i ANALISIS PENGELOLAAN KREDIT BERMASALAH PADA PT. BPR GROGOL JOYO SUKOHARJO PERIODE 2007-2009 TUGAS AKHIR Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Keuangan Dan Perbankan Oleh : RATIH KUSUMANINGRUM F3607073 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEUANGAN DAN PERBANKAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
91
Embed
ANALISIS PENGELOLAAN KREDIT BERMASALAH …...iv yang tidak menentu maka debitur baru mendapatkan fasilitas kredit bank yang potensial lossnya lebih tinggi dibandingkan dengan nasabah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
ANALISIS PENGELOLAAN KREDIT BERMASALAH
PADA PT. BPR GROGOL JOYO SUKOHARJO
PERIODE 2007-2009
TUGAS AKHIR
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Ahli Madya
Program Studi Diploma III Keuangan Dan Perbankan
Oleh :
RATIH KUSUMANINGRUM
F3607073
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEUANGAN DAN PERBANKAN
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank merupakan lembaga intermediasi keuangan yang berbasis
kepercayaan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat
melalui produk-produk yang ditawarkan seperti tabungan, deposito dan giro
serta menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk
kredit.
Perbankan dalam menjalankan kegiatannya membutuhkan
kepercayaan. Masyarakat memberikan kepercayaan kepada pihak perbankan
untuk menjaga sejumlah dana yang telah disimpan di Bank, sementara pihak
Bank menyalurkan atau menempatkan dananya berupa kredit kepada debitur
yang dilandasi unsur kepercayaan (Nur Hidayah, 2007: 1).
Bank dari sisi penempatan dananya yang berpotensi menghasilkan
profitabilitas untuk mendukung aktivitas usahanya adalah melalui usaha
perkreditan. Aktivitas penyaluran kredit bank selain menghasilkan profit
(spread income) juga memiliki risiko yang tinggi, yaitu risiko kredit dimana
nasabah gagal memenuhi kewajibannya. Peningkatan risiko kredit ini dapat
meningkatkan non performing loan, bad debt atau kredit bermasalah. Kredit
bermasalah adalah kredit yang tidak lancar yang sampai saat jatuh temponya
tidak dapat diselesaikan oleh debitur yang bersangkutan.
iii
Kasus kredit bermasalah pada perbankan nasional bukanlah hal yang
baru bagi BPR Grogol Joyo, karena berdasarkan laporan keuangan BPR
Grogol Joyo selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2007, 2008, 2009
jumlah NPLnya sebesar 13,50%, 8,65%, 5,33%. Jumlah tersebut melampui
batas yang ditentukan oleh Bank Indonesia, yaitu Non Performing Loan tidak
boleh melebihi maksimal dari 5% (Sumber: Laporan Keuangan Tahun 2007-
2009 PT. BPR Grogol Joyo Sukoharjo).
Peningkatan NPL pada BPR Grogol Joyo sejak tahun 2007 sampai
dengan tahun 2009 merupakan akumulasi dari beberapa permasalahan yang
dihadapi juga oleh industri perbankan lainnya.Pertama, karena imbas negatif
krisis keuangan global yang memaksa perusahaan (counterparty bank) masuk
kedalam persaingan yang semakin ketat, keadaan ini membuat perusahaan
(counterparty bank) mengalami kesulitan dalam mempertahankan pangsa
pasar dan memperburuk prospek usaha dalam jangka pendek dan jangka
panjang, konsekuensinya pendapatan perusahaan (counterparty bank)
menurun. Kondisi ini yang membuat perusahaan mengalami penurunan
kemampuan dalam membanyar angsuran pinjaman ke bank. Kedua,
kebijakan industri perbankan yang mempertahankan suku bunga kredit tinggi
ditengah –tengah kondisi perekonomian yang tidak stabil serta kontribusi
terhadap tingginya NPL. Tingginya suku bunga kredit pada saat pendapatan
perusahaan (counterparty bank) mengalami penurunan, membuat beban
angsuran pinjaman perusahaan ke perbankan relatif mengalami peningkatan.
Ketiga, pemberian kredit bank yang tidak prudent pada saat situasi ekonomi
iv
yang tidak menentu maka debitur baru mendapatkan fasilitas kredit bank
yang potensial lossnya lebih tinggi dibandingkan dengan nasabah yang
mendapatkan fasilitas kredit pada saat ekonomi baik dan stabil.
Pemberian kredit mengandung suatu tingkat risiko tertentu dimana ada
kemungkinan kredit yang tidak dapat kembali/ ditagih. Untuk menghindari
atau memperkecil resiko tersebut,sebelum kreditur atau pihak bank
memberikan kredit kepada calon debitur, kreditur harus menentukan calon
debitur yang layak. Agar dapat menentukan besar jumlah pinjaman yang akan
diberikan, kreditur juga harus mengetahui kondisi atau keadaan keuangan
calon debitur. Permohonan kredit harus dinilai oleh bank, adapun syarat-
syarat penilaiannya adalah character, capacity, capital, collateral, condition
of economy, return, repayment capacity, risk bearing ability (Nur Hidayah,
2007: 2). Dengan dipenuhinya syarat-syarat 5C dan 3R tersebut kemungkinan
kredit yang bermasalah dapat diminimalisasikan.
Meskipun penilaian tersebut sudah diterapkan tetapi masih ada kredit
yang bermasalah. Hampir semua bank mengalami kredit bermasalah
termasuk BPR Grogol Joyo. Menurut data perkembangan kredit yang
diperoleh dari PT. BPR Grogol Joyo adalah sbb:
Tabel 1.1Perkembangan Kolektibilitas Kredit
Pada Tahun 2010
(Dalam Jutaan Rupiah)
Periode/ Bulan
Menurut kolektibilitas Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet
Rp NSB Rp NSB Rp NSB Rp NSB Januari 9.901 379 44 153 20 474 114
v
Februari 9.998 409 44 135 22 487 116 Maret 10.170 321 41 163 20 502 118 April 10.191 257 35 131 19 500 118
Sumber: Laporan Keuangan Tahun 2010 PT. BPR Grogol Joyo Sukoharjo
NPL Januari = 5,95%
NPL Februari = 6,10%
NPL Maret = 5,63%
NPL April = 4,77%
Dari data diatas dapat diketahui bahwa PT. BPR Grogol Joyo dalam
pemberian kreditnya masih ditemukan kredit yang bermasalah. Penelitian ini
mendiskripsikan langkah yang ditempuh PT. BPR Grogol Joyo dalam
mengungkap faktor-faktor penyebab kredit bermasalah dan penanganan
kredit bermasalah.
Penelitian yang hampir sama tentang kredit bermasalah pernah
dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, berikut ini tabel tentang daftar
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu
No Nama Pengarang, Tahun, Judul Penelitian, Kesimpulan 1 Andi Arif Swastiana, 2004
”Aspek Hukum Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan”. Dua faktor penyebab kredit macet, yaitu:
1. Faktor internal bank sendiri, yaitu kurangnya pengawasan dari pihak bank setelah menyalurkan kredit.
vi
2. Faktor internal debitur penerima kredit,yaitu disebabkan oleh debitur dalam penggunaan kredit menyimpang dari tujuan pemberian kredit.
Dalam penyelesaian kredit macet dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Penyelesaian oleh pihak bank sendiri dengan cara membentuk tim
Satuan Tugas Khusus untuk mengurus kredit macet dan melakukan restrukturisasi kredit secara selektif terhadap debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik.
