Top Banner
1 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
113

ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

Feb 05, 2018

Download

Documents

trinhphuc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

1ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Page 2: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama
Page 3: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama
Page 4: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama
Page 5: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

iiiANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

KATA PENGANTAR

Dalam konteks implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah selama lebih dari satu dasawarsa ini telah mengelola dana pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam jumlah yang sangat besar. Pengelolaan APBD tidak hanya dimaksudkan untuk sekedar menghabiskan dana semata namun harus dibelanjakan sesuai dengan prioritas kebijakan dan target yang akan dicapai sesuai sumber daya yang tersedia baik yang didapatkan melalui skema transfer maupun perpajakan daerah. Kemampuan daerah dalam mengelola APBD mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat.

Dalam upaya merealisasikan APBD, ada beberapa hal yang ingin disorot oleh semua stakeholder baik dari sisi pemerintah pusat, akademisi, lembaga-lembaga non pemerintah, pemerintah daerah itu sendiri dan terutama dari masyarakat sebagai pihak yang memberikan amanah dan penerima manfaat yang mereka peroleh atas pelayanan instansi pemerintah. Hal-hal tersebut, antara lain: (1) kinerja pengelolaan keuangan dilihat dari sisi kesesuaian realisasi dengan perencanaan, (2) konsistensi pelaksanaan anggaran untuk merealisasikan program / kegiatan, (3) seberapa baik pihak pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah, dan (4) dampak pelaksanaan APBD terhadap perekonomian regional. Dalam konteks itulah, buku ini disusun untuk menyajikan analisis atas realisasi APBD seluruh daerah dan diharapkan dapat memberikan potret yang informatif dan akurat mengenai hasil dari pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah di tahun anggaran 2012.

Selain itu, dalam rangka menjalankan amanat rakyat dimaksud, pengelolaan keuangan negara termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan daerah, harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Untuk mewujudkannya, diperlukan pendekatan prestasi kerja dalam penyusunan APBD, setiap alokasi pendanaan yang direncanakan harus dikaitkan

Page 6: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

iv ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai. Pendekatan ini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen kinerja, khususnya untuk mengukur tingkat keberhasilan program atau aktivitas pada pemerintah yang ditujukan dalam rangka mencapai hasil yang dapat memenuhi kebutuhan stakeholders.

Dalam buku ini juga akan dicoba sebuah pendekatan untuk menganalisis dan mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah tersebut melalui sebuah metode sederhana dengan nama analisis indikator kesehatan keuangan daerah. Analisis tersebut mengadopsi pada teori Ten Point Test untuk mengetahui tingkat kondisi kesehatan keuangan masing-masing daerah dengan melihat skor akhir (score) dari masing-masing daerah. Alat pengukuran ini pada dasarnya memotret kondisi kesehatan fiskal antar pemerintah daerah dengan berdasarkan beberapa rasio sederhana, yang setiap rasionya terfokus pada empat aspek kesehatan fiskal yaitu pendapatan, pengeluaran, posisi operasi dan struktur utang.

Kami mengharapkan agar buku Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012 ini dapat bermanfaat bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan baik di pusat maupun di daerah sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan yang terkait dengan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

Jakarta, Desember 2013

Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah

Yusrizal Ilyas NIP 19540401 197507 1 001

Page 7: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

vANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

DAfTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. v

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vii

DAFTAR GRAFIK .................................................................................................... x

RINGKASAN EKSEKUTIF..................................................................................... xiii

BAB I GAMBARAN UMUM REALISASI APBD ....................................................1A. Gambaran Umum Realisasi APBD 2012 secara Nasional ................. 3B. Gambaran Umum Realisasi APBD 2012 Provinsi ............................... 6C. Gambaran Umum Realisasi APBD 2012 Kabupaten/Kota ................ 8D. Gambaran Umum Realisasi APBD Tahun 2008-2012 ...................... 10

BAB II REALISASI PENDAPATAN DAERAH ...................................................... 13A. Perbandingan Anggaran dan Realisasi Pendapatan Daerah ...........13B. Komposisi Pendapatan Daerah .........................................................15C. Tren Realisasi Pendapatan Daerah Nasional

(Harga Berlaku dan Harga Konstan).................................................. 17D. Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah ................19E. Pengaruh Transfer Akhir Tahun terhadap SILPA Tahun Berkenaan ....22

BAB III REALISASI BELANJA DAERAH .............................................................. 27A. Perbandingan Anggaran dengan Realisasi Belanja Daerah ............. 27B. Komposisi Realisasi Belanja Daerah ................................................ 31C. Tren Realisasi Belanja Daerah Secara Nasional ...............................34D. Realisasi Belanja Daerah Per Kapita................................................. 37E. Realisasi Belanja Modal Daerah Per Kapita .....................................38

BAB IV REALISASI SURPLUS/DEFISIT DAN PEMBIAYAAN DAERAH .............. 39

Page 8: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

vi ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

A. Surplus/Defisit ....................................................................................39B. Pembiayaan Daerah ...........................................................................42C. SiLPA ...................................................................................................45D. Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah ........................48

BAB V ANALISIS INDIKATOR KESEHATAN KEUANGAN DAERAH .................... 51A. Dasar Teoretis Analisis Indikator Kesehatan Keuangan Daerah ..... 51B. Analisis Indikator Kesehatan Keuangan Daerah .............................. 57

BAB VI IMPLIKASI REALISASI APBD TA 2012 TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH ................................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 91

UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................................... 93

Page 9: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

viiANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

DAfTAR TABEL

Tabel 1.1 Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012 .............................................. 1

Tabel 1.2 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012 ..... 3

Tabel 2.1 Klaster Rasio Transfer Desember 2012/ Besaran SILPA 2012 ......23

Tabel 4.1 Rata-rata Besaran Surplus/defisit Per Daerah ................................ 41

Tabel 4.2 Daerah dengan SiLPA Tahun Berkenaan Negatif ............................ 47

Tabel 5.1 Tabel Indikator-Indikator Kesehatan Keuangan Daerah .................54

Tabel 5.2 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Provinsi ....................... 57

Tabel 5.3 Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Provinsi .......................58

Tabel 5.4 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Kabupaten ..................60

Tabel 5.5 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi (Kluster 1 - luas wilayah di bawah 1, 213 km2) ................ 61

Tabel 5.6 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah (Kluster 1 - luas wilayah di bawah 1, 213 km2) ...............62

Tabel 5.7 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi (Kluster 2 - luas wilayah antara 1,213 km2 s/d 1,989 km2) ..63

Tabel 5.8 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah (Kluster 2 - luas wilayah antara 1, 213 km2 s/d 1,989 km2) ................63

Tabel 5.9 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi (Kluster 3 - luas wilayah antara 1,990 km2 s/d 3,571 km2) ...................64

Tabel 5.10 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah (Kluster 3 - luas wilayah antara 1,990 km2 s/d 3,571 km2) ...................65

Tabel 5.11 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi (Kluster 4 - luas wilayah antara 3,572 km2 s/d 6,276 km2) ................. 66

Page 10: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

viii ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Tabel 5.12 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah (Kluster 4 - luas wilayah antara 3,572 km2 s/d 6,276 km2) ...................67

Tabel 5.13 Kabupaten Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi (Kluster 5 - luas wilayah di atas 6,276 km2) .....................67

Tabel 5.14 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah (Kluster 5 - luas wilayah di atas 6,276 km2) ....................68

Tabel 5.15 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Kota .............................69

Tabel 5.16 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi (Kluster 1 - jumlah penduduk di bawah 131.423 jiwa) ...................70

Tabel 5.17 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah (Kluster 1 - jumlah penduduk di bawah 131.423 jiwa) ................... 71

Tabel 5.18 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi (Kluster 2 - jumlah penduduk antara 131.423 jiwa sampai 189.381 jiwa) ....................................................................................................72

Tabel 5.19 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah (Kluster 2 - jumlah penduduk antara 131.423 jiwa sampai 189.381 jiwa) ....................................................................................................72

Tabel 5.20 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi (Kluster 3 - jumlah penduduk antara 189.382 jiwa sampai 264.608 jiwa) ....................................................................................................73

Tabel 5.21 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah (Kluster 3 - jumlah penduduk antara 189.382 jiwa sampai 264.608 jiwa) .................................................................................................... 74

Tabel 5.22 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi (Kluster 4 - jumlah penduduk antara 264.609 jiwa sampai 643.043 jiwa) ....................................................................................................75

Tabel 5.23 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah (Kluster 4 - jumlah penduduk antara 264.609 jiwa sampai 643.043 jiwa) ....................................................................................................75

Page 11: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

ixANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Tabel 5.24 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi (Kluster 5 - jumlah penduduk di atas 643.043 jiwa) ...................... 76

Tabel 5.25 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah (Kluster 5 - jumlah penduduk di atas 643.043 jiwa) ...................... 77

Tabel 6.1 Perbandingan Volume APBD dengan PDRB .....................................80

Tabel 6.2 Perbandingan Realisasi Belanja per kapita dengan Indikator Kesejahteraan Masyarakat ...............................................................83

Page 12: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

x ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

DAfTAR GRAfIK

Grafik 1.1 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD secara nasional Tahun Anggaran 2012.................................................................................... 4

Grafik 1.2 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Provinsi Tahun Anggaran 2012 .................................................................................................... 7

Grafik 1.3 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012 ........................................................................ 8

Grafik 1.4 Tren Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Konsolidasi Nasional Tahun 2008 - 2012 ........................................................................... 10

Grafik 1.5 Realisasi Surplus/Defisit APBD Konsolidasi Nasional Tahun 2008 – 2012 .................................................................................................. 10

Grafik 2.1 Perbandingan Anggaran - Realisasi Pendapatan Nasional TA 2012 ... 14

Grafik 2.2 Komposisi Pendapatan Daerah Secara Nasional dan Provinsi.......15

Grafik 2.3 Komposisi Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota ........... 16

Grafik 2.4 Tren Realisasi Pendapatan Daerah Nasional .................................18

Grafik 2.5 Tren Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah Secara Nasional TA 2012 .................................................................20

Grafik 2.6 Tren Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah Agregat Kabupaten/Kota TA 2012 ................................................... 21

Grafik 3.1 Perbandingan Anggaran dengan Realisasi Belanja Daerah APBD Tahun Anggaran 2012 ...................................................................... 27

Grafik 3.2 Komposisi Realisasi Belanja Daerah Nasional Tahun Anggaran 2012 .................................................................................................. 31

Grafik 3.3 Komposisi Realisasi Belanja Daerah Provinsi Tahun Anggaran 2012 ...32

Grafik 3.4 Komposisi Realisasi Belanja Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012..................................................................................33

Page 13: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

xiANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 3.5 Tren Realisasi Belanja Daerah Nasional (harga berlaku) ................34

Grafik 3.6 Tren Realisasi Belanja Daerah Nasional (Harga Konstan, Tahun 2000) .................................................................................................35

Grafik 3.7 Realisasi Belanja Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012 .......... 37

Grafik 3.8 Realisasi Belanja Modal Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012 ...38

Grafik 4.1 Perbandingan Suplus/Defisit pada Anggaran dan Realisasi APBD 2009-2012 ........................................................................................39

Grafik 4.2. Tren kabupaten/kota yang mengalami surplus/defisit dalam realisasi APBD ................................................................................... 41

Grafik 4.3. Tren Provinsi yang mengalami surplus/defisit dalam realisasi APBD ................................................................................................. 41

Grafik 4.4 Rincian Penerimaan Pembiayaan APBD TA 2012 ............................43

Grafik 4.5 Rincian Pengeluaran Pembiayaan APBD TA 2012 ...........................44

Grafik 4.6 Perbandingan Tren SiLPA Tahun Sebelumnya antara Anggaran dan Realisasi ............................................................................................45

Grafik 4.7 Tren SiLPA Tahun Berkenaan ............................................................46

Grafik 4.8 Perbandingan Anggaran dan Realisasi Penerimaan Pinjaman Kab/Kota ....................................................................................................49

Grafik 4.9 Perbandingan Anggaran dan Realisasi Penerimaan Pinjaman Provinsi .............................................................................................49

Grafik 4.10 Jumlah Kab/kota yang melakukan Pinjaman .................................50

Grafik 4.11 Jumlah Provinsi yang melakukan Pinjaman .....................................50

Grafik 6.1 Realisasi Belanja per kapita .............................................................84

Grafik 6.2 Perbandingan Realisasi Belanja dengan Pertumbuhan Ekonomi ..86

Grafik 6.3 Perbandingan Realisasi Belanja dengan Tingkat Pengangguran ... 87

Grafik 6.4 Perbandingan Realisasi Belanja dengan Tingkat Kemiskinan ........ 87

Page 14: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

xii ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 6.5 Perbandingan Realisasi Belanja per Kapita dengan Delta Tingkat Kemiskinan 2011-2012 ....................................................................89

Grafik 6.6 Perbandingan Realisasi Belanja per Kapita dengan Delta Tingkat Pengangguran 2011-2012 ...............................................................89

Page 15: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

xiiiANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

RINGKASAN EKSEKUTIf

Realisasi APBD TA 2012 memperlihatkan realisasi pendapatan daerah secara agregat nasional tahun 2012 yang lebih tinggi dari realisasi belanjanya, sehingga terjadinya suplus di akhir tahun. Surplus tersebut disumbang dari pelampauan realisasi pendapatan sebesar Rp65,4 triliun dan realisasi belanja daerah yang lebih rendah Rp3,6 triliun dari anggarannya. Yang menarik pada surplus dalam realisasi APBD 2012 adalah bahwa ternyata surplus lebih banyak didorong oleh terjadinya pelampauan pendapatan, dan bukan terjadi karena tidak terealisasikannya belanja.

Tren realisasi jenis pendapatan PAD secara nasional berdasarkan harga berlaku mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2012 penerimaan daerah melalui PAD mengalami peningkatan sebesar 20,9% atau Rp23 triliun dibandingkan tahun 2011. Sementara itu, berdasarkan harga konstan jenis pendapatan PAD juga mengalami peningkatan di tahun 2012 sebesar 15,4% atau Rp6 triliun. Berdasarkan data tersebut, pendapatan daerah baik secara keseluruhan maupun per jenis pendapatan mengalami kenaikan baik menggunakan pendekatan harga berlaku maupun harga konstan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan realisasi pendapatan secara riil dari tahun 2009 hingga 2012.

Berdasarkan analisis deskriptif atas klaster rasio transfer Desember 2012 terhadap besaran SILPA 2012, dapat disimpulkan bahwa terdapat 9 daerah yang mengalami krisis kas baik pada akhir tahun 2012 maupun pada awal tahun 2013. Pemerintah daerah tersebut perlu memperbaiki kinerja manajemen kasnya sehingga krisis kas dapat dihindari. Sementara itu, sebanyak 471 daerah sebagian besar dana transfer non earmarked pada bulan Desember menjadi SILPA. Total SILPA dari daerah-daerah tersebut mencapai Rp96,91 triliun.

Realisasi belanja daerah secara nasional tahun 2012 adalah Rp596,88 triliun, masih lebih kecil jika dibandingkan dengan pagu anggaran sebesar Rp600,51 triliun atau secara persentase realisasi belanja daerah mencapai 99,39%. Komponen belanja yang tingkat penyerapannya di atas 100% hanyalah Belanja Lainnya yaitu sebesar 107,12% (realisasi Rp84,85 triliun sedangkan pagu anggaran Rp79,21 triliun), sedangkan komponen belanja yang tingkat penyerapannya masih di bawah

Page 16: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

xiv ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

100% meliputi Belanja Pegawai yaitu sebesar 99,81% (realisasi Rp260,87 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp261,36 triliun), Belanja Barang dan Jasa sebesar 98,21% (realisasi Rp120,23 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp122,42 triliun), dan Belanja Modal sebesar 95,20% (realisasi Rp130,93 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp137,53 triliun).

Komposisi belanja daerah tahun 2012 didominasi oleh Belanja Pegawai yaitu sebesar 43,71%, selanjutnya diikuti oleh Belanja Modal yaitu sebesar 21,94%, Belanja Barang dan Jasa sebesar 20,14%, dan Belanja Lainnya sebesar 14,22%. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian, karena secara implisit daerah hanya menganggarkan sebagian kecil APBD-nya untuk jenis-jenis belanja selain Belanja Pegawai. Hal ini akan menyebabkan keterbatasan program dan kegiatan daerah di luar Belanja Pegawai yang bisa didanai, khususnya pada pos Belanja Modal yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Seharusnya dengan melihat realisasi pendapatan yang ternyata jauh lebih tinggi, maka belanja pelayanan publik bisa didorong lebih besar.

Terkait dengan peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik, salah satu kelemahan yang sering terjadi adalah adanya kecenderungan daerah untuk melakukan perubahan APBD pada saat menjelang akhir tahun anggaran berjalan (di atas bulan September). Hal ini tentu saja sangat mengurangi kemampuan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyesuaikan belanja, karena waktu yang tersisa untuk melaksanakan kegiatan/proyek menjadi sangat sempit. Daerah mempunyai kecenderungan untuk melakukan perubahan APBD setelah diketahuinya hasil audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun sebelumnya sehingga dapat mengetahui secara pasti berapa besarnya Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi perubahan APBD hanya pada penyesuaian yang sifatnya administratif dan kurang menyentuh aspek substansi penyebab perubahan serta dampak yang mungkin bisa didapatkan apabila momentum perubahan dilakukan lebih awal.

Tren realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami peningkatan baik menurut harga yang berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan harga yang berlaku, realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami kenaikan pada tahun 2011, yaitu sebesar 14,95% (Rp14,06 triliun) dan pada tahun 2012 kembali mengalami peningkatan sebesar 21,09% (Rp22,80 triliun). Sementara itu berdasarkan harga

Page 17: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

xvANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

konstan, Belanja Modal juga mengalami kenaikan pada tahun 2011, yaitu sebesar 6,04% (Rp2,4 triliun), dan pada tahun 2011 Belanja Modal kembali meningkat sebesar 6,04% (Rp2,39 triliun). Pada tahun 2011 dan 2012, ternyata kenaikan realisasi Belanja Modal berdasarkan harga konstan lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan berdasarkan harga yang berlaku.

Perbedaan defisit/surplus dalam anggaran dengan realisasi memberikan gambaran tingkat akurasi perencanaan daerah dalam penganggaran pendapatan dan belanja daerah, baik di sisi pendapatan atau belanja. Semakin besar gap anggaran dan realisasi surplus/ defisit maka hal itu menggambarkan perencanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang kurang tersusun dengan baik. Tahun 2009 APBD dianggarkan defisit sebesar Rp47,96 triliun dan realisasi APBD juga terjadi defisit sebesar Rp11,46 triliun, dengan kata lain terdapat gap atau selisih sebesar Rp36,50 triliun. Secara visual selisih tersebut terlihat semakin besar, hingga di tahun 2012 gap tersebut mencapai Rp69,5 triliun. Gap tahun 2012 sebagian besar berasal dari pelampauan realisasi pendapatan yang lebih besar dari anggaran sebesar Rp65,5 triliun, yang secara terperinci angka tersebut 29,5% berasal dari pelampuan PAD dan sebesar 67,5% berasal dari pendapatan dana bagi hasil dan dana penyesuaian yang lebih tinggi dari yang dianggarkan daerah serta sisanya berasal dari pendapatan lainnya. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya penyebab utama terjadinya selisih surplus/ defisit anggaran dan realisasi berasal dari faktor eksternal di luar kewenangan Pemerintah Daerah, karena alokasi DBH dan dana penyesuaian dianggarkan oleh Pemerintah Pusat.

