ANALISIS TINGKAT KEKRITISAN LAHAN KAWASAN BUDIDAYA PERTANIAN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016 Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Geografi Fakultas Geografi Oleh: DESSY IKA WIJAYANTI E100160007 PROGRAM STUDI GEOGRAFI FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017
19
Embed
ANALISIS TINGKAT KEKRITISAN LAHAN KAWASAN …eprints.ums.ac.id/51925/15/NASKAH PUBLIKASI.pdf · menjadi rendah karena keadaan lahan terbuka akibat ... Lahan kritis merupakan ... permukaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS TINGKAT KEKRITISAN LAHAN KAWASAN
BUDIDAYA PERTANIAN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Geografi Fakultas Geografi
Oleh:
DESSY IKA WIJAYANTI
E100160007
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
ii
iii
1
ANALISIS TINGKAT KEKRITISAN LAHAN KAWASAN BUDIDAYA
PERTANIAN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016
Abstrak
Penelitian ini mengenai analisis tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya
pertanian di Kabupaten Sleman. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui agihan
tingkat kekritisan lahan yang ada pada lahan kritis lahan kawasan budidaya pertanian
Kabupaten Sleman serta mengetahui alternatif pengelolaam yang tepat diterapkan .
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
Penelitian ini menggunakan metode analisis Sistem Informasi Geografis dengan
pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang dan analisis deskiptif. Pendekatan
kuantitatif berjenjang tertimbang digunakan untuk mengolah parameter tingkat
kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian sehingga tingkat kekritisan lahan dapat
ditentukan. Parameter yang digunakan dalam pennetuan tingkat kekritisan lahan antara
lain, manajemen lahan, produktivitas pertanian, kemiringan lereng, tingkat erosi, dan
agihan batuan. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui alternative pengelolaan
lahan kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tingkat kekritisan lahan kawasan
budidaya pertanian Kabupaten Sleman terdiri dari lahan tidak kritis dengan luas 671,88
Ha (20,82%), potensial kritis 19.250,85 Ha (64,88%), agak kritis 3.490,85 Ha (11.76%),
kritis 687.02 Ha (2.32%), dan sangat kritis 65.32 Ha (0.22%). (2) Alternatif pengelolaan
lahan kawasan budidaya pertanian dilakukan berdasarkan tingkat kekeritisan. Untuk
lahan tidak kritis diperlukan upaya untuk mempertahankan lahan tersebut, salah satunya
dengan membuat batasan lahan LP2B. Lahan potensial kritis memerlukan konservasi
tanah agar lahan tersebut menjadi lebih produktif dan tidak menjadi lahan kritis. Lahan
yang telah mengalami kekritisan membutuhkan konservasi dan rehabilitasi agar lahan
tersebut dapat dipergunakan kembali.
Kata Kunci: Lahan, Kekritisan Lahan, Kawasan Budidaya Pertanian, Sistem Informasi
Geografis.
Abstracts
This study analyzes the degree of criticality of the land on the farm area in Sleman
district. The purpose of this study was to determine the critical level Shareable existing
land on degraded land farm area of Sleman Regency as well as knowing the right
alternative applied land management. The method used in this study is a survey method.
This study uses Geographic Information System analysis with weighted tiered
quantitative approach and analysis descriptively. The weighted tiered quantitative
approach used to process parameters critical level of agricultural land cultivated area
so that land can be determined critical level. Parameters used in pennetuan critical
level land, among others, land management, agricultural productivity, slope, erosion,
and Shareable rocks. Descriptive analysis is used to determine the critical alternative
land management. The results showed that: (1) The level of criticality land farm area
consists of Sleman district not critical land with an area of 671.88 ha (20.82%), the
critical potential 19250.85 ha (64.88%), somewhat critically 3490 , 85 ha (11.76%), the
critical 687.02 Ha (2:32%), and very critical 65.32 Ha (12:22%). (2) Alternative land
management farm area is based on the level of criticality. To land not critical efforts
are needed to maintain the land, one with a boundary LP2B land. Critical potential
land requires soil conservation in order to become more productive land and not be
2
degraded lands. Land that has experienced the critical need of conservation and
rehabilitation so that the land can be used again.
Keywords: Land, Land Criticality, Region Agriculture, Geographic Information
Systems.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketergantungan manusia terhadap lahan sangat tinggi. FAO dalam Arsyad (1989)
mengemukakan bahwa lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief,
tanah, air, dan vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan lahan, termasuk di dalamnya hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang
seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi, dan juga hasil merugikan seperti yang
tersalinasi. Kabupaten Sleman mempunyai wilayah yang cukup subur dan mempunyai
sumberdaya air yang mecukupi akibat pengaruh keberadaan Gunung Merapi. Lahan di
Kabuapten Sleman berorientasi pada aktivitas Gunung Merapi dan ekosistemnya sehingga
banyak terdapat pertanian lahan basah maupun lahan kering. Hal tersebut membuat
Kabupaten Sleman mempunyai luasan lahan sawah terbanyak diantara daerah lain di Provinsi
DIY sehingga mempunyai kawasan budidaya pertanian paling luas.
