ANALISIS PENDUGAAN EROSI, SEDIMENTASI, DAN ALIRAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN MODEL AGNPS BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SUB DAS JENEBERANG PROPINSI SULAWESI SELATAN DEVIANTO TINTIAN LONDONGSALU PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
122
Embed
ANALISIS PENDUGAAN EROSI, SEDIMENTASI, DAN ALIRAN ... · dapat dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini bertujuan mengetahui akurasi model AGNPS dalam menduga
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS PENDUGAAN EROSI, SEDIMENTASI, DAN ALIRAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN MODEL AGNPS
BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SUB DAS JENEBERANG PROPINSI SULAWESI SELATAN
DEVIANTO TINTIAN LONDONGSALU
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ANALISIS PENDUGAAN EROSI, SEDIMENTASI, DAN ALIRAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN MODEL AGNPS
BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SUB DAS JENEBERANG PROPINSI SULAWESI SELATAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEVIANTO TINTIAN LONDONGSALU
E14203005
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
Devianto Tintian Londongsalu (E14203005). Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.
Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Jeneberang, memberi dampak negatif dan berpengaruh nyata terhadap kondisi DTA Jeneberang Hulu, dimana tingkat kekritisan lahan telah mencapai 53.471 ha dan cenderung terus meningkat. Sejalan dengan semakin meluasnya areal lahan kritis tersebut, pada beberapa tahun terakhir ini kondisi hidrologis DTA Jeneberang Hulu menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Banjir dan longsor terjadi pada setiap musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) merupakan salah satu metode pendugaan yang dapat memprediksi aliran permukaan (banjir), erosi dan dapat digunakan untuk melakukan simulasi penggunaan lahan yang optimal dalam mengurangi laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak. Dalam menganalisis menggunakan model AGNPS diperlukan parameter-parameter masukan model meliputi masukan data curah hujan jangka pendek dan parameter biofisik. Pengolahan data spasial dalam input data, manipulasi dan tampilan data model AGNPS serta mengidentifikasi dan memetakan keluaran model AGNPS dapat dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini bertujuan mengetahui akurasi model AGNPS dalam menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak menggunakan parameter input yang tersedia, memperoleh bentuk penggunaan lahan optimal di DTA Jeneberang Hulu terhadap pengurangan laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak.
Penelitian ini dilakukan pada DTA Jeneberang Hulu yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Pengambilan data dan pengolahan/analisis data dilakukan pada bulan Mei hingga November 2007. Bahan yang digunakan adalah data curah hujan harian, debit harian, sedimen harian selama 11 tahun, peta digital topografi/kontur, peta digital penutupan lahan, peta digital jenis tanah, dan peta digital jaringan sungai. Sedangkan alat yang digunakan adalah seperangkat komputer dengan beberapa software, yaitu AGNPS versi 3.65.3, ArcView versi 3.2 + extension, Minitab 14, dan Microsoft Office, alat tulis, alat hitung dan alat penunjang lainnya. Metode penelitian meliputi pengumpulan data dasar berupa peta penutupan lahan, peta kontur, peta jenis tanah, peta jaringan sungai, dan data curah hujan, pengolahan data curah hujan, transformasi proyeksi peta, pembuatan Daerah Tangkapan Air (DTA), pembuatan grid sel model AGNPS, penurunan atribut-atribut DTM, pembangkitan data masukan model AGNPS dengan SIG, pemasukan data ke model AGNPS, analisis keluaran data model AGNPS, pengujian validasi model AGNPS, analisis simulasi dan rekomendasi.
Hasil keluaran model pada DTA Jeneberang Hulu dengan masukan curah hujan harian rata-rata terbesar pada hari hujan tanggal 1 Januari sebesar 31,66 mm dan nilai energi intensitas hujan 30 menit sebesar 25,89 m.ton.cm/ha/jam, diperoleh besarnya volume aliran permukaan pada outlet sebesar 0,76 mm, debit
puncak aliran permukaan sebesar 3,20 m3/detik dengan volume air hujan yang menjadi aliran permukaan 2,29 %. Besarnya laju erosi pada outlet sebesar 29,02 ton/ha, laju sedimen sebesar 1,85 ton/ha dan sedimen total sebesar 12577,2 ton. Dengan besarnya erosi harian dalam kurun waktu setahun yang terjadi sebesar 1011,80 ton/ha/tahun, maka tingkat bahaya erosi yang terjadi di DTA Jeneberang Hulu dapat dikategorikan sangat berat. Penutupan lahan berupa tegalan/ladang memberikan kontribusi volume aliran permukaan, debit puncak aliran permukaan, laju erosi permukaan, dan sedimen total yang tertinggi masing-masing sebesar 172,21 mm, 40,36 m3/detik, 12236,15 ton/ha, 222523,86 ton.
Model AGNPS dengan parameter input menggunakan data yang relatif tersedia di Indonesia (hujan harian dan data sekunder fisik DAS) dalam menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak memberikan hasil lebih rendah dari data pengukuran lapangan (under estimation) sehingga memerlukan faktor koreksi. Faktor koreksi untuk kasus DTA Jeneberang Hulu dapat menggunakan persamaan QpLap = 1,734 QpMod0,679, QsLap = 1,698 QsMod0,382.
Pemanfaatan lahan yang optimal dalam mengurangi debit puncak aliran permukaan, laju erosi permukaan, dan laju sedimentasi adalah dengan mempertahankan penggunan lahan yang ada sekarang kecuali tegalan dan semak belukar perlu dirubah kedalam bentuk penggunaan lahan yang menyerupai hutan alam produksi yang dikelola dengan sistem silvikultur tebang pilih atau hutan alam tidak terganggu di bagian hulu, sedangkan di bagian bawah yang relatif lebih datar menerapkan kebun campuran dengan sistem agroforestry.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendugaan
Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNPS Berbasis
Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan
adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan
belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2008
Devianto Tintian Londongsalu NRP. E14203005
Judul : Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan
Menggunakan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi
Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan.
Nama : Devianto Tintian Londongsalu
NIM : E 14203005
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr)
NIP. 131 578 788
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
(Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr)
NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji-pujian dan ucapan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa, karena atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan kuliah, penelitian dan penyusunan skripsi dengan baik sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni
hingga November 2007 adalah karateristik hidrologi, dengan judul Analisis
Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan Menggunakan Model
AGNPS Berbasis Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi
Sulawesi Selatan. Dengan tujuan untuk mengetahui akurasi model AGNPS dalam
menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak menggunakan parameter input
yang tersedia dan memperoleh bentuk penggunaan lahan optimal di DTA
Jeneberang Hulu terhadap pengurangan laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak.
Sehingga diharapkan dapat memberikan informasi kepada Balai Pengelolaan DAS
Jeneberang-Walanae dalam hal penggunaan lahan optimal dalam rangka
pengelolaan DAS yang terpadu dengan upaya mengurangi laju erosi, sedimentasi,
dan debit puncak.
Penyusun menyadari bahwa skripsi penelitian ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang. Semoga
skripsi penelitian ini dapat memberikan manfaat yang baik.
Bogor, Maret 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada
tanggal 28 Desember 1985 sebagai anak ketiga dari lima
bersaudara pasangan Drs. Yusuf Londongsalu (ayah) dan Yuliana
Paibang (ibu).
Penulis menempuh pendidikan di TK Frater Teratai I Ujung
Pandang lulus pada tahun 1991, SD Frater Teratai I Ujung Pandang lulus tahun
1997, SLTP Katolik Garuda Ujung Pandang lulus tahun 2000, dan SMU Negeri 2
Makassar lulus tahun 2003. Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai mahasiswa
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Dalam melaksanakan studi, penulis aktif di berbagai organisasi/pelayanan
dan kepanitiaan diantaranya Pengurus Ikatan Pemuda Toraja Bogor (IPTOR),
Komisi Pelayanan Anak PMK-IPB, Persekutuan Fakultas Kehutanan, dan panitia
Temu Manager (TM) 2005. Pada tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek
Pengenalan Hutan di Baturaden (BKPH Gunung Slamet KPH Banyumas Timur)
dan Cilacap (BKPH Rawa Timur KPH Banyumas Barat) dan Praktek Pengelolaan
Hutan di Kampus Lapangan UGM Getas, KPH Ngawi. Pada bulan Februari
hingga April 2007, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HTI
PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (PT. SBAWI), Kabupaten Ogan
Komering Ilir (OKI) Propinsi Sumatera Selatan. Selain itu juga, penulis menjadi
asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Hutan, Inventarisasi Sumberdaya Hutan,
Pengaruh Hutan, dan Hidrologi Hutan.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan
penyusunan skripsi yang berjudul ”Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan
Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi
Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan” di bawah
bimbingan Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.
UCAPAN TERIMA KASIH
Salam sejahtera bagi kita semuanya, Segala pujian dan hormat bagi kemuliaan Allah Bapa di Sorga penulis panjatkan
atas kasih dan pimpinan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini dengan baik. Rasa syukur dalam proses penyelesaian kuliah, penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ayah (Drs. Yusuf Londongsalu), Ibu (Yuliana Paibang), kakak-adikku (Yusran, Fredy, Arnianti, Jefrianto), sepupuku (Jeklin, Agustina, Jerri) dan kedua kakekku yang senantiasa memberikan doa, dukungan, pengertian, semangat, dan dorongannya.
2. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku dosen pembimbing atas semua bimbingan/arahan, bantuan, masukan dan nasehat selama proses penyelesaian skripsi.
3. Dr. Ir. E.G Togu Manurung, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas saran, masukan dan nasehatnya.
4. BPDAS Jeneberang-Walanae atas bantuan penyediaan data dan kerjasamanya, terkhusus Kepala BPDAS (Ir. Helmi Basalamah, MM), Ibu Damaris, Ibu Lena, Bpk. Pither Tangko, Bpk. Daud Solo, Bpk. Jamal, Bpk. Sriyono, Bpk. Subiyanto, dan Bpk. Syaiful.
5. Bapak Yusuf G Rantelembang (Dinas Kehutanan Kab. Tana Toraja), Ibu Yosefina (BPDAS Saddang), dan Bapak Nata (Balai Diklat Kehutanan Makassar) atas bantuan dana dan kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian.
6. Dr. Ir . Prijanto Pamoengkas, MScF dan Ir. Sucahyo Sadiyo, MS atas segala materi, saran dan nasehat yang diberikan selama penantian sidang.
7. Staf, dosen dan teman-teman seperjuangan di Laboratorium Pengaruh Hutan (Veve, Kupli, Wulan, Nyoman Aries, Ifa Sari), mahasiswa bimbingan seperjuangan (Sahab dan Rimba), serta staf administrasi Departemen Silvikultur dan Departemen Manajemen Hutan atas bantuan dan kerjasamanya.
8. Kunang-kunang kecilku (Wulan dan Novi Bu-er), BDH “silvikulturist40” atas semangat dan doanya selama penantian ujian sidang, teman-teman MNH 40, THH 40, KSH 40, GETAS II, PKL (SBA crew) atas kebersamaannya selama ini. Bagus Ari, Veve, Novia Tri (abank), Anggit, Mas Arga, Mas Ibrahim, dan Fauzan atas bantuan yang diberikan dalam proses pengolahan data dan penyusunan skripsi.
