Top Banner
ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN PASIEN RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP BERDASARKAN TARIF RUMAH SAKIT DENGAN TARIF INA-CBG PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RSU ZAHIRAH BULAN PELAYANAN JANUARI HINGGA MEI 2014 Ni Nengah Ayu Padmawati 1 , Pujiyanto 2 1 Manajemen Asuransi Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424 2 Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424 [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan antara tarif rumah sakit pasien rawat jalan dan rawat inap dengan tarif INA-CBG di RSU Zahirah pada program Jaminan Kesehatan Nasional 2014. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 772 kasus dari total 1231 kasus memiliki tarif rumah sakit yang lebih besar dari tarif INA-CBG dengan total biaya pelayanan berdasarkan tarif rumah sakit sebesar Rp 1.240.959.426 dan total tarif INA-CBG sebesar Rp 1.191.920.289 sehingga rumah sakit merugi sebesar Rp 49.039.137 serta terdapat beberapa hambatan dalam penerapan tarif INA-CBG pada program JKN 2014 yakni kesalahan penulisan diagnosis penyakit, ketidaklengkapan persyaratan peserta, belum adanya clinical pathway, dan masih adanya urun biaya bagi pasien. Kata Kunci: tarif rumah sakit, tarif INA-CBG, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) COMPARISON ANALYSIS BETWEEN COST OF OUTPATIENT AND INPATIENT THAT BASED ON HOSPITAL’S RATE AND INA-CBG’S RATE IN THE NATIONAL HEALTH INSURANCE PROGRAM IN ZAHIRAH GENERAL HOSPITAL FROM JANUARY UNTIL MAY 2014 Abstract This study aims to analyze the comparison between outpatient and inpatient that based on hospital’s rates and INA-CBG’s rates in Zahirah General Hospital in the National Health Insurance program 2014. The result revealed that 772 cases from 1231 total cases had larger Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014
20

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

Nov 15, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN PASIEN RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP BERDASARKAN TARIF RUMAH

SAKIT DENGAN TARIF INA-CBG PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RSU ZAHIRAH BULAN PELAYANAN

JANUARI HINGGA MEI 2014

Ni Nengah Ayu Padmawati1, Pujiyanto2

1Manajemen Asuransi Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424 2Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Indonesia, Depok, 16424

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan antara tarif rumah sakit pasien rawat jalan

dan rawat inap dengan tarif INA-CBG di RSU Zahirah pada program Jaminan Kesehatan Nasional 2014. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 772 kasus dari total 1231 kasus memiliki tarif rumah sakit yang lebih besar dari tarif INA-CBG dengan total biaya pelayanan berdasarkan tarif rumah sakit sebesar Rp 1.240.959.426 dan total tarif INA-CBG sebesar Rp 1.191.920.289 sehingga rumah sakit merugi sebesar Rp 49.039.137 serta terdapat beberapa hambatan dalam penerapan tarif INA-CBG pada program JKN 2014 yakni kesalahan penulisan diagnosis penyakit, ketidaklengkapan persyaratan peserta, belum adanya clinical pathway, dan masih adanya urun biaya bagi pasien.

Kata Kunci: tarif rumah sakit, tarif INA-CBG, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

COMPARISON ANALYSIS BETWEEN COST OF OUTPATIENT AND INPATIENT THAT BASED ON HOSPITAL’S RATE AND INA-CBG’S RATE IN THE

NATIONAL HEALTH INSURANCE PROGRAM IN ZAHIRAH GENERAL HOSPITAL FROM JANUARY UNTIL MAY 2014

Abstract

This study aims to analyze the comparison between outpatient and inpatient that based

on hospital’s rates and INA-CBG’s rates in Zahirah General Hospital in the National Health Insurance program 2014. The result revealed that 772 cases from 1231 total cases had larger

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 2: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

hospital’s rate than INA-CBG’s rate with total cost of service based on hospital’s rate is Rp 1.240.959.426 and based on INA-CBG’s rate is Rp 1.191.920.289, so that the hospital losses of Rp 49.039.137. There are some obstacles in the application of INA-CBG rates on the National Health Insurance 2014. There are writing error the diagnosis of disease, lack of compliance with requirements of participants, the absence of clinical pathways in Zahirah Hospital, and the persistence of con costs for patients.

Keywords: hospital’s rate, INA-CBG’s Rate, the National Health Insurance

Pendahuluan

Di Indonesia, upaya Universal Health Coverage (UHC) diselenggarakan oleh sebuah

badan pengelola seperti yang diamanatkan Undang-Undang Badan Pengelola Jaminan Sosial

(BPJS) Bidang Kesehatan yang telah dimulai sejak awal tahun 2014 kini sebagai tindak lanjut

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang akan membawa konsekuensi

perubahan pada berbagai aspek khususnya pada sistem upaya pelayanan kesehatan, baik

Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) maupun Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).

Konsekuensi perubahan akan meliputi kepesertaan, pengorganisasian, pembiayaan, dan

metode pembayaran pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam program Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN).

Berdasarkan rilis media yang dituliskan beberapa redaksi media cetak Indonesia,

Komite Pengawas BPJS (BPJS Watch) menyatakan hasil evaluasi tiga bulan pelaksanaan

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih belum begitu memuaskan. Dalam evaluasi

tersebut, BPJS Watch mendapatkan laporan bahwa berbagai masalah masih banyak terjadi di

lapangan yang mengakibatkan hak peserta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

maksimal masih belum bisa terwujud. Tercatat keluhan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan

yang dimulai pada saat proses pendaftaran berupa lamanya proses pendaftaran peserta BPJS.

Dari sederet permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) 2014, pembiayaan kesehatan menjadi isu yang paling menyita perhatian banyak pihak

yang terlibat dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat. Masalah pembiayaan

kesehatan di Indonesia selama ini memang selalu menjadi dilema, termasuk JKN 2014.

Masalah pembiayaan kesehatan yang ada saat ini datang dari Provider Pelayanan Kesehatan

(PPK).

Sistem pembayaran prospektif untuk PPK inilah yang menjadi permasalahan

pembiayaan kesehatan dalam pelaksanaan JKN 2014 kini. Sistem pembayaran kapitasi untuk

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 3: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

PPK tingkat pertama hampir bisa diterima karena kontrak kerja sama yang memang

mewajibkan seluruh puskesmas yang notabene dibawah pemerintahan untuk dapat

memberikan pelayanan tingkat pertama kepada peserta. Selain itu juga untuk klinik, dokter

keluarga, dan lainnya juga cukup menyetujui sistem pembayaran kapitasi.

