BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu prasyarat dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pemanfaatan laboratorium. Agar pelaksanaan pembelajaran di Laboratorium berjalan dengan baik maka diperlukan adanya sistem pengelolaan atau manajemen laboratorium yang baik. Pengelolaan laboratorium memiliki peranan penting dalam mewujudkan efektivitas pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil observasi awal ke laboratorium Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri yang ada di Kecamatan Plaju Kota Palembang, menunjukkan bahwa laboratorium kurang dikelola dengan baik sesuai dengan standar pengelolaan laboratorium, seperti penataan alat dan bahan yang kurang rapi, tidak terdapatnya lemari asam yang sesuai dengan standar laboratorium untuk penyimpanan bahan-bahan 1
62
Embed
Analisis Pengelolaan Lab SMAN Di Kec Plaju Plg_haryati
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu prasyarat dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) adalah pemanfaatan laboratorium. Agar pelaksanaan pembelajaran di
Laboratorium berjalan dengan baik maka diperlukan adanya sistem
pengelolaan atau manajemen laboratorium yang baik.
Pengelolaan laboratorium memiliki peranan penting dalam
mewujudkan efektivitas pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil observasi awal
ke laboratorium Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri yang ada di
Kecamatan Plaju Kota Palembang, menunjukkan bahwa laboratorium kurang
dikelola dengan baik sesuai dengan standar pengelolaan laboratorium, seperti
penataan alat dan bahan yang kurang rapi, tidak terdapatnya lemari asam yang
sesuai dengan standar laboratorium untuk penyimpanan bahan-bahan kimia
dengan konsentrasi tinggi, dan lain sebagainya. Seharusnya, suatu
laboratorium dikelola oleh seorang laboran yang memahami tentang tata letak
alat dan bahan, memiliki administrasi laboratorium yang menginventarisir
semua kebutuhan praktikum sesuai dengan materi yang akan diajarkan oleh
guru mata pelajaran IPA di SMA, meliputi mata pelajaran Kimia, Biologi, dan
Fisika. Laboratorium harus memiliki keran yang dapat mengalirkan air bersih,
sehingga saat pelaksanaan praktikum, siswa dan guru dengan mudah
memperoleh air bersih.
1
Kondisi laboratorium yang kurang terkelola dengan baik berimplikasi
pada mutu pembelajaran di sekolah tersebut. Disinyalir di sekolah-sekolah
negeri pengelolaan laboratoriumnya kurang baik. Salah satu penyebabnya
adalah kualitas guru yang dimiliki belum kompeten dan belum adanya
Laboran yang khusus mengelola laboratorium tersebut.
Efektivitas proses pembelajaran, khususnya pembelajaran IPA di SMA
(Kimia, Biologi, dan Fisika) dipengaruhi juga oleh faktor internal, diantaranya
adalah motivasi belajar siswa. Dalam pembelajaran IPA, guru tidak
diperkenankan mengajarkan teori saja, karena filosofi pembelajaran IPA harus
melaksanakan praktik, sehingga guru harus dapat menciptakan suatu kondisi
yang dapat menimbulkan motivasi belajar pada siswa dengan melaksanakan
praktikum di laboratorium agar konsep pembelajaran yang abstrak dapat
menjadi nyata dan logis.
Salim (2002: 77) mengungkapkan bahwa proses pembelajaran yang
hanya mengemukakan teori saja, sama saja dengan mendongeng. Hal ini akan
melemahkan syaraf psikomotorik dari seorang siswa. Dalam kaitannya dengan
pembelajaran IPA ini, maka perlu adanya pengelolaan laboratorium yang
terencana, baik sumber daya yang mengelolanya, pemenuhan kebutuhan alat
dan bahan di laboratorium, dan lain sebagainya.
Praktikum dapat berjalan dengan baik apabila memenuhi beberapa
persyaratan, antara lain sarana dan prasarana praktikum, pengelolaan
laboratorium, serta ketrampilan guru dalam teknis laboratorik. Hal ini dapat
dilakukan dengan baik jika semua komponen tersedia dengan cukup.
