ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETAMBAK UDANG VANAME EKS PLASMA PT CENTRALPERTIWI BAHARI DESA BRATASENA ADIWARNA KECAMATAN DENTE TELADAS KABUPATEN TULANG BAWANG (Skripsi) Oleh Cindy Puri Andini JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2018
92
Embed
ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA …digilib.unila.ac.id/54626/2/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pendapatan rumah tangga terdiri dari pendapatan udang,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN
RUMAH TANGGA PETAMBAK UDANG VANAME EKS PLASMA
PT CENTRALPERTIWI BAHARI DESA BRATASENA ADIWARNA
KECAMATAN DENTE TELADAS KABUPATEN TULANG BAWANG
(Skripsi)
Oleh
Cindy Puri Andini
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRACT
ANALYZE OF INCOME AND HOUSEHOLD WELFARE OF VANAME
CULTIVATORS EX-PLASMA PT CENTRALPERTIWI BAHARI
IN BRATASENA ADIWARNA VILLAGE DENTE TELADAS DISTRICT
TULANG BAWANG REGENCY
By
Cindy Puri Andini
This research aims to analyze household income, welfare, and factors that
influence the household welfare of vaname cultivators ex-plasma PT
Centralpertiwi Bahari. The research use survey method. Data of this research was
collected in Bratasena Adiwarna village in February 2018. The numbers of
respondents as many as 70 vaname shrimp cultivators households are collected by
proportional random sampling. Household income consists of shrimp income,
nonshrimp, off-farm and nonfarm income. Household welfare level is analyzed by
the Sajogyo criteria and poverty line according to BPS Lampung Province 2017.
The factors that influence household welfare analyzed by binary logistic
regression. The result of the research shows that the average shrimp income per
0,5 ha pond in period I, II, and III are Rp7.986.264, Rp13.868.109, and
Rp27.334.963. Average household income is Rp64.902.569,00 per year, which is
obtained from 70 percent of shrimp income, 10 percent of nonshrimp income, 2
percent of off-farm income, and 18 percent of nonfarm income. The household
welfare level based on the Sajogyo indicator show that 37 percent of household
are in moderate and 63 percent are in decent living class, while the BPS poverty
line shows that all of households are classified as non-poor. The level of
household welfare of ex-plasma PT Centralpertiwi Bahari is influenced by
3 Data jumlah petambak aktif Desa Bratasena Adiwarna …………….... 47
4 Sebaran responden petambak aktif .…………………………………... 48
5 Luas wilayah, jumlah, dan kepadatan pendudukKecamatan Dente Teladas …………………………………..………... 59
6 Sebaran penduduk Desa Bratasena Adiwarna menurut usia tahun2017………………………………………………………………........ 62
7 Sebaran responden petambak udang vaname berdasarkan kelompokusia di Desa Bratasena Adiwarna……………………………………... 67
8 Sebaran responden petambak udang vaname berdasarkan tingkatpendidikan di Desa Bratasena Adiwarna……………………………... 68
9 Sebaran responden petambak udang vaname berdasarkan pengalamanbudi daya di Desa Bratasena Adiwarna………………………………. 68
10 Sebaran responden petambak udang vaname berdasarkan jumlahtanggungan rumah tangga…………………………………………….. 69
11 Sebaran responden petambak udang vaname berdasarkan pekerjaansampingan …………………………………………………………….. 70
12 Jumlah benih udang vaname yang ditebar petambak di DesaBratasena Adiwarna …………………………....................................... 77
13 Penggunaan pakan dan Biaya pakan udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna...……………………………………….………… 79
14 Penggunaan dan biaya kapur pada budi daya udang vaname di DesaBratasena Adiwarna ………………………………………...………… 80
v
15 Penggunaan dan biaya Bintan pada budi daya udang vaname di DesaBratasena Adiwarna.……………………………………………….….. 83
16 Penggunaan dan biaya kupri sulfat pada budi daya udang vaname diDesa Bratasena Adiwarna ….................................................................. 84
17 Penggunaan dan biaya probiotik pada budi daya udang vaname diDesa Bratasena Adiwarna …….............................................................. 86
18 Penggunaan dan biaya Super Ps pada budi daya udang vaname diDesa Bratasena Adiwarna……............................................................... 87
19 Penggunaan dan biaya Klorin pada budi daya udang vaname di DesaBratasena Adiwarna ………................................................................... 88
20 Penggunaan dan biaya pondfos pada budi daya udang vaname di DesaBratasena Adiwarna …………………………………………………... 89
21 Penggunaan dan biaya saponin pada budi daya udang vaname di DesaBratasena Adiwarna ……………….………………………………….. 90
22 Penggunaan tenaga kerja budi daya udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna per 0,5 ha tambak ………..…………………………..…….. 93
23 Total penggunaan tenaga kerja budi daya udang vaname di DesaBratasena Adiwarna per 0,5 ha tambak …………………...………….. 93
24 Rata-rata penyusutan peralatan budi daya udang vaname di DesaBratasena Adiwarna per 0,5 ha….…………………………………….. 94
25 Biaya solar dan air pada budi daya udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna ……………………………………………………………… 98
26 Biaya penjualan, transportasi, dan pajak pada budi daya udang diDesa Bratasena Adiwarna ……....…………………………………….. 99
27 Total biaya budi daya udang vaname di Desa Bratasena Adiwarna…... 100
28 Usia pemeliharaan dan harga jual udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna ……………………..………………………………………. 102
29 Produksi, harga jual, produktivitas, dan penerimaan udang vaname diDesa Bratasena Adiwarna..... …………………………………………. 103
30 Penerimaan usaha budi daya udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna …………………………..…………………………………. 106
31 Pendapatan dan R/C rasio budi daya udang vaname di Desa Bratasena
vi
Adiwarna periode I………..………………………………………….. 108
32 Pendapatan dan R/C rasio budi daya udang vaname di DesaBratasena Adiwarna periode II…………………………..…………… 109
33 Pendapatan dan R/C rasio budi daya udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna periode III……...………………………………………….. 110
34 Pendapatan usahatani nonudang rumah tangga petambak di DesaBratasena Adiwarna …….……….……………………………………. 112
35 Pendapatan off farm rumah tangga petambak udang vaname di DesaBratasena Adiwarna …………………………….…………………….. 116
36 Pendapatan nonfarm rumah tangga petambak udang vaname di DesaBratasena Adiwarna ………………………………………………… 117
39 Hasil regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraanrumah tangga petambak udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna………………………………………………………………. 130
40 Perbandingan kegiatan budi daya udang dan kesejahteraan petambakdi Desa Bratasena Adiwarna saat mitra dan mandiri………………….. 134
41 Identitas responden dan anggota keluarga petambak udang vaname diDesa Bratasena Adiwarna ….….……………………………………… 151
42 Luas, kepemilikan, dan harga sewa tambak di Desa BratasenaAdiwarna …………………………...….……………………………… 159
43 Total biaya budi daya udang vaname di Desa Bratasena Adiwarnaperiode I (Rp/periode)………....….…………………………………... 163
44 Total biaya budi daya udang vaname di Desa Bratasena Adiwarnaperiode II………………………….…………………………………… 170
45 Total biaya budi daya udang vaname di Desa Bratasena Adiwarnaperiode III……………………...….…………………………………... 178
46 Biaya penyusutan budi daya udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna (Rp / tahun)……………………………………………….... 186
vii
47 Usia panen dan persentase kematian udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna …………………..…………………………………………. 201
48 Produksi, produktivitas, dan penerimaan usaha budi daya udangvaname di Desa Bratasena Adiwarna…………………………………. 205
49 Pendapatan usaha budi daya udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna ………………………….……………………………….….. 213
50 Pendapatan nonudang rumah tangga petambak udang vanamedi Desa Bratasena Adiwarna……………………………...………….... 221
51 Pendapatan off farm rumah tangga petambak udang vaname di DesaBratasena Adiwarna…………………………………………………... 249
52 Pendapatan nonfarm rumah tangga petambak udang vaname di DesaBratasena Adiwarna…………………………………………………… 253
53 Pendapatan rumah tangga petambak udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna………………………………………………………………. 257
54 Pengeluaran rumah tangga petambak udang vaname di DesaBratasena Adiwarna (Rp/tahun)………………………………………. 261
55 Investasi rumah tangga petambak udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna………………………………………………………………. 276
55 Tingkat kesejahteraan petambak udang vaname di Desa BratasenaAdiwarna berdasarkan indikator Sajogyo (1996)………...................... 280
56 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan rumah tanggapetambak udang vaname di Desa Bratasena Adiwarna……………….. 284
57 Hasil regresi binary logit faktor-faktor yang mempengaruhikesejahteraan rumah tangga petambak udang vanamedi Desa Bratasena Adiwarna…………………………………………... 288
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Kerangka pemikiran analisis pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga eks plasma PT Centralpertiwi BahariDesa Bratasena Adiwarna Kecamatan Dente Teladas………………... 38
2 Peta administrasi Kecamatan Dente Teladas………………………..... 58
3 Pola budi daya udang vaname di Desa Bratasena Adiwarna………… 71
4 Tambak udang vaname di Desa Bratasena Adiwarna………………... 71
5 Persentase biaya pada budi daya udang vaname diDesa Bratasena Adiwarna……………………………………………. 101
6 Sumber pendapatan rumah tangga petambak udang vaname diDesa Bratasena Adiwarna……………………………………………. 119
7 Golongan kesejahteraan petambak udang vaname diDesa Bratasena Adiwarna menurut indikator Sajoogyo (1996)(n=70)……………………………………………………………….... 128
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian menjadi sumber pendapatan utama bagi mayoritas penduduk
Indonesia. Subsektor perikanan merupakan salah satu dari subsektor pertanian
yang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan di Indonesia. Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) (2015a) pengembangan subsektor perikanan terbagi
atas perikanan budi daya dan perikanan tangkap. Usaha perikanan budi daya
terdiri dari budi daya laut, tambak, kolam, keramba, jaring apung, jaring tancap,
dan sawah. Produksi perikanan budi daya terbesar di Indonesia adalah budi daya
laut yang diikuti oleh tambak sebagai produksi terbesar kedua dengan jumlah
berturut-turut 2.498.963 ton dan 10.174.024 ton per tahun. Di Provinsi Lampung,
produksi perikanan budi daya terbesar dihasilkan oleh kolam dan tambak sebagai
produksi terbesar kedua dengan jumlah produksi berturut-turut 55.350 ton dan
53.076 ton per tahun.
