i ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL GADIS PANTAI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER DAN RENCANA PEMBELAJARANNYA DI SMA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh: Giovanno Alexander Engko NIM: 131224049 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Embed
ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL GADIS PANTAI KARYA ... · Analisis Unsur Intrinsik Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer dengan baik. Skripsi ini disusun bertujuan untuk memenuhi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL GADIS PANTAI KARYA
PRAMOEDYA ANANTA TOER DAN
RENCANA PEMBELAJARANNYA DI SMA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Giovanno Alexander Engko
NIM: 131224049
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
MOTO
“Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena
usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.”
(Pramoedya Ananta Toer)
PERSEMBAHAN
Karya yang jauh dari sempurna ini saya persembahkan kepada :
• Keluarga saya tercinta terkhusus untuk mama dan papa saya
• Teman-teman saya seperjuangan
• Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar
pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Juli 2019
Penulis,
Giovanno Alexander Engko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Giovanno Alexander Engko
Nomor Mahasiswa : 131224049
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL GADIS PANTAI KARYA PRAMOEDYA
ANANTA TOER DAN RENCANA PEMEBELAJARANNYA DI SMA”
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya ataupun
memberikan royalti kepada saya selama tanpa mencatumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 31 Juli 2019
Yang menyatakan,
Giovanno Alexander Engko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRAK
Engko, Giovanno Alexander. 2019. Analisis Unsur Intrinsik Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dan Rencana Pembelajarannya di SMA. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara intrinsik novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer yang terdiri dari tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang tema, dan amanat. Penelitian ini juga nantinya juga akan diimplementasikan dalam pembuatan RPP pembelajaran di SMA.
Penelitian ini menggunakan metode simak catat, yang bertujuan menganalisis tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, tema, dan amanat. Hasil analisis kemudian diimplementasikan dalam pembuatan RPP pembelajaran di SMA. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah simak catat. Peneliti menganalisis suatu kutipan dalam novel yang memiliki kriteria-kriteria dalam unsur intrinsik novel.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu: 1) terdapat tujuh unsur struktural yang terdapat dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer. Jumlah keseluruhan kutipan yang mengandung unsur struktural dalam novel tersebut berjumlah 85 kutipan. Berikut akan dijelaskan rincian masing-masing jumlah unsur struktural yang ditemukan. Tokoh 6 kutipan, penokohan 42 kutipan, alur 11 kutipan, latar 13 kutipan, sudut pandang 5 kutipan, tema 5 kutipan, dan amanat 3 kutipan.
Dengan KTSP sebagai dasar tinjauan dalam pembuatan RPP, penulis menyimpulkan bahwa hasil analisis unsur intrinsik pada novel Gadis Pantai dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra khususnya di kelas XII semester I. Hal ini dapat dibuktikan adanya hubungan unsur-unsur intrinsik novel Gadis Pantai dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Standar Kompetensi mampu, memahami pembacaan novel.
Kata Kunci: unsur intrinsik, Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP), novel Gadis Pantai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRACT
Engko, Giovanno Alexander. 2019. The Intrinsic Analysis of a Novel titled Gadis Pantai by Pramoedya Ananta Toer and its Learning Plan in Senior High School. Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, University of Sanata Dharma.
This research aims to intrinsic analyze a novel titled Gadis Pantai by Pramoedya Ananta Toer , which consists of character and characterization, plot, background/setting, point of view, theme, and message. This research will also be used and implemented in making a lesson plan for senior high school.
The see the note method was used in the study to analyze the characters, characterizations, plot, background, point of view, theme, and moral value. Then, the results of this study are implemented in making a lesson plan for Senior High School. This study used “simak catat (note taking) method as a data collection method. The researcher analyzed the novel’s citation which had someone criteria based on the novel’s structure.
The results of the study show that: 1) There are 7 instrinsics aspects in the novel entitled Gadis Pantai written by Pramoedya Ananta Toer. The number of citations that contains the intrinsic aspects in the novel is 8 citations. The detail explanations of each intrinsic aspects are 6 characters, 42 characterizations, 11 plots, 13 backgrounds, 5 points of view, 5 themes, and 3 moral values.
The reseacher concludes that the results of the novel intrinsic analisys can be used as literature’s learning material specifically in the first semester of XII grade based on KTSP as a basis in making a lesson plan. It can be proven by the relation between intrinsics aspects of Gadis Pantai novel with KTSP. The competency standard, is able to understand a reading novel.
Keywords: intrinsic aspects, KTSP, a novel entitled Gadis Pantai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya
yang dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Analisis Unsur Intrinsik Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer
dengan baik. Skripsi ini disusun bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan dan doa dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikannya
dengan baik dan lancar. Sehubungan dengan itu, penulis ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan,
bimbingan, motivasi, nasihat, doa, dan dorongan yang teramat besar sehingga
dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
3. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum. dan Dr. B. Rahmanto, M.Hum.
selaku dosen pembimbing yang senantisa sabar dalam membimbing,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
memotivasi, memberikan arahan serta masukan yang membangun
sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
4. Septina Krismawati, S.S., M.A. selaku (dosen) trianggulator data yang
telah berkenan meluangkan waktu, pikiran, dan memberikan
masukannya yang membangun demi kebaikan skripsi ini.
5. Dosen-dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing, mendidik,
memberikan dukungan dan dorongan selama perkuliahan berlangsung.
6. Kedua orang tua saya, Glendonald Alexander Engko dan Sonya
Yosephine yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan doa
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................ v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................. vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
ABSTRACT ................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6 1.4 Manfaat Hasil Penelitian ...................................................................... 6
3.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 36 3.2 Metode Penelitian ................................................................................ 36 3.3 Sumber Data dan Data ......................................................................... 37 3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 37 3.5 Instrumen Penelitian ............................................................................ 37 3.6 Triangulasi Data ................................................................................... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data ...................................................................................... 39 4.2 Hasil Analisis Data .............................................................................. 39
4.2.1 Unsur Intrinsik ....................................................................... 40 4.2.1.1 Tokoh dan Penokohan ......................................................... 40 4.2.1.2 Alur ..................................................................................... 50 4.2.1.3 Latar .................................................................................... 55 4.2.1.4 Sudut Pandang ..................................................................... 58 4.2.1.5 Tema .................................................................................... 59 4.2.1.6 Amanat ................................................................................ 60
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ................................................................ 61
Indikator adalah adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi
untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
penilaian mata pelajaran. Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap,
dan ketrampilan.
2.8.4 Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
2.8.5 Materi Ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran
2.8.6 Alokasi Waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapain KD
dan beban belajar.
2.8.7 Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara guru untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau
seperangkat indikator yang telah ditentukan. Sebaiknya metode pembelajaran ini
disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik.
2.8.8 Kegiatan Pembelajaran
Pada dasarnya, kegiatan pembelajaran memuat langkah-langkah
pendahuluan/kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup. Masing-masing disertai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
alokasi waktu yang dibutuhkan. Apabila kegiatan disiapkan untuk lebih dari satu
kali pertemuan, hendaknya diperjelas pertemuan ke-1, pertemuan ke-2, pertemuan
ke-3 dan seterusnya.
2.8.9 Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar difokuskan pada proses dan hasil belajar yang
disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu pada standar
penilaian.
2.8.10 Sumber Belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada silabus, kompetensi dasar,
materi ajar, indikator pencapaian. Jika memungkinkan disiapkan media,
alat/bahan.
2.9 Kerangka Berpikir
Analisis Unsur Intrinsik Novel Gadis Pantai karya Pramoedya
Tokoh dan Penokohan
Alur Latar Sudut Pandang
Tema Amanat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (field research).
Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilaksanakan dengan
menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun
hasil penelitian terdahulu. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis
dokumen untuk diketahui isi dan makna yang terkandung dalam dokumen
tersebut. Macam dokumen antara lain karangan tertulis, gambar, grafik,
lukisan, kartun, biografi, fotografi, laporan, buku teks, surat, surat kabar,
film, drama, buku harian, majalah dan bulletin (Jabrohim, 2015:7).
