Page 1
ANALISIS SUSTAINABLE DEVELOPMENT
DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PADANG LAMUN
DI DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG
KABUPATEN BINTAN
NASKAH PUBLIKASI
OLEH :
ASTUTI NOVITASARI
140563201005
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2019
Page 2
1
ANALISIS SUSTAINABLE DEVELOPMENT
DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PADANG LAMUN
DI DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG
KABUPATEN BINTAN
Astuti Novitasari1, Imam Yudhi Prastya
2, Edison
3
[email protected] , [email protected] .
2, [email protected]
3
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Desa Malang Rapat merupakan wilayah yang unggul di sektor perikanan.
Tetapi, melihat pelanggaran sering terjadi pada kawasan pesisir pantai Desa
Malang Rapat seperti pembangunan resor, eksploitasi sumber daya alam dan
dugong, kawasan pencemaran sludge oil, dan kawasan dengan kondisi lamun
sedang terancam. Akibatnya, mengganggu para wisatawan yang berkunjung ke
Desa Malang Rapat dan meningkatnya jumlah pengangguran karena hilangnya
sumber penghasilan serta dapat merusak ekosistem laut dan keindahan laut.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sustainable development dalam
pengelolaan kawasan konservasi padang lamun di Desa Malang Rapat Kecamatan
Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu, observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Teori yang dipakai dalam penelitian ini ialah teori pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Hasil penelitian yang didapat bahwa
dampak yang didapatkan oleh masyarakat dari konservasi padang lamun berupa
keberlanjutan secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dimensi ekonomi dikatakan
keberlanjutan dan memiliki dampak positif yaitu terpeliharanya pendapatan
masyarakat dari perkembangan konservasi padang lamun. Dimensi sosial
dikatakan berkelanjutan namun belum maksimal yaitu terjadi perubahan pola pikir
masyarakat terhadap eksistensi lamun karena kurangnya sumber daya pengelola
terhadap pengawasan di lapangan secara sukarela. Dimensi lingkungan dikatakan
berkelanjutan dan memiliki dampak positif yaitu terpeliharanya ekosistem lamun
sebagai tempat perkembangbiakkan biota laut dan penyeimbang ekosisitem
pesisir. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan, bahwa sustainable
development merupakan satu kesatuan yang integral dalam pengelolaan kawasan
konservasi padang lamun di Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan maka dikatakan sudah berkelanjutan.
Kata Kunci: Analisis, Sustainable Development, Konservasi Padang Lamun
Page 3
2
ABSTRACT
Malang Rapat village is a teritorial area in the fisheries sector. However,
seeing violations which often occured in the coastal areas of Malang Rapat
village such as the construction of resorts, exploitation of natural resources and
dugong, sludge oil (black oil waste), and threatened seagrass. As a result, it
disturbed the tourists, increased the number of unemployed people which caused
by decreasing their incomes, and could damage the marine ecosystems and the
beauty of the sea. This study aimed to analyze the sustainable development of the
management of seagrass conservation areas in Malang Rapat village, Gunung
Kijang District, Bintan Regency. This research used qualitative method which
interview, observation, and documentation were the data collection techniques.
This research used sustainable development theory. The results of this study
showed that the people in Malang Rapat got the good impact of seagrass area
conservation program from their economy, ecology, and social. All three
dimensions are sustainable. In the Ecomonic Dimension, it gave positive impacts
for the people such as stabilized their incomes from the development of seagrass
area conservation program. In the Social Dimension, this program had not fully
change people’s paradigms of the seagrass existention because of the lack of
human resources of supervising the seagrass voluntarily. In the environmental
dimension, it gave good impacts such as the ecosystems of seagrass area which
was the place of breeding and had role to stabilize the coastal areas, were
guarded. Based on the result of this study, the researcher made the conclusion
that the sustainable development is one unity and integrating each other in
managing the seagrass area conservation in Malang Rapat village, Gunung
Kijang district, Bintan regency. So, the researcher could be said that the
sustainale development in this area was sustainale.
Keywords: Analysis, Sustainable Development, Seagrass Area Conservation
Page 4
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Sara (2014:148),
wilayah pesisir (coastal zone) adalah
wilayah peralihan antara ekosistem
darat dan laut yang saling
berinteraksi di mana batas ke arah
laut sampai 12 mil dari garis pantai
untuk provinsi dan sepertiga dari
wilayah laut itu untuk
kabupaten/kota, dan ke arah darat
batas administrasi kecamatan di
kabupaten/kota yang bersangkutan.
