Konferensi Nasional Riset Manajemen VI Jakarta, 28 November 2012 ISSN : 2086-0390 1 ANALISIS POTENSI BATUBARA INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL Lufina Mahadewi Hilarius Bambang Winarko Sampoerna School of Business ABSTRACT This paper aims to analyze the competitive advantage of Indonesian coal commodity to fulfill the consumption needs for domestic and export coal markets. The scope of this paper is covering an analysis on several aspects of Indonesian coal industry which includes an analysis of national coal industry and coal current market conditions in Indonesia and global market. It also analyzes several business aspects of national coal sector comprises legal aspects of Indonesian mining laws; management aspects; technical aspects of production in coal mining operations; and marketing aspects of Indonesian coal business. Through the analysis of those above mentioned aspects, the competitive advantage of Indonesia coal sector can then be determined. Therefore, Indonesian coal business can be sustained in facing intensed competitions in coal mining commodity businesses. Keywords: Indonesian Coal Sector, Coal Price, Domestic and Export Coal Demand and Supply, Indonesian Mining Laws, etc. I. PENDAHULUAN Batubara sebagai salah satu bahan bakar energi memiliki keunggulan seperti harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan sumber energi terutama dalam penggunaan bahan bakar pembangkit listrik dan ketersediaan yang cukup besar. Menurut Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan, batubara memiliki efisiensi tertinggi jika dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. Pada tahun 2010, investasi dan harga batubara paling murah dengan perkiraan harga Rp. 500 atau Rp. 600 per KWh. Sedangkan posisi kedua ditempati oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). PLN membeli listrik dari Pembangkit Listrik Mikrohidro (PLTMH) dengan kisaran harga Rp. 787 per KWh. Selanjutnya adalah bahan bakar gas dengan kisaran harga Rp. 900 per KWh; bahan bakar BBM dengan kisaran harga sekitar Rp. 1.800 per KWh; dan Pembangkit Listrik Tenaga Matahari (PLTM) yang sama halnya dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) memiliki kisaran harga Rp. 2.500 hingga Rp. 3.000 per KWh. Indonesia pada tahun 2012 merupakan salah satu pemain besar dalam industri pertambangan dunia dengan tingkat produksi yang cukup tinggi untuk bahan galian mineral batubara, tembaga, emas, timah dan nikel. Indonesia saat ini masih menjadi salah satu pengekspor batubara terbesar dunia disamping Australia, Kolombia, Rusia, dan Afrika Selatan, khususnya, untuk batubara jenis thermal yang digunakan untuk pembangkit listrik. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Indonesia merupakan salah satu produsen yang secara konsisten menunjukkan peningkatan produksi batubaranya. Menurut riset yang dilakukan oleh Patersons (2012), pada
26
Embed
ANALISIS POTENSI BATUBARA INDONESIA DALAM … Paper FOB USBI-12-01... · pertambangan batubara, proses produksi batubara, kualitas batubara, dan pengangkutan batubara; serta aspek
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Konferensi Nasional Riset Manajemen VI
Jakarta, 28 November 2012 ISSN : 2086-0390
1
ANALISIS POTENSI BATUBARA INDONESIA DALAM MENGHADAPI
PERSAINGAN GLOBAL
Lufina Mahadewi
Hilarius Bambang Winarko
Sampoerna School of Business
ABSTRACT
This paper aims to analyze the competitive advantage of Indonesian coal commodity to fulfill the
consumption needs for domestic and export coal markets. The scope of this paper is covering an analysis
on several aspects of Indonesian coal industry which includes an analysis of national coal industry and
coal current market conditions in Indonesia and global market. It also analyzes several business aspects
of national coal sector comprises legal aspects of Indonesian mining laws; management aspects;
technical aspects of production in coal mining operations; and marketing aspects of Indonesian coal
business. Through the analysis of those above mentioned aspects, the competitive advantage of Indonesia
coal sector can then be determined. Therefore, Indonesian coal business can be sustained in facing
intensed competitions in coal mining commodity businesses.
