ANALISIS RASIO ALOKASI BELANJA ANTARA DAERAH INCUMBENT DAN DAERAH NON INCUMBENT SEBELUM DAN PADA SAAT PEMILUKADA (Studi Kasus di Indonesia) Indrati Isti Yuwani Sri Handayani (Program Sarjana FE UNDIP) Abstract This study is aimed at investigating (1) whether differences exist in allocating the grant, society support, and financial support budgets within the incumbent local government budget before and during the process of regional election; (2) whether differences exist in allocating the grant, society support, and financial support budget during the regional election process between the incumbent and non incumbent candidates. This study applied the census method to analyze the local government practicing the regional election process involving the incumbent and non incumbent candidates in Indonesia. The objects investigated are grant, society support, and financial support budgets within the local government budget of 2009-2010 periods. The data were analyzed using descriptive statistic. The result of the study are (1) allocation of grant expenditure budget in incumbent regions during the process of the regional election was higher than the grant expenditure budget allocation before the process of the regional election process. (2) allocation of society support expenditure budget in incumbent regions during the process of the regional election was higher than the society support expenditure budget allocation before the process of the regional election process. (3) allocation of financial support expenditure budget in incumbent regions during the process of the regional election was higher than the financial support expenditure budget allocation before the process of the regional election process.(4) grant expenditure budget allocation in incumbent regions during the regional election process was higher than the budget allocation for the non incumbent regions. (5) society support expenditure budget allocation in incumbent regions during the regional election process was higher than the budget allocation for the non incumbent regions. (6) financial support expenditure budget allocation in incumbent regions during the regional election process was higher than the budget allocation for the non incumbent regions. Keyword: Regional election, Local Government Budget, Grant Expenditure Budget, Society Support Expenditure Budget, Financial Support Expenditure Budget. 1
25
Embed
ANALISIS RASIO ALOKASI BELANJA ANTARA DAERAH …eprints.undip.ac.id/27634/1/JURNAL.pdfDugaan potensi pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan meningkat ketika
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS RASIO ALOKASI BELANJA ANTARA DAERAH INCUMBENT DAN DAERAH NON INCUMBENT SEBELUM DAN
PADA SAAT PEMILUKADA (Studi Kasus di Indonesia)
Indrati Isti Yuwani
Sri Handayani (Program Sarjana FE UNDIP)
Abstract
This study is aimed at investigating (1) whether differences exist in allocating the grant, society support, and financial support budgets within the incumbent local government budget before and during the process of regional election; (2) whether differences exist in allocating the grant, society support, and financial support budget during the regional election process between the incumbent and non incumbent candidates.
This study applied the census method to analyze the local government practicing the regional election process involving the incumbent and non incumbent candidates in Indonesia. The objects investigated are grant, society support, and financial support budgets within the local government budget of 2009-2010 periods. The data were analyzed using descriptive statistic.
The result of the study are (1) allocation of grant expenditure budget in incumbent regions during the process of the regional election was higher than the grant expenditure budget allocation before the process of the regional election process. (2) allocation of society support expenditure budget in incumbent regions during the process of the regional election was higher than the society support expenditure budget allocation before the process of the regional election process. (3) allocation of financial support expenditure budget in incumbent regions during the process of the regional election was higher than the financial support expenditure budget allocation before the process of the regional election process.(4) grant expenditure budget allocation in incumbent regions during the regional election process was higher than the budget allocation for the non incumbent regions. (5) society support expenditure budget allocation in incumbent regions during the regional election process was higher than the budget allocation for the non incumbent regions. (6) financial support expenditure budget allocation in incumbent regions during the regional election process was higher than the budget allocation for the non incumbent regions.
Keyword: Regional election, Local Government Budget, Grant Expenditure Budget, Society Support Expenditure Budget, Financial Support Expenditure Budget.
1
I. PENDAHULUAN
Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan perubahan dari UU
No. 22 Tahun 1999, kepala daerah (eksekutif) dipilih secara langsung oleh rakyat melalui
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Menurut The Indonesian Power for
Democrasy & Konrad Adenauer Stiftung (dalam Ritonga & Alam, 2010), Pemilihan Umum
Kepala Daerah (Pemilukada) telah diselenggarakan sejak tahun 2005, yang secara langsung
dilaksanakan di 314 daerah tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Indonesia.
Efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemilukada belum pernah dievaluasi secara serius
baik Pemerintah Pusat maupun Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga beberapa kalangan
berpendapat bahwa pemilukada langsung di beberapa daerah di Indonesia mengakibatkan
pembengkakan beban keuangan bagi daerah (Ritonga & Alam, 2010).
Dalam proses pelaksanaan pemilukada, dibutuhkan dana yang sangat besar, hal serupa
juga disampaikan oleh Prasojo, E. (2009), yang mengatakan bahwa mahalnya pemilukada di
Indonesia karena merupakan pesta akbar dan harus dibiayai secara khusus, mulai dari
pendaftaran, pengadaan barang dan jasa untuk pencoblosan, serta kampanye yang dilakukan
partai politik dan calon kepala daerah. Dengan kata lain, pemilukada adalah proyek besar
yang harus dibiayai dengan anggaran besar pula. Akibatnya, inefisiensi terjadi dalam
paradigma proyek pemilukada. Logika berpikir proyek dalam pemilukada ini tidak saja
mempengaruhi pemikiran penyelenggara pemilukada, tetapi juga partai politik, aktor politik,
calon kepala daerah, birokrasi di pusat dan daerah, serta masyarakat pemilih. Proyek ini
berlanjut sampai esensi dan tujuan kemenangan pemilukada. Tidak heran jika partai politik
dan aktor politik rela mengeluarkan miliaran rupiah untuk dapat mengikuti kompetisi
pemilukada.
Dugaan potensi pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan
meningkat ketika kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya, mencalonkan diri
dalam pemilukada yang akan datang (Ritonga & Alam, 2010),. Saat berada pada posisi ini,
incumbent harus berkompetisi lagi untuk mempertahankan kekuasaannya dan terpilih
kembali pada periode selanjutnya. Dengan melihat perbedaan alokasi belanja pada daerah
incumbent yang lebih besar daripada daerah non incumbent, terdapat dugaan bahwa
incumbent memanfaatkan APBD guna pencalonan dirinya. Disamping itu, hasil penelitian
yang dilakukan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) bekerjasama dengan Universitas
Murdoch (Kompas 14/4 2009) mengemukakan bahwa adanya peningkatan alokasi belanja
hibah dan bantuan sosial dalam APBD pada saat pelaksanaan pemilukada Tahun 2008 di
2
Kabupaten Tabanan (Bali), Kota Bau-Bau (Sulawesi Tenggara), dan Kota Bandung (Jawa
Barat).
Keunggulan kekuasaan yang dimiliki incumbent memberikan keuntungan bagi
incumbent dalam pengalokasian sumber daya. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menyatakan
bahwa kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai
kewenangan, salah satunya adalah menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD.
Dengan kekuasaan yang dimilikinya, incumbent berpeluang besar untuk memanfaatkan pos-
pos belanja pada APBD untuk keuntungan pribadinya.
Ritonga & Alam (2010) mengatakan bahwa belanja hibah dan belanja bantuan sosial
merupakan salah satu pos belanja yang dapat dimanfaatkan oleh incumbent untuk memikat
hati masyarakat pemilih untuk mendapatkan dukungan. Alasan ini cukup mendasar karena
dalam Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 yang merupakan revisi Permendagri Nomor 13
Tahun 2006, kedua jenis belanja ini merupakan bagian dari komponen belanja tidak
langsung, yang penyalurannya tidak melalui program dan kegiatan, kedua jenis ini bersifat
tidak mengikat dan tidak terus-menerus. Sementara itu, Handayani (2010) berpendapat bahwa
alokasi belanja untuk belanja hibah dan belanja bantuan keuangan kabupaten/ kota yang
incumbent-nya mengikuti kembali pemilukada lebih besar daripada kabupaten/ kota yang
incumbent-nya tidak bermaksud untuk mengikuti kembali pemilukada di Provinsi Jawa
Tengah. Namun, kabupaten/ kota yang tergolong daerah miskin dan menengah tidak
memiliki diskresi yang cukup besar dalam mengalokasikan belanja daerahnya
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah (1) apakah terdapat perbedaan rasio alokasi belanja hibah, belanja belanja sosial dan
belanja bantuan keuangan untuk daerah incumbent sebelum dan pada saat pemilukada? (2)
apakah terdapat perbedaan rasio alokasi belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja
bantuan keuangan antara daerah incumbent dan daerah non incumbent pada saat pemilukada?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah (1) untuk
mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan
belanja bantuan keuangan untuk daerah incumbent sebelum dan pada saat pemilukada. (2)
untuk mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja hibah, belanja bantuan
sosial dan belanja bantuan keuangan antara daerah incumbent dan daerah non incumbent pada
saat pemilukada.
