ANALISIS STRUKTURAL NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA SKRIPSI OLEH SALSABELLA WAWA ANASYA NIM RRA1B117004 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2021
181
Embed
ANALISIS STRUKTURAL NASKAH DRAMA - Repository Unja
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS STRUKTURAL NASKAH DRAMA
BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA
SKRIPSI
OLEH
SALSABELLA WAWA ANASYA
NIM RRA1B117004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
ANALISIS STRUKTURAL NASKAH DRAMA
BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA
ii
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Jambi
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam
Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh
Salsabella Wawa Anasya
NIM RRA1B117004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
vii
ABSTRAK
Anasya, Salsabella Wawa.2020, Analisis Struktural Naskah Drama Bila Malam
Bertambah Malam Karya Putu Wijaya: Skripsi, Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Jambi, Pembimbing (I) Dra. Hj.
Yusra D., M.Pd., (II) Hilman Yusra, S.Pd., M.Pd.,
Kata Kunci: naskah drama, struktural.
Penelitian ini bertujuan memperoleh deskripsi (1) unsur-unsur apa saja yang
membangun naskah drama. (2) hubungan antarunsur naskah drama Bila Malam
Bertambah Malam karya Putu Wijaya. (3) Bagaimana relevansi terhadap
pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.
Jenis penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Pengumpulan data
menggunakan metode studi pustaka yang difokuskan untuk mengidentifikasi dan
mendeskripsikan unsur-unsur dan hubungan makna dalam naskah drama Bila
Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya. Kemudian setelah data diperoleh
dianalisis menggunakan teknik analisis data. Selanjutnya untuk menguji
keabsahan data dilakukan dengan cara menggunakan teknik triangulasi.
Hasil penelitian ini mendeskripsikan: (I) Unsur-unsur naskah drama Bila Malam
Bertambah Malam karya Putu Wijaya meliputi: alur, tokoh, latar, tema, amanat,
dialog, dan teks samping. alur maju, Tokoh dalam naskah drama Bila Malam
Bertambah Malam karya Putu Wijaya terdiri dari, tokoh antagonis, yaitu: Gusti
Biang, tokoh tritagonis yaitu: Ratu Ngurah dan Wayan, dan tokoh protagonis:
Nyoman, Untuk Latar ruang luar adalah Bali, Latar waktu malam. Sedangkan
tema yang melandasi naskah drama ini yakni permasalahan persoalan status
sosial. Amanat yang terkandung sebagai makhluk hidup kita harus saling
menghargai satu sama lain. Dialog, disesuaikan dengan latar Indonesia sehinggan
dialog yang digunakan campuran berbahasa Bali, dan pada naskah drama ini
memiliki teks samping yang memberikan petunjuk teknis drama. (II) Hubungan
antarunsur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya
saling menopang atau memiliki keterjalinan yang kuat. Masing-masing unsur
memiliki peranan dan fungsi yang saling mendukung dengan unsur-unsur lainnya.
(II) Hubungan antar unsur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya
Putu Wijaya, pembahasan mengenai unsur-unsur naskah drama dan hubungan
antar unsur yang terdapat dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam
karya Putu Wijaya. (3) relevansi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IX
SMA.
Kesimpulan terhadap hasil ini memperlihatkan bahwa unsur-unsur naskah drama
Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya memiliki: tujuh unsur yang
membangun naskah drama alur, tokoh, latar, tema, amanat, dialog, dan teks
samping. hubungan antarunsur sangat erat dan berkaitan satu sama lain tidak
dapat dipisahkan. Relevansi dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas XI
SMA.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas segala berkat dan rahmat-Nya
sehingga selesainya penelitian yang dilakukan sampai terwujud menjadi skripsi
yang berjudul Analisis Struktural Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam
Karya Putu Wijaya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu, dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis sampaikan terima kasih,
terutama kepada ibu Dra. Hj. Yusra D., M. Pd. Selaku dosen pembimbing I
sekaligus Pembimbing Akademik yang dengan kesabaran, keikhlasan, serta
memotivasi penulis, hatinya yang lembut dalam menasehati dan membimbing
penulis scara kritis dan cemerlang dalam berpikir telah membuat penulis tidak
menyerah memperbaiki kesalahan atau kekeliruan yang masih muncul dalam
penyususan skripsi ini. Semoga Tuhan tetap memberikan kesehatan kepada beliau.
Kepada Bapak Hilman Yusra, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing II yang dengan
ketelitian, kesabaran, dan kebijakannya telah membuka dan mengasah
pemahaman intelektual penulis serta memberikan bimbingan dan arahan yang
berarti dalam penyelesaian skripsi ini.
Kepada Ibu Dr. Hj. Irma Suryani, M. Pd., dan Bapak Dr. Drs. Harry
Soedarto H, M.Pd. dan Bapak Drs. H. Larlen. M.Pd terima kasih atas saran dan
kritikan yang telah diberikan dalam siding skripsi. Semoga ilmu dan kekritisan
Bapak dan Ibu membuat skripsi ini lebih sempurna.
Penulis sampaikan terima kasih yang dalam kepada dosen Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra PBS FKIP Universitas Jambi yang telah membagi
ilmunya dengan maksimal. Tidak lupa pula Ketua dan Sekretaris Jurusan
Pendidkan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan pengarahan
kepada mahasiswanya.
Jambi, Januari 2021
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
MOTTO .................................................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 6
1.3 Tujuan Masalah ................................................................................................. 6
Dalam naskah ini terdapat Latar ruang dalam pembahasan ini dibagi
menjadi dua kategori, yaitu latar ruang luar dan latar ruang dalam. Latar ruang
luar berupa wilayah di mana cerita berlangsung, sedangkan latar ruang dalam
adalah peristiwa yang digunakan dalam tiap babak. Latar ruang luar tidak
dimasukkan dalam pembahasan ini karena penelitian hanya pada naskah drama,
tidak termasuk pementasan sehingga seluruh ceita perlu dianalisis. Latar ruang
71
luar adalah Bali. Adanya campuran bahasa bali dalam penyusunan naskah ini.
Latar ruang dalam adalah kediaman Gusti Biang
4.2.4 Tema
Tema adalah inti permasalahan yang hendak dikemukakan pengarang
dalam karyanya. “Dalam sebuah drama terdapat banyak peristiwa yang masing-
masing mengemban permasalahan, tetapi hanya ada sebuah tema sebagai intisari
dari permasalahan-permasalahan tersebut” (Hasanuddin, 2015:103).
“Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjadi
dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok
permasalahan dalam cerita. Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung
dalam drama. Tema berhubungan dengan premis dari drama tersebut yang
berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandang
dikemukakan oleh pengarangnya” (Waluyo, 2006:24).
Dalama naskah drama ini terdapat tema mayor dan tema minor. Tema
mayor naskah drama ini adalah persoalan status sosial. Karena pada naskah
drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya ini jelas menceritakan
tokoh yang mempersoalkan derajat kebangsawanan. Tema minor cerita ada
beberapa hal yaitu pertama, sikap toleransi kepada hak asasi manusia. Kedua
perjuanganan cinta yang bertentangan dengan tradisi. Tema minor pertama terlihat
pada tidak adanya toleransi hak asasi manusia oleh Gusti Biang terhdap Nyoman
dan Wayan, yang sudah mengabdi terhadap Gusti Biang namun tetap disalahkan,
dicaci, difitnah dan diperhitungkan jumlah yang dikeluarkan oleh Gusti Biang.
perjuangan cinta Ngurah untuk mengawini Nyoman yang bertentangan dengan
72
kasta, kebangsawanan dan derajat mereka sehingga cinta mereka mendapat
peringatan dari Gusti Biang yang padahal Gusti Biang dan Wayan juga dulu
saling mencintai, namun Ngurah tetap bersikeras ingin menikahi wanita sudra itu.
4.2.5 Amanat
Amanat adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarang. Amanat dapat terlihat di dalam tingkah laku tokoh. Melalui cerita,
sikap, dan tingkah laku tokoh diharapkan pembaca dapat mengambil hikmah dari
pesan-pesan moral yang disampaikan. Penonton atau pembaca harus
menyimpulkan sendiri pesan moral yang diperoleh dari membaca naskah atau
menonton drama. Amanat merupakan pesan yang akan disampaikan pengarang
kepada penonton atau pembaca drama (Wiyanto,2002:24). Dalam naskah drama
Bila Malam Bertambah Malam ini dalam setiap babak terdapat amanat yang ingin
disampaikan oleh penulis
4.2.6 Dialog
Sebagai ciri utama dalam drama, dialog dapat menentukan ciri drama
dalam keseluruhan. Ada dialog sengaja ditulis panjang-panjang, ada pula dialog
yang ditulis pendek-pendek. Warna dialognya pun macam-macam, ada yang
lugas, puitis, atau menggunakan dialek. Wiyanto (2002:13) mengemukakan
“Dialog adalah percakapan para pemain. Dialog memainkan peran yang amat
penting karena menjadi pengarang lakon drama. Artinya, jalan cerita drama itu
diektahui oleh penonton lewat dialog para pemainnya. Agar dialog itu hambar,
pengucapannya harus disertai penjiwaan emosional. Selain itu, pelafalannya harus
73
jelas dan cukup keras sehingga dapat didengar semua penonton. Seseorang
pemain yang berbisik, misalnya, harus diupayakan agar bisikannya tetap dapat
didengarkan penonton”.
Dalam dialog naskah drama Bila Malam Bertaambah Malam Karya Putu
Wijaya ini . Cerita Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya telah
disesuaikan dengan latar Indonesia sehingga dialog yang digunakan berbahasa
Indonesia. Untuk memberikan kesan Bali Putu Wijaya menggunakan kata-kata
Bali.
4.2.7 Petunjuk Teknis atau Teks Samping
Petunjuk teknis adalah rambu-rambu yang sengaja dicantumkan oleh
seorang penulis naskah drama sebagai penuntun penafsiran bagi siapa saja yang
ingin mementaskannya. Petunjuk teknis dalam naskah drama bisa berupa paparan
tentang adegan demi adegan, profil tokoh cerita, latar cerita (tempat adegan) tata
lampu, tata musik, tata panggung, dan daftar property yang harus disiapkan
Rokhmansyah (2014:43).
Waluyo (2006:30) mengatakan bahwa teks samping ini memberikan teknis
tentang tokoh, waktu, suasana penas, suara musik, keluar masuknya aktor atau
aktris, keras lembutnya dialog, warna suara, perasaan yang mendasari dialog, dan
sebagainya. Teks samping ini biasanya ditulis dengan tulisan berbeda dari dialog
(misalnya dengan huruf miring atau hruf besar semua).
74
4.3 Hubungan Antarunsur Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam
Karya Putu Wijaya
Unsur-unsur naskah drama dalam kerangka struktural tidak dapat berdiri
sendiri dalam membangun naskah drama. Unsur-unsur tersebut memiliki fungsi
dan saling berhubungan satu sama lain, sehingga menghasilkan naskah drama
yang utuh. Hubungan antarunsur yang membangun struktur naskah drama Bila
Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya sangat berfungsi dalam menciptkan
estetik dan artistic, sehingga struktur karya menjadi bulat dan utuh. Unsur-unsur
naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya saling mengisi.
Unsur satu menjadi bernilai bagi unsur yang lain.
Untuk menyampaikan ide atau gagasan, pengarang harus menggunakan
sebuah media, yakni pengarang harus menciptakan cerita yang terdiri dari
berbagai peristiwa yang terjalin dalam hubungan sebab-akibat (alur). Adanya
peristiwa sebab akibat tersebut harus mutlak, supaya cerita lebih jelas dan tema
dapat ditemukan. Sebaliknya untuk menemukan tema dapat dilihat melalui
konflik-konflik yang menonjol yang termasuk bagian alur.
Tema yang mendasari cerita Bila Malam Bertambah Malam karya Putu
Wijaya adalah persoalan status sosial yang dialami oleh kalangan sudra akibar
kesewenang-wenangan Gusti Biang. Tema ini mengikat unsur-unsur intrinsik
yang lain yaitu unsur alur, latar dan tokoh. Para tokoh dalam drama ini
menggerakkan alur dengan tindakan mereka. Tindakan-tindakan tersebut
didukung oleh situasi yang tercipta dari latar waktu dan tempat. Dalam hal ini,
konflik mempunyai peranan penting dalam hal pengambilan tindakan. Sementara
kebulatan unsur-unsur intinsik tersebut diikat oleh dialog.
75
Tokoh utama Ngurah menjadi tokoh yang menciptakan alur. Ia
menciptakan interaksi dengan tokoh yang lain, sehingga para tokoh tersebut
berinteraksi satu sama lain. Interaksi-interaksi yang terjalin dari para tokoh ini
mengembangkan alur cerita dari tahap perkenalan sampai kepada konflik dan
penyelesaian. Konflik-konflik yang timbul inilah yang menjadikan cerita
menarik. Mesikipun kemunculan Ngurah tidak dominan, akan tetapi hampir
semua pembicaraan adegan per adegan itu mengarah pada dirinya. Hal iu
menciptakan adanya interaksi antartokoh dalam drama ini. Dengan demikian jika
dilihat dari sudut ini cerita merupakan sarana untuk menyampaikan tema, makna,
atau tujuan penulisan naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu
Wijaya.