9. Teman-teman Komisi Pelayanan Anak PMK-IPB, Persekutuan Fakultas Kehutanan (PMK-E) dan Ikatan Pemuda Toraja Bogor (IPTOR) atas semangat dan dukungan yang diberikan.
10. Keluarga di Jakarta (Ibu Meti Paibang sek. dan Ibu Ester Battung sek.) dan Makassar (Bpk. Suleman Paibang sek.) atas bantuan dan dukungannya yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan kuliah dan penyelesaian skripsi.
11. Teman-teman “Wisma Sony” (Gerta, Cipta, Rura, Gani, Aan, Nyoman, Robby, Hudi, Yoga, Asep, Robert “PGT”, dan Embro “Dormitory”) atas bantuan dan semangat yang diberikan.
12. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis.
God Bless Us (GBU)...
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3 1.3 Manfaat Penelitian ................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai .............................................................. 4
2.2 Penggunaan Lahan ................................................................... 5 2.3 Pendekatan Sistem DAS dengan Menggunakan Sistem Model ...................................................................................... 5 2.4 Aliran Permukaan .................................................................... 6 2.5 Erosi ........................................................................................ 7 2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi ...................... 8 2.5.2 Tingkat Bahaya Erosi ................................................... 9 2.5.3 Sedimentasi .................................................................. 10 2.5.4 Prediksi Erosi dan Sedimentasi ..................................... 11 2.6 Model AGNPS ........................................................................ 12 2.6.1 Masukan Data Model AGNPS ...................................... 13 2.6.2 Keluaran Model AGNPS .............................................. 13 2.6.3 Persamaan dalam Model AGNPS ................................. 14 2.7 Sistem Informasi Geografis ...................................................... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 17 3.2 Bahan dan Alat ......................................................................... 18 3.3 Metode Penelitian ..................................................................... 18 3.3.1 Pengolahan Data Curah Hujan ....................................... 19 3.3.2 Transformasi Proyeksi Peta ........................................... 20 3.3.3 Pembuatan Daerah Tangkapan Air (DTA) ..................... 20 3.3.4 Pembuatan Grid Sel Model AGNPS .............................. 21 3.3.5 Penurunan Atribut-atribut DTM .................................... 22 3.3.6 Pembangkitan Data Masukan Model AGNPS dengan SIG ............................................................................... 27 3.3.7 Pemasukan Data ke Model AGNPS ............................... 34 3.3.8 Analisis Keluaran Data Model AGNPS ......................... 36 3.3.9 Pengujian validasi model AGNPS ................................. 36 3.3.10 Analisis Simulasi dan Rekomendasi ............................... 37
BAB IV KARATERISTIK LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ......................................................................... 40 4.2 Topografi .................................................................................. 40 4.3 Tanah dan Geologi .................................................................... 43 4.4 Jaringan sungai ......................................................................... 45 4.5 Penggunaan Lahan .................................................................... 45 4.6 Iklim …..................................................................................... 48 4.7 Debit Aliran .............................................................................. 48 4.8 Kependudukan .......................................................................... 49
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Curah Hujan dengan Debit ....................................... 50 5.2 Volume Aliran Permukaan ........................................................ 50
5.3 Debit Puncak Aliran Permukaan ............................................... 52 5.4 Laju Erosi Permukaan dan Sedimentasi ..................................... 54 5.5 Sedimen Total ........................................................................... 56 5.6 Pengujian Validasi Model AGNPS ........................................... 58 5.7 Analisis Simulasi ...................................................................... 60 5.7.1 Skenario I ...................................................................... 61 5.7.2 Skenario II .................................................................... 62 5.7.3 Skenario III ................................................................... 64 5.7.4 Skenario IV ................................................................... 65 5.8 Rekomendasi ............................................................................ 67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .............................................................................. 70 6.2 Saran .. ...................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 71
1. Kelas Tingkat Bahaya Erosi ...................................................................... . 9
2. Nilai arah aliran antara hasil ArcView dengan masukan model AGNPS .... . 25
3. Nilai masukan tekstur model AGNPS ........................................................ 31
4. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario I .................... 37
5. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario II ................... 38
6. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario III .................. 39
7. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario IV ................. 39
8. Luasan kemiringan lereng DTA Jeneberang Hulu ...................................... 41
9. Luasan jenis tanah, bahan induk, bentuk wilayah DTA Jeneberang Hulu .... 44
10. Nilai faktor erodibilitas tanah (K) dan tekstur tanah (T) di DTA Jeneberang Hulu ........................................................................................ 45
11. Luasan jenis penutupan lahan DTA Jeneberang Hulu ................................. 46
12. Nilai faktor pengelolaan tanaman (C) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu ................................................................................ 47
13. Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu ............................................................................ 47
14. Nilai koefisien kekasaran Manning (n), konstanta kondisi permukaan (SCC), dan bilangan kurva aliran permukaan (CN) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang
Hulu ........................................................................................................... 48
15. Curah hujan rata-rata dalam setahun (2001-2005) ...................................... 48
16. Debit aliran rata-rata dalam setahun (2001-2005) ....................................... 49
17. Jumlah penduduk Sub DAS Jeneberang di Kab. Gowa tahun 2002 ............. 49
18. Rekapitulasi volume aliran permukaan pada berbagai penutupan lahan ...... 51
19. Rekapitulasi debit puncak aliran permukaan pada berbagai penutupan lahan .......................................................................................................... 52
20. Keluaran sedimen pada outlet DTA Jeneberang Hulu ................................. 54
21. Rekapitulasi laju erosi permukaan pada berbagai penutupan lahan ............. 55
22. Rekapitulasi sedimen total pada berbagai penutupan lahan ......................... 57
23. Hasil simulasi skenario I keluaran model AGNPS ...................................... 61
24. Hasil simulasi skenario II keluaran model AGNPS ..................................... 63
25. Hasil simulasi skenario III keluaran model AGNPS ................................... 64
26. Hasil simulasi skenario IV keluaran model AGNPS ................................... 66
27. Rekapitulasi persentase (%) pengurangan keluaran model dari nilai awal (base) setelah dilakukan simulasi ................................................................ 67
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Peta lokasi penelitian ................................................................................. 17
erosi permukan, 8) erosi saluran, 9) jumlah deposisi, 10) nisbah pengayaan, 11)
nisbah pelepasan. Keluaran unsur hara berupa: 1) kandungan N dalam sedimen, 2)
konsentrasi N, 3) jumlah N dalam aliran permukaan, 4) kandungan P dalam aliran
permukaan, 5) konsentrasi P, 6) jumlah P dalam aliran permukaan, 7) konsentrasi
COD, dan 8) jumlah COD (Young et al. 1990).
2.6.3 Persamaan dalam Model AGNPS
Beberapa persamaan yang digunakan dalam membangun model adalah
Young et al. (1990):
a. Erosi tanah
Persamaan yang digunakan adalah persamaan Wischmeier dan Scmith (1978)
dalam Young et al. (1990), yaitu :
E = EI x K x L x S x C x P x SSF .................................................................(2)
Dimana : E = erosi (ton/acre) EI = energi intensitas hujan (feet.ton.inci/acre) K = erodibilitas tanah (ton.acre/acre.feet.ton.inci) L = faktor panjang lereng S = faktor kemiringan lereng C = faktor tanaman P = faktor pengelolaan tanah
SSF = faktor bentuk permukaan tanah (seragam = 1, cembung = 1,3, dan cekung = 0,8)
b. Limpasan permukaan
Limpasan permukaan dihitung dengan menggunakan persamaan USDA SCS
Dimana : Qs(X) = debit sedimen di ujung hilir saluran (cfs) Qs(0) = debit sedimen di ujung hulu saluran (cfs) X = jarak lereng bagian bawah (feet) Lr = panjang saluran (feet) D(X) = laju pengendapan sedimen di titik X W = lebar saluran (feet)
2.7 Sistem Informasi Geografis
Pada dasarnya, istilah sistem informasi geografis merupakan hubungan dari
tiga unsur pokok yaitu: sistem, informasi, dan geografis. Istilah informasi
geografis mengandung pengertian informasi mengenai tempat-tempat yang
terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek
terletak di permukaan bumi, dan informasi mengenai keterangan-keterangan
(atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau
diketahui (Prahasta 2002).
Aronoff (1989) dalam Prahasta (2002), mendefinisikan SIG sebagai sistem yang
berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi
informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan,
dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan
karakteristik yang penting atau krisis untuk di analisis. Dengan demikian, SIG
merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam
menangani data yang bereferensi geografi yakni : a) masukan, b) memanajemen
data (penyimpanan dan pemanggilan data), c) analisis dan manipulasi data, d)
keluaran. SIG dapat mempresentasikan real world (dunia nyata) di atas monitor
komputer sebagaimana lembaran peta dapat mempresentasikan dunia nyata di
kertas. Akan tetapi, SIG memiliki kekuatan lebih dan fleksibilitas dari pada
lembaran kertas.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di DTA Jeneberang Hulu yang secara
administrasi termasuk wilayah Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa,
Propinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1). Pengolahan data dilakukan di
Laboratorium Pengaruh Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Waktu pelaksanaannya
dimulai pada bulan Mei hingga November 2007.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian
1. Peta digital penutupan lahan Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000
(BPDAS Jeneberang-Walanae),
2. Peta digital topografi Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000 (PPLH-IPB
hasil interpretasi SRTM),
3. Peta digital jenis tanah Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000 (BPDAS
Jeneberang-Walanae),
4. Peta digital jaringan sungai Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000
(BPDAS Jeneberang-Walanae),
5. Data curah hujan hasil rekaman ARR selama 5 tahun (2001-2005)
diperoleh dari SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae,
6. Data debit hasi rekaman AWLR selama 5 tahun (2001-2005) diperoleh
dari SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae,
7. Data sedimen selama 5 tahun (2001-2005) diperoleh dari SPAS Malino
dan BPDAS Jeneberang-Walanae.
3.2.2 Alat yang digunakan dalam penelitian
1. Seperangkat komputer dengan beberapa software, yaitu AGNPS versi
3.65.3, ArcView versi 3.2 + extension, Minitab14, dan Microsoft Office,
2. Alat tulis, alat hitung dan alat penunjang lainnya.
3.3 Metode Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam 11 tahap seperti yang disajikan
pada Gambar 2, yaitu :
1. Pengumpulan data dasar berupa peta penutupan lahan, peta kontur, peta
jenis tanah, peta jaringan sungai, dan data curah hujan,
2. Pengolahan dan analisis data curah hujan,
3. Transformasi proyeksi peta,
4. Pembuatan Daerah Tangkapan Air (DTA),
5. Pembuatan grid sel model AGNPS,
6. Penurunan atribut-atribut DTM,
7. Pembangkitan data masukan model AGNPS dengan SIG,
8. Pemasukan data ke model AGNPS,
9. Analisis keluaran data model AGNPS,
10. Pengujian validasi model AGNPS,
11. Analisis simulasi dan rekomendasi.
Gambar 2 Alur tahapan penelitian.