Keywords: Indonesian Coal Sector, Coal Price, Domestic and Export Coal Demand and Supply,
Indonesian Mining Laws, etc.
I. PENDAHULUAN
Batubara sebagai salah satu bahan bakar energi memiliki keunggulan seperti harga yang relatif
lebih murah dibandingkan dengan sumber energi terutama dalam penggunaan bahan bakar
pembangkit listrik dan ketersediaan yang cukup besar. Menurut Menteri Negara BUMN Dahlan
Iskan, batubara memiliki efisiensi tertinggi jika dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. Pada
tahun 2010, investasi dan harga batubara paling murah dengan perkiraan harga Rp. 500 atau Rp.
600 per KWh. Sedangkan posisi kedua ditempati oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
PLN membeli listrik dari Pembangkit Listrik Mikrohidro (PLTMH) dengan kisaran harga Rp.
787 per KWh. Selanjutnya adalah bahan bakar gas dengan kisaran harga Rp. 900 per KWh;
bahan bakar BBM dengan kisaran harga sekitar Rp. 1.800 per KWh; dan Pembangkit Listrik
Tenaga Matahari (PLTM) yang sama halnya dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
memiliki kisaran harga Rp. 2.500 hingga Rp. 3.000 per KWh.
Indonesia pada tahun 2012 merupakan salah satu pemain besar dalam industri pertambangan
dunia dengan tingkat produksi yang cukup tinggi untuk bahan galian mineral batubara, tembaga,
emas, timah dan nikel. Indonesia saat ini masih menjadi salah satu pengekspor batubara
terbesar dunia disamping Australia, Kolombia, Rusia, dan Afrika Selatan, khususnya, untuk
batubara jenis thermal yang digunakan untuk pembangkit listrik. Dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, Indonesia merupakan salah satu produsen yang secara konsisten menunjukkan
peningkatan produksi batubaranya. Menurut riset yang dilakukan oleh Patersons (2012), pada
Konferensi Nasional Riset Manajemen VI
Jakarta, 28 November 2012 ISSN : 2086-0390
2
tahun 2010 tingkat produksi batubara di Indonesia mencapai 300 Juta Ton dengan pertumbuhan
15% per tahun dari tahun sebelumnya. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia juga mencatat
bahwa pada tahun 2009 produksi batubara meningkat sebesar 14,8% dari 238 juta ton menjadi
325 juta ton pada tahun 2010.
Negara tujuan ekspor batubara Indonesia yang terbesar adalah China, Korea selatan, India,
Jepang, dan Taiwan. China dan India menjadi tujuan ekspor utama dikarenakan pertumbuhan
permintaan energi dari kedua negara tersebut signifikan. Nilai ekspor batubara Indonesia
meningkat 15,22% dari 230 juta ton pada tahun 2009 menjadi sekitar 265 juta ton pada tahun
2010. Disamping pasar ekspor, penjualan domestik meningkat 13,21% dari 53 juta ton pada
tahun 2009 menjadi sekitar 60 juta ton pada tahun 2010. Sebesar 72% dari total produksi
batubara Indonesia dijual ke pasar ekspor dan sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri (domestik).
Dalam hal sumber daya dan cadangan mineral batubara, Indonesia memiliki ketersediaan yang
besar terutama berasal dari Kalimantan dan Sumatera. Sedangkan daerah lainnya seperti
misalnya Jawa dan Sulawesi, jumlahnya relatif lebih kecil. Sebagai gambaran, sumber daya dan
cadangan batubara di Indonesia dapat dilihat pada peta di bawah ini:
Gambar 1. Peta Sumber Daya dan Cadangan Batubara di Indonesia
Total Sumber Daya: 104,82 b.t (Milyar Ton)
Lignite : 20% Subituminous : 66%
Bituminous: 14%
Konferensi Nasional Riset Manajemen VI
Jakarta, 28 November 2012 ISSN : 2086-0390
3
Sumber: Indonesia Coal Mining Outlook, Bob Kamandanu (14 April 2011)
Sumber daya dan cadangan yang melimpah tersebut menjadikan sektor batubara di Indonesia
memiliki potensi yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun ekspor.