Kabupaten Bintan merupakan satu
dari beberapa kabupaten di Provinsi
Kepulauan Riau yang terdiri dari 240
pulau besar dan kecil dengan luas
daratan 1.946,13 km2 atau 2% dan
lautan 86.092,41 km2
atau 98% (BPS
Kab. Bintan, 2015:9-12). Pulau-
pulau tersebut memiliki sumber daya
pesisir dan laut yang potensial.
Dengan wilayah yang didominasi
oleh perairan, Kabupaten Bintan
memiliki sumber daya perikanan
yang potensial yang dimanfaatkan
untuk menyejahterakan rakyat.
Sebagai upaya pelestarian
sumber daya hayati dan nonhayati
wilayah pesisir dan laut serta
menyejahterakan masyarakat pesisir
maka pentingnya melakukan
pengelolaan. Penerapan pengelolaan
wilayah pesisir dilakukan melalui
konservasi. Oleh karena itu, sejak
tahun 2007 melalui Surat Keputusan
Bupati Nomor 261/VIII/2007 tentang
Kawasan Konservasi Perairan Laut
Daerah Kabupaten Bintan (KKPD)
memutuskan bahwa wilayah perairan
laut Pesisir Timur yaitu Kecamatan
Gunung Kijang dan Kecamatan
Bintan Timur serta wilayah perairan
laut Kepulauan Tambelan merupakan
wilayah Konservasi Padang Lamun.
Pada tahun inilah, P20-LIPI (Pusat
Page 5
4
Penelitian Oseanografi-Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia)
melimpahkan wewenang kepada
Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah Kabupaten
Bintan (BAPPEDA Bintan) untuk
melaksanakan program yaitu Trikora
Seagrass Management
Demonstration Site (TRISMADES)
secara serentak di Bintan selama 3
tahun sejak 2007 hingga 2010.
Berdasarkan SK tersebut, Desa
Malang Rapat merupakan satu dari
beberapa wilayah KKPD Kabupaten
Bintan yang dibentuk menjadi
Kawasan Konservasi Padang Lamun.
Salah satu bentuk
implementasi dari upaya pengelolaan
yang dilakukan pada Kawasan
Konservasi Laut daerah Bintan
adalah ditetapkannya beberapa
daerah menjadi Kawasan Lindungan
Konservasi Padang Lamun.
Sebagaimana yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah
yang menyatakan “Pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil dengan berpedoman pada
Rencana Tata Ruang Laut, Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Bintan”.
Namun, sejak dikeluarkannya
undang-undang terjadinya peralihan
tugas dari BAPPEDA kepada Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Bintan di tahun 2011. Selanjutnya,
pada 2011 hingga 2016, Kawasan
Konservasi Padang Lamun diambil
alih oleh Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Bintan (DKP
Bintan) melalui program Coral Reef
Rehabilitation and Management
Program-Coral Triangle Initiative
(COREMAP-CTI) yang dinaungi
oleh Kementerian Kelautan dan
Page 6
5
Perikanan Republik Indonesia
(KKPI).
Dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah
pada pasal 14 ayat 1 disebutkan
bahwa: “….Penyelenggaraan urusan
pemerintahan bidang kehutanan,
kelautan, serta energi dan sumber
daya mineral dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
Provinsi.”
Itu berarti pemerintah pusat
telah memberikan kewenangan
terhadap pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Oleh karena itu,
sejak tahun 2017 hingga saat ini
Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Kepulauan Riau dipercaya
sebagai pihak pemerintah daerah
yang mengelola Kawasan Konservasi
Padang Lamun tersebut. Menurut
Sara (2014:143), pembangunan
berkelanjutan adalah sebuah proses
dalam mana eksploitasi sumber daya,
pengarahan investasi, arah
pembangunan teknologi, dan
perubahan kelembagaan dibuat
konsisten dengan kebutuhan generasi
mendatang seperti juga kebutuhan
generasi sekarang. Oleh karena itu,
kebijakan keanekaragaman hayati
wilayah pesisir perlu diatur dengan
basis sustainable. Penyelenggaraan
penataan ruang tersebut tentunya
harus memperhatikan kondisi
economy (ekonomi), society
(masyarakat/sosial), dan environment
(lingkungan) (Sugandhy dan Hakim,
2007:22). Ketiga aspek tersebut tidak
bisa dipisahkan karena menimbulkan
hubungan sebab akibat. Hubungan
ekonomi dam sosial diharapkan
dapat menciptakan hubungan yang
adil (equitable). Hubungan antara
ekonomi dan lingkungan diharapkan
dapat terus berjalan (viable). Adapun
Page 7
6
hubungan antara sosial dan
lingkungan bertujuan agar terus
bertahan.
