ANALISIS PENGARUH NORMA SUBYEKTIF DAN KARAKTERISTIK ENDORSER TERHADAP MINAT MEMILIH DALAM PEMILU PRESIDEN 2009 (STUDI PADA PARA PEMILIH PEMULA DI WILAYAH KOTA MAGELANG) Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas–tugas dan Memenuhi Syarat–syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Asriani Hendaryati F.0205048 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
82
Embed
ANALISIS PENGARUH NORMA SUBYEKTIF DAN …/Analisis... · 8 Juli 2009 untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Banyaknya partai politik yang lolos verifikasi faktual KPU
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS PENGARUH NORMA SUBYEKTIF DAN KARAKTERISTIK
ENDORSER TERHADAP MINAT MEMILIH DALAM
PEMILU PRESIDEN 2009
(STUDI PADA PARA PEMILIH PEMULA DI WILAYAH KOTA MAGELANG)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas–tugas dan Memenuhi
Syarat–syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
Asriani Hendaryati
F.0205048
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada tahun 2009, bangsa Indonesia telah melaksanakan kembali pesta
demokrasi rakyat yaitu Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu kesepuluh dalam
perspektif sejarah kehidupan politik negara kita akan diselenggarakan pada
tanggal 9 April 2009 untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kab/Kota) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sedangkan pada
8 Juli 2009 untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Banyaknya
partai politik yang lolos verifikasi faktual KPU menggambarkan semakin
progresnya kehidupan demokrasi di Republik ini.
KPU telah menetapkan tahapan masa yang harus dilalui oleh para
kandidat calon presiden dan wakil presiden, yaitu masa kampanye, masa
tenggang, dan masa pelaksanaan Pemilu. Pada masa kampanye inilah, para
kandidat memanfaatkan waktu untuk mencari dukungan. Banyak hal yang
dilakukan oleh mereka, antara lain melalui iklan, debat capres dan cawapres,
kampanye terbuka, spanduk, maupun melalui media massa. Sebut saja iklan
partai demokrat yang mencoba menonjolkan keberhasilan Susilo Bambang
Yudhoyono dalam menurunkan harga BBM. Begitu juga PDI Perjuangan
mencoba menawarkan program beras murah. Demikian juga partai Golkar,
Jusuf Kalla seakan mendeklarasikan partainya sebagai ikon perdamaian
konflik di wilayah nusantara.
Azwar, 2008 (dalam Maulana, 2009) membagi pemilih di Indonesia
menjadi tiga kategori. Pertama, pemilih yang rasional, yakni pemilih yang
benar-benar memilih partai berdasarkan penilaian dan analisis mendalam.
Kedua, pemilih kritis emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak
kenal kompromi. Ketiga, pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama
kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih. Kaum muda
(pemilih pemula) menurut UU Pemilu adalah mereka yang telah berusia 17
tahun atau sudah/pernah menikah, yang telah memiliki hak suara dalam
Pemilu (dan Pilkada), yang diperkirakan jumlahnya mencapai 30-40 persen
total jumlah pemilih, terutama kalangan pelajar dan remaja. Pemilih pemula
dapat dikatakan unik, seringkali memunculkan kejutan, sebab perilaku pemilih
pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan,
dan tipis akan kadar polusi pragmatisme.
Keputusan pilihan para pemilih pemula dalam Pemilu, seringkali
dipengaruhi oleh orang terdekat seperti keluarga, teman, lingkungan sekitar
(subjective norms). Selain mereka, keputusan pilihan pemilih pemula juga
dipengaruhi oleh celebrity endorser yang turut serta dalam kampanye para
calon kandidat (Wood dan Herbst, 2007).
Norma subyektif merupakan kecenderungan yang dipelajari dari
konsumen melalui keyakinannya bahwa referen berpikir tentang sesuatu yang
akan dilakukan oleh konsumen (Schiffman dan Kanuk, 1997). Referen
merupakan kelompok di sekitar konsumen ketika konsumen
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tersebut, sehingga konsumen
mengambil banyak nilai, sikap, atau perilaku para anggota kelompok. Karena
itu referen dapat berupa anggota keluarga, teman, sahabat, atasan, bawahan,
dan seorang ahli.
Banyak calon berkampanye lewat media massa maupun media
elektronik. Spanduk, iklan dan gambar caleg ataupun calon presiden dan
wakilnya menjadi ornamen disepanjang ruas jalan protokol sampai pelosok
daerah terpencil sekalipun yang dikemas agar mudah dimengerti oleh
masyarakat. Hal ini merupakan salah satu bentuk promosi yang ada di dalam
metode dan konsep aplikasi pemasaran dalam konteks politik, yang
dimaksudkan memberikan informasi kepada masyarakat (Firmanzah, 2007).
Pengertian periklanan menurut Kotler dan Susanto (2001: 774) adalah
semua bentuk presentasi non personal dan promosi ide, barang atau jasa oleh
sponsor yang ditunjuk dengan mendapat bayaran. Tujuan dari periklanan yang
utama adalah menjual atau meningkatkan penjualan barang, jasa atau ide.
Dalam hal ini, iklan yang disampaikan berfungsi untuk mengenalkan caleg
atau calon presiden dan wakilnya. Salah satu cara kreatif dalam beriklan
adalah dengan menggunakan endorser. Endorser adalah sebagai opinion
leader yang menyampaikan pesan hingga sampai konsumen mengenai merek
produk. Opinion Leader berperan dalam memberikan informasi pada orang
lain, pelaku persuasi, dan pemberi informasi.
Shimp (2003) menyebutkan bahwa endorsement dalam periklanan
umum harus memiliki atribut dasar yang berpengaruh terhadap efektivitas
endorsement, maka karakteristik seorang endorser menurut Shimp (2003)
yaitu; attractiveness (daya tarik), daya tarik dari seorang endorser bukan
hanya daya tarik fisik, tetapi meliputi sejumlah karakteristik yang dapat dilihat
khalayak. Expertise mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan
seorang endorser yang berhubungan dengan topik iklannya. Serta
trustworthiness yang mengacu pada kejujuran, integritas, dan dapat
dipercayainya seorang endorser.
Pesan iklan yang disampaikan oleh seorang endorser dapat
mempengaruhi minat seseorang. Kredibilitas endorser memiliki peran penting
dalam iklan, yakni sebagai atribut yang menuntun audience sampai ke tahap
yakin (conviction) akan produk yang diiklankan dan mendorong minat
membeli. Minat beli akan timbul setelah konsumen menerima informasi yang
berupa pesan iklan yang disampaikan, kemudian pesan iklan ini akan memberi
pengaruh yang dimulai dengan pengenalan merek oleh konsumen (Howard,
1994 dalam Durianto, 2004). Minat seseorang juga dipengaruhi oleh sikap
pada tindakan dan norma subyektif (Ajzen, 1991). Norma subyektif adalah
determinan dari niat atau kehendak berperilaku.
Pada tahun 2007, Wood dan Herbst dalam penelitiannya, meneliti
seberapa besar pengaruh celebrity endorsement pada keputusan para pemilih
pemula dalam pemilihan Presiden U.S tahun 2004. Dalam penelitian tersebut,
responden yang digunakan sebanyak 506 mahasiswa yang baru pertama kali
mengikuti pemilu di United States yang berasal dari salah satu universitas di
United States. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa dalam menentukan
keputusan pilihan, seluruh responden dipengaruhi oleh subjective norms yang
dalam hal ini adalah keluarga. Sedangkan pengaruh celebrity endorser dengan
kredibilitas yang didasarkan expertise, trustworthiness, dan attractiveness
tidak berpengaruh sepenuhnya dalam keputusan para pemilih pemula.
Melihat fenomena diatas, ditambah dengan bergantinya sistem
pemilihan pada Pemilu 2009, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan meneliti hal-hal yang mempengaruhi minat memilih para pemilih
pemula pada Pemilu Presiden 2009. Obyek penelitian ini adalah Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009.
Subyek penelitian ini adalah para pemilih pemula yang sesuai dengan
Undang-Undang Pemilu No. 42 tahun 2008 yang telah terdaftar dalam Daftar
Pemilih Tetap (DPT) di wilayah Kota Magelang.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mengambil judul ”Analisis
Pengaruh Norma Subyektif dan Karakteristik Endorser Terhadap Minat
Memilih dalam Pemilu Presiden 2009 (Studi Pada Para Pemilih Pemula
di Wilayah Kota Magelang)”
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Apakah subjective norms berpengaruh signifikan terhadap minat memilih
para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2009?
2. Apakah karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness,
dan attractiveness berpengaruh terhadap minat memilih para pemilih
pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2009?
3. Karakteristik endorser apakah yang paling berpengaruh terhadap minat
memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil
presiden 2009?
C. BATASAN PENELITIAN
1. Penelitian ini dibatasi hanya melihat pengaruh norma subyektif dan
karakteristik endorser terhadap minat memilih para pemilih pemula pada
Pemilu Presiden 2009 (Wood dan Herbst, 2007).
2. Dalam penelitian ini pengaruh norma subyektif hanya dibatasi berasal dari
faktor keluarga, teman, dan lingkungan sekitar yang mempengaruhi
tindakan para pemilih pemula terhadap minat pilih pada Pemilu Presiden
2009.
3. Karakteristik endorser yang mempengaruhi pemilih pemula terhadap
minat memilih yaitu attractiveness, daya tarik bukan hanya berarti daya
tarik fisik, tetapi meliputi sejumlah karakteristik yang dapat dilihat
khalayak dalam diri endorser. Expertise mengacu pada pengetahuan,
pengalaman, atau keterampilan yang dimiliki seorang endorser yang
berhubungan dengan topik iklannya. Trustworthiness mengacu pada
kejujuran, integritas, dan dapat dipercayainya seorang endorser (Shimp,
2003). Endorser dalam penelitian ini adalah para calon Presiden dan Wakil
Presiden yang terdaftar sebagai kandidat dalam Pemilu Presiden 2009
yang dilaksanakan pada 8 Juli 2009.