Apabila pihak debitur tidak mampu juga membayar kewajiban atas kreditnya, maka dilakukan penyelesaian cara kedua, yaitu dengan menyerahkan pengurusan piutang kredit macet piutang negara tersebut kepada KP2LN
2 Erna Indriasari, 2005 ”Penyelesaian Kredit Bermasalah Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Karangayar”. Dua faktor penyebab kredit macet, yaitu:
1. Faktor intern, yang disebabkan oleh pihak bank sendiri, yaitu karena kurang pengawasan dan kurang tepatnya didalam menyalurkan kredit.
2. Faktor ekstern, yaitu karena perubahan kondisi ekonomi, perdagangan dan perubahan teknologi.
Penyelesaian kredit macet dilakukan dengan dua cara,yaitu: 1. Tindakan preventif, yaitu dengan cara pengawasan terhadap
kelancaran suatu kredit yang diberikan, mengadakan pembinaan terhadap usaha debitur agar kredit berjalan lancar dan pengikatan jaminan kredit dengan jaminan.
2. Tindakan represif. Pertama, dengan cara perdamaian, yaitu penundaan waktu dan keringanan suku bunga dan angsuran. Kedua, penjualan barang jaminan yang dilakukan dengan prosedur yang berlaku menurut hukum.
3 Hermanto, 2006
”Faktor-Faktor Kredit Macet Pada PD. BPR BKK Ungaran Kabupaten Semarang”. Kesimpulan yang dapat ditarik, yaitu faktor-faktor yang menyebabkan kredit macet pada PD. BPR BKK Ungaran, antara lain: salah penggunaan kredit, pengelolaan administrasi pembukuan debitur serta menurunnya pendapatan.
Pengalaman adanya kredit bermasalah akhir-akhir ini, telah memacu
BPR Grogol Joyo untuk lebih berhati-hati dalam mengatur alokasi dana
kredit. Rencana kredit disusun lebih matang, analisis atas permohonan kredit
lebih terarah dan pengamanan kredit lebih diperketat, disamping itu
peningkatan dalam sistem pembinaan nasabah.
vii
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik mengambil judul
”ANALISIS PENGELOLAAN KREDIT BERMASALAH PADA PT.
BPR GROGOL JOYO SUKOHARJO PADA PERIODE 2007-2009”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, pokok permasalahan yang akan
dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah:
1. Apakah yang menyebabkan kredit bermasalah pada PT. BPR Grogol Joyo
Sukoharjo?
2. Bagaimanakah upaya yang ditempuh oleh PT. BPR Grogol Joyo
Sukoharjo dalam menyelesaikan kredit bermasalah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan tugas akhir ini adalah:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kredit bermasalah pada PT. BPR
Grogol Joyo Sukoharjo.
2. Untuk mengetahui upaya yang ditempuh oleh PT. BPR Grogol Joyo
Sukoharjo dalam menyelesaikan kredit bermasalah.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi BPR Grogol Joyo
viii
Bagi PT. BPR Grogol Joyo dapat digunakan sebagai bahan masukan
mengenai bagaimana cara penyelesaian kredit bermasalah setelah diketahui
faktor-faktor penyebabnya, agar dapat menguntungkan bank itu sendiri.
2. Bagi Fakultas Ekonomi UNS
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan sebagai
pembanding untuk penelitian sejenis lainnya.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan antara
teori-teori yang telah diperoleh dibangku kuliah dengan kenyataan yang
sebenarnya di PT. BPR Grogol Joyo.
E. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini desain penelitian menggunakan interactive analysis
model, yaitu:
a. Pengumpulan Data
ix
Dalam hal ini penelitian mencatat semua data secara obyektif dan apa
adanya sesuai hasil observasi dan wawancara di lapangan.Data yang ada
tanpa ada rekayasa dari pihak manapun.
b. Reduksi Data
Reduksi data adalah pemilihan pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan tertulis dilaporan. Reduksi data merupakan suatu
bentuk analisis menanyakan, menggolongkan, menyerahkan, membuang
yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan sedemikian rupa
sehingga akhirnya dapat ditarik kesimpulan dan diverifikasi.
c. Sajian Data
Sajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun, yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data merupakan analisa merancang deretan kolom-kolom
dalam sebuah matrik untuk data kualitatif dan menentukan jenis dan
bentuk data yang dimasukan dalam kotak-kotak matrik.
2. Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Perkreditan Rakyat Grogol Joyo yang
berlokasi di Jl. Raya Solo Baru, Komplek Plaza I HB 01, Solo Baru,
Grogol, Sukoharjo. Penelitian ini khususnya pada bagian kredit.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, yaitu penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan data tentang faktor-faktor yang menyebabkan kredit
x
bermasalah serta pemecahannya. Sehingga dalam memperoleh data
tersebut dibutuhkan observasi lapangan untuk memperoleh data primer.
Selain data primer yang berasal dari penelitian diperlukan juga data
sekunder yang berasal dari studi kepustakaan berupa literatur-literatur yang
berkaitan dengan objek penelitian tersebut.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diusahakan sebanyak mungkin data mengenai
masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu:
a. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang keadaan atau
kegiatan yang terjadi. Dalam penelitian ini data yang digunakan yaitu
tentang pendirian perusahaan, struktur organisasi, permasalahan kredit
dan penanganan kredit bermasalah.
b. Observasi
Teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan
secara langsung terhadap obyek penelitian.
c. Interview atau Wawancara
Wawancara adalah suatu cara untuk mengumpulkan data dengan
mengajukan pertanyaan langsung kepada pemberi informasi atau
xi
seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah, khususnya bagian
kredit pada PT. BPR Grogol Joyo.
5. Teknik Pembahasan
Penelitian dalam Tugas Akhir ini termasuk penelitian yang diskriptif.
Penelitian diskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan
secara sistematis, faktual dan akurat terhadap objek yang menjadi pokok
permasalahan yaitu mengenai faktor-faktor yang menyebabkan kredit
bermasalah yang ada di PT. BPR Grogol Joyo beserta penanganannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perbankan dan Bank
1. Pengertian Perbankan
xii
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya (Undang-undang No. 10 Tahun 1998).
2. Pengertian Bank
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Undang-undang No.10 Tahun
1998).
3. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
(Undang-undang No. 10 Tahun 1998). Hal ini berarti bahwa kegiatan BPR
jauh lebih sempit bila dibandingkan dengan kegiatan Bank Umum.
Kegiatan BPR hanya meliputi kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran
dana.