Agar kebijakan yang
diformulikasikan tepat dalam suatu
wilayah. Maka diperlukan suatu
manajemen yang baik dalam
mengelola serta mengembangkan
kawasan pesisir. Karena, jika tidak
maka akan menimbulkan
mismanagement yang
mengakibatkan kerugian,
pemborosan, bahkan tujuan dari
Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Kepulauan Riau tidak akan
tercapai.
Namun, pelanggaran sering
terjadi pada kawasan pesisir pantai
Desa Malang Rapat. Pertama,
maraknya pembangunan wilayah
pesisir atau reklamasi lahan pantai,
tidak tertatanya pembangunan
pemukiman penduduk, dan
menjamurnya pembangunan resor
dan pelabuhan feri internasional.
Kedua, ekploitasi sumber daya
alam. Akibat pembangunan baik
pada aspek ekonomi maupun sosial
yang telah meluas, banyak bangunan
seperti mal, perumahan, industri,
resor, kelong, dan lain-lain
“memakan” lahan-lahan produktif di
Desa Malang Rapat.
Ketiga, eksploitasi dugong.
Maraknya aktivitas perikanan yang
menggunakan alat tangkap
kontradiktif seperti pukat harimau,
dan pengambilan biota laut.
Sehingga kadang hewan yang
dilindungi seperti dugong pun juga
ikut tereksploitasi. Bagi nelayan
lokal, ketika mereka menangkap ikan
dan tertangkap pula dugongnya
mereka akan melepas hewan
Keempat, kawasan pencemaran
sludge oil (limbah minyak hitam).
Setiap musim angin utara sekitar
Page 8
7
bulan November hingga April
kawasan Bintan menjadi salah satu
destinasi pembuangan limbah
minyak yang berasal dari tangki
kapal asing.
Kelima, mayoritas mata
pencaharian di Desa Malang Rapat
ialah ibu rumah tangga dan nelayan.
Oleh sebab itu, pekerjaan nelayan
merupakan salah satu pekerjaan yang
sangat menjanjikan guna
meningkatkan tarap hidup
masyarakat. Jumlah penduduk yang
bekerja sebagai nelayan adalah 390
jiwa atau 17% posisi wilayah yang
berbatasan langsung dengan laut
serta merupakan daerah padang
lamun membuat masyarakat lebih
cenderung memilih pekerjaan
tersebut. Kehidupan nelayan sangat
tergantung dari hasil tangkapan.
Keenam, alasan peneliti
memilih tempat penelitian di
kawasan Desa Malang Rapat
dikarenakan kondisi lamun di desa
Malang Rapat khususnya wilayah
Primer Koperasi Angkatan Darat
Resort, Trikora Beach IV, Trikora
Beach III, pantai berpasir, Trikora II,
Kedondong Indah Beach, Bintan
Prima Resort Bintan, dan Agrowisata
sedang terancam. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh
Hutomo (2013:6), adapun ancaman
yang dihadapi oleh lamun dan
ekosistem sekitarnya meliputi
penambangan pasir laut, pembukaan
lahan dan pembangunan fisik
resort/restoran tidak terencana dan
tertata dengan baik, aktivitas
perikanan tidak ramah lingkungan,
eutrofikasi, nilai estetika menurun,
erosi (perubahan pola arus),
kunjungan turis menurun, dan
hilangnya lapangan pekerjaan.