Budi daya tambak menjadi salah satu mata pencaharian terbesar di Provinsi
Lampung. Kabupaten Tulang Bawang menjadi sentra produksi usaha tambak
dengan jumlah produksi 28.204 ton per tahun (BPS Provinsi Lampung, 2016).
Komoditas perikanan tambak yang dibudidayakan di Kabupaten Tulang Bawang
adalah udang windu dan udang vaname. Menurut Kementerian Kelautan dan
2
Perikanan (2012) udang vaname memiliki pasaran yang luas di Internasional dan
mudah dibudidayakan di Indonesia. Provinsi Lampung menjadi sentra penghasil
produksi udang vaname terbesar di Indonesia dengan jumlah produksi 72.051 ton
per tahun (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013). Menurut Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Lampung (2016), Kabupaten Tulang Bawang menjadi
penyumbang produksi udang vaname terbesar bagi Provinsi Lampung dengan
nilai produksi 27.440 ton. Jumlah poduksi ini jauh lebih besar bila dibandingkan
dengan kabupaten lainnya. Hasil produksi udang vaname tahun 2016 disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Produksi perikanan budi daya tambak menurut jenis ikan, 2016
Kabupaten *)Udang (ton)
UdangWindu
UdangPutih
UdangVaname
UdangKrosok Jumlah
Tanggamus - - 2.247,00 - 2.247,00
Lampung Selatan 175,41 - 10.862,48 - 11.038,00
Lampung Timur 382,49 60,15 1.481,27 55,05 1.979,00
Tulang Bawang 253,30 - 27.440,00 - 27.693,00
Pesawaran - - 10.214,00 - 10.214,00
Pesisir Barat - - 2.908,50 - 2.908,50
Lampung 811,20 60,15 55.152,75 55,05 56.079,00
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2016.
Keterangan: *) Hanya kabupaten yang memproduksi udang.
Kecamatan Dente Teladas merupakan salah satu dari kecamatan yang ada di
Kabupaten Tulang Bawang yang memproduksi udang vaname. Jumlah produksi
udang vaname di Kecamatan Dente Teladas adalah 1.200 ton per tahun dengan
jumlah plasma 2.127 orang (BPS Kabupaten Tulang Bawang, 2016). Pada tahun
1994 sampai dengan 2016 petambak melakukan kemitraan dengan perusahaan.
3
Salah satu perusahaan yang menjalin hubungan mitra dengan plasma dalam
membudidayakan udang vaname adalah PT Centralpertiwi Bahari.
PT CPB adalah anak perusahaan dari PT Central Proteina Prima (CPP) yang
bergerak dalam produksi udang beku dan berbagai olahan udang ekspor (CPP,
2016). Dalam menjalankan kegiatannya, perusahaan ini melakukan kemitraan
dengan para plasma. Seluruh mitra plasma diberikan subsidi sebagai jaminan
kehidupan yang layak oleh perusahaan. Subsidi tersebut diantaranya adalah
rumah, tambak beserta peralatan, beras, sembako, air bersih, listrik, dan gaji
bulanan. Mitra plasma diperkenankan membawa anggota keluarga ke area
perusahaan. Gaji yang diterima mitra plasma sesuai dengan upah minimum
regional, namun apabila panen yang diperoleh mitra plasma melebihi target, maka
mitra plasma akan mendapatkan bonus berupa uang sebagai reward.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petambak udang vaname eks plasma
PT CPB, pada tahun 2009 terjadi masalah internal di lingkungan perusahaan.
Masalah ini dimulai dari munculnya penyakit yang menyerang udang sehingga
terjadi gagal panen di sebagian besar tambak. Berbagai macam penelitian dan
usaha telah dilakukan perusahaan untuk mengatasi penyakit tersebut namun belum
membuahkan hasil. Pada tahun 2011 telah ditemukan alternatif untuk mengatasi
penyakit tersebut, sehingga plasma dapat melakukan budi daya secara normal
kembali. Namun, di tahun yang sama terjadi aksi demonstrasi terhadap PT CPB
yang dilakukan oleh para plasma, dimana para plasma menuntut kenaikan gaji dan
penyetaraan gaji dengan karyawan. PT CPB tidak dapat memenuhi tuntutan dari
plasma karena kondisi keuangan perusahaan yang belum stabil akibat terjadi
4
penurunan produksi. Hal ini mengakibatkan terjadinya tindakan kerusuhan dan
pemberontakan yang disertai dengan kekerasan antara plasma dengan karyawan.
Upaya penghentian konflik ini telah dilakukan oleh perusahaan, mulai dari
penangkapan dan penahanan para provokator, serta pemberian insentif kepada
para plasma. Akan tetapi hal ini tidak menyelesaikan masalah tersebut sehingga
kondisi ini berlangsung hingga tahun 2016. Hal inilah yang menyebabkan
perubahan pola budi daya di PT CPB dimana mitra plasma berubah menjadi
petambak plasma mandiri atau dengan kata lain perusahaan memutuskan
hubungan kemitraan dengan petambak. Perubahan ini dilakukan untuk menjaga
kelangsungan budidaya di wilayah tersebut. PT CPB membebaskan pola budi
daya dan sistem pemasaran udang vaname di lokasi tersebut. Namun, perusahaan
membuka kesempatan untuk para petambak yang ingin menjual hasil produksinya
ke perusahaan untuk diekspor (Market.bisnis, 2016).
Perubahan pola budi daya menyebabkan perubahan penggunaan sarana produksi.
Petambak harus mengeluarkan biaya pribadi untuk memenuhi kebutuhan sarana
produksi. Kondisi perekomomian petambak mempengaruhi ketersediaan sarana
produksi. Semakin tinggi perekonomian petambak maka semakin besar
kemungkinan terpenuhinya sarana produksi, namun semakin rendah
perekonomian petambak maka faktor-faktor produksi tidak dapat tersedia secara
maksimal. Hal ini akan berdampak pada hasil produksi udang sehingga dapat
mempengaruhi penerimaan petambak. Apabila produksi yang dihasilkan semakin
besar maka penerimaan akan semakin tinggi. Besarnya penerimaan akan
berakibat pada pendapatan yang diperoleh petambak. Semakin rendah biaya yang
5
dikeluarkan serta tingginya penerimaan petambak akan berakibat pada tingginya
pendapatan. Pendapatan rumah tangga petambak diperoleh dari pendapatan
udang, pendapatan usahatani di luar budi daya udang, dan pendapatan dari
kegiatan di luar sektor pertanian. Besarnya pendapatan rumah tangga akan
berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan. Menurut Sajogyo (1996) tingkat
kesejahteraan diukur berdasarkan persentase pengeluaran rumah tangga yang
disetarakan dengan nilai tukar beras per kapita per tahun sesuai dengan harga
beras rata-rata daerah tersebut.
Petambak udang di Desa Bratasena Adiwarna Kecamatan Dente Teladas
mengandalkan hasil panen udang vaname sebagai pendapatan utama sehingga
menjadi faktor utama dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petambak. Oleh karena itu apakah pemberhentian hubungan kemitraan dan
subsidi sembako dari PT CPB akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan eks
plasma PT CPB, maka perlu dilakukan penelitian pendapatan dan tingkat
kesejahteraan dengan menganalisis pendapatan dan pengeluaran rumah tangga.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka disusun rumusan masalah sebagai
berikut:
(1) Berapa pendapatan usaha budi daya udang vaname eks plasma
PT Centralpertiwi Bahari?
(2) Berapa pendapatan rumah tangga petambak udang vaname eks plasma
PT Centralpertiwi Bahari?
(3) Bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga petambak udang vaname eks
plasma PT Centralpertiwi Bahari?
6
(4) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah
(1) Menghitung pendapatan usaha budi daya udang vaname eks plasma
PT Centralpertiwi Bahari.
