Top Banner
ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN PERTUMBUHAN INKLUSIF DI JAWA TIMUR JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Cahyaning Wahyu Singosaru 135020101111008 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
17

ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

Nov 04, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM

MEWUJUDKAN PERTUMBUHAN INKLUSIF

DI JAWA TIMUR

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Cahyaning Wahyu Singosaru

135020101111008

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …
Page 3: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

Analisis Peran Pemerintah dalam Mewujudkan Pertumbuhan Inklusif di Jawa Timur

Cahyaning Wahyu Singosari

Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Brawijaya

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pertumbuhan inklusif adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta dapat mendorong

penurunan pengangguran, penurunan kemiskinan, dan penurunan ketimpangan masyarakat yang

dapat dilakukan dengan jalan meningkatkan modal manusia dan kesempatan kerja bagi seluruh

lapisan masyarakat tanpa melihat suku, agama, dan ras. Penelitian ini memiliki tujuan untuk

mengetahui sektor inklusif untuk mendorong terwujudnya pertumbuhaninklusif di Jawa Timur.

Metode analisis yang digunakan yaitu Analisis Input-Output dengan menggunakan data sekunder

dari Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan hasil penelitian, sektor inklusif Jawa Timur dari tahun 2006 hingga tahun 2015

merupakan sektor yang dapat mendorong terwujudnya pertumbuhan inklusif di Jawa Timur.

Sektor inklusif tahun 2006 hingga tahun 2015 berjumlah satu sektor dengan empat komoditas,

sektor inklusif tahun 2006 berjumlah satu sektor dengan empat komoditas antara lain Barang

Dari Plastik, Jasa Reparasi, Perdagangan Eceran, Bukan Mobil Dan Motor, dan Jasa Kesehatan

Dan Kegiatan Sosial. Komoditas sejtor inklusif tahun 2010 antara lain Pakan Ternak, Logam

Dasar, Barang Dari Logam Lainnya, dan Mesin Dan Perlengkapan Ytdl. Sedangkan komoditas

sektor inklusif tahun 2015 antara lain Industri Kimia Dasar, Industri Farmasi, Produk Obat

Kimia Dan Obat Tradisional, Industri Karet Dan Barang Dari Karet, dan Industri Barang Dari

Plastik.

Untuk dapat mendorong terjadinya pertumbuhan inklusif maka diperlukan peran dari

pemerintah. Peran pemerintah tercermin dari sisi pengeluaran dan sisi penerimaan pemerintah.

Dimana peran pemerintah dari sisi pengeluaran dan sisi penerimaan memiliki dampak yang

berbeda. Peran pemerintah dari sisi penerimaan mendorong perumbuhan inklusif, dan sisi

pengeluaran mendorong sektor non-inklusif (mendorong pertumbuhan).

.

Kata kunci: Pertumbuhan Inklusif, Peran Pemerintah, Input-Output.

A. PENDAHULUAN

Pertumbuhan merupakan keadaan yang tidak identik dengan pembangunan. Pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi

kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan (Tambunan, 2015). Garis

Besar Haluan Negara (GBHN) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu

bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Myrdal (1971) mengartikan pembangunan sebagai pergerakan ke atas

dari seluruh sistem sosial. Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang

dan jasa secara nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan

pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010).

Dalam mendefinisikan pembangunan, mulai dikenalkan strategi pertumbuhan dengan distribusi

atau disebut pertumbuhan inklusif. Pertumbuhan inklusif tidak hanya bertumpu pada aspek

pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga menitikberatkan pada aspek pemerataan dan efektivitas

hasil pembangunan terhadap penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat secara keseluruhan.

Anand (2014) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan penggerak utama dalam

menurunkan kemiskinan dan mendorong inklusivitas.

Kiryanto (2013) pembangunan ekonomi inklusif perlu diciptakan untuk mendukung

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan. Agar pembangunan ekonomi dengan

laju pertumbuhan yang tinggi dan lebih inklusif, pemerintah harus memiliki program

komprehensif dan mengimplementasikannya secara serius. Pertama, pemerintah perlu

menggunakan anggaran dengan baik, benar, efisien, dan efektif. Kedua, langkah pembaharuan atau

Page 4: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

reformasi di sektor agrarian sudah menjadi suatu keharusan. Ketiga, program hilirisasi perlu

dilaksanakan dengan serius dan sistematik, bukan hanya kegiatan di sektor hulu. Keempat,

melanjutkan program financial inclusion atau pemberian akses ke lembaga keuangan bagi seluruh

rakyat. Kelima, iklim investasi terus diperbaiki seraya menegakkan kepastian hukum melalui

reformasi hukum secara sistematis.

Dengan demikian, pertumbuhan inklusif merupakan pertumbuhan yang melibatkan seluruh

lapisan masyarakat tanpa adanya perbedaan latarbelakang untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi, mengurangi pengangguran serta mengurangi ketimpangan. Dengan jalan meningkatkan

kesempatan kerja, peningkatan modal manusia, serta adanya dukungan dari pemerintah.

Meski demikian, nampaknya tingkat inklusivitas di Jawa Timur dalam skala regional juga

masih perlu ditingkatkan kualitasnya. Apabila dibandingkan dengan DKI Jakarta yang memiliki

perekonomian yang hampir setara, inklusivitas Jawa Timur cenderung lebih rendah dari DKI

Jakarta. Posisi inklusivitas Jawa Timur berada pada level transisi dari inklusivitas dengan tingkat

kurang memuaskan ke memuaskan. Sedangkan DKI Jakarta menunjukkan inklusivitas yang lebih

tinggi pada level transisi dari memuaskan ke sangat memuaskan.

