ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand le Ciel Bas et Lourd.... » Karya Charles Baudelaire dan « Bestiaire Malfaisant » Karya Jules Supervielle Suatu studi Perbandingan Okke Kusuma Sumantri Zaimar FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA
26
Embed
ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS:
« Spleen: Quand le Ciel Bas et Lourd.... »
Karya Charles Baudelaire
dan
« Bestiaire Malfaisant »
Karya Jules Supervielle
Suatu studi Perbandingan
Okke Kusuma Sumantri Zaimar
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS:
« Spleen: Quand le Ciel Bas et Lourd.... »
Karya Charles Baudelaire
dan
« Bestiaire Malfaisant »
Karya Jules Supervielle
Suatu studi perbandingan perlu ditunjang oleh data-data yang kuat. Dua hal
yang sangat berbeda tentu tak perlu dibandingkan. Landasan persamaan antara hal yang
dibandingkan itu ditemukan dalam definisi apa yang disebut littérature comparée :
« La littérature comparée est l’art méthodique, par la recherche de
liens d’analogie, de parenté et d’influence, de rapprocher la litté-
rature d’autres domaines de l’expression ou de connaissance, ou
bien les faits et textes littéraires entre eux, distants ou non dans le
temps ou dans l’espace, pourvu qu’ils appartiennent à plusieurs
langues ou plusieurs cultures, firent-elles partie d’une même tra-
dition, afin de mieux les décrire, les comprendre et les goûter. »
(Daniel-Henri Pageaux : 1994, p.12)
:
« Sastra Bandingan adalah seni metodik, yang dilakukan dengan
mencari hubungan analogi, hubungan persaudaraan, atau pe-
ngaruh. Selain itu Sastra Bandingan mendekatkan kesusastraan de-
ngan cara pengungangkapan atau pengetahuan lain, juga dapat dila-
kukan dengan mendekatkan fakta-fakta dengan teks-teks kesusas-
traan, baik jauh maupun dekat dalam ruang dan waktu, asal saja
teks-teks itu termasuk berbagai bahasa atau budaya yang tercakup
dalam tadisi yang sama, agar peneliti dapat menggambarkannya,
memahaminya dan merasakannya dengan lebih baik »
.
Kali ini akan dilakukan penelitian terhadap sajak Charles Baudelaire dan sajak
Jules Supervielle. Baudelaire hidup antara tahun 1821 – 1867. Ia melakukan aktivitas
sastra dengan sangat intens, hampir semua penyair sesudah Baudelaire setidaknya
menunjukkan adanya pengaruh Baudelaire. Pada tahun 1857 ia menerbitkan karyanya
yang terkenal Les Fleurs du Mal, yang kemudian diperbaikinya pada tahun 1861 yang
berisi 129 sajak. Keutuhan karya ini terletak pada kejujurannya dalam mengemukakan
keburukan yang dirasakannya, harapannya, kelemahannya, kegagalannya. Manusia
adalah mahluk yang gagal dan objek konflik yang terus menerus terjadi antara langit dan
neraka : Dalam diri manusia setiap saat ada dua kecenderungan bersama-sama, yang satu
pada Tuhan, dan yang lain pada Setan. Kecenderungan mendekat pada Tuhan atau
spiritualitas adalah keinginan untuk naik derajat ; kecenderungan mendekat pada Setan
atau kebinatangan adalah keinginan untuk bergelimang dalam kesenangan. Meskipun
tampaknya tidak teratur, konflik yang terus menerus ini ada dalam komposisi karya.
Bagian pertama karya ini berjudul Spleen, dan yang ke dua adalah Idéal yang
menampilkan. keinginan penyair untuk menyembuhkan jiwanya dari kebosanan (l’ennui)
yang begitu merajalela di dunia ini. Mula-mula ia mencari penyembuhan melalui Puisi,
kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir Spleen, penyair tak putus asa.
Tanpa kenal lelah, ia berpaling pada cara lain untuk melepaskan diri. Namun segala
usahanya gagal. Setelah segala usahanya di dunia ini sia-sia belaka, Baudelaire berpaling
pada pengobatan terakhir, yaitu melakukan perjalanan menuju dunia lain. Dalam
pertarungsn yang tak henti-hentinya antara l’Idéal dan Spleen, perlahan-lahan, yang
terakhir ini menjadi penguasa jiwa. Salah satu sajaknya yang menggambarkan betapa
jiwanya dikuasai oleh Spleen, berjudul Spleen : « Quand le Ciel Bas et Lourd ... » yang
akan dibahas dalam tulisan ini. Sebelum pembahasan, baiklah dikemukakan terlebih
dahulu tentang Jules Supervielle.