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.
Metode penelitian ini bersifat menggambarkan objek sesuai dengan apa
adanya. Penelitian kulitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
kata deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2006:4).
Dengan menggunakan deskriptif kualitatif ini, peneliti akan
memaparkan dan menganalisis sebuah novel. Hal yang dideskripsikan
dalam penelitian ini adalah unsur-unsur intrinsik dalam novel Gadis
Pantai karya Pramoedya Ananta Toer.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
3.3 Sumber Data dan Data
Sumber data penelitian adalah novel yang berjudul Gadis Pantai karya
Pramoedya Ananta Toer, sedangkan data penelitian adalah kutipan dari
novel yang akan dianalisis unsur intrinsiknya.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Teknik simak dan Teknik catat. Teknik simak dengan membaca adalah
teknik yang digunakan dalam penelitian dengan cara peneliti berhadapan
langsung dengan teks yang disajikan sebagai objek penelitian. Teknik ini
bertujuan untuk mendapatkan data secara konkret, selanjutnya data yang
diperoleh dicatat dalam kartu data. Kegiatan pencatatan itulah yang
disebut Teknik catat (Sudaryanto, 1993: 135). Pengumpulan data/bahan
yang akan dianalisis berasal dari sebuah novel.
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua instrumen penelitian,
yaitu:
a. Peneliti sebagai pengumpul data karena peneliti mengetahui
tentang unsur-unsur intrinsik.
b. Kutipan dari novel yang mengandung unsur intrinsik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
3.6 Triangulasi Data
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong,
2006:330). Berdasarkan pendapat Moleong, dapat disimpulkan bahwa
traingulasi merupakan suatu proses untuk menguji suatu data dengan
memerlukan suatu ahli atau menggunakan metode tertentu agar data
tersebut teruji keabsahannya serta peneliti lebih memahami apa yang
diteliti.
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
penyidik. Dalam triangulasi ini, penyidik turut memeriksa hasil
pengumpulan data dan tabulasi data yang telah diperoleh serta telah
dianalisis oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti memercayakan Septina
Krismawati, S.S., M.A. sebagai penyidik triangulasi ini. Penyidik
memeriksa dan memberi masukan terhadap hasil pengumpulan data yang
telah dilakukan oleh peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini terbagi dalam empat bagian. Bagian pertama, deskripsi data
penelitian analisis unsur intrinsik novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta
Toer. Bagian kedua, hasil data analisis unsur intrinsik novel Gadis Pantai karya
Pramoedya Ananta Toer. Bagian ketiga, pembahasan hasil yang akan
mendeskripsikan analisis unsur intrinsik novel Gadis Pantai karya Pramoedya
Ananta Toer.
4.1 Deskripsi Data
Sumber data penelitian ini adalah novel Gadis Pantai karya Pramoedya
Ananta Toer. Data ini berisi kutipan-kutipan yang membangun/mendukung unsur
intrinsik dari novel Gadis Pantai.
Unsur intrinsik dari novel ini terdiri dari tujuh unsur yaitu tokoh dan
penokohan, alur (paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, dan
leraian/selesaian), latar (latar fisik dan waktu), sudut pandang, tema dan yang
terakhir amanat.
4.2 Hasil Analisis Data
Sub bab ini akan membahas hasil analisis unsur intrinsik novel Gadis
Pantai karya Pramoedya Ananta Toer. Analisis unsur intrinsik ini untuk
menemukan unsur apa saja yang digunakan dalam novel Gadis Pantai karya
Pramoedya Ananta Toer serta memperkuatnya dengan kutipan-kutipan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
mendukung. Pada sub bab ini akan dipaparkan masing-masing beberapa contoh
analisis unsur intrinsiknya.
4.2.1 Unsur Intrinsik
Dalam novel yang peneliti analisis, peneliti menemukan 6 unsur intrinsik
pembangun sebuah novel yang meliputi tema, alur (paparan, rangsangan,
gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian/selesaian), tokoh dan penokohan, latar
(fisik dan waktu), amanat, dan sudut pandang. Berikut akan diberi contoh
analisisnya.
4.2.1.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlaku
dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988 : 16). Dalam novel Gadis
Pantai terdapat beberapa tokoh yang ada seperti Gadis Pantai itu sendiri,
Bendoro, Emak, Bapak, Mbok, dan Mardinah. Lain tokoh maka lain pula
penokohan, penokohan adalah penyajian watak atau penciptaan citra tokoh
(Sudjiman, 1988 : 23). Secara garis besar penokohan adalah penggambaran sifat-
sifat yang dimiliki tokoh dalam sebuah cerita. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai
berikut:
Gadis Pantai mempunyai sifat yang penurut, penakut, pemrotes,
penyayang, polos dan pengalah. Tokoh macam ini disebut tokoh sentral bersifat
protagonis, di mana tokoh ini menjadi tokoh utama mewakili tokoh dengan
kepribadian baik dan terpuji. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
“Bilang Pangestu.” Emak mendesak.
“Pangestu Bapak.”
(Toer, 2003 : 45)
Saat emak menyuruh Gadis Pantai untuk memberi salam kepada
Bapaknya, dengan langsung Gadis Pantai memberi salam kepada Bapaknya.
“Tidak, tidak, akulah sahaya emakku. Di kampungku aku lakukan segala perintahnya, aku akan terus lakukan perintahnya.”
(Toer, 2003 : 58)
Pernyataan Gadis Pantai tersebut, membuktikan penurutnya Gadis Pantai
terhadap perkataan ibunya. Dengan segera Gadis Pantai melaksanakan segala
perintah yang diucapkan oleh ibunya.
“Gadis Pantai jadi ketakutan. Digenggamnya tangan bujang. Apa aku bakal muncul lagi dari sini? Ah ah, ambillah emas ini.” (Toer, 2003 : 53)
Ketakutan Gadis Pantai kalau-kalau ia tak akan bisa keluar lagi dari rumah
Bendoro yang membuat dia tertekan.
“Sst. Jangan nangis. Hari ini kau jadi istri pembesar.” (Toer, 2003 : 12).
Rasa ketakutan Gadis Pantai yang teramat sangat karena harus menjadi
istri dari seorang yang tak ia kenal sehingga membuat dia menangis.
“Sst. Jangan nangis. Mulai hari ini kau tinggal di gedung besar, nak. Tidak lagi di gubuk. Kau tak lagi buang air di pantai. Kau tak lagi menjahit layar dan jala, tapi sutera, nak. Sst, sst. Jangan nangis.” (Toer, 2003 : 12-13).
Gadis Pantai mengangis karena di rumah Bendoro nanti dia akan
mengalami hal yang berbeda dengan rutinitas kesehariannya di rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
“Aku lebih suka di kampungku sana. Ia mulai protes lagi.” (Toer, 2003 : 55)
Gadis Pantai mengungkapkan perasaan tidak senangnya saat tinggal di
rumah Bendoro, ia lebih senang tinggal di kampungnya.
“Kau dengar, Mardinah? Di sini, di tempat Bendoro suamiku tak ada, akulah Bendoromu. Aku yang perintahkan kau balik ke kota, kalau kau tak suka ya apa boleh buat, kau mesti menginap. Suka atau tidak tanggunglah sendiri.” (Toer, 2003 : 161).
Saat Gadis Pantai pulang ke kampungnya ditemani oleh Mardinah,
Mardinah masih memandang Gadis Pantai sebagai kelas rendah. Tetapi saat itu
juga Gadis Pantai memrotes apa yang dilakukan Mardinah kepadanya, ia
menyadari posisi superioritasnya saat di kampungnya sendiri dan menyuruh
Mardinah untuk pulang.