Pertambahan jumlah penduduk di Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun menyebabkan
kebutuhan sarana dan prasarana semakin meningkat. Peningkatan jumlah penduduk
berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan peruntukan permukiman bagi
tempat tinggal manusia, industri, maupun lahan pertanian pangan sebagai sarana pemenuhan
kebutuhan pangan manusia. Perubahan penggunaan lahan terjadi dari waktu ke waktu akibat
kebutuhan lahan yang semakin meningkat. Perubahan penggunaan lahan untuk kepentingan
manusia tidak jarang melalaikan karakteristik atau kemampuan dari lahan tersebut.
Penggunaan lahan yang mengabaikan faktor fisik lahan tanpa melihat kemampuan lahan dan
kesesuaian lahan dapat mendorong timbulnya lahan kritis. Perubahan penggunaan lahan yang
sering terjadi yaitu konversi lahan sawah menjadi permukiman maupun kawasan
perdagangan. Perubahan tersebut mempengaruhi luasan lahan sawah di Sleman yang semakin
tahun menurun.
Menurut Poerwowidodo (1990), lahan kritis dapat menyebabkan produktivitas suatu lahan
menjadi rendah karena keadaan lahan terbuka akibat adanya erosi seperti yang dikemukakan
bahwa : “Lahan kritis adalah suatu keadaan lahan yang terbuka atau tertutupi semak belukar,
sebagai akibat dari solum tanah yang tipis dengan batuan bermunculan di permukaan tanah
3
akibat tererosi berat dan produktivitas rendah”. Lahan kritis merupakan tanah yang sudah
tidak produktif ditinjau dari segi pertanian, karena pengelolaan dan penggunaan yang kurang
memperhatinkan syarat-syarat pengolahan tanah maupun kaidah konversi tanah. Kerusakan
lahan dapat berupa kerusakan fisik, kimia, maupun biologi yang dapat mengakibatkan
terancamnya fungsi produksi. Luasan lahan kritis yang ada di Sleman semakin meluas dari
tahun ke tahun. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis melakukan penelitian dengan
judul Analisis Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sleman
Tahun 2016.
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka
penelitian ini diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana agihan tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian Kabupaten
Sleman?
2. Bagaimana alternatif pengelolaan lahan yang diterapkan di area lahan kritis kawasan
budidaya pertanian Kabupaten Sleman?
1.3 Telaah Pustaka
1.3.1 Lahan
Lahan menjadi satu hal yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Manusia
membutuhkan lahan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Penggunaan lahan menujukkan
adanya campur tangan manusia terhadap lahan. Lahan akan mempengaruhi penggunaan lahan
manusia. FAO dalam Sitorus (2004) mengemukakan bahwa lahan adalah suatu daerah di
permukaan bumi dengan dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah,
lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa
lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat tersebut mempunyai
pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang
akan datang.
1.3.2 Lahan Kritis
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya dan tanpa adanya
pengelolaan tanaman yang kurang tepat akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan lahan
tersebut dalam memproduksi hasil pertanian dan dan mendorong timbulnya lahan kritis.
Kuswanto dalam Hanafiah (2005) menjelaskan; “Lahan kritis adalah lahan yang telah
mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia, atau biologi yang akhirnya dapat
membahayakan fungsi hidrologi, orologi, produksi pertanian, permukiman, dan kehidupan
sosial ekonomi dari daerah lingkungan pengaruhnya”.
4
1.3.3 Kawasan Budidaya Pertanian
Kawasan mengandung penekanan fungsional suatu unit wilayah, yakni adanya
karakteristik hubungan dari fungsi-fungsi dan komponen-komponen di dalam suatu unit
wilayah, sehingga batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Menurut
Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, kawasan adalah wilayah
dengan fungsi utama lindung dan budidaya.
Kawasan budidaya yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota harus dikelola
dalam rangka optimalisasi implementasi rencana. Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 disebutkan bahwa yang termasuk dalam kawasan budidaya adalah kawasan peruntukan
hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan
peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan permukiman,
kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan tempat beribadah,
kawasan pendidikan, dan kawasan pertahanan keamanan. Salah satu peruntukan kawasan
adalah pertanian. Pertanian dalam arti lain atau dalam arti yang sempit merupakan segala
aspek biofisik yang berkaitan dengan usaha penyempurnaan budidaya tanaman untuk
memperoleh produksi fisik yang maksimum (Sumantri, 1980). Dari beberapa pengertian di
atas dapat diketahui bahwa kawasan budidaya pertanian merupakan kawasan yang
mempunyai fungsi untuk budidaya atau usaha peruntukan pertanian tanaman pangan maupun
peruntukan tanaman pertanian holtikultura.