Jules Supervielle hidup tahun 1884-1960, jadi ia hidup kurang lebih seratus
tahun setelah Baudelaire. Penyair in tidak begitu terkenal, ia berada di tepian surealisme.
Pada masa mudanya, ia mendapat pengaruh simbolisme, terutama dari Jules Laforgue
yang seperti juga Supervielle, berasal dari Uruguay. Karya-karyanya, antara lain :Poèmes
de l’humour (1919), Débarcadère(1922), Gravitations (1925) dll. Sajaknya yang akan
dibahas du sini adalah : Bestiaire malfaisant. . : .
Mengingat kedua pengarang yang sajaknya akan dibandingkan hidup dalam
masa yang sangat jauh berbeda, maka timbul keraguan mengenai persamaan kedua sajak
ini. Memang, secara sepintas lalu. kedua sajak ini tidak memiliki kemiripan, namun
apabila diperhatikan lebih lanjut, persamaan keduanya sangat menonjol. Marilah kita
mulai dengan melihat sajak dan bentuknya :
Data I :
Spleen : « Quand le ciel bas et lourd.... »
Quand le ciel bas et lourd pèse comme un couvercle
Sur l’esprit gémissant en proie aux longs ennuis,
Et que de l’horizon embrassant tout le cercle
Il nous verse un jour noir plus triste que les nuits ;
Quand la terre est changée en un cachot humide,
Où l’espérance comme un chauve-souris,
S’en va battant les murs de son aile timide
Et se cognant la tête à des plafonds pourris ;
Quand la pluie, étalant ses immenses traînées,
D’une vaste prison imite les barreaux,
Et qu’un peuple muet d’infâmes araignées
Vient tendre ses filets au fond de nos cerveaux,
Des cloches tout à coup sautent avec furie
Et lancent vers le ciel un affreux hurlement,
Ainsi que des esprits errants et sans patrie
Qui se mettent à geindre opiniâtrement.
Et de longs corbillards, sans tambours ni musique,
- Défilent lentement dans mon âme : l’Espoir,
Vaincu, pleure et l’Angoisse atroce, despotique,
Sur mon crâne incliné plante son drapeau noir.
Baudelaire, Les Fleurs du Mal.
2.1 Analisis Bentuk dan bunyi
Sajak Baudelaire terdiri dari 5 bait, masing-masing terdiri dari empat larik
dan setiap larik terdiri dari 12 suku kata (alexandrin) yaitu suatu bentuk yang banyak
digunakan oleh para penyair Perancis, rimanya merupakan rima bersilang yang sangat
teratur. Hal ini dapat dipahami, karena Baudelaire adalah penulis dari abad ke XIX.
Apabila dilihat dari aspek sintaksisnya, maka pada bait pertama sajak
Baudelaire tampak ada empat klausa bawahan. Klausa bawahan yang ada di larik pertama
terikat pada klausa yang terdapat jauh di bawah, yaitu pada bait ke empat.. Klausa
bawahan yang ke dua terikat pada klausa bawahan yang pertama, sedang yang ke tiga
terikat pada klausa bawahan yang ke empat ; kedua kelompok klausa bawahan ini
dihubungkan oleh kata penghubung «et».
Quand le ciel bas et lourd pèse comme un couvercle
Sur l’esprit gémissant en proie aux longs ennuis,
Et que de l’horizon embrassant tout le cercle
Il nous verse un jour noir plus triste que les nuits ;
Pada bait ke dua, terlihat ada empat klausa bawahan. Klausa bawahan yang
ke dua dan ke tiga terikat pada klausa bawahan yang pertama (keduanya ada di larik ke
dua dan ke tiga pada bait ini, bahkan keduanya tampak menyatu dengan adanya kata
penghubung comme, jadi kedua klausa bawahan tersebut setara.). Kedua klausa tersebut
dihubungkan lagi dengan klausa bawahan yang ke empat, oleh kata penghubung «et».
