ANALISIS TINGKAT SERTIFIKAT BANK INDONESIA, INFLASI, DAN NILAI KURS TERHADAP RETURN SAHAM LQ 45 DAN DAMPAKNYA TERHADAP IHSG SKRIPSI Oleh : Bayu Raditya 205081000170 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
106
Embed
ANALISIS TINGKAT SERTIFIKAT BANK INDONESIA, INFLASI, …...Bisnis keuangan meliputi bisnis valas (valuta asing) serta investasi langsung dan investasi tidak langsung (Mansyur, 2009).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS TINGKAT SERTIFIKAT BANK INDONESIA, INFLASI, DAN NILAI KURS TERHADAP RETURN SAHAM LQ 45 DAN DAMPAKNYA
TERHADAP IHSG
SKRIPSI
Oleh :
Bayu Raditya 205081000170
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H / 2010 M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Bayu Raditya Tempat & tgl lahir : Jakarta, 6 Juni 1987 Agama : Islam Kewarganegaraan : WNI Alamat : Jl. Ismail No.23 Tanah Kusir Kby Lama Selatan Jakarta Selatan 12240 Telp : 021-7376488 /085711728489 Email : [email protected] Pendidikan Formal :
This study aims to analyze the level of Bank Indonesia Certificates, Inflation and Exchange Rate Against Return Value and Its Impact on Market Shares Return LQ 45. Data obtained in the form of secondary data from the Indonesia Stock Exchange. Statistical method used is the path analysis. The test results indicate that the SBI, and the Value of Inflation Rate has a significant impact on JCI Market Return variable while the impact on stock returns LQ 45 no significant influence either directly or indirectly. This can be evidenced by the partial test and simultaneous testing of macroeconomic variables (SBI, Inflation, and Value Exchange) and The Return of Return of Stock Market JCI LQ 45 which states that the probability above 0.05.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Tingkat Sertifikat Bank Indonesia, Inflasi dan Nilai Kurs Terhadap Return Market dan Dampaknya Terhadap Return Saham LQ 45. Data yang diperoleh berupa data sekunder dari Bursa Efek Indonesia. Metode statistic yang digunakan adalah analisis jalur. Hasil pengujian menunjukan bahwa SBI, Inflasi dan Nilai Kurs mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable Return Market IHSG sedangkan dampaknya terhadap Return Saham LQ 45 tidak memberikan pengaruh yang signifikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditunjukkan dengan uji parsial dan uji simultan dari variable makro ekonomi (SBI, Inflasi, dan Nilai Kurs) dan Return Market IHSG terhadap Return Saham LQ 45 yang menyatakan bahwa probabilitasnya di atas 0.05.
Kata kunci : Tingkat SBI, Inflasi, Kurs, Return Saham LQ 45, IHSG.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb. Alhamdulilahi Rabbil’ Alamin, segala puji hanya bagi Allah
SWT pemilik segala sesuatu yang ada dibumi dan langit. Atas berkat rahmat dan ridha-Nya,
kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan hidayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Shalawat dan
salam senantiasa tercurah untuk Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan ummat dan telah
membawa manusia dari alam jahiliyah menuju jalan cahaya, beserta keluarga, para sahabat dan
pengikut-pengikutnya hingga akhir jaman.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh Ujian Program Strata
1 dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini.
Dengan segenap kerendahan hati, melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. My Moms, selaku orang tua yang senantiasa memberikan doa, motivasi yang tiada pernah
henti dan takkan lelah selalu memberi dukungan moril maupun materil sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Pembantu Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen pembimbing I yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dengan kesabaran dan ketabahanya. Terima kasih atas
semua arahan dan saran yang telah diberikan selama bimbingan hingga selesainya skripsi ini.
4. H.M.Arief Mufraini,L.c.,M.si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan masukan
dan bimbingan dengan kesabaran dan ketabahanya. Terima kasih atas semua arahan dan
saran yang telah diberikan selama bimbingan hingga selesainya skripsi ini.
5. My brur and sister yang selalu buat suasana ceria dalam masa penulisan skripsi ini.
6. Nyzomi dan dede sebagi teman yg selalu mendukung dalam penulisan skripsi.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah memberikan ilmunya selama
masa perkuliahan.
8. Seluruh staf bagian akademik dan perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Terima
kasih atas keramahannya dalam memberikan pelayanan.
9. Kepada teman-temanku di FEIS 2005 Manajemen A dan Manajemen Keuangan, Semangat
ya,....Doaku selalu menyertai kalian.
10. Terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
Hanya do’a tulus yang dapat penulis berikan untuk setiap kebaikan yang telah kalian
berikan ”satu kebaiakan yang kalian lakukan semoga Alloh membalasnya dengan seribu
kebaikan” Amin...
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Jakarta, Januari 2010
Bayu Raditya
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………… i
ABSTRACT …………………………………………………………………. ii
ABSTRAK …………………………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. v
DAFTAR TABEL……………………………………………………………. ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… x
BAB. I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….. 1
B. Perumusan Masalah ………………………………………………. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………… 8
1. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 8
2. Manfaat Penelitian ……………………………………….......... 8
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pasar Modal dan Instrumen Pasar Modal ………………………… 10
B. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) …………………………………… 14
1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia ……………………….. 14
2. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia ……………….. 14
3. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia ……………………. 15
4. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia …………………….. 15
5. Tingkat SBI dan IHSG BEI …………………………………. 16
C. Inflasi ………………………………………………………………. 17
D. Nilai Tukar (Kurs) ……………………………………………......... 21
1. Penentuan Nilai Tukar ……………………………………….. 22
2. Sistem Kurs Mata Uang ……………………………………… 23
3. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia…. 26
4. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS dan IHSG BEI ……. 27
E. Indeks Harga Saham ……………………………………………….. 28
F. Return Saham ………...……………………………………………. 31
G. Sejarah Perusahaan Yang Terdaftar Pada Indeks LQ 45…………… 32
H. Penelitian Terdahulu ..……………………………………………… 33
I. Kerangka Pemikiran ……………………………………………….. 38