3
Berdasarkan pemahaman di atas, motivasi yang melandasai penelitian ini adalah
pertama, adanya temuan bahwa perilaku oportunistik incumbent dalam pengalokasian belanja
hibah dan belanja bantuan sosial dalam APBD cenderung pada self-interest saat pelakasanaan
pemilukada (Ritonga & Alam, 2010). Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Handayani
(2010) di Provinsi Jawa Tengah, menyimpulkan bahwa kabupaten/ kota yang tergolong
daerah miskin dan menengah tidak memiliki diskresi yang cukup besar dalam
mengalokasikan belanja daerahnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi
secara teori, sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti-peneliti selanjutnya
dalam pengembangan penelitian dibidang akuntansi sektor publik.
4
II. TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori Keagenan
Menurut Halim & Abdullah (2006), teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan
hubungan antara prinsipal dan agen yang berakar pada teori ekonomi, teori keputusan,
sosiologi, dan teori organisasi. Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di
antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal)
membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agen)
dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan
oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang).
Pendelegasian terjadi ketika seseorang atau salah satu kelompok orang (pinsipal)
memilih orang atau kelompok lain (agen) untuk bertindak sesuai dengan kepentingan
prinsipal (Lupia & McCubbins, 2000 dalam Halim & Abdullah, 2006). Ross (1973) dalam
Halim & Abdullah (2006) mengemukakan bahwa contoh-contoh hubungan prinsipal-agen
sangat universal. Salah satu contoh hubungan prinsipal-agen dapat ditemukan dalam sistem
pemerintahan daerah, yaitu hubungan antara eksekutif, legislatif, dan publik. Hubungan
prinsipal-agen terjadi apabila tindakan yang dilakukan seseorang memiliki dampak pada
orang lain atau ketika seseorang sangat tergantung pada tindakan orang lain (Stiglitz, 1987;
Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai karakteristik variabel penelitian.
Dari 202 sampel/populasi data diperoleh statistik deskriptif yang menginformasikan tentang
nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi (standard deviation).
Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif, diketahui rasio Belanja Hibah daerah
incumbent pada saat pemilukada adalah maksimun 14,38%, rata-rata 5,49% dengan standar
deviasi 2,91% yang lebih besar daripada ratio Belanja Hibah daerah incumbent sebelum
pelaksanaan pemilukada dengan rasio maksimun 9,66%, rata-rata 1,42%, dan standar deviasi
1,59%. Untuk ratio Belanja Bantuan Sosial daerah incumbent pada saat pemilukada
memiliki rasio maksimun 9,64%, rata-rata 2,28%, dan standar deviasi 1,76% yang lebih
besar daripada ratio Belanja Bantuan Sosial daerah incumbent sebelum pelaksanaan
pemilukada dengan rasio maksimun 7,37%, rata-rata 2,17%, dan standar deviasi 1,52%.
Untuk ratio Belanja Bantuan Keuangan daerah incumbent pada saat pemilukada memiliki
rasio maksimun 12,12%, rata-rata 3,45%, dan standar deviasi 2,45% yang lebih besar
daripada ratio Belanja Bantuan Keuangan daerah incumbent sebelum pelaksanaan
pemilukada dengan rasio maksimun 11,04%, rata-rata 3,20%, dan standar deviasi 2,19%.