“Mas Nganten ini mak. Terdengar suara bujang wanita. Gadis Pantai melompat. Waktu dilihatnya emak memasuki pintu, ia lari menubruk wanita tua itu dan merangkulnya......” (Toer, 2003 : 44).
Setelah lama tidak bertemu dengan emak, Gadis Pantai dapat bertemu
kembali dengan emaknya dan ia meluapkan rasa sayang pada emaknya dengan
segera datang menghampirinya dan memeluknya.
“Aku juga sayang mbok. Katakanlah padaku kalau ada keliru.” (Toer, 2003 : 66).
Gadis Pantai mengungkapkan perasaan sayangnya kepada Simbok, karena
Simboklah yang memberikan dia perasaan nyaman dan aman.
“Aku ini, mbok, aku ini orang apa? Rendahan? Atasan?” (Toer, 2003 : 99)
Gadis Pantai menanyakan statusnya saat berada dalam rumah Bendoro.
Dia bertanya apa adanya sesuai yang dialaminya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
“Ambil ini buat mak!” menyodorkan kain sutera untuk emaknya. (Toer,
2003:130.)
Karena sangat polosnya, kain sutera yang menurut orang kebanyakan itu
mahal dan mewah, ia serahkan tanpa ada rasa sesal sedikitpun kepada emaknya.
“Siapa yang Mas Nganten duga?”
“Mana aku berani menduga? Aku sendirilah yang bersalah. Mungkin aku sendiri yang kurang berhati-hati sama juga tidak jujur.” (Toer, 2003:110)
Gadis pantai tidak mementingkan egonya saat mengetahui bahwa mbok
melakukan kesalahan. Ia lebih mendengarkan dulu penjelasan dari si mbok.
“Seseorang menolongnya berdiri. Gadis Pantai tak melawan. Ia sandarkan diri pada orang-orang yang selama itu menjadi bujang. Mereka membimbingnya keluar dari pelataran depan, turun ke jalan raya, ke tepian alun-alun.” (Toer, 2003:265)
Di sini terlihat sifat mengalah dari Gadis Pantai dengan tidak melawan
saat dia diusir dari rumah Bendoro tanpa harus membawa anaknya.
Tokoh kedua yaitu Bendoro yang mempunyai sifat kasar, pengancam,
egois dan tidak berperikemanusiaan, sombong dan pengatur. Tokoh macam ini
disebut tokoh sentral bersifat antagonis, di mana tokoh ini menjadi tokoh utama
mewakili tokoh dengan kepribadian buruk dan jahat. Hal itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
“Tapi segera dilihat mereka Bendoro dengan kasar sedang lemparkan pandang ke arah mereka, mereka menunduk kembali. (Toer, 2003 : 116)
Dengan raut mukanya, Bendoro sudah menunjukkan ekspresinya bahwa
ada yang tidak ia sukai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
“Pergi kau, pergi! Aku tak sudi lihat tampangmu lagi seumur hidup. Pergi!” (Toer, 2003 : 119)
Tanpa belas kasihan Bendoro mengusir Gadis Pantai. Saat diketahui
bahwa anaknya bukan laki-laki melainkan perempuan.
“Seseorang memukul mulutnya hingga berdarah. Masih terdengar orang berbisik ke telinganya, kau hanya dipukul sedikit. Ia tak tahu kepala tongkat Bendoro mengucurkan darah pada bibirnya. Bayi itu tahu-tahu telah lepas dari tubuhnya, dan selendang tergantung kosong di depan perutnya.” (Toer, 2003 : 264).
Karena Gadis Pantai tidak mau meninggalkan anaknya saat dia diusir,
maka dengan segera Bendoro memukul Gadis Pantai dengan tongkatnya sehingga
bayi dalam gendongan Gadis Pantai terlepas dan diambil oleh Bendoro dan
mengusir Gadis Pantai keluar.
“Siapa tidak mengerti?” Bendoro bertanya dengan suara mengancam. (Toer, 2003
: 116)
Dengan kekuasaannya, cukup menggunakan nada bicara yang agak tinggi
sudah membuat takut para bawahannya.
“Jadi sudah lahir dia. Aku dengar perempuan bayimu, benar?” (Toer, 2003 : 253).
Dengan tidak mendekati si Gadis Pantai, si Bendoro hanya berucap
melalui daun pintu menanyakan jenis kelamin anaknya yang baru lahir lalu pergi,
tidak mengindahkan bagaimana perjuangan seorang wanita yang mempertaruhkan
nyawanya dalam proses persalinan, sangatlah egois dan tidak berperikemanusiaan
sekali.
“Seribu ampun Bendoro. Sahaya dengar tuanku telah ceraikan sahaya”. Gadis Pantai terlupa pada ketakutannya demi bayinya. “apa kau tak suka”, “sahaya cuma seorang budak yang harus jalani perintah Bendoro”. “apalagi?”. (Toer, 2003 : 257).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Keegoisan Bendoro terlihat ketika kemauannya memiliki bayi laki-laki
tak terwujud, tanpa belas kasihan dia memisahkan Gadis Pantai dari sang
anaknya, menceraikan Gadis Pantai dan memerintahkan bayinya untuk tetap
tinggal di rumah Bendoro.
“Ia berkopiah haji dan berbaju teluk belanga dari sutera putih dan bersarung bugis hitam dengan beberapa genggang putih tipis-tipis. Ia terlihat orang itu membangunkan bujang dengan kakinya. (Toer, 2003 : 31)
Perlakuan Bendoro yang tidak sopan dan tidak berperkemanuasiaan
terhadap bujang, tanpa tata krama yang benar ia membangunkan bujang dengan
kakinya yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
“Kau milikku. Aku yang menentukan apa yang kau boleh dan tidak boleh, harus mesti kerjakan.” (Toer, 2003 : 136)
Bendoro mengatur apa saja yang harus Gadis Pantai lakukan.
“Husy. Kau harus selalu ingat-ingat, tak boleh ada sesuatu yang terjadi yang menyebabkan penghormatan orang berkurang padaku. Bawalah juga beras sekarang.” (Toer, 2003 : 136)
Kesombongannya di sini terlihat dari ketidak mauan Bendoro kehilangan
rasa hormat dari orang kampung, maka dari itu Gadis Pantai diberi beras untuk ia
bawa pulang agar terlihat bahwa Bendoro masih menjadi orang yang disegani.
Tokoh ketiga yaitu Emak, ibu dari Gadis Pantai yang mempunyai sifat
tabah/sabar, dan pelindung. Tokoh macam ini disebut tokoh bawahan bersifat
tambahan, di mana tokoh ini mampu menjadi tokoh yang berfungsi untuk
menambah dan mempertegas suasana. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
“Sst. Jangan nangis. Jangan nangis. Hari ini kau jadi istri pembesar.” (Toer, 2003 : 12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Saat menghadapi Gadis Pantai yang sedang meronta ketakutan, ibu tetap
dengan sabar menasehati Gadis Pantai untuk berhenti menangis.
“Lihat aku nak!, dari kecil sampai setua ini, tidak pernah punya kain seperti yang kau pakai.” (Toer, 2003 : 13)
Walaupun saat itu suasana sedang kacau, sang ibu tetap sabar menasehati
sang anak.
“Disembunyikannya mukanya dalam pangkuan emaknya.” “biarkan dia pak, biarkan”. (Toer, 2003 : 13)
Sang ibu bersedia menjadi menjadi pelindung Gadis Pantai dari
kemarahan Bapak dan meyuruh Bapak untuk tidak memarahi Gadis Pantai terus
menerus.
Tokoh keempat adalah Mbok yang mempunyai sifat sopan, disiplin, tegas,
dan berdedikasi. Tokoh macam ini disebut tokoh bawahan yang bersifat andalan,
di mana tokoh ini berfungsi memperjelas tokoh utama. Tokoh ini memperjelas
tokoh utama saat bedrada di dalam rumah Bendoro. Hal itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
“Bujang itu membungkuk padanya begitu rendah.” (Toer, 2011 : 26)
Membungkuk merupakan tindakan hormat dan sopan pada majikannya. Di
sini berarti bujang menghargai kedudukan dari Gadis Pantai.