4. Dalam penelitian ini, dibatasi hanya memfokuskan pada cara pandang dan
tanggapan para pemilih pemula dalam menilai kandidat calon Presiden dan
Wakil Presiden selama masa kampanye berlangsung yang dapat dilihat
dari iklan televisi, debat capres dan cawapres, atau program kampanye
terbuka yang dilakukan untuk menarik simpati masyarakat.
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk menguji apakah subjective norms berpengaruh signifikan terhadap
minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil
presiden 2009.
2. Untuk menguji apakah karakteristik endorser yang terdiri dari expertise,
trustworthiness, dan attractiveness berpengaruh terhadap minat memilih
para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2009.
3. Untuk menguji karakteristik endorser apakah yang paling berpengaruh
terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden
dan wakil presiden 2009.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih
jelas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan
memilih dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada pemilih
pemula. Faktor tersebut dapat digunakan dalam rangka meningkatkan
pendidikan politik pada para pemilih pemula, sehingga nantinya dapat
menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi dalam memberikan pendidikan
politik di masa yang akan datang.
2. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi bagi
penelitian-penelitian berikutnya dengan topik penelitian sejenis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Perilaku Konsumen
Dharmmestha dan Handoko (2000: 10) menyatakan bahwa
consumer behavior atau perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan
individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya
proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-
kegiatan tersebut.
Perilaku konsumen bagi para remaja seringkali dipengaruhi oleh
berbagai macam ketertarikan dari pengaruh luar saat diadopsi oleh
mereka untuk self-image, lifestyle, dan pola konsumsi mereka. Dari
konsep definisi peran model, dijelaskan bahwa orang tua, guru, teman
sebaya, atau lainnya dapat dijadikan pertimbangan, dan dalam beberapa
penelitian baru-baru ini dijelaskan bahwa orang tua dan/atau teman
sebaya mempengaruhi dalam perilaku konsumsi dari konsumen
individual (Bush et al, 1999).
Kotler dan Susanto (2000: 223) menyatakan bahwa keputusan
pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan,
sosial, pribadi, dan psikologis dari pembeli. Faktor budaya adalah
determinan paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang..
Faktor sosial terdiri dari kelompok acuan yang memiliki pengaruh
langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seseorang, dan
keluarga yang merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh,
serta peran dan status seseorang dalam kelompok masyarakat.
Faktor pribadi terdiri dari usia, pekerjaan, keadaan ekonomi, dan
gaya hidup dan kepribadian seseorang berdasarkan kelas sosial mereka
masing-masing yang diungkapkan dalam kegiatan, minat, dan pendapat
seseorang. Faktor psikologis terdiri dari motivasi dan persepsi seseorang
dalam menyeleksi, mengatur, dan menginterprestasikan informasi yang
didapat.
2. Model atau Pendukung Iklan (Endorser)
a. Pengertian Periklanan
Salah satu tahapan promosi yang terdapat dalam bauran
pemasaran adalah iklan yang termasuk kegiatan dalam aspek promosi.
Produk barang dan jasa itu sendiri, baik penamaannya, pengemasan,
penetapan harga, dan distribusinya, semua tercermin dalam kegiatan
periklanan. Iklan merupakan salah satu strategi yang digunakan
perusahaan untuk mempromosikan produk mereka demi menarik minat
konsumen. Umumnya tujuan periklanan dapat digolongkan menurut
sasarannya apakah itu untuk menginformasikan, membujuk, atau
mengingatkan.
Menurut Kasali (1995: 9), iklan adalah bagian dari bauran
promosi, dan bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran.
Secara sederhana, iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan
suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media.
Jefkins (1996) mendefinisikan periklanan sebagai pesan-pesan
penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon
pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu
dengan biaya semurah-murahnya. Periklanan mempunyai banyak
manfaat antara lain pembentukan citra organisasi berjangka panjang
(iklan produk), penyebaran informasi tentang penjualan, jasa, dan
peristiwa (iklan klasifikasi), pengumuman penjualan khusus (iklan
penjualan), dan anjuran untuk melakukan sesuatu (iklan anjuran)
(Kotler, 2000).
b. Pengertian Endorser
Perusahaan harus memiliki cara kreatif dalam beriklan agar
dapat menarik perhatian konsumen dan menciptakan preferensi terhadap
merek. Salah satu cara kreatif dalam beriklan adalah dengan
menggunakan endorser. Endorser adalah sebagai opinion leader yang
menyampaikan pesan hingga sampai konsumen mengenai merek
produk. Opinion leader berperan dalam memberikan informasi pada
orang lain, pelaku persuasi, dan pemberi informasi. Sosok endorser
dapat berasal dari kalangan selebriti dan orang biasa/non selebriti.
Penggunaan narasumber (source) sebagai figur penarik perhatian
dalam iklan merupakan salah satu cara kreatif untuk menyampaikan
pesan (Kotler dan Keller, 2006: 506). Pesan yang disampaikan oleh
narasumber yang menarik akan lebih mudah dan menarik perhatian
konsumen. Maka dari itu, perusahaan harus memilih endorser yang
cocok untuk menyampaikan pesan iklan yang diinginkan kepada target
audience, sehingga pesan tersebut sampai kepada konsumen yang dapat
membentuk opini, dan mereka akan meneruskan opini tersebut sesuai
persepsi masing-masing, dengan demikian diharapkan akan
bertambahnya kesadaran terhadap produk baik barang ataupun jasa.
Shimp (2003) membagi endorser ke dalam dua tipe, yaitu
celebrity endorser dan typical-person endorser. Typical-person
endorser biasanya digunakan sebagai bentuk promosi testimonial untuk
meraih kepercayaan konsumen. Typical-person endorser dapat lebih
diakrabi oleh konsumen karena mereka merasa memiliki kesamaan
konsep diri yang aktual (actual-self concept), nilai-nilai yang dianut,
kepribadian, gaya hidup (life styles), karakter demografis, dan
sebagainya. Menurut Cohen (dalam Jajuk, 2003) mendefinisikan
endorser sebagai individu yang dipercaya untuk mendukung suatu
produk, menyampaikan pesan dalam iklan, dimana disebut sebagai
sumber yang dapat dipercaya dan berbicara atas dasar pengalamannya
menggunakan produk barang atau jasa dan berjuang untuk
mempengaruhi konsumen sasaran. Model iklan (endorser) adalah
seseorang atau sebuah karakter yang terdapat dalam iklan untuk
menampilkan keuntungan dari sebuah merek. Model iklan (endorser)
dipilih sebagai pengirim pesan sebuah merek atau informasi dalam
iklan.
c. Karakteristik Endorser
Tugas utama endorser adalah untuk menciptakan asosiasi yang
baik antara endorser dengan produk yang diiklankan sehingga timbul
sikap positif dalam diri konsumen, sehingga iklan dapat menciptakan
citra yang baik pula di mata konsumen. Iklan merupakan elemen yang
penting dan saling berpengaruh dalam menanamkan brand image
kepada konsumen, seiring dengan ciri fisik dan kualitas produk yang
mengikuti suatu brand tertentu (Temporal & Lee, 2001:39 dalam
Hapsari, 2008).
Beberapa faktor dapat diidentifikasi untuk mengukur
keefektivitas dari celebrity endorser. Dholakia dan Sternthal, 1997
(dalam Grace dan Furuoka, 2007) mengidentifikasi terdapat tiga
dimensi kredibilitas yaitu trustworthiness, expertise, dan attractiveness.
Beberapa karakteristik endorser juga digunakan sebagai sumber yaitu
familiarity, similarity, liking, dan physical attractiveness. Shimp (2003)
menyebutkan bahwa endorsement dalam periklanan umum harus
memiliki atribut dasar yang berpengaruh terhadap efektivitas
endorsement, maka karakteristik seorang endorser menurut Shimp
(2003) yaitu:
1) Daya tarik (attractiveness)
Daya tarik bukan hanya berarti daya tarik fisik, tetapi meliputi
sejumlah karakteristik yang dapat dilihat khalayak dalam diri
endorser. Konsep umum dari daya tarik terdiri dari tiga ide yang
berhubungan: persamaan (similarity), pengenalan (familiarity), dan
penyukaan (liking).
2) Kredibilitas (credibility)
Dalam pengertiannya yang paling dasar, kredibilitas mengacu
pada kecenderungan untuk percaya kepada seseorang. Dua sifat
penting dari kredibilitas pendukung adalah keahlian (expertise) dan
kepercayaan (trustworthiness). Expertise mengacu pada
pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang dimiliki seorang
pendukung (endorsement) yang berhubungan dengan topik iklannya.
Trustworthiness mengacu pada kejujuran, integritas, dan dapat
dipercayainya seorang sumber.
Endorser yang digunakan dalam penelitian ini adalah para calon
presiden dan wakil presiden yang terdaftar sebagai kandidat dalam
Pemilu Presiden 2009 yang dilaksanakan pada 8 Juli 2009. Masing-
masing faktor memiliki mekanisme yang berbeda di dalam
mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen, yaitu (Belch dan Belch,
2001 : 172 dalam Hapsari 2008):
1) Source credibility, menggambarkan persepsi konsumen terhadap
keahlian, pengetahuan, dan pengalaman yang relevan yang dimiliki
endorser mengenai merek produk yang diiklankan serta kepercayaan
konsumen terhadap endorser untuk memberikan informasi yang
tidak biasa dan objektif. Kredibilitas memiliki dua sifat penting,
yaitu:
a) Expertise, merupakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman
yang dimiliki endorser berkaitan dengan produk yang diiklankan.