Kegiatan operasional BPR sesuai Peraturan Pemerintah RI No.71
Tahun 1992 tentang Pendirian Bank Perkreditan Rakyat, pasal 4, yang
menyatakan “BPR dapat didirikan di daerah pedesaan di wilayah
kecamatan di luar ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kotamadya,
dan ibukota kabupaten”. (PP RI No.71 Tahun 1992 dalam Martono, 2002:
35)
xiii
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa BPR merupakan
bank yang fungsinya menerima simpanan dalam bentuk uang dan
memberikan kredit dalam jangka pendek untuk masyarakat pedesaan. BPR
tergolong bank sekunder, yaitu bank yang tidak dapat menciptakan uang
karena tidak memberikan pinjaman melebihi dana yang dihimpun. BPR
wilayah usahanya terbatas pada lingkungan kecamatan dan beberapa desa
tertentu. (Martono, 2002: 35)
4. Bentuk Hukum Bank Perkreditan Rakyat
Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dapat berupa
(Martono, 2002: 35):
a. Perusahaan Daerah (PD)
Perusahaan Daerah (PD) adalah perusahaan yang modalnya dimiliki
oleh pemerintah daerah, di mana kekayaan perusahaan dipisahkan dari
kekayaan negara. Tujuan Perusahaan Daerah adalah mencari
keuntungan yang nantinya akan digunakan untuk pembangunan daerah.
b. Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau
badan usaha Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar atas asas kekeluargaan. Modal Koperasi terdiri dari simpanan
pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, hutang, dan Sisa Hasil
Usaha (SHU) yang tidak terbagi. Tujuan Koperasi untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.
xiv
Pengelolaan badan usaha dilakukan secara efektif dan efisien tanpa
mengabaikan prinsip-prinsip Koperasi.
c. Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu persekutuan untuk menjalankan
perusahaan yang mempunyai modal usaha yang terbagi atas beberapa
saham di mana setiap pemegang saham turut mengambil bagian
sebanyak satu atau lebih saham. Para pemegang saham (sebagai pemilik
perusahaan) bertanggung jawab terbatas terhadap hutang-hutang
perusahaan sebesar modal yang disetor.
Tujuan PT adalah untuk memperoleh laba maksimal, dimana laba
tersebut sebagian dibagi kepada para pemegang saham dalam bentuk
deviden, dan sebagian untuk menambah modal serta membentuk
cadangan.
5. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat
Untuk mendapat izin usaha BPR dari Menteri Keuangan, dua tahapan
yang harus dilakukan, yaitu (Martono, 2002: 36):
a. Tahap Persetujuan Prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan
persiapan pendirian BPR. Permohonan untuk memperoleh persetujuan
prinsip, harus melampirkan:
1) Rancangan Anggaran Dasar
2) Daftar calon pemegang saham, susunan direksi dan dewan komisaris
xv
3) Rencana susunan organisasi
4) Rencana kerja
5) Bukti penyetoran sekurang-kurangnya sebesar 30% dari modal yang
disetorkan
b. Tahap Izin Usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
usaha setelah persiapan sebagaimana yang dimaksud dalam butir (1) di
atas. Sewaktu melakukan pengajuan izin usaha harus disertai dengan
melampirkan keterangan tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
6. Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat
Usaha-usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) meliputi (Martono,
2002: 36):
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu.
b. Memberikan kredit kepada pengusaha kecil dan rumah tangga.
c. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
xvi
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank
lain.
Karena keterbatasan yang dimiliki oleh BPR, maka ada beberapa
larangan yang tidak boleh dilakukan BPR, larangan ini meliputi hal-hal
sebagai berikut (Kasmir, 2005: 47):
a. Menerima Simpanan Giro
b. Mengikuti Kliring
c. Melakukan Kegiatan Valuta Asing
d. Melakukan Kegiatan Perasuransian
B. Pengertian Kredit
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Undang –
undang No. 10 Tahun 1998 pasal 21 ayat 11).
Dalam penyaluran kredit pasti terdapat risiko kredit yang dihadapi
oleh bank yaitu resiko gagal bayar (default).
Risiko kredit adalah risiko pinjaman tidak kembali sesuai kontrak,
seperti penundaan, pengurangan pembayaran suku bunga dan/atau pinjaman
xvii
pokoknya, atau tidak membayar pinjaman sama sekali (Ktut Silvanita, 2009:
28).
Risiko kredit muncul karena adanya pilihan merugikan dan bahaya
moral dari peminjam. Peminjam dengan risiko tinggilah yang paling mau
meminjam karena mengharapkan pengembalian yang tinggi, dan untuk
mendapakatkannya mereka melakukan pilihan merugikan. Setelah
memperoleh pinjaman, masalah bahaya moral muncul karena peminjam
memiliki insentif untuk menginvestasikan dana pinjamannya ke investasi
yang menurutnya memberikan pengembalian yang tinggi. Risiko yang tinggi
membuat dana yang dipinjam mengalami risiko default, untuk menghindari
risiko kredit bank perlu menerapkan prinsip-prinsip pemberian kredit (Ktut
Silvanita, 2009: 28).
Manajer bank perlu menekan perilaku pilihan merugikan dan bahaya
moral dari peminjam dengan menerapkan prinsip-prinsip pemberian pinjaman
(loans principles management), antara lain (Ktut Silvanita, 2009: 20):
1. Penyaringan dan Pengawasan (Screening and Monitoring)
Dengan penyaringan dan pengawasan, bank mengumpulkan informasi
mengenai calon debitur sehingga sehingga dapat menurunkan risiko kredit.
2. Hubungan Jangka Panjang dengan Pelanggan (Long-term Customer
Relationship)
Dengan long-term customer relationship, dapat membangun hubungan
jangka panjang dengan debitur, sehingga memudahkan bank mengukur
risiko kreditnya dan dapat menekan ongkos penyaringan dan pengawasan.
xviii
Dengan demikian, memungkinkan bank memberikan bunga yang rendah,
pada sisi lain debitur akan berusaha untuk menekan bahaya moralnya untuk
memiliki hubungan jangka panjang dengan bank agar memperoleh
pinjaman dengan bunga murah.
3. Komitmen pinjaman (Loan Commitments)
Komitmen pinjaman adalah janji bank untuk memberikan pinjaman dalam
jumlah tertentu dengan bunga pasar yang berlaku. Dengan demikian,
perusahaan memberikan informasi mengenai laporan keuangan dan
aktivitas bisnisnya secara kontinu sehingga memungkinkan bank menekan
ongkos penyaringan dan pengawasan.
4. Jaminan (Collateral)
Jaminan mengurangi perilaku pilihan merugikan dan bahaya moral dari
peminjam, karena bila peminjam gagal membayar pinjamannya, bank dapat
menjual jaminan tersebut.
5. Saldo Kompensasi (Compensating Balances)
Saldo kompensasi fungsinya mirip dengan jaminan, yaitu peminjam wajib
menyimpan sejumlah dana tertentu dalam rekening bank tersebut. Dengan
demikian, bank dapat memonitor peminjam sehingga menurunkan bahaya
moralnya.
6. Penjatahan Kredit (Credit Rationing)
Dengan penjatahan kredit, bank tidak memberikan pinjaman sama sekali,
atau memberikan pinjaman kurang dari yang diminta, meskipun peminjam
bersedia memberikan bunga yang tinggi. Memberikan pinjaman dengan
xix
bunga yang tinggi akan mengundang peminjam dengan bahaya moral
tinggi untuk melakukan pilihan merugikan. Dengan memberikan batasan
jumlah pinjaman, bank menekan bahaya moral peminjam, karena biasanya
semakin besar jumlah pinjaman, semakin besar insentif untuk tidak
mengembalikan pinjaman tersebut.
Gagal bayar oleh debitur dapat mengakibatkan adanya kredit
bermasalah pada bank. Dibawah ini ada beberapa pengertian kredit
bermasalah menurut beberapa ahli.
Kredit bermasalah didefinisikan oleh Mudrajad Kuncoro dan
Suhardjono (2002: 462) sebagai suatu keadaan di mana nasabah sudah tidak
sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti
yang telah diperjanjikannya.
Kredit bermasalah didefinisikan oleh Martono (2002: 60) sesuatu yang
disebabkan oleh debitur dalam memenuhi kewajibannya yaitu membayar
angsuran kredit sekaligus dengan bunganya tidak sesuai dengan kesepakatan
yang telah disetujui dalam perjanjian kredit.