“Bujang itu menangkap tangan Gadis Pantai, membimbingnya ke arah botol serbuk cokelat, meraihkannya pada sendok perak kecil yang begitu aneh bentuknya dan mengaurkan serbuk itu di atas sayatan-sayatan roti yang telah dibuat mengkilat dengan mentega Friesland.” (Toer, 2003 : 43)
Dengan penuh hormat dan sopan si Mbok mengajari Gadis Pantai untuk
melayani Bendoro saat berada di meja makan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
“Ceh ceh ceh. Itu tidak layak bagi wanita utama, Mas Nganten. Wanita utama cukup menggerakkan jari dan semua akan terjadi. Tapi sekarang ini, sahaya inilah yang mengurus Mas Nganten. Sebelum Bendoro memberi izin, Mas Nganten belum bisa bertemu. Mari, mari sahaya mandikan. Pakai selop itu.” (Toer, 2011 : 28)
Mbok hanya mengikuti perintah Bendoro sebagai atasannya untuk
merawat dan mengurus Gadis Pantai.
“Tak ada orang berani berlaku kasar terhadap wanita utama, bujang
memperingatkan.” (Toer, 2011 : 44)
Dengan lantang Mbok memberi tahu Gadis Pantai bahwa Gadis Pantai
harus bisa melawan orang-orang yang berlaku tidak baik kepada Gadis Pantai, itu
dikarenakan Gadis Pantai merupakan Wanita utama.
“Sahaya, Mas Nganten. Sahaya suka pada bocah. Entah sudah berapa bocah saya
besarkan. Sudah limabelas tahun lebih sahaya tinggal di sini.” (Toer, 2011 : 65)
Dia menghabiskan sisa hidupnya hanya untuk mengabdi dengan cara
membesarkan bocah yang berada di tempat Bendoro.
“Bukan tugas sahaya mengikuti, Mas Nganten. Tugas sahaya hanya membantu.”
(Toer, 2011 : 45)
Sangat berdedikasinya si Mbok kepada Gadis Pantai. Sampai-sampai ia
terus mengikuti Gadis Pantai agar bisa selalu membantunya.
Tokoh kelima yaitu Bapak yang mempunyai sifat ringan tangan, kasar, dan
seorang pemberani. Tokoh macam ini disebut tokoh bawahan bersifat tambahan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
di mana tokoh ini mampu menjadi tokoh yang berfungsi untuk menambah dan
mempertegas suasana. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
“Ia tahu sering kena pukul dan tampar tangannya.” (Toer, 2011 : 13)
Saat Gadis Pantai melakukan kesalahan, tidak segan-segan sang Bapak
menampar dan memukul Gadis Pantai untuk memberinya sebuah pelajaran.
“Kamu mau diam, tidak?” (Toer, 2011 :13)
Sang bapak memarahi Gadis Pantai yang tidak mau berhenti menangis
karena ketakutan.
“Akhirnya emak yang mulai mengganjur langkah. Melihat tak ada yang mengikutinya, ia terhenti menatap bapak. Dalam kegugupannya bapak meraih tangan si Gadis Pantai, tak ada yang tahu siapa sebenarnya terpapah. Dan bergeraklah iringan-iringan pengantin itu, selangkah demi selangkah.” (Toer, 2011 : 15)
Saat sampai di tempat Bendoro tak ada dari orang yang mengiri Gadis
Pantai berani masuk ke dalam istana Bendoro, akhirnya Bapaklah yang
memberanikan diri untuk mengambil langkah dan diikuti oleh semua pengiring.
“Pemberani itu yang menentang laut melawan badai, mengaduk laut, menangkap
ikan setiap hari.” (Toer, 2011 : 180)
Sang bapak berani mempertaruhkan nyawanya untuk mengarungi laut
demi menangkap ikan untuk keperluan hidup keluarganya.
Tokoh keenam adalah Mardinah yang merupakan saudara jauh Bendoro
yang memiliki sifat sombong, dan keji. Tokoh macam ini disebut bawahan
bersifat andalan, di mana tokoh ini memperjelas konflik yang dihadapi Gadis
Pantai saat berada di rumah Bendoro. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
“Ngaku cepat!”, “Bendoroku janjikan aku, aku... jadi...”, “cepat! Kalau tidak aku lecut dengan buntut pari”, “istri... istri, istri, istri kelima, kalau...”, “kalau apa?”, “kalau, kalau, kalau aku dapat, dapat usahakan....” “cepat!”, “putrinya, dapat... dapat... jadi istri Bendoro, Bendoro suami Mas Nganten” (Toer, 2003 : 222-223).
Di sini Mardinah mengintrogasi dengan keji apa yang dijanjikan Bendoro
kepada Gadis Pantai.
“Ah, Mas Nganten. Mas Nganten kan orang kampung?”, “benar, aku orang dari kampung, dan aku tidak menyesal berasal dari kampung. Siapa kau sebenarnya?”, “yang jelas , sahaya bukan berasal dari kampung”, “apa bapak Mas Nganten? Nelayan?, bukan? Benar, sahaya tidak salah. Mas Nganten tahu siapa orangtua sahaya? Pensiunan jurutulis.” (Toer, 2003 : 124-125).
Mardinah membanding-bandingkan dirinya yang bukan berasal dari
kampung dan dirinya yang anak pensiunan jurutulis dan mempunyai derajat yang
lebih tinggi dibandingkan dengan Gadis Pantai yang hanya anak seorang nelayan
yang berasal dari kampung.
“Dengan mata berapi-api ditantangnya Gadis Pantai dengan suara mengancam ia menyatakan, “Tidak mungkin orang kampung memerintahkan anak priyayi. Tidak bisa. Tidak mungkin.” (Toer, 2003 : 127).
Dengan sombongnya Mardinah memberi tahu kepada Gadis Pantai bahwa
jabatannya lebih tinggi dari padanya sehingga Mardinah bisa saja tidak mau
menuruti perintah dari Gadis Pantai.
“Jadi Mas Nganten sudah tahu siapa sahaya. Seorang yang kebangsawanannya lebih tinggi dari Bendoro telah perintahkan sahaya ke mari. Sudah waktunya Bendoro kawin benar-benar bangsawan juga.....” (Toer, 2003 : 132)
Di sini mardinah menyombongkan dirinya kalau dia berasal dari keluarga
bangsawan yang memang seharusnya lebih cocok menikah dengan Bendoro yang
sama-sama bangsawan.
“Ngaku cepat!”, “Bendoroku janjikan aku, aku... jadi...”, “cepat! Kalau tidak aku lecut dengan buntut pari”, “istri... istri, istri, istri kelima, kalau...”, “kalau apa?”,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
“kalau, kalau, kalau aku dapat, dapat usahakan....” “cepat!”, “putrinya, dapat... dapat... jadi istri Bendoro, Bendoro suami Mas Nganten” (Toer, 2003 : 222-223).
Di sini Mardinah mengintrogasi dengan keji apa yang dijanjikan Bendoro
kepada Gadis Pantai.
4.2.1.2 Alur
Sudjiman (1992:30), membagi alur menjadi beberapa tahap. Pertama
adalah awal yang meliputi paparan, rangsangan dan gawatan. Kedua adalah
tengah yang meliputi tikaian, rumitan, klimaks. Ketiga adalah akhir yang meliputi
leraian dan selesaian. Alur dalam novel ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap Paparan
Paparan ini berisi mengenai keterangan tokoh dan latar (Sudjiman,
1988:217). Dapat dikatakan bahwa paparan ini merupakan penggambaran ciri-ciri
atau penggambaran fisik maupun non-fisik serta keadaan yang terjadi. Hal ini
ditunjukkan dengan kutipan sebagai berikut:
1. “Empat belas tahun umurnya waktu itu. Tubuhnya kecil mungil. Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya, dan jadilah ia bunga kampung nelayan sepenggal pantai keresidenan Jepara Rembang.” (Toer, 2003 : 11).