(2) Menghitung pendapatan rumah tangga petambak udang vaname eks plasma
PT Centralpertiwi Bahari.
(3) Menganalisis tingkat kesejahteraan rumah tangga petambak udang vaname
eks plasma PT Centralpertiwi Bahari.
(4) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah
tangga petambak udang vaname eks plasma PT Centralpertiwi Bahari.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi:
(1) Plasma sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan usaha dalam
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
(2) Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang sebagai bahan pertimbangan untuk
menetapkan kebijakan ekonomi sub sektor perikanan.
(3) Peneliti lain sebagai referensi bagi penelitian dalam bidang yang sejenis dan
menyempurnakan penelitian ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Budi Daya Udang Vaname
Menurut Rusmiyati (2017), udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan
spesies introduksi yang dibudidayakan di Indonesia. Udang vaname berasal dari
Perairan Amerika Tengah. Di Indonesia, udang vaname mulai dibudidayakan
secara besar mulai awal tahun 2000-an dengan menunjukkan hasil yang baik.
Dalam habitatnya, udang dewasa mencapai usia 1,5 tahun. Dalam kondisi budi
daya, udang vaname hidup mendiami seluruh kolam air, dari dasar hingga lapisan
permukaan. Sifat inilah yang memungkinkan udang tersebut dipelihara di tambak
dalam keadaan padat.
Udang vaname membutuhkan makanan dengan kandungan protein sekitar 35%
lebih kecil jika dibandingkan dengan udang Asia seperti Penaeus monodon dan
Penaeus japonicas yang membutuhkan pakan dengan kandungan protein hingga
45 persen, sehingga akan berpengaruh terhadap harga pakan dan biaya produksi.
Masa pemeliharaan udang vaname relatif cepat yaitu sekitar 100 sampai 110 hari.
Udang vaname dapat dibudidayakan secara intensif dan tradisional (Rusmiyati,
2017). Berikut adalah teknis budi daya udang vaname.
8
a. Persiapan tambak
Persiapan ini meliputi proses pengeringan atau pengolahan tanah dasar,
pemberantasan hama, pengapungan dan pemupukan, serta pengisian air. Air dan
genangan air yang ada di tambak harus dipompa keluar. Selanjutnya tambak
dikeringkan untuk membunuh bakteri pathogen yang ada di pelataran tambak.
Kemudian ikan-ikan yang ada di tambak perlu diberantas. Untuk menunjang
perbaikan kualitas tanah dan air dilakukan pemberian kapur bakar 1000 kg per ha,
dan kapur pertanian 320 kg per ha, serta dilakukan pemupukan dengan pupuk urea
150 kg per ha dan pupuk kandang 2.000 kg per ha. Pengisian air dilakukan
setelah seluruh persiapan dasar tambak telah selesai. Ketinggian air tersebut
dibiarkan dalam tambak selama 2 sampai 3 minggu dengan tinggi petak air lebih
dari satu meter (Rusmiyati, 2017).
b. Penebaran benih udang (benur)
Menurut Suliswati (2016) kualitas benur berperan penting pada keberhasilan budi
daya udang vaname karena akan menentukan kualitas setelah dipanen. Semakin
tinggi kualitas benur maka hasil panen yang diperoleh cenderung baik. Benur
vaname untuk budi daya harus sehat. Kriteria benur sehat dapat diketahui dengan
melakukan observasi berdasarkan pengujian visual mikroskopik dan ketahanan
benur. Hal tersebut dapat dilihat dari warna, ukuran panjang dan bobot sesuai
umur.
Penebaran benih udang vaname dilakukan setelah plankton tumbuh baik (7
sampai 10 hari) sesudah pemupukan. Kriteria benur yang baik adalah mencapai
ukuran PL – 10 atau organ insangnya telah sempurna, tubuh benih dan usus
9
terlihat jelas, dan berenang melawan arus. Padat penebaran untuk pola tradisional
tanpa pakan tambahan dan hanya mengandalkan pupuk susulan 10 persen dari
pupuk awal, yaitu 1 sampai 7 ekor per m2, sedangkan apabila menggunakan pakan
tambahan pada bulan ke dua pemeliharaan, maka disarankan padat tebar 8 sampai
10 ekor per m2 (Rusmiyati, 2017).
c. Pemeliharaan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi udang vaname menjadi hal utama dalam proses
pemeliharaan. Nutrisi yang diperlukan udang vaname antara lain protein, lemak,
vitamin, dan asam amino esensial. Pemberian pakan berbentuk pellet dapat
dilakukan sejak benur ditebar hingga udang siap panen. Frekuensi pemberian
pakan dapat diperhitungkan berdasarkan sifat nokturnal udang vaname sehingga
akan diperoleh nilai konversi yang ideal. Pelet udang dibedakan dengan
penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang normal.
1) umur 1-10 hari pakan 01,
2) umur 11-15 hari campuran pakan 01 dan 02,
3) umur 16-30 hari pakan 02,
4) umur 30-35 hari campuran pakan 02 dan 03,
5) umur 36-50 hari pakan 03,
6) umur 51-55 campuran pakan 03 dengan 04 atau 04S (jika memakai 04S,
diberikan hingga umur 70 hari), dan
7) umur 55 hingga panen pakan 04, jika pada umur 85 hari ukuran rata-rata
mencapai 50, digunakan pakan 05 hingga panen.
10
Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor benur adalah 1 kg, selanjutnya
tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg hingga umur 30 hari. Mulai umur tersebut
dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari pakan yang
diberikan. Waktu angkat anco untuk size 1000-166 adalah 3 jam, size 166-40
adalah 2,5 jam, dan kurang dari 40 adalah 1,5 jam dari pemberian pakan
(Suliswati, 2016). Selama pemeliharaan, dilakukan monitoring kualitas air
meliputi suhu, salinitas, transparasi, pH dan kedalaman air dan oksigen setiap hari.
Selain itu, juga dilakukan pemberian pupuk urea susulan dan hasil fermentasi
probiotik setiap seminggu sebanyak 5 sampai 10 persen dari pupuk awal (urea 150
kg per ha).
Pengapuran susulan dengan dolomit super dilakukan apabila pH berfluktuasi.
Pakan diberikan pada hari ke 70 dimana pada saat tersebut dukungan pakan alami
sudah berkurang. Dosis pakan yang diberikan 5 sampai 2 persen dari biomassa
udang dengan frekuensi pemberian 3 kali per hari yakni 30 persen pada pukul
07.00 dan 16.00 serta 40 persen pada pukul 22.00. Pergantian air yang pertama
kali dilakukan setelah udang berumur lebih dari 60 hari dengan volume pergantian
10 persen dari volume total, sedangkan pada bukaan berikutnya hingga panen,
volume pergantian air ditingkatkan mencapai 15- sampai 20 persen pada setiap
periode pasang (Rusmiyati, 2017).
d. Panen
Panen dilakukan setelah umur pemeliharaan 100 sampai 110 hari dengan berat
tubuh berkisar antara 16-20 gram per ekor. Pada umumnya panen bisa dilakukan
kapan saja, tetapi sebaiknya panen dilakukan pada malam hari. Hal ini dilakukan
11
untuk mengurangi risiko udang ganti kulit selama panen akibat stress. Udang
yang ganti kulit saat panen akan menurunkan harga jual. Perlakuan sebelum
panen adalah pemberian kapur dolomit sebanyak 80 kg/ha (tinggi air tambak 1 m),
dan mempertahankan ketinggian air (tidak ada pergantian air) selama 2 sampai 4
hari yang bertujuan agar udang tidak mengalami pergantian kulit saat panen. Cara
panen dilakukan dengan dengan menurunkan volume air secara gravitasi dan
dibantu pengeringan dengan pompa (Suliswati, 2016).
2. Potensi Bisnis Udang Vaname
Menurut Rusmiyati (2017) udang vaname merupakan komoditas yang cukup
diminati oleh petambak. Kehadiran varietas udang vaname diharapkan tidak
hanya menambah pilihan bagi petambak tetapi juga menopang kebangkitan usaha
pertambakan udang di Indonesia. Udang vaname memiliki sejumlah keunggulan
antara lain lebih tahan penyakit, pertumbuhan lebih cepat, tahan terhadap
gangguan lingkungan, waktu pemeliharaan udang yang lebih pendek, dan hemat
pakan. Udang vaname memiliki prospek pasar yang sangat potensial terutama
pasar ekspor.
a. Pasar dalam negeri
Data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan, realisasi
produksi udang nasional pada 2009 dan 2010 dikisaran 340 ribu ton. Itu artinya
ada kelebihan produksi udang nasional setelah memenuhi kebutuhan ekspor.