C. Unsur-Unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas
kredit adalah sebagai berikut (Martono, 2002: 52):
a. Kepercayaan
xx
Merupakan suatu keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang
diberikan baik berupa uang, atau jasa akan benar-benar diterima kembali di
masa tertentu di masa datang.
b. Kesepakatan
Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing
pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
c. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu yang
mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
d. Risiko
Faktor risiko dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, faktor kerugian yang
diakibatkan adanya unsur kesenjangan nasabah untuk tidak membayar
kreditnya padahal mampu. Kedua, risiko kerugian yang ditimbulkan oleh
unsur ketidaksengajaan nasabah sehingga mereka tidak mampu membayar
kreditnya, misalnya akibat terjadi musibah bencana alam.
D. Fungsi Kredit
Terdapat beberapa fungsi kredit dalam hubungannya dengan siklus
perekonomian, perdagangan, lalu lintas moneter. Fungsi-fungsi itu dalam
garis besarnya adalah sebagai berikut (Muchdarsyah Sinungan dalam M.
Faisal Abdullah, 2003: 84):
1. Kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) dari uang.
2. Kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) dari barang.
xxi
3. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
4. Kredit adalah salah satu alat stabilisasi ekonomi.
5. Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat.
6. Kredit adalah jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.
7. Kredit adalah sebagai alat hubungan ekonomi internasional.
E. Tujuan Kredit
Tujuan kredit dibedakan menjadi empat antara lain (M.Faisal
Abdullah, 2003: 84):
1. Bagi pendekatan mikro ekonomi, tujuan pemberian kredit guna
mendapatkan suatu nilai tambah baik bagi nasabah (debitur) maupun bagi
bank sebagai kreditur.
2. Bagi nasabah sebagai debitur dengan mendapatkan kredit bertujuan untuk
mengatasi kesulitan pembiayaan dan meningkatkan usaha dan pendapatan
dimasa depan.
3. Bagi bank sendiri juga mengharapkan melalui pemberian kredit akan
menghasilkan pendapatan bunga sebagai pengganti harga dari pinjaman itu
sendiri.
xxii
4. Bagi pendekatan makro ekonomi pemberian kredit merupakan salah satu
instrumen untuk menjaga keseimbangan jumlah uang beredar di
masyarakat.
F. Jenis Kredit
Pada prinsipnya, kredit itu hanya ada satu macam saja, yaitu uang bank
yang dipinjamkan kepada nasabah dan akan dikembalikan pada suatu waktu
tertentu di masa mendatang, disertai dengan suatu “kontraprestasi” berupa
bunga. Tetapi berdasarkan berbagai keperluan usaha serta berbagai unsur
ekonomi yang mempengaruhi bidang usaha para nasabah, maka jenis kredit
menjadi beragam, yaitu antara lain berdasarkan (Martono: 2002):
1. Jenis Kredit Menurut Sifat Penggunaan
Jenis kredit menurut sifat penggunaannya terdiri atas (Martono, 2002:
53):
a. Kredit Konsumtif
Kredit ini dipergunakan oleh peminjam untuk keperluan konsumsi,
artinya uang kredit akan habis dipergunakan atau semua akan terpakai
untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi kredit ini tidak bernilai bila kita
tinjau dari segi utility uang, akan tetapi hanya membantu seseorang
memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya, kredit untuk membeli rumah,
barang-barang keperluan rumah tangga dan lain-lainnya.
b. Kredit Produktif
xxiii
Kredit ini ditujukan untuk keperluan produksi dalam arti luas. Melalui
kredit produktif inilah suatu utility uang dan barang dapat dilihat dengan
nyata. Peranan kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha baik
usaha-usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
2. Jenis Kredit Menurut Sifat Keperluannya
Jenis kredit menurut keperluannya adalah sebagai berikut (Martono,
2002: 54):
a. Kredit Produksi/Eksploitasi
Kredit ini diperlukan perusahaan untuk meningkatkan produksi baik
peningkatan kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi maupun
peningkatan kualitatif, yaitu peningkatan kualitas/mutu hasil produksi.
Disebut juga kredit eksploitasi karena bantuan modal kerja tersebut
digunakan untuk menutup biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara
luas berupa pembelian bahan-bahan baku, bahan penolong dan biaya-
biaya produksi lainnya (upah, biaya pengepakan, biaya distribusi dan
sebagainya).
b. Kredit Perdagangan
Kredit ini digunakan untuk keperluan-keperluan perdagangan pada
umumnya, yang berarti peningkatan utility of place dari sesuatu barang.
xxiv
Pelaksanaan pemberian kredit perdagangan dalam negeri maupun luar
negeri dapat dilakukan dengan Letter of Credit (L/C). Letter of Credit
pada dasarnya adalah surat perintah dari pembeli (importir) kepada
penjual (eksportir) untuk mengirimkan sejumlah barang yang tertera
dalam L/C dengan jaminan uang akan dikirim bilamana syarat-syarat
dalaam L/C dapat dipenuhi oleh penjual (eksportir).
c. Kredit Investasi
Kredit ini diberikan oleh bank kepada para pengusaha untuk keperluan
investasi. Pemanfaatannya bukanlah untuk keperluan penanaman modal
kerja, akan tetapi untuk keperluan perbaikan ataupun pertambahan
barang modal (capital goods) beserta fasilitas-fasilitas yang erat
hubungannya dengan itu. Ciri dari kredit investasi antara lain:
1) Diperlukan untuk penanaman modal
2) Mempunyai perencanaan yang terarah dan matang
3) Waktu penyelesaian kredit berjangka menengah dan panjang
3. Jenis Kredit Menurut Sifat Jangka Waktu
Menurut jangka waktunya, kredit dapat dibagi menjadi (Martono,
2002: 54):
a. Kredit jangka pendek, yaitu kredit dengan jangka waktu selama-
lamanya 1 tahun.
b. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1
sampai dengan 10 tahun.
xxv
c. Kredit jangka panjang, adalah kredit yang berjangka waktu lebih dari 10
tahun.
4. Jenis Kredit Menurut Sumber Dana Pembiayaannya
Berdasarkan sumber dana pembiayaan, kredit dapat dibedakan
menjadi (M. Faisal Abdullah, 2003: 87):
a. Kredit Likuiditas, yaitu kredit yang sebagian sumber dana
pembiayaannya diperoleh melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia
(KLBI).
b. Kredit Pihak Ketiga, yaitu kredit yang sebagian sumber dana
pembiayaannya diperoleh dari dana pihak ketiga (giro, tabungan,
deposito).
5. Jenis Kredit Menurut Status Hukum Debitur
Berdasarkan status hukum debitur, kredit dapat dibedakan menjadi
(M.Faisal Abdullah, 2003:86):
a. Kredit bagi debitur korporasi, yaitu kredit yang diberikan kepada debitur
berstatus badan hukum (corporate loans) dan dalam jumlah kredit
berskala menengah/besar.
xxvi
b. Kredit bagi debitur perorangan, yaitu kredit yang diberikan kepada
debitur berstatus perorangan (personal loans) dan jumlah kredit berskala
kecil.
6. Jenis Kredit Menurut Segmen Usaha
Berdasarkan segmen usaha debitur, kredit dapat dibedakan menjadi
(M.Faisal Abdullah, 2003: 86):
a. Whole Loans, yaitu kredit yang diberikan kepada individu maupun
korporasi untuk menjalankan bidang usaha, misalnya perdagangan,
industri dan lain-lain sebagai tambahan modal kerja. Kredit semacam ini
ada kesamaan dengan kredit komersial.
b. Retail Loans, yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah (debitur)
untuk tujuan konsumsi. Kredit semacam ini ada kesamaan dengan kredit
konsumtif.