3.3.1 Pengolahan dan Analisis Data Curah Hujan.
Dalam pendugaan volume,debit puncak aliran permukaan, erosi dan
sedimentasi dengan model AGNPS digunakan curah hujan harian dengan periode
ulang selama 25 tahun (Young et al. 1990). Karena keterbatasan data yang
tersedia, maka curah hujan yang digunakan merupakan curah hujan harian selama
5 tahun (2001-2005). Curah hujan harian tersebut diperoleh dari data hasil
pengukuran ARR (Automatic Rain Recorder) yang diperoleh dari Stasiun
Pengamat Aliran Sungai (SPAS) Malino. Hasil keluaran ARR tersebut selanjutnya
di kelompokkan berdasarkan harian dalam bulanan (Januari hingga Desember)
1. Curah hujan harian (5 tahun)
2. Debit air (5 tahun) 3. Sedimen (5 Tahun)
Peta Digital topografi
Peta digital Penggunaan lahan
Peta digital tanah
Peta digital jaringan sungai
Analisis spasial dengan model SIG
Pembangkitan data masukan model AGNPS
Analisis data dengan model AGNPS
Energi Intensitas Hujan 30 menit
Rekomendasi
Analisis simulasi
Pengisian Model AGNPS
Validasi
selama 5 tahun, sehingga diperoleh nilai curah hujan harian rata-rata dalam 12
bulan.
Data curah hujan diuji korelasinya dengan debit aliran untuk mengetahui
ada-tidaknya hubungan curah hujan dengan debit aliran. Uji korelasi antara curah
hujan dengan debit aliran dengan menggunakan analisis regresi :
Q = a CHb …………………………………………………………..... (9)
Dimana : Q = debit aliran (m3/detik)
CH = curah hujan (mm)
a dan b = konstanta
Nilai energi hujan intensitas 30 menit untuk pendugaan volume, debit
puncak aliran permukaan, besarnya erosi dan sedimentasi diperoleh dengan
menggunakan persamaan Bols (1978) dalam Usmadi (2006), yaitu:
Dimana : EI30 = energi hujan intensitas selama 30 menit
R = curah hujan harian (inches)
3.3.2 Transformasi Proyeksi Peta
Penyeragaman proyeksi semua peta harus dilakukan agar data spasial dari
semua peta dapat di overlay dan di analisis. Proyeksi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah UTM (Universal Transverse Mercator) dengan datum WGS
84 dan zone 50. Transformasi proyeksi peta dilakukan dengan menggunakan
software ArcView versi 3.2 dengan extension Projection Utility Wizard.
3.3.3 Pembuatan Daerah Tangkapan Air
Pembuatan daerah tangkapan air (DTA) dilakukan menggunakan software
ArcView versi 3.2. Tahapan pembuatan DTA sebagai berikut :
1. Melakukan penggabungan peta kontur terhadap dua sub DAS yang
berbeda, penggabungan tersebut menggunakan extention Geoprocessing
Wizard. Hal tersebut memungkinkan dalam pembentukan DTA yang
berada di dua lokasi sub DAS yang berbeda.
2. Membuat TIN (Triangulated Irregular Network) dari peta kontur hasil
proses penggabungan. Pembuatan TIN dilakukan dengan menggunakan
extension Spatial Analyst.
3. Selanjutnya TIN tersebut dilakukan gridding (convert to grid), sehingga
diperoleh model elevasi digital (DEM/Digital Elevation Model).
4. DEM yang telah terbentuk selanjutnya dibuat DTA dengan outlet berupa
pertemuan antar sungai di Sub DAS Jeneberang. Pembuatan DTA
dilakukan dengan menggunakan extension AV-SWAT 2000 (Sumardi
2007). Penentuan outlet hasil model dari AV-SWAT diusahakan berada di
tepat posisi Stasiun Pengamat Aliran Sungai (SPAS) atau berada di
sekitar/berdekatan dengan lokasi SPAS.
5. Secara otomatis hasil model akan menunjukkan DTA dengan luasan
tertentu beserta dengan sungai yang terbentuk dari hasil model.
3.3.4 Pembuatan Grid Sel Model AGNPS
Tahapan dalam pembuatan grid sel model AGNPS menggunakan software
ArcView versi 3.2, yaitu :
1. DTA yang telah terbentuk, di overlay dengan peta kontur untuk
mendapatkan peta kontur seluas DTA.
2. Membuat TIN (Triangulated Irregular Network) dari peta kontur seluas
DTA. Pembuatan TIN dilakukan dengan menggunakan extension Spatial
Analyst.
3. Selanjutnya TIN tersebut dilakukan gridding (convert to grid) dengan
ukuran grid 400 x 400 meter, sehingga diperoleh model elevasi digital
(DEM/Digital Elevation Model) dalam bentuk grid. Penentuan ukuran grid
didasarkan pada luas DTA dan luas maksimum model AGNPS. Luas DTA
yang terbentuk memiliki ukuran grid maksimum yang diperbolehkan
dalam model AGNPS sebesar 40 acre (16,91 ha).
4. DTA yang telah berbentuk grid selanjutnya diubah ke dalam bentuk point
dengan menggunakan extension Hydrologic Modelling v 1.1 (pour points
as point shape). Hasil dari proses tersebut disimpan dalam bentuk
shapefile, sehingga DTA menjadi grid-grid sel.
5. Pembentukan DTA dari hasil TIN akan membuat DTA semakin
bertambah luas. Oleh karena itu, dilakukan proses penghapusan grid yang
tidak termasuk ke dalam luasan DTA yang sebenarnya. Hasil dari
penghapusan tersebut mengakibatkan nomor grid menjadi tidak teratur.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kembali perubahan ke dalam bentuk point
sehingga DTA menjadi grid-grid seluas dengan DTA yang sebenarnya.
6. Hasil akhir grid DTA dilakukan penomoran berurutan dari kiri ke kanan
dan mulai dari atas ke bawah dengan ketentuan penomoran grid pada
model AGNPS.
3.3.5 Penurunan Atribut-atribut DTM
Proses pemodelan SIG ini diawali dengan membuat sebuah analisis
permukaan yang biasa disebut Digital Terrain Model (DTM). Analisis permukaan
diperlukan karena informasi tambahan dapat diperoleh dengan pembuatan data
baru melalui Digital Elevation Model (DEM). Data elevasi biasa juga disebut
Digital Elevation Model (DEM), Digital Terrain Model (DTM) ataupun peta
kontur. Data ini bisa didapatkan dengan memetakan permukaan bumi, dengan
cara survei lapangan atau interpretasi dan pengolahan citra satelit (Remote
Sensing). DEM yang digunakan adalah DEM turunan dari Shuttle Radar
Topographic Mission (SRTM), buatan JetPropulsion Laboratory NASA. DEM ini
dihasilkan pada tahun 2000 dengan menggunakan Shuttle Space, dan SRTM
Indonesia masuk di Zona Eurasia (Anonimus 2005).
Penurunan atribut-atribut Digital Terrain Model (DTM) bertujuan untuk
memberi gambaran tentang daerah kajian sebelum dilakukan analisis lebih lanjut.
Model Terain Digital (DTM) adalah model topografis tanah terbuka yang
memungkinkan pengguna memahami karakteristik terain yang mungkin
tersembunyi pada Model Permukaan Digital (DSM). DTM secara digital
menghilangkan vegetasi, bangunan, dan fitur budaya serta menyisakan terain di
bawahnya. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan aplikasi perangkat lunak
paten, penyuntingan manual, dan proses kontrol kualitas yang mengambil elevasi
terain berdasarkan pengukuran tanah terbuka yang ada pada data radar original
(Anonimus 2007).
DTM (bersama dengan alat analisis permukaan) mendukung aplikasi seperti
pengembangan peta topografis. Ini juga merupakan komponen berharga dalam
analisis yang melibatkan berbagai karakteristik terain, seperti profil, potongan
melintang, garis pandang, aspek, dan kemiringan. DTM juga mendukung
pemodelan banjir, aplikasi pertanian, aplikasi PND, pemetaan internet, dan
aplikasi Advanced Driver Assistance System (ADAS).
Resolusi spasial yang digunakan untuk penurunan atribut-atribut DTM
sebesar 400 x 400 meter. Hal ini dilakukan karena sekaligus membentuk dan
memberi grid/sel secara otomatis untuk masukan model AGNPS. Model AGNPS
memiliki keterbatasan dalam kapasitas jumlah sel yaitu maksimal sebanyak 1900
grid/sel untuk setiap daerah kajian. Semakin kecil resolusi yang digunakan maka
data semakin akurat, namun harus juga memperhatikan tingkat kesulitannya yang
akan semakin besar apabila terlalu banyak grid/sel yang terbentuk sehingga tidak
efektif dalam pengoperasian model AGNPS.
Penggunaan SIG dapat mempermudah dalam kegiatan pengelolaan daerah
aliran sungai (DAS). Sebagai contoh adalah penggunaan hydrologic modelling
dengan dukungan program ArcView Spatial Analyst yang memungkinkan untuk
menurunkan dan menganalisis beberapa parameter permukaan dari DTM yang
merupakan karateristik hidrologi dari daerah kajian. Analisis permukaan ini juga
diperlukan untuk mendukung pembentukan parameter-parameter masukan model
AGNPS secara komputasi sehingga data masukan model AGNPS akan lebih cepat
didapatkan dengan keakuratan yang baik.
Atribut-atribut yang dapat diturunkan dari DTM yang berkaitan dengan
input model AGNPS dengan menggunakan extension DEMAT, yaitu :
1. Slope, adalah keadaan suatu bentang areal/lahan dengan tingkat
perubahan kemiringan tertentu yang dinyatakan dalam persen atau derajat
yang dapat dihitung dengan dua metode, yaitu metode Zevenbergen dan
Thorne (untuk permukaan halus atau lebih datar) dan metode Horn (untuk
permukaan kasar). Untuk penelitian ini digunakan metode Horn karena
sebagian besar lahan di Sub DAS Jeneberang permukaannya kasar yang
ditandai dengan bentuk lahan yang cembung (bukit) dan cekung (lembah).
2. Curvature, yaitu bentuk permukaan untuk memahami proses aliran yang
secara umum dibagi 2, yaitu convex (cembung) dan concave (cekung).
3. Profile curvature, yaitu curvature suatu permukaan dalam arah
kemiringan. wilayah DTA Jeneberang Hulu didominasi oleh bentuk
cembung (214 grid) dan bentuk cekung (209 grid) dengan luas 1 grid
sebesar 16 ha (400 x 400 meter). Hal ini menunjukkan bahwa potensi
pengikisan/erosi aliran cukup besar namun diimbangi oleh potensi
pengendapan (deposit) yang cukup besar pada beberapa titik kawasan.
Kemudian dilakukan penurunan parameter permukaan yang merupakan
komponen hidrologi dan geomorfologi yang meliputi :
1. Flow direction (arah aliran), yaitu arah dimana air mengalir keluar dari
grid/sel tersebut. Dalam ArcView Spatial Analyst, keluaran dari arah
aliran adalah grid yang mempunyai nilai antara 1 sampai 128 yang akan
mengalir dari sebuah sel/grid khusus seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.