Kelebihan produksi itu mayoritas diserap pasar dalam negeri. Konsumsi udang
dalam negeri terus menguat terutama udang ukuran kecil (ukuran 100 ekor per kg)
12
karena harganya cukup terjangkau. Permintaan udang di pasar dalam negeri
memang cukup besar. Walaupun harga udang fluktuatif, akan tetapi harga standar
yang kiranya dapat dijadikan acuan adalah udang vaname ukuran 100 di pasaran
lokal harganya sekitar Rp 37.000 per kg. Komoditas udang sudah banyak
dijajakan mulai dari restoran kelas atas, supermarket, sampai kaki lima. Oleh
karena itu, pasar udang tidak hanya berpatokan pada pasar ekspor, tetapi juga
potensi dalam negeri sangat besar.
b. Pasar luar negeri
Kinerja bisnis udang kedepan akan semakin bersinar. Ada beberapa faktor yang
mendorong kondusifnya bisnis udang. Pertama, dimasukkannya udang sebagai
salah satu komoditas utama dari 51 produk perikanan nasional yang memperoleh
fasilitas bea masuk (BM) ke Jepang. Jepang merupakan Negara tujuan ekspor
udang nasional terbesar kedua setelah Amerika Serikat (AS) dengan volume
45.574 ton pada 2005. Ekspor udang ke AS pada tahun 2011 adalah 35.244 ton.
Sebenarnya Indonesia juga telah mengekspor udang ke China. Namun, jumlahnya
masih kecil yakni hanya sekitar 5.000 ton pada tahun 2010. Padahal, total
kebutuhan udang di China selama 2010 adalah 50.000 ton. Saat ini, Thailand dan
Vietnam adalah negara-negara pengekspor udang terbesar ke China. Penurunan
produksi udang Indonesia terjadi karena terkendala bebrapa masalah, seperti
tingkat suku bunga dan masalah keamanan.
Negara penghasil udang terbesar di dunia tahun 2010 adalah Thailand sebesar
640.00 ton, lalu disusul China 600.000 ton, dan Vietnam 224.000 ton, sedangkan
Indonesia hanya menghasilkan udang sebesar 140.000 ton. Apabila dilihat saat
13
ini, permintaan udang jenis vaname dari Indonesia oleh pasar dunia masih terbuka
dan prospektif. Pasar Amerika dan Jepang, misalnya, permintaan dari Indonesia
bahkan mulai menggeser pasar udang windu yang sempat meraih masa keemasan
pada tahun 1980-an. Namun eksistensi udang windu cendeung menurun karena
berbagai sebab seperti bibit kurang sehat serta kondisi lingkungan yang terus
dipacu berproduksi, sehingg hasilnya semakin tidak bisa optimal.
Hal inilah yang menyebabkan budi daya udang vaname dilakukan secara besar.
Potensi pasar terhadap udang vaname yang masih luas merupakan tantangan
sekaligus peluang bagi pengusaha udang nasional untuk memanfaatkannya.
Namun, upaya untuk meningkatkan ekpor udang tidak bisa hanya mengandalkan
peran dari penguaahn saja karena kegiatan sektor ini terintegrasi dari hulu ke hilir
(Rusmiyati, 2017).
3. Konsep Usahatani dan Budi Daya Udang Tambak
Menurut Soekartawi (2002) ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara
efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Usahatani yang efektif terjadi apabila produsen dapat mengalokasikan
sumber daya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan
efisien bila pemanfaatan sumber daya menghasilkan output yang lebih besar
daripada input.
Menurut Suratiyah (2006), usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
individu mengusahakan dan mengkoodinir faktor-faktor produksi sebagai modal
14
sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya dan memberikan pendapatan
semaksimal mungkin. Usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau
mempelajari bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien dan efektif
pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya tersebut
adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen (Shinta, 2011).
Usahatani adalah proses pengorganisasian antara faktor produksi berupa lahan,
tenaga kerja, modal dan manajemen untuk memproduksi komoditas pertanian.
Pada dasarnya, usahatani merupakan bentuk interaksi antara manusia dan alam
dimana terjadi saling mempengaruhi antara manusia dan alam sekitarnya
(Djamali, 2000). Dapat disimpulkan bahwa usahatani merupakan kegiatan
pengalokasian sumber daya secara efektif untuk menghasilkan output yang besar
dengan meminimumkan input.
Budi daya udang ialah usaha pemeliharaan atau pembesaran udang mulai dari
ukuran benih (benur) sampai menjadi ukuran yang layak dikonsumsi. Kegiatan
ini biasanya dilakukan di tambak. Tambak merupakan kolam buatan yang
biasanya terdapat di daerah pantai yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana
budi daya perairan. Secara alami, benih udang masuk ke dalam tambak bersama
air pasang yang mengairi tambak. Melalui cara alami, produksi udang yang
diperoleh tidak menentu karena hanya bergantung dari banyak dan sedikit benih
udang yang ada secara alamiah di laut di sekitar pertambakan. Hal ini
menyebabkan munculnya inovasi untuk merubah cara budi daya sehingga dapat
meningkatkan produksi.
15
Perubahan cara berbudidaya dimulai dengan memilih benih udang yang lekas
tumbuh dan jenisnya banyak digemari. (berekonomis penting). Kesuburan
tambak bisa ditingkatkan dengan cara pemupukan dan pengelolaan air yang lebih
besar sehingga daya dukung untuk memelihara udang lebih baik. Pengendalian
hama lebih diintensifkan. Konstruksi petakan tambak, konstruksi tanggul dan
saluran pengairannya diperbaiki sehingga kualitas air tabak dapat dikendalikan
secara lebih baik dan cocok untuk kehidupan udang yang hendak dipeliharanya.
Sistem budi daya udang di tambak yang berkembang sekarang dikenal ada tiga
tingkatan menurut kategori penerapan tehnologi, yaitu tingkat budi daya
sederhana (tradisional, ekstensif), tingkat budi daya madya (semi intensif), dan
tingkat budi daya maju (intensif) (Suyanto dan Takarina, 2009).
Budi daya udang sistem tradisional menggunakan sistem yang masih sangat
sederhana, sehingga pengelolaannya tidak rumit namun hasil yang diperoleh
cenderung rendah, kurang lebih 50 sampai 500 kg per ha per musim tebar. Budi
daya udang sistem semi-intensif atau madya merupakan sistem yang sudah maju.
Persiapan tambak mengikuti pola umum yaitu pengeringan, pembajakan,
pemupukan, dan pengapuran. Padat penebaran 40 ekor/m2 untuk udang vaname.
Untuk pengelolaan air, tambak dilengkapi dengan pompa air dan kincir.
Pemberian pakan dilakukan secara kontinu sebanyak 2 sampai 3 kali sehari.
Pakan yang diberikan berupa pelet yang mengandung protein 30 sampai 40
persen. Pengelolaan yang baik akan berdampak pada hasil produksi yang
diperoleh. Jumlah produksi tambak semi intensif kurang lebih 2 sampai 3 ton per
ha per musim tebar.
16
Budi daya udang secara intensif menerapkan padat penebaran tinggi dan
pengelolaan optimal. Padat penebaran udang vaname kurang lebih 40 sampai 80
ekor per m2. Pengelolaan air yang dilakukan sama dengan budi daya semi
intensif. Pemberian pakan dilakukan 4 sampai 6 kali sehari. Kandungan protein
yang digunakan sama dengan budi daya semi intensif. Hasil panen yang diperoleh
kurang lebih 6 sampai 10 ton per ha per musim tebar untuk udang vaname (Kordi,
2010).
4. Analisis Pendapatan
Pendapatan merupakan sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan sehari–hari dan sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup dan
penghidupan seseorang secara langsung maupun tidak lagsung (Suroto, 2000).
Pendapatan petani digolongkan menjadi pendapatan usahatani dan pendapatan
rumah tangga.
a. Pendapatan usahatani
Menurut Soekartawi (2002), pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan semua biaya. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual, sedangkan biaya adalah semua
pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Pernyataan penerimaan
usahatani dapat dituliskan dengan rumus:
Tri = Yi . Pyi
Keterangan:
TR = Total penerimaanY = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
17
PY = Harga Y
Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap adalah segala biaya yang relatif dikeluarkan dalam jumlah yang sama,
sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh
produksi yang diperoleh. Besarnya biaya akan mempengaruhi pendapatan yang
dinyatakan dalam rumus:
π = TR – TC
π = (y.Py – (xi.Pi)
Keterangan:
Pd = Pendapatan usahataniy = OutputPy = Harga outputxi = Faktor produksiPi = Harga faktor produksi
Menurut Diatin, Arifiyanti, dan Farmayanti (2008), biaya tunai yang dikeluarkan
untuk budi daya udang vaname meliputi biaya benur, biaya pakan, biaya kapur,
biaya pupuk, biaya vitamin, biaya probiotik, biaya obat, biaya kerja panen, dan
biaya solar. Tenaga kerja dalam keluarga, sewa tambak, dan penyusutan alat
merupakan biaya yang diperhitungkan dalam proses budi daya.
Menurut Kadariah (2001), pendapatan usahatani dibagi menjadi dua pengertian,
yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor yaitu seluruh
pendapatan yang diperoleh petani dalam usahatani yang dapat diperhitungkan dari
hasil penjualan atau pertukaran hasil produksi yang dinilai dalam rupiah.
Pendapatan bersih yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dikurangi
18
dengan biaya produksi selama proses produksi. Biaya produksi meliputi biaya riil
tenaga kerja dan biaya riil sarana produksi.