Quand la terre est changée en un cachot humide,
Où l’espérance comme un chauve-souris,
S’en va battant les murs de son aile timide
Et se cognant la tête à des plafonds pourris ;
Pada bait tiga, ada tiga klausa bawahan . Klausa yang terdapat pada larik
pertama bait ini terikat pada klausa bawahan yang ada di larik ke dua, dan kedua klausa
bawahan tersebut dihubungkan dengan klausa terakhir di bait ini yang ada di larik ke tiga
dan keempat oleh kata sambung « et ». Jadi, kedua larik ini tampak seimbang.
Quand la pluie, étalant ses immenses traînées,
D’une vaste prison imite les barreaux,
Et qu’un peuple muet d’infâmes araignées
Vient tendre ses filets au fond de nos cerveaux,
Pada bait ke empat, barulah kita temui klausa utama dari serangkaian klausa
bawahan (berjumlah 11) yang terdapat di tiga bait pertama tadi. Di sini, kita dapati dua
klausa yang dihubungkan oleh « et », jadi keduanya setara. Sementara itu, klausa yang ke
dua masih mempunyai dua klausa bawahan lagi (ditandai oleh ainsi que dan qui) yang
mengikutinya (klausa yang berada di larik ke empat terikat pada yang ada di larik ke tiga,
dan yang ada di larik ke tiga terikat pada yang ada di larik ke dua).
Des cloches tout à coup sautent avec furie
Et lancent vers le ciel un affreux hurlement,
Ainsi que des esprits errants et sans patrie
Qui se mettent à geindre opiniâtrement.
Bait yang terakhir (bait ke lima) sebenarnya merupakan bait yang berdiri
sendiri. Meskipun demikian, masih ada kata sambung « Et » di awal bait ini, yang
memberi kesan bahwa bait ini masih berhubungan erat dengan bait-bait sebelumnya. Di
sini tampak ada tiga klausa setara, klausa ke dua merupakan klausa rapatan, karena antara
klausa pertama dan yang ke dua hanya dihubungkan oleh tanda baca titik koma. Lebih
jauh dapat dikemukakan bahwa klausa yang terakhir dihubungkan dengan klausa ke dua
oleh kata sambung «et », jadi juga merupakan klausa setara. Ketiga klausa setara yang
terdapat pada bait terakhir ini menutup keseluruhan sajak.
Et de longs corbillards, sans tambours ni musique,
- Défilent lentement dans mon âme : l’Espoir,
Vaincu, pleure et l’Angoisse atroce, despotique,
Sur mon crâne incliné plante son drapeau noir.
Demikianlah, ketiga bait yang pertama hanya merupakan serangkaian klausa
bawahan (11 klausa), sedangkan klausa utamanya ada di bait yang ke empat. Jadi kalimat
pertama yang terdiri dari empat quartrains atau enambelas larik, yang terdiri dari 11
klausa bawahan yang terikat pada 2 klausa setara yang ada di bait ke empat. Kedua
klausa utama itu masih diikuti oleh 2 klausa bawahan lagi. Jadi, di bait 1-4, seluruhnya
ada 13 klausa bawahan dan dua klausa utama yang merupakan klausa setara. Sedangkan
pada bait ke lima (yang terakhir) ada tiga klausa (rapatan dan setara) yang membentuk
satu kalimat. Kesan yang ditimbulkan oleh banyaknya klausa bawahan yang terdapat di
empat bait pertama, sangat menekan bait ke lima yang sama sekali tidak mempunyai
klausa bawahan, melainkan hanya terdiri dari tiga klausa setara.
Kini, marilah kita lihat sajak Jules Supervielle Bestiaire malfaisant dan
bentuknya :
Data II
Bestiaire malfaisant.
Quand le cerveau gît dans sa grotte,
Où chauve-sourient les pensées
Et que les désirs pris en faute
Fourmillent, noirs de déplaisir,
Quand les Chats vous hantent, vous hantent
Jusqu’à devenir chats huants,
Que nos plus petits éléphants
Grandissent pour notre épouvante,
O, bestiaire malfaisant
Et qui s’accroit chemin faisant,
Bestiaire fait de bonnes bêtes,
Qui nous paraissent familières
Et qui tout d’un coup vous secrètent
Un univers si violent
Que le temps de le reconnaître,
Nous n’en sommes déjà plus maîtres
Il nous fige et va galopant
Autour de nous dans tous les sens
Ainsi qu’une aveugle tempête
Qui ne se trouve qu’en courant.