Gambar 3 Arah-arah aliran dari suatu sel khusus dinyatakan dengan angka 1-128.
Grid DTM setelah penghilangan sink akan digunakan untuk menghasilkan
arah aliran selain arah aliran utama. Sink merupakan lembah yang sempit
dimana lebar lembah tersebut lebih kecil dari ukuran piksel itu sendiri dan
tidak menempati banyak sel. Keberadaan sink ini dapat mengganggu
topologi aliran karena aliran yang menuju sink tersebut. Sehingga untuk
mendapatkan grid arah aliran (flow direction) yang kontinyu, sink perlu
dihilangkan. Arah aliran ini akan dijadikan parameter masukan model
AGNPS sebagai parameter aspek. Hal ini dilakukan karena parameter
aspek pada model AGNPS memiliki karateristik yang serupa dengan
karateristik arah aliran pada model SIG, seperti yang ditampilkan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Nilai arah aliran antara hasil ArcView dengan masukan model
AGNPS Arah aliran ArcView Model AGNPS
Utara 64 1 Timur laut 128 2 Timur 1 3 Tenggara 2 4 Selatan 4 5 Barat daya 8 6 Barat 16 7 Barat laut 32 8
Sumber : Penurunan DTM dan Young et al. (1990)
2. Flow accumulation (akumulasi aliran), yaitu grid yang menampung aliran
dari sel-sel dibelakangnya. Akumulasi aliran diturunkan dari grid arah
aliran guna menentukan mana dan berapa jumlah sel yang mengalir
menuju grid/sel lain yang menerima aliran tersebut. Grid-grid yang
mempunyai akumulasi aliran yang tinggi dapat diidentifikasikan sebagai
sungai atau saluran. Untuk mengetahui akumulasi aliran pada permukaan,
nilai dari setiap sel mempresentasikan total nilai dari sel yang mengalir ke
dalam sel tersebut. Sel yang mempunyai akumulasi yang tinggi adalah
areal yang terkosentrasi aliran, seperti pada Gambar 4.
Gambar 4 Bentuk representasi akumulasi aliran.
3. Flow length (panjang aliran), yaitu panjang garis aliran yang terpanjang
dalam saluran air yang dihitung untuk setiap sel/grid.
4. Stream network (jaringan sungai), yaitu sistem jaringan sungai yang dapat
ditentukan dari hasil akumulasi aliran. Dalam sistem ini juga dapat
ditentukan ordo tiap segmen jaringan sungai dengan metode yang
tersedia, yaitu teknik Schrave dan Strahler. Untuk penelitian ini jaringan
sungai dapat ditentukan melalui pengoperasian model AV-SWAT hasil
turunan dari data DEM yang secara otomatis akan membentuk jaringan
sungai berdasarkan bentuk topografi/kontur, seperti yang terlihat pada
Gambar 5.
Gambar 5 Peta jaringan sungai DTA Jeneberang Hulu.
3.3.6 Pembangkitan Data Masukan Model AGNPS dengan SIG
Pembangkitan data setiap sel sebagai masukan model AGNPS dilakukan
menggunakan software ArcView versi 3.2. Tahapan pembangkitan data setiap sel
yaitu peta kontur, peta jaringan sungai, peta jenis tanah dan peta penutupan lahan
di overlay dengan peta DTA yang telah terbentuk tadi dan dilakukan pemotongan
menggunakan extension Geoprocessing Wizard untuk memperoleh peta seluas
DTA. Selanjutnya dilakukan gridding (convert to grid) dengan resolusi 400 x 400
meter berdasarkan peta DEM (Digital Elevation Model) dan dilakukan
penambahan data-data atribut berupa nilai parameter masukan model AGNPS
yang sesuai dengan peta peta kontur, peta jaringan sungai, peta jenis tanah dan
peta penutupan lahan. Parameter-parameter masukan model AGNPS yang dapat
diturunkan dari peta-peta tadi, disajikan selengkapnya pada Gambar 6.
Gambar 6 Analisis spasial dan pembangkitan data model AGNPS.
Keterangan : DEM = Digital Elevation Model P = Faktor konservasi tanah SL = Kemiringan lereng SCC = Konstanta kondisi permukaan LS = Panjang lereng n = Koefisien kekasaran Manning FD = Arah aliran COD = Kebutuhan oksigen kimiawi T = Tekstur CI = Indikator saluran K = Faktor erodibilitas tanah CS = Kemiringan saluran CN = Bilangan kurva aliran permukaan CL = Panjang saluran C = Faktor pengelolaan tanaman DTA = Daerah tangkapan air
Peta Digital Jaringan Sungai
Peta Digital Topografi
Peta Digital Penutupan Lahan
Peta Digital Tanah
TIN
DEM
Konversi ke bentuk grid resolusi 400x400 m Overlay
CI CL Curvature Overlay FD FA SL DTA
Penentuan nilai parameter masukan
model AGNPS
CN SCC n P C K Tekstur
Konversi ke bentuk point
Data masukan model AGNPS
Penggabungan tabel atribut
3.3.6.1 Kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng dan arah aliran
Parameter masukan model AGNPS yang berupa kemiringan lereng, panjang
lereng, bentuk lereng dan arah aliran dapat diturunkan dari peta kontur. Parameter
panjang lereng diukur dengan menggunakan peta kontur, sedangkan parameter
kemiringan lereng, bentuk lereng dan arah aliran diturunkan dari data DEM. DEM
merupakan suatu model yang mempresentasikan ketinggian muka bumi dengan
format raster (resolusi 400 x 400 meter). Tahapan dalam pembangkitan data
masukan parameter kemiringan lereng dan arah aliran sebagai berikut :
1. Pembuatan DEM dilakukan dengan cara mengubah peta kontur menjadi
TIN, selanjutnya melakukan gridding (convert to grid) terhadap TIN
dengan ukuran sel sesuai dengan luas grid model AGNPS yaitu sebesar
400 x 400 meter (16 ha).
2. Data kemiringan lereng diperoleh dengan menggunakan metode Horn
untuk permukaan yang kasar yang diperoleh dari data DEM dengan
menggunakan extension DEMAT dengan satuan kemiringan lereng berupa
persen. Dalam mengetahui besarnya kemiringan lereng setiap sel, maka
data hasil perhitungan DEMAT diubah menjadi bentuk point dengan
menggunakan extension Hydrologic Modelling v 1.1 (pour points as point
shape).
3. Data panjang lereng (JL) diketahui melalui pengukuran secara manual
berdasarkan peta kontur. Dengan bantuan grid yang telah terbentuk
sebelumnya, perhitungan panjang lereng (JL) menggunakan prinsip
Phytagoras. Untuk pengukuran panjang lereng digunakan persamaan :
JL = Cos
JD …………………………………………………… (10)
Dimana, JL = panjang lereng (feet)
JD = panjang lereng datar (pengukuran di peta kontur)
Cos α = cosinus kemiringan lereng (metode Horn)
4. Bentuk lereng diperoleh dari peta turunan DEM dengan menggunakan
extension DEMAT (profile curvature). Bentuk lereng yang dihasilkan
berupa seragam/datar yang bernilai 0, cekung bernilai negatif (-), dan
cembung bernilai positif (+).
5. Arah aliran merupakan parameter yang sangat penting dalam model
AGNPS. Arah aliran setiap sel diperoleh dari data DEM dengan
menggunakan extension Hydrologic Modelling v 1.1. Selanjutnya
dilakukan pengkodean arah aliran sesuai dengan pengkodean arah aliran
pada model AGNPS (angka 1 hingga 8).
Berdasarkan kondisi biofisik DTA Jeneberang Hulu, sebagian besar
topografinya landai (8-15 %). Hasil dari penurunan atribut DTM yang telah
dilakukan, kemiringan lereng menggunakan metode Horn menghasilkan rentang
kelerengan yang cukup jauh antara 1,732-79,006 %.
Panjang lereng adalah jarak bagian permukaan dari titik dimulainya aliran
ke titik dimana aliran menjadi terkosentrasi atau aliran memasuki saluran. Panjang
lereng DTA Jeneberang Hulu bervariasi dari 565,73-695,30 meter. Dalam
masukan model berupa parameter panjang lereng dilakukan penyesuaian dengan
nilai maksimum model. Nilai maksimum parameter panjang lereng dalam model
AGNPS sebesar 999 feet (304,5 m). Oleh karena itu, untuk sel-sel yang
mempunyai panjang lereng yang lebih dari 999 feet, maka masukan parameter
panjang lereng sel-sel tersebut harus 999 feet. Untuk wilayah DTA Jeneberang
Hulu yang memiliki panjang lereng lebih besar 304,5 m maka semua sel memiliki
panjang lereng sebesar 999 feet.
Bentuk lereng didasarkan pada bentuk lahan secara rata-rata di dalam sel.
Nilai masukan model yang digunakan adalah 1 untuk bentuk seragam, 2 untuk
bentuk cekung, dan 3 untuk bentuk cembung. Untuk wilayah DTA Jeneberang
Hulu sebagian besar didominasi oleh bentuk cembung dan cekung, bentuk
seragam/datar tidak ditemukan oleh hasil penurunan atribut DTM.
3.3.6.2 Tekstur dan faktor erodibilitas tanah
Parameter masukan model AGNPS yang berupa tekstur tanah dan faktor
erodibilitas tanah diturunkan dari peta jenis tanah. Masing-masing jenis tanah
dilakukan penambahan data atribut berupa nilai erodibilitas tanah yang mengacu
pada hasil penelitian Puslitbang Pengairan (1966) dalam Triandayani (2004).
Masukan nilai tekstur model AGNPS disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Nilai masukan tekstur model AGNPS
Tekstur Nilai Masukan Model Air 0
Pasir 1 Lempung 2
Liat 3 Gambut 4
Sumber: Young et al. (1990)
Tahapan dalam pembangkitan data masukan parameter tekstur tanah dan
faktor erodibilitas tanah sebagai berikut :
1. DTA yang telah terbentuk dari hasil model AV-SWAT di overlay dengan
peta jenis tanah untuk mendapatkan peta jenis tanah seluas DTA
Jeneberang Hulu. Dari peta jenis tanah ini diturunkan dua nilai parameter
masukan AGNPS, yaitu nilai erodibilitas tanah (Lampiran 1) dan tekstur
tanah (Tabel 10) untuk setiap jenis tanah. Kedua nilai parameter tersebut
di input dan di edit ke dalam atribut peta jenis tanah melalui fasilitas query
dan calculate pada ArcView.
2. Pembentukan grid (convert to grid) untuk peta jenis tanah seluas DTA
yang telah berisi kedua nilai parameter tadi dengan cara di overlay dengan
peta DEM sebagai dasar grid yang beresolusi 400 x 400 meter. Setelah itu
diubah menjadi format point, agar masing-masing grid memiliki nilai dari
parameter tadi.
3.3.6.3 Faktor pengelolaan tanaman, faktor tindakan konservasi tanah,
koefisien kekasaran Manning, dan bilangan kurva aliran
permukaan
Data spasial dari peta penutupan lahan dapat digunakan untuk memperoleh
masukan parameter-parameter model AGNPS yaitu faktor pengelolaan tanaman
(C), faktor tindakan konservasi tanah (P), koefisien kekasaran Manning (n),
bilangan kurva aliran permukaan (CN), dan konstanta kondisi permukaan (SCC).