2. “Maka pada suatu hari perutusan seorang itu datang ke rumah orangtua gadis dan beberapa hari setelah itu sang gadis harus tinggalkan dapurnya, suasana kampungnya, kampungnya sendiri dengan bau amis abadi.” (Toer, 2003 : 11).
Pada kutipan pertama di atas, tahap paparan dapat dilihat dari penggambaran
secara fisik dari seorang Gadis Pantai. Di sana dijelaskan bahwa Gadis Pantai
memiliki tubuh yang mungil, mata agak sipit, hidung ala kadarnya. Hal itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
dilakukan untuk menggiring pembaca untuk lebih mudah mengikuti kisah
selanjutnya.
Pada kutipan kedua di atas, tahap paparan dapat dilihat dari keterangan latar
yaitu penggambaran kampungnya yaitu kampung nelayan yang baunya amis
karena aroma ikan hasil dari tangkapan para penduduk yang menjadi nelayan
sebagai pekerjaannya.
b. Tahap Rangsangan
Rangsangan ini adalah awal peristiwa/pengantar yang biasa mengawali
timbulnya sebuah gawatan. Biasanya ditandai dengan adanya tokoh baru sebagai
katalisator dan adanya persoalan-persoalan lain yang muncul dalam kehidupan
tokoh utama. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
1. “Kemarin malam ia telah dinikahkan, dinikahkan dengan sebilah keris. Detik itu juga ia tahu: kini ia bukan anak bapaknya lagi. Ia bukan anak emaknya lagi. Kini ia istri sebilah keris, wakil seorang yang tak pernah dilihatnya seumur hidup.” (Toer, 2003 : 12).
Dari kutipan di atas tahap rangsangan dapat dilihat dari adanya tokoh baru
yang menjadi katalisator atau penyebab persoalan-persoalan lain mucul dalam
kehidupan tokoh utama. Yaitu dengan munculnya Bendoro yang tidak dikenali
dan dicintai oleh Gadis Pantai yang diwakilkan oleh keris yang nantinya akan
menikahi Gadis Pantai dan hal itu akan membuat Gadis Pantai harus jauh dari
orang tuanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
c. Tahap Gawatan
Gawatan adalah munculnya sebuah rangsangan yang semakin besar
sehingga membuat ketegangan itu menjadi semakin besar. Hal ini dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
1. “Apa bapak Mas Nganten? Nelayan, bukan? Benar, sahaya tidak salah. Mas Nganten tahu siapa orang tua sahaya? Pensiunan Jurutulis.” (Toer, 2003 : 125).
2. Lenyaplah tawa dari wajah Mardinah. Dengan mata berapi-api ditantangnya Gadis Pantai dan dengan suara mengancam ia menyatakan, “Tidak mungkin orang kampung memerintah anak priyayi. Tidak bisa. Tidak mungkin. (Toer, 2003 : 127).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa dalam situasi ini suasana semakin
gawat ketika ada pembantu baru bernama Mardinah yang dijanjikan untuk
dikawini oleh Bendoro karena Mardinah beranggapan bahwa dari segi kasta ia
yang lebih cocok untuk menikah dengan Bendoro. Sikapnya pun berani kepada
Gadis Pantai.
d. Tahap Tikaian
Tikaian adalah munculnya pertentangan antara tokoh utama dengan
masyarakat atau dengan tokoh lain. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
1. “Mengapa tak kau taruh dia di kamar dapur? Tidak patut! Tidak patut!
Lihatlah aku, kau tempatkan dia di bawah satu atap dengan aku?” (Toer, 2003
: 247).
Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya pertentangan antara tokoh utama
yang diwakili Gadis Pantai dengan tokoh lainnya yaitu priyayi. Pertentangan itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
diawali ketika perkataan salah satu priyayi bahwa Gadis Pantai tidak layak hidup
dengan bangsawan atau tidak layak menjadi istri dari bangsawan karena dilihat
dari statusnya yang berbeda dan dia lebih cocok tinggal di dapur seperti bawahan
lainnya.
e. Tahap Rumitan
Rumitan adalah perkembangan awal dari munculnya jalan menuju ke
klimaks sebuah cerita. Dalam kata lain tahap rumitan ini merupakan
tikaian/konflik yang telah dikembangkan atau dipertajam. Hal ini dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
1. “Bendoro, ampunilah sahaya, inilah anak Bendoro...” tapi suara itu tak keluar dari mulutnya. Ia terlalu takut.
“Jadi sudah lahir dia, aku dengar perempuan bayimu, benar?”
“Sahaya Bendoro.”
“Jadi Cuma perempuan?”
“Seribu ampun, Bendoro.”
Bendoro membalikkan badan, keluar dari kamar sambil menutup pintu kamar.
(Toer, 2003 : 253).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa perkembangan tikaian menuju
klimaks ditandai dengan lahirnya bayi Gadis pantai yang ternyata seorang
perempuan. Hal itu membuat Bendoro kecewa berat, karena ada kemungkinan
tidak ada lagi penerus dalam kepemimpinan Bendoro setelahnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
f. Tahap Klimaks
Klimaks adalah bagian alur yang melukiskan puncak ketegangan dalam
sebuah cerita, terutama yang mampu menguras emosional pembaca saat
membaca. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
1. “Aku tak suruh kau mengasuh anakku.”
“Haruskah sahaya pergi tanpa anak sahaya sendiri, tuanku?”
(Toer, 2003 : 257).
2. “Mestikah sahaya pergi tanpa anak sendiri? Tak boleh balik ke kota untuk melihatnya?”
“Lupakan bayimu. Anggap dirimu tak pernah punya anak.”
(Toer, 2003 : 258).
3. “Lempar dia keluar! Bendoro berteriak. (Toer, 2003 : 264).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa klimaks yang terjadi dan membuat
ketegangan dalam sebuah cerita ketika diceraikannya dan diusirnya Gadis Pantai
oleh kesewenang-wenangan sang Bendoro tanpa boleh membawa anaknya
sehingga Gadis Pantai harus berpisah dengan anak yang telah dlahirkannya.
g. Tahap Leraian/selesaian
Leraian/selesaian adalah penunjuk perkembangan peristiwa ke arah
selesainya cerita. Leraian / selesaian di sini berbentuk sad ending, artinya tokoh
utama mengalami akhir yang menyedihkan. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai
berikut:
1. Gadis Pantai mengambil cambuk dan melecut kuda dari bawah perutnya. Kuda pun melompat dan lari. Roda-rodanya menggilas jalanan pasir, lari laju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
menuju jalan pos. Tanpa menengok lagi Gadis Pantai memusatkan mata ke depan. (Toer, 2003 : 270).
Dari kutipan di atas dapat dilihat selesaian yang terjadi adalah Gadis Pantai
pergi harus meninggalkan tempat Bendoro dengan menggunakan dokar tetapi
tidak balik ke kampungnya melainkan menuju arah jalan pos.
4.2.1.3 Latar
Latar cerita adalah segala keterangan. Petunjuk, pengacuan yang berkaitan
dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra.
(Sudjiman, 1988 : 44). Secara mendetail hal itu juga termasuk penejelasan
mengenai penggambaran lokasi goegrafis, pemandangan, sampai kepada perincian
perlengkapan sebuah ruangan.