Hubungan anttar latar dengan alur, tema dan tokoh sangat erat. Tidak
hanya dapat mengesankan pembaca, memperjelaskan persoalan, mempertajam
karakteristik tokoh dan membangun suasana cerita. Unsur-unsur yang
membangun latar itu sendiri dimanfaatkan oleh tokoh dalam memperkuatkan
perwatakannya. Latar memberikan aturan permainan terhadap tokoh. Latar kan
mempengaruhi pilihan tema. Sebaliknya tema yang dipilih akan menuntut
pemilihan latar yang sesuai yang mampu mendukung. Dalam hal ini tema adalah
persoalan status sosial yang dilakukan oleh Gusti Biang terhadap Nyoman dan
Wayan yang hanya seorang pelayan di puri nya. Terlihat dengan jelas dari tema
tersebut bahwa Gusti Biang seorang bangsawan. Latar tempat ini adalah rumah
atau puri, di mana Gusti Biang seorang istri Bangsawan dan Nyoman Wayan
adalalah sudra.
76
Tokoh-tokoh dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya
Putu Wijaya ini memiliki karakteristik tokoh yang beragam sesuai dengan katar
belakang sosialnya masing-masing. Tokoh Gusti Biang seorang bangsawan, kasta
kesatriaa, pemarah, kasar pamrih dan suka menuduh orang. Tokoh Wayan orang
biasa, kasta sudra,setia pada negara, sabar, setia, pemaaf. Tokoh Nyoman seorang
gadis desa, kasta sudra, miskin, tabah, sopan, berbakti. Tokoh Ngurah anak dari
Gusti Biang keluarga bangswan, kasta kesatria, berani, setia.
Jika diibaratkan sebagai alat angkut atau kendaraan, yang berfungsi untuk
membawa muatan (tema, makna) untuk disampaikan ke alamat yang dituju
(pembaca), mesin dan bagian-bagian (alur, tokoh, penokohan, latar) kendaraan
lain harus dalam posisi yang baik agar muatan sampai ke alamat (pembaca) dalam
keadaan baik. Demikian pula hal nya naskah drama Bila Malam Bertambah
Malam karya Putu Wijaya ini memiliki unsur yang baik hingga sampai ke alamat
yang dituju tepat pada waktunya (penyampaian makna tidak terhambat). Tanpa
adanya keterkaitan antara unsur alur, latar, penokohan dan tema, suatu kesatuan
drama yang utuh tidak akan terwujud.
4.4 Relevansinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA
Hasil penelitian direlevansikan pada kegiatan pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA, khususnya pada materi pembelajaran drama. Pengajaran sastra
tidak beridir sendiri melainkan menjadi bagian dari pengajaran Bahasa Indonesia.
Dengan demikian materi pengajaran sastra idealnya memiliki porsi dan
kedudukan yang seimbang dalam pengajaran Bahasa Indonesia.
77
Pembelajaran sastra sangat perlu diajarkan di sekolah, karena dapat
membantu meningkatkan keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan dan
dapat mengembangkan cipta, rasa, dan karsa; menunjang pembentukan
kepribadian siswa dalam mengapresiasi karua satra; mempertajam perasaan,
penalaran, dan daya khayal (imajinasi); serta kepekaan terhdapad masyarakat dan
lingkungannya.
Hasil penelitian diimplikasikan pada kegiatan pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA, Khususnya pada materi pembelajaran drama. Hasil penelitian
berupa unsur-unsur intrinsik dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam
karya Putu Wijaya yang dapat dikaitkan dengan Kompetensi Dasar (KD) kelas XI
semester Genap, yaitu 3.18 Mengidentifikasi alur cerita, babak demi babak, dan
konflik dalam drama yang dibaca atau ditonton. Kompetensi dasar 3.19
“Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau ditonton”. Kompetensi
dasar tersebut dimuat dalam kurikulum 2013 edisi revisi.
Pembelajaran drama yang terdapat dalam silabus kurikulum 2013 pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia secara umum bertujuan agar peserta didik
mampu mendengarkan, membaca, menyimak, berbicara, dan menulis.
Kompetensi dasar dikembangkan berdasarkan tiga hal lingkup materi yang saling
berhubungan dan saling mendukung pengembangan kompetensi pengetahuan
kebahasaan dan kompetensi berbahasa (mendengarkan, membaca, menyimak,
berbica, dan menulis) peserta didik.
Hasil penelitian dijadikan sebagai topik untuk mementaskan drama dalam
melaksanakan pembelajaran pada kompetensi 3.18 Mengidentifikasi alur cerita,
babak demi babak, dan konflik dalam drama yang dibaca atau ditonton.
78
Kompetensi dasar 3.19 “Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau
ditonton”. Hasil temuan dijadikan sebagai topik untuk mengapresiasi dan
memahami sebuah drama sehingga secara tidak langsung, pendidik dapat
menyampaikan pembelajaran sastra di SMA.
79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pendeskripsian pertama mengungkapkan bahwa: Alur naskah drama Bila
Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya tergolong alur maju. Terdiri dari 4
babak yang tiap babak mempunya hubungan sebab-akibat dengan babak
selanjutnya. Tokoh dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya
Putu Wijaya terdiri dari, tokoh antagonis, yaitu: Gusti Biang, tokoh tritagonis
yaitu: Ratu Ngurah dan Wayan, dan tokoh protagonis: Nyoman. Latar ruang luar
tidak dimasukkan dalam pembahasan ini karena penelitian hanya pada naskah
drama, tidak termasuk pementasan sehingga seluruh ceita perlu dianalisis. Latar
ruang luar adalah Bali. Latar waktu malam hari Tema mayor naskah drama ini
adalah segala permasalahan persoalan status sosial. Tema minor cerita yaitu:
pertama, sikap toleransi kepada hak asasi manusia. Kedua perjuanganan cinta
yang bertentangan dengan tradisi. Dialog, disesuaikan dengan latar Indonesia
sehinggan dialog yang digunakan campuran berbahasa bali. Amanat dari naskah
drama Bila Malam Bertambah Malam ini Amanat dari naskah drama Bila Malam
Bertambah Malam adalah sebagai makhluk hidup yang bermasyarakat, tentunya
tidak bisa dari terlepas dari makhluk hidup lain. Menghargai satu sama lain.
Berpikirlah positif kepada orang lain karena dapat membuat hidup menjadi tenang
karena terbebas dari rasa iri dan benci. Setinggi apa pun derajat, kasta kita
tidaklah benar untuk membeda-bedakan dan jangan memandang orang lain dari
sisi luarnya dari sisi luarnya saja, seseorang yang sederhana dan tidak memiliki
kasta tinggi bisa jadi ia memiliki hati yang baik, tulus dan ikhlas. Teks samping
79
80
banyak terdapat dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam. Hubungan
antarunsur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya
cukup padu.
Pendeskripsian kedua kepaduan tersebut karena sejalannya unsur-unsur
naskah drama Bila Malam Bertambah Malam, sehingga masing-masing unsur
memiliki peranan dan fungsi yang saling mendukung dengan unsur-unsur lainnya.
Dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya ini
memiliki unsur yang baik hingga sampai ke alamat yang dituju tepat pada
waktunya (penyampaian makna tidak terhambat). Tanpa adanya keterkaitan antara
unsur alur, latar, penokohan dan tema, amanat, teks samping dan dialog suatu
kesatuan drama yang utuh tidak akan terwujud.
Relevansi dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA karena sesuai
dengan Kompetensi Dasar (KD) yang ada di silabus 3.18 Mengidentifikasi alur
cerita, babak demi babak, dan konflik dalam drama yang dibaca atau ditonton.
Kompetensi dasar 3.19 “Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau
ditonton.
81
5.2 Implikasi
1. Secara teoretis, hasil penelitian dan pembahasan ini dapat dijadikan
media pembelajaran dalam pemahaman dan analisis naskah drama.
Selain itu, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang teori
struktural terhadap karya sastra terutama naskah drama.
2. Dalam bidang pengajaran, naskah drama Bila Malam Bertambah Malam
karya Putu Wijaya dapat dijadikan sebagai bahan ajar bagi mahassiswa
Pendidikan Bahasa Indonesia terutama pengkhusussan Teater untuk
meningkatkan keterampilan dalam menulis naskah drama, atau juga
dalam menonton pertunjukan drama.
3. Naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya ini
layak dibaca oleh mahasiswa agar dapat menerapkan moral cerita untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan, Dari simpulan tersebut
diketahui bahwa naskah drama Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya
terdiri atas tujuh unsur yang membangun . Naskah drama yang baik adalah naskah
drama yang terdiri dari unsur-unsur lengkap yang membangun naskah itu sendiri.
Melakukan analisis struktural adalah hal yang tidak mudah. Oleh karena itu
diperlukan keseriusan dan ketelitian dalam memahami sebuah karya sastra agar
didapat hasil yang maksimal.
Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan skripsi ini menjadi panduan
dalam mengkaji struktural yang lebih berguna lagi. Bagi pembaca sastra agar
82
lebih mencermati lebih dalam lagi ketika memahami sebuah cerita. Saran bagi
guru diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu media pengajaran struktural
khususnya di SMA.
Berikutnya penulis sampaikan kepada mahasiswa Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Jambi yang mengambil
pengkhususan keteateran atau mahasiswa di perguruan tinggi lain yang
mengambil Jurusan atau Prodi Seni Pertunjukkan dapat mengangkat naskah
drama ini sebagai sebuah pertunjukkan karena naskah drama ini memuat unsur
lengkap yang membangun naskah drama .
85
Lampiran : Korpus Penelitian Rumusan Masalah Pertama
Ada 7 unsur-unsur
yang membangun
naskah drama
menurut Waluyo
(2006:30)
Kutipan Analisis
1. Alur WAYAN:
(MENGGELENG-
GELENGKAN KEPALANYA
DENGAN KESAL)
Nyoman Niti, Gusti Biang.
GUSTI BIANG:
Ya, Nyoman begundal itu,
kenapa dia?
WAYAN:
“Gusti, nyoman adalah
tunangan ngurah, calon
menantu Gusti Biang sendiri,
berani sumpah, Nyoman adalah
tunangan Ngurah, Ratu Ngurah
sendiri yang mengatakannya.
“Aku akan mengawini Nyoman
Bape” katanya. “biar hatinya
baik, daripada…” biar dimakam
leak demi apa saja! (BMBM
hlm 39, dialog 217).
Tahap generating circumstances,
disebut juga inciting moment.
Merupakan tahap pemunculan
masalah atau peristiwa yang
berpotensi menimbulkan konflik.
pada saat Gusti Biang mengusir
Nyoman kemudian Wayan
memberitahu Gusti Biang bahwa
Nyoman adalah calon menantu dari
ngurah.
GUSTI BIANG :
Jawab saja dengan singkat.
Benar kau mau mengawininya?
Tahap rising action atau disebut
peningkatan konflik yang terdapat
dalam cerita. Masalah-masalah yang
86
Jawab Ngurah. Jawab!
NGURAH :
Ya, titiang akan mengawininya.
GUSTI BIANG:
Ngurah! Kau sudah diguna-
gunanya.
NGURAH :
Kami saling mencintai ibu.
GUSTI BIANG :
Cinta? Ibu dan ayahmu kawin
tanpa cinta. Apa itu cinta? Yang
ada hanyalah kewajiban
menghormati leluhur yang telah
menurunkanmu, menurunkan
kita semua di sini. Kau tak
boleh kawin dengan dia,
betapapun kau
menghendakinya. Aku telah
menyediakan orang yang patut
untukmu. Jangan membuatku
malu. Ibu
telah menjodohkan kau sejak
kecil dengan Sagung rai.
mulai muncul kekompleksannya.
Tahap ini dimulai pada saat Ngurah
pulang dari perantauan kemudian
menyadari bahwa Nyoman telah
diusir oleh ibunya.
WAYAN:
(DENGAN TEGAS)
“Tiang tahu semuanya, tu
Ngurah. Sebab tiang yang
telah mendampinginya setiap
saat dulu. Sejak kecil tiang
sepermainan dengan dia,
seperti tu Ngurah dengan
Nyoman. Tiang tidak buta
huruf seperti disangkanya.
Tahap climax, yaitu puncak dari
keseluruhan cerita,. Konflik yang
ada mencapai puncak dan tidak
dapat dibendung lagi. Klimaks
dalam naskah ini terjadi ketika
Wayan hendak keluar rumah lalu
membwa bedil dan membongkar
rahasia ayah Ngurah bahwa ayahnya
bukanlah seorang pahlawan lelaki
sejati, melainkan seorang penghianat
87
Tiang bisa membaca dokumen-
dokumen dan surat-surat
rahasia yang ada di meja
kerjanya. Siapa yang
membocorkan gerakan Ciung
Wanara di Marga dulu? Nica-
nica itu mengepung Ciung
Wanara yang dipimpin oleh
pak Rai, menghujani dengan
peluru dari berbagai penjuru,
bahkan dibom dari udara
sehingga kawan-kawan semua
gugur.Siapa yang bertanggung
jawab atas kematian sembilan
puluh enam kawan-kawan
yang berjuang habis-habisan
itu? Dalam perang puputan
itu kita kehilangan Kapten
Sugianyar, kawan-kawan tiang
yang paling baik, bahkan
kehilangan pak Rai sendiri.
Dialah yang telah berkhianat,
dialah yang telah melaporkan
gerakan itu semua kepada
Nica”.
GUSTI BIANG:
(KEMALU-MALUAN)
“Kenapa kau ceritakan semua
itu padanya”.
WAYAN:
“Waktu telah tiba, dia sudah
cukup dewasa untuk
mengetahuinya”.
GUSTI BIANG:
Tahap denocement, yaitu tahap
penyelesaian konflik yang timbul.