J. Hipotesis …………………………………………………………… 39
BAB. III. METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian …………………………………………. 40
B. Metode Penentuan Sampel ………………………………………… 40
C. Metode Pengumpulan Data ………………………………………… 41
D. Analisis Jalur ……………………………………………………… 41
E. Uji Hipotesis ……………………………………………………… 43
F. Operasional Variabel Penelitian …………………………………… 54
BAB. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ……………………………. 58
B. Deskriptif Variabel Penelitian …………………………………. 62
C. Uji Korelasi ……………………………………………………... 72
D. Analisis Jalur ………………………………………………….... 76
E. Diagram Analisis Jalur ………………………………………… 79
F. Pengujian Hipotesis ……………………………………………. 80
G. Pengaruh Langsung……………………………………………... 89
H. Interprestasi …………………………………………………….. 92
BAB V KESIMPUIAN DAN SARAN
A. Kesimpulan……………………………………………………... 94
B. Implikasi ………………………………………………………. 95
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 97
LAMPIRAN …………………………………………………………………… 100
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu 37
4.1 Data Perkembangan IHSG 63
4.2 Data Return Saham LQ 45 65
4.3 Data Perkembangan Tingkat SBI 67
4.4 Data Perkembangan Inflasi 68
4.5 Data Perkembangan Nilai Kurs 70
4.6 Koefisien Korelasi Variabel Karakteristik Makro Ekonomi dan IHSG
73
4.7 Pengujian Hubungan Antar Sub Variabel 75
4.8 Koefisien Persamaan Analisis Jalur 1 76
4.9 Koefisien Persamaan Analisis Jalur 2 78
4.10 Uji F 80
4.11 Uji T 82
4.12 Pengujian Individual 88
4.13 Pengaruh Tingkat SBI Terhadap IHSG 89
4.14 Pengaruh Inflasi Terhadap IHSG 90
4.15 Pengaruh Nilai Kurs Terhadap IHSG 90
4.16 Uji R 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran 38
Gambar 4.1 : Grafik IHSG 64
Gambar 4.2 : Grafik Return Saham LQ 45 65
Gambar 4.3 : Grafik Tingkat SBI 67
Gambar 4.4 : Grafik Inflasi 69
Gambar 4.5 : Grafik Kurs 71
Gambar 4.6 : Analisis Jalur dengan variabel endogen Return Market
IHSG dan Return Saham LQ 45 79
Gambar 4.7 : Diagram Analisis Jalur Setelah Trimming 89
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Data Perkembangan IHSG 100
2 Data Perkembangan Return Saham LQ 45 100
3 Data Perkembangan Tingkat SBI 101
4 Data Perkembangan Inflasi 101
5 Data Perkembangan Nilai Kurs 102
6 Output SPSS 103
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses globalisasi pada fase sekarang terdiri dari dua fenomena yang berbeda, yakni
globalisasi bisnis produk dan globalisasi bisnis keuangan dimana proses globalisasi bisnis
keuangan telah memiliki signifikasi dan kekuatan yang lebih besar daripada globalisasi
bisnis produk dalam tanda kutip. Bisnis keuangan meliputi bisnis valas (valuta asing) serta
investasi langsung dan investasi tidak langsung (Mansyur, 2009).
Investasi melalui pasar modal sebagai bentuk investasi tidak langsung dilakukan
dimana saja diseluruh dunia termasuk di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Investor
menginvestasikan uangnya berdasarkan preferensi keuntungan yang optimal melalui
investasi portofolio.
Perubahan-perubahan di dalam lingkungan perekonomian dunia, pergeseran pusat-
pusat kekuatan ekonomi, pembauran di Negara-negara sosialis, revolusi teknologi dan
informasi, komunikasi dan sebagainya menyoret setiap perekonomian nasional ke dalam
kancah perekonomian global. Proses yang tak terhindarkan ini meningkatkan peluang-
peluang bagi setiap Negara untuk memperluas pasar dan sumber pembiayaan. Namun pada
gilirannya makin besar peluang maka akan setara dengan resiko yang ditanggung. Proses
globalisasi tidak hanya terbatas pada perdagangan dan arus modal saja melainkan telah
merambah pada sektor produksi. Ditunjang oleh kebebasan lau lintas modal, upaya
memperluas pasar dan mencari lokasi produksi yang murah, relokasi industry bagaikan
arus yang tak terbendung. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan
multinasional (Tendi Haruman dkk., 2005).
Perkembangan harga saham dapat dilihat pada indeks harga saham gabungan (IHSG)
dimana Indeks harga saham yang naik menunjukkan kegairahan sedangkan indeks harga
saham yang turun menunjukkan adanya kelesuan pasar. Perubahan IHSG bukan hanya
sekedar mencerminkan perkembangan perusahaan atau industri suatu Negara, bahkan bisa
dianggap sebagai perubahan yang lebih fundamental dari suatu Negara. Maksudnya, IHSG
suatu Negara yang mengalami penurunan dapat disebabkan oleh kondisi perekonomian di
negara tersebut yang sedang menghadapi permasalahan. Sebaliknya indeks harga saham
yang mengalami peningkatan bisa mengindikasikan adanya perbaikan kinerja
perekonomian di negara tersebut. Berdasarkan pandangan tersebut, maka diperlukan kajian
yang mendalam tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan harga saham
tersebut (Murwaningsari, 2008).
Pembentukan harga saham di BEI dipengaruhi bukan hanya oleh kondisi bisnis dan
ekonomi di Indonesia, tetapi juga kondisi di negara-negara lain. Perubahan harga saham
dapat mengakibatkan perubahan perilaku konsumsi dan investasi investor. Berdasarkan hal
tersebut, harga saham sangat penting untuk mendapat perhatian karena harga saham
mencerminkan berbagai informasi yang terjadi di pasar modal. Indeks harga saham di
bursa efek merupakan indikator yang menggambarkan rasio perubahan harga saham yang
dipengaruhi oleh beberapa kondisi perekonomian, sehingga mempengaruhi naik turunnya
tingkat pengembalian di BEI. Oleh karena itu, menjadi suatu hal yang menarik untuk
mengamati pergerakan harga saham (Widayanti, 2007:4).
Namun, bila melihat indikator ekonomi beberapa tahun terakhir pada Januari 2007,
IHSG mencapai 1.757,26 dan sampai Januari 2008 telah mencapai 2.627,25. Ini
merupakan peningkatan yang cukup signifikan mengingat IHSG pada tahun 2004, 2005,
dan 2006 baru mencapai 732,40, 1.162,63, dan 1.310,26. Kemudian sepanjang periode
bulan Januari-Juli 2008, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) terus menerus berupaya
menciptakan pasar yang semakin likuid, wajar, teratur dan transparan. Sepanjang periode
di atas, bursa telah menunjukkan prestasi yang sangat menggembirakan. Salah satunya
ditunjukkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI yang berhasil mencatat
rekor tertinggi pada tanggal 11 Desember 2007 di level 2.745,83 (www.jsx.co.id). IHSG
merupakan cerminan dari kegiatan pasar modal secara umum. Peningkatan IHSG
menunjukkan kondisi pasar modal sedang bullish, sebaliknya jika menurun menunjukkan
kondisi pasar modal sedang bearish. Untuk itu, seorang investor harus memahami pola
perilaku harga saham di pasar modal.
Kondisi perekonomian nasional harus beradaptasi dengan perekonomian global
menuntut setiap pelaku ekonomi untuk berpikir secara kritis dalam menyikapi hal tersebut.