Usahatani dapat dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat membayarkan
modal dan bunga modal, alat yang digunakan, serta seluruh sarana produksi yang
digunakan dalam usahatani. Petani sebagai individu yang melakukan usahatani
menggunakan modal, tenaga, dan berbagai sarana produksi untuk memperoleh
hasil produksi yang diharapkan. Hasil produksi yang besar diharapkan akan
memberikan pendapatan yang besar pula (Suratiyah, 2006). Dari beberapa
penjelasan mengenai pendapatan maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan
usahatani adalah hasil yang biasanya berbentuk sejumlah uang yang diperoleh dari
pengurangan antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk produksi
suatu kegiatan usahatani.
b. Pendapatan rumah tangga
Menurut Subandriyo (2016), pendapatan rumah tangga adalah sejumlah uang
yang diterima oleh anggota keluarga yang melakukan usaha baik dari usahatani,
nonusahatani, maupun kegiatan lain diluar sektor pertanian. Pendapatan rumah
tangga adalah pendapatan yang didapatkan oleh suatu rumah tangga yang berasal
dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan annggota rumah
tangga. Pendapatan rumah tangga dapat diperoleh dari balas jasa faktor produksi
tenaga kerja (upah dan gaji, bonus), balas jasa kapital (bunga, bagi hasil) dan
pendapatan yang diterima dari pemberian dari pihak lain (BPS, 2015).
Pendapatan rumah tangga pertanian dapat berasal dari usaha pertanian dan usaha
di luar sektor pertanian seperti perdagangan, industri, pengolahan, pengangkutan,
19
dan lainnya. Usaha pertanian masih menjadi usaha utama dan sumber pendapatan
utama bagi sebagian rumah tangga pertanian. Bagi sebagian besar masyarakat
pedesaan yang memiliki tingkat kontribusi pendapatan yang rendah dari sektor
pertanian akan berupaya untuk meningkatkan pendapatannya dari luar sektor
pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan diluar sektor pertanian tidak lagi
dianggap sebagai kegiatan sampingan, karena memiliki peranan yang penting
dalam pendapatan rumah tangga. Pendapatan di luar sektor pertanian telah
menjadi komponen penting untuk diperhitungkan dalam menyumbang pendapatan
rumah tangga (Putri, 2011). Definisi menurut beberapa sumber tersebut
menghasilkan kesimpulan bahwa pendapatan rumah tangga merupakan
pendapatan yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga yang berasal dari
usahatani, non usahatani maupun kegiatan diluar sektor pertanian.
5. Kontribusi Pendapatan Usahatani terhadap PendapatanRumah Tangga
Kontribusi berasal dari kata contribute yang berarti keikutsertaan, keterlibatan,
dan sumbangan. Kontribusi dapat berupa materi ataupun tindakan. Kontribusi
juga dapat diartikan sebagai sumbangan terhadap suatu perkumpulan atau usaha
yang dijalankan (Ahira, 2012). Menurut Anton (2016), kontribusi adalah
sumbangan atau besarnya bagian pendapatan yang disumbangkan dari usahatani
tertentu terhadap total pendapatanrumah tangga. Pada umumnya pendapatan yang
diperoleh dari matapencaharian utama memiliki kontribusi yang besar terhadap
pendapatan rumah tangga.
20
Menurut Bahua (2014) kontribusi pendapatan usahatani adalah besarnya
pendapatan yang berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga yang dinyatakan
dalam persen. Analisis kontribusi pendapatan usahatani dilakukan dengan
membandingkan persentase pendapatan suatu usahatani dengan pendapatan rumah
tangga. Kontribusi pendapatan yang diberikan oleh sektor pertanian berpengaruh
terhadap pembangunan ekonomi nasional. Semakin besar kontribusi yang
diberikan maka pembangunan nasional semakin meningkat. Kontribusi
pendapatan usahatani terhadap pendapatan rumah tangga dapat ditulis dengan
rumus:
Pendapatan usahataniPendapatan rumah tangga
6. Teori Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah rasa tentram yang dirasakan oleh individu atau kelompok
akibat terpenuhinya hajat hidup lahir dan batin. Kesejahteraan lahir didasarkan
pada standar universal yang menyangkut kesehatan, sandang, pangan, dan papan,
sedangkan kesejahteraan batin menyangkut persepsi yang bersifat intelektual,
emosional, maupun spiritual (Maeswara, 2009).
Menurut BPS (2013), tingkat kesejahteraan dapat diukur melalui data
pengeluaran. Data pengeluaran dapat mengungkap tentang pola konsumsi rumah
tangga secara umum menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk makanan
dan non makanan. Perubahan pendapatan seseorang akan berpengaruh pada
pergeseran pola pengeluaran. Semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi
pengeluaran bukan makanan. Dengan demikian, pola pengeluaran dapat dipakai
Kontribusi pendapatan usahatani = X 100%
21
sebagai salah satu alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk, dimana
perubahan komposisinya digunakan sebagai petunjuk perubahan tingkat
kesejahteraan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran
untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk, makin rendah persentase
pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran makin membaik tingkat
kesejahteraan pengeluaran rumah tangga dibedakan menurut kelompok makanan
dan bukan makanan.
Menurut Sajogyo (1996), data tingkat pengeluaran rumah tangga dinilai lebih
tepat untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga. Hal ini dikarenakan
dalam survai data pengeluaran lebih mudah dilaporkan dibandingkan dengan data
pendapatan. Selain itu data pengeluaran sudah mencakup penghasilan bukan
uang, pemakaian tabungan, pinjaman, pengeluaran konsumsi, dan transfer
penghasilan dilingkungan tersebut. Data dari BPS juga telah tersedia dalam
sampel yang besar dan akan lebih baik apabila mencakup data minimal setahun
penuh. Garis kemiskinan dibedakan menjadi tiga klasifikasi yaitu miskin, miskin
sekali, dan paling misikin dimana terdapat perbedaan kriteria antara penduduk
desa dan kota. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Miskin = untuk pedesaan pengeluaran rumah tangga di bawah 320 kg nilai
tukar beras per orang per tahun, untuk perkotaan pengeluaran rumah tangga
di bawah 480 kg nilai tukar beras per orang per tahun.
(2) Miskin sekali = untuk pedesaan pengeluaran rumah tangga di bawah 240 kg
nilai tukar beras per orang per tahun, untuk perkotaan pengeluaran rumah
tangga di bawah 380 kg nilai tukar beras per orang per tahun.
22
(3) Paling miskin = untuk pedesaan pengeluaran rumah tangga di bawah 180 kg
nilai tukar beras per orang per tahun, untuk perkotaan pengeluaran rumah
tangga di bawah 270 kg nilai tukar beras per orang per tahun.
Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional)
(2014) keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil
yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang
serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat
dan lingkungan.
Tingkat kesejahteraan keluarga dikelompokkan menjadi 5 (lima) tahapan, yaitu:
(1) Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS), yaitu keluarga yang tidak memenuhi
salah satu dari 6 (enam) indikator Keluarga Sejahtera I (KS I) atau indikator
”kebutuhan dasar keluarga” (basic needs).
(2) Tahapan Keluarga Sejahtera I (KSI), yaitu keluarga mampu memenuhi 6
(enam) indikator tahapan KS I, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 8
(delapan) indikator Keluarga Sejahtera II atau indikator ”kebutuhan
psikologis” (psychological needs) keluarga.
(3) Tahapan Keluarga Sejahtera II, yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6
(enam) indikator tahapan KS I dan 8 (delapan) indikator KS II, tetapi tidak
memenuhi salah satu dari 5 (lima) indikator Keluarga Sejahtera III (KS III),
atau indikator ”kebutuhan pengembangan” (develomental needs) dari
keluarga.
23
(4) Tahapan Keluarga Sejahtera III, yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6
(enam) indikator tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, dan 5 (lima)
indikator KS III, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 2 (dua) indikator
Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau indikator ”aktualisasi diri” (self
esteem) keluarga.
(5) Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus, yaitu keluarga yang mampu memenuhi
keseluruhan dari 6 (enam) indikator tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS
II, 5 (lima) indikator KS III, serta 2 (dua) indikator tahapan KS III Plus.
Menurut BPS (2016) kesejahteraan adalah suatu kondisi terpenuhinya keutuhan
jasmani dan rohani pada suatu rumah tangga berdasarkan taraf hidup tertentu yang
hanya dapat terlihat melalui suatu aspek tertentu. Tingkat kesejahteraan rakyat
dikaji menurut delapan bidang yaitu:
a. Kependudukan
Sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah penduduk suatu negara,
memegang peran penting dalam pembangunan untuk memanfaatkan sumber daya
alam dan lingkungan dalam mewujudkan kesejahteraan bersama secara
berkelanjutan. Kualitas penduduk akan berpengaruh terhadap proses
pembangunan. Oleh karena itu, dalam menangani masalah kependudukan,
pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk,
tetapi juga meningkatan kualitas sumber daya manusia, dan memprioritaskan
program perencanaan pembangunan sosial di segala bidang untuk peningkatan
kesejahteraan penduduk.
