BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu persyaratan pelaksanaan sistem demokrasi adalah keikutsertaan rakyat dalam proses pemerintahan. Masyarakat mempunyai akses ke sistem pemerintahan memberikan partisipasi dalam memilih siapa yang akan menjadi pemimpin mereka. Dalam sistem Negara dimana terbentuk Lembaga Perwakilan Rakyat, maka kemauan rakyat itu diwakilkan kepada mereka yang duduk dalam lembaga perwakilan rakyat. Diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia mempunyai tujuan untuk memberdayakan masyarakat lokal. Sebelumnya pemilhan kepala daerah seringkali turut dipengaruhi oleh pemerintah pusat atau oleh pemerintah provinsi untuk pemilihan kepala daerah kabupaten. Di era reformasi kewenangan untuk memilih seorang kepala daerah sepenuhnya dilakukan oleh rakyat. Pemilihan kandidat politik untuk bursa eksekutif dan legislative di zaman serba terbuka sekarang ini, tampaknya seperti sedang mengadopsi model atau event pasar produk bisnis komersial. Tiba-tiba dengan tempo singkat, menyeret sejumlah besar pelaku terlibat langsung dan tidak langsung dalam menanggapi event ini. Di antara mereka saling menjajaki satu sama lain, membuka penawaran, saling berpromosi, adu kompetisi, memobilisasi resources, negosiasi alot, menggandeng spekulan, serta memacu mobilitas dan popularitas. Pemilihan langsung telah mendekatkan antara kandidat dengan masyarakat. Seleksi pimpinan Nasional sampai kepemimpinan lokal Universitas Sumatera Utara
22
Embed
analisis terhadap tindak pidana yang terdapat dalam pemilhan ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu persyaratan pelaksanaan sistem demokrasi adalah keikutsertaan
rakyat dalam proses pemerintahan. Masyarakat mempunyai akses ke sistem
pemerintahan memberikan partisipasi dalam memilih siapa yang akan menjadi
pemimpin mereka. Dalam sistem Negara dimana terbentuk Lembaga Perwakilan
Rakyat, maka kemauan rakyat itu diwakilkan kepada mereka yang duduk dalam
lembaga perwakilan rakyat.
Diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia mempunyai tujuan untuk
memberdayakan masyarakat lokal. Sebelumnya pemilhan kepala daerah seringkali
turut dipengaruhi oleh pemerintah pusat atau oleh pemerintah provinsi untuk
pemilihan kepala daerah kabupaten. Di era reformasi kewenangan untuk memilih
seorang kepala daerah sepenuhnya dilakukan oleh rakyat.
Pemilihan kandidat politik untuk bursa eksekutif dan legislative di zaman serba
terbuka sekarang ini, tampaknya seperti sedang mengadopsi model atau event pasar
produk bisnis komersial. Tiba-tiba dengan tempo singkat, menyeret sejumlah besar
pelaku terlibat langsung dan tidak langsung dalam menanggapi event ini. Di antara
mereka saling menjajaki satu sama lain, membuka penawaran, saling berpromosi, adu
kompetisi, memobilisasi resources, negosiasi alot, menggandeng spekulan, serta
memacu mobilitas dan popularitas. Pemilihan langsung telah mendekatkan antara
kandidat dengan masyarakat. Seleksi pimpinan Nasional sampai kepemimpinan lokal
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan langsung. Pemilih akan menjatuhkan pilihannya kepada sang idola saat
sudah berada di bilik suara. Pemilu 2004 menjadi pengalaman pertama rakyat
menitipkan kepercayaannya langsung kepada tokoh pilihannya. Pemilihan DPR,
DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden yang berlangsung dua tahap ternyata
menjadi ajang pencitraan publik figur bagi para kontestan di atas panggung Nasional.