Perekonomian nasional bergantung pada situasi negara. Pada akhir tahun 1997 Indonesia
dilanda krisis moneter yang berkepanjangan, nilai kurs rupiah bagaikan layang-layang
putus dan berfluktuasi dari hari ke hari. Pergantian masa pemerintahan mempengaruhi
situasi politik kenegaraan yang berdampak pada perekonomian nasional yang hingga saat
ini. Terlihat dari kabinet saat ini yang pada pembentukannya saja sudah dihadapkan pada
masalah-masalah yang maha besar. Salah satu hikmah yang dapat ditarik adalah
peninjauan kembali seluruh kebijaksanaan ekonomi. Perkembangan nilai tukar rupiah
selama ini menunjukkan kecenderungan terdepresiasi secara persisten. Walaupun rupiah
sempat menguat namun melemah kembali akibat keadaan yang tidak kondusif. Hal ini
disebabkan oleh masih rendahnya factor market confidence yang berangkat dari
peningkatan contry risk dan perubahan motif transaksi USD/IDR menjadi speculantive
motive. Didik J. Rachbini (2001:72) berpendapat bahwa ketidakstabilan sistem moneter
suatu Negara semakin diperparah oleh spekulasi, yang volume transaksinya semakin besar
dari waktu ke waktu. Institusi yang bergerak di pasar valuta, saham dan pasar uang lainnya
semakin kuat pengaruhnya secara relatif terhadap suatu sistem ekonomi.
Selanjutnya pada bulan Agustus 2005, rupiah mengalami tekanan kembali sehingga
melemah terhadap dollar AS meskipun pada bulan-bulan berikutnya relative stabil.
Beberapa factor internal yang turut memberikan tekanan antara lain : masih tingginya
kekhawatiran terhadap stabilitas di bidang politik dan keamanan dalam jangka pendek dan
jangka panjang, pesimisnya pelaku bisnis dan investor luar negeri terhadap pulihnya
perekonomian nasional akibat kondisi pemerintahan, ancaman terorisme, bencana alam,
serta tingginya sensitivitas fluktuasi rupiah terhadap berbagai isu negatif lainnya.
Dalam kondisi melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, pemerintah juga
ikut menaikkan tingkat suku bunga SBI. Langkah ini diambil untuk memerangi spekulasi
valas. Dengan menaikkan tingkat suku bunga diharapkan dapat menahan merosotnya nilai
tukar rupiah dan menarik investor dalam rangka mendorong terjadinya perubahan
komposisi assets ke dalam rupiah sehingga rupiah meningkat atau terapresiasi. Seseorang
investor harus mampu mengantisipasi risiko yang terjadi dengan mendiversifikasikan
investasinya untuk memperkecil risiko. Grubber (2003:299), mengemukakan mengenai
jenis-jenis risiko sebagai berikut : “…that the risk of any stock could be divided into
systematic risk (market risk) and unsystematic risk (non market risk)”.
Kenaikan tingkat suku bunga tidak otomatis akan diikuti oleh pembelian aset secara
besar-besaran oleh investor, karena dianggap membawa konsekuensi meningkatnya biaya
pemulihan ekonomi serta meningkatnya biaya rekapitalisasi dan biaya yang harus
ditanggung oleh Bank Sentral dalam membiayai perbaikan perekonomian nasional.
Kenaikan suku bunga yang tajam justru merupakan sinyal bahwa perekonomian melambat,
dan expected return menjadi rendah. Alhasil kenaikan suku bunga yang tajam itu justru
menyebabkan berpindahnya portofolio investasi asing ke valas sehingga menekan nilai
rupiah lebih tajam lagi. Dalam kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan, harga
barang juga dapat menyebabkan inflasi yang tinggi juga menyertai kenaikan nilai tukar dan
suku bunga. Faktor fundamental ekonomi misalnya, kondisi perekonomian seperti GDP,
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, tingkat suku bunga, inflasi, kebijakan
pemerintah seperti kebijakan pajak, dan lain sebagainya. Hal tersebut diungkapkan pula
oleh J. Soedrajad Djiwandono (2001:138) sebagai berikut :…Saya ingin membuat catatan
disini bahwa dalam analisis ekonomi makro yang biasa kita sebut fundamental itu adalah
kondisi berbagai indicator makro seperti GDP, laju inflasi, suku bunga, neraca pembayaran
(nilai tukar), cadangan devisa, kondisi anggaran pemerintah, dan lain-lain….”
Dalam penelitian Moh Mansyur (2009) serta Sitinjak dan Kurniasari (2003) yang
menemukan bahwa nilai tukar dan tingkat bunga SBI berpengaruh terhadap IHSG. Namun
Murwaningsari (2008) kembali menunjukkan bahwa Kurs tidak memiliki pengaruh
signifikan pada IHSG. Penelitian yang dilakukan oleh Maurin Sitorus (2004) yang berjudul
pengaruh variabelmakro ekonomi (inflasi, suku bunga SBI, kurs, dan jumlah uang beredar)
menunjukkan bahwa variable-variabel makro ekonomi berpengaruh secara simultan
terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi. Dan variabel makro ekonomi
yang berpengaruh sangat besar terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi
adalah variabel kurs
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk menelaah
lebih lanjut mengenai variabel makroekonomi apakah yang sebenarnya berpengaruh
terhadap Return Market dan dampaknya terhadap Return Saham LQ 45. Oleh karena itu,
dalam skripsi peneliti mengambil judul “Analisis Tingkat Sertifikat Bank Indonesia,
Inflasi, dan Nilai Kurs Terhadap Return Saham LQ 45 dan Dampaknya Terhadap
IHSG”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka permasalahan yang akan
dibahas adalah :
1. Apakah terdapat pengaruh SBI, Inflasi dan Nilai Kurs terhadap Return Saham LQ
45?
2. Apakah terdapat pengaruh Return Saham LQ 45 terhadap IHSG?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan SBI, Inflasi dan Nilai Kurs
terhadap Return Saham LQ 45 dan dampaknya terhadap IHSG baik secara
langsung maupun secara tidak langsung ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis pengaruh SBI, Inflasi dan Nilai Kurs terhadap Return Saham
LQ 45.
b. Untuk menganalisis pengaruh Return Saham LQ 45 terhadap IHSG.
c. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan dari SBI, Inflasi dan Nilai Kurs
terhadap Return Saham LQ 45 dan dampaknya terhadap IHSG.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Investor
Bagi investor yang tercatat di BEI, hasil dari penelitian ini dapat membantu
mereka dalam menentukan apakah akan menjual, membeli, ataukah menahan
saham yang mereka miliki berkenaan dengan perubahan kurs rupiah terhadap
dollar AS, tingkat suku bunga SBI, dan Inflasi.
b. Bagi Akademisi
Hasil Penelitian ini dapat menambah khasanah pustaka bagi yang berminat
mendalami pengetahuan dalam Nilai Kurs, SBI, Inflasi dan Return Saham
c. Bagi Pemerintah
Dengan diketahuinya dampak dari kurs rupiah/US$, tingkat suku bunga SBI dan
Inflasi terhadap IHSG dan dampaknya terhadap Return Saham LQ 45, maka
pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan kurs
rupiah/US$, tingkat suku bunga SBI, dan Inflasi sehingga pengaruh yang telah
atau akan terjadi dapat diantisipasi dan ditangani dengan sebaik-baiknya.
d. Bagi Penulis
Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat membuka wawasan baru. Bahwa faktor-
faktor ekonomi makro juga berpotensi mempengaruhi kinerja bursa saham, jadi
tidak hanya faktor-faktor internal bursa itu sendiri saja.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pasar Modal dan Instrumen Pasar Modal
Pasar modal sering disamakan dengan pasar uang, padahal keduanya memiliki
perbedaan secara prinsip. Pasar modal atau capital market adalah pasar keuangan untuk dana-
dana jangka panjang dan dalam arti sempit merupakan pasar nyata. Sementara pasar uang atau
money market berkaitan dengan instrumen keuangan jangka pendek dan merupakan pasar
tidak nyata. Menurut Husnan (2001:3) mendefinisikan pasar modal sebagai pasar untuk
berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan baik
dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah maupun
perusahaan swasta.