24
b. Kesehatan
Kesehatan merupakan indikator penting untuk menggambarkan mutu
pembangunan manusia suatu wilayah. Semakin sehat kondisi suatu masyarakat,
maka akan semakin mendukung proses dan dinamika pembangunan ekonomi
suatu negara atau wilayah semakin baik. Berkaitan dengan pembangunan
kesehatan, pemerintah sudah melakukan berbagai program kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya memberikan kemudahan
akses pelayanan publik, seperti puskesmas yang sasaran utamanya menurunkan
tingkat angka kesakitan masyarakat, menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi,
menurunkan Prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang, serta meningkatkan Angka
Harapan Hidup.
c. Pendidikan
Pemenuhan atas hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan
ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan dan sekaligus
merupakan investasi sumber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung
keberlangsungan pembangunan. Semakin tinggi tingkat pedidikan penduduk
suatu negara maka semakin maju negara tersebut sehingga akan berdampak
terhadap kesejahteraan.
d. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan memiliki potensi masalah yang dapat menurunkan kesejahteraan
masyarakat. Berbagai masalah bidang ketenagakerjaan yang dihadapi pemerintah
antara lain tingginya tingkat pengangguran, rendahnya perluasan kesempatan
25
kerja yang terbuka, rendahnya kompetensi dan produktivitas tenaga kerja, serta
masalah pekerja anak.
e. Taraf dan pola kosumsi
Salah satu indikator yang dapat menggambarkan keadaan kesejahteraan penduduk
adalah dengan melihat pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga
dibedakan menurut kelompok makanan dan non makanan. Semakin tinggi tingkat
pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran makanan ke
pengeluaran non makanan. Pergeseran pola pengeluaran dari makanan ke non
makanan terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya
rendah, sebaliknya permintaan terhadap barang non makanan pada umumnya
tinggi.
f. Perumahan dan lingkungan
Rumah merupakan kebutuhan primer manusia yang dapat dijadikan sebagai
indicator kesejahteraan. Rumah selain sebagai tempat tinggal, juga dapat
menunjukkan status sosial seseorang, yang berhubungan positif dengan kualitas
atau kondisi rumah. Selain itu, rumah juga merupakan sarana pengamanan dan
pemberian ketentraman hidup bagi manusia dan menyatu dengan lingkungannya.
Kualitas lingkungan rumah tinggal memengaruhi status kesehatan penghuninya.
g. Kemiskinan
Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
26
pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan Pengentasan
kemiskinan menjadi syarat untuk pembangunan berkelanjutan.
h. Sosial lainnya
Persentase penduduk yang melakukan perjalanan wisata, persentase yang
menikmati informasi dan hiburan meliputi menonton televisi, mendengarkan
radio, membaca surat kabar, dan mengakses internet merupakan indikator sosial
lainnya yang menggambarkan kesejahteraan. Indikator kesejahteraan juga dapat
diukur melalui persentase rumah tanggga yang menguasai media informasi seperti
telepon, handphone, dan komputer, serta banyaknya rumah tangga yang membeli
beras murah/miskin (raskin) juga dapat dijadikan sebagai indikator kesejahteraan.
Tingkat kesejahteraan juga dapat diketahui melalui persepsi rumah tangga
terhadap taraf hidup masing-masing dengan mendeskripsikan kondisi saat ini.
Persepsi adalah pandangan orang tentang kenyataan. Persepsi juga dapat diartikan
sebagai proses seseorang dalam memilih, mengatur, dan memberi makna pada
kenyataan yang ada disekitar kehidupannya. Persepsi dipengaruhi oleh
pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan. Persepsi dibedakan atas persepsi
selektif, dan stereotipe. Pesepsi selektif merupakan kecenderungan untuk menilai
objek atau kondisi bukan sebagaimana adanya, sedangkan stereotipe membuat
orang untuk cenderung melihat kenyataan menurut pola yang tetap (Hardjana,
2003).
Menurut Rangkuti (2009) kata kunci dari definisi persepsi dalah individu.
Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih,
mengorganisasi, dan menginterprestasi masukan-masukna infomasi guna
27
menciptakan gambaran dunia. Terdapat tiga proses persepsi yang menyebabkan
perbedaan penilaian seseorang terhadap objek yang sama, yaitu perhatian selektif,
distorsi selektif, dan ingatan selektif. Perhatian selektif adalah proses yang terjadi
pada seseorang dalam menyaring beberapa rangsangan karena tidak dapat
menerima semua rangsangan. Distorsi selektif adalah kecenderungan seseorang
untuk mengubah informasi menjadi bermakna pribadi dengan cara mendukung
prakonsepsi mereka. Persepsi merupakan penerimaan dari suatu peristiwa yang
mempunyai konsekuensi terhadap orang atau kelompok (Winarno, 2008).
Dari tiga indikator kesejahteraan yang telah diuraikan maka digunakan kriteria
Sajogyo (1996) sebagai indikator pengukuran tingkat kesejahteraan petambak di
Desa Bratasena Adiwarna Kecamatan Dente Teladas. Hal ini dikarenakan
petambak yang cenderung bersifat homogen. Luas tambak, perumahan, kondisi
lingkungan, serta faktor produksi yang digunakan relatif sama sehingga tidak ada
variasi yang dapat membedakan. Oleh karena itu, kesejahteraan diukur
berdasarkan pengeluaran per kapita yang disetarakan dengan harga beras.
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan
Menurut BKKBN (2015) kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh faktor intern
dan ekstern.
a. Faktor intern keluarga segala hal yang mempengaruhi kesejahteraan yang
berkaitan dengan keluarga seperti jumlah anggota keluarga, tempat tinggal,
keadaan sosial keluarga dan keadaan ekonomi keluarga.
28
2) Jumlah anggota keluarga. Perkembangan zaman berdampak pada
peningkatan tuntutan keluarga akan pemenuhan kebutuhan hiburan,
transportasi, rekreasi, dan sarana ibadah. Peningkatan kebutuhan dan
jumlah anggota keluarga yang tidak disertai dengan peningkatan
pendapatan akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga.
3) Tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal yang diatur sesuai dengan
seleran penghuninya akan menimbulkan suasana gembira.
4) Keadaan sosial keluarga. Keadaan sosial dalam keluarga dapat
dikatakan baik bila terdapat hubungan yang baik dan didasari ketulusan
hati serta rasa kasih sayang antara anggota keluarga.
5) Keadaan ekonomi keluarga. Ekonomi dalam keluarga meliputi
keuangan dan sumber-sumber yang dapat meningkatkan taraf hidup
anggota keluarga.
b. Faktor ekstern merupakan hal berpengaruh terhadap kesejahteraan yang berasal
dari kondisi kejiawaan anggota keluarga. Kesejahteraan keluarga perlu
dipelihara dan terus dikembangan agar tidak terjadi ketegangan jiwa diantara
anggota keluarga. Hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh ketentraman dan
kenyamanan kehidupan dan kesejahteraan keluarga.
Menurut Zebua, dkk (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan
nelayan perlu diketahui mengingat Indonesia memiliki sumber daya laut yang
besar. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan nelayan:
29
a. Kualitas Sumber daya manusia. Semakin rendah kualitas sumber daya
manusia maka produktivitas yang dihasilkan akan rendah. Rendahnya
produktivitas akan berpengaruh pada rendahnya pendapatan.
b. Metode penangkapan ikan yang masih tradisonal. Kemampuan melaut nelayan
mayoritas didapat turun temurun dari orangtua dan lingkungan. Hal ini
berakibat pada terbatasnya pengetahuan bagaimana menangkap ikan yang
efektif serta kurangnya kepercayaan nelayan terhadap informasi prakiraan
cuaca dari BMKG.
c. Kebiasaan nelayan yang buruk dalam hal pengelolaan keuangan. Hal ini dapat
dilihat dari kebiasaan ketika sedang panen hasil laut, mereka akan
menghabiskan dengan cepat. Sebaliknya, ketika hasil tangkapan sedikit,
mereka tidak jarang meminjam kepada rentenir untuk memenuhi kebutuhan
hidup rumahtangga yang harus dipenuhi.
d. Kepemilikan modal. Peralatan yang digunakan nelayan masih sangat
sederhana. Banyak dari nelayan yang harus menyewa atau meminjam peralatan
untuk dapat pergi melaut. Hal ini berdampak pada laba bersih hasil tangkapan
yang harus dikurangi dengan biaya sewa.
e. Teknologi yang digunakan masih sangat sederhana. Peralatan yang dipakai
berupa perahu dan jaring hanya bisa menjangkau laut sejauh 12 mil.
Menurut Hartoyo dan Aniri (2010), faktor yang berpengaruh signifikan terhadap
tingkat kesejahteraan pembudidaya ikan adalah jumlah anggota keluarga (negatif)
dan pendapatan (positif). Faktor lain seperti usia, lama pendidikan, aset, lokasi,
dan status pekerjaan kepala keluarga berpengaruh tidak signifikan terhadap
tingkat kesejahteraan keluarga.
30
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Kajian penelitian terdahulu dilakukan untuk mengetahui hasil penelitian yang
berkaitan dengan topik penelitian ini. Perbedaan penelitian ini yakni adanya
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga petambak
udang vaname yang belum pernah ada pada berbagai kajian penelitian terdahulu.