1.3.4 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografi (SIG) menawarkan banyak manfaat bagi sistem pengolah
citra, tidak hanya dalam tampilan kartografis ataupun dalam memanfaatkan keluaran produk
pengolah citra sebagai masukan dalam memanfaatkan keluaran produk pengolah citra sebagai
masukan dalam proses analisis lebih lanjut, melainkan juga dalam membantu meningkatkan
kinerja proses klasifikasi (Danoedoro, 2012). Pada SIG, data harus dirujukkan dengan
kejadian yang akan memberikan perbaikan, analisis dan tayangan pada kriteria spasial
(Tomlison, 1972). SIG paling tidak terdiri dari subsistem pemrosesan, subsistem analisis, dan
subsitem yang memakai informasi (Lo, C.P., 1996).
2. METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan
budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode survei dan metode analisis data
sekunder. Metode survei dilakukan untuk mengetahui parameter kemiringan lereng dan
manajemen lahan yang merupakan parameter tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya
5
pertanian. Metode analisis data sekunder berupa pengumpulan data sekunder yang kemudian
diolah dan dianalisis, sehingga menghasilkan parameter tingkat kekritisan lahan kawasan
budidaya pertanian seperti produktivitas pertanian, tingkat erosi, serta batuan. Metode analisis
dalam penelitian ini terdiri atas metode analisis SIG dengan pendekatan kuantitatif berjenjang
tertimbang dan analisis deskriptif. Analisis SIG berfungsi untuk mengetahui agihan
kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian parameter/ indikator kekritisan lahan yang
digunakan, sedangkan analisis deskriptif digunakan untuk mentukan alternatif pengelolaan
lahan kritis.
2.1 Objek Penelitian
Objek penelitian analisis tingkat keketitisan lahan kawasan budidaya pertanian adalah
lahan yang termasuk dalam kawasan peruntukan budidaya pertanian menurut Badan
Perencanaan Daerah Kabupaten Sleman. Unit analisis dari penelitian ini adalah satuan lahan
pada lahan peruntukan budidaya pertanian.
2.2 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel untuk analisis kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian
menggunakan metode purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada satuan lahan.
Satuan lahan terdiri dari data kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan jenis tanah.
Pengambilan sampel pada satuan lahan bertujuan untuk melakukan validasi dari data primer
hasil pengolahan menggunakan data penginderaan jauh. Titik sampel dibuat menyebar
berdasarkan permasalahan dalam penelitian untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan pada
kawasan budidaya pertanian, serta ditentukan juga berdasarkan kemampuan peneliti.
Pemilihan titik sampel dilakukan berdasarkan satuan lahan yang dapat mewakili anggota
populasi atas dasar karaketer strata. Koreksi dilakukan pada titik sampel hasil survei yang
tidak sesuai dengan peta.
2.3 Metode Pengolahan Data
2.3.1 Pengolahan Data Parameter
A. Manajemen Lahan
Penilaian parameter manajemen lahan untuk tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya
pertanian berdasarkan ada tidaknya penerapan konservasi tanah dan pemeliharaan. Klasifikasi
penilaian manajemen lahan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu baik, sedang, dan buruk.
Manajemen lahan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam penentuan tingkat kekritisan
lahan kawasan budidaya pertanian sehingga mempunyai bobot 30. Kelas manajemen lahan
baik mempunyai harkat 5, kelas sedang 4, sedangkan kelas buruk mendapatkan harkat 3. Peta
6
manajemen lahan diturunkan dari peta penggunaan lahan yang diperoleh dari hasil interpretasi
citra penginderaan jauh yang sudah tervalidasi melalui cek lapangan.
B. Produktivitas Pertanian
Parameter produktivitas pertanian mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan
tingkat kekritisan lahan. Sama halnya dengan manajemen lahan, produktivitas pertanian juga
mempunyai bobot 30. Klasifikasi penilaian produktivitas pertanian terbagi menjadi lima
kelas, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Produktivitas pertanian
sangat dipengaruhi luas dan banyaknya hasil panen.
C. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng mempunyai bobot 20 dalam penenentuan tingkat kekritisan lahan
kawasan budidaya pertanian. Data kemiringan lereng diperoleh dari pengolahan data SRTM
melalui software ArcGIS. Data hasil pengolahan tersebut digunakan sebagai acuan titik
sampel survei.
D. Tingkat Erosi
Tingkat erosi mempunyai bobot 15 dalam penenentuan tingkat kekritisan lahan kawasan
budidaya pertanian. Data tingkat erosi yang digunakan dalam penelitian analisis kekritisan
lahan kawasan budidaya pertanian Kabupeten Sleman adalah data sekunder yang diperoleh
dari Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman.
E. Agihan Batuan
Data spasial agihan batuan yang digunakan dalam penelitian analisis tingkat kekritisan
lahan kawasan budidaya pertanian tahun 2016 merupakan data sekunder dari Badan
Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman. Agihan batuan sedikit berarti terdapat
10% batuan yang terlihat atau berada di permukaan tanah, sedang 10-30%, lalu banyak >30%.
Parameter agihan batuan mempunyai bobot 5 dalam penentuan tingkat kekritisan lahan di
kawasan budidaya pertanian.
Tabel 1 Skor Parameter Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Budidaya