7. Jenis Kredit Menurut Sifat Pemakaian Dana
Berdasarkan sifat pemakaian dana, kredit dapat dibedakan menjadi
(M.Faisal Abdullah, 2003:87):
a. Kredit Revolving, yaitu kredit yang dananya dapat ditarik berulang-
ulang, artinya jumlah kredit dapat ditarik berulang-ulang, artinya jumlah
kredit dapat ditarik sekaligus atau secara bertahap tergantung pada
kebutuhan debitur.
Ciri-ciri kredit revolving (Menurut Jopie Jusuf dalam M.Faisal
Abdullah, 2003:87):
xxvii
1) Nasabah (debitur) diberi suatu plafon kredit tertentu dimana plafon
tersebut merupakan jumlah dana maksimum yang dapat ditarik.
2) Jenis ini merupakan pinjaman untuk usaha yang kebutuhkan dananya
tergantung dari aliran kas (cash flow).
3) Ditinjau dari jangka waktunya, jenis revolving ini termasuk termasuk
kredit jangka pendek (maksimum satu tahun).
4) Penarikan atas dana pinjaman dapat dilakukan secara bertahap dan
atau sekaligus. Demikian juga dengan pelunasannya. Dengan
demikian, outstanding pinjaman akan meningkat dan menurun sesuai
dengan penarikan dan pelunasan yang dilakukan.
b. Kredit Non-Revolving, yaitu kredit yang dananya dilakukan sekaligus
dan pelunasannya dilakukan secara bertahap maupun sekaligus.
Ciri-ciri kredit non-revolving (Menurut Jopie Jusuf dalam M. Faisal
Abdullah, 2003:87):
1) Penarikan dana pinjaman dapat dilakukan secara langsung dan
sekaligus atau secara bertahap sesuai perjanjian (walaupun umumnya
penarikan dilakukan secara sekaligus).
2) Pelunasan atas pinjaman dapat dilakukan secara bertahap atau
sekaligus sesuai dengan perjanjian.
3) Debitur tidak dapat menarik dana yang telah dilunasi. Dengan
demikian, seiring dengan pelunasan yang dilakukan, outstanding
pinjaman akan terus menurun.
xxviii
4) Umumnya dipergunakan untuk pembelian (pengadaan) aktiva tetap
(investasi).
5) Dari sudut jangka waktunya, kredit jenis ini dapat merupakan
pinjaman jangka pendek, menengah atau jangka panjang.
8. Jenis Kredit Menurut Sifat Jaminannya
Jenis kredit berdasarkan jaminannya adalah sebagai berikut (Martono
2002: 55):
a. Kredit Tanpa Jaminan (Unsecured Loans)
Jaminan di sini yang dimaksud adalah jaminan fisik. Di Indonesia jenis
kredit ini belum lazim dan dilarang oleh Bank Indonesia. Tetapi di
Eropa dan Amerika kredit ini justru yang lazim dipakai dan khususnya
diperuntukan pada perusahaan yang besar dan kuat.
b. Kredit Dengan Jaminan (Secured Loans)
Jenis kredit ini adalah kredit yang penilainnya lengkap dalam arti segala
aspek penilaian turut dipertimbangkan termasuk jaminan. Jaminan
kredit dapat berupa tanah, rumah, pabrik, dan atau mesin-mesin pabrik,
perhiasan dan barang-barang fisik lainnya.
G. Penggolongan Kredit
xxix
Sesuai ketentuan Direksi Bank Indonesia No.31/147/KEP/DIR tanggal
12 November 1998 kualitas aktiva produktif (kredit) dinilai berdasarkan tiga
kriteria, yaitu berdasarkan prospek usaha, kondisi keuangan dengan
penekanan pada arus kas debitur dan kemampuan membayar. Dengan ketiga
kriteria tersebut kualitas kredit digolongkan menjadi lancar, dalam perhatian
khusus, kurang lancar, diragukan dan macet.
1. Penggolongan Kualitas Kredit Berdasarkan Prospek Usaha
a. Lancar
Kredit yang digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Industri atau kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang
baik.
2) Pasar yang stabil dan tidak dipengaruhi oleh perubahan kondisi
perekonomian.
3) Persaingan yang terbatas, termasuk posisi yang kuat dalam pasar.
4) Manajemen yang sehat.
5) Perusahaan afiliasi atau grup stabil dan mendukung usaha.
6) Tenaga kerja yang memadai dan belum pernah tercatat mengalami
perselisihan atau pemogokan.
b. Dalam Perhatian Khusus (DPK)
Kredit yang digolongkan DPK apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
xxx
1) Industri atau kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang
terbatas.
2) Posisi di pasar baik, tidak banyak dipengaruhi oleh perubahan
kondisi perekonomian.
3) Pangsa pasar sebanding dengan pesaing.
4) Manajemen yang baik.
5) Perusahaan afiliasi atau grup stabil dan tidak memiliki dampak yang
memberatkan terhadap debitur.
6) Tenaga kerja pada umumnya memadai dan belum pernah tercatat
mengalami perselisihan atau pemogokan.
c. Kurang Lancar
Kredit yang digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1) Industri atau kegiatan usaha menunjukan potensi pertumbuhan yang
sangat terbatas atau tidak mengalami pertumbuhan.
2) Pasar dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian.
3) Posisi di pasar cukup baik tetapi banyak pesaing, namun dapat pulih
kembali jika melaksanakan strategi bisnis yang baru.
4) Manajemen cukup baik.
5) Hubungan dengan perusahaan afiliasi atau grup mulai memberikan
dampak yang memberatkan terhadap debitur.
6) Tenaga kerja berlebihan namun hubungan pimpinan dan karyawan
pada umumnya baik.
xxxi
d. Diragukan
Kredit yang digolongkan diragukan apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Industri atau kegiatan usaha menurun.
2) Pasar sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian.
3) Persaingan usaha sangat ketat dan operasional perusahaan mengalami
permasalahan yang serius.
4) Manajemen kurang berpengalaman.
5) Perusahaan afiliasi atau grup telah memberikan dampak yang
memberatkan debitur.
6) Tenaga kerja berlebihan dalam jumlah yang besar sehingga dapat
menimbulkan keresahan.
e. Macet
Kredit yang digolongkan macet apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Kelangsungan usaha sangat diragukan, industri mengalami
penurunan dan sulit untuk pulih kembali.
2) Kehilangan pasar sejalan dengan kondisi perekonomian yang
menurun.
3) Manajemen sangat lemah.
4) Perusahaan afiliasi sangat merugikan debitur.
5) Terjadi pemogokan tenaga kerja yang sangat sulit diatasi.
2. Penggolongan Kualitas Kredit Berdasarkan Kondisi Keuangan Debitur
xxxii
a. Lancar
Kredit yang digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Perolehan laba tinggi dan stabil
2) Permodalan kuat
3) Likuiditas dan modal kerja kuat
4) Analisis arus kas menunjukan bahwa debitur dapat memenuhi
kewajiban pembayaran pokok serta bunga tanpa dukungan sumber
dana tambahan.
5) Jumlah portofolio yang sensitif terhadap perubahan nilai tukar valuta
asing dan suku bunga relatif sedikit atau telah dilakukan lindung nilai
(hedging) secara baik.
b. Dalam Perhatian Khusus (DPK)
Kredit yang digolongkan DPK apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Perolehan laba cukup baik namun memiliki potensi menurun.