Selain itu belum pernah dilakukan analisis kesejahteraan rumah tangga petambak
udang vaname di Desa Bratasena Adiwarna. Akan tetapi, penelitian ini penelitian
ini memiliki persamaan dengan penelitian terdahulu seperti analisis pendapatan
dan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Oleh karena itu, kajian penelitian
terdahulu digunakan sebagai referensi peneliti dalam menentukan metode analisis
yang digunakan dan berbagai hal lainnya. Beberapa penelitian yang terkait
dengan penelitian ini disajikan dalam Tabel 2.
31
Tabel 2. Penelitian terdahulu
No(1)
Peneliti dan Judul Penelitian(2)
Tujuan(3)
Metode Analisis(4)
Hasil Penelitian(5)
1 Mahasari, Lestari, danIndriani (2014),Kesejahteraan RumahTangga Pengolah Ikan TeriAsin Di Pulau PasaranKecamatan Teluk BetungBarat Kota Bandar Lampung
Mengetahui tingkatkesejahteraan rumah tanggapengolah ikan teri asin, danmengetahui pemerataankesejahteraan rumah tanggapengolah ikan teri asin..
1. Kriteria kesajahteraan BadanPusat Statistik (2011), danindikator Sajogyo (1977).
2. Indeks Gini Oshima.
Pengolah ikan teri asin di Pulau PasaranKecamatan Teluk Betung Barat Kota BandarLampung yang berjumlah 38 orang respondentermasuk ke dalam kriteria sejahtera, danhidup layak menurut BPS Provinsi Lampung(2011) dan Sajogyo (1977). Nilai Gini Rasioberdasarkan kriteria Oshima untukpengeluaran pangan sebesar 0,0948,pengeluaran nonpangan sebesar 0,1586, danpengeluaran total rumah tangga sebesar0,1108.
2 Sutawijaya, Angger,Rochaeni, dan Tjahja (2013),Analisis TingkatKesejahteraanRumah Tangga Petani IkanHias Air Tawar diKelurahan CipedakKecamatan Jagakarsa KotaMadya Jakarta Selatan
1. Mengetahui tingkatkesejahteraan rumahtangga petani ikan hiasair tawar di KelurahanCipedak.
2. Menganalisis Pengaruhindikator-indikatorkesejahteraan BPSbedasarkan SUSENAS2005 terhadap tingkatkesejahteraan rumahtangga petani ikan hiasair tawar di KelurahanCipedak. dan BPS.
1. Berdasarkan indikator BPS 2005, kriteriaSajogyo, dan indikator Tata Guna Tanahmaka sebanyak 30 rumah tangga (100%)petani ikan hias air tawar termasuk kategoritidak miskin.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan darivariabel fasilitas tempat tingga, kesehatananggota keluarga dan kemudahanmenyekolahkan anak terhadap tingatkesejahteraan rumah tangga petani ikan hiasair tawar di Kelurahan Cipedak KecamatanJagakarsa Kota Madya Jakarta Selatan.
Mengetahui pengaruhkarakteristik rumah tanggaterhadap kemiskinanmasyarakat pesisir.
Indikator kemiskinan Sajogyo(2016)
Rumah tangga yang tinggal berbatasan denganhutan mangrove di Desa Sidodadi sebagian(45%) masih tergolong miskin. Kemiskinanyang terjadi tidak dipengaruhi oleh umur, jenispekerjaan, kesehatan, suku/etnis dan kondisirumah. Karakteristik rumah tangga yangberpengaruh terhadap kemiskinan di DesaSidodadi adalah pendidikan, pendapatan,jumlah anggota keluarga yang bekerja danfasilitas rumah.
4 Dewi, Sihombing, dan Artini(2013), KontribusiPendapatan Nelayan IkanHias Terhadap PendapatanTotal Rumah Tangga di DesaSerangan.
1. Mengetahui strukturbiaya dan penerimaannelayan ikan hias di DesaSerangan.
2. Mengetahui kontribusipendapatan ikan hiasterhadap total pendapatanrumah tangga nelayanikan hias di DesaSerangan.
1. Rata-rata biaya produksi usaha ikan hias diDesa Serangan adalah sebesar Rp10.034.339,00 Rata-rata besarnyapenerimaan yang diperoleh yaitu sebesar Rp.17.329.412,00/siklus dan Rata-ratapendapatan nelayan adalah sebesar Rp.7.082.328,00/siklus.
2. Kontribusi budi daya ikan hias terhadappendapatan total rumah tangga nelayan diDesa Serangan sebesar 48,56%.
33
Tabel 2. Lanjutan
(1) (2) (3) (4) (5)5 Budiardi, Muzaki, dan
Utomo (2005), ProduksiUdang Vaname (Litopenaeusvannamei) Di TambakBiocrete Dengan PadatPenebaran Berbeda
Mengetahui produksi udangvannamei yangdibudidayakan di tambakbiocrete pada tingkat padatpenebaran yang berbeda.
Metode kuantitatif denganmenggunakan Anova RepeatedMeasurement In Time programSAS 6.0.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwapetak dengan kepadatan rendah memiliki nilaiproduktifitas, bobot rata-rata, kelangsunganhidup dan konversi pakan (FCR) yang lebihbaik dibanding dengan yang berkepadatantinggi.
6 Pulungan, Fauzia, danEmalisa (2015), AnalisisKelayakan Usaha TambakUdang (Studi Kasus :Desa Sei Meran,Kec. Pangkalan Susu,Kab. Langkat )
Mengetahui bagaimanasistem budidaya udang didaerah penelitian, danuntuk menganalisiskelayakan usahatanitambak udang di daerahpenelitian.
Analisis deskriptif kualitatif. Sistem budidaya udang di daerah penelitianmenggunakan sistem semi intensif karenasarana dan prasaran produksinya yang relatifkecil dan perlakuan budidaya udang sepertiperalatan, pemeliharaan, obat-obatan,penanggulangan hama yang kurangdiperhatikan dan kepadatan bibit yang sedikitlebih sedikit dibandingkan dengan sistemintensif yang mempunyai alat seperti kincir,pompa sehingga dapat meningkatkankepadatan bibit didalam kolam dan dapatmeminimalisir kematian udang, sehinggasistem intensif memiliki produksi tinggi danmengeluarkan biaya yang sangat besardibandingkan semi intensif. Berdasarkananalisis kelayakan, semua usaha budidayaUdang Vannamei dinyatakan layak untukdiusahakan karena produksi > BEP produksi,harga > BEP harga, penerimaan > BEPpenerimaan, R/C > 1.
34
Tabel 2. Lanjutan
(1) (2) (3) (4) (5)7 Hartoyo, dan Aniri (2010),
Analisis TingkatKesejahteraan KeluargaPembudi daya Ikan danNonpembudi daya Ikan diKabupaten Bogor.
1. Mengidentifikasiperbedaan tingkatkesejahteraan keluargapembudi daya dannonpembudi daya ikan.
1. Berdasarkan indikator BPS dan sosiometrik,sebagian besar keluarga pada keduakelompok berada pada kategori tidaksejahtera (tidak miskin), sedangkan menurutindikator BKKBN sebanyak 42,5% dan56,7% dari keluarga kelompok pembudidaya ikan dan nonpembudi dayadikategorikan sebagai keluarga miskin.
2. Faktor yang berpengaruh signifikan terhadaptingkat kesejahteraan adalah jumlah anggotakeluarga (negatif) dan pendapatan (positif).Faktor lain seperti usia, lama pendidikan,aset, lokasi, dan status pekerjaan kepalakeluarga berpengaruh tidak signifikanterhadap tingkat kesejahteraan keluarga.
8 Susanti, Lestari, dan Kasymir(2017), Sistem AgribisnisIkan Patin (Pangasius sp)Kelompok Budidaya IkanSekar Mina Di KawasanMinapolitan PatinKecamatan Kota GajahLampung Tengah
Mengetahui sistempengadaan sarana produksibudidaya ikan patin,pendapatan dari hasilbudidaya ikan patin, nilaitambah hasil olahan ikanpatin (abon, pastel dan kuetusuk gigi).
1. Deskriptif kualitatif.2. Pendapatan usaha menurut
Lipsey et al.
Pengadaan sarana produksi budidaya ikanpatin Pokdakan Sekar Mina (kolam, benih,vitamin dan tenaga kerja) sudah memenuhikriteria 6 tepat. Besarnya rata-rata pendapatanper-ha yang diperoleh pembudidaya ikan patinPokdakan Sekar Mina yaitu pada MT I sebesarRp124.303.944,44 dengan nilai R/C 2,66 danpada MT II yaitu Rp165.798.467,59 dengannilai R/C sebesar 2,87. Nilai tambah produkolahan ikan patin (abon, pastel dan kue tusukgigi) bernilai positif (NT>0).