Penyelesaian dalam naskah ini
dimulai pada saat Gusti Biang mulai
menyadari kesalahannya Gusti
Biang sudah berhenti menangis, ia
merasa sangat malu menatap
Wayan. Selain itu Gusti Biang
memustuskan mengizinkan Ngurah
mempersunting Nyoman
88
“Kau menyebabkan aku sangat
malu”.
(GUSTI BIANG
TERTUNDUK DAN WAYAN
MENGHAPUS AIR
MATANYA)
WAYAN:
“Kenapa Ngurah dicegah
kawin? Kita sudah cukup
menderita karena perbedaan
kasta ini. Sekarang sudah
waktunya pemuda-pemuda
bertindak. Dunia sekarang
sudah berubah. Orang harus
menghargai satu sama lain
tanpa membeda-bedakan lagi,
bagaimana Gusti Biang?”
GUSTI BIANG:
(SAMBIL MENGHAPUS AIR
MATANYA)
“Aku tidak akan mencegahnya
lagi. Kita akan
mengawinkannya, (dengan
manja) “tapi jangan ceritakan
lagi tentang yang dulu-dulu.
Aku sangat malu”.
WAYAN :
(TERSENYUM) “Kalau
begitu Wayan tidak jadi pergi.
Wayan akan menjagamu
Sagung Mirah, sampai kita
89
berdua sama-sama mati dan
di atas kuburan kita, anak-
anak itu berumah tangga
dengan baik. Sagung Mirah
2. Tokoh, GUSTI BIANG: kutipan
petunjuk teknis.“GUSTI
BIANG NGOMEL TERUS”
GUSTI BIANG:
“Tidak, tidak. Aku tahu semua
itu. Kalau aku menelan semua
obat-obatanmu itu, aku akan
tidur seumur hidupku, dan tidak
akan bangun-bangun lagi, lalu
good bye. Lalu kau akan
menggelapkan beras ke warung
Cina. Kau selamanya iri hati
dan ingin membencanaiku…
kalau sampai aku mati karena
racunmu, Wayan akan
menyeretmu ke pengadilan”.
(BMBM hlm 10, dialog 47)
Gusti Biang: peneliti dapat melihat
bahwa gusti biang adalah sosok
seorang janda yang sombong dan
membanggakan kebangsawanannya.
Terlihat dari petunjuk teknis., Gusti
Biang di mana menjadi fokus dari
tokoh-tokoh lainnya dan setiap kali
muncul dalam pembicaraan. Gusti
biang mempunyai watak keras,
pemarah, angkuh, dan egois. Dan
dalam kehidupan sehari-harinya dia
selalu marah-marah dan
berprasangka buruk.
WAYAN:
“Tiang menghamba di sini
karena cinta tiang kepadanya.
Seperti cinta Ngurah kepada
Nyoman. Tiang tidak pernah
kawin seumur hidup dan
orang-orang selalu
menganggap tiang gila, pikun,
tuli, hidup. Cuma tiang
sendiri yang tahu, semua itu
tiang lakukan dengan sengaja
untuk melupakan kesedihan,
kehilangan masa muda yang
tak bisa dibeli lagi”.
(MEMANDANG NGURAH
Wayan: peneliti dapat melihat
bahwa sosok wayan merupakan
tokoh protagonist dalam cerita,
wayan adalah seorang abdi Gusti
Biang. ia juga seorang lelaki tua
yang dulu pernah menjadi ajudan
dan teman seperjuangan almarhum
suami Gusti Biang yang telah gugur
pada saat pertempuran melawan
Belanda. Selain itu, Wayan juga
sebagai seorang penengah antara
tokoh antagonis dan protagonist
dalam jalannya sebuah cerita yang
berperan untuk mendamaikan dalam
setiap persoalan. Wayan sehari-
90
DENGAN LEMBUT. TAPI
TIBA-TIBA IA TERINGAT
SESUATU DAN KEMUDIAN
BERKATA)
“Tidak. Ngurah tidak boleh
kehilangan masa muda seperti
bape hanya karena perbedaan
kasta. Kejarlah perempuan itu,
jangan-jangan dia mendapatkan
halangan di jalan. Dia pasti
tidak akan berani pulang
malam-malam begini. Mungkin
dia bermalam di dauh pala di
rumah temannya. Bape akan
mengurus ibumu. Pergilah
cepat, kejar dia sebelum
terlambat”.
(BMBM hlm 72. dialog 413)
harinya memiliki watak yang baik
hati, setia, dan lucu.
NYOMAN:
“Sekarang sudah saatnya Gusti
Biang minum obat”. (BMBM
hlm 4, dialog21)
NYOMAN:
“Gusti Biang memang orang
yang paling baik dan berbudi
tinggi. Tidak seperti orang-
orang lain, Gusti. Gusti telah
menyekolahkan tiang sampai
kelas dua SMP, dan Gusti
sudah banyak mengeluarkan
biaya. Coba tngok bayangan
Gusti di muka cermin, seperti
tiga puluh tahun saja... mau
minum obatnya sekarang
Gusti? (BMBM hlm 8, dialog
Nyoman: Peneliti mendapatkan
Tokoh Nyoman adalah seorang
gadis desa yang selama kurang lebih
18 tahun mengabdi dan tinggal di
puri Gusti Biang. Nyoman Niti
selalu setia melayani Gusti Biang,
dia merawat dengan baik dan tulus
Gusti Biang, ingat akan jasa dan
kebaikan orang lain.
91
40)
NGURAH:
“Justu karena tiang memikirkan
ibu jadi begini”. (BMBM hlm
49, dialog 269)
Tokoh Ngurah: Penelitin
mendapatkan Ngurah adalah anak
dari Gusti Biang, dia mempunyai
watak yang baik terhadap semua
orang tanpa memandang derajat, dia
merupakan anak yang bijaksana,
pekerja keras, dan juga sangat
mencitai Gusti Biang.
3. Setting atau Latar “Malam di tempat kediaman
gusti biang. Sebuah bale yang
disempurnakan untuk tempat
tinggal. Di ruangan depan ada
kursi goyang dan kursi tamu’.
Latar Ruang
Peniliti mendapatkan latar ruang
dalam dari teks samping yaitu bale
kediaman Gusti Biang
WAYAN:
“malam-malam begini?”
(BMBM hlm 20, dialog 107)
Latar Waktu
Peniliti mendapatkan latar waktu
dalam drama yaitu malam hari.
4. Tema GUSTI BIANG:
“cinta? ibu dan ayahmu kawin
tanpa cinta. Apa itu cinta? Yang
ada hanyalah kewajiban
menghormati leluhur yang telah
menurunkanmu, menurunkan
kita semua di sini. Kau tak
boleh kawin dengan dia,
betapapun kau
mengkehendakinya. Aku telah
menyediakan orang yang patut
untukmu. Jangan membuatku
malu. Ibu telah menjodohkan
kau sejak kecil dengan Sagung
Rai.” (BMBM hlm 54-55,
Peneliti dapat melihat bahwa tema
naskah drama ini adalah persoalan
status sosial. Di mana Gusti Biang
yang selalu mempermasalahkan
kasta dan kebangswanan.
92
dialog 316)
5. Amanat GUSTI BIANG:
“kalau ingin kau pelihara sudra
itu karena nafsumu, terserahlah.
Boleh kau pelihara selir. Kau
boleh berbuat sesukamu, sebab
aku telah memeliharanya sejak
kecil. Tetapi untuk
mengawininya dengan upacara
tidak bisa.” (BMBM hlm 56,
dialog 322)
Peneliti melihat dari awal cerita
hingga akhir terdapat amanat.
Menghargai satu sama lain, tidak
sombong, tidak memandang rendah
orang lain, dan tidak membeda-
bedak derajat.
6. Dialog Wayan:
“tentu saja gusti biang, itu
sebabnya tiang datang….
(bmbm hlm 2, dialog 6)
Peneliti melihat Cerita Bila Malam
Bertambah Malam karya Putu
Wijaya telah disesuaikan dengan
latar Indonesia sehingga dialog yang
digunakan berbahasa Indonesia.
Untuk memberikan kesan Bali Putu
Wijaya menggunakan kata-kata
Bali.
7. Petunjuk teknis
atau Teks
Samping
“Malam di tempat kediaman
gusti biang, sebuah bale yang
disempurnakan untuk tempat
tinggal. Gusti biang memanggil
wayan.”.
(bmbm hlm 1, babak 1)
“kelihatan nyoman sedang
menyiapkan makan malam
untuk gusti biang. Sementara
wayan mengamplas patung”.
((bmbm hlm 1, adegan 1)
Peneliti mendapatkan teks samping
yang ada dalam naskah drama setiap
babak selalu ada teks samping,
93
Lampiran: Korpus Penelitian Rumusan Masalah Kedua
Hubungan antar
unsur Bila Malam
Bertambah Malam
karya Putu Wijaya
Kutipan Analisis
Hubungan antar
unsur yang
membangun naskah
drama Bila Malam
Bertambah Malam
karya Putu Wijaya
(Tema, alur, tokoh
penokohan
perwatakan, setting
atu latar, amanat,
dialog dan teks
samping)
GUSTI BIANG :
Jawab saja dengan singkat.
Benar kau mau
mengawininya? Jawab
Ngurah. Jawab!
NGURAH :
Ya, titiang akan
mengawininya.
GUSTI BIANG:
Ngurah! Kau sudah diguna-
gunanya.
NGURAH :
Kami saling mencintai ibu.
GUSTI BIANG :
Cinta? Ibu dan ayahmu kawin
tanpa cinta. Apa itu cinta?
Yang ada hanyalah kewajiban
menghormati leluhur yang
telah menurunkanmu,
menurunkan kita semua di
sini. Kau tak boleh kawin
dengan dia, betapapun kau
menghendakinya. Aku telah
Antara Alur dan Tema Berbagai
peristiwa yang terjalin dalam
hubungan sebab-akibat (alur).
Adanya peristiwa sebab akibat
tersebut harus mutlak, supaya cerita
lebih jelas dan tema dapat
ditemukan. Sebaliknya untuk
menemukan tema dapat dilihat
melalui konflik-konflik yang
menonjol yang termasuk bagian alur.
Peneliti melihat dari alur tema yang
terdapat dalam naskah drama ini
adalah persoalan status sosial karena
konflik yang menonjol mengenai
Ngurah yang ingin menikahi Wanita
Sudra tetapi Ibu nya tidak
mengizinkan karena perbedaan kasta.
94
menyediakan orang yang
patut untukmu. Jangan
membuatku malu. Ibu telah
menjodohkan kau sejak kecil
dengan Sagung rai.
Lampiran: Korpus Penelitian Rumusan Masalah Ketiga
Kompetensi Dasar
3.18 Mengidentifikasi alur
cerita, babak demi babak, dan
konflik dalam drama yang
dibaca atau ditonton.
3.19 “Menganalisis isi dan
kebahasaan drama yang dibaca
atau ditonton”
Hasil penelitian relevansi pada kegiatan
pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA,
Khususnya pada materi pembelajaran
drama. Hasil penelitian berupa unsur-
unsur intrinsik dalam naskah. tersebut
dimuat dalam kurikulum 2013 edisi
revisi. Sesuai dengan KD 3.18 dan KD
3.19
95
Naskah Drama BILA MALAM BERTAMBAH MALAM- PUTU WIJAYA
Diposkan oleh Arefo Estrada pada Juni 04, 2011
BILA MALAM BERTAMBAH MALAM PUTU WIJAYA
BABAK I
MALAM DI TEMPAT KEDIAMAN GUSTI BIANG. SEBUAH BALE YANG DISEMPURNAKAN
UNTUK TEMPAT TINGGAL.
Gusti Biang memanggil-manggil Wayan.
Adegan I Kelihatan Nyoman sedang menyiapkan makan malam untuk Gusti Biang. Sementara Wayan mengampelas patung. ORIGINAL SOUNTRACK: Wayan .. Wayaaaaaan .... Nyoman memberi isyarat kepada Wayan. 1. NYOMAN : Benar Ida akan pulang hari ini?
2. WAYAN : Ya ....
Adegan II
DI RUANG DEPAN ADA KURSI GOYANG DAN KURSI TAMU.
Gusti Biang ngomel terus.
3. GUSTI BIANG : Si tua itu tak pernah kelihatan kalau sedang dibutuhkan. Pasti ia sudah berbaring di kandangnya menembang seperti orang kasmaran pura- pura tidak mendengar, padahal aku sudah berteriak, sampai leherku patah.
Wayaaaaan ..... Wayaaaaan tuaaaa.....
4. WAYAN : Nuna sugere Gusti Biang, kedengarannya
96
seperti ada yang berteriak .......... ......
5. GUSTI BIANG : Leherku sampai putus memanggilmu, telingamu masih kamu pakai tidak?
6. WAYAN : Tentu saja Gusti Biang, itu sebabnya tiyang datang .........
7. GUSTI BIANG : Jangan berbantah denganku.Kau sudah tua dan rabun, lubang telingamu sudah ditempati kutu busuk. Kau sudah tuli, malas dan suka berbantah, Cuma bisa bergaul dengan sibelang. Kau dengar itu kuping tuli?
8. WAYAN : Betul Gusti Biang.
Wayan meninggalkan ruangan dan Gusti Biang tetap duduk dan mengambil jarum. Berulang-ulang menggosok mata sambil menggerutu.
Adegan III
9. GUSTI BIANG : Lubangnya terlakecil. Benangnya terlalubesar, sekarang ini serba terlampau.
97
Terlampau tua, terlampau gila, terlampau kasar, terlampau begini, terlampau begitu. Sejak kemarin aku tidak berhasil memasukkan benang ini. Sekarang mataku berkunang- kunang. Oh, barangkali toko itu sudah menipu lagi. Atau aku terbalik memegang ujungnya? Wayaaaaan ...
10. NYOMAN : (Muncul dengan baki di tangannya dan lampu teplok) Bagaimana Gusti Biang? Sudah sehat rasanya.
(Gusti Biang tidak menghiraukan dan tetap memasukkan benang ke jarumnya)
11. NYOMAN : Gusti Biang, ini air daun belimbing, bubur ayam
yang sengaja tiyang buatkan untuk Gusti. (Melihat kesulitan Gusti Biang) Mari tiyang tolong.
12. GUSTI BIANG : Waaayaaaaan .. . (Kaget karena sentuhan) Ulaaaaar......
98
13. NYOMAN : Ya ya kenapa Gusti terkejut ini kan Nyoman ....
14. GUSTI BIANG : Kau? Kau (Terbatuk)
15. NYOMAN : Nah, itu Sebabnya kalau belum santap malam. Apalagi sejak beberapa hari ini Gusti sudah tidak mau minum Jamu lagi, minum sekarang ya?
16. GUSTI BIANG : Kau .. kau setan, kukira ular belang jatuh dari pohon, bikin sakit jantungku kumat lagi.
17. NYOMAN : Gusti Biang takut sekali Dengan ular, kenapa?
18. GUSTI BIANG : Binatang itu menggigit dan menjijikkan.
19. NYOMAN : Tapi tidak semua ular berbahaya. (Tersenyum) Tiyang juga takut pada ular.
20. GUSTI BIANG : Aku tak perduli. Apa tugasmu di sini?
21. NYOMAN : Sekarang sudah saatnya Gusti Biang minum obat.
22. GUSTI BIANG : Hari ini aku tak
99
mau minum obat.
23. NYOMAN : Oh ya, baik tiyang tolong dulu Gusti memasukkan benang ke jarumnya.
24. GUSTI BIANG : Juga tidak. Kau tidak diperlukan di sini
25. NYOMAN : (Memungut jarum di lantai) Coba dari tadi memanggil tiyang, tidak jadi kusut begini. Gusti Biang terlalu Sayang pada Bape Wayan. Lihat gampang bukan?
26. GUSTI BIANG : Kau jangan menyindir aku, tentu saja semuanya bisa begitu. Aku juga bisa mengerjakanny a, tapi lobangnya yang terlampau sempit.
27. NYOMAN : Terlampau sempit? Piih, semua jarum dibuat kecil Gusti, makin Halus makin mahal harganya (Tersenyum)
28. GUSTI BIANG : Siapa bilang? Itu tak toko itu ada lobangnya sama sekali, menjual kawat utuh kepadaku. Setan alas.
100
29. NYOMAN : Tak percaya? Coba sekali lagi.
30. GUSTI BIANG : Jangan berlagak di sini (Mengacungka n tongkat). Ini bukan arje roras! Aku sudah bosan dibohongi dengan sulapan palsumu. Kau pikir aku tak bisa menguasai jarum kecil itu, piih, lakiku sendiri tak pernah menghina aku demikian ...
31. NYOMAN : Ambilah Gusti Biang. Gusti boleh menyulam sekarang (Melihat lampu). Tapi di sini terlalu gelap (Membesarkan).
Nah, sekarang sudah cukup terang. Ambil Gusti.
32. GUSTI BIANG : Tidak! Kau mulai menyulap aku lagi, aku tak sudi meneyntuh barang sihirmu. Suasana kotor sekarang.
33. NYOMAN : Kalau begitu, tiyang ikatkan saja ujung benang ini ke kainnya, nanti Gusti Biang meneruskannya saja.
34. GUSTI BIANG : Pergi! Pergi! Nanti kupanggilkan Wayan supaya kau diusir ....
101
(Nyoman tidak perduli, meneruskan sulaman sambil bernyanyi kecil)
35. GUSTI BIANG : Dewa Ratu .. Kau telah merusak sarung bantal anakku .... Waayaaannn.. Waayaaaaaan .. ..Dimana pula setan itu, Wayaaaan ....
36. NYOMAN : Sayang sekali Gusti Biang tidak menyuruh tiyang yang mengerjakannya. Mestinya, ditengahnya bisa disulam dengan warna biru muda. Lalu dengan menulis rapih “Selamat malam kasih, selamat malam pujaan, selamat malam manis, good night my darling”.
37. GUSTI BIANG : Setan! Setan! Kau tak boleh Berbuat sewenang- wenang di
Rumah ini. Berlagak mengatur orang lain yang masih waras. Apa good, good apa? Good bye! Menyebut kekasih, manis, kau pikir apa anakku. Wayan akan menguncimu di dalam gudang tiga hari tiga malam, dan kau hari tiga malam, dan kau akan meraung seperti si belang. akan meraung seperti
102
38. NYOMAN : Aduh cantiknya Gusti Biang. Seperti seekor burung merak. Seperti lima belas tahun yang lalu ketika tiyang masih kecil dan sering duduk di pangkuan Gusti. Masih ingatkah Gusti?
39. GUSTI BIANG : Tak kubiarkan lagi kau bermain di pangkuanku, berak, ngompol. Memang aku ini pelayanmu?
40. NYOMAN : Gusti Biang
memang orang
yang paling baik
dan berbudi tinggi. Tidak seperti orang-orang lain, Gusti.
Gusti telah
menyekolahkan
tiyang sampai
kelas dua SMP,
dan Gusti sudah
banyak
mengeluarkan
biaya. Coba
tengok bayangan
Gusti di muka
cermin, tiga puluh
tahun saja.. mmau
minum obatnya
sekarang Gusti? seperti tiga puluh tahun saja .. Mau minum obatnya sekarang Gusti
103
41. GUSTI BIANG : Tidak!
42. NYOMAN : Tiyang cicipi ya? Cobalah Gusti Biang ... mmm segar.
43. GUSTI BIANG : Sepatahpun aku tak ingin bicara lagi denganmu.
44. NYOMAN : Gusti Biang, pil ini musti ditelan satu persatu. Pakai pisang ambon atau pisang susu, atau air. Pilih mana yang Gusti suka. Tidak pahit rasanya Gusti. Dan dalam tempo seperempat jam, Gusti akan merasa segar. Sesudah itu minum puyer ini, untuk menghilangkan pusing-pusing Gusti.
45. GUSTI BIANG : Tidak!
46. NYOMAN : Obat-obat ini dikirimkan dokter Gusti. Harus dihabiskan.
104
47. GUSTI BIANG : Tidak, tidak. Aku tahu semuanya itu. Kalau aku menelan semua obat-obatmu itu, aku akan tertidur seumur hidupku, dan tidak akan bangun-bangun lagi, lalu good bye. Lalu kau akan menggelapkan beras ke warung cina. Kau selamanya iri hati dan ingin membencanaik u ... Kalau sampai aku mati karena racunmu, Wayan akan menyeretmu ke pengadilan.
48. NYOMAN : Dan yang terakhir baru menggosok punggung dan seluruh anggota badan Gusti yang terbuka dengan minyak kayu putih.
49. GUSTI BIANG : Tidak, tidak. Tidak akan kubiarkan tubuhku ditelanjangi dan disentuh orang- orang yang kurang ajar. Aku bukan ibumu, aku bukan nenekmu.
105
50. NYOMAN : Nah sekarang kita mulai dengan tablet- tablet ini Gusti. Menurut resep boleh ditelan atau dihancurkan, mana yang Gusti pilih. Kita mulai dengan pil merah ini Gusti.
51. GUSTI BIANG : Dewa Ratu ....
52. NYOMAN : Sebaiknya ditelan saja Gusti, itu yang paling aman ....
53. GUSTI BIANG : Aku tak mau dibujuk, mana si Wayan kambing tua itu. Setan ini benar-benar mau meracuniku, Waaayaaaan ..
54. NYOMAN : Ayo cepat Gusti. Tidak akan merasa pahit dan sakit.
55. GUSTI BIANG : Wayan tolong Wayan.
56. NYOMAN : Letakkan saja di atas pisang di ujung lidah. Lantas pejamkan mata. Lihat, dan secepat kilat akan meluncur Gusti.
106
57. GUSTI BIANG : Ah ... racunlah dirimu sendiri, gosok punggungmu sendiri. Buat apa kau meributkan benar penyakit orang lain. Itu tugas dokter di rumah sakit, dan bukan tugas penyeorangan seperti engkau .... Kalau memang aku sakit, aku akan berbaring di kamarku, dan memanggil wayan supaya memijat keningku. Tidak ada yang salah kalau lelaki itu di sini. Wayaaaan ..Wayaaaan, lehermu akan diputar nanti.
58. NYOMAN : Kenapa Gusti Biang jadi Seperti ini, Gusti mengecewakan tiyang.
59. GUSTI BIANG
:
seumur hidupmu. Kalau akhirnya aku mati karena racunmu, awas- awaslah, rohku akan membalas dendam. Aku akan diam di batang-batang pisang dan di batu-batu besar, dan akan mengganggum u sampai mati. Tiap malam,
bila malam bertambah malam. Setan, pergi kau, pergi.
Sebelum kulempar dengan tongkat ini, pergi!
107
60. NYOMAN : Baiklah Gusti. Baiklah Gusti, tak apalah. Tapi tentunya Gusti lebih senang kalau puyer ini yang diminum lebih dahulu, baru kemudian menyusul pil-pil yang lain, atau Gusti ingin bersantap malam dulu. Percayalah Gusti, tidak
Akan terjadi apa-apa.
61. GUSTI BIANG : Wayaaaaaan ... Wayaaaaa. Tolong Wayaaaaaan ...
62. NYOMAN : Lihat Gusti. Gusti sudah merusak badan Gusti sendiri dengan berteriak- teriak.
63. GUSTI BIANG : Pergi kau leak. Pergi pergi .pergi ...
64. NYOMAN : Gusti telah menyakiti tiyang lagi. Saya akan pergi. Saya akan pergi sekarang juga.
108
65. GUSTI BIANG : Ya, pergi kau sekarang juga. Bedebah. Leak. Pil-pil tiap hari dicekoki pil.
66. NYOMAN : Waktu putra Gusti pergi lima tahun lalu. Ide berpesan pada tiyang. Jaga baik-baik ibuku Nyoman, peliharalah kesehatannya, jangan biarkan beliau menderita.
Sekarang Gusti Biang dinyatakan sakit. Gusti harus berobat.
67. GUSTI BIANG : Diam! Diam!
68. NYOMAN : Baiklah kalau begitu (Hendak pergi) Gusti tidak usah berobat. Ya, apa peduli tiyang, segera Gusti akan terkapar lesuh. Malam akan bertambah malam jua (Sampai di Pintu ia Berbalik dan mendekati meja)
109
69. GUSTI BIANG : Apa perdulimu?
70. NYOMAN : Tapi semua itu akan segera hilang ...Kalau Gusti mau meneguk air daun belimbing ini. Jamu ini diramu berdasarkan petunjuk dukun kesayangan Gusti Biang. Tiyang sudah mencampurnya dengan akar- akaran yang harum dan akan menguatkan badan. Pasti Gusti Biang tidak akan batuk lagi. Gusti Minumlah .....
71. GUSTI BIANG : Kau memang setan licik! (Berteriak hendak memukul)
(Nyoman menarik dari belakang)
72. GUSTI BIANG : Lepaskan! Lepaskan leak! Wayan, Wayaaaan
(Nyoman berhasil mendudukkan Gusti Biang di kursi tapi Gusti Biang memukul bertubi-tubi dan Nyoman berlari ke sudut ruang)
74. GUSTI BIANG : (Terus memukuli Nyoman dan Nyoman merebut tongkat) Wayan tolong Wayaaaan ...
75. NYOMAN : Tak tiyang sangka Gusti sudah seberat ini! Tak tiyang sangka. Tiyang akan pergi ke desa, tak mau meladeni Gusti lagi!
76. GUSTI BIANG : Pergi leak! Aku sama sekali tidak menyesal!
77. NYOMAN : (Berlari keluar) Tiyang tidak akan kembali lagi!
78. GUSTI BIANG : Pergi sekarang juga! Wayaaan Wayan tua ... (Duduk) Ratu Singgih, moga- moga tulahlah perempuan itu, Wayaaan ......... .
Adegan IV (Wayan masuk)
79. WAYAN : Kalau tak salah seperti ada yang berteriak ...
80. GUSTI BIANG : Tua bangka, ke mana saja kau
111
tadi, kenapa baru datang?
81. WAYAN : Tiyang ketiduran di gudang.
82. GUSTI BIANG : Kejar setan itu, putar lehernya! .. Kejar dia goblok!
83. WAYAN : Mana ada setan sore-sore begini Gusti?
84. GUSTI BIANG : Kejar perempuan setan itu.
85. WAYAN : Perempuan, perempuan yang mana Gusti?
86. GUSTI BIANG : Begundal itu! Masukkan dia ke gudang!
87. WAYAN : Maksud Gusti, Nyoman?
88. GUSTI BIANG : Usir dia dari rumah ini!
89. WAYAN : Tetapi ... tetapi ...
90. GUSTI BIANG : Tua bangka, pukul dia sampai mati, putar lehernya. Diam saja seperti kambing!
91. WAYAN : (Tertawa) Gusti, Gusti, tidak ada kambing di sini!
92. GUSTI BIANG : Kau juga tidak waras!
93. WAYAN : Tetapi, memukul? Memutar leher?
94. GUSTI BIANG : Penakut!
95. WAYAN : Tidak, titiyang tidak takut
112
sama leak atau memedi, tetapi memutar leher Nyoman, piih, lebih baik memutar leher tiyang sendiri. Perawan yang begitu cantik, baik, mahal.
96. GUSTI BIANG : Dia mau meracunku.
97. WAYAN : Meracun? Masak, ada yang berniat meracun Gusti.
98. GUSTI BIANG : Kau tukang ngotot.
99. WAYAN : Jangan gampang marah Gusti, itu cuma angan-angan. Sabarlah. Kalau usia sudah lanjut, tambahan lagi penyakitan, tak baik marah- marah malam begini!
100. GUSTI BIANG : Bedebah! Anjing ompong! Setelah mengusir dia aku akan mengutuk kau, biar ,mati kelaparan di pinggir kali.
101. WAYAN : Baik, kutuklah tioyang. Usir sekarang, tapi jangan menyuruh menyakiti orang dalam
113
usia lanjut. Orang sedang bertapa dan bertobat disuruh mukul orang. Kalau ular belang atau ular hijau, cacing tanah atau ulat bulu, Wayan akan bunuh untuk keselamatan Gusti seperti tiga bulan lalu. Gusti duduk di sini dan titiyang di sana di bawah pohon sawo. Tiba-tiba Gusti Biang berteriak “ULAR”.
Sekejab mata ular itu telah menjadi delapan potong, ya tidak?
102. GUSTI BIANG : Ular ...?
103 WAYAN : Jangan takut. Ular kelihatannya saja berbahaya, tapi sebenarnya binatang yang paling pemalu dan lucu. Titiyang sendiri sering menyimpan ular sawah dalam saku
untuk dibelai pada waktu senggang, ...Oh
114
mana ya? Ular sawah tak mengandung bisa, Gusti jangan takut ... (Merogoh kantongnya) Ah, ini dia.
104. GUSTI BIANG : Ulaaaarrrrr.
(Gusti Biang lari, Wayan menggeleng-gelengkan kepala mendengar janda bangsawan itu memaki-maki. Malam bertambah larut)
BABAK II
HALAMAN RUMAH MALAM. Wayan sedang mengenang masa-masa mudanya.
Adegan I Wayan menembang pelan-pelan. Tiba-tiba melihat sosok tubuh, lalu menghampiri.
105. WAYAN : Mau ke mana Nyoman?
106. NYOMAN : Pulang ke desa.
107. WAYAN : Malam-malam begini?
108. NYOMAN : Apa salahnya?
109. WAYAN : Kau akan kemalaman di jalan.
110. NYOMAN : Aku tidak takut.
111. WAYAN : Banyak orang jahat sekarang.
112. NYOMAN : Biar saja, daripada saya sakit tinggal di sini.
113. WAYAN : Besok sajalah pagi-pagi, bape akan mengantarmu dengan bus. Oh ya, kau belum dapat ijinkan?
114. NYOMAN : Biar.
115. WAYAN : Kapan kau akan balik? Kenapa tergesa-gesa? Bape tidak
115
marah Nyoman. Bape bersumpah lebih baik mati dimakan leak daripada memukul engkau. Kenapa tiba- tiba saja pulang?
116. NYOMAN : Saya dipukul, saya diusir, buat apa tinggal di sini kalau tidak disukai.
117. WAYAN : Nyoman. Nyoman sudah biasa tinggal di sini, kau tak akan betah tinggal di sana. Nanti kamu akan rusak di sana.
118. NYOMAN : Tapi di sana orangnya baik- baik. Saya tidak pernah dipukul, saya lebih senang tinggal di situ, biar cuma makan batu.
119. WAYAN : Daripada makan batu lebih baik tinggal di sini, makan minum cukup, ada radio, bisa nonton film India.
120. NYOMAN : Tapi kalau tertekan seperti binatang?
116
Dimarahi, dihina, dipukul seperti anak kecil!
121. WAYAN : Tapi Nyoman harus mengerti, kita berhutang budi pada Gusti Biang.
122. NYOMAN : (Pelan-pelan) Memang, saya banyak berhutang budi, dikasih makan, disekolahkan, dibelikan baju, dimasukkan kursus modes, tapi kalau tiap hari dijadikan bal-balan, disalah- salahkan terus? Sungguh mati kalau tidak dikuat-kuatkan, kalau tidak ingat pesan tu Ngurah, sudah dari dulu-dulu sebetulnya.
123. WAYAN : Aduh, apa nanti yang mesti bape katakan kalau dia menanyakan .... ”Di mana Nyoman Bape?” Nah, apa yang akan Bape jawab?
124. NYOMAN : Ide sudah lupa sama icang Bape, di sana banyak bintang-bintang pilem, pasti dia
117
sudah lupa. Nulis surat aja tidak.
125. WAYAN : Tidak, dia tidak begitu?
126. NYOMAN : Siapa bilang begitu?
127. WAYAN : Aku tidak bilang. Ha .. ha .. pasti dia tidak akan begitu. Kalau sampai begitu, aku yang tanggung jawab. Makanya jangan pulang, sini barangnya..
128. NYOMAN : Akan saya tunggu di desa saja.
129. WAYAN : Sudahlah, dia cuma orang tua bangka. Umurnya hampir tujuh puluh tahun. Kenapa Nyoman pusing benar kepadanya?
Adegan II Suara Gusti Biang mencari Nyoman, Gusti Biang muncul dan Nyoman menghampiri Wayan.
130. NYOMAN : Saya pergi Bape, tidak bisa tahan lagi, saya sudah bosan.
131. GUSTI BIANG : Jangan biarkan dia membawa bungkusan itu! Tahan dia Wayan.
132. WAYAN : Tentu Gusti Biang.
118
133. NYOMAN : Baik, titiyang akan pergi.
134. GUSTI BIANG : Suruh dia pergi goblok, jangan biarkan dia mencuri bungkusan itu. Itu bukan kepunyaannya.
135. WAYAN : Tapi itu
pakaiannya sendiri Gusti.
136. GUSTI BIANG : Dulu ketika kubawa kemari, dia cuma pakai kain rombeng. Ambil segera Wayan! Sakit gede.
137. NYOMAN : Baik, ambil saja Bape Wayan.
138. GUSTI BIANG : Nanti dulu.
139. NYOMAN : Apa lagi yang Gusti kehendaki?
140. GUSTI BIANG : Wayan!
141. WAYAN : Ya, ada apa Gusti?
142. GUSTI BIANG : Simpan bugkusan itu, jangan goblok kamu, lalu ambil buku besar, catatan keluar masuk, dari dalam lemari, ini kuncinya. Cepat!
143. WAYAN : Ah, catatan keluar masuk? Baru sekali ini titiyang mendengarnya .....
144. GUSTI BIANG : Ambil cepat goblok.
119
145. WAYAN : Tapi buku besar yang mana Gusti?
146. GUSTI BIANG : Tolol kamu ini! Buku besar di dalam lemari yang berwarna hijau.
147. WAYAN : Oh.
148. GUSTI BIANG : Ayo cepat!
Adegan III Wayan masuk membawa bungkusan. Gusti Biang bertolak pinggang, Nyoman memperhatikan dengan sangat benci.
149. GUSTI BIANG : Perempuan tak tahu balas budi. Tidak tahu berterima kasih, dikasih makan tiap hari malah durhaka. Disekolahkan malah jadi lawan. Maling, ular, mau meracun.
150. NYOMAN : Katakan sepuas- puasnya Gusti Biang.
151. GUSTI BIANG : Aku mau diracunnya, terlalu. Akan kuadukan kau kepada polisi. Gila!
152. NYOMAN : Gusti sendiri yang menyiksa tiyang.
153. GUSTI BIANG : Dasar penjilat! Kuberhentikan kau sekolah karena kau main mata dengan guru dan tukang
120
kebun sekolah itu.
154. NYOMAN : Bohong! Itu hasutan anak Gusti Biang sendiri.
155. GUSTI BIANG : Benar!
156. NYOMAN : Bohong!
157. GUSTI BIANG : Benar, kau memang liar,
genit, dan licik serta apa saja yang jelek- jelek.
158. NYOMAN : Baik, baik, tapi kau juga genit.
159. GUSTI BIANG : Apa katamu?
160. NYOMAN : Kau juga genit, kau ...
161. GUSTI BIANG : Apa katamu leak? Wayan akan memutar lehermu!
162. NYOMAN : Wayan akan memutar lehermu!
163. GUSTI BIANG : Dia akan menguncimu dalam gudang!
164. NYOMAN : Dia akan menguncimu dalam gudang!
165. GUSTI BIANG : Setan! Akan kucarikan kau polisi!
166. NYOMAN : Polisi itu akan membawakan Gusti ular belang.
167. GUSTI BIANG : Diam! Diam!
(Nyoman hendak pergi meninggalkan Gusti Biang, tapi Gusti Biang mencegahnya)
168. GUSTI BIANG : Jangan pergi! Jangan duduk! Jangan bergerak!
121
169. NYOMAN : (Berhenti lalu mendekat dan memandang Gusti Biang dengan marah) Gusti Biang, tiyang bosan merendahkan diri, dulu tiyang menghormati Gusti karena usia Gusti lanjut. Tiyang mengikuti semua apa yang Gusti katakan, apa yang Gusti perintahkan meskipun tiyang sering tidak setuju.
Tetapi Gusti sudah keterlaluan sekarang. Orang disuruh makan tanah terus-menerus, Gusti anggap tiyang tak lebih dari cacing tanah.
Semutpun kalau diinjak menggigit, apalagi manusia, Gusti yang seharusnya agung, luhur, menjadi tauladan tapi seperti ....
170. GUSTI BIANG : Seperti apa?
171. NYOMAN : Orang kebanyakan
122
saja mempunyai kasih sayang dan menghargai orang lain. Tapi Gusti, di mana letak keagungan Gusti? Cobalah Gusti berjalan di jalan raya seperti sekarang, Gusti akan ditertawakan oleh orang banyak.
Sekarang orang tidak lagi diukur dari keturunan tapi kelakuan dan kepandaianlah yang menentukan.
Sekarang tidak hanya bangsawan, semua orang berhak dihormati kalau baik. Begitu mestinya.
172. GUSTI BIANG : Begitu mestinya. Bohong! Bohong tolol!
173. NYOMAN : Memang tiyang tolol. Buat apa mengatakan ini semua. Gusti sudah terlalu lanjut, akan terlalu sakit untuk mengubah
123
kebiasaan Gusti. Tapi seandainya mencoba, mencoba saja, saya akan mau di sini mengabdi untuk selamanya.
174. GUSTI BIANG : (Meludah) Ha.. ha .. kau tidak perlu pidato omong kosong, kau perempuan sudra. Kau akan kena tulah karena berani menentangku, hei cepat Wayan!
Adegan IV (Wayan muncul dengan buku ditangannya)
175. GUSTI BIANG : Nah, sekarang sebelum kau pergi, kau harus melunasi hutangmu dulu.
176. NYOMAN : Hutang apa? Nyoman tidak pernah meminjam uang.
177. GUSTI BIANG : Buka bagian yang bertuliskan tinta merah, Wayan, cepat Wayan!
178. WAYAN : (Tampak bingung membalik-balik buku) Nanti dulu, piih. Nah ini dia.
179. GUSTI BIANG : Baca perlahan
124
dengan jelas. Baca kataku!
180. WAYAN : (Masih bingung, mendekatkan lampu) Piih, mata
tiyang kurang terang, sebentar, piih kenapa belum terang juga, kabur Gusti.
181. WAYAN : Gusti lupa, Wayan tak pernah belajar membaca.
182. GUSTI BIANG : Setan bawa kemari buku itu!
(Gusti Biang mengambil buku itu dan memberi isyarat kepada Wayan agar mengambil kaca mata dan lampu teplok. Wayan segera melakukannya dan mengangkat lampu teplok tinggi-tinggi)
183. GUSTI BIANG : Nah, di sini dicatat semua perongkosan yang kau habiskan selama kau dipelihara di sini. Nyoman Niti, asal dari desa Maliling, umur lebih kurang delapan belas tahun. Kulit kuning dan rambut panjang. Badan biasa, lebih tinggi sedikit dari Gusti Biang. Mulai dari tahun lima puluh empat, lima pasang baju, sebuah boneka, sebuah
125
bola bekel, satu biji kelerang, satu tusuk konde, dan ...
184. WAYAN : (Memotong) Benar, piih, semua Gusti catat.
185. NYOMAN : Gusti Biang ....
186. GUSTI BIANG : Tahun lima puluh lima, sekarang! Dua baju rok, batu tulis, kebaya, pinsil, satu batang jarum, sepasang teklek, tikar dan seekor anak kucing belang.
187. WAYAN : Ah, benar Gusti Biang, titiyang masih ingat sekali ketika pertama kali Nyoman mengenakan kain kebaya. Piih, semuanya itu sudah lewat.
188. GUSTI BIANG : Selama dua tahun ini sudah berjumlah dua juta rupiah ... kemudian sekarang tahun lima puluh enam! Tidak ada, sebab aku lupa mencatatnya. Tahun lima puluh tujuh, aku juga lupa mencatatnya. Tetapi di sini
126
yang kuingat, ia memecahkan sebuah cangkir dan kaca mataku. Lalu tahun lima puluh delapan! Sepasang sandal, sekotak bedak, kaca jendela dipecahkannya, dua buah gelas tiba-tiba menghilang, sekilo daging dimakan si belang karena lupa mengunci dapur. Tiga buah sisir, tiga butir kelapa hilang. Seekor ayamku yang
paling baik disembelihnya, sepuluh anak ayam tiba-tiba mati, yang bulu putih, hitam, coklat, kuning, dan berumbun. Lalu ...