Supervielle, Le Corps tragique, ed. Galimard.
Larik-larik dalam Bestiare malfaisant hanya terdiri dari delapan suku kata
(octosyllabe). Sajak ini hanya terdiri dari dua bait yang besarnya sangat tidak seimbang.
Yang pertama terdiri dari 16 larik dan bait ke dua terdiri dari 4 larik. Sajak Supervielle
tidak mempunyai rima teratur, namun kadang-kadang masih tampak keteraturan rima,
misalnya larik ke 5.6.7.8 mempunyai rima yang sama, juga larik ke 9 dengan ke 10,
kemudian larik ke 11 dengan ke 13 dan larik ke15 dengan 16 juga mempunyai rima yang
sama. Jadi sajak ini dapat dikatakan antara teratur dan tidak, bukan sajak bebas sama
sekali.
Berikut ini akan dikemukakan analisis aspek sintaksis sajak Supervielle. Pada
bait pertama yang terdiri dari 16 larik, terdapat 14 klausa bawahan dan satu klausa utama
di larik yang terakhir. Untuk memudahkan pembagian sintaksis, bait akan dipenggal
dalam larik-larik yang mempunyai bentuk sintaksis «agak» lengkap.
Quand le cerveau gît dans sa grotte,
Où chauve-sourient les pensées
Et que les désirs pris en faute
Fourmillent, noirs de déplaisir,
Pada larik pertama tampak klausa bawahan yang terikat pada klausa utama
yang berada di larik terakhir (ke enambelas). Klausa bawahan berikutnya ada di larik ke
dua dan terikat pada klausa yang ada di larik pertama. Dua larik berikutnya mengandung
tiga klausa bawahan, dua klausa yang ada di larik ke empat terikat pada klausa utama
yang ada di larik 16, sedangkan klausa bawahan yang ada di larik ke tiga terikat pada
kedua klausa yang ada di larik ke 4 tadi. Kedua kelompok klausa bawahan yang ada di
larik ke 1 dan ke 2, dan yang ada di larik ke 3 dan 4, dihubungkan oleh kata sambung
«Et». Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok klausa itu setara.
Quand les Chats vous hantent, vous hantent
Jusqu’à devenir chats huants,
Que nos plus petits éléphants
Grandissent pour notre épouvante,
Pada empat larik berikutnya terdapat tiga klausa yang tergantung dari klausa
utama yang terdapat di larik ke 16, yaitu yang berada di larik ke 5 (dua klausa rapatan)
dan di larik ke 7 dan 8, sedangkan di larik ke 6 terdapat klausa bawahan yang terikat pada
klausa rapatan yang ada di larik ke 5.
O, bestiaire malfaisant
Et qui s’accroit chemin faisant,
Bestiaire fait de bonne bêtes,
Qui nous paraissent familières
Et qui tout d’un coup vous secrètent
Un univers si violent
Kali ini pemenggalan memasukkan 6 larik (ke 9- ke 14). Larik ke 9 merupa-
kan suatu seruan. Larik ke 9 hanya berupa seruan yang diikuti oleh klausa bawahan pada
larik berikutnya, sehingga.dapat diperkirakan bahwa ada unsur kalimat yang melesap di
sini, dan bila lesapan dimunculkan, menjadi « O bestiaire (qui est) malfaisant » Klausa
bawahan itu dihubungkan dengan larik sebelumnya oleh kata sambung «et» sehingga
pembaca dapat menganggapnya setara, terlebih setelah lesapan itu dimunculkan. Larik
berikutnya (ke 11) masih merupakan seruan juga, meskipun tak ada penanda seruan, dan
seruan itu diikuti oleh klausa bawahan (fait de bonnes bêtes) yang kemudian diikuti lagi
oleh dua klausa bawahan lain. Kedua klausa bawahan itu (larik ke 12 dan ke 13)
dihubungkan oleh kata sambung „et“. Hal ini berarti bahwa kedua klausa bawahan
tersebut setara, lebih-lebih karena keduanya sama-sama diawali oleh pronomina relatif
„qui“. Bentuk ini mengulang bentuk yang telah ada di larik sebelumnya ( larik 9 dan 10).
