ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA NELAYAN DI DESA SUKAJAYA LEMPASING KECAMATAN TELUK PANDAN KABUPATEN PESAWARAN (Skripsi) Oleh Defline Putri Delly FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018
ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN
RUMAH TANGGA NELAYAN DI DESA SUKAJAYA LEMPASING
KECAMATAN TELUK PANDAN KABUPATEN PESAWARAN
(Skripsi)
Oleh
Defline Putri Delly
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
THE ANALYZE OF FOOD SECURITY LEVEL
OF FISHERMAN HOUSEHOLD IN SUKAJAYA LEMPASING VILLAGE,
TELUK PANDAN SUBDISTRICT, PESAWARAN REGENCY
By
Defline Putri Delly
The aim of this research are to analyze the level of food security, the factors that
affect the level of food security, and the efforts to increase the level of food
security of fisherman household. The location of this research is chosen
purposively in Sukajaya Lempasing Village, Teluk Pandan Subdistrict, Pesawaran
Regency in which respondents are 51 fisherman households whom selected using
simple random sampling method. The data of this research collected in February
– Mei 2018. The level of food security analyzed using cross-classification
between the share of food expenditure and availability in addition to food
sufficiency level, the factors that affect the level of food security analyzed using
ordinal logistic regression, and the efforts to increase the level of food security
analyzed using descriptive qualitative analysis. The results of the research showed
that (1) the majority of respondent classified as less food were 68,63% of
respondents, and the rest respondents classified as food secure by 13,73%,
vulnerable to food by 5,88%, and food insecure by 11,76%, (2) affecting factors
the level of food security were formal education level of housewives and food
expenditure,(3) the efforts to increase the level of food security by Government
were through monitoring food availability and food reserves, developing food
distribution and stabilization of food prices, Program Keluarga Harapan (PKH),
and Raskin. While the efforts by fisherman household themselves were food loan
(92,16%) and changing dietary habit (7,84%).
Key words: cross-classification, fisherman household, food security.
ABSTRAK
ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN
RUMAH TANGGA NELAYAN DI DESA SUKAJAYA LEMPASING
KECAMATAN TELUK PANDAN KABUPATEN PESAWARAN
Oleh
Defline Putri Delly
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat ketahanan pangan, faktor yang
mempengaruhi tingkat ketahanan pangan, dan upaya untuk meningkatkan tingkat
ketahanan pangan rumah tangga nelayan. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja
di Desa Sukajaya Lempasing, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran
dengan responden sebanyak 51 rumah tangga nelayan yang dipilih menggunakan
metode acak sederhana. Data yang digunakan pada penelitian ini dikumpulkan
pada bulan Februari – Mei 2018 . Tingkat ketahanan pangan dianalisis dengan
klasifikasi silang antara pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan energi, faktor
yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan dianalisis dengan regresi ordinal
logit, dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan dianalisis
dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan (1) mayoritas
responden tergolong dalam kategori kurang pangan sebesar 68,63% responden,
dan sisanya tergolong dalam kategori tahan pangan sebesar 13,73%, rentan
pangan sebesar 5,88%, dan rawan pangan sebesar 11,76%. (2) faktor yang
mempengaruhi tingkat ketahanan pangan adalah tingkat pendidikan formal ibu
rumah tangga dan pengeluaran pangan rumah tangga. (3) upaya yang dilakukan
oleh pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan terdiri dari kegiatan
pemantauan ketersediaan pangan dan cadangan pangan serta pengembangan
distribusi dan stabilitas harga pangan, pengembangan penganekaragaman
konsumsi dan keamanan pangan, Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan
pangan pokok melalui program Raskin, sedangkan upaya yang dilakukan oleh
rumah tangga nelayan yaitu dengan meminjam bahan pangan (92,16%) dan
mengubah pola makannya (7,84%).
Kata kunci : Klasifikasi silang, rumah tangga nelayan, ketahanan pangan.
ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN
RUMAH TANGGA NELAYAN DI DESA SUKAJAYA LEMPASING
KECAMATAN TELUK PANDAN KABUPATEN PESAWARAN
Oleh
DEFLINE PUTRI DELLY
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 29
Agustus 1996 dari pasangan Delly Yuzar, S.E. dan Angelina
Sanger, S.E. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan tingkat
Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Pertiwi Bandar Lampung pada tahun 2002,
tingkat Sekolah Dasar (SD) di SDN 11 Cipinang Melayu Jakarta Timur pada
tahun 2008, tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 216 Jakarta
pada tahun 2011, tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Xaverius
Bandar Lampung pada tahun 2014. Penulis diterima di Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswi di Universitas Lampung, penulis pernah menjadi
anggota Bidang Akademik dan Pengembangan Profesi Himpunan Mahasiswa
Agribisnis (Himaseperta) tahun 2014 – 2016. Penulis juga pernah menjadi asisten
dosen mata kuliah Landasan Perdagangan Internasional pada semester ganjil
tahun ajaran 2017/2018, asisten dosen mata kuliah Perencanaan dan Evaluasi
Proyek pada semester ganjil tahun ajaran 2017/2018, asisten dosen mata kuliah
Ekonomi Sumber Daya Alam pada semester genap tahun ajaran 2017/2018, dan
asisten dosen mata kuliah Analisis Usahatani Perkebunan Jurusan D3 Perkebunan
pada semester genap tahun ajaran 2017/2018.
Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Rukti
Basuki, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari pada
Januari – Februari 2017. Pada Juli 2017, penulis melaksanakan Praktik Umum
(PU) di PT Japfa Comfeed Indonesia Unit Corn Drier Metro Kibang Kabupaten
Lampung Timur selama 30 hari kerja efektif. Saat ini, penulis sedang
melaksanakan tugas sebagai surveyor konsumen periode Juli – Desember 2018 di
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung.
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Tingkat
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan di Desa Sukajaya Lempasing
Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran” sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian.
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan, arahan, bimbingan, dan dukungan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis dengan sepenuh hati ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Ibu Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.P., selaku Dosen Pembimbing
Pertama yang telah membimbing, memberikan ilmu, arahan, dukungan,
nasihat, dan saran selama proses penulisan skripsi.
4. Bapak Rio Tedi Prayitno, S.P., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Kedua
yang telah membimbing, memberikan ilmu, arahan, dukungan, nasihat, dan
saran selama proses penulisan skripsi.
5. Ibu Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si., selaku Dosen Penguji, atas arahan dan
saran yang telah diberikan untuk menyempurnakan skripsi.
6. Ibu Dr. Ir. Kordiyana K Rangga, M.S., selaku Dosen Pembimbing
Akademik atas dukungan, arahan dan nasihat yang telah diberikan.
7. Ibunda Angelina Sanger, S.E., Ayahanda Delly Yuzar, S.E., Adik Defrizky
Putra Delly, yang dengan tulus senantiasa memberikan kasih sayang,
dukungan, nasihat, saran, dan doa kepada penulis selama ini.
8. Opa Djoni Muksin, Opa Harry Wijaya, Alm. Opa Budi Prawira, Papa Budi,
Mama Lies, Tante Farah, Kak Vitrina Nurahma dan Bang Yan Pranajaya
serta keluarga besar lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas
nasihat dan dukungan yang diberikan.
9. Seluruh dosen Jurusan Agribisnis, atas ilmu yang telah diberikan selama
penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.
10. Karyawan-karyawati di Jurusan Agribisnis, Mba Iin, Mba Ayi, Mba
Tunjung, Mas Bukhari, dan Mas Boim atas semua bantuan dan kerjasama
yang telah diberikan.
11. Sahabat-sahabat penulis, Aurora Afifah Yasmin, S.P., Devira Nurani Sejati,
Anggelia Permata Sari, Asih Titiana, Dela Fitriana, Enda Ngapulisa
Sembiring Meliala, dr. Hera Julia Garamina, Elysia Muchris, A.Md., dan Ni
Putu Nita Pranita atas dukungan, bantuan dan saran yang telah diberikan.
12. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2014, Kiki Dalimunthe, Magdalena,
Ferlia, Jessica, Marina, Lika, Febrina, Grace Lia, Cindy Puri, Anitha, Dewi
Lestari, Yohana, Dian Widya, Pingky, Dwi Novita, Arum, Ekawati, Fabiola,
Faakhira, Adek, Ayu Nirmala, Grace Virgine, Dwi Febrina, Alvita, Deta,
Kiki Ambarwati, Dhia, Dayu, Yolanda, Abu, Bagoes, Danang, Ade,
Rangga, Rahmat Rizky, Citra Aji, Fernando Febran, Aryan dan teman-
teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaannya
selama ini.
13. Teman-teman KKN, Wita Aulia, S.Ked., Martiana Dwi Rahayu, S.AN.
Kurnia Oktavia, S.P., Ferry Pebrizon, Mas Achmad Hadiansyah, S.H., dan
Tengku AP, S.AN atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan.
14. Kakak-kakak Agribisnis angkatan 2012 dan 2013 serta adik-adik Agribisnis
angkatan 2015, 2016, dan 2017 atas bantuan dan saran yang telah diberikan.
15. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan dan masih jauh
dari kata sempurna, akan tetapi semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi berbagai pihak, Amin.
Bandarlampung, November 2018
Penulis,
Defline Putri Delly
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 9
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 10
2.1.1 Nelayan dan Kemiskinan ................................................................ 10
2.1.2 Ketahanan Pangan ........................................................................... 15
2.1.3 Ketahanan Pangan Rumah Tangga ................................................. 20
2.1.4 Pengukuran Ketahanan Pangan....................................................... 21
2.1.5 Faktor-Faktor Ketahanan Pangan ................................................... 24
2.1.6 Regresi Ordinal Logit ..................................................................... 28
2.1.7 Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan ....................................... 29
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu...................................................................... 30
2.3 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 38
2.4 Hipotesis ................................................................................................... 44
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ..................................................................................... 45
3.2 Konsep Dasar dan Definisi Operasional ................................................... 45
3.3 Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ............................................... 48
3.4 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data............................................... 50
ii
3.5 Alat Analisis Data ..................................................................................... 51
3.5.1 Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan ............... 51
3.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Ketahanan
Pangan Rumah Tangga Nelayan .................................................... 54
3.5.3 Analisis Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan ......................... 57
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Pesawaran ................................................. 58
4.1.2 Keadaan Geografis .......................................................................... 58
4.1.3 Keadaan Administratif .................................................................... 59
4.1.4 Keadaan Topografi dan Iklim ......................................................... 59
4.1.5 Keadaan Umum Wilayah Perikanan dan Usaha Ikan Tangkap ...... 60
4.1.6 Keadaan Umum Konsumsi Pangan ................................................ 60
4.1.7 Keadaan Umum Konsumsi Wilayah Perikanan .............................. 61
4.2 Gambaran Umum Kecamatan Teluk Pandan ............................................ 62
4.3 Gambaran Umum Desa Sukajaya Lempasing .......................................... 64
4.3.1 Keadaan Geografis dan Adminstratif ............................................. 64
4.3.2 Keadaan Demografi ........................................................................ 65
4.3.3 Keadaan Sarana dan Prasarana ....................................................... 66
4.3.4 Keadaan Umum Nelayan Ikan Tangkap ......................................... 67
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden ........................................................................... 69
5.1.1 Usia Responden .............................................................................. 69
5.1.2 Tingkat Pendidikan Formal Responden .......................................... 70
5.1.3 Jumlah Anggota Rumah Tangga Nelayan ...................................... 71
5.1.4 Pekerjaan di Luar Usaha Ikan Tangkap .......................................... 72
5.2 Pendapatan Rumah Tangga ....................................................................... 73
5.2.1 Pendapatan Usaha Ikan Tangkap .................................................... 73
5.2.2 Pendapatan di Luar Usaha Ikan Tangkap ....................................... 79
5.2.3 Pendapatan Rumah Tangga Nelayan .............................................. 81
5.3 Ketahanan Pangan ..................................................................................... 82
5.3.1 Subsistem Ketersediaan .................................................................. 82
5.3.2 Subsistem Distribusi (akses pangan) .............................................. 90
5.3.3 Subsistem Konsumsi ....................................................................... 91
5.4 Analisis Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan ................. 97
5.5 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Ketahanan
Pangan Rumah Tangga Nelayan ............................................................ 100
5.6 Analisis Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Nelayan .................................................................................................. 112
iii
5.6.1 Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Pesawaran ......................... 115
5.6.2 Kantor Kecamatan Teluk Pandan dan Balai Desa Sukajaya
Lempasing .................................................................................... 117
5.6.3 Rumah Tangga Nelayan ................................................................ 120
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 122
6.2 Saran ....................................................................................................... 123
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 126
LAMPIRAN ........................................................................................................ 135
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produksi perikanan tangkap menurut kecamatan dan subsektor di
Kabupaten Pesawaran. 2014-2015 (dalam ton) ................................................ 2
2. Indikator ketahanan pangan ............................................................................ 18
3. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan per orang per hari ............................ 19
4. Kriteria derajat ketahanan pangan rumah tangga ............................................ 23
5. Kajian penelitian terdahulu ............................................................................. 31
6. Jumlah Penduduk di Desa Sukajaya Lempasing tahun 2016 – 2017 .............. 65
7. Sebaran jumlah KK di Desa Sukajaya Lempasing berdasarkan tingkat
kesejahteraan tahun 2017 ................................................................................ 66
8. Sebaran usia kepala keluarga dan ibu rumah tangga nelayan di Desa
Sukajaya Lempasing ....................................................................................... 69
9. Sebaran tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu rumah tangga di Desa
Sukajaya Lempasing ....................................................................................... 71
10. Sebaran jumlah anggota rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ....................................................................................................... 72
11. Sebaran kepala rumah tangga dan ibu rumah tangga berdasarkan jenis
pekerjaan di luar usaha ikan tangkap .............................................................. 73
12. Pola melaut dan pendapatan usaha ikan tangkap rumah tangga nelayan
di Desa Sukajaya Lempasing dalam sekali melaut ......................................... 76
13. Pendapatan usaha ikan tangkap di Desa Sukajaya Lempasing per musim
dalam satu tahun ............................................................................................... 78
v
14. Rata-rata pendapatan di luar usaha ikan tangkap. pendapatan non
perikanan serta bantuan pemerintah rumah tangga nelayan di Desa
Sukajaya Lempasing dalam satu tahun ........................................................... 80
15. Rata-rata total pendapatan rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing dalam satu tahun ........................................................................... 81
16. Ketersediaan pangan rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ....................................................................................................... 83
17. Rata-rata pengeluaran pangan rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing dalam satu bulan ........................................................................... 85
18. Rata-rata total pengeluaran rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing dalam satu bulan ........................................................................... 86
19. Pangsa pengeluaran pangan rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ....................................................................................................... 89
20. Rata-rata konsumsi energi rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ....................................................................................................... 93
21. Tingkat kecukupan energi rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ....................................................................................................... 94
22. Rata-rata konsumsi protein rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ........................................................................................................ 95
23. Tingkat kecukupan protein rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ....................................................................................................... 97
24. Klasifikasi silang antara jumlah kecukupan energi dan pangsa pengeluaran
pangan rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya Lempasing ......................... 98
25. Hasil regresi ordinal logit faktor-faktor yang mempengaruhi
ketahanan pangan .......................................................................................... 101
26. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing berdasarkan tingkat pendidikan ibu rumah tangga
responden ...................................................................................................... 104
27. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah
tangga nelayan di Desa Sukajaya Lempasing ............................................... 114
28. Identitas responden rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ..................................................................................................... 136
29. Rekapitulasi Pendapatan usaha ikan tangkap rumah tangga nelayan
di Desa Sukajaya Lempasing ........................................................................ 139
vi
30. Pendapatan rumah tangga nelayan non usaha ikan tangkap (off farm)
di Desa Sukajaya Lempasing ........................................................................ 146
31. Pendapatan rumah tangga nelayan non perikanan (non farm)
di Desa Sukajaya Lempasing ........................................................................ 148
32. Rekapitulasi pendapatan rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ..................................................................................................... 150
33. Pengeluaran pangan rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ..................................................................................................... 153
34. Pengeluaran non pangan rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ..................................................................................................... 156
35. Tingkat kecukupan energi rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ..................................................................................................... 162
36. Tingkat kecukupan protein rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ..................................................................................................... 164
37. Pangsa pengeluaran pangan rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing ..................................................................................................... 166
38. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga nelayan berdasarkan klasifikasi
silang kecukupan energi dan pangsa pengeluaran pangan ............................ 168
39. Data analisis regresi ordinal logit faktor yang mempengaruhi ketahanan
pangan rumah tangga nelayan ....................................................................... 170
40. Hasil regresi ordinal logit .............................................................................. 173
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Keterkaitan antarsubsistem ketahanan pangan ................................................. 17
2. Kerangka pemikiran analisis tingkat ketahanan pangan rumah tangga
nelayan di Desa Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk Pandan
Kabupaten Pesawaran ..................................................................................... 43
3. Peta batas wilayah kecamatan di Kabupaten Pesawaran ................................ 62
4. Peta batas wilayah Desa Sukajaya Lempasing ................................................ 64
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah Indonesia dengan separuh
kabupatennya berada di wilayah pesisisir, sehingga memiliki potensi sumber daya
perikanan laut yang cukup besar. Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi
Lampung Nomor 44 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Mitra Bahari Provinsi
Lampung Tahun 2014-2019, Provinsi Lampung tercatat memiliki luas perairan
laut diperkirakan sebesar ± 24.820 km2
dengan panjang garis pantai Provinsi
Lampung ± 1.105 km, yang membentuk empat wilayah pesisir, yaitu Pantai Barat,
Teluk Semaka, Teluk Lampung dan Selat Sunda, dan Pantai Timur.
Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung
dengan luas perairan laut sebesar 689 km2
dan garis pantai sepanjang 96 km.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2016), Kabupaten
Pesawaran memiliki jumlah rumah tangga perikanan laut tertinggi yaitu sebesar
1.871 rumah tangga atau dengan persentase sebesar 25,14 % dari jumlah
keseluruhan rumah tangga perikanan laut di Provinsi Lampung. Jumlah rumah
tangga perikanan laut tertinggi tersebut tidak lantas menjadikan Kabupaten
Pesawaran sebagai sentra produksi perikanan laut. Berdasarkan data Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran (2016) diketahui tingkat produksi
perikanan laut Kabupaten Pesawaran hanya menempati posisi ke-enam di
2
Provinsi Lampung, sehingga dapat dikatakan produktivitas perikanan laut di
Kabupaten Pesawaran relatif rendah. Berikut data produksi perikanan tangkap
menurut kecamatan dan subsektor di Kabupaten Pesawaran pada tahun 2014 –
2015 (dalam ton) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi perikanan tangkap menurut kecamatan dan subsektor di
Kabupaten Pesawaran, 2014-2015 (dalam ton).
No
Kecamatan
Perikanan
Laut
Perairan
Umum Jumlah
2014 2015 2014 2015 2014 2015
1 Punduh Pidada 1.682,32 3.469,75 0,00 0,00 1.682,32 3.469,75
2 Marga Punduh 2.438,42 3.210,51 0,00 0,00 2.438,42 3.210,51
3
Padang
Cermin 1.950,65 2.601,60 0,00 0,00 1.950,65 2.601,60
4 Teluk Pandan 2.023,75 4.597,89 0,00 0,00 2.023,75 4.597,89
5 Tegineneng 0,00 0,00 70,86 76,51 70,86 76,51
Pesawaran 8.095,14 13.879,75 70,86 76,51 8.166,00 13.956,26
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran 2016
Pada Tabel 1 dapat dilihat lima kecamatan di Kabupaten Pesawaran yang
memiliki hasil produksi perikanan tangkap. Hasil produksi perikanan tangkap di
Kecamatan Teluk Pandan mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun
2014 ke tahun 2015 yaitu dengan jumlah peningkatan sebesar 2.574,14 ton,
jumlah peningkatan tersebut tertinggi bila dibandingkan dengan peningkatan hasil
produksi di kecamatan lain. Pada tahun 2015, Kecamatan Teluk Pandan juga
memiliki hasil produksi tertinggi perikanan tangkap yang diperoleh dari subsektor
perikanan laut bila dibandingkan dengan empat kecamatan lainnya.
Aktivitas ekonomi masyarakat di pesisir memberi pengaruh yang cukup signifikan
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, akan tetapi pertumbuhan ekonomi
tersebut belum dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya
3
masyarakat pesisir. Nelayan sebagai masyarakat pesisir dominan memiliki tingkat
kesejahteraan yang rendah karena menghadapi masalah kemiskinan.
Berdasarkan data penduduk Kecamatan Teluk Pandan (2017), terindikasi sebesar
4.641 keluarga tergolong dalam kategori Keluarga Pra-Sejahtera (KPS) dan
sebesar 2.473 keluarga tergolong dalam kategori Keluarga Sejahtera I (KS-I),
sedangkan untuk kategori Keluarga Sejahtera II, Sejahtera III , dan Sejahtera III
Plus masing-masing secara berturut-turut sebesar 2.023, 1.154, dan 58 keluarga.
BKKBN mengelompokkan KPS dan KS-I sebagai golongan keluarga miskin
(Bappenas, 2010). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebesar
7.114 keluarga atau sebesar 68,74% dari jumlah keseluruhan keluarga yang ada
tergolong sebagai keluarga miskin.
Desa Sukajaya Lempasing merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluk Pandan
yang berada di wilayah pesisir dan berbatasan dengan Laut Teluk Betung,
sehingga menjadikan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan.
Mayoritas nelayan di Desa Sukajaya Lempasing merupakan nelayan tradisional
yang melakukan kegiatan perikanan tangkap untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Permasalahan yang umum terjadi dalam perikanan tangkap adalah persaingan
antar nelayan karena jumlah unit penangkapan ikan semakin meningkat,
sedangkan daerah penangkapan terbatas. Keterbatasan daerah penangkapan
disebabkan oleh alokasi kawasan perairan untuk kegiatan lain. Masalah lainnya
adalah persaingan antara nelayan kecil yang merupakan mayoritas nelayan di
Provinsi Lampung dengan nelayan bermodal besar yang umumnya berasal dari
4
luar Provinsi Lampung. Nelayan kecil juga mengalami kesulitan dalam
memperoleh bantuan modal yang menyebabkan terhambatnya operasi
penangkapan ikan (Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, 1999).
Para nelayan di Desa Sukajaya Lempasing turut mengalami permasalahan di atas,
selain itu juga masih menggunakan alat penangkapan ikan dan perahu perikanan
yang sederhana. Terlepas dari permasalahan tersebut, faktor alam juga turut
mempengaruhi hasil produksi perikanan laut yang berfluktuasi setiap musimnya,
sehingga mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan yang cenderung relatif
rendah. Terindikasi sebesar 45,13% keluarga tergolong dalam keluarga miskin
berdasarkan kategori keluarga pra-sejahtera dan keluarga sejahtera I, sebagian
besar diantaranya merupakan rumah tangga nelayan. Faktor sosial ekonomi
menjadi penyebab timbulnya masalah kemiskinan.
Kemiskinan dan tekanan-tekanan ekonomi merupakan masalah yang dihadapi
oleh rumah tangga nelayan di wilayah pesisir, begitupun dengan rumah tangga
nelayan Desa Sukajaya Lempasing. Menurut Kusnadi (2002), hal yang menjadi
akar dari masalah tersebut disebabkan oleh faktor alamiah, seperti fluktuasi
musim penangkapan dan struktur alam sumber daya ekonomi desa serta faktor
non alamiah, seperti keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan,
ketimpangan dalam sistem bagi hasil, tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja,
lemahnya jaringan pemasaran, belum berfungsinya koperasi nelayan, dan dampak
negatif kebijakan modernisasi perikanan. Faktor-faktor kemiskinan dan tekanan
ekonomi yang dihadapi tersebut dapat menjadikan kawasan pesisir sebagai
kawasan yang rawan di bidang sosial ekonomi dan dapat memicu timbulnya
permasalahan pada bidang kehidupan yang lain.
5
Menurut Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (2016), kemiskinan
berhubungan erat dengan kerawanan pangan, meskipun tidak identik. Indikator
tingkat kerawanan pangan ditunjukkan dengan kecukupan konsumsi kalori per
kapita per hari dengan nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2.150 kkal/kapita/hari
(WKNPG, 2012). Berdasarkan hasil survei konsumsi pangan tahun 2017 yang
dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, diketahui bahwa
tingkat konsumsi energi rumah tangga di Kabupaten Pesawaran yakni hanya
sebesar 1.919,7 kkal/kap/hari, jumlah tersebut masih di bawah AKG standar yang
ditetapkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gzi (WNPG) X Tahun 2012
(Badan Ketahanan Pangan, 2017).
Tingkat kerawanan pangan berdasarkan konsumsi kalori ditentukan oleh faktor
penyediaan pangan, harga pangan, pendapatan rumah tangga, dan kemampuan
rumah tangga dalam mengakses pangan, serta pengetahuan masyarakat mengenai
pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. Tingkat
pendapatan di bawah harga pangan dapat mengurangi kemampuan rumah tangga
dalam mengakses kebutuhan pangan, sehingga asupan pangan setiap anggota
dalam suatu rumah tangga akan berkurang (BKP Kementan, 2015).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 mendefinisikan
pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
6
pembuatan makanan atau minuman. Ketahanan pangan didefinisikan sebagai
kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan.
Merujuk pada Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2010 – 2014, ruang
lingkup ketahanan pangan mencakup tiga pilar utama yaitu ketersediaan,
distribusi, dan konsumsi pangan. Pilar distribusi dan konsumsi merupakan
penjabaran dari aksesibilitas masyarakat terhadap pangan. Dalam Kebijakan
Strategis Pangan dan Gizi 2015 – 2019 (Dewan Ketahanan Pangan 2015),
Committee on World Food Security dan Food and Agriculture Organization
(CFS-FAO) menyatakan ada empat pilar ketahanan pangan yaitu ketersediaan
(availability), keterjangkauan (access), pemanfaatan (utilization), dan kestabilan
(stability). Jika salah satu pilar tidak terpenuhi, maka suatu negara belum dapat
dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik, walaupun pangan tersedia
cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi
kebutuhan pangan tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh.
Akses terhadap pangan, ketersediaan pangan dan resiko terhadap akses dan
ketersediaan pangan tersebut merupakan determinan yang esensial dalam
ketahanan pangan.
Menurut Salim dan Darmawanty (2016), kondisi ketahanan pangan bagi rumah
tangga nelayan sulit dicapai apabila akses rumah tangga nelayan terhadap pangan
7
dalam kondisi yang rendah, khususnya dari sisi ekonomi seperti pendapatan,
kesempatan kerja dan harga pangan. Tidak hanya akses pangan yang lemah,
rumah tangga nelayan juga sangat mungkin mengalami ketidakpastian dalam
mencapai kondisi kecukupan pangan (food sufficient), jaminan pangan (food
security), serta keberlanjutan pangan (food sustainability). Berdasarkan latar
belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat
ketahanan pangan, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan,
dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan rumah tangga nelayan untuk
meningkatkan tingkat ketahanan pangan rumah tangga nelayan.
1.2 Rumusan Masalah
Desa Sukajaya Lempasing merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Teluk Pandan dengan sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian
sebagai nelayan, serta memiliki tingkat kemiskinan sebesar 45,13% berdasarkan
kategori keluarga pra-sejahtera dan keluarga sejahtera I, dimana sebagian besar
diantaranya adalah rumah tangga nelayan (Kecamatan Teluk Pandan, 2017).
Sebagian besar nelayan di Desa Sukajaya Lempasing adalah nelayan tradisional
yang memiliki pendapatan relatif rendah dan melakukan kegiatan perikanan
tangkap untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kemiskinan dan tekanan ekonomi yang dihadapi tersebut memicu timbulnya
permasalahan baru pada bidang kehidupan yang lain. Kemiskinan yang dialami
rumah tangga nelayan identik dengan rendahnya pendapatan, rendahnya
pendapatan yang diterima nelayan mempengaruhi akses pangan rumah tangga
nelayan, ketahanan pangan akan sulit dicapai apabila akses pangan rumah tangga
8
rendah. Akses pangan yang rendah memungkinkan ketidakpastian rumah tangga
dalam mencapai kondisi kecukupan pangan.
Selain pendapatan relatif rendah, faktor lain yang turut berpengaruh terhadap
tingkat ketahanan pangan adalah struktur demografi rumah tangga, tingkat
pendidikan anggota rumah tangga, dan serta pengetahuan masyarakat mengenai
pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. Faktor-faktor
tersebut mempengaruhi perilaku rumah tangga nelayan dalam membelanjakan
pendapatannya untuk mencukupi kebutuhan pangan maupun non pangan,
sehingga turut mempengaruhi akses pangan dan konsumsi rumah tangga nelayan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah tingkat ketahanan pangan rumah tangga nelayan di Desa
Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah
tangga nelayan di Desa Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk Pandan
Kabupaten Pesawaran?
3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan
rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk
Pandan Kabupaten Pesawaran?
9
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis tingkat ketahanan pangan rumah tangga nelayan di Desa
Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan
rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk
Pandan Kabupaten Pesawaran.
3. Mengetahui upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan
rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk
Pandan Kabupaten Pesawaran.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya Lempasing, sebagai sumber
informasi mengenai tingkat ketahanan pangan yang dapat digunakan sebagai
acuan dalam upaya meningkatkan asupan pangan rumah tangga guna
mencapai kondisi tahan pangan.
2. Pemerintah, dinas, dan instansi terkait, sebagai sumbangan pemikiran dan
bahan pertimbangan dalam melakukan evaluasi terhadap penetapan kebijakan
yang berkaitan dengan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan
pangan rumah tangga nelayan.
3. Peneliti lain, sebagai referensi dalam melakukan penelitian sejenis atau
melanjutkan penelitian ini.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Nelayan dan Kemiskinan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 perubahan
atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang
Perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan
penangkapan ikan, sedangkan nelayan kecil adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 gross ton
(GT). Menurut Imron (2003) dalam Mulyadi (2005), nelayan adalah suatu
kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut,
baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Nelayan umumnya
tinggal dipinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi
kegiatannya. Dilihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan dibedakan
menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang
lain.
2. Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang
dioperasikan oleh orang lain.
11
3. Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri,
dan dalam kegiatan operasiannya tidak melibatkan orang lain.
Merujuk pada Satria (2002), nelayan digolongkan menjadi empat tingkatan yang
dilihat dari kapasitas teknologi, orientasi pasar dan karakteristik hubungan
produksi. Keempat tingkatan nelayan tersebut yakni:
1. Peasant-fisher atau nelayan tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten). Umumnya nelayan golongan ini
masih menggunakan alat tangkap tradisional, seperti dayung atau sampan,
tidak bermotor, dan melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama.
2. Post-peasant fisher, yaitu nelayan yang dicirikan dengan penggunaan
teknologi penangkapan ikan yang lebih maju seperti motor tempel atau kapal
motor. Penguasaan sarana perahu motor tersebut semakin membuka peluang
bagi nelayan untuk menangkap ikan di wilayah perairan yang lebih jauh dan
memperoleh surplus dari hasil tangkapannya karena mempunyai daya
tangkap lebih besar. Umumnya nelayan jenis ini beroperasi di wilayah
pesisir, sudah berorientasi pasar, dan tenaga kerja yang digunakan tidak
bergantung pada anggota keluarga saja.
3. Commercial fisher, yaitu nelayan yang memiliki orientasi pada peningkatan
keuntungan. Skala usahanya sudah besar yang dicirikan dengan banyaknya
jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari buruh hingga manajer.
Teknologi yang digunakan lebih modern dan membutuhkan keahlian
tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat tangkapnya.
4. Industrial fisher, yaitu nelayan yang diorganisasikan dengan cara yang mirip
dengan perusahaan agroindustri di negara-negara maju, relatif lebih padat
12
modal, memberikan pendapatan yang lebih tinggi daripada perikanan
sederhana, baik untuk pemilik maupun awak perahu, dan menghasilkan ikan
kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor.
Menurut Mubyarto, et al (1984) terdapat lima tipologi nelayan berdasarkan
stratifikasi masyarakat nelayan yaitu:
1. Nelayan kaya A, yaitu nelayan yang mempunyai kapal sehingga
mempekerjakan nelayan lain tanpa ia sendiri harus ikut bekerja.
2. Nelayan kaya B, yaitu nelayan yang memiliki kapal tetapi ia sendiri masih
ikut bekerja sebagai awak kapal.
3. Nelayan sedang, yaitu nelayan yang kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi
dengan pendapatan pokoknya dari bekerja sebagai nelayan, dan memiliki
perahu tanpa mempekerjakan tenaga dari luar keluarga.
4. Nelayan miskin, yaitu nelayan yang pendapatan dari perahunya tidak
mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga harus ditambah dengan bekerja
lain.
5. Nelayan pandega atau tukang kiteng.
Badan Pusat Statistik (2000) mendefinisikan kemiskinan sebagai keadaan dimana
seseorang individu atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dan memiliki standar
tertentu. Menurut Situmorang (2008), kemiskinan adalah situasi serba
kekurangan dari penduduk yang terwujud dalam dan disebabkan oleh terbatasnya
modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya
13
produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang
miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Supradin
(2008) mendefinisikan kemiskinan adalah seseorang yang tidak memiliki
pekerjaan dan pengahasilan tetap, sedangkan tanggungan keluarga dan biaya
hidup mereka tinggi, bagi mereka prioritas utama adalah pemenuhan kebutuhan
primer berupa pangan dan pakaian dengan kualitas rendah.
Situmorang (2008) menjelaskan bahwa ciri-ciri masyarakat miskin secara umum
ditandai oleh ketidakberdayaan/ketidakmampuan (powerless) dalam beberapa hal,
yakni (1) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang,
papan, pendidikan,dan kesehatan; (2) melakukan kegiatan usaha produktif; (3)
menjangkau akses sumber daya sosial ekonomi; (4) menentukan nasibnya sendiri
serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan
ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik; dan (5) membebaskan
diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa mempunyai martabat dan
harga diri yang rendah.
Menurut Sudjatmoko (1995), kemiskinan yang terjadi pada nelayan tradisional
adalah kemiskinan struktural. Menurut Mubyarto (1995), kemiskinan struktural
adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor struktur sosial masyarakat
pada suatu wilayah tertentu. Kemiskinan struktural biasanya terjadi dalam suatu
masyarakat dimana terdapat perbedaan yang tajam antara mereka yang hidup
melarat dengan mereka yang hidup dalam kemewahan dan kaya raya, walaupun
merupakan mayoritas terbesar dari masyarakat, dalam realitanya tidak mempunyai
kekuatan apa-apa untuk mampu memperbaiki nasib hidupnya.
14
Kusnadi (2002) menyatakan kemiskinan yang dialami oleh nelayan disebabkan
oleh dua faktor yaitu (1) Faktor alamiah, yakni yang berkaitan dengan fluktuasi
musim-musim penangkapan dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa; (2)
faktor non alamiah, yakni yang berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau
teknologi penangkapan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil dan tidak adanya
jaminan sosial tenaga kerja yang pasti, lemahnya penguasaan jaringan pemasaran
dan belum berfungsinya lembaga koperasi nelayan serta dampak negatif dari
kebijakan modernisasi perikanan yang telah berlangsung sejak seperempat abad
terakhir.
Kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional dipengaruhi oleh
sejumlah faktor, meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Faktor internal, yaitu (1) keterbatasan kualitas sumber daya manusia; (2)
keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan; (3)
hubungan kerja dalam organisasi penangkapan yang seringkali kurang
menguntungkan buruh; (4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha
penangkapan (5) ketergantungan yang sangat tinggi terhadap okupasi melaut;
dan (6) gaya hidup yang dipandang boros, sehingga kurang berorientasi ke
masa depan.
2. Faktor eksternal, yaitu (1) kebijakan pembangunan perikanan yang lebih
berorientasi kepada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi
nasional dan parsial; (2) sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih
menguntungkan pedagang perantara; (3) kerusakan akan ekosistem pesisir
dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktek penangkapan ikan
15
dengan bahan kimia, perusakan terumbu karang, dan konservasi hutan bakau
di kawasan pesisir, (4) penggunaan peralatan tangkap ikan yang tidak ramah
lingkungan; (5) penegakan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan;
(6) terbatasnya teknologi pengolahan pasca panen; (7) terbatasnya peluang
kerja di sektor non perikanan yang tersedia di desa nelayan; (8) kondisi alam
dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang
tahun; dan (9) isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas
barang, jasa, modal dan manusia.
