TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13-14 tahun. Usia sekolah ini merupakan awal seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan perilakunya (Hurlock 1980). Terjadi perkembangan sosialisasi yang menonjol pada anak selama periode usia sekolah. Di antaranya adalah pergaulan anak menjadi lebih luas, tidak hanya terbatas hanya dengan anggota keluarga di rumah. Masa sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya. Selain itu, pada usia sekolah terjadi perkembangan intelegensi, minat, emosi, dan kepribadian. Perkembangan pada aspek-aspek tersebut membentuk karakteristik khas pada anak usia sekolah (Akbar 2005). Menurut teori perkembangan Piaget diacu dalam Hidayat (2004), anak usia 7-12 tahun termasuk dalam tahap konkret operasional. Hal yang termasuk tahap ini diantaranya yaitu kemampuan memahami konsep-konsep, hubungan sebab akibat, hubungan yang majemuk, serta kemampuan diri yang menyangkut proses berpikir, daya ingat, pengetahuan, tujuan, dan aksi yang meningkat. Karakteristik anak sekolah di antaranya yaitu gigi susu yang berangsur tanggal digantikan dengan gigi permanen, serta lebih aktif memilih makanan yang disukai. Kebutuhan energi anak golongan umur 10-12 tahun relatif lebih tinggi daripada anak golongan 7-9 tahun dikarenakan pertumbuhan yang lebih cepat, terutama penambahan tinggi badan. Kebutuhan energi anak laki-laki mulai umur 10-12 tahun berbeda dengan anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga membutuhkan energi lebih banyak, sedangkan anak perempuan biasanya sudah mulai haid, sehingga membutuhkan protein dan zat besi yang lebih tinggi (RSCM dan Persagi 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak sekolah menurut Moehji (1980) adalah: (1) Anak dalam usia sekolah sudah dapat memilih dan menentukan makanan apa yang disukai dan tidak disukai, sehingga seringkali anak-anak salah memilih terutama jika orang tua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat dan bergizi. (2) Anak dalam usia sekolah memiliki kebiasaan untuk jajan. Hal ini banyak dipengaruhi oleh pergaulan dengan teman di lingkungan sekolah. (3) Anak tiba di rumah dalam keadaan letih karena belajar dan bermain di sekolah sehingga kurang nafsu makan sesampainya di rumah.
19
Embed
ANALISIS TINGKAT KETERSEDIAAN DAN DAYA TERIMA … · makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta ... penilaian dan distribusi makanan, pencatatan,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Usia Sekolah
Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu
menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13-14 tahun. Usia sekolah ini
merupakan awal seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan
perilakunya (Hurlock 1980). Terjadi perkembangan sosialisasi yang menonjol
pada anak selama periode usia sekolah. Di antaranya adalah pergaulan anak
menjadi lebih luas, tidak hanya terbatas hanya dengan anggota keluarga di
rumah. Masa sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih banyak
bergaul dengan teman sebayanya. Selain itu, pada usia sekolah terjadi
perkembangan intelegensi, minat, emosi, dan kepribadian. Perkembangan pada
aspek-aspek tersebut membentuk karakteristik khas pada anak usia sekolah
(Akbar 2005).
Menurut teori perkembangan Piaget diacu dalam Hidayat (2004), anak
usia 7-12 tahun termasuk dalam tahap konkret operasional. Hal yang termasuk
tahap ini diantaranya yaitu kemampuan memahami konsep-konsep, hubungan
sebab akibat, hubungan yang majemuk, serta kemampuan diri yang menyangkut
proses berpikir, daya ingat, pengetahuan, tujuan, dan aksi yang meningkat.