Dari uraian permasalahan
tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
Page 9
8
“Analisis Sustainable Development
Dalam Pengelolaan Kawasan
Konservasi Padang Lamun di Desa
Malang Rapat Kecamatan Gunung
Kijang Kabupaten Bintan”.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis sustainable
development dalam pengelolaan
kawasan konservasi padang lamun di
Desa Malang Rapat Kecamatan
Gunung Kijang Kabupaten Bintan.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan oleh penulis adalah
kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Dalam penelitian ini,
penulis menggambarkan tentang
fakta dan permasalahan yang terjadi
di Desa Malang Rapat mengenai
pengelolaan kawasan konservasi
padang lamun. Lokasi yang diambil
dalam penelitian ini adalah di Desa
Malang Rapat, Kecamatan Gunung
Kijang, Kabupaten Bintan. Desa
Malang Rapat dipilih sebagai lokus
penelitian dikarenakan Desa Malang
Rapat merupakan satu di antara
kawasan Bintan Utara yang terpilih
sebagai kawasan penetapan kawasan
konservasi padang lamun.
Berbagai sumber data yang
akan dimanfaatkan dalam penelitian
ini sebagai berikut: a. Data Primer,
adalah data yang didapatkan melalui
informan penelitian yaitu Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Bintan, Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Kepulauan Riau,
Kelompok Pengawas Padang Lamun,
Kelompok Nelayan, Nelayan
Pancing, dan Kelompok Masyarakat
di bidang produksi di Desa Malang
Rapat. b. Data Sekunder, adalah data
dari sumber tertulis seperti:
Monografi Desa Malang Rapat,
dokumen Laporan Tahunan Dinas
Perikanan Kabupaten Bintan, dan
Page 10
9
laman tautan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia dan
COREMAP.
Informan pada penelitian ini
dipilih dengan menggunakan teknik
sampling purposive. Informan dalam
penelitian ini adalah Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Bintan,
Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Kepulauan Riau, Kelompok
Pengawas Padang Lamun, Kelompok
Nelayan, Nelayan Pancing, dan
Kelompok Masyarakat di bidang
produksi di Desa Malang Rapat dan
masyarakat yang terlibat maupun
yang tidak ikut berpartisipasi dalam
aktivitas pengelolaan kawasan
konservasi padang lamun di Desa
Malang Rapat. Key informan dalam
penelitian ini adalah masyarakat
Desa Malang Rapat.
Dalam pengumpulan data
penelitian ini, penulis menggunakan
beberapa cara, antara lain: a.
Observasi lapangan dengan
memperoleh data dan informasi
langsung dari responden dengan cara
observasi, wawancara, dan
dokumentasi b. Penelitian
kepustakaan. Teknik analisis data
digunakan untuk menganalisis data
yang didapat dari penelitian. Teknik
analisis yang diterapkan oleh peneliti
adalah triangulasi.
LANDASAN TEORI
Sustainable Development
(Pembangunan Berkelanjutan)
Pembangunan berkelanjutan
menurut Sughandy dan Hakim
(2007:21) merupakan perubahan
positif sosial ekonomi yang tidak
mengabaikan sistem ekologi dan
sosial di mana masyarakat
bergantung kepadanya.
Gambar 1. Diagram Tiga Dimensi Pembangunan Berkelanjutan
(Three Dimensional Model Sustainable Development)
Enviro
nment
Econo
my
Society
Nor
Tomorrow’s
Generation
Today’s Generation
Page 11
10
Serageldin dan Steer (dalam
Zubaedi, 2013:150) menyebutkan
bahwa Bank Dunia (World Bank)
telah menjabarkan konsep
pembangunan berkelanjutan dalam
bentuk kerangka segitiga
pembangunan berkelanjutan
(Environmentally Sustainable
Development Triangle). Menurut
kerangka tersebut, suatu kegiatan
pembangunan dianggap
berkelanjutan jika kegiatan tersebut
secara ekonomis, ekologis, dan sosial
bersifat berkelanjutan. Dahuri (dalam
Zubaedi, 2013:150) memberikan
penjelasan pada setiap dimensi
pembangunan berkelanjutan.
Berkelanjutan secara ekonomis jika
suatu kegiatan pembangunan dapat
membuahkan pertumbuhan ekonomi,
pemeliharaan kapital (capital
maintenance), dan penggunaan
sumber daya serta serta investasi
secara efisien. Berkelanjutan secara
ekologis jika kegiatan pembangunan
tersebut dapat mempertahankan
integritas ekosistem, memelihara
daya dukung lingkungan, dan
konservasi sumber daya alam
termasuk keanekaragaman hayati
(biodiversity). Sementara itu,
keberlanjutan secara sosial
mensyaratkan bahwa suatu kegiatan
pembangunan hendaknya dapat
menciptakan pemerataan hasil-hasil
pembangunan, mobilitas sosial,
kohesi sosial, dan pengembangan
kelembagaan.