2) Permodalan cukup baik dan pemilik mempunyai kemampuan untuk
memberikan modal tambahan apabila diperlukan.
3) Likuiditas dan modal kerja umumnya baik.
4) Analisis arus kas menunjukan bahwa meskipun debitur mampu
memenuhi kewajiban pembayaran pokok serta bunga namun terdapat
indikasi masalah tertentu yang apabila tidak diatasi akan
mempengaruhi pembayaran di masa mendatang.
xxxiii
5) Beberapa portofolio sensitif terhadap perubahan nilai tukar valuta
asing dan suku bunga tetapi masih terkendali.
c. Kurang Lancar
Kredit yang digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Perolehan laba rendah.
2) Rasio utang terhadap modal cukup tinggi.
3) Likuiditas kurang dan modal kerja terbatas.
4) Analisis arus kas menunjukan bahwa debitur hanya mampu membayar
bunga dan sebagian pokok.
5) Kegiatan usaha terpengaruh perubahan nilai tukar valuta asing dan
suku bunga.
6) Perpanjangan kredit untuk menutupi kesulitan keuangan.
d. Diragukan
Kredit yang digolongkan diragukan apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Laba sangat kecil atau negatif.
2) Kerugian operasional dibiayai dengan penjualan aset.
3) Rasio utang terhadap modal tinggi.
4) Likuiditas sangat rendah.
xxxiv
5) Analisis arus kas menunjukan ketidakmampuan membayar pokok dan
bunga.
6) Kegiatan usaha terancam karena perubahan nilai tukar valuta asing dan
suku bunga.
7) Pinjaman baru digunakan untuk memenuhi kewajiban yang jatuh
tempo.
e. Macet
Kredit yang digolongkan macet apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Mengalami kerugian besar
2) Debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan usaha
tidak dapat dipertahankan.
3) Rasio utang terhadap modal sangat tinggi.
4) Kesulitan likuiditas.
5) Analisis arus kas menunjukan bahwa debitur tidak mampu menutup
biaya produksi.
6) Kegitan usaha terancam karena fluktuasi nilai tukar valuta asing dan
suku bunga.
7) Pinjaman baru digunakan untuk menutup kerugian operasional.
3. Penggolongan Kualitas Kredit Berdasarkan Kemampuan Membayar
a. Lancar
Kredit yang digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
xxxv
1) Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada
tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit.
2) Hubungan debitur dengan baik dan debitur selalu menyampaikan
informasi keuangan secara teratur dan akurat.
3) Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat.
b. Dalam Perhatian Khusus
Kredit yang digolongkan DPK apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai 90
hari.
2) Jarang mengalami cerukan/ overdaraft.
3) Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu
menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan masih akurat.
4) Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat.
5) Pelanggaran perjanjian kredit yang tidak prinsipil.
c. Kurang Lancar
Kredit yang digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 90 hari.
2) Terdapat cerukan/overdraft yang berulang kali khususnya untuk
menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas.
xxxvi
3) Hubungan debitur dengan bank memburuk dan informasi keuangan
debitur tidak dapat dipercaya.
4) Dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan yang
lemah.
5) Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit.
6) Perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan.
d. Diragukan
Kredit yang digolongkan diragukan apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari.
2) Terjadi cerukan/overdraft yang bersifat permanen khususnya untuk
menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas.
3) Hubungan debitur dengan bank semakin memburuk informasi
keuangan debitur tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya.
4) Dokumentasi kredit tidak lengkap dan pengikatan agunan yang
lemah.
5) Pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam
perjanjian kredit.
e. Macet
Kredit yang digolongkan macet apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
xxxvii
1) Terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270
hari.
2) Dokumentasi kredit dan/atau pengikatan agunan tidak ada.
H. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit
Prinsip perkreditan juga disebut sebagai konsep 5C dan 7P. Pada
dasarnya konsep 5C ini akan dapat memberikan informasi mengenai itikad
baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah
untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya. Prinsip perkreditan 5C
tersebut adalah sebagai berikut (Martono, 2002: 57):
1. Character (Analisis Watak)
Pada prinsip ini diperhatikan dan diteliti tentang kebiasaan-kebiasaan, sifat-
sifat pribadi, cara hidup (style of living), keadaan keluarganya (anak istri),
hobby dan social standing calon debitur. Prinsip ini merupakan ukuran
tentang kemauan untuk membayar (wiliingnes to pay).
2. Capacity (Analisis Kemampuan)
Penilaian terhadap capacity debitur dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan debitur mengembalikan pokok pinjaman serta bunga
pinjamannya. Penilaian kemampuan membayar tersebut dilihat dari
kegiatan usaha dan kemampuannya melakukan pengelolaan atas usaha
yang akan dibiayai dengan kredit.
3. Capital (Analisis Modal)
xxxviii
Prinsip capital atau permodalan debitur tidak hanya melihat besar kecilnya
modal tersebut, tetapi juga distribusi modal itu ditempatkan oleh debitur.
Kecukupan modal yang tersedia sehingga segala sumber dapat bergerak
secara efektif. Kemampuan pengaturan modal sehingga perusahaan
berjalan lancar atau maju. Besarnya modal kerja, semuanya ini dapat dilihat
dari posisi neraca perusahaan calon debitur.
4. Collateral (Analisis Agunan)
Penilaian terhadap barang jaminan (collateral) yang diserahkan debitur
sebagai jaminan atas kredit bank yang diperolehnya adalah untuk
mengetahui sejauh mana nilai barang jaminan atau agunan dapat menutupi
resiko kegagalan pengembalian kewajiban-kewajiban debitur. Fungsi
jaminan di sini adalah sebagai alat pengaman terhadap kemungkinan tidak
mampunya debitur melunasi kredit yang diterimanya.
5. Condition (Analisis Kondisi/ Prospek Usaha)
Pada prinsip kondisi (condition), dinilai kondisi ekonomi secara umum
serta kondisi pada sektor usaha calon debitur. Maksudnya agar bank dapat
memperkecil risiko yang timbul oleh kondisi ekonomi, keadaan
perdagangan dan persaingan di lingkungan sektor usaha calon debitur dapat
diketahui, sehingga bantuan yang akan diberikan benar-benar bermanfaat
bagi perkembangan usahanya. Kondisi ekonomi ini termasuk pula
peraturan-peraturan atau kebijaksanaan pemerintah yang memiliki dampak
terhadap keadaan perekonomian yang pada gilirannya akan mempengaruhi
kegiatan usaha nasabah atau debitur.
xxxix
Prinsip-prinsip 7P dalam kredit adalah sebagai berikut (Martono, 2002:
58):
1. Personality
Bank mencari data tentang kepribadian calon debitur seperti riwayat
hidupnya (kelahiran, pendidikan, pengalaman, usaha/pekerjaan dan
sebagainya), hobby, keadaan keluarga, pergaulan dalam masyarakat (social
standing) dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kepribadian calon
debitur.
2. Purpose
Bank mencari data tentang tujuan atau keperluan penggunaan kredit
(berdagang, berproduksi atau membeli rumah). Apakah tujuan penggunaan
kredit itu sesuai dengan line of business kredit bank yang bersangkutan.
3. Prospect
Prospect merupakan harapan masa depan dari bidang usaha atau kegiatan
usaha calon debitur selama beberapa bulan atau tahun, perkembangan
keadaan ekonomi/perdagangan, keadaan sektor usaha calon debitur,
kekuatan keuangan perusahaan masa lalu dabitur perkiraan masa
mendatang.
4. Payment
Payment merupakan prinsip untuk mengetahui bagaimana pembayaran
kembali pinjaman yang akan diberikan. Hal ini dapat diperoleh dari
xl
perhitungan tentang prospect, kelancaran penjualan dan pendapatan
sehingga dapat diperkirakan kemampuan pengembalian pinjaman ditinjau
dari waktu serta jumlah pengembaliannya.
5. Party
Party merupakan pengklasifikasian nasabah ke dalam klasifikasi tertentu
atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta
karakternya. Dengan demikian nasabah dapat digolongkan ke golongan
tertentu dan akan mendapat fasilitas kredit yang berbeda pula dari bank,
baik dari segi jumlah, bunga dan persyaratan lainnya.
6. Profitability
Profitability merupakan kemampuan nasabah dalam mencari laba.
Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau
semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan
diperolehnya dari bank.
7. Protection
Tujuan protection adalah bagaimana menjaga kredit yang dikucurkan oleh
bank melalui suatu perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan
barang atau orang atau jaminan asuransi.
Penilaian kredit dengan prinsip 3R untuk kredit berskala kredit, antara lain
(Nur Hidayah, 2007: 20):
1. Return
xli
Return yaitu hasil yang diperkirakan dapat diperoleh dari proyek dan hasil
tersebut diperkirakan cukup untuk mengembalikan kredit beserta
bunganya, disamping itu memberikan keuntungan bagi pengusahanya.
2. Repayment Capacity
Repayment Capacity yaitu kemampuan membayar kembali kredit beserta
bunganya, disamping itu memberikan keuntungan pula bagi pengusahanya.
3. Risk Bearing Ability
Risk Bearing Ability yaitu kemampuan suatu proyek menghadapi risiko
kegagalan yang akan mengakibatkan macetnya pengembalian kredit.
Setelah prinsip-prinsip dalam pemberian kredit diterapkan, maka pihak
bank perlu melakukan pengawasan kredit, hal ini dimaksudkan agar tidak
terjadi kredit bermasalah yang akan merugikan bank itu sendiri. Adapun
sistem pengawasan kredit yang dilakukan oleh bank ada tiga, yaitu (Nur
Hidayah, 2007: 26):
1. Internal Control of Credit
Internal control of credit adalah sistem pengawasan kredit yang dilakukan
oleh karyawaan bank bersangkutan, cakupannya meliputi pencegahan dan
penyelesaian kredit.
2. Audit Control of Credit
Audit control of credit adalah sistem pengendalian dan penilaian masalah
yang berkaitan dengan pembukuan kredit. Jadi pengendalian atas masalah
khusus yaitu tentang kebenaran pembukuan kredit bank.
3. External Control of Credit
xlii
External control of credit adalah sistem pengendalian kredit yang
dilakukan pihak luar, baik oleh Bank Indonesia maupun akuntan publik.
Pengawasan kredit menurut tujuannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
(Muchdarsyah Sinungan dalam M. Faisal Abdullah, 2003: 95):
1. Preventif Control
Merupakan pengawasan kredit yang dilakukan sebelum pencairan kredit
dengan bertujuan untuk mencegah kemungkinan terjadi penyimpangan
penggunaan kredit.
2. Represif Control
Merupakan pengawasan kredit yang dilakukan setelah pencairan dan saat
penggunaan kredit dengan tujuan untuk mengatasi setiap penyimpangan
yang terjadi.
I. Faktor Penyebab Kredit Bermasalah
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kredit bermasalah antara
lain (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002: 472):
1. Sisi Nasabah
a. Faktor Keuangan
Faktor-faktor keuangan yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab
kredit bermasalah, antara lain:
1) Utang meningkat tajam.
2) Utang meningkat tidak seimbang dengan peningkatan asset.
3) Pendapatan bersih menurun.
xliii
4) Penurunan penjualan dan laba kotor.
5) Biaya penjualan, biaya umum dan administrasi meningkat.
6) Perubahan kebijaksanaan dan syarat-syarat penjualan secara kredit.
7) Rata-rata umur piutang bertambah lama sehingga perputaran piutang
semakin lambat.
8) Piutang tak tertagih meningkat.
9) Perputaran persediaan semakin lambat.
10) Keterlambatan memperoleh neraca nasabah secara teratur.
11) Tagihan yang terkonsentrasi pada pihak tertentu.
b. Faktor Manajemen
Faktor-faktor manajemen yang dapat diidentifikasikan sebagai
penyebab kredit bermasalah, antara lain:
1) Perubahan dalam manajemen dan kepemilikan perusahaan.
2) Tidak ada kaderisasi dan job description yang jelas.
3) Sakit atau meninggalnya orang penting dalam perusahaan (key
person).
4) Kegagalan dalam perencanaan.
5) Manajemen puncak didominasi oleh orang yang kurang cakap.
6) Pelanggaran terhadap perjanjian atau klausula kredit.
7) Penyalahgunaan kredit.
8) Pendapatan naik dengan kualitas menurun.
9) Rendahnya semangat dalam mengelola perusahaan.
xliv
c. Faktor Operasional
Faktor-faktor operasional yang dapat diidentifikasikan sebagai
penyebab kredit bermasalah, antara lain:
1) Hubungan nasabah dengan mitra usahanya menurun.
2) Kehilangan satu atau lebih pelanggan utama.
3) Pembinaan sumber daya manusia yang tidak baik.
4) Tertundanya penggantian mesin dan peralatan yang sudah
ketinggalan atau tidak efisien.
5) Operasional perusahaan mencemari lingkungan.
2. Sisi Ekstern
Faktor-faktor ekstern yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab
kredit bermasalah, antara lain:
a. Perubahan kebijaksanaan pemerintah di sektor riil.
b. Peraturan yang bersifat membatasi dan berdampak besar atas situasi
keuangan dan operasional serta manajemen nasabah.
c. Kenaikan harga faktor-faktor produksi yang tinggi.
d. Perubahan teknologi yang sangat cepat dalam industri yang diterjuni
oleh nasabah.
e. Meningkatnya tingkat suku bunga pinjaman.
f. Resesi, devaluasi, inflasi, deflasi dan kebijakan moneter lainnya.
g. Peningkatan persaingan dalam bidang usahanya.
h. Bencana alam (force majeure).
xlv
3. Sisi Bank
Faktor-faktor yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab kredit
bermasalah, antara lain:
1) Buruknya perencanaan financial atas aktiva tetap/modal kerja.
2) Adanya perubahan waktu dalam permintaan kredit musiman.
3) Menerbitkan cek kosong.
4) Gagal memenuhi syarat-syarat dalam perjanjian kredit.
5) Adanya over credit atau underfinancing.
6) Manipulasi data.
7) Over taksasi agunan atau penilaian agunan terlalu tinggi.
8) Kredit topengan, tampilan atau fiktif.
9) Kelemahan analisis oleh pejabat kredit sejak awal proses pemberian
kredit.
10) Kelemahan dalam pembinaan dan monitoring kredit.