Tahapan dalam pembangkitan data masukan beberapa parameter dari peta
penutupan lahan sebagai berikut :
1. DTA yang telah terbentuk dari hasil model AV-SWAT di overlay dengan
peta penutupan lahan untuk mendapatkan peta penutupan lahan seluas
DTA Jeneberang Hulu. Dari peta penutupan lahan ini diturunkan enam
nilai parameter masukan AGNPS, yaitu faktor tindakan konservasi tanah
(Lampiran 2), faktor pengelolaan tanaman (Lampiran 3), koefisien
kekasaran Manning (Lampiran 4), bilangan kurva aliran permukaan
(Lampiran 5), dan konstanta kondisi permukaan (Lampiran 5) untuk setiap
jenis pengggunaan lahan. Nilai-nilai parameter tersebut di input dan di edit
ke dalam atribut peta penutupan lahan melalui fasilitas query dan calculate
pada ArcView.
2. Pembentukan grid (convert to grid) untuk peta penutupan lahan seluas
DTA yang telah berisi keenam nilai parameter tadi dengan cara di overlay
dengan peta DEM sebagai dasar grid yang beresolusi 400 x 400 meter.
Setelah itu diubah menjadi format point, agar masing-masing grid
memiliki nilai dari parameter tadi.
Nilai masukan faktor pengelolaan tanaman dan faktor tindakan konservasi
tanah berdasarkan teknik konservasi yang dominan diterapkan ini diperoleh dari
peta penutupan lahan wilayah DTA Jeneberang Hulu yang telah diubah dalam
bentuk grid/sel dan secara spasial ditampilkan pada Lampiran 6.
3.3.6.4 Indikator saluran
Parameter model AGNPS yang berupa indikator saluran diperoleh dari peta
jaringan sungai yang di overlay dengan peta grid. Parameter yang menyertai
parameter indikator saluran yaitu panjang saluran, bentuk saluran, kemiringan
lereng saluran, dan kemiringan sisi saluran. Panjang saluran diukur berdasarkan
panjang sungai pada masing-masing sel dan diubah dalam satuan feet. Parameter
kemiringan saluran diasumsikan sebesar 50 % dari kemiringan lereng lahan,
sedangkan kemiringan sisi saluran diasumsikan sebesar 10 % (Young et al.,
1990).
Tahapan dalam pembangkitan data masukan parameter dari peta jaringan
sungai sebagai berikut :
1. DTA yang telah terbentuk dari hasil model AV-SWAT di overlay dengan
peta jaringan sungai untuk mendapatkan peta jaringan sungai seluas DTA
Jeneberang Hulu. Dari peta jaringan sungai ini diturunkan dua nilai
parameter masukan AGNPS, yaitu panjang saluran dan bentuk saluran.
Nilai-nilai parameter tersebut di input dan di edit ke dalam atribut peta
penutupan lahan melalui fasilitas query dan calculate pada ArcView.
2. Pembentukan grid (convert to grid) untuk peta jaringan sungai seluas DTA
yang telah berisi kedua nilai parameter tadi dengan cara di overlay dengan
peta DEM sebagai dasar grid yang beresolusi 400 x 400 meter. Setelah itu
diubah menjadi format point, agar masing-masing grid memiliki nilai dari
parameter tadi.
Indikator saluran mengidentifikasikan ada tidaknya saluran serta jenis
saluran dalam wilayah DTA Jeneberang Hulu. Sungai utama di DTA Jeneberang
Hulu diasumsikan sebagai saluran perennial sedangkan anak-anak sungainya
diasumsikan sebagai saluran intermitten. Sebagai data masukan model AGNPS,
saluran perennial bernilai 7, saluran intermitten bernilai 6, dan yang tidak terdapat
saluran bernilai 1. Saluran perennial (saluran permanen) merupakan aliran yang
mengalir sepanjang tahun dengan debit yang lebih tinggi pada musim hujan dan
permukaan air tanah selalu berada di atas sungai. Sedangkan saluran intermitten
(saluran musiman) merupakan aliran air yang mengalir pada musim hujan saja
dan permukaan air tanah berada di atas dasar sungai hanya selama musim hujan
saja, sedangkan pada musim kemarau permukaan tersebut berada di bawah dasar
sungai (Seyhan 1990).
3.3.6.5 Penggabungan atribut data masukan model AGNPS
Atribut dari masing-masing parameter turunan peta kontur, peta jaringan
sungai, peta jenis tanah dan peta penutupan lahan yang telah diubah menjadi
format point selanjutnya digabung melalui fasilitas ArcView menggunakan
extension Geoprocessing Wizard (joined table). Hasil gabungan tersebut
berbentuk sebuah tabel atribut file point gabungan yang berisi semua parameter-
parameter masukan model AGNPS untuk setiap sel/grid.
3.3.6.6 Parameter masukan model yang diasumsikan konstan
Selain parameter tersebut dalam penelitian beberapa parameter masukan
model AGNPS diasmsikan konstan yaitu : 1) Indikator penggunaan pupuk, 2)
Ketersediaan pupuk pada permukaan tanah, 3) Point source indicator, 4) Sumber
erosi tambahan, dan 5) Indikator impoundment.
3.3.7 Pemasukan Data ke Model AGNPS
Dalam melakukan pemasukan data ke dalam model AGNPS, ada dua tahap
yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Masukan data inisial model yang meliputi : nama DAS, luas dan jumlah
sel/grid, curah hujan, dan energi intensitas hujan 30 menit. Ukuran sel
yang digunakan dalam model yaitu 400 x 400 meter dengan luas sel
sebesar 16 ha. Yang diperoleh dari hasil pembentukan grid DTM, dimana
grid/sel DTM secara otomatis akan membentuk sesuai dengan keinginan
resolusi yang dibutuhkan. Grid/sel ini juga dijadikan acuan dalam
pembentukan parameter-parameter setiap sel masukan model AGNPS.
Dari luasan 16 ha per sel menghasilkan sel model sebanyak 423 sel seperti
yang terlihat pada Gambar 7. Sehingga DTA Jeneberang Hulu dengan luas
6804,72 ha, dalam sel model menjadi 6768 ha dan terjadi pengurangan
luasan sebesar 36,74 ha (0,54 %).
Gambar 7 Masukan data inisial model.
Curah hujan yang diamati adalah jumlah curah hujan harian rata-rata, yang
merupakan curah hujan harian selama 12 bulan (hasil pengelompokan data
CH selama 5 tahun). Contoh curah hujan harian rata-rata yang tertinggi
terjadi pada tanggal 1 Januari sebesar 31,66 mm (1,25 inches) dengan nilai
energi intensitas hujan 30 menit untuk kejadian hujan pada tanggal 1
Januari sebesar 25,894 m.ton.cm/ha/jam. Contoh nilai curah hujan harian
dan energi intensitas hujan 30 menit (EI 30) yang tertinggi inilah yang
akan digunakan dalam memprediksi besarnya volume aliran permukaan,
debit puncak aliran permukaan, laju erosi dan sedimentasi.
2. Masukan data setiap sel model yang meliputi : penomoran sel, sel
penerima, arah aliran, kemiringan lereng, panjang dan bentuk lereng,
faktor erodibilitas (K) dan tekstur tanah, faktor pengelolaan tanaman (C),
faktor tindakan konservasi tanah (P), bilangan kurva aliran permukaan
Sumber : Young et al. (1990) dan Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989)
Tabel 13 Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu
Penutupan Lahan Tindakan Konservasi Tanah Nilai P Semak belukar Semak belukar 0,021 Sawah irigasi Teras gulud 0,013 Pemukiman Tanpa tindakan konservasi 1,000 Tegalan/ladang Penanaman padi-jagung 0,209 Hutan campuran Tanpa tindakan konservasi 1,000
Sumber : Arsyad (1989) dan Young et al. (1990)
Tabel 14 Nilai koefisien kekasaran Manning (n), konstanta kondisi permukaan (SCC), dan bilangan kurva aliran permukaan (CN) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu
Penutupan Lahan Nilai n Nilai SCC Nilai CN Semak belukar 0,070 0,15 69 Sawah irigasi 0,035 0,29 75 Pemukiman 0,023 0,01 79 Tegalan/ladang 0,030 0,29 72 Hutan campuran 0,080 0,59 60
Sumber : Young et al. (1990) dan Chow (1950) dalam Seyhan (1990)
3.6 Iklim
Berdasarkan data curah hujan harian rata-rata 5 tahun, wilayah DTA
Jeneberang Hulu menurut klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson termasuk tipe
iklim A dengan jumlah bulan basah 8 bulan dan 4 bulan kering dalam setahun.
Curah hujan rata-rata 2518,02 mm/tahun (Tabel 15) dan suhu udara berkisar
antara 180-210C (BPDAS Jeneberang-Walanae, 2003).
Tabel 15 Curah hujan rata-rata dalam setahun (2001-2005)
Bulan CH (mm) Januari 376,75 Februari 328,50 Maret 274,59 April 205,57 Mei 127,02 Juni 52,96 Juli 38,19 Agustus 24,74 September 41,72 Oktober 201,00 November 375,26 Desember 471,71 Jumlah 2518,02
Sumber: SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae
3.7 Debit Aliran
Curah hujan yang jatuh ke wilayah DTA Jeneberang Hulu menghasilkan
debit yang beragam, dimana debit rata-rata per tahun sebesar 154,32 m3/detik
seperti yang disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Debit aliran rata-rata dalam setahun (2001-2005)
Bulan Debit (m3/detik) Januari 20,790 Februari 15,921 Maret 12,158 April 11,882 Mei 11,533 Juni 6,712 Juli 7,600 Agustus 9,847 September 9,718 Oktober 12,009 November 12,611 Desember 23,541 Jumlah 154,32
Sumber: SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae
3.8 Kependudukan
Berdasarkan BPS Kabupaten Gowa dalam Angka tahun 2002 dalam BPDAS
Jeneberang-Walanae, jumlah penduduk Kabupaten Gowa berjumlah 401.317 jiwa.
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin pada masing-masing kecamatan
dalam wilayah Sub DAS Jeneberang ditampilkan pada Tabel 17.
Tabel 17 Jumlah penduduk Sub DAS Jeneberang di Kab. Gowa tahun 2002
Kecamatan Jumlah (jiwa) Laki-laki Perempuan Tinggimoncong 30.752 15.125 15.628 Parangloe 25.151 12.370 12.781 Bungaya 27.845 13.297 14.548 Bontomarannu 41.557 20.444 21.113 Palangga 66.586 32.670 33.916 Bajeng 69.422 33.828 35.594 Somba Opu 80.184 39.138 41.046 Bontonompo 59.820 28.686 31.131 Jumlah penduduk (jiwa) 401.317 195.558 205.759
Sumber : Kabupaten Gowa dalam Angka, 2002
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Curah Hujan dengan Debit
Hubungan curah hujan dengan debit harian rata-rata selama 366 hari
disajikan dalam Gambar 14. Hubungan Curah hujan dengan debit membentuk
hubungan sebagai berikut :
Q = 0.159 CH0.68………………………………………………………... (12)
dengan koefisien korelasi sebesar 0,901 dan koefisien determinasinya (R2) sebesar
81,2 %. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa kejadian curah hujan
berhubungan erat dengan kejadian debit aliran.