Pengelolaan Wilayah Pesisir
Menurut Sara (2014:14)
pengelolaan wilayah pesisir
mencakup pengelolaan kegiatan
manusia untuk melindungi sumber
daya alam wilayah pesisir dan untuk
melindungi manusia dari risiko
(bahaya) pesisir. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Page 12
11
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 1
poin 1 menyebutkan bahwa
pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil adalah suatu proses
perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil antarsektor, antara
Pemerintah dan Pemerintahan
Daerah, antara ekosistem darat dan
laut, serta antara ilmu pengetahuan
dan manajemen untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Eksploitasi berkelanjutan
menjelaskan pemanfaatan bijaksana
dan pengelolaan hati-hati
(konservasi) individu spesies dan
komunitas, bersama habitat dan
ekosistemnya sehingga potensi
kemanfaatannya saat ini kepada
masyarakat tidak rusak. Dengan
demikian, sumber daya harus dijaga
sehingga kemampuan sumber daya
untuk memperbaharui dirinya tidak
pernah berbahaya. Pengelolaan
seperti itu menjaga potensi biologi
dan meningkatkan potensi ekonomi
jangka panjang.
Konservasi Padang Lamun
Kawasan konservasi perairan
(Sara, 2014:143) adalah kawasan
perairan yang dilindungi, dikelola
dengan sistem zonasi, untuk
mewujudkan pengelolaan sumber
daya ikan dan lingkungannya secara
berkelanjutan untuk generasi
manusia saat ini, serta tetap
memelihara potensinya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan
aspirasi-aspirasi generasi-generasi
yang akan datang. Salah satu bentuk
konservasi sumber daya alam
perairan tersebut dilakukan pada
tanaman lamun. Menurut Sara
(2014:44) Lamun merupakan
tumbuhan air berbunga
(Angiospermae) yang menyesuaikan
diri hidup terbenam dalam air
Page 13
12
umumnya menempati bagian
perairan pesisir dangkal, jernih,
terlindung, dan kurang energi
gelombang.
Lamun adalah tumbuhan
berbiji satu (monokotil) yang
mempunyai akar, rimpang (rhizoma),
daun, bunga dan buah seperti halnya
dengan tumbuhan berpembuluh yang
tumbuh di darat (Thomlinson, 1974:
107).
Padang lamun juga memainkan
peranan penting dalam stabilitas
habitat di pesisir. Ziemen (dalam
Sara, 2014:48) menjelaskan bahwa
padang lamun mampu menstabilkan
sedimen dan mengurangi erosi serta
mengurangi kekeruhan dan
menjernihkan perairan bukan hanya
untuk dirinya berfotosintesis namun
juga berfungsi sebagai penyaring
makanan (filter-feeding) bagi
organisme lain. Berwick (dalam
Sara, 2014:48) mendeskripsikan
bahwa densitas padang lamun
meningkatkan laju sedimentasi
melalui: (1) memerangkap organik
halus dan partikel anorganik pada
permukaan daun, (2) menahan
partikel (seperti detritus) yang
dihasilkan padang lamun, (3)
mengikat dan menstabilkan deposit
sedimen melalui akar (rhizome)
kompleks. Selain itu Koesoebiono
(dalam Dahuri, 2013:89-92),
menjelaskan fungsi padang lamun di
lingkungan pesisir sebagai berikut.
a. Padang lamun segar
merupakan makanan bagi ikan
duyung (yang sebenarnya
bukan jenis ikan, melainkan
hewan menyusui), penyu laut,
bulu babi, dan beberapa jenis
ikan. Padang lamun merupakan
daerah pengembalaan (grazing
ground) yang penting artinya
bagi hewan-hewan laut
tersebut.
Page 14
13
b. Daun lamun berperan sebagai
tudung pelindung yang
menutupi penghuni padang
lamun dari sengatan dari
matahari.
c. Tumbuhan lamun dapat
digunakan sebagai bahan
makanan dan pupuk.
Kawasan lindungan konservasi
padang lamun pada penelitian ini
adalah di Desa Malang Rapat
Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau.
