TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Konsumen Dalam upaya peningkatan nilai guna suatu produk, konsumen adalah ujung dari perjalanan yang ditempuh oleh suatu produk. Memahami perilaku konsumen adalah sebuah hal yang penting. Menurut Sumarwan (2004), terdapat tiga dimensi yang melingkupi pentingnya mempelajari perilaku konsumen, yaitu bagi bidang pemasaran, kepentingan pendidikan dan perlindungan konsumen dan pembentukan kebijakan masyarakat yang mencakup pembuatan undang- undang perlindungan konsumen. Para pemasar harus memahami alasan mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga pemasar dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik. Pemasar yang mengerti perilaku konsumen akan mampu memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi terhadap informasi yang diterimanya, sehingga pemasar dapat menyusun strategi pemasaran yang sesuai. Selain para pemasar atau produsen, lembaga pendidikan atau lembaga sosial dan pemerintah juga berkepentingan untuk mengetahui dan mempengaruhi perilaku konsumen. Lembaga pendidikan dan lembaga sosial bisa membantu konsumen memilih produk dan jasa yang benar, terhindar dari penipuan serta menjadi konsumen yang bijaksana. Selain pemasar dan lembaga sosial, pihak lain yang sangat berkepentingan terhadap konsumen adalah pemerintah. Praktik bisnis yang merugikan konsumen bukan tidak mungkin terjadi. Tanpa adanya pedoman, konsumen tidak akan bisa membedakan produk yang layak ia konsumsi. Di lain pihak, lembaga sosial tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi produsen. Dalam situasi seperti ini, maka pemerintah melalui kebijakan publik dan undang-undangnya harus melakukan intervensi untuk melindungi konsumen (Sumarwan 2004). Agar undang-undang itu tepat sasaran, maka pemerintah juga perlu memahami perilaku konsumen. Asosiasi pemasaran Amerika (The American Marketing Association) dalam Peter dan Olson (1996) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi), sikap dan kejadian-kejadian yang mengarah pada pertukaran berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Sementara itu menurut Umar (2003), perilaku konsumen adalah suatu tindakan nyata individu atau kumpulan individu, misalnya suatu
13
Embed
Analisis Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa ... · atas pengetahuan tentang dimana seorang konsumen membeli produk dan kapan membelinya. Keputusan konsumen mengenai tempat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Konsumen Dalam upaya peningkatan nilai guna suatu produk, konsumen adalah
ujung dari perjalanan yang ditempuh oleh suatu produk. Memahami perilaku
konsumen adalah sebuah hal yang penting. Menurut Sumarwan (2004), terdapat
tiga dimensi yang melingkupi pentingnya mempelajari perilaku konsumen, yaitu
bagi bidang pemasaran, kepentingan pendidikan dan perlindungan konsumen
dan pembentukan kebijakan masyarakat yang mencakup pembuatan undang-
undang perlindungan konsumen.
Para pemasar harus memahami alasan mengapa dan bagaimana
konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga pemasar dapat merancang
strategi pemasaran dengan lebih baik. Pemasar yang mengerti perilaku
konsumen akan mampu memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen
untuk bereaksi terhadap informasi yang diterimanya, sehingga pemasar dapat
menyusun strategi pemasaran yang sesuai. Selain para pemasar atau produsen,
lembaga pendidikan atau lembaga sosial dan pemerintah juga berkepentingan
untuk mengetahui dan mempengaruhi perilaku konsumen. Lembaga pendidikan
dan lembaga sosial bisa membantu konsumen memilih produk dan jasa yang
benar, terhindar dari penipuan serta menjadi konsumen yang bijaksana. Selain
pemasar dan lembaga sosial, pihak lain yang sangat berkepentingan terhadap
konsumen adalah pemerintah. Praktik bisnis yang merugikan konsumen bukan
tidak mungkin terjadi. Tanpa adanya pedoman, konsumen tidak akan bisa
membedakan produk yang layak ia konsumsi. Di lain pihak, lembaga sosial tidak
memiliki kekuatan untuk mempengaruhi produsen. Dalam situasi seperti ini,
maka pemerintah melalui kebijakan publik dan undang-undangnya harus
melakukan intervensi untuk melindungi konsumen (Sumarwan 2004). Agar
undang-undang itu tepat sasaran, maka pemerintah juga perlu memahami
perilaku konsumen.
Asosiasi pemasaran Amerika (The American Marketing Association)
dalam Peter dan Olson (1996) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai
interaksi dinamis antara perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi), sikap dan
kejadian-kejadian yang mengarah pada pertukaran berbagai aspek dalam
kehidupan manusia. Sementara itu menurut Umar (2003), perilaku konsumen
adalah suatu tindakan nyata individu atau kumpulan individu, misalnya suatu
8
organisasi yang dipengaruhi oleh aspek eksternal dan internal yang
mengarahkan mereka untuk memilih dan mengonsumsi barang dan jasa yang
diinginkan. Solomon (2002) menyatakan bahwa studi perilaku konsumen
mencakup bidang yang luas. Perilaku konsumen meliputi studi tentang proses
yang ditunjukkan saat seorang individu atau kelompok membeli, menggunakan
atau menghabiskan sebuah produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk
pemenuhan kepuasan.
Berdasarkan definisi diatas, menurut Peter dan Olson (1996) terdapat tiga
ide utama, yaitu bahwa perilaku konsumen bersifat dinamis, perilaku konsumen
mencakup interaksi antara perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi), sikap
dan kejadian-kejadian. Selain itu, ide lain perilaku konsumen juga mencakup
interaksi antar sesama manusia. Studi perilaku konsumen yang bersifat dinamis
berarti bahwa satu implikasi tentang perilaku konsumen terkadang harus dibatasi
waktu, jenis produk dan konsumen tertentu, sehingga generalisasi berlebih
terhadap sebuah temuan perlu diwaspadai.
Menurut Peter dan Olson (1996), terdapat empat elemen dalam
menganalisis konsumen. Keempat elemen itu adalah perasaan (afeksi) dan
pengetahuan (kognisi), perilaku, lingkungan dan strategi pemasaran. Perasaan
(afeksi) dan pengetahuan (kognisi) merujuk pada respon psikologis konsumen
terhadap stimulus dari lingkungan. Afeksi berperan untuk mengevaluasi tingkat
penerimaan konsumen terhadap sebuah produk. Kognisi menyatakan proses
mental dan struktur pengetahuan yang digunakan untuk merespon lingkungan.
Perilaku berarti tindakan yang diperlihatkan konsumen yang terlihat dan bisa
diamati langsung. Lingkungan merujuk pada stimulus fisik dan sosial di sekitar
konsumen.
Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial,
pribadi dan psikologis (Kotler & Armstrong 2008). Penyusun keempat komponen
itu terlihat pada Gambar 1.
Budaya Budaya
Subbudaya
Kelas Sosial
Sosial Kelompok
referensi
Keluarga
Peran dan status
Pribadi Usia dan tahap
siklus hidup
Situasi ekonomi
Gaya hidup
Kepribadian dan konsep diri
Psikologis Motivasi
Persepsi Pembelajaran Kepercayaan dan Sikap
Pembeli
Gambar 1 Komponen yang mempengaruhi perilaku konsumen Sumber: Kotler dan Armstrong (2008)
9
Pengetahuan Konsumen Proses pengambilan keputusan konsumen berawal dari pengenalan
kebutuhan. Engel, Blackwell dan Miniard (1995) menyatakan bahwa pengenalan
kebutuhan ditentukan melalui tiga hal, yaitu informasi yang disimpan dalam
ingatan, perbedaan individu dan pengaruh lingkungan. Setelah mengenali
kebutuhannya, seorang konsumen akan melakukan pencarian internal untuk
menentukan apakah cukup banyak hal yang diketahui tentang pilihan yang
tersedia. Pencarian internal adalah peneropongan ingatan untuk melihat
pengetahuan yang relevan dengan keputusan yang tersimpan dalam ingatan
jangka panjang. Jika peneropongan ini mengungkapkan informasi yang memadai
untuk memberi arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian eksternal tidak
diperlukan. Oleh karena itu, pengetahuan konsumen berperan khusus dalam
perjalanan pengambilan keputusan pembelian sebuah produk.
Menurut Sumarwan (2004), pengetahuan konsumen adalah semua
informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa,
serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan
informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Peter dan
Olson (1996) membagi pengetahuan konsumen menjadi dua jenis, yaitu
pengetahuan umum tentang lingkungan dan perilaku mereka, dan pengetahuan
prosedural tentang cara melakukan sesuatu. Pengetahuan umum menyatakan
interpretasi konsumen terhadap informasi yang relevan dengan lingkungan
mereka, seperti pembentukan pengetahuan umum tentang penggolongan
produk, pengetahuan tentang tempat pembelian, dan lain-lain. Konsumen juga
memiliki pengetahuan prosedural tentang bagaimana caranya untuk melakukan
sesuatu. Seperti pengetahuan umum, pengetahuan prosedural konsumen
relevan dalam berbagai situasi sehari-hari. Beberapa produsen melakukan
penyederhanaan produk yang mereka buat untuk mengurangi pengetahuan
prosedural yang mereka butuhkan sehingga produk itu mudah dikonsumsi.
Kedua jenis pengetahuan itu memiliki peran yang penting. Pengetahuan
konsumen mempengaruhi proses interpretasi yang akan menentukan keputusan
pembelian.
Mowen dan Minor (1995) sebagaimana dikutip Sumarwan (2004) juga
melakukan klasifikasi pengetahuan konsumen menjadi tiga jenis, yaitu
pengetahuan objektif, pengetahuan subjektif dan informasi mengenai
pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar
10
mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang konsumen.
Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa
banyak yang dia ketahui mengenai kelas produk. Konsumen juga mungkin
mengetahui informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya.
Engel, Blackwell dan Miniard (1995) membagi pengetahuan konsumen
menjadi tiga macam, yaitu pengetahuan produk, pengetahuan pembelian dan
pengetahuan pemakaian. Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai
informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek,
terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan
mengenai produk. Pengetahuan produk meliputi berbagai informasi yang
diproses oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk. Pengetahuan ini terdiri
atas pengetahuan tentang dimana seorang konsumen membeli produk dan
kapan membelinya. Keputusan konsumen mengenai tempat pembelian produk
akan sangat ditentukan oleh pengetahuannya. Suatu produk akan memberi
manfaat kepada konsumen jika produk itu dapat dikonsumsi. Pengetahuan
tentang cara mengonsumsi suatu produk dinamakan pengetahuan pemakaian.
Kesalahan yang dilakukan oleh konsumen dalam menggunakan suatu produk
akibat kurangnya pengetahuan akan menyebabkan konsumen kecewa, sehingga
memungkinkan berkurangnya intensitas pembelian produk. Oleh karena itu
pengetahuan pemakaian produk juga penting untuk dimiliki konsumen.
Pengetahuan konsumen merupakan salah satu aspek penting untuk dipelajari,
karena apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli, dimana membeli sebuah
produk dan kapan membelinya akan bergantung pada pengetahuan konsumen
mengenai produk yang akan ia konsumsi.
Pengetahuan didefinisikan sebagi informasi yang disimpan dalam
ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi
konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan konsumen (Engel, Blackwell dan
Miniard 1994). Psikolog kognitif mengemukakan bahwa ada dua jenis
pengetahuan dasar. Kedua pengetahuan itu adalah pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif melibatkan fakta subjektif yang
sudah diketahui, sementara pengetahuan prosedural mengacu pada pengertian
bagaimana fakta ini dapat digunakan. Pengetahuan deklaratif dibagi menjadi dua
kategori, yaitu pengetahuan episodik dan pengetahuan semantik. Pengetahuan
episodik melibatkan pengetahuan yang dibatasi lintasan waktu. Sebaliknya,
pengetahuan semantik mengandung pengetahuan yang digeneralisasikan dan
11
memberi arti bagi dunia seseorang. Selain kategorisasi pengetahuan diatas,
pemasar kerap akan merasakan manfaat pemeriksaan pengetahuan konsumen
dalam tiga bidang umum, yaitu pengetahuan produk (product knowledge),
pengetahuan pembelian (purchase knowledge) dan pengetahuan pemakaian
(usage knowledge).
Persepsi Konsumen
Solomon (2002) menyatakan bahwa stimulus eksternal dapat diterima
melalui berbagai macam saluran. Masukan yang diterima kelima indera manusia
adalah data mentah yang mengawali proses perseptual. Engel, Blackwell dan
Miniard (1996) memaparkan model pemrosesan informasi yang dikembangkan
oleh William McGuire. Menurut model itu, pengolahan informasi yang diterima
konsumen akan melalui lima tahap, yaitu pemaparan (exposure), perhatian
(attention), pemahaman (comprehension), penerimaan (acceptance) dan retensi
(retention). Mowen (1998) seperti dikutip dalam Sumarwan (2004) menyatakan
bahwa tahap pemaparan, perhatian dan pemahaman disebut juga persepsi.
Respon langsung yang ditunjukkan konsumen setelah menerima sebuah
stimulus disebut dengan sensasi. Solomon (2002) menyatakan bahwa persepsi
adalah proses yang dilalui saat sebuah sensasi seperti tampilan, suara, dan bau
dipilih, diatur serta diterjemahkan. Pomerantz (2003) dalam Kikulwe (2011) juga
menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang dilalui saat seorang konsumen
menyadari atau memahami lingkungannya dengan mengatur dan
menginterpretasikan berbagai informasi yang diterimanya.
Persepsi merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah
dimiliki untuk mendeteksi, mengumpulkan dan menginterpretasi stimulus yang
diterima oleh alat indera menjadi arti tertentu yang bermakna.5 Sutisna (2001)
juga menyatakan bahwa persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi oleh isi
memorinya. Timbulnya persepsi dimulai dari pemaparan stimulus yang kemudian
diterima konsumen. Pemaparan dengan kadar stimulus yang tepat akan
mengaktifkan indera seorang konsumen sehingga stimulus itu akan diterima.
Beberapa stimulus yang dirasa penting kemudian akan mendapat alokasi
pemrosesan dalam proses berikutnya. Engel, Blackwell dan Miniard (1995)
mendefinisikan alokasi kapasitas untuk memproses stimulus baru itu sebagai