Menurut Arthesa dan Handiman (2006:215) Pasar Modal adalah Lembaga Keuangan
bukan bank yang mempunyai kegiatan berupa penawaran dan perdagangan efek. Selain itu
pasar modal juga merupakan lembaga profesi yang berkaitan dengan transaksi jual beli
efek. Dengan demikian Pasar Modal dikenal sebagai tempat bertemunya penjual dan
pembeli dana.
Pengertian pasar modal menurut Undang Undang pasar modal no.8 tahun 1995 pasal
1 adalah kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan efek
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, serta lembaga profesi yang
berkaitan dengan efek.
Pasar modal dalam arti sempit adalah suatu tempat dalam pengertian fisik yang
terorganisasi dengan efek-efek yang diperdagangkan yang disebut bursa efek (Ahmad
Rodoni, 2006:158).
Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pasar modal (capital market)
merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual
belikan, baik surat utang (obligasi), equity (saham), reksadana, instrumen derivatif maupun
instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun
institusi lain (misalnya pemerintah) dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi.
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal berupa instrumen jangka
panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti : saham, obligasi, waran, right,
reksadana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, future dan lain-lain.
Menurut Ahmad Rodoni (2006:168), produk-produk yang ada di pasar modal adalah
sebagai berikut :
1. Reksadana
Reksadana atau disebut mutual fund atau investmen fund merupakan sertifikat yang
menjelaskan bahwa pemiliknya menitipkan uang kepada pengelola reksadana
(manajer investasi) untuk digunakan sebagai modal berinvestasi. Pada prinsipnya
investasi pada reksadana adalah melakukan investasi yang menyebar pada beberapa
alat investasi yang diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang
2. Saham
Saham adalah penyertaan modal dan pemilikan suatu perseroan terbatas (PT) atau
disebut emiten. Saham merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau
badan dalam suatu perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang
menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang
menerbitkan kertas tersebut. Dengan kepemilikan saham, pemegang saham juga
dapat memperoleh capital gain. Capital gain akan diperoleh bila ada kelebihan harga
jual diatas harga beli.
3. Saham Preferen
Saham preferen adalah gabungan (hybrid) antara obligasi dan saham biasa artinya di
samping memiliki karakteristik seperti obligasi juga memiliki karakteristik saham
biasa. Karakteristik obligasi misalnya saham preferen memberikan hasil yang tetap
seperti bunga obligasi. Biasanya saham preferen memberikan pilihan tertentu atas
hak pembagian dividen. Jika suatu ketika emiten mengalami kerugian, maka
pemegang saham preferen bisa tidak menerima pembayaran dividen yang sudah
ditetapkan sebelumnya.
4. Obligasi
Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi
pinjaman dengan yang diberi pinjaman. Surat obligasi adalah selembar kertas yang
menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut memberikan pinjaman kepada perusahaan
yang menerbitkan obligasi.
5. Obligasi Konversi (Convertible Bond)
Obligasi Konversi, sekilas tidak ada bedanya dengan obligasi biasa, biasanya dengan
memberika kupon yang tetap, memiliki jatuh tempo dan memiliki nilai pari. Hanya
saja obligasi konversi memiliki keunikan yaitu dapat ditukarkan dengan saham biasa.
Pada obligasi konversi selalu tercantum persyaratan untuk melakukan konversi.
6. Waran
Waran adalah hak untuk membeli saham biasa pada waktu dan harga yang sudah
ditentukan. Biasanya waran dijual bersamaan dengan surat berharga lainnya,
misalnya obligasi atau saham. Penerbitan waran harus memiliki saham yang nantinya
dikonversi oleh pemegang waran. Namun setelah obligasi, saham yang disertai waran
memasuki pasar baik obligasi, saham maupun waran dapat diperdagangkan secara
terpisah.
7. Right issue
Right issue merupakan hak bagi pemodal membeli saham baru yang dikeluarkan
emiten. Karena merupkan hak, maka investor tidak terikat untuk membelinya. Ini
berbeda dengan saham bonus atau dividen saham, yang otomatis diterima oleh
pemegang saham.
B. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sebagaimana tercantum dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah
satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah
dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam melaksanakan
tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari Giro Wajib
Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar
Terbuka. Dalam Operasi Pasar Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat
berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang Penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang
selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
2. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia
Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai Rupiah.
Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang giral di BI)
yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual
oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.
3. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia
Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli
1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi
Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004
tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System.
4. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia
SBI memiliki karakteristik sebagai berikut (www.bi.go.id):
a. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan
untuk jangka waktu dan 3 bulan.
b. Denominasi: dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan tertinggi Rp 100
miliar.
c. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya
dengan kelipatan Rp 50 juta.
d. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan diskonto
murni (true discount) yang diperoleh dari rumus berikut ini:
e. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar di muka.
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
f. Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15%.
g. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless).
h. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
5. Tingkat Suku Bunga SBI dan IHSG BEI
SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh BI
sebagaipengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Tingkat
suku bunga merupakan daya tarik bagi investor menanamkan investasinya dalam
bentuk deposito atau SBI sehingga investasi dalam bentuk saham akan tersaingi.
Menurut Cahyono (2000:117) terdapat 2 penjelasan mengapa kenaikan suku
bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga
mengubah peta hasil investasi.
Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi
dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten,
sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya
produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen
Nilai Tunai =
mungkin akan menunda pernbeliannya dan menyimpan dananya di bank. Akibatnya
penjualan
perusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan
harga saham.
C. Inflasi
Pengertian inflasi dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dalam
tingkat harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito dalam
peredaran banyak, dibandingkan dengan jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang
ditawarkan atau bila karena hilangnya kepercayaan mata uang nasional (Winardi, dalam
Setiawan : 2006).
Inflasi merupakan kejadian ekonomi yang sering terjadi meskipun kita tidak pernah
menghendaki. Milton Friedman menyatakan inflasi ada dimana saja dan selalu merupakan
fenomena moneter yang mencerminkan adanya pertumbuhan moneter yang berlebihan dan
tidak stabil.
Inflasi menunjukan kenaikan harga umum atau suatu fenomena ekonomi yang
berkaitan dengan terjadinya penurunan nilai uang yang ditandai dengan kenaikan harga
hampir semua barang dalam waktu yang lama.