Latar sendiri dibagi dalam beberapa unsur seperti latar tempat dan latar
waktu. Latar tempat adalah tempat di dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan,
daerah dan sebagainya. (Sudjiman, 1988 : 44). Jika dilihat dari penjelasan tersebut
maka dapat dikatakan bahwa latar tempat yang diambil dalam novel ini mengacu
pada wujud fisiknya terdiri dari ruangan panjang, kamar tidur, kebun,
gedung/rumah besar, dapur, dan kampung nelayan di daerah/kota Rembang. Dari
beberapa penggambaran latar tempat, dapat dilihat bahwa adanya sebuah
simbolisasi kekayaan dan kekuasaan. Deskripsi ini juga kongkretisasi
penggambaran Bendoro sebagai orang yang berkuasa. Hal ini ditunjukkan dengan
kutipan sebagai berikut:
1. “Mereka melaluinya, kemudian masuk kedalam ruangan yang panjang. Saking panjangnya ruangan itu sehingga Nampak seakan sempit. Beberapa kursi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
berdiri di dalamnya dan sebuah sofa yang merapat ke dinding. Di penghujung ruangan terdapat kamar dengan pintu yang terbuka lebar. Nampak di dalamnya sebuah ranjang besi berpentol kuningan mengkilat, kelambunya mengapa berkait pada jangkar – jangkar gading. Mereka ditinggalkan di ruangan panjang itu. Tak ada seorang pun bicara. Gadis Pantai lupa pada tangisnya. Mereka tak berani bergerak, apalagi meninggalkan kamar (Toer, 2003:17).
2. “Di ruangan ini tak ada lesung. Tak ada bau udang kering. Tak ada babon tongkol tergantung di atas pengasapan. Tak ada yang bergantungan di dinding terkecuali kaligrafi – kaligrafi arab yang tak mengeluarkan bau. “Inilah kamar tidur mas nganten” kata bujang dengan senyum bangga sambil berjongkok di permadani yang menghampar antara tempat tidur dan meja hias” (Toer, 2003:26).
3. “Mereka sedang menghirup udara pagi di kebun belakang. Dan kebun belakang itu jauh lebih besar dari seluruh kampung nelayan tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Seluruhnya dinding tembok tinggi.” (Toer, 2003 : 40).
4. “Sekarang Mas Nganten seorang wanita utama, tinggal di gedung sebesar ini.”
(Toer, 2003 : 65).
5. “Sunyi-senyap sejenak di dalam kamar. Tapi angin dari laut dengan ganasnya menggaruki genteng, sedang laut yang makin lama makin mendesak ke kota, dalam malam tanpa suara manusia, terdengar merangsang masuk ke dalam hati.” (Toer, 2003:102).
6. “Saban pagi gadis pantai turun dari kamarnya, memasuki dapur dan
mengawasi santapan yang akan dihidangkan pada suaminya. Ia cicipi semua untuk menentukan baik tidaknya makanan dihidangkan, kemudian ia tutup meja, setelah itu membatik. Dalam seminggu ini bila ia masuk dapur, matanya tajam mengikuti segala gerak gerik pelayannya.” (Toer, 2011:127-128).
Berbanding terbalik dengan Bendoro, pendeskripsian dari tempat tinggal
Gadis Pantai sendiri mewakili rakyat kecil waktu itu yang khususnya
menggambarkan tempat tinggal rakyat miskin daerah pesisir pantai pada
umumnya dengan wujud fisik berupa kampung tepatnya bernama kampung
nelayan. Hal ini ditunjukkan dengan kutipan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
1. Empat belas tahun umurnya waktu itu. Kulit langsat. Tubuh kecil mungil.
Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya. Dan jadilah ia bunga kampung nelayan
sepenggal pantai keresedinan Jepara Rembang. (Toer, 2003 : 11).
2. “Dan beberapa hari setelah itu sang gadis harus meninggalkan dapurnya,
suasana kampungnya, kampungnya sendiri dengan bau amis abadinya.” (Toer,
2003 : 12).
3. “Aku bisa menetap di kampung ini, kampungku sendiri. Kau boleh pulang,
jangan ikut masuk ke kampung.” (Toer, 2003 : 156).
4. “Kampung akan terima kau seperti dahulu waktu kau dilahirkan, nak. Semua
orang datang memberikan berkahnya.” (Toer, 2003 : 269).
5. “Lihatlah,” ia menuding pada laut, “dia tak berubah,” kemudian membalik badan menuding kampung. “dia pun tak berubah. Atap-atap rumbainya tak ada yang baru. Pohon-pohon kelapa itu kulihat tak bertambah. Ada yang mati sepeninggalku?” (Toer, 2003 : 176).
6. “Bocah-bocah pada berkicau mengenalkan keanehan pantai.Waktu Gadis Pantai lebih jauh lagi berjalan, yang nampak dan tercium masih yang dulu: ampas manusia yang berbaris sepanjang pantai, berbaris tanpa komando. (Toer, 2003 : 176).
Latar waktu adalah kapan terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita tersebut
yang dialami juga oleh tokoh-tokoh yang terdapat di dalamnya. (Sudjiman,
1988:44). Dilihat dari penjelasan tersebut maka secara garis besar dapat dikatakan
bahwa kejadian ini berlangsung pada awal abad ke 20 yang secara gamblang
langsung ditulis oleh pengarangnya. Hal itu dapat ditunjukkan dengan kutipan
sebagai berikut:
1. “Ia telah tinggalkan abad sembilan belas, memasuki abad dua puluh.”
(Toer, 2003 : 11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
4.2.1.4 Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya dalam cerita
atau tentang siapa yang mengamati peristiwa dan menyampaikan cerita. (Brooks
dalam Sudjiman, 1988:77). Dalam novel ini sudut pandang yang digunakan
adalah pengarang serba tahu atau orang ketiga serba tahu, yaitu penyampaian
kisah dari segala sudut. Itu artinya pengarang berada di luar teks dan menyebut
para tokoh dengan kata ganti orang ketiga, biasanya ditandai dengan kata “dia”
atau “ia”. Hal itu ditunjukkan dengan kutipan berikut:
1. “Inilah tebusan janjiku. Pada dia yang tak pernah ceritakan sejarah diri. Dia yang tak pernah kuketahui namanya. Maka cerita ini kubangun dari berita orang lain, dari yang dapat kusaksikan, kukhayalkan, kutuangkan.” (Toer, 2011 : 9).
2. “Empat belas tahun umurnya waktu itu. Kulit langsat. Tubuh kecil mungil.
Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya. Dan jadilah ia bunga kampung nelayan
sepenggal pantai keresidenan Jepara Rembang.” (Toer, 2011 : 11).
3. “Ia tahu bapaknya pelaut, kasar berotot perkasa. Ia tahu sering kena pukul dan
tampar tangannya.” (Toer, 2011 : 13).
4. “Waktu Bendoro terlelap tidur, dengan kepala pada lengannya, ia mencoba
mengamatai wajahnya. begitu langsat, pikirnya. Orang mulia, pikirnya, tak perlu terkelentang di terik matari. Betapa lunak kulitnya dan selalu tersapu selapis ringan lemak muda! Ingin rasai dengan tangannya betapa lunak kulitnya, seperti ia mengemasi si adik kecil dulu. Ia tak berani. Ia tergeletak diam-diam di situ tanpa berani bergerak, sampai jago-jago di belakang kamarnya mulai berkokok. Jam tiga. Dengan sigap Bendoro bangun. Dang dengan sendirinya ia pun ikut serta bangkit.” 9Toer, 2003 : 33).