2.1.2 Ketahanan Pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar. Masalah konsumsi pangan dan
pemenuhannya merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi
Indonesia. Ketahanan pangan bagi suatu negara adalah hal yang sangat penting.
Masalah ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan stabilitas ekonomi, biaya
produksi ekonomi agregat, dan stabilitas politik nasional, oleh sebab itu ketahanan
pangan merupakan syarat mutlak bagi penyelenggaraan pembangunan nasional
(Hanafie, 2010).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan, yang dimaksud dengan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya
pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan
budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan.
16
FAO (1997) dalam Hanafie (2010) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai
situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses, baik secara fisik maupun
ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya dan rumah
tangga tidak berisiko untuk mengalami kehilangan kedua akses tersebut. Konsep
ketahanan pangan mencakup ketersediaan yang memadai, stabilitas, dan akses
pangan terhadap pangan utama. Ketersediaan pangan memadai jika pangan
tersedia dalam jumlah yang mampu memenuhi kebutuhan konsumsi. Stabilitas
merujuk pada kemungkinan bahwa pada situasi sesulit apa pun, konsumsi pangan
tidak akan jatuh dibawah kebutuhan gizi yang dianjurkan. Akses mengacu pada
realita bahwa masih banyak masyarakat yang mengalami kelaparan disebabkan
ketiadaan sumber daya untuk memproduksi pangan atau ketidakmampuan untuk
memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan hal tersebut maka
determinan utama dari ketahanan pangan adalah kemampuan untuk membeli atau
pendapatan yang memadai untuk membiayai hidup.
Dalam ketahanan pangan nasional maupun wilayah terdapat tiga susbsistem yang
terdiri dari subsistem ketersediaan, subsistem distribusi (akses pangan), dan
subsistem konsumsi. Masing-masing subsistem dalam ketahanan pangan
memiliki indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai dasar pengukuran
keberhasilan atau kinerja subsistemnya. Menurut Suryana dalam Indriani (2015)
keterkaitan antar subsitem tersebut digambarkan pada Gambar 1.
17
Gambar 1. Keterkaitan antarsubsistem ketahanan pangan
Menurut Hanani (2012) ketahanan pangan terdiri dari tiga subsistem utama yaitu
ketersediaan (Food Availability), akses (Food Access), dan penyerapan pangan
(Food Utilization), sedangkan status gizi (Nutrition Status) merupakan outcome
dari ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan merupakan
subsistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu subsistem tersebut tidak
dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan
pangan yang baik, walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan
tingkat regional, jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak
merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Indikator ketahanan
pangan yang mengacu dari berbagai referensi dapat dilihat pada Tabel 2.
Subsistem
Ketersediaan Subsistem
Distribusi Subsistem
Konsumsi Produksi
pangan
Impor
Cadaangan
pangan
Aksesibilitas
- Fisik
- ekonomi
Intervensi
pemerintah
dalam
distribusi
pangan pokok
Kualitas Pangan
- Gizi
seimbang
- Mutu,
keamanan
pangan
- Penganekara-
gaman
pangan
18
Tabel 2. Indikator ketahanan pangan
Sub sistem Indikator Standar Ideal
Ketersediaan
pangan
Ketersediaan energi
perkapita
Ketersediaan energi perkapita
minimal 2.200 kilokalori/hari
Ketersediaan protein
perkapita
Ketersediaan protein perkapita
minimal 57 gram/hari
Cadangan pangan Jumlah cadangan pangan
minimal 20 persen dari
kebutuhan
Akses pangan Stabilitas harga pangan Stabilitas harga pangan dengan
perbedaan maksimum 10 –
25% antara waktu normal dan
tidak normal
Akses terhadap sistem
informasi dan
kewaspadaan pangan
Sistem kewaspadaan pangan
dan gizi berkembang sampai
desa
Pengeluaran untuk
pangan
Persen pengeluaran pangan
< 80% pendapatan
Akses terhadap
transportasi
Tersedia angkutan umum
Penyerapan
pangan
Kecukupan energi per
kapita/hari
Angka kecukupan energi
minimal 2.000 kkal/hari
Kecukupan protein per
kapita/hari
Angka kecukupan minimal 52
gram/hari
Kecukupan gizi mikro Kecukupan zat besi, yodium
dll
Penganekaragaman
pangan
Pola Pangan Harapan dengan
skor PPH 100
Penurunan kasus
keracunan pangan
Jumlah kasus pelanggaran
produk pangan 0 persen
Status gizi Tingkat kerawanan
masyarakat (<70% AKG)
Persen kelaparan < 2,5%
Balita gizi kurang dan
buruk
Persen balita gizi kurang dan
buruk < 2,5%
Sumber: Disarikan dari berbagai sumber dalam Hanani (2012)
Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X tahun 2012,
syarat kecukupan konsumsi energi yang dianjurkan adalah sebesar 2.150
kkal/kapita/hari dan 57 gram/kapita/hari. Berikut disajikan lebih rinci mengenai
angka kecukupan gizi yang dianjurkan per orang per hari dalam Tabel 3.
19
Tabel 3. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan per orang per hari
Kelompok
Umur
BB
(Kg)
TB
(cm)
Energi
(Kkal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
KH
(g)
Serat
(g)
Air
(ml)
Bayi/anak
0 -6 bln 6 61 550 12 30 58 0 800
7 - 11 bln 9 71 700 16 36 80 10 800
1 - 3 th 13 91 1.050 20 40 145 15 1.200
4 - 6 th 19 112 1.550 28 60 210 22 1.500
7 - 9 th 27 130 1.800 38 70 250 25 1.900
Pria
10 - 12 th 34 142 2.100 50 70 290 29 1.800
13 -15 th 46 158 2.550 62 85 350 35 2.000
16 - 18 th 56 166 2.650 62 88 350 37 2.200
19 - 29 th 60 168 2.700 62 90 370 38 2.500
30 - 49 th 62 168 2.550 62 70 380 36 2.600
50 - 54 th 62 168 2.250 62 60 330 32 2.600
65 - 80 th 60 168 1.800 60 50 300 25 2.500
80+ 56 168 1.500 58 42 250 21 2.500
Wanita
10 - 12 th 36 145 2.000 52 70 270 28 1.800
13 - 15 th 46 155 2.150 60 70 300 30 2.000
16 - 18 th 50 157 2.150 58 70 300 30 2.100
19 - 29 th 54 159 2.250 58 75 320 32 2.300
30 -49 th 55 159 2.100 58 60 300 30 2.300
50 -54 th 55 159 1.900 57 50 280 26 2.300
65 - 80 th 54 159 1.500 57 40 250 21 2.300
80+ 55 159 1.400 55 40 250 20 2.300
Hamil
Trisemester 1
180 18 6 25 0 +300
Trisemester 2
300 18 10 40 0 +300
Trisemester 3
300 18 10 40 0 +300
Menyusui
0 - 6 bln
330 17 11 45 0 +650 – 870
7 -12 bln
400 17 13 55 0 + 650 –870
Sumber: LIPI (2012) dalam Indriani (2015)
Dalam Hardiyansyah, Riyadi, dan Napitupulu (2012), bahan pangan untuk
konsumsi sehari-hari dikelompokkan menjadi 9 kelompok besar. Jenis pangan
pada tiap kelompok berbeda-beda pada setiap daerah sesuai dengan sumberdaya
pangan yang tersedia. Bahan pangan tersebut dikelompokkan sebagai berikut:
20
1. Padi-padian, meliputi beras, jagung, shorgum dan terigu
2. Umbi-umbian, meliputi ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas dan sagu
3. Pangan hewani, meliputi ikan, daging, susu dan telur
4. Minyak dan lemak, meliputi minyak kelapa dan minyak sawit
5. Buah/biji berminyak, yakni kelapa daging
6. Kacang-kacangan, meliputi kedelai, kacang tanah dan kacang hijau
7. Gula, meliputi gula pasir dan gula merah
8. Sayur dan buah, yakni semua jenis sayuran dan buah-buahan yang biasa
dikonsumsi
9. Lain-lain, seperti teh, kopi, coklat, sirup, bumbu-bumbuan, makanan dan
minuman jadi.
2.1.3 Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Menurut International Congress of Nutrition (ICN) di Roma tahun 1992 dalam
Adi (1998), ketahanan pangan rumah tangga didefinisikan sebagai kemampuan
rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke
waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Definisi tersebut diperluas dengan menambahkan persyaratan “harus diterima oleh
budaya setempat”, hal ini disampaikan dalam sidang Committee on World Food
Security tahun 1995.
Menurut Suharyanto (2015), ketahanan pangan di tingkat rumah tangga pada
hakekatnya menunjukkan kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kecukupan
pangan. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat
21
kompleks, tetapi secara umum terkait dengan perubahan aspek perilaku produksi
pangan, konsumsi dan alokasi sumber daya dalam rumah tangga.
Menurut Usfar (2002) dalam Suharyanto (2015), ketahanan pangan rumah tangga
berhubungan dengan kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan
seluruh anggotanya. Akses rumah tangga terhadap pangan merupakan strategi-
strategi untuk mendapatkan makanan dari berbagai sumber. Akses dalam
menjangkau kebutuhan pangan sangat dipengaruhi oleh daya beli, tingkat
pendapatan, harga pangan, proses ditribusi pangan, kelembagaan di tingkat lokal
serta faktor-faktor lainnya. Makanan dalam suatu rumah tangga dapat diperoleh
dari berbagai sumber, antara lain dengan memproduksi sendiri, membeli, atau
berasal dari pemberian.
2.1.4 Pengukuran Ketahanan Pangan
Pengukuran ketahanan pangan dapat dilakukan pada tingkat global, nasional,
regional sampai dengan tingkat rumah tangga dan individu. Pada tingkat global,
nasional dan regional indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat
ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan. Ketahanan pangan di tingkat
rumah tangga dan individu menggunakan beberapa indikator, diantaranya adalah
alokasi tenaga kerja, tingkat pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total,
perubahan kehidupan sosial, keadaan konsumsi pangan dari segi jumlah, kualitas,
dan kebiasaan makan, serta keadaan kesehatan dan status gizi (Handewi dkk,
2002).
22
Menurut Kennedy (2002), pengukuran ketahanan pangan rumah tangga dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan kualitatif dan kuantitatif. Metode
kualitatif merupakan pendekatan yang baru dikembangkan untuk mendapatkan
cara praktis dan mudah dalam menganalisis serta menginterpretasikan bila
dibandingkan dengan metode kuantitatif. Menurut FAO (2003) dalam Tanziha
(2005), pengukuran ketahanan pangan secara kuantitatif dapat diukur melalui
tingkat ketidakcukupan energi yang menunjukkan keparahan defisit energi yang
ditunjukkan oleh defisit jumlah kalori pada individu dibawah energi yang
dianjurkan (< 70%). Berdasarkan ukuran tersebut, apabila tingkat kecukupan
energi kurang dari 70% dan disertai dengan penurunan berat badan dapat
dikatakan mengalami kondisi kelaparan, bila tingkat kecukupan energinya kurang
dari 70% dan tidak disertai penurunan berat badan maka mengalami kondisi
rawan pangan tingkat berat, bila tingkat kecukupan energi 70 – 80% maka
mengalami rawan pangan sedang, bila tingkat kecukupan energi 81 – 90% maka
mengalami rawan pangan ringan, dan bila tingkat kecukupan energi lebih dari
90% maka dikatakan tahan pangan.
Terdapat banyak indikator untuk mengukur ketahanan pangan, salah satunya
adalah indikator Johnsson dan Toole (1991) yang diadopsi oleh Maxwell, et al
(2000). Indikator ini menggunakan klasifikasi silang antara dua indikator
ketahanan pangan, yaitu pangsa pengeluaran dan konsumsi energi rumah tangga
dan kecukupan energi dalam satuan kilokalori (kkal). Berikut kriteria tingkat
ketahanan pangan rumah tangga disajikan dalam Tabel 4.
23
Tabel 4. Kriteria derajat ketahanan pangan rumah tangga
Konsumsi energy Pangsa pengeluaran pangan
Rendah (< 60%
pengeluaran total)
Tinggi (≥ 60%
pengeluaran total)
Cukup (> 80%
kecukupan energi)
Tahan pangan Rentan pangan
Kurang (≤ 80%
kecukupan energi)
Kurang pangan Rawan pangan
Sumber: Johnsson and Toole (1991) dalam Maxwell, et al (2000)
Pada Tabel 4 dapat dilihat hasil dari klasifikasi silang antara kecukupan energi
dan pangsa pengeluaran pangan sebagai dua indikator ketahanan pangan tersebut
menghasilkan klasifikasi tingkat ketahanan pangan sebagai berikut:
a. Rumah tangga tahan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan rendah
(< 60% pengeluaran rumah tangga) dan cukup mengkonsumsi energi (> 80%
dari syarat kecukupan energi).
b. Rumah tangga kurang pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan
rendah(< 60% pengeluaran rumah tangga) dan kurang mengkonsumsi energi
(≤ 80% dari syarat kecukupan energi).
c. Rumah tangga rentan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan tinggi
(≥ 60% pengeluaran rumah tangga) dan cukup mengkonsumsi energi (> 80%
dari syarat kecukupan energi).
d. Rumah tangga rawan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan tinggi
(≥ 60% pengeluaran rumah tangga) dan tingkat konsumsi energinya kurang
(≤ 80% dari syarat kecukupan energi).
Pangsa pengeluaran pangan merupakan besarnya jumlah pengeluaran rumah
tangga untuk belanja pangan dari jumlah total pengeluaran rumah tangga. Dalam
Pakpahan, Saliem, Suhartini, dan Syafa’at (1993) dijelaskan bahwa pangsa
24
pengeluaran pangan mempunyai hubungan negatif dengan pengeluaran rumah
tangga, sedangkan ketahanan pangan mempunyai hubungan yang negatif dengan
pangsa pengeluaran pangan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar pangsa
pengeluaran pangan suatu rumah tangga, maka semakin rendah tingkat ketahanan
pangannya. Dalam konteks analisis tingkat ketahanan pangan, pangsa
pengeluaran pangan merupakan indikator ketahanan yang sangat penting.
Penghitungan pangsa pengeluaran pangan didapatkan dari hasil perbandingan
antara besarnya pengeluaran yang dikeluarkan untuk belanja pangan dengan total
pengeluaran keseluruhan. Semakin besar pendapatan seseorang, maka semakin
sedikit proporsi pengeluaran yang dikeluarkannya untuk konsumsi pangan (Ilham
dan Sinaga, 2005).
Merujuk pada Shinta (2010), Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan
adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi yang dikonsumsi setiap hari oleh
seseorang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas
untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. AKG terdiri dari persentase
Angka Kecukupan Gizi terhadap Energi (AKE), prosentase Angka Kecukupan
Gizi terhadap Protein (AKP), prosentase Angka Kecukupan Gizi terhadap Lemak
(AKL), dan prosentase Angka Kecukupan Gizi terhadap unsur-unsur mikro
(AKMikro). Prosentase AKE adalah hasil penghitungan dari pembagian AKE
aktual dibagi dengan AKE normatif dikali 100.
2.1.5 Faktor-Faktor Ketahanan Pangan
Menurut Sukiyono (2010), ketahanan pangan bagi rumah tangga dipengaruhi oleh
banyak faktor dan bervariasi antar individu ataupun rumah tangga. Kepemilikan
25
lahan (fisik) yang didukung oleh iklim yang sesuai serta sumber daya manusia
yang baik dapat menjamin ketersediaan pangan secara kontinu. Kebijakan
pertanian (pangan) turut menentukan pelaku produksi atau pasar dalam
menyediakan pangan yang cukup. Sementara akses pangan dapat terjadi jika
rumah tangga memiliki pendapatan yang cukup atau memiliki daya beli yang
memadai. Menurut Behrman dan Deolalikar (1988) dalam Sukiyono (2010),
Akses pangan bergantung pada apakah rumah tangga mempunyai cukup
pendapatan untuk membeli pangan pada harga yang berlaku, atau mempunyai
cukup lahan dan sumber lain untuk berusahatani pangan yang dibutuhkan.
Selanjutnya, menurut Rilley dan Mock (1995) dalam Sukiyono (2010), ketahanan
pangan merupakan fungsi dari banyak faktor yang memberdayakan individual
atau rumah tangga untuk mengakses pangan yang aman dan bergizi dengan cara
yang benar, termasuk faktor pekerjaan, pendidikan dan masyarakat. Faktor lain
seperti struktur demografi rumah tangga, tingkat pendidikan anggota rumah
tangga dan lokasi juga turut menentukan. Pada penelitian ini, faktor-faktor yang
dianalisis pengaruhnya terhadap tingkat ketahanan pangan adalah sebagai berikut:
a. Jumlah anggota rumah tangga
Hariyani (2016) menjelaskan bahwa hubungan antara besar rumah tangga
dengan konsumsi pangan adalah dimana semakin besar ukuran rumah tangga,
maka semakin sedikit pangan tersedia yang dapat didistribusikan pada setiap
anggota rumah tangga, sehingga semakin sedikit pangan yang dikonsumsi.
26
b. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga
Menurut Sayogyo (1986), tingkat pendidikan mempengaruhi konsumsi
melalui pemilihan bahan pangan. Seseorang yang memiliki tingkat
pendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam
jumlah dan mutunya dibandingkan dengan mereka yang mempunyai
pendidikan rendah. Fatimah (1995) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
yang tinggi akan meningkatkan kesadaran ibu rumah tangga untuk mencari
informasi sebanyak-banyaknya sebagai upaya untuk mensejahterakan
keluarga, termasuk informasi mengenai pangan dan gizi.
c. Harga pangan
Badan Ketahanan Pangan (2016) menyatakan bahwa indikator ketahanan
pangan meliputi tiga aspek, yaitu ketersediaan, distribusi, dan konsumsi
pangan. Harga dan pasokan atau akses pangan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari indikator aspek distribusi pangan. Harga pangan di tingkat
konsumen berpengaruh terhadap akses pangan, ketersediaan pasokan,
permintaan, kelancaran distribusi pangan, dan lain-lain.
d. Pendapatan rumah tangga
Menurut Gilarso (2008) dalam Karolina (2014), pendapatan rumah tangga
adalah seluruh jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan
dalam rumah tangga. Pendapatan rumah tangga berasal dari balas jasa faktor
produksi tenaga kerja (upah dan gaji, keuntungan, bonus dan lain-lain), dan
pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain atau transfer.
