untuk meningkatkan sifat mekanik dan mengontrol struktur mikronya.
Perlakuan panas yang dapat diberikan pada paduan ini berupa perlakuan pelarutan
(solution treatment) yang diikuti dengan penuaan (aging). Paduan ini bersifat
sangat kuat namun keuletan dan ketahanan lelahnya rendah [9].
2.1.3. Paduan Titanium sebagai Biomaterial untuk Implan
Material yang digunakan sebagai implan yang ditempatkan di dalam tubuh
manusia memiliki beberapa karakteristik. Dari segi biologis, implan harus bersifat
non toksik, non karsinogenik, dan tidak menimbulkan reaksi alergi atau respon
imflamasi berkelanjutan (prolonged inflammatory response). Dari segi kimia,
implan harus bersifat inert (tidak bereaksi) dan tahan terhadap korosi. Dari segi
mekanis, implan harus memiliki kekuatan yang tinggi dan ketangguhan patah yang
baik. Sifat yang paling utama adalah implan harus memiliki biokompabilitas yang
tinggi [15].
Titanium dan paduannya sangat banyak digunakan di bidang implan medis
karena sifat mekaniknya yang unik dan ketahanan terhadap korosinya. Selain itu,
titanium dan paduannya tidak menimbulkan respon alergi bagi tubuh manusia.
Titanium dan paduannya merupakan biomaterial logam yang paling toleran untuk
Page 28
12
digunakan dalam tubuh manusia [16]. Ketahanan korosi yang baik ini disebabkan
karena pembentukan lapisan tipis oksida pada permukaannya [9].
Di bidang aplikasi biomedis, titanium telah banyak digunakan untuk
perangkat prostetik untuk implan tulang dan sendi, katup jantung, dan implan gigi.
Untuk implan sendi panggul, pada awalnya terbuat dari logam seperti paduan
titanium dan baja tahan karat yaitu Co-Cr. Namun untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik, paduan titanium lebih disarankan karena memiliki biokompabilitas yang
baik, ketahanan terhadap korosi yang tinggi, dan sifat mekanik yang lebih baik.
Selain itu, implan dari paduan titanium juga tidak bersifat feromagnetik dan tidak
membahayakan pasien sehingga dapat dijadikan alternatif dari baja tahan karat
untuk pasien yang memiliki alergi terhadap nikel [17].
Penggunaan titanium dan paduannya yang akan digunakan sebagai implan
harus memiliki kekuatan tinggi dan modulus rendah yang mendekati sifat mekanik
tulang manusia sebenarnya [5]. Saat ini, hanya tiga paduan titanium yang digunakan
secara luas dalam industri implan, yaitu CP-Ti (Commercially Pure Titanium), Ti-
6Al-4V, dan paduan yang baru dikembangkan yaitu Ti-6Al-7Nb [13].
A. Cp-Ti
Cp-Ti merupakan biomaterial yang paling banyak digunakan sebagai
pengganti stainless steel 316L dan paduan Co-Cr, karena Cp-Ti memiliki
biokompatibilitas dan ketahanan korosi yang lebih baik. Selain itu, stainless steel
dan paduan Co-Cr biasanya mengandung unsur-unsur yang berbahaya seperti Ni,
Co, dan Cr [5]. Namun, Cp-Ti memiliki beberapa kekurangan antara lain
kekuatannya rendah, kesulitan dalam proses pemrosesan, dan memiliki ketahanan
Page 29
13
aus yang buruk. Oleh karena itu, Cp-Ti masih tidak mencukupi untuk digunakan
untuk aplikasi yang memerlukan kekuatan tinggi [18].
B. Ti-6Al-4V
Ti-6Al-4V merupakan paduan tipe α+β yang digunakan untuk
menggantikan Cp-Ti karena biokompatibilitasnya yang lebih baik sehingga Ti-6Al-
4V telah menjadi biomaterial utama dari paduan titanium dalam jangka waktu yang
lama [3]. Namun, keberadaan unsur vanadium dapat membahayakan apabila ion
dari unsur tersebut masuk ke dalam jaringan manusia karena bersifat toksik, yang
dapat menyebabkan masalah di dalam tubuh seperti gangguan neurologis. Untuk
penggunaan jangka panjang, paduan Ti-6Al-4V dapat memberi beban pada tulang
yang dapat menyebabkan terjadinya resorpsi tulang sehingga dapat melonggarkan
implan [18], [19].
C. Ti-6Al-7Nb
Ti-6Al-7Nb merupakan paduan titanium tipe α+β yang dikembangkan
sebagai pengganti Ti-6Al-4V yang secara klinis digunakan sejak tahun 1986,
karena niobium memiliki biokompatibilitas yang lebih baik dan lebih murah
daripada vanadium. Niobium menunjukkan efek yang mirip dengan vanadium
untuk menstabilkan fase beta pada paduan tipe α+β [18]. Ti-6Al-7Nb memiliki
biokompatibilitas yang lebih baik daripada Ti-6Al-4V, karena pembentukan Nb2O5
yang ketika di dalam tubuh lebih stabil secara kimia dibandingkan dengan V2O5
[20]. Semlitch dkk. melaporkan pada penelitiannya bahwa sifat mekanik yang
diperoleh dalam penelitian paduan Ti-6Al dengan niobium sebagai pengganti
Page 30
14
vanadium dan menyimpulkan bahwa Ti-6Al-7Nb menghasilkan sifat mekanik dan
kemampuan kerja yang terbaik [21].
Gambar 2. 2 Biokompabilitas dari Unsur Paduan Titanium [5].
Berdasarkan Gambar 2.2 diperoleh bahwa niobium termasuk golongan
inert (tidak bereaksi) dan memiliki biokompabilitas yang lebih baik daripada
vanadium. Sebagai paduan titanium tipe α+β, temperatur beta transus dari paduan
titanium Ti-6Al-7Nb adalah 1010 °C [22]. Temperatur beta transus tersebut
dipengaruhi oleh komposisi paduan. Berdasarkan penelitian Popa dkk, berikut ini
merupakan komposisi dari paduan Ti-6Al-7Nb:
Tabel 2. 1 Komposisi Kimia Paduan Ti-6Al-7Nb [23].
Unsur Al Nb Ta O2 N2 C Fe Ti
Presentase
(%)
5.5 –
6.5
6.5 –
7.5
Max
0.5
Max
0.2
Max
0.05
Max
0.08
Max
0.25
Balance
Ti-6Al-7Nb dikembangkan untuk memperoleh beberapa tujuan, seperti
lapisan pasif pada permukaan yang lebih stabil dan ketahanan korosi yang lebih
tinggi [24]. Sifat mekanik seperti kekuatan dan ketangguhan dari Ti-6Al-7Nb
Page 31
15
sangat dipengaruhi oleh struktur mikronya. Setelah dilakukan perendaman dalam
waktu yang lama dalam larutan asam laktat 1%, jumlah ion titanium yang terlepas
dari paduan Ti-6Al-7Nb lebih sedikit daripada paduan Ti-6Al-4V. Paduan Ti-6Al-
7Nb menunjukkan kemampuan cor yang sedikit lebih rendah daripada Cp-Ti, tetapi
porositas tuangnya lebih rendah sehingga lebih menguntungkan [19].
2.2. Sendi Panggul (Hip Joint)
Sendi panggul (hip joint) merupakan sendi peluru yang menghubungkan
antara pinggul dan pangkal tulang paha atas. Sendi panggul pada manusia terdiri
dari 3 bagian utama yaitu femur, femoral head, dan rounded socket. Sendi panggul
merupakan salah satu sendi yang sangat penting di dalam tubuh manusia dan
merupakan sendi penyangga beban yang paling besar pada tubuh manusia [25].
Gambar 2. 3 Sendi Panggul (Hip Joint) Normal [26]
Pada sendi panggul yang normal, terdapat selaput sinovial yang dapat
memproduksi cairan yang berfungsi untuk melumasi dan mengurangi gesekan di
dalam sendi panggul. Pada permukaan tulang juga terdapat artikular kartilago yaitu
lapisan tulang rawan yang memungkinkan tulang untuk bebas bergerak dengan
Page 32
16
mudah. Artikular kartilago pada femoral head dalam kondisi normal masih
berfungsi dengan baik. Namun, karena gerakan dan gesekan yang hampir terjadi
setiap hari maka artikular kartilago dapat melemah dan dapat mengakibatkan
arthritis [26].
Kerusakan pada sendi panggul dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain arthritis, pengapuran, penuaan, fraktur di sekitar sendi panggul, dan
kematian (aseptic necrosis) dari tulang pinggul. Necrosis ini dapat terjadi akibat
dari patah tulang pinggul, obat-obatan seperti alkohol, penyakit yang menyerang
sistem imun seperti lupus, dan transplantasi ginjal [26]. Dampak dari kejadian-
kejadian di atas menyebabkan perlunya dilakukan operasi penggantian sendi
panggul. Pasien yang sudah melakukan operasi penggantian sendi panggul buatan
(total hip replacement) akan disarankan oleh dokter agar membatasi gerakan
tubuhnya seperti berlari dan berjongkok, untuk menjaga keawetan sendi panggul
tersebut [25].
Komponen artificial hip joint (sendi panggul buatan) dapat dilihat pada
Gambar 2.4. Sendi panggul buatan terdiri dari sistem acetabular yang terdiri dari
komponen acetabular shell dan acetabular liner dan sistem femoral yang terdiri
dari komponen femoral head dan femoral stem [25]. Acetabular shell sebagai metal
cup yang menempel pada acetabulum (bagian tulang pinggul) yang pada
permukaannya terdapat porous (permukaan kasar yang mirip jaring-jaring) yang
berfungsi untuk merangsang tulang agar tumbuh dan merekat pada acetabular shell
secara alami. Acetabular liner berfungsi untuk menopang femoral head yang
direkatkan pada acetabular shell. Femoral head adalah implan pengganti bonggol
Page 33
17
tulang femur yang rusak dan telah dipotong. Femoral stem berfungsi untuk
menyangga femoral head yang menggantikan fungsi kerja kepala femur.
Gambar 2. 4 Sendi Panggul Buatan [26]
2.3. Perlakuan Panas (Heat Treatment) Paduan Titanium α+β
Perlakuan panas atau heat treatment adalah proses pemanasan dan
pendinginan yang terkontrol. Proses ini bertujuan untuk mengubah sifat fisik dan
mekanik material atau logam agar sesuai dengan yang diinginkan [27]. Titanium
dan paduannya diberikan perlakuan panas untuk mendapatkan struktur mikro dan
sifat mekanik tertentu untuk aplikasi tertentu. Respon dari paduan titanium terhadap
perlakuan panas tergantung dari komposisi paduan tersebut dan efek dari unsur-
unsur keseimbangan paduan pada fase alfa dan beta [14].
Struktur mikro paduan titanium tipe α+β yang dapat disesuaikan melalui
proses perlakuan panas dengan cara memanaskannya pada temperatur di bawah
atau di atas beta transus [28]. Paduan ini dapat diberi perlakuan panas berupa
Page 34
18
Solution Treatment and Aging (STA) sebagai metode penguatan yang efektif untuk
paduan titanium tipe α+ β [29].