189. WAYAN : Tapi semua itu tak bisa dipertanggungj awabkan kepada Nyoman, Gusti, itu adalah kesalahan induknya yang tidak berhati-
hati menjaga anaknya. Bukan kesalahan Nyoman.
127
190. GUSTI BIANG : Diam! Diam kataku! Ini adalah urusanku, nanti kau akan mendapat bagianmu sendiri. Nah, ongkos hidupmu hampir delapan belas tahun di sini, benar-
benar sudah kelewat batas. Coba lihat di sini, tahun enam puluh misalnya .. memecahkan kaca jendela, korupsi sabun, menghanguska n nasi, korupsi uang belanja dapur dan pekerjaan yang tidak bisa dipertanggungj awabkan. Beberapa kali aku memanggil mantri untuk mengobatinya, membeli obat waktu ia sakit. Banyak, banyak sekali, itu belum ditambah yang lain-lain yang aku lupa catat. Belum lagi ditambah bunganya ...
191. WAYAN : Piih, ini perhitungan
128
gila!
192. GUSTI BIANG : (Berkata sungguh- sungguh) Semua telah aku catat bersama tanggal dan hari kejadiannya. Sekarang kau boleh pergi. Kapan-kapan aku dan Wayan akan datang ke tempatmu dengan seorang polisi dan juru sita sebab kau pasti tidak bisa membayar. Kau cuma punya
gubuk yang buruk di desa dan tak pernah makan nasi. Rentenya sepuluh persen sebulan. Nah, bawa buku ini lagi ke dalam Wayan. Simpan baik-baik untuk dipergunakan kelak. Lalu usir dia! Apa yang kau tunggu
lagi? Ambil buku ini, dan usir dia!
(Wayan tak menerima, ia mendekat ke meja dan meletakkan lampu teplok kemudian berjongkok )
193. WAYAN : Titiyang tak kuasa. Badan titiyang lemas. Gusti telah,
194. GUSTI BIANG : Sudah tak terhitung lagi, hampir dua puluh juta!
195. WAYAN : Piih, titiyang punya nyawapun tak ada harganya dua puluh juta, Gusti, titiyang benar-benar ingin menangis sekarang.
196. GUSTI BIANG : Usir dia sekarang juga, jangan ngarje roras di sini. (Melihat Wayan masih jongkok) Apa? Baik aku sendiri yang mengusirnya kalau kau tak mau.
197. NYOMAN : Tidak usah disuruh Gusti, tiyang memang mau pergi sekarang. Tetapi sebelum titiyang pergi, tiyang hitung berapa hutang Gusti kepada tiyang.
198. GUSTI BIANG : Oh, aku tak pernah pinjam uang sepanjang hidupku..
199. NYOMAN : Lebih dari sepuluh tahun
130
tiyang menghambadi sini. Bekerja keras dengan tidak menerima gaji. Kalau tidak ada Bape Wayan sudah lama tiyang pergi dari sini. Selama ini tiyang telah membiarkan diri diinjak- injak, disakiti, dijadikan bulan- bulanan seperti keranjang sampah. Tidak perlu rentenya, pokoknya saja. Hutang Gusti Biang kepada tiyang, sepuluh juta kali
sepuluh tahun. Belum lagi sakit hati tiyang karena fitnahan dan hinaan Gusti. Pokoknya melebih harta benda yang
masih Gusti miliki sekarang. Tapi ambillah semua itu sebagai tanda bakti tiyang yang terakhir.
200. GUSTI BIANG : Pergiiii! Pergiiii!
(Nyoman menghapus airmata dan berlari ke luar pintu! Janda bangsawan itu mengawasinya dengan mengangkat lampu teplok)
Adegan V (Wayan yang duduk membelakangi Gusti Biang tidak tahu kalau
131
Nyoman telah pergi)
201. WAYAN : (Bergumam) Satu milyar kali sepuluh tahun? Aneh-aneh saja pembukuan jaman sekarang!
202. GUSTI BIANG : (Mendekati Wayan) Jangan cerewet Wayan. Awasi dia supaya jangan kembali kemari, kau dengar?
203. WAYAN : Sabar Gusti, kenapa Gusti gelap mata? Gusti telah menghantam semua orang dengan hutang. Satu milyar dan .. (Menoleh ke
belakang dan heran) Piih, di
mana Nyoman, Gusti?
204. GUSTI BIANG : Dia sudah pergi, buta. Dia tidak akan mengganggu kita lagi ....
205. WAYAN : Maksud Gusti, dia sudah pergi dan titiyang tidak melihatnya?
206. GUSTI BIANG : Ya, kita sudah terlepas dari bahaya ....
207. WAYAN : Terlepas? Justru bahaya itu sekaranglah baru mulai Gusti.
208. GUSTI BIANG : (Tertawa geli)
132
Tenang Wayan. Jangan pikirkan yang dua puluh juta itu, aku cuma pura- pura.
209. WAYAN : (Beringas) Titiyang tidak memikirkan titiyang punya diri, titiyang memikirkan putra Gusti Biang.
210. GUSTI BIANG : Bagus Wayan. Ah, mana kaca mata itu. Segera kita akan baca berita yang dikirimnya.
211. WAYAN : Dia akan mengumpat titiyang dan akan mengalungkan ular karena keteledoran titiyang. Ke mana tadi perginya Gusti?
Titiyang akan mengejarnya.
212. GUSTI BIANG : Apa maksudmu Wayan?
213. WAYAN : Buta! Tuli! Pikun! Piih! Dunia! Dunia ...
214. GUSTI BIANG : (Panik) Katakan, kenapa dia Wayan? Ya katakan, katakan apa maksudmu.
215. WAYAN : (Menggeleng- gelengkan
133
kepalanya dengan kesal) Nyoman Niti, Gusti Biang.
216. GUSTI BIANG : Ya, Nyoman begundal itu, kenapa dia?
217. WAYAN : Gusti, Nyoman adalah tunangan Ngurah, calon menantu Gusti Biang sendiri, berani sumpah, Nyoman adalah tunangan Ngurah. Ratu Ngurah sendiri yang mengatakanny a. “Aku akan mengawini Nyoman Bape” katanya. “Biar hanya orang desa, pendidikannya rendah tapi hatinya baik, daripada ...” biar dimakan leak. Demi apa saja!
218. GUSTI BIANG : Tidak, semua itu hasutan. Anakku tidak akan kuperkenankan kawin dengan bekas pelayannya. Dan, kami keturunan ksatria kenceng. Keturunan raja- raja Bali yang
134
tak boleh dicemarkan oleh darah sudra.
219. WAYAN : Tapi kalau Ratu Ngurah menghendaki, bagaimana?
220. GUSTI BIANG : Bisa saja dipelihara sebagai selir. Suamiku dulu memelihara lima belas orang selir. Kalau tidak, jangan mendekati anakku.
221. WAYAN : Tapi mereka saling mencintai!
222. GUSTI BIANG : Cinta? Apa itu cinta, itu hanya ada dalam kidung-kidung Smarandanamu .
223. WAYAN : Kalau begitu alamat akan perang.
224. GUSTI BIANG : Perang, apa maksudmu? Perang sudah selesai, tidak ada perang lagi!
225. WAYAN : Wayan tidak mau kehilangan tongkat dua kali.
226. GUSTI BIANG : Ngurah tidak akan sudi menjamah perempuan dekil itu.
227. WAYAN : Ratu Ngurah
135
benar-benar mencintai Nyoman, Gusti Biang.
228. GUSTI BIANG : Bohong!
229. WAYAN : Baik, bacalah surat itu kalau tidak percaya!
230. GUSTI BIANG : Surat? Ini surat Ngurah, aku terima tadi.
231. WAYAN : Sudah lima hari yang lalu!
232. GUSTI BIANG : Tapi! Kau keterlaluan!
233. WAYAN : Coba baca!
(Gusti Biang membaca dekat lampu teplok dan Wayan mendengarkan dengan tenang)
234. GUSTI BIANG : Swatiastu, ibunda tercinta .... Kalau aku bilang tadi, kamu bilang sudah lima hari, apa saja yang aku katakan kamu lawan! Dewa Ratu, dengarlah Wayan. Betapa pinternya ia menghormati (Membaca lagi) dengan singkat ananda kabarkan bahwa ananda segera pulang. Ananda telah merencanakan berunding dengan ibu. Sudah masanya sekarang ananda menjelaskan.
136
Meskipun ananda belum menyelesaikan pelajaran, bahkan mungkin ananda akan berhenti sekolah saja, sebab tak ada lagi gunanya. Ananda hendak menjelaskan kepada ibu bahwa ananda tidak bisa lagi berpisah lebih lama. Rahasia ini ananda simpan sejak lama. Supaya ibu tidak kaget nanti, akan saya terangkan bahwa ananda bermaksud, ananda bermaksud ... ananda bermaksud (Mengulang sambil mendekatkan lampu teplok)
235. WAYAN : Bermaksud apa?
236. GUSTI BIANG : Bermaksud, bermaksud ...
237. WAYAN : Ya bermaksud apa? Baca terusnya Gusti Biang.
238. GUSTI BIANG : (Tiba-tiba surat itu jatuh dari pegangannya) Jadi, dia benar- benar mau
137
kawin dengan perempuan itu?
239. WAYAN : Ya!
240. GUSTI BIANG : Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku melarang keras, Ngurah harus kawin dengan orang patut-patut. Sudah kujodohkan sejak kecil dia dengan Sagung Rai. Sudah kurundingkan pula dengan keluarganya di sana, kapan hari baik untuk mengawinkann ya. Dia tidak boleh mendurhakai orang tua
seperti itu. Apapun yang terjadi dia harus terus menghargai martabat yang diturunkan oleh leluhur-leluhur di puri ini. Tidak sembarang orang dapat dilahirkan sebagai bangsawan. Kita harus benar-benar menjaga martabat ini. Oh, aku akan malu sekali,
kalau dia mengotori
138
nama baikku. Lebih baik aku mati menggantung diri daripada menahan malu seperti ini. Apa nanti kata Sagung Rai? Apa nanti kata keluarganya kepadaku? Tidak, tidak! (Wanita itu menjerit dan mendekati Wayan dengan beringas) Kau, kau biang keladisemua ini. Kau yang menghasut supaya mereka bertunangan. Kau sakit gede!
241. WAYAN : Tidak, titiyang tidak ikut campur Gusti Biang.
242. GUSTI BIANG : Ya, kaulah hantu yang memburu hidupku. Aku masih ingat kejadian jaman dulu. Waktu aku masih muda dan kau memburuku dengan mata buayamu itu, kau memang licik! Dasar manusia sudra! Kau menghasut anakku supaya kawin dengan
139
Nyoman karena kau sendiri gagal!
243. WAYAN : Siapa bilang tiyang gagal!
244. GUSTI BIANG : Suamiku yang telah menggagalkan kau.
245. WAYAN : Suami Gusti Biang seorang pembohong!
246. GUSTI BIANG : Bedebah! Berani kau menghina pahlawan di puri ini?
247. WAYAN : (Tertawa pehit. Wajahnya menjadi keras) Pahlawan? Pahlawan apa? Siapa yang mengatakan dia pahlawan?
248. GUSTI BIANG : Semua mengatakan dia pahlawan! Dia telah berjuang untuk kemerdekaan dan mati ditembak Nica!
249. WAYAN : Itu bohong! Orang-orang seperti dia yang menggabungka n diri dalam pasukan Gajah Merah memang pantas disebut pahlawan, Pahlawan penjajah!
Orang-orang seperti dia
140
telah menikam perjuangan dari belakang.
250. GUSTI BIANG : Pergi! Pergi bangsat! Angkat barang- barangmu. Tinggalkan rumah suamiku ini. Aku tak sudi
memandang mukamu! (Melempari wajah Wayan dengan botol)
251. WAYAN : Baik aku akan pergi sekarang. Aku akan menyusul Nyoman. Aku juga bosan di sini meladeni tingkah lakumu. Tapi
sebelum aku pergi akan aku jelaskan tentang pahlawan gadungan itu. Gusti harus tahu ....
252. GUSTI BIANG : (Memotong) Tidak! Aku tidak mau mendengar. Kau telah menghina suamiku. Ini tidak bisa dimaafkan lagi. Pergi! Pergi! Sebelum aku mengutukmu, pergi! Rumah ini kepunyaanku,
141
tinggalkan gudangku itu, pergi bedebah!
253. WAYAN : Benar?
254. GUSTI BIANG : Pergi leak! Jangan kau menggangguku lagi. Pergi!
255. WAYAN : Baik, tiyang akan pergi Gusti Biang.
(Wayan meninggalkan ruangan, Gusti Biang melontarkan kutukan)
256. GUSTI BIANG : Tinggalkan gudang itu sekarang juga. Enyah dari rumah suamiku. (Agak rendah, jongkok) dia sudah menjadi setan, suamiku dihinanya, anakku dihasutnya.