Dalam perekonomian modern, masalah inflasi sangatlah rentan karena penyebab
inflasi sangat komplek. Inflasi bukan saja disebabkan oleh penawaran uang yang
berlebihan, tapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti kenaikan gaji,
ketidakstabilan politik, pengaruh inflasi dari luar negeri dan kemorosotan nilai uang.
Inflasi dapat dibedakan menjadi dua jenis (Boediono, 2009), pertama demand pull
inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan permintaan
agregat dari masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Jenis
yang kedua, adalah cost push inflation, yaitu inflasi yang disebabkan karena meningkatnya
harga-harga faktor produksi sehingga menaikkan harga komoditi di pasar komoditi.
Inflasi didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam
suatu perekonomian. Tingkat inflasi (persetase kenaikan harga) berbeda dari suatu periode
ke periode lainnya, dan berbeda pula dari suatu negara ke negara lainnya. Inflasi adalah
suatu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus
(Sadono Sukirno : 2004:15).
Kenaikan harga secara terus menerus dalam suatu periode diukur berdasarkan Indeks
Harga Konsumen (IHK). Indeks harga konsumen merupakan indeks harga dari barang
yang selalu digunakan para konsumen dengan memakai indeks harga tahunan sebelumnya
sebagai tahun dasar. Cara pengukuran inflasi yaitu:
IHKt - IHKt-1
Laju inflasi =
IHKt-1
Nasution dan Maharani (2006) inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang
berlaku dalam suatu perekonomian, tingkat inflasi yang tinggi akan mengakibatkan harga
input produk naik sehingga biaya produksi naik, akibatnya keuntungan yang diperoleh
perusahaan akan turun, maka dapat dikatakan inflasi mempunyai hubungan negatif dengan
harga saham.
Menurut Murni (2006:14) Inflasi dapat diklarifikasi menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Moderat Inflation (7% - 10% setahun)
Adalah inflasi yang ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lamban.
2. Galloping Inflation (20% - 100%)
Adalah inflasi ganas dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius terhadap
perekonomian dan timbulnya distorsi-distorsi besar dalam perekonomian. Hal ini
ditandai oleh uang kehilangan nilainya dengan cepat, sehingga orang tidak
suka memegang uang atau lebih baik memegang barang. Kredit jangka panjang
didasarkan pada indeks harga atau menggunakan mata uang asing seperti dollar.
Kegiatan investasi masyarakat lebih banyak di luar negeri.
3. Hyper Inflation (diatas 100%)
Adalah inflasi yang sangat tinggi. Inflasi ini sangat mematikan kegiatan
perekonomian masyarakat. Kondisi hyper inflation dapat digambarkan
”Sebelum inflasi, bila ke pasar membawa uang sesaku dapat digunakan untuk
membeli barang sekeranjang, disaat terjadi hyper inflation untuk membeli
barang sesaku memerlukan uang sekeranjang” (Samuelson:2001).
Menurut penyebabnya inflasi terdiri dari :
a. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai uang
dan barang yang terlalu kuat. Inflasi ini disebut Demand Inflation.
b. Inflasi yang timbul karena desakan biaya dan kenaikan ongkos produksi
disebut Cost Inflation.
Inflasi meningkat berdampak negatif bagi investor di pasar modal dan pasar uang,
dan mempunyai dampak positif terhadap kinerja perusahaan, naiknya harga jual produk
dapat meningkatkan biaya per kapita, biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku.
Hubungan Inflasi dan IHSG BEI menurut Nasution dan Maharani (2006) inflasi
adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian, tingkat
inflasi yang tinggi akan mengakibatkan harga input produk naik sehingga biaya produksi
naik, akibatnya keuntungan yang diperoleh perusahaan akan turun, maka dapat dikatakan
inflasi mempunyai hubungan negatif dengan harga saham.
D. Nilai Tukar (Kurs).
Mankiw (2005:492) exchange rate atau kurs adalah tingkat dimana negara
melakukan pertukaran di pasar dunia. Krugman (2000 ; 355) kurs adalah harga sebuah
mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lain.
Nilai tukar (exchange rate) adalah perbandingan antara mata uang suatu negara
terhadap mata uang negara lain. Kasmir (2001:213) Pasar valuta asing adalah pasar dimana
transaksi valuta asing dilakukan baik antar negara maupun dalam suatu negara. Transaksi
tersebut dapat dilakukan oleh badan atau perusahaan atau secara perorangan dengan
berbagai tujuan. Dalam setiap kali melakukan transaksi valuta asing maka digunakan kurs
(nilai tukar). Nilai tukar ini dapat berubah-ubah setiap saat sesuai kondisi dari waktu ke
waktu yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti ekonomi dan politik.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar termasuk ke dalam makro ekonomi yang bisa
mempengaruhi return yang di dapat oleh investor. Nilai tukar rupiah terhadap dollar
ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan pasar, atau dengan kata lain kurs
rupiah ditentukan oleh mekanisme pasar.
Harga rupiah terhadap kurs dollar melemah, maka permintaan terhadap mata uang
dollar akan meningkat. Hal ini disebabkan karena investor cenderung melepas rupiah dan
akan membeli dollar. Akibat dari beralihnya minat investor kepada mata uang dollar atau
investor lebih memilih option untuk menyimpan uangnya di bank daripada berinvestasi di
pasar modal, maka harga saham cenderung turun yang mengakibatkan menurunnya indeks
harga saham yang berakibat lagi pada menurunnya kinerja pasar modal.
Hubungan secara teoritis antara nilai tukar rupiah dengan harga saham bersifat
negatif yaitu apabila terjadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar (rupiah
terdepresiasi), maka akan menurunkan tingkat pengembalian investasi saham. Dengan
merosotnya nilai tukar rupiah menunjuk kepada merosotnya kemampuan ekonomi nasional
Indonesia, maka kemampuan fundamental perusahaan juga cenderung merosot, sehingga
menurunkan tingkat pengembalian saham. Sedangkan nilai tukar rupiah dengan harga
saham bersifat positif yaitu apabila terjadi sebaliknya. (Ruhendi dan Johan A, 2003).
1. Penentuan Nilai Tukar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu
(Madura, 1993):
a. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti
inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar
dan intervensi Bank Sentral.
b. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada
saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran
tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
c. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik
yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun
secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah
berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
2. Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang
berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
a. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan
oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas
moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs
mengambang, yaitu :
1) Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah.
Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem
ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak
berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.
2) Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate)
dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada
tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan
karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk
mempengaruhi pergerakan kurs.
b. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara
mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau
sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner
dagang yang utama “Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang
tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi
sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi
hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi
tambatannya.
c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu
negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik
dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu
tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur
penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs
tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan
terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan
tajam.
d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama
negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan
sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan
stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam
sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam
“keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai
perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang
berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang
mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang
berbeda dengan bobot yang berbeda.
e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini
dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak
terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan
berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
3. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia
Sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar,
yaitu:
a. Sistem kurs tetap (1970- 1978)
Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem
nilai tukar tetap kurs resmi Rp. 250/US$, sementara kurs uang lainnya dihitung
berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap US$. Untuk menjaga kestabilan nilai
tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif
di pasar valuta asing.
b. Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997)
Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang
(basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya
devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, pemerintah menetapkan
kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread
tertentu. Pemerintah hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi
batas atas atau bawah dari spread.
c. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang)
Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin
melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan
cadangan devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untuk
menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan
mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange
rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga
dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi pemerintah terhadap
rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.
4. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS dan IHSG BEI
Menurut Sri Adinigsih (1998: 160-161) bahwa, menurunnya kurs rupiah
terhadap mata uang asing khususnya dollar US memiliki pengaruh negatif terhadap
kondisi ekonomi secara keseluruhan termasuk pasar modal. Naiknya tingkat bunga
akan mengurangi pemodal untuk melakukan investasi dipasar modal.
Dengan demikian, maka melemahnya nilai tukar rupiah secara signifikan akan
dapat mempengaruhi tingkat pengembalian investasi suatu perusahaan khususnya
perusahaan yang hanya mengandalkan bahan baku dari luar negeri, dan hal tersebut
juga akan dapat menimpa perusahan yang hanya mengandalkan pinjaman luar negeri
dalam bentuk dollar US untuk membiayai operasi perusahaan.
Jadi dengan terdepresiasinya kurs rupiah akan mengakibatkan biaya yang
akan ditanggung perusahaan akan semakin besar sehingga akan menekan tingkat
keuntungan yang diperoleh perusahaan, dan hal tersebut akan dapat menurunkan harga
saham perusahaan yang diperjualbelikan di pasar modal.
Model Indeks
Perekonomian Model faktor tunggal (Single faktor model) membagi sumber
ketidakpastian ke dalam faktor sistematik (ekonomi makro) dan faktor spesifik perusahaan
(ekonomi mikro). Model Indeks berasumsi bahwa faktor makro dapat diwakili dengan indeks
dari imbal hasil.
Model indeks tunggal secara drastis mengurangi input yang dibutuhkan dalam
prosedur pemilihan portofolio Markowitz. Model ini juga membantu untuk spesialisasi
analisis sekuritas.
SIM (Single Indeks Model)
E(ri) = α + β . rm + e
E. Indeks Harga Saham
Saat ini di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terdapat 7 (tujuh) jenis indeks, sebagai berikut
(www.jsx.co.id):
1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk masing-masing
saham yang didasarkan pada harga dasarnya.
2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta Composite
Index (JSI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen
yang tercatat di BEI.
3. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap sektor. Semua
perusahaan yang tercatat di BEI diklasifikasikan ke dalam 9 (sembilan) sektor yang
didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan oleh BEI yang disebut JASICA
Pada tabel Model Summary, didapat 1 model analisis jalur dengan nilai
koefisien korelasi (R) sebesar 0.921, nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar
0.848 (84.8%). nilai R Square sebesar 84.8%, Ini menunjukkan bahwa dengan
menggunakan model analisis jalur yang didapatkan dimana variabel eksogen yaitu
Tingkat SBI (X1), Inflasi (X2) dan kurs rupiah (X3), memiliki pengaruh terhadap
perubahan variabel IHSG (Y) sebesar 84.8%. Sedangkan sisanya (100% - 84.8% =
15,2%) adalah kemungkinan terdapat aspek-aspek lain yang memiliki pengaruh
terhadap perubahan variabel IHSG (Y). Hal ini sesuai dengan nilai error 1 yang
muncul pada path di atas yaitu sebesar 0.15.
H. Interprestasi
Pada penelitian ini ditemukan bahwa tingkat SBI (X1) berpengaruh signifikan
terhadap IHSG (Y1), inflasi (X2) juga mempunyai pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y1),
dan kurs (X3) berpengaruh signifikan terhadap IHSG (Y1). Dari ketiga variable tersebut
yang paling kuat pengaruhnya terhadap IHSG (Y1) adalah kurs (X3) dan tingkat SBI (X1).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sitinjak (2003) yang
menyatakan bahwa tingkat SBI (X1) berpengaruh signifikan terhadap IHSG (Y1). Begitu
juga yang dilakukan oleh Tendy pada tahun (2005), dia menyatakan bahwa nilai tukar (X3)
berpengaruh signifikan terhadap IHSG (Y1). Tetapi hal yang berbeda yang dikemukakan
oleh Gupta pada penelitiannya tahun 2000 menyatakan bahwa tidak ada kausalitas antara
tingkat bunga (X1) dan nilai tukar (X3) terhadap harga saham, begitu juga apa yang telah
diteliti oleh Moh Mansyur (2009) yang meneliti Kurs (X3) dan SBI (X1) terhadap IHSG
(Y1), dia menyimpulkan hanya Kurs (X3) yang berpengaruh signifikan terhadap IHSG (Y1)
sedangkan SBI (X1) tidak berpengaruh.
Dan ditemukan juga bahwa tingkat SBI (X1), inflasi (X2), kurs (X3), dan IHSG (Y1)
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham LQ 45 (Y2).
Tetapi hal yang berbeda yang dikemukakan oleh Maurin Sitorus yang pada
penelitiannya tahun 2004 tentang pengaruh variable makroekonomi terhadap kinerja saham
pertambangan minyak dan gas bumi sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia menyatakan
bahwa variable-variabel makro ekonomi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja
saham pertambangan minyak dan gas bumi. Dan variabel makro ekonomi yang
berpengaruh sangat besar terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi
adalah variabel kurs.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil pengujian yang telah dilakukan adalah menganalisis Tingkat SBI, Inflasi, dan
Kurs terhadap Return Saham LQ 45 dan dampaknya terhadap IHSG. Dengan
menggunakan data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009. Penelitian ini
menggunakan metode analisis jalur, dari hasil pengujian dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Variabel-variabel karakteristik makro ekonomi seperti tingkat SBI, inflasi dan
kurs rupiah mempengaruhi return saham IHSG secara signifikan. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan uji f dimana nilai alphanya kurang dari 0.05 baik itu secara
simultan maupun secra parsial. Pengaruh total makro ekonomi terhadap return
saham IHSG sebesar 83,6% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
2. Variabel IHSG tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham
LQ-45. Hal ini dapat ditunjukan dengan tidak adanya hubungan yang linear antara
kedua variabel tersebut. Selain itu dilihat dari uji parsial menunjukkan bahwa
variabel IHSG tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham LQ-45 karena
mempunyai nilai probabilitas di atas 0.05.
3. Variabel karakteristik makro ekonomi mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel IHSG sedangkan dampaknya terhadap return saham LQ-45 tidak
memberikan pengaruh yang signifikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal
ini dapat ditunjukkan dengan uji parsial dan uji simultan dari variabel makro ekonomi
dan IHSG terhadap return saham LQ-45 yang menyatakan bahwa probabilitasnya di atas
0.05.