Gambar 2. 5 Skema Perlakuan Panas Solution Treatment and Aging pada Paduan
Titanium α+β [28]
2.3.1 Solution Heat Treatment (Perlakuan Panas Pelarutan)
Solution heat treatment adalah proses memanaskan paduan titanium di
dalam dapur pemanas pada temperatur sedikit di atas atau sedikit di bawah beta
transus, yang tergantung dari jenis paduannya, kemudian ditahan dalam waktu
tertentu. Untuk paduan α+β, pengaturan temperatur sangatlah penting untuk
mendapatkan sifat yang diinginkan. Paduan α+β dipanaskan pada temperatur
sedikit di bawah beta transus, jika melebihi beta transus maka kekuatan tariknya
akan menurun dan tidak dapat diperbaiki lagi pada proses perlakuan panas
selanjutnya. Penentuan temperatur pada proses solution heat treatment paduan ini
dilakukan setelah memutuskan sifat mekanis seperti apa yang diinginkan setelah
535-675 °C
2-8 h
WQ
AC
T (
°C)
t (h)
970 °C / 1 h
Solution Aging
Page 35
19
proses aging, karena perubahan temperatur pada proses ini akan mempengaruhi
jumlah fase beta sehingga akan mempengaruhi respon paduan terhadap aging.
Tujuan dari solution heat treatment adalah untuk menghasilkan larutan padat yang
hampir homogen. [28].
2.3.2 Quenching (Pendinginan Cepat)
Quenching merupakan proses lanjutan dari proses solution heat treatment.
Setelah waktu penahanan (holding time) pada proses sebelumnya, paduan akan
didinginkan ke dalam suatu media pendingin dengan laju yang sangat cepat untuk
mempertahankan larutan padat paduan. Media pendingin yang digunakan pada
proses ini sangat bervariasi, yang disesuaikan untuk mencapai spesifikasi dari
paduan yang diproses. Media quenching yang umum digunakan adalah air, gas
argon, dan oli [30]. Tujuan dari proses quenching adalah agar larutan padat
homogen yang telah terbentuk pada proses sebelumnya dan kekosongan atom
dalam keseimbangan termal pada temperatur tinggi dapat dipertahankan pada
tempatnya [31].
2.3.3 Aging (Penuaan)
Aging merupakan tahap terakhir dari proses perlakuan panas pada paduan
titanium. Proses aging adalah memanaskan kembali paduan pada temperatur yang
lebih rendah di bidang α+β, berkisar pada temperatur antara 535 °C hingga 675 °C
selama 2 sampai 8 jam [28]. Kemudian paduan didinginkan kembali dengan media
udara atau di dalam furnace. Proses ini biasanya menghasilkan presipitat alfa yang
halus dalam fase beta sehingga akan meningkatkan kekuatan [32].
Page 36
20
Proses aging umumnya dilakukan pada paduan titanium untuk
mendapatkan struktur mikro yang stabil. Kondisi temperatur dan waktu yang
berbeda pada proses ini dapat menyebabkan transisi fase paduan yang berbeda pula.
Struktur mikro dari paduan titanium tipe α+β yang stabil dapat diperoleh dengan
menggunakan temperatur dan waktu aging yang sesuai [33]. Proses aging dibagi
menjadi tiga jenis, antara lain natural aging yang dilakukan pada temperatur ruang,
artificial aging yang dilakukan pada temperatur tertentu, dan over aging yang
dilakukan di atas temperatur standar walaupun masih di bawah beta transus dan
pada waktu yang terlalu lama atau temperatur yang terlalu tinggi, pada tahap ini
presipitat dan matriks berada dalam keadaan yang seimbang. Over aging dapat
menurunkan kekuatan yang telah dicapai sebelumnya, sehingga kondisi ini
merupakan kondisi yang tidak diinginkan. Kombinasi antara temperatur dan waktu
pada proses aging ditentukan tergantung pada kekuatan yang dibutuhkan [30].
Waktu aging dapat menyebabkan perbedaan pada jenis, ukuran dan distribusi
partikel endapan, serta fraksi volume yang dapat mempengaruhi struktur akhir
sehingga menghasilkan sifat mekanik yang berbeda [34].
2.4. Kekuatan Tarik Ti-6Al-7Nb
Kekuatan tarik merupakan salah satu spesifikasi material untuk
memastikan kualitas suatu bahan dan untuk memprediksi perlaku material ketika
diberi beban. Kekuatan tarik dapat diukur dalam bentuk tegangan yang diperlukan
untuk menyebabkan deformasi plastis yang cukup besar, atau tegangan maksimum
yang dapat ditahan oleh material [35]. Untuk mendapatkan hasil kekuatan tarik
yang akurat pada paduan titanium, kecepatan tarik harus sangat diperhatikan selama
Page 37
21
proses pengujian karena dapat mempengaruhi kekuatan titanium. Kecepatan tarik
yang direkomendasikan adalah sebesar 1,3 hingga 25,4 mm per menit [32]. Selain
itu, spesimen yang digunakan dalam pengujian tarik harus dipreparasi dalam ukuran
dan bentuk tertentu, yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 berdasarkan ASTM E-8 [36].
Gambar 2. 6 Spesimen Uji Tarik [36].
Tabel 2. 2 Ukuran Standar Sampel Uji Tarik [36].
Dimensions, mm [in.]
For Test Specimens with Gauge Length Four Times the Diameter [E8]
Standard
Specimen
Small-Size Specimens Proportional to Standard
Specimen 1 Specimen 2 Specimen 3 Specimen 4 Specimen 5
G – Gauge
Length
50.0 ± 0.1
[2.000 ±
0.005]
36.0 ± 0.1
[1.400 ±
0.005]
24.0 ± 0.1
[1.000 ±
0.005]
16.0 ± 0.1
[0.640 ±
0.005]
10.0 ± 0.1
[0.450 ±
0.005]
D – Diameter
(Note 1)
12.5 ± 0.2
[0.500 ±
0.010]
9.0 ± 0.1
[0.350 ±
0.007]
6.0 ± 0.1
[0.250 ±
0.005]
4.0 ± 0.1
[0.160 ±
0.003]
2.5 ± 0.1
[0.113 ±
0.002]
R – Radius of
Fillet, min
10 [0.375] 8 [0.25] 6 [0.188] 4 [0.156] 2 [0.094]
A – Length of
reduced section,
min (Note 2)
56 [2.25] 45 [1.75] 30 [1.25] 20 [0.75] 16 [0.625]
Kekuatan tarik paduan sangat dipengaruhi oleh fraksi volume dari fase α
primer, presipitat fase α sekunder di dalam matriks β, dan kehalusan struktur
mikronya [37]. Selain itu, kekuatan material juga sangat dipengaruhi oleh
temperatur dan waktu aging. Kekuatan material akan meningkat seiring
bertambahnya waktu aging, hal ini dikarenakan semakin lamanya waktu aging
Page 38
22
maka semakin banyak α sekunder yang terbentuk sehingga akan meningkatkan
kekuatan [38]. Sedangkan parameter struktur mikro yang memiliki dampak terbesar
pada kekuatan tarik maksimum atau Ultimate Tensile Strength adalah ketebalan
lamel α dan lebar batas butir lapisan α. [39].
Material yang memiliki kekuatan tinggi namun modulus rendah baik
digunakan sebagai aplikasi implan medis, karena material yang memiliki modulus
rendah dapat mengurangi tegangan akibat penggunaannya. Kobayashi dkk.
melaporkan bahwa kekuatan Ti-6Al-7Nb yang lebih tinggi daripada Cp-Ti
disebabkan oleh efek gabungan dari penguatan larutan padat (solid solution
strengthening) dan penguatan struktur (structure-refining strengthening) [40].
Berbagai macam tingkat kekuatan dapat diperoleh pada paduan titanium tipe α+β
melalui proses solution treatment pada temperatur di daerah α+β, yang normalnya
dilakukan pada temperatur 23-85°C di bawah beta transus untuk mendapatkan
kekuatan yang tinggi dan keuletan yang baik [6]. Nilai kekuatan tarik maksimum
paduan Ti-6Al-7Nb yang telah dilakukan solution treatment and aging pada
penelitian R. Dabrowski dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2. 3 Hasil Pengujian Tarik Paduan Ti-6Al-7Nb dengan Solution
Treatment 970 °C selama 1 jam, pendinginan dalam air, dan Aging [41].
Waktu
Aging
Temperatur
Aging
Kekuatan Tarik Maksimum
(MPa)
5 jam 450 °C 1147
5 jam 650 °C 1027
Pada Gambar 2.7 ditunjukkan diagram fase untuk paduan Ti-Al-Nb.
Struktur yang diberi perlakuan panas pada daerah α+β memiliki kekuatan dan
Page 39
23
keuletan yang lebih tinggi, sedangkan struktur yang diberi perlakuan panas pada
daerah β memiliki ketangguhan patah yang lebih tinggi [2].
Gambar 2. 7 Diagram Fase Paduan Titanium [6].
2.5. Ketahanan Korosi Ti-6Al-7Nb
Korosi adalah proses yang menyebabkan kerusakan atau degradasi logam
maupun paduan. Korosi terjadi akibat reaksi redoks antara logam atau paduan
dengan zat-zat di sekitarnya kemudian menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak
diinginkan. Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi sedangkan oksigen
(udara) mengalami reduksi. Korosi juga dapat diartikan sebagai serangan yang
Page 40
24
merusak logam akibat logam bereaksi dengan lingkungan secara kimia maupun
elektrokimia [42].
Titanium dan paduannya diketahui memiliki ketahanan korosi yang sangat
baik. Ketahanan korosi yang sangat baik dari titanium dan paduannya dihasilkan
oleh pembentukan lapisan oksida yang sangat stabil sehingga dapat melindungi
permukaan logam. Logam titanium sendiri merupakan logam yang sangat reaktif
dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen, sehingga pembentukan lapisan
oksida ini terbentuk secara langsung (spontan) ketika permukaan logam terpapar
udara atau kelembaban. Selain itu, lapisan oksida yang rusak umumnya dapat
memanaskan dirinya kembali secara spontan ketika ada oksigen atau air di
lingkungannya. Namun, kondisi anhidrat tanpa sumber oksigen dapat menyebabkan
korosi pada titanium, karena lapisan oksida sebagai pelindung tersebut tidak dapat
diregenerasi ketika rusak [43].
Ketahanan korosi merupakan salah satu karakteristik yang paling penting
untuk material implan biomedis. Hal ini karena ketahanan korosi tidak hanya
berkaitan dengan keberlangsungan implan, tetapi juga efek kerusakannya terhadap
tubuh manusia [44]. Korosi dari implan logam terhadap tubuh manusia sangat perlu
dipertimbangkan karena dapat mempengaruhi biokompatibilitas dan sifat
mekaniknya [45]. Korosi antara implan dengan cairan dan jaringan tubuh diketahui
juga dapat mempengaruhi sifat fisiknya sehingga memungkinkan terjadinya isolasi
atau penolakan terhadap implan tersebut. Selain itu, efek jangka panjangnya dapat
menyebabkan respon karsinogenik atau dapat memicu kanker [46].
Page 41
25
Penggunaan paduan titanium sebagai implan sendi panggul (hip joint)
akan sering mengalami gesekan karena gerakan sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya korosi. Ketahanan korosi yang rendah dapat menyebabkan kegagalan
implan klinis dan osteolisis. Selain itu, dapat menyebabkan reaksi alergi kulit jika
logam yang digunakan tersebut larut dalam cairan tubuh [47]. Maka dari itu, implan
haruslah memiliki ketahanan korosi yang sangat tinggi.