SiLPA tahun berkenaan mempunyai pergerakan yang meningkat dalam kurun waktu empat tahun terakhir (2009-2012), bahkan besaran SiLPA tahun 2012 hampir mencapai dua kali lipat tahun 2009 (dari Rp52 triliun menjadi Rp 99 triliun). Kondisi ini menunjukkan gejala yang kurang baik karena semakin besar SiLPA tahun berkenaan maka menjadi indikasi semakin besar dana yang tidak digunakan dalam memenuhi pelayanan dasar kepada masyarakat. Peningkatan SiLPA tidak hanya terlihat dalam nominal harga berlaku, namun juga terlihat meningkat dalam nominal harga konstan. SiLPA harga konstan diperoleh dengan membagi nilai nominal dengan angka deflator.

Untuk mengetahui potret kesehatan keuangan daerah, dilakukan analisis terhadap indikator-indikator kesehatan keuangan daerah. Berdasarkan hasil perhitungan

Page 18: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

xvi ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

dapat diketahui bahwa Provinsi Kalimantan Timur mempunyai tingkat kesehatan keuanganyang tertinggi, sedangkan Provinsi Maluku mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah. Yang menarik adalah sebagian besar Provinsi di wilayah Sumatera memiliki tingkat kesehatan keuangan yang tinggi, dimana banyak daerah di wilayah Sumatera berada di atas rata-rata, melebihi daerah-daerah di wilayah Jawa yang sebagian besar berada di peringkat rata-rata bahkan ada daerah di Jawa yang kesehatan keuangannya di bawah rata-rata yaitu Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Justru beberapa daerah di wilayah Kalimantan memiliki kesehatan keuangan di atas rata-rata seluruh daerah. Hal ini cukup menarik, mengingat jika melihat keunggulan dalam pengelolaan keuangan dan ketersediaan sumber daya manusia, provinsi di wilayah Jawa memiliki tingkat pengelolaan keuangan daerah yang relatif lebih bagus dibandingkan dengan daerah di wilayah lain. Di samping itu, juga memiliki keunggulan dalam sumber daya manusia serta sarana dan prasarana infrastruktur dibandingkan daerah lain di wilayah Indonesia. Selain daerah provinsi, analisis terhadap indikator kesehatan keuangan daerah juga dilakukan untuk daerah kabupaten dan kota. Analisis indikator kesehatan keuangan per kabupaten dan kota dilakukan untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan masing-masing kabupaten dan kota dengan melihat nilai akhir (score) dari masing-masing kabupaten dan kota. Dalam analisis ini digunakan pengelompokan daerah berdasarkan suatu kluster yang membagi daerah kabupaten menjadi 5 (lima) kluster berdasarkan luas wilayah, dan membagi daerah kota menjadi 5 (lima) kluster berdasarkan jumlah penduduk. Hasil perhitungan dan analisis secara lengkap terlampir.

Perbandingan antara realisasi belanja dengan pertumbuhan ekonomi berdasarkan provinsinya pada tahun 2012 dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi nasional adalah sebesar 6,30%, dengan 19 provinsi memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun jumlah provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi di bawah pertumbuhan ekonomi nasional jauh lebih besar, akan tetapi pertumbuhan ekonomi daerah-daerah tersebut masih berada di sekitar angka pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi yang mempunyai pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar 15.84%, sedangkan provinsi yang mempunyai pertumbuhan ekonomi negatif adalah Provinsi NTB. Untuk Provinsi NTB, meskipun memiliki realisasi belanja yang tinggi, namun pertumbuhan ekonominya negatif.

Page 19: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

1ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

BAB I GAMBARAN UMUM REALISASI APBD

Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu alat ukur untuk melihat implementasi dari kebijakan dan operasionalisasi pelaksanaan pengelolaan keuangan suatu daerah dalam upaya mewujudkan pelayanan publik yang optimal serta upaya dalam mendorong pembangunan ekonomi di daerah. Besarnya realisasi anggaran dan jenis belanjanya mengindikasikan besarnya komitmen dan keseriusan suatu pemerintahan daerah pada aspek-aspek yang menjadi prioritas daerah.

Dalam gambaran umum realisasi APBD Tahun Anggaran (TA) 2012, akan dilihat realisasi dari 524 daerah, yang terdiri dari 33 provinsi, 398 Kabupaten, dan 93 kota. Secara ringkas buku ini akan membahas tentang perbandingan realisasi APBD TA 2012 dengan anggarannya dan perbandingan data realisasi APBD TA 2012 dengan realisasi APBD tahun-tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan, belanja maupun pembiayaannya. Selain itu akan disajikan analisis tentang beberapa indikator kinerja keuangan maupun implikasinya terhadap indikator perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Potret mengenai Realisasi APBD TA 2012 secara agregat nasional, seluruh provinsi, kabupaten, dan kota bisa dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012

Mata Anggaran

Jumlah Anggaran

Nasional (Konsolidasi)

ProvinsiKabupaten/

Kota

Pendapatan 625.650 185.883 461.071

PAD 132.055 86.295 45.760

Page 20: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

2 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Mata Anggaran

Jumlah Anggaran

Nasional (Konsolidasi)

ProvinsiKabupaten/

Kota

Dana Perimbangan 406.494 62.005 344.489

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 87.101 37.584 70.821

Belanja 596.878 179.327 438.855

Belanja Pegawai 260.870 33.884 226.986

Belanja Barang dan jasa 120.231 41.262 78.969

Belanja Modal 130.926 29.863 101.064

Lain-lain 84.850 74.318 31.836

Surplus/Defisit 28.771 6.556 22.216

Pembiayaan Netto 70.360 23.399 46.960

Penerimaan Pembiayaan 81.697 26.435 55.262

Pengeluaran Pembiayaan 11.337 3.035 8.302

Silpa Tahun Berkenaan 99.131 29.955 69.176

Sumber: DJPK (data diolah)

*) Konsolidasi APBD adalah proses penggabungan APBD Kab/kota dengan provinsi dengan menghilangkan reciprocal account, hal tersebut dilakukan supaya tidak ada penghitungan ganda antara transfer provinsi ke kab/kota dengan pendapatan kab/kota, dengan menghilangkan reciprocal account besaran pendapatan dan belanja secara total lebih kecil namun besaran surplus/defisit tetap.

Page 21: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

3ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Tabel 1.2 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012

Mata Anggaran

Persentasi perbandingan APBD dan Realisasi APBD 2012

Nasional (Konsolidasi)

ProvinsiKabupaten/

Kota

Pendapatan 111,70% 114,21% 111,29%

PAD 117,13% 114,95% 121,46%

Dana Perimbangan 106,70% 113,38% 105,58%

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 131,23% 113,89% 140,74%

Belanja 99,39% 103,05% 98,96%

Belanja Pegawai 99,81% 95,39% 100,51%

Belanja Barang dan jasa 98,21% 98,21% 98,21%

Belanja Modal 95,20% 93,86% 95,60%

Lain-lain 107,12% 114,93% 101,08%

Surplus/defisit 71,19% 58,23% 76,20%

Pembiayaan Netto 171,11% 205,10% 158,06%

Penerimaan Pembiayaan 156,75% 166,05% 152,66%

Pengeluaran Pembiayaan 103,08% 67,30% 127,97%

Sumber: DJPK (data diolah)

A. GAmbArAn UmUm reAlisAsi APbD 2012 secArA nAsionAlGambaran mengenai tingkat penyerapan APBD 2012 secara nasional dengan perbandingannya terhadap APBD dapat dilihat pada grafik 1.1.

Page 22: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

4 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 1.1

Perbandingan APbD dan realisasi APbD secara nasional Tahun Anggaran 2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012 memperlihatkan bahwa realisasi pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan anggarannya, sementara realisasi belanja daerah lebih rendah dibandingkan anggarannya. Selisih negatif realisasi belanja daerah ditambah dengan selisih positif realisasi pendapatannya mengakibatkan terjadi surplus di akhir tahun. Terjadinya surplus dalam realisasi APBD tahun 2012 ternyata lebih banyak didorong oleh terjadinya pelampauan pendapatan, dimana pelampauan realisasi pendapatan 111,70% dari anggaran, sementara realisasi belanja 99,39% dari anggaran. Pada tahun 2012, realisasi pendapatan lebih tinggi Rp65,4 triliun dan realisasi belanja daerah lebih rendah Rp3,6 triliun dari anggarannya. Kondisi ini sedikit berbeda dengan kondisi dua tahun terakhir (2010 dan 2011), di mana realisasi pendapatan maupun belanja lebih tinggi dari anggarannya.

Pada tahun 2012, faktor yang paling dominan dalam mendorong pelampauan perkiraan pendapatan daerah adalah pada pos Dana Perimbangan di mana

Page 23: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

5ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

sekitar 39% dari total pelampauan pendapatan berasal dari Dana Perimbangan, diikuti oleh pelampauan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar 31% dan pelampauan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 30%. Pelampauan Dana Perimbangan terutama didominasi oleh pos Dana Bagi Hasil (DBH), baik Dana Bagi Hasil dari pajak maupun sumber daya alam yang pelampauannya mencapai 98% dari total pelampauan Dana Perimbangan atau sekitar Rp25 triliun. Hal ini terjadi karena realisasi DBH, utamanya DBH SDA melampaui target yang dialokasikan ke dalam APBN 2012. Sementara pelampauan PAD lebih banyak dipengaruhi oleh pelampauan pajak daerah, yang mencapai 70% dari total pelampauan PAD. Jika dilihat lebih rinci, porsi pajak daerah lebih banyak disumbang oleh pajak daerah provinsi sebesar Rp8,7 triliun, sementara porsi pajak daerah kabupaten/kota sebesar Rp4,7 triliun dari total Rp13,4 triliun pelampauan pajak daerah secara nasional. Pelampauan PAD di kabupaten/kota mungkin merupakan dampak kebijakan pemerintah yang telah membuka keran penambahan sumber pajak daerah di kabupaten/kota melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perkotaan dan pedesaan.

Sementara di sisi yang lain, pada sektor belanja secara umum tidak terjadi pelampauan. Justru pada sektor belanja terlihat ada sekitar Rp3,6 triliun yang tidak terserap sesuai dengan anggaran. Walaupun terlihat pelampauan belanja di provinsi secara agregat, namun jumlah belanja yang tidak terealisasi di kabupaten/kota jauh lebih besar, sehingga jika dilihat secara nasional pelampauan belanja di provinsi tidak cukup untuk menutupi pelampauan belanja di kabupaten/kota. Hal ini menunjukkan bahwa daerah tidak cukup mampu mengejar peningkatan belanja pada saat terjadi tambahan pendapatan yang cukup signifikan dari sektor transfer pusat maupun peningkatan penerimaan pajak daerah, atau dapat dikatakan bahwa daerah belum mampu melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk menyerap pelampauan pendapatan tersebut. Yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa pelampauan belanja yang terjadi di daerah ternyata justru terjadi pada pelampauan belanja pegawai tidak langsung yaitu meningkat sebesar Rp26 triliun, sementara belanja modal justru tidak tercapai sebesar Rp6 triliun.

Kondisi tersebut di atas patut mendapat perhatian serius baik dari pusat maupun daerah sendiri. Harus diakui bahwa pendapatan APBD masih sangat bergantung kepada transfer dari pusat, sehingga informasi yang relatif cepat dan akurat atas

Page 24: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

6 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

besaran transfer yang dialokasikan ke daerah akan menjadi kunci bagi kecepatan dan keakurasian perencanaan anggaran di daerah. Hal ini sudah diupayakan lebih baik dari tahun ke tahun. Untuk alokasi tahun anggaran 2014, khususnya alokasi transfer Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Insentif Daerah (DID) pada akhir Oktober 2013 telah diinformasikan kepada seluruh pemerintah daerah, baik melalui website maupun melalui surat kepada masing-masing daerah.

Pekerjaan rumah yang masih harus terus dibenahi oleh pemerintah pusat adalah memperbaiki kualitas perencanaan alokasi DBH, mengingat hal ini membutuhkan kerjasama dengan berbagai kementerian/lembaga terkait penerimaan negara yang dibagihasilkan ke daerah. Di sisi lain, daerah juga perlu secara serius memperbaiki kinerja pengelolaan keuangan di daerahnya dan memperbaiki kualitas belanjanya, sehingga dapat terfokus pada upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan publik, bukan sekedar penyerapan belanja untuk keperluan aparatur.

b. GAmbArAn UmUm reAlisAsi APbD 2012 ProvinsiPola realisasi APBD provinsi hampir sama dengan pola realisasi APBD secara agregat nasional, di mana adanya surplus pada realisasi anggarannya. APBD agregat provinsi yang semula dianggarkan defisit Rp11 triliun, pada realisasinya menjadi surplus mencapai hampir Rp6,6 triliun. Sementara itu, pelampauan realisasi pembiayaan netto provinsi lebih tinggi Rp12 triliun, sehingga sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun berkenaan untuk agregat pemerintah provinsi juga meningkat menjadi Rp30 triliun.

Page 25: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

7ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 1.2

Perbandingan APbD dan realisasi APbD Provinsi Tahun Anggaran 2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Pelampauan pendapatan agregat provinsi lebih banyak diakibatkan oleh adanya pelampauan PAD, utamanya dari pajak daerah yaitu dengan kontribusi terhadap pelampauan PAD hingga 78%. Sebagai konsekuensi pelampauan target pajak daerah tersebut, maka secara otomatis juga terjadi pelampauan Dana Bagi Hasil provinsi ke kabupaten/kota sebagai dampak dari penerusan pelampauan dana bagi hasil yang didapat di provinsi. Sementara itu, porsi pelampauan pendapatan karena peningkatan realisasi DBH adalah 96% dari Rp7,3 triliun pelampauan Dana Perimbangan atau sebesar lebih kurang Rp7 triliun pelampauan Dana Perimbangan pada sektor pendapatan berasal dari DBH. Hal ini memberikan sinyal kepada Pemerintah Pusat, sebagai pihak yang berperan besar dalam menentukan anggaran alokasi Dana Bagi Hasil di daerah setiap tahunnya, agar dapat menemukan pendekatan yang paling tepat dalam memprediksi pendapatan bagi hasil di tahun anggaran yang bersangkutan.

Page 26: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

8 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Pada sektor belanja agregat provinsi, terjadi juga pelampauan realisasi belanja. Walaupun realisasi belanja secara nasional defisit, namun realisasi belanja agregat provinsi justru mengalami pelampauan. Pada tahun 2012 total pelampauan belanja agregat provinsi mencapai Rp5,3 triliun di mana didominasi oleh pelampauan Belanja Hibah dan Belanja Bagi Hasil serta tidak tercapainya realisasi belanja daerah pada sektor belanja yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya provinsi untuk menggenjot belanja publik guna menyesuaikan dengan pendapatan yang melebihi anggaran masih rendah, dan terkesan kurang terencana, karena besarnya dana yang dialokasikan ke belanja hibah yang seyogiyanya dapat digunakan untuk belanja yang lebih menyentuh sektor publik.

c. GAmbArAn UmUm reAlisAsi APbD 2012 KAbUPATen/KoTA

Grafik 1.3

Perbandingan APbD dan realisasi APbD Kabupaten/Kota

Tahun Anggaran 2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Page 27: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

9ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Realisasi APBD pada agregat kabupaten/kota tahun 2012 memiliki pola yang hampir sama dengan realisasi konsolidasi nasional, di mana terjadi pelampauan realisasi pendapatan tetapi defisit pada realisasi belanja. Pelampauan realisasi pendapatan mencapai Rp47 triliun di mana 44% (sekitar Rp20 triliun) adalah dari Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, kemudian 39% (sekitar Rp18 Triliun) dari Dana Perimbangan yang mana didominasi oleh DBH yang ditransfer baik oleh pusat maupun dari provinsi. Sementara komposisi pelampauan PAD terhadap pelampauan pendapatan secara agregat kabupaten/kota sebesar 17% atau sekitar Rp8 triliun.

Pada sektor belanja, realisasi APBD pada agregat kabupaten/kota tahun 2012 mengalami defisit hingga hampir Rp4,6 triliun. Defisit belanja terbesar diakibatkan oleh belanja modal yang tidak terealisasi sesuai anggaran sebesar lebih dari Rp4,6 triliun, kemudian diikuti belanja barang dan jasa yang tidak terealisasi sebesar Rp1,4 triliun. Sementara itu total agregat belanja kabupaten/kota menjadi lebih besar karena pelampauan realisasi belanja pegawai sebesar Rp1,2 triliun dan pelampauan realisasi belanja lain-lain sebesar Rp341 milyar. Hal tersebut di atas mengindikasikan bahwa komitmen kabupaten/kota dalam merealisasikan belanja modal masih kurang optimal, sehingga sekalipun adanya pencapaian pada pelampauan pendapatan, namun pertumbuhan pembangunan di daerah tidak serta merta turut meningkat karena tidak diikuti oleh penggunaan pendapatan tersebut untuk pembangunan di daerah kabupaten/kota masing-masing.

Page 28: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

10 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

D. GAmbArAn UmUm reAlisAsi APbD TAhUn 2008-2012Grafik 1.4

Tren realisasi Pendapatan dan belanja APbD Konsolidasi nasional

Tahun 2008 - 2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Grafik 1.5

realisasi surplus/Defisit APbD Konsolidasi nasional

Tahun 2008 – 2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Page 29: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

11ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Tren realisasi APBD dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada grafik di atas menunjukkan tren realisasi pendapatan yang selalu berada di atas 100% artinya secara keseluruhan selama 5 tahun terakhir realisasi pendapatan APBD nasional selalu melebihi anggaran pendapatan itu sendiri. Bahkan terdapat tren peningkatan jumlah nominal pelampauan realisasi pendapatan dari tahun ke tahun, sekalipun terjadi penurunan pada tahun 2009 dan 2012, tetapi secara agregat dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan. Demikian juga dengan tren realisasi belanja, di mana dapat kita lihat bahwa terdapat kecenderungan realisasi belanja APBD secara nasional hampir mencapai anggarannya, seperti yang terlihat pada garis merah, di mana realisasi belanja APBD nasional pada tahun 2008 hanya mencapai 94%, namun pada tahun 2012 mencapai 99%, bahkan sempat melampaui anggarannya pada tahun 2011 dengan capaian 101%. Demikian juga dengan realisasi pembiayaan, dari tahun ke tahun realisasi pembiayaan APBD secara nasional mengalami peningkatan, bahkan yang terlihat pada tahun 2012 mencapai 171%, hampir setengah dari yang dianggarkan.