2
Bagaimana praktikum dapat dilaksanakan bila sarana dan prasarana yang
memadai tidak ada.
Dari hasil observasi awal di lapangan diperoleh informasi bahwa SMA
Negeri yang ada di Kecamatan Plaju adalah SMA Negeri 4 Palembang, yang
beralamat di Jalan Ki. Anwar Mangku Plaju. Dari hasil observasi tersebut
terungkap bahwa pengelolaan laboratorium di SMA Negeri 4 Palembang
belum sesuai dengan standar pengelolaan laboratorium. Hal ini disebabkan
antara lain guru yang mengelola laboratorium masih belum memiliki
kompetensi di bidang tersebut. Latar belakang pendidikan pengelola
laboratorium ini berasal dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
bukan dari Analis Kimia, sehingga dalam pengelolaan tersebut pengelola
masih perlu belajar memahami dan mempraktikkannya terlebih dahulu
sebelum dilakukan praktikum bersama-sama peserta didiknya. Selain itu,
masih minimnya dana untuk pemenuhan kebutuhan alat dan bahan praktik.
Pihak sekolah sudah mengupayakan dana khusus melalui Komite Sekolah,
namun masih belum mencukupi. Sehingga kegiatan praktikum siswa tidak
sesuai dengan rencana. Jika sudah demikian biasanya guru hanya melakukan
demonstrasi saja di kelas.
Mengingat pentingnya praktikum untuk pembelajaran IPA, maka perlu
adanya pengadaan sarana dan prasarana penunjang pendidikan, serta
peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana yang sudah ada.
Selain itu, perlu adanya pengelolaan yang baik pada laboratorium tersebut.
3
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul : “ Analisis Pengelolaan Laboratorium SMA Negeri di Kecamatan
Plaju Kota Palembang “.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi
masalahnya sebagai berikut :
1. Pengelola laboratorium masih belum sesuai dengan latar belakang
pendidikannya.
2. Pengelola laboratorium masih belum terampil dalam menggunakan alat
dan bahan.
C. Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah :
Bagaimanakah pengelolaan laboratorium di SMA Negeri di Kecamatan Plaju
Kota Palembang ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis pengelolaan laboratorium SMA Negeri di Kecamatan Plaju Kota
Palembang.
4
E. Manfaat Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan :
a. Pengembangan ilmu administrasi publik, khususnya dalam
manajemen sarana prasarana.
b. Bahan pembuktian bahwa pengelolaan laboratorium yang baik
merupakan salah satu hal penting dalam meningkatkan motivasi dan
hasil belajar siswa.
2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi sekolah
dalam mengelola Laboratorium.
b. Hasil penelitian ini menjadi bahan pertimbangan pihak sekolah untuk
mengangkat seorang Laboran guna mengelola Laboratorium.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoritis
Landasan Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi,
dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan
cara merumuskan hubungan antar konsep. Penelitian ilmiah merupakan suatu
bentuk penelitian dengan cara berpikir dan bertindak secara sistematis. Sebab
itu kajiannya perlu didukung oleh suatu landasan teori yang dipilih dari
literatur maupun berbagai referensi sebagai landasan dasar teoritik yang
menghubungkan konsep-konsep, preposisi-preposisi dan definisi variabel
yang hendak diteliti, sehingga dapat meramalkan, menerangkan dan
memecahkan gejala sosial yang sementara dihadapi.
Sehubungan dengan hal itu, berikut ini penulis akan menguraikan
secara teoritik variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini dan
hubungan-hubungan diantaranya.
1. Kebijakan Pemerintah Pada Sektor Pendidikan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen menegaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memenuhi
kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tempat bertugas
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
6
6
Untuk mewujudkan fungsi peran dan kedudukan tersebut guru
perlu memilki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik
yang sesuai dengan standar pendidik. Seorang guru mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) yang professional wajib memiliki kemampuan
diri dalam bidang keilmuannya guna membantu siswa dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah, baik secara teoritis maupun praktis. Jika guru
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki kompetensi sesuai
dengan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tersebut, maka dapat dipastikan bahwa peranan guru tersebut akan sangat
berarti dan sangat diharapkan siswa dalam proses pembalajaran di sekolah
atau madrasah, yang pada akhirnya akan menghasilkan proses dan hasil
pendidikan yang bermutu dalam rangka mewujudkan insan Indonesia yang
cerdas dan kompetitif yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru harus
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, sehingga
berimplikasi pada berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.