Paduan Ti-6Al-7Nb memiliki ketahanan korosi yang lebih baik daripada
titanium murni dan Ti-6Al-4V [20]. Ion vanadium pada Ti-6Al-4V yang dilepaskan
ke aliran darah dapat menyebabkan iritasi lokal pada jaringan di sekitar implan,
karena vanadium menghasilkan oksida yang berbahaya bagi tubuh manusia [48].
Ti-6Al-7Nb tidak memiliki ion vanadium yang kemudian digantikan dengan
niobium. Unsur niobium dan senyawa oksidanya seperti Nb2O5 termasuk ke dalam
kelompok inert terhadap tubuh. Senyawa Nb dengan O2 lebih mudah terbentuk
daripada senyawa Al dengan O2. Selama proses passivasi, Nb2O5 membentuk
struktur padat pada lapisan permukaan, sehingga lebih tahan terhadap korosi di
jaringan dan cairan tubuh, serta akan mengurangi terjadinya komplikasi setelah
proses implantasi [49].
Pembentukan lapisan pasif pada paduan Ti-6Al-7Nb dipengaruhi oleh
keberadaan Nb. Unsur Nb sebagai elemen paduan dapat menstabilkan lapisan pasif
permukaan tersebut. Selain itu, kation Nb meningkatkan sifat lapisan pasif
permukaan dengan mengurangi konsentrasi kekosongan anion yang terdapat pada
TiO2. Kekosongan anion ini disebabkan karena adanya keadaan oksidasi titanium
yang lebih rendah. Sehingga Ti-6Al-7Nb memiliki kerapatan arus yang lebih
Page 42
26
rendah daripada Ti-6Al-4V, karena efek Nb dalam lapisan pasif tersebut [50].
Lapisan pasif yang terbentuk pada paduan titanium Ti-6Al-7Nb terdiri dari dua
lapisan oksida yang terdiri dari lapisan penghalang (barrier inner layer) dan lapisan
berpori (porous outer layer). Lapisan penghalang berhubungan dengan ketahanan
korosi paduan. Sedangkan lapisan luar berpori berpengaruh terhadap kemampuan
osseointegrasi yaitu kontak langsung antara tulang dengan permukaan implan tanpa
lapisan jaringan penghubung [48].
Proses aging juga mempengaruhi laju korosi suatu paduan. Semakin lama
waktu aging, maka laju korosinya akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan
presipitat akan semakin halus dan kelarutannya akan meningkat seiring dengan
lamanya waktu aging, sehingga paduan akan semakin sulit untuk terkorosi [47].
Salah satu jenis simulasi cairan tubuh yang digunakan pada pengujian korosi adalah
larutan Hanks yang sejenis larutan biologis tubuh dengan pH kurang lebih 7,4.
Komposisi kimia larutan Hanks dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2. 4 Komposisi Larutan Hanks [24].
Reagen Komposisi (g/L)
CaCl2. 2 H2O
KCl
K2HPO4
MgCl2. 6H2O
NaCl
NaHCO3
MgSO4. 7H2O
Na2HPO4
Glukosa
0,149
0,4
0,06
1,0
8,0
0,35
1,0
0,048
1,0
Page 43
27
Salah satu metode elektrokimia yang paling banyak digunakan dalam
pengujian korosi adalah melalui kurva polarisasi dengan menggunakan metode
Tafel. Melalui metode Tafel dapat diperoleh nilai icorr (arus korosi) yang akan
digunakan untuk menghitung laju korosi suatu material jika luas permukaannya
diketahui. Nilai icorr berbanding lurus dengan laju korosi, semakin kecil nilai icorr
maka semakin kecil laju korosi dan semakin baik pula ketahanan terhadap
korosinya [51]. Kurva yang diperoleh adalah hubungan antara log current dengan
potensialnya, disebut juga dengan metode potensiodinamik yang merupakan teknik
elektrokimia yang paling umum digunakan untuk mengukur ketahanan korosi suatu
material terhadap lingkungannya [52].
Gambar 2. 8 Kurva Polarisasi Potensiodinamik Hot Rolled Ti-6Al-7Nb dalam larutan
Ringer dengan scan rate 1 mV/s, pendinginan dalam furnace, dengan variasi temperatur
solution treatment di daerah α+β [53].
Page 44
28
Laju korosi paduan untuk metode Tafel menggunakan perhitungan
berdasarkan persamaan Faraday. Sesuai dengan ASTM G-102 [54], laju korosi
dapat dihitung menggunakan rumus:
CR = Kicorr
ρ EW
dimana CR adalah laju korosi (mm/yr), K adalah konstanta 3,27 x 10−3 (mm. g. µA-
1. cm-1 yr-1), icorr adalah arus current density korosi (µA. cm-2), ρ adalah densitas
paduan (g/cm3), dan EW adalah berat ekuivalen paduan. Nilai konstanta K lainnya
untuk sistem satuan yang berbeda dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. 5 Nilai Konstanta dalam Persamaan Faraday [54].
Penetration
Rate Unit
(CR)
icor Unit ρ Unit K Units of K
mpy µA/cm2 g/cm3 0.1288 mpy g/μA cm
mm/yr A/m2 kg/cm3 327.2 mm kg/A m y
mm/yr µA/cm2 g/cm3 3,27 x 10−3 mm g/μA cm y
2.6. Struktur Mikro Ti-6Al-7Nb
Titanium dan paduannya dapat menunjukkan berbagai jenis struktur mikro
yang bergantung pada komposisi kimia, pemrosesan, dan perlakuan panas pada
paduan. Telah diketahui bahwa struktur mikro dari paduan titanium α+β sangat
berpengaruh pada sifat mekanik paduan. Transformasi fase β ke α pada paduan
titanium α+β merupakan dasar pengembangan struktur mikro. Transformasi fase
tersebut dapat terjadi melalui nukleasi yang bergantung pada komposisi paduan dan
laju pendinginan. Oleh karena itu, paduan α+β lebih banyak digunakan karena
memiliki jangkauan yang lebih luas dalam hal mengontrol struktur mikro [13].
Page 45
29
2.6.1 Metalografi
Struktur mikro dari metalografi menunjukkan struktur mikro paduan
titanium tipe α+β diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu lamellar dan bimodal.
Struktur lamellar terbentuk akibat proses perlakuan panas pada paduan pada
temperatur sedikit di bawah atau sedikit di atas beta transus, yang terdiri dari koloni-
koloni lamel-α yang berbentuk HCP di dalam butiran fase β. Struktur mikro
lamellar ditandai dengan kekuatan tarik yang relatif tinggi, sifat kelelahan sedang,
dan memiliki ketahanan pertumbuhan creep dan crack yang baik [55]. Parameter
penting dari struktur lamellar yang berkaitan dengan sifat mekanik material antara
lain ukuran butir fase β, ukuran koloni lamel-α, ketebalan lamel-α, dan batas butir
kontinu lapisan α [56]. Parameter tersebut dipengaruhi oleh komposisi paduan dan
laju pendinginan di atas temperatur beta transus [39].
Gambar 2. 9 Hasil SEM (a) Struktur Lamellar, (b) Struktur Bimodal [39].
Sedangkan struktur mikro bimodal terbentuk karena pengerjaan dan anil
di bawah temperatur beta transus. Struktur mikro bimodal memiliki ukuran butir
fase beta yang kecil, yang dibatasi oleh butiran alfa globular primer. Laju
pendinginan dari perlakuan panas homogenisasi-β, proses perlakuan panas
a) b)
Page 46
30
pelarutan, dan temperatur rekristalisasi merupakan faktor utama yang menentukan
karakteristik struktur bimodal [39]. Struktur bimodal memiliki tegangan luluh,
tegangan tarik, tegangan lelah, dan keuletan yang baik [56].
Untuk paduan titanium tipe α+β, parameter struktur mikro yang paling
penting untuk menentukan sifat mekanik adalah ukuran koloni α. Ketika ukuran
koloni α diperkecil, maka tegangan luluh, keuletan, dan ketahanan nukleasi retak
akan meningkat [57]. Struktur mikro paduan titanium Ti-6Al-7Nb terdiri dari dua
fase, yaitu fase alfa dan beta. Fase alfa sebagian besar tersusun dari aluminium yang
berstruktur HCP (Hexagonal Closed-Packed) dan fase beta yang berstruktur BCC
(Body Centered-Cubic) sebagian besar tersusun dari niobium [24].
Gambar 2. 10 Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diperoleh setelah dipanaskan pada
temperatur 970 °C, ditahan selama 1 jam, pendinginan di dalam air, dan penuaan (aging)
selama 5 jam pada temperatur 450°C [58].
Fase alfa berwarna putih atau lebih terang, sedangkan fase beta berwarna
hitam atau lebih gelap. Bagian yang berwarna putih yang terlihat seperti jarum
merupakan fase alfa yang terbentuk dari fase beta yang berubah menjadi alfa ketika
paduan melewati batas transformasi namun masih ada fase beta yang bertahan [6].
Page 47
31
Gambar 2. 11 Struktur Mikro As Cast Ti-6Al-7Nb [24].
2.6.2 Karakterisasi XRD (X-Ray Diffraction)
XRD atau Difraksi Sinar-X merupakan metode berteknologi tinggi dan
non destruktif yang digunakan untuk menganalisis berbagai material termasuk
logam, mineral, cairan, polimer, plastik, katalis, farmasi, pelapis thin film, keramik,
sel surya, serta semikonduktor. XRD dapat dengan mudah mendeteksi adanya cacat
dalam kristal, tingkat ketahanannya terhadap tegangan, tekstur kristal, ukuran
kristal, dan variabel lain yang berkaitan dengan struktur dasar sampel [59]. Melalui
XRD, dapat diketahui susunan dan jarak atom dalam material kristal dan
memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang sifat fisik logam, polimer, dan
bahan padatan lainnya. XRD juga merupakan cara yang mudah dan praktis untuk
mengidentifikasi kualitatif senyawa kristal dan dapat memberikan informasi
kristalografi kuantitatif tentang senyawa yang ada dalam sampel padat dan
jumlahnya [60].
Page 48
32
Gambar 2. 12 Prinsip kerja XRD [61].
Prinsip kerja XRD secara umum terdiri tiga bagian utama yaitu tabung
sinar-X, tempat sampel yang akan diteliti, dan detektor sinar-X. Sinar-X dihasilkan
di dalam tabung katoda dengan cara memanaskan filamen sehingga dihasilkan
elektron. Elektron tersebut dipercepat menuju target karena adanya perbedaan
tegangan sehingga elektron akan mencapai target. Sinar-X dihasilkan ketika
elektron tersebut memiliki cukup energi untuk mengeksitasi elektron pada kulit
bagian dalam dari target [59].
Untuk mengidentifikasi fase pada paduan titanium, dilakukan analisis
XRD dengan menggunakan radiasi CuKα. Paduan titanium Ti-6Al-7Nb memiliki
dua fase, yaitu Ti-α yang berstruktur heksagonal dan Ti-β yang berstruktur kubik.