Reaksi berbeda ternyata dimunculkan oleh pihak PPK Tingkat Lanjut yang tak lain

adalah rumah sakit. Menjelang implementasi JKN 2014, banyak pihak rumah sakit yang

menentang sistem pembayaran INA-CBG yang dinilai merugikan pihak rumah sakit dan

besarannya yang tidak dapat disamakan untuk setiap rumah sakit yang sudah jelas memiliki

tipe dan akreditasi yang berbeda. Berkaca dari pengalaman Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang

dianggap sebagai percontohan dari JKN 2014 dan menggunakan INA-CBG sebagai sistem

pembayaran Rumah Sakit juga menuai protes dari berbagai rumah sakit di Jakarta. Sempat

beredar berita dalam media cetak maupun elektronik bahwa ada 16 rumah sakit yang

mengundurkan diri dari kontrak kerja sama sebagai PPK Kartu Jakarta Sehat (KJS). Dilansir

oleh media Tempo, 16 rumah sakit itu adalah RS Thamrin, RS Admira, RS Bunda Suci, RS

Mulya Sari, RS Satya Negara, RS Paru Firdaus, RS Islam Sukapura, RS Husada, RS Sumber

Waras, RS Suka Mulya, RS Port Medical, RS Puri Mandiri Kedoya, RS Tri Dipa, RS JMC,

RS Mediros, dan RS Restu Mulia.

Terlihat dari sekian banyak rumah sakit yang berniat mengundurkan diri, semuanya

berasal dari rumah sakit swasta. Dan pada akhirnya hanya dua rumah sakit yang benar-benar

mundur dalam kontrak kerja sama KJS yakni Rumah Sakit Thamrin dan Rumah Sakit

Admira. Beberapa alasan dikemukakan oleh kedua rumah sakit mengenai keputusan untuk

mundur sebagai PPK KJS. Kedua rumah sakit ini merasa tidak sanggup mengikuti sistem

pembayaran INA-CBG. Dilansir dalam media Kompas, Wakil Direktur Utama Rumah Sakit

MH Thamrin Salemba, Abdul Barry Radjak menyatakan bahwa pihaknya secara prinsip tidak

menolak dan tetap mendukung program KJS hanya saja tidak sanggup dengan tarif INA-

CBG. Rumah sakit juga merasa dirugikan karena biaya pelayanan pasien hanya digantikan

sebesar 30 persen (30%) dari jumlah tagihan klaim seluruhnya. Sementara, pasien KJS yang

membutuhkan pertolongan semakin membeludak saat itu sehingga rumah sakit tidak sanggup

menutupi biaya pelayanan pasien.

Rumah sakit swasta yang terlibat kontrak kerja sama dengan KJS pada masa itu

memang cukup dirugikan. Pertama karena rumah sakit swasta melakukan segala kegiatan

operasional rumah sakit secara swadaya, tidak ada subsidi dari pemerintah. Selain itu,

besaran tarif INA-CBG pada masa Kartu Jakarta Sehat (KJS) masih dibedakan berdasarkan

beberapa 4 daerah regional dengan dua jenis tarif yakni tarif RS Pemerintah dan tarif RS

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 4: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

Swasta untuk tipe A,B,C,D, dan khusus. Berdasarkan kontribusi data costing oleh National

Casemix Center, untuk rumah sakit swata memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan

rumah sakit pemerintah. Dengan perbandingan yang sedemikian jauh, tentu rumah sakit

swasta kesulitan untuk menangani pasien KJS dengan tarif INA-CBG.

Kerugian pada masa KJS semakin terlihat dengan adanya selisih antara antara total

biaya yang dikeluarkan untuk setiap pelayanan di rumah sakit dengan tarif INA-CBG.

Perbedaan atau selisih memang tidak terlihat di semua instalasi pelayanan rumah sakit.

Berdasarkan hasil pengamatan kegiatan prakesmas di PT Askes (Persero) Cabang Jakarta

Selatan, dengan melihat hasil rekapan klaim masuk dari beberapa rumah sakit yang

menangani KJS, terlihat bahwa untuk instalasi rawat inap terdapat perbandingan biaya yang

relatif berbeda, terutama rumah sakit tipe B,C,D, dan E. Lain halnya dengan instalasi rawat

jalan di rumah sakit yang secara prakteknya tidak memerlukan banyak biaya sehingga

kebanyakan tarif INA-CBG untuk kasus rawat jalan justru lebih besar dibandingkan total

biaya yang harus dikeluarkan rumah sakit.

Namun untuk JKN 2014 kini, dengan melihat pelaksanaan KJS sebelumnya,

pemerintah melakukan perbaikan terhadap tarif INA-CBG yang dapat diterapkan untuk

rumah sakit pemerintah dan swasta tanpa ada selisih yang signifikan. Jika dalam

penghitungan sebelumnya INA-CBG hanya menggunakan rumah sakit pemerintah sebagai

dasar penghitungan, kini rumah sakit swasta juga digunakan dalam dasar penghitungan tarif.

Berdasarkan perbaikan tarif yang dilakukan pihak National Casemix Center untuk tarif JKN

2014, terdapat draft tarif yang berisi contoh kenaikan tarif pada 15 kasus terbesar di rumah

sakit kelas C dengan severity level I. Kenaikan mulai dari 4% hingga 151%.

Dengan perubahan dan perbaikan yang sedemikian rupa diharapkan seluruh PPK yang

terlibat kerja sama dengan BPJS Kesehatan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang

komprehensif kepada peserta. Hal ini juga khusus dilakukan untuk menarik minat rumah

sakit swasta dalam menjalin kerja sama sebagai PPK BPJS Kesehatan.