Masyarakat sekarang memerlukan pemimpin yang memiliki
konsep perekonomian yang kuat. Pemimpin yang berpengalaman
dan memiliki visi dan misi yang mampu menyejahterakan rakyat.
b) Trustworthiness, mengacu kepada kejujuran, integritas, dapat
dipercayainya seorang sumber. Pemilih sekarang mencari sosok
pemimpin yang dapat dipercaya membawa perubahan-perubahan
yang signifikan menjadi lebih baik, serta jujur dalam melakukan
tugasnya.
2) Source attractiveness, endorser dengan tampilan fisik yang baik
dan/atau karakter non-fisik yang menarik dapat menunjang iklan dan
dapat menimbulkan minat audiens untuk menyimak iklan. Daya tarik
endorser mencakup:
a) Similarity, merupakan persepsi khalayak berkenaan dengan
kesamaan yang dimiliki dengan endorser, kemiripan ini dapat
berupa karakteristik demografis, gaya hidup, kepribadian,
masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditampilkan pada
iklan, dan sebagainya. Pemilih akan lebih memilih calon presiden
karena adanya kesamaan visi dan misi, berasal dari daerah yang
sama, atau jenis kelamin yang sama (khususnya untuk calon yang
wanita), dan berbagai macam variabel lainnya.
b) Familiarity, adalah pengenalan terhadap nara sumber melalui
exposure. Sebagai contoh, penggunaan celebrity endorser dinilai
berdasarkan tingkat keseringan tampil di publik, sedangkan
penggunaan typical-person endorser dinilai berdasarkan
keakraban dengan sosok yang ditampilkan karena sering
dijumpai di kehidupan sehari-hari. Pemilih cenderung memilih
calon yang sudah dikenalnya, dengan ekspektasi calon yang
mereka pilih dapat menjalankan kepemimpinan sesuai yang
diharapkan masyarakat.
c) Likability, adalah kesukaan audiens terhadap nara sumber karena
penampilan fisik yang menarik, perilaku yang baik, atau karakter
personal lainnya. Masyarakat lebih menyukai pemimpin dengan
kepribadian yang berwibawa dan bersahaja. Pemilih cenderung
enggan memilih calon yang banyak mengeluarkan uang hanya
untuk berkampanye (Agustino, Harian Pikiran Rakyat 2009).
3) Source power, adalah karisma yang dipancarkan oleh narasumber
sehingga dapat mempengaruhi pemikiran, sikap, atau tingkah laku
konsumen karena pernyataan atau pesan endorser tersebut.
3. Marketing Politik
Marketing dapat bermanfaat bagi partai politik dan calon presiden
untuk membangun hubungan dengan pemilih. Penerapan metode dan
konsep marketing dalam dunia politik disebut sebagai marketing politik.
Marketing politik merupakan metode dan konsep aplikasi pemasaran dalam
konteks politik. Politik dilihat sebagai aktivitas untuk mengintegrasikan
orang-orang dalam suatu komunitas dengan ide dan gagasan yang spesifik
tentang cara yang seharusnya dipergunakan dalam interaksi dan dinamika
sosial (Bauer et al, 1996 dalam Firmanzah, 2007).
Dunia politik terdiri dari produsen dan konsumen. Sebagai
produsennya adalah partai-partai atau kontestan individu yang menjadi
pihak penghasil produk politik. Di pihak lain, masyarakat dalam hal ini
adalah pihak yang menjadi konsumen politik yang menentukan dan
memilih partai politik serta produk politik. Masyarakat akan mencari dan
memilih partai politik dan kontestan yang menawarkan produk politik yang
paling memuaskan kebutuhan mereka. Kebutuhan konsumen yang
dimaksudkan adalah pemecahan dan solusi yang segera atas permasalahan
yang mereka sedang hadapi.
Marketing politik adalah konsep permanen yang harus dilakukan
terus-menerus oleh sebuah partai politik atau kontestan dalam membangun
kepercayaan dan image publik (Butler dan Collins, 2001 dalam Firmanzah,
2007). Marketing politik dilakukan dengan melibatkan media TV, radio,
koran, dan pamflet yang mencoba menyampaikan semua hal yang perlu
disampaikan kepada publik. Marketing politik sangat berkaitan dengan
media massa. Marketing politik menekankan pada penggunaan pendekatan
dan metode marketing untuk membantu politikus dan partai politik agar
lebih efisien serta efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan
konstituen dan masyarakat baik dari kontak fisik selama periode kampanye
sampai dengan komunikasi tidak langsung melalui pemberitaan di media
massa.
Menurut Lock dan Harris, 1996 (dalam Firmanzah, 2007) terdapat
beberapa karakteristik mendasar yang membedakan marketing politik
dengan marketing dalam dunia bisnis. Perbedaan ini berasal dari kenyataan
bahwa kondisi pemilihan umum memang berbeda dengan konteks dunia
usaha pada umumnya. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah:
a. Pada setiap pemilihan umum, semua pemilih memutuskan siapa yang
mereka pilih pada hari yang sama.
b. Tidak terdapat harga langsung maupun tidak langsung yang terkait
dengan pencoblosan.
c. Pemilih harus setuju dengan pilihan kolektif, meskipun kandidat atau
partai yang memenangkan bukan pilihan mereka
d. Produk politik atau kandidat individu adalah produk yang tidak nyata
(intangible) yang sangat kompleks.
e. Terdapat kesulitan dalam mengeluarkan brand politik yang baru, karena
brand dan image politik pada umumnya sudah melekat dengan
keberadaan partai tersebut.
f. Pemenang pemilu akan mendominasi dan memonopoli proses
pembuatan kebijakan publik.
g. Dalam kasus marketing di dunia bisnis, brand yang memimpin pasar
cenderung untuk tetap menjadi pemimpin dalam pasar. Sedangkan
dalam politik, pihak yang berkuasa akan dapat dengan mudah jatuh
menjadi partai yang tidak popular.
Marketing berkontribusi besar terhadap partai politik dalam cara
mengemas pesan politik yang berbentuk iklan (Rothscild, 1978; Jamieson et
al, 1999), dalam cara mentransfer pesan politik ke publik. Di samping itu,
marketing berkontribusi besar terhadap pemilihan media yang paling efektif
berdasarkan kondisi sosio-budaya sebuah negara, sehingga pesan politik
yang disampaikan oleh partai politik dapat tepat sasaran. Marketing politik
berusaha meyakinkan pemilih bahwa kandidat layak untuk dipilih.
4. Pemilih Pemula (First Vote)
Azwar, 2008(dalam Maulana, 2009) membagi pemilih di Indonesia
menjadi tiga kategori. Pertama, pemilih yang rasional, yakni pemilih yang
benar-benar memilih partai berdasarkan penilaian dan analisis mendalam.
Kedua, pemilih kritis emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak
kenal kompromi. Ketiga, pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama
kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih.
Kaum muda (pemilih pemula) menurut UU Pemilu adalah mereka
yang telah berusia 17 tahun atau sudah/pernah menikah, yang telah
memiliki hak suara dalam Pemilu (dan Pilkada). Pemilih pemula terdiri atas
pelajar, mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi
segmen yang memang unik, sering kali memunculkan kejutan dan tentu
menjanjikan secara kuantitas. Hal ini dikatakan unik sebab perilaku pemilih
pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan
perubahan, dan tipis akan kadar polusi pragmatisme.
Para generasi muda saat ini mempunyai kesempatan untuk
melakukan pemilihan pada pemilu baik itu pemilu legislatif ataupun untuk
pemilu presiden. Dalam Undang-Undang Pemilu No.42 Tahun 2008
dijelaskan juga tentang hak memilih dalam Pasal 27 dan 28 yang berbunyi
seperti berikut:
Pasal 27
(1) Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
(2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) didaftar oleh penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam daftar pemilih.
Pasal 28
Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih.
Antusiasme pemilih pemula, yaitu pemilih yang akan mengikuti
Pemilu 2009 untuk pertama kalinya, terangkum dalam hasil jajak pendapat
yang dilakukan Litbang Kompas pada 25-27 November 2008. Dari
sejumlah pemilih pemula yang diwawancarai, diketahui bahwa mayoritas
(86,4 persen) menyatakan akan menggunakan hak suara mereka dalam
pemilu. Pilihan politik mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis
tertentu dan lebih didorong oleh konteks dinamika lingkungan politik lokal.
Pemilih pemula mudah dipengaruhi kepentingan-kepentingan tertentu,
terutama oleh orang terdekat seperti anggota keluarga, mulai dari orangtua
hingga kerabat. Hasil jajak pendapat pasca-pemungutan suara (exit poll)
pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (8 Agustus 2007),
menunjukkan orangtua yang paling mempengaruhi pilihan para pemilih
pemula. Teman dan saudara juga ikut mempengaruhi namun dengan
persentase yang lebih kecil (Litbang, Kompas, 2007).
Pemilih pemula banyak memiliki peran di dalam pemilu baik
pilkada maupun pemilu legislatif dan presiden. Sebagian besar pemilih
pemula memiliki peran yang sangat besar secara kualitas dan kuantitas.
Rata-rata memiliki usia yang cukup muda dan memiliki dinamika yang
cukup tinggi. Partisipasi pemilih pemula sebagian besar adalah berupa
pemilih aktif dan bukan pemilih pasif (Dumadia, 2009). Oleh karena itu,
pemilih pemula terutama kalangan pelajar dan remaja, perlu diberikan
pendidikan politik menjelang Pemilu.
5. Pendidikan Politik Remaja
a. Pengertian Remaja
Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara
umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun
sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun
adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun
adalah remaja akhir (Ali & Asrori, 2004: 9). Sejumlah sikap yang sering
ditunjukkan oleh remaja merupakan karakteristik umum perkembangan
mereka. Karakteristik-karakteristik itu adalah sebagai berikut:
1) Kegelisahan
Fase ini adalah fase perkembangan dimana remaja memiliki
idealisme angan-angan, atau keinginan yang kelak diwujudkan di
masa akan datang. Namun angan-angan ini terganjal oleh
kemampuan mereka yang masih belum cukup memadai.
2) Pertentangan
Arnett menarik tiga tantangan tipikal secara general yang biasa
dihadapi oleh remaja, yaitu perilaku beresiko, perubahan suasana
hati yang cepat, dan konflik dengan orang tua (Laugesen, 2003).
Hubungan yang kurang baik antara remaja dan orang tua terjadi
pada periode ini karena remaja mulai ‘menggeser’ peran orang tua
dengan teman sebaya sebagai kelompok referensi.
3) Menghayal
Keinginan untuk melakukan hal yang remaja inginkan tidak
semuanya dapat terlaksana. Khayalan dapat membantu remaja
menumbuhkan ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.
4) Aktivitas Berkelompok
Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga
berbagai kendala dapat diatasi secara bersama-sama (Singgih, 1980).
5) Keinginan Mencoba Segala Sesuatu
Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high
curiousity) (Ali & Asrori, 2004). Rasa ingin tahu ini menyebabkan
remaja ingin mencoba hal-hal yang belum pernah dialaminya.
b. Pengertian Pendidikan Politik Remaja
Pendidikan politik adalah cara bagaimana suatu bangsa
mentransfer budaya politiknya dari generasi yang satu ke generasi
kemudian (Panggabean, 1994 dalam Suhartono, 2008). Sedangkan,
budaya politik adalah keseluruhan nilai, keyakinan empirik, dan
lambang ekspresif yang menentukan terciptanya situasi di tempat
kegiatan politik terselenggara. Pendidikan politik perlu ditingkatkan
sebagai kesadaran dalam berpolitik akan hak dan kewajiban sebagai
warga negara, sehingga remaja diharapkan ikut serta secara aktif dalam
kehidupan kenegaraan dan pembangunan.
Proses pendidikan politik remaja bukan hanya dilakukan dalam
lingkungan pendidikan formal seperti sekolah tetapi juga meliputi
pendidikan dalam arti yang sangat luas melibatkan keluarga dan juga
lingkungan sosial. Terdapat tiga tingkat materi yang perlu ditanamkan
dalam kurikulum pendidikan berkaitan dengan sosialisasi pemilu
melalui kurikulum pendidikan. Ketiga materi tersebut adalah (1)
penanaman hakikat pemilu yang benar sehingga memunculkan motif
yang kuat bagi pemilih pemula untuk mengikuti pemilu, (2) pemahaman
mengenai sistem pemilu, dan (3) pemahaman tentang posisi tawar
politik.
Perilaku politik (political behavior) dapat dinyatakan sebagai
keseluruhan tingkah laku aktor politik dan warga negara yang telah
saling memiliki hubungan antara pemerintah dan masyarakat, antara
lembaga-lembaga pemerintah, dan antara kelompok masyarakat dalam
rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan
politik. Menurut Mulyasa (2007: 255), kondisi sosial ekonomi seperti
tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan jumlah remaja menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi remaja sebagai pemilih pemula
untuk berpartisipasi aktif dalam politik. Selain itu, pengetahuan remaja
sebagai pemilih pemula terhadap proses pengambilan keputusan akan
menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil.
Perilaku pemilih yang lebih rasional semakin meningkat di
tengah semangat keterbukaan yang berkembang selama 10 tahun
terakhir. Masyarakat saat ini sudah lebih mampu melihat performa
pimpinan dan partai politik. Melalui berbagai media yang jauh lebih
terbuka dan mudah diakses saat ini, publik bisa menilai kelompok elite
dan partai politik yang akan bertarung dalam dunia politik.
Meningkatnya kekritisan masyarakat berdampak pada perilaku pemilih
yang lebih rasional dalam menentukan pilihannya. Karakter pemilih
yang seperti ini lebih banyak mendominasi kelompok pemilih muda
(Kompas, 2008).
6. Theory of Planned Behavior
Theory of Planned Behavior adalah teori tentang perilaku manusia
(Ajzen, 1991). Theory of planned behavior merupakan teori perilaku yang
dapat mengidentifikasi keyakinan seseorang terhadap pengendalian atas apa
yang akan terjadi dari hasil perilaku itu, yang membedakan antara perilaku
seseorang yang berkehendak dan yang tidak berkehendak. Theory of
planned behavior merupakan alat yang dapat digunakan untuk memprediksi
perilaku individu ketika individu tersebut tidak memiliki kontrol kemauan
sendiri secara penuh. Artinya, individu tersebut memiliki
halangan/hambatan sehingga perilakunya tidak bisa semaunya sendiri.
Theory of planned behavior merupakan perluasan dari theory of
reasoned action (Ajzen, 1991). Ajzen dan Fishbein dalam theory of
reasoned action menyatakan bahwa keinginan seseorang untuk berperilaku
hanya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sikap seseorang terhadap perilaku
(attitude toward behavior) dan norma subyektif (subjective norm). Menurut
theory of reasoned action dari Fishbein dan Ajzen, tindakan seseorang
adalah realisasi dari keinginan atau niat seseorang untuk bertindak. Faktor
yang mempengaruhi niat adalah sikap pada tindakan dan norma subyektif
menyangkut persepsi seseorang, apakah orang lain yang dianggap penting
akan mempengaruhi perilakunya (Dharmmesta, 1998). Ajzen (1991)
menyatakan bahwa pada theory of planned behavior ditambahkan satu
konsep yang menentukan keinginan berperilaku yaitu variabel persepsi
pengendalian perilaku (perceived behavioral control), sehingga theory of
planned behavior adalah teori yang menyatakan bahwa perilaku manusia
terdiri dari tiga unsur utama, yaitu pertimbangan (considerations), kehendak
(intention), dan perilaku itu sendiri (behavior).
Norma subyektif merupakan kecenderungan yang dipelajari dari
konsumen melalui keyakinannya bahwa referen berpikir tentang sesuatu
yang akan dilakukan oleh konsumen (Schiffman dan Kanuk, 1997). Referen
merupakan kelompok di sekitar konsumen ketika konsumen
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tersebut, sehingga konsumen
mengambil banyak nilai, sikap, atau perilaku para anggota kelompok.
Karena itu referen dapat berupa anggota keluarga, teman, sahabat, atasan,
bawahan, dan seorang ahli.
Norma subyektif adalah determinan dari niat/kehendak berperilaku.
Norma adalah suatu konvensi sosial yang mengatur kehidupan manusia.
Norma subyektif adalah suatu fungsi keyakinan individu dalam hal
menyetujui atau tidak menyetujui perilaku tertentu (Refiana, 2002, dalam
Sriraharso, 2008), dan untuk menyetujui atau tidak menyetujui suatu
perilaku, kondisi tersebut didasari oleh suatu keyakinan yang dinamakan
dengan keyakinan normatif. Faktor lingkungan keluarga (ayah, ibu,
saudara) merupakan orang yang dapat mempengaruhi tindakan individu.
Seorang individu akan melakukan atau berperilaku tertentu apabila persepsi
orang lain terhadap perilaku tersebut bersifat positif. Artinya, orang lain
mempersepsikan bahwa perilaku individu tersebut diperbolehkan atau
sebaiknya dilakukan.
Norma subyektif dapat ditentukan dan diukur sebagai suatu
kumpulan keyakinan normatif mengenai kesetujuan/ketidaksetujuan acuan
yang signifikan terhadap suatu perilaku (Refiana, 2002, dalam Sriraharso,
2008). Seperti yang diasumsikan Fishbein dan Ajzen, individu biasanya
cukup rasional dan mampu menggunakan informasi yang mereka miliki
secara sistematis. Jadi, apabila individu merasa dia tidak memiliki sumber
daya atau kesempatan untuk melakukan sesuatu, maka individu tersebut
tidak akan melakukan perilaku yang memerlukan sumber daya tersebut
(bahkan dalam situasi dimana individu memiliki sikap positif dan norma
subyektif yang menyetujui perilaku tersebut). Norma subyektif memiliki
pengaruh yang lebih besar pada perilaku memilih para pemilih pemula
dibandingkan pengaruh lain dalam pemilihan pemimpin, seperti media dan
bintang idola iklan (celebrity endorser) (Wood dan Herbst, 2007).
7. Minat Beli
Minat membeli merupakan kecenderungan konsumen untuk
membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan
pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan
pembelian (Assael, 2001).
Pengertian minat beli menurut Howard (1994: 41) merupakan
sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli
produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada
periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan pernyataan
mental dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah
produk dengan merek tertentu. Menurut Chapman dan Wahlers, 1999
(dalam Hartono, 2000), minat beli didefinisikan sebagai keinginan
konsumen untuk membeli suatu produk, konsumen akan memutuskan
produk yang akan dibeli berdasarkan persepsi merek terhadap produk
tersebut berkaitan dengan kemampuan produk tersebut, sehingga konsumen
cenderung akan memilih produk yang sesuai dengan kebutuhannya dan
mampu memberikan kepuasan.
Menurut Howard, 1994: 3 (dalam Durianto, 2004) minat beli akan
timbul setelah konsumen menerima informasi yang berupa pesan iklan yang
disampaikan, kemudian dari pesan iklan ini akan memberi pengaruh yang
dimulai dengan pengenalan merek oleh konsumen. Pengenalan merek
adalah seberapa besar pengetahuan pembeli akan ciri atau keistimewaan
produk dibanding produk sejenis lainnya.
Minat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minat memilih
para pemilih pemula terhadap Pemilu Presiden 2009 yang dilaksanakan
pada 8 Juli 2009. Minat memilih berarti keinginan pemilih untuk memilih
satu kandidat calon presiden dan wakilnya, pemilih akan memutuskan calon
mana yang akan dipilih berdasarkan persepsi mereka terhadap kandidat
yang mencalonkan sebagai presiden dan wakil berkaitan dengan
kemampuan dan kredibilitas calon, sehingga pemilih cenderung akan
memilih yang sesuai dengan kebutuhannya dan mampu memberikan
kepuasan. Minat pilih akan timbul setelah pemilih menerima informasi yang
berupa pesan iklan yang disampaikan oleh kandidat calon itu sendiri,
kemudian dari pesan iklan ini akan memberi pengaruh yang dimulai dengan
pengenalan calon oleh pemilih.
B. Penelitian Terdahulu
Ohanian (1990) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hanya
selebriti yang dipersepsikan dengan keahlian di bidangnya, yang secara
signifikan mempengaruhi responden untuk membeli suatu produk, dengan
cara membagi tiga faktor yang ada pada selebriti bintang iklan yang bisa
mempengaruhi responden untuk membeli, yaitu daya tarik fisik, dapat
dipercaya, dan keahlian (expertise). Hasilnya, efek daya tarik fisik dan
trustworthiness sangat kecil pengaruhnya. Sedangkan efek persepsi expertise
yang paling signifikan.
Expertise juga signifikan di dalam penelitian Ohanian (1991),
dijelaskan bahwa selebriti yang dipersepsikan dengan keahlian dibidangnya
yang secara signifikan mempengaruhi responden untuk membeli suatu produk.
Terdapat tiga faktor yang ada pada selebriti yang bisa mempengaruhi
responden untuk membeli, yaitu daya tarik fisik, trustworthiness, dan
expertise. Daya tarik fisik dan trustworthiness sangat kecil pengaruhnya.
Martin dan Bush (2000) melakukan penelitian dengan mengukur
pengaruh yang mempengaruhi minat beli dan perilaku para remaja. Martin dan
Bush (2000) mengungkapkan bahwa individual atau kelompok dari individual
memberikan pengaruh kuat pada minat beli dan perilaku konsumen remaja.
Pengaruh kuat tersebut berasal dari pengaruh langsung yaitu dari orang tua,
guru, dan/atau teman sebaya, atau vicarious (favorit artis atau favorit atlet)
yang memberikan pengertian pada pola sosialisasi para remaja. Penelitian ini
menggunakan sampel para siswa berusia antara 13 sampai 18 tahun.
Banyaknya sampel yang dipakai sebesar 218 responden dengan menggunakan
metode convenience sample. Alat analisis yang digunakan adalah regresi,
dengan mengukur pengaruh role model yaitu father, mother, athlete, and
entertainer, dan dari hasil yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa
pengaruh father sangat besar terhadap minat beli dan perilaku para remaja.
Maka dapat disimpulkan bahwa peran orang tua sangat penting pengaruhnya
terhadap minat beli dan perilaku para remaja dalam menentukan pilihan.
Pengaruh sikap dan norma subyektif terhadap niat beli juga diteliti
oleh Sigit (2006). Dalam penelitian tersebut, Sigit menguji pengaruh secara
langsung dari sikap konsumen dan norma subyektif terhadap niat untuk
membeli produk pasta gigi Close Up. Sampel ditentukan dengan metode
convenience sampling dari populasi mahasiswa Universitas Islam Indonesia.
Sampel yang digunakan sebanyak 100 responden mahasiswa yang belum
pernah membeli produk pasta gigi Close Up. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan metode Regresi Linear Berganda. Dalam penelitian ini
ditunjukkan bahwa sikap dan norma subyektif berpengaruh terhadap niat beli.
Hal ini mendukung theory of reasoned action dari Ajzen dan fishbein yang
menyatakan bahwa niat sangat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif.
Pada tahun 2007, Grace dan Furuoka melakukan penelitian yang
menguji tentang karakteristik endorser dan hubungannya dengan image
produk konsumen. Penelitian tersebut menguji multiple dimensi pada celebrity
endorser, yaitu celebrity credibility, celebrity attractiveness, celebrity
likeability, and celebrity meaningfulness dan hubungannya terhadap brand
image produk. 300 kuesioner diberikan kepada mahasiswa dari 2 universitas
di Malaysia, dan setelah 4 minggu, hanya 267 kuesioner yang kembali. Alat
analisis yang digunakan adalah multiple regression analysis untuk menguji
hubungan karakteristik endorser dengan brand image produk konsumen. Dari
hasil yang diperoleh terdapat hubungan yang signifikan positif antara lima
dimensi dan brand image produk dengan pengaruh paling tinggi adalah
dimensi credibility. Credibility disini mencakup expertise dan trustworthiness,
dengan sub variabel meliputi experience, knowledge, skilled, honest, dan
reliable.
Wood dan Herbst (2007), meneliti seberapa besar pengaruh celebrity
endorsement pada keputusan para pemilih pemula dalam pemilihan Presiden
U.S tahun 2004. Dalam penelitian ini, karakteristik celebrity endorser yang
digunakan adalah expertise, trustworthiness, dan attractiveness, selain itu ada
juga pengaruh subjective norms yang mempengaruhi keputusan pada pemilih
pemula. Responden berasal dari salah satu universitas di United States,
responden yang digunakan sebanyak 506 mahasiswa yang baru pertama kali
mengikuti pemilu di United States. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah chi-square analyses. Penelitian ini membandingkan dua
kelompok responden yaitu responden partai demokrat dan responden partai
republikan. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa dalam menentukan
keputusan pilihan seluruh responden dipengaruhi oleh subjective norms yang
dalam hal ini adalah keluarga. Sedangkan, untuk pengaruh celebrity endorser,
responden pendukung partai republikan lebih cocok mempercayakan pilihan
dari referensi keluarga dan teman, hal ini berbeda dengan para responden
pendukung partai demokrat yang mempercayakan pilihan dari referensi
celebrity yang turut dalam kampanye para calon. Maka, dalam pemilihan
presiden U.S tahun 2004, dapat disimpulkan bahwa peran selebriti dapat
diterima tetapi pengaruhnya tidak terlalu besar terhadap keputusan memilih
para pemilih pemula.
Pease dan Brewer (2008) melakukan eksperimen untuk menguji
pengaruh berita tentang dukungan Oprah terhadap Obama. Dalam penelitian
tersebut dijelaskan bahwa kebanyakan berita tidak mempengaruhi tingkat
dimana partisipan menguntungkan dalam opini terhadap Obama atau tingkat
dimana mereka melihat Obama sebagai orang yang menyenangkan. Di sisi
lain, memahami tentang endorsement, pasti partisipan akan melihat Obama
lebih baik memenangkan nominasi dan berkata bahwa mereka dengan senang
hati memilih dia. Terdapat 134 mahasiswa yang rata-rata berusia 20 tahun di
Midwest yang menjadi partisipan dalam eksperimen ini. Eksperimen
dilakukan setelah Oprah Winfrey mengumumkan bahwa dia menjadi anggota
aktif pada kampanye Obama tetapi sebelum dia melakukannya di Iowa, South
Carolina, dan New Hampshire. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa
celebrity endorser tidak berpengaruh secara luas saat pencalonan Obama,
tetapi mereka lebih melihat dari sisi kesukaan mereka terhadap Obama. Maka,
dalam penelitian celebrity endorsement harus mempertimbangkan tidak hanya
pengaruh pada dukungan kandidat tetapi juga pengaruh lainnya seperti
penilaian kelangsungan hidup.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penelitian ini menunjukkan arah penyusunan
penelitian. Adapun kerangka pemikiran pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Karakteristik Endorser
Gambar II. 1 Kerangka Pemikiran
Sumber : (Wood dan Herbst, 2007)
Perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor
tersebut adalah norma subyektif (subjective norm). Norma subyektif adalah
suatu fungsi keyakinan individu dalam hal menyetujui atau tidak menyetujui
perilaku tertentu (Refiana, 2002), dan untuk menyetujui/tidak menyetujui
suatu perilaku, kondisi tersebut didasari oleh suatu keyakinan yang dinamakan
dengan keyakinan normatif. Terdapat beberapa faktor yang akan
mempengaruhi minat pilih seorang pemilih pemula dalam menentukan pilihan
mereka terhadap sosok pemimpin. Faktor-faktor tersebut adalah (1) keluarga
yang terdiri dari orang tua dan saudara, (2) teman sebaya, teman yang
Norma Subjectif (Subjective Norm)
Attractiveness
Minat
Pilih
Expertise
Trustworthiness
H1
H2a
H2b
H2c
H3
dimaksud adalah teman sekolah atau teman dengan kegiatan yang serupa, dan
(3) lingkungan sekitar, yang terdiri dari teman sepermainan di lingkungan
tempat tinggal seorang pemilih.
Selain norma subyektif, karakteristik endorser juga mempengaruhi
minat pilih pada pemilih pemula. Endorser adalah individu yang dipercaya
untuk mendukung suatu produk baik barang atau jasa, menyampaikan pesan
dalam iklan, dimana ia disebut sebagai sumber yang dapat dipercaya dan
berbicara atas dasar pengalamannya untuk mempengaruhi sasaran iklan
tersebut. Dalam hal ini, endorser yang dimaksud adalah para calon presiden
dan wakil presiden yang masuk sebagai kandidat dalam Pemilu Presiden 2009.
Endorser dalam periklanan umum harus memiliki atribut dasar yang
berpengaruh terhadap efektivitas endorsement yaitu daya tarik dan kredibilitas
(Shimp, 2003: 468). Endorser yang memiliki karakteristik expertise,
attractiveness, dan trustworthiness akan mempengaruhi minat pilih para
pemilih pemula pada Pemilu Presiden 2009.
D. Hipotesis
Norma subyektif merupakan kecenderungan yang dipelajari dari
konsumen melalui keyakinannya bahwa referen yang dapat berupa anggota
keluarga, teman, rekan kerja, dan sebagainya, berpikir tentang sesuatu yang
akan dilakukan oleh konsumen (Schiffman dan Kanuk, 1997). Konsumen
dapat mengambil banyak sikap, nilai, atau perilaku dari anggota kelompok
dimana mereka berada didalamnya.
Norma subyektif juga berpengaruh terhadap niat beli para konsumen
yang hendak membeli produk pasta gigi Close Up (Sigit, 2006). Penelitian ini
mengemukakan bahwa sikap dan norma subyektif secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap niat membeli pasta gigi Close Up. Hal ini
mendukung theory of reasoned action dari Ajzen dan fishbein yang
menyatakan bahwa niat sangat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif.
Martin dan Bush (2000) mengungkapkan bahwa individual atau
kelompok dari individual memberikan pengaruh kuat pada minat beli dan
perilaku konsumen remaja. Pengaruh kuat tersebut berasal dari pengaruh
langsung yaitu dari orang tua, guru, dan/atau teman sebaya, atau vicarious
(favorit artis atau favorit atlet) yang memberikan pengertian pada pola
sosialisasi para remaja. Maka, dapat disimpulkan bahwa peran orang tua
sangat penting pengaruhnya terhadap minat beli dan perilaku para remaja
dalam menentukan pilihan.
Wood dan Herbst (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
dalam menentukan keputusan pilihan dalam pemilihan umum yang
dilaksanakan di United States, para pemilih pemula dipengaruhi oleh
subjective norms yang dalam hal ini adalah keluarga. Berdasarkan telaah teori
dan uraian di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Subjective norms berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Silvera dan Austad, 2003 (dalam Hapsari, 2008) menjelaskan tentang
pendapat konsumen mengenai kesukaan endorser dengan produk yang
didukung dan mengembangkan model tentang karakteristik endorser dengan
hubungannya dalam menprediksi sikap konsumen terhadap produk yang
didukung. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menguji faktor yang
mempengaruhi keefektifan celebrity endorsement yang salah satunya adalah
credibility dalam periklanan. Credibility diukur dengan menggunakan
indikator expertise dan trustworthines. Sedangkan satuan ukurnya untuk
expertise adalah tingkat intelektualitas endorser dan tingkat pengetahuan
endorser akan produk. Selanjutnya, satuan ukurnya untuk trustworthiness
adalah tingkat kepercayaan konsumen akan endorser (Hapsari, 2008).
Grace dan Furuoka (2007) menguji pengaruh multiple dimensi pada
celebrity endorsers dan hubungannya terhadap brand image produk. Salah
satu dimensinya adalah celebrity credibility. Credibility disini mencakup
expertise dan trustworthiness, dengan sub variabel meliputi experience,
knowledge, skilled, honest, dan reliable. Hasil penelitian ini menjelaskan
bahwa credibility paling berpengaruh terhadap brand image produk.
Berdasarkan telaah teori dan uraian di atas, maka peneliti merumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H2a : Expertise berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
H2b : Trustworthiness berpengaruh signifikan terhadap minat
memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Hapsari (2008) dalam penelitiannya juga menguji variabel
attractiveness yang diukur dengan menggunakan indikator similarity,
familiarity dan likeability. Satuan ukur untuk similarity adalah tingkat
kesamaan gaya hidup endorser dengan konsumen. Familiarity diukur dengan
satuan ukur tingkat ketenaran endorser dan tingkat keseringan endorser tampil
dimata konsumen. Likability, satuan ukurannya adalah tingkat penampilan
fisik endorser dan tingkat penampilan non fisik endorser. Tanggapan positif
pada selebriti dalam iklan dapat mempengaruhi minat konsumen pada produk
secara efektif
Grace dan Furuoka (2007) juga menguji pengaruh multiple dimensi
yang terdiri dari celebrity attractiveness, celebrity likeability, and celebrity
meaningfulness pada celebrity endorsers dan hubungannya terhadap brand
image produk. Hasil penelitian ini menjelaskan adanya hubungan yang
signifikan antara semua dimensi dan brand image produk. Dengan demikian,
dari pemikiran diatas, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2c : Attractiveness berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Ohanian (1991) menyatakan bahwa selebriti yang dipersepsikan
dengan keahlian dibidangnya yang secara signifikan mempengaruhi responden
untuk membeli suatu produk. Terdapat tiga faktor yang ada pada selebriti yang
bisa mempengaruhi responden untuk membeli, yaitu attractiveness,
trustworthiness, dan expertise. Hasilnya, attractiveness dan trustworthiness
sangat kecil pengaruhnya. Sedangkan expertise yang paling signifikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H3 : Dari karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness, dan attractiveness. Expertise paling berpengaruh signifikan terhadap minat pilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Magelang. Subyek penelitian ini
adalah para pemilih pemula yang sesuai dengan Undang-Undang Pemilu No.
42 tahun 2008 yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di
wilayah Kota Magelang, karena dapat dijadikan sebagai pasar potensial yang
perlu diketahui persepsinya mengenai karakteristik endorser.
1. Tujuan Penelitian
Tujuan studi dalam penelitian ini adalah bertujuan untuk menguji
hipotesis apakah minat pilih para pemilih pemula terhadap Pemilu
Presiden 2009 secara signifikan dipengaruhi oleh karakteristik endorser
dan subjective norms.
Berdasarkan data yang diperoleh, maka penelitian ini dimaksudkan
untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah dikemukakan untuk
mengetahui apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak sehingga dari
hasil penelitian ini dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat.
2. Lingkungan (setting) Penelitian
Lingkungan (setting) dalam penelitian ini adalah berupa studi
lapangan, yaitu dengan subyek penelitian menggunakan para pemilih
pemula yang sesuai dengan UU Pemilu No.42 tahun 2008, yang baru
pertama kali berminat untuk berpartisipasi dalam Pemilu Presiden 2009.
Studi lapangan merupakan tipe penelitian yang menguji hubungan
korelasional antar variabel dengan kondisi lingkungan penelitian yang
natural dan tingkat keterlibatan penelitian yang minimal (Indriantoro dan
Supomo, 1999).
3. Horison Waktu
Studi penelitian ini adalah studi cross-sectional. Studi cross-
sectional dapat dilakukan dengan data yang hanya sekali dikumpulkan,
mungkin selama periode harian, mingguan, atau bulanan, dalam rangka
Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda pada tabel IV.8 di
atas, menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 0,364 – 0,119X1 + 0,211X2 + 0,291X3 + 0,500X4 + e
thitung (-2,112) (2,928) (4,262) (5,880)
Signifikansi (0.036) (0,004) (0,000) (0,000)
Adjusted R Square = 0,427
F = 38,017
Dari persamaan regresi linier berganda diatas dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Nilai konstanta bernilai positif (0,364), hal ini menunjukkan bahwa
apabila tidak ada variabel norma subyekif, expertise, trustworthiness,
dan attractiveness terhadap minat memilih, maka minat memilih
dimungkinkan tetap baik.
b. Koefisien regresi variabel norma subyektif (X1) sebesar (β1 = - 0,119)
dan memiliki nilai signifikansi 0,036 dibawah α (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa variabel norma subyektif memiliki pengaruh
negatif terhadap minat memilih dengan signifikansi 0,036, dan
memberikan makna bahwa semakin tinggi faktor norma subyektif
maka semakin rendah minat memilih para pemilih pemula.
c. Koefisien regresi variabel expertise (X2) sebesar (β2 = 0,211) dan
memiliki nilai signifikansi 0,004 dibawah α (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa variabel expertise memiliki pengaruh positif
terhadap minat memilih, dan memberikan makna bahwa semakin
tinggi tingkat faktor expertise, maka semakin tinggi pula minat
memilih para pemilih pemula.
d. Koefisien regresi variabel trustworthiness (X3) sebesar (β3 = 0,291)
dan memiliki nilai signifikansi 0,000 dibawah α (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa variabel trustworthiness memiliki pengaruh
positif terhadap minat memilih, dan memberikan makna bahwa
semakin tinggi tingkat faktor trustworthiness, maka semakin tinggi
pula minat memilih para pemilih pemula.
e. Koefisien regresi variabel attractiveness (X4) sebesar (β4 = 0,500) dan
memiliki nilai signifikansi 0,000 dibawah α (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa variabel attractiveness memiliki pengaruh positif
terhadap minat memilih, dan memberikan makna bahwa semakin
tinggi faktor attarctiveness, maka semakin tinggi pula minat memilih
para pemilih pemula.
6. Uji Koefisien Regresi Parsial (t-test)
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh varibel independen
secara individual terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini, t-test
digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen (norma subyektif,
expertise, trustworthiness, dan attractiveness) secara individual terhadap
variabel dependen (minat memilih). Selanjutnya dijelaskan bahwa nilai t
dikatakan signifikan jika nilai p <0,05.
Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda pada tabel IV.8 di
atas, dapat dilihat bahwa seluruh variabel independen memiliki pengaruh
yang signifikan dengan yaitu dibawah α (0,05). Dalam perhitungan tabel
IV.8 diketahui pula bahwa variabel attractiveness memiliki pengaruh
terbesar. Hal tersebut diketahui dari thitung yang terbesar yaitu 5,880
dibandingkan dengan variabel norma subyektif yaitu -2,112, variabel
expertise yaitu 2,928 dan variabel trustworthiness yaitu 4,262.
7. Uji F (F-test)
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
(norma subyektif, expertise, trustworthiness, dan attractiveness) terhadap
variabel dependen (minat memilih) secara bersama-sama dengan level of
significant (α) sebesar 5% atau 0,05.
Tabel IV.9 Hasil F-test
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig. 1 Regressio
n 38.749 4 9.687 38.017 .000(a)
Residual 49.689 195 .255 Total 88.438 199
a Predictors: (Constant), Attractiveness, Norma Subjektif, Expertise, Trustworthiness b Dependent Variable: Minat Pilih Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009
Hasil uji F pada tabel IV.9 menunjukkan bahwa probabilitas nilai F
sebesar 0,000 lebih kecil dari level signifikan yang digunakan, yaitu 0,05.
Ini berarti bahwa variabel norma subyektif, expertise, trustworthiness, dan
attractiveness secara bersama – sama mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap minat memilih.
8. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa besar pengaruh
semua variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara 0 sampai 1.
Tabel IV.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .662(a) .438 .427 .50479
a Predictors: (Constant), Attractiveness, Norma Subjektif, Expertise, Trustworthiness b Dependent Variable: Minat Pilih
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009
Hasil uji koefisien determinasi pada tabel IV.10, menunjukkan
bahwa nilai secara umum (R) sebesar 0,662, sedangkan nilai R square yang
telah disesuaikan (adjusted R square) sebesar 0,427. Hal ini berarti bahwa
42,7% varibel dependen (minat memilih) dipengaruhi oleh variabel
independen (norma subyektif, expertise, trustworthiness, dan
attractiveness). Sedangkan sisanya sebesar 57,3% dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak diikutsertakan dalam model penelitian ini.
C. Pembahasan
1. Pengaruh Norma Subyektif terhadap minat pilih para pemilih pemula.
H1 : Subjective norms berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Hipotesis 1 bertujuan untuk menguji apakah norma subyektif
berpengaruh terhadap minat memilih. Berdasarkan hasil perhitungan
pengujian regresi linear berganda pada tabel IV.8, diketahui bahwa norma
subyektif memiliki nilai signifikansi (0,036) < nilai α (0,05), koefisien
regresi norma subyektif sebesar -0,119, dan nilai thitung -2,112. Dengan
demikian norma subyektif berpengaruh signifikan terhadap minat memilih,
sehingga hipotesis 1 diterima.
Hasil ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Wood dan Herbst (2007), namun berbeda arahnya, dalam penelitian
tersebut subjective norm (norma subyektif) berpengaruh signifikan positif.
Penelitian tersebut menjelaskan bahwa dalam menentukan keputusan
pilihan pada pemilih pemula, subjective norms (keluarga) menjadi
pengaruh yang paling kuat dalam pemilihan Presiden U.S tahun 2004.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa norma
subyektif yang terdiri dari keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekitar
berpengaruh signifikan terhadap minat memilih. Akan tetapi, norma
subyektif berpengaruh signifikan secara negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi pengaruh norma subyektif, maka akan semakin
rendah minat memilih para pemilih pemula dalam Pemilu Presiden 2009.
Hal ini dapat dikarenakan adanya perbedaan budaya dan cara pandang
terhadap politik oleh masyarakat Indonesia khususnya para pemilih
pemula dengan budaya dan cara pandang terhadap politik para pemilih
pemula di Negara Amerika Serikat seperti pada penelitian yang dilakukan
Wood dan Herbst (2007).
Dengan bergantinya sistem Pemilu di Indonesia yaitu masyarakat
berperan penuh dalam menentukan pemimpin melalui Pilihan Langsung,
perilaku pemilih yang lebih rasional semakin meningkat di tengah
semangat keterbukaan yang berkembang selama 10 tahun terakhir.
Masyarakat saat ini sudah lebih mampu melihat performa pimpinan dan
partai politik. Melalui berbagai media yang jauh lebih terbuka dan mudah
diakses saat ini, publik bisa menilai kelompok elite dan partai politik yang
akan bertarung dalam dunia politik. Meningkatnya kekritisan masyarakat
berdampak pada perilaku pemilih yang lebih rasional dalam menentukan
pilihannya. Karakter pemilih yang seperti ini lebih banyak mendominasi
kelompok pemilih muda (Kompas, 2008).
Selain itu, para pemilih pemula yang tergolong remaja juga
memiliki beberapa karakteristik sikap yaitu perilaku beresiko, perubahan
suasana hati yang cepat, dan konflik dengan orang tua (Laugesen, 2003),
serta remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiousity) (Ali &
Asrori, 2004). Rasa ingin tahu ini menyebabkan remaja ingin mencoba
hal-hal yang belum pernah dialaminya. Hal itu yang menyebabkan para
pemilih pemula lebih kritis dalam menentukan pilihan sesuai dengan apa
yang mereka lihat dan yang mereka cermati.
2. Pengaruh karakteristik endorser terhadap minat pilih para pemilih pemula.
H2a : Expertise berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
H2b : Trustworthiness berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
H2c : Attractiveness berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Hipotesis 2 bertujuan untuk menguji apakah karakteristik
endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness, dan attractiveness
berpengaruh terhadap minat memilih. Berdasarkan hasil perhitungan
pengujian regresi linear berganda pada tabel IV.8, diketahui bahwa
expertise memiliki nilai signifikansi (0,004) < nilai α (0,05), koefisien
regresi expertise sebesar 0,211, dan nilai thitung 2,928; trustworthiness
memiliki nilai signifikansi (0,000) < nilai α (0,05), koefisien regresi
trustworthiness sebesar 0,291, dan nilai thitung 4,262; dan attractiveness
memiliki nilai signifikansi (0,000) < nilai α (0,05), koefisien regresi
attractiveness sebesar 0,500, dan nilai thitung 5,880. Dengan demikian
karakteristik endorser berpengaruh signifikan terhadap minat memilih,
sehingga hipotesis 2a, 2b, dan 2c diterima.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness,
dan attractiveness berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para
pemilih pemula pada Pemilu Presiden 2009. Semakin tinggi tingkat
karakteristik endorser yang dalam penelitian ini adalah para kandidat
Calon Presiden dan Wakil Presiden, maka semakin tinggi pula minat para
pemilih pemula untuk memilih dalam Pemilu Presiden 2009. Expertise
mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan keahlian yang dimiliki oleh
kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden yang disampaikan selama
masa kampanye, trustworthiness mengacu pada kejujuran, integritas, dan
dapat dipercayainya seorang pemimpin yang mencalonkan diri pada
Pemilu Presiden 2009, dan attractiveness mengacu pada daya tarik bukan
hanya berarti daya tarik fisik, tetapi meliputi sejumlah karakteristik yang
dapat dilihat para pemilih pemula dalam diri para kandidat calon presiden
dan wakil presiden.
Hasil ini mendukung penelitian Ohanian (1991) yang menyatakan
bahwa terdapat tiga faktor yang ada pada selebriti yang bisa
mempengaruhi responden secara signifikan untuk membeli suatu produk
yaitu attarctiveness, trustworthiness, dan expertise.
3. Karakteristik endorser yang paling berpengaruh terhadap minat pilih para
pemilih pemula
H3 : Dari karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness, dan attractiveness. Expertise paling berpengaruh signifikan terhadap minat pilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Hipotesis 3 bertujuan untuk menguji karakteristik endorser
apakah yang paling berpengaruh terhadap minat pilih. Berdasarkan hasil
perhitungan pengujian regresi linear berganda pada tabel IV.8, diketahui
bahwa seluruh variabel independen karakteristik endorser memiliki
pengaruh yang signifikan yaitu dibawah α (0,05) dengan koefisien regresi
expertise sebesar 0,211, dan nilai thitung 2,928; koefisien regresi
trustworthiness sebesar 0,291, dan nilai thitung 4,262; dan koefisien regresi
attractiveness sebesar 0,500, dan nilai thitung 5,880.
Variabel attractiveness memiliki pengaruh terbesar yang dapat
dilihat dari thitung yang terbesar yaitu 5,880 dibandingkan dengan variabel
lainnya. Dengan demikian, variabel attractiveness paling berpengaruh
signifikan terhadap minat pilih, sehingga hipotesis 3 ditolak.
Hasil ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan Ohanian
(1991) yang menyatakan bahwa variabel expertise yang paling signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa variabel
attractiveness paling berpengaruh terhadap minat pilih para pemilih
pemula dalam Pemilu Presiden 2009. Attractiveness disini mengacu pada
daya tarik tidak hanya daya tarik fisik tetapi juga sejumlah karakteristik
yang dapat dilihat para pemilih pemula dalam diri para kandidat calon
presiden dan wakil presiden seperti penampilan yang berwibawa dan
bersahaja, penampilan fisik yang menarik, karakter yang sesuai harapan,
serta keseringan para calon tampil di depan khalayak.
Media massa, baik elektronik maupun cetak, menjadi sarana
komunikasi yang sangat efektif saat ini. Sejumlah hasil riset membuktikan,
iklan yang paling banyak direspons publik adalah yang ditayangkan di
televisi. Bagi calon presiden atau calon wakil presiden, popularitas dan
peningkatan elektabilitas, yakni daya tarik untuk dipilih sangatlah penting
(Suara Karya, Sabtu, 9 Agustus 2008). Adapun pendapat publik tentang
syarat seorang calon presiden, faktor yang dianggap publik paling penting
untuk dimiliki seorang pemimpin adalah karisma bukan keahlian khusus
tertentu, apalagi gelar formal seperti sarjana. Jadi, calon presiden yang
paling mungkin dipilih oleh publik adalah mereka yang memiliki karisma
sebagai seorang pemimpin (Indobarometer, 2008).
Menurut Kurniawan (2009), di Indonesia ada empat (4) fase
model perilaku memilih sejak tahun 1955 hingga sekarang yaitu model
sosiologis dan politik aliran pada pemilu 1955, model ideologi dominan
pada masa orde baru, model sosiologis dan politik aliran jilid 2 pada
pemilu tahun 1999. Pasca tahun 1999 faktor psikologis dan ketokohan
semakin menguat, terutama pada pemilu 2009. Hal ini menjelaskan bahwa
popularitas seorang tokoh menjadi penting dalam memenangkan pemilu di
Indonesia. Jika pada tahun 1999, perilaku memilih masih didasarkan pada
politik identitas dan politik aliran, maka pada pemilu kali ini banyak tokoh
melihat terjadi pergeseran ke model psikologis kedekatan dengan tokoh
politik tertentu. Pilihan responden terhadap figur calon lebih didasari oleh
persepsi dan respons responden terhadap kemampuan, kepribadian dan
sikap para kandidat serta kemampuan calon dalam mensosialisasikan visi,
program dan rencana-rencana kebijakan ekonomi mereka yang populer
pada saat masa kampanye (Aziz, 2009).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Norma subyektif yaitu keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekitar
berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula pada
Pemilu Presiden 2009. Akan tetapi, norma subyektif berpengaruh
signifikan secara negatif. Maka hipotesis pertama (H1) diterima.
2. Karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness, dan
attractiveness berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para
pemilih pemula pada Pemilu Presiden 2009. Maka hipotesis kedua (H2a,
H2b, H2c) diterima.
3. Variabel attractiveness paling berpengaruh signifikan terhadap minat
memilih para pemilih pemula pada Pemilu Presiden 2009. Maka hipotesis
ketiga (H3) ditolak.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti
memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pendidikan politik masih perlu ditingkatkan. Pendidikan politik
dilaksanakan dalam rangka untuk membangun budaya dan kesadaran para
pemilih pemula terhadap politik Indonesia. Pendidikan pemilih merupakan
bagian dari pendidikan politik. Pendidikan pemilih (Voter education) di
sini menjadi penting untuk membangun persepsi politik yang lebih baik.
Jika persepsi pemuda terhadap politik positif, minat atau rasa ingin tahu
mereka bisa jadi akan meningkat. Hal ini dapat dilakukan melalui
sosialisasi-sosialisasi yang dilakukan di sekolah-sekolah menengah yang
dikemas semenarik mungkin mengenai pendidikan politik, pemberian
booklet atau stiker yang menarik untuk mengajak mereka sadar akan
politik, dan dapat juga dengan menyediakan situs forum diskusi politik
bagi remaja sehingga mereka dapat bebas berpendapat tentang politik
didalamnya.
2. Dari penelitian ini diketahui bahwa variabel attractiveness adalah variabel
yang paling signifikan, maka diharapkan dalam mengemas informasi, para
kandidat dapat meningkatkan daya tarik baik fisik maupun karakteristik
lain yang dapat dilihat para pemilih pemula seperti kepribadian yang
bersahaja dan berwibawa, sehingga dapat meningkatkan minat pilih
mereka, seperti pencitraan positif para kandidat calon melalui iklan,
meningkatkan kewibawaaan dan bersahajanya para kandidat calon, atau
debat capres dan cawapres yang dikemas semenarik mungkin dengan
menghadirkan tokoh-tokoh politik muda.
3. Melalui uji determinasi diketahui bahwa masih terdapat 57,3% yang tidak
dapat dijelaskan oleh variabel–variabel bebas dalam penelitian ini, maka
diharapkan pada penelitian mendatang bisa menambah variabel–variabel
lain yang berpengaruh terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam
Pemilu Presiden.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya para pemilih
pemula di wilayah Kota Magelang, sehingga generalisasi hasil penelitian
ini terbatas hanya untuk pemilih pemula yang berada di Wilayah Kota
Magelang.
2. Penelitian ini hanya dilakukan di wilayah Kota Magelang, sehingga
dimungkinkan belum dapat mewakili perilaku pemilih pemula di berbagai
wilayah di Indonesia.
3. Dalam penelitian ini hanya meneliti dua faktor variabel pengaruh yang
mempengaruhi minat pilih para pemilih pemula yaitu norma subyektif dan
karakteristik endorser.
4. Terbatasnya literatur yang membahas tentang perilaku pemilih pemula
serta hal-hal yang mempengaruhinya dalam menentukan pilihan pada
Pemilu Presiden secara mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Assael, Henry. 2001. Consumer Behavior and Marketing Action. Australia: Thomson.
Dharmmamesta, dan Handoko. 2000. Manajemen Pemasaran Modern.
Yogyakarta: Liberty. Durianto, Darmadi dan Ceicilia Liana. 2004. Analisis Efektivitas Iklan Televisi
Softener Soft dan Fresh di Jakarta dan Sekitarnya Dengan Menggunakan Consumer Decision Model. Jurnal Penelitian Ekonomi, Bisnis, dan Pembangunan, Volume. 2, Edisi Maret.
Djarwanto, PS dan Pangestu Subagyo. 1996. Statistik Induktif. Yogyakarta:
BPFE. Djarwanto, PS dan Pangestu Subagyo. 2005. Statistik Induktif, Edisi Kelima.
Yogyakarta: BPFE. Firmanzah. 2007. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Grace, Phang & Furouka, Fumitaka. 2007. An Examination Of The Celebrity
Endorsers Characteristics And Their Relationship With The Image Of Consumer Products. Journal of Marketing. Vol.3, No.2.
Hair, Joseph F, Rolp Anderson, Ronal Tatham, and William C Black. 1998.
Multivariate Data Analysis. 5th Edition. USA: Prentice Hall International Inc.
http://www.erabaru.or.id. Juli 3, 2009. http://www.fenomenapolitik.com. Februari 20, 2009. http://www.google.com/plannedbehaviorajzen . 30 Juli, 2008. http://www.harianpikiranrakyat.com. April 7, 2009. http://www.indobarometer.com. 1Juli 2008. http://www.management.fe.unpad.ac.id. 2008. http://www.pemilu-online.com. November 24, 2008. http://www.proquest.com/pqdweb http://www.republikaonline.com. April 2, 2009. http://www.vivanews.com Indriantoro, Nur dan Bambang Sopomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis
Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. Jajuk. 2003. Iklan dan Komunikasi Massa. Jurnal Mitra Bisnis. Vol.2, No.2,
Agustus. Jefkins, Frank. 1996. Periklanan edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Kasali, Rhenald. 1995. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di
Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafitti. Kotler, Philip and Gary Armstrong. 2001. Dasar-Dasar Pemasaran Jilid 1.
Terjemahan Drs. Alexander Sindoro. Jakarta: Prenhallindo. Kotler, Philip dan Susanto, A. B. 2000. Manajemen Pemasaran di Indonesia.
Jakarta: Salemba Empat. Martin, Craig A & Bush, Alan J. 2000. Do Role Models Influence Teenagers’
Purchase Intentions and Behavior?. Journal of Consumer Marketing. Vol.17.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nugroho, Aries Prayudi. 2007. Analisis Pengaruh Karakteristik Bintang Idola
Iklan (Celebrity Endorser) Terhadap Minat Beli Konsumen (Studi Pada Salah Satu Merek Sabun Kecantikan di Kalangan Mahasiswa Program S1 Non-Reguler Fakultas Ekonomi UNS). Skripsi Sarjana tidak Dipublikasikan. Surakarta: Fakultas Ekonomi UNS.
Nugroho, J Setiadi. 2003. Perilaku Konsumen, Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Prenada Media.
Ohanian, Roobina. 1990. Construction and Validation of a Scale to Measure
Celebrity Endorsers’ Perceived Expertise, Trustworthiness, and Attractiveness. Journal of Advertising. Vol. 19.
Pease, Andrew & Brewer, Paul R. 2008. The Oprah Factor: The Effects of a
Celebrity Endorsement in a Presidential Primary Campaign. Journal of Political Marketing.
Schiffman, L.G and L.L. Kanuk. (1997). Consumer Behavior 6thed. New Jersey:
Prentice Hall International Inc. Sekaran, Uma. 2006. Research Method for Business (Metodologi Penelitian
untuk Bisnis). Edisi 4. Buku 2. Terjemahan Kwan Men Yon. Jakarta : Salemba Empat.
Shimp, Terence A. 2003. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi
Pemasaran Terpadu edisi 5. Jakarta: Erlangga. Sigit, Murwanto. 2006. Pengaruh Sikap Dan Norma Subyektif Terhadap Niat
Beli Mahasiswa Sebagai Konsumen Potensial Produk Pasta Gigi Close Up. Jurnal Siasat Bisnis. Vol. 11, No. 1.
Sriraharso. 2008. Memprediksi Perilaku Di Bank Syariah Via Planned Behavior
Ajzen. Artikel Manajemen Kontemporer untuk Efektivitas dan Efisiensi Organisasi.
Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta. Suhartono, dkk. 2008. Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam
Pilkada; Suatu Refleksi School-Based Democracy Education (Studi Kasus Pilkada Provinsi Banten dan Jawa Barat). Penelitian Mahasiswa Pascasarjana UPI.
Wood, Natalie T & Herbst, Kenneth C. 2007. Political Star Power and Political
Parties: Does Celebrity Endorsement Win First-Time Votes?. Journal of Political Marketing. Vol. 6 (2/3).