Gambar 1: Inklusivitas Jawa Timur Tahun 2010-2012

Sumber : World Bank, 2017.

Temuan empiris berikut menjelaskan bahwa kinerja pertumbuhan ekonomi yang ditunjang oleh

rendahnya tingkat pengangguran terbuka Jawa Timur lebih baik dibandingkan secara nasional.

Berdasarkan gambar 2, Jawa Timur memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pada tahun

2012, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tumbuh sebesar 7,27 persen yang merupakan angka

tertinggi yang dicapai dan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan

ekonomi tinggi ini didasari dari laporan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur (Triwulan

III 2016). Dimana pertumbuhan ekonomi Jawa timur semakin meningkat akibat adanya

peningkatan konsumsi oleh pemerintah dan swasta.

Page 5: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

2011 2012 2013 2014 2015 TriwulanIII 2016

Triwulan I2017

JAWA TIMUR NASIONAL

Gambar 2 : Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2011-2017 Triwulan I

Sumber : BPS, 2017

Selanjutnya pada gambar 3, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Timur lebih rendah

dibandingkan TPT Nasional. TPT yang rendah menunjukkan terdapat banyak tenaga kerja yang

mampu diserap oleh pasar tenaga kerja. Dari tahun 2011-2016, baik TPT Jawa Timur maupun

Nasional mengalami tren yang fluktuatif. TPT Jawa Timur mengalami kenaikan mencapai 0.28

persen pada tahun 2015, kenaikan ini lebih tinggi daripada kenaikan yang terjadi pada tahun 2013

yang naik sebesar 19 persen. TPT lebih rendah dari nasional ini mencerminkan tingginya

penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur sehingga menurunkan tingkat pengangguran terbuka.

Gambar 3 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Tahun 2011-2016

Sumber : BPS, 2017

Sayangnya, pada gambar 4 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan Jawa Timur masih diatas

nasional. Meskipun pertumbuhan ekonomi dan tingkat penyerapan tenaga kerja baik, namun

kualitas pertumbuhan ekonomi Jawa Timur belum mampu menurunkan presentase kemiskinan

penduduk Jawa Timur. Salah satu penyebab rendahnya tingkat inklusivitas di Jawa Timur adalah

masih tingginya persentase penduduk miskin. Masyarakat miskin mengalami kesulitan dalam

mengakses bantuan permodalan guna mendorong kegiatan ekonomi yang produktif. Selain itu,

aksesibilitas terhadap pendidikan dan kesehatan nampaknya belum menjangkau masyarakat

marginal ini.

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Jawa Timur Nasional

Page 6: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

Gambar 4 : Presentase Kemiskinan Tahun 2011-2016

Sumber : BPS, 2017

Dengan demikian, tingkat inklusivitas Jawa Timur masih perlu ditingkatkan untuk mencapai

level memuaskan atau yang mengarah pada pengurangan tingkat kemiskinan. Dibutuhkan adanya

sinergitas peranan swasta dan pemerintah dalam mewujudkan pertumbuhan yang mendorong pada

pengurangan kemiskinan. Peranan swasta tidak cukup besar untuk mendorong tercapainya

pertumbuhan yang inklusif, karena investasi swasta biasanya terpusat pada kegiatan ekonomi yang

dengan imbal hasil yang tinggi. Oleh karena itu perlu dukungan pemerintah dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang lebih pro growth, pro poor, dan pro job.

Untuk dapat mengetahui sektor manakah yang berpeluang mendorong pertumbuhan inklusif

dan sejauh mana peran pemerintah dalam mewujudkan pertumbuhan inklusif maka digunakan

analisis menggunakan Tabel Input-Output Jawa Timur. Tabel Input-Output merupakan suatu

sistem informasi statistik yang disusun dalam bentuk matriks yang menggambarkan transaksi

barang dan jasa antar sektor ekonomi dalam suatu kurun waktu tertentu (Tabel I-O BPS, 2015).

Adapun dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk menganalisis sektor inklusif dan

mengetahui seberapa besar peranan pemerintah dalam mengalokasikan pengeluarannya untuk

mewujudkan sektor inklusif adalah metode pengganda input – output yaiu untuk melihat sektor

apa saja yang mampu mendorong pertumbuhan inklusif dan peran pemerintah dalam mendorong

inklusivitas tersebut.

B. TINJAUAN PUSTAKA

a. Teori Keynes tentang Multiplier Pemerintah

Multiplier pada dasarnya diawali melalui fungsi pendapatan oleh Keynes. Melalui fungsi

pendapatan tersebut, kemudian dapat diturunkan pada persamaan-persamaan selanjutnya.

Multipier tersebut didasari oleh persamaan fungsi pendapatan berikut :

Y= C + I + G …………………….……………... (2.1)

Dimana :

Y = pendapatan

C = konsumsi

I = investasi

G = pengeluaran pemerintah

Secara umum multipier didefinisikan sebagai angka pengganda. Melalui fungsi pendapatan

maka dapat diturunkan pada teori multiplier Keynes. Dalam penelitian ini menggunakan teori

Multiplier Keynes mengenai Multiplier Pengeluaran Pemerintah dan Multiplier Pajak. Menurut

3.00

5.00

7.00

9.00

11.00

13.00

15.00

2011 2012 2013 2014 2015 2016

JAWA TIMUR NASIONAL

Page 7: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

Keynes multiplier pengeluaran pemerintah didefinisikan sebagai rasio perubahan dalam tingkat

ekuilibrium output terhadap perubahan dalam belanja pemerintah.