Terkutuk, terkutuk bedebah itu. Apa yang harus aku katakan kepada Sagung Rai kalau Ngurah kawin dengan perempuan sudra itu? Bedebah, terkutuk! Dewa Ratu, malangnya nasib orang tua ini, semua mendustaiku, semua orang menjadi binatang. (Memandang
142
sekeliling lalu duduk di kursi. Untuk beberapa saat ia tertidur di kursi itu)
BABAK III TEMPAT TIDUR GUSTI BIANG Adegan I Gusti Biang tertidur ketika Ngurah masuk.
257. NGURAH : Ibu ...
258. GUSTI BIANG : Siapa?
259. NGURAH : Tiyang Ngurah, Tiyang datang Ibu ....
260. GUSTI BIANG : Ngurah?
261. NGURAH : Yah! Ngurah, bangun ibu.
262. GUSTI BIANG : (Mengusap matanya tak percaya lalu terbelalak sambil tersenyum) Ngurah .. Ngurah, kenapa kau baru pulang, kau sudah lupa pada ibumu. Kurang ajar, aku telah dihina, direndahkan, leak. Kalau kau ada di rumah, mereka tidak akan berani. Semua orang sudah pergi, tak ada yang merawatku. Kamu jadi kurus hitam, seperti
143
kuli.
263. NGURAH : Ya, saya bekerja di situ.
264. GUSTI BIANG : Bekerja? Katanya belajar kenapa bekerja?
265. NGURAH : Ya, bekerja sambil belajar.
266. GUSTI BIANG : Karena itu kamu gagal.
267. NGURAH : Ibu, banyak sekali yang saya pikirkan.
268. GUSTI BIANG : Tapi kau tak pernah memikirkan ibumu.
269. NGURAH : Justru karena tiyang memikirkan ibu jadi begini.
270. GUSTI BIANG : Kau memikirkan ibumu kalau kau perlu uang. Itu barang- barangmu?
271. NGURAH : Ya.
272. GUSTI BIANG : Itu koper yang ibu belikan dulu?
273. NGURAH : Ya, betul ibu.
274. GUSTI BIANG : Koper itu bisa kau jaga, tapi tujuanmu ke sana tidak. Mana barang- barangmu yang lain?
275. NGURAH : Masih ada di pondokan.
276. GUSTI BIANG : Mengapa kau
tinggalkan di situ, apa kau akan kembali
144
ke situ?
277. NGURAH : Saya tidak tahu. Semua tergantung ...
278. GUSTI BIANG : Tergantung apa?
279. NGURAH : Entahlah, keadaan tentunya saja.
280. GUSTI BIANG : Ibu kira kau sudah jadi orang, ternyata? Mana cincinmu?
281. NGURAH : Cincin?
282. GUSTI BIANG : Waktu berangkat dulu kau ibu kasih tiga buah cincin peninggalan ayahmu, mana sekarang?
283. NGURAH : Masih ada....
284. GUSTI BIANG : Ada di tukang gadai? Aku sudah tahu kelakuan anak- anak yang mengaku- ngaku sekolah tapi nyatanya hanya nonton bioskop. Aku sudah dapat firasat buruk, kalau barang peninggalan leluhurmu sudah kau perlakukan seperti itu. Jangan-jangan kau akan ikut merendahkan dan menghina ibumu ini. Buat apa kau pergi
145
jauh-jauh kalau untuk bertambah bodoh, untung kau tidak membawa perempuan dari sana, seperti Ngurah Purname di puri Anom. Aku bisa mati berdiri.
Kalaucuma perawan, perawan macam apapun di sini ada, tinggal pilih saja. Tapi tidak ada yang lebih cantik, lebih halus, lebih rajin dari Sagung Rai di seluruh puri- puri di Tabanan ini. Sekarang dia sudah besar dan cantik sekali. Besok kamu harus ke sana membawa oleh-oleh.
285. NGURAH : Ibu, ibu bicara apa itu?
286. GUSTI BIANG : Kau sudah besar dan pantas kau memberikan aku cucu, sebelum kelewatan. Hanya itu yang aku tunggu sekarang.
287. NGURAH : Nanti saja kita bicarakan itu.
146
288. GUSTI BIANG : Tidak. Sekarang! Apa oleh-olehmu untuk Sagung Rai? Ha..ha kamu juga tidak membawa apa- apa buat ibu bukan?
289. NGURAH : Maaf ibu.
290. GUSTI BIANG : Tapi kamu pasti tidak lupa membelikan begundal itu klompen, baju brokkat, kaca mata, de colognet, gincu, tas, ha! Aku minta balsem cap macan saja tidak digubris. Perempuan kurang ajar!
291. NGURAH : Perempuan? Perempuan siapa ibu?
292. GUSTI BIANG : Putar-putar! Aku sudah menerima suratmu.
293. NGURAH : Ya, nanti saja kita bicarakan.
294. GUSTI BIANG : Kau sendiri yang menulis kan?
295. NGURAH : Ya.
296. GUSTI BIANG : Kau ingat apa yang kau tulis? Benar semua itu?
297. NGURAH : Ya, nanti, nanti kita bicarakan.
298. GUSTI BIANG : Nanti atau sekarang sama saja, benar Ngurah kau
147
yang menuliskan surat itu?
299. NGURAH : Sebentar ibu, tiyang akan jelaskan.
300. GUSTI BIANG : Ngurah kau anak durhaka!
301. NGURAH : Ibu, tenanglah ibu.
302. GUSTI BIANG : Tidak! Kalau masih berniat kawin dengan dia, jangan coba-coba memasuki rumah ini, dan kalau kawin juga dengan dia, jangan lagi menyebut ibu kepadaku.
303. NGURAH : Tenang, mari kita bicarakan nanti baik-baik, tiyang sudah lelah. Semuanya nanti kita bicarakan.
304. GUSTI BIANG : Ibu pun sangat lelah. Tak ada waktu lagi berpanjang- panjang. Sebelum ini berakar menjadi sakit hati, kita harus meyelesaikann ya, sekarang juga harus selesai!
305. NGURAH : Begitukah keputusan ibu?
306. GUSTI BIANG : Ya.
307. NGURAH : Tiyang ingin
148
istirahat dulu.
308. GUSTI BIANG : Kau boleh berbuat sesukamu kalau semuanya sudah beres. Ini adalah rumahku dan kau adalah ahli waris satu- satunya.
309. NGURAH : Baiklah, kalau itu yang ibu kehendaki. (Hendak duduk)
310. GUSTI BIANG : Kau tak perlu duduk! Ibu sendiri tak akan duduk sebelum semuanya selesai dengan baik. Kita akan selesaikan sekarang. Jadi kau bermaksud kawin dengan penjeroan itu?
311. NGURAH : Begini ibu ...
312. GUSTI BIANG : Jawab saja dengan singkat. Benar kau mau mengawininya? Jawab Ngurah. Jawab!
313. NGURAH : Ya, titiyang akan mengawininya.
314. GUSTI BIANG : Ngurah! Kau sudah diguna- gunanya.
315. NGURAH : Kami saling mencintai ibu.
316. GUSTI BIANG : Cinta? Ibu dan ayahmu kawin tanpa cinta. Apa itu cinta?
149
Yang ada hanyalah kewajiban menghormati leluhur yang telah menurunkanmu , menurunkan kita semua di sini. Kau tak boleh kawin dengan dia, betapapun kau menghendakiny
a. Aku telah menyediakan orang yang patut untukmu. Jangan membuatku malu. Ibu telah menjodohkan kau sejak kecil dengan Sagung Rai.
317. NGURAH : Sagung Rai? Tidak ibu.
318. GUSTI BIANG : Apa kurangnya Sagung Rai, dibanding dengan perempuan desa itu.
319. NGURAH : Tidak, tiyang tidak mau kawin dengan dia.
320. GUSTI BIANG : Kenapa tidak? Ibu dan keluarganya telah selesai merundingkan semua. Dia sudah tamat SMP. Kelakuannya halus dan rajin.
150
321. NGURAH : Ibu, soalnya bukan itu, ibu harus mengerti, sekarang orang ingin memilih sendiri teman hidup.
322. GUSTI BIANG : Kalau ingin kau pelihara perempuan sudra itu karena nafsumu, terserahlah. Boleh kau pelihara sebagai selir. Kau boleh berbuat sesukamu, sebab aku telah memeliharanya sejak kecil. Tetapi untuk mengawininya dengan upacara itu tidak bisa.
323. NGURAH : Tidak?
324. GUSTI BIANG : Tidak! Aku menentangnya.
325. NGURAH : Kenapa tidak?
326. GUSTI BIANG : Dia tidak pantas menjadi istrimu! Dia tidak pantas menjadi menantuku!
327. NGURAH : Kenapa tidak ibu? Kenapa? Siapa yang menjadikan Sagung Rai lebih pantas dari Nyoman untuk menjadi istri? Karena
151
derajatnya? Tiyang tidak pernah merasa derajat tiyang lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh tiyang dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan tiyang harus berhati-hati. Harus pintar berkelakuan baik agar bisa jadi teladan orang, yang lain omong kosong semua!
(Gusti Biang terbelalak dan mendekat)
328. NGURAH : Tiyang sebenarnya pulang meminta restu dari ibu. Tapi karena ibu menolaknya karena sola kasta, alasan yang tidak sesuai lagi. Tiyang akan menerima akibatnya
(Gusti Biang menangis, Ngurah bergulat dengan batinnya)
329. NGURAH : Tiyang akan kawin dengan Nyoman. Sekarang ini soal kebangsawana n jangan di besar-besarkan lagi. Ibu harus menyesuaikan
152
diri, kalau tidak ibu akan ditertawakan orang. Ibu ...
330. GUSTI BIANG : Tinggalkan aku anak durhaka! Pergilah memeluk kaki perempuan itu! Kau bukan anakku lagi! Leluhurmu akan mengutukmu,k au akan ketulahan.
331. NGURAH : (Memegang kepala) Ini tidak bisa diselesaikan begini saja. Panggillah Nyoman dan Bape Wayan, kita bicarakan tenang-tenang.
332. GUSTI BIANG : Tidak! Sudah kuusir leak-leak itu! Aku sudah dihina, diinjak- injak!
333. NGURAH : Diusir? Nyoman, ibu usir? (Keluar)
334. GUSTI BIANG : Ya! Leak itu tidak boleh masuk rumahku ini. Setan tua itu juga! Biar mati dua-duanya sekarang! Kalau kau mau ikut pergi terserah. Aku akan mempertahank
153
an kehormatanku. Kehormatan suamiku, kehormatan Sagung Rai, kehormatan leluhur-leluhur di puri ini.
BABAK IV DEPAN RUMAH MALAM Adegan I Wayan muncul membawa kopor seng dan senjata. Lalu melihat ke dalam rumah Ngurah muncul dari samping Wayan
335. WAYAN : Tu Ngurah ..
336. NGURAH : Bape Wayan!
337. WAYAN : Tepat sekali ratu Ngurah datang.
338. NGURAH : Apa kabar Bape?
339. WAYAN : Buruk tu Ngurah, buruk sekali.
340. NGURAH : Bape sehat- sehat saja?
341. WAYAN : Marahlah, umpatlah si tua yang pikun ini.
342. NGURAH : Kenapa?
343. WAYAN : Nyoman telah pergi.
344. NGURAH : Ke mana?
345. WAYAN : Baru saja tiyang hendak menyusulnya sekarang.
346. NGURAH : Baru saja?
347. WAYAN : Ya, baru saja, pasti belum jauh.
348. NGURAH : Kenapa dia pergi Bape?
154
349. WAYAN : Tu Ngurah tahu sendiri, sudah lama Gusti Biang tidak cocok dengan Nyoman. Titiyang tidak bisa mendamaikann ya. Nyoman sudah sering ingin minggat, tapi tadi, tiba- tiba saja dia pergi. Salah titiyang juga tu Ngurah.
350. NGURAH : Sudahlah biar dulu begitu. Semuanya akan selesai nanti. Saya juga telah bertengkar dengan ibu. Duduklah Bape, bape jangan ikut pergi. Duduklah bape. Pasti ibu yang salah. Bape sudah bertahun-tahun di sini, tak baik kalau tiba-tiba pergi, duduklah bape ...
Adegan II (Gusti Biang muncul)
351. GUSTI BIANG : Tinggalkan rumahku sekarang ini juga.
352. WAYAN : Tiyang sudah berusaha baik- baik tapi tidak berhasil. Bape pergi sekarang
155
(Kepada Ngurah).
353. GUSTI BIANG : Pergi Leak, jangan mengotori rumah suamiku.
(Wayan hendak pergi, Ngurah menahannya )
354. NGURAH : Bape! Jangan pergi! Ingat saya Bape. Jadi Bape akan tinggalkan?
355. GUSTI BIANG : Dia hantu! Tinggalkan rumah ini cepat!
356. WAYAN : Ya, tiyang hantu, seperempat abad tiyang mengabdi di rumah ini karena cinta. Sekarang keadaan tambah buruk. Bape pergi tu Ngurah (Mengangkat koper hendak pergi )
357. GUSTI BIANG : Tunggu dulu! Apa yang kau bawa itu? Kau mencuri barang- barangku. Bedil? Bedil siapa itu?
358. WAYAN : Pak Rajawali punya bedil waktu revolusi. Bedil ini sudah banyak membunuh pengkhianat.
156
359. GUSTI BIANG : Bedil itu kepunyaanku!
360. WAYAN : Kepunyaan Gusti Biang? (Kepada Ngurah) Ini bedil Bape ...
361. GUSTI BIANG : Ngurah! Ambil bedil itu! Ia mencuri bedil yang kusimpan di kamar ayahmu.
362. WAYAN : Ini bedil pak Rajawali.
363. GUSTI BIANG : Setan, anakku kamu hasut. Bedil peninggalan suamiku kau curi! Ambil bedil itu Ngurah! Bedil itu wasiat ayahmu.
