ANALISIS TENTANG RESTRUKTURISASI KREDIT UNTUK MENGHINDARI TERJADINYA KREDIT MACET (STUDI PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK CABANG LUBUK PAKAM) TESIS Oleh AAN TRIANDI 157011253 / M.Kn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS TENTANG RESTRUKTURISASI KREDIT UNTUKMENGHINDARI TERJADINYA KREDIT MACET (STUDI PADA
PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)TBK CABANG LUBUK PAKAM)
TESIS
Oleh
AAN TRIANDI157011253 / M.Kn
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN2018
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS TENTANG RESTRUKTURISASI KREDIT UNTUKMENGHINDARI TERJADINYA KREDIT MACET (STUDI PADA
PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)TBK CABANG LUBUK PAKAM)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan PadaProgram Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
AAN TRIANDI157011253 / M.Kn
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN2018
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal : 08 Februari 2018
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum
2. Notaris Dr. Suprayitno, SH. M.Kn
3. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA
4. Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : AAN TRIANDI
Nim : 157011253
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS TENTANG RESTRUKTURISASI KREDITUNTUK MENGHINDARI TERJADINYA KREDITMACET (STUDI PADA PT. BANK RAKYATINDONESIA (PERSERO) TBK CABANG LUBUKPAKAM)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,Yang membuat Pernyataan
Nama : AAN TRIANDINim : 157011253
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
Restrukturisasi merupakan upaya penyelamatan kredit bermasalah yangmeliputi upaya Reschedulling, Restructuring dan Reconditioning, misalnyadengan cara memperpanjang jangka waktu kredit, memberikan grace periodwaktu pembayaran, penurunan suku bunga kredit, dan lain sebagainya. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dikenal sistem penyelamatan kredit macetsebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat c yang bertujuan untuk memperbaikikualitas kredit agar tidak terjadi kredit macet. Adapun yang menjadi permasalahandalam tesis ini adalah bagaimanakah mekanisme restrukturisasi kredit pada Bankkonvensional, apa kriteria kredit bermasalah yang dapat dilakukan restrukturisasikredit, dan bagaimanakah proses restrukturisasi kredit pada PT. Bank RakyatIndonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam.
Jenis penelitian yuridis normatif (normative legal research) yang bersifatdeskriptif analisis. Data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang terdiri daribahan hukum primer yaitu undang-undang hukum perdata dan undang-undangnomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992Tentang Perbankan dan field research . Dalam penulisan tesis ini menggunakanteori Kepastian hukum. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian iniadalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian, Kredit merupakan salah satu produk perbankan yangpaling banyak memberikan keuntungan kepada Bank namun memiliki tingkatrisiko yang paling tinggi pula diantara produk-produk perbankan yang lainya.Dalamhal terjadi kredit bermasalah terdapat upaya-upaya dalam menyelamatkankredit bermasalah tersebut agar tidak menjadi kredit dengan kolektabilitas macet,yaitu dengan cara melakukan Restrukturisasi kredit, dimana sisa kredit yang adaakan di lakukan penjadwalan pembayaran kembali dengan memperkecil angsurandan menambah tenor atau jangka waktu pembayaran pinjaman sehingga debiturmemiliki keringanan beban membayar angsuran setiap bulannya yang padaakhirnya kualitas kredit debitur akan menjadi baik.
Adanya upaya Restrukturisasi harus diikuti dengan adanya penilaiankembali yang lebih mendalam terhadap usaha debitur,yang meliputi apakah usahadebitur tersebut masih memiliki potensi atau tidak untuk dapat dilakukanRestrukturisasi, agar tidak terjadi pengulangan Restrukturisasi untuk satuperjanjian hutang dari debitur yang sama. Restrukturisasi juga tidak bolehdisalahgunakan oleh Bank selaku kreditur, yang semata-mata dilakukan hanyauntuk menahan kredit agar kualitas kredit tidak menjadi macet sehinggamengurangi pembentukan biaya PPAP.
Kata Kunci: Bank, Kredit Macet, Restrukturisasi.
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
Restructuring is one of the efforts to repair non-performing loan whichincludes rescheduling, restructuring, and reconditioning, for example, byextending the period of credit, giving grace period by the time of payment,decreasing credit interest, and so on. Law No. 10/1998 is known as credit defaultredemption system as stipulated in Article 7 paragraph c which is aimed to repaircredit quality in order to prevent from non-performing loan. The researchproblems were as follows: how about the mechanism of credit restructuring inconventional banks, what were the criteria of non-performing loan which could bedone by credit restructuring, and how about the process of credit restructuring atPT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., Lubuk Pakam Branch.
This is a normative legal research with descriptive analysis. The datastudied consist of primary legal materials such as the civil laws and the law no.10/1992 on the amendment of the Law No. 7/1992 on Banking and field research.The theory of Legal Certainty is applied in this thesis. The research employedqualitative method for the data analysis.
The results of the research find out that credit is one of banking productsthat provides many advantages to banks, yet it has the highest risk as well amongthe other banking products. In case of problem credits, there are efforts to safethem from becoming credit default i.e. debt restructuring. Debt restructuringreschedules the payment of the remaining loan by reducing the amount of theinstallment payment and adding tenor or the term of credit so that it will helpreducing the debtor’s burden to pay the installment every month; which makesfinally the quality of the debtor’s credit better.
Debt restructuring has to be followed by a more in-depth reappraisal tothe debtor’s business, including whether is till potential or not to get debtrestructuring, so that restructuring will not be given to a loan agreement of thesame debtor. Debt restructuring may not be misused by the Bank as the creditori.e. it is given only to hold the credit, so that the quality of the credit will not be adefault, which reduces the cost of PPA (Provision for Loan Losses).
Keywords: Bank, Credit Default, Restructuring
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kegadirat ALLAH SWT yang maha
pengasih dan penyayang karena atas lindungan dan anugerahnyalah penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul : “Analisis Tentang
Restrukturisasi Kredit Untuk Menghindari Terjadinya Kredit Macet (Studi Pada
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam)”. Penulisan
tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini, penulis banyak
memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
setulus hati kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara, Medan
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Medan
4. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum, selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, dan Bapak Notaris
Dr. Suprayetno, SH, MKn, selaku Anggota Pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.
6. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, dan Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum,
selaku selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan
masukan demi kesempurnaan tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
iv
7. Seluruh staf Pengajar dan staf Administrasi Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah
banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademis
selama mengikuti perkuliahan.
8. Rekan-rekan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara angkatan 2015 yang telah memberikan semangat
dan dukungan selama studi dan dalam penyelesaian tesis ini.
9. Secara khusus kepada Pimpinan Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Lubuk Pakam yang telah memberikan izin, dorongan dan dukungan,
baik moril maupun materil dalam melanjutkan studi di Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terimaksih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda dan Ibunda
Suyatmi tercinta atas dukungan materil dan moril yang telah diberikan, Isteriku
tercinta Noviana Islamiyah Boru Purba Am.Keb, SKM yang telah memberikan
kasih sayang, keikhlasan, doa, kesabaran dan dukungan yang tak terhingga selama
menyelesaikan tesis ini. Juga kepada Putri ku tersayang Adinda Callista Zahra
yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan
pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Tesis ini dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan
harapan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di masa
yang akan datang.
Medan, Februari 2018
Penulis
( Aan Triandi )
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Aan Triandi
Tempat/tanggal lahir : P. Siantar/ 26 Mei 1989
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Desa Perdamean Kec. Tg. Morawa Kab. D.
Serdang
II. DATA KELUARGA
1. Nama Ayah : Maryadi
2. Nama Ibu : Suyatmi
3. Nama Istri : Noviana Islamiyah Br Purba Am.Keb,
SKM
4. Nama Anak : Adinda Callista Zahra
III DATA PENDIDIKAN
1. Tahun 1996 – 2002 : SD Negri Jebeng Kec. Slahung Kab. PonorogoJawa Timur.
2. Tahun 2002 – 2005 : SMP YP. NUR AZIZI Tanjung Morawa.
3. Tahun 2005 – 2008 : SMA YP. KARYA PENDIDIK L. Pakam
4. Tahun 2008 – 2012 : S-1 Universitas Pembinaan Masyarakat
Indonesia (UPMI) Medan.
5. Tahun 2015-2018 : S-2 Program Studi Magister KenotariatanFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ viii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 6
E. Keaslian Penelitian................................................................. 6
F. Kerangka Teori dan Konsepsi................................................ 9
1. Kerangka Teori ............................................................... 9
2. Perwujudan Prinsip Kehati-hatian Pada Kegiatan UsahaPerbankan........................................................................ 37
BAB III. KRITERIA KREDIT BERMASALAH YANG DAPAT DILAKUKAN RESTRUKTURISASI ........................................... 41
A. Kredit Bermasalah.................................................................. 41
1. Pengertian Kredit ........................................................... 41
2. Penggolongan Kredit Bermasalah................................... 47
3. Penanganan Kredit Bermasalah ...................................... 49
B. Kriteria Kredit Bermasalah yang Dapat DilakukanRestrukturisasi........................................................................ 53
1. Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah ............ 53
a. Faktor yang Berasal Dari Nasabah .......................... 53
b. Faktor yang Berasal Dari Bank................................ 54
2. Kriteria Kredit Bermasalah yang Dapat DilakukanRestrukturisasi................................................................. 59
BAB IV. ANALISIS TENTANG PROSES RESTRUKTURISASIUNTUK MENGHINDARI TERJADINYA KREDITMACET PADA PT.BANK RAKYAT INDONESIA(PERSERO) TBK CABANG LUBUK PAKAM ...................... 62
A. Gambaran Umum Mengenai PT. Bank Rakyat Indonesia(Persero) Tbk ......................................................................... 62
B. Proses Pelaksanaan Restrukturisasi Pada PT. Bank RakyatIndonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam..................... 65
C. Analisis Restrukturisasi Untuk MenghindariterjadinyaKredit Macet pada PT. Bank Rakyat Indonesia(Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam ..................................... 72
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 99
A. Kesimpulan ............................................................................ 99
B. Saran....................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 103
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR SINGKATAN
AJKO : Asuransi Jiwa Kredit Online
AO : Account Officer
ATM : Anjungan Tunai Mandiri
AYDA : Agunan Yang Diambil Alih
BANI : Badan Arbitrase Nasional Indonesia
BIS : Bank for International Settlement
BKTN : Bank Koperasi Tani dan Nelayan
BMPK : Batas Maximum Pemberian Kredit
BPK : Badan Pemeriksaan Keuangan
BPPN : Badan Penyehatan Perbankan Nasional
BRI : Bank Rakyat Indonesia
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
BW : Burgerlijk Wetboek
CKPN : Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
CRM : Credit Risk Management
D : Diragukan
DPK : Dalam Perhatian Khusus
KL : Kurang Lancar
KPKNL : Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
L : Lancar
LKN : Lembar Kunjungan Nasabah
M : Macet
NPL : Non Performing Loan
OJK : Otoritas Jasa Keuangan
PAKMEI 1993 : Paket Kebijakan Deregulasi bulan Mei tahun 1993
Universitas Sumatera Utara
ix
PAKTO 88 : Paket Kebijakan Oktober tahun 1988
PBI : Peraturan Bank Indonesia
PE : Parate Eksekusi
PKPU : Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
PPAP : Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
PRIBUMI : Priyayi yang Berkebangsaan Indonesia
PTK : Putusan Kredit
RM : Relationship Management
RPC : Re Payment Capacity
RTL : Rencana Tindak Lanjut
SEBI : Surat Edaran Bank Indonesia
SPFAIB : Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan
Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
AAN TRIANDI
157011253/M.Kn
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
2
ABSTRAK
Restrukturisasi merupakan upaya penyelamatan kredit bermasalah yangmeliputi upaya Reschedulling, Restructuring dan Reconditioning, misalnya dengan caramemperpanjang jangka waktu kredit, memberikan grace period waktu pembayaran,penurunan suku bunga kredit, dan lain sebagainya. Undang-Undang Nomor 10 Tahun1998 dikenal sistem penyelamatan kredit macet sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayatc yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kredit agar tidak terjadi kredit macet.Adapun yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimanakah mekanismerestrukturisasi kredit pada Bank konvensional, apa kriteria kredit bermasalah yang dapatdilakukan restrukturisasi kredit, dan bagaimanakah proses restrukturisasi kredit padaPT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam.
Jenis penelitian yuridis normatif (normative legal research) yang bersifatdeskriptif analisis. Data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang terdiri daribahan hukum primer yaitu undang-undang hukum perdata dan undang-undangnomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992Tentang Perbankan dan field research . Dalam penulisan tesis ini menggunakanteori Kepastian hukum. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian iniadalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian, Kredit merupakan salah satu produk perbankan yangpaling banyak memberikan keuntungan kepada Bank namun memiliki tingkatrisiko yang paling tinggi pula diantara produk-produk perbankan yang lainya.Dalamhal terjadi kredit bermasalah terdapat upaya-upaya dalam menyelamatkankredit bermasalah tersebut agar tidak menjadi kredit dengan kolektabilitas macet,yaitu dengan cara melakukan Restrukturisasi kredit, dimana sisa kredit yang adaakan di lakukan penjadwalan pembayaran kembali dengan memperkecil angsurandan menambah tenor atau jangka waktu pembayaran pinjaman sehingga debiturmemiliki keringanan beban membayar angsuran setiap bulannya yang padaakhirnya kualitas kredit debitur akan menjadi baik.
Adanya upaya Restrukturisasi harus diikuti dengan adanya penilaiankembali yang lebih mendalam terhadap usaha debitur,yang meliputi apakah usahadebitur tersebut masih memiliki potensi atau tidak untuk dapat dilakukanRestrukturisasi, agar tidak terjadi pengulangan Restrukturisasi untuk satuperjanjian hutang dari debitur yang sama. Restrukturisasi juga tidak bolehdisalahgunakan oleh Bank selaku kreditur, yang semata-mata dilakukan hanyauntuk menahan kredit agar kualitas kredit tidak menjadi macet sehinggamengurangi pembentukan biaya PPAP.
Kata Kunci: Bank, Kredit Macet, Restrukturisasi.
Universitas Sumatera Utara
3
ABSTRACT
Restructuring is one of the efforts to repair non-performing loan whichincludes rescheduling, restructuring, and reconditioning, for example, byextending the period of credit, giving grace period by the time of payment,decreasing credit interest, and so on. Law No. 10/1998 is known as credit defaultredemption system as stipulated in Article 7 paragraph c which is aimed to repaircredit quality in order to prevent from non-performing loan. The researchproblems were as follows: how about the mechanism of credit restructuring inconventional banks, what were the criteria of non-performing loan which could bedone by credit restructuring, and how about the process of credit restructuring atPT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., Lubuk Pakam Branch.
This is a normative legal research with descriptive analysis. The datastudied consist of primary legal materials such as the civil laws and the law no.10/1992 on the amendment of the Law No. 7/1992 on Banking and field research.The theory of Legal Certainty is applied in this thesis. The research employedqualitative method for the data analysis.
The results of the research find out that credit is one of banking productsthat provides many advantages to banks, yet it has the highest risk as well amongthe other banking products. In case of problem credits, there are efforts to safethem from becoming credit default i.e. debt restructuring. Debt restructuringreschedules the payment of the remaining loan by reducing the amount of theinstallment payment and adding tenor or the term of credit so that it will helpreducing the debtor’s burden to pay the installment every month; which makesfinally the quality of the debtor’s credit better.
Debt restructuring has to be followed by a more in-depth reappraisal tothe debtor’s business, including whether is till potential or not to get debtrestructuring, so that restructuring will not be given to a loan agreement of thesame debtor. Debt restructuring may not be misused by the Bank as the creditori.e. it is given only to hold the credit, so that the quality of the credit will not be adefault, which reduces the cost of PPA (Provision for Loan Losses).
Keywords: Bank, Credit Default, Restructuring
Universitas Sumatera Utara
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kegadirat ALLAH SWT yang maha
pengasih dan penyayang karena atas lindungan dan anugerahnyalah penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul : “Analisis Tentang
Restrukturisasi Kredit Untuk Menghindari Terjadinya Kredit Macet (Studi Pada
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam)”. Penulisan
tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini, penulis banyak
memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
setulus hati kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum, selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, Medan
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Medan
4. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, dan Bapak Notaris Dr.
Suprayetno, SH, Mkn selaku Anggota Pembimbing yang telah memberikan
arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.
6. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, dan Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum,
selaku selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan
masukan demi kesempurnaan tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
5
7. Seluruh staf Pengajar dan staf Administrasi Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah
banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademis
selama mengikuti perkuliahan.
8. Rekan-rekan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara angkatan 2015 yang telah memberikan semangat
dan dukungan selama studi dan dalam penyelesaian tesis ini.
9. Secara khusus kepada Pimpinan Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Lubuk Pakam yang telah memberikan izin, dorongan dan dukungan,
baik moril maupun materil dalam melanjutkan studi di Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terimaksih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda dan Ibunda
Suyatmi tercinta atas dukungan materil dan moril yang telah diberikan, Isteriku
tercinta Noviana Islamiyah Boru Purba Am.Keb, SKM yang telah memberikan
kasih sayang, keikhlasan, doa, kesabaran dan dukungan yang tak terhingga selama
menyelesaikan tesis ini. Juga kepada Putri ku tersayang Adinda Callista Zahra
yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan
pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Tesis ini dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan
harapan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di masa
yang akan datang.
Medan, Februari 2018
Penulis
( Aan Triandi )
Universitas Sumatera Utara
6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Aan Triandi
Tempat/tanggal lahir : P. Siantar/ 26 Mei 1989
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Desa Perdamean Kec. Tg. Morawa Kab. D.
Serdang
II. DATA KELUARGA
1. Nama Ayah : Maryadi
2. Nama Ibu : Suyatmi
3. Nama Istri : Noviana Islamiyah Br Purba Am.Keb, SKM
4. Nama Anak : Adinda Callista Zahra
III. DATA PENDIDIKAN
1. Tahun 1996 – 2002 SD Negri Jebeng Kec. Slahung Kab. PonorogoJawa Timur.
2. Tahun 2002 – 2005 SMP YP. NUR AZIZI Tanjung Morawa.
3. Tahun 2005 – 2008 SMA YP. KARYA PENDIDIK L. Pakam
4. Tahun 2008 – 2012 S-1 Universitas Pembinaan Masyarakat
Indonesia (UPMI) Medan.
5. Tahun 2015-2018 S-2 Program Studi Magister Kenotariatan
A. Latar Belakang ......................................................................... 1B. Perumusan Masalah.................................................................. 5C. Tujuan Penelitian...................................................................... 5D. Manfaat Penelitian.................................................................... 6E. Keaslian Penelitian ................................................................... 6F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori ..................................................................... 92. KerangkaKonsepsi................................................................ 12
G. Metode Penelitian..................................................................... 131. Jenis Penelitian ..................................................................... 142. Sifat Penelitian...................................................................... 143. Sumber Data ......................................................................... 154. Teknik Alat Pengumpulan Data ........................................... 155. Analisis Data ........................................................................ 16
BAB II. MEKANISME RESTRUKTURISASI KREDIT PADA BANKKONVENSIONAL UNTUK MENGHINDARI TERJADINYAKREDIT MACET
A. Mekanisme Restrukturisasi Pada Bank Konvensional............. 181. Restrukturisasi Kredit .......................................................... 182. Proses Restrukturisasi Pada Bank Konvensional ................ 20
a. .................................................................................Analisis dan Dokumentasi ....................................................... 20
BAB III. KRITERIA KREDIT BERMASALAH YANG DAPAT DILAKUKAN RESTRUKTURISASI
A. Kredit Bermasalah................................................................. 411.Pengertian Kredit ................................................................. 412.Penggolongan Kredit Bermasalah ....................................... 473.Penanganan Kredit Bermasalah ........................................... 49
B. Kriteria Kredit Bermasalah yang Dapat DilakukanRestrukturisasi.......................................................................... 531.Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah................... 53
a.Faktor yang Berasal Dari Nasabah.................................... 53b.Faktor yang Berasal Dari Bank......................................... 54
B. Kriteria Kredit Bermasalah yang Dapat Dilakukan Restrukturisasi 59
BAB IV. ANALISIS TENTANG PROSES RESTRUKTURISASI UNTUKMENGHINDARI TERJADINYA KREDIT MACET PADAPT.BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK CABANGLUBUK PAKAM
A. Gambaran Umum Mengenai PT. Bank Rakyat Indonesia(Persero) Tbk ...................................................................... 62
B. Proses Pelaksanaan Restrukturisasi Pada PT. BankRakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam........ 65
C.Analisis Restrukturisasi Untuk Menghindari terjadinyaKredit Macet pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk Cabang Lubuk Pakam...................................................... 72
BAB V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan ............................................................................ 99B. Saran....................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 103
Universitas Sumatera Utara
9
DAFTAR SINGKATAN
AJKO : Asuransi Jiwa Kredit Online
AO : Account Officer
ATM : Anjungan Tunai Mandiri
AYDA : Agunan Yang Diambil Alih
BANI : Badan Arbitrase Nasional Indonesia
BIS : Bank for International Settlement
BKTN : Bank Koperasi Tani dan Nelayan
BMPK : Batas Maximum Pemberian Kredit
BPK : Badan Pemeriksaan Keuangan
BPPN : Badan Penyehatan Perbankan Nasional
BRI : Bank Rakyat Indonesia
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
BW : Burgerlijk Wetboek
CKPN : Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
CRM : Credit Risk Management
D : Diragukan
DPK : Dalam Perhatian Khusus
KL : Kurang Lancar
KPKNL : Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
L : Lancar
LKN : Lembar Kunjungan Nasabah
M : Macet
NPL : Non Performing Loan
OJK : Otoritas Jasa Keuangan
PAKMEI 1993 : Paket Kebijakan Deregulasi bulan Mei tahun 1993
Universitas Sumatera Utara
10
PAKTO 88 : Paket Kebijakan Oktober tahun 1988
PBI : Peraturan Bank Indonesia
PE : Parate Eksekusi
PKPU : Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
PPAP : Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
PRIBUMI : Priyayi yang Berkebangsaan Indonesia
PTK : Putusan Kredit
RM : Relationship Management
RPC : Re Payment Capacity
RTL : Rencana Tindak Lanjut
SEBI : Surat Edaran Bank Indonesia
SPFAIB : Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank
SPH : Surat Pengakuhan Hutang
UUK : Undang – Undang Kepailitan
5C : Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition.