27
Merujuk pada Purwanti (2010), sumber pendapatan rumah tangga
digolongkan dalam dua sektor yaitu pertanian dan non pertanian. Pendapatan
dari sektor pertanian dirinci menjadi usahatani, ternak, dan buruh tani,
sedangkan pendapatan non pertanian dibedakan menjadi pendapatan dari
industri rumah tangga, perdagangan, pegawai, jasa buruh non pertanian serta
buruh dari subsektor non pertanian.
Sayogyo (1994) menyatakan bahwa pendapatan keluarga mempunyai
peranan penting dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Efek
di sini lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan
pendapatan akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan
menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain. Rendahnya
pendapatan menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam
jumlah yang diperlukan.
e. Pengeluaran pangan rumah tangga
Merujuk pada Lindawati dan Saptanto (2014), pengeluaran rumah tangga
merupakan biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah
tangga. Pengeluaran rumah tangga terdiri dari pengeluaran pangan dan non
pangan. Hukum Engel menyatakan bahwa pengeluaran pangan terhadap
pengeluaran rumah tangga akan semakin berkurang dengan meningkatnya
pendapatan dengan asumsi harga pangan yang dibayar rumah tangga yaitu
sama (Nicholson, 1991).
28
2.1.6 Regresi Ordinal Logit
Regresi logistik digunakan untuk menganalisis pengaruh antara sekumpulan
variabel independen dengan variabel dependen bertipe ketegorik kualitatif
(Rosadi, 2011). Model logit adalah model regresi non-linier dimana variabel
dependen bersifat katagorikal. Kategori paling dasar dari model ini menghasilkan
binary values seperti angka 0 atau 1. Angka yang dihasilkan mewakili suatu
kategori tertentu yang dihasilkan dari perhitungan probabilitas terjadinya kategori
tersebut (Gujarati, 2003).
Regresi logit digunakan untuk mencari hubungan antara peubah respon bersifat
kategorik berskala nominal atau ordinal dengan satu atau lebih peubah penjelas
kontinyu maupun kategorik. Regresi logistik multinominal digunakan jika peubah
respon berskala nominal, sedangkan regresi logistik ordinal digunakan jika
peubah respon berskala ordinal. Pendugaan parameter model regresi logistik
multinominal dan ordinal dilakukan dengan metode Maximum Likelihood
Estimation (Widarjono, 2010).
Metode maximum likelihood adalah mencari koefisien regresi sehingga
probabilitas kejadian dari variabel dependen bisa setinggi mungkin atau bisa
semaksimum mungkin. Besarnya probabilitas yang memaksimumkan kejadian ini
disebut dengan log of likelihood (LL). Dengan demikian, nilai LL ini merupakan
ukuran kebaikan garis regresi logistik di dalam metode maximum likelihood
sebagaimana jumlah residual kuadrat di dalam garis regresi linier (Widarjono,
2009).
29
2.1.7 Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan periode 2015 – 2019 adalah program
peningkatan diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat yang mencakup
empat kegiatan utama yaitu (1) pengembangan ketersediaan pangan dan
penanganan kerawanan pangan; (2) pengembangan sistem distribusi dan stabilitas
harga pangan; (3) pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan dan
peningkatan keamanan pangan segar; (4) dukungan manajemen dan teknis lainnya
pada Badan Ketahanan Pangan. Keempat kegiatan utama tersebut pada dasarnya
untuk melanjutkan kegiatan sebelumnya, dengan penyempurnaan dan pemantapan
secara terpadu dan terkoordinasi, yaitu (1) pengembangan desa mandiri pangan di
daerah miskin dan rawan pangan; (2) penanganan kerawanan pangan transien dan
kronis; (3) penguatan lembaga distribusi pangan masyarakat di daerah sentra
produksi pangan; (4) pemberdayaan cadangan pangan masyarakat dan cadangan
pangan pemerintah; (5) diversifikasi pangan; (6) stabilitas harga pangan pokok di
tingkat produsen dan konsumen melalui Toko Tani Indonesia (Badan Ketahanan
Pangan, 2016).
Selain menjadi tanggung jawab pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, perwujudan ketahanan pangan juga menjadi tanggung jawab
bersama, dimana pemerintah berperan sebagai fasilitator dan masyarakat berperan
sesuai kapasitas dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok dan
individu. Pemberdayaan posyandu, dasawisma, kepedulian sosial, aktivitas sosial
keagamaan merupakan contoh sarana bagi masyarakat untuk berperan dalam
upaya penanggulangan rawan pangan (Ariningsih dan Handewi, 2008).
30
Dalam Mulyana (2012), dipaparkan bahwa pemerintah telah menetapkan beberapa
upaya untuk mengurangi kerawanan pangan yaitu: (1) membangun infrastruktur
agar terjalin integrasi antara sumber pasokan bahan pangan dan distribusinya
dengan mengembangkan sentra-sentra produksi dan daerah daerah lumbung
pangan baru, (2) membangun partisipasi masyarakat dalam mengembangkan
cadangan pangan bagi pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat tersebut,
(3) membangun kesadaran masyarakat untuk melakukan peningkatan kualitas
konsumsi melalui penganekaragaman dan diversifikasi konsumsi pangan,
(4) meningkatkan pelayanan kesehatan bagi ibu-ibu hamil dan menyusui, dan
batita/balita, (5) merevitalisasi SKPG untuk melakukan deteksi dini untuk
mengantisipasi terjadinya kerawanan pangan. Upaya-upaya tersebut perlu
dukungan dan/atau dikaitkan dengan pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal,
pengembangan potensi pasar dan teknologi inovatif, serta penguatan ekonomi
pedesaan yang sejalan dengan upaya pengentasan kemiskinan.
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang tercamtum dalam Tabel 5 merupakan
penelitian terkait analisis tingkat ketahanan pangan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi ketahanan pangan, khususnya yang berhubungan dengan
ketahanan pangan rumah tangga nelayan. Kajian penelitian terdahulu disajikan
sebagai berikut:
31
Tabel 5. Kajian Penelitian Terdahulu
No Judul/Peneliti/Tahun Tujuan Penelitian Metode Analisis Hasil/Kesimpulan
1 Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Nelayan di
Kecamatan Teluk Betung
Selatan Kota Bandar
Lampung (Yuliana,
Zakaria, dan Adawiyah,
2013).
1. Mengkaji ketahanan
pangan rumah tangga
nelayan di Kecamatan
Teluk Betung Selatan,
Kota Bandar Lampung.
2. Faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
1. Analisis
deskriptif.
2. Analisis
statistik
dengan model
logit.
1. Ketahanan pangan rumah tangga nelayan di
Kelurahan Kangkung, Kecamatan Teluk Betung
Selatan, Kota Bandar Lampung berada dalam
kriteria tahan pangan sebesar 56,86% dan rawan
pangan sebesar 43,14%.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
ketahanan pangan rumah tangga nelayan di
Kelurahan Kangkung, Kecamatan Teluk Betung
Selatan, Kota Bandar Lampung adalah besar
anggota rumah tangga, pengeluaran rumah tangga,
dan pengetahuan gizi ibu rumah tangga. Faktor
yang berpengaruh negatif adalah pengeluaran
rumah tangga
2 Kajian Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Nelayan
Buruh di Desa Bajo
Sangkuang Kabupaten
Halmahera Selatan (Salim
Darmawaty, 2016).
Mengetahui kondisi
ketahanan pangan rumah
tangga nelayan buruh di
Desa Bajo Sangkuang
Kabupaten Halmahera
Selatan menggunakan
indeks ketahanan pangan
yang dikembangkan oleh
FAO
Analisis
deskriptif
kuantitatif.
Berdasarkan indeks ketahanan pangan menunjukkan
bahwa sebanyak 92,78% (90 KK) rumah tangga
nelayan buruh (responden) di Desa Bajo Sangkuang
termasuk dalam kategori tidak tahan pangan, dimana
akses terhadap pangan tidak kontinu dalam
memenuhi kebutuhan pangan termasuk protein
walaupun secara kualitas asupan protein tergolong
baik berasal dari protein hewani. Sebanyak 7,22%
(7KK) termasuk dalam kategori kurang tahan pangan
dan tidak ada rumah tangga nelayan buruh yang tahan
pangan 31
32
No Judul/Peneliti/Tahun Tujuan Penelitian Metode Analisis Hasil/Kesimpulan
3 Analisis Pembagian Hasil
dan Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Nelayan
(Studi Kasus Pelabuhan
Perikanan Lampulo Kota
Banda Aceh) (Rejeki,
Kasimin, dan Fauzi, 2016)
1. mengetahui besarnya
persentase pembagian
hasil yang diterapkan di
Pelabuhan Perikanan
Lampulo antara nelayan
pemilik (Tauke Kapal
dan Tauke Bangku) dan
nelayan penggarap
(Kapten Kapal dan
ABK)
2. bagaimana kondisi
ketahanan pangan
rumah tangga ABK.
Analisis
deskriptif
kuantitatif.
Kondisi ketahanan pangan rumah tangga ABK di
Pelabuhan Perikanan Lampulo ialah kondisi rawan
pangan dengan proporsi pengeluaran
pangan sebesar 69% dan konsumsi energi sebesar
61%.
4 Pendapatan dan
Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Petani Padi di
Desa Rawan Pangan
(Hernanda, Indriani,
Kalsum, 2017)
1. Menganalisis besarnya
pendapatan usahatani
padi, pendapatan total
rumah tangga.
2. Menganalisis
ketahanan pangan.
3. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan
ketahanan pangan
rumah tangga petani
padi.
1. Analisis
deskriptif
kuantitatif.
2. Analisis
deskriptif
kualitatif.
3. Analisis
statistik.
1. Hasil dari klasifikasi silang antara kecukupan
energi dengan pangsa pengeluaran pangan
diperoleh empat kategori ketahanan pangan RT
petani padi Desa Sukamarga yaitu, 20 RT
(30,30%) tahan pangan, 25 RT (37,87%) kurang
pangan, 11 RT (16,67%) rentan pangan dan 10
RT (15,15%) rawan pangan.
2. Terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan
ketahanan pangan rumah tangga petani padi
sawah di Desa Sukamarga yaitu pendapatan padi,
luas lahan padi, produksi padi, jumlah anggota
keluarga, lama pendidikan suami dan pengeluaran
pangan. Produksi padi dan lama pendidikan suami
memiliki hubungan positif dengan ketahanan 32
33
No Judul/Peneliti/Tahun Tujuan Penelitian Metode Analisis Hasil/Kesimpulan
pangan, sedangkan jumlah anggota keluarga dan
pengeluaran pangan memiliki hubungan negatif
dengan ketahanan pangan.
5 Ketahanan Pangan Pada
Rumah Tangga Miskin
(Perbandingan Kasus di
Perdesaan dan Perkotaan
Kabupaten Banyumas)
(Widayaningsih, 2012).
1. Membandingkan
tingkat ketahanan
pangan rumah tangga
miskin yang berada di
pedesaan dan
perkotaan pada
Kabupaten Banyumas.
2. Membandingkan
tingkat pendapatan
rumah tangga miskin
yang memiliki kriteria
rumah tangga tahan
pangan yang berada di
pedesaan dan
perkotaan pada
Kabupaten Banyumas.
Analisis kualitatif
dengan Current
Population
Survey (CPS)
Food Security
Suplement
.
Sebagian besar responden rumah tangga
miskin di perdesaan berada pada status rawan
pangan tanpa kelaparan, baik pada kelompok
rumah tangga yang memiliki anak di bawah usia 18
tahun (71%), maupun rumah tangga yang tidak
memiliki anak di bawah usia 18 tahun (66%). Status
rawan pangan tersebut sebagian besar (73,8%)
berada dalam rumah tangga dengan kategori miskin
berdasarkan kriteria BPS, sedangkan di perkotaan
sebagian besar responden rumah tangga miskin
berada pada status rawan pangan tanpa kelaparan,
baik pada kelompok rumah tangga yang memiliki
anak di bawah usia 18 tahun, maupun rumah tangga
yang tidak memiliki anak di bawah usia 18 tahun.
Status rawan pangan tersebut sebagian besar berada
dalam rumah tangga dengan kategori hamper miskin
berdasarkan kriteria BPS. Rumah tangga yang
termasuk dalam golongan tidak miskin ataupun
hampir miskin tidak selalu berada dalam kondisi
tahan pangan, begitu juga sebaliknya rumah tangga
yang termasuk dalam golongan miskin menurut BPS
tidak selalu berada dalam kondisi rawan pangan.
33
34
No Judul/Peneliti/Tahun Tujuan Penelitian Metode Analisis Hasil/Kesimpulan
6 Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Petani Kopi di
Kabupaten Lampung
Barat (Anggraini, Zakaria,
dan Prasmatiwi, 2014).
1. Menganalisis tingkat
ketahanan pangan
rumah tangga petani
kopi di Kabupaten
Lampung Barat.
2. Menganalisis faktor-
faktor yang
mempengaruhi tingkat
ketahanan pangan
rumah tangga petani
kopi di Kabupaten
Lampung Barat.
1. Analisis
deskriptif.
2. Analisis
statistik
dengan
menggunakan
model logistik
ordinal.
1. Rumah tangga petani kopi di Kabupaten
Lampung Barat yang mencapai derajat tahan
pangan sebesar 15,09 persen, sedangkan
kurang pangan, rentan pangan, dan rawan
pangan adalah sebesar 11,32 persen, 62,26
persen, dan 11,32 persen.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani kopi yaitu pendapatan rumah tangga
dan harga beras.
7 Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Petani Jagung di
Kecamatan Simpang
Kabupaten Ogan
Komering Ulu (OKU)
Selatan (Hernanda,
Indriani, dan Listiana,
2013).
1. Menganalisis
pendapatan usahatani
jagung dan tingkat
ketahanan pangan
rumah tangga petani
jagung.
2. Menganalisis faktor-
faktor yang
mempengaruhi
ketahanan pangan
rumah tangga petani
jagung.
1. Analisis
deskriptif
kualitatif dan
kuantitatif.
2. Analisis
statistik.
1. Ditinjau dari pangsa pengeluaran terdapat 50
RT (90%) tahan pangan dan ketahanan pangan
berdasarkan kecukupan pangan terdapat 15 RT
(25%) dengan kategori cukup sampai
kelebihan pangan sumber energi dan 29 RT
(48,33%) cukup sampai kelebihan pangan
sumber protein. Hasil klasifikasi silang antara
jumlah kecukupan energi dan pangsa
pengeluaran makanan diperoleh 11 RT tahan
pangan, 39 RT kurang pangan, 3 RT rentan
pangan dan 7 RT rawan pangan.
2. Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang
berpengaruh pada ketahanan rumah tangga
petani jagung di Kecamatan Simpang
menggunakan analisis regresi linier berganda 34
35
No Judul/Peneliti/Tahun Tujuan Penelitian Metode Analisis Hasil/Kesimpulan
diperoleh hasil bahwa hanya variabel jumlah
anggota keluarga dan pengeluaran pangan yang
memiliki pengaruh nyata pada tingkat ketahanan
pangan RT petani
8 Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi
Kerawanan Pangan
Rumah Tangga Miskin di
Desa Wiru Kecamatan
Bringin Kabupaten
Semarang (Sari dan
Prishardoyo, 2009).
1. Mengetahui faktor-
faktor yang
mempengaruhi
kerawanan pangan
rumah tangga miskin
di Desa Wiru
Kecamatan Bringin
Kabupaten Semarang
2. Mengetahui strategi
yang digunakan untuk
mengatasi kerawanan
pangan.
Analisis model
regresi berganda
bentuk OLS
Secara bersama-sama pendapatan, pendidikan dan
kepemilikan aset produktif berpengaruh terhadap
kerawanan pangan di Desa Wiru Kecamatan Bringin
Kabupaten Semarang.
Kontribusinya sebesar 52% dan sisanya 48% tidak
diteliti dalam penelitian ini. Besarnya koefisien
regresi parsial antara tingkat pendapatan dengan
kerawanan pangan di Desa Wiru sebesar -0253,
tingkat pendidikan sebesar -0531, kepemilikan aset
produktif sebesar -0,398. Hubungan diantara
variabel X dengan variabel Y adalah negatif. Selain
itu, strategi yang digunakan untuk mengatasi
kerawanan pangan adalah strategi horizontal.
koefisien regresi parsial antara tingkat pendapatan
dengan kerawanan pangan di Desa Wiru sebesar -
0253, tingkat pendidikan sebesar -0531, kepemilikan
aset produktif sebesar -0,398. Hubungan diantara
variabel X dengan variabel Y adalah negatif. Selain
itu, strategi yang digunakan untuk mengatasi
kerawanan pangan adalah strategi horizontal.
strategi yang digunakan untuk mengatasi kerawanan
pangan adalah strategi horizontal.
3
5
36
No Judul/Peneliti/Tahun Tujuan Penelitian Metode Analisis Hasil/Kesimpulan
9 Faktor Sosial Ekonomi
yang Berhubungan
Dengan Ketahanan
Pangan Rumah Tangga
Nelayan Perkotaan di
Surabaya (Sari dan
Andrias, 2013).
Mengetahui faktor yang
berhubungan dengan
ketahanan pangan rumah
tangga pada masyarakat
nelayan di Kelurahan
Sukolilo, Kecamatan
Bulak, Kota Surabaya.
Analisis dengan
metode
observasional
analitik
Faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan
ketahanan pangan rumah tangga nelayan perkotaan di
Kelurahan Sukolilo, Kecamatan Bulak, Kota
Surabaya adalah pendapatan per kapita per bulan dan
pengeluaran per kapita per bulan.