Perbedaan defisit/surplus dalam anggaran dengan realisasi memberikan gambaran tingkat akurasi perencanaan daerah dalam penganggaran pendapatan dan belanja daerah, baik dari sisi pendapatan ataupun belanja. Semakin besar gap anggaran dan realisasi surplus/defisit maka hal itu menggambarkan perencanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang kurang tersusun dengan baik. Grafik 1.5 menyajikan pergerakan gap antara surplus/defisit antara anggaran dengan realisasi yang semakin besar. Tahun 2008 APBD dianggarkan defisit sebesar Rp43,65 triliun dan terealisasi surplus sebesar Rp12,84 triliun. Tahun 2009 APBD dianggarkan defisit sebesar Rp47,96 triliun dan realisasi APBD juga terjadi defisit sebesar Rp11,46 triliun, dengan kata lain terdapat gap atau selisih sebesar Rp36,50 triliun. Secara visual selisih tersebut terlihat semakin besar, hingga di tahun 2012 gap tersebut mencapai Rp69,3 triliun. Gap tahun 2012 sebagian besar berasal dari pelampauan realisasi pendapatan yang lebih besar dari anggaran sebesar Rp65,4 triliun, yang secara terperinci angka tersebut 29,5% berasal dari pelampuan PAD dan sebesar 67,5% berasal dari pendapatan dana bagi hasil dan dana penyesuaian yang lebih tinggi dari yang dianggarkan daerah serta sisanya berasal dari pendapatan lainnya.

Page 30: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

12 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Page 31: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

13ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

BAB II REALISASI PENDAPATAN DAERAH

A. PerbAnDinGAn AnGGArAn DAn reAlisAsi PenDAPATAn DAerAhPada Tahun Anggaran 2012 realisasi pendapatan daerah secara nasional mengalami peningkatan Rp65,55 triliun atau sebesar 11,70% dibandingkan anggarannya. Pelampauan pendapatan daerah pada tahun 2012 ini sedikit lebih rendah dibandingkan pelampauan pendapatan pada tahun 2011 yang mencapai Rp66,94 triliun.

Pelampauan pendapatan daerah yang terbesar pada tahun 2012 berasal dari komponen Lain-Lain Pendapatan Yang Sah yaitu sebesar Rp20,78 triliun atau terealisasi sebesar 131,23% (pagu anggaran Rp66,37 triliun sedangkan realisasinya Rp87,10 triliun), diikuti oleh pelampauan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp19,31 triliun atau terealisasi sebesar 117,13% (pagu anggaran Rp112,75 triliun sedangkan realisasi Rp132,06 triliun), dan pelampauan Dana Perimbangan Rp25,5 triliun atau terealisasi sebesar 106,70% (pagu anggaran Rp380,98 triliun sedangkan realisasi Rp406,49 triliun).

Pelampauan komponen Lain-lain Pendapatan Yang Sah didominasi oleh pos Dana Penyesuaian yang mencapai Rp19,04 triliun (37,4% dari anggaran). Pos lain yang tingkat pelampauannya cukup tinggi yaitu pos Lain-Lain dengan kenaikan sebesar Rp4,9 triliun (49,8% dari anggarannya). Sementara itu penerimaan dari pos Hibah dan Dana Darurat pada saat realisasi justru mengalami penurunan dibandingkan anggarannya.

Untuk komponen Dana Perimbangan, pelampauan terbesar berasal dari penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan SDA yang mengalami peningkatan sebesar 30,8% dari anggaran atau sebesar Rp25,1 triliun. Hal ini dikarenakan

Page 32: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

14 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

realisasi DBH, terutama DBH SDA melampaui target yang telah dialokasikan dalam APBN 2012.

Sedangkan komponen PAD masih didominasi oleh pelampauan Pajak Daerah dan Lain-Lain PAD Yang Sah. Peningkatan realisasi pajak daerah pada tahun 2012 mencapai Rp13,4 triliun. Terjadinya pelampauan pendapatan dari pajak daerah ini menunjukkan adanya kemungkinan pemerintah daerah masih menargetkan penerimaan pajaknya secara pesimis sehingga selalu terjadi pelampauan penerimaan dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya akan berpotensi pada terbentuknya SiLPA di akhir tahun anggaran, karena pendapatan daerah tidak dapat dialokasikan pada belanja secara optimal. Pos Lain-Lain PAD ternyata juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar Rp4,4 triliun, lebih tinggi dari pendapatan Retribusi yang hanya mengalami peningkatan sebesar Rp1,5 triliun.

Grafik 2.1

Perbandingan Anggaran - realisasi Pendapatan nasional TA 2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Page 33: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

15ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

b. KomPosisi PenDAPATAn DAerAhKomposisi realisasi pendapatan secara nasional seperti tampak dalam grafik 2.2 di bawah, menunjukkan bahwa Dana Perimbangan masih merupakan pendapatan yang berkontribusi paling besar bagi daerah (65%). Kondisi ini menunjukkan bahwa daerah masih sangat tergantung pada transfer dari Pemerintah Pusat. Di urutan kedua adalah PAD (21%) dan yang ketiga Lain-Lain Pendapatan Yang Sah (14%).

Satu hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah peningkatan penerimaan dari pos Lain-Lain PAD yang nilainya cukup signifikan yaitu Rp4,4 triliun. Dalam pos Lain-Lain PAD tersebut terdapat pos Pendapatan Bunga. Kondisi ini perlu dicermati mengingat sepanjang tahun 2012 jumlah dana yang dimiliki daerah yang tersimpan dalam perbankan relatif cukup besar. Banyaknya dana idle di perbankan tentunya akan meningkatkan pendapatan bunga bagi daerah.

Grafik 2.2

Komposisi Pendapatan Daerah secara nasional dan Provinsi

(dalam triliun Rupiah dan persentase)

Sumber: DJPK (data diolah)

Berbeda dengan nasional, komposisi pendapatan untuk provinsi yang terbesar berasal dari PAD yaitu sebesar 47%. Hal ini dikarenakan basis pajak provinsi yang cukup besar sehingga penerimaan dari pajak daerah memberikan kontribusi yang besar bagi APBD. Proporsi Dana Perimbangan yang diterima oleh provinsi hanya

Page 34: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

16 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

sebesar 33%, sedangkan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah hanya memberikan kontribusi sebesar 20% yang masih didominasi oleh penerimaan transfer Dana Penyesuaian.

Adapun realisasi pendapatan APBD provinsi tahun 2012 adalah Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp86,3 triliun (realisasi 114,9%), Dana Perimbangan Rp62 triliun (realisasi 113,4%), dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah sebesar Rp37,6 triliun (realisasi 113,9%).

Grafik 2.3

Komposisi realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota

(dalam triliun Rupiah dan persentase)

Sumber: DJPK (data diolah)

Proporsi pendapatan APBD kabupaten/kota sebagaimana terlihat pada grafik 2.3 menunjukkan bahwa pendapatan kab/kota sangat didominasi oleh penerimaan dari Dana Perimbangan, yaitu sebesar 75% dengan komponen terbesar adalah Dana Alokasi Umum. Penerimaan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah memiliki kontribusi sebesar 15%. Tidak berbeda dengan provinsi, penerimaan terbesar komponen ini berasal dari transfer Dana Penyesuaian dari Pemerintah Pusat.

Sementara itu Pendapatan Asli Daerah hanya memberikan kontribusi terhadap APBD sebesar 10%. Komponen PAD belum mampu memberikan kontribusi yang cukup

Page 35: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

17ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

signifikan bagi Kabupaten/Kota meskipun penerimaannya mengalami kenaikan sebesar Rp10 triliun dibandingkan tahun 2011. Dari keseluruhan komponen PAD, Pajak Daerah memberikan kontribusi sebesar Rp22,2 triliun (48,6%) dan Lain-Lain PAD sebesar Rp13,9 triliun (30,4%). Bagi kabupaten/kota penerimaan Lain-Lain PAD ternyata juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi APBD.

Realisasi pendapatan daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia adalah PAD sebesar Rp45,7 triliun (realisasi 121,5%), Dana Perimbangan Rp344,5 triliun (realisasi 105,6%), dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah yaitu sebesar Rp70,8 Triliun (realisasi 140,7%).

c. Tren reAlisAsi PenDAPATAn DAerAh nAsionAl (hArGA berlAKU DAn hArGA KonsTAn)Tren realisasi pendapatan nasional dapat dilihat pada grafik 2.4 di bawah ini. Kedua grafik tersebut menunjukkan pola realisasi pendapatan daerah yang terus meningkat dari tahun 2009-2012 meskipun menggunakan dua pendekatan yang berbeda. Pendekatan dengan harga konstan tahun 2000 dan memperhitungkan faktor perubah harga seperti inflasi pada tahun 2009 - 2012, sedangkan pendekatan dengan harga berlaku tidak memperhitungkan faktor perubah harga pada tahun 2009 - 2012.

Tren realisasi jenis pendapatan PAD secara nasional berdasarkan harga berlaku mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2012 penerimaan daerah melalui PAD mengalami peningkatan sebesar 20,9% atau Rp23 triliun dibandingkan tahun 2011. Sementara itu, berdasarkan harga konstan jenis pendapatan PAD juga mengalami peningkatan di tahun 2012 sebesar 15,4% atau Rp6 triliun.

Page 36: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

18 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 2.4

Tren realisasi Pendapatan Daerah nasional

Sumber: DJPK (data diolah)

Tren realisasi PAD secara nasional berdasarkan harga berlaku terus mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2011 meningkat sebesar 34,6% (Rp28 triliun) dan tahun 2012 kembali mengalami peningkatan sebesar 20,9% (Rp23 triliun). Sementara itu berdasarkan harga konstan, PAD juga mengalami peningkatan dari tahun 2009-2012 meskipun dengan persentase yang lebih rendah. Tahun 2011 realisasi PAD meningkat sebesar 25,9% (Rp8 triliun) dan tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 15,4% (Rp6 triliun).

Tren realisasi Dana Perimbangan secara nasional juga mengalami kenaikan baik berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan harga berlaku pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 12,2% (Rp37 triliun) dan di tahun 2012 kembali menunjukkan kenaikan sebesar 18% (Rp62 triliun). Menurut harga konstan, Dana Perimbangan juga mengalami kenaikan meskipun secara persentase jauh lebih rendah dari harga berlaku. Tahun 2011 telah terjadi peningkatan sebesar 4,9% (Rp5 triliun) dan pada tahun 2012 naik sebesar 12,6% (Rp15 triliun).

Page 37: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

19ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Tidak berbeda dengan PAD dan Dana Perimbangan, tren Lain-lain Pendapatan yang Sah juga mengalami peningkatan baik dalam harga berlaku maupun harga konstan. Peningkatan harga berlaku di tahun 2011 sebesar 20% (Rp12 triliun) dan di tahun 2012 sebesar 18,2% (Rp13 triliun), sedangkan berdasarkan harga konstan peningkatannya pada tahun 2011 sebesar 12,2% (Rp3 triliun) dan pada tahun 2012 sebesar 12,8% (Rp3 triliun).

Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendapatan daerah baik secara keseluruhan maupun per jenis pendapatan mengalami kenaikan baik menggunakan pendekatan harga berlaku maupun harga konstan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan realisasi pendapatan secara riil dari tahun 2009 hingga 2012.

D. rAsio PAjAK DAerAh TerhADAP ToTAl PenDAPATAn DAerAhRasio pendapatan pajak daerah terhadap total pendapatan daerah menggambarkan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak di daerah terhadap total pendapatan daerah selama satu periode anggaran. Rasio ini menunjukkan bagaimana komposisi penerimaan dari sektor pajak daerah terhadap pendapatan yang dapat dihasilkan oleh daerah. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan pendekatan closed list memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk memberdayakan potensi yang dimiliki dengan kebijakan diskresi penetapan tarif pajak yang dimiliki pemerintah daerah.

Selain itu, salah satu kebijakan baru dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 adalah adanya pengalihan kewenangan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari pusat ke daerah. Dengan kebijakan yang diberikan pada UU Nomor 28 Tahun 2009 tersebut diharapkan agar daerah dapat melakukan pemungutan pajaknya dengan lebih optimal.

Page 38: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

20 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 2.5

Tren rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah

secara nasional TA 2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Grafik 2.5 menunjukkan tren rasio pajak daerah terhadap total pendapatan dari tahun 2009 hingga 2012 secara agregat nasional pada APBD dan realisasinya. Tren yang ditunjukkan terus meningkat dari tahun ke tahun baik pada anggaran maupun realisasi. Peningkatan tren anggaran menunjukkan adanya peningkatan sekitar 1% setiap tahunnya dan peningkatan rasio terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 1,5% dari tahun 2010. Tren rasio pajak berdasarkan realisasi APBD menunjukkan peningkatan dari tahun 2009-2011 sekitar 1 hingga 2 persen tetapi tahun 2012 hanya mengalami peningkatan sebesar 0,16% dari tahun 2011.

Grafik tersebut juga menunjukkan bahwa penerimaan pajak selalu terealisasi lebih besar dibandingkan yang telah dianggarkan daerah dalam APBD. Perbedaan terkecil antara realisasi dengan anggaran terjadi pada tahun 2009 yaitu sekitar 0,3% dan yang terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu sekitar 1,2%. Deviasi terbesar pada tahun 2011 tersebut disebabkan karena adanya jenis pajak daerah baru, yaitu BPHTB yang mulai efektif dialihkan sebagai pajak daerah pada tanggal 1 Januari 2011. Mengingat tahun 2011 adalah tahun pertama BPHTB sebagai pajak

Page 39: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

21ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

daerah, sehingga terdapat kecenderungan pemerintah daerah mengganggarkan pendapatan dari BPHTB relatif pesimis dibandingkan potensi yang sebenarnya. Pengaruh pengalihan BPHTB terhadap peningkatan PAD dapat terlihat lebih jelas pada Grafik 2.6 yang menyajikan tren rasio pajak secara agregat Kabupaten/Kota.

Grafik 2.6

Tren rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah

Agregat Kabupaten/Kota TA 2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Pada Grafik 2.6 tampak bahwa pada tahun 2009 dan 2010, rasio pajak berdasarkan realisasi relatif stabil pada kisaran 2,5%. Namun, sejak tahun 2011, terlihat adanya peningkatan tren dari rasio dimaksud. Pada tahun 2012, rasio pajak hampir dua kali lipat dari rasio pajak pada tahun 2010. Hal ini menunjukan betapa signifikannya pengaruh BPHTB terhadap penerimaan pajak kabupaten/kota.

Page 40: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

22 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

e. PenGArUh TrAnsfer AKhir TAhUn TerhADAP silPA TAhUn berKenAAnBagian ini akan disajikan kajian sederhana/analisis terkait dengan besaran SILPA tahun berkenaan pada tahun 2012. Sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah Pusat melakukan transfer ke daerah secara berkala dan bertahap sesuai jadwal yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. Pada bulan Desember, pemerintah pusat juga tetap melakukan transfer ke pemerintah daerah. Untuk tahun 2012, transfer pada bulan Desember mencapai Rp36,8 triliun (Rp28,9 triliun diantaranya merupakan dana transfer yang non-earmarked). Jumlah tersebut berkisar 7,8% dari total dana yang digelontorkan kepada pemerintah daerah pada tahun 2012, yaitu sebesar Rp470, triliun.

Penyaluran dana transfer ke daerah yang mendekati akhir tahun anggaran disinyalir memberikan sumbangan signifkan terhadap terbentuknya SILPA di daerah. Tentunya ada faktor lain yang menyebabkan terbentuknya SILPA pada APBD, antara lain adanya permasalahan dalam manajemen pengelolaan keuangan daerah khususnya manajemen kas daerah (Tuba Bali, 2013). Manajemen kas daerah dan transfer ke daerah sangat erat hubungannya. Pada bagian sebelumnya disebutkan bahwa transfer ke daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang dominan, maka kekurangtepatan pengelolaan kas dan transfer ke daerah pada akhir tahun akan menyebabkan sisa dana APBD yang tidak terserap (SILPA) cukup besar.

Untuk melihat adanya pengaruh dari transfer ke daerah terhadap SILPA di daerah, data yang akan digunakan adalah data transfer ke daerah non-earmarked yang disalurkan pada bulan Desember tahun 2012. Penggunaan data penyaluran bulan Desember didasarkan pada asumsi bahwa adanya kenaikan dana perimbangan, terutama DBH Pajak dan SDA, dari alokasi semula tidak akan dapat dialokasikan lagi dalam belanja karena proses perubahan APBD tidak mungkin lagi dilakukan. Selanjutnya, untuk data SILPA Tahun 2012 digunakan data SILPA tahun berkenaan yang berasal dari realisasi APBD tahun 2012 dari 33 provinsi dan 491 kabupaten/kota. Karena keterbatasan data, angka SILPA tersebut tidak dipisahkan antara SILPA yang ter-earmark dan yang tidak. Deskripsi mengenai SiLPA Tahun 2012 secara rinci dibahas pada bagian pembiayaan.

Page 41: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

23ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Kajian singkat ini akan menggunakan metode kuantitatif berdasarkan analisis deskriptif dan analisis regresi linear sederhana. Analisis deskriptif akan menggunakan rasio transfer bulan Desember terhadap besaran SILPA di daerah untuk melakukan identifikasi awal atas pengaruh dana transfer ke daerah pada bulan Desember terhadap besaran SILPA di daerah. Selanjutnya analisis regresi akan dilakukan secara cross section untuk membuktikan hipotesis bahwa dana transfer ke daerah yang disalurkan pada akhir tahun memberikan pengaruh terhadap besaran SILPA di daerah.

1. AnAlisis DesKriPTif

Di dalam analisis deskriptif ini, angka Rasio Transfer Bulan Desember terhadap SILPA digunakan untuk mengukur sejauh mana Dana Transfer ke Daerah yang disalurkan bulan Desember memberikan kontribusi atas munculnya SILPA dalam APBD. Sebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya, nilai Transfer non-earmark yang disalurkan pada bulan Desember mencapai Rp28,9 triliun dan nilai SILPA yang digunakan pada penyusunan buku ini adalah Rp99,1 triliun. Secara persentase, nilai Transfer tersebut mencapai 29,2% dari nilai SILPA yang terbentuk pada tahun 2012. Persentase tersebut akan lebih besar jika nilai dari jenis transfer yang sudah ditentukan peruntukannya (seperti DAK dan DBH SDA DR) diperhitungkan, yaitu mencapai 37,1%.

Rasio yang diperoleh dari perhitungan, dikelompokan menjadi tiga klaster besar, yaitu daerah dengan rasio negatif, rasio diantara 0%-100%, dan rasio diatas 100%.

Tabel 2.1 Klaster Rasio Transfer Desember 2012/ Besaran SILPA 2012

KeteranganKlaster Rasio

<0% 0-100% >100%

Jumlah Daerah 9 471 44

Total SILPA (59,508,883,613) 96,913,231,911,478 2,277,055,620,106

Jumlah Transfer Non-Earmark Bulan Desember

76,867,276,014 24,488,325,344,417 4,351,234,428,158

Page 42: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

24 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Dari Tabel 2.1 terlihat bahwa terdapat 9 daerah yang mempunyai SILPA negatif dengan nilai mencapai Rp59,5 miliar sehingga menghasilkan rasio negatif. Karena keterbatasan data, hal-hal yang mengakibatkan terjadinya SILPA negatif tersebut tidak diuraikan pada kajian ini. Rasio negatif menunjukkan bahwa penerimaan transfer pada bulan Desember tidak berhasil menutup besarnya belanja yang telah direalisasikan oleh pemerintah daerah. Jika dilihat dari besaran transfer yang diterima oleh sembilan daerah tersebut, jumlahnya hanya sebesar Rp76,87 miliar atau 0,27% dari total transfer non earmarked bulan Desember. Rasio negatif juga menunjukkan bahwa kesembilan pemerintah daerah mengalami krisis kas baik pada akhir tahun 2012 maupun pada awal tahun 2013. Pemerintah daerah tersebut perlu memperbaiki kinerja manajemen kasnya sehingga krisis kas dapat dihindari.

Sementara itu, jumlah daerah dengan rentang rasio antara 0%-100% adalah sebanyak 471 daerah. Dengan rentang rasio tersebut, dapat dikatakan bahwa 100% atau sebagian besar dana transfer non earmarked pada bulan Desember menjadi SILPA. Total SILPA dari daerah-daerah tersebut mencapai Rp96,91 triliun Adapun besaran transfer non earmarked yang diterima oleh 471 daerah tersebut pada bulan Desember mencapai 84,69% dari total transfer non earmarked bulan bersangkutan. Untuk klaster ini, dana transfer non earmarked menyumbang sebesar 25,3% dari SILPA yang terbentuk.

Pada klaster ketiga, yaitu dengan rasio diatas 100%, terdapat 44 daerah dengan total nilai SILPA mencapai Rp2,28 triliun. Adapun nilai transfer non earmarked yang diterima pada bulan Desember sebesar Rp4,35 triliun. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar transfer non earmarked pada bulan Desember membentuk SILPA. Disamping itu, nilai rasio yang jauh diatas 100% (yakni jumlah SILPA jauh dibawah jumlah transfer bulan Desember) juga menunjukan bahwa pemerintah daerah sangat tergantung pada transfer yang diterima bulan Desember untuk menutupi belanja-belanja yang telah direalisasikan.

2. AnAlisis reGresi

Dengan menggunakan alat bantu Microsoft Excel, dilakukan uji coba model untuk mencari keterkaitan antara variable transfer ke daerah bulan Desember 2012 sebagai independent variable (terikat) dan variable besaran SILPA Tahun 2012

Page 43: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

25ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

sebagai dependent variable (tergantung). Model yang diperoleh dari pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut:

Y = 60.388.049.548,24 + 2,417 x1 + e

12.707.918.533,82 0,0658

R-Square menunjukkan angka 0,72, yang berarti bahwa model yang diperoleh memiliki level goodness of fit yang cukup bagus dan bahwa variabel transfer bulan Desember 2012 mampu menjelaskan sekitar 72% dari nilai SILPA tahun 2012. Koefisien yang positif tersebut selaras dengan koefisien korelasi antara kedua variabel sebesar 0,85.

Uji koefisien khususnya terhadap variabel independen menujukkan bahwa variable yang digunakan memiliki pengaruh terhadap besaran SILPA di daerah. Dari persamaan regresi tersebut, dapat disimpulkan bahwa transfer bulan Desember mempunyai pengaruh positif terhadap nilai SILPA dengan nilai koefisien (ß1) sebesar 2,417. Jika transfer bulan Desember naik Rp1, maka berdasarkan persamaan regresi tersebut SILPA akan meningkat sebesar Rp2,4.

Page 44: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

26 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Page 45: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

27ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

BAB III REALISASI BELANJA DAERAH

Salah satu tugas penting dari pemerintahan daerah adalah menyediakan layanan administratif dan infrastruktur publik melalui alokasi belanja daerah pada APBD. Perwujudan pelayanan publik di daerah tentunya berkorelasi erat dengan kebijakan belanja daerah. Realisasi belanja daerah merupakan realisasi penyerapan belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendanai seluruh program/kegiatan yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan publik di daerah.

A. PerbAnDinGAn AnGGArAn DenGAn reAlisAsi belAnjA DAerAh

Grafik 3.1

Perbandingan Anggaran dengan realisasi

belanja Daerah APbD Tahun Anggaran 2012

Sumber : DJPK (data diolah)

Page 46: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

28 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Realisasi belanja daerah secara nasional tahun 2012 adalah Rp596,88 triliun, masih lebih kecil jika dibandingkan dengan pagu anggaran sebesar Rp600,51 triliun atau secara persentase realisasi belanja daerah mencapai 99,39%. Komponen belanja yang tingkat penyerapannya di atas 100% hanyalah Belanja Lainnya yaitu sebesar 107,12% (realisasi Rp84,85 triliun sedangkan pagu anggaran Rp79,21 triliun), sedangkan komponen belanja yang tingkat penyerapannya masih di bawah 100% meliputi Belanja Pegawai yaitu sebesar 99,81% (realisasi Rp260,87 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp261,36 triliun), Belanja Barang dan Jasa sebesar 98,21% (realisasi Rp120,23 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp122,42 triliun), dan Belanja Modal sebesar 95,20% (realisasi Rp130,93 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp137,53 triliun).

Apabila kita hanya melihat realisasi belanja yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan anggaran (induk/awal), maka hal tersebut bisa menjadi sangat bias, karena seolah-olah penyerapan belanja APBD sangat baik padahal tidak sepenuhnya seperti itu. Pada tahun 2012 telah terjadi perubahan yang cukup signifikan terhadap APBD pada saat tahun anggaran sedang berjalan, terutama di sisi pendapatan APBD, baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun Dana Perimbangan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa penetapan angka pendapatan APBD sangat tergantung kepada informasi transfer dari Pusat, dan sayangnya, praktis hanya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) saja yang informasinya benar-benar sesuai dengan jadwal tenggat waktu penetapan APBD 2012, yaitu sebelum 31 Desember 2011 yaitu pada minggu pertama November 2011. Informasi atas seluruh jenis dana transfer lainnya sudah melewati tanggal tersebut.

Adapun transfer Dana Bagi Hasil (DBH) baru dapat terinformasikan setelah tahun anggaran telah berjalan yaitu sekitar Januari s/d Maret 2012. Sebagai akibatnya, daerah cenderung menganggarkan sangat pesimis (under estimate) pendapatan yang belum terinfokan tersebut. Mengingat bahwa struktur pendapatan APBD sangat didominasi oleh transfer dari Pusat, maka kecepatan dan keakuratan informasi transfer dari pusat menjadi sangat krusial bagi daerah. Oleh karena itulah yang paling tepat seharusnya melihat angka pada Perubahan APBD, namun mengingat data APBD Perubahan tidak lengkap maka dalam buku ini sebagai pembanding realisasi APBD menggunakan angka APBD induk/awal.

Page 47: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

29ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Beberapa hal yang cukup memprihatinkan justru terlihat apabila melihat data secara lebih detail. Pada Grafik 3.1 di atas terlihat bahwa ternyata yang mengalami pelampauan target belanja (dari pagu anggaran induk) cukup tinggi adalah Belanja Pegawai tidak langsung, atau biasa disebut sebagai “Gaji PNS”, yaitu sebesar 111,26% (realisasi Rp258,17 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp232,05 triliun). Sementara Belanja Pegawai langsung yang terkait dengan program/kegiatan justru mengalami realisasi di bawah target yaitu sebesar 9,20% (realisasi Rp2,70 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp29,30 triliun).

Realisasi Belanja Modal yang merupakan variabel penting dalam penyediaan infrastruktur publik hanya mencapai 95,20% dari anggaran induk (realisasi Rp130,93 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp137,53 triliun), atau masih kurang Rp6,6 triliun dari anggaran. Padahal seharusnya dengan peningkatan alokasi pendapatan transfer dari Pusat (yang informasinya baru didapat pada saat tahun anggaran 2012 berjalan), maka anggaran belanja juga harus segera menyesuaikan sehingga pendapatan daerah bisa semaksimal mungkin teralokasikan untuk belanja yang langsung berdampak pada peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik.

Salah satu kelemahan yang seringkali terjadi adalah adanya kecenderungan daerah untuk melakukan perubahan APBD pada saat menjelang akhir tahun anggaran berjalan (di atas bulan September). Hal ini tentu saja sangat mengurangi kemampuan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyesuaikan belanja, karena waktu yang tersisa untuk melaksanakan kegiatan/proyek menjadi sangat sempit. Daerah mempunyai kecenderungan untuk melakukan perubahan APBD setelah diketahuinya hasil audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun sebelumnya sehingga dapat mengetahui secara pasti berapa besarnya Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi perubahan APBD hanya pada penyesuaian yang sifatnya administratif dan kurang menyentuh aspek substansi penyebab perubahan serta dampak yang mungkin bisa didapatkan apabila momentum perubahan dilakukan lebih awal.

Sebab lain yang turut andil dalam keterlambatan penyesuaian belanja daerah ini juga dipengaruhi oleh aturan Permendagri yang memang mengaturnya sedemikian rupa. Namun apabila merujuk pada UU 17 Nomor 2003 tentang Keuangan Negara, dalam Pasal 28 menyebutkan bahwa perubahan APBD dapat dilakukan apabila

Page 48: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

30 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan kebijakan umum APBD. Yang dimaksudkan dengan kebijakan umum APBD mencakup di antaranya adalah kebijakan yang terkait dengan upaya peningkatan pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan belanja daerah. Dua hal tersebut seharusnya sudah bisa dijadikan sebagai dasar bagi perubahan APBD. Dengan demikian, apabila melihat kondisi yang terjadi pada tahun 2012, seharusnya perubahan APBD sudah dapat dilakukan paling tidak sejak bulan Mei 2012.

Di samping permasalahan yang telah disebutkan di atas, beberapa hal yang juga menyebabkan rendahnya penyerapan Belanja Modal daerah adalah penetapan APBD yang terlambat, adanya efisiensi Belanja Modal dan berbagai kebijakan penghematan. APBD yang terlambat ditetapkan dapat menyebabkan pelaksanaan proyek jadi terhambat. Penyerapan belanja yang tidak dapat dimulai pada awal tahun anggaran akan menyebabkan proyek yang direncanakan pemerintah tidak dapat diselesaikan tepat waktu sehingga akan menghambat daya dorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Proses tender yang memakan waktu relatif lama menyebabkan waktu yang tersisa untuk menyelesaikan proyek-proyek di daerah menjadi lebih sedikit sehingga terdapat beberapa proyek yang tidak selesai pada akhir Desember 2012.

Page 49: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

31ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

b. KomPosisi reAlisAsi belAnjA DAerAh

Grafik 3.2

Komposisi realisasi belanja Daerah nasional Tahun Anggaran 2012

(dalam miliar rupiah dan persentase)

Sumber : DJPK (data diolah)

Grafik 3.2 menggambarkan bahwa secara nasional komposisi belanja daerah tahun 2012 didominasi oleh Belanja Pegawai yaitu sebesar 43,71% lebih rendah dibandingkan dengan realisasi tahun lalu sebesar 46,20%. Selanjutnya diikuti oleh Belanja Modal yaitu sebesar 21,94% lebih tinggi dari realisasi tahun lalu sebesar 21,70%, Belanja Barang dan Jasa sebesar 20,14% lebih rendah dari realisasi tahun lalu sebesar 21,20%, dan Belanja Lainnya sebesar 14,22% lebih tinggi dari realisasi tahun lalu sebesar 10,80%.

Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian, karena secara implisit daerah hanya menganggarkan sebagian kecil APBD-nya untuk jenis-jenis belanja selain Belanja Pegawai. Hal ini akan menyebabkan keterbatasan program dan kegiatan daerah di luar Belanja Pegawai yang bisa didanai, khususnya pada pos Belanja Modal yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Seharusnya dengan melihat realisasi pendapatan yang ternyata jauh lebih tinggi, maka belanja pelayanan publik bisa didorong lebih besar.

Apabila seluruh pelampauan pendapatan dalam APBD 2012 dapat dialokasikan untuk penambahan belanja (dengan asumsi bahwa Belanja Pegawai tetap), dapat

Page 50: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

32 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

diketahui bahwa alokasi belanja non Belanja Pegawai akan mengalami kenaikan dari 53,7% menjadi 64,2% dari total APBD. Meskipun hal tersebut hanya sebuah pengandaian, namun apabila pelampauan pendapatan sebesar Rp65,55 triliun tersebut benar-benar digunakan untuk menambah alokasi Belanja Modal dan Belanja Barang dan Jasa yang terkait pelayanan dasar kepada masyarakat, maka besar harapan bahwa hal tersebut akan memperluas jangkauan pelayanan publik dan sekaligus dapat mendorong pertumbuhan perekonomian daerah.

Grafik 3.3

Komposisi realisasi belanja Daerah Provinsi Tahun Anggaran 2012

(dalam miliar rupiah dan persentase)

Sumber : DJPK (data diolah)

Grafik 3.3 menunjukkan bahwa persentase realisasi belanja daerah provinsi terbesar adalah Belanja Lainnya, yaitu sebesar 41,44% lebih tinggi dibanding realisasi tahun lalu sebesar 31,80%, diikuti Belanja Barang dan Jasa sebesar 23,01% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 25,40%, Belanja Pegawai sebesar 18,90% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 23,00%, dan Belanja Modal sebesar 16,65% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 19,90%.

Berbeda dengan komposisi realisasi belanja daerah secara nasional, persentase realisasi belanja provinsi seluruh Indonesia yang terbesar adalah untuk Belanja Lainnya, yaitu berupa transfer Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten

Page 51: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

33ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

dan Kota. Hal ini wajar mengingat pelampauan pendapatan yang tertinggi untuk provinsi adalah dari pajak daerah, sehingga memang harus dibagihasilkan.

Selain itu pada Belanja Lainnya di APBD provinsi juga terdapat pos Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial. Mendekati tahun politik 2014, hal ini patut dicermati karena belanja ini sering menjadi isu yang panas dan banyak diperbincangkan di kalangan masyarakat.

Untuk provinsi, persentase realisasi Belanja Lainnya dan Belanja Barang dan Jasa memiliki tren meningkat sedangkan realisasi Belanja Pegawai dan Belanja Modal memiliki tren menurun.

Grafik 3.4

Komposisi realisasi belanja Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012

(dalam miliar rupiah dan persentase)

Sumber : DJPK (data diolah)

Untuk komposisi realisasi belanja daerah kabupaten/kota seluruh Indonesia, secara persentase realisasi belanja daerah didominasi oleh Belanja Pegawai yaitu sebesar 51,72% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 51,80%, kemudian diikuti oleh Belanja Modal dengan persentase sebesar 23,03% lebih tinggi dibanding realisasi tahun lalu sebesar 21,20%, Belanja Barang dan Jasa sebesar 17,99% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 18,70% dan Belanja Lainnya sebesar 7,25% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 8,30%.

Page 52: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

34 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Realisasi ini cukup menunjukkan ke arah yang membaik karena pada level kabupaten/kota, persentase realisasi Belanja Modal memiliki tren meningkat sedangkan realisasi Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja Lainnya memiliki tren menurun.

c. Tren reAlisAsi belAnjA DAerAh secArA nAsionAlUntuk mengetahui tren realisasi belanja daerah dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan dengan menggunakan harga berlaku dan menggunakan harga konstan. Harga konstan digunakan untuk melihat apakah nilai yang tertuang dalam APBD memang secara riil mengalami kenaikan atau penurunan.

Grafik 3.5 menunjukkan tren realisasi belanja dengan menggunakan harga berlaku yang tidak memperhitungkan faktor perubah harga pada tahun 2010-2012, sedangkan Grafik 3.6 menggunakan perhitungan dengan harga konstan berdasarkan angka GDP deflator dengan tahun dasar 2000. Harga konstan memperhitungan faktor perubah harga seperti inflasi pada tahun 2010-2012.

Grafik 3.5

Tren realisasi belanja Daerah nasional

(harga berlaku)

Sumber : DJPK dan BPS (data diolah)

Page 53: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

35ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 3.6

Tren realisasi belanja Daerah nasional

(Harga Konstan, Tahun 2000)

Sumber : DJPK dan BPS (data diolah)

Tren realisasi Belanja Pegawai secara nasional berdasarkan harga berlaku terus mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2011 meningkat sebesar 14,59% (Rp29,31 triliun) dan tahun 2012 kembali mengalami peningkatan sebesar 13,32% (Rp30,67 triliun). Sementara itu berdasarkan harga konstan, Belanja Pegawai pada tahun 2011 juga mengalami peningkatan meskipun dengan persentase yang lebih rendah yaitu sebesar 5,71% (Rp4,82 triliun), kemudian mengalami penurunan pada tahun 2012 sebesar 4,76% (Rp4,25 triliun).

Tren realisasi Belanja Barang dan Jasa secara nasional memiliki pola yang sama dengan tren realisasi Belanja Pegawai secara nasional baik menurut harga yang berlaku maupun berdasarkan harga konstan. Tren realisasi Belanja Barang dan Jasa secara nasional berdasarkan harga berlaku pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 31,04% (Rp25,06 triliun) dan pada tahun 2012 kembali meningkat sebesar 13,65% (Rp14,45 triliun). Berdasarkan harga konstan, pada tahun 2011 juga terjadi peningkatan untuk realisasi Belanja Barang dan Jasa

Page 54: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

36 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

sebesar 20,88% (Rp7,08 triliun), akan tetapi pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 4,49% (Rp1,84 triliun).

Tren realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami peningkatan baik menurut harga yang berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan harga yang berlaku, realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami kenaikan pada tahun 2011, yaitu sebesar 14,95% (Rp14,06 triliun) dan pada tahun 2012 kembali mengalami peningkatan sebesar 21,09% (Rp22,80 triliun). Sementara itu berdasarkan harga konstan, Belanja Modal juga mengalami kenaikan pada tahun 2011, yaitu sebesar 6,04% (Rp2,4 triliun), dan pada tahun 2011 Belanja Modal kembali meningkat sebesar 6,04% (Rp2,39 triliun). Pada tahun 2011 dan 2012, ternyata kenaikan realisasi Belanja Modal berdasarkan harga konstan lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan berdasarkan harga yang berlaku.

Tren Belanja Lainnya mengalami penurunan pada tahun 2011 baik dalam harga berlaku maupun harga konstan, yaitu sebesar 15,54% (Rp9,92 triliun) berdasarkan harga yang berlaku, dan sebesar 22,09% (Rp5,93 triliun) berdasarkan harga konstan. Sedangkan pada tahun 2012, realisasi Belanja Lainnya mengalami kenaikan baik dalam harga yang berlaku maupun harga konstan, yaitu sebesar 57,35% (Rp30,92 triliun) berdasarkan harga yang berlaku, dan sebesar 32,23% (Rp6,74 triliun) berdasarkan harga konstan. Pada tahun 2011, penurunan Belanja Lainnya berdasarkan harga konstan ternyata lebih besar dibanding penurunan berdasarkan harga yang berlaku, dan pada tahun 2012 peningkatan Belanja Lainnya berdasarkan harga konstan ternyata lebih kecil dibanding peningkatan Belanja Lainnya berdasarkan harga yang berlaku.