Ajeel dkk. dalam penelitiannya telah membandingkan hasil difraksi antara Cp-Ti,
Ti-6Al-4V, dan Ti-6Al-7Nb. Analisis XRD untuk paduan Ti-6Al-7Nb
menunjukkan sedikit perubahan dalam nilai sudut 2θ dari refleksi fase α pada Ti-
6Al-7Nb dibandingkan dengan Cp-Ti dan Ti-6Al-4V, seperti yang dapat dilihat
Page 49
33
pada Gambar 2.13. Perubahan ini disebabkan oleh substitusi atom vanadium
dengan atom niobium yang memiliki diameter lebih kecil [29].
Gambar 2. 13 Pola difraksi dari Cp-Ti, Ti-6Al-4V, dan Ti-6Al-7Nb [29].
Page 50
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian yang berjudul “Analisis Variasi Waktu Aging terhadap
Kekuatan Tarik, Ketahanan Korosi, dan Struktur Mikro Paduan Titanium Ti-6Al-
7Nb untuk Implan Hip Joint” dilakukan pada Bulan Februari – Agustus 2019,
bertempat di Pusat Teknologi Material (PTM) Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), Gedung 224 Kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang Selatan.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah paduan Ti-6Al-7Nb,
Epofix Resin dan Epofix Hardener, larutan etsa Dix Keller Reagent, dan larutan
Hanks untuk uji korosi. Komposisi larutan ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. 1 Komposisi Larutan.
NO NAMA LARUTAN KOMPOSISI
1. Dix Keller Reagent Aquades 95 ml
HNO3 2,5 ml
HCl 1,5 ml
HF 1 ml
2. Larutan Hanks Dalam setiap 500 ml dengan pH 7,4:
CaCl2. 2 H20 0,0745 gr
KCl 0,2 gr
K2HPO4 0,03 gr
MgCl2. 6H2O 0,5 gr
NaCl 4,0 gr
NaHCO3 0,175 gr
MgSO4. 7H20 0,5 gr
Na2HPO4 0,024 gr
Glukosa 0,5 gr
Page 51
35
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Metkon Micracut 152
untuk memotong sampel, alat grinding dan polishing Struers Tegramin-25 dan
kertas amplas silikon karbida, gelas beaker, gelas ukur, timbangan digital, jangka
sorong, spatula, hair dryer, pipet, magnetic stirrer, pH meter Lutron PH-222, kabel,
elektroda platina, elektroda AgCl, lemari asam, Mikroskop Optik Hyrox KH-8700
3D Digital, Shimadzu XRD 7000 untuk karakterisasi XRD, mesin uji tarik
Shimadzu Universal Testing Machine, dan alat uji korosi Zahner Zennium
Electrochemical Workstation.
3.3. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini yaitu variasi waktu aging selama 0, 4, 6, dan 8 jam
pada temperatur 550°C, dengan temperatur solution treatment 970°C yang ditahan
selama 1 jam dan pendinginan di dalam gas argon. Penelitian ini juga meliputi
penentuan kekuatan tarik, ketahanan korosi, serta pengamatan struktur mikro
melalui metalografi dan karakterisasi fase material menggunakan X-Ray Difraction.
3.4. Tahapan Penelitian
Penelitian “Analisis Variasi Waktu Aging terhadap Kekuatan Tarik,
Ketahanan Korosi, dan Struktur Mikro Paduan Titanium Ti-6Al-7Nb untuk Implan
Hip Joint” ini meliputi beberapa tahap, yaitu preparasi sampel uji yang telah diberi
perlakuan panas dengan variasi waktu aging, pengujian sampel, dan analisis data.
Adapun tahapan penelitian yang dilakukan tersusun seperti diagram alir di bawah
ini:
Page 52
36
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian.
3.4.1 Sampel Uji
Sampel uji merupakan paduan Ti-6Al-7Nb yang telah mengalami proses
Solution Treatment and Aging (STA) pada temperatur solution treatment 970 °C,
ditahan selama 1 jam, di-quenching dalam gas argon hingga temperatur ruang,
kemudian dipanaskan kembali pada proses aging hingga temperatur 550 °C dengan
variasi waktu aging 0, 4, 6, dan 8 jam, dan dilanjutkan dengan pendinginan di dalam
Mulai
Paduan Ti-6Al-7Nb dengan temperatur
solution treatment 970°C yang telah
mengalami variasi waktu aging selama
0, 4, 6, 8 jam pada temperatur 550°C
Metalografi XRD Uji Korosi Uji Tarik
Analisis Data
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
Page 53
37
furnace. Selanjutnya, dilakukan preparasi sampel uji untuk setiap pengujian yang
dilakukan.
Gambar 3. 2 Skema Perlakuan Panas Solution Treatment and Aging pada Penelitian
Paduan Ti-6Al-7Nb.
A. Sampel Pengujian Tarik
Untuk pengujian tarik, diameter dan gauge length sampel diukur dengan
menggunakan jangka sorong, kemudian menandainya dengan spidol. Standar
ukuran diameter dan gauge length yang digunakan adalah Standar Spesimen 4
mengacu pada ASTM E8 yang dapat dilihat pada Tabel 2.2. Diameter sampel
sebesar 4.0 ± 0.1 mm dan panjang gauge length sampel sebesar 16 ± 0.1 mm.
Gambar 3. 3 Sampel Pengujian Tarik Sesuai ASTM E8 [dokumen pribadi].
T (
°C)
ArQ
FC
550 °C
0,4,6,8 h
t (h)
970 °C / 1 h
Solution Aging
Page 54
38
Gambar 3. 4 Pengukuran (a) Diameter dan (b) Gauge Length [dokumen pribadi].
B. Sampel Pengujian Korosi
Preparasi sampel untuk uji korosi yaitu menghitung luas permukaan
sampel yang akan dicelupkan pada larutan Hanks, serta memasangkan kabel pada
sampel untuk dihubungkan dengan alat uji korosi Zahner Zennium electrochemical
workstation.
Gambar 3. 5 Sampel Uji Korosi [dokumen pribadi].
C. Sampel Pengujian Struktur Mikro
Pada poses preparasi sampel untuk pengujian metalografi, sampel
dipotong hingga berukuran lebih kecil menggunakan mesin pemotong. Selama
a) b)
Page 55
39
proses pemotongan harus dialiri cairan pendingin agar tidak menimbulkan panas
berlebihan yang dapat mempengaruhi kondisi sampel.
Gambar 3. 6 Mesin Pemotong Metkon Mitracut 152 [dokumen pribadi].
Selanjutnya adalah proses pembingkaian (mounting) untuk mempermudah
proses pengerjaan selanjutnya. Pada proses ini sampel ditempatkan di sebuah
cetakan yang biasanya berbentuk bulat atau silinder, kemudian cetakan diisi oleh
bahan yang akan menahan kuat sampel. Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah EpoFix Resin dan EpoFix Hardener dengan perbandingan 15:2.
Gambar 3. 7 (a) EpoFix Resin dan EpoFix Hardener, (b) Sampel yang Telah Dilakukan
Proses Mounting [dokumen pribadi].
a) b)
Page 56
40
Setelah proses mounting, sampel diamplas menggunakan kertas amplas
silikon karbida pada mesin grinding dan polishing Struers Tegramin-25, hingga
diperoleh permukaan sampel yang rata. Proses pengamplasan harus sambil dialiri
air bersih agar tidak timbul panas pada permukaan sampel. Amplas silikon karbida
yang digunakan ada berbagai tingkat kekasaran, yaitu 100, 240, 320, 500, 600, 800,
1000, dan 1200 mesh. Setiap pergantian kertas amplas, sampel harus dicuci terlebih
dahulu sebelum diamplas dengan tingkat kekasaran berikutnya. Setelah proses
pengamplasan, sampel dipoles menggunakan media pemoles berupa cairan Op-U
sampai diperoleh permukaan sampel yang licin, halus, bebas goresan, dan terlihat
seperti cermin.
Gambar 3. 8 Mesin Grinding dan Polishing Struers Tegramin-25 [dokumen pribadi].
Kemudian dilakukan etsa pada permukaan sampel menggunakan larutan
etsa Dix Keller reagent dengan cara mencelupkan kapas ke dalam larutan etsa
tersebut, lalu menyapukan kapas tersebut ke permukaan sampel selama kurang
lebih 5 detik sampai terlihat perubahan pada permukaan sampel. Selanjutnya
sampel dicuci dengan air bersih kemudian dikeringkan dengan alat pengering.
Page 57
41
Setelah proses etsa, permukaan sampel tidak boleh tersentuh oleh tangan lagi
karena dapat mempengaruhi struktur mikro yang akan diamati.
Gambar 3. 9 Sampel yang Telah Dilakukan Proses Etsa [dokumen pribadi].
Sedangkan proses preparasi sampel untuk karakterisasi XRD yaitu
dilakukan pemotongan, pengamplasan atau grinding, dan pemolesan polishing
menggunakan mesin Struers Tegramin-25 sebelum dilakukan proses karakterisasi.
Gambar 3. 10 Sampel Karakterisasi XRD [dokumen pribadi].
Page 58
42
3.4.2 Pembuatan Larutan
Untuk membuat larutan etsa Dix Keller Reagent, bahan yang dibutuhkan
diukur menggunakan gelas ukur lalu semua bahan dicampurkan di dalam gelas
beaker. Selanjutnya larutan diaduk menggunakan magnetic stirrer. Setelah semua
bahan tercampur, larutan ditutup rapat kemudian disimpan di dalam lemari asam.
Gambar 3. 11 (a) Proses Pembuatan Larutan Etsa, (b) Larutan Dix Keller Reagent
[dokumen pribadi].
Untuk membuat larutan Hanks untuk uji korosi, pertama-tama semua
bahan ditimbang menggunakan timbangan digital. Setelah aquades dimasukkan ke
dalam gelas beaker, bahan-bahan lainnya juga dimasukkan satu-persatu sambil
diaduk menggunakan magnetic stirrer. Setelah semua bahan tercampur, kemudian
diukur pH nya menggunakan pH meter Lutron PH-222. pH larutan Hanks adalah
±7,4, jika terlalu asam maka ditambahkan NaOH, dan jika terlalu basa maka
ditambahkan HCl. Setelah itu larutan ditutup rapat kemudian disimpan dalam
lemari asam.
b) a)
Page 59
43
Gambar 3. 12 (a) Pengukuran pH menggunakan pH meter Lutron PH-222, (b) Larutan
Hanks [dokumen pribadi].
3.5. Pengujian Bahan
Pengujian pada penelitian ini meliputi pengujian tarik untuk mengetahui
kekuatan tarik, pengujian korosi untuk mengetahui ketahanan korosi, dan
pengamatan struktur mikro. Pada pengamatan struktur mikro, pengujian yang
dilakukan antara lain metalografi untuk mengetahui perubahan struktur mikro dan
karakterisasi XRD (X-Ray Diffraction) untuk mengetahui fase yang terbentuk.
3.5.1 Pengujian Tarik
Tujuan utama dilakukannya pengujian tarik adalah untuk mengetahui
respon dari material ketika dikenakan beban atau deformasi terhadap pembebanan
statis, dan untuk memprediksi performa material di bawah kondisi pembebanan.
Setelah diameter dan gauge length sampel uji tarik sudah diukur dan ditandai,
selanjutnya sampel diletakkan pada mesin uji tarik. Ketika sampel sudah terpasang,
sampel akan ditarik secara kontinu sampai mengalami deformasi dan putus.