Melalui fungsi pendapatan ini dapat diturunkan pada persamaan 2 atau multiplier pengeluaran

pemerintah, yaitu :

Y = C + I + G

Y =

Y =

Y – bY =

Y (1-b) =

Y =

…………...…………...... (2.2)

Dimana =

Y = pendapatan

= multiplier pengeluaran pemerintah

= pengeluaran pemerintah ketikan pendapatan nol (0)

= konsumsi dikali pajak

I = investasi

G = pengeluaran pemerintah

Sedangkan multiplier pajak didefinisikan sebagai rasio perubahan dalam tingkat keseimbangan

output terhadap perubahan dalam pajak. Ketika pemerintah meningkatkan belanja, ada dampak

langsung pada belanja total perekonomian. G merupakan komponen pengeluaran aggregate yang

direncanakan, peningkatan G menyebabkan peningkatan yang sama pada pengeluaran agregat

yang direncanakan. Ketika pajak dipotong, tidak ada dampak langsung atas belanja. Pajak muncul

karena memiliki efek atas pendapatan siap konsumsi rumah tangga , yang mempengaruhi

konsumsi rumah tangga (yang merupakan bagian belanja total). Karena pajak harus melalui

konsumsi sebelum berdampak pada perekonomian.

Sedangkan multiplier pajak ditunjukkan pada persamaan berikut :

Y = C + I + G

Y =

Y =

Y – bY =

Y (1-b) =

Y =

=

………………………………….. (2.3)

Dimana :

= multipier pajak

= pengeluaran pemerintah ketikan pendapatan nol (0)

I = investasi

G = pengeluaran pemerintah

Perubahan pajak dapat secara tidak langsung mempengaruhi perekonomian melalui fungsi

konsumsi. Seperti dijelaskan pada persamaan 2.3 Dalam perpotongan Keynesian pemotongan

pajak akan meningkatkan pendapatan sebesar ∆T x MPC/(1-MPC). Multiplier pengeluaran

pemerintah dan multiplier pajak memiliki dampak yang cukup berbeda terhadap perekonomian.

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan 2.2 (multiplier pengeluaran

pemerintah) dan persamaan 2.3 (multipier pajak), maka pengeluaran dari multiplier pengeluaran

pemerintah akan lebih besar daripada multiplier pajak.

b. Peran Pemerintah dalam Perekonomian

Dalam subbab ini akan membahas peran pemerintah dalam perekonomian, yaitu melalui

kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal merupakan dampak multiplier. Kebijakan fiskal sebagai salah

satu kebijakan untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi. Kebijakan fiskal dapat

menggerakkan perekonomian karena peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak

Page 8: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

mempunyai efek multiplier dengan cara menstimulasi tambahan permintaan untuk barang

konsumsi rumah tangga. Apabila pemerintah melakukan pemotongan pajak sebagai stimulus

perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan disposable income dan mempengaruhi

permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan

marginal prospensity to consume (MPC), menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan

pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya terhadap output (Surjaningsih, 2012).

Kebijakan fiskal pemerintah memiliki tiga sifat, yaitu kebijakan fiskal ekspansioner, kebijakan

fiskal kontraksioner, dan kebijakan fiskal berimbang (balance budget). Kebijakan fiskal

ekspansioner merupakan kebijakan pemerintah yang menurunkan tingkat pajak. Kebijakan fiskal

kontraksioner adalah pemerintah menetapkan pajak yang tinggi. Sedangkan kebijakan fiskal

berimbang yaitu kebijakan pemerintah yang menetapkan penerimaan dan pengeluaran secara

seimbang (balance budget). Masing-masing sifat kebijakan memiliki dampak yang berbeda

terhadap perekonomian. Secara lebih rinci dapat dijelaskan dalam subbab berikut :

c. Teori Pengeluaran Pemerintah

1. Hukum Wagner

Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah semakin

lama semakin meningkat. Tendensi ini oleh Wagner disebut dengan hukum selalu meningkatnya

peranan pemerintah. Inti teorinya yaitu makin meningkatnya peran pemerintah dalam kegiatan dan

kehidupan ekonomi masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Wagner menyatakan bahwa dalam

suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran

pemerintah pun akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan

yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.

Hukum Wagner mengatakan :

1. Fungsi tambahan negara mengarah ke peningkatan belanja publik pada administrasi dan

regulasi ekonomi.

2. Perkembangan industri modern akan menimbulkan peningkatan tekanan politik untuk

kemajuan sosial dan untuk peningkatan perilaku industri.

3. Kenaikan pengeluaran publik lebih besar dari peningkatan proporsional pendapatan

nasional dan dengan demikian akan menghasilkan ekspansi relatif dari sektor publik.

2. Teori Peacock & Wiseman

Teori mereka didasarkan pada suatu analisis penerimaan pengeluaran pemerintah. Pemerintah

selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar penerimaan

dari pajak, padahal masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang besar untuk membiayai

pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Meningkatnya penerimaan pajak

menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Dalam keadaan normal

meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan

pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.

Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat

mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami

besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran

pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai

aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar

pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan

pajak secara semena-mena. Dalam teori Peacock dan Wiseman terdapat efek penggantian

(displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial yang menyebabkan aktivitas swasta dialihkan

pada aktivitas pemerintah.

d. Pertumbuhan Ekonomi Inklusif

Pertumbuhan merupakan syarat penting bagi terciptanya pertumbuhan inklusif. Klasen (ADB,

2010) menyatakan bahwa penting untuk menentukan episode ekonomi seperti apa yang memiliki

karakteristik sebagai pertumbuhan yang inklusif. Ada dua kemungkinan untuk hal tersebut, yang

pertama melihat melalui proses. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif adalahh pertumbuhan yang

meluas antar sektor atau intensif terhadap tenaga kerja. Dengan begitu pertumbuhan inklusif dapat

dikatakan sebagai pertumbuhan yang melibatkan partisipasi semua pihak tanpa diskriminasi dan

mampu melibatkan seluruh sektor ekonomi. Fokus kedua yaitu pada hasil dari proses

Page 9: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

pertumbuhan. Dalam hal ini, konsep pertumbuhan inklusif berkaitan erat dengan konsep

pertumbuhan yang pro poor. Dengan kata lain, berdasarkan hasil yang dicapainya, pertumbuhan

inklusif adalahh pertumbuhan yang mampu menurunkan kelompok yang “tidak diuntungkan”

dalam perekonomian. Berdasarkan kedua fokus tersebut, pertumbuhan inklusif dapat didefinisikan

sebagai pertumbuhan yang tidak mendiskriminasikan dan mampu menjamin pemerataan akses

pertumbuhan sekaligus sebagai pertumbuhan yang mampu menurunkan kelompok yang tidak

memperoleh keuntungan dari pertumbuhan (mengurangi disparitas antar kelompok). Dalam upaya

mencapai pertumbuhan inklusif, Klasen (2010) menekankan pada tiga indikator, antara lain:

berkurangnya tingkat pengangguran, berkurangnya ketimpangan pendapatan dan kemiskinan serta

peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

C. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang didasarkan

atas data sekunder, jurnal, artikel, dan literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian

dan dianalisis dengan analisis model inpu-output. Melalui multiplier peran pemerintah dapat

diketahui kontribusi pemerintah terhadap sektor-sektor ekonomi dalam tabel input-output Jawa

Timur yang akan mewujudkan pertumbuhan inklusif di Jawa Timur.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya memfokuskan dan menganalisa sektor pendorong pertumbuhan inklusif

dan peran pemerintah dalam mendorong terwujudnya pertumbuhan inklusif di Jawa Timur.

Sumber Data

Data yang digunakan bersumber dari data sekunder Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur

tahun 2006, 2010, dan 2015 yang diperoleh dari BPS Jawa Timur..

Alat Analisis

1. Analisis Pengganda Pemerintah (Government Multiplier Effect)

Pengganda pemerintah didefinisikan sebagai rasio perubahan dalam tingkat ekuilibrium output

terhadap perubahan dalam belanja pemerintah. Analisis pengganda pemerintah digunaan untuk

melihat peran pemerintah terhadap sektor ekonomi dalam meningkatkan besarnya output

(pendapatan) dan pengeluaran agregat pemerintah yang terserap oleh perekonomian. Rumusnya

adalah sebagai berikut :

Y = C + I + G

Y =

Y =

Y – bY =

Y (1-b) =

Y =

………………………..…. (3.1)

Dimana =

Y = pendapatan

= multiplier pengeluaran pemerintah

= pengeluaran pemerintah ketikan pendapatan nol (0)

= konsumsi dikali pajak

I = investasi

G = pengeluaran pemerintah

Page 10: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

2. Analisis Pengganda Tenaga Kerja (Employment Multiplier Effect)

Pengganda tenaga kerja menunjukkan efek total dari perubahan lapangan akibat adanya satuu

unit uang perubahan permintaann akhir di suatu sektor tertentu. Analisis pengganda tenaga kerja

digunaan untuk melihat peran suatu sektor dalam meningkatkan besarnya jumlah tenaga kerja

yang terserap oleh perekonomian. Jika nilai pengganda tenaga kerja di suatu sektor lebih besar dari

satuu menunjukkan daya serap tenaga kerja di sektor yang bersangkutan cukup tinggi. Rumusnya

adalahh sebagai berikut :

Jika L =

...................................................... (3.3)

Dimana :

L = Koefisien pengganda tenaga kerja (labor coefficient)

= Tenaga kerja

= Multiplier (pengganda)

= Output Total

3. Linkage

Analisis keterkaitan dikembangkan oleh Rasmussen (1956)4 dan Hirschman (1958) untuk

melihat keterkaitan antar sektor, terutama untuk menentukan strategi kebijakan pembangunan. Ada

dua jenis keterkaitan, yaitu (1) keterkaitan ke belakang (backward linkages) yang merupakan

keterkaitan dengan bahan mentah dan dihitung menurut kolom, dan (2) keterkaitan ke depan

(forward linkages) yang merupakan keterkaitan penjualan barang jadi dan dihitung menurut baris.

- Kaitan Ke Belakang (Backward Linkage)

Peningkatan output sektor i akan meningkatkan permintaan input untuk sektor itu, baik yang

berasal dari sektor i maupun sektor lainnya, dalam arti harus ada peningkatan output sektor lainnya

itu. Keterkaitan antar sektor industri yang seperti ini disebut dengan keterkaitan ke belakang

(backward linkage), karena keterkaitan itu bersumber dari mekanisme penggunaan input.

Keterkaitan ke belakang dalam bentuk rumus matematik dapat ditulis sbb:

⁄ ∑ ∑

……………………….. (3.4)

dimana:

TBLj = total Backward Linkage untuk sektor j

bij = elemen matriks kebalikan Leontief baris ke i, kolom ke j

n = jumlah sektor

- Kaitan ke Depan (Forward Linkage)

Peningkatan output pada sektor i akan meningkatkan distribusi output sektor itu yang membuat

sektor lain (sektor j) mempunyai input yang lebih banyak, sehingga sektor lain tersebut akan

meningkatkan proses produksi yang pada gilrannya akan menghasilkan output yang lebih banyak.