Dengan demikian, belanja daerah baik secara keseluruhan maupun per jenis belanja mempunyai pola kenaikan atau penurunan yang sama, meskipun besarannya berbeda, baik dengan memasukkan faktor perubah harga maupun tidak. Namun demikian, besaran persentase kenaikan berdasarkan harga yang berlaku lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan berdasarkan harga konstan, sebaliknya penurunan berdasarkan harga yang berlaku lebih rendah dibandingkan dengan penurunan berdasarkan harga konstan.

Page 55: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

37ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

D. reAlisAsi belAnjA DAerAh Per KAPiTA

Grafik 3.7

realisasi belanja Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012

(dalam rupiah)

Sumber : DJPK (data diolah)

Berdasarkan Grafik 3.7 dapat diketahui bahwa rata-rata realisasi belanja daerah per kapita adalah sebesar Rp4.000.562,00. Realisasi belanja daerah per kapita per provinsi memperlihatkan bahwa belanja daerah per kapita paling besar terjadi pada provinsi yang berada di wilayah timur Indonesia. Hal ini disebabkan oleh besarnya dana transfer pusat yang diberikan pada provinsi tersebut dan jumlah penduduk pada provinsi tersebut sedikit.

Belanja daerah per kapita terbesar adalah Provinsi Papua Barat yaitu sebesar Rp14.634.031,00, diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Papua, dengan belanja per kapita masing-masing sebesar Rp10.086.568,00 dan Rp9.256.187,00. Sedangkan belanja daerah per kapita di beberapa provinsi di Pulau Jawa merupakan yang terkecil. Hal ini disebabkan karena provinsi di Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang besar. Provinsi dengan belanja per kapita terkecil adalah Provinsi Jawa Barat yaitu sebesarRp1.436.104,00, diikuti oleh Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Tengah, masing-masing sebesar Rp1.518.477,00 dan Rp1.619.728,00.

Page 56: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

38 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

e. reAlisAsi belAnjA moDAl DAerAh Per KAPiTA

Grafik 3.8

realisasi belanja modal Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012

(dalam rupiah)

Sumber : DJPK (data diolah)

Berdasarkan Grafik 3.8 dapat diketahui bahwa rata-rata realisasi Belanja Modal per kapita adalah sebesar Rp953.567,00. Sama halnya dengan realisasi belanja daerah per kapita per provinsi, Belanja Modal daerah per kapita juga menunjukkan bahwa Belanja Modal per kapita paling besar terjadi pada provinsi yang berada di wilayah timur Indonesia.

Belanja Modal daerah per kapita terbesar adalah Provinsi Papua Barat yaitu Rp4.243.978,00 diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Papua dengan Belanja Modal per kapita masing-masing adalah Rp2.636.704,00 dan Rp3.523.115,00. Sedangkan Belanja Modal daerah per kapita terendah tetap dimiliki oleh beberapa provinsi di Pulau Jawa yaitu Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi D.I. Yogyakarta dengan belanja per kapita masing-masing adalah sebesar Rp223.446,00, Rp239.585,00, dan Rp255.092,00.

Page 57: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

39ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

BAB IV REALISASI SURPLUS/DEfISIT DAN

PEMBIAYAAN DAERAH

A. sUrPlUs/DefisiTModel penganggaran surplus/defisit dalam APBD memungkinkan realisasi pendapatan anggaran pemerintah daerah dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari realisasi belanjanya. Defisit terjadi apabila belanja daerah lebih besar dari pendapatannya, sedangkan jika pendapatan daerah lebih besar dari belanja daerah maka kondisi ini disebut dengan surplus. Secara nasional mayoritas daerah cenderung menganggarkan defisit dalam APBD-nya, di mana salah satu penyebabnya adalah adanya belanja daerah yang didanai oleh pembiayaan daerah, di samping beberapa alasan lain seperti daerah masih pesimis dengan pendapatan yang akan mereka terima di tahun berkenaan. Perbandingan APBD dan realisasi selama empat tahun terakhir dapat dilihat dalam grafik 4.1 berikut :

Grafik 4.1

Perbandingan suplus/Defisit pada Anggaran dan realisasi APbD 2009-2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Page 58: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

40 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Perbedaan defisit/surplus dalam anggaran dengan realisasi memberikan gambaran tingkat akurasi perencanaan daerah dalam penganggaran pendapatan dan belanja daerah, baik di sisi pendapatan atau belanja. Semakin besar gap anggaran dan realisasi surplus/defisit maka hal itu menggambarkan perencanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang kurang tersusun dengan baik. Grafik 4.1 menyajikan pergerakan gap antara surplus/defisit antara anggaran dengan realisasi yang semakin besar. Tahun 2009 APBD dianggarkan defisit sebesar Rp47,96 triliun dan realisasi APBD juga terjadi defisit sebesar Rp11,46 triliun, dengan kata lain terdapat gap atau selisih sebesar Rp36,50 trliun. Secara visual selisih tersebut terlihat semakin besar, hingga di tahun 2012 gap tersebut mencapai Rp69,5 triliun. Gap tahun 2012 sebagian besar berasal dari pelampauan realisasi pendapatan yang lebih besar dari anggaran sebesar Rp65,5 triliun, yang secara terperinci angka tersebut 29,5% berasal dari pelampuan PAD dan sebesar 67,5% berasal dari pendapatan dana bagi hasil dan dana penyesuaian yang lebih tinggi dari yang dianggarkan daerah serta sisanya berasal dari pendapatan lainnya. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya penyebab utama terjadinya selisih surplus/defisit anggaran dan realisasi berasal dari faktor eksternal di luar kewenangan Pemerintah Daerah, karena alokasi DBH dan dana penyesuaian dianggarkan oleh Pemerintah Pusat.

Dengan melihat indikator tersebut perlu kiranya dilakukan perbaikan dalam hal tahapan dan proses penganggaran DBH dan dana penyesuaian agar lebih memberi kepastian kepada pemda dalam hal informasi terkait besaran alokasi dan waktu penyalurannya kepada daerah, sehingga proses perencanaan penganggaran APBD dapat menjadi lebih baik dan tepat waktu. Hal ini berguna dalam mendukung belanja daerah yang sudah relatif baik dalam hal penyerapan, yang dapat dilihat dari semakin kecilnya persentase dana anggaran belanja daerah yang tidak terserap. Jumlah daerah yang mempunyai realisasi surplus/defisit dapat memberikan gambaran terkait distribusi surplus atau defisit yang terjadi, apakah peningkatan besaran surplus dibarengi dengan peningkatan jumlah daerah yang mempunyai realisasi APBD surplus atau tidak. Berikut disajikan pergerakan jumlah daerah yang mengalami realisasi APBD surplus dan defisit secara terpisah antara kabupaten/kota dan provinsi.

Page 59: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

41ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 4.2. Grafik 4.3.

Tren kabupaten/kota yang mengalami Tren Provinsi yang mengalami

surplus/defisit dalam realisasi APbD surplus/defisit dalam realisasi APbD

Sumber: DJPK (data diolah)

Tahun 2009-2011 jumlah kabupaten/kota yang mengalami surplus meningkat seiring dengan besaran gap defisit anggaran dengan surplus dalam realisasinya, namun di tahun 2012 jumlah daerah yang mengalami surplus mengalami penurunan, hal tersebut tidak berbanding lurus dengan besaran gap yang tetap meningkat. Kondisi tersebut mengindikasikan besaran nilai surplus perdaerah secara rata-rata mengalami peningkatan. Dengan melihat tabel 4.1 tampak bahwa pada tahun 2011-2012 rata-rata kabupaten/kota yang mengalami surplus meningkat dari Rp57,23 miliar menjadi Rp70,10 miliar.

Tabel 4.1 Rata-rata Besaran Surplus/defisit Per Daerah

2009 2010 2011 2012

Kab/Kota Surplus 3,200,107,472 41,232,821,608 57,232,307,990 70.102,450,610

Defisit -54,073,281,750 -36,879,354,227 -24,089,773,113 -24,507,952,543

Provinsi Surplus 200,124,464,546 257,710,984,820 396,612,455,079 317,007,954,244

Defisit -225,999,378,117 -173,931,306,666 -89,278,056,085 -116,952,957,952

Sumber: DJPK (data diolah)

Page 60: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

42 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Sedangkan rata-rata surplus provinsi untuk tahun 2012 mengalami penurunan sebesar Rp79,6 Miliar dibanding tahun sebelumnya, namun demikian jika DKI Jakarta tidak dimasukkan dalam perhitungan dalam tabel 4.1 tersebut maka penurunan besaran surplus provinsi akan menjadi dua kali lipat atau sebesar Rp146,8 Miliar. Menurunnya rata-rata surplus pemerintah provinsi menunjukkan besaran pelampauan pendapatan yang menurun dan/atau realisasi penyerapan belanja yang membaik. Realisasi APBD DKI mempunyai nilai surplus tertinggi sebesar Rp3,82 triliun dengan Anggaran yang defisit Rp3,18 triliun sehingga selisih keduanya mencapai Rp7,0 triliun, selisih tersebut mencapai 22,2% dari realisasi belanja DKI. Pelampauan PAD dan DBH mempunyai kontribusi sebesar 81,9% selisih defisit anggaran dengan realisasi surplus, sedangkan kontribusi utama yang berasal dari belanja adalah tidak terealisasinya belanja modal sebesar Rp2,16 triliun.

b. PembiAyAAn DAerAhRealisasi pembiayaan daerah lebih didominasi penerimaan pembiayaan dibanding dengan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan terdiri dari beberapa jenis, yaitu Sisa Lebih Penggunaan Anggaran tahun sebelumnya (SiLPA tahun sebelumnya), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan yang dipisahkan, penerimaan pinjaman dan penerimaan kembali pemberian pinjaman. Dari beberapa jenis penerimaan pembiayaan, maka SiLPA tahun sebelumnya merupakan sumber penerimaan pembiayaan yang paling dominan (96,6% total penerimaan pembiayaan), sedangkan penerimaan pembiayaan yang mempunyai resiko/kewajiban mengembalikan yaitu penerimaan pembiayaan dalam bentuk pinjaman hanya mempunyai kontribusi sebesar 1,1% total penerimaan pembiayaan. Grafik 4.4 memperlihatkan rincian penerimaan pembiayaan serta perbandingan antara anggaran dengan realisasi.

Page 61: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

43ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 4.4

rincian Penerimaan Pembiayaan APbD TA 2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Dalam grafik diatas menunjukkan bahwa realisasi SiLPA tahun sebelumnya lebih tinggi dari yang diperkirakan dalam anggaran yaitu mencapai 1,67 kali nilai yang dianggarkan. Realisasi surplus APBD dan nilai pembiayaan yang lebih tinggi dari anggaran pada tahun 2011 merupakan penyebab SiLPA tahun sebelumnya lebih tinggi dari yang dianggarkan. Adanya selisih SiLPA tahun sebelumnya dikarenakan Informasi SiLPA tahun sebelumnya (TA 2011) secara tepat diperoleh di akhir tahun anggaran 2011, sedangkan APBD 2012 sudah mulai disusun di pertengahan tahun 2011. Pencairan dana cadangan tahun 2012 merupakan angka yang cukup tinggi (Rp1,1 triliun) dibanding dengan tiga tahun sebelumnya yang berkisar di angka Rp650 miliar, hal ini dimungkinkan karena jumlah pemda yang menyelenggarakan pilkada meningkat. Penerimaan pembiayaan yang jumlahnya cukup besar lainnya

Page 62: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

44 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

adalah penerimaan pinjaman, meskipun dalam realisasinya cukup rendah yaitu hanya mencapai 26,8% dari penerimaan pinjaman yang dianggarkan.

Hal lain yang terkait dengan pembiayaan adalah pengeluaran pembiayaan, dengan jenis pengeluaran pembiayaan antara lain adalah penyertaan modal, pembayaran pokok utang, pemberian pinjaman daerah, pembayaran kegiatan lanjutan dan pengeluaran perhitungan pihak ketiga. Dibanding dengan penerimaan, nilai pengeluaran pembiayaan jauh lebih kecil hanya seperdelapan dari penerimaan pembiayaan. Realisasi penyertaan modal merupakan pengeluaran pembiayaan terbesar, dengan porsi berkisar 48,4% total pengeluaran pembiayaan, meskipun realisasi penyertaan modal masih lebih rendah dari yang dianggarkan seperti terlihat di grafik 4.5 berikut:

Grafik 4.5

rincian Pengeluaran Pembiayaan APbD TA 2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Pembayaran pokok utang mempunyai realisasi lebih tinggi dari yang dianggarkan (151%), di mana hal ini menunjukkan adanya penerimaan pinjaman ditahun 2012 yang belum dianggarkan di APBD 2012 namun dianggarkan di APBD Perubahan 2012.

Page 63: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

45ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

c. silPADalam realisasi APBD terdapat dua jenis SiLPA. Pertama, SiLPA tahun sebelumnya yang merupakan sisa penggunaan anggaran tahun sebelumnya dan merupakan bagian dari penerimaan pembiayaan. Kedua, SiLPA tahun berkenaan yang merupakan sisa penggunaan anggaran pada tahun berjalan dan akan menjadi salah satu penerimaan pembiayaan di tahun berikutnya. Dalam anggaran, SiLPA tahun sebelumnya cenderung dianggarkan lebih rendah dari realisasi di mana perbandingan tersebut dapat dilihat dalam grafik 4.6 berikut.

Grafik 4.6

Perbandingan Tren silPA Tahun sebelumnya antara Anggaran dan realisasi

Sumber: DJPK (data diolah)

Selisih anggaran dengan realisasi dapat dijadikan indikator untuk menunjukkan tingkat akurasi pemerintah daerah dalam hal perencanaan dan realisasi APBD, semakin kecil selisih menunjukkan pemerintah daerah dapat memperkirakan penerimaan dengan tepat dan penyerapan belanja yang baik. Sedangkan semakin besar selisih akan menunjukkan kondisi yang sebaliknya, yaitu dari segi penerimaan pendanaan pemda kurang dapat memperkirakan secara tepat dan/atau dari segi belanja penyerapannya kurang baik.

Page 64: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

46 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

SiLPA tahun berkenaan hanya dapat dilihat dalam realisasi APBD, karena pada umumnya dalam menyusun APBD pemerintah daerah cenderung menganggarkan berimbang antara surplus/defisit dengan pembiayaan sehingga nilainya akan nol. Untuk realisasi SiLPA tahun berkenaan tahun 2008-2012 dapat dilihat dalam grafik 4.7 berikut.

Grafik 4.7

Tren silPA Tahun berkenaan

Sumber: DJPK (data diolah)

SiLPA tahun berkenaan mempunyai pergerakan yang meningkat dalam kurun waktu empat tahun terakhir (2009-2012), bahkan besaran SiLPA tahun 2012 hampir mencapai dua kali lipat tahun 2009 (dari Rp52 triliun menjadi Rp 99 triliun). Kondisi ini menunjukkan gejala yang kurang baik karena semakin besar SiLPA tahun berkenaan maka menjadi indikasi semakin besar dana yang tidak digunakan dalam memenuhi pelayanan dasar kepada masyarakat. Peningkatan SiLPA tidak hanya terlihat dalam nominal harga berlaku, namun juga terlihat meningkat dalam nominal harga konstan. SiLPA harga konstan diperoleh dengan membagi nilai nominal dengan angka deflator.

Page 65: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

47ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Walaupun secara nasional SiLPA tahun berkenaan mempunyai nilai yang cukup besar, namun jika dilihat per daerah terdapat beberapa daerah yang mempunyai nilai negatif atau lebih kecil dari nol. SiLPA tahun berkenaan yang bernilai negatif mempunyai arti bahwa pemda belum bisa menutup belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan pada tahun tersebut, sehingga nilai tersebut akan menjadi beban pada tahun berikutnya. Beberapa daerah tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2 Daerah dengan SiLPA Tahun Berkenaan Negatif

No Daerah Defisit PembiayaanSiLPATahun Berkenaan

1 Kota Ternate -9,111,943,778 -5,304,733,992 -14,416,677,770

2 Kab. Halmahera Barat 36,971,738,781 -51,377,665,864 -14,405,927,083

3 Kab. Intan Jaya -11,306,041,610 -1,534,012,200 -12,840,053,810

4 Kab. Konawe Utara 60,458,079,634 -66,143,118,911 -5,685,039,277

5 Kota Sorong -31,039,707,327 28,142,129,054 -2,897,578,273

6 Kab. Kapuas Hulu -9,862,052,982 7,962,800,835 -1,899,252,147

7 Kab. Halmahera Selatan -22,149,645,731 20,848,248,842 -1,301,396,890

8 Kab. Polewali Mandar -7,648,092,567 7,458,730,179 -189,362,388

Sumber: DJPK (data diolah)

Daerah dengan nilai minus terbesar adalah Kota Ternate, di mana pendapatan daerah tersebut masih belum cukup untuk dapat menutup belanja dan pengeluaran pembiayaannya. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya kondisi tersebut adalah realisasi dana transfer khususnya yang berasal dari DBH yang realisasinya lebih rendah dari yang dianggarkan di APBD sebesar Rp18,2 milliar. Peringkat kedua adalah Kabupaten Halmahera Barat. Berbeda dengan Kota Ternate, maka permasalahan yang terjadi di Kabupaten Halmahera Barat berasal dari pembiayaan, antara lain karena SiLPA tahun 2011 yang menjadi beban di tahun 2012 dan besarnya pokok utang yang harus dilunasi tahun 2012. Hal ini harus

Page 66: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

48 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

menjadi perhatian Pemerintah Pusat, karena kondisi ini sudah menunjukkan kondisi APBD yang tidak sehat.

D. PenerimAAn PinjAmAn DAerAh DAn obliGAsi DAerAhPinjaman daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang dipakai untuk menutup defisit dan menjadi perhatian pemerintah setiap tahunnya. Pengawasan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan yang terbit setiap bulan Agustus. Pinjaman daerah merupakan salah satu jenis akun yang mempunyai rasio cukup tinggi antara anggaran dan realisasi, baik dari segi nominal maupun dari jumlah daerah yang menganggarkan.

Dalam Grafik 4.8 dan 4.9 disajikan perbedaan antara nominal anggaran dan realisasi, di mana mulai tahun 2009 realisasi pinjaman daerah cenderung lebih rendah dari yang dianggarkan. Untuk kabupaten/kota, realisasi terendah terjadi pada tahun 2011 di mana dari Rp2,2 triliun pinjaman yang dianggarkan hanya Rp547 milliar atau 24,2% yang direalisasikan. Sedangkan untuk provinsi di tahun 2012, realisasinya hanya 1,8% dikarenakan DKI Jakarta tidak merealisasikan pinjaman/obligasi yang dianggarkan sebesar Rp1,7 triliun.