10 Kajian Faktor-Faktor
Sosial Ekonomi
Masyarakat Terhadap
Ketahanan Pangan Rumah
Tangga di Medan (Sinaga,
Lubis, dan Darus, 2014).
1. Menganalisis/mengkaji
faktor sosial ekonomi
yang mempengaruhi
pengeluaran pangan
dalam rumah tangga di
Medan.
2. Mengetahui tingkat
ketahanan pangan
dalam rumah tangga di
Medan berdasarkan
pangsa pengeluaran
pangan.
Analisis statistik
dengan regresi
linier berganda.
1. Secara serempak pendapatan keluarga, tingkat
pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, dan
jumlah beras raskin yang diterima mempengaruhi
pengeluaran pangan yang merupakan indikator
dari ketahanan pangan di Kota Medan dan secara
parsial, faktor-faktor tersebut berpengaruh
terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan
rumah tangga di Kota Medan. Sedangkan yang
memiliki pengaruh nyata dan negatif terhadap
pengeluaran pangan rumah tangga di Medan ialah
jumlah subsidi raskin yang diterima.
2. Sebanyak 88% dari rumah tangga dikategorikan
tahan pangan.
36
37
Kajian penelitian terdahulu digunakan sebagai referensi dan salah satu acuan pada
penelitian ini. Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu
dengan penelitian ini. Persamaan penelitian ini dengan 10 penelitian terdahulu
yang tercantum pada Tabel 5 adalah persamaan penelitian yang dilakukan yaitu
menganalisis tingkat ketahanan pangan serta faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat ketahanan pangan.
Perbedaan penelitian ini dengan 10 penelitian terdahulu yang tercantum pada
Tabel 5 yaitu pada penelitian ini, peneliti menganalisis tingkat ketahanan pangan,
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan, serta upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan tingkat ketahanan pangan, sedangkan pada
penelitian terdahulu hanya menganalisis tingkat ketahanan pangan dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya saja. Dalam menganalisis tingkat ketahanan
pangan digunakan indikator yang dikembangkan oleh Johnsson dan Toole yaitu
dengan melakukan klasifikasi silang antara pangsa pengeluaran pangan dengan
kecukupan energi untuk memperoleh empat kategori rumah tangga yang terdiri
dari rumah tangga tahan pangan, rentan pangan, kurang pangan dan rawan
pangan. Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan
pangan, peneliti menggunakan varian variabel bebas yang berbeda dari penelitian
terdahulu. Variabel bebas yang ditelti pengaruhnya terhadap tingkat ketahanan
pangan terdiri dari jumlah anggota rumah tangga (X1), tingkat pendidikan ibu
rumah tangga (X2), harga beras (X3), harga minyak goreng (X4), harga tepung
terigu (X5), harga gula (X6), pendapatan rumah tangga (X7) dan pengeluaran
pangan rumah tangga (X8). Pada penelitian ini, peneliti juga melakukan analisis
secara deskriptif kualitatif untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh
38
Pemerintah Daerah di lokasi penelitian dan rumah tangga nelayan untuk
meningkatkan tingkat ketahanan pangan rumah tangga nelayan yang menjadi
objek penelitian.
2.3 Kerangka Pemikiran
Pesisir merupakan wilayah yang sarat akan potensi kelautan, tetapi pada dasarnya
masyarakat pesisir yang sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai
nelayan masih identik dengan masalah kemiskinan. Menurut Kusnadi (2002), hal
yang menjadi akar dari masalah tersebut disebabkan oleh faktor alamiah, seperti
fluktuasi musim penangkapan dan struktur alam sumber daya ekonomi desa serta
faktor non alamiah, seperti keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan,
ketimpangan dalam sistem bagi hasil, tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja,
lemahnya jaringan pemasaran, belum berfungsinya koperasi nelayan, dan dampak
negatif kebijakan modernisasi perikanan.
Desa Sukajaya Lempasing merupakan desa yang terletak di wilayah pesisir
Kabupaten Pesawaran dengan sebagian besar masyarakatnya memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan tradisional. Produksi perikanan laut yang dihasilkan
oleh nelayan tidak menentu dan berfluktuasi setiap musimnya. Hal tersebut akan
mempengaruhi besar pendapatan yang diterima oleh nelayan, sehingga besar
pendapatan nelayan tidak memiliki jumlah yang pasti. Pendapatan yang diterima
dari usaha perikanan laut maupun pendapatan diluar usaha perikanan laut
merupakan pendapatan rumah tangga nelayan. Tingkat pendapatan rumah tangga
akan menentukan besar pangsa pengeluaran, semakin besar pendapatan rumah
tangga nelayan, maka semakin kecil proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk
39
pangan. Sebaliknya, semakin rendah pendapatan rumah tangga nelayan, maka
semakin besar proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan.
Pengeluaran digolongkan menjadi pengeluaran pangan dan pengeluaran non
pangan. Pengeluaran pangan suatu rumah tangga akan mempengaruhi pola
konsumsi rumah tangga, sehingga mempengaruhi kecukupan gizi yang diterima
oleh setiap anggota dalam suatu unit rumah tangga.
Tingkat ketahanan pangan rumah tangga dapat diketahui dengan menggunakan
indikator berupa klasifikasi silang antara pangsa pengeluaran pangan dan
kecukupan energi yang diterima dalam suatu unit rumah tangga. Berdasarkan
klasifikasi silang tersebut diperoleh empat kategori tingkat ketahanan pangan
yaitu, tahan pangan, kurang pangan, rentan pangan, dan rawan pangan. Jika
proporsi pengeluaran pangan rendah dan cukup mengonsumsi energi, maka suatu
unit rumah tangga berada dalam kondisi tahan pangan. Jika proporsi pengeluaran
pangan rendah dan kurang mengonsumsi energi, maka berada pada kondisi
kurang pangan. Jika proporsi pengeluaran pangan tinggi dan cukup mengonsumsi
energi, maka dalam kondisi rentan pangan. Jika proporsi pengeluaran pangan
tinggi dan kurang mengonsumsi energi, maka berada dalam kondisi rawan
pangan.
Tingkat ketahanan pangan terdiri dari tiga subsistem yaitu subsistem ketersediaan,
subsistem distribusi (akses pangan), dan subsistem konsumsi. Ketiga subsistem
tersebut harus terpenuhi secara utuh. Salah satu subsistem tidak terpenuhi, maka
suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik.
Ketersediaan pangan tinggi di tingkat nasional maupun regional tidak dapat
40
menjamin ketersediaan pangan yang tinggi juga di tingkat rumah tangga, oleh
karena itu perlu diketahui faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap
tingkat ketahanan pangan rumah tangga.
Faktor sosial ekonomi rumah tangga nelayan turut mempengaruhi tingkat
ketahanan pangan karena mempengaruhi akses pangan rumah tangga. Rumah
tangga dapat memenuhi kebutuhan konsumsi pangannya apabila akses terhadap
pangan tercapai dengan baik. Harga pangan mempengaruhi akses pangan rumah
tangga. Semakin tinggi harga pangan, maka akan menurunkan daya beli rumah
tangga dan berdampak pada menurunnya ketersediaan pangan rumah tangga,
sebaliknya apabila harga pangan rendah, maka akan meningkatkan daya beli
rumah tangga dan berdampak pada meningkatnya ketersediaan pangan rumah
tangga. Sama halnya dengan tingkat pendapatan yang turut mempengaruhi daya
beli dan akses rumah tangga dalam memenuhi kebutuhannya akan pangan. Akses
dan ketersediaan pangan rumah tangga tersebut akan mempengaruhi tingkat
kecukupan energi dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga. Tingkat
pendidikan ibu rumah tangga terkait dengan pengetahuan gizi ibu dalam memilih
bahan pangan yang baik untuk dikonsumsi agar mencukupi kebutuhan gizi setiap
anggota dalam rumah tangga. Selain itu, jumlah anggota rumah tangga akan
mempengaruhi ketersediaan pangan dalam rumah tangga. Jika diasumsikan
jumlah bahan pangan dalam suatu rumah tangga tetap, maka dengan semakin
banyaknya anggota dalam satu unit rumah tangga akan semakin sedikit jumlah
bahan pangan yang dapat dikonsumsi oleh tiap anggota rumah tangga.
Merujuk pada hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yuliana (2013),
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga nelayan
41
adalah besar anggota rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, dan pengetahuan
gizi ibu rumah tangga. Menurut hasil penelitian Anggraini (2014), faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani kopi
yaitu pendapatan rumah tangga dan harga beras. Menurut hasil penelitian
Hernanda (2013) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan
pangan rumah tangga petani hanya jumlah anggota keluarga dan pengeluaran
pangan, sedangkan menurut hasil penelitian Sinaga (2014), secara serempak
pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, dan
jumlah beras raskin yang diterima mempengaruhi pengeluaran pangan yang
merupakan indikator dari ketahanan pangan. Merujuk pada Badan Ketahanan
Pangan (2016), harga pangan di tingkat konsumen berpengaruh terhadap akses
pangan, rawan pangan, ketersediaan pasokan, permintaan, kelancaran distribusi
pangan, dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan rujukan
tersebut, maka pada penelitian ini faktor-faktor yang akan dianalisis pengaruhnya
terhadap tingkat ketahanan pangan rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya
Lempasing Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran adalah jumlah
anggota rumah tangga (X1), tingkat pendidikan ibu rumah tangga (X2), harga
beras (X3), harga minyak goreng (X4), harga tepung terigu (X5), harga gula (X6),
pendapatan rumah tangga (X7), dan pengeluaran pangan rumah tangga (X8).
Badan Ketahanan Pangan memiliki rencana strategis 2015 – 2019 sebagai upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan dan mencapai ketahanan pangan yaitu
melalui program peningkatan diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat
yang mencakup empat kegiatan utama yaitu: (1) pengembangan ketersediaan
pangan dan penanganan kerawanan pangan; (2) pengembangan sistem distribusi
42
dan stabilitas harga pangan; (3) pengembangan penganekaragaman konsumsi
pangan dan peningkatan keamanan pangan segar; (4) dukungan manajemen dan
teknis lainnya pada Badan Ketahanan Pangan. Selain menjadi tanggung jawab
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, perwujudan
ketahanan pangan juga menjadi tanggung jawab bersama, dimana pemerintah
berperan sebagai fasilitator dan masyarakat berperan sesuai kapasitas dan potensi
yang dimiliki oleh masing-masing kelompok dan individu. Paradigma penelitian
selengkapnya disajikan pada Gambar 2.
43
Gambar 2. Kerangka pemikiran analisis tingkat ketahanan pangan rumah tangga
nelayan di Desa Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk Pandan
Kabupaten Pesawaran
Keterangan:
: Dikaji dan dianalisis secara statistik kuantitatif
: Dikaji dan dianalisis secara deskriptif kualitatif
Ketahanan pangan rumah tangga nelayan
Ketersediaan
pangan
Distribusi
pangan
Konsumsi
pangan
Angka kecukupan
energi dan protein Aksesibilitas
pangan
Pangsa pengeluaran
pangan
Tingkat ketahanan
pangan rumah
tangga nelayan:
- Rawan pangan
- Rentan pangan
- Kurang pangan
- Tahan pangan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi:
1. Jumlah anggota rumah
tangga (X1)
2. Tingkat pendidikan ibu
rumah tangga (X2)
3. Harga beras (X3)
4. Harga minyak goreng
(X4)
5. Harga tepung terigu
(X5)
6. Harga gula (X6)
7. Pendapatan rumah
tangga (X7)
8. Pengeluaran pangan
rumah tangga (X8)
Upaya meningkatkan ketahanan pangan
rumah tangga nelayan
Pendapatan
Rumah
Tangga
44
2.4 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini yaitu diduga tingkat ketahanan pangan rumah tangga
nelayan di Desa Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten
Pesawaran dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga (X1), tingkat
pendidikan ibu rumah tangga (X2), harga beras (X3), harga minyak goreng (X4),
harga tepung terigu (X5), harga gula (X6), pendapatan rumah tangga (X7), dan
pengeluaran pangan rumah tangga (X8).
45
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Menurut
Wirartha (2005), metode survei merupakan cara pengumpulan data dari sejumlah
unit atau individu dalam kurun waktu yang bersamaan dari populasi besar maupun
kecil, dari data yang diperoleh tersebut dapat ditemukan kejadian-kejadian relatif,
distribusi, dan hubungan antar variabel.
3.2 Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian yang
digunakan dalam analisis untuk menjawab tujuan dalam penelitian ini. Berikut
definisi untuk memperjelas dan membatasi istilah-istilah pada masing-masing
variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
Nelayan adalah individu atau sekelompok orang yang mata pencahariannya
dengan menangkap ikan dan kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut.
Rumah tangga nelayan adalah semua orang yang berada di dalam satu unit
rumah tangga nelayan.
Ketahanan pangan adalah kondisi dimana rumah tangga mampu memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya, baik dari segi kuantitas maupun
46
kualitas serta tidak bertentangan dengan keyakinan dan budaya masyarakat
setempat secara berkelanjutan agar dapat hidup sehat, aktif, dan produktif. Pada
penelitian ini, pengukuran tingkat ketahanan pangan rumah tangga nelayan diukur
dengan indikator klasifikasi silang antara pangsa pengeluaran pangan dan
kecukupan energi.
Aksesibilitas pangan adalah kemampuan rumah tangga dalam memperoleh
kebutuhan pangan untuk mencapai kondisi kecukupan pangan. Merujuk pada
Hanani (2012) indikator aksesibilitas pangan terdiri dari stabilitas harga pangan,
akses terhadap sistem informasi pangan dan kewaspadaan pangan, pengeluaran
untuk pangan, dan akses terhadap transportasi. Pada penelitian ini, aksesibilitas
pangan dikaji dan dianalis secara deskriptif kualitatif.
Pengeluaran pangan adalah besarnya pengeluaran yang dikeluarkan untuk
konsumsi pangan seluruh anggota rumah tangga yang diukur dalam satuan rupiah
per bulan (Rp/bulan).
Pangsa pengeluaran pangan adalah proporsi pengeluaran yang dikeluarkan
untuk konsumsi pangan dari pengeluaran total rumah tangga (pangan dan non
pangan) yang diukur dalam persen.
Pengeluaran total adalah besarnya jumlah pengeluaran rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan yang diukur dalam satuan rupiah
per bulan (Rp/bulan).
Angka kecukupan energi dan protein adalah sejumlah energi dan protein yang
dibutuhkan setiap individu untuk dapat hidup sehat. Dalam penelitian ini
digunakan standar kecukupan energi dan protein menurut kelompok umur, jenis
47
kelamin, dan berat badan. Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
(WNPG) X tahun 2012, syarat kecukupan konsumsi energi dan protein yang
dianjurkan adalah 2.150 kkal/kapita/hari dan 57 gram/kapita/hari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan adalah
karakteristik rumah tangga nelayan yang diduga mempengaruhi tingkat ketahanan
pangan rumah tangga. Faktor-faktor tersebut meliputi jumlah anggota rumah
tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, harga beras, harga minyak goreng,
harga tepung, harga gula, pendapatan rumah tangga dan pengeluaran pangan
rumah tangga.
Jumlah anggota rumah tangga adalah jumlah tanggungan dalam suatu unit
rumah tangga yang diukur dalam satuan orang.
Tingkat pendidikan ibu rumah tangga adalah jenjang pendidikan formal yang
ditempuh oleh ibu rumah tangga dan menunjukkan tingkat pengetahuan serta
wawasan ibu rumah tangga. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga diukur dalam
satuan tahun sukses.
Harga beras adalah jumlah uang yang dikeluarkan rumah tangga untuk membeli
beras yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Harga minyak goreng adalah jumlah uang yang dikeluarkan rumah tangga untuk
membeli minyak goreng yang diukur dalam satuan rupiah per liter (Rp/liter).
Harga tepung terigu adalah jumlah uang yang dikeluarkan rumah tangga untuk
membeli tepung terigu yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
48
Harga gula adalah jumlah uang yang dikeluarkan rumah tangga untuk membeli
gula yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Pendapatan rumah tangga adalah seluruh pendapatan yang diterima oleh
keluarga nelayan, baik dari kegiatan usaha ikan tangkap maupun kegiatan di luar
usaha ikan tangkap yang diukur dalam satuan rupiah per bulan (Rp/bulan).
Upaya meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga nelayan adalah semua
kebijakan dan program yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah di tingkat desa,
kecamatan, dan kabupaten, serta upaya yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan
untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga nelayan. Upaya
meningkatkan ketahanan pangan pada penelitian ini dianalisis secara deskriptif
kualitatif dengan alat bantu kuesioner.
3.3 Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk
Pandan Kabupaten Pesawaran. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive),
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Kabupaten Pesawaran memiliki angka tertinggi rumah tangga nelayan di
Provinsi Lampung, yaitu sebesar 1.871 rumah tangga dengan persentase
sebesar 25,14% (Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2016).
2. Kecamatan Teluk Pandan menjadi fokus wilayah penelitian dengan
pertimbangan bahwa Kecamatan Teluk Pandan memiliki hasil produksi
tertinggi perikanan tangkap yang diperoleh dari subsektor perikanan laut
yaitu sebesar 4.597,89 ton pada tahun 2015 dan mengalami jumlah
49
peningkatan hasil produksi tertinggi dari tahun 2014 ke tahun 2015 yaitu
sebesar 2574,14 ton, bila dibandingkan dengan kecamatan lain (Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran, 2016). Kecamatan Teluk
Pandan juga memiliki tingkat kemiskinan sebesar 68,74% berdasarkan
kategori keluarga pra-sejahtera dan keluarga sejahtera I (Kecamatan Teluk
Pandan, 2017).
3. Penelitian ini dikonsentrasikan pada satu desa, yaitu desa Sukajaya
Lempasing dengan pertimbangan bahwa Desa Sukajaya Lempasing terletak
di wilayah pesisir Kabupaten Pesawaran dengan sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian sebagai nelayan serta memiliki tingkat kemiskinan
sebesar 45,13% berdasarkan kategori keluarga pra-sejahtera dan keluarga
sejahtera I (Kecamatan Teluk Pandan, 2017).