Keterkaitan antar-sektor industri semacam itu disebut dengan keterkaitan ke depan (forward

linkage), karena keterkaitannya bersumber dari mekanisme penggunaan output. Keterkaitan ke

depan dalam bentuk rumus matematik dapat ditulis sbb:

⁄ ∑ ∑

…………………………. (3.5)

dimana:

TFLi.. = Total Forward Linkage untuk sektor i

bij = elemen matriks kebalikan Leontief baris ke i, kolom ke j

n = jumlah sektor

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam upaya untuk mewujudkan pertumbuhan inklusif, maka perlu diketahui sektor apa saja

yang mampu mendorong terwujudnya pertumbuhan inklusif, maka dilakukan pemetaan sektor

inklusif.

Page 11: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

Gambar 5 : Pemetaan Sektor Inklusif

Sumber : Penulis, 2017

Gambar 5 diatas merupakan gambar pemetaan sektor inklusif. Dimana pada kudran I adalah

sektor inklusif yaitu sektor dengan penyerapan tenaga kerja dan keterkaitan antar sektor yang kuat.

Kuadran II adalah sektor unggulan yang merupakan sektor yang intensive modal dan mendorong

pertumbuhan. Kuadran III adalah sektor padat karya dan minim modal. Sedangkan kuadran IV

adalah sektor non-unggulan yaitu sektor yang minim tenaga kerja dan modal.

Tabel 1 : Pemetaan Sektor Inklusif Tahun 2006, 2010, dan 2015

KODE

ISIC

Klasifikasi

Sektor 2006

KODE

ISIC

Klasifikasi

Sektor 2010

KODE

ISIC

Klasifikasi Sektor

2015

66 Barang Dari

Plastik 48 Pakan Ternak 57

Industri Kimia

Dasar

78 Jasa Reparasi 70 Logam Dasar 60

Industri Farmasi,

Produk Obat Kimia

Dan Obat

Tradisional

87

Perdagangan

Eceran, Bukan

Mobil Dan Motor

71 Barang Dari

Logam Lainnya 61

Industri Karet Dan

Barang Dari Karet

108

Jasa Kesehatan

Dan Kegiatan

Sosial

74

Mesin Dan

Perlengkapan

Ytdl

62 Industri Barang Dari

Plastik

Jumlah 4 komoditas Jumlah 4 komoditas Jumlah 4 komoditas

Sumber : Hasil Analisis, 2017

Berdasarkan pemetaan sektor inklusif diatas, menunjukkan bahwa sektor inklusif tahun 2006

hingga tahun 2015 berjumlah 1 sektor. Sektor inklusif ini dapat diklasifikasikan dalam kode ISIC

yang terurai pada tabel 4.2. Dimana uraian komoditas inklusif tahun 2010, dan 2015 akan

diuraikan pada penjelasan berikut ini.

Kuadran 3

Sektor Padat Karya

Kuadran 1

Sektor Inklusif

Kuadran 4

Sektor Non-Unggulan

Kuadran 2

Sektor Unggulan

Pengganda Tenaga Kerja

Koefisien BL/FL

Page 12: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

Sektor inklusif tahun 2006 berjumlah satu sektor dengan empat komoditas. Berdasarkan hasil

pemetaan, sektor inklusif tahun 2006 yaitu industri pengolahan (Non-Agro) antara lain Barang

Dari Plastik, Jasa Reparasi, Perdagangan Eceran, Bukan Mobil Dan Motor, dan Jasa Kesehatan

Dan Kegiatan Sosial. Menurut laporan BPS, sektor industri pengolahan ditahun 2006

menyumbang PDRB sebesar Rp 72.786.972.17 miliar.

Sektor inklusif tahun 2010 berjumlah satu sektor dengan empat komoditas. Berdasarkan hasil

pemetaan, sektor inklusif tahun 2010 yaitu sektor industri pengolahan (Non-Agro) antara lain

Pakan Ternak, Logam Dasar, Barang Dari Logam Lainnya, dan Mesin Dan Perlengkapan Ytdl.

Menurut laporan BPS industri pengolahan (berbasis pertanian maupun non pertanian) memberi

kontribusi terhadap PDRB sebesar Rp 83.299.893,42 miliar di tahun 2009 sedangkan tahun 2010

mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp 86.900.779,13 miliar. Komoditas inklusif tersebut

dikatakan inklusif karena menyerap banyak tenaga kerja, seperti Pakan Ternak dengan pengganda

tenaga kerja sebesar 6.08, Logam Dasar dengan pengganda tenaga kerja sebesar 3.61, Barang Dari

Logam Lainnya dengan pengganda tenaga kerja sebesar 2.45, dan Mesin Dan Perlengkapan Ytdl

dengan pengganda tenaga kerja sebesar 3.04. Angka pengganda tenaga kerja komoditas Pakan

Ternak sebesar 6.08 menunjukkan bahwa adanya peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta

pada komoditas Pakan Ternak maka akan menyebabkan peningkatan kesempatan kerja dalam

perekonomian sekitar 6 orang tenaga kerja.

Sektor inklusif tahun 2015 berjumlah satu sektor dengan empat komoditas, yaitu sektor industri

pengolahan (non-agro) antara Industri Kimia Dasar, Industri Farmasi, Produk Obat Kimia Dan

Obat Tradisional, Industri Karet Dan Barang Dari Karet, dan Industri Barang Dari Plastik.

Menurut laporan BPS industri pengolahan (berbasis pertanian maupun non pertanian) memberi

kontribusi terhadap PDRB sebesar 28,95 % atau sebesar Rp 372 726,40 miliar di tahun 2014

sedangkan tahun 2015 mengalami kenaikan menjadi sebesar 29,27% atau sebesar Rp 392

489,78miliar.

Berdasarkan hasil pemetaan sektor inklusif diatas, telah terjadi pergeseran sektoral pada sektor

inklusif tahun 2006 hingga tahun 2015. Pergeseran sektoral ini karena terjadi perubahan sektor

ekonomi pada tabel Input-Output tahun 2006 hingga tahun 2015. Perubahan sektoral ini

menunjukkan bahwa semakin banyak tenaga kerja yang terserap di sektor tersebut. Selain

pergeseran sektoral, sektor inklusif tersebut juga mengalami pergeseran penggunaan teknologi,

yaitu penggunaan teknologi yang lebih modern dengan tetap menggunakan tenaga kerja dalam

jumlah besar, sehingga penyerapan tenaga kerja disektor tersebut juga besar. Tingginya

penyerapan tenaga kerja tersebut tercermin melalui pengganda tenaga kerja tahun 2006 hingga

2015. Penyerapan tenaga kerja yang tinggi menunjukkan sektor tersebut sudah inklusif. Sektor

inklusif sendiri merupakan sektor dengan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan besar dengan

tingkat produktivitas yang tinggi. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor

inklusif menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur semakin besar memiliki peluang inklusivitas.

Peningkatan sektor inklusif juga ditandai dengan meningkatnya kualitas sumber daya tenaga

kerja, hal ini ditunjukkan oleh banyaknya subsektor inklusif yang padat tenaga kerja disektor

industri pengolahan. Industri pengolahan sendiri merupakan industri besar dengan tingkat

penyerapan tenaga kerja yang besar pula. Menurut statistik Jawa Timur, jumlah tenaga kerja yang

terserap pada sektor industri besar dan sedang tahun 2014 sebanyak 1.076.217 orang. Industri yang

menyerap tenaga kerja paling besar di Jawa Timur adalah Kota Surabaya, yaitu sebesar 201.522

orang atau 18.73%, diikuti Kabupaten Sidoarjo yang menyerap tenaga kerja sebesar 196.251 orang

(18,24 %), Kabupaten Pasuruan dengan jumlah tenaga kerja sebesar 114.768 orang (10,66 %), dan

Kabupaten Gresik dengan penyerapan tenaga kerja 105.849 orang (9,84 %).

Page 13: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

3.13 2.17 8.37

2006 2010 2015

Gambar 6 : Peran Anggaran Pemerintah

Sumber : Hasil Analisis, 2017.

Gambar 6 diatas menunjukkan peran pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tahun 2006 pemerintah mendorong pertumbuhan sebesar 3.13%, tahun 2010 menurun karena

adanya risis ekonomi ditahun 2008 sehingga dorongan peran pemerintah tidak begitu besar karena

pemerintah focus pada pertumbuhan yang seimbang agar tidak terjadi goncangan yang lebih hebat

pada perekonomian. Namun, pada periode tahun 2015 efektifitas anggaran pemerintah kembali

meningkat sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 8.3%. Kenaikan ini

menunjukkan bahwa multiplier anggaran pemerintah semakin efektif mendorong pertumbuhan

ekonomi. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, yaitu :

- Birokrasi semakin baik.

Birokrasi merupakan sarana yang efektif bagi perubahan sosial, serta instrumen yang lebih baik

untuk menciptakan persamaan politik, keadilan sosial, dan pertumbuhan ekonomi. Birokrasi

menjadi bagian penting dalam mewujudkan good governance (tata kelola pemerintahan yang

baik). Titik berat dari pemerintahan yang baik adalah pada upaya peningkatan kualitas pelayanan

publik, serta pemberantasan korupsi secara terarah, sistematis, dan terpadu.

-Pemerintah semakin transparan dalam mengelola pengeluaran.

Transparansi pengelolaan pengeluaran pemerintah Jawa Timur, tercermin dari semakin

tingginya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Transparansi ini juga merupakan

implementasi dari misi keempat dari pemerintah Jawa Timur, yaitu meningkatkan reformasi

birokrasi dan pelayanan publik, dengan sasaran meningkatnya transparansi dan akuntabilitas

penyelenggaran pemerintah daerah dan meningkatnya kualitas perencanaan, penganggaran, dan

pengendalian program, serta kegiatan pembangunan (Jatimprov, 2017).

-Adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan anggaran pembangunan.

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan anggaran pembangunan dicerminkan dari adanya

Musrenbang, mulai dari tingkat desa/kelurahan hingga provinsi. Menurut Gubernur Jawa Timur,

Dr. H. Soekarwo (dalam Press Release Musrenbang Jatim 2017, 2017) melalui Musrenbang yang

dilakukan dari tingkatan Desa hingga Provinsi ini, tak kurang dari 510 ribu orang telah melakukan

musyawarah guna menentukan arah pembangunan di tahun 2018. Keadaan ini yang menjadikan

Musrenbang di Provinsi Jawa Timur sebagai Musrenbang terbesar di Indonesia. Musrenbang

dengan pendekatan partisipatoris ditransformasikan kepada kinerja dan perencanaan pembangunan

bidang politik, bidang hukum, bidang keamanan, bidang sosial-budaya dan bidang ekonomi.

Page 14: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

Gambar 7 : Anggaran Pemerintah Sisi Penerimaan

Sumber : Hasil Analisis, 2017.

Dari sisi penerimaan, penerimaan pemerintah mengarah pada pertumbuhan Inklusif mulai

tahun 2006 presentasenya sebesar 0.18%, tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 0.64%, dan

tahun 2015 hingga mencapai 0.16% Pada periode tahun 2010 terjadi krisis ekonomi pada tahun

2008, namun dari sisi penerimaa pajak lebih responsive terhadap sektor inklusif sehingga pada

periode tahun 2010 dorongan terhadap pertumbuhan inklusif lebih tinggi daripada sektor non-

inklusif.

Iftikhar (2010) mengatakan bahwa pajak merupakan merupakan salah sumber pembiayaan

yang memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain pajak utang dan

seigniorage juga merupakan sumber pembiayaan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Penerimaan pemerintah daerah seperti penerimaan dari pajak yang dibayarkan masyarakat

bermanfaat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Pajak yang dimaksud adalah pajak

tak langsung yang dibebankan melalui barang-barang konsumsi masyarakat. Hasil pembahasan

dalam penelitian ini seperti shifting anggaran pemerintah sisi penerimaan menunjukkan bahwa

penerimaan pemerintah seperti penerimaan melalui pajak sebelum mendorong pertumbuhan

ekonomi harus melalui fungsi konsumsi. Karena berdasarkan teori multiplier pajak, pajak dapat

mempengaruhi perekonomian. Namun, pajak tidak dapat langsung mempengaruhi perekonomian,

pajak dapat mempengaruhi perekonomian melalui fungsi konsumsi terlebih dahulu (Case, 2006).

Gambar 8 : Anggaran Pemerintah Sisi Pengeluaran

Sumber : Hasil Analisis, 2017.

0.18

0.64

0.16

0.82

0.36

0.84

2006 2010 2015

Sisi Penerimaan

SEKTOR INKLUSIF SEKTOR NON-INKLUSIF

0.02 0.01 0.06

0.25 0.79 1.02

2006 2010 2015

Sisi Pengeluaran

SEKTOR INKLUSIF SEKTOR NON-INKLUSIF

Page 15: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

Sedangkan dari sisi pengeluaran, alokasi pengeluaran pemerintah cenderung mendorong

percepatan pertumbuhan namun tidak mengabaikan inklusivitas. Hal ini dibuktikan dari dorongan

pengeluaran pemerintah terhadap sektor inklusif sebesar 0.02% di tahun 2006. Tahun 2010

dorongan tersebut mengalami penurunan menjadi sebesar 0.01% dikarenakan adanya krisis

ekonomi sehingga pemerintah lebih berfokus pada pertumbuhan ekonomi. Namun, pada tahun

2015 dorongan terhadap sektor inklusif kembali meningkat karena pada periode tahun 2015

perekonomian mengalami masa pemulihan (recovery) sehingga pada tahun 2015 dorongan

terhadap pertumbuhan inklusif mengalami kenaikan hingga mencapai 0.06%.

Menurut Mehmood (2010) mengatakan pengeluaran pemerintah merangsang pertumbuhan

ekonomi dalam jangka panjang melalui peningkatan permintaan agregat. Pengeluaran pemerintah

cukup memberikan stimulus dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah

pada sektor pendidikan meningkatkan modal manusia dan kesempatan kerja, dimana dengan itu

perekonomian akan naik karena adanya peningkatan pada sumberdaya manusia. Menurut Case

(2006) melalui fungsi multiplier pemerintah, pengeluaran pemerintah dapat langsung

mempengaruhi perekonomian, karena pengeluaran pemerintah berdiri sendiri. Tidak seperti

multiplier pajak yang harus melalui fungsi konsumsi terlebih dahulu untuk dapat mempengaruhi

perekonomian.

Secara keseluruhan peran pemerintah Jawa Timur semakin meningkat dan semakin besar

dalam menstimulus perekonomian. Hal ini dilihat melalui dampak pengeluaran pemerintah dari

sisi penerimaan dan sisi pengeluaran terhadap dorongan pada pertumbuhan ekonomi yang

dicerminkan dari hasil diatas.

E.PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil diatas mengenai pemetaan sektor inklusif dan peran pemerintah dalam

mendorong pertumbuhan inklusif di Jawa Timur, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yang

berkaitan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Ada kecenderungan aktivitas ekonomi Jawa Timur bergerak pada sektor inklusif.

2. Peran anggaran pemerintah mampu menstimulus pertumbuhan ekonomi Jawa

Timur.

3. Anggaran pemerintah yaitu aspek penerimaan dan pengeluaran memiliki dampak

yang berbeda. Aspek penerimaan mendorong tumbuhnya sektor inklusif, dan aspek

pengeluaran mendorong tumbuhnya sektor non-inklusif.

Saran

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, penulis menyarankan beberapa hal untuk pihak-pihak

terkait, yaitu:

1. Pengeluaran pemerintah masih pro sektor non-inklusif. Sehingga pengeluaran

pemerintah perlu ditingkatkan efektifitas penggunanya pada sektor inklusif sehingga

dapat mendorong pertumbuhan inklusif.

2. Industrialisasi Jawa Timur sudah mengarah pada percepatan pertumbuhan inklusif.

Sehingga di Jawa Timur diperlukan penguatan pengembangan industri pengolahan,

baik industri berbasis pertanian maupun industri non-agro.

F. DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2017. Perbedaan Pergeseran Dan Revisi Anggaran (Bagian 1).

http://bpkad.lamongankab.go.id/index.php/perbedaan-pergeseran-dan-revisi-

anggaran-bagian-1/ diakses tanggal 30 Juli 2017.

Arsyad, Lincoln. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan STIM

YKPN Yogyakarta.

Page 16: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

Asmoro, E. I., 2014. Model Efektivitas Pemberdayaan Perekonomian Masyarakat Dengan Peran

Pemerintah Mengakomodasi Hobi/Minat Dan Bakat Masyarakat. Jurnal Dinamika

Teknik, Vol 8 No 1 Januari 2014, h. 17 – 25

Bank Indonesia, 2016. Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Timur. (diakses

tanggal 23 Juli 2017)

BPS Provinsi Jawa Timur. 2007. Tabel Input-Output Jawa Timur Tahun 2006. Surabaya : Badan

Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur.

BPS Provinsi Jawa Timur. 2011. Tabel Input-Output Jawa Timur Tahun 2010. Surabaya : Badan

Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur.

BPS Provinsi Jawa Timur. 2016. Tabel Input-Output Jawa Timur Tahun 2015. Surabaya : Badan

Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur.

BPS Provinsi Jawa Timur. 2017. Berita Resmi Statistik. No. 31/05/35/Th.XV diakses tanggal 26

Juli 2017.

BPS Provinsi Jawa Timur. 2017. Berita Resmi Statistik. No. 45/05/Th.XX. diakses tanggal 26 Juli

2017.

BPS Provinsi Jawa Timur. 2017. Jumlah Penduduk Miskin, Presentase Penduduk Miskin, dan

Garis Kemiskinan, 2002-2016. http://bps.go.id./ diakses tanggal 16 Januari 2017

BPS Provinsi Jawa Timur. 2017. Laju Pertumbuhan PDRB ADH Konstan Menurut Pengeluaran,

2011-2012. http://bps.go.id./ diakses tanggal 16 Januari 2017

BPS Provinsi Jawa Timur. 2017. Laju Pertumbuhan PDRB ADH Konstan Menurut Pengeluaran,

2013-2014. http://bps.go.id./ diakses tanggal 16 Januari 2017

BPS Provinsi Jawa Timur. 2017. Laju Pertumbuhan PDRB ADH Konstan Menurut Pengeluaran,

2015-2016. http://bps.go.id./ diakses tanggal 16 Januari 2017

BPS Provinsi Jawa Timur. 2017. Laju Pertumbuhan PDRB ADH Konstan Menurut Pengeluaran,

2015-2016. http://bps.go.id./ diakses tanggal 16 Januari 2017

BPS Provinsi Jawa Timur. 2017. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Provinsi, 1986-

2016. http://bps.go.id./ diakses tanggal 4 Januari 2017.

Case, K.E., 2006. Prinsip-Prinsip Ekonomi Edisi Ke Delapan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Husnain. M. Expenditure-Growth Nexus: Does the Source of Finance Matter? Empirical Evidence

from Selected South Asian Countries. 2010.

Jhingan, M.L. 2012. Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan. Jakarta : Rajawali Pers.

Kristyanto, V. S. 2015. Skripsi. Analisis Sektor Produksi Pendorong Terwujudnya Pertumbuhan

Inklusif di Jawa Timur. Malang: FE Universitas Brawijaya.

Kuncoro, Mudrajad. 2010. Dasar-Dasar Ekonomika Pembangunan (Edisi Kelima). Yogyakarta :

UPP STIM YKPN.

Kurniawan, Anto. 2017. Ajak Kaum Muda Bertani Modern dengan Mekanisasi.

https://ekbis.sindonews.com/read/1220051/34/ajak-kaum-muda-bertani-modern-dengan-

mekanisasi-1499852729. Diakses tanggal 20 Juli 2017.

Page 17: ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN …

Surjaningsih, Ndari. Dkk. 2012. Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Output Dan Inflasi. Jurnal

Ekonomi. BEMP Volume 14 Nomor 4.

Patricia, Nkiru. Izuchukwu, Daniel. Impact of Government Expenditure on Economic Growth in

Nigeria. International Journal of Business and Management review. Vol.1, No.4, pp.64-

71, December 2013.

Prasetya, Ferry. 2012. Modul Ekonomi Publik Bagian V Teori Pengeluaran Pemerintah. Fakultas

Ekonomi & Bisnis Universitas Brawijaya

Prasmuko, Andry. Anugrah D. F., 2010. Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap

Perekonomian Daerah. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2010

(http://www.bi.go.id/id/publikasi/jurnal-

ekonomi/documents/00fcaabc028840829e12379fe852a7335andrydonni.pdf ) diakses

tanggal 26 Juli 2017

Press Release Musrenbang Jatim 2017.

Putra. 2017. E-Newbudgeting Pemprov Jatim Melangit atau Membumi.

http://korantransparansi.com/tajuk/item/3241-e-newbudgeting-pemprov-jatim-melangit-

atau-membumi diakses tanggal 30 Juli 2017.

Rahadi, Fernan. 2017. Pemprov Jatim dan KPK Sinergikan E-New Budgeting.

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/07/25/otn9uk291-pemprov-jatim-

dan-kpk-sinergikan-enew-budgeting diakses tanggal 30 Juli 2017.

Surjaningsih, Ndari. 2012. Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Output Dan Inflasi. Buletin

Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2012.

Tambunan, Tulus T.H. 2015. Perekonomian Indonesia Orde Lama Hingga Jokowi. Bogor :

Penerbit Ghalia Indonesia.

Yunianti, Umi. 2015. Analisis Efisiensi Dan Efektivitas Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa

(APBDesa). Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta 2015.