Namun sebaik apapun perbaikan dan penyesuaian tarif INA-CBG yang direncanakan

akan mampu menarik rumah sakit untuk bergabung sebagai PPK BPJS Kesehatan. Pada

kenyataannya, setelah beberapa bulan berjalan sejak januari 2014 lalu, sistem pembayaran

dengan INA-CBG tetap menjadi permasalahan bagi PPK tingkat lanjut terutama rumah sakit

swasta. Setelah dimulainya JKN 2014 ini, ternyata masih banyak rumah sakit yang memang

enggan bergabung dengan BPJS kesehatan dikarenakan merasa terbebani dengan sistem

pembayaran INA-CBG. Sesuai dalam sebuah artikel Berita Kementerian Kesehatan, saat

awal pelaksanaannya, BPJS telah berhasiil merangkul 1.710 RS dari total 2300 RS di

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 5: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

Indonesia (swasta maupun pemerintah). Dengan demikian masih terdapat 590 rumah sakit

yang belum terlibat dalam penyelenggaraan JKN 2014.

Untuk semakin menunjukkan kurangnya minat rumah sakit untuk bergabung sebagai

PPK BPJS Kesehatan dapat dilihat dari jumlah rumah sakit yang menjadi PPK BPJS

Kesehatan di DKI Jakarta. Dilansir dalam Merdeka.com, dari 152 rumah sakit yang ada, saat

ini terdapat 81 rumah sakit yang melayani peserta JKN. Sementara 71 rumah sakit lainnya

yang rata-rata adalah rumah sakit swasta menolak bergabung dengan BPJS Kesehatan karena

tarif yang diberlakukan untuk JKN dianggap masih kurang sesuai dan berbeda dengan tarif

rumah sakit. Rumah sakit khawatir bahwa pendapatan mereka akan berkurang dengan

menggunakan tarif INA-CBG dibandingkan saat menggunakan tarif rumah sakit. Jika

sebagian penggalan artikel tersebut menyatakan bahwa masih banyak rumah sakit yang

enggan untuk bergabung sebagai provider BPJS Kesehatan dikarenakan merasa tarif

pembayaran tidak sesuai dan dianggap merugikan, namun bagi kedua rumah sakit ini justru

merasa diuntungkan dengaan sistem pembayaran INA-CBG.

Dengan melihat perbedaan pendapat tersebut maka perlu dilakukan penelitian yang

mencoba untuk melihat perbandingan antara tarif pelayanan rumah sakit dengan tarif INA-

CBG pada JKN 2014 untuk pelayanan rawat jalan maupun rawat inap. Selisih atau hasil

perbandingan nanti akan menunjukkan bagaimana sebenarnya dampak sistem pembayaran

tarif INA-CBG terhadap keuangan atau pendapatan rumah sakit, menguntungkan atau justru

memang masih merugikan bahkan setelah adanya perbaikan dan penyesuaian tarif INA-CBG

untuk JKN 2014. Selain itu, penerapan clinical pathway (jalur perawatan, jalur kritis, jalur

perawatan terpadu, atau peta perawatan) sebagai alat untuk mengelola kualitas dalam

perawatan kesehatan mengenai standarisasi proses perawatan juga perlu mendapat perhatian.

Hingga saat ini hampir keseluruhan rumah sakit di Indonesia masih belum menerapkan

clinical pathway dalam sistem pembayaran INA-CBG.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Zahirah, Jakarta

Selatan karena statusnya yang merupakan rumah sakit swasta tipe C yang kemungkinan

banyak menghadapi kendala dalam penerapan tarif INA-CBG. Penelitian juga akan

difokuskan pada pelayanan rawat jalan dan rawat inap dengan melihat perbandingan antara

besar biaya pelayanan kesehatan rumah sakit berdasarkan tarif rumah sakit dengan tarif INA-

CBG untuk kasus yang terjadi selama bulan pelayanan Januari hingga Mei 2014 (lima bulan

berjalan JKN dengan sistem pembayaran INA-CBG).

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 6: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

Tinjauan Teoritis

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah suatu program pemerintah dan

masyarakat yang bertujuan untuk memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh

bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan

sejahtera. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6

(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Manfaat adalah faedah jaminan

sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya. Setiap peserta berhak untuk

memperoleh memperoleh Jaminan Kesehatan yang bersifat komprehensif (menyeluruh) yang

terdiri dari:

a. Pelayanan kesehatan pertama, yaitu Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap

Tingkat Pertama (RITP)

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL)

dan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)

c. Pelayanan persalinan

d. Pelayanan gawat darurat

e. Pelayanan ambulan bagi pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar fasilitas kesehatan

f. Pemberian kompensasi khusus bagi peserta di wilayah tidak tersedia fasilitas kesehatan

memenuhi syarat

Sitem pembayaran yang digunakan dalam program JKN adalah sistem pembayaran

prospektif atau pra upaya dengan menggunakan tarif kapitasi pada PPK Tingkat 1 dan pola

tarif INA-CBG untuk PPK tingkat lanjut. Menurut Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, tarif

Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG’s adalah besaran

pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas

paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit. Dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Standar Tarif

Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan

Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Pasal 4, tarif INA-

CBG’s meliputi:

a. tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kelas A, kelas B,kelas C dan

kelas D dalam regional 1;

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 7: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

b. tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kelas A, kelas B,kelas C dan

kelas D dalam regional 2;

c. tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kelas A, kelas B,kelas C dan

kelas D dalam regional 3;

d. tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kelas A, kelas B,kelas C dan

kelas D dalam regional 4;

e. tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kelas A, kelas B,kelas C dan

kelas D dalam regional 5;

f. tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit umum rujukannasional; dan

g. tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit khusus rujukan nasional.

Dalam permenkes tersebut terdapat daftar besaran tarif INA-CBG sesuai daerah regional di

atas dan tipe rumah sakit.

Menurut Gani (1996), analisis penetapan tarif rumah sakit merupakan kegiatan setelah

diperoleh informasi biaya satuan rumah sakit. Pada langkah sebelumnya telah didapatkan

hasil biaya satuan aktual (riil) sesuai kondisi rumah sakit tersebut selama setahun, terlepas

dari apakah puskesmas tersebut memberikan pelayanan dengan kualitas seperti apa, karena

bagaimanapun rumah sakit beroprasi dengan segala keterbatasan yang ada baik dari segi

finansial, tenaga, sarana, maupun demand masyarakat sendiri terhadap pelayanan rumah sakit

tersebut. Analisis penetapan tarif yang berdasarkan atas biaya satuan aktual mungkin saja

belum efesien karena pemanfaatan yang rendah, sehingga kemungkinan implikasinya adalah

tarif yang terlalu tinggi. Atau sebaliknya, rumah sakit memiliki tingkat utilisasi yang terlalu

tinggi sehingga sebetulnya dibutuhkan sarana prasarana tambahan. Untuk mengantisipasi hal

tersebut perlu pula dihitung biaya satuan normatif, yaitu biaya yang mempertimbangkan

kapasitas produksi optimal dari unit tersebut.