Demikianlah kelak pemilihan kandidat politik di tingkat lokal. Rakyat memilih
langsung siapa yang pantas sesuai menjadi Kepala Daerah di wilayahnya. Bupati,
Walikota dan gubernur adalah jabatan-jabatan publik untuk siapa saja yang ingin
maju tampil menjadi kontestan. Bursa pencalonan lebih terbuka, kompetitif dan
partisipatif. Sementara siklus dan rotasi kepemimpinan di pastikan berjalan dinamis
sambil memberi ruang-ruang kebebasan sepanjang proses transisi demokratik yang
tak mungkin lagi terhindarkan. Sekarang siapa yang dapat menjadi kandidat politik?
Kesempatan terbuka bagi siapapun yang ingin optimal meraihnya.2
Permasalahan yang muncul adalah adanya berbagai macam tindak pidana yang
dilakukan yang merebak diberbagai daerah dalam memilih seorang kepala daerah.
Sampai sekarang pun ada kesulitan untuk mendapatkan bukti-bukti tertulis guna
memprosesnya secara hukum. Padahal hukum di Indonesia senantiasa menuntut
adanya bukti-bukti tertulis itu untuk dapat mengajukan seseorang ke pengadilan
dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana dalam pemilihan kepala daerah.
2 Agung wibawanto, Memenangkan Hati dan Pikiran Rakyat, PEMBARUAN, Yogyakarta,
2005, hal.6
Universitas Sumatera Utara
Saat ini di berbagai daerah setelah pilkada marak dengan aksi protes atas hasil
pilkada, di mana protes-protes yang ada, terkadang menjurus ke penggunaan
kekuatan fisik. Tuntutan keberatan atas hasil pilkada banyak dilakukan oleh pasangan
calon yang kalah, yang pada umumnya bermuara pada kehendak untuk membatalkan
hasil pilkada dan dilakukan pilkada ulang.Tuntutan atau gugatan dilakukan dengan
cara mengajukan permohonan keberatan atas hasil pilkada ataupun tuntutan
penyelesaian segera dugaan tindak pidanayang terkait dengan pelaksanaan pilkada.
Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, namun ironis dan sangat memprihatinkan,
karena dengan banyaknya gugatan pasangan calon yang kalah, justru membuktikan
bahwa masyarakat negeri ini kebanyakan belum memiliki kedewasaan dalam
berpolitik dan berdemokrasi. 3
Sulit memang menerima kekalahan dengan lapang dada, karena pada dasarnya
setiap diri manusia selalu menginginkan kemenangan, bukan kekalahan. Sayangnya,
mereka hanya berfikir kemenangan, sehingga hanya siap menang tetapi tidak siap
kalah. Ketika kalah, emosi lebih dikedepankan. Kemarahan, kebencian, dan
ketidakpuasan meledak, serta tindakan perlawanan atas kemenangan orang lain
dilakukannya. Secara psikologis, hal itu pasti diliputi suasana permusuhan, labil, dan
mudah terprovokasi. Mengutip apa yang dikatakan Edward Stevens dalam bukunya
yang berjudul "The Morals Game" (1974)4. Dalam "penjara sosial", terkadang
seseorang termakan oleh ideologi kelompok yang begitu kuatnya, sehingga tidak
dapat membedakan antara sesuatu yang benar dengan propaganda.Sebenarnya, tuntut
3 Ibid.,hal7 4 Edward Stevens, The Morals Game, 1974
Universitas Sumatera Utara
menuntut atau gugat menggugat tidak perlu terjadi, apabila kita semua dapat
mengendalikan emosi ataupun ambisi pribadi, serta mau mawas diri. Pengajuan
tuntutan atau gugatan itu sesuatu hal yang wajar, karena pada hakekatnya hal tersebut
merupakan hak pribadi. Namun demikian, hak tersebut perlu juga diperhatikan, serta
yang terpenting harus mendasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Jangan sampai
kita menuntut hak, tetapi justru melanggar hak orang lain, bahkan melanggar hukum.