Sektor batubara merupakan sektor yang prospektif dan potensial untuk dikembangkan sebab
didukung oleh potensi permintaan yang cenderung meningkat dari sektor industri
ketenagalistrikan, khususnya untuk pembangkit tenaga listrik dan sektor manufaktur.
Struktur biaya yang paling besar dalam industri pembangkit tenaga listrik adalah bahan bakar.
Dengan adanya perkembangan harga minyak yang cenderung fluktuatif, batubara menjadi
alternatif bahan bakar yang relatif lebih stabil untuk pembangkit tenaga listrik dibandingkan
BBM. Pemerintah secara intensif mendorong pemanfaatan batubara dan gas untuk menekan
biaya produksi di sektor industri kelistrikan di Indonesia. Selain sektor ketenagalistrikan,
batubara juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada industri semen, pulp and paper, dan
tekstil.
Menurut Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Pemerintah tengah melaksanakan program
percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap I dan rencana ke depan juga berlanjut
dengan program percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap II. Untuk mendukung
program ini, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dalam Master Plan Pembangunan
Ketenagalistrikan 2010-2014 akan mengembangkan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)
batubara berskala kecil sebagai salah satu alternatif menggantikan pembangkit listrik yang
menggunakan BBM pada sistem skala kecil guna menekan biaya operasional sistem kelistrikan.
Pemanfaatan PLTU batubara berskala kecil bertujuan untuk menggantikan peran sebagian PLTD
(Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) yang digunakan oleh sistem kelistrikan di luar area Jawa-
Madura-Bali.
Peran industri batubara yang besar dalam program percepatan industri ketenagalistrikan di
Indonesia menunjukkan bahwa komoditas batubara masih sangat dibutuhkan oleh pasar
domestik. Hal ini juga didukung oleh data pertumbuhan penjualan batubara di pasar domestik
yang meningkat 13,8% per tahun sejak tahun 1996-2010 (Asosiasi Pertambangan Batubara
Indonesia, 2011).
Dalam rangka mendukung pemenuhan kebutuhan batubara domestik di masa mendatang,
Pemerintah telah mengeluarkan ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) mengenai
transfer kuota kewajiban pasok dalam negeri. Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomer 34 Tahun
2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan
Dalam Negeri tertanggal 31 Desember 2009, produsen yang tidak memenuhi DMO akan
dikenakan sanksi berupa pemotongan produksi 50 persen di tahun berikutnya. Peraturan Menteri
ini kemudian diperkuat dalam Keputusan Menteri ESDM No. 2360K/30/MEM/2010 mengenai
Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan Batubara untuk Kepentingan Dalam
Negeri Tahun 2011 tanggal 31 Agustus 2010.
Menurut data Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM (2012), perkiraan kebutuhan
batubara di pasar domestik tahun 2011 mencapai 78,97 juta ton, sedangkan produksi ditargetkan
Konferensi Nasional Riset Manajemen VI
Jakarta, 28 November 2012 ISSN : 2086-0390
4
326,65 juta ton, sehingga angka DMO 2011 bisa mencapai 24,17%. Ketetapan DMO ini berada
dalam kisaran 20%-30% dari total produksi batubara nasional.