7
Untuk mewujudkan fungsi dan tujuan tersebut pemerintah pusat
dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu,
dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan prinsip-prinsip dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional. Pembangunan pendidikan nasional
ke depan didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia
seutuhnya yang berfungsi sebagai subjek yang memiliki kapasitas untuk
mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal.
Inu Kencana (2005:145), mengemukakan bahwa kebijakan (policy)
pemerintah adalah apa yang diputuskan oleh pemerintah pusat untuk
diimplementasikan oleh pemerintah daerah.
Anderson (dalam Islamy, 1997:17) mengemukakan bahwa
kebijakan adalah “a purposive course of action followed by an actor or set
actors in dealing with a problem or matter of concern. Menurut Budiarjo
(1992:12) kebijaksanaan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil
oleh seorang pelaku dan atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih
tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan ini.
Hoogerwerf (1983:3-4) melukiskan kebijaksanaan sebagai usaha
mencapai tujuan tertentu dengan sarana tertentu dan dalam urutan waktu
tertentu. Sedangkan Isworo (1996:229-230) menyebutkan bahwa
kebijakan merupakan hasil dari suatu keputusan setelah melalui pemilihan
alternatif yang tersedia dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif. Kebijakan publik ini selain
8
berkaitan dengan peranan institusi administratif, juga dengan masyarakat
sebagai pihak yang menjadi sasaran kebijakan. Karena itu menurut Isworo
(1996:229-230), kebijakan publik akan menjawab pertanyaan tentang apa
yang harus dilakukan oleh administrator. Hal ini menyangkut bukan hanya
substansi akan tetapi juga proses pelaksanaan dinamis serta akibat
terhadap masyarakat. Selanjutnya menurut Isworo (1996:229-230), bahwa
proses kebijakan publik terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
a. Identifikasi masalah yang akan mengarah pada permintaan untuk
mengatasi masalah tersebut
b. Formulasi kebijakan berupa langkah yang dilakukan setelah pemilihan
alternatif
c. Legitimasi dari kebijakan
d. Implementasi
e. Evaluasi melalui berbagai sumber untuk melihat sejauh mana usaha
pencapaian tujuan
Menurut Islamy (1997:20-21) kebijakan negara adalah serangkaian
tindakan yang ditetapkan akan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh
pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu
demi kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan publik menurut Islamy
(1996:230) berkaitan secara spesifik dengan tujuan yang telah ditetapkan
melalui proses politik yang dilakukan oleh seluruh atau sebagian
masyarakat dalam yuridiksi pemerintahan tertentu. Kebijaksanaan
9
pemerintah, menurut Hoogerwerf (1983:9) merupakan kebijaksanaan para
aktor dari golongan tertentu yaitu pejabat-pejabat pemerintah dan instansi-
instansi pemerintah.
Santoso (2008:5) menyatakan bahwa kebijakan publik terdiri dari
serangkaian keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk mencapai
tujuan tertentu, dan petunjuk-petunjuk yang diperlukan terutama dalam
bentuk peraturan-peraturan atau dekrit-dekrit pemerintah. Karena
kebijakan publik selalu dihubungkan dengan kegiatan-kegiatan
pemerintah, maka menurut Thoha (2002:64), kebijakan publik tidak bisa
dipisahkan dengan birokrasi.
Dalam kaitannya dengan kebijakan pemerintah pada sektor
pendidikan tersebut merupakan kebijakan pemerintah pusat di bidang
pendidikan yang harus dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan di
tingkat provinsi dan kabupaten / kota. Sehingga dalam implementasinya
harus mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) yang menyangkut standar pengelolaan pendidikan dan
standar sarana prasarana pendidikan.