Universitas Sumatera Utara
11
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan pembangunan yang ditunjang dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan kondisi pasar yang stabil adalah merupakan kondisi ideal yang
diharapkan semua pihak, tetapi terkadang tidak selalu demikian. Menurunnya nilai
tukar mata uang, terus meningkatnya suku bunga pinjaman dengan disertai
menurunnya daya beli masyarakat (inflasi) sangat mempengaruhi roda
perekonomian secara umum. Kondisi seperti ini akan berimbas pada menurunnya
kemampuan membayar para debitur dari suatu Bank. Ketidak mampuan atau
menurunya kemampuan dari debitur untuk membayar angsuran kreditnya adalah
merupakan gejala awal dari timbulnya suatu kredit bermasalah dalam dunia
perbankan. Namun demikian dimungkinkan juga kredit bermasalah timbul karena
faktor-faktor lain diluar inflasi tersebut.
Terhadap kredit-kredit bermasalah yang timbul tersebut diperlukan
penanganan dengan segera oleh pihak bank agar tidak berkelanjutan menjadi
kredit macet (Non Performing Loan) yang jika persentasenya terus meningkat
akan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan suatu bank. Oleh karena itu pihak
bank wajib menerapkan serta melaksanakan prinsip kehati-hatian yang terkait
dengan pemberian kredit.
Tidak dapat dipungkuri pula, bahwa salah satu tugas pokok perbankan
adalah menyalurkan dana kepada nasabah dalam bentuk pemberian pinjaman atau
kredit. Hal ini tegas disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 UU No 10 Tahun 1998
Universitas Sumatera Utara
12
Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang
menyebutkan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.1
Muchdarsjah Sinungan memberikan menyebutkan bahwa kredit adalah
suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu
akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan
suatu contra prestasi berupa bunga”.2
Khusus mengenai pemberian kredit untuk membantu nasabah dalam
mengembangkan usaha dalam prakteknya banyak mengalami persoalan, salah satu
persoalan yang sering dihadapi oleh perbankan adalah kredit macet. Dalam paket
kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal
dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana
kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit
diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh
1 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 TentangPerubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
2 Muchdarsah Sinungan, Dasar-Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, (Jakarta: BinaAksara, 2003), hlm. 3
Universitas Sumatera Utara
13
setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat
mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.
Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet,
dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:
a. Rescheduling (Penjadwalan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau
jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya
angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat diberikan kebijakan
ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan itikad dan
karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi
kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak
memerlukan tambahan dana atau likuiditas.
b. Reconditioning (Persyaratan Ulang)
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas
pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga,
penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya.
Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau injeksi
dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi ‘equity’ perusahaan.
Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan ‘cooperative’ yang usahanya sedang
mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi
dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
persyaratan ulang.
c. Restructuring (Penataan Ulang)
Universitas Sumatera Utara
14
Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut Penambahan dana bank, atau
Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru,
dan atau Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank
atau mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan
d. Liquidation (Liquidasi)
Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka
pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit
yang memang benar-benar menurut bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk
disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek
untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan
menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan.
Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan
dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan
eksekusi atau pelelangan.3
Dari hasil penelitian yang di lakukan, dapat diketahui persentase kredit
bermasalah yang terjadi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Lubuk Pakam Dalam Tahun 2017 adalah 2,2 % Untuk Kredit Retail yang
disebabkan oleh faktor ekstern dari bank yaitu pihak debitur. Oleh PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam, kredit bermasalah ini
diselesaikan melalui dua tahap, yaitu tahap penyelamatan kredit melalui
Restrukturisasi, sedangkan untuk kredit yang tidak bisa diselesaikan melalui tahap
3 Ibid
Universitas Sumatera Utara
15
penyelamatan kredit lebih lanjut dilakukan melalui tahap penyelesaian kredit yaitu
penyelesaian melalui saluran hukum yang dilaksanakan oleh KPKNL (Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, yang menjadi perhatian dalam
penelitian tesis ini adalah untuk menghindari terjadinya kredit macet dapat
dilakukan upaya restrukturisasi kredit yang dalam kenyataan nya tidak semua
bank akan menawarkan upaya restrukturisasi atau tidak semua bank dapat
mengabulkan permohonan restrukturisasi yang diajukan oleh pihak debitur,
melainkan bank lebih memilih jalan melelang barang jaminan dari pihak debitur
atau menjual barang jaminan debitur melalui penjualan dibawah tangan.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam tesis ini adalah :
1. Bagaimanakah mekanisme restrukturisasi kredit pada Bank konvensional?
2. Apa kreteria kredit bermasalah yang dapat dilakukan restrukturisasi kredit?
3. Bagaimanakah proses restrukturisasi kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui mekanisme restrukturisasi kredit pada Bank konvensional.
2. Untuk mengetahui kriteria kredit bermasalah yang dapat dilakukan
restrukturisasi kredit.
Universitas Sumatera Utara
16
3. Untuk mengetahui dan menganalisa proses restrukturisasi kredit pada PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan 2 dua manfaat yaitu manfaat
secara teoritis dan manfaat secara praktis.
Secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
mengeluarkan kebijaksanaan dalam mengabulkan permohonan restrukturisasi
kredit yang diajukan oleh pihak debitur. Alasan penelitian ini adalah bahwa
pemberian kredit pada dasarnya untuk membantu nasabah atau debitur. Jika
debitur bermasalah dalam pembayaran kredit, tidak berarti debitur telah gagal
dalam menjalankan bisnis atau usahanya, mungking ada faktor-faktor lain yang
perlu dikaji. Dengan adalanya masukan ini diharapkan perbankan dapat
menjalankan kebijakan secara lunak.
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kredit macet,
sehingga pandangan masyarakat yang selama ini hanya terpusat pada penyitaan
aset oleh pihak perbankan, sebagai akibat persoalan kredit menjadi berkurang dan
selanjutnya masyarakat dapat menempuh upaya-upaya lainnya termasuk upaya
restrukturisasi kredit.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan
yang dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya
Universitas Sumatera Utara
17
dilingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, belum
ada penelitian sebelumnya tesis yang berjudul “Analisis Yuridis Tentang
Penjadwalan Ulang Hutang Untuk Menghindari Terjadinya Kredit Macet : Studi
Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam. Akan tetapi
ada beberapa penelitian yang menyangkut tentang Kredit Macet antara lain
penelitian yang dilakukan oleh :
1. Hendri (NIM. 127011152) Magister Kenotariatan Universitas Sumatera
Utara, dengan judul penelitian “ Penataan kembali (Restrukturisasi utang
perusahaan publik terhadap kreditor pihak ketiga (Studi pada PT. Toba Pulp
Lestari Tbk), dengan rumusan permasalahan:
a. Bagaimana dasar pengaturan penataankembali (restrukturisasi) utang
menurut hukum kepailitan di Indonesia?
b. Bagaimana tata cara pelaksanaan penataan kembali (restrukturisasi) utang
yang dapat dilakukan perusahaan publik di Indonesia terhadap kreditor
pihak ketiga?
c. Bagaimana penataan kembali (restrukturisasi) utang PT. Toba Pulp Lestari
Tbk sebagai perusahaan publik terhadap kreditor pihak ketiganya?
2. Nur Asmalina Siregar (NIM. 017011047), Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, dengan judul penelitian “ Penyelesaian Kredit Macet Melalui
Penjualan Dibawah Tangan Benda Jaminan Yang Diikat Dengan Hak
Tanggungan” dengan pokok permasalahan:
a. Bagaimana prosedur penjualan objek hak tanggungan secara dibawah
tangan sebagai upaya dalam penyelesaian kredit macet?
Universitas Sumatera Utara
18
b. Mengapa penyelesaian kredit macet dilakukan melalui penjualan dibawah
tangan?
c. Bagaimana kekuatan hukum hak atas benda jaminan pasca penjualan
dibawah tangan bagi pihak ketiga?
3. Donna Febryna Sidauruk (NIM. 127011164) Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “ Kewenangan Notaris
Dalam Status Tersangka Menjalankan Tugas sebagai Pejabat Umum
Membuat Akta Otentik, dengan rumusan permasalahan:
a. Bagaimana kedudukan hukum akta kuasa menjual dalam perjanjian kredit
di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Pematang Siantar?
b. Bagaimana proses eksekusi kredit macet terhadap benda jaminan
berdasarkan akta kuasa menjual PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang
Pematang Siantar?
c. Bagaimana Kendala-kendala yang dihadapi dalam mengeksekusi benda
jaminan berdasarkan akta kuasa menjual?
Berdasarkan penelitian yang relevan diatas, terlihat bahwa tidak ada
penelitian yang menyangkut “Analisis Yuridis Tentang Penjadwalan Ulang
Hutang Untuk Menghindari Terjadinya Kredit Macet : Studi Di PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam. Dengan demikian, penelitian ini
asli dan dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya karena belum ada yang
melakukan penelitian ini sebelumnya dan tidak ada kesamaan permasalahan
maupun pembahasan dalam penelitian ini dengan yang tersebut diatas, sehingga
penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
19
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian
dan hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas.4 Teori adalah suatu
sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama
lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan
tentang dunia.5
Bagi suatu penelitian, teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa
kegunaan. Kegunaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut;6
a. Teori berguna untuk lebih mempertajam dan mengkhususkan faktor-faktoryang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-defenisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telahdiketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, olehkarena telah diketahui sebab-sebab terjadi fakta tersebut mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang.
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekuranganpada pengetahuan peneliti.
Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifikasi atau suatu proses tertentu terjadi.7
Berkenaan dengan penelitian ini, maka teori yang digunakan untuk analisis
adalah teori kepastian hukum.
4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,1986), hIm. 126
5HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama,
J. M. Wisman, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, (Jakarta: Fakultas Ekonomi UniversitasIndonesia, 1996), hlm. 203.
Universitas Sumatera Utara
20
Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama
adanya aturan yang tidak bersifat umum yang membuat individu mengetahui
perbuatán apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan
hukum bagi individu dan kesewenangan pemerintah karena adanya aturan hukum
yang bersifat umum itu maka individu dapat mengetahui apa saja yang boleh
dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum
bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya
konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan
hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.8
Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum
(rechtzekerheit) dalam pergaulan manusia dan hubungan-hubungannya dalam
pergaulan kemasyarakatan. Hukum menjamin kepastian pada pihak yang satu
terhadap pihak yang lain.9 Kepastian hukum menunjukkan kepahaman dalam
pengertian tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir), dan logis dalam artian
menjadi suatu sistem norma dengan norma lain, sehingga tidak berbenturan atau
menimbulkan konflik norma.
Menurut Sudikno Mertokusumo:10
”Kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yangberhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan putusan dapatdilaksanakan, walau kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilannamun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum,
8 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencara Pranada MediaGroup, 2008), hlm.158
9M Solly Lubis, Beberapa Pengertian Umum Tentang Hukum, (Program Studi Ilmu
Hukum Sekolah Pasca Sarjana USU), hIm. 17.10 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta : Liberty,
2002), hlm. 160.
Universitas Sumatera Utara
21
mengikat setiap orang, sedangkan keadilan bersifat subjektif,individualistis dan tidak menyamaratakan”.
Menurut M. Solly Lubis:11
Kepastian hukum ialah kejelasan peraturan hukum mengenai hak,kewajiban dan status seseorang atau suatu badan hukum. Kepastian hak,kewajiban dan kepastian status ini mendatangkan ketertiban, keteraturan,ketenangan bagi yang bersangkutan, karena dengan adanya kejelasanseperti diatur oleh hukum, maka seseorang tahu benar bagaimana statusatau kedudukannya, seberapa jauh hak maupun kewajibanya dalamkedudukan tersebut.
Tanpa kepastian hukum orang tidak akan tahu apa yang harus diperbuatnya
dan apa akibat dari perbuatan nya yang terkadang dapat menimbulkan keresahan,
akan tetapi terlalu menitik beratkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat
mentaati peraturan hukum, akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil.
Hukum pada hakikatnya adalah bersifat abstrak, meskipun pada
manifestasinya dapat berwujud konkrit. Oleh karenannya pertanyaan tentang
apakah hukum itu senantiasa merupakan pertanyaan yang jawabannya tidak
mungkin satu. Dengan kata lain, persepsi setiap orang mengenai hukum itu
beraneka ragam, tergantung pada sudut pandang masing-masing.
Tujuan hukum menurut hukum konvensional adalah mewujudkan keadilan
(rechisgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutilileil) dan kepastian hukum
(rechtzekerheit).12 Penulisan ini berupaya guna menganalisis secara hukum
terhadap proses penjadwalan ulang hutang untuk menghindari terjadinya kredit
macet.
11 M Solly Lubis, Serba-serbi Politik dan Hukum, (Program Studi Ilmu Hukum SekolahPasca Sarjana USU), hIm. 17.
12 Ahmad Ali, Menguak Takbir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),(Jakarta:PT.Gunung Agung, 2002), hlm. 85.
Universitas Sumatera Utara
22
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, Peranan konsep
dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan dunia observasi,
antara abstraksi dan realitas.13 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan
abstraksi yang. digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan
definisi operasional.14
Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan pengertian
atau penafsiran mendua (dubius) dan suatu istilah yang dipakai.
Analisa adalah merupakan analisis yaitu penyelidikan suatu peristiwa untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya.15
Restrukturisasi kredit adalah upaya penyelamatan kredit bermasalah yang
meliputi upaya Reschedulling, Restructuring dan Reconditioning, misalnya
dengan cara memperpanjang jangka waktu kredit, memberikan grace period
waktu pembayaran, penurunan suku bunga kredit, dan lain sebagainya.
Kredit macet adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat
adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar
kemampuan debitur
13Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung:
pendekatan perundang-undangan ( statute approach )10 dengan menganalisa
peraturan perundang-undangan yang berlaku baik bahan hukum primer maupun
bahan hukum sekunder.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini yang merupakan sumber data utama adalah studi
kepustakaan yang merupakan data sekunder yang di peroleh dari bahan pustaka
data resmi pada instansi pemerintahan,undang-undang, makalah-makalah yang
memiliki keterkaitan dengan masalah yang sedang diteliti yang terdiri dari :19
a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat , yaitu : Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan
hukum primer antara lain berupa tulisan atau pendapat para pakar hukum.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk
dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet
serta makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data guna mendapatkan data primer dan sekunder dalam
penelitian ini dilakukan melalui dua cara yaitu:
19Ronny Hanitijo Soemitro, Merodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1988), hlm 55-60.
Universitas Sumatera Utara
26
a. Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan berupa mengumpulkan dokumen dan bahan-bahan
kepustakaan. Jenis bahan hukum adalah bahan hukum primer berupa undang-
undang, peraturan perundang-undangan dan KUHAP, bahan hukum sekunder
hasil penelitian sebelumnya dan bahan-bahan non-hukum berupa Kamus
Bahasa Indonesia, Kamus Ilmiah Populer, Ensiklopedia dan tulisan yang
terkait dengan permasalahan penelitian.
b. Studi Lapangan (Field Research) yaitu mengumpulan data primer melalui
kegiatan wawancara di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk
Pakam dengan pihak-pihak terkait yaitu pihak pemrakarsa kredit.
Menurut Bambang Waluyo, “sebagai penelitian hukum yang bersifat
normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui penelitian kepustakaan (Library Research) yakni upaya untuk
memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-
undangan, majalah, koran, artikel, dan sumber lainya yang relevan dengan
penelitian”.20
5. Analisis Data
Analisis data adalah sebagai tindak lanjut proses pengolahan data
merupakan kerja seorang yang memerlukan penelitian, dan pencurahan daya pikir
secara optimal.21 Analisis data juga merupakan sebuah proses mengorganisasikan
dan mengurutkan data kedalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga
20 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996),hlm.14.
21Bambang Waluyo, op.cit., hlm. 71.
Universitas Sumatera Utara
27
dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan. Sampel penelitian menurut Suharsimi adalah merupakan sebagian
atau wakil populasi yang diteliti.22 Dalam membahas penelitian ini, penulis
berusaha mencari bahan yang ada relevansinya dengan permasalahan yang akan
dibahas, sehingga dapat mendukung demi terwujudnya suatu tulisan yang
berbentuk ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan.
Data yang telah dikumpulkan. kemudian dimanfaatkan sedemikian rupa
sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk
menjawab permasalahan dalam penelitian. Analisis dalam penelitian ini dilakukan
secara kualitatif karena penelitian ini tidak hanya bermaksud mengungkapkan atau
melukiskan data sebagaimana adanya, tetapi juga bermaksud melukiskan realitas
dan kebijakan legislatif sebagaimana yang diharapkan.
22Suharsimin Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Departemen Pendidik Kebudayaan,
Rineka Cipta, 1999), hlm. 117.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB IIMEKANISME RESTRUKTURISASI KREDIT PADA BANK
KONVENSIONAL UNTUK MENGHINDARI TERJADINYA KREDITMACET
A. Mekanisme Restrukturisasi Pada Bank Konvensional
1. Restrukturisasi Kredit
Kredit yang bermasalah adalah suatu resiko yang dikandung dalam setiap
pemberian kredit oleh bank. Resiko itu berupa suatu keadaan dimana debitur tidak
dapat memenuhi kewajibanya kepada bank tepat pada waktunya. Kredit
bermasalah akan berpengaruh pada penghasilan yang akan diterima bank, yang
lebih lanjut akan berdampak pada kelangsungan hidup bank.
Perlu adanya upaya dalam mengatasi kredit bermasalah tersebut. Upaya
restrukturisasi kredit merupakan upaya penyelamatan kredit bermasalah yang
meliputi upaya Reschedulling, Restructuring dan Reconditioning, misalnya
dengan cara memperpanjang jangka waktu kredit, memberikan grace period
waktu pembayaran, penurunan suku bunga kredit, dan lain sebagainya.
Restrukturisasi kredit dapat diberikan bilamana nasabah beriktikad baik. Nasabah
beriktikad baik dalam menyelesaikan kredit bermasalah dapat diukur kemauan
dan kemampuan membayar dari bentuk perilaku nasabah, antara lain:23
a. Nasabah bersedia untuk diajak berdiskusi dalam rangka menyelesaikankreditnya.
b. Nasabah bersedia untuk memberikan data keuangan yang benar.c. Nasabah memberikan izin pada bank untuk melakukan pemeriksaan
laporan keuangan.
23 Trisadini Prasastinah Usanti dan Nurwahjuni, Model Penyelesaian Kredit Bermasalah,(Surabaya: Revka Pertra Media, 2014),hlm. 100
Universitas Sumatera Utara
29
d. Nasabah bersedia untuk ikut program penyelamatan kredit bermasalahdan menjalankan langkah-langkah yang diberikan oleh bank.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini dalam bukunya Hukum Kepailitan bahwa
utang debitur yang dianggap layak untuk direstrukturisasi apabila:24
a. Perusahaan debitur masih memiliki proses usaha yang baik untuk mampumelunasi hutang (hutang-hutang) tersebut apabila perusahaan debiturdiberi penundaan pelunasan hutang (hutang-hutang) tersebut dalamjangka waktu tertentu, baik dengan atau tanpa diberi keringanan-keringanan persyaratan dan atau diberi tambahan hutang baru.
b. Hutang (hutang-hutang) debitur dianggap layak untuk direstrukturisasiapabila para kreditur akan memperoleh pelunasan hutang-hutang merekayang jumlah nya lebih besar melalui restrukturisasi dari pada apabilaperusahaan debitur dinyatakan pailit, atau
c. Apabila syarat-syarat hutang berdasarkan kesepakatan restrukturisasimenjadi lebih menguntungkan bagi para kreditur dari pada apabila tidakdilakukan restrukturisasi.
Upaya restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank
dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk
memenuhi kewajibannya, yang dilakukan, melalui:25
a. Penurunan suku bunga Kredit;b. Perpanjangan jangka waktu kredit;c. Pengurangan tunggakan bunga kredit;d. Pengurangan tunggakan pokok kredit;e. Penambahan fasilitas kredit; dan/atauf. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara
Bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk:
a. Memperbaiki kualitas Kredit; atau
b. menghindari peningkatan pembentukan PPA, tanpa memperhatikan
kriteria debitur.
24 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun2004 Tentang Kepailitan, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2000), hlm. 380.