J. Penilaian Kredit
Penilaian kredit ada beberapa aspek tentang kegiatan usaha calon
debitur yang perlu dianalisis, antara lain (Martono, 2002: 59):
1. Aspek Umum dan Manajemen
Penilaian terhadap aspek umum dan manajemen antara lain mengenai:
a. Bentuk, nama, dan alamat perusahaan (termasuk akte pendirian
perusahaan).
xlvi
b. Susunan pengurus lengkap perusahaan (dilengkapi daftar riwayat
hidupnya).
c. Bidang usaha (line of business) calon debitur.
d. Social standing pengurus
e. Jumlah pegawai
f. Struktur organisasi
2. Aspek Teknis
Penilaian terhadap aspek teknis mencakup beberapa hal, sebagai berikut:
a. Keterangan tentang produksi termasuk kapasitas riil dan design
capacity.
b. Perkembangan usaha (produksi, penjualan dan persediaan).
c. Lokasi perusahaan.
d. Persedian bahan baku dan kontinuitas persediaan.
e. Rencana usaha (kapasitas yang direncanakan).
f. Kualitas tenaga kerja.
3. Aspek Ekonomis dan Komersial
Penilaian aspek ekonomis dan komersial antara lain mengenai:
a. Kondisi pemasaran dan posisi harga penjualan.
b. Keadaan persaingan dari perusahaan sejenis dan posisi debitur dalam
persaingan.
c. Prospek pemasaran di masa datang.
4. Aspek Finansial
xlvii
Penilaian terhadap aspek financial antara lain mengenai:
a. Analisis laporan neraca dan rugi/laba perusahaan.
b. Analisis biaya dan pendapatan.
c. Perhitungan kebutuhan kredit.
5. Aspek Jaminan
Penilaian atas aspek jaminan meliputi:
a. Jumlah dan nilai jaminan.
b. Status pemilikan.
c. Daya tahan jaminan.
d. Tata cara pengikatan.
6. Aspek Analisis Dampak Lingkungan
Merupakan aspek yang menilai dampak lingkungan yang akan timbul
dengan adanya suatu usaha, serta cara-cara pencegahan terhadap dampak
tersebut.
K. Penanganan Kredit Bermasalah
Langkah-langkah dalam penanganan kredit bermasalah antara lain
(Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002: 475):
1. Penyelamatan Kredit Bermasalah
Rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan dalam upaya penyelamatan
kredit bermasalah jika diperkirakan prospek usaha masih baik adalah
dengan cara 3R, yaitu:
xlviii
a. Persyaratan Kembali (Reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau
seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya, sepanjang
tidak menyangkut maksimum saldo kredit, yang meliputi rescheduling
dan atau:
1) Perubahan tingkat suku bunga/denda.
2) Perubahan cara perhitungan tingkat suku bunga.
3) Keringanan denda/bunga.
4) Perubahan/penggantian kepemilikan atau kepengurusan.
5) Perubahan/penggantian nama dan atau status perusahaan.
6) Perubahan/penggantian nasabah atau novasi.
7) Perubahan/penggantian agunan.
b. Penjadwalan Kembali (Reschedulling), yaitu perubahan syarat kredit
yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya
meliputi:
1) Perubahan grace period.
2) Perubahan jadwal pembayaran.
3) Perubahan jangka waktu.
4) Perubahan jumlah angsuran.
c. Penataan Kembali (Restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit
yang meliputi rescheduling, reconditioning dan atau:
1) Penambahan dana bank (suplai kredit).
xlix
2) Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok
kredit baru.
3) Perubahan jenis fasilitas kredit termasuk konversi pinjaman dalam
valuta asing atau sebaliknya.
4) Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam
perusahaan.
Upaya penyelamatan dengan cara 3R tersebut di atas dapat dilakukan
apabila masih memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1) Debitur menunjukan itikad baik yang positif untuk bekerja sama
(kooperatif) terhadap upaya penyelamatan yang akan dijalankan.
2) Usaha debitur masih berjalan dan mempunyai prospek yang bagus.
3) Debitur masih mampu membayar kewajiban yang dijadwalkan.
4) Debitur masih mampu membayar bunga berjalan.
5) Adanya kemampuan dan prospek usaha debitur untuk pulih kembali.
6) Posisi bank akan menjadi lebih baik.
2. Penyelesaian Kredit Bermasalah
Selanjutnya bila usaha penyelamatan dengan 3R tersebut tidak berhasil
dilakukan, maka harus segera dilakukan upaya penyelesaian agar bank
tidak mengalami kerugian dengan cara, antara lain:
a. Penyelesaian kredit bermasalah dengan cara damai, dengan cara sebagai
berikut:
1) Pemberian keringanan bunga untuk kredit kolektibilitas diragukan
dan macet dengan pembayaran lunas ataupun angsuran. Dalam
l
putusan persetujuan penyelesaian kredit bermasalah dengan
keringanan bunga harus dicantumkan syarat batal dan kembali pada
kewajiban sesuai surat utang, apabila kewajiban yang telah
dijadwalkan tidak dipenuhi dengan tertib.
2) Penjualan agunan di bawah tangan, yaitu penyelamatan kredit secara
damai dengan penjualan agunan di bawah tangan.
3) Penjualan sebagian atau seluruh harta kekayaan debitur atau barang
agunan.
4) Penebusan sebagian atau seluruh barang agunan oleh debitur atau
pemilik barang agunan.
b. Penyelesaian kredit bermasalah melalui saluran hukum
Apabila upaya penyelamatan/penyelesaian secara damai sudah
diupayakan secara maksimal dan belum memberikan hasil atau
nasabah tidak menunjukan itikad baiknya (on will) dalam
menyelesaikan kreditnya, maka penyelesaiannya di tempuh melalui
saluran hukum. Penyelesaian melalui saluran hukum harus didasarkan
kepada keyakinan bahwa posisi bank secara yuridis kuat dan beban
biaya legitasi yang ringan.
Penyelesaian kredit bermasalah melalui saluran hukum dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Penyelesaian kredit melalui pengadilan negeri.
2) Penyerahan pengurusan kredit macet kepada BUPLN/PUPN.
3) Penyarahan penyelesaian kredit macet melalui kejaksaan.
li
4) Penyelesaian kredit dengan pengajuan klaim asuransi.
Oleh karena itu kreditur dalam penanganan kredit juga perlu
mengetahui tipe debitur. Adapun tipe debitur, antara lain (Nur
Hidayah, 2007: 27):
1. Dictator
Ciri-ciri dictator, yaitu mengontrol, agresif, tenang, ahli
Hermanto. 2006. Faktor-faktor Kredit Macet Pada PD. BPR BKK Ungaran Kabupaten Semarang. (http://google.com/TugasAkhir, 02/01/2010,16:05 WIB)
xci
Hidayah,Nur. 2007. Analisis Kredit Pada PD. BPR-BKK Lasem. (http://google.com/ Tugas Akhir, 24/04/2010, 16:07 WIB)
Indriasari,Erna. 2005. Penyelesaian Kredit Bermasalah Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Karangayar. (http://google.com/Tugas Akhir, 24/04/2010, 16:00 WIB)
Kasmir. 2005. Pemasaran Bank. Edisi Pertama. Jakarta: Prenada Media
Kuncoro,Mudrajat,Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE
Mangani,Ktut Silvanita. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta: Penerbit
Erlangga Martono. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Kampus Fakultas Ekonomi
UII. Yogyakarta: Penerbit Ekonisia Swastiana,Andi Arif. 2004. Aspek Hukum Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank
Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan. (http://google.com/Thesis, 02/05/2010, 15:00 WIB)
.2008. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan. Bank Indonesia. Jakarta . Surat Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR Tahun
1998 Tentang Kualitas Aktiva Produktif. (http://google.com/ Skdir Tentang Kualitas Aktiva Produktif, 28/03/2010, 14:30 WIB)