Penyesuaian tarif yang mempertimbangkan kemampuan masyarakat merupakan suatu

upaya mobilisasi dana masyarakat guna meningkatkan pendapatan rumah sakit untuk

mengatasi kesehatan di kabupaten. Pada tarif yang diharapkan akan mengacu pada

perhitungan yang akurat mempertimbangkan berbagai faktor. Bagi anggota masyarakat yang

benar-benar tidak mampu kebijakan penyesuaian tarif ini perlu didukung dengan kebijakan

Kartu Sehat. Kegiatan lain yang relevan dengan upaya mobilisasi dana penyesuaian tarif

adalah program JPKM, Dana Sehat dimana diharapkan barier masyarakat untuk membeli jasa

pelayanan rumah sakit akan dapat teratasi.

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 8: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap

sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk melihat gambaran dan mendeskripsikan

fenomena termasuk di bidang kesehatan yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu.

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan tarif pelayanan kesehatan rawat

jalan dan rawat inap terhadap tarif INA-CBG pada program JKN 2014 di RSU Zahirah ini

merupakan penelitian dengan metode kuantitatif serta kualitatif yang dilakukan melalui

wawancara mendalam (indepth interview) sebagai penunjang untuk mengetahui hambatan

yang terjadi dalam penerapan tarif INA-CBG pada program JKN 2014 kini di RS Zahirah.

Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara mendalam yang dilakukan

terhadap beberapa staf rumah sakit yang menggunakan instrument penelitian berupa pedoman

wawancara dan alat perekam. Data sekunder dalam penelitiaan diperoleh melalui data laporan

individual pasien JKN rawat jalan dan rawat inap hasil pengkodingan oleh software INA-

CBG.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dari hasil penelitian diketahui beberapa hasil dibawah ini :

A. Distribusi Frekuensi Penyakit di Unit Pelayanan Rawat Jalan Per Kode Diagnosis

INA-CBG

Diketahui berdasarkan hasil pengelompokkan bahwa dari jumlah total 1.088 kasus

pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan untuk bulan pelayanan Januari

hingga Mei 2014, kasus terbanyak pertama dengan persentase sebesar 50% untuk 544 kasus

adalah pasien untuk pelayanan prosedur dialisis dengan kode diagnosis N-3-15-0. Sementara

di urutan terbanyak kedua dengan persentase 36% untuk 390 kasus merupakan pasien dengan

kode diagnosis Q-5-44-0 untuk penyakit kronis kecil lain-lain. Urutan ketiga terbanyak

adalah pasien rawat jalan dengan kode diagnosis Q-5-42-0 untuk Penyakit Akut Kecil Lain-

Lain dengan jumlah 69 kasus atau sebesar 6% dari total keseluruhan kasus rawat jalan yang

terjadi. Selebihnya adalah kode diagnosis penyakit yang dengan jumlah kejadian yang jauh

lebih sedikit yakni 2% (24 kasus) untuk Penyakit Kronis Besar Lain-Lain, serta beberapa

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 9: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

kode diagnosis dengan persentase 1% (7 kasus), bahkan 0% (1 kasus) dari total keseluruhan

kasus rawat jalan yang dilayani pada bulan pelayanan Januari hingga Mei 2014.

Terkait dengan dominasi jumlah pasien rawat jalan yang menggunakan prosedur

dialisis (cuci darah), maka hal ini dapat dikaitkan dengan adanya kepemilikan jaminan

kesehatan nasional yang kini dapat dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dengan

jaminan kesehatan tentu akan semakin memudahkan akses setiap orang terhadap pelayanan

kesehatan. Hal ini sesuai dengan karya tulis Hasbullah Thabrany tentang “Strategi Pendanaan

Jaminan Kesehatan Indonesia Dalam SJSN” yang menyatakan bahwa sebelum ada program

askeskin, banyak penduduk miskin (bahkan yang tidak miskin sekalipun) yang meninggal

karena tidak mampu membayar biaya cuci darah yang paling sedikit harus dilakukan dua kali

seminggu dengan biaya paling murah Rp 450 ribu per kali. Artinya, seseorang yang

menderita gagal ginjal harus membayar paling sedikit Rp 3,6 juta sebulan. Mudah dipahami,

mereka yang bergaji Rp 4 juta sebulan pun tidak mampu hidup lebih lama, tanpa jaminan.

Sejak program Askeskin diluncurkan, sebanyak 4.862 kasus hemodialisa ditangani, 380

operasi jantung, dan 780 operasi kanker telah dilaksanakan. Dengan adanya pernyataan

demikian, prosedur dialisis yang merupakan prosedur untuk penyakit kronis urinari (gagal

ginjal) yang dalam jangka panjang memang akan menelan banyak biaya apabila masyarakat

menggunakan sistem pembayaran out of pocket, maka dengan dimulainya era JKN ini,

masyarakat yang tadinya tidak mampu menanggung biaya pengobatan hemodialisis kini

dapat menjalankannya dengan rutin dan teratur. Selain itu juga jumlah pasien hemodialisis

(HD) yang cukup tinggi di Indonesia setiap tahunnya. Tercatat dalam 4th Report Of

Indonesian Renal Registry tahun 2011 bahwa jumlah pasien HD aktif yang ditanggung askes

hingga tahun 2011 adalah sebanyak 2.150 pasien. Dapat disimpulkan bahwa dengan

menjamin seluruh warga negara Indonesia maka jumlah pasien HD untuk peserta JKN juga

pasti akan bertambah terutama dari yang sebelumnya tidak menadapat jaminan dari program

Askes.

Dalam INA-CBG juga terdapat severity level yang menunjukkan tingkat keparahan

suatu penyakit. Untuk kode diagnosis rawat jalan, tingkat keparahan penyakit ditunjukkan

dengan “0”. Disebutkan dalam ketentuannya oleh National Casemix Center bahwa untuk

tingkat keparahan penyakit dalam kode diagnosis INA-CBG terletak pada digit terakhir yakni

kode keempat dengan kode “0” untuk semua pelayanan rawat jalan sementara kode severity

level “I,II, dan III” untuk pelayanan rawat inap.