5. “Ia angkat pandangnya sekilas ke depan sana ketika dari pintu samping
Bendoro masuk. Ia menggunakan sorban, teluk belanga sutera putih, sarung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
bugis hitam, selembar selendang berenda melibat lehernya. Selopnya tak dikenanannya. Pada tangan kanannya ia membawa tasbih, pada tangan kirinya ia membawa bangku lipat tempat menaruhkan Qur’an.” (Toer, 2011 : 36)
4.2.1.5 Tema
Tema merupakan gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya
sastra (Sudjiman, 1988:16). Dalam novel Gadis Pantai mempunyai tema
kemanusiaan khususnya kritik pada feodalisme pada awal abad 20 di tanah Jawa
khususnya di Rembang yang sangat tak beradab. Di mana adanya perlakuan yang
tak berperikemanusiaan dari golongan atas/ningrat atas orang-orang yang
dianggap rendahan. Salah satunya ditunjukkan pada saat Gadis Pantai yang
melahirkan anak perempuan tetapi tidak dikehendaki oleh Bendoro, sehingga
Bendoro mengusir Gadis Pantai tanpa boleh membawa anaknya. Hal ini
ditunjukkan dengan kutipan berikut:
1. “Seorang Bendoro dengan istri orang kebanyakan tidaklah dianggap sudah beristri, sekalipun telah beranak selusin. Perkawinan demikian hanyalah satu latihan buat perkawinan sesungguhnya: dengan wanita dengan karat kebangsawanan yang setingkat. Perkawinan dengan orang kebanyakan tidak mungkin bisa menerima tamu dengan istri dari karat kebangsawanan yang tinggi, karena dengan istri asal orang kebanyakan itu penghinaan bila menerimanya.” (Toer, 2003 : 80).
2. “Matilah dia berani tolak perintahnya bupati mantri semua priyayi apalagi
orang kecil yang ditakdirkan jadi kuli.” (Toer, 2003 : 170).
3. “Aku tak suruh kau mengasuh anakku.”
“Haruskah sahaya pergi tanpa anak sahaya sendiri, tuanku?”
(Toer, 2003 : 257).
4. “Mestikah sahaya pergi tanpa anak sendiri? Tak boleh balik ke kota untuk melihatnya?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
“Lupakan bayimu. Anggap dirimu tak pernah punya anak.”
(Toer, 2003 : 258).
5. “Lempar dia keluar! Bendoro berteriak. (Toer, 2003 : 264).
4.2.1.6 Amanat
Amanat adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarangnya. (Sudjiman, 1988:57). Jadi yang ditampilkan dari sebuah amanat
dalam karya sastra adalah pesan atau pelajaran-pelajaran apa yang dapat kita
ambil yang disampaikan oleh pengarangnya. Amanat yang disampaikan di sini
adalah “Budaya feodal yang menyebabkan ketidakadilan dan kesewenang-
wenangan terhadap rakyat kecil oleh para pembesar”. Hal itu dapat ditunjukkan
dengan kutipan berikut:
1. “Oh, oh, dewa sejagat kalah bengisnya. Matilah dia berani tolak perintahnya bupati mantri semua priyayi apalagi orang kecil yang ditakdirkan jadi kuli. Dia sandang pedang tipis di pinggang kiri tapi titahnya wah wah wah lebih dahsat lagi. Laksanan gledek sambar perahu dan tali temali sehela nafas sedepa jalan harus jadi. Menggigil semua mendengar namanya guntur semua pada takluk gunung kali dan rawa. Pantai dan jalan berjajar panjang membujur kepala kawula jadi titian orang yang kuasa....” (Toer, 2011 : 170).
2. “Waktu jalan panjang sempurna jadi. Kereta-kereta indah jalan tiap hari bawa
tuan-tuan nyonya-nyonya dan putri-putri tuan besar gubernur jenderal dan
para abdi.” (Toer, 2011 : 170-171).
3. “Matilah dia berani tolak perintahnya bupati mantri semua priyayi apalagi
orang kecil yang ditakdirkan jadi kuli.” (Toer, 2003 : 170).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
4.3 Pembahasahan Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis unsur intrinsik novel Gadis
karya Pramoedya Ananta Toer. Berdasarkan hasil analisis data ditemukan data-
data sebagai berikut, tokoh 6 buah, penokohan 42 buah, alur (paparan 2 buah,
Muslich, M. 2007. KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurgiyantoro, B. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Prihantono, Dwi AG. 2008. Analisis Struktural Novel Towards Zero karya Agatha Christie Serta Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMK. Skripsi Strata 1 pada Universitas Sanata Dharma Yogyakarta: tidak diterbitkan.
Sanjaya, W. H. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sastromiharjo, A. 2011. Bahasa dan Sastra Indonesia 3 Untuk SMA/MA Kelas XII
Stanton, R. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Tehnik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Sudjiman, P. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumardjo, J. dan K.M. Saini. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.
Susilo, Muhammad J. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Meyosongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Tim Prima Pena. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gitamedia Press.
Toer, Pramoedya A. 2003. Gadis Pantai. Jakarta: Lentera Dipantara.
Waluyo, Herman J. 2011. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: UNS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Press.
Wibowo, A. 2015. Struktur Novel Pak Djenggot Tilah Heiho Karya Any Asmara. Skripsi Strata 1 pada Universitas Negeri Semarang: tidak diterbitkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
LAMPIRAN 1
Sampul Depan Novel Gadis Pantai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
LAMPIRAN 2
Sampul Belakang Novel Gadis Pantai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
LAMPIRAN 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Yogyakarta, 22 Mei 2018
Perihal : Permohonan Izin Triangulasi Yth. Septina Krismawati, S.S., M.A. Dosen PBSI Universitas Sanata Dharma Dengan hormat, Berkenaan dengan penelitian skripsi, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
nama : Giovanno Alexander Engko NIM : 131224049
fakultas/prodi : Keguruan dan Ilmu Pendidikan/ Pendidkan Bahasa Sastra Indonesia
dosen pembimbing : Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum. dan Drs. B. Rahmanto, M.Hum.
judul skripsi : Analisis Unsur Intrinsik Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dan Rencana Pembelajarannya di SMA
Saya hendak memohon izin Ibu sekiranya bersedia menjadi dosen triangulator dari data-data penelitian skripsi saya. Adapun waktu yang diberikan untuk triangulasi adalah selama satu sampai dua minggu. Saya mohon penilaian dan masukan agar data yang saya lampirkan bisa digunakan untuk penelitian saya. Demikian surat permohonan ini disampaikan. Atas perhatian dan kerja sama Ibu saya mengucapkan terima kasih.
Demikian surat ini saya buat atas perhatian Bapak saya ucapkan terima kasih.
Menyetujui,
Dosen pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum Drs. B. Rahmanto, M.Hum.
Pemohon
Giovanno Alexander Engko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Sinopsis Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer
Novel ini menceritakan nasib buruk kaum perempuan desa di bawah feodalisme jawa
beberapa abad bahkan sampai abad 20. Tokoh utamanya disebut “Gadis Pantai”, dia
mewakili golongan kaum wanita dari keluarga desa yang miskin dan tidak berpendidikan.
Settingnya di kabupaten Rembang di Pantai Utara Jawa pada awal abad 20.
Di sebuah kampung nelayan yang jauh dari keramaian, hiduplah sebuah keluarga
miskin yang kehidupannya menggantungkan dari laut. Mereka memiliki seorang anak gadis
yang usianya baru berusia empat belas tahun. Usia yang belum cukup untuk mengarungi
bahtera rumah tangga.
Pada usia yang sedini ini dia sudah dinikahkan dengan seorang Bendoro dari kota
yang diwakili oleh sebilah keris. Perkawinan mereka hanya disaksikan oleh ketua kampung
yang sekaligus sebagai perwakilan dari kota. Setelah pernikahan dilangsungkan, Gadis Pantai
itulah nama anak nelayan miskin itu langsung diboyong ke kota, ke tempat keluarga Bendoro
tinggal.
Kehidupan yang jauh berbeda dengan keadaan sewaktu di tempatnya sendiri membuat
Gadis Pantai merasa dirinya dalam sebuah kerangkeng yang serba terbatas. Disekelilingnya
tak ada yang pernah tersenyum dengannya, semuanya begitu kaku, hanya seorang pelayan
tualah yang menjadi teman bicara dan teman bertanya dikala sedang merasa kesepian di
kamarnya.