Karakteristik anak sekolah di antaranya yaitu gigi susu yang berangsur
tanggal digantikan dengan gigi permanen, serta lebih aktif memilih makanan
yang disukai. Kebutuhan energi anak golongan umur 10-12 tahun relatif lebih
tinggi daripada anak golongan 7-9 tahun dikarenakan pertumbuhan yang lebih
cepat, terutama penambahan tinggi badan. Kebutuhan energi anak laki-laki mulai
umur 10-12 tahun berbeda dengan anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak
melakukan aktivitas fisik sehingga membutuhkan energi lebih banyak, sedangkan
anak perempuan biasanya sudah mulai haid, sehingga membutuhkan protein
dan zat besi yang lebih tinggi (RSCM dan Persagi 1990).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak sekolah menurut
Moehji (1980) adalah: (1) Anak dalam usia sekolah sudah dapat memilih dan
menentukan makanan apa yang disukai dan tidak disukai, sehingga seringkali
anak-anak salah memilih terutama jika orang tua tidak memberikan informasi
mengenai makanan sehat dan bergizi. (2) Anak dalam usia sekolah memiliki
kebiasaan untuk jajan. Hal ini banyak dipengaruhi oleh pergaulan dengan teman
di lingkungan sekolah. (3) Anak tiba di rumah dalam keadaan letih karena belajar
dan bermain di sekolah sehingga kurang nafsu makan sesampainya di rumah.
6
Pilihan makanan kesukaan anak sangat dipengaruhi oleh teman, orang tua, serta
media massa melalui iklan/reklame.
Penyelenggaraan Makanan di Sekolah
Penyelenggaraan makanan di sekolah termasuk dalam pelayanan gizi
makanan kelompok yang bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi bagi
anak di sekolah dalam rangka meningkatkan status gizi dan kesehatannya
(Depkes 1991). School-feeding merupakan tindakan umum yang biasa
dilaksanakan untuk memperbaiki gizi anak sekolah. Praktik penyelenggaraan
makanan di sekolah sudah lama dan sudah banyak diselenggarakan di negara-
negara baik di Eropa maupun Asia. Bentuk dan cara penyelenggaraan makanan
berbeda-beda untuk masing-masing negara (Moehji 1980).
Penyelenggaraan makanan di sekolah adalah suatu rangkaian kegiatan
mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan pada
siswa, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui
pemberian makan siang di sekolah. Penyelenggaraan makanana anak sekolah
diselenggarakan di sekolah, dapat dilakukan oleh sekolah itu sendiri atau our-
sourcing ke pihak lain/jasa boga yang mampu mengadakan penyelenggaraan
makanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku di sekolah yang
bersangkutan (Sinaga 2007).
Tujuan dari penyelenggaraan makanan di sekolah yaitu menyediakan
makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta
pelayanan yang layak dan memadai bagi anak sekolah yang membutuhkan.
Tujuan utama yang langsung dapat dilihat pada penyelenggaraan makanan anak
sekolah adalah memenuhi kebutuhan gizi anak selama berada di sekolah, agar
dapat meningkatkan status gizi yang baik sehingga mampu mengikuti kegiatan
belajar mengajar yang diberikan di sekolah dengan baik juga (Sinaga 2007).
Ciri-ciri penyelenggaraan makanan anak sekolah antara lain yaitu
dilaksanakan selama anak berada di sekolah. Penyelenggaraan makanan ini
dapat dilakukan oleh sekolah sendiri/out-sourcing. Ketersediaan makanan di
sekolah setidaknya memenuhi kebutuhan gizi anak 1/3 dari kecukupannya dalam
sehari. Makanan yang diberikan di sekolah tidak berorientasi kepada
keuntungan, melainkan lebih diarahkan untuk pendidikan dan perubahan perilaku
anak terhadap makanan, juga memiliki standar sanitasi dan kebersihan yang
tinggi. Pemilihan menu yang disajikan di sekolah disesuaikan dengan
kesukaan/preferensi anak serta memiliki lokasi/tempat makan yang dibuat
7
sedemikian rupa sehingga anak dapat mengembangkan kreasi dan dapat
mendiskusikan pelajarannya (Sinaga 2007).