Akhirnya kita lihat pada larik ke 15 masih ada klausa bawahan, yang
mengandung lesapan. Jadi bila kita perhatikan, akan lebih mudah apabila lesapan itu
dimunculkan. Sehingga bentuknya menjadi « Que le temps de le reconnaître (vient)» Di
sini kata « que » mengandung pengertian « quand ». Sementara itu, klausa utama dari
serangkaian klausa bawahan tersebut, terdapat pada larik terakhir bait ini.
Que le temps de le reconnaître (vient),
Nous n’en sommes déjà plus maîtres
Selanjutnya, di bait berikutnya yang sama sekali tidak seimbang besarnya
dengan yang pertama (terdiri dari satu bait yang berupa empat larik saja), ada dua klausa
bebas yang dihubungkan oleh kata sambung «et». Kedua klausa tersebut terdapat pada
larik pertama dan ke dua. Rupanya kedua klausa inilah yang merupakan klausa utama.
Sesudah itu masih ada dua klausa bawahan yang dimulai dengan ainsi que dan qui
Il nous fige et va galopant
Autour de nous dans tous les sens
Ainsi qu’une aveugle tempête
Qui ne se trouve qu’en courant.
Demikianlah bentuk sintaksis sajak Supervielle. Sebagaimana dikemuka-
kan di atas, pada bait pertama terdapat 15 klausa bawahan dan satu klausa utama; sedang-
kan di bait ke dua, ada 2 klausa rapatan yang diikuti 2 klausa bawahan.
Juga pada sajak Supervielle tampak adanya kesan sesuatu yang berat, menekan,
karena kalimat yang ke dua terdapat di bait yang ke dua (berada di sebelah bawah) yang
hanya terdiri dari 4 larik saja, terdiri dari 2 klausa rapatan dan 2 klausa bawahan.
Selanjutnya, mari kita perhatikan aspek semantik kedua sajak ini. Sejak
judul dan telah tampak kesan yang berat « Quand le ciel bas et lourd ... ». « Ketika langit
rendah dan berat... » Frasa ini diulangi pada larik pertama sajak, dan dilanjutkan dengan
frasa « comme un couvercle » «bagaikan tutup panci (yang juga sering berair dan
beruap)» memberikan konotasi sesuatu yang berat, menekan, dan sangat lembab, terlebih
karena di dalam tempat tertutup itu ada jiwa yang merintih karena menjadi mangsa
kebosanan ‘ennui’ yang begitu lama. Yang dibicarakan adalah jiwa yang sangat tertekan.
Semua gambaran dalam sajak ini menunjukkan hal tersebut. «...Il nous verse un jour noir
plus triste que les nuits». Ketika itu langit mengguyur bumi dengan hari yang begitu
hitam, sehingga lebih gelap dan lebih menyedihkan dari pada malam hari. Di sini
metafora mengemukakan keadaan jiwa yang dilingkupi kegelapan, tak ada secercah sinar
pun yang memberi harapan.
Pada bait ke dua, gambaran yang mencekam itu berlanjut. Dunia telah
berubah menjadi suatu persembunyian yang lembab «Quand la terre est changée en un
cachot humide », cachot ada la suatu tempat persembunyian yang kecil dan tertutup.
Dengan metafora ini si penutur memberikan kesan ketertutupan ruang yang
menyesakkan. Di tempat itu, „l’Espérance, comme un chauve-souris, s’en va battant les
murs de son aile timide et se cognant la tête à des plafonds pourris“ „harapan bagaikan
kelelawar, terbang terus menerus menabrak dinding dan menumbukkan kepala ke plafon
yang telah busuk“. Metafora kelelawar yang terbang kian kemari, tanpa tahu jalan keluar,
bahkan menyakiti tubuhnya sendiri dengan tabrak-tubruknya ke dinding dan plafon,
sangat menyakitkan. Si kelelawar ingin ke luar, tetapi ia tak berdaya.
Bait ke tiga memperpanjang penderitaan ini. «Hujan » dianggap sebagai terali
penjara sehingga « cachot humide» berubah menjadi penjara « prison ». Tambahan pula
segerombolan laba-laba mengembangkan jaringnya « au fond de nos cerveaux ». Otak
kita tak mampu lagi berpikir, karena telah berada dalam jaring laba-laba. Lagi pula suatu
tempat yang telah mempunyai jaring laba-laba, dianggap sebagai tempat yang telah lama
tak digunakan, otak kita pun demikian pula.