Tiga bulan telah berlalu Gadis Pantai kini telah menjadi istri seorang Bendoro. Nama
sebutannya pun sudah bukan Gadis Pantai lagi, melainkan Mas Nganten. Dalam waktu yang
tiga bulan, Mas Nganten semakin tidak mengenal dirinya sendiri. Dengan perubahan-
perubahan yang ada pada dirinya. Ini semua berkat bantuan pelayan tua yang senantiasa
membimbing dan mengarahkan Gadis Pantai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Kehidupan yang serba terikat dalam gedung yang besar membuat Gadis Pantai merasa
rindu akan kampung halamannya. Dia ingin pulang kembali ke kampungnya. Tapi apa mau
dikata pelayan tualah yang selalu memuluhkan hatinya agar tidak kembali ke kampungnya
sendiri. Setahun berlalu Gadis Pantai semakin dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang
memaksanya harus begitu rupa. Tidak ada kejadian yang merasa dirinya atau keluarga
Bendoro terganggu. Hal ini karena masing-masing memiliki tugas dan kewajiban berbeda,
serta martabat yang berbeda.
Namun pada suatu ketika Gadis Pantai kehilangan dompet tempat uang belanjaan
dapurnya. Uang itu untuk menghidupi seisi gedung. Gadis Pantai menjadi risih harus
bagaimana dia mengadukan pada Bendoro. Sedangkan yang dicurigainya adalah masih
kerabat Bendoro sendiri, setelah ditanyai dia tidak mengaku, malahan temannya yang lain
ikut membelanya dan sebaliknya menghina pada Gadis Pantai. Namun pelayan tua yang
menemani Gadis Pantai mengadukannya pada Bendoro.
Bendoro menjadi murka setelah tahu pencuri dompet istrinya adalah kerabatnya, dia
langsung mengusirnya dari gedung itu bersama dengan pelayan tua yang mengadukannya.
Hal ini membuat Gadis Pantai merasa terpukul karena dia tidak memiliki lagi teman untuk
mencurahkan perasaanya. Kepergian pelayan tua tidak membuat gusar Bendoro, karena pada
waktu itu juga dia dapat menggantikan pelayan tua dengan seorang pelayan yang masih
muda, Mardinah namanya pelayan itu. Dia masih kerabatnya Bendoro sewaktu ditanya oleh
Gadis Pantai.
Kadatangan Mardinah ke rumah itu sepertinya memiliki niat lain. Dia datang tidak
hanya sebagai pelayan, tetapi ingin menghancurkan rumah tangga Gadis Pantai. Hal ini
membuat Gadis Pantai ingin pulang ke kampungnya, dan Bendoro pun tidak merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
keberatan. Kepulangannya ke kampungnya harus diantar oleh pelayan barunya itu, yakni
Mardinah.
Gadis Pantai tidak pulang kembali bersama Mardinah ke kota, Gadis Pantai tinggal
beberapa hari di kampungnya. Mardinah disuruhnya pulang terlebih dahulu bersama kusir
yang mengantarnya sewaktu mereka datang. Selama di kampung Gadis Pantai tidak merasa
seperti dulu. Semua orang memandangnya lain. Setiap orang yang dilihatnya langsung
menundukkan wajahnya. Hal ini membuat Gadis Pantai merasa seperti dirinya asing bagi
kampungnya sendiri. Bapaknya pun berlaku seperti orang lain, mereka seakan-akan baru
bertemu dengan seorang pembesar.
Setelah empat hari tinggal di kampung, datanglah rombongan Mardinah yang akan
menjemput Gadis Pantai dengan disertai empat orang pengawal. Mereka memaksa Gadis
Pantai untuk segera pulang ke kota ditunggu oleh Bendoro. Sedangkan surat yang diberikan
oleh Bendoro tidak diberikannya pada Gadis Pantai ataupun bapaknya sendiri. Hal ini
membuat Bapaknya Gadis Pantai merasa curiga. Dugaan ini ternyata benar, dan Bapak
mencari akal untuk membuktikannya, serta menyelamatkan anaknya yang ada dalam bahaya.
Akhirnya rahasia Mardinah terbuka, setelah taktik dijalankan. Mardinah mengaku disuruh
Bendoro dari Demak untuk membunuh Gadis Pantai di perjalanan dengan diberi upah yang
cukup besar. Mardinah mendapat hukuman dari warga untuk kawin dengan lelaki yang paling
malas di kampung itu, yang bernama si Dul Pendongeng. Mardinah dapat menerimanya
dengan lapang dada.
Sepulang dari kampung Gadis Pantai merasa dirinya sedang mengandung. Hal ini
langsung dibuktikan oleh paraji Bendoro sendiri. Bendoro pun tidak banyak omong tentang
kepulangannya dari kampung. Tidak banyak ditanyakan oleh Bendoro. Hal ini membuat
Gadis Pantai merasa tenang untuk mnyelamatkan kampung orang tuanya, yang telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
membuat hilangnya pengawal Mardinah. Kandungannya menginjak waktu ke sembilan, saat
itu Gadis Pantai sudah tidak sabar lagi ingin segera memiliki seorang anak, hal inipun sangat
ditunggu-tunggu oleh bapaknya sendiri di kampung.
Saat melahirkan pun kini telah tiba. Kelahiran Gadis Pantai dibantu oleh seorang
dukun beranak kepercayaan Bendoro. Gadis Pantai melahirkan seorang anak perempuan yang
mungil seperti ibunya sendiri. Namun bagi kalangan priyayi anak perempuan kurang
diharapkan. Hal ini kelihatan setelah melahirkan Bendoro tidak mau melihat keadaannya
sehabis melahirkan. Apakah dia sehat atau tidak. Tidak pedulinya Bendoro dikarenakan anak
yang baru dilahirkannya seorang perempuan.
Tiga bulan setelah dilahirkan, Bapak datang menjenguk Gadis Pantai secara tidak
sengaja, Bapak dipanggil oleh Bendoro untuk menghadap. Namun setelah menghadap wajah
Bapak tidak bahagia, Bapak murung tidak seperti biasanya. Kemudian Bapak menyuruh
Gadis Pantai untuk segera membereskan pakaiannya untuk dimasukkan ke dalam wadah.
Gadis Pantai merasa kebingungan Bapak mengajaknya pulang. Namun, Bapak menjelaskan
pada Gadis Pantai bahwa Bendoro telah menceraikannya, dan Gadis Pantai harus segera
pulang dengan bapaknya. Gadis Pantai merasa terkejut, tapi apalah daya seorang sahaya
seperti dia hanya menurut kehendak Bendoro.
Walaupun dengan perasaan berat, Gadis Pantai meninggalkan semua yang dimilikinya
pada waktu digedung bersama Bendoro, termasuk anak gadisnya yang baru tiga bulan dia
lahirkan. Dalam perjalanan pulang Gadis Pantai yang sudah berubah menjadi Mas Nganten
enggan untuk pulang ke kampung halamannya. Perasaan malu menghantui dirinya. Meskipun
bapaknya tetap memaksanya untuk pulang ke rumahnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
BIODATA PENULIS
Giovanno Alexander Engko merupakan anak pertama dari pasangan
Bapak Glendonald Alexander Engko dan Ibu Sonya Yosephine. Vanno
adalah anak pertama dari dua saudara. Lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada tanggal 25
Maret 1995. Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar selama enam tahun di SD Teruna
Bangsa Yogyakarta, dari tahun 2001-2007. Kemudian lanjut ke Sekolah Menengah Pertama
di SMP Budya Wacana Yogyakarta, selama tiga tahun, yaitu dari tahun 2007-2010.
Selanjutnya, meyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Budya Wacana Yogyakarta,
selama tiga tahun, yaitu pada tahun 2010-2013. Setelah menamatkan sekolah pada jenjang
SMA, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sanata Dharma pada tahun 2013.
Fakultas yang diambil adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi