Page 1
ANALISIS PENDAPATAN SERTA KELAYAKAN
USAHA TERNAK AYAM RAS PETELUR PADA
SKALA USAHA YANG BERBEDA DALAM 1 (SATU)
TAHUN PERIODE PRODUKSI
{Studi pada Peternakan ayam ras petelur skala kecil dan
skala besar di Kabupaten Blitar}
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Akhmad Adi Wicaksono
115020407111031
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana
Ekonomi
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Page 5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Akhmad Adi Wicaksono
NIM : 115020407111031
Tempat/Tanggal Lahir : Bojonegoro, 31 Maret 1993
Nama Ayah : H. Meindu Siswanto Bambang Susilo, SH.,MM
Nama Ibu : Hj. Lusia Rahayuningsih
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Panglima Polim Perumda Blok A/01 Kelurahan
Sumbang, Kabupaten Bojonegoro
Email : [email protected]
PENDIDIKAN
1998 – 2000 : TK Pertiwi, Kabupaten Bojonegoro
2000 – 2005 : SD Kepatihan Kabupaten Bojonegoro
2005 – 2008 : SMP Negeri 1 Bojonegoro
2008 – 2011 : SMA Negeri 2 Bojonegoro
2011 – 2017 : S1 Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya
Page 6
PENGALAMAN KEPANITIAAN & KERJA
Staff Supervisor Ospec 2012
E-Journey 2012
Kuliah Kerja Nyata Profesi selama 30 hari di Bank BNI Kantor Cabang
Sawojajar, Kota Malang
Page 7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehinggan penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “ANALISIS PENDAPATAN SERTA KELAYAKAN USAHA TERNAK AYAM
RAS PETELUR PADA SKALA USAHA YANG BERBEDA DALAM 1 TAHUN
PERIODE PRODUKSI (studi pada kelompok peternak skala besar dan
kelompok peternak skala kecil di Kabupaten Blitar)’. adapun tujuan dari
penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai derajat
Sarjana Ekonomi pada jurusan Ilmu Ekonomi. Dengan adanya skripsi ini, pembaca
dapat memahami dan mengerti mengenai pengaruh fluktuasi harga pakan dan
harga telur terhadap pendapatan peternak ayam petelur d Kabupaten Blitar.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak
yang memberikan bantuan dan dukungan selama pelaksanaan skripsi dan selama
penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua tercinta yaitu H. Meindu Siswanto BS, SH.,MM dan Hj.
Lusia Rahayuningsih yang selalu mensupport, membimbing dan selalu
memberikan doa yang tiada hentinya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Kakak dan adik saya : Mochammad Arief Fitriansyah dan Aisyah Surya
Dewi yang selalu menyemangati sampai tahap akhir penyusunan skripsi.
3. Bapak Prof. Chandra Fajri Ananda, SE., M.Sc., Ph.D. selaku Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Page 8
4. Bapak Dwi Budi Santoso, SE., MS., Ph.D. dan Bapak Putu Mahardika Adi
Saputra, SE., M.Si., MA., Ph.D. selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Ilmu
Ekonomi Universitas Brawijaya.
5. Bapak Dr. Rachmad Kresna Sakti selaku Ketua Program Studi Keuangan
dan Perbankan.
6. Bapak Dr. Sasongko, SE.,MS. Selaku dosen pebimbing yang dengan
sabar membimbing penulis, selalu memberikan masukan-masukan positif
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
7. Teman-teman saya yaitu : Lutfi, Nopi, Bundo, Maya, Cicik, Yaman, Supri,
Azzam, Dinda, Hanif, Ade, Roni, Bozel, Fendy dan Ruri yang selalu
memberikan semangat serta motivasi yang tiada henti-hentinya.
8. Spesial thanks for : Dina, Dianti, Izzy, Kyky, Ajeng (ul), Anandias, Dian,
Shela, Putri, Siska Novi dan Hanna.
9. Teman-teman seperjuangan : Dahana, Satria, Erik, Nando, dan Arya yang
selalu mensupport dan menemani saya selama melakukan penelitian di
Kabupaten Blitar.
10. Teman-teman Kos yaitu : mas Aas, Gusti, Agung, Pandu, Anjar, Henrikus,
Sos dan Evan yang telah memberikan dukungan dan semangat sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
11. Semua teman-teman Prodi Keuangan Perbankan angkatan 2011 yang
selalu memberikan semangat dan dukungan serta membantu selama
proses kuliah sampai akhir pengerjaan skripsi.
12. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
berperan serta membantu dalam pembuatan laporan ini.
Page 9
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kesalahan dan jauh dari kata sempurna, sehingga penulis sangat berterima kasih
apabila ada kritik, saran serta masukan yang dapat membangun guna
menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Malang, Juli 2017
Penulis
Page 10
ANALISIS PENDAPATAN SERTA KELAYAKAN USAHA TERNAK AYAM
RAS PETELUR PADA SKALA USAHA YANG BERBEDA DALAM 1 (SATU)
TAHUN PERIODE PRODUKSI (Studi pada peternakan ayam petelur skala kecil dan skala besar di Kabupaten Blitar)
Akhmad Adi Wicaksono
Dr. Sasongko, SE., MS.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: [email protected]
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gejolak kenaikan harga pakan ternak
dan gejolak penurunan harga telur terhadap pendapatan peternak ayam ras petelur pada
skala usaha yang berbeda di Kabupaten Blitar dan untuk mengetahui tingkat kelayakan
suatu usaha dengan melihat nilai Break Even Point (BEP) dan R/C Ratio-nya. Penelitian
dilakukan di Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur pada bulan November 2016 hingga
bulan Mei 2017. 15 sampel peternak yang ditentukan dengan menggunakan metode
Proporsional Random Sampling. Data penelitian menggunakan metode 1.) Analisis
Deskriptif dengan data kuantitatif 2.) Analisis pendapatan yang terdiri dari biaya produksi
dan penerimaan 3.) Analisis BEP dan R/C Ratio. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata
pendapatan yang diperoleh peternak skala besar sebesar Rp 576.634.710 lebih besar
dibanding dengan pendapatan rata-rata yang diperoleh peternak skala kecil yaitu sebesar
Rp124.482.273. Namun jika dilihat dari sisi untung rugi, kelompok peternak skala besar
mengalami kerugian terbanyak dibandingkan dengan kelompok peternak skala kecil. Dari
hasil perhitungan pendapatan diatas dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya pendapatan
dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat penerimaan (revenue) yang diperoleh dan seberapa
besar skala usahanya atau jumlah populasi ternak yang dimiliki. Nilai Break Event Point
(BEP) yang diperoleh berbeda-beda dari masing-masing peternak. Rata-rata BEP pada
kelompok peternak skala besar yaitu Rp 16.873 lebih kecil dibandingkan dengan kelompok
peternak skala kecil yaitu sebesar Rp 17.403. Hal ini dikarenakan nilai Feed Convertion
Ratio (FCR) yang berbeda-beda dari masing-masing peternak. Artinya semakin kecil nilai
FCR maka akan semakin bagus. Tingkat R/C Ratio menunjukkan hasil yang berbeda-beda
dari masing-masing peternak. Secara keseluruhan rata-rata tingkat R/C ratio kelompok
peternak skala kecil maupun kelompok peternak skala besar yaitu memiliki nilai 1,1.
Artinya usaha ternak ayam petelur di Kabupaten Blitar dikategorikan sebagai usaha yang
layak, sehingga usaha ini menguntungkan dan memiliki prospek yang menjanjikan.
Kata kunci: Biaya produksi, Pendapatan, BEP, R/C Ratio
Page 11
ABSTRACT
THE ANALYSIS OF INCOME AND FEASIBILITY OF EGG-LAYING
CHICKEN BREEDS BUSINESS FOR DIFFERENT BUSINESS SCALES
IN ONE-YEAR PERIOD OF PRODUCTION: A STUDY ON THE EGG-
LAYING POULTRY BUSINESS OF SMALL AND BIG SCALES IN
BLITAR REGENCY
Akhmad Adi Wicaksono
Dr. Sasongko, S.E., M.S.
Faculty of Economics and Business, University of Brawijaya
Email: [email protected]
This research aims at analyzing the effects of the fluctuation rise of animal
feed price and the fluctuation decrease of egg rice on the income of the egg-laying
chicken breeds business in different business scales and identifying the feasibility
through its Break Even Point (BEP) and R/C Ratio. The research was conducted in
Blitar regency, East Java province, from November 2016 up to May 2017. 15
samples of the chicken breeds are selected by proportional random sampling. The
collected information is analyzed descriptively on the quantitative data, the income
is evaluated in terms of production cost and income, and the data are analyzed by
BEP and R/C Ratio. The result of the study shows that the average income gained
by the large scale poultry businessmen is IDR 576,634,710, much more than that
earned by the small scale ones, i.e. IDR 124,482,273. However, in terms of the
profit/loss, the large scaled farmers suffer more loss than the small scale ones. The
above calculation indicates that the income rate is much influenced by the revenue
and the business scale (the breeds owned). The Break Event Points of each farmer
vary, in which the average BEP of the large scale farmers is IDR 16,873, lower than
that of the small scale farmers, i.e. IDR 17,403. Such a disparity is resulted from
the different value of Feed Conversion Ratio (FCR) that both groups gain. The
lower the value of FCR, the better the business is. The level of R/C Ratio also
reveals different result for each farmer group. In general, the average level of R/C
ratio gained by both large and small businesses is 1.1, indicating that the egg-laying
poultry business in Blitar regency lies in such “feasible” level that the business is
profitable and thus owns promising prospect.
Keywords: Production Cost; Income; BEP, R/C Ratio
Page 12
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................................. vii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xvi
ABSTRACT ................................................................................................................ xvii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 9
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 10
BAB II .................................................................................................................................... 12
KAJIAN PUSTAKA .................................................................................................... 12
2.1 Analisis Pengaruh Kenaikan Biaya (ongkos) Produksi Terhadap Pendapatan
Peternak ...................................................................................................... 12
2.1.1 Teori Produksi ...................................................................................... 12
2.1.1.1 Output optimum ............................................................................. 13
2.1.2 Teori Biaya (ongkos) Produksi .............................................................. 14
2.1.2.1 Biaya Rata-rata (Average Cost) ..................................................... 15
2.1.2.2 Biaya Marginal (Marginal Cost) ...................................................... 15
2.2 Analisa Dalam Mengukur Prosentase Perubahan Penurunan Harga Output
Terhadap Jumlah Produksi yang dihasilkan Produsen ................................ 18
2.2.1 Konsep Elastisitas penawaran .............................................................. 18
Page 13
xi
2.2.2 Keseimbangan Pasar (Equilibrium)....................................................... 19
2.3 Analisis Pengaruh Perubahan Harga Output Terhadap Total Penjualan
Produksi ...................................................................................................... 20
2.3.1 Teori Pendapatan dengan menggunakan konsep Total Revenue (TR)
Average Revenue (AR) dan Marginal Revenue (MR) ........................... 21
2.3.1.1 Total Revenue (TR) ....................................................................... 21
2.3.1.2 Average Revenue (AR) .................................................................. 22
2.3.1.3 Marginal Revenue (MR) ................................................................. 22
2.4 Analisis Kelayakan Usaha Ternak Ayam Petelur di Kabupaten Blitar .......... 24
2.4.1 Revenue Cost Ratio (R/C ratio) ............................................................ 24
2.4.2 Break Even Point (BEP) ....................................................................... 25
2.5 Penelitian Terdahulu ................................................................................... 26
2.6 Kerangka Pikir ............................................................................................. 31
BAB III ................................................................................................................................... 33
METODE PENELITIAN .............................................................................................. 33
3.1 Pendekatan Penelitian ................................................................................. 33
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 33
3.3 Variabel yang diteliti .................................................................................... 33
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................. 34
3.5 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 35
3.5.1 Jenis Data ............................................................................................ 35
3.5.2 Sumber Data ........................................................................................ 35
3.5.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 35
3.6 Metode Analisis Data................................................................................... 36
BAB IV ................................................................................................................................... 39
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................... 39
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Blitar ............................................................. 39
4.1.1 Potensi Ekonomi Wilayah ..................................................................... 39
4.1.2 Potensi Penyerapan Tenaga Kerja ....................................................... 41
4.1.3 Perkembangan Peternakan ayam di Kabupaten Blitar .......................... 42
4.1.3.1 Perkembangan ternak ayam dari sisi Populasi dan Produksinya ... 42
4.1.3.2 Perkembangan Harga Telur Selama Kurun Waktu 1 Tahun (2016) 45
Page 14
xii
4.1.3.3 Perkembangan Harga Pakan Ternak Tahun 2016 ......................... 46
4.1.3.4 Strategi Penyuluhan dan Pembinaan Dinas Peternakan Kabupaten
Blitar Terhadap para Peternak Ayam Petelur............................... 47
4.2 Hasil (Sampel Penelitian) ............................................................................ 48
4.2.1 Hasil Perhitungan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Petelur di
Kabupaten Blitar ................................................................................... 49
4.2.2 Hasil Perhitungan Break Event Point (BEP) Usaha Ternak Ayam Petelur
di Kabupaten Blitar ............................................................................... 54
4.2.3 Hasil Perhitungan R/C Ratio Usaha Peternakan Ayam Petelur di
Kabupaten Blitar ................................................................................... 55
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................................... 57
4.3.1 Analisis Hasil Perhitungan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Petelur ... 57
4.3.2 Analisis Strategi Peternak dalam Menghadapi Gejolak Kenaikan Harga
Pakan dan Turunnya Harga Telur yang Terjadi secara Bersamaan ...... 59
4.3.3 Analisa Hasil Perhitungan Break Even Point (BEP) Usaha Ternak Ayam
Petelur di Kabupaten Blitar ................................................................... 61
4.3.4 Analisis Kelayakan Usaha dilihat dari Nilai R/C ratio ............................ 62
BAB V .................................................................................................................................... 64
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 64
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 64
5.2 Saran .......................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 67
LAMPIRAN ................................................................................................................. 69
Page 15
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Populasi Ternak Ayam ras Petelur di seluruh Provinsi di Indonesia
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ...................................................... 2
Tabel 1.2 : Produksi Telur Ayam ras Petelur di Seluruh Provinsi di Indonesia
Dalam Kurun waktu 5 tahun terakhir .................................................... 3
Tabel 1.3 : Tabel Populasi Ternak dan Produksi Telur di Seluruh Kecamatan yang
Berada di Kabupaten Blitar Dalam Tahun 2015 .................................... 6
Tabel 2.1 : Tabel Penelitian Terdahulu.......................................................................... 29
Tabel 4.1 : PDRB Kabupaten Blitar per Sektoral Tahun 2015 .............................. 41
Tabel 4.2 : Tabel Jumlah Perusahaan di Kabupaten Blitar Tahun 2015 ............... 41
Tabel 4.3 : Penyerapan Tenaga Kerja per Sektor di Kabupaten Blitar Tahun 2015 42
Tabel 4.4 : Tabel Populasi dan Produksi Telur di Kabupaten Blitar Tahun 2016 .. 44
Tabel 4.5 : Daftar Perkembangan Harga Telur Tahun 2016 ................................. 46
Tabel 4.6 : Tabel Perkembangan Harga Pakan Ternak Tahun 2016 .................... 47
Tabel 4.7 : Tabel Profil 15 Sampel Peternak Ayam Petelur di Kabupaten Blitar ... 49
Tabel 4.8 : Tabel Variabel-Variabel Biaya Produksi ............................................. 50
Tabel 4.9 : Tabel Rata-rata Biaya Produksi Kelompok Peternak Skala Besar dan
Kelompok Peternak Skala Kecil di Kabupaten Blitar ........................... 51
Tabel 4.10 : Tabel Variabel-variabel Revenue (Penerimaan) ............................... 52
Tabel 4.11 : Tabel Rata-rata Penerimaan (Revenue) Kelompok Peternak Skala
besar dan Kelompok Peternak Skala Kecil di Kabupaten Blitar ........ 52
Tabel 4.12 : Tabel Hasil Perhitungan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Petelur
Skala Besar dan Skala Kecil di Kabupaten Blitar tahun 2016 ........... 53
Tabel 4.13 : Tabel Ringkasan Hasil Perhitungan BEP Usaha Ternak Ayam Petelur
di Kabupaten Blitar Terhadap 15 Sampel Penelitian ........................ 55
Page 16
xiv
Tabel 4.14 : Tabel Ringkasan Hasil Perhitungan R/C ratio Terhadap 15 Sampel
Penelitian Untuk Menganalisis Kelayakan Suatu Usaha .................. 56
Tabel 4.15 : Tabel Rata-Rata Pendapatan Peternak Ayam Petelur Skala Besar dan
Skala Kecil di Kabupaten Blitar tahun 2016 ...................................... 58
Tabel 4.16 : Tabel Rata-rata BEP Usaha Ternak Ayam Petelur di Kabupaten
Blitar Terhadap 15 Sampel Penelitian .............................................. 61
Tabel 4.17 : Tabel Ringkasan Hasil Perhitungan R/C ratio Terhadap 15 Sampel
Penelitian untuk Menganalisis Kelayakan Suatu Usaha ................... 63
Page 17
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 : Grafik Populasi Ternak Ayam Petelur di Kabupaten/Kota di Jawa
Timur Dalam Kurun Waktu 4 Tahun Terakhir ........................................ 4
Gambar 1.2 : Persentase Produksi Telur Ayam ras Petelur di Kabupaten/Kota di
Jawa Timur Dalam Kurun Waktu 4 tahun Terakhir ............................... 5
Gambar 1.3 : Daftar Fluktuasi Harga Telur Dalam 1 Tahun Terakhir (2016) ............ 8
Gambar 2.1 : Menentukan Metode Produksi Optimal (output optimum) ............... 13
Gambar 2.2 : Hubungan Kurva TC, AC dan MC .................................................. 17
Gambar 2.3 : Kurva Elastisitas Penawaran .......................................................... 19
Gambar 2.4 : Kurva Keseimbangan antara Permintaan dan Penawaran ............. 20
Gambar 2.5 : Kurva Hubungan Antara MR, AR, P dan Fungsi Permintaan
Perusahaan ................................................................................... 23
Gambar 2.6 : Kerangka Pikir ................................................................................ 32
Gambar 4.1 : Grafik Perkembangan PDRB Kabupaten Blitar dengan Provinsi Jawa
Timur Dalam 3 Tahun Terakhir .............................................................. 40
Gambar 4.2 : Fasilitas Laboratorium Pakan Ternak yang dimiliki Dinas Peternakan
Kabupaten Blitar ....................................................................................... 44
Gambar 4.3 : Produksi Telur Sampel Peternak ........................................................... 45
Gambar 4.4 : Produksi Pakan Sampel Peternak ......................................................... 46
Page 18
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Peternak Ayam Skala Besar dan Skala Kecil .................... 69
Lampiran 2. Proses Perhitungan Pendapatan Peternak ............................................ 75
Lampiran 3. Foto-Foto Dokumentasi ........................................................................... 121
Page 19
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Salah satu pendukung perkembangan perekonomian Indonesia
adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia sebagai tumpuan dalam memperoleh pendapatan
(Kementerian Koperasi dan UMKM).
Pengembangan UMKM yang dilakukan dengan baik dapat membantu
penyerapan tenaga kerja serta meningkatkan perekonomian negara. Usaha di
sektor UMKM lebih memanfaatkan sumber daya alam dan padat karya seperti
hasil pertanian, perkebunan, perdagangan dan peternakan. Pembangunan
peternakan merupakan bagian dari pembangunan keseluruhan yang bertujuan
untuk menyediakan pangan hewani berupa daging, susu, serta telur yang bernilai
gizi tinggi, serta meningkatkan pendapatan peternak, dan memperluas
kesempatan kerja. Dengan begitu pengembangan UMKM perlu dilakukan. Fokus
pengembangan berupa peningkatan unit usaha, pengembangan skala usaha dan
peningkatan mutu produk yang dihasilkan UMKM tersebut. Oleh karena itu penulis
memilih sektor peternakan dalam penelitian ini khususnya untuk ayam ras petelur.
Usaha sektor peternakan khususnya ayam ras petelur merupakan usaha yang
memiliki perkembangan yang cukup pesat. Data menunjukkan bahwa di
Indonesia, dari 34 Provinsi yang ada, Provinsi Jawa Timur merupakan Provinsi
yang memiliki populasi ternak ayam ras petelur terbesar dibanding dengan
Provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.
Page 20
2
2012 2013 2014 2015 2016*)
1 Aceh 266.174 243.270 209.476 340.970 357.678
2 Sumatera Utara 12.055.592 15.704.311 14.838.083 15.207.333 15.245.074
3 Sumatera Barat 8.130.585 8.519.893 8.393.469 8.436.629 8.469.005
4 Riau 134.481 147.467 67.798 65.628 68.253
5 Jambi 971.066 654.376 704.612 645.244 651.697
6 Sumatera Selatan 5.760.798 6.562.387 6.249.348 6.349.630 6.636.440
7 Bengkulu 67.085 77.493 82.138 144.605 163.765
8 Lampung 7.699.572 5.121.094 5.061.800 5.077.341 5.217.335
9 Kep. Bangka Belitung 70.570 254.121 88.801 77.395 83.813
10 Kep. Riau 454.850 418.800 388.750 480.767 544.565
11 DKI Jakarta - - - - -
12 Jawa Barat 12.271.938 12.882.262 13.290.146 14.469.405 15.830.703
13 Jawa Tengah 19.881.430 21.630.154 20.293.547 21.865.087 22.204.964
14 DI. Yogjakarta 3.346.564 3.274.886 3.518.393 3.642.473 3.658.672
15 Jawa Timur 40.268.631 43.066.361 41.156.842 43.221.466 43.791.025
16 Banten 5.036.716 4.961.958 4.787.304 4.873.577 4.936.664
17 Bali 4.282.970 4.355.955 4.357.340 4.879.378 4.922.806
18 Nusa Tenggara Barat 173.496 201.127 297.441 350.025 382.556
19 Nusa Tenggara Timur 179.697 197.202 199.604 200.762 201.926
20 Kalimantan Barat 2.977.850 2.475.690 3.383.306 2.525.786 2.557.567
21 Kalimantan Tengah 37.330 40.900 94.912 111.776 121.125
22 Kalimantan Selatan 2.782.845 3.233.048 4.538.185 5.739.222 8.112.017
23 Kalimantan Timur 1.587.496 1.227.205 686.278 966.432 1.141.732
24 Kalimantan Utara - - 45.085 48.960 53.856
25 Sulawesi Utara 1.140.211 1.371.730 1.396.291 1.467.130 1.502.771
26 Sulawesi Tengah 613.677 888.405 1.040.733 981.233 1.094.910
27 Sulawesi Selatan 7.800.790 8.303.129 10.481.875 11.586.329 12.744.962
28 Sulawesi Tenggara 149.506 147.814 158.108 202.400 236.143
29 Gorontalo 285.331 323.581 368.194 375.616 378.036
30 Sulawesi Barat 84.735 102.818 102.242 146.956 151.365
31 Maluku 35.707 10.959 20.539 9.567 7.117
32 Maluku Utara 17.311 43.160 18.260 16.458 23.838
33 Papua Barat 50.583 56.268 62.117 65.629 66.664
34 Papua 102.164 123.690 279.398 436.179 492.219
INDONESIA 138.717.750 146.621.514 146.660.415 155.007.388 162.051.262
No ProvinsiPopulasi Ternak Ayam Petelur
Tabel 1.1 : Populasi Ternak Ayam ras Petelur di seluruh Provinsi di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
(ekor)
Sumber : Peternakan dalam Data 2016 (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur)
Dari tabel diatas tercatat bahwa dari tahun 2012-2016 populasinya mencapai
angka rata-rata 40 juta ekor lebih. Tidak hanya dari sisi populasinya saja, hasil
produksi telur ayam ras petelur pun juga menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur
merupakan Provinsi dengan tingkat produksi telur ayam ras petelur tertinggi dari
seluruh Provinsi yang ada di Indonesia.
Page 21
3
2012 2013 2014 2015 2016*)
1 Aceh 3.640 2.198 1.892 3.080 3.231
2 Sumatera Utara 108.018 140.711 132.949 136.258 136.596
3 Sumatera Barat 62.687 65.688 63.706 65.046 65.296
4 Riau 2.022 2.217 1.019 987 1.026
5 Jambi 4.641 7.332 4.950 4.878 4.927
6 Sumatera Selatan 49.540 59.106 55.354 56.242 58.782
7 Bengkulu 576 529 561 987 1.118
8 Lampung 61.335 51.388 50.786 37.839 37.987
9 Kep. Bangka Belitung 544 1.238 669 583 631
10 Kep. Riau 3.425 3.154 2.927 3.620 4.101
11 DKI Jakarta - - - - -
12 Jawa Barat 120.123 131.586 134.581 133.436 140.136
13 Jawa Tengah 192.071 204.357 191.546 202.110 209.373
14 DI. Yogjakarta 25.802 24.660 26.493 28.083 28.208
15 Jawa Timur 270.700 293.532 291.399 390.055 399.158
16 Banten 47.455 46.751 40.279 45.918 46.513
17 Bali 47.969 36.590 36.602 40.987 41.352
18 Nusa Tenggara Barat 1.338 1.551 2.293 3.598 3.933
19 Nusa Tenggara Timur 1.164 1.317 1.333 1.341 1.349
20 Kalimantan Barat 23.906 19.875 43.800 31.851 32.249
21 Kalimantan Tengah 209 285 1.191 1.403 1.520
22 Kalimantan Selatan 20.955 33.947 47.651 60.262 74.297
23 Kalimantan Timur 12.240 9.462 5.291 7.451 8.803
24 Kalimantan Utara - - 348 377 415
25 Sulawesi Utara 8.552 9.774 9.949 10.453 10.707
26 Sulawesi Tengah 4.621 6.690 7.837 7.389 8.245
27 Sulawesi Selatan 60.144 64.017 80.815 89.331 98.264
28 Sulawesi Tenggara 1.126 1.113 1.191 1.524 1.778
29 Gorontalo 2.149 2.437 2.773 2.828 2.847
30 Sulawesi Barat 638 774 770 1.107 1.140
31 Maluku 371 83 155 72 54
32 Maluku Utara 130 325 227 109 157
33 Papua Barat 705 784 865 914 928
34 Papua 1.153 931 2.109 2.710 3.076
INDONESIA 1.139.946 1.224.400 1.244.312 1.372.829 1.428.195
No. ProvinsiProduksi Telur Ayam ras Petelur
Tabel 1.2 : Produksi Telur Ayam ras Petelur di Seluruh Provinsi di Indonesia Dalam Kurun waktu 5 tahun terakhir
(Ton)
Sumber : Buku Peternakan dalam Data 2016 (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur)
Tabel data produksi diatas menunjukkan bahwa dalam 5 tahun terakhir jumlah
produksinya terus mengalami tren positif, meskipun mengalami penurunan
produksi di tahun 2014. Tercatat pada tahun 2012 jumlah produksi telur ayam ras
petelur berada di angka 270.700 Ton telur dan mencapai angka 399.158 Ton telur
pada tahun 2016.
Page 22
4
Dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, Kabupaten Blitar merupakan satu-
satunya kabupaten/Kota di Jawa Timur sebagai daerah penyumbang terbesar dari
sisi populasi ternak ayam ras petelur maupun dari sisi produksinya. Tercatat
bahwa Kabupaten Blitar memiliki angka populasi dan tingkat produksinya yang
paling tinggi dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya di Jawa Timur.
Gambar 1.1 : Grafik Populasi Ternak Ayam Petelur di Kabupaten/Kota di Jawa Timur Dalam Kurun Waktu 4 Tahun Terakhir
Sumber : Data dimodifikasi dari website http://disnak.jatimprov.go.id
Page 23
5
Gambar 1.2 : Persentase Produksi Telur Ayam ras Petelur di Kabupaten/Kota di Jawa Timur Dalam Kurun Waktu 4 tahun Terakhir
Sumber: Data dimodifikasi dari website http://disnak.jatimprov.go.id
Kabupaten Blitar selama 4 tahun berturut-turut menyumbang 37% produksi
telur di Jawa Timur. Oleh sebab itu Kabupaten Blitar merupakan sentral produksi
telur ayam ras petelur di Provinsi Jawa Timur.
Terdapat 3 Kecamatan di Kabupaten Blitar yang memiliki angka populasi dan
tingkat produksi tertinggi dari total 22 kecamatan yang ada di Kabupaten Blitar. 3
kecamatan tersebut meliputi Kecamatan Kademangan, Kec.Ponggok dan
Kecamatan Srengat. Pada 2015 tercatat ada 2 juta ekor lebih untuk jumlah
populasinya dari masing-masing 3 kecamatan tersebut. Rata-rata lebih dari 16 ribu
ton untuk tingkat produksinya dari masing-masing 3 Kecamatan tersebut.
Page 24
6
Populasi Ayam Petelur Produksi Telur Ayam
(ekor) (Ton)
1 Bakung 93.000 781,005
2 Sutojayan 85.100 714,661
3 Wates 89.200 715,501
4 Wonotirto 77.000 646,638
5 Panggungrejo 47.700 400,580
6 Binangun 39.600 332,557
7 Kesamben 87.000 730,617
8 Selorejo 86.200 723,899
9 Doko 109.800 922,089
10 Wlingi 92.500 776,806
11 Talun 997.600 9.880,969
12 Kanigoro 1.065.100 8.877,420
13 Sanankulon 615.500 5.126,918
14 Srengat 2.069.600 16.641,279
15 Wonodadi 1.452.500 11.862,034
16 Udanawu 1.140.900 9.849,057
17 Ponggok 2.169.000 16.784,043
18 Nglegok 986.500 6.949,262
19 Garum 704.300 6.250,557
20 Kademangan 2.091.000 16.972,156
21 Gandusari 523.600 4.397,140
22 Selopuro 350.300 2.941,784
Jumlah 14.973.000 123.276,973
NO KECAMATAN
Tabel 1.3 : Tabel Populasi Ternak dan Produksi Telur di Seluruh Kecamatan yang Berada di Kabupaten Blitar Dalam Tahun 2015
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Blitar
Sektor peternakan ayam khususnya ayam ras petelur di Kabupaten Blitar
menjadi sektor unggulan Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar. Dengan jumlah
populasi dan tingkat produksi yang tinggi, menjadikan usaha bisnis ternak ayam
petelur memiliki prospek yang cukup menjanjikan dan menguntungkan bagi para
pelaku usaha. Prospek yang sangat baik untuk dikembangkan baik dalam skala
besar maupun skala kecil.
Page 25
7
Di Kabupaten Blitar sendiri terdapat lebih dari 3000 pelaku usaha ternak ayam
petelur dengan skala usaha yang bervariatif dan didominasi oleh peternakan
rakyat. Dari 3000 pelaku usaha hanya 5-7% yang sudah memiliki ijin usaha, baik
itu peternakan rakyat skala kecil maupun peternakan skala besar yang sudah
menjadi perusahaan (Dinas peternakan Kabupaten Blitar). Dengan melihat jumlah
yang begitu besar, maka ini akan menjadi potensi daerah yang harus dikelola dan
dikembangkan dengan baik oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas terkait
yaitu Dinas Peternakan Kabupaten Blitar.
Selain dari sisi potensi yang dimiliki Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar,
terdapat berbagai permasalahan yang sering dihadapi oleh para peternak ayam
petelur. Beberapa diantaranya adalah Kenaikan harga bahan baku pakan ternak
dan Ketidakstabilan harga jual produksi (Dinas Peternakan Kabupaten Blitar).
Permasalahan yang pertama, Menurut Deptan (2005) dalam jurnal Bahari D.I, dkk
(2012) bahwa “Permasalahan utama dalam usaha ternak ayam yang dilakukan
oleh peternakan rakyat adalah skala yang relatif kecil sehingga pendapatan layak
sulit dicapai. Sebagian besar peternak rentan terhadap gejolak perubahan harga”.
Biaya pakan ayam merupakan biaya variable terbesar sekitar 60-70% dari total
biaya produksi (Dinas Peternakan Kabupaten Blitar). Hal ini dikarenakan apabila
harga pakan naik maka akan berpengaruh pada tingkat produksi itu sendiri yang
kemudian akan berdampak pada harga telur dipasaran. Sehingga tingkat
pendapatan merendah atau bahkan bisa merugi.
Padahal salah satu parameter secara mikro dalam mengukur keberhasilan
suatu usaha adalah dari tingkat pendapatan peternak. Dimana pendapatan
tersebut diperoleh dengan cara pemanfaatan faktor-faktor biaya produksi secara
efisien. Biaya-biaya produksi tersebut meliputi : Biaya Pembibitan, Biaya Pakan
Ternak, Biaya Sarana Prasarana, upah tenaga kerja, serta biaya obat-obatan dan
vaksin.
Page 26
8
Permasalahan yang kedua adalah masalah pemasaran hasil output dan
ketidakstabilan harga jual produksi. Disini harga jual produksi merupakan hal yang
penting selama proses berternak dimana hal ini menjadi sumber pendapatan bagi
peternak. Apabila harga telur dipasaran rendah, peternak akan merugi namun bila
harga telur dipasaran sesuai dengan yang diharapkan, maka peternak akan
untung.
Gambar 1.3 : Daftar Fluktuasi Harga Telur Dalam 1 Tahun Terakhir (2016) (Rupiah)
Sumber : Buku Dinas Peternakan Kabupaten Blitar tahun 2016
Selain itu, dalam implementasinya para peternak di Kabupaten Blitar
khususnya bagi peternak skala kecil yaitu dihadapkan pada masalah Broker.
Santosa (2005) menyatakan bahwa sisi pemasaran telur, peternak seringkali
terikat untuk menjualnya melalui broker. Peternak berada pada posisi sebagai
penerima harga. Peternak menghadapi sistem pemasaran yang tidak efisien.
Kedua permasalahan diatas apabila tidak ditanggapi dengan baik oleh Pemerintah
Daerah maka akan berdampak pada tingkat pendapatan peternak dan lebih lanjut
Page 27
9
akan mempengaruhi kelangsungan usaha peternakan ayam petelur di Kabupaten
Blitar. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang mendalam terkait masalah
pendapatan yang diperoleh peternak atas kenaikan harga pakan ternak dan
ketidakstabilan harga jual produksi, baik dari peternak skala kecil maupun dari
peternak skala besar yang ada di Kabupaten Blitar.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penulis
termotivasi untuk mengambil judul penelitian : “ Analisis Pendapatan Serta
Kelayakan Usaha Ternak Ayam ras Petelur Pada Skala Usaha yang Berbeda
Dalam 1 (Satu) Tahun Periode Produksi “ (studi pada peternakan ayam petelur
skala kecil dan skala besar di Kabupaten Blitar).
1.2 Rumusan Masalah
Agar penelitian ini dapat lebih terfokus dengan tujuan yang akan dicapai, maka
perlu adanya rumusan masalah yang jelas dan didasarkan pada latar belakang
permasalahan, yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh kenaikan harga input dan penurunan harga
produksi terhadap pendapatan peternak di Kabupaten Blitar?
2. Bagaimana Strategi para peternak dalam menghadapi gejolak
Kenaikan biaya input dan penurunan harga produksi di Kabupaten
Blitar?
3. Bagaimana tingkat kelayakan usaha ternak ayam petelur di Kabupaten
Blitar dengan melihat nilai R/C ratio serta BEP pada usaha ternak ayam
petelur dengan skala usaha yang berbeda di Kabupaten Blitar?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas maka dapat diambil beberapa tujuan
penelitian diantaranya :
Page 28
10
1. Untuk mengetahui Pengaruh kenaikan harga input dan penurunan
harga produksi terhadap pendapatan peternak di Kabupaten Blitar
dengan skala usaha yang berbeda.
2. Untuk mengetahui Strategi apa yang dilakukan para peternak dalam
menghadapi gejolak Kenaikan biaya input dan penurunan harga
produksi di Kabupaten Blitar.
3. Untuk menganalisis tingkat kelayakan usaha ternak ayam petelur di
Kabupaten Blitar dengan mengetahui nilai R/C ratio serta BEP pada
usaha ternak ayam petelur dengan skala usaha yang berbeda.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Sebagai sarana pengaplikasian ilmu yang diperoleh selama duduk
dibangku perkuliahan hingga dapat menerapkan dan menyelaraskan
teori yang diperoleh terhadap praktek yang sebenarnya.
2. Bagi Pelaku UMKM (Peternak ayam petelur)
Sebagai salah satu bahan informasi bagi para peternak yang berkaitan
dengan pengembangan ternak, strategi menghadapi berbagai
permasalahan yang timbul serta informasi mengenai kelayakan usaha
yang ditinjau dari pendapatan yang diterima peternak atas biaya
produksi yang telah dikeluarkan.
3. Bagi Pihak lain
Sebagai salah satu referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya
terutama yang berkaitan dengan UMKM dibidang peternakan ayam baik
ayam pedaging maupun ayam petelur.
Page 29
11
4. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan referensi atau acuhan dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan yang dihadapi peternak ayam khususnya ayam petelur
dikabupaten Blitar. Dikarenakan Kabupaten Blitar merupakan sentral
produksi telur di Provinsi Jawa Timur bahkan di Indonesia.
Page 30
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab 2 Kajian Pustaka ini, penulis tidak menjelaskan pengertian dasar-
dasar teori mikro secara definitif. Namun pada bab ini penulis fokus untuk lebih
menekankan konsep teori yang berkaitan dengan apa yang menjadi rumusan
masalah yang sudah ditulis di bab sebelumnya. Dan diharapkan agar konsep teori ini
bisa menjadi pemecah masalah.
2.1 Analisis Pengaruh Kenaikan Biaya (ongkos) Produksi Terhadap
Pendapatan Peternak
Dalam penellitian ini peneliti fokus pada pendapatan yang diperoleh peternak jika
terjadi perubahan kenaikan biaya produksi. Konsep teori yang berkaitan dalam analisa
tersebut adalah Teori Produksi dan Teori Biaya (ongkos) produksi.
2.1.1 Teori Produksi
Konsep teori produksi menurut Case and Fair (2005:160) menjelaskan bahwa
“Produksi merupakan proses penggabungan masukan (input) dan mengubahnya
menjadi keluaran (output). Seberapa besar tingkat output yang dihasilkan itulah yang
menjadi pendapatan bagi produsen”. Dalam dunia usaha umumnya produsen
berorientasi terhadap pendapatan bersih (keuntungan). Dengan begitu strategi atau
langkah yang harus dilakukan produsen adalah dengan cara Ekspansi Perusahaan.
Dimana menurut Nicholson (2002:197) alur Ekspansi merupakan “Serangkaian
kombinasi input yang meminimalisasi biaya suatu perusahaan untuk menghasilkan
berbagai tingkat output”. Teori yang berkaitan dengan strategi ekspansi perusahaan
Page 31
13
adalah teori Output Optimum, termasuk didalamnya adalah dengan cara melakukan
Inovasi teknologi.
2.1.1.1 Output optimum
Konsep teori mengenai output optimum merupakan salah satu bagian dari proses
produksi. Dimana umumnya para produsen melakukan metode tersebut sehingga
mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Teori tentang output optimum ini
dikemukakan oleh Case and Fair (2005:168) bahwa output optimum merupakan
“Metode produksi yang meminimalkan biaya. Artinya perusahaan perlu mencari
kombinasi harga input termurah”.
Gambar 2.1 : Menentukan Metode Produksi Optimal (output optimum)
Sumber : Case and Fair (2005:168)
Jika biaya sudah ditentukan dan harga pasar output sudah diketahui, maka
produsen akan dapat membuat keputusan akhir mengenai jumlah produk yang
menentukan biaya
total input dengan
metode yang optimal
Menentukan total
penerimaan
Biaya Input
Harga keluaran
output
Output Optimum = Total Penerimaan – Total Biaya dengan metode optimal
Page 32
14
dihasilkan dan jumlah masing-masing input yang diperlukan. Salah satu contoh dalam
meminimalisasi biaya produksi adalah dengan cara melakukan Inovasi teknologi.
Seiring berjalannya waktu, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh para produsen, sehingga perusahaan atau
produsen dituntut untuk menguasai teknologi yang terus menerus mengalami
kemajuan perkembangan.
2.1.2 Teori Biaya (ongkos) Produksi
Konsep teori biaya digunakan untuk menganalisa seberapa besar biaya yang
dikeluarkan untuk proses produksi yang dilakukan sehingga menghasilkan
pendapatan. Menurut teori yang dikemukakan Case and Fair (2005:198) “Biaya
produksi merupakan total biaya dari semua input yang dimanfaatkan oleh perusahaan
dalam sebuah proses produksi”.
Menurut Nicholson (2002:207) biaya produksi dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
a) Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya yang tidak berubah ketika adanya perubahan kuantitas output. Contoh:
tanah, mesin, biaya penyusutan peralatan dan lain-lain.
b) Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya yang berubah terhadap perubahan kuantitas volume produksi atau
penjualan. Apabila kuantitas produksi naik maka biaya variable akan ikut naik
sebesar perubahan kuantitas dikalikan biaya variable persatuan.
Contoh: biaya pembibitan, biaya pakan ternak, biaya listrik dan air, biaya
tenaga kerja dan lain-lain.
Rumus Biaya Total : Case and Fair (2005:198)
TC = TFC + TVC
Page 33
15
Keterangan :
TC = Total cost / Biaya Total (Rp/bulan)
TFC = Total Fixed cost / Total Biaya Tetap (Rp/bulan)
TVC = Total Variable cost / Total Biaya Variabel (Rp/bulan)
Ada dua konsep teori biaya yang digunakan untuk mengetahui biaya per-unit output
yaitu : Biaya rata-rata (AC) dan Biaya Marginal (MC) Nicholson (2002:200).
2.1.2.1 Biaya Rata-rata (Average Cost)
Yaitu sebuah ukuran umum untuk mengetahui biaya total per unit. Ini adalah
konsep biaya per unit yang umum digunakan oleh perusahaan. Misalnya jika sebuah
perusahaan memiliki biaya total $1000 untuk menghasilkan 20 unit output, artinya
biaya per unitnya adalah $50.
Rumus matematis : (Nicholson,2002:200)
AC = TC
Q
Keterangan :
AC = Average Cost
TC = Total Cost
Q = unit output
2.1.2.2 Biaya Marginal (Marginal Cost)
Dalam model penentuan harga, Marshall dalam Nicholson (2002:200) berfokus
pada biaya unit terakhir yang diproduksi karena biaya ini merupakan biaya yang
mempengaruhi keputusan penawaran. Untuk merefleksikan biaya penambahan ini,
para ekonom menggunakan konsep biaya marginal.
Page 34
16
Rumus yang digunakan : (Nicholson,2002:200)
MC = Perubahan pada TC
Perubahan pada Q
Keterangan :
MC = Marginal Cost
TC = Total Cost
Q = Unit output
Misalkan apabila untuk menghasilkan 19 unit diperlukan biaya $48, tetapi untuk
menghasilkan 20 unit diperlukan $50, maka biaya marginal unit ke 20 adalah $2.
Artinya untuk menghasilkan unit tersebut perusahaan hanya memerlukan tambahan
biaya sebesar $2.
Page 35
17
Gambar 2.2 : Hubungan Kurva TC, AC dan MC
Biaya AC.MC
TC MC
AC
Kuantitas per bulan Kuantitas per bulan
(*) Skala hasil Menurun (*) Skala hasil Menurun
Biaya AC.MC MC AC
TC
Kuantitas per bulan q kuantitas (perpotongan) Per bulan
(*) Skala Optimal (*) Skala Optimal
Sumber : Nicholson (2002:199)
Page 36
18
2.2 Analisa Dalam Mengukur Prosentase Perubahan Penurunan Harga
Output Terhadap Jumlah Produksi yang dihasilkan Produsen
Dalam penellitian ini peneliti terfokus pada kuantitas produksi yang dihasilkan jika
terjadi perubahan harga output. Sehingga hal ini mempengaruhi tingkat pendapatan
yang diterima oleh peternak. Apabila terjadi penurunan harga output maka kuantitas
produksi yang dihasilkan akan berkurang. Sebaliknya apabila terjadi kenaikan harga
output maka kuantitas produksi akan bertambah. Konsep teori yang berkaitan dalam
analisa tersebut adalah elastisitas penawaran, dan Keseimbangan pasar
(equilibrium).
2.2.1 Konsep Elastisitas penawaran
Konsep elastisitas penawaran digunakan unuk mengukur prosentase perubahan
jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen jika harga berubah 1 persen.
Perubahan harga output didalam pasar persaingan sempurna ditentukan melalui
Mekanisme pasar. Dimana produsen tidak dapat mempengaruhi harga dipasar secara
sepihak. Menurut teori yang dikemukakan oleh Case and Fair (2005:153) bahwa
produsen maupun konsumen secara individu tidak dapat mempengaruhi harga di
pasar, status produsen maupun konsumen secara individu adalah (price taker). Harga
yang ditentukan melalui sistem mekanisme pasar yaitu kekuatan tarik menarik antara
seluruh penjual dan pembeli yang ada dipasar.
Rumus elastisitas penawaran: Case and Fair (2005:116)
Elastisitas Penawaran = % perubahan kuantitas yang ditawarkan
% perubahan harga
Page 37
19
Berdasarkan nilainya elastisitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Elastis, apabila memiliki nilai lebih dari satu
b. Unitary, apabila memiliki nilai sama dengan satu
c. In elastis, memiliki nilai kurang dari satu
Gambar 2.3 : Kurva Elastisitas Penawaran
P B Elastis
C
D Unitary
E
F In elastis
G
H
Q
Sumber : Joesron dan Fathorrozi (2011:47)
Gambar diatas menjelaskan bahwa titik-titik yang berada diatas point E
mempunyai nilai elastisitas lebih dari 1(satu), sedangkan titik E sendiri memiliki nilai
elastisitas sama dengan 1(satu), dan titik-titik dibawah poin E mempunyai nilai
kurang dari 1(satu)
2.2.2 Keseimbangan Pasar (Equilibrium)
Konsep equilibrium pasar digunakan untuk menganalisa keseimbangan harga.
Menurut Joesron dan Fathorrozi (2011:26) bahwa suatu pasar akan mengalami
keseimbangan (equilibrium) jika jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah
barang yang diminta, sekali dicapai keseimbangan cenderung untuk tidak berubah.
Page 38
20
Gambar 2.4 : Kurva Keseimbangan antara Permintaan dan Penawaran
P Excess supply S
A B
Pe Eq (equilibrium)
C D
Excess demand
D
Qe Q
Sumber : Khusaini (2013)
Secara teori pada saat terjadi kelebihan penawaran (excess supply) sebesar AB
maka mekanisme kekuatan pasar akan mendorong tingkat harga untuk tururn menuju
harga keseimbangan. Demikian halnya jika terjadi kelebihan permintaan (excess
demand) sebesar CD maka mekanisme pasar mendorong tingkat harga cenderung
naik sampai tingkat harga equilibrium.
2.3 Analisis Pengaruh Perubahan Harga Output Terhadap Total Penjualan
Produksi
Dalam penellitian ini peneliti fokus terhadap jumlah total penjualan produksi jika
terjadi perubahan harga output. Sehingga hal ini akan mempengaruhi tingkat
pendapatan yang diterima oleh peternak. Konsep teori yang berkaitan dalam analisa
Page 39
21
tersebut adalah teori konsep Total Revenue (TR), Average Revenue (AR) dan
Marginal Revenue (MR).
2.3.1 Teori Pendapatan dengan menggunakan konsep Total Revenue
(TR) Average Revenue (AR) dan Marginal Revenue (MR)
Teori ini berfungsi untuk menganalisa tingkat pendapatan yang diterima oleh para
peternak atas penjualan output/ penjualan hasil produksi. Menurut Joesron dan
Fathorrozi (2011:154) terdapat tiga konsep teori revenue dalam menghitung
penerimaan (revenue) yaitu Total Revenue (TR), Average Revenue (AR) dan Marginal
Revenue (MR).
2.3.1.1 Total Revenue (TR)
Total Revenue (TR) merupakan perkalian antara harga (P) dengan kuantitas
output (Q), sedangkan harga itu sendiri bersifat tetap dipasar persaingan sempurna.
Rumus yang digunakan : (Joesron dan Fathorrazi,2011:154)
TR = Pq x Q
Keterangan:
TR = Total Revenue/ Penerimaan Total (Rp/bulan)
Pq = Price of Quantity (harga per satuan)
Q = Quantity (output)
Page 40
22
2.3.1.2 Average Revenue (AR)
Average Revenue (AR) merupakan penerimaan rata-rata produsen per unit output
yang dijual, diperoleh dari total revenue dibagi output.
Rumus yang digunakan : (Joesron dan Fathorrazi,2011:154)
AR = TR
Q
Keterangan :
AR = Average Revenue
TR = Total Revenue
Q = Quantity (output)
2.3.1.3 Marginal Revenue (MR)
Marginal Revenue (MR) merupakan kenaikan dari TR yang disebabkan oleh
tambahan penjualan 1 unit output.
Rumus yang digunakan : (Joesron dan Fathorrazi,2011:154)
MR = Perubahan pada TR
Perubahan pada Q
Keterangan:
MR = Marginal Revenue
TR = Total Revenue
Q = Quantity (output)
Berdasarkan tiga konsep penting diatas maka diperoleh hubungan yang spesial
antara MR,AR,P dan fungsi permintaan perusahaan.
Page 41
23
Gambar 2.5 Kurva hubungan antara MR, AR, P dan fungsi permintaan perusahaan
P P S
Po Po Eo
MR = AR = P = D
D
Keseimbangan perusahaan Keseimbangan pasar Sumber : Joesron dan Fathorrozi (2011:155)
Sedangkan apabila sudah diketahui perhitungan dari sisi revenue-nya langkah
selanjutnya adalah mengetahui pendapatan yang diterima produsen yaitu menghitung
selisih dari total penerimaan dan total biaya produksi. Menurut Rasyaf (1993) dalam
jurnal Rahmah (2015) bahwa pendapatan peternak adalah selisish antara total
penerimaan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. bila
penerimaan dikurangi dengan biaya produksi maka hasilnya dinamakan pendapatan.
Rumus yang digunakan Case and Fair (2002:185)
π = TR – TC
Keterangan :
π = Pendapatan bersih (Rp/bulan)
TR = Total Revenue (Rp/bulan)
TC = Total Cost (Rp/bulan)
Page 42
24
2.4 Analisis Kelayakan Usaha Ternak Ayam Petelur di Kabupaten Blitar
2.4.1 Revenue Cost Ratio (R/C ratio)
Salah satu alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha adalah
dengan cara menghitung Revenue Cost Ratio (R/C ratio). R/C ratio merupakan
perbandingan antara penerimaan total dan biaya total, yang menunjukkan nilai
penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Nitiwijaya (2007)
menyatakan bahwa revenue cost ratio adalah perbandingan antara pendapatan
dengan biaya produksi yang digunakan sebagai alat untuk mengetahui tingkat
kelayakan usaha.
Berdasarkan pengertian diatas maka disimpulkan bahwa Revenue Cost Ratio
(R/C ratio) merupakan ratio perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi
yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha.
Rumus yang digunakan: (Soekarwati, 2006)
R/C ratio = R
C
Keterangan:
R = Revenue atau Penerimaan Total (Rp)
C = Cost atau Total Biaya Produksi (Rp)
Bila:
R/C>1 usaha tersebut menguntungkan
R/C=1 impas (tidak untung tidak rugi)
R/C<1 usaha tersebut mengalami kerugian
Seberapa besar penerimaan yang diperoleh setiap pengeluaran biaya sebesar
Rp 1.000.000. Misalkan diperoleh hasil nilai R/C ratio sebesar 1,20 maka artinya
setiap pengeluaran biaya sebesar Rp 1.000.000 maka diperoleh penerimaan sebesar
Page 43
25
Rp 1.200.000 (keuntungan sebesar Rp 200.000) semakin besar nilai R/C maka
semakin besar pula tingkat keuntungan yang diperoleh.
2.4.2 Break Even Point (BEP)
Usry (2004) menjelaskan bahwa BEP dapat diartikan keadaan dimana
dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak
mengalami kerugian (penghasilan yang dinilai menggunakan total biaya).
Analisa BEP mampu memberikan informasi kepada pinjaman perusahaan
mengenai berbagai tingkat volume penjualan.
Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut: (Prawirokusumo, 1990)
BEP harga = Biaya Produksi Total Hasil Produksi
BEP produk = Biaya Total
Harga Produksi
Rumus BEP multiple product :
BEP (Rp) = FC
1 -- (TVC/TR)
Dimana:
FC = Fixed cost
TVC = Total Variable cost
TR = Total Revenue
Page 44
26
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini menggunakan jurnal Nasional dari Jurusan Ekonomi dan dari
Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, yang mana jurnal-jurnal tersebut berfungsi
sebagai bahan pijakan dan referensi serta acuan dalam penulisan skripsi ini. Berikut
akan diuraikan penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang usaha ternak ayam ras
petelur dari aspek Finansial dan dari aspek Ekonominya.
Penelitian yang dilakukan Kurniawan, Darmawan, Sriastiti (2013) sebagai
mahasiswa Pascasarjana Universitas Udayana. Jurnal penelitian ini mengenai
“Strategi Pengembangan Agribisnis Peternakan Ayam Petelur di Kabupaten Tabanan”
penelitian ini melihat bagaimana faktor peluang, ancaman, kelemahan dan strategi
dari usaha ternak ayam petelur di Kabupaten Tabanan”. Hasil analisis berupa faktor
kekuatan berpengaruh sangat penting terhadap pengembangan agribisnis di
Kabupaten Tabanan dengan skor 0,652. Sedangkan faktor kelemahan yang
berpengaruh sangat penting adalah keterbatasan jumlah dana dengan skor 0,520.
Faktor peluang disini sangatlah penting yaitu ketersediaan pasar dan distribusi
dengan skor 0,476. Sedangkan faktor ancaman berupa fluktuasi harga pakan skor
0,524. Kesimpulan penelitian tersebut dari faktor kekuatan adalah tersedianya sarana
transportasi, faktor kelemahan adalah berupa keterbatasan jumlah dana dan
minimnya informasi. Faktor peluang adalah berupa ketersediaan pasar,distribusi dan
pertumbuhan penduduk sedangkan yang terakhir faktor ancaman adalah berupa
fluktuasi harga pakan dan penyakit.
Penelitian yang dilakukan Rahmah selaku Dosen Peternakan di Universitas
Majalengka mengenai “Analisis Pedapatan usaha ternak ayam pada skala usaha
yang berbeda di Kabupaten Majalengka”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran atau deskripsi
Page 45
27
pendapatan usaha ternak ayam pada skala usaha yang berbeda di Kabupaten
Majalengka. Hasil yang diperoleh bahwa rata-rata pendapatan peternak berbeda-
beda berdasarkan jenis skala usahanya. Perbedaan pendapatan yang diperoleh
peternak disebabkan karena perbedaan sistem pengelolaan dalam usaha ternaknya
dan dari biaya yang dikeluarkan selama berproduksi juga dapat mempengaruhi
seberapa besar pendapatan yang diperoleh peternak di Kabupaten Majalengka.
Penelitian yang dilakukan Bahari, Fanani, Nugroho (2012) sebagai mahasiswa
Pascasarjana Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Universitas Brawijaya dengan
judul “Analisis struktur biaya dan perbedaan Pendapatan usaha ternak ayam pada
pola dan skala usaha yang berbeda di Kota Kendari Sulawesi Tenggara”. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisa karakteristik dan perbedaan pendapatan usaha
ternak ayam pada pola dan skala usaha yang berbeda di Kota Kendari Sulawesi
Tenggara. Hasil penelitian menunjukkan besar kecilnya skala menentukan tingkat
biaya usaha ternak. Skala yang lebih besar akan menentukan biaya yang lebih besar
pula. Tingkat pendapatan pola kemitraan sama dengan tingkat pendapatan pola
kemandirian. Namun baik pola kemitraan maupun kemandiriran tingkat pendapatan
peternak skala besar lebih tinggi daripada tingkat pendapatan peternak skala kecil di
Kota Kendari.
Penelitian yang dilakukan Fitriani (2015) sebagai staf pengajar Program studi
Agribisnis Jurusan Ekonomi dan Bisnis Politeknik Negeri Lampung. Judul penelitian
ini mengenai “Analisis usaha peternakan ayam petelur di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dari sisi biaya
produksi penerimaan dan keuntungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha
peternakan ayam petelur sangat menguntungkan. Terlihat dari manfaat yang
Page 46
28
diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (B/C = 0,198). Pendapatan bersih
perbulannya juga sangat memadai sebagai sumber pendapatan keluarga.
Penelitian yang dilakukan Cintya C. Salele, Boyke R, Masje T.M, Poulla Waleleng
mengenai “Analisis penggunaan faktor produksi pada perusahaan ayam petelur UD.
Kakaskasen Indah dan CV. Nawanua Farm”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya penggunaan faktor produksi,
tingkat keuntungan dan titik impas dari perusahaan ayam petelur di Kota Tomohon.
Hasil yang diperoleh bahwa masing-masing perusahaan memberikan keuntungan
yang maksimum per periode produksi yang dibuktikan pada nilai ROI dan MOS yang
menunjukkan nilai diatas titik impas (BEP).
Page 47
29
Tabel 2.1 : Tabel Penelitian Terdahulu
NO Nama
Penulis
Judul Penelitian Variabel Teknik
Analisis
Hasil Penelitian
1 M.FajarTris
na
Kurniawan,
Dwi Putra
Darmawan,
N.W
Sriastiti
Strategi pengembangan
Agribisnis Peternakan Ayam
Petelur di Kabupaten
Tabanan
Peluang,
Ancaman,
Kelemahan,
Strategi
Analisis matrik
IFE dan EFE,
analisis SWOT
dan analisis
QSPM
Hasil menunjukkan faktor internal berupa
kekuatan yang berpengaruh sangat
penting terhadap pengembangan
agribisnis ayam petelur di kabupaten
tabanan dengan skor 0,625
2 Ulfa Indah
Laela
Rahmah
Analisis pendapatan usaha
ternak ayam pada pola usaha
yang berbeda di kecamatan
Cingambul Kabupaten
Majalengka
Pendapatan,
biaya tetap, biaya
variabel,
Penerimaan
Analisis statistik
deskriptif
Perbedaan pendapatan yang diperoleh
peternak disebabkan karenan perbedaan
sistem pengelolaan dalam melakukan
usaha ternaknya. dan dari biaya yang
dikeluarkan selama berproduksi juga
dapat mempengaruhi seberapa besar
pendapatan yang diperoleh peternak di
Kabupaten Majalengka.
Page 48
30
NO Nama
Penulis
Judul Penelitian Variabel Teknik Analisis Hasil Penelitian
3 Bahari D.I,
Z. Fanani,
B.A
Nugroho
Analisis Struktur biaya
produksi dan perbedaan
pendapatan usaha ternak
ayam pada pola dan skala
usaha yang berbeda di Kota
Kendari Provinsi Selawesi
Tenggara
Biaya prodksi,
Penerimaan,
Pendapatan
Analisis Deskriptif,
R/C ratio, Uji T
berbeda mean
Secara keseluruhan R/C ratio lebih
dari 1 dengan rata-rata 1,14. Tingkat
pendapatan pola mandiri dengan
kemitraan sama. Namun namun baik
pola kemitraan maupun kemandirian,
tingkat pendapatan peternak skala
besar lebih tinggi daripada peternak
skala kecil di Kota Kendari.
4. Fitriani Analisis Usaha Peternakan
Ayam Petelur di Kecamatan
Adiluwih, Kabupaten
Pringsewu
Biaya produksi,
pendapatan dan
Keuntungan
Analisis Deskriptif
dan Analisis
Finansial
Usaha peternakan ayam petelur
sangat menguntungkan. Terlihat dari
manfaat yang diperoleh lebih besar
dari biaya yang dikeluarkan (B/C =
0,198). Pendapatan bersih
perbulannya juga sangat memadai
sebagai sumber pendapatan
keluarga.
5. Salele C.L,
Roimpande
y B, Massie
M.T,
Waleleng
P.O
Analisis Penggunaan Faktor
Produksi Pada Perusahaan
Ayam ras Petelur
(studi pada UD. Kakaskasen
Indah dan CV. Nawanua Farm)
Faktor Produksi,
ROI, BEP, Margin
of Safety (MOS)
Analisis Deskriptif Masing-masing perusahaan
memberikan keuntungan yang
maksimum per periode produksi
yang dibuktikan dengan nilai ROI
dan MOS yang menunjukkan nilai
diatas titik impas (BEP).
Page 49
31
2.6 Kerangka Pikir
Perkembangan perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Salah satu pendukung perkembangan perekonomian indonesia
adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Usaha disektor UMKM lebih
memanfaatkan sumber daya alam dan padat karya seperti hasil pertanian,
perkebunan dan peternakan. Sektor Peternakan merupakan salah satu UMKM
penyumbang perekonomian di Kabupaten Blitar. Usaha peternakan ayam ras
petelur merupakan sektor unggulan di Kabupaten Blitar. Dengan jumlah populasi
dan tingkat produksi yang tinggi menjadikan usaha bisnis ternak ayam petelur
memiliki prospek cukup menjanjikan dan menguntungkan bagi para pelaku usaha.
Prospek yang sangat baik untuk dikembangkan baik dalam skala besar maupun
skala kecil.
Penelitian ini fokus pada aspek ekonomi dan aspek finansialnya. Dimana
dalam aspek ekonomi usaha ternak ayam petelur dapat dilihat dari biaya produksi
dan harga jual telur (output). Dalam menghitung biaya produksi harus menghitung
terlebih dahulu biaya tetap dan biaya variabelnya. Dikarenakan Total biaya (Total
Cost) didapat dari Total Fix Cost ditambah dengan Total Variabel Cost. Dalam
menghitung pendapatan, terlebih dahulu menghitung Total Biaya Produksi (TC)
dan Total Revenue (TR) yang diperoleh peternak. Dimana Total Revenue (TR)
didapat dari Harga (P) dikali dengan Total Kuantitas Penjualan (Q).
Setelah menghitung pendapatan dari masing-masing peternak, kemudian
dilakukan Analisis Kelayakan Usaha yang bertujuan untuk menganalisa apakah
usaha ternak ayam petelur ini layak untuk dilanjutkan (dikembangkan) atau tidak?
Setelah kita melihat hasil R/C ratio dan nilai BEPnya maka kemudian dapat
disimpulkan apakah usaha ternak ayam ras petelur ini layak atau tidak untuk
dilanjutkan (dikembangkan).
Page 50
32
Gambar 2.6 : Kerangka Pikir
Sumber : Penulis (2017)
Sektor Peternakan Ayam Petelur sebagai
salah satu UMKM penyumbang peningkatan
Perekonomian Daerah di Kabupaten Blitar
Ditinjau dari sisi analisa
Ekonomi Usaha Ternak
Ayam Petelur
Peningkatan Biaya Produksi
Penurunan
Harga Output
R/C ratio
Break Event Point
(BEP)
Pendapatan
Kemudian dilakukan
analisis kelayakan
usaha
Biaya Tetap Biaya Variabel
Strategi yang dilakukan
dalam menghadapi gejolak
Layak Tidak Layak
Page 51
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
Deskriptif Kuantitatif. Penelitian deskriptif menurut Wirartha (2005:154) deskriptif
digunakan untuk kepentingan penyajian data dalam bentuk yang lebih sederhana
sehingga mudah dibaca, dipahami dan mudah dimengerti. Hasil penelitian ini lebih
menekankan pada pemberian gambaran secara obyektif tentang keadaan yang
sebenarnya dari objek yang diteliti, dan sifatnya sekedar mengungkapkan fakta
yang terjadi dilapangan. Sedangkan kuantitatif karena data yang diperoleh
nantinya berupa angka. Data yang telah terkumpul selanjutnya dihitung
menggunakan rumus ekonomi dan dilanjutkan dengan analisis kelayakan usaha
yang tercermin dari nilai R/C ratio dan nilai BEP-nya.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada di daerah Kabupaten Blitar, Alasan dipilihnya
Kabupaten Blitar karena Kabupaten Blitar merupakan sentral produksi telur di
Jawa Timur khususnya untuk ayam ras petelur (www.disnak.jatimprov.go.id).
Rentan waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu selama 3(tiga) Bulan.
3.3 Variabel yang diteliti
Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Biaya produksi Semua biaya yang
dikeluarkan oleh peternak dalam menjalankan usahanya. Biaya
produksi terdiri dari Biaya pembibitan, Biaya pakan ternak, Biaya
listrik air, Upah tenaga kerja, Biaya obat-obatan vaksin, dan Biaya
transportasi.
Page 52
34
2. Variabel Pendapatan Hasil yang diperoleh
produsen (peternak) atas
penjualan hasil produksi.
3. Variabel Harga Pakan (input) Fluktuasi harga pakan
selama periode 1
tahun terakhir (data
bulanan).
4. Variabel Harga Telur (output) Fluktuasi harga telur
selama periode 1
tahun terakhir (data
bulanan).
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah peternakan ayam petelur di Kabupaten
Blitar. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan Teknik Proporsional
Random Sampling dimana menurut Wirartha (2005:239) Proporsional Random
Sampling dilakukan dengan cara distrata terlebih dahulu populasinya, stratanya
disesuaikan berdasarkan skala usahanya yaitu skala besar dan skala kecil. Untuk
itu perlu dipilih anggota sampel yang mewakili menurut skala-nya masing-masing.
Jumlah anggota sampel pada masing-masing skala usaha ditetapkan secara
proporsional.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah peternak ayam petelur
skala kecil dan peternak ayam petelur skala besar di Kabupaten Blitar. Kriteria
pengelompokan skala usaha berdasarkan jumlah populasi ternak yang dimilikinya.
Menurut Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Blitar tahun 2003 bahwa
dikatakan skala usaha kecil apabila jumlah ternak yang dimiliki kurang dari atau
Page 53
35
sama dengan 10 ribu ekor. Sedangkan dikatakan skala usaha besar apabila
jumlah ternak yang dimiliki lebih dari 10 ribu ekor. Nantinnya dalam menentukan
jumlah sampel penelitian, peneliti menghitung terlebih dahulu total jumlah peternak
ayam petelur di Kabupaten Blitar dan kemudian melakukan perbandingan antara
jumlah peternak skala kecil dan jumlah peternak skala besar. Dengan begitu maka
dapat disimpulkan jumlah sampel yang diambil dari masing-masing peternak skala
kecil maupun dari peternak skala besar. Total sampel yang diambil dalam
penelitian ini berjumlah 15 sampel peternak, yang mana untuk peternak skala kecil
sebanyak 6 sampel dan untuk peternak skala besar sebanyak 9 sampel.
3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Jenis Data
Data yang nantinnya akan digunakan dalam penelitian ini adalah data biaya
(ongkos) produksi, data penjualan hasil produksi dan data harga telur dan data
harga pakan dalam 1 tahun terakhir (data bulanan).
3.5.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini bersumber dari Data primer dan Data
sekunder. Data primer nantinya didapat melalui narasumber langsung, sedangkan
data sekunder diperoleh dari studi pustaka, dari jurnal-jurnal terdahulu, dari
internet serta dari buku-buku literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian
sehingga dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam penulisan laporan
skripsi.
3.5.3 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu:
1. Studi Dokumentasi
Penelitian ini mengumpulkan data dan teori yang relevan terhadap
permasalahan yang akan diteliti dengan melakukan studi pustaka terhadap
literatur dan bahan pustaka lainya seperti website, artikel, jurnal, buku,
Page 54
36
penelitian terdahulu serta Data yang bersumber dari Dinas Peternakan
Kabupaten Blitar.
2. Wawancara
Pengumpulan data primer diperoleh dari narasumber langsung, nantinya
narasumber dalam penelitian ini berasal dari Dinas Peternakan Kabupaten
Blitar sebagai pemberi informasi dan dari peternak ayam petelur yang
dijadikan sampel penelitian.
3.6 Metode Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan motode
deskriptif pendalaman yaitu suatu metode yang menyajikan data dalam bentuk
yang lebih mendalam sehingga mudah dibaca, lebih mudah dipahami dan lebih
mudah dimengerti. Data yang terkumpul selanjutnya akan dianalisis dengan
metode analisis ekonomi menggunakan rumus matematic ekonomi.
1) Perhitungan Pembibitan (PT. Jatinom Indah Farm)
π = P X Q
Keterangan:
π = Pembibitan
P = Harga bibit ternak ayam
Q = Jumlah pembibitan
2) Perhitungan Biaya Produksi Case and Fair (2005:198)
TC = TFC + TVC
Keterangan :
TC = Total cost / Biaya Total (Rp/bulan)
Page 55
37
TFC = Total Fixed cost / Total Biaya Tetap (Rp/bulan)
TVC = Total Variable cost / Total Biaya Variabel (Rp/bulan)
3) Perhitungan Penerimaan (Joesron dan Fathorrazi,2011)
TR = Pq x Q
Keterangan:
TR = Total Revenue/ Penerimaan Total (Rp/bulan)
Pq = Price of Quantity (harga per satuan)
Q = Quantity (output)
4) Perhitungan Pendapatan Case and Fair (2002:185)
π = TR – TC
Keterangan :
π = Pendapatan (Rp/bulan)
TR = Total Revenue (Rp/bulan)
TC = Total Cost (Rp/bulan)
5) Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) (Soekarwati, 2006)
R/C ratio = R
C
Keterangan:
R = Revenue atau Penerimaan (Rp)
C = Cost atau Total Biaya Produksi (Rp)
Page 56
38
6) Break Even Point (BEP) (Prawirokusumo, 1990)
(BEP) hasil = Biaya Total
Harga Input
BEP produk = Biaya Total
Harga Produksi
Rumus BEP multiple product :
BEP (Rp) = FC
1 -- (TVC/TR)
Dimana:
FC = Fixed cost
TVC = Total Variable cost
TR = Total Revenue
Page 57
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab IV Hasil dan Pembahasan ini, peneliti akan menyampaikan sedikit
mengenai gambaran umum Kabupaten Blitar, Potensi yang dimiliki Kabupaten
Blitar, pertumbuhan populasi ternak dan tingkat produksi telur, serta
perkembangan fluktuasi harga pakan ternak dan fluktuasi harga telur di Kabupaten
Blitar tahun 2016. Penjelasan tersebut akan disampaikan pada Sub bab 4.1.
Selanjutnya untuk hasil perhitungan sampel penelitian akan disampaikan pada sub
bab 4.2. dan yang terakhir terkait pembahasan hasil sampel penelitian akan
disampaikan pada sub bab 4.3.
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Blitar
4.1.1 Potensi Ekonomi Wilayah
Kabupaten Blitar merupakan kabupaten yang wilayah geografisnya terletak di
Provinsi Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 1588,79 km2 dan berada di
pesisir Samudra Indonesia dengan batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Kediri
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Malang
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Samudra Indonesia
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten
Tulungagung
Dan di tengah wilayah Kabupaten Blitar berbatasan dengan Kota
Blitar
Terdapat 22 Kecamatan di Kabupaten Blitar, dengan jumlah penduduk
sebanyak 1,1 juta jiwa (buku Kabupaten Blitar dalam angka-2016). Dengan begitu
Wilayah Kabupaten Blitar memiliki potensi ekonomi yang besar. Salah satu
Page 58
40
indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah adalah
dengan melihat pendapatan daerah regional per sektor (PDRB sektoral).
Pendapatan regional dapat digunakan sebagai alat ukur terhadap hasil upaya
pembangunan ekonomi daerah secara sektoral.
Perkembangan PDRB Kabupaten Blitar dalam 3 tahun terakhir menunjukkan
pergerakan perekonomian kearah yang lebih baik. Pembangunan yang terus
menerus di berbagai sekor memicu pertumbuhan yang demikian pesat dari tahun
ke tahun.
Gambar 4.1 : Grafik Perkembangan PDRB Kabupaten Blitar dengan Provinsi
Jawa Timur Dalam 3 Tahun Terakhir
Sumber: Statistik daerah Kabupaten Blitar 2016
Struktur pembentuk PDRB Kabupaten Blitar bergantung pada kapasitas
produksi dari masing-masing lapangan usaha (per sektor). Semakin elastis
peningkatan kapasitas produksi, maka akan semakin meningkatkan nilai tambah
dan dampak lebih jauhnya akan memperbesar peranannya dalam pembentukan
PDRB.
Page 59
41
1 Pertanian 7.111.515,9
Pertanian 2.343.098,9
Perternakan 3.521.117,5
perikanan 1.247.299,5
2 Pertambangan 1.151.335,2 4,30%
3 Industri 1.356.290,1 12,86%
4 Konstruksi 2.409.031,8 8,99%
5 Perdagangan 4.556.558,6 17,01%
6 Transportasi 321.063,5 1,20%
7 Informasi dan Komunikasi 1.311.129,3 4,89%
8 Finansial/asuransi 615.326,7 2,30%
9 Pendidikan dan kesehatan 1.304.879,9 4,87%
TOTAL 26.790.303,3 100%
No Sektor PDRB Dalam %
35,89%
lainnya (real estate, jasa
pemerintahan, pengadaan listrik dan 6.653.172,30 7,69%10
Besar Sedang Kecil
Jumlah PerusahaanLokasi / Wilayah Total
Kabupaten Blitar 578 106 27 711
Tabel 4.1 : PDRB Kabupaten Blitar per Sektoral Tahun 2015
Sumber : Buku Kabupaten Blitar dalam angka 2016
Dari tabel diatas tercatat bahwa dari 10 sektor yang ada, sektor pertanian
merupakan sektor penyumbang PDRB terbesar dengan presentase 35,89%.
Subsektor Peternakan memiliki nilai PDRB tertinggi dalam sektor pertanian. Total
PDRB Kabupaten Blitar tahun 2015 sebesar 26.790.303,3
4.1.2 Potensi Penyerapan Tenaga Kerja
Pada tahun 2015 jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bitar tercatat sebanyak
17.735 (buku Kabupaten Blitar dalam angka 2016). Jumlah perusahaan yang ada
di Kabupaten Blitar pada tahun 2015 sebanyak 711.
Tabel 4.2 : Tabel Jumlah Perusahaan di Kabupaten Blitar Tahun 2015
Sumber : Buku Kabupaten Blitar dalam angka 2016
Page 60
42
1 Pertanian
Pertanian
Perternakan
perikanan
2 Pertambangan 1%
3 Industri 8%
4 Konstruksi 7%
5 Perdagangan 20%
6 Transportasi & komunikasi 2%
7 Finansial/asuransi 1%
8 Pendidikan dan kesehatan 14%
TOTAL 100%
No Sektor Dalam %
47%
Penyerapan tenaga kerja per sektoral dari hasil Survey angkatan kerja
nasional (Sakernas) yang dilakukan BPS menunjukkan hampir 50% masyarakat
di Kabupaten Blitar bekerja disektor pertanian dan mayoritas berstatus
buruh/karyawan (buku Statistik daerah Kabupaten Blitar 2016). Dengan demikian
hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor penyumbang
penyerapan tenaga kerja terbesar di Kabupaten Blitar.
Tabel 4.3 : Penyerapan Tenaga Kerja per Sektor di Kabupaten Blitar Tahun
2015
Sumber : Buku Statistik daerah Kabupaten Blitar 2016
4.1.3 Perkembangan Peternakan ayam di Kabupaten Blitar
4.1.3.1 Perkembangan ternak ayam dari sisi Populasi dan Produksinya
Kabupaten Blitar merupakan daerah sentral produksi telur ayam di Jawa
Timur atau bahkan di Indonesia, khususnya ayam dari ras petelur. Hal ini
dikarenakan jumlah populasi dan tingkat produksinya merupakan yang terbesar
dari seluruh daerah di Jawa Timur bahkan seluruh daerah-daerah yang ada di
Indonesia. Dikabupaten Blitar sendiri terdapat lebih dari 3000 peternak yang
Page 61
43
tersebar diseluruh Kabupaten Blitar. Dari 3000 jumlah peternakan yang ada hanya
5-7% yang sudah memiliki ijin usaha (Dinas Peternakan Kabupaten Blitar). Usaha
peternakan ayam petelur di Kabupaten Blitar dimulai pada tahun 1973 dimana
pada saat itu hanya ada beberapa peternak. Jumlah rata-rata produksi telur ayam
ras petelur dikabupaten blitar mencapai 450 Ton per hari. Tertuang dalam
Peraturan Daerah (PERDA) RTRW Kabupaten Blitar bahwa melihat potensi
perkembangan peternakan ayam ras petelur yang begitu besar Pemerintah
Kabupaten Blitar pada awalnya memiliki rencana untuk membangun KINAK
(kawasan Industri Peternakan) yang bertujuan untuk memberikan ruang atau
tempat khusus kepada peternak-peternak untuk pengembangan usaha, tepatnya
berada didaerah Blitar selatan. Namun dalam pelaksanaanya terdapat kendala-
kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Blitar, salah satunya adalah
ketersediaan lahan. Lahan yang digunakan sebagian adalah lahan milik perhutani,
yang mana usaha peternakan ayam petelur harus berdampingan dengan
tanaman-tanaman milik perhutani seperti tanaman jati dan lain-lain. mengingat
pada pelaksanaanya masih belum bisa optimal, dengan demikian kawasan industri
peternakan tersebut pada akhirnya tidak dikembangkan lagi. Pemerintah terkait
dalam hal ini Dinas Peternakan Kabupaten Blitar menganggap bahwa usaha
peternakan ayam petelur merupakan sebuah bisnis oriented. Yangmana dalam hal
ini keahlian yang ditonjolkan, yaitu dengan memberikan pembinaan dan pelatihan
serta mendorong para peternak untuk maju. Selain itu juga didukung oleh fasilitas
penunjang yaitu tersedianya Laboratorium Pakan Ternak.
Page 62
44
2014 2015 2016
Populasi ternak 14.679.500 14.973.000 15.213.000 4%
Produksi telur 105.665.977 151.826.220 154.259.820 46%
% PerubahanKabupaten/Kota
Kabupaten Blitar
Data StatistikTahun/Periode
Gambar 4.2 : Fasilitas Laboratorium Pakan Ternak yang dimiliki Dinas
Peternakan Kabupaten Blitar
Sumber : Foto diambil pada bulan April 2017
Hanya terdapat 6 fasilitas Laboratorium Pakan Ternak yang ada di Indonesia.
Di pusat dan Provinsi ada 4 yang memiliki Laboratorium Pakan Ternak, sisanya
terdapat 2 Laboratorium yang ada di daerah, salah satunya adalah di Kabupaten
Blitar.
Sektor peternakan ayam khususnya ayam ras petelur di Kabupaten Blitar
menjadi sektor unggulan Pemerintah Daerah. Dengan jumlah populasi dan tingkat
produksi yang tinggi menjadikan usaha bisnis ternak ayam petelur memiliki
prospek cukup menjanjikan dan menguntungkan bagi para pelaku usaha. Prospek
yang sangat baik untuk dikembangkan baik dalam skala besar maupun skala kecil.
Tabel 4.4 : Tabel Populasi dan Produksi Telur di Kabupaten Blitar Tahun 2016
Sumber : http://disnak.jatimprov.go.id
Page 63
45
Dari tabel data populasi dan produksi diatas menunjukkan bahwa dalam 3
tahun terakhir dari sisi populasi ternak maupun dari tingkat produksi telurnya selalu
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tercatat bahwa prosentase
perubahan populasi ternak dalam 3 tahun terakhir sebesar 4%. Kemudian
prosentase perubahan produksi telur dalam 3 tahun terakhir sebesar 46%.
4.1.3.2 Perkembangan Harga Telur Selama Kurun Waktu 1 Tahun (2016)
Perkembangan harga telur dalam kurun waktu 1 tahun terakhir mengalami
fluktuatif harga. Harga terendah terjadi dalam 3 bulan terakhir yaitu (September-
November) berada di bawah angka BEP. Tingkat BEP harga berada di angka Rp
16.000 (peternak ayam petelur). Meskipun pada akhirnya di penghujung tahun
(Desember) harga kembali meningkat di atas BEP harga.
Gambar 4.3 : Produksi Telur Sampel Peternak
Sumber : Foto usaha milik bapak Sukarman diambil pada bulan Mei 2017
Page 64
46
Januari, 2016 19.400 21.400 20.113
Februari 16.400 19.400 18.214
Maret 13.400 16.500 15.000
April 13.400 17.500 15.987
Mei 15.200 19.500 16.885
Juni 14.200 19.400 16.082
Juli 14.500 17.400 15.900
Agustus 16.000 17.800 17.066
September 14.400 16.000 15.013
Oktober 14.200 15.400 14.574
November 13.200 16.000 14.148
Desember 15.200 18.800 17.130
Rata-rata (1 tahun) 16.343
Harga Telur perbulan
Harga Min Harga MaxHarga rata-rata
perbulan
Bulan/Tahun
Tabel 4.5 : Daftar Perkembangan Harga Telur Tahun 2016
Rupiah/Kg
Sumber : Buku Dinas Peternakan Kabupaten Blitar
4.1.3.3 Perkembangan Harga Pakan Ternak Tahun 2016
Bahan baku pakan ternak terdiri dari Jagung, bekatul dan Konsentrat (Dinas
Peternakan Kabupaten Blitar). Pemberian pakan terhadap ternak merupakan
faktor utama dalam menentukan hasil produksi. Artinnya apabila harga pakan naik
secara otomatis biaya produksi akan mengalami kenaikan, maka akan
berpengaruh pada tingkat produksi itu sendiri yang kemudian akan berdampak
pada harga telur dipasaran. Sehingga tingkat pendapatan peternak merendah
bahkan bisa merugi.
Gambar 4.4 : Produksi Telur Sampel Peternak
Sumber : Foto usaha milik bapak Imam Kambali diambil pada bulan Mei 2017
Page 65
47
Jagung (50%) Konsentrat (35%) Katul (15%)
/Kg /Sak (1sak = 50kg) /Kg /Kg
Januari,2016 Rp5.000 Rp367.000 Rp2.900 Rp5.360
Februari Rp6.950 Rp367.000 Rp2.900 Rp6.270
Maret Rp3.600 Rp344.500 Rp2.800 Rp4.536
April Rp3.850 Rp344.500 Rp2.500 Rp4.593
Mei Rp3.800 Rp339.000 Rp2.500 Rp4.533
Juni Rp3.950 Rp332.000 Rp2.200 Rp4.496
Juli Rp3.900 Rp332.000 Rp2.500 Rp4.533
Agustus Rp3.900 Rp332.000 Rp2.500 Rp4.533
September Rp4.200 Rp347.000 Rp2.500 Rp4.773
Oktober Rp4.300 Rp347.000 Rp2.500 Rp4.820
November Rp4.300 Rp343.250 Rp2.800 Rp4.855
Desember Rp4.300 Rp341.000 Rp2.800 Rp4.840
Rata-rata Rp4.845
Komposisi Pakan Ternak Harga Pakan
TernakBulan/Tahun
Selain itu biaya pakan ternak merupakan biaya variabel terbesar sekitar 60-
70% dari total biaya produksi (Dinas Peternakan Kabupaten Blitar). Sebagian
besar peternak sangat rentan terhadap gejolak perubahan harga pakan,
khususnya bagi peternak skala kecil, karena financial fundamentalnya masih
lemah. Dengan demikian para peternak di Kabupaten Blitar selalu mengikuti
perkembangan fluktuasi harga pakan ayam petelur khususnya untuk harga jagung
karena dalam penyusunan pakan ternak, jagung memiliki porsi tertinggi yaitu 50%,
konsentrat 35% dan sisanya katul 15% (PT. Chaeron Pokpand).
Tabel 4.6 : Tabel Perkembangan Harga Pakan Ternak Tahun 2016
Sumber : PoultryShop milik Bapak Sukarman
4.1.3.4 Strategi Penyuluhan dan Pembinaan Dinas Peternakan
Kabupaten Blitar Terhadap para Peternak Ayam Petelur
Dinas Peternakan Kabupaten Blitar memiliki konsep dalam hal melakukan
penyuluhan dan pembinaan khususnya kepada para peternak rumah tangga
berskala kecil. Karena para peternak skala kecil dalam hal pengetahuan mengenai
cara beternak yang baik dirasa masih kurang. Dengan demikian, Dinas
Peternakan Kabupaten Blitar menyediakan sesuatu yang para peternak tidak
mampu menyediakannya sendiri mulai dari tenaga ahli dan sarana prasarana.
Sarana prasarana tersebut meliputi Laboratorium Pakan dan Laboratorium
Page 66
48
1 Bapak Imam Kambali (49) Kel. Srengat Kec. Srengat 60.000 ekor
2 Bapak Munip (44) Ds. Kandangan Kec. Srengat 20.000 ekor
3 Bapak Soekamto (54) Kel. Bendo Kec. Kepanjen Kidul 24.000 ekor
4 Ibu Marwan (65) Ds. Ponggok Kec. Ponggok 15.000 ekor
5 Bapak Subandi (67) Ds Ponggok Kec. Ponggok 15.000 ekor
6 Bapak Yasto (60) Kel. Karangbendo Kec. Ponggok 30.000 ekor
7 Bapak Syamsudin (48) Ds. Ponggok Kec. Ponggok 40.000 ekor
8 CV. Bukit Kapur Kec.Garum 200.000 ekor
9 PT Jatinom Indah Farm Ds Jatinom Kec. Kanigoro 800.000 ekor
1 Ibu Binti (32) Ds. Sukorejo Kec. Udanawu 2.000 ekor
2 Bapak Pitoyo (44) Ds. Mbacem Kec. Ponggok 2.300 ekor
3 Ibu Rita (35) Kec. Srengat 5.000 ekor
4 Ibu Sunarti (48) Ds. Penataran Kec Nglegok 8.000 ekor
5 Bapak Edi Purnomo (32) Ds. Kebonduren Kec. Ponggok 5.000 ekor
6 Bapak Sukarman (55) Ds. Dadaplangu Kec. Ponggok 10.000 ekor
Total : 15 peternak
Alamat Usaha
Skala Besar
Skala Kecil
No Nama/ UsiaPopulasi
Ternak
Kesehatah Hewan (Lap. Keswan). Selain itu, selama ini Dinas Peternakan
Kabupaten Blitar rutin memberikan penyuluhan kepada peternak-peternak kecil
terkait bagaimana produktivitas dari peternakan bisa meningkat dengan biaya
seminimal mungkin.
Pemerintah terkait dalam hal ini Dinas Peternakan Kabupaten Blitar
menganggap bahwa usaha peternakan ayam petelur merupakan sebuah bisnis
oriented. Dimana dalam hal ini keahlian yang ditonjolkan, memberikan pelatihan
dan pembinaan serta mendorong para peternak untuk maju. Dengan demikian
kualitas telur yang dikirim keluar daerah harus berkualitas dan bebas penyakit.
4.2 Hasil (Sampel Penelitian)
Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 15 sampel. Dimana
terpecah menjadi 2 skala usaha yaitu usaha ternak ayam petelur skala besar
sebanyak 9 sampel dan usaha ternak ayam petelur skala kecil sebanyak 6
sampel. Dikategorikan skala besar apabila populasi ternak diatas 10 ribu ekor,
sedangkan dikategorikan skala usaha kecil apabila populasi ternak sama atau
dibawah 10 ribu ekor. Berikut akan di tampilkan pada tabel 4.7 dibawah ini.
Tabel 4.7 : Tabel Profil 15 Sampel Peternak Ayam Petelur di Kabupaten Blitar
Sumber : Penulis, 2017
Page 67
49
4.2.1 Hasil Perhitungan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Petelur di
Kabupaten Blitar
Pendapatan terbagi dalam 2 jenis yaitu pendapatan kotor dan pendapatan
bersih atau disebut keuntungan (profit). Dalam penelitian ini peneliti lebih fokus
pada pendapatan bersih (keuntungan). Pendapatan dalam usaha peternakan
ayam petelur di Kabupaten Blitar didapatkan dari hasil penjualan telur dikurangi
dengan biaya produksi yang dikeluarkan atau yang ditanggung selama proses
berternak. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Case and Fair
(2002,185) yaitu : Total Revenue - Total Cost maka akan didapatkan hasil
pendapatan bersih (profit). Untuk menghitung pendapatan peternak terlebih
dahulu menghitung seberapa besar biaya produksi yang dikeluarkan dan
menghitung berapa besar penerimaan yang diperoleh atas penjualan hasil
produksi telur.
Biaya produksi digunakan untuk menganalisa seberapa besar biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi sehingga menghasilkan pendapatan. Hal ini
juga didukung oleh teori yang dikemukakan Case and Fair (2005,198) bahwa biaya
produksi merupakan total biaya dari semua input yang dimanfaatkan oleh
perusahaan dalam sebuah proses produksi. Biaya produksi yang dihitung dalam
penelitian ini meliputi : Biaya Pembibitan, Biaya Pakan Ternak, Upah Tenaga
Kerja, Biaya Listrik Air, Biaya Obat-obatan dan vaksin dan yang terakhir adalah
Biaya Transportasi. Khusus untuk biaya pengeluaran terkait masalah pembibitan
ternak dilakukan tiap 3 bulan sekali, tergantung dari jumlah populasi yang dimiliki.
Rata-rata biaya produksi peternak skala besar yaitu sebesar Rp 33,2 Miliar, jauh
lebih besar dibanding dengan rata-rata biaya produksi kelompok peternak skala
kecil yaitu Rp 1,3 Miliar. Perbedaan biaya produksi disebabkan oleh jumlah
populasi ternak yang dimilikinya. Rata-rata jumlah populasi ternak yaitu sebanyak
133 ribu ekor. Sedangkan rata-rata jumlah ternak untuk kelompok peternak skala
Page 68
50
1 Bapak Imam Kambali (49) 60.000 ekor Rp13.552.162.500
2 Bapak Munip (44) 20.000 ekor Rp4.607.178.500
3 Bapak Soekamto (54) 24.000 ekor Rp5.650.311.860
4 Ibu Marwan (65) 15.000 ekor Rp3.354.463.660
5 Bapak Subandi (67) 15.000 ekor Rp3.418.063.660
6 Bapak Yasto (60) 30.000 ekor Rp6.747.574.500
7 Bapak Syamsudin (48) 40.000 ekor Rp9.202.970.500
8 CV. Bukit Kapur 200.000 ekor Rp44.883.270.500
9 PT Jatinom Indah Farm 800.000 ekor Rp207.678.030.500
Rp33.232.669.576
1 Ibu Binti (32) 2.000 ekor Rp445.356.802
2 Bapak Pitoyo (44) 2.300 ekor Rp511.038.022
3 Ibu Rita (35) 5.000 ekor Rp1.112.375.004
4 Ibu Sunarti (48) 8.000 ekor Rp1.763.205.408
5 Bapak Edi Purnomo (32) 5.000 ekor Rp1.109.375.004
6 Bapak Sukarman (55) 10.000 ekor Rp2.564.675.810
Rp1.251.004.342
Total : 15 peternak
Skala Besar
Rata-rata pendapaan peternak skala besar
Skala Kecil
Rata-rata pendapaan peternak skala kecil
No Nama/ Usia Populasi Ternak Total Cost (TC)
Biaya Pakan Upah Tenaga Kerja Listrik & Air Obat-obatan & Vaksin Transportasi
Rp199.392.000 Rp25.600.000 Rp1.000.000 Rp2.473.635 Rp6.400.000
TOTAL
Parameter
Pengeluaran
Pengeluaran (perbulan)
Rp234.865.635
kecil sebanyak 5 ribu ekor. Dengan begitu kelompok peternak skala besar
mengeluarkan biaya produksi lebih besar daripada kelompok peternak skala kecil.
Dikarenakan adanya tingkat penggunaan pakan yang lebih besar pada kelompok
peternak skala besar dibandingkan dengan kelompok peternak skala kecil.
Selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9 dibawah ini. Sedangkan secara
jelasnya dapat dilihat pada lembar lampiran halaman 75.
Tabel 4.8 : Tabel Variabel-Variabel Biaya Produksi
Sumber : Responden (peternak)
Tabel 4.9 : Tabel Rata-rata Biaya Produksi Kelompok Peternak Skala Besar dan Kelompok Peternak Skala Kecil di Kabupaten Blitar
Sumber : Data Primer Diolah, 2017
Page 69
51
Produksi telur Afkir ayam Kotoran ayam
Rp217.107.000 Rp18.483.000 Rp6.900.000
Total
Parameter
Penerimaan
Penerimaan (perbulan)
Rp242.490.000
Sedangkan Revenue merupakan penerimaan yang diperoleh dari hasil
penjualan produksi. Hal ini juga didukung teori yang dikemukakan oleh Joesron
dan Fathorrozi (2011,154) bahwa revenue merupakan perkalian antara Harga (P)
dengan Kuantitas Output (Q). Variabel revenue dalam penelitian ini meliputi :
Penjualan hasil produksi telur, Ayam afkir dan Kotoran ternak. Untuk variabel
perhitungan revenue dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah ini. Sedangkan secara
jelasnya dapat dilihat pada lembar lampiran halaman 96.
Tabel 4.10 : Tabel Variabel-variabel Revenue (Penerimaan)
Sumber : Responden (peternak)
Untuk penerimaan dari ayam afkir tiap 3 bulan sekali, tergantung dari jumlah
populasi yang dimiliki. Sedangkan untuk penerimaan dari kotoran ternak tiap 6
bulan sekali. Untuk skala usaha kecil rata-rata penjualan ayam afkir dilakukan tiap
3 bulan sekali dengan jumlah ayam sebanyak 1000 ekor. Sedangkan untuk skala
usaha besar penjualan ayam afkir dilakukan tiap 1 bulan sekali dengan jumlah
ayam sebanyak 1500 ekor. Untuk rata-rata penerimaan (revenue) kelompok
peternak skala besar maupun kelompok peternak skala kecil dapat dilihat pada
tabel 4.11 dibawah ini.
Page 70
52
1 Bapak Imam Kambali (49) 60.000 ekor Rp13.352.301.300
2 Bapak Munip (44) 20.000 ekor Rp5.969.379.150
3 Bapak Soekamto (54) 24.000 ekor Rp6.602.989.620
4 Ibu Marwan (65) 15.000 ekor Rp4.616.571.000
5 Bapak Subandi (67) 15.000 ekor Rp4.616.571.000
6 Bapak Yasto (60) 30.000 ekor Rp6.730.905.900
7 Bapak Syamsudin (48) 40.000 ekor Rp8.539.250.100
8 CV. Bukit Kapur 200.000 ekor Rp42.459.577.500
9 PT Jatinom Indah Farm 800.000 ekor Rp211.396.193.000
Rp33.809.304.286
1 Ibu Binti (32) 2.000 ekor Rp488.500.050
2 Bapak Pitoyo (44) 2.300 ekor Rp518.823.120
3 Ibu Rita (35) 5.000 ekor Rp1.539.457.500
4 Ibu Sunarti (48) 8.000 ekor Rp1.573.506.570
5 Bapak Edi Purnomo (32) 5.000 ekor Rp1.389.912.150
6 Bapak Sukarman (55) 10.000 ekor Rp2.742.720.300
Rp1.375.486.615
Skala Besar
Rata-rata pendapaan peternak skala besar
Skala Kecil
No Nama/ UsiaPopulasi
Ternak Total Revenue (TR)
Rata-rata pendapaan peternak skala kecil
Total : 15 peternak
Tabel 4.11 : Tabel Rata-rata Penerimaan (Revenue) Kelompok Peternak Skala besar dan Kelompok Peternak Skala Kecil di Kabupaten Blitar
Sumber : Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat diketahui bahwa semakin besar skala
usahanya maka akan menghasilkan penerimaan yang besar pula. Rata-rata
penerimaan kelompok peternak skala besar yaitu sebesar Rp 33,8 Miliar lebih
besar dibandingkan dengan rata-rata penerimaan yang diterima oleh kelompok
peternak skala kecil yaitu dengan penerimaan sebesar Rp 1,3 Miliar. Adapun
perbedaan penerimaan antara kelompok peternak skala besar dan kelompok
peternak skala kecil disebabkan oleh jumlah populasi yang dimiliki sehingga
mempengaruhi tingkat produksinya. Dimana penerimaan diperoleh dari harga telur
dikalikan dengan hasil produksi telur (output).
Perputaran uang pada usaha ternak ayam petelur di Kabupaten Blitar terjadi
setiap hari. Selanjutnya untuk menghitung pendapatan peternak ayam petelur di
Kabupaten Blitar maka peneliti mengakumulasikan perhitungan dalam 1 tahun
penelitian yaitu tahun 2016. Berikut hasil perhitungan pendapatan dapat dilihat
pada tabel 4.12. Sedangkan secara detailnya dapat dilihat pada halaman lampiran.
Page 71
53
1 Bapak Imam Kambali (49) 60.000 ekor Rp13.552.162.500 Rp13.352.301.300 -Rp199.861.200 Rugi
2 Bapak Munip (44) 20.000 ekor Rp4.607.178.500 Rp5.969.379.150 Rp1.362.200.650 Untung
3 Bapak Soekamto (54) 24.000 ekor Rp5.650.311.860 Rp6.602.989.620 Rp952.677.760 Untung
4 Ibu Marwan (65) 15.000 ekor Rp3.354.463.660 Rp4.616.571.000 Rp1.262.107.340 Untung
5 Bapak Subandi (67) 15.000 ekor Rp3.418.063.660 Rp4.616.571.000 Rp1.198.507.340 Untung
6 Bapak Yasto (60) 30.000 ekor Rp6.747.574.500 Rp6.730.905.900 -Rp16.668.600 Rugi
7 Bapak Syamsudin (48) 40.000 ekor Rp9.202.970.500 Rp8.539.250.100 -Rp663.720.400 Rugi
8 CV. Bukit Kapur 200.000 ekor Rp44.883.270.500 Rp42.459.577.500 -Rp2.423.693.000 Rugi
9 PT Jatinom Indah Farm 800.000 ekor Rp207.678.030.500 Rp211.396.193.000 Rp3.718.162.500 Untung
1 Ibu Binti (32) 2.000 ekor Rp445.356.802 Rp488.500.050 Rp43.143.248 Untung
2 Bapak Pitoyo (44) 2.300 ekor Rp511.038.022 Rp518.823.120 Rp7.785.098 Untung
3 Ibu Rita (35) 5.000 ekor Rp1.112.375.004 Rp1.539.457.500 Rp427.082.496 Untung
4 Ibu Sunarti (48) 8.000 ekor Rp1.763.205.408 Rp1.573.506.570 -Rp189.698.838 Rugi
5 Bapak Edi Purnomo (32) 5.000 ekor Rp1.109.375.004 Rp1.389.912.150 Rp280.537.146 Untung
6 Bapak Sukarman (55) 10.000 ekor Rp2.564.675.810 Rp2.742.720.300 Rp178.044.490 Untung
Pendapatan Peternak
(dalam 1 tahun)
Skala Kecil
Skala Besar
Total : 15 peternak
No Nama/ UsiaPopulasi
Ternak Total Revenue (TR)Total Cost (TC) Keterangan
Tabel 4.12 : Tabel Hasil Perhitungan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Petelur Skala Besar dan Skala Kecil di Kabupaten Blitar tahun 2016
Sumber : Data Primer diolah, 2017
Dari 15 sampel penelitian yang dilakukan, menunjukkan hasil pendapatan
yang bervariatif. Tabel 4.12 diatas menjelaskan hasil perhitungan pendapatan
peternak secara komulatif dalam 1 tahun penelitian yaitu tahun 2016. Dari total 15
sampel penelitian yang dilakukan di Kabupaten blitar, terdapat 5 sampel peternak
yang menunjukkan hasil pendapatan yang negatif atau mengalami kerugian dalam
1 tahun. Sedangkan terdapat 10 sampel peternak yang menunjukkan hasil
pendapatan yang positif atau memperoleh keuntungan dalam 1 tahun penelitian
yaitu tahun 2016.
4.2.2 Hasil Perhitungan Break Event Point (BEP) Usaha Ternak Ayam
Petelur di Kabupaten Blitar
Break Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai titik impas dalam suatu
usaha, apabila pendapatan dan biaya yang dikeluarkan sama atau seimbang
sehingga perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian. Menurut PT. Jatinom
Indah Farm untuk mengetahui BEP dari peternak dihitung dengan rumus : FCR x
Harga pakan x 120% (biaya listk air, upah tenaga kerja,obat-obatan vaksin dan
Page 72
54
1 Ibu Rita (35) 5.000 ekor Rp13.954
2 Ibu Marwan (65) 15.000 ekor Rp13.954
3 Bapak Subandi (67) 15.000 ekor Rp13.954
4 Bapak Munip (44) 20.000 ekor Rp14.302
5 Bapak Edi Purnomo (32) 5.000 ekor Rp15.116
6 Bapak Sukarman (55) 10.000 ekor Rp15.116
7 Bapak Soekamto (54) 24.000 ekor Rp15.116
8 PT Jatinom Indah Farm 800.000 ekor Rp15.930
9 Ibu Binti (32) 2.000 ekor Rp18.605
10 Bapak Yasto (60) 30.000 ekor Rp19.012
11 Bapak Imam Kambali (49) 60.000 ekor Rp19.012
12 Bapak Pitoyo (44) 2.300 ekor Rp19.768
13 Bapak Syamsudin (48) 40.000 ekor Rp19.884
14 CV. Bukit Kapur 200.000 ekor Rp19.884
15 Ibu Sunarti (48) 8.000 ekor Rp21.861
Total : 15 peternak
No Nama/ UsiaPopulasi
Ternak BEP
transportasi). Feed Convertion Ratio (FCR) merupakan parameter untuk
mengukur tingkat efisiensi penggunaan pakan. Semakin kecil nilainya semakin
bagus. Untuk mengetahui nilai FCR maka rumus perhitungannya : Jumlah Kg
pakan yang dikonsumsi dibagi dengan Jumlah Kg telur yang dihasilkan. Hasil
perhitungan Break Even Point (BEP) dapat dilihat pada tabel 4.13 dibawah ini.
Tabel 4.13 : Tabel Ringkasan Hasil Perhitungan BEP Usaha Ternak Ayam Petelur di Kabupaten Blitar Terhadap 15 Sampel Penelitian
Sumber : Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.13 diatas menunjukkan bahwa hasil perhitungan BEP
dari masing-masing peternak menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Dimana dari
total 15 sampel penelitian, yang memiliki nilai BEP terendah adalah usaha milik
Ibu Rita, Ibu Marwan dan Bapak Subandi dengan nilai BEP sebesar Rp 13.954.
Sedangkan yang memiliki nilai BEP tertinggi adalah usaha milik Ibu Sunarti
dengan nilai BEP sebesar Rp 21.861.
Page 73
55
1 Ibu Binti (32) 2.000 ekor 1,1 Untung
2 Ibu Rita (35) 5.000 ekor 1,4 Untung
3 Bapak Edi Purnomo (32) 5.000 ekor 1,2 Untung
4 Bapak Sukarman (55) 10.000 ekor 1,1 Untung
5 Ibu Marwan (65) 15.000 ekor 1,4 Untung
6 Bapak Subandi (67) 15.000 ekor 1,3 Untung
7 Bapak Munip (44) 20.000 ekor 1,3 Untung
8 Bapak Soekamto (54) 24.000 ekor 1,2 Untung
9 Bapak Pitoyo (44) 2.300 ekor 1 Impas
10 Bapak Yasto (60) 30.000 ekor 1 Impas
11 Bapak Imam Kambali (49) 60.000 ekor 1 Impas
12 PT Jatinom Indah Farm 800.000 ekor 1 Impas
13 Ibu Sunarti (48) 8.000 ekor 0,9 Rugi
14 Bapak Syamsudin (48) 40.000 ekor 0,9 Rugi
15 CV. Bukit Kapur 200.000 ekor 0,9 Rugi
Rata-rata 1,1
Catatan
Total : 15 peternak
Perlu ditingkatkan
atau dikembangkan
di kategorikan
sebagai usaha yang
layak
Berhati-hati dan
perlu dilakukan
penanganan serius
No Nama/ UsiaPopulasi
Ternak R/C Ratio Keterangan
4.2.3 Hasil Perhitungan R/C Ratio Usaha Peternakan Ayam Petelur di
Kabupaten Blitar
R/C ratio digunakan untuk mengetahui apakah usaha yang sedang dijalankan
efisien atau tidak. Menurut penelitian yang dilakukan Nitiwijaya (2007) menyatakan
bahwa Revenue Cost ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan
biaya produksi yang digunakan sebagai alat untuk mengetahui tingkat kelayakan
suatu usaha. Nilai R/C ratio didapat dengan menggunakan rumus dari jurnal
penelitian yang dilakukan oleh Bahari D.I, dkk (2012) yaitu : Total Revenue dibagi
dengan Total Cost. Apabila nilai R/C ratio lebih besar dari 1 artinya usaha tersebut
menguntungkan, apabila nilai R/C rationya sama dengan 1 artinya impas, dan
apabila nilai R/C ratio kurang dari 1 artinya usaha tersebut mengalami kerugian.
Hasil perhitungan R/C ratio dapat dilihat pada tabel 4.14 dibawah ini. Sedangkan
untuk detail perhitungannya dapat dilihat pada halaman lampiran.
Tabel 4.14 : Tabel Ringkasan Hasil Perhitungan R/C ratio Terhadap 15 Sampel Penelitian Untuk Menganalisis Kelayakan Suatu Usaha
Sumber : Data Primer Diolah,2017
Dari tabel 4.14 diatas menunjukkan bahwa dari total 15 sampel penelitian
yang dilakukan, terdapat 8 sampel peternak yang nilai R/C rationya lebih dari 1
Page 74
56
(satu). 4 sampel peternak yang nilai R/C rationya sama dengan 1. Dan sisanya 3
sampel peternak yang nilai R/C rationya kurang dari 1. Dari total 15 sampel
penelitian, yang memiliki nilai R/C ratio terendah adalah usaha milik Ibu Sunarti,
Bapak Syamsudin dan CV. Bukit Kapur dengan nilai R/C ratio sebesar 0,9.
Sedangkan yang memiliki nilai R/C ratio tertinggi adalah usaha milik Ibu Rita dan
Ibu Marwan dengan nilai R/C ratio sebesar Rp 1,4. Perbedaan tersebut
dikarenakan penerimaan yang didapatkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
biaya yang dikeluarkan selama proses produksi.
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1 Analisis Hasil Perhitungan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Petelur
Berdasarkan hasil perhitungan pendapatan yang dijelaskan pada tabel 4.12
diatas, menunjukkan bahwa hasil perhitungan pendapatan yang bervariatif. Dari
15 sampel penelitian yang dilakukan, yang mencatatkan hasil keuntungan tertinggi
adalah PT. Jatinom Indah Farm. Hasil akumulasi perhitungan pendapatan dalam
1 tahun terakhir yaitu tahun 2016 sebesar Rp 3.718.162.500. Hal ini disebabkan
karena yang Pertama, peternak milik bapak Sis tersebut sudah berbadan hukum
yaitu berbentuk PT. Yang Kedua, menejemen yang sangat baik dalam berternak.
Dan alasan yang terakhir adalah karena perusahaan tersebut sudah menguasai
dari hulu ke hilir dalam proses berternak.
Sedangkan dari tabel 4.12 diatas yang mencatatkan hasil pendapatan
terendah atau mengalami kerugian terbesar pada tahun 2016 adalah CV. Bukit
Kapur. Hasil akumulasi pendapatan CV. Bukit Kapur dalam 1 tahun terakhir tahun
2016 yaitu sebesar Rp 2.423.693.000. Salah satu penyebab peternak tersebut
mengalami kerugian adalah terjadinya gejolak kenaikan harga pakan dan secara
bersamaan terjadi gejolak turunnya harga telur. Dari total 15 sampel penelitian
yang dilakukan di Kabupaten blitar, terdapat 5 sampel peternak yang menunjukkan
Page 75
57
1 Bapak Imam Kambali (49) 60.000 ekor Rp13.552.162.500 Rp13.352.301.300 -Rp199.861.200 Rugi
2 Bapak Munip (44) 20.000 ekor Rp4.607.178.500 Rp5.969.379.150 Rp1.362.200.650 Untung
3 Bapak Soekamto (54) 24.000 ekor Rp5.650.311.860 Rp6.602.989.620 Rp952.677.760 Untung
4 Ibu Marwan (65) 15.000 ekor Rp3.354.463.660 Rp4.616.571.000 Rp1.262.107.340 Untung
5 Bapak Subandi (67) 15.000 ekor Rp3.418.063.660 Rp4.616.571.000 Rp1.198.507.340 Untung
6 Bapak Yasto (60) 30.000 ekor Rp6.747.574.500 Rp6.730.905.900 -Rp16.668.600 Rugi
7 Bapak Syamsudin (48) 40.000 ekor Rp9.202.970.500 Rp8.539.250.100 -Rp663.720.400 Rugi
8 CV. Bukit Kapur 200.000 ekor Rp44.883.270.500 Rp42.459.577.500 -Rp2.423.693.000 Rugi
9 PT Jatinom Indah Farm 800.000 ekor Rp207.678.030.500 Rp211.396.193.000 Rp3.718.162.500 Untung
Rp576.634.710
1 Ibu Binti (32) 2.000 ekor Rp445.356.802 Rp488.500.050 Rp43.143.248 Untung
2 Bapak Pitoyo (44) 2.300 ekor Rp511.038.022 Rp518.823.120 Rp7.785.098 Untung
3 Ibu Rita (35) 5.000 ekor Rp1.112.375.004 Rp1.539.457.500 Rp427.082.496 Untung
4 Ibu Sunarti (48) 8.000 ekor Rp1.763.205.408 Rp1.573.506.570 -Rp189.698.838 Rugi
5 Bapak Edi Purnomo (32) 5.000 ekor Rp1.109.375.004 Rp1.389.912.150 Rp280.537.146 Untung
6 Bapak Sukarman (55) 10.000 ekor Rp2.564.675.810 Rp2.742.720.300 Rp178.044.490 Untung
Rp124.482.273
Pendapatan Peternak
(dalam 1 tahun)Keterangan
Skala Besar
Skala Kecil
Total : 15 peternak
Rata-rata pendapaan peternak skala besar
Rata-rata pendapaan peternak skala kecil
No Nama/ UsiaPopulasi
Ternak Total Cost (TC)
Total Revenue
(TR)
hasil pendapatan yang negatif atau mengalami kerugian dalam 1 tahun.
Sedangkan terdapat 10 sampel peternak yang menunjukkan hasil pendapatan
yang positif atau memperoleh keuntungan dalam 1 tahun penelitian yaitu tahun
2016. Dari 5 sampel yang mengalami kerugian 4 diantaranya ada di usaha skala
besar dan sisanya 1 pada skala usaha kecil. Salah satu faktor penyebabnya
adalah tingginya biaya produksi yang ditanggung oleh para peternak skala besar
khususnya kenaikan biaya pakan. Karena variabel pakan ternak merupakan
variabel terbesar sekitar 60-70% dari total biaya produksi. Selain itu upah tenaga
kerja dan biaya transportasi juga mempengaruhi alasan meruginya para peternak
skala besar dan skala kecil. Dan pada saat yang bersamaan terjadi gejolak
penurunan harga telur. Hal inilah yang mempengaruhi pendapatan peternak
karena apabila penerimaan lebih rendah dari pada biaya produksi maka peternak
akan mengalami kerugian. Pada intinya adalah tidak setiap bulan peternak untung.
Untuk rata-rata pendapatan kelompok peternak skala besar dan kelompok
peternak skala kecil dapat dilihat pada tabel 4.15 dibawah ini.
Tabel 4.15 : Tabel Rata-Rata Pendapatan Peternak Ayam Petelur Skala Besar dan Skala Kecil di Kabupaten Blitar tahun 2016
Sumber : Data Primer Diolah,2017
Page 76
58
Berdasarkan tabel 4.15 diatas menunjukkan bahwa hasil perhitungan
pendapatan rata-rata yang diperoleh peternak skala besar sebesar Rp
576.634.710 lebih besar dibanding dengan pendapatan rata-rata yang diperoleh
peternak skala kecil yaitu sebesar Rp124.482.273. Hal ini dikarenakan populasi
ternak yang dimiliki oleh peternak skala besar jauh lebih banyak dibandingkan
dengan populasi ternak yang dimiliki peternak skala kecil. Namun jika dilihat dari
sisi untung rugi, kelompok peternak skala besar mengalami kerugian terbanyak
dibandingkan dengan kelompok peternak skala kecil. Dari tabel 4.15 diatas
menunjukkan bahwa pada kelompok peternak skala besar yang berjumlah 9
sampel peternak, terdapat 4 peternak yang mengalami kerugian pada tahun 2016
yaitu usaha milik Bapak Imam, bapak yasto, Bapak Syamsudin dan CV. Bukit
Kapur. Sedangkan pada kelompok peternak skala kecil yang berjumlah 6 sampel
peternak, yang mengalami kerugian pada tahun 2016 hanya 1 peternak yaitu
usaha milik Ibu Sunarti. Dari hasil perhitungan pendapatan diatas dapat
disimpulkan bahwa besar kecilnya pendapatan dipengaruhi oleh seberapa besar
tingkat penerimaan (revenue) yang diperoleh dan seberapa besar skala usahanya
atau jumlah populasi ternak yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Bahari, dkk (2012) bahwa tingkat pendapatan
sangat ditentukan oleh penerimaan suatu usaha dan penerimaan usaha
ditentukan dari jumlah produksi telur ayam dan harga jualnya.
4.3.2 Analisis Strategi Peternak dalam Menghadapi Gejolak Kenaikan Harga
Pakan dan Turunnya Harga Telur yang Terjadi secara Bersamaan
Apabila terjadi gejolak kenaikan harga pakan dan pada saat yang bersamaan
terjadi gejolak turunnya harga telur maka para peternak ayam petelur di Kabupaten
Blitar memiliki strategi-strategi yang umum digunakan dalam menghadapi gejolak
tersebut, diantarannya adalah sebagai berikut :
Page 77
59
a) Pada saat untung, dana untung tersebut oleh para peternak dijadikan
sebagai cadangan dana (saving). Hal ini bertujuan ketika terjadi gejolak
kenaikan harga pakan dan gejolak turunnya harga telur maka para
peternak dapat menggunakan dana cadangan tersebut untuk menutupi
kerugian.
b) Ketika harga jagung rendah para peternak biasanya menimbun stok
jagung, hal ini bertujuan untuk berjaga-jaga ketika suatu saat harga jagung
kembali naik. Jagung merupakan komponen terpenting dari penyusunan
pakan ternak, hal ini dikarenakan jagung memiliki kadar protein tertinggi
dari komponen penyusunan pakan ternak lainnya yaitu Konsentrat dan
Bekatul.
c) Srategi terakhir yang umum digunakan para peternak ayam petelur di
Kabupaten Blitar adalah dengan berhutang terutama pada pabrik pakan
atau poltree shop. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesahatan keuangan
para peternak.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak ayam
petelur di Kabupaten Blitar yaitu Faktor Internal dan Faktor eksternal. Faktor
Internal meliputi tingginya ongkos produksi. Beberapa variabel ongkos produksi
diantaranya adalah biaya pembibitan ternak, Biaya Pakan, biaya listrik air, biaya
obat-obatan dan vaksin serta biaya transportasi. Biaya Pakan merupakan Variabel
biaya terbesar sekitar 60-70% dari total biaya atau ongkos produksi. Hal ini juga
didukung oleh pendapat para ahli. Menurut Mashudi (kepala Dinas Peternakan
Kabupaten Blitar) mengatakan bahwa harga pakan sangat besar peranannya
terhadap ongkos produksi yaitu sekitar 70% dari total biaya produksi. Jadi apabila
harga pakan naik, maka akan berpengaruh pada tingkat produksi yang kemudian
akan berdampak pada harga telur dipasaran. Faktor Eksternal meliputi mahalnya
Page 78
60
1 Bapak Imam Kambali (49) Kel. Srengat Kec. Srengat 60.000 ekor Rp19.012
2 Bapak Munip (44) Ds. Kandangan Kec. Srengat 20.000 ekor Rp14.302
3 Bapak Soekamto (54) Kel. Bendo Kec. Kepanjen Kidul 24.000 ekor Rp15.116
4 Ibu Marwan (65) Ds. Ponggok Kec. Ponggok 15.000 ekor Rp13.954
5 Bapak Subandi (67) Ds Ponggok Kec. Ponggok 15.000 ekor Rp13.954
6 Bapak Yasto (60) Kel. Karangbendo Kec. Ponggok 30.000 ekor Rp19.012
7 Bapak Syamsudin (48) Ds. Ponggok Kec. Ponggok 40.000 ekor Rp19.884
8 CV. Bukit Kapur Kec.Garum 200.000 ekor Rp19.884
9 PT Jatinom Indah Farm Ds Jatinom Kec. Kanigoro 800.000 ekor Rp15.930
Rp16.783
1 Ibu Binti (32) Ds. Sukorejo Kec. Udanawu 2.000 ekor Rp18.605
2 Bapak Pitoyo (44) Ds. Mbacem Kec. Ponggok 2.300 ekor Rp19.768
3 Ibu Rita (35) Kec. Srengat 5.000 ekor Rp13.954
4 Ibu Sunarti (48) Ds. Penataran Kec Nglegok 8.000 ekor Rp21.861
5 Bapak Edi Purnomo (32) Ds. Kebonduren Kec. Ponggok 5.000 ekor Rp15.116
6 Bapak Sukarman (55) Ds. Dadaplangu Kec. Ponggok 10.000 ekor Rp15.116
Rp17.403
BEP
Skala Besar
Skala Kecil
Total : 15 peternak
BEP Rata-rata
BEP Rata-rata
No Nama/ Usia Alamat UsahaPopulasi
Ternak
variabel harga telur. Disini harga telur merupakan hal yang penting selama proses
berternak dimana hal ini menjadi sumber pendapatan bagi peternak. Apabila harga
telur dipasaran rendah maka peternak akan merugi demikian pula sebaliknya
apabila harga telur tinggi maka peternak akan untung.
4.3.3 Analisa Hasil Perhitungan Break Even Point (BEP) Usaha Ternak
Ayam Petelur di Kabupaten Blitar
Dari tabel 4.13 diatas menunjukkan bahwa hasil perhitungan Break Even Point
(BEP) yang berbeda-beda dari masing-masing peternak. Selanjutnya untuk rata-
rata BEP peternak akan dijelaskan dalam bentuk tabel dibawah ini :
Tabel 4.16 : Tabel Rata-rata BEP Usaha Ternak Ayam Petelur di Kabupaten Blitar Terhadap 15 Sampel Penelitian
Sumber : Penulis, 2017
Berdasarkan hasil perhitungan tabel diatas, dapat diketahui nilai Break Event
Point (BEP) yang diberoleh berbeda-beda dari masing-masing peternak. Rata-rata
BEP pada kelompok peternak skala besar yaitu Rp 16.873 lebih kecil dibandingkan
dengan kelompok peternak skala kecil yaitu sebesar Rp 17.403. Hal ini
Page 79
61
1 Bapak Imam Kambali (49) 60.000 ekor Rp13.552.162.500 Rp13.352.301.300 1
2 Bapak Munip (44) 20.000 ekor Rp4.607.178.500 Rp5.969.379.150 1,3
3 Bapak Soekamto (54) 24.000 ekor Rp5.650.311.860 Rp6.602.989.620 1,2
4 Bapak Subandi (67) 15.000 ekor Rp3.418.063.660 Rp4.616.571.000 1,3
5 Bapak Yasto (60) 30.000 ekor Rp6.747.574.500 Rp6.730.905.900 1
6 Bapak Syamsudin (48) 40.000 ekor Rp9.202.970.500 Rp8.539.250.100 0,9
7 Ibu Marwan (65) 15.000 ekor Rp3.354.463.660 Rp4.616.571.000 1,4
8 CV. Bukit Kapur 200.000 ekor Rp44.883.270.500 Rp42.459.577.500 0,9
9 PT Jatinom Indah Farm 800.000 ekor Rp207.678.030.500 Rp211.396.193.000 1
Rata-Rata 1,1
1 Ibu Binti (32) 2.000 ekor Rp445.356.802 Rp488.500.050 1,1
2 Ibu Rita (35) 5.000 ekor Rp1.112.375.004 Rp1.539.457.500 1,4
3 Bapak Pitoyo (44) 2.300 ekor Rp511.038.022 Rp518.823.120 1
4 Bapak Edi Purnomo (32) 5.000 ekor Rp1.109.375.004 Rp1.389.912.150 1,2
5 Ibu Sunarti (48) 8.000 ekor Rp1.763.205.408 Rp1.573.506.570 0,9
6 Bapak Sukarman (55) 10.000 ekor Rp2.564.675.810 Rp2.742.720.300 1,1
Rata-Rata 1,1
Skala Besar
Skala Kecil
Total : 15 Peternak
No Nama/ UsiaPopulasi
Ternak R/C RatioTotal Cost (TC) Total Revenue (TR)
dikarenakan nilai Feed Convertion Ratio (FCR) yang berbeda-beda dari masing-
masing peternak. Artinya semakin kecil nilai FCR maka akan semakin bagus.
Rata-rata harga telur selama tahun 2016 sebesar Rp 16.343. Apabila harga telur
diatas BEP maka peternak akan untung. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chintya, dkk (2014) bahwa usaha milik
CV.Nawanua Farm dan UD.Kakaskasen Indah di Kota Tomohon berada pada titik
yang menguntungkan sebab sudah beroperasi diatas titik impas (BEP).
4.3.4 Analisis Kelayakan Usaha dilihat dari Nilai R/C ratio
Berdasarkan tabel 4.14 diatas menunjukkan bahwa hasil perhitungan R/C
Ratio yang berbeda-beda dari masing-masing peternak. Secara keseluruhan rata-
rata tingkat R/C ratio peternak lebih dari 1 yaitu sebesar 1,1. Selanjutnya untuk
rata-rata nilai R/C Ratio dari masing-masing kelompok peternak akan dijelaskan
dalam bentuk tabel 4.17 dibawah ini.
Tabel 4.17 : Tabel Ringkasan Hasil Perhitungan R/C ratio Terhadap 15 Sampel Penelitian untuk Menganalisis Kelayakan Suatu Usaha
Sumber : Penulis, 2017
Page 80
62
Tabel 4.17 diatas menunjukkan bahwa rata-rata nilai R/C Ratio pada
kelompok peternak skala besar sama dengan nilai R/C Ratio kelompok peternak
skala kecil yaitu memeiliki nilai 1,1. Artinya bahwa setiap penggunaan biaya
produksi Rp 1.000.000 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.100.000 jadi
keuntungan bersih yang didapat sebesar Rp 100.000. Hasil penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bahari, dkk (2012) bahwa
tingkat R/C Ratio pada usaha ternak pola mandiri lebih tinggi dari usaha ternak
pola kemitraan.
Page 81
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1) Gejolak Kenaikan Harga Pakan dan Gejolak Penurunan Harga Telur yang
terjadi di Kabupaten Blitar dalam 1 tahun terakhir memiliki pengaruh yang
besar terhadap pendapatan peternak baik kelompok peternak skala besar
maupun kelompok peternak skala kecil. Hal ini dikarenakan sebagian
peternak rentan terhadap perubahan harga. Biaya pakan ternak
merupakan biaya variabel terbesar sekitar 60-70% dari total biaya produksi
(Dinas Peternakan Kabupaten Blitar). Sedangkan harga jual produksi
merupakan hal terpenting selama proses berternak dimana hal ini menjadi
sumber pendapatan bagi peternak.
2) Strategi yang umum digunakan para peternak ayam petelur di Kabupaten
Blitar dalam menghadapi gejolak kenaikan harga pakan dan gejolak
turunnya harga telur diantarannya adalah :
a) Pada saat untung, dana untung tersebut oleh para peternak
dijadikan sebagai cadangan dana (saving).
b) Ketika harga jagung rendah para peternak biasanya menimbun stok
jagung, hal ini bertujuan untuk berjaga-jaga ketika suatu saat harga
jagung kembali naik.
c) Srategi terakhir yang umum digunakan para peternak ayam petelur
di Kabupaten Blitar adalah dengan berhutang terutama pada pabrik
pakan atau poltree shop. Hal ini dilakukan untuk menjaga
kesahatan keuangan para peternak.
Page 82
64
3) Hasil perhitungan Break Even Point (BEP) menunjukkan hasil yang
berbeda-beda dari masing-masing peternak.
4) Sedangkan untuk hasil R/C Ratio dari total 15 sampel penelitian yang
dilakukan, rata-rata hasil R/C ratio tiap kelompok peternak memiliki nilai 1,1
artinya usaha ternak ayam petelur di Kabupaten Blitar dikategorikan
sebagai usaha yang layak. Artinya usaha ini menguntungkan dan memiliki
prospek yang menjanjikan.
5.2 Saran
1) Pengembangan Potensi Daerah
Dalam mengembangkan potensi daerah dibutuhkan komitmen dari
berbagai pihak tidak hanya dari Kepala Daerah (Bupati) namun juga dari
DPRD Kabupaten Blitar guna memperoleh dukungan program dan
anggaran. Hal-hal inilah yang nantinya diharapkan dapat membedakan
Kabupaten Blitar dengan daerah-daerah lainnya khususnya dalam usaha
peternakan ayam petelur. Sehingga hal ini yang menjadikan Kabupaten
Blitar menjadi sentral produksi telur ayam khususnya Ayam ras petelur.
2) Perlindungan Usaha
Diperlukan adanya jenis perlindungan usaha tertentu terutama usaha
peternakan ayam petelur karena merupakan produk unggulan di
Kabupaten Blitar, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan
pemerintah yang saling menguntungkan. Misalnya : Pemerintah harus
melarang perusahaan asing untuk tidak mengedarkan telur breading. Inilah
yang menjadi permasalahan karena sangat merugikan peternak ayam
petelur di Kabupaten Blitar.
3) Jaminan Harga
Mengingat tingginya harga pakan dan rendahnya harga telur yang sudah
terjadi dalam 2 tahun terakhir, maka diharapkan Pemerintah pusat
Page 83
65
memberikan jaminan harga terhadap para peternak di Kabupaten Blitar
dengan cara memberikan batasan harga terendah dan harga tertinggi
seperti halnya yang dilakukan pada komoditas beras, dengan catatan
harus mengacu pada BEP dalam usaha ternak ayam petelur ini. Dengan
begitu 2 permasalahan pokok yang sering dihadapi peternak telur di
Kabupaten Blitar dapat terselesaikan. Sehingga kesejahteraan para
peternak merasa diperhatikan, khususnya bagi peternak rumah tangga
skala kecil.
Page 84
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Blitar. (2016). Data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Blitar tahun 2011-2016. www.bappeda.blitarkab.go.id diakses pada 12 Januari 2017
Badan Pusat Statistik (BPS) Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar. (2016). Data
Statistik Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Blitar Tahun 2016. https://blitarkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Daerah-Kabupaten-Blitar-2016.pdf diakses pada 27 Maret 2017
Badan Pusat Statistik (BPS) Pemerintah Kabupaten Blitar. (2016). Kabupaten
Blitar Dalam Angka 2016. https://blitarkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Kabupaten-Blitar-Dalam-Angka-2016.pdf diakses pada 27 Maret 2017
Badan Pusat Statistik Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar. (2016). Pertumbuhan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Blitar pada tahun 2010-2014. https://blitarkab.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/384 diakses pada 11 Mei 2017
Bahari, D.I, Fanani Z, Nugroho B.A. 2012. Analisis Struktur Biaya dan Perbedaan
Pendapaan Usaha Ternak Ayam ras Pedaging Pada Pola dan Skala Usaha Ternak yang Berbeda di Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal Ternak Tropika, Vol.13, (No.1) : 35-46.
Case Karl E, Fair Ray C. 2005. Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. (edisi ke 7). Jakarta
: Gramedia Dinas Peternakan Kabupaten Blitar. 2016. Data Harga Komoditi Peternakan di
Kabupaten Blitar Tahun 2016. Blitar : diperbanyak Oleh Dinas Peternakan Kabupaten Blitar
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. (2016). Data Statistik Populasi Ternak Ayam Ras Petelur dan Statistik Produksi Telur Ayam Ras Petelur di Kabupaten Blitar. http://disnak.jatimprov.go.id/web/layananpublik/datastatistik diakses pada 14 April 2017
Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur. (2016). Kontribusi UMKM
terhadap perekonomian daerah khususnya di daerah Kabupaten Blitar. http://diskopumkm.jatimprov.go.id diakses pada 14 April 2017
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2016. Peternakan Dalam Data Tahun 2016. Surabaya : diperbanyak Oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur
Fitriani. 2015. Analisis Usaha Peternakan Ayam Petelur di Kecamatan Adiluwih,
Pringsewu. Jurnal Ilmiah Esai, Vol.9, (No.2) : 1-9.
Joesron Tati S, Fathorrozi M. 2012. Teori Ekonomi Mikro. Yogjakarta : Graha Ilmu
Page 85
Khusaini, Muhammad. 2013. Ekonomi Mikro Dasar-dasar Teori. Malang : UB
Press
Kurniawan, M.F, Darmawan D.P, Astiti, NW. 2013. Strategi Pengembangan Agribisnis Peternakan Ayam Petelur di Kabupaten Tabanan (studi pada peternakan ayam petelur di Kabupaten Tabanan). Jurnal Menejemen Agribisnis, Vol.1, (No.2) : 53-66.
Multifiah. 2011. Teori Ekonomi Mikro. Malang: UB Press
Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya (Edisi 8). Jakarta: PT Penerbit Erlangga
Peraturan Daerah Kabupaten Blitar. 2003. Perijinan Usaha Peternakan dan Pendaftaran Peternakan Rakyat. Blitar : diperbanyak Oleh Dinas Peternakan Kabupaten Blitar
PT. Charoen Pokpand Indonesia Tbk. (2016). Komposisi Penyusunan Pakan
Ternak Ayam Petelur.
https://blitarkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Daerah-Kabupaten-
Blitar-2016.pdf diakses pada 12 Maret 2017
Rahmah Ulfa Indah. 2015. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Pada Pola Usaha yang Berbeda di Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka. Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan, Vol.3, (No.1) : 1-15.
Salele, C.L, Roimpandey B, Massie, M.T, Waleleng, P.O. 2014. Analisis
Penggunaan Faktor Produksi Pada Perusahaan Ayam Ras Petelur (Studi
kasus pada UD. Kakaskasen Indah dan CV. Nawanua Farm). Jurnal Zootek,
Vol.34, (Edisi Khusus) : 1-14.
Wirartha, I. Made. 2005. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Denpasar : CV. Andi Offset