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 10: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

B. Distribusi Frekuensi Penyakit di Unit Pelayanan Rawat Inap (Kelas I,II, dan III)

Per Diagnosis INA-CBG

Jumlah kasus per diagnosis untuk total jumlah pelayanan rawat inap kelas I terdistribusi

hampir sama rata dengan persentase untuk 15 kode diagnosis yang 13 diantaranya masing-

masing 1 kasus atau sebesar 5% dari total keseluruhan yakni 19 kasus. Sementara 2 kode

diagnosis, N-4-10-III dan J-1-02-IIImemiliki persentase 11% dengan jumlah masing-masing

2 kasusdari total pelayanan rawat inap kelas I yang ada selama bulan pelayanan Januari

hingga Mei 2014. Dalam pelayanan rawat inap, kode diagnosis INA-CBG tentu disertai

denganseverity level atau tingkat keparahan penyakit. Sesuai dengan tabel hasil di atas,

diketahui bahwa terdapat 3 kasus kunjungan rawat inap pasien yang memiliki severity level

“I” dan 8 jumlah kasus kunjungan rawat inap pasien yang sama-sama memilikiseverity level

“II” dan “III”. Dengan demikian, untuk unit pelayanan rawat inap kelas I didominasi oleh

diagnosa dengan severity level II dan III.

Dari total keseluruhan kasus pelayanan rawat inap kelas II yakni sebanyak 29 kasus

yang terjadi pada bulan pelayanan Januari hingga Mei 2014, terdapat 17 pengelompokan

penyakit berdasarkan kode diagnosa INA-CBG. Kasus terbanyak terdapat pada kode

diagnosis A-4-13-I untuk Infeksi Non Bakteri Ringan dengan jumlah 5 kasus atau sebesar

17% dari total keseluruhan. Sementara diagnosis lainnya memiliki persentase yang sama

yakni 10% (3 kasus) untuk 3 kode diagnosis, 7% (2 kasus) untuk 2 kode diagnosis, dan 3% (1

kasus) untuk 11 kode diagnosisyang dapat dilihat pada tabel di atas. Untuk tingkat keparahan

penyakit, terdapat 14 kasus pasien yang memiliki tingkat keparahan penyakit I, 13 kasus

dengan tingkat keparahan II, dan 2 kasus dengan tingkat keparahan III.Dengan demikian,

untuk unit pelayanan rawat inap kelas II didominasi oleh diagnosa dengan severity level I dan

II.

Berdasarkan tabel hasil penelitian, diketahui bahwa untuk pelayanan kesehatan rawat

inap kelas III bulan pelayanan Januari hingga Mei 2014 terjadi 95 kasus pasien yang

dikelompokkan menjadi 48 kode diagnosis yang sesuai dengan kode INA-CBG. Kasus

terbanyak pertama yaang menempati ruang perawatan kelas III adalah pasien dengan kode

diagnosis A-4-13-I untuk penyakit infeksi non bakteri ringan dengan jumlah 13 kasus atau

sebesar 14% dari total keseluruhan. Kemudian di urutan terbanyak kedua dengan kode

diagnosa A-4-13-II untuk penyakit infeksi non bakteri sedang dengan jumlah 8 kasus atau

sebesar 8% dari total keseluruhan. Selebihnya adalah kode diagnosis dengan jumlah di bawah

8 kasus yang dapat dilihat dalam tabel. Dalam ruang pelayanan rawat inap kelas III ini

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 11: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

terdapat 53 kasus dengan severity level I, 27 kasus untuk severity level II, dan 15 kasus

dengan severity level III. Sesuai dengan jumlahnya, rawat inap kelas II ini didominasi oleh

diagnosa dengan severity level I dan II.

C. Perbandingan Antara Tarif Rumah Sakit Dengan Tarif INA-CBG

Berikut adalah hasil perbandingan antara tarif rumah sakit dengan tarif INA-CBG: Tabel 1. Perbandingan Jumlah Keseluruhan Kasus Rajal dan Ranap

Dari tabel di atas diketahui bahwa total jumlah kunjungan atau kasus pasien JKN di

RSU Zahirah keseluruhan untuk bulan pelayanan Januari hingga Mei 2014 adalah 1231

kasus. Dari 1231 kasus, 459 (37%) kasus memiliki besaran tarif rumah sakit yang lebih kecil

dari tarif INA-CBG dan 772 kasus (63%) dengan tarif rumah sakit yang lebih besar dari tarif

INA-CBG. Melalui penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan untuk

bulan pelayanan Januari hingga Mei 2014 pada unit pelayanan kesehatan rawat jalan, rawat

inap kelas I, II, maupun III, rumah sakit masih mengalami kerugian dengan sistem

pembayaran INA-CBG. Kerugian dalam hal ini adalah dari perspektif rumah sakit karena

memang fungsinya yang masih sebagai rumah sakit swasta yang berorientasi pada laba.

Dengan dasar penelitian sebelumnya menurut Sendika dan Eni (2010) serta Musarovah, Sri,

dan Moch (2011) dan data kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap yang lengkap dengan

kode diagnosis serta tarif maka peneliti akan membahas tiga faktor penting yakni lama hari

rawat, tingkat keparahan penyakit, dan keberadaan diagnosis sekunder dan adanya tindakan

atau prosedur medis.

ALOS (Average Length of Stay) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Diketahui

dari hasil perhitungan bahwa ALOS rumah sakit januari hingga mei 2014 untuki pasien rawat

inap kelas I,II, dan III adalah 4 hari.

No. Pelayanan Kesehatan

Tarif Rumah Sakit ≤ Tarif INA-CBG

Tarif Rumah Sakit >Tarif INA-CBG Total Pasien

∑ % ∑ % ∑ %

1 Rawat Jalan 379 35% 709 65% 1088 88%

2 Rawat Inap Kelas I 7 37% 12 63% 19 2%

3 Rawat Inap Kelas II 15 52% 14 48% 29 2%

4 Rawat Inap Kelas III 58 61% 37 39% 95 8%

Jumlah 459 37% 772 63% 1231 100%

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 12: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

Tabel 2. ALOS Rumah Sakit

Jika dibandingkan dengan standar ideal ALOS menurut Huffman (3-12 hari), maka ALOS

rumah sakit dianggap sudah sesuai dengan standar ideal yang ada. Sementara apabila

dibandingkan dengan standar ideal ALOS milik Depkes (6-9 hari), maka ALOS rumah sakit

masih berada di bawah standar. Length of Stay (LOS) tertinggi untuk bulan pelayanan

Januari hingga Mei 2014 ini adalah 15 hari dan terendah adalah 1 hari.

Menurut Sudra (2009), lama hari rawat dilihat dari aspek medis dan aspek ekonomis.

Aspek medis dinyatakan bahwa semakin panjang lama dirawat maka dapat menunjang

kualitas kerja medis kurang baik karena pasien harus dirawat lebih lama. Sebaliknya bila

lama dirawat semakin pendek dapat diambil pengertian bahwa kualitas kinerja medis baik.

Aspek ekonomis dinyatakan bahwa semakin panjang lama dirawat berarti semakin tinggi

biaya yang nantinya harus dibayar oleh pasien atau pihak keluarga.

Hal tersebut hanya berlaku pada tarif rumah sakit saja, sedangkan pada tarif paket INA-

CBG, panjang atau pendek lama dirawat tidak berpengaruh terhadap besarnya biaya yang

nantinya akan dibayarkan pihak pembayar.

Tabel 3. Severity Level Pasien Unit Rawat Inap

Tarif INA-CBG akan meningkat sesuai dengan tingkat keparahan penyakit pasien.

Berdasarkan National Casemix Center (2013), tarif rumah sakit akan semakin besar untuk

diagnosa dengan tingkat keparahan II dan III. Dalam Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 juga

telah ditetapkan bahwa kenaikan tarif INA-CBG dibedakan sesuai dengan Kelas perawatan

I,II, dan III dengan tingkat keparahan I,II, dan III.

Ranap Kelas I Ranap Kelas II Ranap Kelas III Jumlah

LOS 106 124 379 609

Jumlah Pasien 19 29 95 143

ALOS 6 4 4 4

Ranap Kelas I Ranap Kelas II Ranap Kelas III Jumlah

Severity Level “I” 3 14 53 70

Severity Level “II” 8 13 27 48

Severity Level “III” 8 2 15 25

Jumlah 19 29 95 43

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 13: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

Untuk indikator diagnosis sekunder, rawat inap kelas III memiliki 2 pasien dengan

diagnosa sekunder terbanyak yakni J-4-15-II (D649, K30, E871, K769) dan K-4-15-III

(D649, A165, J90, K85). Dari total kasus di unit rawat inap kelas III, 27 kasus menggunakan

tindakan medis dengan seluruhnya merupakan prosedur bedah. Banyaknya diagnosis

sekunder dan tindakan akan berbanding lurus dengan lama perawatan dan penentuan severity

level pasien.

D. Indikasi Kecurangan Penerapan Pola Tarif INA-CBG

Peneliti menganalisa adanya kemungkinan kecurangan rumah sakit yang terlihat dari

laporan indivisual pasien hasil keluaran software INA-CBG bahwa rumah sakit ternyata

banyak menetapkan tarif rumah sakit yang berbeda untuk satu kode diagnosis penyakit.Hal

itu menunjukkan bahwa rumah sakit seolah bermaksud untuk mengcover biaya pelayanan

untuk kode diagnosis yang memiliki tarif paket yang jauh dari biaya aktual yang dikeluarkan

rumah sakit. Tabel 4. Penetapan Tarif Rumah Sakit yang Berbeda di Unit Pelayanan Rawat Jalan

No. Diagnosa Tarif INA-CBG Tarif Rumah Sakit Selisih

1 N-3-15-0 893.318 905.000 (11.682)

2 N-3-15-0 893.318 705.000 188.318

3 Q-5-44-0 160.474 183.015 (22.541)

4 Q-5-44-0 160.474 132.260 28.214

5 Q-5-44-0 160.474 117.070 43.404

6 Q-5-44-0 160.474 205.000 (44.526)

7 Q-5-25-0 135.319 110.000 25.319

8 Q-5-25-0 135.319 200.000 (64.681)

9 Q-5-42-0 137.259 115.976 21.283

10 Q-5-42-0 137.259 156.218 (18.959)

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 14: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

Tabel 5. Selisih Total Tarif Rumah Sakit dengan Tarif INA-CBG

No.

Pelayanan Kesehatan Total Tarif Rumah Sakit Total Tarif INA-CBG Total Selisih Persentase

Selisih

1 Rawat Jalan Rp562.901.233 Rp574.329.972 Rp11.428.739 2%

2 RawatInap Kelas I Rp 179.846.154 Rp146.814.509 Rp(33.031.645) -22%

3 Rawat Inap Kelas II Rp 143.316.056 Rp 129.393.077 Rp(13.922.979) -11%

4 Rawat Inap Kelas III Rp354.895.983 Rp341.382.731 Rp(13.513.252) -4%

Total Rp 1.240.959.426 Rp1.191.920.289 Rp (49.039.137) -4%

Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui total tarif rumah sakit yang dikeluarkan untuk

pemberian pelayanan kepada pasien JKN mulai dari rawat jalan hingga rawat inap kelas I,II,

dan III. Apabila semua unit pelayanan mulai dari rawat jalan hingga rawat inap digabungkan

maka diketahui bahwa total keseluruhan tarif rumah sakit atau biaya yang dikeluarkan rumah

sakit untuk pemberian pelayanan kesehatan di keempat unit pelayanan tersebut adalah Rp

1.240.959.426. Sementara total tarif INA-CBG adalah Rp 1.191.920.289,00. Jadi besar

selisih secara keseluruhan untuk bulan pelayanan Januari hingga Mei 2014 sebesar Rp

(49.039.137) atau -4% dari tarif INA-CBG. Selisih bernilai negatif karena total biaya

pelayanan yang dikeluarkan oleh rumah sakit untuk unit rawat jalan dan rawat inap lebih

besar dibandingkan total tarif INA-CBG yang dibayarkan BPJS Kesehatan.

Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa RSU Zahirah melakukan penrhitungan

tarif rumah sakit berdasarkan benchmarking dan kenaikan berkala setiap tahun. Khusus tarif

untuk tindakan terhadap pasien dengan perhitungan unit cost. Dengan melihat metode

perhitungan yang digunakan, akan lebih baik jika rumah sakit melakukan metode perhitungan

tarif dengan metodeActivity Based Costing (ABC). Metode ABC ini adalah salah satu metode

perhitungan tarif dengan unit cost. Hal ini sesuai dengan pernyataan Heru (2010) bahwa tarif

yang tidak akurat akan memberikan informasi biaya yang terdistorsi yaitu undercosting atau

overcosting yang mengakibatkan kesalahan pengambilan keputusan dan kelangsungan

organisasi. Menyadari adanya kelemahan dalam sistem penentuan tarif tradisional, maka

perlu diterapkan sistem penentuan berdasarkan aktivitas atau lebih dikenal dengan metode

Activity Based Costing (ABC). Perbedaan utama penghitungan harga pokok produk antara

akuntansi biaya tradisional dengan ABC adalah jumlah cost driver (pemicu biaya) yang

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 15: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

digunakan, dalam sistem penentuan harga pokok produk dengan metode ABC menggunakan

cost driver dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam sistem akuntansi biaya tradisional

yang hanya menggunakan satu atau dua cost driver berdasarkan unit (Amin,2010) Activity

Based Costing (ABC) dinilai dapat mengukur secara cermat biaya biaya yang keluar dari

setiap aktivitas, hal ini disebabkan karena banyaknya cost driver yang digunakan dalam

pembebanan biaya overhead, sehingga dalam Activity Based Costing (ABC) dapat

meningkatkan ketelitian dalam perincian biaya, dan ketepatan pembebanan biaya lebih

akurat.(Mulyadi,2003)

E. Hambatan dalam Penerapan Pola Tarif INA-CBG

1. Masih adanya kesalahan penulisan diagnosis penyakit baik oleh dokter maupun koder

yang tidak sesuai dengan kode ICD-10 maupun ICD-9 CM. Menurut Permenkes

Nomor 40 Tahun 2012 Bab IV, bahwa pada pelayanan tingkat lanjut untuk memenuhi

kesesuaian tarif INNA-CBG maka dokter berkewajiban untuk melakukan penegakan

diagnosis yang tepat dan jenis sesuai dengan ICD-10 dan ICD-9 CM.

2. Ketidaklengkapan persyaratan peserta saat berobat ke rumah sakit sebagai peserta

jaminan. Menurut Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 pada lampirannya tentang

prosedur dan tata laksana pelayanan kesehatan bagi peserta JKN bahwa untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan sebagai peserta jaminan, maka peserta wajib

melengkapi syarat administrasi berkas seperti kartu peserta, surat eligibilitas peserta,

dan lainnya sesuai dengan ketentuan yang ada.

3. Masih adanya urun biaya bagi pasien untuk kelebihan biaya pelayanan kesehatan yang

tidak ditangggung dalam tarif INA-CBG. Berdasarkan Peraturan BPJS Kesehatan

Nomor 1 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan jaminan kesehatan bahwa tidak ada

lagi urun biaya bagi peserta dalam hal apapun

4. Belum adanya clinical pathway di RSU Zahirah. Padahal menurut Undang-Undang RI

Nomor 29 Tahun 2004 bahwa kewajiban menyelenggarakan program kesehatan yang

memiliki kendali mutu dan kendali biaya. Sementara dalam Undang-Undang

RI Nomor 44 Tahun 2010 tentang rumah sakit pada pasal 33 bahwa rumah sakit adalah

organisasi yang efektif, efisien, dan kompatibel.

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 16: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis perbandingan antara tarif rumah sakit

dengan tarif INA-CBG Program Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Zahirah bulan

pelayanan Januari hingga Mei 2014 diperoleh kesimpulan bahwa total pengeluaran rumah

sakit atau besar tarif rumah sakit dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan ternyata lebih

besar dari total tarif INA-CBG yang dibayarkan pihak BPJS Kesehatan selama 3 bulan

pelayanan. Total tarif rumah sakit dari unit pelayanan rawat jalan dan rawat inap untuk bulan

pelayanan Januari hingga Mei 2014 adalah 63% lebih bebesar dari tarif INA-CBG. Rumah

sakit juga mengalami kerugian sebesar 4% di mana total tarif rumah sakit ternyata lebih besar

dibandingkan total tarif INA-CBG. Dan juga terdapat beberapa hambatan dalam penerapan

tarif INA-CBG di rumah sakit pada program JKN yang megakibatkan penerapannya belum

optimal antara lain kesalahan penulisan diagnosis penyakit, ketidaklengkapan persyaratan

peserta, belum adanya clinical pathway di RSU Zahirah, dan masih adanya urun biaya bagi

pasien.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSU Zahirah, maka guna memberi masukan

kepada pihak rumah sakit, dapat diajukan saran sebagai berikut:

a. Sosialisasi yang rutin dan berkelanjutan di internal rumah sakit, mulai dari jajaran tenaga

medis maupun non medis.

b. Mempercepat proses pembuatan clinical pathway yang merangkum setiap langkah

pelayanan yang diberikan kepada pasien untuk diagnosis penyakit tertentu, khususnya

untuk kasus penyakit terbanyak, kronis dan biaya tinggi sehingga lebih efisien dalam

memberikan pelayanan. Selain itu, pihak manajemen rumah sakit, komite medis maupun

profesi dokter yang terlibat dalam pembuatan clinical pathway ini harus meningkatkan

kerja sama dan bersinergi dalam menyelesaikan clinical pathway.

c. Meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan penulisan diagnosis serta tindakan secara

benar dan lengkap oleh para dokter dengan kode ICD-10 dan ICD-9 CM sehingga

mempermudah proses pengkodingan diagnosis penyakit. Selain itu, peningkatan

kompetensi para kode menjadi penting untuk menghindari banyaknya kesalahan input

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 17: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

kode diagnosis oleh para koder rumah sakit. Peningkatan ini dilakukan dengan

mengadakan pelatihan untuk para dokter maupun koder seputar penulisan diagnosis dan

tindakan dengan ICD-10 maupun ICD-9 CM.

d. Menambah dan meningkatkan sosialisasi mengenai kelengkapan persyaratan untuk

berobat sebagai peserta BPJS Kesehatan sehingga kedatangan pasien untuk memperoleh

pelayanan tidak sia-sia misalkan memasang pengumuman di depan rumah sakit baik

dalam bentuk papan pengumuman maupun spanduk atau baliho yang berisi syarat

kelengkapan administrasi yang harus dilengkapi peserta saat akan berobat di rumah sakit

sebagai peserta BPJS Kesehatan.

e. Menerapkan sistem perhitungan untuk mengetahui biaya satuan aktual yang dikeluarkan

rumah sakit sehingga diharapkan rumah sakit dapat mengalokasikan biaya yang ada

dengan efektif dan efisien.

f. Pihak manajemen dapat mengatur keuangan dengan melakukan efisiensi dan subsisdi

silang kasus dengan tarif rumah sakit yang terkadang memang lebih besar maupun lebih

kecil dari tarif INA-CBG.

g. Pengaturan harga obat dan alat kesehatan secara nasional oleh pemerintah serta subsidi

biaya operasional dalam upaya memperingan biaya pelayanan kesehatan yang bermutu.

Diperlukan data yang lebih besar dan akurat melalui penelitian multicenter untuk

menyempurnakan penyusunan tarif INA-CBG’s serta penghitungan yang lebih cermat untuk

biaya riil pelayanan khususnya penyakit yang memerlukan biaya tinggi dengan metode yang

lebih tepat di Rumah Sakit.

 

Daftar Referensi

Adisasmito, W. (2008). Case Study : Analisis Kebijakan Kesehatan, Kebijakan Standar

Pelayanan Medik dan Diagnosis Related Group (DRG), Kelayakan Penerapannya di

Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia dari:

http://staff.blog.ui.ac.id/wiku-a/files/2009/02/kebijakan-standar-pelayanan-medik-

drg_edited.pdf (Diakses pada Tanggal 18 Mei 2014)

Alamsyah, D. (2011). Manajemen Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Amin, AC. (2010). Penghitungan Biaya per Unit (Unit Cost) Pelayanan Rumah Sakit,

Workshop Penghitungan Tarif Berbasis Unit Cost di Rumah Sakit. Jakarta

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 18: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

Apriyanti. (2007). Diagnostic Related Groups Mengendalikan Tarif Rumah Sakit. Fakultas

Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia dari: pkko.fik.ui.ac.id/files/tugas%20ppko.doc

(diakses pada tanggal 19 Mei 2014)

Ariati, N. (2013). Mencegah Korupsi di Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Litbang KPK

Azhar, R. (2011). Modul Mata Kuliah Ekonomi Layanan Kesehatan. Universitas Sriwijaya :

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara

Bustan,M.N. (2006). Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT RinekaCipta

Department of Health and Human Services. (2012). Medicare Fraud and Abuse  : Prevention ,

Detection , and Reporting.

Firmanda, D. 2005. Integrated Clinical Pathway (ICP): Peran Profesi Medis dalam Rangka

Menyusun Sistem DRG-Casemix di Rumah Sakit, disampaikan dalam Evaluasi Penyusun

Clinical Pathway di Departemen Kesehatan. Desember 2005

Firmanda, D. 2008. Clinical Pathway Dalam Rangka Kendali Mutu dan Biaya Melalui

Sistem DRG Casemix. RSUP Fatmawati Jakarta

Firmanda, D. 2009. Pengenalan Sistem Pembiayaan Casemix. RSUP Fatmawati Jakartali

Firmanda, D. 2009. Tekhnik Penyusunan Clinical Pathway. RSUP Fatmawati. Jakarta

Gani, A. (1997). Analisis Biaya Rumah Sakit. Makalah Seri Manajemen Keuangan Pelayanan

Kesehatan. Jakarta

Gani, A dan Nadjib, M. (1996). Analisis Biaya Rumah Sakit (Pedoman-Pedoman Pokok

Analisis Biaya Rumah Sakit). Disajikan pada pelatihan penyusunan pola tarif rumah

sakit pemerintah di lingkungan dirjen pelayanan medik tahun anggaran 1996/1997.

Cisarua, Bogor

Hendrartini, Y. (2013). Deteksi dan Investigasi Fraud dalam Asuransi Kesehatan  :

Bagaimana di Indonesia  ?. Jakarta

Heru, Atiek. (2010). Langkah-Langkah Strategis Penghitungan Analisis Biaya (Perhitungan

Unit Cost) di Rumah Sakit. Workshop Penghitungan Tarif Berbasis Unit Cost di Rumah

Sakit. Jakarta

Koentjoro, T. (2007). Regulasi Kesehatan Indonesia. Yogyakarta: Andi

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 19: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

PT. Lucky Dion Perkasa. (2012). Company Profile Rumah Sakit Zahirah. Jakarta

Mulyadi. (2003). Activity Based Cost System Sistem Informasi Biaya untuk Pengurangan

Biaya. Yogyakarta

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Office of Inspector General. (2013). Office of Inspector General Work Plan Fiscal Year

2013. Dari: https://oig.hhs.gov (Diakses pada tanggal 7 Juli 2014)

Pohan, Imabalo S. (2006). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: ECG

Republik Indonesia. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 Tentang

Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta

Republik Indonesia. (2013). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

328/Menkes/SK/VIII/2013 Tentang Formularium Nasional. Jakarta

Republik Indonesia. (2014). Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Jakarta

Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 Tentang

Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan

Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan

Kesehatan. Jakarta

Republik Indoensia. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang

Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta

Republik Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah. Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima

Bantuan Iuran (PBI). Jakarta

Republik Indonesia. (2013). Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan

Kesehatan

Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Jakarta

Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN). Jakarta

Siregar, C.J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta : ECG

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014

Page 20: ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA BIAYA PELAYANAN …

Suardana, K dan Labir, K. (2009). Model Diagnosis Related’s Group (DRG) Sebagai Bentuk

Reformasi Sistem Pembayaran Pelayanan Kesehatan. Jurnal Ilmiah Keperawatan, Vol.

2, No.1, Juni 2009 dari: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/21092328.pdf (diakses

pada tanggal 4 Mei 2014)

Trisnantoro, L. (2009). Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen Rumah

Sakit. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Wibowo, B. (2012). Rencana Revisi INA-CBG. Kementerian Kesehatan RI: National

Casemix Centre

Wibowo, B. (2013). Tarif INA-CBG untuk JKN 2014. Jakarta: National Casemix Centre

Wijayanti, A. (2011). Analisis perbedaan tarif riil dengan tarif INA-CBG pada pembayaran

klaim jamkesmas pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Surakarta:

Universitas Muhammadiyah

Analisis perbandingan…, Ni Nengah Ayu Padmawati, FKM UI, 2014