Selanjutnya rasio Belanja Hibah daerah non incumbent pada saat pemilukada adalah
maksimun 28,12%, rata-rata 6,02% dengan standar deviasi 4,18% yang lebih besar daripada
ratio Belanja Hibah daerah non incumbent sebelum pelaksanaan pemilukada dengan rasio
maksimum 6,92 %, rata-rata 1,77%, dan standar deviasi 1,72%. Untuk ratio Belanja Bantuan
Sosial daerah non incumbent pada saat pemilukada memiliki rasio maksimun 14,36%, rata-
16
rata 2,50%, dan standar deviasi 2,51% yang lebih besar daripada ratio Belanja Bantuan
Sosial daerah non incumbent sebelum pelaksanaan pemilukada dengan rasio maksimun
13,80%, rata-rata 2,48%, dan standar deviasi 2,40%. Untuk ratio Belanja Bantuan Keuangan
daerah non incumbent pada saat pemilukada memiliki rasio maksimun 15,65%, rata-rata
2,95%, dan standar deviasi 2,62% yang lebih besar daripada ratio Belanja Bantuan
Keuangan daerah non incumbent sebelum pelaksanaan pemilukada dengan rasio maksimun
14,48%, rata-rata 2,76%, dan standar deviasi 2,57%.
Pengujian Hipotesis Pertama
Sebagaimana dapat dijelaskan dalam tabel 4.17 dan gambar 4.1, dengan
memperbandingkan rata-rata proporsi belanja hibah daerah incumbent sebelum dan pada saat
pelaksanaan pemilukada, terlihat bahwa proporsi belanja hibah daerah incumbent pada saat
pelaksanaan pemilukada lebih besar daripada proporsi belanja hibah daerah incumbent
sebelum pemilukada. Hasil ini mengindikasikan bahwa adanya kenaikan alokasi belanja
hibah tahun anggaran 2010 dalam APBD kabupaten/kota pada daerah dengan calon
incumbent, peningkatan ini cukup signifikan dibandingkan tahun anggaran 2009.
Tabel 4.17 Perbandingan Rata-Rata Proporsi Belanja Hibah Daerah Incumbent Sebelum dan Pada Saat
Pemilukada
Periode Rata-rata Proporsi Hibah Incumbent
Sebelum 1,42%Pada saat 5,49%Sumber: data yang diolah
17
Pengujian Hipotesis Kedua
Sebagaimana dapat dijelaskan dalam tabel 4.18 dan gambar 4.2, dengan
memperbandingkan rata-rata proporsi belanja bantuan sosial daerah incumbent sebelum dan
pada saat pelaksanaan pemilukada, terlihat bahwa proporsi belanja bantuan sosial daerah
incumbent pada saat pelaksanaan pemilukada lebih besar daripada proporsi belanja bantuan
sosial daerah incumbent sebelum pemilukada. Hasil ini mengindikasikan bahwa adanya
kenaikan alokasi belanja bantuan sosial tahun anggaran 2010 dalam APBD kabupaten/kota
pada daerah dengan calon incumbent, meskipun peningkatan ini tidak terlalu signifikan
dibandingkan tahun anggaran 2009.
Tabel 4.18 Perbandingan Rata-Rata Proporsi Belanja Bantuan Sosial Daerah Incumbent Sebelum dan
Pada Saat Pemilukada
Periode Rata-rata Proporsi Bansos Incumbent
Sebelum 2,17%Pada saat 2,28%Sumber: data yang diolah
18
Pengujian Hipotesis Ketiga
Sebagaimana dapat dijelaskan dalam tabel 4.19 dan gambar 4.3, dengan
memperbandingkan rata-rata proporsi belanja bantuan keuangan daerah incumbent sebelum
dan pada saat pelaksanaan pemilukada, terlihat bahwa proporsi belanja bantuan keuangan
daerah incumbent pada saat pelaksanaan pemilukada lebih besar daripada proporsi belanja
bantuan keuangan daerah incumbent sebelum pemilukada. Hasil ini mengindikasikan bahwa
adanya kenaikan alokasi belanja bantuan keuangan tahun anggaran 2010 dalam APBD
kabupaten/kota pada daerah dengan calon incumbent, peningkatan ini tidak terlalu signifikan
dibandingkan tahun anggaran 2009.
Tabel 4.19 Perbandingan Rata-Rata Proporsi Belanja Bantuan Keuangan Daerah Incumbent Sebelum dan
Pada Saat Pemilukada
Periode Proporsi rata-rata Bansos Incumbent
Sebelum 3,20%Pada saat 3,45%Sumber: data yang diolah
Pengujian Hipotesis Keempat
Sebagaimana dapat dijelaskan dalam tabel 4.20 dan gambar 4.4, dengan
memperbandingkan perubahan rata-rata proporsi belanja hibah antara daerah dengan calon
incumbent dan daerah dengan calon non incumbent pada saat pelaksanaan pemilukada,
terlihat bahwa perubahan rata-rata proporsi belanja hibah untuk daerah dengan calon
incumbent lebih besar daripada perubahan rata-rata proporsi belanja hibah daerah dengan
19
calon non incumbent. Hasil ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan alokasi belanja
hibah tahun anggaran 2010 dalam APBD kabupaten/kota antara daerah incumbent dan daerah
non incumbent
Tabel 4.20 Perbandingan Perubahan Rata-rata Proporsi Belanja Hibah antara Daerah Incumbent dan
Daerah Non Incumbent Pada Saat Pemilukada
Status ∆ Rata-rata Proporsi Hibah
Incumbent 287,45%Non Incumbent 240,21%Sumber: data yang diolah
*karena keterbatasan tempat, pada gambar 4.4 dibuat dengan skala 1: 100%
Pengujian Hipotesis Kelima
Sebagaimana dapat dijelaskan dalam tabel 4.21 dan gambar 4.5, dengan
memperbandingkan perubahan rata-rata proporsi belanja bantuan sosial antara daerah dengan
calon incumbent dan daerah dengan calon non incumbent pada saat pelaksanaan pemilukada,
terlihat bahwa perubahan rata-rata proporsi belanja bantuan sosial untuk daerah dengan calon
incumbent lebih besar daripada perubahan rata-rata proporsi belanja bantuan sosial daerah
dengan calon non incumbent. Hasil ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan alokasi
belanja bantuan sosial tahun anggaran 2010 dalam APBD kabupaten/kota antara daerah
dengan calon incumbent dan daerah dengan calon non incumbent.
20
Tabel 4.21 Perbandingan Perubahan Rata-rata Proporsi Belanja Bantuan Sosial antara Daerah Incumbent
dan Daerah Non Incumbent Pada Saat Pemilukada
Status ∆ Rata-rata Proporsi Bansos
Incumbent 5,05%Non Incumbent 1,00%Sumber: data yang diolah
Pengujian Hipotesis Keenam
Sebagaimana dapat dijelaskan dalam tabel 4.22 dan gambar 4.6, dengan
memperbandingkan perubahan rata-rata proporsi belanja bantuan keuangan antara daerah
dengan calon incumbent dan daerah dengan calon non incumbent pada saat pelaksanaan
pemilukada, terlihat bahwa perubahan rata-rata proporsi belanja bantuan keuangan untuk
daerah dengan calon incumbent lebih besar daripada perubahan rata-rata proporsi belanja
bantuan keuangan daerah dengan calon non incumbent. Hasil ini mengindikasikan bahwa,
ada perbedaan alokasi belanja bantuan keuangan tahun anggaran 2010 dalam APBD
kabupaten/kota antara daerah dengan calon incumbent dan daerah dengan calon non
incumbent.
21
Tabel 4.22 Perbandingan Perubahan Rata-rata Proporsi Belanja Bantuan Keuangan antara Daerah
Incumbent dan Daerah Non Incumbent Pada Saat Pemilukada
Status ∆ Rata-rata Proporsi Bankeu
Incumbent 3,35%Non Incumbent 2,95%Sumber: data yang diolah
Pembahasan
Oportunistik incumbent dalam proses penyusunan APBD menjelang pelaksanaan
pemilukada terindikasi sangat kuat. Apalagi ketika kepala daerah yang mencalonkan kembali
dalam pemilukada sebagai calon incumbent memiliki peluang besar dalam memanfaatkan
pos-pos belanja dalam APBD untuk kepentingan pribadinya. Belanja hibah, belanja bantuan
sosial dan belanja bantuan keuangan merupakan pos-pos yang dipakai oleh calon incumbent
untuk memikat hati masyarakat pemilih guna mendapatkan dukungan suara.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama, kedua dan ketiga diketahui bahwa
proporsi belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja bantuan keuangan untuk daerah
dengan calon incumbent pada saat pelaksanaan pemilukada lebih besar daripada sebelum
pemilukada. Hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa proporsi belanja hibah, belanja
bantuan sosial dan belanja bantuan keuangan untuk daerah dengan calon incumbent lebih
besar daripada daerah non incumbent.
22
Hasil penelitian ini juga memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Indonesian
Corruption Watch (ICW) tahun 2008 bekerjasama dengan Universitas Murdoch (Kompas,
14/4/2009), menemukan adanya peningkatan alokasi belanja hibah dan belanja bantuan sosial
dalam APBD pada saat pelaksanaan pemilukada tahun 2008 di Kabupaten Tabanan (Bali),
Kota Bau-bau (Sulawesi Tenggara) dan Kota Bandung (Jawa Barat) diikuti dengan
kemenangan calon incumbent.
23
V. PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat perbedaan alokasi belanja sebelum dan pada saat pemilukada untuk daerah
dengan calon incumbent. Alokasi belanja untuk belanja hibah, belanja bantuan sosial dan
belanja bantuan keuangan daerah dengan calon incumbent pada saat pemilukada lebih
besar daripada sebelum pemilukada.
2. Terdapat perbedaan alokasi belanja antara daerah dengan calon incumbent dan daerah
dengan calon non incumbent pada saat pelaksanaan pemilukada. Alokasi belanja untuk
belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja bantuan keuangan daerah dengan calon
incumbent lebih besar daripada daerah non incumbent pada saat pelaksanaan pemilukada.
Keterbatasan
Walaupun penelitian ini telah dilakukan dengan baik, namun beberapa keterbatasan
tidak dapat dihindari. Seperti penelitian-penelitian sebelumnya, perlu kehati-hatian dalam
melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian.
Saran
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan proksi pengalokasian belanja hibah,
belanja bantuan sosial dan belanja bantuan keuangan untuk menggambarkan perilaku
oportunistik kepala daerah. Untuk menambah akurasi, maka sangat disarankan untuk
melakukan field research, seperti wawancara dan pengamatan langsung di lapangan dengan
para pelaku. Kemudian penelitian hanya membandingkan perbedaan dua variabel yaitu
incumbent dan non incumbent dengan menggunakan variabel alokasi belanja hibah, belanja
bantuan sosial dan belanja bantuan keuangan dalam APBD Kabupaten/kota. Diharapkan
untuk penelitian selanjutnya menggunakan variabel lain yang dapat memperkuat hasil
penelitian ini.
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. & Asmara, J.A. 2006. “Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran
Daerah – Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik.” Simposium Nasional Akuntansi (SNA). Palembang. 2006
Cooper, D.R & Schindler, P.S. 2008. “Business Research Methods”. 10th Edition. New York-USA; McGraw-Hill Companies, Inc.
Halim & Abdullah, S. 2006. “Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintahan Daerah – Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi.” Jurnal Akuntansi Pemerintah 2(1):53-64.http:www.bppk.depkeu.go.id
Ritonga, I.T. & Alam, M.I. 2010. “Apakah Incumbent Memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Untuk Mencalonkan Kembali Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada).” Simposium Nasional Akuntansi (SNA). Purwokerto. 2010
---------------Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 Tentang Keuangan Negara; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47;
---------------Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125
---------------Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126
---------------Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140;
---------------Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
---------------Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
---------------Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009
---------------Peraturan Menteri Dalam Negeri Noor 24 Tahun 2009 Tentang Pedoman Tata Cara Perhitungan, Penganggaran Dalam APBD, Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggunjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik
---------------Direktorat Jenderal Otonami Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia;
---------------Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia;
---------------Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia; ---------------Http//www.Kompas.com