Kecepatan tarik pada saat pengujian tarik adalah sebesar 1 mm/menit. Pengujian ini
dilakukan di Pusat Teknologi Material, BPPT.
b) a)
Page 60
44
Kurva yang tercatat pada komputer menunjukkan hubungan antara beban
dan pertambahan panjangnya. Dari kurva tersebut kemudian hasil parameter uji
tarik dapat langsung diperoleh. Hal utama yang diperhatikan pada pengujian tarik
adalah kemampuan maksimum bahan untuk menahan beban yang diberikan,
kemampuan ini umumnya disebut Ultimate Tensile Strength (UTS) atau kekuatan
tarik maksimum pada kurva tegangan-regangan.
Gambar 3. 13 (a) Mesin Uji Tarik Shimadzu Universal Testing Machine, (b) Sampel
yang Sudah Putus dari Hasil Uji Tarik [dokumen pribadi].
3.5.2 Pengujian Korosi
Untuk mengetahui laju korosi dari tiap sampel yaitu dengan melakukan
pengujian korosi dengan metode potensiodinamik berdasarkan standar ASTM G5.
Pengujian korosi pada penelitian ini menggunakan alat Zahner Zennium X
electrochemical workstation. Setelah menghitung luas permukaan sampel yang
akan dicelupkan pada larutan Hanks dan memasang kabel pada sampel untuk
dihubungkan dengan alat, selanjutnya adalah memasang rangkaian uji korosi.
b) a)
Page 61
45
Gambar 3. 14 Rangkaian Komponen Uji Korosi [dokumen pribadi].
Pada metode potensiodinamik, sampel dipasangkan pada sebuah
rangkaian dengan menggunakan tiga elektroda seperti pada Gambar 3.14. Sampel
Ti-6Al-7Nb berperan sebagai Working Electrode (WE), dipasangkan bersama
elektroda platina sebagai Reference Electrode (RE), dan elektroda AgCl sebagai
Counter Electrode (CE). Setelah rangkaian dipasang dan sampel sudah dicelupkan
pada larutan Hanks, proses pengujian mulai dilakukan pada temperatur ruang
dengan scan rate sebesar 10 mV/s, current range catodic-anodic sebesar -0,1 A
hingga 0,1 A. Kemudian hasilnya dianalisis dengan perangkat lunak Thalles XT
dengan menggunakan metode Tafel. Pengujian ini dilakukan di Pusat Teknologi
Material, BPPT.
Gambar 3. 15 Proses Pengujian Korosi Menggunakan Instrumen Zahner Zennium
Electrochemical Workstation [dokumen pribadi].
Page 62
46
3.5.3 Pengamatan Struktur Mikro
Struktur mikro paduan titanium sangat dipengaruhi oleh pemrosesan dan
perlakuan panas yang diberikan. Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan struktur
mikro sampel Ti-6Al-7Nb yang telah diberi perlakuan panas berupa Solution
Treatment and Aging (STA) dengan variasi waktu aging, untuk mengetahui
perubahan struktur mikro yang terbentuk di dalamnya yang mempengaruhi sifat
mekanik paduan tersebut.
A. Pengujian Metalografi
Setelah proses preparasi sampel dan permukaan sampel sudah dietsa,
dilakukan proses pengamatan struktur mikro dengan menggunakan mikroskop
optik. Sampel diletakkan pada meja sampel, kemudian fokus lensa dan perbesaran
lensa diatur sehingga terlihat gambar struktur mikro dari sampel tersebut.
Permukaan sampel Ti-6Al-7Nb diamati dengan perbesaran 500 kali. Pengujian ini
dilakukan di Pusat Teknologi Material, BPPT.
Gambar 3. 16 Mikroskop Optik Hirox KH-8700 3D Digital [dokumen pribadi].
B. XRD (X-Ray Diffraction)
Pada karakterisasi XRD, sampel yang digunakan berupa padatan
berbentuk lingkaran yang sebelumnya sudah melalui proses grinding dan polishing.
Page 63
47
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui fase yang terbentuk pada material. Alat
karakterisasi XRD yang digunakan adalah Shimadzu XRD 7000 dengan sumber
pancaran radiasi CuKα dan dengan filter nikel. Pola difraksi yang dihasilkan
selanjutnya diolah menggunakan metode Rietveld refinement. Pengujian ini
dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Gambar 3. 17 Shimadzu XRD 7000 [dokumen pribadi].
Page 64
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Tarik Ti-6Al-7Nb
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui nilai kekuatan tarik suatu
material. Pengujian dilakukan pada sampel solution treatment 970°C dengan variasi
waktu aging selama 0, 4, 6, dan 8 jam pada temperatur 550°C. Pengujian tarik
dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap variabel percobaan. Dari hasil pengujian
tarik, diperoleh kurva stress-strain paduan Ti-6Al-7Nb yang dapat dilihat pada
Gambar 4.1.
Gambar 4. 1 Kurva Stress-Strain Sampel Ti-6Al-7Nb Solution Treatment 970°C, tanpa
Aging.
Kurva stress-strain atau kurva tegangan-regangan menunjukkan nilai
kekuatan tarik maksimum atau Ultimate Tensile Strength (UTS). Beban atau
tegangan yang diberikan secara kontinu pada paduan ditunjukkan pada kurva
Page 65
49
tersebut. Garis lurus atau linear pada awal pemberian beban atau tegangan
merupakan daerah deformasi elastis. Kemudian, titik luluh terjadi pada daerah
ketika deformasi plastis mudah terjadi pada logam, yang ditentukan dari awal
perubahan kurva stress-strain dari linier ke lengkung. Setelah titik luluh, tegangan
akan terus naik seiring terjadinya deformasi plastis hingga titik maksimum dan
sampai akhirnya sampel patah. Tegangan maksimum pada kurva disebut kekuatan
tarik maksimumnya [62].
Tabel 4. 1 Kekuatan Tarik Ti-6Al-7Nb dengan Variasi Waktu Aging.
No Temperatur Solution
Heat Treatment
Waktu
Aging
Kekuatan Tarik
Maksimum (MPa)
1. 970 °C 0 jam 690
2. 970 °C 4 jam 627
3. 970 °C 6 jam 748
4. 970 °C 8 jam 696
Pada Tabel 4.1 diperoleh bahwa sampel tanpa proses aging memiliki nilai
kekuatan tarik maksimum (UTS) sebesar 690 MPa. Namun, setelah paduan
dipanaskan kembali dengan proses aging pada temperatur 550°C selama 4 jam,
terjadi penurunan nilai UTS yang cukup jauh menjadi 627 MPa. Hal ini dikarenakan
larutan padat yang hampir homogen sebagai hasil dari proses solution heat
treatment pada temperatur 970°C dan quenching menjadi acak kembali ketika
paduan dipanaskan lagi hingga temperatur 550°C dengan waktu aging 4 jam,
sehingga menyebabkan penurunan nilai UTS.
Page 66
50
Tanpa Aging 4 6 8
620
640
660
680
700
720
740
760
Ult
ima
te T
en
sile
Str
en
gth
( M
Pa
)
Waktu Aging (Jam)
Gambar 4. 2 Grafik Kekuatan Tarik Maksimum Ti-6Al-7Nb dengan Variasi Waktu
Aging.
Selanjutnya, nilai UTS kembali meningkat pada waktu aging selama 6 jam
yaitu sebesar 748 MPa, dan kembali menurun menjadi 696 MPa pada waktu aging
selama 8 jam. Nilai UTS mencapai nilai tertinggi/ puncak pada waktu aging selama
6 jam. Hal ini menandakan bahwa nilai kekuatan tertinggi terjadi pada waktu aging
6 jam, namun nilai kekuatan menurun ketika melewati waktu 6 jam tersebut.
Penurunan kekuatan setelah mencapai nilai kekuatan maksimum/ puncak
disebabkan karena paduan mengalami kondisi over aging akibat waktu yang terlalu
lama sehingga presipitat dan matriks berada dalam keadaan seimbang dan
menurunkan kekuatan yang telah dicapai sebelumnya [29].
Page 67
51
4.2. Hasil Pengujian Korosi Ti-6Al-7Nb
Berdasarkan hasil pengujian korosi dalam larutan Hanks dengan analisis
potensiodinamik dan menggunakan metode Tafel, didapatkan laju korosi paduan
Ti-6Al-7Nb dalam satuan satuan mpy (mils per year). Nilai laju korosi pada setiap
sampel Ti-6Al-7Nb dengan variasi waktu aging 0, 4, 6, dan 8 jam dapat dilihat pada
Tabel 4.2 dan Gambar 4.3 di bawah ini:
Tabel 4. 2 Laju Korosi Ti-6Al-7Nb dengan Variasi Waktu Aging.
No Temperatur Solution
Heat Treatment
Waktu
Aging
icorr
(µA. cm-2)
Laju Korosi
(mpy)
1. 970 °C 0 jam 0,15389 3,78
2. 970 °C 4 jam 0,15682 3,85
3. 970 °C 6 jam 0,16804 4,13
4. 970 °C 8 jam 0,14260 3,50
Tanpa Aging 4 6 8
3,4
3,5
3,6
3,7
3,8
3,9
4,0
4,1
4,2
Laju
Ko
rosi
(mp
y)
Waktu Aging (Jam)
Gambar 4. 3 Grafik Laju Korosi Ti-6Al-7Nb dengan Variasi Waktu Aging.
Page 68
52
Korosi adalah proses elektrokimia secara berkelanjutan yang terjadi pada
permukaan logam yang melepaskan ionnya ke dalam media di sekitarnya. Ion yang
dilepaskan tersebut berpotensi dapat memicu kanker [51]. Sedangkan laju korosi
adalah kecepatan paduan untuk mengalami korosi terhadap waktu, semakin kecil
laju korosi maka ketahanan korosi paduan akan semakin baik. Thair dkk. dalam
penelitiannya telah mempelajari pengaruh solution treatment and aging pada
paduan Ti-6Al-7Nb terhadap ketahanan korosi paduan ini di dalam cairan simulasi
tubuh berupa larutan Ringer dan diperoleh bahwa paduan Ti-6Al-7Nb yang diberi
solution treatment pada temperatur di daerah α+β (850°C hingga 970°C) dan diikuti
oleh aging 550°C memiliki ketahanan korosi yang sangat baik dikarenakan fase
terlarut secara keseluruhan atau homogen [46].
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa sampel dengan waktu aging 8
jam memiliki laju korosi yang paling rendah untuk paduan Ti-6Al-7Nb yaitu
sebesar 3,5 mpy yang artinya memiliki ketahanan korosi paling baik. Hal ini juga
ditunjukkan oleh nilai rapat arus (icorr) terendah pada sampel dengan waktu aging 8
jam. Nilai icorr sangat berpengaruh pada nilai laju korosi yang diperoleh. Semakin
kecil nilai icorr, maka semakin kecil pula laju korosinya [51]. Tabel 4.3 menunjukkan
nilai relatif untuk memperkirakan ketahanan korosi material. Berdasarkan tabel
tersebut, diperoleh bahwa nilai laju korosi sebesar 3,5 mpy merupakan tingkat
excellent, yang menunjukkan bahwa paduan Ti-6Al-7Nb memiliki ketahanan
korosi yang sangat baik [63].
Page 69
53
Tabel 4. 3 Ketahanan Korosi Relatif [63]
Relative Corrosion
Resistance
Mils per year (mpy) Micrometer per year
(µm/year)
Outstanding <1 <25
Excellent 1-5 25-200
Good 5-20 100-500
Fair 20-50 500-1000
Poor 50-200 1000-5000
Unacceptable 200+ 5000+
Meningkatnya ketahanan korosi Ti-6Al-7Nb disebabkan karena semakin
banyak terbentuknya lapisan oksida yang stabil sehingga dapat melindungi
permukaan logam [64]. Okazaki menyatakan bahwa penambahan elemen paduan
berupa Nb, Zr, Ta, dan Pd pada paduan titanium menghasilkan lapisan oksida yang
kuat berupa Nb2O5, ZrO2, PdO, Ta2O5 yang dapat meningkatkan kekuatan lapisan
pasif TiO2 sehingga ketahanan korosi meningkat pada paduan titanium Ti-Al-Nb
dibandingkan dengan paduan Ti-Al-V [65]. Ti-6Al-4V diketahui dapat
menyebabkan penyakit osteomalasia dan Alzheimer karena pelepasan ion V dari
paduan dan keberadaan lapisan oksida V2O5 yang bersifat toksik [66].
Pembentukan lapisan pasif pada paduan Ti-6Al-7Nb dipengaruhi oleh
keberadaan Nb yang dapat menstabilkan lapisan pasif permukaan tersebut. Selain
itu, kation Nb meningkatkan sifat lapisan pasif permukaan dengan mengurangi
konsentrasi kekosongan anion yang terdapat pada TiO2 [50]. Selama proses
passivasi, Nb2O5 membentuk struktur padat pada lapisan permukaan sehingga lebih
tahan terhadap korosi di jaringan dan cairan tubuh, serta akan mengurangi
terjadinya komplikasi setelah proses implantasi [49].
Page 70
54
-5 -4 -3 -2 -1 0
-1500
-1000
-500
0
500
1000P
ote
nti
al
(VS
CE)
Log Current (A/cm2)
Tanpa Aging
Aging 4 jam
Aging 6 jam
Aging 8 jam
Gambar 4. 4 Kurva Polarisasi Potensiodinamik Paduan Ti-6Al-7Nb dengan Variasi
Waktu Aging.
Kurva polarisasi potensiodinamik yang diperoleh setelah analisis dengan
metode Tafel pada software Thalles XT pada sampel Ti-6Al-7Nb dengan variasi
waktu aging 0, 4, 6, dan 8 jam dapat dilihat pada Gambar 4.4. Pada umumnya,
kurva polarisasi menunjukkan bahwa semua sampel mengalami proses pasivasi
ketika direndam dalam larutan Hanks [45]. Sampel dengan waktu aging 8 jam
memiliki laju korosi terkecil dan ketahanan korosi yang paling baik dikarenakan
pembentukan lapisan oksida yang paling banyak pada permukaan paduan tersebut
setelah proses aging, sehingga cenderung melepaskan lebih sedikit ion yang dapat
mengakibatkan korosi terhadap lingkungannya [51]. Selain itu, adanya unsur Nb
Page 71
55
dalam jumlah yang cukup dan distribusinya yang seragam juga dapat menjadi
alasan ketahanan korosi yang sangat baik pada sampel tersebut [45].
4.3. Hasil Pengamatan Struktur Mikro
Selain analisis kekuatan tarik dan ketahanan korosi, dilakukan juga
pengamatan struktur mikro melalui pengujian metalografi untuk mengetahui
perubahan struktur mikro dan karakterisasi XRD untuk mengetahui fase yang
terbentuk pada paduan Ti-6Al-7Nb. Setelah proses pengamatan, dapat diketahui
struktur mikro yang terbentuk pada paduan titanium Ti-6Al-7Nb yang telah diberi
perlakuan panas Solution Treatment and Aging (STA) dengan variasi waktu aging.
4.3.1 Hasil Pengujian Metalografi
Pengujian metalografi dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik
yang bertujuan untuk mengamati struktur mikro dari suatu material dan untuk
mengamati sifat mekanik dari material tersebut. Struktur mikro yang dihasilkan dari
material Ti-6Al-7Nb dengan variasi waktu aging ditunjukkan pada gambar-gambar
di bawah ini. Secara keseluruhan, struktur mikro yang terbentuk pada paduan Ti-
6Al-7Nb adalah lamellar dan memiliki dua fase yaitu fase α dan β. Fase α berwarna
terang yang berbentuk seperti jarum, dan di antara fase α terdapat area tipis
berwarna gelap yang merupakan fase β. Fase α terbentuk dari fase β saat proses
pendinginan (quenching). Namun, pada struktur mikro sampel tanpa aging, fase β
tidak terlihat terlalu jelas dimana bagian yang ditunjuk adalah fase β atau hanya
merupakan batas butir (grain boundaries) yang terbentuk saat proses quenching.
Page 72
56
Gambar 4. 5 Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diperoleh setelah dipanaskan pada
temperatur solution treatment 970°C, ditahan selama 1 jam, pendinginan dalam gas
argon, dan tanpa proses aging (Perbesaran 500 kali).
Gambar 4. 6 Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diperoleh setelah dipanaskan pada
temperatur solution treatment 970°C, ditahan selama 1 jam, pendinginan dalam gas
argon, dan aging pada temperatur 550°C selama 4 jam (Perbesaran 500 kali).
α
β
α
β
Page 73
57
Gambar 4. 7 Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diperoleh setelah dipanaskan pada
temperatur solution treatment 970°C, ditahan selama 1 jam, pendinginan dalam gas
argon, dan aging pada temperatur 550°C selama 6 jam (Perbesaran 500 kali).
Gambar 4. 8 Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diperoleh setelah dipanaskan pada
temperatur solution treatment 970 °C, ditahan selama 1 jam, pendinginan dalam gas
argon, dan aging pada temperatur 550 °C selama 8 jam (Perbesaran 500 kali).
α
β
α
β
Page 74
58
Struktur mikro dipengaruhi oleh parameter utama yang dapat
mempengaruhi kekuatan tarik pada paduan titanium α+β yang berstruktur lamellar,
paremeter tersebut antara lain ketebalan lamel α, ukuran koloni lamel-α, dan ukuran
butir β [67]. Ketebalan lamel α merupakan fokus utama dalam pengamatan struktur
mikro pada penelitian ini. Semakin halus atau tipis lamel α, maka sifat mekaniknya
akan meningkat. Sampel dengan aging 4 jam memiliki lamel α yang lebih tebal
dibandingkan dengan sampel tanpa aging, sehingga sampel aging 4 jam memiliki
kekuatan yang lebih rendah. Kemudian, pada sampel aging 6 jam lamel α kembali
mengecil dan kembali menebal pada sampel aging 8 jam.
Sampel dengan waktu aging 6 jam merupakan struktur mikro dengan
ketebalan lamel α yang paling tipis atau halus, sehingga hasil pengamatan ukuran
lamel α ini mendukung nilai kekuatan tarik tertinggi pada penelitian ini yaitu pada
sampel dengan waktu aging 6 jam. Penurunan kekuatan setelah melewati waktu
aging 6 jam ini dikarenakan kondisi over aging akibat waktu aging yang terlalu
lama sehingga menyebabkan terjadinya penggabungan endapan dan ketebalan
lamel yang lebih besar [68].
4.3.2 Hasil Karakterisasi XRD
Pengujian XRD ini menggunakan sinar X dengan range sudut 10° – 80°
dan menggunakan panjang gelombang CuKα sebesar 1.54056 Å. Selanjutnya, hasil
karakterisasi XRD dianalisis menggunakan metode Rietveld refinement, yaitu
metode pencocokan antara kurva teoritis dengan kurva eksperimen sampai
diperoleh kesesuaian antara kedua kurva secara keseluruhan. Kurva teoritis
(kalkulasi) adalah kurva yang diperoleh dari analisis Rietveld, sedangkan kurva
Page 75
59
eksperimen (observasi) adalah susunan pola antara sudut difraksi (2θ) dengan
intensitasnya yang diperoleh dari alat XRD. Kesesuaian antara kedua kurva
diusahakan dengan metode kuadrat terkecil (least square) yang dilakukan secara
berulang-ulang sehingga diperoleh kecocokan antara kedua kurva, hal ini berarti
terdapat kecocokan antara data yang diamati dengan data kalkulasi [69].
Tabel 4. 4 Parameter Struktural Paduan Ti-6Al-7Nb dari Pengujian XRD.
Waktu
Aging
Fase a (Å) b (Å) c (Å) α (°) β (°) γ (°) GoF
(%)
0 jam Ti-α AlTi 2,925 2,925 4,667 90 90 120 1,556
NbTi 2,942 2,942 4,68
4 jam Ti-α AlTi 2,925 2,925 4,667 90 90 120
1,448 NbTi 2,942 2,942 4,68
Ti-β NbTi 3,278 3,278 3,278 90 90 90
6 jam Ti-α AlTi 2,925 2,925 4,667 90 90 120
2,078 NbTi 2,942 2,942 4,68
Ti-β NbTi 3,278 3,278 3,278 90 90 90
8 jam Ti-α AlTi 2,925 2,925 4,667 90 90 120
2,223 NbTi 2,942 2,942 4,68
Ti-β NbTi 3,278 3,278 3,278 90 90 90
Dari hasil refinement yang dilakukan, diperoleh parameter kisi dan
Goodness of Fit (GoF) yang mengindikasikan kualitas dari penghalusan kurva.
Ketercapaian penghalusan dapat dilihat dari nilai GoF untuk setiap sampel.
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh bahwa nilai GoF untuk setiap sampel memiliki
refinement dengan tingkat pencocokan kurva yang baik, yaitu dengan nilai GoF
kurang dari 4%. Nilai GoF yang kurang dari 4% merupakan batas yang masih
diterima untuk XRD [69].
Hasil analisis karakterisasi XRD dengan metode Rietveld refinement pada
Tabel 4.4 juga menunjukkan bahwa fase Ti-α pada paduan Ti-6Al-7Nb terdiri dari
Page 76
60
dua fase yaitu AlTi dan NbTi yang berstruktur Hexagonal Closed-Packed (HCP),
sedangkan fasa Ti-β hanya terdiri dari NbTi yang berstruktur Body-Centered Cubic
(BCC). Pada sampel solution treatment 970°C tanpa aging hanya memiliki satu
fase berupa fase α, hal ini mungkin disebabkan fase β sepenuhnya berubah menjadi
fase α ketika proses pendinginan (quenching) tanpa ada fase β yang bertahan.
Sampel lainnya dengan waktu aging 4 jam, 6 jam, dan 8 jam memiliki dua fase
yaitu fase α yang berstruktur HCP dan fase β yang berstruktur BCC. Struktur dari
fase Ti-α dan Ti-β tersebut ditunjukkan pada tabel di atas, dimana pada struktur
heksagonal parameter kisinya adalah a=b≠c atau α=β≠γ, sedangkan pada struktur
kubik parameter kisinya adalah a= b=c atau α=β=γ.
Tabel 4. 5 Komposisi Fase α dan Fase β Paduan Ti-6Al-7Nb dengan Variasi
Waktu Aging.