Page 67: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

49ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 4.8 Grafik 4.9

Perbandingan Anggaran dan realisasi Perbandingan Anggaran dan realisasi

Penerimaan Pinjaman Kab/Kota Penerimaan Pinjaman Provinsi

Sumber: DJPK (data diolah)

Dalam APBD tahun 2012 DKI Jakarta menganggarkan akan menerbitkan obligasi daerah sebesar Rp1,7 triliun. Kegiatan yang akan dibiayai dari obligasi tersebut antara lain adalah pembangunan rumah sakit, rumah susun, pengembangan terminal dan pengembangan sistem jaringan air limbah. Namun pimpinan DKI Jakarta membatalkan penerbitan obligasi tersebut, pembatalan itu didasarkan pada pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan besaran SiLPA tahun 2011 yang mencapai Rp6,5 triliun, yang dirasa masih lebih dari cukup jika dimanfaatkan untuk membiayai beberapa kegiatan diatas jika dibandingkan dengan menjual obligasi daerah sebesar Rp 1,7 triliun.

Selain perbedaan secara nominal, daerah yang merealisasikan pinjaman juga terdapat perbedaan dengan yang menganggarkan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari perbandingan jumlah daerah yang menganggarkan pinjaman dengan daerah yang merealisasikan pinjaman yang tampak dalam Grafik 4.10 dan 4.11.

Page 68: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

50 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 4.10 Grafik 4.11

jumlah Kab/kota yang melakukan jumlah Provinsi yang melakukan

Pinjaman Pinjaman

Sumber: DJPK (data diolah)

APBD yang digunakan sebagai acuan merupakan APBD awal dan bukan APBD perubahan sehingga dimungkinkan perbedaan daerah yang merealisasikan dan yang membatalkan pinjaman daerah. Dalam realisasi APBD 2012 jumlah daerah yang menganggarkan dan merealisasikan hanya sebanyak 16 kabupaten/kota dan satu provinsi, dengan kata lain 40 daerah yang menganggarkan pinjaman daerah tidak merealisasikan pinjaman tersebut dan sebanyak 39 daerah tidak menganggarkan pinjaman dalam APBD namun merealisasikan pinjaman.

Dengan melihat jumlah daerah antara anggaran dan realisasi hanya mempunyai selisih satu sedangkan dalam selisih nominalnya mempunyai selisih yang cukup jauh, dapat disimpulkan bahwa rata-rata realisasi pinjaman per daerah lebih kecil dari yang dianggarkan. Pinjaman daerah masih belum menjadi hal yang menarik bagi daerah dan belum menjadi komponen utama dalam penerimaan pembiayaan, kondisi ini di sebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah rata-rata SiLPA daerah cenderung masih besar dan masih memungkinkan untuk menutup defisit mereka melalui SiLPA sebagai penerimaan pembiayaan APBD. Faktor lainnya adalah pemerintah daerah yang cenderung prudent dan tidak mau terlalu mengambil resiko jika melakukan pinjaman. Di samping itu, berdasarkan studi yang pernah dilakukan, daerah cenderung merasa kesulitan untuk mendapatkan pinjaman yang berbunga rendah, serta kesulitan dalam prosedur pelaksanaan pinjaman daerah yang dianggap cukup rumit.

Page 69: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

51ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

BAB V ANALISIS INDIKATOR KESEHATAN

KEUANGAN DAERAH

A. DAsAr TeoreTis AnAlisis inDiKATor KesehATAn KeUAnGAn DAerAhAnalisis indikator kesehatan keuangan per daerah dilakukan atas daerah yang mempunyai data Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan data non keuangan secara lengkap yang tersedia di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Analisis tersebut mengadopsi pada teori Ten Point Test untuk mengetahui tingkat kondisi kesehatan keuangan masing-masing daerah dengan melihat skor akhir (skor) dari masing-masing daerah. The Ten-Point Test of Fiscal Condition dikembangkan oleh Kenneth W. Brown (1993), dan termuat dalam jurnal yang disusun oleh Honadle, B.W., James M. Costa, and Beverly A. Cigler, 2004, Fiscal Health for Local Governments: An Introduction to Concept, Practical Analysis, and Strategies, Elsevier Academic Press: New York.

Alat pengukuran ini pada dasarnya memotret kondisi kesehatan fiskal antar pemerintah daerah dengan berdasarkan beberapa rasio sederhana, yang setiap rasionya terfokus pada empat aspek kesehatan fiskal yaitu pendapatan, pengeluaran, posisi operasi dan struktur utang. Metode peng-skor-an yang tidak terlalu rumit tapi peng-skor-annya cukup komprehensif merupakan kelebihan dari alat pengukuran kesehatan fiskal dari Brown.

Untuk mengetahui potret kesehatan keuangan daerah di Indonesia dilakukan modifikasi terhadap metode ten-poin-test tersebut. Penyesuaian atau modifikasi tersebut dilakukan karena adanya perbedaan jenis dan standarisasi data dan informasi keuangan daerah yang ada di Indonesia dengan tempat dilakukannya penelitian Brown, yaitu di Amerika Serikat. Berdasarkan telaah dan diskusi yang telah dilakukan dan memperhatikan pula ketersediaan data, maka dihasilkan 9

Page 70: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

52 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

(sembilan) indikator keuangan yang dapat digunakan dalam memotret kesehatan keuangan daerah.

1. Indikator pendapatan daerah per kapita; Rasio ini pada dasarnya menunjukkan ukuran riil dari besarnya pendapatan daerah karena dibagi dengan jumlah penduduk yang harus dilayani oleh pemerintah daerah. Semakin besar jumlah penduduk maka akan semakin besar pula beban yang harus ditanggung oleh Pemerintah daerah, sehingga kedepannya perlu ditingkatkan effort yang lebih kuat dalam meningkatkan seluruh pendapatan daerahnya.

2. Indikator kemandirian keuangan daerah; indikator ini diukur dengan menggunakan rasio Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan total pendapatan daerah. Dengan mengetahui kemandirian keuangan daerah ini menunjukkan seberapa besar local taxing power suatu daerah, serta seberapa besar kemampuan PAD dalam mendanai belanja daerah yang dianggarkan untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Rasio akan menunjukkan tingkat kesehatan semakin baik bila terus meningkat, akan tetapi perlu diperhatikan pula bila terjadi kenaikan secara kontinyu atas pendapatan bunga, karena hal tersebut bisa diartikan terdapat peningkatan dana pemda yang disimpan dalam bank dan tidak dibelanjakan.

3. Indikator Rasio Ruang Fiskal Daerah; Indikator ini pada dasarnya menunjukkan seberapa besar ruang fiskal atau keleluasaan yang dimiliki daerah dalam menggunakan dananya secara bebas dalam menentukan prioritas belanja yang akan didanai. Semakin besar rasionya, berarti ruang fiskal atau keleluasaan yang dimiliki daerahdalam menggunakan dananya secara bebas dalam menentukan prioritas belanja yang didanai juga semakin besar.

4. Indikator Peningkatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; Peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah secara tidak langsung bisa tercermin dari kemampuan daerah dalam mengkonversi seluruh potensi penerimaan pajak daerah menjadi pajak daerah yang bisa dipungut. Potensi penerimaan pajak daerah bisa tercermin dari besarnya Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dari masing-masing daerah. Semakin besar rasio Peningkatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PDRB maka kemampuan daerah

Page 71: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

53ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

tersebut dalam mengkonversi seluruh potensi penerimaan pajak daerah menjadi pajak daerah yang bisa dipungut juga semakin besar.

5. Indikator Kemampuan Mendanai Belanja Daerah; Kemampuan keuangan daerah tentu saja tercermin dari seluruh penerimaan daerah baik pendapatan APBD dan penerimaan pembiayaan, yang seharusnya bisa mencukupi untuk digunakan dalam mendanai seluruh belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan yang direncanakan. Semakin besar rasio penerimaan daerah dan penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran daerah dan pengeluaran pembiayaan, maka kemampuan mendanai belanja daerah semakin besar pula.

6. Indikator Belanja Modal; Salah satu ukuran kualitas belanja yang baik adalah dengan semakin besarnya porsi belanja modal sebagai bagian dari total belanja daerah. Belanja modal yang besar diharapkan akan memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi di daerah dan pada akhirnya akan meningkatkan potensi-potensi penerimaan daerah yang baru. Semakin besarnya rasio belanja modal terhadap keseluruhan belanja, maka kemampuan keuangan daerah untuk mengalokasikan porsi belanjanya pada belanja modal semakin besar.

7. Indikator Belanja Pegawai Tidak Langsung; Semakin membaiknya kualitas belanja daerah bisa juga dilihat dari semakin menurunnya porsi belanja pegawai tidak langsung dalam APBD. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit porsi APBD yang digunakan untuk belanja aparatur, sehingga APBD bisa lebih terkonsentrasi pada belanja yang langsung terkait dengan layanan publik. Asumsinya belanja ini semakin berkurang maka akan direalokasikan ke belanja modal dan belanja barang dan jasa yang lebih efektif dalam mendorong roda perekonomian daerah.

8. Indikator optimalisasi SiLPA; Besarnya SiLPA pada akhir tahun tentunya menjadi salah satu sumber pembiayaan pada tahun berikutnya untuk mendanai belanja daerah. Jika SiLPA tersebut mampu dimanfaatkan untuk belanja pada tahun berkenaan, maka memberikan indikasi bahwa daerah mampu mengoptimalkan penggunaan SiLPA. Semakin besar rasio optimalisasi SiLPA, maka kemampuan daerah untuk mengoptimalkan SiLPA juga semakin besar.

9. Indikator kemampuan pembayaran pokok hutang dan bunga daerah; indikator ini menunjukkan seberapa besar porsi pendapatan daerah yang

Page 72: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

54 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

digunakan untuk membayar pokok pinjaman beserta bunganya dalam satu periode waktu tertentu. Semakin besar rasio pembayaran pokok hutang dan bunga daerah terhadap pendapatan, maka daerah semakin mampu untuk menjamin pengembalian hutang-hutangnya melalui pendapatan yang diterimanya.

Secara ringkas seluruh indikator kesehatan keuangan daerah beserta definisi dan jenis datanya bisa digambarkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 5.1 Tabel Indikator-Indikator Kesehatan Keuangan Daerah

No Rasio Definisi Jenis DataSumber

Data

1 Total Pendapatan Daerah/ Jumlah Penduduk

Tingkat kemampuan daerah dalam melayani per satu orang penduduknya

Pendapatan Daerah, Jumlah Penduduk

APBD, BPS

2 PAD /Total Pendapatan Daerah

Tingkat kemandirian daerah yaitu kemampuan daerah dalam mendanai belanjanya

PAD, Pendapatan Daerah

APBD

3 Ruang Fiskal / Total pendapatan Daerah

Tingkat kemampuan daerah dalam mendanai program dan kegiatan yang menjadi prioritas daerahnya.

Pendapatan Daerah, DAK, Hibah, Dana Penyesuaian, Dana Darurat, Bel Pegawai tdk langsung, Bel Bunga

APBD

4 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah / PDRB

Tingkat kemampuan daerah dalam menggali potensi pajak dan retribusi daerahnya menjadi penerimaan pajak daerah

Pajak dan Retribusi Daerah, PDRB non migas

APBD, BPS

Page 73: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

55ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No Rasio Definisi Jenis DataSumber

Data

5 Total Pendapatan Daerah+Penerimaan Pembiayaan / Total Belanja Daerah+Pengeluaran Pembiayaan

Tingkat kemampuan keuangan daerah dalam mendanai belanja dan pengeluaran daerah.

Total Pendapatan daerah, Total Penerimaan Pembiayaan, Total belanja daerah, Total Pengeluaran Pembiayaan

APBD

6 Belanja Modal / Total Belanja Daerah

Seberapa besar daerah mengalokasikan seluruh belanjanya untuk belanja modal

Belanja modal, Total belanja daerah

APBD

7 Belanja Pegawai Tidak Langsung / Total Belanja Daerah

Seberapa besar daerah mengalokasikan seluruh belanjanya untuk belanja Pegawai Tidak Langsung

Belanja pegawai tidak langsung, Total belanja daerah

APBD

8 SiLPA tahun sebelumnya / Belanja Daerah

Proporsi SiLPA tahun sebelumnya terhadap belanja daerah tahun berjalan

SiLPA, Total belanja Daerah

APBD

9 Pembayaran Pokok Utang+Bunga / Total Pendapatan Daerah

Proporsi pembayaran pokok utang dan bunga yang harus dibayar dari pendapatan daerah dalam satu periode

Pembayaran Pokok Pinjaman, Belanja Bunga, Total pendapatan Daerah

APBD

Cara penghitungan sembilan rasio analisis ini dengan mengacu pada cara penghitungan ten point test analysis-nya Brown adalah sebagai berikut:

1. Ke sembilan rasio tersebut masing-masing dihitung berdasarkan data yang sudah tersedia.

Page 74: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

56 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

2. Hasil perhitungan rasio tersebut kemudian diurutkan dari atas ke bawah, atau dari bawah ke atas. Cara pengurutannya didasarkan pada skor yang diinginkan dari masing-masing rasio. Misalnya, rasio pendapatan per kapita, maka skor yang lebih diinginkan adalah rasio yang tinggi adalah semakin bagus. Sebaliknya, untuk rasio yang menurut common sense dianggap rasio yang semakin rendah semakin bagus, misalnya rasio belanja pegawai tidak langsung / total belanja daerah, maka pengurutannya dibalik.

3. Setelah rasio-rasio tersebut sudah sesuai dengan urutannya, kemudian disesuaikan berdasarkan kuartil-kuartilnya. Skor tengah atau skor median observasi dari urutan tersebut menunjukkan titik 50%. Rasio-rasio yang berada di bawah persentil ke-25 berarti masuk kuartil pertama. Rasio-rasio diantara persentil 50 dan 75 berarti masuk kuartil ketiga. Rasio-rasio sisanya yang berada diatas persentil 75 diklasifikasikan masuk ke kuartil keempat.

4. Rasio-rasio yang skornya dianggap semakin tinggi semakin bagus yang berada di bawah persentil 25 dari seluruh daerah maka diberi skor +1, rasio yang berada diantara persentil 25 dan 50 diberi skor +2, rasio-rasio yang berada diantara persentil 50 dan 75 diberi skor +3, dan yang diatas persentil 75 diberi skor +4. Sebaliknya untuk rasio-rasio yang skornya dianggap semakin rendah semakin bagus maka rasio yang berada di bawah persentil 25 dari seluruh daerah maka diberi skor +4, rasio yang berada diantara persentil 25 dan 50 diberi skor +3, rasio-rasio yang berada diantara persentil 50 dan 75 diberi skor +2, dan yang diatas persentil 75 diberi skor +1.

Khusus untuk rasio Total Pendapatan Daerah+Penerimaan Pembiayaan / Total Belanja Daerah+Pengeluaran Pembiayaan, pemberian rasionya adalah jika rasionya < 1 (kurang dari 1) diberikan skor +1. untuk daerah yang mempunyai rasio diatas 1 dibagi menjadi 3 kelompok dengan menggunakan batas persentil ke-33 dan ke-66 , yaitu Apabila rasio yang berada dibawah persentil ke 33 diberikan skor +4, rasio yang berada antara persentil 33 dan persentil 66 diberikan skor +3, dan di atas persentil 66 diberikan skor +2.

5. Selanjutnya seluruh skor dari masing-masing rasio di atas lalu dijumlahkan semua, sehingga dihasilkan skor total skornya.

Page 75: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

57ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

b. AnAlisis inDiKATor KesehATAn KeUAnGAn DAerAh

1. AnAlisis inDiKATor KesehATAn KeUAnGAn Per DAerAh Provinsi

Analisis indikator kesehatan keuangan per provinsi dilakukan untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan masing-masing provinsi dengan melihat skor akhir (score) dari masing-masing provinsi. Berdasarkan penghitungan atas indikator-indikator tersebut, maka secara keseluruhan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.2 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Provinsi

Peringkat Total Skor

Tertinggi 38

Terendah 30

Rata-rata 33

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Berdasarkan hasil perhitungan dapat disampaikan bahwa terdapat 6 provinsi yang memiliki skor sama dengan skor rata-rata, 12 provinsi memiliki skor di bawah rata-rata, sedangkan 14 provinsi lainnya memiliki skor di atas rata-rata (tidak termasuk Provinsi DKI Jakarta). Seluruh provinsi selanjutnya diurutkan berdasarkan besaran total skornya sehingga dihasilkan 10 daerah provinsi dengan peringkat total skor yang tertinggi seperti terlihat pada tabel berikut ini :

Page 76: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

58 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Tabel 5.3 Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Provinsi

No. Daerah Skor

1 Prov. Kalimantan Timur 38

2 Prov. Kalimantan Tengah 36

3 Prov. Bangka Belitung 36

4 Prov. Riau 36

5 Prov. Sulawesi Barat 36

6 Prov. Jambi 35

7 Prov. Kalimantan Selatan 35

8 Prov. Sumatera Barat 35

9 Prov. Banten 35

10 Prov. Lampung 35

11 Prov. Bengkulu 34

12 Prov. Bali 34

13 Prov. Sulawesi Utara 34

14 Prov. Kepulauan Riau 34

15 Prov. DI Yogyakarta 33

16 Prov. Maluku Utara 33

17 Prov. Papua Barat 33

18 Prov. Jawa Tengah 33

19 Prov. Gorontalo 33

20 Prov. Nusa Tenggara Barat 33

21 Prov. Sumatera Selatan 32

22 Prov. Aceh 32

23 Prov. Jawa Barat 32

Page 77: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

59ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No. Daerah Skor

24 Prov. Sulawesi Tenggara 32

25 Prov. Kalimantan Barat 32

26 Prov. Sulawesi Tengah 31

27 Prov. Sumatera Utara 31

28 Prov. Jawa Timur 31

29 Prov. Nusa Tenggara Timur 31

30 Prov. Sulawesi Selatan 31

31 Prov. Papua 30

32 Prov. Maluku 30

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa Provinsi Kalimantan Timur mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang tertinggi dengan skor 38, sedangkan Provinsi Maluku mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah dengan skor 30. Yang menarik adalah sebagian besar Provinsi di wilayah Sumatera memiliki tingkat kesehatan keuangan yang tinggi, di mana banyak daerah di wilayah Sumatera berada di atas rata-rata, melebihi daerah-daerah di wilayah Jawa yang sebagian besar berada di peringkat rata-rata bahkan ada daerah di Jawa yang kesehatan keuangannya di bawah rata-rata yaitu Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Justru beberapa daerah di wilayah Kalimantan memiliki kesehatan keuangan di atas rata-rata seluruh daerah. Hal ini cukup menarik, mengingat jika melihat keunggulan dalam pengelolaan keuangan dan ketersediaan sumber daya manusia, provinsi di wilayah Jawa memiliki tingkat pengelolaan keuangan daerah yang relatif lebih bagus dibandingkan dengan daerah di wilayah lain. Di samping itu, juga memiliki keunggulan dalam sumber daya manusia serta sarana dan prasarana infrastruktur dibandingkan daerah lain di wilayah Indonesia.