Maraknya gugatan keberatan hasil pilkada yang ada saat ini, pada umumnya
diajukan tanpa terkait dengan kesalahan hasil perhitungan suara, tetapi lebih banyak
mengarah pada mekanisme dalam pelaksanaan pilkada khususnya terkait dengan
kebijakan yang dikeluarkan KPUD. Gugatan dengan objek surat edaran KPUD
ataupun keputusan-keputusan KPUD lainnya yang berisi petunjuk teknis pelaksanaan
pilkada tentunya tidak tepat, karena KPUD selaku Panitia Pelaksana pilkada punya
kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menetapkan
peraturan teknis yang menyangkut mekanisme atau tata cara atau proses pelaksanaan
pilkada itu sendiri, dan UU juga telah tegas membatasi bahwa kompetensi atau
kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menangani sengketa pilkada ditentukan
hanya sebatas penetapan hasil pilkada oleh KPUD saja, serta keputusan yang
dikeluarkan oleh KPUD terkait dengan petunjuk teknis pelaksanaan pilkada, tidak
termasuk objek keberatan. Karena itu, jika yang diajukan penggugat/pemohon tidak
terkait dengan petunjuk teknis pelaksanaan pilkadan atau mengenai masalah di luar
hasil penghitungan suara, secara juridis, gugatan tersebut tidak memenuhi persyaratan
Universitas Sumatera Utara
materiil dan formal, dan permohonan harus dinyatakan tidak diterima. Dengan
sendirinya berarti gugatan selayaknya harus ditolak.
Banyak kalangan yang meyakini bahwa pemilihan kepala daerah memiliki
potensi memicu konflik dimasyarakat. Sumber potensi konflik terkait dengan dua hal,
pertama berasal dari karakteristik politik lokal dan tingkah laku rata-rata elit atau
pemilih yang belum sepenuhnya kondusif bagi sebuah penyelenggaraan pemilihan
langsung. Kedua Sumber rawan konflik berikutnya yaitu terdapatnya kelemahan pada
beberapa ketentuan didalam peraturan perundang-undangan tentang Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada), baik UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
maupun Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 mengenai Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Kelemahan dimaksud terdeteksi pada seluruh siklus Pilkada mulai dari tahap
persiapan hingga setelah Pilkada. Dengan kata lain, ketentuan-ketentuan Pilkada
belum dapat berfungsi sebagai aturan main guna membatasi tingkah laku pemilih,
pendukung dan kandidat pilkada. Konsekuensinya, ketentuan perundang-undangan
berpotensi besar untuk gagal berfungsi sebagai mekanisme penegakan hukum dalam
proses Penyelenggaraan Pilkada.5
5 Donni Edwin, Pilkada Langsung Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance,
Partnership dan Pusat Kajian Ilmu Politik, Jakarta,2004, hal. 79
Universitas Sumatera Utara
B. Permasalahan
1. Tindak Pidana apa saja yang terdapat dalam Pemilihan Kepala Daerah?
2. Bagaimanakah Pertanggungjawaban pelaku yang melakukan Tindak Pidana
dalam Pemilihan Kepala Daerah?
3. Bagaimana peran Lembaga Peradilan dalam menyelesaikan Sengketa dalam
Pemilihan Kepala Daerah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pelaku yang melakukan
Tindak Pidana dalam Pemilihan Kepala Daerah
2. Untuk mengetahui bagaimana Peran Lembaga Peradilan dalam menyelesaikan
sengketa dalam pemilihan Kepala Daerah
3. Untuk mengetahui tentang Tindak Pidana apa saja yang terdapat dalam
Pemilihan Kepala Daerah
Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sekedar sumbangan pemikiran
dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan
Universitas Sumatera Utara
Hukum Pidana dan khususnya mengenai Tindak Pidana yang terdapat dalam
Pemilihan Kepala Daerah.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada
pembuat undang-undang dalam menetapkan kebijaksanaan lebih lanjut
sebagai upaya untuk memberikan pertanggungjawaban yang sesuai dengan
perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dalam Pemilihan
Kepala Daerah.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada penegak hukum
dan lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah
Konstitusi dan lembaga-lembaga lainnya dalam menyelesaikan permasalahan
yang berkaitan dengan Pemilihan Kepala Daerah sesuai dengan undang-
undang yang berlaku.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan dan hasil penelitian di Perpustakaan, skripsi yang
berjudul Analisis terhadap tindak pidana yang terdapat dalam pemilihan Kepala
Daerah ini belum ada yang memiliki atau membahas baik dalam bentuk disertasi,
makalah, majalah, artikel, bahan-bahan diskusi, seminar dan lokakarya. Oleh karena
itu maka dapat dianggap penulisan skripsi ini memiliki keaslian.