Gambar 14 Dinamika curah hujan harian dengan debit DTA Jeneberang Hulu.
5.2 Volume Aliran Permukaan
Perhitungan menggunakan masukan curah hujan harian rata-rata selama 5
tahun (31,66 mm/hari) dengan nilai energi intensitas hujan 30 menit sebesar 25,89
m.ton.cm/ha/jam, diperoleh besarnya volume aliran permukaan di outlet sebesar
0,76 mm dan debit puncak aliran permukaan sebesar 3,20 m3/detik. Volume air
hujan yang menjadi aliran permukaan sebesar 2,29 %, sedangkan sisanya
mengalami infiltrasi, intersepsi, dan evapotranspirasi.
Sebaran ruang volume aliran permukaan akibat kejadian hujan 31,66
edition. USDA - NRCS Washington DC. http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=130&Itemid=106. [27 Agustus 2007].
[Anonim]. 2005. Sisi GIS, Installasi Wireless LAN di Kota Samarinda, Digital Elevation. http://projection.wgs84.net/2005/02/sisi_gis_installasi_wireless_l. html. [8 November 2007].
[Anonim]. 2007. Model Terain Digital (DTM). http://www.intermap.com/right.php/pid/75/sid/273/tid/208. [8 November 2007].
Arsyad S. 1989. Pengawetan Tanah dan Air. Bogor: Departemen Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. [BPDAS Jeneberang-Walanae] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Jeneberang Walanae. 2003. Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar: BPDAS Jeneberang-Walanae.
Candra A. 2003. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Krisis di DAS Ciliwung Hulu
Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Dassir M. 2000. Tingkat Kesesuaian Penggunaan Lahan di Sub DAS Jeneberang
Hulu Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[Dephut] Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi
Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapang Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Dephut.
Galuda D. 1996. Penggunaan AGNPS untuk Memprediksi Aliran Permukaan,
Sedimen, dan hara N, P, dan COD di Daerah Tangkapan Air Cinere Sub DAS Citarik, Pengalengan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Haridjaja O. 2000. Pencemaran Tanah dan Lingkungan. Bogor: Jurusan Tanah,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Jaya A. 1994. Dinamika Aliran Permukaan, Erosi serta Kehilangan Hara dalam Aliran Permukaan Tangkapan Cinere, Pengalengan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Lee R. 1980. Hidrologi Hutan. Subagio S, penerjemah; Prawirohatmodjo, editor.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Forest Hydrology.
Morgan RPC. 1990. Soil Erotion and Conservation. New York: Longman
Scientific ang Technical. John Wiley and Sons, Inc. Prahasta E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung:
Informatika. Rahim SE. 2003. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara. Salwati. 2004. Kajian Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respon
Hidrologi Sub DAS Cilalawi DAS Citarum, Jawa Barat Menggunakan Model AGNPS [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Seyhan E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengelolaan Data Aliran Sungai
(Hidrometri). Bandung: Penerbit Nova. Sumardi I. 2007. Klasifikasi Respon Hidrologi DAS Berdasarkan Hidrograf
Satuan Sintetik Gama-I dengan Metode Analisis Terain Secara Digital (Digital Terrain Method Analysis) Studi Kasus DAS di Propinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Sun G, G. McNulty. 2000. Modelling Soil Erotion and Transport on Forest
Landscape. Southern Global Change Program, USDA Forest Service. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Air dan Tanah. Yogyakarta: Penerbit
Andi. Sutiyono AP. 2006. Penggunaan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi
Geografis dalam Analisis Karateristik Hidrologi Sub DAS Ciawitali Subang Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Tiryana T. 2003. Regresi Linear Sederhana. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Triandayani Y. 2004. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Untuk Memperbaiki Kondisi Sub DAS Cisadane Hulu Menggunakan Model AGNPS [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Usmadi D. 2006. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Model AGNPS dalam
Pendugaan Aliran Permukaan, Erosi, dan Sedimentasi di Sub DAS Cianten Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Young RA, AO Charles, DD Bosch, PA Wyne. 1990. AGNPS User’s Guide
Version 3.51. Agricultural Research Service, U.S Departement of Agriculture. Morris, Minnesota.
Lampiran 1 Nilai Erodibilitas Tanah untuk 50 Jenis Tanah di Indonesia Kode Tipe Tanah Nilai K 1 Tanah eutrofik organik 0,301 2 Tanah hydromorphic alluvial 0,156 3 Tanah abu-abu hitam alluvial 0,259 4 Tanah alluvial cokelat keabu-abuan 0,315 5 Alluvial abu-abu dan alluvial cokelat keabu-abuan 0,193 6 Gabungan tanah alluvial abu-abu dan tanah humic abu-abu 0,205 7 Gabungan tanah alluvial abu-abu dan tanah humic rendah abu-abu 0,202
8 Gabungan tanah hydromorphic abu-abu dan Planosol cokelat keabu-abuan 0,301
9 Planosol cokelat keabu-abuan 0,251 10 Gabungan tanah litosol dan tanah mediteranian merah 0,215 11 Regosol abu-abu 0,296 12 Regosol abu-abu 0,304 13 Kompleks regosol abu-abu dan litosol 0,172 14 Regosol cokelat 0,271 15 Regosol cokelat 0,346 16 Regosol cokelat kekuning-kuningan 0,331 17 Regosol abu-abu kekuning-kuningan 0,301 18 Kompleks regosol dan litosol 0,302 19 Andosol cokelat 0,278 20 Andosol cokelat 0,272 21 Andosol cokelat kekuning-kuningan 0,223 22 Gabungan andosol coelat dan regosol cokelat 0,271 23 Kopleks rensinas, litosol dan tanah hutan cokelat 0,157 24 Grumosol abu-abu 0,176 25 Grumosol abu-abu hitam 0,187 26 Kompleks grumosol regosol dan tanah mediteranian 0,201 27 Kompleks tanah mediteranian cokelat dan litosol 0,323 28 Gabungan tanah mediteranian dan grumosol 0,273 29 Gabungan tanah mediteranian cokelat kemerahan dan litosol 0,188 30 Latosol cokelat 0,175 31 Latosol cokelat merah 0,121 32 Latosol cokelat hitam dan kemerahan 0,058 33 Latosol cokelat kekuningan 0,082 34 Latosol merah 0,075 35 Latosol merah kekuningan 0,054 36 Gabungan latosol cokelat dan regosol abu-abu 0,186 37 Gabungan latosol cokelat kekuningan dan latosl cokelat 0,091 38 Gabungan latosol cokelat kemerahan dan latosol cokelat 0,067 39 Gabungan latosol merah, latosol cokelat kemerahan dan litosol 0,062 40 Kompleks latosol merah dan latosol cokelat kemerahan 0,061
41 Kompleks latosol merah kekuningan, latosol cokelat kemerahan dan litosol 0,064
42 Kompleks latosol coklat kemerahan dan litosol 43 Kompleks latosol merah kekuningan, latosol cokelat dan tanah podsolik 0,075 merah kekuningan dan litosol 0,116 44 Tanah podsolik merah kuning 0,107 45 Tanah podsolik merah kekuning 0,166 46 Tanah podsolik merah 0,158
47 Gabungan podsolik kuning dan tanah hydromorphic abu-abu 0,249 48 Gabungan tanah podsolik kuning dan regosol 0,158
49 Kompleks tanah podsolik kuning, podsolik merah kekuningan dan regosol 0,175
50
Kompleks lateritik merah kekuningan dan tanah podsolik merah kekuningan 0,175
Sumber : Puslitbang Pengairan (1996) dalam Triandayani (2004) Lampiran 2 Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P)
Tindakan Konservasi Tanah Nilai P Teras tradisional 0,500 Tegalan/ladang 0,209 Sawah irigasi 0,013 Sawah tadah hujan 0,013 Hutan alam (penuh dengan serasah) 1,000 Semak/alang-alang 0,021 Tanah kosong tidak diolah 0,400 Pemukiman 1,000 Air/rawa 0,000 Sumber : Young et al. (1990)
Lampiran 3 Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Macam Penggunaan Nilai C Tanpa/terbuka tanpa tanaman 1,000 Sawah irigasi 0,010 Sawah tadah hujan 0,050 Tegalan tidak dispesifikasi 0,700 Ubikayu 0,800 Jagung 0,700 Kedelai 0,399 Kentang 0,400 Kacang tanah 0,200 Tebu 0,200 Pisang 0,600 Akar Wangi (sereh wangi) 0,400 Rumput bede (tahun pertama) 0,287 Rumput bede (tahun kedua) 0,002 Kopi dengan penutup tanah buruk 0,200 Talas 0,850 Kebun campuran: kerapatan tinggi 0,100 kerapatan sedang 0,200 kerapatan rendah 0,500 Perladangan 0,400 Hutan alam: serasah banyak 0,001 serasah kurang 0,005 Hutan produksi: tebang habis 0,050 tebang pilih 0,200 Semak belukar/padang rumput 0,300 Ubikayu + kedelai 0,181 Ubikayu + kacang tanah 0,195 Padi - sorghum 0,345 Padi - kedelai 0,417 Kacang tanah + gude 0,495 Kacang tanah - kacang tunggak 0,571 Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0,049 Padi + mulsa jerami 4 ton/ha 0,096 Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha 0,128 Kacang tanah + mulsa Clotalaria sp. 3 ton/ha 0,135 Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0,259 Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha 0,377 Padi + mulsa Clotalaria sp. 3 ton/ha 0,387 Pola tanam tumpang gilir* + mulsa jerami 6 ton/ha/thn 0,079 Pola tanam berurutan** + mulsa sisa tanaman 0,357 Alang-alang murni subur 0,001 Sumber: Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989) * Pola tanam tumpang gilir: jagung + padi + ubikayu setelah panen padi ditanami kacang tanah ** Pola tanam berurutan: padi - jagung - kacang tanah
Lampiran 4 Koefisien Kekasaran Manning (n) untuk Berbagai Jenis Saluran
Tipe saluran dan pemeriaannya Minimum Normal Maksimum A. Aliran tertutup sebagian mengalir penuh A.1. Logam a. Kuningan, halus 0,009 0,010 0,013 b. Baja 1. Batangan dan di las 0,010 0,012 0,014 2. Dikeling (dipaku) dan spiral 0,013 0,016 0,017 c. Besi tuang 1. Dilapis 0,010 0,013 0,014 2. Tak dilapis 0,011 0,014 0,016 d. Besi tenpa 1. Hitam 0,012 0,014 0,016 2. Digalvani 0,013 0,016 0,017 e. Logam dan bergelombang 1. Subdrain 0,017 0,019 0,021 2. Sormdrain 0,021 0,024 0,030 A.2. Bukan Logam a. Lusit 0,008 0,009 0,010 b. Gelas 0,009 0,010 0,013 c. Semen 1. Permukaan halus 0,010 0,011 0,013 2. Plesteran 0,011 0,013 0,015 d. Beton 1. Gorong-gorong, lurus bebas sampah 0,010 0,011 0,013 2. Gorong-gorong dengan lengkungan, sambungan dan kotoran 0,011 0,012 0,014 3. Difinish 0,011 0,012 0,014 4. Saluran pembuang, dengan lobang pemeriksaan, lobang masuk, lurus, dst. 0,013 0,015 0,017 5. Tak difinish, bentuk baja 0,012 0,013 0,014 6. Tak difinish, bentuk kayu halus 0,012 0,014 0,016 7. Tak difinish, bentuk kayu kasar 0,015 0,017 0,020 e. Kayu 1. Batang 0,010 0,012 0,014 2. Berlapis, diawetkan 0,015 0,017 0,020 f. Liat 1. Ubin drainase biasa 0,011 0,013 0,017 2. Saluran pembuang divitrifikasi 0,011 0,014 0,017 3. Saluran pembuang divitrifikasi, dengan lobang pemeriksa, lobang masuk, dst. 0,013 0,015 0,017
4. Subdrain divitrifikasi dengan
sambungan terbuka 0,014 0,016 0,018 g. Pekerjaan bata 1. Diglasir 0,011 0,013 0,015 2. Dilapis plester semen 0,012 0,015 0,017 h. Saluran pembuang dilapis dengan hancuran tulang, dengan lengkungan dan sambungan 0,012 0,013 0,016 i. Saluran pembuang dasar halus 0,016 0,019 0,020 j. Tembok, disemen 0,018 0,025 0,030
Lampiran 1 (lanjutan)
Tipe saluran dan pemeriaannya Minimum Normal Maksimum B. Saluran dilapis atau dirakit B.1. Logam a. Permukaan baja halus 0,011 0,012 0,014 1. Tak dicat 0,012 0,013 0,017 2. Dicat 0,021 0,025 0,030 b. Bergelombang B.2. Bukan Logam a. Semen 1. Permukaan halus 0,010 0,011 0,013 2. Diplester 0,011 0,013 0,015 b. Kayu 1. Diketam, tak diawetkan 0,010 0,012 0,014 2. Diketam, dikerosot 0,011 0,012 0,015 3. Tak diketam 0,011 0,013 0,015 4. Papan dengan jalur-jalur 0,012 0,015 0,018 5. Dilapis dengan kertas asap 0,010 0,014 0,017 c. Beton 1. Dihaluskan dengan "cetok" 0,011 0,013 0,015 2. Finish yang mengambang 0,013 0,015 0,016 3. Finish dengan kerikil di bawal 0,015 0,017 0,020 4. Tidak difinish 0,014 0,017 0,020 5. Gunit, seksi bagus 0,016 0,019 0,023 6. Gunit, seksi bergelombang 0,018 0,022 0,025 7. Pada batuan yang digali baik 0,017 0,020 - 8. Pada batuan yang digali tak baik 0,022 0,027 - d. Dasar-dasar beton difinish mengambang dengan sisi-sisi : 1. Batu halus dalam plester 0,015 0,017 0,020 2. Batu acak dalam plester 0,017 0,020 0,024 3. Tembok semen, plester 0,016 0,020 0,024 4. Tembok semen 0,020 0,025 0,030 5. Tembok kering 0,020 0,030 0,035 e. Dasar kerikil dengan sisi-sisi dari : 1. Beton cetak 0,017 0,020 0,025 2. Batu acak dalam plester 0,020 0,023 0,026 3. Tembok kering 0,023 0,033 0,036 f. Bata 1. Diglasir 0,011 0,013 0,015 2. Dalam plester semen 0,012 0,015 0,018 g. Tembok 1. Tembok semen 0,017 0,025 0,030 2. Tak kering 0,023 0,032 0,035 h. Ubin lapis 0,013 0,015 0,017 i. Aspal 1. Halus 0,013 0,013 - 2. Kasar 0,016 0,016 - j. Lapisan tumbuhan 0,030 - 0,050 C. Penggalian atau pengerukan a. Tanah, murni dan seragam
Lampiran 1 (sambungan)
Tipe saluran dan pemeriaannya Minimum Normal Maksimum 1. Bersih, baru baja selesai 0,016 0,018 0,020 2. Bersih, sesudah pelapukan 0,018 0,022 0,025 3. Kerikil, bagian yang seragam, bersih 0,022 0,025 0,030 4. Dengan rumput pendek, sedikit gulma 0,022 0,027 0,033 b. Tanah, berkeluk-keluk dan lembam 1. Rumput, sedikt gulma 0,025 0,030 0,033
2. Gulma lebat atau tumbuhan air dalam saluran dalam 0,030 0,035 0,040
3. Dasar tanah dan sisi tembok 0,028 0,030 0,035 4. Dasar berbatu dan sisi bergulma 0,025 0,035 0,040 5. Dasar batu bundar dan sisi bersih 0,030 0,040 0,050 c. Digali atau dikeruk 0,025 0,028 0,033
1. Tanpa tumbuhan 2. Sedikit semak pada tanggul 0,035 0,050 0,060
d. Potongan batu 1. Halus dan seragam 0,025 0,035 0,040 2. Bergerigi dan tak teratur 0,035 0,040 0,050
e. Saluran tak terpelihara, gulma dan semak tak
dipotong 1. Gulma lebat, setinggi jeluk aliran 0,050 0,080 0,120 2. Dasar bersih, semak disisi 0,040 0,050 0,080 3. Sama dengan tinggi maksimum aliran 0,045 0,070 0,110 D. Sungai-sungai alami
D.1. Sungai-sungai kecil (lebar bagian atas pada banjir < 100 kaki)
a. Sungai di daratan
1. Bersih, lurus, tingkat penuh, tak ada celah atau kolam 0,025 0,030 0,033
2. Sama dengan aas, tetapi banyak batu dan
gulma 0,030 0,035 0,040
3. Bersh, berkeluk, beberapa kolam dan beting 0,033 0,040 0,045
4. Sama dengan atas, tetapi dengan beberapa gulma dan batu 0,015 0,045 0,050
5. Sama dengan atas, tingkat lebih rendah, leih banyak lereng tida efektif dan bagian- bagian 0,040 0,048 0,055
6. Sama degan 4, tetapi lebih banyak batu 0,045 0,050 0,060 7. Sungai lembam, kolam-kolam dalam 0,050 0,070 0,080
8. Sungai sangat bergulma, kolam dalam atau jalur banjir dengan hutan lebat dan tumbuhan bawah 0,075 0,100 0,150
b. Sungai -sungai pegunungan, tanpa tumbuhan dalam saluran, tanggu basanya terjal, pohon- pohon dan semak -semak sepanjang tanggul tenggelam pada air tinggi
1. Dasar kerikl, batu bundardan batu besar 0,030 0,040 0,050
2. Dasar batu-batu bundar dengan batu- batu besar 0,040 0,050 0,070
D.2. Dataran banjir a. Padang rumput, tanpa semak
Lampiran 1 (sambungan)
Tipe saluran dan pemeriaannya Minimum Normal Maksimum 1. Rumput pendek 0,025 0,030 0,035 2. Rumput tinggi 0,030 0,035 0,050 b. Tanah pertanian 1. Tak ditanami 0,020 0,030 0,040 2. Tanaman dewasa berbaris 0,025 0,035 0,045 3. Tanaman ladang dewasa 0,030 0,040 0,050 c. Semak 1. Semak tersebar, gulma lebat 0,035 0,050 0,070
2. Semak dan pohon jarang pada musim
dingin 0,035 0,050 0,060 3. Semak dan pohon jarang pada musim panas 0,040 0,060 0,080 4. Semak sedang sampai lebat d musim dingin 0,045 0,070 0,110 5. Semak sedang sampai lebat di musim panas 0,070 0,100 0,160 d. Pohon-pohon 1. Willow lebat, musim panas, lurus 0,110 0,0150 0,200 2. Lahan yang dibuka dengan pertumbuhan terubusan yang hebat 0,030 0,040 0,050 3. Sama dengan atas, tetapi dengan pertumbuhan terbubusan yang hebat 0,050 0,060 0,080 4. Hutan lebat, sediit pohon kecil, sedikit tumbuhan bawah, tingkat banjir dibawah cabang 0,080 0,100 0,120 5. Sama dengan atas, tetapi dengan tingkat banjir mencapai cabang 0,100 0,120 0,160 D.3. Sungai-sungai utama (lebar atas pada tingkat banjir > 100 kaki) Harga n kurang dari sungai-sungai kecil dan sifat-sifat yang sama, karena tanggul-tanggul memberikan ketahanan yang kurang efektif a. Bagian yang biasa dengan tanpa batu-batu besar atau semak 0,025 - 0,060 b. Bagian yang teratur dan kasar 0,035 - 0,100
Sumber : Chow (1950) dalam Seyhan (1990)
Lampiran 5 Faktor Konstanta Kondisi Permukaan (SCC) dan Bilangan Kurva Aliran Permukaan (CN)
Kelompok Hidrologi
Tanah Penggunaan Lahan di Permukaan Nilai SCC
(mg/ltr) A B C D Lahan tandus 0,22 77 86 91 94 Tanaman berbaris lurus 0,05 67 78 85 89 Tanaman berbaris kontur 0,29 65 75 82 86 Padi-padian kecil 0,29 63 74 82 85 Kacang-kacangan atau rotasi padang rumput 0,29 58 72 81 85 Padang rumput penggembalaan-tipis 0,01 68 79 86 89 Padang rumput penggembalaan-sedang 0,15 49 69 79 84 Padang rumput penggembalaan-tebal 0,22 39 61 74 80 Padang rumput permanen 0,59 30 58 71 78 Lahan berhutan 0,29 36 60 73 79 Hutan dengan serasah banyak 0,59 25 55 70 77 Tanah beserta rumah pertanian 0,01 59 74 82 86 Perkotaan (kedap air 21-27 %) 0,01 72 79 85 88 Saluran berumput 1,00 49 69 79 84 Air 0 100 Rawa 0 85 Tanah peternakan dengan bidang tanah yang tidak rata 0 91/94
Daerah beratap 0 100 Sumber : Young et al. (1990)
Lampiran 6 Peta-peta Grid Nilai C, P, SCC, CN, dan Erodibilitas (K)
Skala 1 : 80000 Skala 1 : 80000
Lampiran 6 (sambungan)
Skala 1 : 80000 Skala 1 : 80000
Lampiran 6 (sambungan)
Skala 1 : 80000
Lampiran 7 Parameter-parameter Masukan Model AGNPS
Lampiran 7 (sambungan) Keterangan: C = Nomor sel K = Faktor erodibilitas tanah PS = Point source indicator RC = Sel penerima C = Faktor pengelolaan tanah GS = Sumber erosi tambahan FD = Arah aliran P = Faktor teknik konservasi tanah COD = Kebutuhan Oksigen kimiawi CN = Bilangan kurva aliran permukaan SCC = Konstanta kondisi permukaan IF = Indikator impoundment SL = Kemiringan lereng T = Tekstur CI = Indikator saluran SS = Bentuk lereng FL = Indikator penggunaan pupuk CS = Kemiringan lereng saluran LS = Panjang lereng FA = Ketersediaan pupuk pada permukaan tanah CL = Panjang saluran N = Koefisien kekasaran Manning PI = Indikator penggunaan pestisida
Lampiran 8 Contoh Hasil Keluaran Model AGNPS
Episode 1 Januari Watershed Summary Watershed Studied DTA Jeneberang The area of the watershed is 16920 acres The area of each cell is 40.00 acres The characteristic storm precipitation is 1.30 inches The storm energy-intensity value is 26 Values at the Watershed Outlet Cell number 169 000 Runoff volume 0.0 inches Peak runoff rate 113 cfs Total Nitrogen in sediment 2.87 lbs/acre Total soluble Nitrogen in runoff 0.01 lbs/acre Soluble Nitrogen concentration in runoff 0.99 ppm Total Phosphorus in sediment 1.43 lbs/acre Total soluble Phosphorus in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Phosphorus concentration in runoff 0.05 ppm Total soluble chemical oxygen demand 0.55 lbs/acre Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff 64 ppm Sediment Analysis Area Weighted Area Erosion Delivery Enrichment Mean Weighted Particle Upland Channel Ratio Ratio Concentration Yield Yield type (t/a) (t/a) (%) (ppm) (t/a) (tons) _________________________________________________________________________ CLAY 1.16 0.00 64 10 172358.40 0.74 12568.0 SILT 0.70 0.00 0 0 59.18 0.00 4.3 SAGG 6.62 0.00 0 0 32.00 0.00 2.3 LAGG 2.90 0.00 0 0 26.67 0.00 1.9 SAND 0.23 0.00 0 0 8.30 0.00 0.6 TOTAL 11.61 0.00 6 1 172484.50 0.74 12577.2
Episode 2 Januari Watershed Summary Watershed Studied DTA Jeneberang The area of the watershed is 16920 acres The area of each cell is 40.00 acres The characteristic storm precipitation is 0.70 inches The storm energy-intensity value is 10 Values at the Watershed Outlet Cell number 169 000 Runoff volume 0.0 inches Peak runoff rate 1 cfs Total Nitrogen in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Nitrogen in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Nitrogen concentration in runoff 1.20 ppm Total Phosphorus in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Phosphorus in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Phosphorus concentration in runoff 0.05 ppm Total soluble chemical oxygen demand 0.00 lbs/acre Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff 69 ppm
Episode 3 Januari Watershed Summary Watershed Studied DTA Jeneberang The area of the watershed is 16920 acres The area of each cell is 40.00 acres The characteristic storm precipitation is 0.40 inches The storm energy-intensity value is 3 Values at the Watershed Outlet Cell number 169 000 Runoff volume 0.0 inches Peak runoff rate 0 cfs Total Nitrogen in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Nitrogen in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Nitrogen concentration in runoff 1.65 ppm Total Phosphorus in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Phosphorus in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Phosphorus concentration in runoff 0.05 ppm Total soluble chemical oxygen demand 0.00 lbs/acre Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff 60 ppm Sediment Analysis Area Weighted Area Erosion Delivery Enrichment Mean Weighted Particle Upland Channel Ratio Ratio Concentration Yield Yield type (t/a) (t/a) (%) (ppm) (t/a) (tons) _________________________________________________________________________ CLAY 0.13 0.00 0 6 1572.90 0.00 0.3 SILT 0.08 0.00 0 1 133.53 0.00 0.0 SAGG 0.77 0.00 0 0 190.69 0.00 0.0 LAGG 0.34 0.00 0 1 450.60 0.00 0.1 SAND 0.03 0.00 0 3 141.19 0.00 0.0 TOTAL 1.35 0.00 0 1 2488.91 0.00 0.5
Lampiran 8 (sambungan)
Episode 1 Februari Watershed Summary Watershed Studied DTA Jeneberang The area of the watershed is 16920 acres The area of each cell is 40.00 acres The characteristic storm precipitation is 0.40 inches The storm energy-intensity value is 3 Values at the Watershed Outlet Cell number 169 000 Runoff volume 0.0 inches Peak runoff rate 0 cfs Total Nitrogen in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Nitrogen in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Nitrogen concentration in runoff 1.65 ppm Total Phosphorus in sediment 0.00 lbs/acre Total soluble Phosphorus in runoff 0.00 lbs/acre Soluble Phosphorus concentration in runoff 0.05 ppm Total soluble chemical oxygen demand 0.00 lbs/acre Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff 60 ppm Sediment Analysis Area Weighted Area Erosion Delivery Enrichment Mean Weighted Particle Upland Channel Ratio Ratio Concentration Yield Yield type (t/a) (t/a) (%) (ppm) (t/a) (tons) _________________________________________________________________________ CLAY 0.11 0.00 0 6 1330.95 0.00 0.3 SILT 0.07 0.00 0 1 129.13 0.00 0.0 SAGG 0.64 0.00 0 0 180.90 0.00 0.0 LAGG 0.28 0.00 0 1 450.60 0.00 0.1 SAND 0.02 0.00 0 3 141.19 0.00 0.0 TOTAL 1.12 0.00 0 1 2232.76 0.00 0.4
Lampiran 9 Hasil Analisis Model Regresi Keluaran Minitab ————— 10/5/2007 12:39:52 PM —————————————————— Correlations: Q (m^3/s), CH (mm) Pearson correlation of Q (m^3/s) and CH (mm) = 0.925 P-Value = 0.000 Regression Analysis: Log-Q versus Log-CH The regression equation is Log-Q = - 0.797 + 0.684 Log-CH Q = 0.159 CH0.68 363 cases used, 3 cases contain missing values Predictor Coef SE Coef T P Constant -0.79694 0.01401 -56.89 0.000 Log-CH 0.68418 0.01733 39.48 0.000 S = 0.180159 R-Sq = 81.2% R-Sq(adj) = 81.1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 50.602 50.602 1559.05 0.000 Residual Error 361 11.717 0.032 Total 362 62.319 Unusual Observations Obs Log-CH Log-Q Fit SE Fit Residual St Resid 7 0.54 -0.06048 -0.42854 0.00951 0.36806 2.05R 55 0.12 -1.18709 -0.71489 0.01255 -0.47219 -2.63R 56 0.65 0.03782 -0.35002 0.00951 0.38784 2.16R 165 -0.87 -0.90309 -1.38976 0.02706 0.48667 2.73RX 167 -1.35 -1.30103 -1.71839 0.03497 0.41736 2.36RX 178 -1.04 -1.18709 -1.50914 0.02991 0.32206 1.81 X 181 -0.05 -1.19382 -0.83425 0.01472 -0.35957 -2.00R 183 0.23 -1.07058 -0.64243 0.01143 -0.42815 -2.38R 185 -0.84 -0.98716 -1.37072 0.02660 0.38355 2.15RX 201 -0.74 -1.05061 -1.30318 0.02501 0.25257 1.42 X 202 -0.01 -1.22185 -0.80507 0.01416 -0.41678 -2.32R 203 -0.66 -1.20761 -1.24955 0.02376 0.04195 0.23 X 205 0.16 -1.20066 -0.68756 0.01211 -0.51310 -2.85R 242 -0.74 -0.86646 -1.30318 0.02501 0.43672 2.45RX 253 -0.74 -0.68613 -1.30318 0.02501 0.61705 3.46RX 259 -0.44 -0.67366 -1.09722 0.02028 0.42356 2.37R 260 -0.44 -0.67985 -1.09722 0.02028 0.41737 2.33R 262 0.51 -0.85699 -0.44965 0.00958 -0.40733 -2.26R 266 0.56 -0.84164 -0.41558 0.00948 -0.42606 -2.37R 269 0.44 -0.86328 -0.49484 0.00983 -0.36844 -2.05R 275 0.71 -0.69250 -0.31335 0.00965 -0.37915 -2.11R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Lampiran 9 (sambungan) ————— 11/17/2007 12:27:59 AM ———————————————— Correlations: Log QpMod., Log QpLap. Pearson correlation of Log QpMod. and Log QpLap. = 0.894 P-Value = 0.000 Regression Analysis: Log QpLap. versus Log QpMod. The regression equation is Log QpLap. = 0.239 + 0.679 Log QpMod. 363 cases used, 3 cases contain missing values Predictor Coef SE Coef T P Constant 0.23924 0.01926 12.42 0.000 Log QpMod. 0.67941 0.01795 37.85 0.000 S = 0.186393 R-Sq = 79.9% R-Sq(adj) = 79.8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 49.783 49.783 1432.91 0.000 Residual Error 361 12.542 0.035 Total 362 62.325 Unusual Observations Log Obs QpMod. Log QpLap. Fit SE Fit Residual St Resid 1 1.76 0.51413 1.43502 0.04916 -0.92089 -5.12RX 55 -1.39 -1.18867 -0.70579 0.01288 -0.48288 -2.60R 56 -0.87 0.03792 -0.35490 0.00982 0.39282 2.11R 165 -2.35 -0.90341 -1.35414 0.02731 0.45074 2.44RX 167 -2.81 -1.30476 -1.66811 0.03518 0.36335 1.99 X 178 -2.52 -1.18630 -1.47002 0.03019 0.28372 1.54 X 181 -1.56 -1.19648 -0.82068 0.01503 -0.37580 -2.02R 183 -1.29 -1.07058 -0.63617 0.01176 -0.43441 -2.34R 185 -2.32 -0.98651 -1.33570 0.02686 0.34919 1.89 X 201 -2.22 -1.04879 -1.27193 0.02530 0.22313 1.21 X 202 -1.52 -1.22449 -0.79264 0.01447 -0.43185 -2.32R 203 -2.15 -1.21023 -1.21982 0.02403 0.00960 0.05 X 205 -1.35 -1.19772 -0.67945 0.01244 -0.51827 -2.79R 242 -2.22 -0.86786 -1.27193 0.02530 0.40407 2.19RX 253 -2.22 -0.68634 -1.27193 0.02530 0.58558 3.17RX 259 -1.93 -0.67331 -1.07384 0.02057 0.40053 2.16R 260 -1.93 -0.67897 -1.07384 0.02057 0.39487 2.13R 262 -1.02 -0.85676 -0.45071 0.00992 -0.40605 -2.18R 266 -0.97 -0.84177 -0.41795 0.00981 -0.42382 -2.28R 275 -0.82 -0.69217 -0.31964 0.00995 -0.37253 -2.00R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Lampiran 9 (sambungan) ————— 11/17/2007 12:27:07 AM —————————————————— Correlations: Log QsLap., Log QsMod Pearson correlation of Log QsLap. and Log QsMod = 0.905 P-Value = 0.013 Regression Analysis: Log QsLap. versus Log QsMod The regression equation is Log QsLap. = 0.230 + 0.382 Log QsMod 6 cases used, 360 cases contain missing values Predictor Coef SE Coef T P Constant 0.2300 0.1427 1.61 0.182 Log QsMod 0.38162 0.08974 4.25 0.013 S = 0.228457 R-Sq = 81.9% R-Sq(adj) = 77.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.94394 0.94394 18.09 0.013 Residual Error 4 0.20877 0.05219 Total 5 1.15271