Page 78: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

60 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

2. AnAlisis inDiKATor KesehATAn KeUAnGAn Per DAerAh KAbUPATen

Analisis indikator kesehatan keuangan per kabupaten dilakukan untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan masing-masing kabupaten dengan melihat skor akhir (score) dari masing-masing kabupaten. Dalam analisis ini digunakan pengelompokan daerah berdasarkan suatu kluster yang membagi daerah Kabupaten menjadi 5 (lima) kluster berdasarkan luas wilayah, yaitu:

a. Kluster 1, kabupaten dengan luas wilayah di bawah 1, 213 km2

b. Kluster 2, kabupaten dengan luas wilayah antara 1, 213 km2 s/d 1,989 km2

c. Kluster 3, kabupaten dengan luas wilayah antara 1,990 km2 s/d 3,571 km2

d. Kluster 4, kabupaten dengan luas wilayah antara 3,572 km2 s/d 6,276 km2

e. Kluster 5, kabupaten dengan luas di atas 6,276 km2

Clustering merupakan salah satu tehnik statistik untuk mengelompokkan individu-individu atau obyek menjadi beberapa kelompok yang mempunyai sifat yang berbeda antar kelompok. Individu-individu dalam satu kelompok lebih homogen dibandingkan dengan individu yang ada dalam kelompok yang lain. Oleh karena itu dalam analisis ini, daerah kabupaten mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang hampir sama atau homogen. Clustering dalam menganalisis indikator kesehatan keuangan per kabupaten ini didasarkan pada luas wilayah.

Berdasarkan penghitungan atas indikator-indikator tersebut, maka secara keseluruhan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.4 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Kabupaten

PeringkatTotal Skor

Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4 Kluster 5

Tertinggi 38 35 36 37 36

Terendah 19 19 20 20 18

Rata-Rata 26 25 26 26 29

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Page 79: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

61ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Tabel di atas menunjukan bahwa skor kesehatan keuangan per kabupaten pada masing-masing kluster mempunyai skor tertinggi dan terendah serta skor rata-rata yang berbeda. Untuk kluster 1 memiliki skor tertinggi sebesar 38 dan terendah sebesar 19, sedangkan rata-ratanya sebesar 26. Kluster 2 memiliki skor tertinggi sebesar 35 dan terendah sebesar 19, sedangkan rata-ratanya sebesar 25. Untuk kluster 3 memiliki skor tertinggi sebesar 36 dan terendah sebesar 20, sedangkan rata-ratanya sebesar 26. Kluster 4 memiliki skor tertinggi sebesar 37 dan terendah sebesar 20, sedangkan rata-ratanya sebesar 26. Untuk kluster 5 memiliki skor tertinggi sebesar 36 dan terendah sebesar 18, sedangkan rata-ratanya sebesar 29.

Daerah kabupaten yang memiliki skor tingkat kesehatan keuangan yang tinggi di tahun 2012 dalam kluster 1 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.5 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

(Kluster 1 - luas wilayah di bawah 1, 213 km2)

No. Daerah Skor

1 Kab. Badung 38

2 Kab. Tangerang 37

3 Kab. Gresik 32

4 Kab. Semarang 31

5 Kab. Sidoarjo 31

6 Kab. Kepulauan Anambas 31

7 Kab. Karimun 30

8 Kab. Demak 30

9 Kab. Hulu Sungai Utara 29

10 Kab. Lombok Utara 29

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Page 80: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

62 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa Kabupaten Badung mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang tertinggi dalam kluster 1, dengan skor sebesar 38. Sedangkan Kabupaten Jeneponto mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah dalam kluster 1 dengan skor sebesar 19 dengan rata-rata skor adalah 26 pada kluster 1, sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel 5.6 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

(Kluster 1 - luas wilayah di bawah 1, 213 km2)

No. Daerah Skor

1 Kab. Magetan 22

2 Kab. Temanggung 22

3 Kab. Pringsewu 22

4 Kab. Pidie Jaya 22

5 Kab. Klungkung 21

6 Kab. Trenggalek 20

7 Kab. Sinjai 20

8 Kab. Bengkulu Selatan 19

9 Kab. Minahasa 19

10 Kab. Jeneponto 19

Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan (Data Diolah)

Daerah kabupaten yang memiliki skor tingkat kesehatan keuangan yang tinggi di tahun 2012 dalam kluster 2 adalah sebagai berikut :

Page 81: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

63ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Tabel 5.7 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

(Kluster 2 - luas wilayah antara 1,213 km2 s/d 1,989 km2)

No. Daerah Skor

1 Kab. Bintan 35

2 Kab. Bekasi 35

3 Kab. Karawang 33

4 Kab. Serang 32

5 Kab. Sumba Tengah 31

6 Kab. Nias 30

7 Kab. Bandung Barat 30

8 Kab. Ngada 30

9 Kab. Hulu Sungai Selatan 29

10 Kab. Pasuruan 29

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa Kabupaten Bintan mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang tertinggi dalam kluster 2, dengan skor 35. Sedangkan Kabupaten Dairi mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah dalam kluster 2 dengan skor sebesar 19 dengan rata-rata skor adalah 25 pada kluster 2, sebagaimana dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.8 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

(Kluster 2 - luas wilayah antara 1, 213 km2 s/d 1,989 km2)

No. Daerah Skor

1 Kab. Soppeng 21

2 Kab. Flores Timur 21

Page 82: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

64 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No. Daerah Skor

3 Kab. Halmahera Barat 21

4 Kab. Padang Pariaman 21

5 Kab. Ngawi 20

6 Kab. Bengkulu Tengah 20

7 Kab. Bulukumba 19

8 Kab. Bone Bolango 19

9 Kab. Bireuen 19

10 Kab. Dairi 19

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Daerah kabupaten yang memiliki skor tingkat kesehatan keuangan yang tinggi di tahun 2012 dalam kluster 3 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.9 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

(Kluster 3 - luas wilayah antara 1,990 km2 s/d 3,571km2)

No. Daerah Skor

1 Kab. Bogor 36

2 Kab. Tapin 34

3 Kab. Belitung Timur 33

4 Kab. Belitung 33

5 Kab. Empat Lawang 32

6 Kab. Kolaka Utara 32

7 Kab. Ogan Ilir 31

8 Kab. Bangka Tengah 31

Page 83: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

65ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No. Daerah Skor

9 Kab. Lebak 30

10 Kab. Manggarai 30

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa Kabupaten Bogor mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang tertinggi dalam kluster 3 dengan skor sebesar 36. Sedangkan Kabupaten Tanggamus mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah di kluster 3 dengan skor sebesar 20 dengan rata-rata skor adalah 26 pada kluster 3, sebagaimana dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.10 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

(Kluster 3 - luas wilayah antara 1,990 km2 s/d 3,571 km2)

No. Daerah Skor

1 Kab. Ende 22

2 Kab. Timor Tengah Utara 22

3 Kab. Lampung Utara 22

4 Kab. Tasikmalaya 22

5 Kab. Dompu 22

6 Kab. Aceh Barat 22

7 Kab. Mamasa 22

8 Kab. Muna 21

9 Kab. Biak Numfor 21

10 Kab. Tanggamus 20

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Page 84: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

66 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Daerah kabupaten yang memiliki skor tingkat kesehatan keuangan yang tinggi di tahun 2012 dalam kluster 4 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.11 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

(Kluster 4 - luas wilayah antara 3,572 km2 s/d 6,276 km2)

No. Daerah Skor

1 Kab. Tanah Bumbu 37

2 Kab. Kayong Utara 34

3 Kab. Tanjung Jabung Barat 32

4 Kab. Halmahera Utara 32

5 Kab. Tabalong 31

6 Kab. Muaro Jambi 31

7 Kab. Ogan Komering Ulu 31

8 Kab. Lahat 30

9 Kab. Tanah Laut 30

10 Kab. Kepulauan Meranti 30

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa Kabupaten Tanah Bumbu mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang tertinggi dalam kluster 4 dengan skor sebesar 37. Sedangkan Kabupaten Aceh Tenggara mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah di kluster 4 dengan skor sebesar 20 dengan rata-rata skor adalah 26 pada kluster 4, sebagaimana tabel di bawah ini.

Page 85: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

67ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Tabel 5.12 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

(Kluster 4 - luas wilayah antara 3,572 km2 s/d 6,276 km2)

No. Daerah Skor

1 Kab. Way Kanan 22

2 Kab. Mandailing Natal 22

3 Kab. Sigi 22

4 Kab. Konawe 22

5 Kab. Timor Tengah Selatan 21

6 Kab. Bone 21

7 Kab. Solok 21

8 Kab. Aceh Selatan 21

9 Kab. Pesisir Selatan 21

10 Kab. Aceh Tenggara 20

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Daerah kabupaten yang memiliki skor tingkat kesehatan keuangan yang tinggi di tahun 2012 dalam kluster 5 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.13 Kabupaten Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

(Kluster 5 - luas wilayah di atas 6,276 km2)

No. Daerah Skor

1 Kab. Siak 36

2 Kab. Kotawaringin Barat 36

3 Kab. Bengkalis 35

4 Kab. Mimika 35

Page 86: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

68 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No. Daerah Skor

5 Kab. Berau 34

6 Kab. Musi Banyuasin 34

7 Kab. Merauke 34

8 Kab. Halmahera Timur 34

9 Kab. Pelalawan 33

10 Kab. Muara Enim 33

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa Kabupaten Siak mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang tertinggi dalam kluster 5 dengan skor sebesar 36. Sedangkan Kabupaten Aceh Timur mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah dalam kluster 5 dengan skor 18 dengan rata-rata skor adalah 29 pada kluster 5, sebagaimana dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.14 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

(Kluster 5 - luas wilayah di atas 6,276 km2)

No. Daerah Skor

1 Kab. Kolaka 25

2 Kab. Melawi 25

3 Kab. Pegunungan Bintang 25

4 Kab. Manokwari 25

5 Kab. Sumbawa 24

6 Kab. Nabire 24

7 Kab. Sambas 23

8 Kab. Poso 23

Page 87: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

69ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No. Daerah Skor

9 Kab. Maluku Tengah 19

10 Kab. Aceh Timur 18

Sumber: DJPK (Data Diolah)

3. AnAlisis inDiKATor KesehATAn KeUAnGAn Per DAerAh KoTA

Analisis indikator kesehatan keuangan per kota dilakukan untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan masing-masing kota dengan melihat skor akhir (skor) dari masing-masing kota. Dalam analisis ini digunakan pengelompokan daerah berdasarkan suatu cluster yang membagi daerah kota menjadi 5 (lima) cluster berdasarkan jumlah penduduk.

a. Kluster 1, kota dengan jumlah penduduk di bawah 131.423 jiwa

b. Kluster 2, kota dengan jumlah penduduk antara 131.423 jiwa sampai 189.381 jiwa

c. Kluster 3, kota dengan jumlah penduduk antara 189.382 jiwa sampai 264.608 jiwa

d. Kluster 4, kota dengan jumlah penduduk antara 264.609 jiwa sampai 643.043 jiwa

e. Kluster 5, kota dengan jumlah penduduk di atas 643.043 jiwa

Berdasarkan penghitungan atas indikator-indikator tersebut, maka secara keseluruhan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.15 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Kota

PeringkatTotal Skor

Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4 Kluster 5

Tertinggi 32 33 33 36 37

Page 88: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

70 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

PeringkatTotal Skor

Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4 Kluster 5

Terendah 20 21 22 23 29

Rata-Rata 26 28 29 29 32

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Tabel di atas menunjukan bahwa skor kesehatan keuangan per kota pada masing-masing kluster mempunyai skor tertinggi dan terendah serta skor rata-rata yang bervariasi. Untuk kluster 1 memiliki skor tertinggi sebesar 32 dan terendah sebesar 20, sedangkan rata-ratanya sebesar 26. Kluster 2 memiliki skor tertinggi sebesar 33 dan terendah sebesar 21, sedangkan rata-ratanya sebesar 28. Untuk kluster 3 memiliki skor tertinggi sebesar 33 dan terendah sebesar 22, sedangkan rata-ratanya sebesar 29. Kluster 4 memiliki skor tertinggi sebesar 36 dan terendah sebesar 23, sedangkan rata-ratanya sebesar 29. Untuk kluster 5 memiliki skor tertinggi sebesar 37 dan terendah sebesar 24, sedangkan rata-ratanya sebesar 32.

Daerah kota yang memiliki skor tingkat kesehatan keuangan yang tinggi di tahun 2012 dalam kluster 1 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.16 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

(Kluster 1 - jumlah penduduk di bawah 131.423 jiwa)

No. Daerah Skor

1 Kota Mojokerto 32

2 Kota Tual 31

3 Kota Pagar Alam 31

4 Kota Sabang 29

5 Kota Solok 28

6 Kota Sungai Penuh 28

Page 89: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

71ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No. Daerah Skor

7 Kota Tidore Kepulauan 28

8 Kota Sibolga 27

9 Kota Pare-pare 27

10 Kota Gunungsitoli 27

Tabel 5.17 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

(Kluster 1 - jumlah penduduk di bawah 131.423 jiwa)

No. Daerah Skor

1 Kota Gunungsitoli 27

2 Kota Padang Panjang 26

3 Kota Payakumbuh 25

4 Kota Subulussalam 25

5 Kota Magelang 24

6 Kota Bukit Tinggi 24

7 Kota Pariaman 24

8 Kota Kotamobagu 24

9 Kota Sawahlunto 23

10 Kota Tomohon 20

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa Kota Mojokerto mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang tertinggi dalam kluster 1 dengan skor sebesar 32. Sedangkan Kota Tomohon mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah dalam kluster 1 dengan skor sebesar 20 dengan rata-rata skor kluster 1 adalah 26.

Page 90: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

72 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Dalam kluster 2, tingkat kesehatan keuangan kota yang tertinggi adalah Kota Prabumulih dengan skor sebesar 33, sedangkan Kota Langsa mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah dalam kluster 2 dengan skor sebesar 21 dengan skor rata-rata 28, sebagaimana dalam Tabel 5.18 dan Tabel 5.19 di bawah ini.

Tabel 5.18 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

(Kluster 2 - jumlah penduduk antara 131.423 jiwa sampai 189.381 jiwa)

No. Daerah Skor

1 Kota Prabumulih 33

2 Kota Banjar 33

3 Kota Madiun 32

4 Kota Pangkal Pinang 31

5 Kota Tanjung Balai 30

6 Kota Salatiga 29

7 Kota Blitar 29

8 Kota Singkawang 28

9 Kota Tebing Tinggi 28

10 Kota Lhokseumawe 28

Tabel 5.19 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

(Kluster 2 - jumlah penduduk antara 131.423 jiwa sampai 189.381 jiwa)

No. Daerah Skor

1 Kota Blitar 29

2 Kota Singkawang 28

Page 91: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

73ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No. Daerah Skor

3 Kota Tebing Tinggi 28

4 Kota Lhokseumawe 28

5 Kota Palopo 25

6 Kota Pasuruan 24

7 Kota Metro 24

8 Kota Gorontalo 24

9 Kota Bima 22

10 Kota Langsa 21

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Daerah kota yang memiliki skor tingkat kesehatan keuangan yang tinggi di tahun 2012 dalam kluster 3 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.20 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

(Kluster 3 - jumlah penduduk antara 189.382 jiwa sampai 264.608 jiwa)

No. Daerah Skor

1 Kota Dumai 33

2 Kota Tanjung Pinang 33

3 Kota Banjarbaru 32

4 Kota Jayapura 32

5 Kota Pekalongan 31

6 Kota Kediri 30

7 Kota Lubuk Linggau 30

8 Kota Bitung 29

Page 92: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

74 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No. Daerah Skor

9 Kota Tegal 28

10 Kota Binjai 28

Tabel 5.21 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

(Kluster 3 - jumlah penduduk antara 189.382 jiwa sampai 264.608 jiwa)

No. Daerah Skor

1 Kota Bitung 29

2 Kota Tegal 28

3 Kota Binjai 28

4 Kota Probolinggo 27

5 Kota Sorong 27

6 Kota Batu 26

7 Kota Banda Aceh 26

8 Kota Pematang Siantar 26

9 Kota Ternate 26

10 Kota Padang Sidempuan 22

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa Kota Dumai mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang tertinggi dalam kluster 3 dengan skor sebesar 33. Sedangkan Kota Padang Sidempuan mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah dalam kluster 3 dengan skor sebesar 22 dengan skor rata-rata adalah 29.

Page 93: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

75ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Tabel 5.22 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

(Kluster 4 - jumlah penduduk antara 264.609 jiwa sampai 643.043 jiwa)

No. Daerah Skor

1 Kota Pontianak 35

2 Kota Cilegon 33

3 Kota Banjarmasin 32

4 Kota Jambi 32

5 Kota Yogyakarta 30

6 Kota Cirebon 30

7 Kota Serang 30

8 Kota Manado 29

9 Kota Mataram 29

10 Kota Cimahi 28

Tabel 5.23 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

(Kluster 4 - jumlah penduduk antara 264.609 jiwa sampai 643.043 jiwa)

No. Daerah Skor

1 Kota Manado 29

2 Kota Mataram 29

3 Kota Cimahi 28

4 Kota Surakarta 27

5 Kota Sukabumi 27

6 Kota Kendari 26

7 Kota Kupang 25

Page 94: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

76 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No. Daerah Skor

8 Kota Palu 24

9 Kota Ambon 24

10 Kota Bengkulu 23

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa Kota Pontianak mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang tertinggi dalam kluster 4 dengan skor sebesar 35. Sedangkan Kota Bengkulu mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah dalam kluster 4 dengan skor sebesar 23 dengan rata-rata skor di kluster 4 adalah 29.

Dalam kluster 5, tingkat kesehatan keuangan kota yang tertinggi adalah Kota Bekasi dengan skor sebesar 37, sedangkan Kota Padang mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang terendah dalam kluster 5 dengan skor sebesar 29 dengan skor rata-rata adalah 32, sebagaimana dalam Tabel 5.24 di bawah ini.

Tabel 5.24 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

(Kluster 5 - jumlah penduduk di atas 643.043 jiwa)

No. Daerah Skor

1 Kota Bekasi 37

2 Kota Tangerang Selatan 37

3 Kota Tangerang 37

4 Kota Samarinda 35

5 Kota Depok 34

6 Kota Denpasar 34

7 Kota Pekanbaru 34

8 Kota Semarang 33

Page 95: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

77ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No. Daerah Skor

9 Kota Surabaya 33

10 Kota Malang 33

Tabel 5.25 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

(Kluster 5 - jumlah penduduk di atas 643.043 jiwa)

No. Daerah Skor

1 Kota Surabaya 33

2 Kota Malang 33

3 Kota Batam 32

4 Kota Bandung 32

5 Kota Bogor 31

6 Kota Medan 31

7 Kota Makassar 29

8 Kota Palembang 29

9 Kota Bandar Lampung 29

10 Kota Padang 29

Sumber: DJPK (Data Diolah)

Page 96: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

78 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Page 97: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

79ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

BAB VI IMPLIKASI REALISASI APBD TA 2012 TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH

Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah diharapkan mempunyai implikasi pada peningkatan kinerja perekonomian suatu daerah. Salah satu indikator kinerja perekonomian daerah adalah peningkatan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah. PDRB merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu daerah yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu tanpa memperhatikan apakah faktor produksi dimiliki oleh residen atau non-residen (Direktorat Neraca Produksi – BPS, 2006).

Secara teoritis, salah satu faktor pembentuk PDRB adalah belanja pemerintah atau government spending. Di daerah government spending meliputi belanja pemerintah pusat maupun belanja pemerintah daerah. Faktor belanja pemerintah daerah dalam PDRB menunjukkan kontribusi dari anggaran daerah yang dibelanjakan pada pembentukan PDRB di wilayah daerah tersebut. Namun demikian, mengingat masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan PDRB maka tidak serta merta realisasi belanja daerah akan secara otomatis mempengaruhi laju pertumbuhan PDRB. Secara nasional, porsi belanja APBD terhadap PDRB relatif kecil bila dibandingkan dengan faktor pembentuk PDRB lainnya seperti konsumsi dan investasi. Hal ini ditunjukkan dengan perbandingan total Belanja APBD secara nasional dengan total PDRB nasional maka hanya berkisar 9,18%.

Di wilayah Indonesia timur, perbandingan antara besarnya volume APBD dengan PDRB memang relatif tinggi, sebagai contoh volume APBD agregat provinsi, kabupaten, kota se-provinsi Maluku Utara bahkan mencapai 82,8% dan juga Provinsi Maluku mencapai 59%. Untuk wilayah-wilayah tersebut, maka pergerakan perekonomian akan sangat dipengaruhi oleh belanja APBD. Realisasi belanja APBD akan mempunyai efek langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itulah guna meningkatkan daya ungkit belanja APBD, diperlukan pola belanja yang tepat, yaitu

Page 98: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

80 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

yang bisa mendorong produksi pada sektor-sektor strategis dan pembangunan infrastruktur yang mendukung aksesibilitas dari dan menuju daerah yang bersangkutan akan sangat bermanfaat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun demikian, bagi daerah-daerah di Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten total volume APBD agregrat provinsi, kabupaten, kota hanya berkisar 6% - 7%. Untuk daerah-daerah semacam ini, maka pertumbuhan ekonomi akan lebih banyak ditentukan oleh faktor di luar belanja pemerintah daerah, yaitu sektor swasta. Hal ini menunjukkan belanja daerah bukan merupakan faktor utama yang dapat memberikan daya ungkit perekonomian daerah. Dengan demikian, meskipun belanja daerah bukan sebagai faktor utama untuk daya ungkit perekonomian di wilayah tersebut, tentunya pemerintah daerah perlu mengoptimalkan kebijakan daerah yang kondusif terhadap investasi dan mendorong pertumbuhan sektor strategis.

Tabel 6.1 Perbandingan Volume APBD dengan PDRB

No ProvinsiRealisasi Belanja

(Rp Juta)

PDRB (Harga Berlaku)

(Rp juta)

Rasio Realisasi Belanja thd PDRB (%)

1 Prov. DKI Jakarta 31.558.707 1.103.738.000 2,86

2 Prov. Riau 24.315.327 469.073.000 5,18

3 Prov. Jawa Timur 64.320.146 1.001.721.000 6,42

4 Prov. Jawa Barat 62.939.810 946.861.000 6,65

5 Prov. Banten 16.589.012 212.857.000 7,79

6 Prov. Kalimantan Timur 37.224.681 419.102.000 8,88

7 Prov. Sumatera Utara 32.187.456 351.118.000 9,17

8 Prov. Jawa Tengah 52.524.132 556.480.000 9,44

9 Prov. Kepulauan Riau 9.109.437 91.717.000 9,93

10 Prov. Sumatera Selatan 21.700.264 206.331.000 10,52

11 Prov. Lampung 15.804.416 144.561.000 10,93

Page 99: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

81ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No ProvinsiRealisasi Belanja

(Rp Juta)

PDRB (Harga Berlaku)

(Rp juta)

Rasio Realisasi Belanja thd PDRB (%)

12 Prov. Sulawesi Selatan 21.381.370 159.427.000 13,41

13 Prov. Sumatera Barat 14.905.366 110.104.000 13,54

14 Prov. DI Yogyakarta 7.736.757 57.034.000 13,57

15 Prov. Jambi 10.878.439 72.654.000 14,97

16 Prov. Bangka Belitung 5.392.194 34.325.000 15,71

17 Prov. Bali 13.200.630 83.939.000 15,73

18 Prov. Kalimantan Barat 13.402.496 75.027.000 17,86

19 Prov. Sulawesi Tengah 9.246.491 51.062.000 18,11

20 Prov. Kalimantan Selatan 13.990.363 75.923.000 18,43

21 Prov. Sulawesi Utara 9.032.317 47.198.000 19,14

22 Prov. Nusa Tenggara Barat 9.753.682 49.529.000 19,69

23 Prov. Kalimantan Tengah 11.318.997 55.876.000 20,26

24 Prov. Aceh 22.126.966 96.161.000 23,01

25 Prov. Sulawesi Tenggara 8.722.682 36.601.000 23,83

26 Prov. Sulawesi Barat 3.625.450 14.408.000 25,16

27 Prov. Bengkulu 6.488.459 24.173.000 26,84

28 Prov. Papua Barat 11.546.441 42.760.000 27,00

29 Prov. Papua 27.688.061 77.765.000 35,60

30 Prov. Gorontalo 3.820.762 10.368.000 36,85

31 Prov. Nusa Tenggara Timur 13.147.653 35.253.000 37,30

32 Prov. Maluku 6.774.107 11.469.000 59,06

33 Prov. Maluku Utara 5.729.713 6.918.000 82,82

Sumber: DJPK dan BPS (data diolah)

Page 100: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

82 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Selain pertumbuhan ekonomi, indikator ekonomi yang juga sangat penting untuk melihat kinerja suatu daerah adalah indikator tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran. Pada dasarnya, setiap level pemerintahan termasuk pemerintah daerah mempunyai kepentingan untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran, baik melalui kebijakan strategis, maupun melalui jenis-jenis belanja tertentu yang langsung dapat mempengaruhi pengurangan tingkat kemiskinan dan pengangguran. Sama seperti pertumbuhan ekonomi, maka kedua indikator tersebut juga tidak hanya dipengaruhi oleh belanja APBD, bahkan mungkin belanja APBD pengaruhnya sangat kecil. Banyak faktor lain yang mempengaruhinya, termasuk pertumbuhan ekonomi sendiri, kebijakan nasional, pertumbuhan sektor riil di daerah, dan lain sebagainya. Meskipun demikian, tidak ada salahnya juga untuk melihat perbandingan/persandingan antara belanja daerah dengan pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran. Dari persandingan tersebut kita dapat secara sekilas melihat apakah pada daerah-daerah yang belanjanya relatif tinggi memang benar-benar terjadi suatu kondisi dimana tingkat kemiskinan menjadi rendah, atau terjadi penurunan kemiskinan yang signifikan, demikian juga dengan indikator perekonomian lainnya.

Berdasarkan tabel 6.2 maka dapat dilihat bahwa tiga daerah dengan belanja perkapita tertinggi adalah di Provinsi Papua Barat yaitu di kisaran Rp14,1 juta/kapita, selanjutnya diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur di kisaran Rp9,7 juta/kapita dan Provinsi Papua di kisaran Rp8,8 juta/kapita. Sedangkan tiga daerah dengan belanja per kapita yang terendah adalah Provinsi Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah di kisaran Rp1,6 juta/kapita.

Bila dibandingkan dengan indikator lainnya maka Provinsi Papua Barat yang belanja per kapita tertinggi ternyata juga mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi juga yaitu mencapai 15,84%. Namun ironisnya tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat mencapai 27,84 persen termasuk kedua tertinggi setelah Provinsi Papua yang tingkat kemiskinannya mencapai 30,66%. Sedangkan bila dilihat dari tingkat pengangguran, maka kedua provinsi ini tingkat penganggurannya relatif rendah. Tahun 2012 tingkat pengangguran yang tertinggi terdapat di Provinsi Banten sebesar 10,13%, lalu diikuti Provinsi DKI Jakarta sebesar 9,87%.

Page 101: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

83ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Tabel 6.2 Perbandingan Realisasi Belanja per kapita

dengan Indikator Kesejahteraan Masyarakat

No. Provinsi

Realisasi Belanja

per kapita (Rp.000)

Pertum-buhan

Ekonomi (%)

Tingkat Kemiskinan

(%)

Tingkat Pengang-guran (%)

1 Prov. Jawa Barat 1.413 6,21 9,88 9,08

2 Prov. Banten 1.481 6,15 5,71 10,13

3 Prov. Jawa Tengah 1.618 6,34 14,98 5,63

4 Prov. Jawa Timur 1.698 7,27 13,08 4,12

5 Prov. Lampung 2.035 6,48 15,65 5,18

6 Prov. Nusa Tenggara Barat 2.126 -1,12 18,02 5,26

7 Prov. DI Yogyakarta 2.201 5,32 15,88 3,97

8 Prov. Sumatera Utara 2.436 6,22 10,41 6,20

9 Prov. Sulawesi Selatan 2.611 8,37 9,82 5,87

10 Prov. Nusa Tenggara Timur 2.704 5,42 20,41 2,89

11 Prov. Sumatera Selatan 2.818 6,01 13,48 5,70

12 Prov. Sulawesi Barat 2.977 10,32 13,00 2,14

13 Prov. Sumatera Barat 3.006 6,35 8,00 6,52

14 Prov. Kalimantan Barat 3.007 5,83 7,97 3,48

15 Prov. DKI Jakarta 3.206 6,53 3,70 9,87

16 Prov. Bali 3.262 6,65 3,95 2,04

17 Prov. Jambi 3.355 7,44 8,29 3,22

18 Prov. Sulawesi Tengah 3.388 9,27 14,94 3,93

19 Prov. Gorontalo 3.524 7,71 17,21 4,36

20 Prov. Bengkulu 3.672 6,61 17,52 3,61

21 Prov. Kalimantan Selatan 3.722 5,73 5,02 5,25

22 Prov. Sulawesi Tenggara 3.762 10,41 13,06 4,04

Page 102: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

84 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

No. Provinsi

Realisasi Belanja

per kapita (Rp.000)

Pertum-buhan

Ekonomi (%)

Tingkat Kemiskinan

(%)

Tingkat Pengang-guran (%)

23 Prov. Sulawesi Utara 3.893 7,86 7,63 7,79

24 Prov. Riau 4.101 3,55 8,05 4,30

25 Prov. Bangka Belitung 4.154 5,72 5,36 3,49

26 Prov. Maluku 4.192 7,81 20,76 7,51

27 Prov. Aceh 4.714 5,20 18,58 9,10

28 Prov. Kepulauan Riau 4.931 8,21 6,83 5,37

29 Prov. Kalimantan Tengah 4.956 6,69 6,19 3,17

30 Prov. Maluku Utara 5.273 6,67 8,05 4,76

31 Prov. Papua 8.805 1,08 30,66 3,63

32 Prov. Kalimantan Timur 9.740 3,98 6,38 8,90

33 Prov. Papua Barat 14.145 15,84 27,04 5,49

Sumber: DJPK dan BPS (data diolah)

Grafik 6.1

realisasi belanja per kapita

Sumber: DJPK dan BPS (data diolah)

Page 103: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

85ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Fungsi dari Pemerintah Daerah yang seharusnya menggunakan seluruh resources yang mereka miliki untuk digunakan seoptimal mungkin dalam pelayanan publik bisa tercermin dari besarnya belanja APBD yang dikaitkan dengan jumlah penduduk daerah. Secara sederhana bisa dinyatakan bahwa setiap rupiah yang dikumpulkan oleh Pemerintah Daerah baik yang berasal dari PAD, Dana Perimbangan dan sumber pendapatan lainnya akan dialokasikan seluruhnya untuk mendanai belanja daerah. Seluruh uang yang dialokasikan pada belanja daerah inilah yang dapat dinikmati oleh setiap penduduk suatu daerah secara langsung maupun tidak langsung baik dalam bentuk layanan publik, ketersediaan infrastruktur maupun outcome dari program/kegiatan Pemda.

Berdasarkan data dapat diketahui bahwa realisasi belanja per kapita yang tinggi terdapat di Provinsi Papua Barat, Kalimantan Timur, Papua dan Maluku Utara, dengan Papua Barat mempunyai realisasi belanja per kapita tertinggi yaitu sebesar Rp14.145.196/kapita. Sedangkan untuk realisasi belanja per kapita yang rendah terdapat pada wilayah Jawa yaitu Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan Jawa Barat mempunyai realisasi pendapatan APBD per kapita terendah yaitu sebesar Rp1.412.840/kapita. Pendapatan APBD per kapita seluruh provinsi yang padat penduduknya relatif di bawah kisaran 2 juta rupiah/kapita.

Selanjutnya hal yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah dan pemerintah daerah adalah upaya untuk menyelaraskan pola alokasi dana ke daerah dengan target pertumbuhan ekonomi dan target kesejahteraan masyarakat. Usaha untuk pencapaian target tersebut dapat berupa program dan kegiatan pembangunan di daerah serta perekonomian di daerah. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan perluasan lapangan kerja dan pada akhirnya akan mengurangi tingkat pengangguran masyarakat dan menekan tingkat kemiskinan di daerah tersebut.

Pada grafik perbandingan antara realisasi belanja dengan pertumbuhan ekonomi per provinsi pada tahun 2012 dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi nasional adalah sebesar 6,30%, dengan 19 provinsi memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi Papua Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat memiliki pertumbuhan ekonomi yang tertinggi yaitu secara berturut-turut, 15,84%, 10,41%, dan 10,32%. Sebagian besar provinsi lainnya pertumbuhan ekonominya relatif lebih rendah atau lebih tinggi sedikit di kisaran angka pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian terlihat bahwa Provinsi

Page 104: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

86 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Nusa Tenggara Barat memiliki angka pertumbuhan ekonomi yang paling rendah yaitu di kisaran -1,12%, Provinsi Papua pertumbuhan ekonominya hanya 1,08% dan Provinsi Riau dan Kalimantan Timur hanya di kisaran 3,55% dan 3,98%.

Grafik 6.2

Perbandingan realisasi belanja dengan Pertumbuhan ekonomi

Sumber: DJPK dan BPS (data diolah)

Tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Provinsi Banten dan Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar 10,13% dan 9,87%. Sedangkan tingkat pengangguran terendah terdapat di Provinsi Bali. Semakin banyak penduduk yang bekerja diharapkan juga bisa menekan tingkat kemiskinan di suatu daerah. Akan tetapi sebagaimana terlihat pada grafik diketahui bahwa indikator tingkat pengangguran berbanding terbalik dengan tingkat kemiskinan. Provinsi Banten (5,71%) dan Provinsi DKI Jakarta (3,70%) menunjukkan tingkat kemiskinan yang rendah, bahkan tingkat kemiskinan Provinsi DKI Jakarta adalah yang terendah. Sedangkan Tingkat kemiskinan yang tinggi terdapat di wilayah Indonesia timur yaitu Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku dan Provinsi Nusa Tenggara Timur, masing-masing sebesar 30,66%, 27,04%, 20,76% dan 20,41%.

Page 105: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

87ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 6.3

Perbandingan realisasi belanja dengan Tingkat Pengangguran

Sumber: DJPK dan BPS (data diolah)

Grafik 6.4

Perbandingan realisasi belanja dengan Tingkat Kemiskinan

Sumber: DJPK dan BPS (data diolah)

Page 106: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

88 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Berdasarkan grafik-grafik diatas maka dapat kita ketahui bahwa agak sulit menyimpulkan apakah program-program Pemerintah Daerah dalam APBD-nya sudah memberikan dampak yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan. Namun demikian perlu kita yakini bahwa Pemerintah Daerah dengan kewenangannya yang sangat besar dalam berbagai urusan tentunya diharapkan memiliki program pelayan publik maupun program pembangunan daerah yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Setiap daerah tentu memiliki banyak program yang secara langsung dan tidak langsung akan berimbas pada upaya penurunan tingkat kemiskinan (pro poor) dan penurunan tingkat pengangguran (pro job). Mengingat setiap penduduk disuatu wilayah daerah tersebut bisa merasakan imbas dari program/kegiatan pemerintah daerah yang didanai oleh belanja APBD, maka akan sangat menarik kita lihat perbandingan dari realisasi belanja per kapita dengan delta dari tingkat kemiskinan dan tingkat penganggurannya.

Daerah dengan penurunan tingkat kemiskinan yang tinggi terdapat pada Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Maluku yaitu sebesar 4,88%, 2,24%. Sedangkan yang justru malah mengalami peningkatan terdapat pada Provinsi Bengkulu yaitu sebesar 0,02%. Sedangkan pada grafik perbandingkan antara realisasi belanja per kapita dengan penurunan tingkat pengangguran dapat kita lihat bahwa penurunan yang tinggi terdapat pada Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 3,45% diikuti Provinsi Banten (2,93%) dan Provinsi Kepulauan Riau (2,43%).

Page 107: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

89ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Grafik 6.5

Perbandingan realisasi belanja per Kapita dengan

Delta Tingkat Kemiskinan 2011-2012

Sumber: DJPK dan BPS (data diolah)

Grafik 6.6

Perbandingan realisasi belanja per Kapita dengan

Delta Tingkat Pengangguran 2011-2012

Sumber: DJPK dan BPS (data diolah)

Page 108: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

90 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Page 109: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

91ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

DAfTAR PUSTAKA

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan ,Kementerian Keuangan.

www.bps.go.id.

The Ten-Point Test of Fiscal Condition dikembangkan oleh Kenneth W. Brown (1993), dan termuat dalam jurnal yang disusun oleh Honadle, B.W., James M. Costa, and Beverly A. Cigler, 2004, Fiscal Health for Local Governments: An Introduction to Concept, Practical Analysis, and Strategies, Elsevier Academic Press: New York.

Page 110: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

92 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Page 111: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

93ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan buku “Laporan Analisis Realisasi APBD 2012” dilaksanakan dengan kinerja teamwork yang solid dan tidak akan mungkin dapat tersaji tanpa kerjasama yang saling bahu membahu dari seluruh pihak yang berkontribusi. Oleh karena itu apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya diejawantahkan dalam rangkaian kata berikut ini:

- Ucapan terima kasih ditujukan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan – Bp. Boediarso Teguh Widodo – dan Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah – Bp. Yusrizal Ilyas – yang telah memberikan arahan dan bimbingan hingga diselesaikannya penyusunan buku ini.

- Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Subdirektorat Data Keuangan Daerah Direktorat Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah yang telah menyediakan data Ringkasan APBD 2012 melalui Sistem Informasi Keuangan Daerah.

- Selanjutnya terima kasih kepada tim dari Subdirektorat Evaluasi Dana Desentralisasi dan Perekonomian Daerah yang terdiri dari Putut Hari Satyaka, Ahmad Iskandar, Prasetyo Indro S., Aris Sudjatmiko, Wahyu Widjayanto, Edi Soeprijono, Desain Kristian Gulo; Nanag Garendra Timur, Mauliate H. Silitonga, Chrisliana Tri Ferayanti, Femmy Ferdiansyah, Radies Kusprihanto Purbo, Ganjar Prihatmoko, Virgin Marthalia dan Lukman Adi Santoso yang telah melakukan pengolahan data dan sekaligus mendukung penulisan dan melakukan editing buku ini.

Terima kasih atas kerja kerasnya.

Page 112: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

94 ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012

Page 113: ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012 · PDF fileini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen ... Dalam buku ini juga akan ... sederhana dengan nama

95ANALISIS ReALISASI APBD tahun anggaran 2012