Apabila ditemukan ada skripsi yang berjudul dengan permasalahan yang sama,
maka penulis akan bertanggungjawab sepenuhnya.
Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Tindak Pidana.
Banyak sekali terdapat diantara sarjana-sarjana dalam bidang Hukum Pidana yang
menggunakan istilah yyang berbeda-beda untuk menunjuk kepada Tindak Pidana.
Moeljatno, memakai istilah “ Perbuatan Pidana”. Beliau tidak menggunakan
istilah Tindak Pidana. Perbuatan pidana menurut beliau dirumuskan sebagai berikut :
“Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.”6
Sedangkan Utrecht menggunakan istilah “Peristiwa Pidana”. Demikian juga
penggunaan istilah yang berbeda untuk menunjuk kepada tindak pidana diberikan
oleh Mr. M. H. Tirtaamidjaja, beliau menggunakan istilah “Pelanggaran Pidana”
Namun diantara keanekaragaman penggunaan istilah tersebut pada dasarnya
adalah menunjuk kepada pengertian yang sama, yakni yang berasal dari strafbaar feit.
Strafbar Feit adalah diambil dari bahasa belanda yang apabila diterjemahkan secara
harafiah berarti peristiwa pidana.
Menurut Simons, bahwa strafbar feit ialah perbutan melawan hukum yang
berkaitan dengan kesalahan (shculd) seseorang yang mampu bertanggungjawab.
6 Moeljatno., Asas-Asas Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta,1983. hal.1
Universitas Sumatera Utara
Kesalahan dalam pengertian ini termasuk juga kesalahan dalam arti luas yang
meliputi dolus (sengaja) dan culpalate(alpa dan lalai).7
Van Hamel menjelaskan bahwa strafbar feit sebagai perbuatan manusia yang
diuraikan oleh Undang-undang, melawan hukum, patut atau bernilai unutuk dipidana
(strafwaardig), dan dapat dicela karena kesalahan.8
Sedangkan sarjana Pompe menguraikan dua macam definisi tentang strafbaar feit
ini 9, yakni :
a. Defenisi yang bersifat teoritis
Maksudnya ialah berupa pelanggaran terhadap norma (kaidah/tata hukum), yang
diadakan karena kesalahan pelanggar, dan yang harus dijatuhkan pidana untuk
dapat mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
Defenisi ini sekaligus merujuk kepada tujuan hukum pidana yaitu
mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum yang
sesuai dengan UUD 1945.
b. Defenisi yang bersifat hukum positif
memberikan pengertian bahwa starbaar feit ialah suatu peristiwa yang oleh
undang-undang ditentukan mengandung perbuatan (handeling) dan pengabaian
(nelaten), tidak berbuat/berbuat pasif, biasanya dilakukan dalam beberapa
7 A. Zainal Abidin.,Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, hal. 224 8 Ibid., hal.225 9 Ibid., hal. 225
Universitas Sumatera Utara
keadaan, merupakan bagian dari suatu peristiwa. Uraian perbuatan dan keadaan
ikut serta itulah yang disebut uraian delik.
Lain lagi defenisi yang diberikan oleh sarjana Vos. Beliau memberikan pengertian
yang singkat bagi strfbaar feit, yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia, yang oleh
peraturan perundang-undangan diberikan pidana.10
Demikianlah beberapa rumusan-rumusan tentang Tindak Pidana (Strafbaar Feit)
yang diberikan oleh para sarjana ahli dalam hukum pidana.
Pada umumnya tindak pidana disinonimkan dengan “delik” yang berasal dari
bahasa latin yakni kata delictum. Sedangkan pengertian delik itu sendiri dalam bahasa
indonesia adalah : “Delik: perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena
merupakan pelanggaran terhadap undang-undang Tindak Pidana.”11
Dapat disimpulkan bahwa batasan terhadap delik pada umumnya adalah sebagai
berikut :
“suatu perbuatan aktif atau pasif, yang untuk delik materil disyaratkan terjadinya
akibat yang mempunyai hubungan yang kausal dengan perbuatan, yang melawan
hukum formil dan materil, dan tidak ada dasar yang membenarkan perbuatan itu.”
Sedangkan apabila dilihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
maka pengrtian delik itu sendiri tidak dapa ditemukan. Tiap-tiap Pasal dari KUHP
10 Ibid., hal. 225
11 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka.
Universitas Sumatera Utara
hanya menguraikan unsur-unsur delik yang berbeda-beda, sesuai dengan jenis
perbuatan yang diaturnya.
2. Unsur-unsur Tindak Pidana
Yang dimaksudkan disini adalah untuk mengetahui unsur-unsur dari suatu tindak
pidana. Untuk itu harus terlebih dahulu mengetahui pengertian dari unsur. Unsur
adalah semua syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suatu perbuatan untuk dapat
dikategorikan sebagai perbuatan/tindakan yang melawan/melanggar hukum.
Unsur-unsur dari tindak pidana menurut Van Hamel meliputi :
a. Perbuatan,
b. perbuatan itu ditentukan oleh hukum pidana tertulis(asa legalitas) merupakan
perbuatan melawan hukum,
c. bernilai atau patut dipidana.
Sedangkan menurut Van Bemelen Unsur-unsur dari suatu tindak pidana
diantaranya ialah adanyan unsur-unsur kesalahan, kemampuan bertanggungjawab dan
sifat melawan hukum dariperbuatan tersebut.
Lain lagi unsur-unsur dari suatu tindak pidana yang diberikan oleh Prof. Simons.
Menurut Beliau tindak pidana memuat beberapa unsur, yakni :12
1. suatu perbuatan manusia
12 Leden Marpaung,, Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Masalah Prevensinya, Sinar
Grafika, Jakarta 1997, hal.9
Universitas Sumatera Utara
2. perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang
3. perbuatan itu dilakkan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan
unsur-unsur dari tindak pidana adalah jelas berbeda-beda, tergantung dari bentuk
tindak pidananya. Walaupun unsur-unsur setiap delik/tindak pidana berbeda-beda
namun pada dasarnya mempunyai unsur-unsur yang sama, yakni :13
a. perbuatan aktif/positif atau pasif/negative
b. akibat yang terjadi
c. melawan hukum formil yang berkaitan dengan asas legalitas, dan melawan
hukum materil, dan
d. tidak adanya alasan pembenar
Di dalam Pasal-Pasal KUHP ada unsur-unsur delik yang disebutkan secara tegas
(expressis verbis) di dalam Pasal itu sendiri. Namun disamping itu ada juga unsur-
unsur dari delik yang tidak disebutkan dalam Pasal-Pasal KUHP tersebut, walaupun
demikian retap diakui sebagai unsur-unsur dari delik/tindak pidana. Misalnya unsur
melawan hukum dan tidak adanya alasan pembenar.
Unsur-unsur yang tidak dicantumkan secara tegas di dalam Pasal-Pasal KUHP
tersebut dinamakan unsur diam-diam, dan diterima sebagai asumsi.
Adapun cara-cara yang digunakan untuk menguraikan unsur-unsur dari delik ada
tiga cara, yaitu :
13 A. Zainal Abidin Farid, op.cit., hal.221-222
Universitas Sumatera Utara
1. Dengan menerangkan atau menguraikannya, contohnya rumusan delik menurut
Pasal 279,281,286 KUHP. Dari keterangan atau uraian dalam Pasal-Pasal
tersebutdapatlah diketahui unsur-unsurnya
2. Dari rumusan delik yang terdapat dalam Pasal-Pasal tersebut, lalu ditambah
dengan kualifikasi atau sifat dan gelar dari delik itu sendiri. Contohnya pencurian