PEMBAHASAN
1. Dimensi Ekonomi (Economy)
Dimensi ekonomi dalam
pembangunan berkelanjutan pada
pengelolaan konservasi padang
lamun di Desa Malang Rapat
Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan dikatakan
berkelanjutan dan memiliki dampak
yang positif bagi masyarakat. Hal ini
dilihat pada setelah dilakukannya
konservasi padang lamun habitat
lamun terjaga terjadi peningkatan
hasil tangkapan nelayan baik untuk
dikonsumsi secara pribadi maupun
dijual kepada tauke (pengepul ikan).
Kelompok masyarakat
POKMAS Bandeng menciptakan
alternatif mata pencaharian ketika
musim angin utara datang dan
memberdayakan para nelayan pesisir
guna menunjang perekonomian.
Gambar 2. Produk Olahan Ikan Bandeng
Pemanfaatan buah lamun
secara langsung dengan cara
dikonsumi sebagai makanan
(cemilan).
Gambar 3. Buah Lamun Enhalus Acoroides
Kelompok Pengolah Krupuk Atom
Bandeng
Kemasan Produk
Page 15
14
Adanya pengolahan serasah
lamun menjadi pupuk kompos
organik hingga saat ini.
Gambar 4. Produk Daun Lamun atau
Serasah (Detritus) Lamun
Sehingga terpeliharanya fungsi
lamun secara ekologi dan ekonomi
serta keseimbangan kapital
perekonomian bagi masyarakat di
Desa Malang Rapat.
2. Dimensi Sosial/Masyarakat
(Society)
Dimensi sosial dalam
pembangunan berkelanjutan pada
pengelolaan konservasi padang
lamun di Desa Malang Rapat
Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan dikatakan
berkelanjutan namun belum
maksimal. Karena, POMASWAS
(Kelompok Masyarakat Pengawas)
dan LPS-TK (Lembaga Pengelola
Sumberdaya Terumbu Karang) yang
bertugas untuk mengawasi padang
lamun sudah dihentikan oleh pihak
Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Bintan selaku Unit
Pelaksana Teknis Dinas program
COREMAP-CTI pada akhir
Desember 2016 sebelum pengelolaan
kelautan berpindah ke Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi
Kepulauan Riau. Walaupun
kelompok pengawas masyarakat
sudah dibubarkan. Namun,
pembangunan masyarakat melalui
partisipasi masyarakat dalam
kegiatan pemeliharaan konservasi
padang lamun dan perubahan pola
pikir masyarakat terhadap eksistensi
lamun. Oleh karena itu, pengelolaan
tetap dilaksanakan secara individual
masyarakat Desa Malang Rapat
hingga saat ini.
Page 16
15
3. Dimensi Lingkungan
(Environtment)
Upaya masyarakat menunjang
aktivitas perlindungan dan
pemeliharaan konservasi padang
lamun di Desa Malang Rapat adalah
melalui menerapkan peraturan
pelarangan atas musyawarah
masyarakat di setiap daerah bagian.
RT. 01/02 001 Tanjung Keling di Bintan Prima Resort
RT. 01/03Teluk Dalam di Pantai Dugong
RT. 02/03 Kampe di Pelabuhan Dermaga
Kampe
Gambar 5. Kawasan Ekosistem
Padang Lamun di Desa Malang Rapat
Landasan hukum penerapan
peraturan pelarangan berasaskan
pada Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil juga
telah mengamanatkan perlunya
penyelamatan dan pengelolaan
padang lamun sebagai bagian dari
pengelolaan terpadu ekosistem
pesisir dan pulau-pulau kecil dan
pelaporan kondisi lamun secara
berkala setiap tahun dan hingga saat
ini belum menerima laporan
pengaduan dari masyarakat terhadap
rusaknya kondisi padang lamun.