Menurut Sizer dan Whitney (2008), makanan selingan (snack) sebaiknya
tidak lebih dari 200 Kalori atau sekitar 10% dari kebutuhan energi siswa,
sehingga dalam sehari selingan menyumbangkan energi sebanyak 20%. Sisanya
80% diperoleh dari makan pagi, siang, dan malam dengan perbandingan 1:2:2
(Moehyi 1992). Menurut Mahan dan Stump (2004), makanan yang disajikan
dalam penyelenggaraan makanan sebaiknya menyumbangkan energi 1/3 dari
kebutuhan energi total dan zat gizi lainnya.
Manajemen Penyelenggaraan Makanan Institusi
Penyelenggaraan makanan adalah sebuah ilmu dan seni perencanaan,
persiapan, pemasakan, dan pelayanan yang berkualitas sesuai kebutuhan. Jika
dilihat dalam sebuah sistem, penyelenggaraan makanan adalah penggabungan
dari beberapa komponen/bagian yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan.
Palacio dan Theis (2009) mengungkapkan bahwa tujuan utama penyelenggaraan
makanan adalah untuk menyajikan makanan agar konsumen/klien merasa puas.
Menurut Moehyi (1992) penyelenggaraan makanan institusi mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: (1) Penyelenggaraan makanan dilakukan oleh institusi itu sendiri
dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. (2) Dana yang diperlukan untuk
penyelenggaraan makanan sudah ditetapkan jumlahnya sehingga
penyelenggaraan harus menyesuaikan pelaksanaannya dengan dana yang
tersedia. (3) Makanan diolah dan dimasak di dapur yang berada di lingkungan
tempat institusi itu berada. (4) Hidangan makanan yang disajikan diatur dengan
menggunakan menu induk (master menu) dengan siklus mingguan atau sepuluh-
harian. (5) Hidangan makanan yang disajikan tidak banyak berbeda dengan
hidangan yang biasa disajikan di lingkungan keluarga.
Penyelenggaraan makanan institusi terdiri atas dua macam yaitu
penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pada keuntungan (bersifat
komersial) dan penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pelayanan
(bersifat non komersil). Penyelenggaraan makanan yang berorientasi pada
keuntungan dilaksanakan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-
besarnya. Bentuk usaha ini seperti restaurant, snack bar, cafetaria, catering.
Usaha penyelenggaraan makanan ini tergantung pada bagaimana menarik
konsumen sebanyak-banyaknya dan manajemennya harus bisa bersaing dengan
institusi yang lain (Moehyi 1992).
8
Penyelenggaraan makanan non komersil dilakukan oleh suatu institusi
baik dikelola pemerintah, badan swasta ataupun yayasan sosial yang tidak
bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaraan ini biasanya
berada di dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit,
perusahaan, lembaga kemasyarakatan, sekolah dan lain-lain. Frekuensi makan
dalam penyelenggaraan makanan yang bersifat non komersil ini 2-3 kali dengan
atau tanpa selingan (Moehyi 1992).
Manajemen penyelenggaraan institusi adalah penyelenggaraan dan
pelaksanaan makanan dalam jumlah banyak (melebihi ukuran rumah tangga).
Tujuan manajemen penyelenggaraan makanan institusi yaitu menyediakan
makanan yang berkualitas tinggi yang dipersiapkan dan dimasak secara baik
serta dihidangkan secara menarik; pelayanan yang tepat, cepat, dan ramah; gizi
seimbang dengan menu yang bervariasi; harga tepat dan layak sesuai dengan
pelayanan yang diberikan; serta fasilitas yang cukup dan nyaman (Yuliati &
Santoso 1995).
Kegiatan penyelenggaraan makanan mencakup kegiatan/subsistem
penyusunan anggaran belanja makanan, penyediaan/pembelian bahan
makanan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan
dan pemasakan makanan, penilaian dan distribusi makanan, pencatatan,
pelaporan, dan evaluasi, yang dilaksanakan dalam rangka penyediaan makanan
bagi kelompok masyarakat di suatu institusi (Depkes 1991). Fungsi manajemen
menurut Terry diacu dalam Yuliati & Santoso (1995) dibagi menjadi 4 yaitu