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh anggota rumah tangga nelayan
sampel di Desa Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten
Pesawaran. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
acak sederhana (simple random sampling) menggunakan alat bantu tabel bilangan
acak Gomez dengan menjatuhkan pensil ke atasnya untuk memperoleh nomor
urut acak guna menentukan responden terpilih yang terdaftar dalam kerangka
sampling. Jumlah nelayan di Desa Sukajaya Lempasing pada bulan November
2017 diketahui sebanyak 335 nelayan. Menurut Arikunto (1996), apabila populasi
kurang dari 100 orang, maka sampel diambil secara keseluruhan, sedangkan
populasi di atas 100, maka sampel dapat diambil 10% - 15% dari populasi.
Berdasarkan pada penjelasan tersebut, maka penentuan jumlah samperl nelayan di
50
Desa Sukajaya Lempasing ditetapkan dengan menggunakan perhitungan sebagai
berikut:
n = 15% x N
n = 0,15 x 335
n = 50,25 (dibulatkan menjadi 51)
Keterangan:
N = Jumlah populasi
n = Jumlah sampel
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka diperoleh jumlah sampel yang akan
diteliti yaitu sebanyak 51 rumah tangga nelayan. Seluruh sampel yang diambil
dianalisis tingkat ketahanan pangan rumah tangganya berdasarkan indikator
klasifikasi silang pangsa pengeluaran pangan dan angka kecukupan energi, tingkat
kecukupan protein, faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah
tangga, dan upaya untuk meningkatkan tingkat ketahanan pangan di lokasi
peneltian. Penelitan ini mulai dari tahap pengumpulan data primer dan
pengolahan serta analisis data dilakukan selama empat bulan yang dimulai pada
bulan Februari 2018 sampai dengan bulan Mei 2018.
3.4 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dengan cara melakukan
wawancara dengan alat bantu kuesioner. Data sekunder merupakan data yang
didapatkan dari dokumen-dokumen tertulis yang diperoleh dari instansi yang
terdiri dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Pesawaran, Kantor Kecamatan Teluk Pandan, dan
Pemerintah Desa Sukajaya Lempasing.
51
Metode pengumpulan data primer pada penelitian ini dilakukan dengan cara
mewawancarai responden terkait pertanyaan-pertanyaan yang tercantum pada
kuesioner. Responden yang diwawancarai adalah rumah tangga nelayan yaitu
keluarga yang memiliki kepala keluarga berprofesi sebagai nelayan. Data primer
yang dikumpulkan terdiri dari:
1. Keterangan rumah tangga, meliputi nama anggota rumah tangga, jumlah
anggota rumah tangga, tingkat pendidikan, serta pendapatan rumah tangga
2. Pengeluaran rumah tangga, meliputi pengeluaran pangan dan non pangan.
3. Data konsumsi pangan rumah tangga yang diperoleh dengan metode
mengingat kembali (Recall) 2 x 24 jam yang dilakukan pada hari yang tidak
berurutan untuk menghindari besarnya kemungkinan mengonsumsi menu
yang sama dalam waktu yang berurutan (Indriani, 2015).
4. Data jenis kelamin, usia dan berat badan tiap anggota rumah tangga.
3.5 Alat Analisis Data
3.5.1 Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan
Pengukuran tingkat ketahanan pangan rumah tangga nelayan diukur dengan
indikator klasifikasi silang antara pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan
energi berdasarkan Johnson dan Toole (1991) yang diadopsi oleh Maxwell, et al
(2000). Hasil dari klasifikasi silang antara dua indikator ketahanan pangan
tersebut menghasilkan klasifikasi tingkat ketahanan pangan sebagai berikut:
a. Rumah tangga tahan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan rendah
(< 60% pengeluaran rumah tangga) dan cukup mengkonsumsi energi
52
(> 80% dari syarat kecukupan energi).
b. Rumah tangga kurang pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan rendah
(< 60% pengeluaran rumah tangga) dan kurang mengonsumsi energi (≤ 80%
dari syarat kecukupan energi).
c. Rumah tangga rentan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan tinggi
(≥ 60% pengeluaran rumah tangga) dan cukup mengonsumsi energi
(> 80% dari syarat kecukupan energi).
d. Rumah tangga rawan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan tinggi
(≥ 60% pengeluaran rumah tangga) dan tingkat konsumsi energinya kurang
(≤ 80% dari syarat kecukupan energi).
Pangsa pengeluaran pangan merupakan proporsi pengeluaran pangan terhadap
total pengeluaran rumah tangga yang dirumuskan sebagai berikut:
PPP =
× 100%
Keterangan:
PPP : Pangsa pengeluaran pangan (%)
PP : Pengeluaran untuk belanja pangan (Rp/bulan)
T : Total pengeluaran rumah tangga (Rp/bulan)
Data konsumsi pangan rumah tangga yang diperoleh melalui food recall 2 x 24
jam pada hari yang tidak berurut dihitung kandungan energinya, kemudian dirata-
rata dalam satuan hari. Dalam Perdana dan Hadinsyah (2013) jumlah kandungan
energi dari berbagai jenis bahan pangan yang dikonsumsi rumah tangga dapat
diketahui dengan melakukan penghitungan kandungan gizi bahan makanan yang
dirumuskan sebagai berikut:
53
Gj = ( j
x
ddj
x KGj
Keterangan:
Gj (A) : Jumlah energi atau protein yang dikonsumsi dari pangan j (energi dalam
satuan kilokalori (kkal) dan protein dalam satuan gram)
BPj : Berat dari pangan j yang dikonsumsi (gram)
KGij : kandungan energi atau protein per 100 gram pangan j yang dikonsumsi
(energi dalam satuan kkal dan protein dalam satuan gram)
Bddj : Bagian yang dapat dimakan dari 100 gram pangan j (%)
Dalam Hardinsyah dan Martianto (1989) Angka Kecukupan Energi (AKE)
individu yang dianjurkan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
AKE-i = aktual kg)
standar kg)) x AKE standar
Keterangan:
AKE-i : Angka kecukupan energi
BB aktual : Berat badan aktual
BB standar : Berat badan standar
AKE standar : Angka kecukupan energi dalam tabel kecukupan gizi yang
dianjurkan berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi X tahun 2012
AKE-RT : ∑AKE-i
Dilanjutkan dengan melakukan penghitungan tingkat kecukupuan konsumsi
energi dan protein secara kuantitatif yang merupakan persentase asupan energi
riil yang dikonsumsi oleh rumah tangga terhadap angka kecukupan energi yang
dianjurkan dalam satuan persen. Dalam Perdana dan Hardinsyah (2013), tingkat
kecukupan energi dan protein dirumuskan sebagai berikut:
TKE = onsumsi nergi )
yang dianjurkan x 100%
TKP = onsumsi rotein )
yang dianjurkan x 100%
54
Keterangan:
TKE : Tingkat kecukupan energi rumah tangga
TKP : Tingkat kecukupan protein rumah tangga
∑ Konsumsi Energi (A) : Jumlah konsumsi energi rumah tangga (kkal/hari)
∑ Konsumsi Protein (A) : Jumlah konsumsi energi rumah tangga (kkal/hari)
3.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Nelayan
Regresi ordinal logit digunakan untuk menjawab tujuan kedua. Analisis ini
digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel jumlah anggota keluarga (X1),
tingkat pendidikan ibu rumah tangga (X2), harga beras (X3), harga minyak goreng
(X4), harga tepung terigu (X5), harga gula (X6), pendapatan rumah tangga (X7),
dan pengeluaran pangan rumah tangga (X8) terhadap tingkat ketahanan pangan
rumah tangga nelayan.
Model logit dinyatakan sebagai:
Pi = F(Zi) = F (α + βXi)
Pi = 1/(1 + e-Zi
)
Pi = 1/(1 + e-(α + βXi)
)
Jika kedua sisi persamaan dikalikan 1 + e-Zi
maka diperoleh:
(1 + e-Zi
) Pi = 1
e-Zi
= 1/Pi – 1 =
karena e-Zi
= 1/eZi
maka:
55
e-Zi =
(rasio odds)
Log
= Zi = α + βXi (bentuk log dari rasio odds)
e = bilangan natural dengan nilai 2,718
berdasarkan model di atas, persamaan regresi dinyatakan sebagai berikut:
Pi = F (Zi)
= F (α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + β7 X7 + β8 X8 + e)
Dimana untuk mencari Zi menggunakan rumus:
Zi = Ln [
] = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4+ β5 X5 + β6 X6 + β7 X7 + β8 X8 +e
Keterangan:
Zi : Peluang Z1 = Z(Y=4) untuk rumah tangga nelayan tahan pangan
Peluang Z2 = Z(Y=3) untuk rumah tangga nelayan kurang pangan
Peluang Z3 = Z(Y=2) untuk rumah tangga nelayan rentan pangan
Peluang Z4 = Z(Y=1) untuk rumah tangga nelayan rawan pangan
Pi = Peluang nelayan untuk menentukan tingkat ketahanan pangan bila Xi
diketahui
α : Intersep
β1 – β8 : Koefisien variabel bebas
X1 : Jumlah anggota rumah tangga (orang)
X2 : Tingkat pendidikan ibu rumah tangga (tahun sukses)
X3 : Harga beras (Rp/kg)
X4 : Harga minyak goreng (Rp/liter)
X5 : Harga tepung terigu (Rp/kg)
X6 : Harga gula (Rp/kg)
X7 : Pendapatan rumah tangga (Rp/bulan)
X8 : Pengeluaran pangan rumah tangga (Rp/bulan)
e : Error term
Estimasi model logit menggunakan uji Likelihood Ratio (LR) untuk mengetahui
tingkat pengaruh seluruh variabel independen secara bersama-sama terhadap
variabel dependen (Purwaningsih, 2011).
56
H0 : β = 0 berarti semua variabel independen secara bersama-sama tidak
mempengaruhi variabel dependen
H1 : β ≠ 0 berarti semua variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi
variabel dependen
Selanjutnya dilakukan Uji Wald, untuk menguji pengaruh secara individu variabel
independen terhadap variabel dependen (Purwaningsih, 2011). Hipotesis dalam
Uji Wald ini adalah:
H0 = variabel independen yang diuji secara individu tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel dependen dimana a
aa = ..... = an = 0 (tidak signifikan)
H1 = variabel independen yang diuji secara individu berpengaruh nyata terhadap
variabel dependen dimana terdapat i yang merupakan a ≠ 0 (signifikan)
H0 akan ditolak atau diterima dapat dilihat dari nilai Z-stat pada masing-masing
variabel independen dibandingkan dengan tingkat nyata (a). Jika Z-stat < a, maka
H0 ditolak dan jika Z-stat > a, maka H0 diterima.
Langkah selanjutnya dilakukan uji Goodness of Fit, untuk mengetahui seberapa
baik model dalam menjelaskan hubungan antara variabel dependen dengan
variabel independennya.
Dari persamaan
= e
α+βXi, probabilitas munculnya kejadian A maka nilai x
adalah 1, sehingga nilai odd kejadian A = eα + β
, sedangkan odd tidak munculnya
kejadian A atau x bernilai 0 sehingga nilai odd kejadian A = eα
57
Besar OR =
= e
β
eβ
dinyatakan sebagai persentase perubahan odd dari nilai awalnya atau setiap
perubahan satu satuan variabel bebas menyebabkan munculnya nilai odd sebesar
eβ
kali nilai sebelumnya. Jika nilai β adalah nol maka nilai O = , berarti tidak
terjadi perubahan odd sama sekali atau variabel bebas tidak berpengaruh secara
signifikan.
Dalam penelitian ini, tingkat ketahanan pangan rumah tangga nelayan
dikategorikan menjadi empat tingkat ketahanan pangan. Dengan empat kategori
tingkat ketahanan pangan, maka terdapat tiga konstanta, yaitu konstanta 2 untuk
rumah tangga nelayan rentan pangan, konstanta 3 untuk rumah tangga nelayan
kurang pangan, dan konstanta 4 untuk rumah tangga nelayan tahan pangan dan
satu konstanta yaitu konstanta 1 yang berperan sebagai pembanding yaitu rawan
pangan.
3.5.3 Analisis Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan
Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan ketiga. Analisis
deskriptif kualitatif dilakukan dengan menelaah upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah di lokasi penelitian untuk meningkatkan ketahanan pangan
dan partisipasi responden dalam upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
tersebut, selain itu juga upaya dari rumah tangga nelayan sendiri dalam mengatasi
masalah pangan yang dihadapi dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
ketahanan pangan rumah tangganya. Analisis ini dilakukan dengan
mewawancarai responden secara langsung dengan alat bantu kuesioner.
58
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Pesawaran
4.1.2 Keadaan Geografis
Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu dari 15 kabupaten/kota yang berada
di Provinsi Lampung. Posisi Kabupaten Pesawaran secara geografis terletak di
antara 105o – 105
o 2 ’ Lintang Selatan dan
o ’ – 103
o 4 ’ ujur imur.
Secara administratif luas wilayah Kabupaten Pesawaran adalah 1.173,77 km2
.
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2007 wilayah administrasi Kabupaten Pesawaran
memiliki batas-batas sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kalirejo, Kecamatan
Bangunrejo, Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Kecamatan Trimurjo Kabupaten
Lampung Tengah;
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Lampung Kecamatan Kelumbayan
dan Kecamatan Cukuh Balah Kabupaten Tanggamus;
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan, Kecamatan Kemiling dan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota
Bandar Lampung;
59
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Adiluwih, Kecamatan
Sukoharjo, Kecamatan Gadingrejo, dan Kecamatan Pardasuka Kabupaten
Pringsewu.
4.1.3 Keadaan Administratif
Secara adminstratif, saat ini Kabupaten Pesawaran terdiri dari 11 kecamatan dan
144 desa. Kecematan di Kabupaten Pesawaran meliputi Kecamatan Padang
Cermin, Kecamatan Punduh Pidada, Kecamatan Kedondong, Kecamatan Way
Lima, Kecamatan Gedong Tataan, Kecamatan Negeri Katon, Kecamatan
Tegineneng, Kecamatan Marga Punduh, Kecamatan Way Khilau, Kecamatan
Way Ratai, dan Kecamatan Teluk Pandan.
Kabupaten Pesawaran terdiri dari pulau besar dan kecil, dengan Pulau Legundi,
Pulau Pahawang dan Pulau Kelagian sebagai pulau terbesarnya. Kabupaten
Pesawaran memiliki beberapa gunung, gunung tertinggi adalah Gunung Way
Ratai dan Gunung Pesawaran yang memiliki ketinggian 1.681 meter dari
permukaan laut (mdpl).
4.1.4 Keadaan Topografi dan Iklim
Topografi wilayah bervariasi antara dataran rendah dan dataran tinggi yang
sebagian merupakan daerah berbukit sampai bergunung dengan ketinggian dari
permukaan laut antara 19 meter sampai dengan 162 meter. Suhu udara relative
sama dengan daerah-daerah pinggiran pantai lainnya di Indonesia yaitu
maksimum berkisar antara 32,9 – 34 oC dan suhu udara minimum antara 22 –
23,3 oC dengan rata-rata suhu udaranya adalah 26,8
oC. Kabupaten Pesawaran
60
memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 152,98 mm3/bulan dengan rata-
rata kelembapan adalah 78,06 persen per bulan.
4.1.5 Keadaan Umum Wilayah Perikanan dan Usaha Ikan Tangkap
Dilansir dari situs resmi Pemerintah Kabupaten Pesawaran (2017), Kabupaten
Pesawaran memiliki garis pantai sepanjang 96 km, meliputi pantai Teluk
Lampung dan 37 pulau serta masih berpotensi untuk dikembangkan terutama di
Kecamatan Teluk Pandan, Kecamatan Marga Punduh, Kecamatan Punduh Pidada
dan Kecamatan Padang Cermin. Total hasil tangkapan ikan laut sebanyak
11.620,40 ton. Potensi perikanan tangkap di Kabupaten Pesawaran cukup tinggi
yaitu sebesar 25,230 ton. Armada penangkapan ikan yang biasa digunakan oleh
nelayan adalah jukung, perahu, kapal motor tempel, dan kapal motor.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2017), Kabupaten
Pesawaran memiliki jumlah rumah tangga perikanan tangkap yang terdiri dari
perikanan laut dan perairan umum. Khusus perikanan laut Kabupaten Pesawaran
memiliki jumlah rumah tangga tertinggi di Provinsi Lampung dengan jumlah
1.871 rumah tangga. Angka ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan
dari jumlah rumah tangga perikanan laut tahun 2015 yaitu sebesar 927 rumah
tangga.
4.1.6 Keadaan Umum Konsumsi Pangan
Situasi konsumsi pangan penduduk Kabupaten Pesawaran secara agregat belum
memenuhi kecukupan. Berdasarkan data dari Dinas Ketahanan Pangan
Kabupaten Pesawaran (2017), rata-rata konsumsi energi adalah sebesar 1919,7
kkal/kap/hari atau sebesar 96,0 persen dari Angka Kecukupan Energi (AKE).
61
Pada kelompok pangan padi-padian, konsumsi penduduk Kabupaten Pesawaran
mencapai 1022,5 kkal/kap/hari, umbi-umbian 35,4 kkal/kap/hari, pangan hewani
208,3 kkal/kap/hari, minyak dan lemak 455,2 kkal/kap/hari, buah/biji berminyak
21,3 kkal/kap/hari, kacang-kacangan 62,48 kkal/kap/hari, gula 34,6 kkal/kap/hari,
sayur dan buah 66,9 kkal/kap/hari, dan pangan lain-lain 13,1 kkal/kap/hari.
Kombinasi pangan yang dikonsumsi penduduk Kabupaten Pesawaran belum
berimbang antara kelompok pangan sumber zat gizi karbohidrat, protein, vitamin,
dan mineral dengan zat gizi lainnya. Jika dibandingkan dengan target konsumsi
pangan tahun 2017 dan standar konsumsi pangan harapan, pada umumnya masih
rendah, hanya kelompok pangan padi-padian dan pangan minyak dan lemak yang
mencapai angka konsumsi lebih tinggi dari target sasaran, sedangkan tujuh
kelompok pangan lainnya masih rendah.