2. Manajemen Pengelolaan Sarana Prasarana
Menurut Erwanti (2010: 51), Pengelolaan diartikan sebagai suatu
rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang
untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujan tertentu.
10
Definisi pengelolaan oleh para ahli terdapat perbedaan-perbedaan
hal ini disebabkan karena para ahli meninjau pengertian dari sudut yang
berbeda-beda. Ada yang meninjau pengelolaan dari segi fungsi, benda,
kelembagaan dan yang meninjau pengelolaan sebagai suatu kesatuan.
Namun jika dipelajari pada prinsipnya definisi-definisi tersebut
mengandung pengertian dan tujuan yang sama.
Berikut ini adalah pendapat dari beberapa ahli yakni menurut
Salim (2002: 41) memberikan definisi sebagai berikut pengelolaan adalah
suatu rangkai kegiatan yang berintikan perencanaan, peng-organisasian
pengerakan dan pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Sedangkan Menurut Prastowo (2002: 121) pengelolaan
adalah suatu istilah yang berasal dari kata “kelola” mengandung arti
serangkaian usaha yang bertujuan untuk mengali dan memanfaatkan
segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien guna mencapai
tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang
bertujuan menggali dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara
efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan.
11
3. Manajemen Pengelolaan Laboratorium IPA
Dalam kaitannya dengan pengelolaan laboratorium IPA, dan jenis
peralatannya merupakan sarana dan prasana penting untuk penunjang
proses pembelajaran di sekolah yang perlu dikelola.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 42 ayat (2) serta Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2).
Menjelaskan bahwa laboratorium merupakan tempat untuk
mengaplikasikan teori keilmuan, pengujian teoritis, pembuktian uji coba,
penelitian, dan sebagainya dengan menggunakan alat bantu yang menjadi
kelengkapan dari fasilitas dengan kuantitas dan kualitas yang memadai
(Depdiknas, 2002).
Agar laboratorium IPA di sekolah dapat berperan, berfungsi dan
bermanfaat seperti itu, maka diperlukan sebuah sistem pengelolaan
laboratorium yang direncanakan dan dievaluasi dengan baik serta
dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
laboratorium IPA di sekolah yang bersangkutan.
Dimensi pengelolaan laboratorium menurut Sutrisno (2010) terdiri
dari: Organisasi Laboratorium, Inventarisasi alat dan fasilitas
laboratorium, Administrasi penggunaan laboratorium, Administrasi
Harsoyo, 1997. Pengantar Ilmu Administrasi Publik. Surabaya : Usaha Nasional
Islamy, 1997. Kebijakan Publik. Jakarta : Pustaka Ilmu
Isworo, 1996. Analisis Kebijakan Publik. Bandung : Remadja Rosda Karya
Kencana, Inu. 2005. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Jakarta : Dian Pustaka
Milles and Huberman, 2002. Model Analisis Interaktif. Surabaya : Usaha Nasional. (Diterjemahkan oleh A. Khozin Afandi)
Narbuko, Cholik. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution, 1997. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Novianti, Nur Raina, 2011. Pengelolaan Laboratorium IPA Terhadap Efektivitas Proses Pembelajaran di SMP Negeri dan Swasta Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Jurnal Pendidikan – UPI Bandung
38
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar NasionalPendidikan
Prastowo, 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Retnoningsih, 2005. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta : Gramedia Indonesia
Syahrul, 2000. Kenapa Guru Harus Kreatif. Bandung: Mizan
Sadiman, 2004. Media Pendidikan; Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatan. Jakarta: Rajawali Pers
Santoso, 2008. Tinjauan Kritis Terhadap Kebijakan Pemerintah. Jurnal Administrasi Publik. FIA Universitas Brawijaya Malang, Edisi VII, Volume 3, Nomor 9.
Salim, 2002. Pengelolaan Pembelajaran IPA. Bandung : Remadja Rosda Karya
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2005. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sutrisno, 2010. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta : Andi Offset
Syahrul, 2000. Etika dan Perilaku Organisasi. Bandung : Alfabeta
Thoha, Miftah, 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Grafindo
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen