Page 1
1
ANALISIS PENGARUHMEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP NILAI PERUSAHAAN(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009)
Frysa Praditha Purwaningtyas
Dra. Irene Rini Demi Pengestuti, M.E.
ABSTRACT
Good corporate governance mechanism is a step to enhance firm value. This studywas conducted to obtain evidence regarding the effect of good corporate governancemechanisms (institutional ownership, management ownership, board of independentcommissioners, audit committees and the size of the board of directors) firm value.
Objects in this study were manufacturing companies listed in Indonesia StockExchange during the years 2007-2009. Based on purposive sampling, acquired 25 companiesin the sample, so as long as 3 years observation there were 75 annual reports were analyzed.Tool is the statistical analysis used multiple regression, where the dependent variable is firmvalue (measured by Tobin's Q), and the independent variable is institutional ownership,management ownership, board of independent commissioners, audit committees and the sizeof the board of directors.
The results of this study indicate that institutional ownership, management ownershipand size of the board of directors affects firm value. However, an independent board andaudit committee does not affect firm value.
Key Words: firm value, Tobin's Q, institutional ownership, management ownership, boardof independent commissioners, audit committees and the size of the board ofdirectors.
Page 2
2
1. PENDAHULUAN
Isu corporate governance semakin berkembang ketika beberapa peristiwa ekonomi
penting terjadi. Krisis Keuangan Asia pada tahun 1997, dilanjut dengan kejatuhan perusahaan
besar seperti Enron dan Worldcom tahun 2002, serta adanya isu terbaru yaitu krisis subprime
mortgage di Amerika Serikat pada tahun 2008. Peristiwa-peristiwa tersebut menyadarkan
dunia akan pentingnya penerapan good corporate governance.
Di Negara Indonesia, isu mengenai good corporate governance mengemuka setelah
Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1998. Sejak saat itulah,
pemerintah maupun investor memberikan perhatian yang lebih dalam praktek corporate
governance. Harus dipahami, bahwa kompetisi global bukanlah kompetisi antarnegara,
melainkan antarkorporat di negara-negara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau
terpuruk, pulih atau tetap terpuruknya perekonomian satu Negara bergantung pada korporat
masing-masing. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola
secara benar (Moeljono, 2005 dalam Kaihatu, 2006).
Corporate governance yang lemah menjadi salah satu penyebab terjadinya peritiwa-
peristiwa penting tersebut. Ciri utama dari lemahnya corporate governance adalah adanya
tindakan mementingkan diri sendiri di pihak manajer perusahaan (Darmawati dkk, 2004).
Investor sebagai principal, mempercayakan dananya kepada perusahaan dan tidak
bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan dan operasional perusahaan. Tetapi
manajer sebagai agent, melakukan manipulasi demi kepentingannya sendiri, sehingga
membuat investor kehilangan kepercayaan dan menyebabkan penarikan dana oleh investor
atas dana yang telah ditanam sebelumnya. Oleh karena itu, perlindungan terhadap
kepentingan investor dari ekspropriasi yang dilakukan manajemen penting untuk dilakukan.
Mekanisme yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Sistem
corporate governance yang baik akan memberikan perlindungan efektif kepada para
pemegang saham dan kreditur untuk memperoleh kembali atas investasi dengan wajar, tepat
dan seefisien mungkin, serta memastikan bahwa manajemen bertindak sebaik yang dapat
dilakukannya untuk kepentingan perusahaan (www. fcgi.com dalam Sukamulja, 2004).
Zhuang, et al (2000) dalam Husnan (2001) menjelaskan bahwa sistem corporate
governance tersebut terdiri dari (1) berbagai peraturan yang menjelaskan hubungan antara
pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah dan stakeholders yang lain, dan (2) berbagai
mekanisme yang secara langsung ataupun tidak langsung menegakkan peraturan-peraturan
Page 3
3
tersebut atau disebut dengan mekanisme corporate governance internal dan eksternal. Forum
for Corporate Governance (2002) dalam Sukamulja (2004) menyatakan tujuan utama
corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan atau stakeholders. Mekanisme corporate governance diharapkan dapat
mengurangi konflik keagenan yang terjadi antara agent dan principal, yang selanjutnya
berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan.
Tetapi pada tabel 1.1 mekanisme corporate governance tidak dapat meningkatkan
nilai perusahaan yang disebabkan karena masing-masing mekanisme corporate governance
tidak menunjukkan hasil yang optimal.
Tabel 1.1
Rata-Rata Tobin’s Q, KI, KM, DK, KA, dan UD
Pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009
2007 2008 2009Nilai Perusahaan (Tobin’s Q) 1.2069 1.1013 1.0187
Kepemilikan Institusional (KI) 0.5769 0.6300 0.4666Kepemilikan Manajemen (KM) 0.1020 0.1127 0.0968Dewan Komisaris Independen (DK) 0.4313 0.3713 0.3784
Komite Audit (KA) 0.0056 0.0056 0.0056Ukuran Dewan Direksi (UD) 0.0496 0.0520 0.0484
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2007-2009
Permasalahan pertama adalah adanya kesenjangan antara harapan atau keinginan
dengan kenyataan (fenomena gap). Secara teoritis mekanisme corporate governance dapat
meningkatkan nilai perusahaan, tetapi pada kenyataannya mekanisme corporate governance
tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1, rata-rata
nilai perusahaan mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar 1,0187 yaitu sebesar 0,0826
(1,1013-1,0187) dibanding tahun 2008 sebesar 1,1013. Rata-rata nilai perusahaan pada tahun
2007 ke tahun 2008 juga mengalami penurunan sebesar 0,1056 (1,2069-1,1013) yang
disebabkan karena perusahaan kurang memperhatikan pentingnya keberadaan mekanisme
corporate governance. Terlihat dari rata-rata kepemilikan institusional, kepemilikan
manajemen, dewan komisaris independen dan dewan direksi pada tahun 2009 menurun
dibandingkan tahun 2008, walaupun pada tahun 2007 mengalami peningkatan ke tahun 2008.
Sedangkan rata-rata komite audit mengalami hasil yang konsisten sebesar 0,0056 pada tahun
2007-2009.
Page 4
4
Permasalahan kedua adalah adanya kesenjangan atau perbedaan hasil penelitian dari
peneliti-peneliti terdahulu (research gap). Penelitian variabel yang pertama yaitu tentang
kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan antara lain penelitian Tarjo (2008)
menunjukkan hubungan positif signifikan kontradiksi dengan penelitian Wulandari (2005)
menunjukkan hubungan positif tidak signifikan. Penelitian variabel yang kedua yaitu tentang
kepemilikan manajemen terhadap nilai perusahaan antara lain penelitian Jensen dan Meckling
(1976) menunjukkan hubungan positif signifikan kontradiksi dengan penelitian Siallagan dan
Machfoedz (2006) menunjukkan hubungan negatif signifikan. Penelitian variabel yang ketiga
yaitu tentang dewan komisaris independen terhadap nilai perusahaan antara lain penelitian
Lastanti (2004) menunjukkan hubungan positif signifikan kontradiksi dengan penelitian
Rachmawati dan Hanung (2007) menunjukkan hubungan tidak signifikan. Penelitian variabel
yang keempat yaitu tentang komite audit terhadap nilai perusahaan antara lain penelitian
Siallagan dan Machfoedz (2006) menujukkan hubungan positif signifikan kontradiksi dengan
penelitian Rachmawati dan Hanung (2007) menunjukkan hubungan tidak signifikan.
Penelitian variabel yang kelima yaitu tentang ukuran dewan direksi terhadap nilai perusahaan
antara lain penelitian Isshaq, et al (2009) menunjukkan hubungan positif signifikan
kontradiksi dengan penelitian Wulandari (2005) menunjukkan hubungan positif tidak
signifikan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul: “Analisis Pengaruh
Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris
Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009)”.
Page 5
5
2. TELAAH PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan, dapat menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam
perusahaan akan berperilaku, karena pada dasarnya antara agent dan principal memiliki
kepentingan yang berbeda yang menyebabkan terjadinya konflik keagenan (agent conflict).
Pada dasarnya, konflik keagenan terjadi karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan
pengendalian perusahaan.
Adanya konflik kepentingan antara investor dan manajer menyebabkan munculnya
agency cost yaitu biaya monitoring (monitoring cost) yang dikeluarkan oleh principal seperti
auditing, penganggaran, sistem pengendalian dan kompensasi, biaya perikatan (bonding
expenditure) yang dikeluarkan oleh agent dan kerugian residual berkaitan dengan divergensi
kepentingan antara principal dan agent.
2.2 Good Corporate Governance
Menurut Monks (2003) dalam Kaihatu (2006) good corporate governance (GCG)
merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai
tambah (value added) untuk semua stakeholder. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar
good corporate governance, yaitu akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(responsibility), keterbukaan (transparency), kewajaran (fairness) dan kemandirian
(independency).
2.3 Manfaat Good Corporate Governance
Priambodo dan Suprayitno (2007) menjelaskan manfaat-manfaat dari penerapan good
corporate governance dalam suatu perusahaan antara lain mengurangi agency cost,
meningkatkan nilai saham perusahaan dan citra perusahaan, melindungi hak dan kepentingan
pemegang saham, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dewan pengurus atau
manajemen puncak dan manajemen perusahaan, sekaligus meningkatkan mutu hubungan
manajemen puncak dengan manajemen senior perusahaan
Page 6
6
2.4 Nilai Perusahaan (Tobin’s Q)
Nilai perusahaan adalah sebuah nilai yang menunjukkan cerminan dari ekuitas dan
nilai buku perusahaan, baik berupa nilai pasar ekuitas, nilai buku dari total utang dan nilai
buku dari total ekuitas. Menurut Sukamulja (2004) salah satu rasio yang dinilai bisa
memberikan informasi paling baik adalah Tobin’s Q, karena rasio ini bisa menjelaskan
berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan, seperti misalnya terjadinya perbedaan cross-
sectional dalam pengambilan keputusan investasi serta hubungan antara kepemilikan saham
manajemen dan nilai perusahaan (Onwioduokit, 2002).
Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak
hanya unsur saham biasa. Brealey dan Myers (2000) dalam Sukamulja (2004) menyebutkan
bahwa perusahaan dengan Tobin’s Q yang tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan
yang sangat kuat. Perusahaan sebagai entitas ekonomi tidak hanya menggunakan ekuitas
dalam mendanai kegiatan operasionalnya, namun juga dari sumber lain seperti hutang, baik
jangka panjang maupun jangka pendek.
2.5 Hubungan Good Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan
Pelaksanaan good corporate governance yang baik dan sesuai dengan peraturan yang
berlaku, akan membuat investor memberikan respon positif terhadap kinerja perusahaan,
bahwa dana yang diinvestasikan dalam perusahaan yang bersangkutan akan dikelola dengan
baik dan kepentingan investor publik akan aman. Kepercayaan investor publik pada
manajemen perusahaan memberikan manfaat kepada perusahaan dalam bentuk pengurangan
cost of capital (biaya modal).
Kinerja perusahaan yang baik dengan biaya modal yang rendah akan mendorong para
investor melakukan investasi di perusahaan tersebut. Banyaknya investor yang tertarik akan
meningkatkan permintaan investasi, sehingga harga saham perusahaan akan meningkat yang
merupakan rantai pertumbuhan perusahaan dan meningkatkan kemakmuran stakeholders
yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan.
Page 7
7
2.6 Mekanisme Good Corporate Governance
2.6.1 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Nilai Perusahaan
Konsentrasi kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki
oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, perusahaan investasi dan kepemilikan
institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan pada umumnya dan manajer sebagai pengelola perusahaan pada
khususnya. Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen,
karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, sehingga manajemen akan lebih
berhati-hati dalam mengambil keputusan. Semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional,
maka semakin kuat kontrol terhadap perusahaan sehingga meningkatkan nilai perusahaan.
H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.6.2 Pengaruh Kepemilikan Manajemen Terhadap Nilai Perusahaan
Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen
yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Kepemilikan saham
manajemen akan membantu penyatuan kepentingan manajer dan pemegang saham, sehingga
manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula
menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Semakin
tinggi kepemilikan saham oleh manajemen, maka manajer akan merasa ikut memiliki
perusahaan, sehingga akan berusaha semaksimal mungkin melakukan tindakan-tindakan yang
dapat memaksimalkan kemakmurannya dan menurunkan kecenderungan manajer untuk
melakukan tindakan yang berlebihan yang berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan.
H2 : Kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.6.3 Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Nilai Perusahaan
Board independent atau dewan komisaris independen adalah jumlah dewan komisaris
independen dalam perusahaan. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas (PT), tugas dewan komisaris adalah: (1) mengawasi kebijakan direksi dalam
menjalankan perusahaan, dan (2) memberikan nasihat kepada direksi. Menurut peraturan
yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta mengenai komisaris independen, ditetapkan jumlah
Page 8
8
komisaris independen proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan
Pemegang Saham Pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-
kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris (Lastanti, 2004). Semakin tinggi
dewan komisaris independen, semakin baik dewan komisaris independen melakukan fungsi
pengawasan dan koordinasi dalam perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan.
H3 : Dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.6.4 Pengaruh Komite Audit Terhadap Nilai Perusahaan
Dalam lampiran surat keputusan dewan direksi PT. Bursa Efek Jakarta No. Kep-
315/BEJ/06-2000 poin 2f, peraturan tentang pembentukan komite audit disebutkan bahwa
“Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris Perusahaan Tercatat yang
anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris Perusahaan Tercatat untuk
membantu dewan komisaris Perusahaan Tercatat melakukan pemeriksaan atau penelitian
yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan Perusahaan
Tercatat.” Komite audit juga berperan dalam mengawasi proses pelaporan keuangan
perusahaan yang bertujuan mewujudkan laporan keuangan yang disusun melalui proses
pemeriksaan dengan integritas dan obyektifitas dari auditor. Komite audit akan berperan
efektif untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan dan membantu dewan komisaris
memperoleh kepercayaan dari pemegang saham untuk memenuhi kewajiban penyampaian
informasi. Dengan adanya keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan, maka akan
memberikan kontribusi dalam kualitas laporan keuangan yang dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
H4 : Komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.6.5 Pengaruh Ukuran Dewan Direksi Terhadap Nilai Perusahaan
Board size atau ukuran dewan direksi adalah jumlah dewan direksi dalam perusahaan.
Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau
strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun jangka panjang. Direksi harus
memastikan, bahwa perusahaan telah sepenuhnya menjalankan seluruh ketentuan yang diatur
dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dewan direksi
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perusahaan dalam dua hal yaitu untuk kepentingan
Page 9
9
dan tujuan perusahaan, serta mewakili perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Semakin banyak dewan dalam perusahaan akan memberikan suatu bentuk pengawasan
terhadap kinerja perusahaan yang semakin lebih baik, dengan kinerja perusahaan yang baik
dan terkontrol, maka akan menghasilkan profitabilitas yang baik dan nantinya akan dapat
meningkatkan harga saham perusahaan dan nilai perusahaan pun juga akan ikut meningkat.
H5 : Ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Page 10
10
3. METODE PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan yang diukur
menggunakan Tobin’s Q. Rumus yang digunakan sebagai berikut (Lastanti, 2004):
Keterangan:
Tobin’s Q = Nilai perusahaan
EMV = Nilai pasar ekuitas (Equity Market Value)
EBV = Nilai buku dari total ekuitas (Equity Book Value)
D = Total hutang
EMV (Equity Market Value) diperoleh dari hasil perkalian harga saham penutupan (closing
price) akhir tahun dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun.
3.1.2 Variabel Independen
1) Kepemilikan institusional, diukur dari persentase kepemilikan saham oleh institusi
(Lastanti, 2004).
2) Kepemilikan manajemen, diukur dari persentase kepemilikan saham oleh manajemen
(Siallagan dan Machfoedz, 2006).
3) Dewan komisaris independen, diukur dari persentase komisaris independen terhadap
jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris (Lastanti, 2004).
4) Komite audit, diukur dengan variabel dummy, dimana 1 untuk perusahaan yang
memiliki komite audit dan 0 untuk perusahaan yang tidak memiliki komite audit
(Siallagan dan Machfoedz, 2006).
5) Ukuran dewan direksi, diukur dengan jumlah anggota dewan direksi yang ada di
dalam perusahaan (Suranta dan Machfoedz, 2003).
Page 11
11
3.2.1 Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007-2009. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan
metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007-2009.
2. Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan secara konsisten
pada tahun 2007-2009.
3. Perusahaan manufaktur yang memiliki kepemilikan institusional, kepemilikan
manajemen, dewan komisaris independen dan dewan direksi pada tahun 2007-2009.
3.3 Metode Analisis Data
3.3.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah penyajian data secara numerik. Statistik deskriptif
menyajikan ukuran-ukuran numerik yang sangat penting bagi data sampel. Statistik deskriptif
digunakan untuk menggambarkan profil data sampel yang meliputi antara lain mean,
maksimum, minimum dan standar deviasi.
3.3.2 Uji Asumsi Klasik
3.3.2.1 Uji Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi, kedua
variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen mempunyai distribusi data normal
atau mendekati normal (Ghozali, 2005). Alat yang digunakan dalam uji normalitas dalam
penelitian ini dengan menggunakan One Sample Kolmogrov-Smirnov Test. Pengambilan
keputusan mengenai normalitas adalah sebagai berikut:
a. Jika p < 0,05 maka distribusi data tidak normal.
b. Jika p > 0,05 maka distribusi data normal.
Page 12
12
3.3.2.2 Uji Multikolinieritas
Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen yang ada. Dalam penelitian ini, untuk melihat ada
atau tidaknya multikolinieritas yaitu dengan melihat dari: (1) nilai Tolerance dan lawannya,
(2) Variance Inflation Factor (VIF). Nilai cutoff yang umum digunakan untuk menunjukkan
tidak adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10.
3.3.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah di dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik
adalah yang homoskedastisitas atau tidak heteroskedastisitas.
3.3.2.4 Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah di dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode t-1 (sebelumnya). (Ghozali, 2005). Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Durbin-Watson (DW), di mana hasil pengujian ditentukan berdasarkan nilai
Durbin-Watson (DW).
3.3.3 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis statistik regresi berganda, yang terdiri
dari Adjusted R square untuk melihat persentase pengaruh variabel independen yang
dimasukkan dalam penelitian terhadap variabel dependen, Uji F untuk menguji hipotesis
antara lebih dari satu variabel independen terhadap satu variabel dependen, serta Uji t untuk
menguji hipotesis antara satu variabel independen terhadap satu variabel dependen.
Page 13
13
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Data
4.1.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Tabel 4.1
Descriptive Statistics
Descriptive Statistics
75 .3958 2.4634 1.108976 .4742585
75 .0006 .9510 .557835 .2540100
75 .0002 .9551 .103795 .1666093
75 .1111 1.0000 .393685 .1436017
75 0 1 .56 .500
75 2 11 5.00 2.365
75
Q
KI
KM
DK
KA
UD
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2007-2009
Dari tabel 4.1 dapat diketahui beberapa hal, yaitu:
1. N atau jumlah data pada tiap variabel yang valid (sah untuk diproses) adalah 75 buah,
karena data yang hilang (missing) adalah nol dan berarti semua data siap diproses.
2. Mean atau rata-rata dari Tobin’s Q (Q) adalah 1,108976, artinya nilai Tobin’s Q rata-
rata dari keseluruhan sampel adalah 1,108976 dengan standar deviasi 0,4742585.
Nilai minimum dari Tobin’s Q adalah 0,3958, artinya nilai terkecil dari keseluruhan
sampel adalah 0,3958. Nilai maksimum Tobin’s Q adalah 2,4634, artinya nilai
tertinggi dari keseluruhan sampel adalah 2,4634.
3. Mean atau rata-rata dari kepemilikan institusional (KI) adalah 0,557835, artinya nilai
kepemilikan institusional rata-rata dari keseluruhan sampel adalah 0,557835 dengan
standar deviasi 0,2540100. Nilai minimum dari kepemilikan institusional adalah
0,0006, artinya nilai terkecil dari keseluruhan sampel adalah 0,0006. Nilai maksimum
kepemilikan institusional adalah 0,9510, artinya nilai tertinggi dari keseluruhan
sampel adalah 0,9510.
4. Mean atau rata-rata dari kepemilikan manajemen (KM) adalah 0,103795, artinya nilai
kepemilikan manajemen rata-rata dari keseluruhan sampel adalah 0,103795 dengan
standar deviasi 0,1666093. Nilai minimum dari kepemilikan manajemen adalah
0,0002, artinya nilai terkecil dari keseluruhan sampel adalah 0,0002. Nilai maksimum
kepemilikan manajemen adalah 0,9551, artinya nilai tertinggi dari keseluruhan sampel
adalah 0,9551.
Page 14
14
5. Mean atau rata-rata dari dewan komisaris independen (DK) adalah 0,393685, artinya
nilai dewan komisaris independen rata-rata dari keseluruhan sampel adalah 0,393685
dengan standar deviasi 0,1436017. Nilai minimum dari dewan komisaris independen
adalah 0,1111, artinya nilai terkecil dari keseluruhan sampel adalah 0,1111. Nilai
maksimum dewan komisaris independen adalah 1,0000, artinya nilai tertinggi dari
keseluruhan sampel adalah 1,0000.
6. Mean atau rata-rata dari komite audit (KA) adalah 0,56, artinya nilai komite audit
rata-rata dari keseluruhan sampel adalah 0,56 dengan standar deviasi 0,500. Nilai
minimum dari komite audit adalah 0, artinya nilai terkecil dari keseluruhan sampel
adalah 0. Nilai maksimum komite audit adalah 1, artinya nilai tertinggi dari
keseluruhan sampel adalah 1.
7. Mean atau rata-rata dari ukuran dewan direksi (UD) adalah 5,00, artinya nilai ukuran
dewan direksi rata-rata dari keseluruhan sampel adalah 5,00 dengan standar deviasi
2,365. Nilai minimum dari ukuran dewan direksi adalah 2, artinya nilai terkecil dari
keseluruhan sampel adalah 2. Nilai maksimum ukuran dewan direksi adalah 11,
artinya nilai tertinggi dari keseluruhan sampel adalah 11.
4.1.2 Uji Asumsi Klasik
4.1.2.1 Uji Normalitas
Pengujian normalitas residual dilakukan dengan menggunakan metode P-P Plot yang
diperkuat dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil pengujian normalitas diperoleh sebagai
berikut:
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas P-P Plot
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2007-2009
Page 15
15
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa titik-titik residual model regresi terdistribusi normal
karena titik-titik tersebut menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik
tersebut searah mengikuti garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa data terdistribusi
normal dan model regresi layak untuk dipakai. Pengujian normalitas dalam penelitian ini juga
diuji dengan menggunakan Uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov. Uji K-S
dilakukan dengan menggunakan tingkat kepercayaan 0,05. Dalam tabel 4.2 berikut akan
disajikan hasil output dari uji K-S.
Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
75
.0000000
.36730288
.064
.064
-.045
.555
.918
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardized Residual
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2007-2009
Pengujian normalitas residual menunjukan bahwa model regresi memiliki nilai
residual terdistribusi normal. Hal ini ditunjukan dengan nilai probabilitas Uji Kolmogorov
Smirnov berada diatas 0,05, dengan jumlah data yang menghasilkan nilai residual yang
terdistribusi normal adalah sebanyak 75.
4.1.2.2 Uji Multikolinieritas
Dalam penelitian ini, untuk melihat ada atau tidaknya multikolinieritas yaitu dengan
melihat dari: (1) nilai Tolerance dan lawannya, (2) Variance Inflation Factor (VIF). Nilai
cutoff yang umum digunakan untuk menunjukkan tidak adanya multikolinieritas adalah nilai
Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10. Hasil pengujian multikolinieritas
diperoleh sebagai berikut:
Page 16
16
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
.933 1.072
.922 1.085
.858 1.165
.810 1.234
.718 1.394
KI
KM
DK
KA
UD
Model1
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Qa.
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2007-2009
Hasil perhitungan nilai Tolerance menunjukkan tidak ada variabel independen yang
memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor
(VIF) juga menunjukkan hal yang sama, bahwa tidak ada satu variabel independen yang
memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas
antar variabel independen dalam model regresi.
4.1.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedasitas dilakukan dengan menggunakan grafik Scatterplot. Grafik
Scatterplot tampak pada gambar 4.2 berikut ini:
Gambar 4.2
Hasil Uji Heteroskedatisitas-Scatterplot
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2007-2009
Page 17
17
Seperti yang terlihat dalam gambar 4.2, dari grafik Scatterplot terlihat bahwa titik-
titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu
y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
4.1.2.4 Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Uji
Durbin-Watson (DW) tampak pada tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi (Durbin-Watson)
Model Summaryb
.633a .400 .357 .3803782 2.041
Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), UD, KI, KM, DK, KAa.
Dependent Variable: Qb.
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2007-2009
Dari tabel 4.4 di atas maka dapat diketahui bahwa nilai DW yaitu 2,041 adalah lebih
dari du dan kurang dari (4-du) atau lebih dari 1,770 dan kurang dari 2,230 yang berarti pada
model tidak dapat autokorelasi.
4.1.3 Analisis Hipotesis
Tabel 4.5
Hasil Uji Hipotesis
Model Summary
.633a .400 .357 .3803782
Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), UD, KI, KM, DK, KAa.
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2007-2009
Page 18
18
ANOVAb
6.661 5 1.332 9.207 .000a
9.983 69 .145
16.644 74
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), UD, KI, KM, DK, KAa.
Dependent Variable: Qb.
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2007-2009
Coefficientsa
.228 .166 1.374 .174
.448 .180 .240 2.486 .015
.856 .276 .301 3.098 .003
.620 .332 .188 1.866 .066
.040 .098 .043 .411 .682
.055 .022 .275 2.494 .015
(Constant)
KI
KM
DK
KA
UD
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Qa.
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2007-2009
Dari tabel 4.5 diperoleh besarnya Adjusted R Square adalah 0,357, hal ini berarti 35,7
persen variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, dewan komisaris
independen, komite audit dan ukuran dewan direksi dapat menjelaskan variabel nilai
perusahaan. Sedangkan sisanya sebesar 64,3 persen dijelaskan oleh faktor-faktor diluar
model. Dari Uji Anova atau F test terdapat nilai F hitung sebesar 9,207 dengan probabilitas
0,000 jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk menjelaskan
variabel dependen nilai perusahaan.
Dilihat pada tabel, dari lima variabel independen yang diuji, hanya tiga yang
signifikan pada tingkat 0,05. Variabel yang menunjukkan nilai signifikan adalah KI
(kepemilikan institusional) dengan nilai signifikansi 0,015, KM (kepemilikan manajemen)
dengan nilai signifikansi 0,003 dan UD (ukuran dewan direksi) dengan nilai signifikansi
0,015. Variabel yang menunjukkan nilai signifikan adalah yaitu DK (dewan komisaris
independen) dengan nilai signifikansi 0,066 dan KA (komite audit) dengan nilai signifikansi
0,682.
Page 19
19
4.2 Interpretasi Hasil
4.2.1 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Nilai Perusahaan
Hipotesis 1 menduga adanya hubungan positif antara kepemilikan institusional
dengan nilai perusahaan. Hasil pengujian terhadap variabel kepemilikan institusional
menunjukkan hasil yang positif dan signifikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini
mendukung hipotesis 1 dan dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional yang diukur
dari persentase kepemilikan saham oleh institusi berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal
ini berarti, semakin tinggi kepemilikan institusional, maka akan semakin tinggi pula nilai
perusahaan.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh Suranta dan Midiastuty (2003) yang menunjukkan
bahwa nilai perusahaan meningkat jika institusi dapat menjadi alat monitoring yang efektif.
Hal ini menunjukan bahwa kehadiran investor institusional dalam melaksanakan fungsi
monitoring dalam perusahaan sudah optimal sehingga nilai perusahaan tetap terjaga dengan
baik. Dengan adanya monitoring yang dilakukan oleh kepemilikan institusional terhadap
manajemen perusahaan akan membuat pihak manajemen perusahaan lebih berhati-hati dalam
pengambilan keputusan dan dapat mengurangi biaya keagenan. Semakin tinggi kepemilikan
institusional maka diharapkan semakin kuat kontrol internal terhadap perusahaan. Investor
institusional dengan kepemilikan saham dalam jumlah besar akan mempunyai dorongan yang
cukup kuat untuk mengumpulkan informasi, mengawasi tindakan-tindakan manajemen dan
mendorong kinerja yang lebih baik.
4.2.2 Pengaruh Kepemilikan Manajemen Terhadap Nilai Perusahaan
Hipotesis 2 menduga adanya hubungan positif antara kepemilikan manajemen dengan
nilai perusahaan. Hasil pengujian terhadap variabel kepemilikan manajemen menunjukkan
hasil yang positif dan signifikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung hipotesis
2, dan dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajemen yang diukur dari persentase
kepemilikan saham oleh manajemen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti,
semakin tinggi kepemilikan manajemen, maka akan semakin tinggi pula nilai perusahaan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Jensen dan Meckling (1976) yang menemukan bukti bahwa kepemilikan manajemen
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan manajemen terbukti dapat
berperan dalam membatasi praktek manipulasi yang dilakukan pihak manajemen perusahaan
yang mana dapat diterapkan dalam meningkatkan nilai perusahaan. Dengan adanya
kepemilikan manajemen, manajer akan cenderung bertindak dalam kepentingan pemegang
Page 20
20
saham karena mereka juga merupakan bagian dari pemegang saham, antara lain dengan tidak
memanipulasi informasi yang ada dalam laporan keuangan sehingga nilai perusahaan dapat
diciptakan dan manajer akan merasa ikut memiliki perusahaan, sehingga manajer berusaha
semaksimal mungkin melakukan tindakan-tindakan yang dapat memaksimalkan
kebutuhannya yang berarti juga kebutuhan stakeholders yang lain serta dapat mempersatukan
kepentingan manajer dengan pemegang saham yang berdampak positif bagi nilai perusahaan.
4.2.3 Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Nilai Perusahaan
Hipotesis 3 menduga adanya hubungan positif antara dewan komisaris independen
dengan nilai perusahaan. Hasil pengujian terhadap variabel dewan komisaris independen
menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak
mendukung hipotesis 3, dan dapat disimpulkan bahwa komisaris independen yang diukur dari
persentase komisaris independen terhadap jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris
tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Hasil penelitian ini menunjukan tidak efektifnya fungsi monitoring dewan komisaris
independen dalam mengurangi tingkat manipulasi yang disebabkan oleh perilaku
menyimpang dari pihak manajemen. Hal ini mengindikasikan bahwa dewan komisaris
independen tersebut dipertanyakan tingkat independensinya.
Adapun kemungkinan bahwa dewan komisaris independen tidak dibentuk
berdasarkan persyaratan yang telah ditentukan, sehingga pengaruh variabel dewan komisaris
independen terhadap nilai perusahaan tidak dapat terlihat dengan jelas. Dewan komisaris
independen seharusnya dibentuk seperti persyaratan pembentukan komisaris independen pada
Perusahaan Tercatat yang diatur dalam Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang
Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa, persyaratan menjadi komisaris
independen pada Perusahaan Tercatat, yaitu:
a. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan
Tercatat yang bersangkutan
b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya
Perusahaan Tercatat yang bersangkutan
c. Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan
Perusahaan Tercatat yang bersangkutan
d. Memahami peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.
Page 21
21
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rachmawati dan Hanung (2007) yang menemukan bukti bahwa dewan komisaris independen
tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Ini berarti, dewan komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
4.2.4 Pengaruh Komite Audit Terhadap Nilai Perusahaan
Hipotesis 4 menduga adanya hubungan positif antara komite audit dengan nilai
perusahaan. Hasil pengujian terhadap variabel komite audit menunjukkan hasil yang tidak
signifikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis 4, dan dapat
disimpulkan bahwa komite audit yang diukur dengan variabel dummy tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan.
Terdapat beberapa penjelasan mengenai hasil pengujian terhadap variabel komite
audit yang tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan dalam penelitian ini, salah satunya
yaitu mungkin karena pembentukan komite audit dalam perusahaan sampel hanya
berdasarkan pemenuhan kewajiban terhadap peraturan yang berlaku dan hanya untuk
memenuhi regulasi serta menghindari sanksi saja, tetapi tidak dimaksudkan untuk
menegakkan good corporate governance di dalam perusahaan.
Adapun pembentukan komite audit oleh perusahaan mungkin tidak sesuai dengan
karakteristik suatu komite audit seperti yang telah diatur, sebagai berikut:
1. Kemungkinan disebabkan oleh adanya komposisi anggota komite audit yang tidak
sesuai dengan peraturan yang ada, yaitu Keputusan Bapepam No: KEP-41/PM/2003
tanggal 22 Desember 2003 yang mengatur bahwa komite audit terdiri dari sekurang-
kurangnya satu orang komisaris independen dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
lainnya yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.
2. Kemungkinan disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa pembentukan komite audit
yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dan keuangan hanya didasarkan kepada
Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek
Bersifat Ekuitas di Bursa yang menyebutkan bahwa anggota komite audit lainnya
yang merupakan pihak eksternal yang independen dimana sekurang-kurangnya satu
diantaranya memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan/ atau keuangan
(Khomsiyah, Jasin, dan Aditya, 2005).
3. Kemungkinan disebabkan karena independensi komite audit di Indonesia merupakan
aspek yang sulit diketahui oleh pihak publik walaupun dalam peraturan yang ada
mengatur tentang independensi komite audit. Menurut Peraturan Pencatatan Efek
Page 22
22
Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa
yang menyebutkan bahwa komite audit bukan merupakan karyawan kunci emiten atau
perusahaan publik dalam satu tahun terakhir sebelum diangkat dewan komisaris, tidak
mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung, tidak mempunyai afiliasi
dengan emiten atau perusahaan publik, komisaris, direksi, atau Pemegang Saham
Utama emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai hubungan langsung maupun
tidak yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik, tidak
merangkap sebagai anggota komite audit pada emiten atau perusahaan publik lain
pada periode yang sama (Khomsiyah, Jasin, dan Aditya, 2005).
4. Kemungkinan disebabkan rendahnya pertemuan rutin komite audit sehingga masalah-
masalah yang terkait dengan laporan keuangan perusahaan tidak dapat dibahas dengan
eksternal auditor, internal auditor, dewan direksi dan dewan komisaris. Menurut
Peraturan Keputusan Ketua Bapepam No: KEP-41/PM/2003 yang mengatakan bahwa
komte audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) bulan
(Khomsiyah, Jasin, dan Aditya, 2005).
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rachmawati dan Hanung (2007) yang menemukan bukti bahwa komite audit berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Ini berarti, semakin tinggi keberadaan
komite audit justru akan semakin rendah nilai perusahaan.
4.2.5 Pengaruh Ukuran Dewan Direksi Terhadap Nilai Perusahaan
Hipotesis 5 menduga adanya hubungan positif antara ukuran dewan direksi dengan
nilai perusahaan. Hasil pengujian terhadap variabel ukuran dewan direksi menunjukkan hasil
yang positif dan signifikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung hipotesis 5,
dan dapat disimpulkan bahwa ukuran dewan direksi yang diukur dari jumlah anggota dewan
direksi di dalam perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti, semakin
tinggi ukuran dewan direksi maka akan semakin tinggi pula nilai perusahaan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Isshaq, et al
(2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ukuran dewan direksi merupakan salah satu
perangkat yang digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajer dengan anggota dewan
direksi perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini juga konsisten
dengan penelitian Chaganti (1985) yang menyebutkan bahwa dengan ukuran dewan direksi
yang besar dengan disesuaikan kondisi perusahaan dapat membantu dalam pelayanan
perusahaan atau berdampak pada tata kelola perusahaan yang baik.
Page 23
23
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini menganalisis pengaruh mekanisme good corporate governance (terdiri
dari: kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, dewan komisaris independen,
komite audit dan ukuran dewan direksi) terhadap nilai perusahaan. Penelitian dilakukan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2009. Pengambilan sampel
dilakukan dengan metode purposive sampling, dan didapatkan 75 laporan tahunan untuk
dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional (KI),
kepemilikan manajemen (KM) dan ukuran dewan direksi (UD) menunjukkan nilai signifikan
terhadap nilai perusahaan. Sedangkan dewan komisaris independen (DK) dan komite audit
(KA) menunjukkan hasil yang tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
5.2 Keterbatasan
1. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan
sebesar 35,7 persen atas nilai perusahaan, sisanya 64,3 persen dijelaskan oleh faktor-
faktor lain diluar model.
2. Periode pengamatan yang dilakukan pendek pada tahun 2007-2009 dengan
menggunakan 75 observasi.
3. Penelitian ini menggunakan satu karakteristik untuk variabel komite audit yaitu
dengan menggunakan variabel dummy (ada atau tidaknya komite audit di dalam
perusahaan).
5.3 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk memperpanjang periode pengamatan,
sehingga dapat diperoleh lebih banyak jumlah observasi.
2. Bagi penelitian selanjutnya, melalui koefisien determinasi (Adjusted R Square)
diperoleh 35,7 persen dan sisanya 64,3 persen dipengaruhi oleh variabel diluar
peneliti, oleh karena itu penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat menambah
variabel-variabel, seperti: komposisi aktiva perusahaan, kesempatan pertumbuhan dan
ukuran perusahaan (Darmawati dkk, 2004), debt to equity (Husnan, 2001).
3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan ROA dan ROE untuk
mewakili proksi dari kinerja keuangan.
4. Sebaiknya penelitian mendatang tidak hanya menggunakan sampel perusahaan
manufaktur saja, tetapi juga menggunakan perusahaan dari sektor industri lain.
Page 24
24
DAFTAR PUSTAKA
Chaganti, R. S. et al, 1985, “Corporate Board, Composition and Corporate Failures in The
Retailing Industry”, Journal of Management Studies, Vol. 22, pp. 400-417.
Darmawati, D., Khomsiyah, dan R. G. Rahayu, 2004, “Hubungan Corporate Governance dan
Kinerja Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi IV, Denpasar.
Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal, 2003, Keputusan
Ketua Bapepam No.KEP-41/PM/2003 Tanggal 22 Desember 2003, Pembentukan
dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit.
Ghozali, I., 2005, ”Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Husnan, S., 2001, ”Corporate Governance dan Keputusan Pendanaan: Perbandingan Kinerja
Perusahaan Dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Multinasional dan
Bukan Multinasional”, Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen dan Ekonomi, Vol. 1,
No. 1, h. 1-12.
Indonesian Capital Market Directory, 2008.
______________________________, 2009.
______________________________, 2010.
Isshaq, Z., G. A. Bokpin, dan J. M. Onumah, 2009, ”Corporate Governance, Ownership
Structure, Cash Holdings, and Firm Value on The Ghana Stock Exchange”, The
Journal of Risk Finance, Vol. 10, No. 5, pp. 488-499.
Jensen, M. C. dan W. H. Meckling, 1976, “Theory of The Firm: Managerial Behavior,
Agency Cost and Ownership Structure”, Journal of Financial Economics, Vol. 3,
pp. 305-360.
Kaihatu, T. S., 2006, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”, Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 8, No. 1, h. 1-9.
Page 25
25
Khomsiyah, A. Jasin, dan M. Aditya, 2005, “Karakteristik Komite Audit dan Pengungkapan
Informasi”, Konferensi Nasional Akuntansi, pp. 1-17.
Lastanti, H. S., 2004, “Hubungan Struktur Corporate Governance Dengan Kinerja
Perusahaan dan Reaksi Pasar”, Konferensi Nasional Akuntansi.
Onwioduokit, E. A., 2002, ”Current World Financial Crisis: Lessons to be Learnt”, WABA-
Seminar, Abijan.
Priambodo, R. E. A dan E. Suprayitno, 2007, “Penerapan Good Corporate Governance
Sebagai Landasan Kinerja Perbankan Nasional”, Usahawan, No. 05, Th. XXXVI.
PT. Bursa Efek Jakarta, 2000, Surat Keputusan Dewan Direksi No. Kep-315/BEJ/06-2000
Poin 2f, Peraturan Tentang Pembentukan Komite Audit.
PT. Bursa Efek Jakarta, 2004, Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-
305/BEJ/07-2004, Peraturan Nomor I-A Tentang Pencatatan Saham Dan Efek
Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan Oleh Perusahaan Tercatat.
Rachmawati, A. dan H. Triatmoko, 2007, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar.
Siallagan, H. dan M. Machfoedz, 2006, “Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba
dan Nilai Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang.
Sukamulja, S., 2004, “Good Corporate Governance di Sektor Keuangan: Dampak GCG
Terhadap Kinerja Perusahaan”, BENEFIT, Vol. 8, No. 1.
Suranta, E. dan M. Machfoedz, 2003, “Analisis Struktur Kepemilikan, Nilai Perusahaan,
Investasi dan Ukuran Dewan Direksi”, Simposium Nasional Akuntansi VI,
Surabaya.
Suranta, E. dan P. P. Midiastuty, 2003, “Analisis Hubungan Struktur Kepemilikan
Manajerial, Nilai Perusahaan dan Investasi dengan Model Persamaan Linear
Simultan”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 6, No. 1, h. 54-68.
Tarjo, 2008, ”Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage Terhadap
Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham serta Cost of Equity Capital”, Simposium
Nasional Akuntansi XI, Pontianak.
Page 26
26
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
Wulandari, N., 2006, “Pengaruh Indikator Mekanisme Corporate Governance Terhadap
Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia”, Fokus Ekonomi, Vol. 1, No. 2, h. 120-136.