4.1.7 Keadaan Umum Konsumsi Wilayah Perikanan
Berdasarkan data dari Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Pesawaran (2017),
konsumsi pangan penduduk Kabupaten Pesawaran, khususnya wilayah perikanan
belum memenuhi kecukupan dan lebih rendah dari situasi pangan Kabupaten
Pesawaran secara agregat. Rata-rata konsumsi energi wilayah perikanan hanya
sebesar 1863,8 kkal/kap/hari. Pada kelompok pangan padi-padian, konsumsi
penduduk wilayah perikanan mencapai 941,0 kkal/kap/hari, umbi-umbian 31,8
kkal/kap/hari, pangan hewani 164,3 kkal/kap/hari, minyak dan lemak 467,5
kkal/kap/hari, buah/biji berminyak 42,6 kkal/kap/hari, kacang-kacangan 72,3
kkal/kap/hari, gula 47,0 kkal/kap/hari, sayur dan buah 79,8 kkal/kap/hari, dan
pangan lain-lain 17,7 kkal/kap/hari.
62
4.2 Gambaran Umum Kecamatan Teluk Pandan
Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Pesawaran Nomor 12 Tahun 2014
tentang Pemekaran Kecamatan Padang Cermin, Kecamatan Teluk Pandan
merupakan salah satu dari tiga kecamatan hasil pemekaran Kecamatan Padang
Cermin. Gambar batas wilayah Kecamatan Teluk Pandan di peta Kabupaten
Pesawaran ditunjukkan pada pesisir wilayah daerah berwarna hijau pada
Gambar 3.
Gambar 3. Peta batas wilayah kecamatan di Kabupaten Pesawaran
Kecamatan Teluk Pandan diresmikan pada tanggal 8 November 2014 dengan luas
wilayah 18.153 Ha dan berada pada ketinggian 6 – 1.400 mdpl. Kecamatan Teluk
Pandan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Utara Kota Bandar
Lampung
63
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota
Bandar Lampung
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Cermin
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Hutan Kawasan
Kecamatan Teluk Pandan terdiri dari sepuluh desa yaitu Desa Batu Menyan, Desa
Cilimus, Desa Gebang, Desa Hanura, Desa Hurun, Desa Munca, Desa Sidodadi,
Desa Talang Mulya, Desa Tanjung Agung, dan Desa Sukajaya Lempasing.
Jumlah penduduk Kecamatan Teluk Pandan adalah sebanyak 39.611 jiwa dengan
19.770 penduduk laki-laki dan 19.841 penduduk perempuan dan terdiri dari
10.349 KK/rumah tangga.
Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Teluk Pandan pada tahun 2014
tercatat terdapat 1 unit puskesmas yang terletak di Desa Hanura dan 29 unit
posyandu. Sebagian besar lahan di Kecamatan Teluk Pandan digunakan sebagai
lahan pertanian. Lahan pertanian didominasi oleh tanaman perkebunan, lalu
disusul dengan tanaman palawija dan hortikultura, sisanya digunakan sebagai
pemukiman masyarakat. Wilayah pesisir sebagian besar digunakan sebagai objek
wisata bahari dan kegiatan usaha ikan tangkap. Berdasarkan data Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Pesawaran (2016), pada tahun 2015 kegiatan usaha ikan
tangkap di Kecamatan Teluk Pandan memiliki hasil produksi tertinggi perikanan
tangkap yang diperoleh dari subsektor perikanan laut yaitu sebesar 4.597,89 ton.
64
4.3 Gambaran Umum Desa Sukajaya Lempasing
4.3.1 Keadaan Geografis dan Adminstratif
Desa Sukajaya Lempasing adalah salah satu desa dari sepuluh desa yang ada di
Kecamatan Teluk Pandan. Desa Sukajaya Lempasing terdiri dari delapan dusun,
dimana Dusun Batu Menyan Baru dan Dusun Mutun merupakan pusat usaha ikan
tangkap. Batas wilayah Desa Sukajaya Lempasing dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Peta batas wilayah Desa Sukajaya Lempasing
Desa Sukajaya Lempasing secara administratif memiliki batas-batas sebagai
berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Timur Kota
Bandar Lampung
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Teluk Betung
c. Sebelah Barat Desa Munca Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran
65
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Hurun Kecamatan Teluk Pandan
Kabupaten Pesawaran
Desa Sukajaya Lempasing terdiri dari wilayah pesisir, pegunungan dan perbukitan
dengan ketinggian rata-rata 250 – 300 meter diatas permukaan laut. Desa
Sukajaya Lempasing memiliki dua iklim yaitu iklim kemarau dan penghujan
dengan curah hujan rata-rata 2.000 – 3.000 mdl.
4.3.2 Keadaan Demografi
Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2017, Desa Sukajaya Lempasing
mempunyai jumlah penduduk sejumlah 6.973 jiwa dengan jumlah penduduk laki-
laki 3.525 jiwa dan perempuan 3.448 jiwa. Pada tahun 2016, jumlah penduduk di
Desa Sukajaya Lempasing sebesar 6.773 jiwa, hal ini mengindikasikan terjadi
peningkatan jumlah penduduk sebesar 200 jiwa dalam satu tahun. Perkembangan
jumlah penduduk Desa Sukajaya Lempasing dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Penduduk di Desa Sukajaya Lempasing tahun 2016 – 2017.
No Tahun Jumlah Penduduk
Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa)
1 2016 3.405 3.368
2 2017 3.525 3.448
Sumber: Monografi Desa Sukajaya Lempasing (2018)
Terdapat 1.901 kepala keluarga (KK) di Desa Sukajaya Lempasing. Sebaran KK
berdasarkan tingkat kesejahteraan, dimana terdapat 458 KK tergolong dalam
kategori keluarga pra-sejahtera (KPS) dan 400 KK tergolong dalam kategori
keluarga sejahtera I (KS-I). BKKBN mengelompokkan KPS dan KS-I sebagai
66
keluarga miskin. Sebaran jumlah KK berdasarkan tingkat kesejahteraan dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sebaran jumlah KK di Desa Sukajaya Lempasing berdasarkan tingkat
kesejahteraan tahun 2017.
No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (jiwa)
1 Keluarga Pra-Sejahtera 458
2 Keluarga Sejahtera I 400
3 Keluarga Sejahtera II 422
4 Keluarga Sejahtera III 0
5 Keluarga Sejahtera III plus 621
Jumlah 1.901
Sumber: Monografi Desa Sukajaya Lempasing (2018)
4.3.3 Keadaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan fasilitas penunjang yang ditujukan untuk
memperlancar kegiatan desa. Sarana dan prasarana yang ada di Desa Sukajaya
Lempasing terdiri dari:
a. Sarana pendidikan
Sarana pendidikan di Desa Sukajaya Lempasing dapat dikatakan belum
memadai karena hanya terdapat satu unit Taman Kanak-Kanak (TK), dua unit
Sekolah Dasar (SD), dan tiga unit MTS untuk pendidikan formal, sedangkan
untuk pendidikan khusus terdapat satu unit pondok pesantren dan tiga unit
madrasah. Pada desa ini belum ada lembaga pendidikan berupa Sekolah
Menengah Pertama (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan
perguruan tinggi serta Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk anak berkebutuhan
khusus.
67
b. Sarana ekonomi dan umum
Sarana ekonomi yang ada di Desa Sukajaya Lempasing kurang memadai
karena hanya terdapat satu unit pasar dan beberapa toko/warung yang
menyediakan kebutuhan sehari-hari. Terdapat pula sarana berupa BPP yang
merupakan lembaga penyuluhan pertanian milik pemerintah tingkat
kecamatan yang berlokasi dekat dari balai desa tersebut, akan tetapi
keberadaan BPP belum dapat dirasakan manfaatnya karena belum
dimanfaatkan dengan baik, kurangnya intensitas penyelenggaraan penyuluhan
dan kesadaraan untuk mengikuti kegiatan penyuluhan yang diselenggarakan
menjadi faktor penyebabnya. Sarana umum merupakan fasilitas desa yang
menunjang kegiatan keagamaan dan kesehatan penduduk desa. Fasilitas
tersebut terdiri dari satu unit balai desa, tiga unit puskesmas, enam unit masjid
dan sembilan unit musala
c. Sarana transportasi dan komunikasi
Sebagian besar penduduk Desa Sukajaya Lempasing mempunyai kendaraan
roda dua untuk menunjang aktivitasnya, selain itu terdapat pula angkutan desa
sebagai sarana transportasi umum. Sebagian besar penduduk desa juga telah
menggunakan telepon genggam sebagai alat komunikasi, hal ini karena belum
ada sarana telepon kabel di desa tersebut.
4.3.4 Keadaan Umum Nelayan Ikan Tangkap
Desa Sukajaya Lempasing memiliki wilayah pesisir yang sebagian besar
digunakan sebagai objek wisata bahari dan kegiatan perikanan usaha ikan
tangkap. Sebagian besar penduduk Desa Sukajaya Lempasing yang berprofesi
sebagai nelayan adalah nelayan pendatang yang menggantungkan kehidupannya
68
di usaha ikan tangkap untuk memperoleh pendapatan guna memenuhi kebutuhan
sehari-hari, hanya sebagian kecil nelayan yang melakukan pekerjaan tambahan
untuk memperoleh pendapatan tambahan. Pekerjaan tambahan yang umum
dilakukan oleh nelayan dan anggota rumah tangga nelayan di Sukajaya
Lempasing adalah bekerja sebagai pengerajin ikan fillet, pengerajin ikan asin,
buruh di tempat pelelangan ikan (TPI) Lempasing, dan berdagang.
Nelayan di Desa Sukajaya Lempasing menggunakan beberapa jenis kapal yaitu
purse, cantrang, payang, bagan, dan jukung. Alat tangkap yang digunakan oleh
nelayan tergolong sederhana, yakni jaring, perangkap, sero, bubu, bagan, dan
pancing. Sebagian besar nelayan di Desa Sukajaya Lempasing menggunakan
kapal di bawah 5 GT. Kapal di bawah 5 GT adalah kapal yang belum
memerlukan surat perizinan dalam beroperasi. Mayoritas nelayan di Desa
Sukajaya Lempasing menggunakan alat tangkap berupa jaring insang hanyut, ada
pula sejumlah nelayan selam yang menggunakan panah atau tombak sebagai alat
tangkap. Nelayan selam menangkap ikan dengan cara menyelam dan menombak
hasil tangkapannya, umumnya hasil tangkapan nelayan selam adalah ikan karang
yang terdapat di dasar laut.
Pola melaut tiap nelayan berbeda-beda, tergantung pada jenis kapal, alat tangkap
yang digunakan, dan hasil tangkapan. Pada umumnya, nelayan melaut selama
satu hari, mulai dari sore hari sampai dengan dini hari, akan tetapi beberapa
nelayan ada pula yang memerlukan waktu tiga hari atau lebih setiap melaut.
Beberapa nelayan di Desa Sukajaya Lempasing tergabung dalam Kelompok
Usaha ersama ( U ) “Maju ersama” yang merupakan kelompok perikanan
yang dibina oleh UPT Dinas Kelautan dan Perikanan Kecamatan Teluk Pandan.
122
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Mayoritas rumah tangga nelayan di Desa Sukajaya Lempasing tergolong
dalam kategori kurang pangan (68,63%), sisanya 13,73%rumah tangga
tergolong dalam kategori tahan pangan, 5,88% rumah tangga tergolong
dalam kategori rentan pangan, dan 11,76% rumah tangga tergolong dalam
kategori rawan pangan.
2. Faktor yang berpengaruh positif terhadap tingkat ketahanan pangan rumah
tangga nelayan di Desa Sukajaya Lempasing yaitu tingkat pendidikan ibu
rumah tangga dan faktor yang berpengaruh negatif terhadap tingkat
ketahanan pangan adalah pengeluaran pangan rumah tangga.
3. Upaya dari pemerintah terdiri dari kegiatan pemantauan ketersediaan pangan
dan cadangan pangan serta pengembangan distribusi dan stabilitas harga
pangan, pengembangan penganekaragaman konsumsi dan keamanan
pangan, program PKH dan raskin. Upaya dari rumah tangga nelayan yaitu
dengan cara meminjam bahan pangan (92,16%) dan mengubah pola
makannya dengan cara menurunkan kualitas pangan yang dikonsumsi,
mengurangi porsi makan, atau mengurangi porsi makanan orang dewasa
123
untuk anak (7,84%). Keseluruhan responden yang meminjam bahan pangan
diantaranya 31,91% juga mengubah pola makan, 4,26% akan
mempekerjakan anggota keluarga dan 2,13% akan melakukan pekerjaan di
luar usaha ikan tangkap agar memperoleh penghasilan tambahan guna
mencukupi kebutuhan pangan.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi 68,63% rumah tangga nelayan yang tergolong dalam kategori kurang
pangan dengan rata-rata TKE sebesar 72,13% dan pangsa pengeluaran
pangan sebesar 47,43%, perlu menambah informasi mengenai gizi dan
pangan, terutama tentang pedoman gizi seimbang dan turut
mengikutsertakan diri dalam kegiatan pendidikan non formal berupa
penyuluhan karena masih memiliki rata-rata TKE yang tergolong rendah.
Rumah tangga nelayan yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
pedoman gizi seimbang dan mampu mengimplementasikannya, maka dapat
mengonsumsi gizi, terutama energi yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga
besar rata-rata TKE yang dikonsumsi dapat ≥ 80%, dengan itu rumah tangga
nelayan dapat mencapai kondisi tahan pangan.
2. Bagi 5,88% rumah tangga nelayan yang tergolong dalam kategori rentan
pangan dengan rata-rata TKE sebesar 89,10% dan rata-rata pangsa
pengeluaran pangan sebesar 62,31%, diharapkan tidak hanya bergantung
usaha ikan tangkap untuk memperoleh pendapatan, tetapi juga melakukan
perkerjaan di luar usaha ikan tangkap guna memperoleh pendapatan
tambahan agar total pendapatan yang diterima oleh rumah tangga
124
meningkat. Hal ini karena rata-rata pangsa pengeluaran pangan yang
dimiliki masih tergolong tinggi, dengan meningkatkan pendapatan rumah
tangga, maka rata-rata pangsa pengeluran pangan dapat turun hingga ≤ 60%,
sehingga rumah tangga nelayan dapat mencapai kondisi tahan pangan.
3. Bagi 11,76% rumah tangga nelayan yang tergolong dalam kategori rawan
pangan dengan rata-rata TKE sebesar 74,29% dan rata-rata pangsa
pengeluaran pangan sebesar 61,40%, perlu menambah informasi mengenai
gizi dan pangan, terutama tentang pedoman gizi seimbang karena memiliki
rata-rata TKE yang tergolong rendah, serta meningkatkan pendapatan rumah
tangganya karena memiliki rata-rata pangsa pengeluaran pangan yang
tergolong rendah. Hal tersebut perlu dilakukan agar rumah tangga nelayan
dapat meningkatkan rata-rata TKE ≥ 80% dan pangsa pengeluaran pangan
≤60%, dengan itu rumah tangga nelayan dapat mencapai kondisi tahan
pangan.
4. Bagi seluruh rumah tangga nelayan, perlu mempertimbangkan untuk
mengurangi konsumsi terhadap rokok. Pengeluaran untuk rokok yang
cukup tinggi (15,35% dari rata-rata total pengeluran rumah tangga nelayan),
sebaiknya dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan pangan rumah tangga.
5. Bagi Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kabupaten Pesawaran, perlu
mengadakan penyuluhan mengenai gizi dan pangan secara berkala agar
pengetahuan rumah tangga, khususnya ibu rumah tangga akan gizi dan
pangan meningkat, sehingga dapat merealokasi pengeluaran pangan pada
bahan pangan yang tepat, agar dapat mengkonsumsi makanan yang lebih
beragam, bergizi, sehat dan seimbang sesuai dengan kebutuhan konsumsi
125
harian rumah tangga. BKP juga perlu mengoptimalkan kegiatan edukasi
mengenai budidaya tanaman atau hewan dengan memanfaatkan lahan
kosong tidak terpakai di sekitar rumah sebagai sarana sosialisasi mengenai
KRPL.
6. Bagi aparatur Kecamatan Teluk Pandan dan Desa Sukajaya Lempasing,
perlu melakukan pemantauan dan evaluasi kembali secara berkala terhadap
program PKH dan raskin, sehingga dapat terlaksana dengan baik dan tepat
sasaran. Pemerintah juga perlu mendukung kegiatan usaha ikan tangkap
nelayan dengan memberi bantuan modal berupa alat tangkap dan mesin
perahu motor, serta mempermudah akses nelayan terhadap jasa keuangan,
sehingga nelayan dapat melakukan usaha ikan tangkap dengan optimal guna
meningkatkan pendapatan rumah tangga.
126
DAFTAR PUSTAKA
Adi, AC. 1998. Komunikasi dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Menurut Tipe
Arkeologi di Wilayah Kabupaten Pasuruhan, Jawa Timur. Tesis. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arikunto, S. 1996. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka
Cipta. Jakarta.
Ariyadi, T dan Anggraini, H. 2010. Penetapan Kadar Karbohidrat pada Nasi
Aking yang Dikonsumsi Masyarakat Desa Singorojo Kabupaten Kendal.
Prosiding Seminar Nasional Unimus 2010. Universitas Muhammadiyah
Semarang. Semarang. http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=98485&val=426. Diakses pada tangga 20 Agustus 2018.
Anggraini, M., Zakaria, WA., Prasmatiwi, FE. 2014. Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Petani Kopi di Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Ilmu-Ilmu
Agribisnis Vol. 2 No 2, April 2014. Hal 124-132. Universitas Lampung.
Bandar Lampung. http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/
737/678 Diakses pada 21 November 2017.
Arini, M. 2004. Analisis Perkembangan Konsumsi Pangan dan Gizi. Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Error! Hyperlink reference
not valid. Diakses pada tanggal 26 Mei 2018.
Ariningsih, E. dan Rachman, Handewi PS. 2008. Strategi Peningkatan Ketahanan
Pangan Rumahtangga Rawan Pangan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian.
Vol 6 No 3, September 2008. Hal 239-255. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung. 2016. Jumlah Rumah Tangga
Perikanan Tangkap Berdasarkan Kecamatan di Provinsi Lampung.