Temperatur
Solution Treatment
Waktu
Aging
Fase Ti-α Fase Ti-β
AlTi NbTi NbTi
970 °C 0 jam 89,6 % 10,3 % -
970 °C 4 jam 55,7 % 36,0 % 8,3 %
970 °C 6 jam 35,7 % 58,8 % 5,5 %
970 °C 8 jam 34,3 % 62,3 % 3,4 %
Selanjutnya, dari hasil analisis dengan metode Rietveld refinement juga
dapat diketahui perbandingan persen berat antara fase Ti-α dan Ti-β yang dapat
dilihat pada Tabel 4.5. Dari tabel tersebut diperoleh bahwa sampel solution
treatment 970 °C tanpa aging sepenuhnya terdiri dari fase Ti-α sebesar 100%.
Sampel solution treatment 970 °C dengan aging 4 jam terdiri dari fase Ti-α sebesar
91,7% dan fase Ti-β sebesar 8,3%. Sampel solution treatment 970 °C dengan aging
6 jam terdiri dari fase Ti-α sebesar 94,5% dan Ti-β sebesar 5,5%. Sampel solution
treatment 970 °C dengan aging 8 jam terdiri dari fase Ti-α sebesar 96,6% dan Ti-β
Page 77
61
sebesar 3,4%. Perbandingan komposisi fase Ti-α dan Ti-β juga dapat dilihat pada
Gambar 4.9.
Tanpa Aging 4 6 8
0
20
40
60
80
100
Ko
mp
os
isi
(%)
Waktu Aging (Jam)
Ti-
Ti-
Gambar 4. 9 Diagram Batang Komposisi Ti-α dan Ti-β Paduan Ti-6Al-7Nb dengan
Variasi Waktu Aging.
Selanjutnya, Gambar 4.10 menunjukkan pola difraksi dari sampel solution
treatment 970°C dengan variasi waktu aging 0, 4, 6, dan 8 jam pada temperatur
550°C, yang telah dianalisis dengan menggunakan metode Rietveld refinement.
Tiap puncak dari pola difraksi sinar-X dihasilkan oleh interferensi konstruktif dari
sinar monokromatik sinar-X yang tersebar pada sudut tertentu dari setiap bidang
kisi di dalam sampel [59].
Page 78
62
10 20 30 40 50 60 70 800
410
820
1230
0
520
1040
1560
0
1400
2800
42000
650
1300
1950
2600
2Theta (°)
Tanpa Aging
Ti-
Ti-
Inte
nsit
as
(a
.u.)
Aging 4 Jam
Aging 6 Jam
Aging 8 Jam
Gambar 4. 10 Pola Difraksi Paduan Ti-6Al-7Nb dengan Variasi Waktu Aging.
Page 79
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Nilai kekuatan tarik maksimum atau Ultimate Tensile Strength (UTS)
tertinggi dari paduan Ti-6Al-7Nb yaitu pada waktu aging 6 jam sebesar
748 MPa. Nilai UTS kembali menurun setelah melewati waktu aging 6
jam.
2. Nilai laju korosi terkecil paduan Ti-6Al-7Nb adalah 3,5 mpy pada
waktu aging 8 jam.
3. Struktur mikro paduan Ti-6Al-7Nb berbentuk lamellar yang terdiri dari
fase α dan fase β. Hasil karakterisasi XRD paduan Ti-6Al-7Nb
menunjukkan bahwa fase Ti-α terdiri dari AlTi dan NbTi yang
berstruktur heksagonal dan fase Ti-β terdiri dari NbTi yang berstruktur
kubik.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya antara lain:
1. Melakukan pengujian komposisi kimia untuk mengetahui kadar Nb
pada paduan Ti-6Al-7Nb.
2. Melakukan karakterisasi FTIR atau SEM-EDX untuk mengetahui
lapisan oksida yang terbentuk pada permukaan paduan.
Page 80
64
DAFTAR PUSTAKA
[1] D. Implan et al., “Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/,” no. March 2006, pp. 1–3, 2013.
[2] M. Geetha, A. K. Singh, R. Asokamani, and A. K. Gogia, “Ti based
biomaterials, the ultimate choice for orthopaedic implants - A review,” Prog.
Mater. Sci., vol. 54, no. 3, pp. 397–425, 2009.
[3] M. Niinomi, “Mechanical properties of biomedical titanium alloys,” vol.
243, pp. 231–236, 1998.
[4] C. Cases, “World Journal of Clinical Cases © 2015,” vol. 3, no. 1, 2015.
[5] Y. Li, C. Yang, H. Zhao, S. Qu, X. Li, and Y. Li, “New Developments of Ti-
Based Alloys for Biomedical Applications,” pp. 1709–1800, 2014.
[6] U. A. Biomedis, C. Sutowo, F. Rokmanto, and M. K. Waluyo, “PENGARUH
VARIASI TEMPERATUR SOLUTION TREATMENT TERHADAP
STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN PADUAN TI-6AL-,” no.
November, pp. 1–2, 2017.
[7] M. E. Putra, “Proses Solution Treatment Material Implan Berbasis Titanium
Paduan Tipe Α + Β ( Ti-6al-4v Dan Ti-6al-7nb ) Dan Tipe Β ( Ti -29nb-13ta-
4 , 6zr ) sebagai Komponen Fiksasi Tulang Patah,” vol. 21, no. 1, 2014.
[8] O. Carp, C. L. Huisman, and A. Reller, “Photoinduced reactivity of titanium
dioxide,” Prog. Solid State Chem., vol. 32, no. 1–2, pp. 33–177, 2004.
[9] Sofyan B. T., “Pengantar Material Teknik,” p. 2010, 2010.
[10] S. D. Nadila, “STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERLAKUAN
PANAS ANNEALING , QUENCHING MEDIA AIR DAN STRESS
RELIEF TERHADAP KEKUATAN , KEKERASAN DAN STRUKTUR
MIKRO TUBE CONDENSER CP-TI GRADE 2 EXPERIMENTAL
STUDY ON INFLUENCE OF HEAT TREATMENT ANNEALING ,
WATER QUENCHING AND ,” 2015.
[11] Y. M. Ahmed, K. Salleh, M. Sahari, M. Ishak, and B. A. Khidhir, “Titanium
and its Alloy,” no. May 2015, 2014.
[12] M. Park and T. Duerig, ASM Handbook Volume 23, vol. 23. 2012.
[13] Vydehi Arun Joshi, Titanium alloys: An atlas of structures and fracture
features, vol. 59, no. 3. 2008.
[14] K. E. Tanner, Titanium in Medicine, vol. 216, no. 3. 2002.
[15] C. Oldani and A. Dominguez, “Titanium as a Biomaterial for Implants,”
Recent Adv. Arthroplast., 2012.
Page 81
65
[16] B. D. Ratner, A. S. Hoffman, F. J. Schoen, and J. E. Lemons, Biomaterials
Science: An Introduction to Materials in Medicine. 2004.
[17] K. A. Juga et al., “Stems Which Penetrate Deep Into the Femur Canal To
Hold Them in Place ) T Is Generally Used When There,” J. Kejuruter., vol.
4, pp. 107–113.
[18] M. Fellah et al., “Tribological behavior of Ti-6Al-4V and Ti-6Al-7Nb Alloys
for Total Hip Prosthesis,” Adv. Tribol., vol. 2014, 2014.
[19] J. Gallego et al., “Microstructural characterization of Ti-6Al-7Nb alloy after
severe plastic deformation,” Mater. Res., vol. 15, no. 5, pp. 786–791, 2012.
[20] E. D. Stoica, F. Fedorov, M. Nicolae, M. Uhlemann, A. Gebert, and L.
Schultz, “Ti6Al7Nb surface modification by anodization in electrolytes
containing HF,” UPB Sci. Bull. Ser. B Chem. Mater. Sci., vol. 74, no. 2, pp.
277–288, 2012.
[21] P. F. Barbosa and S. T. Button, “Microstructure and mechanical behaviour
of the isothermally forged Ti-6Al-7Nb alloy,” Proc. Inst. Mech. Eng. Part L
J. Mater. Des. Appl., vol. 214, no. 1, pp. 23–31, 2000.
[22] J. Wang et al., “Study on the mechanical property and microstructure of
surgical implanted Ti-6Al-7Nb titanium alloy,” Adv. Mater. Res., vol. 535–
537, pp. 945–949, 2012.
[23] M. V. Popa et al., “Mechanical and corrosion behaviour of a Ti-Al-Nb alloy
after deformation at elevated temperatures,” Mater. Corros., vol. 59, no. 12,
pp. 919–928, 2008.
[24] T. L. A. Ministry, B. Email, and M. Sh, “Corrosion and Structure
Characterization of Anodized Ti-6Al-7Nb Alloy,” vol. 32, no. 3, pp. 3–4,
2014.
[25] R. Ismail, Y. Umardani, I. B. Anwar, E. Saputra, Y. A. A. Dhaneswara, and
H. J. Jamari, “Analisis Metode Elemen Hingga pada Sendi Panggul Buatan
Saat Digunakan untuk Menjalankan Ibadah Salat,” no. Snttm Xiv, pp. 7–8,
2015.
[26] W. Liska and J. Dyce, “Total Hip Replacement,” Complicat. Small Anim.
Surg., pp. 778–833, 2017.
[27] A. N. Angga, “PENGARUH AGING 200oC DENGAN WAKTU 1-9 JAM
TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA Al-Cu REMELTING,” 2018.
[28] J. Matthew J. Donachie, “Titanium_heat_treatment,” no. July, 2001.
[29] D. Abualnoun Ajeel, T. L. Alzubaydi, and A. K. Swadi, “Influence of Heat
Treatment Conditions on Microstructure of Ti-6Al-7Nb Alloy Used As
Surgical Implant Materials Influence of Heat Treatment Conditions on
Microstructure of Ti-6Al-7Nb Alloy As Used Surgical Implant Materials,”
Technol., vol. 25, no. 3, 2007.
Page 82
66
[30] T. Dan and W. Tahan, “ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT
MEKANIK PADUAN AL 2014 HASIL PROSES AGING DENGAN
VARIASI,” 2014.
[31] R. B. S. Majanasastra, “PENGARUH VARIABLE WAKTU ( AGING
HEAT TREATMENT ) TERHADAP PENINGKATAN KEKERASAN
PERMUKAAN DAN STRUKTUR MIKRO,” vol. 3, no. 2, pp. 87–101,
2015.
[32] F. H. Froes, Titanium: Physical Metallurgy Processing and Applications,
vol. 53. 1989.
[33] J. Lin et al., “Effects of solution treatment and aging on the microstructure,
mechanical properties, and corrosion resistance of a β type Ti-Ta-Hf-Zr
alloy,” RSC Adv., vol. 7, no. 20, pp. 12309–12317, 2017.
[34] A. Zulfia, R. Juwita, A. Uliana, I. N. Jujur, and J. Raharjo, “Proses Penuaan
(Aging) pada Paduan Aluminium AA 333 Hasil Proses Sand Casting,” J.
Tek. Mesin, vol. 12, no. 1, pp. 12–20, 2010.
[35] J. Davis, “Handbook of Materials for Medical Devices,” ASM Int., pp. 205–
216, 2003.
[36] T. O. Standard, A. American, and N. Standard, “Specification ASTM E8,”
2013.