B. Implikasi
1. Bagi investor
Bagi investor yang akan melakukan investasi disarankan untuk memperhatikan
tingkat SBI dan pergerakan nilai kurs dollar AS terhadap IHSG karena pada
penelitian ini ditemukan bahwa tingkat SBI dan nilai kurs berpengaruh signifikan
terhdap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.
2. Bagi Akademisi
Hasil Penelitian ini dapat menambah khasanah pustaka bagi yang berminat
mendalami pengetahuan dalam Nilai Kurs, SBI, Inflasi dan Return Saham.
3. Bagi Pemerintah
Dengan diketahuinya dampak dari kurs rupiah/US$, tingkat suku bunga SBI dan
Inflasi terhadap IHSG dan dampaknya terhadap Return Saham LQ 45, maka
pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan kurs
rupiah/US$, tingkat suku bunga SBI, dan Inflasi sehingga pengaruh yang telah
atau akan terjadi dapat diantisipasi dan ditangani dengan sebaik-baiknya.
4. Bagi Penulis
Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat membuka wawasan baru. Bahwa faktor-
faktor ekonomi makro juga berpotensi mempengaruhi kinerja bursa saham, jadi
tidak hanya faktor-faktor internal bursa itu sendiri saja.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri dkk, “Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal
Indonesia”, Jakarta: P.T. Bursa Efek Jakarta, 1998. Anoraga, Panji dan Piji Pakarti, “Pengantar Pasar Modal”. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001. Apostolou, Nick et al,”Memilih Laporan dan Berita Keuangan”, penerbit PT Elex Media
Koputindo, Jakarta, 1993. Arthesa, Ade dan Handiman, Edia, “Bank dan lembaga Keuangan Bukan Bank”, penerbit PT
Indeks, Kelompok Gramedia, 2006. Murni, Asfia, “ Ekonomika Makro”, PT Refika Aditama, Jakarta 2006. Boediono, Ekonomi Indonesia, Mau Kemana?. Kumpulan Essai Ekonomi, Kepustakaan Populer
Gramedia, 2009.
Dornbusch R, Fischer Stanley and Startz Richard, “Macro Economics”, 18th Edition Published by the Mc Grau Hill Companies New York, Copyright 2001. Gruber, Martin J. et al, 2003, “Modern Portfolio Theory and Investment”, United State of America, John Wiley & Sons, Inc. Gupta, Jyoti P., Alain Chevalier and Fran Sayekt. 2000. The Causality Between Interest Rate,
“Exchange Rate and Stock Price in Emerging Market: The Case Of The Jakarta Stock
Exchange”. Working Paper Series. EFMA 2000.Athens. Hamid, Abdul, “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, 2007. Hasan, M. Iqbal, “Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif)”, Jakarta:Bumi Aksara, 2003. Jogiyanto, “Teori Portfolio Dan Analisis Investasi”, edisi kedua, Penerbit BPFE. Yogyakarta, 2000. Krugman, R A and Maurice , Obsfield, “Ekonomi Internasional dan Teori Kebijakan”, Jilid kedua. Edisi keempat, terjemahan PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, 2000. Kuncoro,Mudrajad, “Manajemen Keuangan Internasional”, Yogyakarta:BPFE, 1996. Madura, Jeff, “Financial Management”, Florida University Press, 1993. Madura, Jeff, “Manajement Keuangan Internasional”, Edisi Keempat. Jakarta ; Erlangga, 2001. Mankiw N. Gregory : Principle of Economics, 2nd edition, terjemahan Haris Munandar Penerbit Erlangga, 2003. Mansyur, Moh, “ Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar AS Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Universitas Padjadjaran, 2009. Murwaningsari, Ety, “Pengaruh Volume Perdagangan Saham, Deposito dan Kurs
Terhadap IHSG Beserta Prediksi IHSG”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 2008. Rachbini, Didik J, “Analisis Kritis Ekonomi Politik Indonesia”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001. Rika Purwaningsih Widiyanti, Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Return Saham. Skripsi FEIS Manajemen. UIN 2007. Rodoni, Ahmad, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, CSES Press, Jakarta, 2006.
Ross, Westerfield, Jordan, “Fundamentals of Corporate Finance”, 5th Edition., Mc Graw Hill Inc.,2000. Salvatore Dominick, International Economics, fifth edition. Prentice Hall Inc, New Jersey, 1995. Samuelson, Paul A and Nordhaus, William D, Macro Economics 14th and 17th edition, Published by the Mc Grau Hill Companies New York, Copy right 2001. Siamat, Dahlan, “Manajemen Lembaga Keuangan”, Intermedia, Jakarta, 2001. Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari, “ Indikator-indikator Pasar Saham
dan Pasar Uang Yang Saling Berkaitan Ditinjau Dari Pasar Saham Sedang Bullish dan
Bearish. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. Vol. 3 No. 3, 2003 Sitorus, Maurin, “Pengaruh Variabel Makroekonomi terhdadap Kinerja Saham Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi sebagai Emiten di Bursa Efek Indonesia”, 2004. Sugiyono. 2005. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sukirno, Sadono, “Makro Ekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga
Keynesan Baru”, edisi pertama, PT Raja Grafindo Persada Jakarta 2000. Tendi Haruman, Trimanto Setyo Wardoyo, Rosi Rosmayanti, “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah
Per Dollar AS, Tingkat Suku Bunga SBI, Dan Inflasi Indek Harga Konsumen (IHK) Terhadap
Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Ekonomi STEI, 2005.
Lampiran 1
Data Perkembangan IHSG Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009
BULAN 2006 2007 2008 2009
Januari 1.232,32 1.757,26 2.627,25 1.332,67
Februari 1.230,66 1.740,97 2.721,94 1.285,48
Maret 1.322,97 1.830,92 2.447,30 1.434,07
April 1.464,41 1.999,17 2.304,52 1.722,77
Mei 1.330,00 2.084,32 2.444,35 1.916,83
Juni 1.310,26 2.139,28 2.349,10 2.026,78
Juli 1.351,65 2.348,67 2.304,51 2.323,24
Agustus 1.431,26 2.194,34 2.165,94 2.341,54
September 1.534,61 2.359,21 1.832,51 2.467,59
Oktober 1.582,63 2.643,49 1.256,70 2.367,70
November 1.718,96 2.688,33 1.241,54 2.415,84
Desember 1.805,52 2.745,83 1.355,41 2.534,36
Sumber : www.yahoofinance.com
Lampiran 2
Data Return Saham LQ 45 Periode 2006-2009
BULAN 2006 2007 2008 2009
Januari 0.069 0.149 0.053 0.058
Februari 0.014 -0.106 -0.026 -0.002
Maret 0.083 -1.000 -0.225 0.020
April -0.046 0.054 0.256 0.187
Mei 0.189 0.082 -0.038 0.151
Juni -0.068 -0.028 -0.034 0.209
Juli 0.401 0.191 0.037 0.006
Agustus -0.282 -0.063 -0.152 0.054
September 0.101 -0.030 -0.082 -0.088
Oktober -0.164 0.159 -0.442 0.269
November 0.393 0.166 0.074 -0.150
Desember -0.088 -0.160 0.007 0.033
Sumber : Data Diolah
Lampiran 3
Data Perkembangan Tingkat SBI Pada Bank Indonesia Periode 2006-2009
Bulan 2006 2007 2008 2009
Januari 0.0106 0.0079 0.0067 0.0081
Februari 0.0106 0.0077 0.0066 0.0073
Maret 0.0106 0.0075 0.0066 0.0068
April 0.0106 0.0075 0.0067 0.0064
Mei 0.0104 0.0073 0.0069 0.0060
Juni 0.0104 0.0071 0.0073 0.0058
Juli 0.0102 0.0069 0.0077 0.0056
Agustus 0.0098 0.0069 0.0077 0.0055
September 0.0094 0.0069 0.0081 0.0054
Oktober 0.0090 0.0069 0.0092 0.0054
November 0.0085 0.0069 0.0094 0.0054
Desember 0.0081 0.0067 0.0090 0.0054
Sumber : www.bi.go.id
Lampiran 4
DataPerkembangan Inflasi Periode 2006-2009
Bulan 2006 2007 2008 2009
January 0.170 0.066 0.074 0.092
February 0.179 0.067 0.074 0.086
March 0.157 0.069 0.082 0.079
April 0.154 0.070 0.090 0.073
May 0.156 0.065 0.104 0.060
June 0.155 0.061 0.110 0.037
July 0.152 0.058 0.119 0.027
August 0.149 0.060 0.119 0.028
September 0.146 0.063 0.121 0.028
October 0.063 0.065 0.118 0.026
November 0.053 0.063 0.117 0.024
December 0.066 0.063 0.111 0.028
Sumber : www.bi.go.id
Lampiran 5
Data Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/US$ Pada Bank Indonesia Periode 2003-2005
BULAN 2006 2007 2008 2009
Januari 9895 9590 9791 11855
Februari 9730 9660 9551 12480
Maret 9575 9618 9717 12075
April 9275 9583 9734 11213
Mey 9720 9328 9818 10840
Juni 9800 9554 9725 10725
July 9570 9686 9618 10420
Agustus 9600 9910 9653 10560
September 9735 9637 9878 10181
Oktober 9610 9603 11495 10045
November 9665 9876 12651 9980
Desember 9520 9919 11450 9900 Sumber : www.bi.go.id
Lampiran 6
Output SPSS
Tabel 4.6. Koefisien Korelasi Variabel-ariabel karakteristik makro ekonomi dan IHSG
Correlations
1 .892** -.097 -.021 -.790**
.000 .514 .887 .000
48 48 48 48 48
.892** 1 -.067 -.020 -.655**
.000 .649 .892 .000
48 48 48 48 48
-.097 -.067 1 .033 -.375**
.514 .649 .825 .009
48 48 48 48 48
-.021 -.020 .033 1 .025
.887 .892 .825 .866
48 48 48 48 48
-.790** -.655** -.375** .025 1
.000 .000 .009 .866
48 48 48 48 48
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Tingkat SBI
Inflasi
Nilai Tukar Rupiah
Return Saham LQ 45
IHSG
Tingkat SBI Inflasi
Nilai Tukar
Rupiah
Return
Saham LQ 45 IHSG
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Tabel 4.7. Pengujian Hubungan Antar Sub Variabel
Hubungan Koefisien Korelasi
Kategori Probabilitas Kesimpulan
Coefficientsa
-.010
-.009
.031
Tingkat SBI
Inflasi
Nilai Tukar Rupiah
Model
1
Beta
Standardized
Coefficients
Dependent Variable: Return Saham LQ 45a.
Coefficientsa
-1.091
.287
-.462
.023
Tingkat SBI
Inflasi
Nilai Tukar Rupiah
Return Saham LQ 45
Model
1
Beta
Standardized
Coefficients
Dependent Variable: IHSGa.
IHSG dengan Tingkat SBI (X1) -0. 790 Erat 0.000 Signifikan
IHSG dengan Inflasi (X2) -0. 655 Erat 0.000 Signifikan
IHSG dengan Kurs Rupiah (X3) -0.375 Cukup Erat 0.009 Signifikan
Return Saham LQ45dengan Tingkat SBI (X1)
-0. 021 Tidak Erat 0.887 Tidak
Signifikan
Return Saham LQ45 dengan Inflasi (X2)
-0. 020 Tidak Erat 0.892 Tidak
Signifikan
Return Saham LQ45 dengan Kurs Rupiah (X3)
0.033 Tidak Erat 0.825 Tidak
Signifikan
Tingkat SBI (X1) dengan Inflasi (X2)
0.892 Sangat Erat 0.000 Signifikan
Tingkat SBI (X1) dengan Kurs Rupiah (X3)
-0.091 Tidak Erat 0.514 Tidak
Signifikan
Inflasi (X2) dengan Kurs Rupiah (X3)
-0.067 Tidak Erat 0.649 Tidak
Signifikan
Return Saham LQ45 dengan IHSG
0.025 Tidak Erat 0.866 Tidak
Signifikan
Tabel 4.8. Koefisien Persamaan Analisis Jalur
Tabel 4.9. Koefisien Persamaan Analisis Jalur
ANOVAb
59.789 .000aRegression
Model
1
F Sig.
Predictors: (Constant), Return Saham LQ
45, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Tingkat SBI
a.
Dependent Variable: IHSGb.
Coefficientsa
16.230 .000
-8.250 .000
2.176 .035
-7.706 .000
.384 .703
(Constant)
Tingkat SBI
Inflasi
Nilai Tukar Rupiah
Return Saham LQ 45
Model
1
t Sig.
Dependent Variable: IHSGa.
Tabel 4.10. Uji F
Tabel 4.11. Uji T
Table 4.12. Pengujian Individual
No Hipotesis t hitung t tabel Kesimpulan
1 ≠ 0 8.250 2.02 H0 ditolak
1 ≠ 0 2.176 2.02 H0 ditolak
2 ≠ 0 7.706 2.02 H0 ditolak
3 ≠ 0 0.384 2.02 H0 tidak ditolak
(Sumber : Data Diolah)
Tabel 4.13. Pengaruh Tingkat SBI (X1)
Terhadap IHSG (Y) Pengaruh langsung dan tidak langsung Perhitungan Besar Kontribusi
X1 langsung py1x1 -1.091 -1.091
Total pengaruh X1 terhadap Y1 -1.091
(Sumber : Data Diolah)
Tabel 4.14. Pengaruh Langsung Kurs Rupiah (X2) Terhadap IHSG (Y)
Pengaruh langsung dan tidak langsung Perhitungan Besar Kontribusi
X2 langsung py1x2 0. 287 0. 287
Total pengaruh X2 terhadap Y1 0. 287
(Sumber : Data Diolah)
Tabel 4.15. Pengaruh Langsung Kurs Rupiah (X3) Terhadap IHSG (Y1)
Pengaruh langsung dan tidak langsung Perhitungan Besar Kontribusi