25 Trisadini Prasastinah Usanti dan Abdul Somad, Hukum Perbankan, (Jakarta: Kencana,Rineka Cipta, 2017), hlm. 207.
Universitas Sumatera Utara
30
2. Proses Restrukturisasi Pada Bank Konvensional
Dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian, bank harus memiliki
pedoman restrukturisasi kredit yang memuat prosedur dan tata cara dalam
melaksanakan restrukturisasi kredit yang paling kurang memuat hal-hal, sebagai
berikut:26
a. Analisis dan Dokumentasi
Dalam melakukan analisis terhadap Kredit yang akan direstrukturisasi, bank
paling kurang memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Evaluasi terhadap permasalahan debitur, yang meliputi:
a. Evaluasi terhadap penyebab terjadinya tunggakan pokok dan/ atau
bunga yang didasarkan atas laporan keuangan, arus kas (cash flow),
proyeksi keuangan, kondisi pasar, dan faktor lain yang berkaitan
dengan usaha debitur;
b. Perkiraan pengembalian seluruh pokok dan/atau bunga berdasarkan
perjanjian kredit sebelum dan setelah restrukturisasi kredit. Perkiraan
tersebut hendaknya didasarkan pada rasio keuangan, termasuk
proyeksi rasio keuangan, yang mencerminkan kondisi keuangan dan
kemampuan debitur untuk membayar kembali pinjamannya; dan
c. Evaluasi terhadap kinerja manajemen debitur untuk menentukan
diperlukannya restrukturisasi organisasi perusahaan debitur, antara
26 Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.15/28/DPNP tanggal 31 Juli 2013Perihal Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Universitas Sumatera Utara
31
lain dapat dilakukan dengan cara penggantian pemegang saham,
direksi, dan perubahan manajerial lainnya. Apabila diperlukan, bank
dapat menggunakan bantuan tenaga ahli eksternal untuk melakukan
restrukturisasi organisasi tersebut.
2. Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan proyeksi arus
kas (projected cash flows) dan nilai tunai {present value) dari angsuran
pokok dan/atau bunga yang akan diterima.
3. Analisis, kesimpulan, dan rekomendasi dalam melakukan penyesuaian
persyaratan kredit seperti penurunan suku bunga, pengurangan tunggakan
pokok dan/atau bunga, perubahan jangka waktu, dan/atau penambahan
fasilitas. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
siklus usaha dan kemampuan membayar debitur sehingga debitur dapat
memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga hingga
jatuh tempo.
4. Apabila restrukturisasi kredit dilakukan dengan cara pemberian tambahan
kredit, tujuan dan penggunaan tambahan kredit tersebut harus jelas.
Tambahan kredit tidak diperkenankan untuk melunasi tunggakan pokok
dan/atau bunga. Dalam hal restrukturisasi kredit mengakibatkan kewajiban
debitur menjadi lebih besar, maka Bank dapat mensyaratkan adanya
agunan baru.
5. Penyesuaian atas jadwal pembayaran kembali telah mencerminkan
kemampuan membayar debitur.
Universitas Sumatera Utara
32
6. Rincian yang terkait dengan transparansi persyaratan kredit termasuk
kesepakatan keuangan dalam perjanjian kredit, seperti rencana
rekapitalisasi perusahaan debitur atau adanya klausul bahwa bank dapat
meningkatkan suku bunga sejalan dengan kemampuan membayar debitur.
7. Persyaratan bahwa perjanjian kredit dan dokumen lainnya yang berkaitan
dengan pelaksanaan restrukturisasi kredit harus mempunyai kekuatan
hukum.
8. Kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan
restrukturisasi kredit.
b. Prosedur Pemantauan
Bank harus memiliki prosedur tertulis untuk memantau kredit yang telah
direstrukturisasi guna memastikan kesanggupan debitur untuk melakukan
pembayaran sesuai persyaratan dalam perjanjian kredit baru. Beberapa langkah
yang harus dilakukan bank dalam rangka pemantauan pelaksanaan restrukturisasi
kredit, antara lain:
a. Meminta debitur untuk menyampaikan laporan keuangan yang dilengkapi
dengan rasio keuangan pokok, perkembangan usaha, pelaksanaan rencana
tindak (action plan), yang diperlukan bank dalam rangka memantau
kondisi usaha dan keuangan debitur secara terus-menerus. Debitur juga
melaporkan dampak dari berbagai tindakan yang ditempuh sebagai bagian
dari restrukturisasi kredit, seperti rekapitalisasi perusahaan debitur dan
kebijakan untuk tidak membagikan dividen.
Universitas Sumatera Utara
33
b. Mengevaluasi kredit yang telah direstrukturisasi setiap triwulan, termasuk
apabila terdapat beberapa yang signifikan antara proyeksi dan realisasi,
terutama dari angsuran pokok dan bunga, jangka waktu, arus kas, tingkat
bunga, dan/atau nilai taksasi agunan.
c. Menyusun langkah yang akan diambil jika debitur ternyata kembali
mengalami kesulitan membayar setelah restrukturisasi kredit.
3. Hal-hal yang Melatarbelakangi Perlunya Restrukturisasi
Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis
didalam perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai
perantara antara pihak yang mempunyai kelebihan dana dan pihak yang
kekurangan dana. Lembaga keungan bank bergerak dalam kegiatan perkreditan,
dan berbagai jasa yang diberikan bank melayani kebutuhan pembiayaan serta
melancarkan mekanisme pembayaran bagi semua faktor perekonomian.27
Perbankan sebagai lembaga keuangan berorientasi bisnis melakukan
berbagai transaksi. Transaksi perbankan yang utama adalah menghimpun dana
(funding) dan menyalurkan dana (lending) di samping itu transaksi perbankan
lainya dalam rangka mendukung kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana
adalah memberikan jasa-jasa bank lainya (services).
Sistem perbankan di Indonesia disebut dengan dual banking system, maksud
dari dual banking system adalah terselenggaranya dua sistem perbankan
27 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Citra Aditya, 1993),hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
34
(konvensional dan syariah) secara berdampingan yang pelaksanaannya diatur
dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bertitik tolak dari posisi strategis bank tersebut di atas, perbankan di
Indonesia dibangun dengan tujuan menunjang pelaksanaan pemerataan
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak.28 Posisi tersebut merupakan manifestasi bank sebagai agent of
development yang terutama adalah peranannya dalam kegiatan penyaluran kredit.
Begitu pentingnya kredit dalam proses pembanguanan, mengingat secara nasional
aspek perkreditan masih sangat menentukan volume pertumbuhan ekonomi
nasional secara keseluruhan, sebagaimana diatur pada pasal 4 Undang-Undang
Perbankan jo. Pasal 3 Undang-Undang Perbankan syariah.
Kedudukan bank sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan dua
pihak yang berbeda kepentingannya, baik dalam penghimpunan dan penyaluran
dana, maupun dalam pelayanan transaksi keuangan dan lalu lintas pembayaran.
Fungsi yang paling sangat beresiko adalah penyaluran dana dalam bentuk
pemberian kredit atau pembiayaan dan berbagai jenis aset produktif lainya karena
bank dituntut untuk menganalisis setiap permohonan kredit yang diajukan oleh
calon debitur dengan cermat dan akurat. Hal yang wajar bahwa tidak ada seorang
pun yang dapat memastikan apa yang terjadi hari esok, oleh karena itu kegiatan
usaha perbankan ini sarat mengandung resiko sehingga berdampak pada
28 Trisadini Prasastinah Usanti dan Nurwahjuni, Model Penyelesaian Kredit Bermasalah,Surabaya: Revka Pertra Media, 2014), hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
35
kelangsungan usaha bank, pada nasabah penyimpan dana, dan pada akhirnya
berdampak perekonomian secara keseluruhan.
Dampak yang di timbulkan tersebut dinamakan resiko sistemik (systemic
risk). Resiko sistemik secara spesifik adalah resiko kegagalan bank yang dapat
merusak perekonomian secara keseluruhan dan secara langsung berdampak
kepada karyawan, nasabah dan pemegang saham.29
Industri perbankan merupakan salah satu urat nadi dalam perekonomian
suatu negara. Keberadaan bank ditengah masyarakat khusus nya bagi para pelaku
bisnis, merupakan suatu hal yang penting. Hal ini tidak berlebihan, mengingat
bank peran strategis dalam pembangunan nasional guna melaksanakan
pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia 1945.30
Peran strategis tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank, yaitu berfungsi
menghimpun dana dari masyarakat dan berfungsi menyalurkan kembali dana
tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Hampir semua sektor yang
berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan selalu membutuhkan jasa bank.
Muhammad Ayub mendefinisikan bank, sebagi berikut:31
“Bank merupakan institusi yang berwenang menerima simpanan dengantujuan memberikan fasilitas yang berwenang menerima simpanan dengan tujuanmemberikan fasilitas pembiayaan jangka panjang dan jangka pendek. Studi
29 Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakartaa: GramediaPustaka Utama, 2004), hlm. 2
mengenai sejarah keuangan menunjukan bahwa praktik perbankan telah adadalam berbagai bentuk sejak 757 SM, saat bank tidak hanya bertindak sebagaiagen untuk nasabah, memberikan pembiayaan dengan berbasiskan tanda tangan,tapi juga menerima simpanan dan memberikan pinjaman untuk agrikultur. Dalambentuk modern, bank merupakan perusahaan penyimpanan uang dari dan atasnama nasabah, yang mana draft nasabah tersebut harus diakui dan dibayar. Uangyang dikumpulkan digunakan dengan tujuan memberikan pinjaman kepada pihaklain untuk mendapatkan imbalan dalam bentuk bunga, deviden atau yang lain.Secara tradisonal, perbankan modern dibagi dalam dua kategori utama: perbankankomersial dan perbankan investasi. Perbankan komersial melibatkan perantara diantara para deposan dan pengguna dana, dana pelaksanaan pembayaran atas namanasabah. Di lain pihak, perbankan investasi terutama melibatkan aktivitas pasarmodal untuk memfasilitasi penggalangan dana oleh sektor korporat baik secaralangsung maupun tidak langsung dari para investor.”
Berdasarkan hasil wawancara pada Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Lubuk Pakam hal yang melatar belakangi perlunya restrukturisasi
adalah:32
a. Sebagai upaya penyelamatan kredit bermasalah.b. Mengurangi rasio non-performance loan (NPL).c. Sebagai upaya untuk memperkecil angsuran pembayaran nasabah
sehingga nasabah mampu melunasi hutang-hutang nya, dand. Sebagai upaya membantu usaha nasabah untuk dapat sehat kembali dan
tetap berjalan.
Dari pemaparan diatas jelas bank selaku penyalur pinjaman berupa kredit
memiliki tingkat resiko yang tinggi karena tidak ada seorang pun yang mampu
menjamin hari esok. Tingginya rasio non-performance loan (NPL) sangat
membahayakan Kesehatan dari bank tersebut, dan inilah yang menentukan bank
tersebut akan tetap berjalan atau berhenti karena pengelolan kredit yang buruk.
32 Hasil wawancara dengan Bapak DT Affandi Anwar, Account Officer BRI CabangLubuk Pakam, tanggal 15 November 2017.
Universitas Sumatera Utara
37
Untuk itu bank selalu berupaya untuk meminimalisir terjadinya kredit
bermasalah. Hal ini lah yang melatarbelakangi perlunya restrukturisasi kredit yang
merupakan salah satu upaya dalam penyelamatan kredit agar kredit-kredit yang
telah dikucurkan oleh bank tersebut dapat berjalan dengan lancar sampai kredit
tersebut lunas.
B. Prinsip Kehati-hatian Pada Bank Konvensional
1. Prinsip Kehati-hatian
Sedasar dengan itu perlunya penerapan prinsip kehati-hatian pada kegiatan
usaha perbankan hal ini dikemukakan oleh Thomas Hellman, Kevin Murdock, dan
Joseph Stiglizt bahwa :
“Prudential regulation is meant to protect the banking system from theseproblems. Traditionally, it consisted of a mixture of monitoring individualtransactions (ensuring, for instance, that adequate collateral put up), regulationsconcerning self-dealing, capital requirements and entry restrictions. In somecountries, restrictions were placed on lending in particular areas-many EastAsian Countries, for example, used to have restrictions on real estate lending.Finally, many Countries imposed interest rate restrictions. Concern about bankruns also led many countries to provide deposit insurance and to establish centralbanks to serve as lenders of last resort”.33
(Peraturan Prudential dimaksudkan untuk melindungi sistem perbankandari maslah ini. Secara tradisional, itu terdiri dari campuran pemantauan transaksiindividu (memastikan, misalnya, bahwa jaminan telah dibebani), peraturantentang self- dealing, kebutuhan modal, dan pembatasan masuk. Di beberapanegara-negara Asia Timur, misalnya, digunakan untuk pembatasan pada pinjamanreal estate. Akhirnya, banyak negara memberlakukan pembatasan suku bunga.Kekhawatiran tentang usaha bank menyebabkan banyak negara untukmenyediakan asuransi deposito dan mendirikan bank sentral sebagai lender of lastresort).
Ferry N. Idroes menekankan perlunya regulasi perbankan dalam dunia
perbankan hal ini bertujuan untuk melindungi industri perbankan dalam
33 Hellman, Kevin Murdock dan Joseph Stiglizt, “Liberalization, Moral Hazard inBanking, and Prudential Regulation : Are Capital Requirement Enough?”, hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
38
menghadapi risiko yang pada gilirannya melindungi nasabah dan perekonomian
dari kegagalan proses dan prosedur yang akan berdam pak terhadap sistem
keuangan secara keseluruhan. Mengingat bahwa aktivitas bank sangat melekat
dengan risiko, maka setiap regulasi yang dibuat untuk industri perbankan akan
selalu dikaitkan dengan manajc men risiko. Artinya, bank harus dijalankan dengan
prinsip kehati-hatian (prudent), sehingga terhindar dari risiko. Pada sisi lain,
banyak sekali ak tivitas bank yang harus mengambil risiko. Untuk itu, diperlukan
sesuatu yang dapat segera mengganti apabila risiko tersebut terjadi. Pengganti
terhadap risiko tersebut adalah modal bank.34
Operasional perbankan harus memiliki keseimbangan antara kewajiban
yang harus dijalankan (banking duty principles) dan pengelolaan bank (banking
management principles) dengan mengacu dan mendasarkan diri pada etika
perbankan (banking ethic principles). Dalam melaksanakan banking duties
principles, hal yang paling dominan dan mendapat perhatian besar adalah
membuat masyarakat memiliki kepercayaan yang semakin tinggi terhadap
perbankan, karena semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat, secara tidak
langsung akan memberikan dampak makro ekonomi yang semakin baik.
Kewajiban-kewajiban perbankan yang dikemukakan oleh Rimsky K. Judisseno,
antara lain:
a. Kewajiban umum, yang meliputi pemberian pelayanan yang baik, rasa aman,dan perlakukan yang sama (equal treatment) terhadap para nasabah sepertipenabung, peminjam, dan pengguna jasa bank lainnya.
34 Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 PilarKesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaanya di Indonesia., (Jakarta:Rajawali Press, 2008) hlm. 30
Universitas Sumatera Utara
39
b. Kewajiban khusus, yang meliputi kewajiban terhadap pemerintah, karyawan,dan pemilik. Pemerintah biasanya meminta perbankan untuk ikutmenyukseskan pembangunan dan menjaga stabilitas moneter dalam rangkameningkatkan taraf hidup rakyat demi tercapainya masyarakat adil danmakmur. Selain memenuhi kewajiban nya terhadap pemerintah, bank jugaharus memperhatikan kepentingan para pemiliknya yaitu pembagiankeuntungan yang semakin baik. Keuntungan yang semakin baik akanmendorong pemilik atau pemegang saham tetap mau menanamkan modalnyadi lembaga perbankan. Terakhir, kewajiban perbankan terhadapkaryawannya, yaitu bank dapat menjamin kesinambungan kerja dan masadepan karier yang lebih baik.35
Perbankan berkewajiban untuk menjaga kepercayaan masyarakat yang harus
didukung dengan manajemen atau pengelolaan yang baik, Pengelolaan bank yang
baik harus memperhatikan prinsip kesehatan bank. Sebagaimana diatur dalam
Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan bahwa
“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian
Pada sisi aktiva neraca bank bagian terbesar dana operasional setiap bank
diputarkan dalam bentuk kredit. Kenyataan ini menggambarkan bahwa kredit
adalah sumber pendapatan bank (bunga) yang terbesar, namun sekaligus
merupakan sumber risiko operasi bisnis yang terbesar, kredit bermasalah bahkan
menjadi kredit macet menjadi masalah bagi bank, karena dengan adanya kredit
bermasalah bukan saja menurunkan pendapatan bagi bank tetapi juga
menggerogoti jumlah dana operasional dan likuiditas keuangan bank, yang
35 Trisadini I, Op. Cit., hlm. 45 sebagaimana mengutip dari Rimsky K. Judisseno, SistemMoneter dan Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hlm.104
Universitas Sumatera Utara
40
akhirnya akan menggoyahkan kesehatan bank dan ujung-ujungnya merugikan
nasabah penyimpan dana.36
Di negara-negara berkembang, demikian juga di Indonesia ini kegiatan bank
terutama dalam pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan perbankan yang
sangat penting dan utama sehingga pendapatan dari kredit berupa bunga
merupakan pendapatan yang paling besar dibandingkan dengan pendapatan dari
jasa-jasa diluar bunga kredit yang biasa disebut fee based income.
Oleh karena itu, dalam penyaluran kredit harus dilakukan dengan prinsip
kehati-hatian melalui analisis yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat,
pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat
hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan yang teratur
dan lengkap, semuanya itu bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat
kembali tepat pada waktunya sesuai perjanjian kredit.37
Menurut Sutan Remy Sjahdeini bahwa tujuan dari diberlakukannya prinsip
kehati-hatian tidak lain agar bank selalu dalam keadaan sehat, selalu dalam
keadaan likuid, solvent, dan menguntungkan (profitable). Dengan
diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan selalu tinggi sehingga masyarakat bersedia tidak ragu-ragu
menyimpan dananya di bank.38 Oleh karena itu, penjelasan umum Undang-
Undang Perbankan mengamanatkan agar prinsip kehati-hatian tersebut dipegang
36 Ibid., hlm.4637 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm.
2.38 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi
Para Pihak Dalam Perjanjijan Kredit Bank di Indonesia, (Jakarata: Institut Bankir Indonesia,1994), hlm. 53.
Universitas Sumatera Utara
41
teguh, dan ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu disempurnakan
terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana. Untuk itulah dalam beberapa
kehati-hatian dalam dunia perbankan, yang merupakan suatu kewajiban atau
keharusan bagi bank untuk mematuhinya.
Kata “prudent" itu sendiri secara harfiah dalam bahasa Indonesianya berarti
“bijaksana”. Namun dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk "asas
kehati-hatian”. Prudent yang berarti bijaksana atau asas kehati-hatian itu bukanlah
istilah baru, namun mengandung konsepsi baru dalam menyikapi secara lebih
tegas, perinci, dan efektif atas berbagai risiko yang melekat pada usaha bank. Jadi,
prudent merupakan konsep yang memiliki unsur sikap, prinsip, standar kebijakan,
dan teknik dalam manajemen risiko bank yang sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari akibat sekecil apa pun, yang dapat membahayakan atau merugikan
stakeholders, terutama para depositor dan Kreditur. Tujuan yang lebih luas adalah
untuk menjaga kemanan, kesehatan, dan kestabilan sistem perbankan.39
Menurut Munir Fuady, bisnis bank adalah bisnis konservatif. Ke-
cenderungan kepada sifat konservatif tersebut kemudian dikenal dengan nama
prudent banking, terutama disebabkan karena:
1. Peranan bank yang cukup menentukan dalam perkembangan moneter danekonomi secara makro.
2. Berhubungan dengan uang rakyat (deposito, giro, tabungan, dan lain-lain)dipertaruhkan dalam suatu bank.
3. Karena karakteristik dari bisnis bank yang harus selalu melakukan matchantara dana yang diterima dan dana yang disalurkan, sehingga unsur-unsurspekulatif ditekan seminimal mungkin.40
Bank dalam melakukan kegiatannya harus tidak lepas dari rambu-rambu
hukum berupa safe dan sound. Kegiatan yang dilakukan oleh bank, maksudnya
kegiatan-kegiatan yang bersangkutan haruslah tidak boleh membawa risiko yang
subtansial (subtantive risk) kepada bank. Jadi, bank tidak boleh melakukan
kegiatan misalnya yang bersifat spekulatif. Adapun kegiatan bank haruslah sound
maksudnya adalah bahwa kegiatan bank tersebut haruslah layak digolongkan
sebagai suatu kegiatan bank. Jadi, bank tidak boleh berbisnis yang sama sekali
tidak ada hubungannya dengan dunia perbankan.41
Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional merupakan
salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis
yang terjadi pada tahun 1989 tidak terulang. Kepercayaan ini dapat diperoleh
dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta
penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha
bank secara sehat. Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin
simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai penyedia dana
pembangunan dan pelayanan jasa perbankan.42
Demikian juga yang dikemukakan oleh Permadi Gandapraja bahwa konsep
tentang prudential banking supervision ini tidak muncul tiba- tiba, tetapi sebagai
proses pemikiran yang melalui serangkaian pengamatan atas perkembangan
kehidupan perbankan yang semakin dinamis dan kompleks, terutama dalam
41 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2003), hlm.162
42 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga PenjaminSimpanan.
Universitas Sumatera Utara
43
pertengahan tahun 1980. Pada periode tersebut terjadi perubahan di bidang politik,
ekonomi, dan kebijaksanaan pemerintah dari berbagai negara. Metode
pengawasan bank di berbagai negara itu pada dasarnya sama. Namun strategi dan
kebijakannya berbeda. Arah sasarannya difokuskan kepada kepentingan
perbankan dan perekonomian domestik. Prinsip utama yang digunakan dalam me-
lakukan pengawasan bank pada awalnya adalah asas perbankan yang sehat dan
asas perkreditan yang sehat, yaitu:
a. Asas perbankan yang sehat menekankan aspek likuiditas, solvabilitas, dan
profitabilitas. Aspek risiko lainnya, seperti klasifikasi kredit, pencadangan
risiko kerugian, konsentrasi kredit, dan kualitas manajemen sebagai
pendukung dari penilaian atas tiga aspek utama tersebut tetap diperhatikan.
Belum ada ukuran atau standar kualitatif maupun kuantitatif yang berlaku
umum di tingkat internasional untuk menilai kinerja bank. Ukuran standar
yang dipakai adalah ukuran yang berlaku di tingkat domestik masing-
masing negara. Kelemahan dari pola tersebut adalah adanya kesulitan
untuk menilai dan membandingkan kondisi atau kinerja suatu bank dengan
bank lain di negara berbeda.
b. Prinsip lain yang menjadi kriteria pengawasan bank adalah asas
perkreditan yang sehat. Asas ini berpedoman pada prinsip 5C dalam
menilai kredit, yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, dan
Condition. Kejelasan kebijakan manajemen perkreditan, prosedur, dan
Universitas Sumatera Utara
44
pedoman penilaian kredit, serta kecermatan dan konsistensi penerapannya
menentukan kualitas kredit yang diberikan.43
Berdasarkan sejarahnya prinsip kehati-hatian (Prudential Principle) belum
diatur secara tegas dan terperinci pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967
tentang Pokok-pokok Perbankan, hanya pengaturan minim berkaitan tentang
keharusan adanya jaminan bilamana bank umum akan memberikan kredit yang
diatur pada Pasal 24 ayat (1) dan kewajiban bank untuk mengumumkan neraca
tahunan disertai perhitungan rugi laba pada Pasal 35. Prinsip kehati-hatian
pertama kali di dunia perbankan nasional dalam arti lebih tegas dan transparan
yaitu dalam Paket Kebijakan Februari tahun 1991, paket kebijakan ini dikeluarkan
untuk menyempurnakan pengawasan dan pembinaan akibat dikeluarkannya Paket
Kebijakan Oktober tahun 1980 dikenal dengan PAKTO 88 yang memberikan
kemudahan untuk mendirikan bank baru. Hal ini tampak dari pertumbuhan jumlah
bank yang sangat pesat pada akhir 1988 jumlah bank sebanyak 111 dengan jumlah
kantor sebanyak 1.728, sedangkan pada akhir September 1995 jumlah bank telah
menjadi 240 bank dengan jumlah kantor sebanyak 5.191. Pertumbuhan pesat
jumlah bank tanpa diimbangi dengan rambu-rambu kesehatan akibatnya dapat
membahayakan eksistensi bank tersebut yang pada gilirannya akan dapat
membahayakan sistem keuangan negara apabila bank-bank beroperasi tanpa
rambu-rambu kesehatan. Ketentuan tentang siapa yang boleh menjadi pemegang
saham tidak diatur secara ketat, mereka yang duduk sebagai pengurus bank tidak
diperlukan telah mempunyai pengalaman yang luas dan mendalam, persyaratan
43 Permadi Gandapraja, Op.cit., hlm.23
Universitas Sumatera Utara
45
untuk mendirikan bank baru berdasarkan PAKTO 88 begitu mudah, untuk
mendirikan bank baru pendiri bank cukup menyediakan modal setor sekurang-
kurangnya Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah).44
Hampir seluruh bank umum yang didirikan sejak pelaksanaan PAKTO 88
terkait dengan konglomerat-konglomerat yang ada. Sejak pelaksanaan PAKTO 88
dapat dikatakan industri perbankan Indonesia praktis dikuasai oleh kelompok
konglomerat. Dalam perkembangannya, PAKTO 88 masih mengalami beberapa
kali penyempurnaan. Satu paket penyempurnaan yang penting adalah Paket
Deregulasi 28 Februari 1991 (PAKFEB 1991) tentang penyempurnaan
pengawasan dan pembinaan bank (prudential regulation). Dikatakan penting
karena aspek pengawasan dan pembinaan bank merupakan faktor yang sangat
penting untuk mengevaluasi kinerja bank secara dini sebagai upaya perlindungan
hukum terhadap nasabah yang memercayakan dana lebihnya kepada bank. Bank
sebagai lembaga kepercayaan masyarakat tidak boleh mengabaikan aspek
perlindungan hukum terhadap nasabah ini.45
Akibat belum adanya ketentuan yang menyangkut prudential hanking
seperti ketentuan tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), maka
banyak bank yang menyalurkan kreditnya pada perusahaan-perusahaan dari
kelompok usahanya sendiri tanpa memperhatikan risiko yang mungkin terjadi.
Pemberian kredit pada pemegang saham, pengurus atau kelompok usahanya
sendiri tanpa dilakukan analisis kredit yang objektif dan diberikan tanpa
44 Sutan Remy Sjahdeini , op.cit., hlm.445 Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006)
hlm.5-6.
Universitas Sumatera Utara
46
memperhatikan batas jumlah tertentu.46 Dampak dari dikeluarkannya PAKTO 88
adalah dicabut izin usaha Bank Summa oleh Menteri Keuangan dan dilikuidasi
pada bulan Desember 1992. Banyak bank yang runtuh puncaknya pada tanggal 1
November 1997, Pemerintah melikuidasi 16 bank swasta dan kemudian pada
tanggal 13 Maret 1999 pemerintah telah membekukan kegiatan usaha 38 bank
swasta.47 Indikator krisis perbankan yang menyebabkan krisis perekonomian
disebabkan, antara lain:
1. Melemahnya modal perbankan telah menyebabkan rendahnya daya tahan
bank dalam menghadapi krisis likuiditas jangka pendek;
2. Prinsip prudential banking tidak dijalankan sebagaimana mestinya oleh
manajemen, akibatnya banyak kredit yang disalurkan bukan pada
tempatnya yang berakibat adanya kredit macet;
3. Pertumbuhan aset yang berkualitas rendah; dan
4. Persaingan tidak sehat dalam memberikan fasilitas suku bunga bank.48
Bahwa tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian dan dijabarkan dalam
berbagai rambu-rambu kesehatan adalah tidak lain agar bank selalu dalam
keadaan sehat, liquid, solvent, dan profitable. Bilamana bank dalam kondisi sehat,
maka menjamin kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi bank, karena
keberadaan bank sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat. Di samping
itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat berkepentingan terhadap pengaturan dan
pengawasan terhadap perbankan termasuk masalah-masalah yang berkaitan
46 Sutan Remy Sjahdeini III, Op.cit., hlm.647 Ibid., hlm.748 Nindyo Pramono I, Op.cit., hlm.7
Universitas Sumatera Utara
47
dengan pelaksanaan prinsip-prinsip perbankan dan OJK sebagai pengawas bank
berkewajiban untuk mengawasi kepatuhan bank dalam menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam kegiatan usahanya.49
2. Perwujudan Prinsip Kehatia-hatian pada Kegiatan Usaha Perbankan
Pada saat dikeluarkannya Paket Deregulasi Perbankan 28 Februari 1991
prinsip kehati-hatian pertama kali diperkenalkan. Prinsip kehati-hatian adalah
suatu prinsip yang sangat penting sebagai pedoman operasi perbankan yang
berlaku bagi perbankan di seluruh dunia sebagaimana ditetapkan oleh Bank for
International Settlement (BIS). Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan maka prinsip kehati-hatian tersebut telah
dijabarkan atau diwujudkan dalam berbagai pasal-pasalnya dan dijabarkan juga
dalam peraturan Bank Indonesia berupa rambu-rambu kesehatan bank (prudential
standards) yang berupa patokan-patokan yang bersifat operasional. Rambu-rambu
tersebut ada yang bersifat larangan, pembatasan, dan perintah.50 Tujuan
diberlakukannya prinsip kehati-hatian sebagaimana telah diulas dalam
pembahasan sebelumnya salah satunya adalah untuk melindungi nasabah
penyimpan. Menurut Tan Kamelo bahwa perlunya perlindungan bagi nasabah
karena:
a. Secara filosofis, pelaku bisnis bank (pengurus) tidak menjunjung tingginilai-nilai dan prinsip-prinsip kejujuran dalam mengelola bank;
b. Secara yuridis, nasabah penyimpan memiliki kedudukan yang lemahsebagai konsumen sehingga perlu mendapat perlindungan melalui undang-undang (antara lain: Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan); dan
c. Secara sosiologis, kenyataan menunjukkan bahwa pemberian kreditdilakukan kepada kelompok bisnisnya tanpa ada jaminan yang cukup danperilaku pengurus serta manajemen yang tidak sehat dalam menjalankanusaha bank sehingga berdampak pada nasabah penyimpan.51
Dalam Undang-undang Perbankan tidak disebutkan secara tegas mengenai
pengertian dari prinsip kehati-hatian. Akan tetapi, pada Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada penjelasan Pasal 2 disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan "prinsip kehati-hatian" adalah pedoman
pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat,
kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari
berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip kehati-
hatian adalah pengendalian risiko melalui penerapan peraturan perundang-
undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten.
Ketentuan mewajibkan bank untuk melakukan usaha berdasarkan prinsip
kehati-hatian merupakan kewajiban bank untuk tidak merugikan kepentingan
nasabah penyimpan dana. Pada hubungan pinjam-meminjam antara bank dan
nasabah dan selama dana tersebut dalam penyimpanan di bank maka bank dapat
menggunakan dana tersebut, dengan jaminan kepastian bahwa bank mampu
mengembalikan dana tersebut bilamana nasabah menarik dananya, oleh karena itu
dalam rangka penyaluran dana dalam bentuk kredit dengan menggunakan dana
dari nasabah penyimpan dana, maka bank harus cermat dan saksama dalam
51 Tan Kamelo. “Karakter Hukum Perdata dalam fungsi Perbankan Melalui Hubunganantara Bank dengan Nasabah”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang IlmuHukum Perdata pada Fakultas Hukum, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka UniversitasSumatera Utara Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 2 September 2006..
Universitas Sumatera Utara
49
melakukan analisis kredit terhadap calon nasabah debitur agar dana yang telah
disalurkan dapat dilunasi sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dari berbagai macam usaha perbankan, kredit merupakan kegiatan bisnis
perbankan yang paling mendominasi dalam urutan prioritasnya.Hal ini adalah
wajar mengingat dari kredit inilah sumber pendapatan terbesar bank, yaitu bunga
kredit di samping pendapatan dari fee based income seperti keuntungan dari jasa
transfer, bank garansi, safe deposit box, kartu kredit, L/C, ATM dan lain-lain.
Namun demikian, tujuan bank untuk memperoleh keuntungan harus diimbangi
dengan adanya jaminan atas keamanan. Mengingat pemberian kredit tersebut juga
mempunyai risiko yang cukup tinggi baik bagi bank maupun nasabah penyimpan
dana. Perlu dipahami bahwa sumber dana yang digunakan oleh bank untuk
menyalurkan dana pada masyarakat dalam bentuk kredit bukan dana milik bank
sendiri tetapi merupakan dana masyarakat yang disimpan pada bank tersebut.
Kredit meskipun dari sisi aktiva neraca bank merupakan bagian terbesar
dana operasional namun sekaligus merupakan sumber risiko operasi bisnis yang
terbesar. Kredit bermasalah bahkan menjadi kredit macet menjadi masalah bagi
bank, karena dengan adanya kredit bermasalah bukan saja menurunkan
pendapatan bagi bank tetapi juga menggerogoti jumlah dana operasional dan
likuiditas keuangan bank, yang akhirnya akan menggoyahkan kesehatan bank dan
ujung-ujungnya merugikan nasabah penyimpan dana. Oleh karena itu, dalam
Pasal 2 Undang-Undang Perbankan diatur bahwa Perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian. Tujuan dari diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain
Universitas Sumatera Utara
50
agar bank selalu dalam keadaan sehat, selalu dalam keadaan likuid, solvent, dan
menguntungkan (profitable). Dengan diberlakukannya, prinsip kehati-hatian
diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan selalu tinggi
sehingga masyarakat bersedia tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.52
52 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagiPara Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia.,(Jakarta: Institut Bangkir Indonesia,1994), hlm. 53.
Universitas Sumatera Utara
51
BAB IIIKRITERIA KREDIT BERMASALAH YANG DAPAT DI LAKUKAN
RESTRUKTURISASI
A. Kredit Bermasalah
1. Pengertian Kredit
Pada kegiatan usahanya, bank umum dapat melakukan kegiatan usaha dalam
bentuk penyaluran kredit. Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, dinyatakan: “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat di
persamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga”.
Dalam proses pemberian kredit akan menyangkut suatu jumlah uang dari
nilai yang relatif kecil sampai jumlah yang cukup besar, hingga ada berbagai
kemungkinan pula yang dapat terjadi yang akan membawa kerugian finansial bagi
bank yang bersangkutan, apabila kredit-kredit tersebut tidak dikelolah (dimanage)
dengan baik.53
Negara Belanda menyebutkan kredit dengan ventrouwen dan bahasa Inggris
menyebut nya dengan bellive, trust or confidence,54 sedangkan dalam bahasa
Indonesia kata kredit mempunyai arti kepercayaan, jadi seseorang yang
53 Hasanuddin Rahman, Kebijakan Kredit Perbankan Yang Berwawasan Lingkungan,(Bandung: PT. Cipta Aditya Bakti, 2000), hlm. 43.
54 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 1991), hlm.23
Universitas Sumatera Utara
52
memperoleh kredit berarti dia memperoleh kepercayaan.55 Dengan demikian,
sungguhpun kata “kredit” sudah berkembang kemana-mana, tetapi dalam tahap
apapun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam setiap kata “kredit” tetap
mengandung usaha kepercayaan. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya
sekedar kepercayaan.56
Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu “credere” yang mempunyai
arti kepercayaan. “Secara etimologi perkataan kredit berasal dari kata latin
creditum, yang berarti kepercayaan atau credo yang berarti saya percaya.57
Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas
prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini
kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit
menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit berfungsi
koperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur
dengan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menangung resiko.
Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen
kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang.58
Selanjutnya arti hukum dari kredit sebagai berikut: menyerahkan secara
sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh si penerima kredit.
55 Edy Putra Tje’Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, (Yogyakarta: Liberty,1989), hlm.19
loan itu biasanya diartikan sebagai sesuatu yang berharga, seperti uang yang
dipinjamkan dengan bunga selama sesuatu jangka waktu tertentu.63
Pengertian kredit yang terdapat pada Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, menyebutkan bahwa “kredit adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dapat di persamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga”.
Unsur kredit yang paling penting adalah “kepercayaan” dari kreditur
terhadap debitur. Kepercayaan tersebut dapat timbul dikarenakan terpenuhinya
segala syarat-syarat dan ketentuan- ketentuan untuk memperoleh kredit atau
pinjaman di bank yang antara lain jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya
benda jaminan atau agunan dan lain sebagainya.
Dari uraian di atas, dapat ditemukan sedikitnya ada 4 (empat) unsur kredit
yaitu:64
a. Kepercayaan, yaitu kepercayaan dari si pemberi kredit bahwa prestasiyang diberikanya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akandatang.
b. Tenggang Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberianprestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akandatang, dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang,yaitu uang yang sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akanditerima pada masa yang akan datang.
63 A. Abdurrahman, Op.Cit, hlm. 624.64 Budi Untung,”Kredit Perbankan di Indonesia”, (Yogyakarta: Andi, 2005), hlm: 3.
Universitas Sumatera Utara
55
c. Resiko, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi akibat dari adanya jangkawaktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasiyang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakintinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusiauntuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat di perhitungkan. Inilah yang menyebabkantimbulnya unsur resiko, dengan adanya unsur resiko inilah maka timbuljaminan dalam pemberian kredit.
d. Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang,tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa, namun karena kehidupanekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uang yang sering kita jumpai dalampraktek perkreditan.
Hasanuddin Rahman mengemukakan unsur-unsur kredit sebagai berikut:65
a. Adanya kepercayaan,Keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa apa yang diberikan(prestasi/uang) akan benar-benar diterima kembali dari si penerima kredit(debitur) pada masa yang akan datang. Maksudnya bahwa setiap pelepasankredit dilandasi dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebutakan dapat dibayar kembali oleh debiturnya sesuai dengan jangka waktuyang telah diperjanjikan.
b. Adanya waktu,Jangka waktu antara saat pemberian kredit dengan saat pengembaliannya.Jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakatibersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana. Maksudnya antarapelepasan kredit oleh bank dengan pembayaran kembali oleh debitur tidakdilakukan pada waktu yang bersamaan, melainkan dipisahkan olehtenggang waktu.
c. Adanya prestasiObjek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapatberbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi modernsekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yangmenyangkut uang yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan.Sesuatu yang dihubungkan dengan kredit maka yang dimaksudkan prestasidalam hal ini adalah uang. Maksudnya setiap kesepakatan terjadi antarabank dengan debiturnya mengenai suatu pemberian kredit, maka pada saatitu pula terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi.
d. Adanya resikoSuatu kerugian yang mungkin terjadi dari pemberian kredit tersebut,tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu
65 Hasanuddin Rahman, “Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan diIndonesia”, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1998), hlm. 96.
Universitas Sumatera Utara
56
yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yangakan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakintinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusiauntuk menerobos hari depan itu, maka akan selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkantimbulnya unsur resiko, dengan adanya unsur resiko inilah maka timbuljaminan dalam pemberian kredit. Maksudnya dalam setiap pemberiankredit pasti mengandung adanya resiko yaitu resiko yang terkandungdalam jangka waktu antara pelepasan kredit dengan pembayaran nyakembali. Jadi semakin panjang waktu kredit semakin tinggi resikonya.
e. Adanya jaminanUntuk mengantisipasi resiko yang mungkin timbul, maka harus dilakukanpenilaian secara cermat dan dilindungi dengan suatu jaminan sebagaiupaya terakhir debitur cidera janji.
Menurut Kasmir :66
“Sebelum kredit diberikan, untuk meyakinkan bank bahwa nasabah benar-
benar dapat dipercaya maka, bank terlebih dahulu mengadakan analisis kredit,
analisis kredit mencakup latar belakang nasabah atau perusahaan, prospek
usahanya, jaminan yang diberikan serta faktor-faktor lainya. Tujuan analisis ini
adalah agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman”.
Berdasarkan beberapa pengertian kredit di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam pakai habis yang tunduk kepada
Pasal 1754 KUH Perdata, yang juga merupakan kelompok perjanjian khusus
(bernama), sehingga perjanjian kredit tergolong dalam kategori KUH
Perdata,sebagaimana disebutkan oleh Mariam Darus Badrulzaman bahwa
perjanjian kredit merupakan perjanjian “pendahuluan” terhadap perjanjian pinjam
pakai habis.67
66 Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, (Jakarta: Raja Grafindo, 1998), hlm.77
70 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1979), hlm. 59.
Universitas Sumatera Utara
59
Dalam lampiran SEBI Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005, untuk
penetapan perhitungan kualitas kredit berdasarkan ketepatan pembayaran pokok
dan bunga, ditentukan sebagai berikut:
a. Lancar (L), apabila pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dantidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit.
b. Dalam Perhatian Khusus (DPK), apabila terdapat tunggakan pembayaranpokok dan atau bunga sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari. Jarangmengalami cerukan.
c. Kurang Lancar (KL), apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan ataubunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 120(seratus dua puluh) hari. Terdapat cerukan yang berulang kali khususnyauntuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas.
d. Diragukan (D), apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bungayang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari sampai dengan 180(seratus delapan puluh) hari. Terjadi cerukan yang bersifat permanenkhususnya yang menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas.
e. Macet (M), apabila terdapat tunggakan pokok dan atau bunga yang telahmelampaui 180 (seratus delapan puluh) hari.
3. Penanganan Kredit Bermasalah
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Bank Indonesia No. 26/22/Kep/Dir yo.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993, fasilitas kredit
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kriteria yaitu kredit lancar, kredit kurang
lancar, kredit diragukan, dan kredit macet.
Perlu dicermati bahwa dalam kategori kredit bermasalah terdapat kredit
yang kurang lancar, kredit yang diragukan, dan kredit macet. Namun mungkin
saja kredit lancar dapat dikategorikan sebagai kredit bermasalah, Berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor: 5 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor:
4471) yang dalam pelaksanaannya diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
(SEBI) Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005, telah diberlakukan ketentuan
penetapan kualitas kredit yang baru, dengan pokok- pokok ketentuan sebagai
berikut.
Universitas Sumatera Utara
60
1. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penetapan kualitas kredit
meliputi:
a. Prospek Usaha, penilaian terhadap prospek usaha dilakukan berdasarkanpenilaian terhadap komponen- komponen sebagai berikut.a) Potensi pertumbuhan usaha;b) Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan;c) Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja;d) Dukungan dari grup atau afiliasi;e) Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan
hidup.b. Kinerja (perfomance) debitur penilaian terhadap kinerja (performance)
debitur dilakukan berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponensebagai berikut:1. Perolehan laba;2. Struktur permodalan;3. Arus kas;4. Sensivitas terhadap risiko pasar.
c. Kemampuan membayar Penilaian terhadap kemampuan membayardilakukan berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponen sebagaiberikut:1. Ketepatan pembayaran pokok dan bunga;2. Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur;3. Kelengkapan dokumentasi kredit;4. Kepatuhan terhadap perjanjian kredit;5. Kesesuaian penggunaan dana;6. Kewajaran sumber pembayaran kewajiban.Pasal 8 PBI Nomor 7/2/PBI/2005 tersebut menyatakan bahwa penetapan
kualitas kredit tersebut di atas tidak diberlakukan untuk aktiva produktif yang
diberikan oleh setiap bank sampai dengan jumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) kepada setiap debitur atau proyek yang sama.
Lebih lanjut dalam penjelasan umum dinyatakan bahwa dalam rangka
meningkatkan kredit perbankan, khusus di daerah-daerah tertentu yang menurut
penilaian Bank Indonesia memerlukan penanganan khusus untuk mendorong
pembangunan ekonomi di daerah bersangkutan, diberikan keringanan persyaratan
penilaian kualitas penyediaan dana, yakni hanya berdasarkan ketepatan
Universitas Sumatera Utara
61
pembayaran. Keringanan yang sama juga diberikan untuk kredit usaha kecil dan
penyediaan dana sampai dengan. Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Di dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No, 23/12/BPPP tanggal 28
Februari 1991 dijumpai beberapa kebijakan dalam penyelamatan kredit macet,
yaitu:
a. Melalui Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya untukmelakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yangberkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit termasukmasa tenggang (grace period) termasuk perubahan jumlah angsuran. Bilaperlu dengan penambahan kredit.
b. Melalui reconditioning (persyaratan kembali) yaitu melakukan perubahan atassebagian atau seluruh syarat-syarat perjanjian yang tidak terbatas hanyakepada perubahan jadwal angsuran dan atau jangka waktu kredit saja. Namunperubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpamelakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equityperusahaan.
c. Penataan kembali (restructuring), yaitu upaya berupa melakukan perubahansyarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit, ataumelakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahaan,yang dilakukan dengan atau tanpa Rescheduling dan atau Reconditioning.Restrukturisasi kredit berdasarkan SK. Dir. BI 31/150/KEP/DIR/1998 Upayayang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapatmemenuhi kewajibannya, antara lain melalui: penurunan suku bunga kredit,pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit,perpanjangan jangka waktu kredit, penambahan fasilitas kredit,pengambilalihan aset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dikenal sistem
penyelamatan kredit macet sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat c berbunyi:
“Bank Umum dapat pula melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”. Dalam penjelasan pasal tersebut
diuraikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
62
a. Penyertaan modal sebagaimana oleh bank berasal dari konversi kegagalan
kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah pada
perusahaan yang bersangkutan;
b. Persyaratan kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah dikonversi menjadi penyertaan modal;
c. Penyertaan modal tersebut wajib di t arik kembali apabila:
d. telah melebihi jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun, atau,
e. perusahaan telah memeroleh laba.
f. Penyertaan sementara tersebut wajib dihapuskan dari neraca bank, apabila
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun baik belum berhasil menarik
penyertaannya;
g. Pelaporan kepada Bank Indonesia mengenai penyertaan modal sementara oleh
bank.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka bank akan memasukkan modal atau
memasukkan untuk sementara kredit yang macet tersebut sebagai tanda
kepenyertaan modal suatu perusahaan. Jika nantinya perusahaan tersebut telah
sehat kembali maka bank sesegera mungkin menarik kembali kredit yang macet
itu dan sekaligus mengakhiri kepenyertaannya dalam perusahaan tersebut.
Kepenyertaan modal sementara bank dalam suatu perusahaan disebut
dengan istilah Equity Participation. Akan tetapi, sampai saat ini praktik seperti di
atas belum pernah penulis jumpai dalam bank-bank di Indonesia mungkin
disebabkan karena belum adanya peraturan pelaksana yang jelas tentang teknis
kepenyertaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
63
B. Kriteria Kredit Bermasalah yang Dapat Dilakukan Restrukturisasi
1. Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah
Terjadinya kredit bermasalah dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu,
faktor yang berasal dari nasabah dan yang berasal dari bank. Bank sebagai
kreditur tidak terlepas dari kelemahan yang dimiliki, faktor ini tidak berdiri
sendiri, tetapi selalu berkaitan dengan nasabah.71
a. Faktor Yang Berasal dari Nasabah
1. Nasabah Menyalahgunakan kredit
Setiap kredit yang diperoleh nasabah, telah diperjanjikan dalam
perjanjian kredit tentang tujuan pemakaian kreditnya. Setelah nasabah
menerima kredit, maka nasabah wajib mempergunakan sesuai dengan
tujuanya. Pemakaian kredit yang menyimpang akan mengakibatkan
nasabah tidak mampu mengembalikan kredit sebagaimana mestinya,
sebagai contoh nasabah diberi kredit untuk kepentingan pengangkutan
karena usahanya dalam bidang pengangkutan tetapi digunakan dalam
bidang pertanian dengan membeli bibit pertanian, ketika gagal panen
nasabah tidak dapat membayar pelunasan kredit.72
2. Nasabah Tidak Mampu Mengelola Usahanya
Nasabah yang telah menerima fasilitas kredit, ternyata dalam
prakteknya belum tidak mengelola dengan baik usaha yang dibiayai
71 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis,(Jakarta: PT Aneka Cipta, 2009), hlm. 29.
72 Ibid, hal 270
Universitas Sumatera Utara
64
dengan kredit bank. Nasabah tidak profesional dalam melakukan
pekerjaan karena kurang menguasai secara teknis usaha yang dijalankan.
Akibatnya, hasil kerja kurang maksimal dan kurang berkualitas sehingga
mempengaruhi minat masyarakat dalam mengkonsumsi produk yang
dihasilkannya. Keadaan ini mempengaruhi pengasilan nasabah, sehingga
berpengaruh pula terhadap kelancaran pelunasan kreditnya.73
3. Nasabah beritikad tidak baik
Nasabah mempunyai itikad buruk terhadap kredit yang telah
diberikan pihak bank, ada sebagian nasabah yang sengaja dengan segala
daya upaya untuk mendapatkan kredit dari bank, setelah kredit diperoleh
digunakan begitu saja tanpa dapat dipertanggungjawabkan. Nasabah
semacam ini sejak awal memang sudah mempunyai etikat tidak baik,
karena tujuannya jahat yaitu untuk membobol bank.74
4. Terhambatnya kegiatan usaha debitur
Terjadinya suatu kondisi dimana kegiatan usaha debitur sedang
dalam keadaan sulit, produksi usaha debitur sedang menurun akibat
sulitnya mendapatkan bahan baku produksi, atau sedang sepinya
permintaan pasar yang mengakibatkan minimnya penjualan hasil
produksi yang berdampak pada kondisi keuangan debitur.
b. Faktor Yang Berasal dari Bank
73 Ibid74 Ibid, hlm 271
Universitas Sumatera Utara
65
Dalam hal ini, Bank juga dapat menjadi penyebab terjadinya kredit
bermasalah. Didalam bank memberikan kredit kepada nasabah, bank selalu
membuat pertimbangan atau analisa yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang
Perbankan, tidak akuratnya pertimbangan bank akan menjadikan kredit yang
diberikan kepada nasabah nya akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Faktor-faktor yang disebabkan oleh bank adalah:
1. Kualitas Pejabat Bank Dalam Menganalisis Data
Petugas atau pejabat bank manapun dituntut untuk melaksanakan
pekerjaanya secara profesional sehingga dapat tercipta pelayanan
terhadap masyarakat yang memadai. Meskipun demikian tidak semua
pejabat bank mempunyai kualitas seperti yang diharapkan. Pejabat bank
yang kurang profesional tentu sulit diharapkan dapat memperoleh hasil
kerja yang maksimal. Terutama pejabat dibagian kredit, kualitasnya
dapat mempengaruhi keputusan penyaluran kredit yang tidak
sebagaimana mestinya.75
Setiap analisis kredit harus berdasarkan data yang benar-benar
akurat, agar hasil analisis menjadi tepat. Biasanya para analis sebelum
melakukan analisis, minta kepada calon nasabah data perkembangan
usaha, berupa laporan keuangan selama tiga tahun terakhir. Namun
dalam kenyataan kebanyakan pengusaha, tidak memelihara pembukuan
dengan baik. Laporan keuangan itu hanya berdasarkan kira-kira saja. Jika
data tidak akurat. Bahkan mungkin ada yang direkayasa, maka hasil
75 Ibid
Universitas Sumatera Utara
66
analisis juga bersifat rekayasa yang dapat membahayakan kelancaran
pengembalian kredit.76
2. Persaingan antar bank
Jumlah bank makin hari semangkin bertambah dan berkembang, hal
ini merupakan hal yang wajar dengan jumlah pertumbuhan penduduk
yang semangkin bertambah sehingga jumlah kebutuhan masyarakat
terhadap bank bertambah pula. Bertambahnya jumlah bank maka
persaingan usaha yang ketat akan mempengaruhi bank untuk
memberikan fasilitas yang mudah untuk nasabah.77
3. Hubungan interen bank
Kredit macet juga dapat terjadi karena bank terlalu memperhatikan
hubungan kedalam bank, penyaluran kredit tidak merata dan lebih
cenderung diberikan kepada pengurus dan pengawas serta pegawai bank.
Disamping itu juga bank lebih mengutamakan hubungan perusahaan-
perusahaan yang masih dalam kelompoknya (induk Perusahaan, anak
perusahaan) dalam pemberian kredit.78
4. Pengawasan Bank
Bank yang tidak sehat atau bahkan terkena likuidasi tidak dapat
dilepaskan dari kredit bermasalah sebagai penyebabnya. Salah satu faktor
terjadinya kredit bermasalah adalah karena lemahnya pengawasan
terhadap bank. Mulai dari proses pemberian kredit, terjadinya perjanjian
kredit sampai dengan pelaksanaan perjanjian kredit selalu mengawasi.
Pekerjaan bank diawasi oleh pengawas interen bank dan pengawas
eksteren.
Mahmoeddin mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya kredit
bermasalah, yaitu disebabkan karena faktor internal perbankan, faktor internal
nasabah atau faktor eksternal. Faktor internal perbankan disebabkan adanya
kelemahan atau kesalahan dalam bank itu sendiri, yaitu:79
a. Kelemahan dalam analisis kredit:1. Analisis kredit tidak berdasarkan data akurat atau kualitas data rendah;2. Informasi kredit tidak lengkap;3. Kredit terlalu sedikit;4. Kredit terlalu banyak;5. Analisis tidak cermat;6. Jangka waktu kredit terlalu lama;7. Jangka waktu kredit terlalu pendek;8. Kurangnya akuntabilitas putusan kredit;
b. Kelemahan dalam dokumen kredit:1. Data mengenai kredit nasabah tidak didokumentasi dengan baik; dan2. Pengawasan atas fisik dokumen tidak dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan.c. Kelemahan dalam supervisi kredit:
1. Bank kurang pengawasan dan pemantauan atas performance nasabahsecara kontinu dan teratur;
2. Terbatasnya data dan informasi yang berkaitan dengan penyela matandan penyelesaian kredit;
3. Tindakan penyelamatan tidak diterapkan secara dini dan tepai waktu;dan
4. Konsentrasi portofolio kredit yang berlebihan.d. Kecerobohan petugas bank;
1. Bank terlalu bernapsu memperoleh laba;2. Bank tidak mempunyai kebijakan kredit yang sehat;3. Petugas atau pejabat bank terlalu menggampangkan masalah; dan4. Bank tidak mampu menyaring risiko bisnis.
e. Kelemahan dalam jaminan:1. Jaminan tidak dipantau dan diawasi secara baik;
2. Terlalu collateral oriented;3. Nilai agunan yang tidak sesuai;4. Agunan fiktif; dan5. Pengikatan agunan yang lemah.
f. Kecurangan petugas atau pejabat bank:1. Petugas atau pejabat terlibat kepentingan pribadi;2. Disiplin petugas atau pejabat dalam menerapkan sistem dan prosedur
kredit lemah
Menurut ismail faktor penyebab kredit bermasalah yang berasal dari intern
bank, yaitu:80
a. Analisis kurang tepat, sehingga tidak dapat memprediksi apa yang akanterjadi dalam kurun waktu selama jangka waktu kredit, misalnya kreditdiberikan tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga nasabah tidak mampumembayar angsuran yang melebihi kemampuan.
b. Adanya kolusi antara pejabat bank yang menangani kredit dan nasabah,sehingga bank memutuskan kredit yang tidak seharusnya diberikan,misalnya bank melakukan over taksasi terhadap nilai angunan.
c. Keterbatasan pengetahuan pejabat bank terhadapa jenis usaha debitur,sehingga tidak dapat melakukan analisis dengan tepat dan akurat.
d. Campur tangan terlalu besar dari pihak terkait, misalnya komisaris,direktur bank sehingga petugas bank tidak independen dalammemutuskan kredit.
e. Kelemahan dalam melakukan pembinaan dan monitoring kredit debitur.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada PT. Bank Rakyat
Indonesia Cabang Lubuk Pakam, ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kredit bermasalah di bank tersebut yaitu:81
a. Penyalahangunaan fasilitas kredit oleh nasabahb. Kegagalan usaha nasabahc. Nasabah tidak mampu mengelola kredit yang diterimanya, atau
kemampuan manajemen debitur lemah,d. Menurunya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bungae. Adanya itikad yang kurang baik dari debitur itu sendirif. Adanya bencana alam atau musibah yang menimpa debitur
80 Ismail, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.124.81 Wawancara dengan Alwin Roni Yusuf, Account Officer PT. Bank Rakyat Indonesia
Cabang Lubuk Pakam Tanggal 14 November 2017.
Universitas Sumatera Utara
69
g. Pemanfaatan iklim persaingan dunia perbankan yang tidak sehat olehdebitur yang tidak bertanggung jawab.
h. Penggunaan fasilitas kredit yang diterima oleh seorang debitur yang dibagikan untuk orang lain.
Dari apa yang telah dipaparkan diatas, banyak faktor yang mempengaruhi
timbulnya kredit bermasalah, baik dari debitur maupun dari oknum pegawai bank
itu sendiri. Untuk itu bank sebagai perusahaan publik yang mengandalkan
kepercayaan dari masyarakat terhadap keberlangsungan kegiatan usaha nya harus
selalu melakukan upaya-upaya untuk memperkecil risiko timbulnya kredit
bermasalah terutama yang disebabkan dari pihak bank itu sendiri. Sehingga Kredit
bermasalah pada suatu bank dapat diminimalisir dan kesehatan bank tidak
terganggu.
2. Kriteria Kredit Bermasalah yang Dapat Dilakukan Restrukturisasi.
Bilamana terdapat kredit bermasalah, maka bank harus melakukan
identifikasi masalah dan melakukan analisis strategi yang diperlukan dalam
menentukan langkah yang tepat dalam menyelesaikan kredit ber masalah tersebut
dengan mendasarkan pada Peraturan Bank Indonesia.
Kredit yang bermasalah dapat dilakukan penyelamatan hutang dengan cara
melakukan Restrukturisasi yang meliputi penjadwalan ulang hutang, penataan
ulang hutang dan perbaikan hutang bilamana nasabah beritikad baik. Nasabah
Universitas Sumatera Utara
70
yang beritikad baik dapat diukur dari kemauan dan kemampuan dari bentuk
prilaku nasabah, antara lain:82
a. Nasabah bersedia untuk diajak berdiskusi dalam rangka menyelesaikankreditnya.
b. Nasabah bersedia untuk memberikan data keuangan yang benar.c. Nasabah memberikan izin pada bank untuk melakukan pemeriksaan
laporan keuangan.d. Nasabah bersedia untuk ikut program penyelamatan kredit bermasalah
dan menjalankan langkah-langkah yang diberikan oleh bank.
Menurut PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Lubuk Pakam, Kriteria
kredit bermasalah yang dapat dilakukan penjadwalan ulang hutang adalah:83
a. Nasabah masih memiliki itikad baik untuk melunasi hutang-hutangnya.
b. Nasabah bersedia untuk diajak berdiskusi dalam rangka menyelesaikankreditnya.
c. Masih memiliki kesanggupan dalam membayar atau menyicil hutang.d. Nasabah masih memiliki usaha dan penghasilan lainya.e. Nasabah bersedia untuk ikut program penyelamatan kredit bermasalah
dan menjalankan langkah-langkah yang diberikan oleh bank.
Untuk melakukan upaya restrukturisasi tidak semata-mata dapat dilakukan
kepada semua debitur yang mengalami kegagalan dalam pembayaran
angsurannya, melainkan ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh debitur
untuk meyakinkan bank dalam memberikan perpanjangan waktu dan keringanan
dalam membayar kewajibannya sampai dengan kredit tersebut lunas.
Bank juga tidak boleh melakukan restrukturisasi tanpa dasar yang jelas,
artinya bank tidak boleh melakukan restrukturisasi semata-mata hanya untuk
82 Trisadini Prasastinah Usanti dan Nurwahjuni, Op. Cit, hlm. 100.83 Wawancara dengan Alwin Roni Yusuf, Account Officer PT. Bank Rakyat Indonesia
Cabang Lubuk Pakam Tanggal 13 November 2017.
Universitas Sumatera Utara
71
menahan non performing loan (NPL) agar neraca kredit tetap terlihat baik setiap
bulanya sementara nasabah sudah benar-benar tidak memiliki kemampuan dalam
membayar angsuranya. Apabila hal ini dilakukan maka akan berdampak buruk
kepada kesehatan bank tersebut karena cepat atau lambat, kredit bermasalah
tersebut akan terus bertambah, sehingga bank dapat mengalami kerugian yang
semangkin besar.
Universitas Sumatera Utara
72
BAB IVANALISIS TENTANG PROSES RESTRUKTURISASI UNTUK
MENGHINDARI TERJADINYA KREDIT MACET PADA PT. BANKRAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK CABANG LUBUK PAKAM
A. Gambaran Umum Mengenai PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
BRI mempunyai visi untuk menjadi bank komersial terkemuka yang selalu
mengutamakan kepuasan nasabah. Sedangkan misi dari BRI adalah untuk :84
1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakanpelayanan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah untuk menunjangpeningkatan ekonomi masyarakat.
2. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerjayang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yangprofesional dengan melaksankan praktek good corporate governance.
3. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihakyang berkepentingan.
Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa
Tengah oleh Raden Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Spaarbank der
Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum
Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Berdiri tanggal 16 Desember
1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.
Pendiri Bank Rakyat Indonesia Raden Aria Wirjaatmadja pada periode
setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.l tahun 1946 Pasal
1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Indonesia.
Adanya situasi perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan
BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah
perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat
84 Wawancara dengan Muhammad Isam Mahdi, Account Officer PT. Bank RakyatIndonesia Cabang Lubuk Pakam Tanggal 28 November 2017.
Universitas Sumatera Utara
73
Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui Perpu No.41 tahun 1960 dibentuk Bank
Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank
Tani Nelayan, dan Nederlandsche Maatschap (NHM). Kemudian berdasarkan
Penetapan Presiden (Penpres) No.9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam
Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.
Setelah berjalan selama satu bulan keluar Penpres No. 17 tahun 1965
tentang pembentu kan Bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam
ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks
BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural,
sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang ekspor impor
(Exim).
Berdasarkan Undang-undang No. 14 Thun 1967 tentang Undang-undang
Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang
Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral dan Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural dan Ekspor Impor
dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan
Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No.21
tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai Bank Umum.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-undang Perbankan No.7 tahun
1992 dan Peraturan Pemerintah RI No.21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang kepemilikannya masih 100% ditangan
Pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
74
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang didirikan sejak tahun 1895
didasarkan pelayanan pada masyarakat kecil sampai sekarang tetap konsisten,
yaitu dengan fokus pemberian fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil.
Hal ini antara lain tercermin pada perkembangan penyaluran KUK pada tahun
1994 sebesar Rp 6.419,8 milyar yang meningkat menjadi Rp 8.231,1 milyar pada
tahun 1995 dan pada tahun 1999 sampai bulan September sebesar Rp 20.466
milyar.
Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat maka
sampai saat ini Bank Rakyat Indonesia mempunyai Unit Kerja yang berjumlah
4.447 buah, yang terdiri dari I Kantor Pusat BRI, 12 Kantor Wilayah, 12 Kantor
1 Kantor Cabang Khusus, 1 New York Agency, 1 Caymand Island Agency, 1
Kantor Perwakilan Hongkong, 40 Kantor Kas Bayar, 6 Kantor Mobil Bank, 193
P.POINT, 3.705 BRI Unit dan 357 Pos Pelayanan Desa.
Tidak hanya itu, Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk adalah satu-satunya
bank yang telah memiliki satelit sendiri. Suatu proses perjuangan dan kerja keras
yang di lakukan oleh setiap insan BRI memberikan hasil yang sangat
memuaskan.Dari segi laba yang dihasilkan diantara bank-bank yang ada di
Indonesia, Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mencetak laba tertinggi untuk
beberapa tahun ini, dan untuk kedepan Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
optimis untuk menjadikan Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menjadi bank
yang terbesar di Asia.
Universitas Sumatera Utara
75
B. Proses dan Pelaksanaan Restrukturisasi Pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam
Pembinaan kredit merupakan rangkaian kegiatan yang cukup luas yang
harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan sejak pencairan kredit
sampai dengan kredit dibayar lunas, termasuk pemecahan permasalahannya.
Tujuan pembinaan kredit adalah untuk menjaga agar kredit yang telah
diberikan dapat kembali sesuai perjanjian, yang meliputi:85
1. Penggunaan kredit telah sesuai dengan rencana atau tujuannya2. Mengusahakan agar surplus dari cashflow debitur benar-benar
dipergunakan untuk membayar kembali kreditnya, sehingga kemungkinanterjadi ketidak lancaran pengembalian kredit dapat dicegah.
3. Untuk dapat mengikuti perkembangan usaha debitur dan membantu untukmemecahkan permasalahannya.
4. Mengamankan agunan kredit sehingga dapat dihindarkan terjadinyapenurunan nilai agunan.
Pembinaan kredit dilakukan melalui dua metode, yaitu pembinaan secara
off-site (administratif) dan pembinaan secara on-site (dilapangan).
Pembinaan secara off-site pada dasarnya merupakan pembinaan
administratif yang didasarkan pada laporan-laporan/surat menyurat secara aktif
maupun pasif.
Pembinaan administratif meliputi :86
1. Memelihara kerjaan dan berkas kredit setelah pencairan kredit denganmelengkapi data informasi yang masuk (diterima BRI) atau yang keluar(diterima debitur).
2. Memelihara kerjaan laporan pembinaan kredit (LKN).
85 Wawancara dengan Muhammad Isam Mahdi, Account Officer PT. Bank RakyatIndonesia Cabang Lubuk Pakam Tanggal 28 November 2017.
86 Wawancara dengan Siti Aisyah, Petugas ADK PT. Bank Rakyat Indonesia CabangLubuk Pakam Tanggal 28 November 2017
Universitas Sumatera Utara
76
3. Meneliti dan menganalisa data laporan-laporan yang diterima sebagaibahan pertimbangan dalam mengambil langkah-langkah lebih lanjut gunapenyehatan dan pengembangan di bidang perkreditan.
4. Mengambil langkah-langkah untuk bahan kegiatan di lapangansehubungan dengan hasil analisa di atas yang dapat berupa bimbingan,peringatan, pengarahan, ataupun petunjuk teknis terhadap debitur.
5. Menyajikan laporan-laporan kredit berdasarkan kolektibilitas yangmemerlukan tindakan segera, diserta saran/usul cara penanganannya.
6. Menyajikan laporan berkala untuk memberikan gambaran seberapa jauhhasil pembinaan yang telah di capai.
Pembinaan secara on-site (dilapangan) dilakukan dengan mengadakan
kunjungan ketempat usaha debitur secara langsung (on the spot).
Secara garis besar pembinaan on-site berupa kegiatan-kegiatan sebagai berikut:87
1. Mengadakan penelitian apakah kredit yang diberikan BRI telahdipergunakan sesuai dengan syaat-syarat dan tujuan yang telah ditetapkansebelumnya. Bilamana terjadi penyimpangan, sampai seberapa jauhpenyimpangan tersebut dapat ditolelir dengan memperhatikan risiko yangmungkin timbul.
2. Meneliti apakah asumsi-asumsi yang dijadikan dasar pertimbanganpemberian kredit sesuai dengan kenyataan di lapangan.
3. Mengadakan pengamatan apakah manajemen perusahaan terpeliharadengan baik.
4. Membantu mencari jalan keluar dalam hal debitur menghadapi suatumasalah.
5. Meneliti sampai seberapa jauh kemungkinan pengembangan perkreditan disektor usaha debitur yang bersangkutan.
6. Hasil kunjungan ke lapangan dan rencana tersebut harus dituangkandalam LKN dan disampaikan kepada Pejabat Pemutus Kredit untukmendapat tanggapan dan rencana tindak lanjutnya.
7. Frekuensi kunjungan harus dilakukan minimal satu kali setahun atausesuai dengan yang telah diisyaratkan dalam putusan kredit.
Dalam rangka melaksanakan pengawasan kredit yang berkesinambungan,
pejabat Kredit Lini yang memiliki wewenang wajib untuk melaksanakan review
berkala kredit secara periodik dan harus dilakukan minimal 12 bulan sekali,
87 Wawancara dengan Muhammad Isam Mahdi, Account Officer PT. Bank RakyatIndonesia Cabang Lubuk Pakam Tanggal 28 November 2017
Universitas Sumatera Utara
77
namun untuk eksposure risiko tinggi atau karena alasan-alasan lainnya
pelaksanaan review dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang lebih singkat.
Review berkala juga harus dilakukan pada saat kolektibilitas memburuk. Review
berkala yang dilakukan oleh jajaan RM (Relationship Management) dan CRM
(Credit Risk Management) antara lain meliputi :88
1. Review terhadap aspek legal, baik menyangkut perijinan maupun
dokumentasi kredit.
2. Review terhadap perkembangan usaha dan kondisi keuangan debitur.
3. Review terhadap penetapan tipe, struktur dan syarat kredit.
Dalam rangka pengawasan dan monitoring risiko kredit, maka secara
periodik dilakukan Credit Risk Review secara menyeluruh yang dilakukan oleh
unit kerja Relationship Management (RM), Divisi ADK, atau Credit Risk
Management (CRM).
Begitu panjang dan banyaknya proses pengawasan dan monitoring yang
dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam
dalam meminimalisir kredit bermasalah, namun masih terdapat juga kredit-kredit
bermasalah di dalam perjalanannya suatu kredit, meski tergolong tidak banyak
dan masih dalam tahap wajar. Begitupun Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Lubuk Pakam selalu aktif dalam menyelesaikan kredit-kredit yang
disinyalir akan menjadi kredit bermasalah dengan cara restrukturisasi kredit.
88 Wawancara dengan Muhammad Isam Mahdi, Account Officer PT. Bank RakyatIndonesia Cabang Lubuk Pakam Tanggal 28 November 2017
Universitas Sumatera Utara
78
Proses yang dilakukan Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Lubuk Pakam dalam melakukan restrukturisasi tidak terlepas dari proses analisis
dan dokumentasi serta pemantauan yang mendalam terhadap debitur.89
Proses tersebut meliputi:90
1. Penggolongan terhadap debiturPenggolongan debitur sangat perlu dilakukan sebelum menentukan
apakah debitur tersebut layak untuk dilakukan upaya restrukturisasi atautidak. Karena tidak semua debitur dapat dilakukan restrukturisasi terhadapkredit macet nya. Debitur dengan itikad baik, memiliki kemampuan bayarwalau kecil dan memiliki prospek usaha lah yang dapat dilakukanrestrukturisasi kredit. Bagi debitur yang hanya memiliki itikad baiksementara kemampuan membayar dan prospek usaha sudah tidak ada,Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam melakukanupaya penyelesaian kredit dengan cara damai. Sedangkan bagi debituryang memiliki kemampuan membayar dan prospek usaha yang layaknamun tidak memiliki itikad yang baik untuk melunasi hutang nya makaBank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam akanmelakukan penyelesaian kredit dengan saluran hukum, begitupula terhadapdebitur yang tidak memiliki itikad yang baik, tidak memiliki kemampuanmembayar dan tidak memiliki prospek usaha lagi maka Bank RakyatIndonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam akan melakukanpenyelesaian kredit dengan saluran hukum.
2. Menentukan tujuan restrukturisasiSetelah petugas bank melakukan penggolongan terhadap debitur yang
memiliki kredit yang bermasalah maka tahapan kedua adalah memastikanbahwa tujuan restrukturisasi kredit terhadap bank seperti kredit yang akandirestrukturisasi diharapkan dapat dilanjutkan kembali, resiko menjadirendah dan dapat memberikan kontribusi yang wajar dan terhadap debiturseperti setelah kredit direstrukturisasi di harapkan dapat mempertahankanusaha untuk tetap berjalan dan sehat kembali, benar-benar dapat tercapai.
3. Menentukan debitur yang akan direstrukturisasi.Selanjutnya menentukan debitur yang akan dilakukan restrukturisai
harus diyakini bahwa kredit bermasalah tersebut benar-benar terjadi karenamusibah yang bersifat force mayeur artinya debitur mengalami kesulitanmembayar hutang-hutang nya dikarenakan terjadinya bencana alam,kehilangan/pengurangan nilai akibat pengrusakan,dan merosotnya harga
89 Wawancara dengan Muhammad Isam Mahdi, Account Officer PT. Bank RakyatIndonesia Cabang Lubuk Pakam Tanggal 28 November 2017
90 Wawancara dengan Alwin Roni Yusuf, Account Officer PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 13 November 2017
Universitas Sumatera Utara
79
serta keadaan lain yang mempengaruhi usaha debitur sehingga kesulitandalam pembayaran angsuran pokok dan atau bunga.
4. Menetapkan syarat untuk restrukturisasi.Selanjutnya memastikan terpenuhinya syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk antara lain:a. Memiliki prospek usaha yang baik.b. Adanya itikad baik yang positif (kooperatif) terhadap upaya
restrukturisasi yang akan dijalankan.c. Menjadikan posisi Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menjadi
lebih baik.d. Usaha debitur masih memiliki prospek yang baik.e. Debitur diyakini akan mampu membayar angsuranya kembali.f. Nilai agunan yang diikat mengcover kreditnya.g. Adanya permohonan restrukturisasi dari debitur.h. Tambahan dana (fresh money) dapat diberikan sepanjang RPC
debitur mengcover.5. Menentukan jenis restrukturisasi yang akan diberikan.
Kemudian yang terakhir adalah menentukan jenis restrukturisasi yangakan di berikan kepada debitur sesuai keadaan dan kondisi debitur yangmeliputi:
a. Perpanjangan jangka waktu (Rescheduling) yaitu dilakukan dengancara memberikan tambahan jangka waktu termasuk perubahanjadwal dan besarnya angsuran kredit.
b. Penambahan fasilitas kredit/tambah dana baru yaitu penambahanfasilitas kredit atau penambahan dana baru, agar debitur dapatmenata kembali permodalanya, sehingga dapat memenuhikewajibanya kepada Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
c. Pengurangan tunggakan bunga dan atau denda penalty yaitukeringanan tunggakan bunga dan atau denda maksimum sebesartunggakan bunga dan atau denda yang belum dibayar debitur.
d. Penurunan tingkat suku bunga kredit yaitu penurunan tingkat sukubunga dapat diberikan berdasarkan tingkat suku bunga terendahpada strata plafond kredit tersebut.
e. Penjualan agunan yaitu merupakan penjualan agunan debitur yangdilakukan secara dibawah tangan, yang diserahkan kepada BankRakyat Indonesia (Persero) Tbk untuk pembayaran sebagian atauseluruh kredit (pokok dan atau bunga) dalam rangka penyelamatanatau penyelesaian kredit.
f. Kombinasi dari alternatif diatas yaitu merupakan kombinasi dariberbagai alternatif jenis-jenis restrukturisasi tersebut diatas dankombinasi tersebut dapat saja terdiri dari 2 (dua) atau lebihalternatif yang ada.
Universitas Sumatera Utara
80
Setelah semua tahap dilakukan oleh petugas bank selanjutnya proses
restrukturisasipun dilakukan dengan memperhatikan kebijakan-kebijakan umum
berupa:91
a. Putusan restrukturisasi dilakukan oleh pejabat pemutus dengankewenangan setingkat lebih tinggi dari pejabat pemutus kredit sebelumrestrukturisasi, setinggi-tingginya Pinca. Jika pemutus kredit sebelumnyaadalah Pinca yang sama, maka putusan restrukturisasi kredit diputus olehKanwil.
b. Restrukturisasi hanya dapat dilakukan maksimal 2 (dua) kali untuk setiapdebitur.
c. Debitur dibebaskan/tidak dipungut biaya administrasi dan provisi.d. Biaya premi asuransi jiwa kredit restrukturisasi sebesar 3,25 promil dan
laporan asuransi manual menggunakan DPAJK (tidak melalui AJKO)dan menjadi beban PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Kemudian prosedur yang dilakukan oleh petugas bank adalah:92
a. Prakarsa restrukturisasi, baik untuk Performing loan maupun nonPerforming loan dilakukan oleh Mantri atau Account Officer bersamaKaunit Atau Pinca.
b. Prakarsa restrukturisasi dilengkapi dengan surat permohonan daridebitur.
c. Proses pendaftaran debitur tetap dilakukan dengan mengisi model 72.d. Evaluasi dan analisis tetap menggunakan formulir model 70.e. Putusan tidak menggunakan PTK restrukturisasi, cukup di model 70.f. Putusan restrukturisasi dilakukan oleh pejabat pemutus setingkat lebih
tinggi dari pemutus sebelum kredit direstrukturisasi.g. Realisasi kredit restrukturisasi cukup dibuatkan adendum SPH.
Setelah restrukturisasi dilakukan maka perubahan kolektabilitas kredit
tersebut akan kembali menjadi lancar setelah debitur membayar angsurannya
sebesar akad kredit yang baru selama 3 (tiga ) bulan berturut-turut.93
91 Wawancara dengan Alwin Roni Yusuf, Account Officer PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 13 November 2017
92 Wawancara dengan Alwin Roni Yusuf, Account Officer PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 13 November 2017
Universitas Sumatera Utara
81
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam juga
melakukan audit intern terhadap perkreditan secara berkala oleh jajaran Audit
Intern yang pelaksanaannya mengacu pada Standar Pelaksanaan Fungsi Audit
Intern Bank (SPFAIB) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan berdasarkan
ketentuan sebagai berikut:94
a) Peraturan Pemerintah RI No.3 tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan danPengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum), danPerusahaan Perseroaan (Persero).
b) Instruksi Presiden RI No.15 tahun 1983 tanggal 14 Oktober 1983 tentangBadan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPK).
c) Surat Edaran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) No. 04/H/SE/l 11/1995tanggal 30 Maret 1995 perihal Standar Audit Pemerintah.
d) Surat Edaran BPKP NO.797/K/1985 tanggal 24 Desember 1985 tentangNorma Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh jajaran audit intern diberitahukan
kepada unit kerja yang diperiksa dan tindasannya disampaikan kepada atasan
langsung. Mengingat audit intern termasuk dalam keanggotaan Komite Kebijakan
Perkreditan, maka audit intern merupakan bagian yang integral dalam pembuatan
unsur pengawasan yang memadai dari setiap produk kredit dan prosedur
pelayanannya, Audit intern secara berkala maupun insidentil melaporkan hasil
pemeriksaannya kepada Direktur Utama dan Badan Audit.
Kembali kepada bisnis perbankan yang merupakan bidang yang sarat
regulasi dan bank juga merupakan pihak yang sangat berperan dalam
perkembangan moneter dan ekonomi, maka pihak PT. BRI (Persero) Tbk. benar-
93 Wawancara dengan Alwin Roni Yusuf, Account Officer PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 13 November 2017
94 Wawancara dengan Undangenta Ginting, Kepala Unit PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 10 November 2017
Universitas Sumatera Utara
82
benar berupaya keras untuk dapat melindungi dan mengamankan dana simpanan
masyarakat yang disalurkan dalam bentuk kredit. Dengan adanya ketentuan intern
PT. BRI (Persero) Tbk. yang mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan
kredit membuktikan bahwa pihak BRI telah melaksanakan tindakan antisipasi
untuk menghindarkan terjadinya kredit bermasalah dan selalu berupaya
menyelesaiakan kredit bermasalah agar menjadi lancar kembali.
C. Analisis Restrukturisasi Untuk Menghindari Terjadinya Kredit Macet
Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Bank Indonesia No. 26/22/Kep/Dir yo.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993, fasilitas kredit
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kriteria yaitu kredit lancar, kredit kurang
lancar, kredit diragukan, dan kredit macet.
Perlu dicermati bahwa dalam kategori kredit bermasalah terdapat kredit
yang kurang lancar, kredit yang diragukan, dan kredit macet. Namun mungkin
saja kredit lancar dapat dikategorikan sebagai kredit bermasalah, Berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor: 5 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor:
4471) yang dalam pelaksanaannya diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
(SEBI) Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005, telah diberlakukan ketentuan
Universitas Sumatera Utara
83
penetapan kualitas kredit yang baru, dengan pokok- pokok ketentuan sebagai
berikut.95
1. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penetapan kualitas kreditmeliputi:a. Prospek Usaha, penilaian terhadap prospek usaha dilakukan
berdasarkan penilaian terhadap komponen- komponen sebagaiberikut.1. Potensi pertumbuhan usaha;2. Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan;3. Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja;4. Dukungan dari grup atau afiliasi;5. Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara
lingkungan hidup.b. Kinerja (perfomance) debitur penilaian terhadap kinerja
(performance) debitur dilakukan berdasarkan penilaian terhadapkomponen-komponen sebagai berikut.1. Perolehan laba;2. Struktur permodalan;3. Arus kas;4. Sensivitas terhadap risiko pasar.
c. Kemampuan membayar Penilaian terhadap kemampuan membayardilakukan berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponensebagai berikut.1. Ketepatan pembayaran pokok dan bunga;2. Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur;3. Kelengkapan dokumentasi kredit;4. Kepatuhan terhadap perjanjian kredit;5. Kesesuaian penggunaan dana;6. Kewajaran sumber pembayaran kewajiban.
Pasal 8 PBI Nomor 7/2/PBI/2005 tersebut menyatakan bahwa penetapan
kualitas kredit tersebut di atas tidak diberlakukan untuk aktiva produktif yang
diberikan oleh setiap bank sampai dengan jumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) kepada setiap debitur atau proyek yang sama.
95 Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2005 Nomor: 5 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 4471)
Universitas Sumatera Utara
84
Lebih lanjut dalam penjelasan umum dinyatakan bahwa dalam rangka
meningkatkan kredit perbankan, khusus di daerah-daerah tertentu yang menurut
penilaian Bank Indonesia memerlukan penanganan khusus untuk mendorong
pembangunan ekonomi di daerah bersangkutan, diberikan keringanan persyaratan
penilaian kualitas penyediaan dana, yakni hanya berdasarkan ketepatan
pembayaran. Keringanan yang sama juga diberikan untuk kredit usaha kecil dan
penyediaan dana sampai dengan. Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki resiko tinggi karena
debitur telah gagal atau menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang
telah ditentukan. Kredit bermasalah dapat diartikan suatu keadaan kredit di mana
debitur sudah tidak sanggup membayar sebagian atau keseluruhan kewajibannya
kepada bank seperti yang telah diperjanjikan, atau telah ada suatu indikasi
potensial bahwa sebagian maupun keseluruhan kewajibannya tidak akan mampu
dilunasi debitur.
Berdasarkan tingkat resiko, Kredit Dalam Pengawasan Khusus (KDPK)
dibedakan menjadi:96
1. Kredit dengan kolektibilitas dalam perhatian khusus (special mention), dan
2. Kredit bermasalah dengan kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan
macet (non performing loan).
Kredit yang perlu mendapat perhatian khusus adalah performing loan yang
mempunyai kelemahan yang apabila tidak diperbaiki dapat mengakibatkan
96 Wawancara dengan Undangenta Ginting, Kepala Unit PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 10 November 2017
Universitas Sumatera Utara
85
menurunnya kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya tepat pada
waktunya, kredit-kredit jenis ini harus di masukan dalam kolektibilitas Dalam
Perhatian Khusus (DPK) sesuai ketentuan yang berlaku, dan memerlukan
perhatian khusus pihak managemen untuk segera menetapkan tindakan perbaikan
agar tidak menjadi Non Performing Loan (NPL).
Untuk penyelamatan dan/ atau penyelesaian kredit bermasalah tersebut di
atas yang berwenang melaksanakan adalah:97
1. Account Officer Kretap untuk kredit bermasalah bidang kretap,2. Pejabat Kredit Lini Bidang RM (Relationship Management) untuk kredit
komersial dengan kolektibilitas dalam perhatian khusus, dan3. Satuan kerja yang terpisah dari satuan kerja pemberi kredit atau oleh
pejabat kredit yang berbeda dengan pejabat kredit terakhir sebelum kreditdi selesaikan/di restrukturisasi untuk kredit yang masuk kedalam kolektibilitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M).
Deteksi atas kredit bermasalah dapat dilakukan secara sistematis dengan
mengembangkan sistem “pengenalan dini” yaitu berupa daftar kejadian atau
gejala yang diperkirakan dapat menyebabkan suatu pinjaman berkembang
menjadi kredit bermasalah. Karena setelah pelaksanaan realisasi kredit dan
berjalannya waktu, kualitas suatu kredit dapat berubah dari kolektibilitas lancar
menjadi kredit yang perlu perhatian khusus, kredit kurang lancar, kredit
diragukan, atau bahkan kredit macet.
Pendekatan praktis yang dilakukan oleh pihak BRI dalam melakukan
pengelolaan kredit bermasalah adalah dengan secara dini mendeteksi potensi
timbulnya kredit bermasalah sehingga makin banyak peluang alternatif koreksi
97 Wawancara dengan Undangenta Ginting, Kepala Unit PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 10 November 2017
Universitas Sumatera Utara
86
bagi BRI dalam mencegah timbulnya kerugian sebagai akibat pemberian kredit
yang akan mempengaruhi kualitas dari Aktiva Produktif.98
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan, meskipun pihak BRI Cabang
Lubuk Pakam telah melaksanakan prosedur dan syarat-syarat perkreditan yang
sehat dan telah melakukan tindakan-tindakan antisipatif dalam pelaksanaan
pemberian kredit, namun pada tahun 2017 masih terjadi beberapa kasus kredit
bermasalah,dari golongan debitur berpenghasilan tidak tetap. Kredit dengan
debitur berpenghasilan tidak tetap (kredit komersial) yang masuk kolektibilitas
bermasalah (non performing loan) adalah 2,2% dari keseluruhan kredit yang
digulirkan.
Untuk golongan debitur berpenghasilan tidak tetap dapat penulis
identifikasi sebab-sebab dari terjadinya kredit bermasalah adalah sebagai
berikut:99
1. Macetnya piutang dagang.
2. Mismanajemen dalam pengelolaan perusahaan.
3. Force Majeure.
Dari ketiga sebab terjadinya kredit macet diatas dapat penulis golongkan
yang masuk kedalam kolektibilitas macet adalah sebagai berikut:
1. Macetnya piutang dagang sebanyak 14 debitur atau 53,8 %
2. Mismanajemen dalam pengelolaan perusahaan sebanyak 10 debitur atau
38,5 %
98 Wawancara dengan Undangenta Ginting, Kepala Unit PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 10 November 2017
99Hasil wawancara dengan Alwin Roni Yusuf sebagai Account Officer NPL BRI Cabang
Lubuk Pakam Pada Tanggal 14 November 2017.
Universitas Sumatera Utara
87
3. Force Majeure sebanyak 2 debitur atau 7,7 %
Upaya-upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pihak BRI Cabang Lubuk
Pakam dalam hal kredit macet baik yang disebabkan karena piutang dagang
macet, force majeure, maupun mismanajemen diselesaikan sesuai dengan
ketentuan Pedoman Pelaksanaan Kredit Bisnis Ritel PT. BRI (Persero) Tbk, yaitu
pertama-tama dengan melakukan penyelamatan kredit melalui:
a. Upaya restrukturisasi.
Upaya restrukturisasi kredit merupakan upaya penyelamatan kredit
bermasalah yang meliputi upaya Reschedulling, Restructuring dan
Reconditioning, misalnya dengan cara memperpanjang jangka waktu kredit,
memberikan grace period waktu pembayaran, penurunan suku bunga kredit,
dan lain sebagainya. Restrukturisasi kredit dapat diberikan bilamana
nasabah beriktikad baik. Nasabah beriktikad baik dalam menyelesaikan
kredit bermasalah dapat diukur kemauan dan kemampuan membayar dari
bentuk perilaku nasabah, antara lain:
1. Nasabah bersedia untuk diajak berdiskusi dalam rangka menyele-
saikan kreditnya.
2. Nasabah bersedia untuk memberikan data keuangan yang benar.
3. Nasabah memberikan izin pada bank untuk melakukan pemeriksa- aan
laporan keuangan.
4. Nasabah bersedia untuk ikut program penyelamatan kredit bermasalah
dan menjalankan langkah-langkah yang diberikan oleh bank.
b. Agunan yang Diambil Alih (AYDA)
Universitas Sumatera Utara
88
Berdasarkan PBI No. 14/15/PBI/2012, salah satu upaya yang dapat
dilakukan oleh bank, yaitu dengan cara Agunan yang Diambil Alih
(AYDA). AYDA Berdasarkan Pasal 1 angka 15 PBI No. 14/15/PBI/2012
adalah aset yang diperoleh bank, baik melalui pelelangan maupun di luar
pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan
atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan
dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank. Agunan yang
digunakan sebagai objek jaminan kredit wajib:
1. Dilengkapi dengan dokumen hukum yang sah;
2. Diikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sehingga memberikan hak preferensi bagi Bank; dan
3. Dilindungi asuransi dengan banker’s clause yang memiliki jangka
waktu paling kurang sama dengan jangka waktu pengikatan agunan.
Dalam Undang-Undang Perbankan telah diatur tentang kemungkinan
bank dapat menjadi pembeli agunan dalam rangka penyelesaian kredit
bermasalah, yaitu pada Pasal 12A Undang-Undang Perbankan;
1. Bank umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik
melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penye-
rahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa
untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah
debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan
agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
Universitas Sumatera Utara
89
2. Ketentuan mengenai tata cara pembelian agunan dan pencairannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
c. Eksekusi Objek Jaminan Kebendaan
Salah satu upaya penyelesaian kredit bermasalah dengan cara me-
lakukan eksekusi objek jaminan apabila berdasarkan evaluasi ulang kredit,
prospek usaha nasabah tidak ada, dan atau nasabah tidak kooperatif untuk
menyelamatkan kredit dengan upaya restrukturisasi kredit atau upaya
restrukturisasi kredit tidak membawa hasil untuk melancarkan kembali
kredit tersebut. Penyelesaian kredit bermasalah dengan cara eksekusi objek
jaminan kebendaan akan dilakukan oleh bank dengan catatan bahwa objek
jaminan tersebut dibebani lembaga jaminan sesuai dengan prosedur yang
ditentukan oleh undang-undang.
Eksekusi atas objek jaminan disesuaikan dengan lembaga jaminan
yang membebani benda jaminan tersebut, yaitu jaminan gadai, jaminan
hipotik, jaminan hak tanggungan, dan jaminan fidusia. Eksekusi jaminan
gadai diatur pada Pasal 1155 Burgerlijk Wetboek (BW), eksekusi jaminan
hipotek diatur pada Pasal 1178 BW, eksekusi hak tanggungan diatur pada
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, sedangkan eksekusi
jaminan fidusia diatur pada Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 (UUJF)100
100 Trisadini Prasastinah Usanti dan Leonora Bakarbessy, Hukum Jaminan, (Surabaya:Revka Petra Media, 2014), hlm. 71.
Universitas Sumatera Utara
90
d. Penyelesaian Melalui Jalur Litigasi atau Nonlitigasi
1. Penyelesaian Melalui Pengadilan Negeri
Penyelesaian kredit bermasalah melalui pengadilan negeri pada da-
sarnya sangat dihindari oleh bank dengan alasan karena efisiensi waktu,
tenaga, dan biaya yang dikeluarkan. Penyelesaian lewat pengadilan negeri
diawali dengan adanya somasi yang dilakukan oleh bank kepada debitur
yang wanprestasi. Bukti somasi yang dilakukan oleh bank digunakan
sebagai bukti untuk mengajukan gugatan wanprestasi apabila setelah
dilakukan somasi tiga kali debitur belum memenuhi kewajibannya. Upaya
melakukan gugatan ke pengadilan negeri atas dasar wanprestasi merupakan
upaya yang dilakukan oleh bank bilamana:
a. Debitur sejak awal tidak beriktikad baik29 untuk menyelesaikan ke-
wajibannya.
b. Agunan secara yuridis tidak diikat secara sempurna, sehingga bank
hanya berposisi sebagai kreditur konkuren.
c. Nilai agunan setelah dilakukan eksekusi tidak menutup seluruh ke-
wajiban debitur dan debitur tidak mau melunasi sisa utangnya se-
hingga bank harus mengajukan gugatan keperdataan dengan meng-
ajukan sita atas jaminan umum milik debitur.
2. Penyelesaian Melalui Arbitrase
Arbitrase berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata arbitrare yang
berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut ke-
bijaksaan. Adapun menurut Abdulkadir Muhammad, arbitrase adalah badan
peradilan swasta di luar lingkungan peradilan umum yang dikenal khusus
dalam dunia perusahaan. Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan
ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Demikian juga dikemukakan oleh Sudargo Gautama bahwa arbitrase adalah
Universitas Sumatera Utara
91
cara-cara penyelesaian hakim partikelir yang tidak terikat dengan berbagai
formalitas, cepat dalam memberikan keputusan karena dalam instansi
terakhir serta mengikat yang mudah untuk dilaksanakan karena akan ditaati
para pihak.101
Pada tanggal 12 Agustus 1999, Presiden Republik Indonesia telah
mengesahkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa selanjutnya disingkat UU No. 30 Tahun
1999. Menurut UU No. 30 Tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Menurut Pasal 2 UU No. 30 Tahun 1999, undang-undang ini
mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antara para pihak dalam
suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase
yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat
yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan
diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian
sengketa. Menurut Pasal 5 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999, sengketa yang
dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan
dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Pasal 5 ayat (2)
menentukan bahwa sengketa yang tidak diselesaikan melalui arbitrase
adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat
101 Sutarno, op. cit.,hlm. 299.
Universitas Sumatera Utara
92
diadakan perdamaian. Menurut sistem hukum perdata Indonesia, semua
hubungan hukum dapat diadakan perdamaian. Oleh karena itu, praktis
semua sengketa yang timbul dari hubungan hukum dalam bidang
perdagangan dapat diselesaikan melalui arbitrase termasuk sengketa antara
bank dan nasabahnya. Ada dua jenis arbitrase, yaitu:102
1. Arbitrase ad hoc.
2. Arbitrase institusional.
Penyelesaian sengketa perbankan melalui arbitrase menurut ketentuan
UU No. 30 Tahun 1999, baik arbitrase ad hoc maupun arbitrase
institusional dapat digunakan. Arbitrase ad hoc bersifat sekali pakai (ee-
nmalig). Berarti, setelah para wasit atau arbiter menjalankan tugasnya, maka
majelis arbiter yang memeriksa sengketa itu bubar. Para arbiter dari
arbitrase ad hoc dipilih sendiri oleh para pihak yang bersengketa dan para
arbiter menyelesaikan sengketa itu berdasarkan peraturan prosedur yang
ditetapkannya sendiri oleh para pihak. Arbitrase institusional merupakan
suatu badan arbitrase permanen yang telah mempunyai peraturan prosedur
tersendiri untuk menyelesaikan setiap sengketa yang diperiksanya. Di
Indonesia arbitrase institusional misalnya Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI). BANI adalah suatu badan arbitrase institusional yang
dibentuk pada 1977 oleh Kamar Dagang Dan Industri Indonesia. Bila bank
dan nasabahnya ingin menggunakan jasa arbitrase institusional, bank dapat
102 Sutan Remy Sjahdeini, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Arbitrase”,INDONESIA ARBITRATION-Quarterly Newsletter No. 6/2009, Maret 2009, hlm. 2
Universitas Sumatera Utara
93
menggunakan misalnya BANI. Adapun apabila bank dan nasabahnya ingin
menggunakan jasa arbitrase ad hoc yang dibentuk sendiri oleh bank dan
nasabahnya dengan menggunakan prosedur acara yang tersendiri pula, maka
bank cukup memperjanjikan di dalam klausul arbitrase bahwa sengketa
yang timbul dari perjanjian kredit diselesaikan oleh suatu arbitrase ad hoc
dengan peraturan prosedur tersendiri yang ditetapkan di dalam perjanjian
kredit.
e. Hapus Buku dan Hapus Tagih
Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus
buku dan hapus tagih. Kebijakan tersebut wajib disetujui oleh dewan
komisaris. Dewan komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif
terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. Kebijakan dan prosedur
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko
bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Hapus buku dan/atau hapus tagih hanya dapat dilakukan terhadap
penyediaan dana yang telah didukung perhitungan Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai (CKPN) sebesar 100% dan kualitasnya telah ditetapkan
macet.
Hapus buku dan/atau hapus tagih hanya dapat dilakukan terhadap
penyediaan dana yang memiliki kualitas macet. Hapus buku tidak dapat
dilakukan terhadap sebagian penyediaan dana {partial write off}. Hapus
tagih dapat dilakukan, baik untuk sebagian maupun seluruh penyediaan
dana. Hapus tagih terhadap sebagian penyediaan dana hanya dapat
Universitas Sumatera Utara
94
dilakukan dalam rangka restrukturisasi kredit atau dalam rangka penye-
lesaian kredit.103
Hapus buku dan/atau hapus tagih hanya dapat dilakukan setelah bank
melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali aset produktif yang
diberikan. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dalam bentuk penagihan
kepada debitur, restrukturisasi kredit, meminta pembayaran dari pihak yang
memberikan garansi atas aktiva produktif dimaksud, dan penyelesaian kredit
melalui pengambilalihan agunan (asset settlement). Bank wajib
mendokumentasikan upaya tersebut serta dasar pertimbangan pelaksanaan
hapus buku dan/atau hapus tagih. Bank wajib mengadministrasikan data dan
informasi mengenai aset produktif yang telah dihapus buku dan/atau
dihapus tagih.104
Hapus buku (write off) dilakukan pada pinjaman macet yang tidak
dapat ditagih lagi, dihapusbukukan dari neraca (on balance sheet) dan di-
catat pada rekening administratif (off balance sheet), penghapusan pinjaman
macet tersebut dibebankan pada akun penyisihan penghapusan aktiva
produktif, meskipun pinjaman macet tersebut telah dihapusbukukan, hal ini
hanya bersifat administratif sehingga penagihan terhadap debitur tetap
dilakukan. Hasil penagihan pokok pinjaman dibukukan ke rekening
penyisihan penghapusan aktiva produktif, sedangkan tagihan bunga
dibukukan sebagai pendapatan lain. Hapus buku berdasarkan penjelasan
103 Iswi Hariyani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, (Jakarta: Elex MediaKomputindo, 2010), hlm. 149.
104 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
95
Pasal 66 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 15/PB1/2012 tentang
Penilaian Kualitas Aset Bank Umum adalah tindakan administratif bank
antara lain untuk menghapus buku kredit macet dari neraca sebesar
kewajiban debitur tanpa menghapus hak tagih bak kepada debitur.
Hapus tagih adalah tindakan bank menghapus semua kewajiban de-
bitur yang tidak dapat diselesaikan, dengan adanya hapus tagih, maka
pinjaman debitur tidak tertagih kembali. Dalam hukum perikatan disebut
sebagai pembebasan utang, pembebasan utang sebagaimana diatur pada
Pasal 1381 BW merupakan salah satu cara hapusnya perikatan. Undang-
undang tidak memberikan definisi dari apa yang disebutkan dengan
pembebasan utang, yang dimaksud dengan pembebasan utang ialah
pembuatan atau pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan
debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh
debitur. Menurut Pasal 1439 BW pembebasan utang tidak boleh
dipersangkakan tetapi harus dibuktikan.105
f. Kepailitan
Bilamana kualitas kredit masuk sebagai kredit macet, maka kepailitan
dapat dimanfaatkan oleh bank, hal ini disebabkan debitur yang sudah tidak
mampu lagi melunasi utang-utangnya. Akan tetapi, pilihan bank untuk
memailitkan debitur bilamana sudah tidak mampu lagi melunasi utang-
utangnya bukan pilihan yang menguntungkan bagi bank sebagaimana
diuraikan di bawah ini.
Pailit merupakan suatu keadaan debitur tidak mampu untuk mela-
kukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya.
Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan
kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitur yang telah
mengalami kemunduran. Adapun kepailitan merupakan putusan pengadilan
yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit baik
yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan
pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim
pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta
kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitur pailit secara
proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur kreditur.106
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya
disingkat UUK dan PKPU, dalam kepailitan kreditur diklasifikasikan
menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Kreditur separatis adalah kreditur pemegang jaminan kebendaan
(gadai, hipotek, hak tanggungan, fidusia).
2. Kreditur preferen adalah kreditur yang diistimewakan (privelege) se-
bagaimana dimaksud pada Pasal 1139 dan 1149 BW.
106 Hadi Subhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, Jakarta:Kencana, 2008), hlm. 39.
Universitas Sumatera Utara
97
3. Kreditur konkuren adalah kreditur yang dijamin dengan jaminan
umum sebagaimana pada Pasal 1131 BW.
Dalam menyelesaikan kredit bermasalah tersebut seluruh Pejabat Kredit
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. harus mempunyai persepsi yang sama
yaitu dilakukan dengan melalui pendekatan sebagai berikut:107
1. Tidak membiarkan atau bahkan menutup-nutupi adanya kredit bermasalah.2. Mendeteksi secara dini adanya kredit bermasalah atau diduga akan
menjadi kredit bermasalah.3. Menangani kredit bermasalah atau diduga akan menjadi kredit bermasalah
harus di Iakukan sesegera mungkin.4. Tidak melakukan pengecualian dalam penyelesaian kredit bermasalah,
evaluasi penyelesaian kredit bermasalah. ataupun pencantuman dalamdaftar kredit bermasalah khusus untuk kredit bermasalah kepada pihak-pihak yang terkait dengan BRI dan debitur-debitur besar tertentu.
Penanganan kredit bermasalah di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk Cabang Lubuk Pakam bersifat antisipasif, proaktif, dan berdisiplin yang
menuntut dilakukannya pengenalan dini (early warning sign) atas tanda akan
adanya kredit bermasalah dan segera mengambil tindakan tepat sebelum kredit
menjadi semakin bermasalah.
Pejabat Kredit dituntut harus mempunyai kemampuan untuk mendeteksi
masalah apa yang menyebabkan kredit tidak akan terbayar kembali sesuai dengan
syarat dan ketentuan yang telah diperjanjikan. Hal ini dimaksudkan agar bank
dapat mempersiapkan langkah-langkah pengamanan dan menyusun strategi yang
tepat, sehingga kerugian yang lebih besar dapat dihindari. Kemudian pejabat
107 Wawancara dengan Undangenta Ginting, Kepala Unit PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 10 November 2017
Universitas Sumatera Utara
98
kredit yang bersangkutan harus melakukan identifikasi terhadap segala yang
timbul tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian kredit bermasalah yang terjadi di PT. Bank
Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam dapat diselesaikan dengan cara
penyelamatan melalui restrukturisasi, tergantung dari hasil laporan kunjungan
nasabah (KLN) dan laporan kolektibilitas yang dilakukan oleh Pejabat Kredit Lini
dan ADK.
Jika diindikasi terjadi kredit bermasalah, maka terhadap kredit yang
2. Penilaian kembali tahadap agunan,3. Mengundang spesialis untuk melakukan review keuangan, technical,
SDM, pemasaran, dan4. Membuat rencana tindak lanjut (RTL).
Semua tindakan di atas dilakukan dalam rangka menentukan langkah yang
tepat untuk mengetahui apakah kredit akan diselesaikan dengan strategi penerusan
hubungan (apabila kondisi debitur masih dapat diperbaiki) atau strategi pemutusan
hubungan (apabila kondisi debitur tidak dapat diharapkan lagi), termasuk
koordinasi dengan instansi terkait.
Pejabat Kredit Lini juga harus melakukan analisis dan evaluasi terhadap
riwayat hubungan dengan debitur melalui informasi yang diperoleh dari pemasok,
pelanggan, relasi bisnis, dan intern perusahaan debitur, dengan maksud untuk
108 Wawancara dengan Alwin Roni Yusuf, Account Officer PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 14 November 2017
Universitas Sumatera Utara
99
mengetahui lebih dalam mengenai kondisi terakhir debitur yang bersangkutan
terutama kondisi usaha maupun agunannya. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui ada tidaknya kemampuan debitur untuk membayar kewajibannya
Berdasarkan informasi dan investigasi tersebut dapat diketahui posisi BRI
terhadap debitur, khususnya ditinjau dari usaha dan kondisi agunan. Sehingga
kemudian BRI dapat menentukan kategori debitur sebagai berikut:109
1. Jika itikad baik dari debitur baik dan prospek usahanya juga baik, makadapat dilakukan negosiasi guna mencari cara restrukturisasi kredit yangdapat disepakati oleh kedua belah pihak.
2. Jika itikad baik dari debitur baik tetapi prospek usaha tidak ada, makadapat dilakukan negosiasi untuk upaya penyelesaian kredit yang dapatdisepakati oleh kedua belah pihak.
3. Jika itikad baik dari debitur tidak ada sedangkan prospek usahanya baik,maka dapat dilakukan langkah-langkah melalui saluran hukum agardebitur menjadi kooperatif. Apabila tetap tidak kooperatif maka proseshukum dapat dilakukan.
4. Jika itikad baik dari debitur tidak ada dan prospek usaha juga tidak ada,maka dilakukan langkah-langkah melalui saluran hukum.
Kondisi agunan akan sangat mempengaruhi efektifitas langkah tindak
lanjut berdasarkan penetapan posisi tersebut diatas. Berpijak pada posisi BRI
terhadap debitur tersebut ditetapkan alternatif strategi restrukturisasi
(penyelamatan) atau penyelesaian kredit bermasalah. Pemilihan atau penetapan
strategi akhir didasarkan hasil negosiasi dengan melaksanakan penekanan yang
tepat guna dan berkesinambungan terhadap debitur. Penetapan strategi tersebut
juga harus mempertimbangkan unsur yang sangat penting yaitu kecepatan atau
waktu penyelesaian kredit bermasalah dimaksud.
109 Wawancara dengan Alwin Roni Yusuf, Account Officer PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 14 November 2017
Universitas Sumatera Utara
100
Secara umum rencana tindak lanjut penanganan kredit bermasalah pada
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam dapat berupa
pengawasan, penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit yaitu:110
1. PengawasanDilakukan jika kondisi usaha debitur masih baik serta diyakini bahwa segalasesuatu yang dibuat dalam perjanjian kredit masih dipenuhi oleh debitur, olehkarena itu dilakukan upaya pengawasan dan review terhadap dokumenperkreditan.
2. Penyelamatan kreditPenyelamatan kredit dilakukan melalui restrukturisasi yaitu upaya perbaikanyang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yangmengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya Restrukturisasi dapatdilakukan antara lain melalui :a. Perubahan tingkat suku bunga kreditb. Pengurangan tunggakan bunga dan/atau denda/penaltyc. Pengurangan tunggakan pokok kreditd. Perpanjangan jangka waktu kredit/penjadwalan kembalie. Penambahan fasilsitas kredit/suplesi kreditf. Pengambilalihan asset debiturg. Konversi kredit menjadi penyertaan sementarah. Pembayaran sejumlah kewajiban bunga yang dilakukan kemudian
(deferred interest payment/i nt erest balloon payment)i. Penjualan agunanj. Kombinasi jenis restrukturisasi butir 1 s/d 9 diatas
Restrukturisasi kredit hanya dapat dilakukan terhadap debitur sebagai berikut:a. Masih memiliki prospek usaha yang baikb. Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bungac. Tidak dapat dilakukan/dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan
tujuan hanya untuk menghindari penurunan penggolongan kualitaskredit, peningkatan pembentukan PPA, atau penghentian pengakuanpendapatan bunga secara accrual.
3. Penyelesaian kreditPenyelesaian kredit adalah upaya penyelesaian kredit bermasalah yang
dilakukan oleh bank terhadap debitur yang usahanya tidak mempunyai prospeklagi atau tidak mempunyai usaha lagi, atau mempunyai itikad tidak baik sehinggakreditnya tidak dapat direstrukturisasi.
110 Wawancara dengan Alwin Roni Yusuf, Account Officer PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 14 November 2017
Universitas Sumatera Utara
101
Ada 3 model penyelesaian kredit yang dilakukan oleh pihak BRI yaitusebagai berikut:a. Penyelesaian secara damaiDilakukan terhadap debitur yang masih mempunyai itikad baik (kooperatif) untukmenyelesaikan kewajibannya, meliputi antara lain:
1. Perubahan/penurunan tingkat suku bunga kredit2. Keringanan tunggakan bunga atau denda.3. Penjadwalan angsuran.4. Penjualan sebagian atau seluruh agunan secara di bawah tangan oleh
debitur atau pemilik agunan untuk angsuran atau penyelesaian kewajibandebitur.
5. Penundaan pembayaran kewajiban bunga penalty (deferred interestpayment).
6. Pengurangan tunggakan pokok kredit.
b. Penyelesaian melalui saluran hukum atau melalui bantuan pihak ketiga antaralain meliputi :
1. Penyelesaian kredit melalui Pengadilan NegeriDapat dilakukan dengan menempuh alternatif sebagai berikut:
b. Somasi/peringatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri melaluiPanitera Pengadilan Negeri.
c. Parate Eksekusi dilakukan dengan cara mengajukan flat eksekusikepada Ketua Pengadilan Negeri atas barang agunan yang telah diikatsempurna dan nyata (Hipotik/CV/Hak Tanggungan).
d. Gugatan diajukan sebagai perkara perdata biasa bila barang jaminanbelum mempunyai hak kepemilikan sempurna atau bukti- buktikepemilikan telah sempurna tetapi belum dibebani hak tanggungan.
2. Pengurusan piutang macet melaiui Kantor Pelayanan Kekayaan Negaradan Lelang (KPKNL).Dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebelum kredit macet
diserahkan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL),terlebih dahulu harus dilakukan upaya restrukturisasi atau penyelesaian secaradamai oleh pihak BRI secara maksimal.
3. Tuntutan kepailitan melalui Pengadilan NiagaDilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang
berlaku.Penyelesaian kredit melalui saluran hukum ditempuh apabila upaya
penyelamatan melalui restrukturisasi atau penyelesaian secara damai sudahdiupayakan secara maksimal tetapi belum memberikan hasil yang positif ataudebitur tidak menunjukkan itikad baik.c. Penyelesaian kredit macet dengan bantuan pihak ketiga
1. Penyelesaian kredit macet dengan bantuan KejaksaanDilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.Untuk memonitor debituryang penagihannya dimintakan bantuan Kejaksaan agar KantorCabang membuat Register Penyelesaian Piutang Macet ke Kejaksaan.
Universitas Sumatera Utara
102
2. Penyelesaian kredit macet dengan pengajuan klaim asuransiPenyelesaian kredit dengan pengajuan klaim yang resikonyadibebankan kepada perusahaan asuransi pada prinsipnya dapatdilakukan terhadap kredit yang diasuransikan (asuransi kredit)ataupun terhadap debiturnya (asuransi jiwa).
Secara riil dari dua puluh enam kasus kredit komersial yang masuk dalam
kolektibilitas macet di BRI Kantor Cabang Lubuk Pakam pada tahun 2017 yang
telah ditangani dengan cara penyelesaian sebagai berikut:111
a. Dengan penyelamatan kredit melalui 1 kali restrukturisasi berhasil.
Kredit macet yang telah dapat diselesaikan melalui restrukturisasi kredit
adalah sebanyak 18 kasus dan masih berjalan sampai saat ini.
b. Dari dua puluh enam kasus tersebut, 6 kasus yang merupakan
pelaksanaan restrukturisasi kali kedua, karena restrukturisasi yang
pertama tidak dapat berhasil disebabkan karena cash flow perusahaan
debitur yang bersangkutan terus menurun, tetapi karena debitur dianggap
pihak BRI cukup kooperatif dan memperlihatkan itikad baik
berkeinginan menyelesaikan hutangnya maka pihak BRI memberikan
kesempatan yang kedua untuk merestrukturisasi hutang debitur tersebut.
c. Dan 2 kasus lagi merupakan kredit macet karena terjadinya force
majeure terhadap benda persediaan (gudang material) perusahaan
debitur. Meskipun kredit macet terjadi karena adanya force majeure,
terhadap debitur ini tidak diberikan pembebasan atas hutangnya
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata mengena
111 Wawancara dengan Alwin Roni Yusuf, Account Officer PT. Bank Rakyat IndonesiaCabang Lubuk Pakam Tanggal 14 November 2017
Universitas Sumatera Utara
103
hapusnya suatu perikatan karena musnahnya barang terutang. Hal ini
disebabkan karena force majeure yang terjadi dalam kasus ini tidak
terkait dengan pelaksanaan perjanjian dan benda persediaan yang terkena
force majeure tersebut bukan merupakan objek perjanjian (yang
merupakan obyek dari perjanjian di sini adalah uang) sehingga doktrin
force majeure tidak bisa diterapkan pada kasus ini, jadi si debitur tetap
mempunyai kewajiban untuk melunasi hutangnya
Apabila dengan penyelamatan kredit melalui restrukturisasi tidak berhasil
dilanjutkan dengan penyelesaian kredit melalui parate eksekusi oleh KPKNL.
Ada 2 kasus yang akan diselesaikan melalui parate eksekusi (PE) tetapi
belum berhasil.
Kasus yang pertama disebabkan karena sebelum lelang dilaksanakan pihak
debitur menggugat pihak BRI Cabang Lubuk Pakam di Pengadilan Negeri Lubuk
Pakam dalam hal tidak setujunya dengan harga limit yang ditetapkan oleh BRI
dan dalam hal kewajiban yang harus dipenuhi debitur yang berkaitan dengan
hutangnya. Pada akhirnya Pengadilan Negeri Lubuk Pakam memutuskan bahwa
terhadap agunan debitur yang bersangkutan tetap dapat dilakukan pelelangan
dengan terlebih dahulu harus diperoleh kesepakatan antara pihak BRI dengan
pihak debitur mengenai harga limit dan kewajiban yang harus dibayar oleh debitur
berkaitan dengan hutangnya. Sehingga sampai saat ini pelaksanaan parate
eksekusi belum dapat dilakukan.
Untuk kasus yang kedua sedianya akan diselesaikan pihak BRI melalui
parate eksekusi (PE) tetapi sebelum lelang dilaksanakan pihak debitur membayar
Universitas Sumatera Utara
104
sebagian utangnya melalui penjualan agunan di bawah tangan, namun karena hasil
penjualan tersebut belum mencukupi untuk melunasi semua hutang, maka untuk
sisa hutang yang ada telah dicover oleh agunan lain. Pihak BRI Cabang Lubuk
Pakam tidak dapat memberikan kebijaksanaan pemberian restrukturisasi ulang
kepada debitur ini karena meskipun prospek usahanya baik tetapi telah diketahui
bahwa karakter dari debitur tersebut tidak baik, sehingga pihak BRI Cabang
Lubuk Pakam tetap akan melakukan penyelesaian secara parate eksekusi (PE)
terhadap agunan hutang debitur tersebut yang sampai saat ini masih dalam proses.
Menurut Siswanto Sutojo bahwa penyelesaian kredit bermasalah dapat
dilakukan melalui:112
a. Organisasi intern bankb. Proses pengadilan (Litigasi)c. Proses di luar pengadilan (Non Litigasi)
1. Penjadwalan kembali (rescheduling)2. Peninjauan kembali isi perjanjian kredit (reconditioning)3. Penataan kembali (reorganization and recapitalization)
d. Penagihane. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)f. Jasa pengacara
Namun pada kasus kredit macet yang terjadi di PT. BRI (Persero) Tbk.
Kantor Cabang Lubuk Pakam seperti yang telah diuraikan di atas, penanganan
atas kredit bermasalah tersebut dilakukan terlebih dahulu dengan melaksanakan
penyelamatan kredit melalui restrukturisasi baru kemudian jika melalui
restrukturisasi tidak menghasilkan penyelesaian yang optimal dilakukan dengan
melaksanakan penyelesaian kredit melalui penyelesaian secara damai atau
112 Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah Konsep dan Kasus Handling TheProblem Loan, (Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka, 2013), hlm. 33.
Universitas Sumatera Utara
105
penyelesaian melalui saluran hukum yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Pihak BRI Cabang Lubuk Pakam selalu mengupayakan suatu kredit macet
dapat diselesaikan dengan terlebih dahulu melakukan penyelamatan kredit melalui
restrukturisasi karena hal ini dinilai lebih menguntungkan pihak bank daripada
bentuk penyelesaian yang lainnya, dengan dilakukannya restrukturisasi dan
berhasil, maka akan mampu membuat koletibilitas suatu kredit menjadi lebih baik
dan itu berarti akan mengurangi persentase NPL di BRI Cabang Lubuk Pakam
yang secara otomatis akan menurunkan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif).
Pada saat NPL (Non-performing Loan) terbentuk bank harus menagihkan
biaya cadangan khusus yang di bentuk berupa PPAP (Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif) untuk mengantisipasi potensi kerugian bank dan pada saat NPL
(Non-performing Loan) berubah menjadi kredit dengan kolektibilitas yang lebih
baik, biaya PPAP menjadi berkurang dan keuntungan bank menjadi bertambah.113
Biaya Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif setelah dikurangi nilai
agunan sebagaimana ditentukan oleh Bank Indonesia dengan SK Direksi Bank
Indonesia NO.31/147/KEP/DIR tanggal 12 Nopember 1998 adalah sebagai
berikut :
113 Aktiva Produktif adalah penyediaan dana baik untuk memperoleh penghasilan, dalambentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas suratberharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekeningadministrative serta bentuk penyediaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. (Pasal 1angka 3 PBI No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kuai i tas Aktiva Bank Umum)
Universitas Sumatera Utara
106
a. 1% dari aktiva produktif dengan kolektibilitas kredit Lancar.b. 5% dari aktiva produktif dengan kolektibilitas kredit Dalam Perhatian
Khusus.c. 15% dari aktiva produktif dengan kolektibilitas Kurang Lancar.d. 50% dari aktiva produktif dengan kolektibilitas Diragukan.e. 100% dari aktiva produktif dengan kolektibilitas Macet.
Sedangkan penyelesaian kredit yang dilakukan melalui Parate Eksekusi
yang dilaksanakan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
adalah merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh pihak BRI Cabang Lubuk
Pakam apabila kredit bermasalah tidak dapat diselesaikan dengan penyelamatan
kredit melalui restrukturisasi atau telah diupayakan melalui penyelesaian secara
damai dengan menjual agunan secara di bawah tangan, tetapi agunan jtidak
berhasil terjual sehingga debitur sudah tidak mempunyai jalan keluar lagi.
Jika kondisinya sudah demikian maka pihak BRI akan mengambil
keputusan untuk melakukan Parate eksekusi melalui Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL). Parate eksekusi ini selain sebagai syarat mutlak
untuk dapat dilakukannya penghapus bukuan (PH), Parate Eksekusi juga
berfungsi sebagai shock terapi bagi debitur.
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam dapat pula
melakukan Penghapus bukuan (PH) terhadap kredit macet jika melalui lelang
yang dilaksanakan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
agunan tetap tidak bisa terjual. Tetapi untuk dapat melaksanakan penghapus
bukuan ini pihak BRI Cabang Lubuk Pakam harus menunggu adanya Break Down
mengenai penghapus bukuan (PH) dari Kantor Pusat BRI (Persero) Tbk. Dengan
dilakukannya penghapus bukuan (PH) ini bukan berarti secara otomatis debitur
Universitas Sumatera Utara
107
menjadi lunas hutangnya tetapi hanya merupakan penghapusan kredit macet
secara administrasi dari pembukuan bank.
Pihak BRI Cabang Lubuk Pakam tetap mempunyai hak untuk menagih
kredit macet tersebut dari debitur sampai dengan kredit tersebut lunas dengan
memberikan bantuan kepada debitur untuk mencarikan pembeli atau memberikan
karinganan pengurangan bunga dan finalty.
Dari hasil pembahasan di atas dapat kita lihat penyelesaian terhadap kredit
bermasalah yang dilakukan oleh pihak BRI Cabang Lubuk Pakam adalah bersifat
non Iitigasi yaitu penyelesaian melalui organisasi instan bank (restrukturisasi) dan
penyelesaan melalui saluran hukum (dilakukan oleh KPKNL).
Upaya restrukturisasi dalam penyelamatan kredit sangatlah efektif dalam
mengatasi kredit bermasalah atau yang akan bermasalah, banyak pula dari debitur
yang bahkan meminta pinjaman nya untuk di restrukturisasi karena mereka
menganggap kedepan akan terjadi keterlambatan dalam membayar angsuran yang
dikarenakan berbagai faktor seperti keperluan berobat, keperluan biaya sekolah
atau omset usaha debitur yang terus menurun dari hari kehari.
Karena debitur lebih tahu dan mengerti tentang keadaan ekonominya,maka
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam selalu berupaya
untuk dapat terus berkomunikasi dengan debitur sehingga langlah-langkah
pencegahan pun dapat dilakukan dengan sesegera mungkin.
Dari berbagai solusi yang ada dalam penyelesaian kredit bermasalah,
dampak yang paling sama-sama menguntungkan bagi kedua belah pihak adalah
dengan cara restrukturisasi kredit, dimana bank selaku kreditur dapat
Universitas Sumatera Utara
108
memperbaiki kualitas kreditnya sehingga resiko bank menjadi rendah sedangkan
bagi debitur dengan adanya upaya restrukturisasi ini kredit debitur menjadi lancar
kembali dan nama baik debitur di perbankan menjadi baik, debitur dapat pula
menjalankan usahanya perlahan demi perlahan karena adanya keringanan
pembayaran kewajiban yang seharusnya dibayar setiap bulanya.
Dari apa yang telah diteliti pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Lubuk Pakam pada dasarnya kreditur dan debitur sangat setuju atas
adanya upaya restrukturisasi dan upaya ini dirasa sangat membantu dalam
mengatasi kredit bermasalah.
Sementara penyelesaian melalui jalur litigasi jarang dipergunakan karena
dinilai tidak menguntungkan baik pihak bank maupun pihak debitur oleh sebab
biaya untuk proses litigasi cukup tinggi, membutuhkan waktu cukup lama, dan
preventif untuk kelengkapan berkas.114
114 Litigasi yaitu proses penyelesaian secara hukum yang dilakukan oleh para ahli hukum. NonLitigasi yaitu proses penyelesaian melalui lembaga-lembaga hukum yang ditunjuk untuk itu tanpaharus melibatkan para ahli hukum.
Universitas Sumatera Utara
98
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Mekanisme restrukturisasi sebagai upaya untuk menghindari
terjadinya kredit macet pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk Cabang Lubuk Pakam telah dilakukan pada kesempatan pertama
secara maksimal dan sedapat mungkin di tempuh dengan cara
kekeluargaan. Upaya kekeluargaan dapat dilakukan dengan
memberikan surat peringatan I, II, III, dihubungi melalui telepon,
dilakukan pengecekan secara langsung ke tempat usaha serta melalui
forum kesepakatan dengan upaya restrukturisasi kredit, misalnya
dengan penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu
kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan
pokok kredit, penambahan fasilitas kredit dan/atau melakukan
konversi kredit menjadi Penyertaan Modal Sementara. Pilihan cara
tersebut diambil oleh Bank berdasarkan analisis terlebih dahulu agar
cara tersebut efektif untuk melancarkan kembali kredit tersebut.
Dengan mengutamakan penyelesaian kredit bermasalah dengan cara
restrukturisasi pinjaman nasabah dapat memperbaiki kualitas
pembayaran kredit nya sampai lunas, dan nasabah tetap dapat menjaga
Universitas Sumatera Utara
99
nama baiknya di dunia perbankan, sehingga nasabah tidak terkendala
dikemudian hari ketika nasabah ingin mengajukan kredit kembali.
Secara keseluruhan mekanisme dalam melakukan perbaikan
pinjaman pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Lubuk Pakam sangat baik,dimana pihak bank selalu terlebih dahulu
menawarkan solusi kepada debitur terhadap kredit-kredit yang
bermasalah atau diindikasi akan bermasalah tanpa harus menunggu
debitur untuk memohon dilakukanya perbaikan pinjaman.
2. Secara umum kriteria kredit yang dapat dilakukan restrukturisasi
adalah kredit yang belum dilakukan penghapusan buku atau hapus
tagih, kemudian masih memiliki potensi terhadap perkembangan
usaha debitur dan adanya itikad baik dari debitur dalam melunasi sisa-
sisa hutang nya. Dengan adanya ketiga unsur ini sudah cukup alasan
bagi pekerja AO (Account Officer) untuk dapat melakukan perbaikan
pinjaman terhadap kredit-kredit yang bermasalah.
3. Proses restrukturisasi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Lubuk Pakam dapat dikatakan cepat, dimana kredit
bermasalah dilakukan kunjungan oleh petugas Bank, kemudian dinilai
dari segi usaha dan karakter nasabah nya, jika dapat diyakinkan usaha
debitur dapat pulih dan berkembang, maka petugas Bank langsung
melakukan proses perbaikan pinjaman yaitu memperkecil angsuran
pinjaman dengan cara menambah tempo jangka waktu pembayaran.
Universitas Sumatera Utara
100
B. Saran
1. Penanganan kredit-kredit bermasalah PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Lubuk Pakam sudah cukup bagus namun
alangkah baiknya sebelum memberikan kredit terhadap calon debitur
AO (Account Officer) sebagai pejabat Bank harus melakukan analisa
yang lebih mendalam terhadap karakter dan usaha calon debitur dan
selalu menerapkan prinsip kehati-hatian sehingga dapat meminimalisir
Hariyani, Iswi. 2010. Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit MacetI. Jakarta:Elex Media Komputindo.
Universitas Sumatera Utara
103
Hellman, Kevin Murdock dan Joseph Stiglizt, “Liberalization, Moral Hazard inBanking, and Prudential Regulation : Are Capital Requirement Enough?”.
Idroes, Ferry N. 2008. “Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman, Pendekatan
3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan
Pelaksanaanya di Indonesia”. Jakarta: Rajawali Press.
Isnaeni, M.1996. Hipotek Pesawat Udara di Indonesia. Surabaya: Darma Muda.
Judisseno, Rimsky K. 2002. “Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia”.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kasmir. 1998. “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”. Jakarta: Raja Grafindo.
Mahmoedin, As.2004. “Melacak Kredit Bermasalah”. Jakarta: Pustaka SinarHarapan.
Marzuki,Peter Mahmud. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencara PranadaMedia Group.
Mertokusumo, Soedikno.2002. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta :Liberty
Muhammad, Abdulkadir. 2004. “Hukum dan Penelitian Hukum”. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti.
Pramono, Nindyo. 2006. Bunga Rampai Hukum Bisnis, Bandung: Citra AdityaBakti.
Rachmat, Firdaus dan Maya Ariyanti. 2009. “Manajemen Perkreditan BankUmum: Teori, Masalah, Kebijakan dan Aplikasi Lengkap dengan AnalisisKredit”. Bandung: Alfabeta
Rahman, Hasanuddin. 2000. Kebijakan Kredit Perbankan Yang BerwawasanLingkungan. Bandung: PT. Cipta Aditya Bakti.
__________________. 1998. “Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan
di Indonesia”. Bandung: Citra Aditya Bhakti.
Rosyadi, Rahmad dan Ngatino. 2002. Arbitrase dalam Prespektif Islam danHukum Positif. Bandung: Citra Aditya Bakti
R, Setiawan. 1994. “Pokok-Pokok Hukum Perikatan”. Bandung: Bina Cipta
Universitas Sumatera Utara
104
Salman, HR. Otje dan Anton F. Susanto. 2005. Teori Hukum. Bandung: Refika
Aditama.
Shubhan, Hadi. 2008. Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma dan Praktik diPeradilan. Jakarta: Kencana.
Singarimbun, Masri dkk 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Sinungan, Muchdarsah.2003. Dasar-Dasar dan Teknik Manajemen Kredit.
Jakarta: Bina Aksara
__________________. 1990. “Kredit seluk Beluk dan Pengelolaanya”.
Yogyakarta: Tograf.
Sjahdeini, Sutan Remy. 1994. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yangSeimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia.Jakarta: Institut Bankir Indonesia.
____________________. “Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Arbitrase”,INDONESIA ARBITRATION-Quaetely Newsletter No.6/2009, Maret2009.
_________________.2004. Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.
Soemitro, Ronny Hanitijo.1988. Merodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Soekanto, Soerjono.1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Solly, M. Lubis. Beberapa Pengertian Umum Tentang Hukum. Program StudiIlmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana USU.
______________.2011. Serba-serbi Politik dan Hukum. Jakarta: PT. Sofmedia.
Subekti. 2001. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa.
_______. 1996. Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermasa.
Supramono, Gatot. 2009. Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di
Bidang Yuridis, Jakarta: PT Aneka Cipta.
Sutarno. 2003. “Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Bank”. Bandung: Alfabeta
Universitas Sumatera Utara
105
Sutojo,Siswanto. 2013. Menangani Kredit Bermasalah Konsep dan Kasus
Handling The Problem Loan, Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka.
Syahrani, Riduan. 1992. “Seluk Beluk Dan Azas-Azas Hukum Perdata”.
Bandung: Alumni.
Tje’Aman, Edy Putra. 1989. Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis.Yogyakarta: Liberty.
Untung, Budi. 2005.”Kredit Perbankan di Indonesia”. Yogyakarta: Andi