[37] K. M. Ibrahim, M. Mahmoud Moustafa, M. W. Al-Grafi, N. El-Bagoury, and
M. A. Amin, “Effect of solution heat treatment on microstructure and wear
and corrosion behavior of a two phase β-metastable titanium alloy,”
International Journal of Electrochemical Science, vol. 11, no. 4. pp. 3206–
3226, 2016.
[38] R. Sarkar, S. K. Kar, and A. Bhattacharjee, Effect of Solution Treatment and
Aging on Microstructure and Tensile. Elsevier Ltd, 2014.
[39] E. Lee, “MICROSTRUCTURE EVOLUTION AND MICROSTRUCTURE
/ MECHANICAL PROPERTIES RELATIONSHIPS IN α + β TITANIUM
ALLOYS,” 2004.
[40] C. W. Lin, C. P. Ju, and J. H. C. Lin, “Comparison among mechanical
properties of investment-cast c.p. Ti, Ti-6Al-7Nb and Ti-15Mo-1Bi alloys,”
Mater. Trans., vol. 45, no. 10, pp. 3028–3032, 2004.
[41] R. Dabrowski, “Effect of heat treatment on the mechanical properties of two-
phase titanium alloy Ti6Al7Nb,” Arch. Metall. Mater., vol. 59, no. 4, pp.
1713–1716, 2014.
[42] U. Indonesia, F. Teknik, D. Teknik, and M. Dan, “Lusiana npm :
0806422933,” 2010.
[43] Y. Y. Li, K. Harrison, M. A. Parker, V. Lyutsarev, and A. Tsaregorodtsev,
“Extension of the DIRAC workload management system to allow use of
Page 83
67
distributed windows resources,” J. Phys. Conf. Ser., vol. 119, no. 6, 2008.
[44] E. Kobayashi, T. J. Wang, H. Doi, T. Yoneyama, and H. Hamanaka,
“Mechanical properties and corrosion resistance of Ti-6Al-7Nb alloy dental
castings,” J. Mater. Sci. Mater. Med., vol. 9, no. 10, pp. 567–574, 1998.
[45] A. Choubey, B. Basu, and R. Balasubramaniam, “Electrochemical behavior
of Ti-based alloys in simulated human body fluid environment,” Trends
Biomater. Artif. Organs, vol. 18, no. 2, pp. 64–72, 2005.
[46] L. Thair, U. K. Mudali, R. Asokamani, and B. Raj, “Influence of
microstructural changes on corrosion behaviour of thermally aged Ti-6Al-
7Nb alloy,” Mater. Corros., vol. 55, no. 5, pp. 358–366, 2004.
[47] V. Dewayanto and B. Sriyono, “Pengaruh Proses Aging Pada Paduan Co-
Cr-Mo Terhadap Kekerasan dan Ketahanan Korosi untuk Aplikasi
Biomedis,” J. Metal. dan Mater., vol. 15, no. 2, 2012.
[48] N. A. Al-Mobarak, A. A. Al-Swayih, and F. A. Al-Rashoud, “Corrosion
behavior of Ti-6Al-7Nb alloy in biological solution for dentistry
applications,” Int. J. Electrochem. Sci., vol. 6, no. 6, pp. 2031–2042, 2011.
[49] A. Kajzer et al., “Properties of Ti-6Al-7Nb titanium alloy nitrocarburized
under glow discharge conditions,” Acta Bioeng. Biomech., vol. 19, no. 4, pp.
181–188, 2017.
[50] S. L. De Assis, S. Wolynec, and I. Costa, “Corrosion characterization of
titanium alloys by electrochemical techniques,” Electrochim. Acta, vol. 51,
no. 8–9, pp. 1815–1819, 2006.
[51] M. Songür, H. Çelikkan, F. Gökmeşe, S. A. Şimşek, N. Ş. Altun, and M. L.
Aksu, “Electrochemical corrosion properties of metal alloys used in
orthopaedic implants,” J. Appl. Electrochem., vol. 39, no. 8, pp. 1259–1265,
2009.
[52] R. Ziegenhagen, L. Reclaru, L. C. Ardelean, and A. F. Grecu, “Corrosion
resistance of stainless steels intended to come into direct or prolonged
contact with the skin,” Materials (Basel)., vol. 12, no. 6, 2019.
[53] S. A. Ajeel, “Electrochemical Studies of Heat Treated Ti-6Al-7Nb,” vol. 26,
2008.
[54] ASTM International, “Standard Practice for Calculation of Corrosion Rates
and Related Information from Electrochemical Measurements,” Astm G 102
– 89, vol. 89, no. Reapproved, 1999.
[55] J. Sieniawski, W. Ziaja, K. Kubiak, and M. Motyk, “Microstructure and
Mechanical Properties of High Strength Two-Phase Titanium Alloys,” Titan.
Alloy. - Adv. Prop. Control, 2013.
[56] R. Filip, K. Kubiak, W. Ziaja, and J. Sieniawski, “The effect of
microstructure on the mechanical properties of two-phase titanium alloys,”
Page 84
68
J. Mater. Process. Technol., vol. 133, no. 1–2, pp. 84–89, 2003.
[57] G. Lütjering, “Influence of processing on microstructure and mechanical
properties of (α + β) titanium alloys,” Materials Science and Engineering A,
vol. 243, no. 1–2. pp. 32–45, 1998.
[58] R. Dąbrowski, J. Krawczyk, and E. Rozniata, “Influence of the ageing
temperature on the selected mechanical properties of the Ti6Al7Nb alloy,”
Key Engineering Materials, vol. 641. pp. 120–123, 2014.
[59] A. A. Bunaciu, E. gabriela Udriştioiu, and H. Y. Aboul-Enein, “X-Ray
Diffraction: Instrumentation and Applications,” Crit. Rev. Anal. Chem., vol.
45, no. 4, pp. 289–299, 2015.
[60] R. Pederson, “LTU-LIC-0230-SE TESE.pdf,” 2002.
[61] A. Beiser, “Concepts of Modern Physics Sixth Edition,” Concepts Mod.
Phys., vol. 6, 2008.
[62] H. Budi, “Analisis Pengaruh Sifat Mekanik Material Terhadap Distribusi
Tegangan Pada Proses Deep Drawing Produk End Cup Hub Body Maker
dengan Menggunakan Software Oktober 2009,” Tugas Akhir, pp. 1–114,
2009.
[63] A. Feinberg, “Thermodynamic Degradation Science: Physics of Failure,
Accelerated Testing, Fatigue, and Reliability Applications by Alec
Feinberg,” MRS Bull., vol. 43, no. 3, pp. 244–244, 2018.
[64] T. A. Adler, D. Aylor, and A. Bray, “Corrosion: Fundamentals, Testing, and
Protection,” Corros. Fundam. Testing, Prot., 2018.
[65] Y. Okazaki, S. Rao, Y. Ito, and T. Tateishi, “Corrosion resistance,
mechanical properties: corrosion fatigue strength and cytocompatibility of
new Ti alloys without A1 and V,” Biomaterials, vol. 19, no. 13, pp. 1197–
1215, 1998.
[66] N. S. Manam et al., “Study of corrosion in biocompatible metals for
implants: A review,” J. Alloys Compd., vol. 701, pp. 698–715, 2017.
[67] X. Shi et al., “Microstructure-Tensile Properties Correlation for the Ti-6Al-
4V Titanium Alloy,” 2015.
[68] R. A. Siddiqui, H. A. Abdullah, and K. R. Al-belushi, “In ¯ uence of aging
parameters on the mechanical properties of 6063 aluminium alloy,” vol. 102,
pp. 234–240, 2000.
[69] P. Christianto, “Analisa Rietveld terhadap Transformasi Fasa ( α → β ) pada
Solid Solution Ti-3 at .% Al pada Proses Mechanical Alloying dengan
Variasi Milling Time,” J. Tek. Pomits, vol. 2, no. 1, pp. 2337–3539, 2013.
Page 85
69
LAMPIRAN
A. DATA HASIL PENGUJIAN TARIK
Tabel A. 1 Hasil Pengujian Tarik
Berikut kurva stress-strain hasil dari pengujian tarik pada sampel Ti-6Al-7Nb :
1. Solution Treatment 970 °C, tanpa Aging
Kode Sampel
Sampel Elongation (%)
Rata-rata Elongation
(%)
UTS (MPa)
Rata-Rata UTS
(MPa)
YS (0.2%
Offset)
Rata-rata YS
(0.2% Offset)
T2
1 1,3 2,3
715 690
239 268
2 4 658 198
3 1,6 697 368
T2-T4
1 2,4 1,5
665 627
187 358
2 1,8 635 401
3 0,5 582 486
T2-T6
1 3,5 3,6
701 748
123 136
2 4,4 723 114
3 2,8 820 170
T2-T8
1 4,1 3,1
585 696
72 128
2 2,1 730 170
3 3,1 774 143
I
Page 86
70
Gambar A. 1 Kurva Stress-Strain Sampel Ti-6Al-7Nb Solution Treatment 970°C, tanpa
Aging.
II
III
Page 87
71
2. Solution Treatment 970 °C, dengan Aging 550 °C selama 4 Jam
Gambar A. 2 Kurva Stress-Strain Sampel Ti-6Al-7Nb Solution Treatment 970°C, Aging
550 °C selama 4 Jam.
I
II
III
Page 88
72
3. Solution Treatment 970 °C, dengan Aging 550 °C selama 6 Jam
Gambar A. 3 Kurva Stress-Strain Sampel Ti-6Al-7Nb Solution Treatment 970°C, Aging
550 °C selama 6 Jam.
I
II
III
Page 89
73
4. Solution Treatment 970 °C, dengan Aging 550 °C selama 8 Jam
Gambar A. 4 Kurva Stress-Strain Sampel Ti-6Al-7Nb Solution Treatment 970°C, Aging
550 °C selama 8 Jam.
I
II
III
Page 90
74
B. DATA HASIL PENGUJIAN KOROSI
Tabel B. 1 Hasil Pengujian Korosi
Temperatur
Solution
Treatment
Waktu
Aging
Kode
Sampel
icor
(µA. cm-2)
Laju Korosi
(mpy)
970 °C 0 jam T2 0,15389 3,78
970 °C 4 jam T2-T4 0,15682 3,85
970 °C 6 jam T2-T6 0,16804 4,13
970 °C 8 jam T2-T8 0,1426 3,5
Perhitungan laju korosi paduan dengan metode Tafel menggunakan rumus:
CR = Kicorr
ρ EW
Diketahui:
- CR = Laju korosi (mpy)
- icorr = Arus current density korosi (µA. cm-2),
- K = 0,1288 (mpy g. µA-1. cm-1)
- ρ = 4,51 (g/cm3)
- EW Ti-6Al-7Nb = (1 × 47,867) + (6 × 26,98) + (7 × 92,91) = 860,12
Page 91
75
Tabel B. 2 Perhitungan Laju Korosi
Solution Treatment 970 °C tanpa Aging
CR = 0,1288 0,15389
4,51 860,12 = 3,78 mpy
Solution Treatment 970 °C dengan Waktu Aging 4 jam
CR = 0,1288 0,15682
4,51 860,12 = 3,85 MPY
Solution Treatment 970 °C dengan Waktu Aging 6 jam
CR = 0,1288 0,16804
4,51 860,12 = 4,13 MPY
Solution Treatment 970 °C dengan Waktu Aging 8 jam
CR = 0,1288 0,1426
4,51 860,12 = 3,5 mpy