Pada bait ke empat tampak « Des cloches tout à coup sautent avec furie »
«lonceng yang tiba-tiba berdentang dengan penuh kemarahan ». Suara lonceng ini
berkonotasi ledakan kemarahan jiwa. Kemudian dikatakan pula bahwa « Et lancent vers
le ciel un affreux hurlement » « lonceng melepaskan raungan ke arah langit », dengan
suara raungannya yang bergerak vertikal, lonceng seakan menyampaikan jeritan
penderitaannya. Ungkapan metaforis ini dilanjutkan dengan gambaran lugas tentang jiwa
yang selalu mengembara, « des esprits errants et sans patrie» tak ada baginya tempat
untuk pulang, sehingga pengembaraan akan terus berlanjut.. Penderitaan menjadi lebih
menusuk dengan ditampilkannya jiwa yang terus merintih. .
Bait terakhir mengemukakan bayangan yang mencekam. Dalam jiwa. tam-
pak. „de longs corbillards, sans tambours ni musique“ „iring-iringan panjang yang
mengantar jenazah tanpa suara musik“.“défilent lentement dans mon âme“ Iring-iringan
pengantar jenazah itu bergerak perlahan-lahan dalam jiwaku“. Selain mencekam,
metafora ini juga memberikan kesan lain. Tiadanya suara atau keheningan menjadikan
iringan jenazah itu lebih mengharukan.“l’Espoir, vaincu, pleure et l’Angoisse atroce,
despotique, sur mon crâne incliné plante son drapeau noir.“ „Harapan“ menangisi
kekalahannya dan „kegelisahan yang mengerikan dan kejam“ menebarkan bendera hitam
di kepalaku yang telah doyong. Kepala yang telah doyong karena beban yang terlalu
berat, masih ditutupi oleh bendera hitam. Bendera yang biasanya merupakan lambang
kejayaan, di sini menjadi bendera kematian. Inilah akhir pengembaraan jiwa, yang
berujung di kematian. Kematian ini bukan hanya kematian biasa, melainkan kematian
jiwa dan segala kemampuannya.
Setelah menelusuri sajak Baudelaire yang mengemukakan penderitaan,
keterkungkungan, ketakberdayaan, kekalahan dan akhirnya kematian pikiran.marilah kita
lihat sekarang sajak Supervielle. Seperti juga sajak yang terdahulu, sajak ini mengemu-
kakan pemikiran yang sangat berat, namun di sini penderitaan dan ketakberdayaan terfo-
kus pada ketakutan. Sejak awal, pada judul « Bestiaire malfaisant ». Supervielle sudah
membayangkan binatang, baik riil maupun imajinatif, yang merusak. Kata « Bestiaire »
mempunyai makna karya berupa dongeng binatang yang aneh-aneh, namun pada judul ini
dikatakan malfaisant, yaitu merusak. Kemudian, pada larik pertama dari bait pertama
yang terdiri dari 16 larik, «Quand le cerveau gît dans sa grotte» ditampilkan saat otak
terbaring tak bergerak di dalam guanya, selanjutnya dikemukakan « où chauve-sourient
les pensées ». Pikiran yang biasa ada di otak itu, terbang kian kemari bagai kelelawar.
Kata « chauve-sourient » sebenarnya tidak ada dalam bahasa Perancis. Kata itu rekaan si
penyair agar imaji tentang pikiran yang terbang kian kemari dan tabrak-tubruk seperti
kelelelawar itu, lebih hidup. Sementara itu, sikap terbaring menunjukkan ketidakberdaya-
an, terlebih lagi karena si otak itu terbaring di gua yang berkonotasi sempit dan gelap,
Selanjutnya, klausa «Et que le désir pris en faute» mempunyai makna bahwa apa yang
tadinya dianggap realita, ternyata hanya ilusi. Memang, Supervielle telah menyatakan
bahwa yang digambarkannya adalah «bestiaire» atau binatang-binatang imajinatif. Ilusi
tadi tampak menggerumut dan menjadi hitam. Gambaran itu memberi konotasi banyak-
nya ilusi yang menggerumuti pikiran bagaikan semut yang menghitam karena jumlahnya
yang banyak..Selanjutnya digambarkan pula ketakutan «Quand les Chats vous hantent,