364. NGURAH : (Tertarik kepada bentuk bedil itu) Coba lihat, aneh sekali bentuknya.
365. WAYAN : Bedil ini kepunyaan tiyang.
366. NGURAH : Benar? Coba saya ingin lihat.
367. GUSTI BIANG : Rebut saja! Jangan percaya dia lagi!
368. NGURAH : Ibu, di mana peluru yang menewaskan ayah? (Mengambil bedil dari tangan Wayan)
369. GUSTI BIANG : Tentu aku
157
selalu membawanya sebagai jimat.
370. NGURAH : Coba lihat (Menerima peluru) Peluru ini yang telah membunuh ayah. Dokter Belanda itu membedah mayat ayah dan menyerahkan peluru ini kepada ibu. Ibu menyimpannya sebagai
kenang- kenangan. Kemudian atas permintaan ibu, dokter itu juga memberikan senjata yang dipergunakan untuk menembakkan peluru ini.
371. GUSTI BIANG : Benar. Senjata laknat ini yang telah membunuh suamiku. Nica jahanam.
372. WAYAN : Nica tidak mempunyai bedil macam ini.
373. GUSTI BIANG : Tidak! Usir dia Ngurah! Usir cepat!
374. WAYAN : Bedil macam ini hanya dipunyai gerilya.
375. GUSTI BIANG : Bedebah! Tidak! Jangan
158
biarkan dia bicara, usir!
376. WAYAN : (Tertawa) Semua pahlawan mati tertembak Nica, tetapi dia tidak. I Gusti Ngurah Ketut Mantri bukan seorang pahlawan, dia ditembak mati gerilya sebagai penghianat.
377. GUSTI BIANG : Dengar, dia menghina ayahmu! Usir dia! Tembak dia sampai mati!
378. NGURAH : (Memegang ibunya yang hendak memukul) Tenang ibu!
379. GUSTI BIANG : Coba katakan lagi suamiku penghianat! Coba! Kupukul kau bedebah.
380. WAYAN : Dia memang penghianat.
381. GUSTI BIANG : Leak! Terkutuk kau!
382. NGURAH : Sabar ibu! (Mendudukkan ibunya)
383. GUSTI BIANG : Kenapa kau diam saja anak durhaka! Tembak jahanam itu! Dia menghina suamiku.
384. NGURAH : Baik ibu, tapi tenang, nanti tetangga-
159
tetangga bangun.
385. GUSTI BIANG : Biar, biar. Usir dia sekarang (Batuk keras)
386. NGURAH : Bape bilang ayah saya penghianat? Kenapa Bape Wayan membeo kata orang yang iri hati? Bape sudah
bertahun-tahun di sini mengapa mau merusak nama baik keluarga kami? (Saling berpandang- pandangan)
387. WAYAN : (Dengan tegas) Tiyang tahu semuanya, tu Ngurah. Sebab tiyang yang telah mendampingin ya setiap saat dulu. Sejak kecil tiyang sepermainan dengan dia, seperti tu Ngurah dengan Nyoman. Tiyang tidak buta huruf seperti disangkanya. Tiyang bisa membaca dokumen- dokumen dan surat-surat rahasia yang
160
ada di meja kerjanya. Siapa yang membocorkan gerakan Ciung Wanara di Marga dulu? Nica-nica itu mengepung Ciung Wanara yang dipimpin oleh pak Rai, menghujani dengan peluru dari berbagai penjuru, bahkan dibom dari udara sehingga kawan-kawan semua gugur. Siapa yang bertanggung jawab atas kematian sembilan puluh enam kawan-
kawan yang berjuang habis- habisan itu? Dalam perang puputan itu kita kehilangan Kapten Sugianyar, kawan-kawan tiyang yang
paling baik, bahkan kehilangan pak Rai sendiri. Dialah yang telah berkhianat, dialah yang telah melaporkan
161
gerakan itu semua kepada Nica.
388. GUSTI BIANG : Tidak! Itu tidak benar! Suamiku seorang pahlawan Ngurah usir dia.
389. NGURAH : (Menghampiri Wayan) Saya tidak percaya!
390. GUSTI BIANG : Jangan percaya! Leak!
391. NGURAH : Bape menghina keluarga saya.
392. WAYAN : Bukan menghina tu Ngurah. Begitulah keadaannya. Desa Marga menjadi saksi semua itu, hanya beliau dilahirkan sebagai putra Bangsawan yang berpengaruh serta dihormati karena jasa- jasa leluhur, dosa beliau kepada pak Rai terhadap semua korban puputan itu seperti dilupakan. Tetapi tiyang sendiri tidak pernah melupakannya. Bukan hanya seorang, banyak penghianat-
162
penghianat di bumi ini dianggap orang sebagai pahlawan sedangkan yang benar- benar berjasa dilupakan orang.
393. NGURAH : Saya tak senang dengan cara-cara bape ini, diam-diam menjadi musuh dalam selimut. Susah payah saya memperbaiki nama baik keluarga. Sekarang bape hendak menodainya. Mencari-cari kesalahan memang gampang bape. Bape lupa, besar jasa ayah saya kepada perjuangan. Sayang beliau sudah meninggal. Kalau tidak, Ia akan menjelaskanny a. Tarik kata- kata bape.
(Wayan hanya tersenyum sinis)
394. NGURAH Pergi!
395. WAYAN : (Memalingkan muka hendak pergi tapi tiba- tiba tertegun dan berbalik)
163
Berikan bedil itu Tu Ngurah.
396. GUSTI BIANG : Tidak, itu bedilku, kau telah mencurinya.
397. NGURAH : Coba buktikan, buktikan kalau ayah saya seorang penghianat. Berikan bukti yang nyata, jangan hanya prasangka!
398. WAYAN : (Menggeleng) Berikan bedil itu Tu Ngurah!
399. GUSTI BIANG : Ayahmu ditembak Nica!
400. NGURAH : (Membentak) Buktikan!
401. WAYAN : Buat apa?
402. NGURAH : Buktikan!
403. WAYAN : Tiyang selalu mendampingin ya. Tiyanglah yang selalu dekat dengan dia, dan tiyang seorang gerilya.
404. NGURAH : Lalu?
(Mereka saling berpandang-pandangan. Wayan mengambil bedil itu dari tangan Ngurah dan Ngurah seperti tak bertenaga memberikan bedil itu)
405. WAYAN : (Pelan) Aku telah sengaja melupakannya. Belanda itu memungutnya, tetapi tak tahu siapa yang menembaknya. (Membelai bedil) Tiyanglah yang menembaknya.
164
406. NGURAH : Bape?
407. GUSTI BIANG : Tidak! Tidak! Tidak! (Berdiri hendak melempar dengan tongkat)
(Wayan segera merampas dan mendudukkannya kembali. Sementara Ngurah hanya tercengang)
408. WAYAN : Diam! Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini sekarang. Dia sudah cukup tua untuk tahu. (Kepada Ngurah) Ngurah, Ngurah mungkin mengira ayah Ngurah yang
sejati, sebab dia suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah seorang pejuang. Dia seorang penjilat, musuh gerilya. Dia bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia memiliki lima belas
orang istri, tapi itu hanya untuk menutupi kewanduannya. Kalau dia harus melakukan tugas sebagai seorang suami, tiyanglah yang
165
sebagian besar melakukannya. Tapi semua itu menjadi rahasia ... sampai ... Kau lahir, Ngurah, dan menganggap dia sebagai ayahmu yang sebenarnya. Coba tanyakan kepada ibu
Ngurah, siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati.
(Ngurah tak percaya dan menghampiri ibunya yang mulai menangis)
409. WAYAN : Dia pura-pura saja tidak tahu siapa laki-laki yang selalu tidur dengan dia. Sebab sesungguhnya kami saling mencintai sejak kecil, sampai tua bangka ini. Hanya kesombongann ya terhadap martabat kebangsawana nnya menyebabkan dia menolakku, lalu dia kawin dengan bangsawan, penghianat itu, semata-mata hanya soal kasta.
Meninggalkan tiyang yang tetap
166
mengharapkan nya. Tiyang bisa ditinggalkannya , sedangkan cinta itu semakin mendalam.
410. NGURAH : (Berdiri dan bertanya dengan tolol) Betulkah itu?
411. WAYAN : Tanyakan sendiri kepada dia.
412. NGURAH : Betulkah semua itu Ibu?
(Gusti Biang terus menangis sementara Ngurah terus bertanya sambil berteriak)
413. WAYAN : Tiyang menghamba di sini karena cinta tiyang kepadanya. Seperti cinta Ngurah kepada Nyoman. Tiyang tidak pernah kawin seumur hidup dan orang- orang selalu menganggap tiyang gila, pikun, tuli, hidup. Cuma tiyang sendiri yang tahu, semua itu tiyang lakukan dengan sengaja untuk melupakan kesedihan, kehilangan masa muda yang tak bisa
167
dibeli lagi. (Memandang Ngurah dengan lembut. Tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu dan kemudian berkata) Tidak. Ngurah tidak boleh kehilangan masa muda
seperti bape hanya karena perbedaan kasta. Kejarlah perempuan itu, jangan-jangan dia mendapatkan halangan di jalan. Dia pasti tidak akan berani pulang malam-malam begini. Mungkin dia bermalam di dauh pala di rumah temannya.
Bape akan mengurus ibumu. Pergilah cepat, kejar dia sebelum terlambat.
(Kedua laki-laki itu saling memandang, Gusti Biang terpaku dan merasa malu sekali. Wayan kasihan dan mendekati Gusti Biang. Beberapa saat kemudian Wayan memandang Ngurah lagi)
414. WAYAN : Ngurah, sudah tahu semuanya. Ngurah sudah pantas mendengar itu. Tapi Jangan
168
terlalu memikirkannya. Lupakan saja itu semua. Itu memang sudah terjadi tetapi sekarang setelah Ngurah tahu, hati kami merasa lega. Sekarang lupakan semua itu. Lupakan, jangan
bersakit-sakit memikirkannya.
(Ngurah memalingkan muka ketika Wayan menatapnya)
415. WAYAN : Semua itu bohong, Titiyang bukan ayah Ngurah. Tiyang adalah Wayan yang pikun dan akan segera mati, dan beliau itu (Menunjuk potret) bukan penghianat. Dia seorang pahlawan dan pantas Ngurah sebut ayah. Ya ... banyak terdapat keburukan di atas dunia ini. Tapi tidak semua keburukan yang kita
ketahui itu perlu diketahui orang lain, kalau bisa membuat keadaan lebih
169
buruk lagi. Pergilah Tu Ngurah dan tiyang yang akan meladeni Gusti Biang.
(Tanpa menoleh Ngurah meninggalkan tempat) Adegan III Gusti Biang sudah berhenti menangis, Ia malu menatap Wayan, tapi laki-laki itu
mendekatinya.
416. WAYAN : Bagaimana Gusti Biang?
417. GUSTI BIANG : (Kemalu- maluan) Kenapa kau ceritakan semua itu padanya.
418. WAYAN : Waktu telah tiba, dia sudah cukup dewasa untuk mengetahuinya .
419. GUSTI BIANG : Kau menyebabkan aku sangat malu.
(Gusti Biang tertunduk dan Wayan menghapus air matanya)
420. WAYAN : Kenapa Ngurah dicegah kawin? Kita sudah cukup menderita karena perbedaan kasta ini. Sekarang sudah waktunya pemuda- pemuda bertindak.
Dunia sekarang sudah berubah. Orang harus menghargai
170
TAMAT
satu sama lain tanpa membeda- bedakan lagi, bagaimana Gusti Biang?
421. GUSTI BIANG : (Sambil menghapus air matanya) Aku tidak akan mencegahnya lagi. Kita akan mengawinkann ya, (Dengan manja) Tapi jangan ceritakan lagi tentang yang dulu-dulu. Aku sangat malu.
422. WAYAN : (Tersenyum) Kalau begitu Wayan tidak jadi pergi. Wayan akan menjagamu Sagung Mirah, sampai kita berdua sama- sama mati dan di atas kuburan kita, anak-anak itu berumah tangga dengan
baik. Sagung Mirah ..
423. GUSTI BIANG : Apa Wayan?
424. WAYAN : Kau tetap cantik seperti Dewi Sri ...
425. GUSTI BIANG : Huuuuuuuuuus sssssss!
Wayan tertawa lalu berjalan ke gudang. Gusti Biang mengangkat lampu teplok untuk Wayan.
171
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Salsabella Wawa Anasya dilahirkan di Muaro Bungo pada
tanggal 24 April 2000. Anak kedua dari tiga bersaudara,
pasangan dari Bapak Zahari dan Ibu Husnaini. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 143/VIII Kec.
Tebo Ulu Kab Tebo pada tahun 2011, penulis melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 1 Kab. Tebo dan tamat pada
SMA Negeri 3 Kab. Tebo dan tamat pada tahun 2017.
Pada tahun 2017 penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi
negeri, tepatnya di Universitas Jambi (UNJA) Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pada
saat kuliah penulis memlih pengkhususan Teater dengan nama group Teater Akar.
Semasa kuliah penulis pernah menjadi aktris dalam teater “Roh, Hikayat Suara
dan Pencuri Hujan” yang ditampilkan di taman Budaya Jambi.
Penulis sekarang terdaftar sebagai mahasiswi semester 7 Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Jambi dan telah menyelesaikan tugas