Saat ini kebutuhan pasar ekspor batubara juga memiliki peluang yang besar. Asosiasi
Pertambangan Batubara Indonesia (2012) memperkirakan ekspor batubara ke China dan India
hingga akhir tahun 2012 dapat mencapai 80 juta ton. Batubara untuk pasar ekspor dibutuhkan
untuk memenuhi suplai bahan bakar PLTU. Menurut Ketua APBI Bob Kamandanu dalam
Konferensi Pengusaha Pertambangan Minerba di Jakarta, China dan India masih menjadi dua
negara tujuan ekspor terbesar untuk Indonesia. Pada tahun 2011, China mengimpor 64,69 juta
ton batu bara dari Indonesia senilai USD 845,42 juta, naik 18,1% dibanding tahun sebelumnya
sebesar 54,77 juta ton. Sementara itu, India membutuhkan pasokan batubara untuk memenuhi
kebutuhan sejumlah pembangkit baru senilai USD 36 juta. India berencana mengimpor 118 juta
ton batubara yang dominan akan dibeli dari Indonesia. Pemerintah India telah mentenderkan
Ultra Mega Power Project (UMPP) 9X4.000 MW PLTU di mana setiap 4.000 MW UMPP
membutuhkan 15 juta ton batubara per tahunnya. Gambaran kebutuhan batubara di atas
menunjukkan bahwa prospek batubara baik pasar domestik maupun pasar ekspor cukup baik.
Tulisan dalam makalah ini bertujuan untuk menganalisis potensi produk batubara nasional dalam
memenuhi konsumsi pasar domestik maupun menghadapi persaingan global. Ruang lingkup
pembahasan pada tulisan ini meliputi tinjauan dari aspek industri batubara, yang mencakup
gambaran industri batubara nasional serta kondisi pasar batubara Indonesia. Selain itu, juga
dilakukan pembahasan terhadap profil bisnis perusahaan batubara Indonesia ditinjau dari aspek
legal atau hukum; aspek manajemen; aspek teknis produksi dalam kegiatan operasional
pertambangan batubara, proses produksi batubara, kualitas batubara, dan pengangkutan batubara;
serta aspek pemasaran bisnis batubara nasional. Berdasarkan analisis aspek industri batubara
maupun aspek bisnis batubara, maka dapat dianalisis keunggulan bersaing industri batubara
menggunakan analisis SWOT dalam menghadapi persaingan bisnis di pasar domestik maupun
global.
II. INDUSTRI BATUBARA NASIONAL
Dilihat dari aspek sistem operasi produksinya, perusahaan-perusahan yang tergabung dalam
industri batubara nasional secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu:
1. Perusahaan batubara BUMN
2. Perusahaan yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(PKP2B, Coal Contract of Work/CCow) yang terbagi menjadi 3 generasi
3. Perusahaan yang memiliki Kuasa Penambangan (KP)
4. Perusahaan yang berskala kecil dan dibentuk dari KUD (Koperasi Unit Desa)
Dengan mengacu kepada UU No. 4 tahun 2009, maka kontrak PKP2B dan KP terus
berkembang. UU ini menetapkan adanya Wilayah Pertambangan (WP) yang dibagi menjadi 3
jenis wilayah pengusahaan mineral dan batubara (minerba), yaitu:
1. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP)
2. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
3. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK)
Konferensi Nasional Riset Manajemen VI
Jakarta, 28 November 2012 ISSN : 2086-0390
5
Disamping itu, UU ini juga menetapkan izin pengusahaan penambangan, yaitu:
1. Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang terbagi menjadi dua, yaitu: IUP Eksplorasi dan IUP
Operasi Produksi.
2. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
3. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)
Menurut data Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (2010), saat ini tercatat ada 1
perusahaan batubara BUMN, yaitu PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) dan 76
perusahaan yang berdiri berdasarkan kontrak PKP2B. Dengan diberlakukannya undang-undang
otonomi daerah pada tahun 1999, maka tambang yang memiliki KP (Kuasa Pertambangan) saat
ini jumlahnya meningkat secara drastis, yaitu lebih dari 2.500 perusahaan di mana 900
perusahaan di antaranya sudah sesuai dengan prosedur IUP.
Tabel 1. Jumlah Tambang Batubara
Berdasarkan Sistem Operasi Produksi
Sumber: Presentasi ICMA pada CCD Seminar 2010
Secara umum, struktur industri batubara nasional dapat digambarkan seperti di bawah ini:
Gambar 2. Struktur Industri Batubara Nasional
Mengingat berlimpahnya ketersediaan sumber daya alam dan tingkat kesulitan penambangannya,
saat ini fokus utama industri batubara Indonesia masih terletak pada sektor industri hulu, di mana
kegiatan utamanya adalah di bidang pencarian cadangan batubara (eksplorasi) dan penggalian
Konferensi Nasional Riset Manajemen VI
Jakarta, 28 November 2012 ISSN : 2086-0390
6
batubara yang dianggap layak diusahakan secara ekonomis (eksploitasi). Namun demikian ada
kecenderungan fokus utama ini sudah mulai bergeser dan terintegrasi ke arah hilir dengan
kegiatan bisnis yang membutuhkan tingkat investasi dan teknologi yang relatif tidak terlalu
kompleks (lihat Gambar 2).
Menurut data yang diperoleh dari Indonesian Commercial Newsletter (ICN, 2010), tercatat
sebanyak 116 perusahaan kontraktor penambangan batubara yang mengerjakan kontrak
penambangan (contracting service) kepada 60 perusahaan yang memiliki konsesi pertambangan
batubara di Indonesia. Munculnya kontraktor-kontraktor baru ini terjadi karena kebanyakan
pemilik konsesi pertambangan baru tidak memiliki pengalaman dan ketersediaan peralatan berat
yang memadai. Sebagai alternatif mereka mendirikan anak-anak perusahaan ataupun
memperkerjakan perusahaan kontraktor jasa pertambangan yang berpengalaman, seperti
misalnya: PT. Bukit Makmur Utama Mandiri (BUMA), PT. Pama Persada Nusantara (United
Tractors), PT. Dharma Henwa, Tbk dan Thiess Contractors, yang memiliki keahlian dalam
pengelolaan penggalian (eksploitasi) batubara.
Dalam rangka melakukan diversifikasi usaha dan meningkatkan efisiensi operasional
perusahaan, beberapa pemilik konsesi pertambangan juga melakukan integrasi vertikal ke sektor
industri antara dan selanjutnya industri hilir. Misalnya, PT. Adaro, mendirikan anak-anak
perusahaan: PT. Sapta Indah Sejati yang bergerak di bidang penggalian batubara, PT. Maritim
Barito Perkasa yang bergerak di bidang transportasi tongkang (barging), PT. Sarana Daya
Mandiri yang bergerak di bidang pengerukan (dredging), PT. Indonesian Bulk Terminal yang
bergerak di bidang terminal batubara dan PT. Coaltrade Service International yang bergerak di
bidang perdagangan batubara.
Saat ini hanya PT. Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) yang memiliki sarana transportasi
sendiri dengan menggunakan jalur kereta sampai dengan pelabuhan batubara yang dimiliknya
sendiri di Sumatera, yaitu: Pelabuhan Kertapati, Tarahan dan Teluk Bayur, sehingga efisiensi
pengangkutannya menjadi lebih baik. Namun infrastruktur batubara di Kalimantan relatif belum
memadai disbanding di Sumatera, karena pengangkutan batubara masih menggunakan jalur air
dengan menggunakan tongkang (barge) melewati sungai kemudian dipindahkan lagi ke kapal
batubara lepas di laut lepas (trans-shipment) yang berdampak kepada inefisiensi operasional
transportasi. Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan batubara di Kalimantan, seperti
misalnya: KPC, Arutmin, Adaro, Indominco, dsb mengelola sendiri penggunaan fasilitas
penimbunan dan pengangkutan batubara terapung skala besar (mega float) atau pusher barge
sampai dengan memiliki pelabuhan batubara sendiri (lihat Tabel 2).
Tabel 2. Pelabuhan-Pelabuhan Batubara di Indonesia
Konferensi Nasional Riset Manajemen VI
Jakarta, 28 November 2012 ISSN : 2086-0390
7
Integrasi vertikal ke arah hilir yang memerlukan investasi dan teknologi yang lebih besar dan
kompleks telah dilakukan oleh perusahaan raksasa batubara nasional PTBA, dengan membuka
unit pembangkit listrik bertenaga uap di Banko, Tanjung Enim. PTBA mendirikan anak
perusahaan PT. Huadian Bukit Asam Power yang merupakan perusahaan kerjasama antara
PTBA dan China Huadian Hongkong Company Limited. Selain untuk kebutuhan energi
pembangkit listrik seiring diluncurkannya program percepatan kelistrikan 10.000 MW, menurut
prediksi kebutuhan domestik batubara juga didominasi oleh industri semen, baja dan lainnya
(Seminar APEC Fukuoka, 2010).
Fenomena integrasi vertikal struktur industri batubara nasional ke depan diprediksi akan
meramaikan dinamika industri pertambangan batubara nasional dengan alasan efisiensi
operasional dan meningkatkan daya saing perusahaan yang dilakukan dengan mekanisme merger
dan akusisi. Sebagai contohnya, perusahaan kontraktor pertambangan batubara seperti misalnya
PT. United Tractors, Tbk. melakukan investasi yang tidak sedikit (USD 51 juta) untuk
mengakuisisi perusahaan yang memiliki konsesi pertambangan, PT. Borneo Berkat Makmur,
pemegang kepemilikan 60% PT. Piranti Jaya (Bisnis Indonesia, 13 Agustus 2012).
Bertumbuhnya sektor industri antara batubara dapat didorong misalnya melalui mekanisme
kebijakan Pemerintah melalui peninjauan kembali terhadap UU Minerba yang baru. Seperti
misalnya di bidang pengolahaan batubara, mulai dari pengolahan briket batubara, pencairan
batubara dan gasifikasi batubara. Walaupun UU ini sudah mewajibkan pengembang tambang
batubara untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertambangan di dalam negeri (Pasal 103, ayat
1), dalam hal ini adalah kewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian hasil
tambang, namun realisasinya belum signifikan. UU ini juga belum mengatur kewajiban untuk
membangun fasilitas preparasi batubara (coal preparation plant). Pada akhirnya UU ini ke depan
diharapkan mampu menstimulasi peningkatan daya saing industri melalui diversifikasi produk-
produk batubara nasional, baik dalam pemenuhan kebutuhan domestik maupun ekspansi pasar
ekspor yang baru.
III. Analisis Pasar Batubara Nasional
Supply and Demand
Konferensi Nasional Riset Manajemen VI
Jakarta, 28 November 2012 ISSN : 2086-0390
8
Produksi nasional batubara pada tahun 2012 diperkirakan naik sebesar 7%-10% dibandingkan
tahun 2011. Kementerian Energi mencatat realisasi produksi batubara semester I tahun 2012
adalah sebesar 184 juta ton, setara 54% dari target produksi tahun ini yaitu 340 juta ton. Jumlah
ini naik 5% dibanding semester I tahun 2011.
Indonesia merupakan pengekspor batu bara terbesar kedua setelah Australia. Pada tahun 2011,
Indonesia memasok 30% dari total ekspor batubara dunia sebesar 910 juta ton. Adapun total
produksi 2011 setara 5% dari total produksi batubara dunia sebesar 6.941 juta ton. Menurut data
Direktorat Jenderal Mineral Batubara, dari total produksi batubara pada tahun 2011 sebesar 77%
diserap pasar ekspor. Namun jika dilihat dari posisi permintaan, pada semester I tahun 2012
terjadi penurunan permintaan ekspor dari Asia Pasifik dan Eropa. Menurut Direktur Batubara
Kementerian Energi, Edi Prasodjo, total ekspor batubara pada semester I tahun 2012 turun 19%
menjadi 137 juta ton akibat pengurangan permintaan ekspor dari kawasan Asia Pasifik dan
Eropa.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan permintaan batubara Indonesia
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Adanya krisis ekonomi yang tejadi di pasar Eropa dan AS. Permintaan batubara dari pabrik
baja di Eropa turun secara drastis, yang mengakibatkan menurunnya harga patokan batubara
jenis kalori tinggi hampir sebesar 30% selama tahun 2011 yang secara langsung
mempengaruhi patokan harga batubara thermal. Krisis ekonomi global yang mempengaruhi
permintaan dari konsumen batubara di dunia dapat berpengaruh pada kinerja penjualan
perusahaan batubara di Indonesia.
b. Meningkatnya pasokan batubara dari pasar Atlantik, khususnya AS karena adanya penemuan
teknologi untuk mengeksploitasi Shale Gas. Menurut Wakil Direktur Utama Indika Energy,
Wishnu Wardhana, selain karena krisis ekonomi terdapat ancaman lainnya yang datang dari
energi alternatif dalam bentuk Shale Gas, dimana harga gas tersebut saat ini sangat murah
yaitu sebesar USD 2-3 per MMBtu. Hal tersebut menyebabkan jatuhnya harga komoditas
batubara di AS, sehingga harga batubara Amerika relatif kompetitif terhadap harga batubara
Indonesia. Perusahaan pelayaran besar di Tokyo, Daiichi Chuo Kisen Kaisha memperkirakan
terjadinya ekspor dalam jumlah besar dari AS dengan penemuan teknologi Shale Gas.
Menurut Simmons & Co. International, pengembangan sumber daya dan cadangan Shale Gas
di AS akan mengurangi ketergantungan AS terhadap batubara sebagai bahan bakar
pembangkit lisrik sekaligus membuka peluang untuk mengekspor batubara ke pasar Asia.
Departemen Energi AS memproyeksikan pangsa pasar batubara sebagai pembangkit listrik
akan turun menjadi 43,5% di tahun 2012 dari 44,9% di tahun 2011.
c. Rusia merencanakan penambahan ekspor batubaranya sebesar 85 juta MT (Metric Tonne)
dalam kurun waktu 10-15 tahun (atau sampai dengan 2030) termasuk 14,9 juta MT ke China.
Sebagai perbandingan, Rusia telah mengekspor batubara sebesar 32 juta MT ke India,
Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan China pada tahun 2011. Rusia juga telah menganggarkan
USD 120 milyar guna mengembangkan industri batubaranya (Bloomberg, 2012).
d. China diperkirakan akan terus melakukan impor batubara dalam jumlah besar untuk
memenuhi kebutuhan domestiknya, namun dengan pertimbangan tingkat harga yang lebih
rendah. Kebutuhan batubara di China rata-rata dipenuhi oleh Indonesia, namun dengan
melimpahnya pasokan dari AS, kebutuhan batubara di China dapat dipenuhi dari kelebihan
Konferensi Nasional Riset Manajemen VI
Jakarta, 28 November 2012 ISSN : 2086-0390
9
pasokan pasar AS. Menurut APBI (Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia), negara-
negara Amerika Utara pada tahun 2009 memasok batubara ke China sebesar 59,6 juta ton.
Namun pada tahun 2011, pasokan batubara melejit menjadi 107 juta ton, sementara rata-rata
kenaikan ekspor ke China sekitar 25% per tahun-nya.
e. Kombinasi antara permintaan batubara yang menurun dengan produksi yang tinggi
menyebabkan turunnya harga batubara. Harga batubara berdasarkan Indeks Batubara
Newcastle pada akhir 30 Agustus 2012 turun sampai dengan 21% dan mencapai hingga USD
80-an per ton. Menurut Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif APBI, harga batubara
berpeluang turun terus hingga akhir tahun ini. Penyebabnya adalah pasokan batubara