Namun, aktivitas penanaman
kembali (rehabilitasi) dapat
dilakukan apabila diperlukan dan
adanya aduan dari masyarakat
terhadap kerusakan kondisi padang
lamun yang diakibatkan oleh
aktivitas penambangan pasir laut,
reklamasi pantai, dan pembangunan
resort di kawasan konservasi padang
Page 17
16
lamun. Keberhasilan dari kegiatan
konservasi padang lamun diharapkan
mampu mengembalikan fungsi
ekologis lamun sebagai penyedia
jasa lingkungan bagi masyarakat
Desa Malang Rapat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasannya, peneliti
menyimpulkan bahwa:
1. Dimensi ekonomi dikatakan
berkelanjutan dan memiliki
dampak positif. Hal ini dilihat
pada setelah dilakukannya
konservasi padang lamun
habitat lamun terjaga terjadi
peningkatan hasil tangkapan
nelayan baik untuk dikonsumsi
secara pribadi maupun dijual
kepada tauke. Kelompok
masyarakat POKMAS
Bandeng menciptakan
alternatif mata pencaharian
ketika musim angin utara
datang dan memberdayakan
para nelayan pesisir guna
menunjang perekonomian.
Pemanfaatan buah lamun
secara langsung dengan cara
dikonsumi sebagai makanan
(cemilan) dan adanya
pengolahan serasah lamun
menjadi pupuk kompos
organik hingga saat ini.
2. Dimensi sosial dikatakan
berkelanjutan namun belum
maksimal. Karena
POMASWAS (Kelompok
Masyarakat Pengawas) dan
LPS-TK (Lembaga Pengelola
Sumberdaya Terumbu Karang)
yang bertugas untuk
mengawasi padang lamun
sudah dibubarkan oleh pihak
Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Bintan selaku Unit
Pelaksana Teknis Dinas
program COREMAP-CTI pada
Page 18
17
akhir Desember 2016 sebelum
pengelolaan kelautan
berpindah ke Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi
Kepulauan Riau. Walaupun
demikian, pengelolaan tetap
dilaksanakan secara individual
masyarakat Desa Malang
Rapat terhadap eksistensi
lamun hingga saat ini
3. Dimensi lingkungan dikatakan
berkelanjutan dan memiliki
dampak positif. Hal ini dilihat
pada setelah dilakukannya
konservasi padang lamun
masyarakat mentaati peraturan
pelarangan di kawasan padang
lamun dan melakukan
pelaporan secara berkala.
Sehingga habitat lamun terjaga
pertumbuhan lamun semakin
meluas sampai saat ini. Melalui
kegiatan konservasi ini,
memberikan kesadaran kepada
masyarakat Desa Malang
Rapat tentang pentingnya
keberadaan lamun di kawasan
pesisir.
4. Dari ketiga analisis dimensi
itu, bahwa sustainable
development merupakan satu
kesatuan yang tumpang tindih
dalam pengelolaan kawasan
konservasi padang lamun di
Desa Malang Rapat Kecamatan
Gunung Kijang Kabupaten
Bintan maka dikatakan sudah
berkelanjutan.
Page 19
18
DAFTAR PUSTAKA
Referensi dari Buku
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bintan. 2015. Bintan dalam Angka 2015 (Bintan
in Figures 2015). Tanjungpinang: BPS Kabupaten Bintan
Departemen Pendidikan Nasional. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. 2011. Studi Potensi
Sumberdaya Alam Provinsi Kepulauan Riau. Tanjungpinang: DKP Provinsi
Kepulauan Riau
Dinas Perikanan Kabupaten Bintan. 2015. Rencana Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Bintan. Tanjungpinang: DKP
Kabupaten Bintan
Dinas Perikanan Kabupaten Bintan. 2016. Laporan Tahunan Dinas Perikanan
Kabupaten Bintan. Tanjungpinang: DKP Kabupaten Bintan
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan. 2016. Pemanfaatan Jenis Ikan
yang Dilindungi di Kabupaten Bintan. Tanjungpinang: DKP Kabupaten
Bintan
Hutomo, Malikusworo. 2013. Lokakarya: Padang Lamun dan Dugong di Bintan:
Pembelajaran dari Riset Dasar Ke Pengelolaan di Pesisir Timur Pulau
Bintan. Bintan: Trikora Seagrass Demonstration Site (TRISMADES). 14
Maret 2013
Kantor Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan. 2018. Profil Desa Malang Rapat
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan 2018. Tanjungpinang: Kantor
Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan
Kikuchi, T. and Peres, J. M. 1977. Consumer Ecology Of Seagrass Beds. In:
McRoy, C.P. and Helffrich, C., Eds., Seagrass Ecosystems: A Scientific
Perspective, Marcel Dekker, Inc., Pg. 147-193. New York: Scientific
Research An Academic Publisher
Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael. 2009. Analisis Data Kualititatif:
Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia
Press
Pemerintah Kabupaten Bintan. 2016. Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi di
Kabupaten: Unit Pengelola Teknis Kawasan Konservasi Perairan Daerah.
Bintan: Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral
Triangle Initiative (COREMAP-CTI)
Page 20
19
Phillips, R. C, and E. G. Menez. 1988. Seagrass in: Smithsonian Contribusion to
the Marine Science. No. 34. D. C. Washington: Smithsonian Institution
Press.
Rosa, Lusiana. 2018. Aktivitas Antioksidan dan Bioaktif dari Ekstrak Lamun E.
Acoroides. Skripsi. Sarjana Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Sara. 2014. Pengelolaan Wilayah Pesisir: Gagasan Memelihara Aset Wilayah
Pesisir dan Solusi Pembangunan Bangsa. Bandung: Alfabeta
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama
Sugandhy, Aca dan Hakim, Rustam. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan
Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi
Aksara
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung:
Alfabeta
________. 2016. Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi dengan Metode R &
D. Bandung: Alfabeta
Thomlinson, P. B. 1974. Vegetative Morphology and Meristem Dependence - The
Foundation Of Productivity In Seagrass. Aquaculture 4: 107-130.
United Nations. 2015a. Goal 14: Life Below Water: Why it Matters?. New York:
United Nations
_________. 2015b. Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable
Development. 16301(October). Pg. 1–35. New York: United Nations
Zubaedi. 2016. Pengembangan Masyarakat: Wacana & Praktik. Jakarta: Kencana
Referensi dari Undang-Undang Republik Indonesia
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
PER.17/MEN/2008 Tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil
Surat Keputusan Bupati Bintan No. 261/VIII/2007 tentang Kawasan Konservasi
Laut Daerah Kabupaten Bintan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Page 21
20
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
Surat Keputusan Bupati Nomor 261/VIII/2007 tentang Kawasan Konservasi
Perairan Laut Daerah Kabupaten Bintan (KKPD)
Surat Keputusan Bupati Bintan Nomor 106/III/2010 tentang Pembentukan Badan
Pengelola Padang lamun EBCoMBo
Referensi dari Internet
Laman Berita Batamtoday.com, Bintan, 7 April 2016 tautan
(http://batamtoday.com/home/read/69826/Pemkab-Bintan-Ingin-Masalah-
Limbah-Minyak-Segera-Tuntas, diakses 4 Desember 2017, 11.18 wib.))
Laman Berita Batampos.co.id, Bintan, 2 September 2016 tautan
(http://batampos.co.id/2016/09/02/sembilan-spesies-laut-terancam-punah-
jadi-wajib-dilindungi/, diakses 4 Desember 2017, 11.21 wib)
Laman Berita Batampos.co.id, Bintan, 25 November 2017 tautan
(http://batampos.co.id/2017/11/25/crane-resort-ancam-keselamatan/, diakses
25 November 2017, 09.28 wib.)
Laman Berita Lintaskepri.com, Bintan, 6 Oktober 2016 tautan
(https://lintaskepri.com/blh-wisatawan-mengeluh-akibat-limbah-di-perairan-
bintan.html, diakses 25 November 2017, 10.20 wib.)
Laman Kemsos.go.id, Jakarta, Tahun 2017 tautan
(https://www.kemsos.go.id/content/kube, diakses 08 Agustus 2018, 23.25
wib.)
Laman Lipi.go.id, Jakarta, 16 September 2006 tautan
(http://lipi.go.id/berita/lamun-pelindung-biota-laut-yang-terlupakan/103,
diakses 16 Desember 2017, 15.45 wib.)
Laman Lipi.go.id, Jakarta, 10 Februari 2016 tautan
(http://lipi.go.id/siaranpress/lipi-ditetapkan-sebagai-wali-data-ekosistem-
terumbu-karang-dan-padang-lamun/15010, diakses 16 Desember 2017,
15.48 wib.)
Laman Un.org, New York, 25 September 2015 tautan
(http://www.un.org/sustainabledevelopment/sustainable-development-
goals/, diakses 2 Februari 2018, 23.21 wib.)
Laman Berita Tempo.co, Jakarta, 26 Juli 2006 tautan
(https://nasional.tempo.co/read/80681/enam-tolok-ukur-pembangunan-
berkelanjutan/, diakses 18 Maret 2018, 15.56 wib)