Penerbit BPS Provinsi Lampung. Lampung. Error! Hyperlink reference not
valid. Diakses pada tanggal 5 November 2017.
127
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pesawaran. 2016. Kabupaten Pesawaran
Dalam Angka 2016. Penerbit BPS Kabupaten Pesawaran. Lampung.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2000. Indikator Sosial Ekonomi Indonesia. Penerbit
Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.
Badan Ketahanan Pangan. 2016. Buletin Harga Pangan. BKP Kementerian
Pertanian. http://bkp.pertanian.go.id/berita-393-buletin-harga-pangan-
bulan-maret-2016.html Diakses pada tanggal 21 November 2017.
Badan Ketahanan Pangan. 2016. Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan
2015 – 2019. http://bkp.pertanian.go.id/statis-31-renstra2015-2019.html
Diakses pada tanggal 5 November 2017.
Bappenas. 2010. Evaluasi Pelayanan Keluarga Berencana Bagi Masyarakat
Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera-I/KS-I).
Penerbit Bappenas. https://www.bappenas.go.id/files/2913/
5022/6062/laporan-akhir-evaluasi-28-jan-2__20110512125342__
3040__1.pdf Diakses pada tanggal 6 November 2017.
Dewan Ketahanan Pangan. 2010. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010 –
2014. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian.
http://bkp.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/KUKP%202010%20-
%202014%20Edit%20TA%20Nov%202011.pdf Diakses pada tanggal 4
Desember 2017.
Dewan Ketahanan Pangan. 2015. Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi Tahun
2015 – 2019. http://bkp.pertanian.go.id/storage/app/media/informasi%
20publik/Pedoman/KSPG_2015-2019(2).pdf. Diakses Pada Tanggal 3
Desember 2018.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran. 2016. Produksi Perikanan
Tangkap Menurut Kecamatan dan Subsektor di Kabupaten Pesawaran
2014-2015 (dalam ton). Penerbit Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Pesawaran. Lampung.
Fatimah, E. 1995. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi Pengeluaran dan
Tingkat Konsumsi Pangan Keluarga (Studi Kasus di Kelurahan Tanah
Sareal, Bogor). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
128
Farid, M., Wicaksena, B., Nuryati, Y., Prabowo, DW. Yulianti, A., dan Haryana,
A. 2014. Analisis Kebijakan Harga Pada Komoditas Pertanian. Pusat
Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. Kementerian Perdagangan.
http://bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_
Harga_Pada_Komoditas_Pertanian.pdf Diakses pada tangga 26 Mei 2018.
Google Maps. 2018. Peta Desa Sukajaya Lempasing. https://www.google.co.id/
maps/place/Sukajaya+Lempasing,+Padang+Cermin,+Pesawaran+Regency
,+Lampung/@5.4956824,105.2070852,13z/data=!3m1!4b1!4m5!3m4!1s0
x2e40d8363ca5ee35:0x8b09981e0ddccb3d!8m2!3d5.5044126!4d105.237
0339 Diakses pada tanggal 3 September 2018.
Gujarati, D. 2003. Ekonometri Dasar. Erlangga. Jakarta.
Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Hanani, N. 2012. Strategi Pencapaian Ketahanan Pangan Keluarga. E-Journal
Ekonomi Pertanian Vol 1 No 1 Januari 2012, Hal. 2-3,6. UB. Malang.
http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2012/12/ketahanan-pangan-keluarga.pdf
Diakses pada tanggal 3 Desember 2017.
Hardinsyah, D dan Martianto. 1989. Cara Menghitung Angka Kecukupan Energi
dan Protein Serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Wirasari.
Jakarta.
Hardinsyah, Riyadi, H. dan Napitupulu, V. 2012. Angka Kecukupan Gizi
(AKG) Indonesia WNPG X 2012. Departemen Gizi FK UI. Jakarta.
Hariyani, K.S. 2016. Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin.
Skripsi. Program Studi Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Handewi, PS., Rachman, dan Mewa, A.. 2002. Ketahanan Pangan: Konsep,
Pengukuran, dan Strategi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor.
Hernanda, ENP., Indriani, Y., dan Kalsum, U., 2017. Pendapatan dan Ketahanan
Pangan Rumah Tangga Petani Padi di Desa Rawan Pangan. Jurnal Ilmu-
Ilmu Agribisnis Vol. 5 No. 3, Agustus 2017. Hal 283-291. Universitas
Lampung. Bandar Lampung http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php
/JIA/article/view/1641/1467 Diakses pada 3 Desember 2017.
129
Hernanda, T., Indriani, Y., Listiana, I. 2013. Pendapatan Usaha Tani Jagung dan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Simpang
Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, Vol.
1 No. 4. Oktober 2013. Hal 311-318. Universtas Lampung. Bandar
Lampung. http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/706/648
Diakses pada 21 November 2017.
Ilham, N., dan Bonar MS., 2007. Penggunaan Pangsa Pengeluaran Pangan
Sebagai Indikator Komposit Ketahanan Pangan. Jurnal. Vol. 7 No. 3,
November 2007. Hal 2-16. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor. Bogor. https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca
/article/view/4217/3200 Diakses pada tanggal 5 Desember 2017.
Indriani, Y. 2015. Buku Ajar Gizi dan Pangan. Aura Publishing. Lampung.
Karolina, A. 2014. Analisis Pendapatan dan Pola Konsumsi Rumahtangga Petani
Kelapa di Kecamatan Mandah Kabupaten Indragiri Hilir. Jurnal Online
Mahasiswa (JOM) Bidang Pertanian Volume 3, No 1, Januari 2016.
Universitas Riau. Pekanbaru. https://jom.unri.ac.id/index.php
/JOMFAPERTA/article/download/9136/8802. Diakses pada tanggal 21
November 2017.
Kementerian Perdagangan. 2015. Analisis Perkembangan Harga Bahan Pangan
Pokok di Pasar Domestik dan Internasional. Pusat Kebijakan Perdagangan
Dalam Negeri. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan
Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2015/12/17/analisis-perkembangan-
harga-1450334941.pdf Diakses pada tanggal 26 Mei 2018.
Kennedy, E. 2002. Qualitative Measures of Food Insecurity and Hunger.
International Scientific Symposium on Measurement and Assessment of
Food Deprivation and Under Nutrition. 26-28 Juni 2002. Rome : FAO
–Netherlands Partnership Programme.
Kusnadi. 2002. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora
Utama Press. Bandung.
Lindawati, dan Saptanto, S. 2014. Analisis Tingkat Kemiskinan dan Ketahanan
Pangan Berdasarkan Tingkat Pengeluaran Konsumsi pada Rumah Tangga
Pembudidaya Ikan (Studi Kasus di Desa Sumur Gintung, Kabupaten
Subang, Jawa Barat). Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Vol.
9 No. 2, 2014. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php
/sosek/article/view/1221/1118 Diakses pada tanggal 29 Mei 2018.
130
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2012. Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi (WNPG) X tahun 2012. Prosiding. LIPI. Jakarta
Mantra, I. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Pustaka Belajar
Offset. Yogyakarta.
Maxwell, D., et al. 2000. Urban Livelihoods and Food Nutrition Security in
Greater Accra, Ghana. IFPRI in Collaborative with Noguchi Memorial for
Medical Researce and World Health Organization, Researce Report
No.112.Washington, D.C. http://www.nzdl.org /gsdlmod?e=d-00000-00---
off-0fnl2.2--00-0----0-10-0---0---0direct-10---4-------0-1l--11-en-50---20-
about---00-0-1-00---4----0-0-11-10ut fZz-800&cl=CL2.8&d=HASHde
8517bd7f52 1582f7a1e0.17&x=1. Diakses pada tanggal 18 November 2017.
Mubyarto, et al. 1984. Nelayan dan Kemiskinan. Rajawali Pers. Jakarta.
Mubyarto. 1995. Ekonomi dan Keadilan Sosial. Aditya Media. Yogyakarta.
Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Mulyana, A. 2012. Penguatan Ketahanan Pangan untuk Menekan Jumlah
Penduduk Miskin dan Rentan Pangan di Tingkat Nasional dan Regional.
Jurnal Ekonomi Pertanian Vol 1 No 1 Januari 2012: 14-15.
Nicholson, W. 1995. Teori Ekonomi Mikro 1. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Nurdiani, U. dan Widjojoko, T. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Wilayah Perkotaan
Kabupaten Banyumas. Jurnal Penelitian Pertanian. Agrin Vol. 20, No. 2,
Oktober 2016. Hal: 177. http://jurnalagrin.net/index.php/agrin/
article/view/324 Diakses pada tangga 25 Mei 2018.
Pakpahan, A;H.P. Saliem, S.H. Suhartini dan N. Syafa'at. 1993. Penelitian
Tentang Ketahanan Pangan Masyarakat Berpendapatan Rendah.
Monograph Series No. 14. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Bogor.
Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran. 2018. Peta Batas Wilayah Kabupaten
Pesawaran. http://www.pesawarankab.go.id/halaman-137-geografis.html
Diakses pada tanggal 3 September 2018.
131
Pemerintah Daerah Provinsi Lampung. 1999. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir
Lampung. Pemerintah Provinsi Lampung. Lampung.
Peraturan Gubernur Provinsi Lampung Nomor 44 Tahun 2014. Tentang Rencana
Induk Mitra Bahari Provinsi Lampung Tahun 2014-2019.
Perdana dan Hardinsyah. 2013. Analisis Jenis, Jumlah dan Mutu Gizi Konsumsi
Sarapan Anak Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan, Vol. 8, No 2 Maret
2013. Hal:39-46. http://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/
download/7251/5663. Diakses pada tanggal 3 Desember 2017.
Purwanti, P. 2010. Model Ekonomi Rumah Tangga Nelayan Skala Kecil. UB
Press. Malang.
Purwaningsih, Y. 2008. Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan, dan
Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 1,
Juni 2008. Hal:17-18. FE UNS. Surakarta. http://mesp.fe.uns.ac.id/
media/Ketahanan%20Pangan%202008.pdf Diakses pada tanggal 26 Mei
2018.
______________. 2011. Analisis Indentifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah Tahun
2009. Jurnal Ilmu Ekonomi dan Pembanguan. Volume 11, No. 1. FE. UNS.
Surakarta.
Rejeki, LD., Kasimin, S., dan Fauzi, T. 2016. Analisis Pembagian Hasil dan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan (Studi Kasus Pelabuhan
Perikanan Lampulo Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian
Unsyiah, Vol. 1 No 1, November 2016. Hal 520-531. Error! Hyperlink
reference not valid. Diakses pada 3 Desember 2017.
Roedjito, D. 1989. Kajian Penilaian Gizi. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Rosadi, D. 2011. Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan. Andi Offset.
Yogyakarta.
Safitri, C. 2014. Kajian Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Dalam Rangka
Mengurangi Rawan Pangan di Kota Bandar Lampung. Tesis. Jurusan
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.
Sajogyo, Goenardi, Said, R., Sri, S.H., dan Muh. Kumaedi. 1986. Menuju Gizi
Baik dan Merata Di Pedesaan dan di Kota. Cetakan IV. UGM Press.
Yogyakarta.
132
Salim, FD dan Darmawaty 2016. Kajian Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Nelayan Buruh di Desa Bajo Sangkuang Kabupaten Halmahera Selatan.
Jurnal Sosek KP, Vol. 11, No 1, Juni 2016. Hal 121-132. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Khairun Ternate. Ternate Selatan.
http://ejournalbalitbang.kkp.go.id/index.php/sosek/article/download/3177/26
85 Diakses pada 21 November 2017.
Sari, AK., dan Andrias, DR. 2013. Faktor Sosial Ekonomi yang Berhubungan
Dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Perkotaan di Surabaya.
Jurnal Media Gizi Indonesia Vol. 1 No 9, Januari-Juni 2013. Hal 54-49.
Universitas Airlangga. Surabaya. http://journal.unair.ac.id/MGI@faktor-
sosial-ekonomi-yang-berhubungan-dengan-ketahanan-pangan-rumah-
tangga-nelayan-perkotaan-di-surabaya-article-6824-media-22-category-
3.html Diakses pada 3 Desember 2017.
Sari, MR., dan Prishardoyo, B. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kerawanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Desa Wiru Kecamatan
Bringin Kabupaten Semarang. JEJAK Vol. 2 No 2, September 2009. Hal
135-143. Universitas Semarang. Semarang. https://journal.unnes.ac.id/nju/
index.php/jejak/article/viewFile/1466/1591 Diakses pada 3 Desember 2017.
Satria, A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. PT. Pustaka Cidesindo.
Jakarta.
Shinta, A. Identifikasi Angka Kecukupan Gizi dan Strategi Peningkatan Gizi
Keluarga di Kota Probolinggo (Studu Kasus di Kecamatan Kedopok dan
Mayangan). Jurnal SEPA. Vol. 7, No. 1, September 2010. Hal: 2.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta. http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-
content/uploads/2013/09/01-Agustina-Shinta-Identifikasi-Angka-
Kecukupan-Gizi-Dan-Strategi-Peningkatan-Gizi-Keluarga-Di-Kota-
Probolinggo-studi1.pdf Diakses pada tangga 30 Mei 2018.
Sianipar, JE., Hartono, S., Hutapea, RTP. 2012. Analisis Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Tani di Kabupaten Manokwari. Jurnal SEPA Vol. 8 No. 2,
Februari 2012. Hal: 72. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/03-Jeffry-E-
Sianipar-Slamet-H.-Ronal-Tp-Hutapea-Analisis-Ketahanan-Pangan-Rumah-
Tangga-Tani-Di-Kabupaten-Manokwari.pdf Diakses pada tanggal 25 Mei
2018.
Sinaga, RJR., Lubis, SN., Darus, MB. 2014. Kajian Faktor-Faktor Sosial Ekonomi
Masyarakat Terhadap Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Medan. Journal
On Social Economic of Agriculture and Agribusiness, Volume 2, No. 5. Hal
1-13.Universitas Sumatera Utara. Medan. https://jurnal.usu.ac.id/
index.php/ceress/article/view/7876/3339 Diakses pada 3 Desember 2017.
133
Situmorang, C. 2008. Penanganan Masalah Kemiskinan di Sumatera Utara
(Poverty Reduction At North Sumatera). Jurnal Pembangunan. Hal. 3, 11.
Siswanto, H. 2010. Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini. Pustaka Rihama,
Yogyakarta.
Soedjatmoko. 1995. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. dalam Bahtiar
Chamsyah: Teologi Penanggulangan Kemiskinan. LP3ES. Jakarta.
Soekartawi, 2003. Prinsip Ekonomi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.
Suhardjo. 2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.
Sugiyono, 2011. Statistik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Suharyanto. 2015. Karakteristik Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani
Berbasis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Provinsi Bali. Jurnal SEPA
Vol 11 No 2 Februari 2015. Hal 192. Balai Pengkaji Teknologi Pertanian
(BPTP). Bali. http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/12/4-
KARAKTERISTIK-TINGKAT-KETAHANAN-PANGAN.pdf Diakses
pada tanggal 5 Desember 2017.
Sukandar, D., K. Ali, F. Hadi, Anwar dan Eddy. 2006. Studi Ketahanan Pangan
pada Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin. Jurnal. IPB: Bogor.
Sukiyono, K. 2010. Atribut Rumah Tangga dan Probabilitas Terjadinya
Kerawanan Pangan Rumah Tangga di Kabupaten Muko-Muko. Prosiding
Semirata Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian BKS-PTN Wilayah Barat Tahun
2010. Hal 796-704. http://repository.unib.ac.id/369/1/KETUT_1
_SEMIRATA%202010_BENGKULU_Atribut.pdf. Diakses pada tanggal 4
Desember 2017.
Sukiyono, K. Cahyadinata, I. dan Sriyoto. 2008. Status Wanita dan Ketahanan
Pangan Rumah Tangga Nelayan dan Petani Padi di Kabupaten Muko-Muko
Provinsi Bengkulu. Jurnal Agronomi. Vol. 26, No. 2, Oktober 2008. Hal:
195-196. http://repository.unib.ac.id/381/1/uploAd-9-STATUS%20
WANITA%20DAN%20KTAHANAN%20PANGAN.JAE.V.26.No.2.pdf.
Diakses pada tanggal 26 Mei 2018.
134
Susilowati, H. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Srandakan Bantul. Skripsi. Program
Studi Pendidikan Ekonomi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri
Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id/16097/1/SKRIPSI%20FULL_HENI%
20SUSILOWATI.pdf Diakses pada tanggal 25 Mei 2018
Tanziha, I. 2005. Analisis Peubah Konsumsi Pangan dan Sosial Ekonomi
Rumahtangga untuk Menentukan Determinan dan Indikator Kelaparan.
Disertasi. IPB. Bogor.
Widarjono, A. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Penerbit
Ekonisia. Yogyakarta.
Widarjono, A. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Edisi Pertama. UPP
STIM YKPN. Yogyakarta.
Widayaningsih, N. 2012. Ketahanan Pangan Pada Rumah Tangga Miskin
(Perbandingan Kasus di Perdesaan dan Perkotaan Kab. Banyumas). Jurnal
Pembangunan Pedesaan Vol. 12 No 1, Juni 2012. Hal 45-55. Universitas
Jendral Soedirman. Purwokerto. http://jurnal.lppm.unsoed.ac.id/
ojs/index.php/Pembangunan/article/viewFile/212/211 Diakses pada 3
Desember 2017.
Wirartha, IM. 2005. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Penerbit ANDI.
Yogyakarta.
Wirastuti, A dan Surrachman, H. 2004. Kebijakan Stabilisasi Harga Minyak
Goreng. Buletin Ilmiah. Litbang Perdagangan Vol. 3, No. 1. Juli 2009. Hal:
112. http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/11/19/-1416389302.pdf
Diakses pada tanggal 26 Mei 2018
Yuliana, P., Zakaria, WA., dan Adawiyah, R. 2013. Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Nelayan di Kecamatan Teluk Betung Selatan Kota Bandar
Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis. Vol. 1 No. 2, April 2013. Hal 181-
186. Universitas Lampung. Bandar Lampung. http://jurnal.fp.unila.ac.id/
index.php/JIA/article/view/246/245 Diakses pada 18 November 2017.