35
Tabel 2. Lanjutan
(1) (2) (3) (4) (5)9 Satriana, Suwarni, dan
Nugraheni (2016) DeskripsiUsaha Petani Tambak UdangVannemei Di Desa BumiDipasena Sentosa KecamatanRawa Jitu Timur KabupatenTulang Bawang Tahun 2016
Mengkaji informasi tentangusaha tambak udang diDesa Bumi DipasenaSentosa Kecamatan RawaJitu Timur KabupatenTulang Bawang yang terdiridari luas lahan garapan,biaya produksi, hasilproduksi, dan pendapatanpetani tambak udangvannamei di Desa BumiDipasena Sentosa.
1. Analisis distribusi frekuensidan persentase.
2. Analisis kuantitatif.
Luas rata-rata lahan garapan yang dimilikipetani tambak udang vannamei di Desa BumiDipasena Sentosa adalah 0,63 Ha. Biayaproduksi rata-rata yang dikeluarkan petanitambak dalam budi daya sekali panen Rp.24.700.000. Rata-rata produksi udangvannamei yang dihasilkan setiap petani yaitusebanyak 0,60 ton/Ha. Rata-rata pendapatanpetani tambak yang diperoleh dari usaha budidaya udang vannamei yaitu Rp. 12.000.000.
10 Fadilah, Abidin, dan Kalsum(2014), Pendapatan DanKesejahteraan RumahTangga Nelayan OborDi Kota Bandar Lampung
Mengkaji tingkatpendapatan rumah tangga,alokasi pengeluaran rumahtangga, dan tingkatkesejahteraan rumah tangganelayan obor.
1. Deskriptif tabulasi2. Indikator kemiskinan
Sajogyo (1996)
Rata-rata pendapatan rumah tangga nelayanobor adalah sebesar Rp30.187.572,00/tahun.Pendapatan tersebut dialokasi untukpengeluaran pangan sebesar 60,09%,sedangkan untuk pengeluaran konsumsi nonpangan sebesar 39,91%. Terkait dengantingkat kesejahteraan rumah tangga nelayanobor, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraanrumah tangga nelayan obor sebagian besarmasuk dalam kriteria cukup (74,42%). Selainitu, terdapat juga rumah tangga nelayan yangtergolong nyaris miskin (9,3%) dan hiduplayak (16,28%).
36
C. Kerangka Pemikiran
Kecamatan Dente Teladas menjadi salah satu daerah yang relatif besar
berkontribusi dalam produksi udang vaname bagi Kabupaten Tulang Bawang
(BPS Kabupaten Tulang Bawang, 2016). Perubahan pola budi daya setelah
pemutusan hubungan kemitraan dengan PT Centralpertiwi Bahari berpengaruh
terhadap pendapatan rumah tangga petambak dan penggunaan faktor produksi
budi daya udang vaname. Sumber pendapatan petambak udang di Desa Bratasena
Adiwarna Kecamatan Dente Teladas terdiri dari budi daya udang, kegiatan di luar
budi daya udang, dan kegiatan di luar sektor pertanian.
Faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan budi daya udang adalah benih
udang, pakan, obat-obatan, kapur, tenaga kerja, dan solar. Faktor poduksi
digunakan untuk memenuhi kebutuhan saat proses produksi sehingga akan
menghasilkan output (udang). Faktor produksi dikalikan dengan harga akan
menghasilkan biaya produksi, sedangkan hasil produksi dikalikan dengan harga
akan menghasilkan penerimaan. Selisih antara penerimaan dan biaya produksi
akan menghasilkan pendapatan udang.
Pendapatan usahatani di luar budi daya udang diperoleh dari selisih antara
penerimaan dan biaya produksi dari hasil kegiatan usahatani di luar budi daya
udang. Pendapatan di luar sektor pertanian diperoleh dari kegiatan di luar sektor
pertanian, seperti berdagang, ojek, guru, dan sebagainya. Hasil penjumlahan dari
pendapatan udang, pendapatan usahatani di luar budi daya udang, dan pendapatan
di luar sektor pertanian merupakan pendapatan rumah tangga petambak. Sebagian
37
besar masyarakat di Desa Bratasena Adiwarna Kecamatan Dente Teladas
mengandalkan hasil produksi udang sebagai pendapatan utama sehingga
pendapatan udang memiliki kontribusi yang relatif besar bagi pendapatan rumah
tangga.
Kebutuhan rumah tangga baik dari pangan maupun nonpangan akan bergantung
pada pendapatan rumah tangga yang diperoleh petambak. Pendapatan rumah
tangga petambak akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan. Tingkat
kesejahteraan dapat diukur melalui pengeluaran rumah tangga yang disetarakan
dengan nilai tukar beras per kapita per tahun yang diklasifikasikan dalam
kelompok kemiskinan berdasarkan indikator Sajogyo (1996). Tingkat
kesejahteraan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pendapatan
rumah tangga, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, lama budi daya,
dan usia responden.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk peningkatan taraf hidup
petambak udang vaname di Desa Bratasena Adiwarna Kecamatan Dente Teladas
dengan melakukan pengkajian terhadap pendapatan rumah tangga, tingkat
kesejahteraan petambak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan
petambak. Kerangka pemikiran analisis pendapatan dan tingkat kesejahteraan
rumah tangga petambak udang vaname eks plasma PT Centralpertiwi Bahari Desa
Bratasena Adiwarna Kecamatan Dente Teladas disajikan dalam Gambar 1.
38
Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga eks plasma PT Centralpertiwi BahariDesa Bratasena Adiwarna Kecamatan Dente Teladas
Fakor produksi ProsesProduksi
Output(udang)
Usahataninonudang
Kegiatan diluarsektor pertanian
(nonfarm)
Budidaya udang vaname
Biaya produksi
Sumber pendapatanpetambak udang
Penerimaan
Pendapatanusahataninonudang
Pendapatan dari kegiatandiluar sektor pertanian
Pendapatan udang Pendapatan rumah tangga
Tingkat kesejahteraanKontribusi pendapatan udangterhadap pendapatan rumah
tanggaFaktor-faktor yang mempengaruhi: Pendapatan rumah tangga (X1) Jumlah tanggungan RT (X2) Pendidikan (X3) Pengalaman budidaya (X4) Usia responden (X5)
Indikatorkesejahteraan:
Sajogyo (1996)
HargaHarga
Kegiatan diluar budidaya dan usahatani
(off farm)
Pendapatan offfarm
39
D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian maka hipotesis yang
digunakan dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut:
Diduga pendapatan rumah tangga petambak (X1), jumlah tanggungan rumah
tangga (X4), pendidikan (X3), lama pengalaman budidaya (X4), dan usia
responden (X5) berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga
petambak udang vaname eks plasma PT Centralpertiwi Bahari Desa Bratasena
Adiwarna Kecamatan Dente Teladas.
III. METODE PENELITIAN
A. Metode, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai. Metode
survai adalah salah satu metode yang digunakan dalam penelitian untuk
memperoleh fakta-fakta tentang gejala-gejala atas permasalahan yang timbul .
Kajian yang dilakukan tidak perlu mendalam sampai pada tahap menyelidiki
tentang penyebab gejala-gejala tersebut serta menganalisis hubungan-hubungan
atas gejala-gejala . Fakta-fakta yang ada lebih digunakan untuk pemecahan
masalah daripada digunakan untuk pengujian hipotesis (Umar, 2003).
Menurut Singarimbun (2011), pengertian survai dibatasi pada penelitian yang
datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi.
Dalam metode survai informasi dikumpukan dengan menggunakan kuesioner.
Langkah-langkah dalam melakukan metode survai adalah merumuskan masalah
penelitian dan menentukan tujuan survai, menentukan konsep dan hipotesis serta
Zi = 1 = Peluang rumah tangga untuk sejahteraZi = 0 = Peluang rumah tangga untuk tidak sejahteraPi = Peluang anggota untuk sejahtera bila Xi diketahuiα = IntersepΒi = Koefisien variabel bebasX1 = Pendapatan rumah tanggaX2 = Jumlah tanggungan keluargaX3 = PendidikanX4 = Pengalaman bud idayaX5 = Usia responden
Likelihood Ratio (LR) dapat digunakan untuk melakukan uji serentak estimasi
model logit yang berfungsi untuk menguji apakah semua slope koefisien regresi
variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.
Hipotesis dalam pengujian LR adalah sebagai berikut:
H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0
55
H1 : βi ≠ 0
H0 ditolak jika Probability Likelihood Ratio < α, dan H0 diterima jika Probability
Likelihood Ratio > α. Uji parsial (Zstat) dilakukan menggunakan Wald Test
dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : βi = 0
H1 : βi ≠ 0
H0 ditolak jika Probability Wald < α, dan H0 diterima jika Probability Wald > α.
Uji Godness Of Fit dilakukan untuk mengetahui seberapa baik model dapat
menjelaskan hubungan antara variabel dependen dan independen. Pada regresi
logistik, koefisien determinasi (R2) yang digunakan adalah McFadden R-square,
yaitu R-square tiruan (Winarno, 2007).
Tanda harapan:
X1, X3, X4, X5 > 0 atau berpengaruh positif
X2 < 0 atau berpengaruh negatif
Odds ratio digunakan untuk mengukur peluang seberapa besar pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Nilai odds ratio ditunjukkan dengan
nilai Exp(B) pada SPSS. Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka
pada taraf kepercayaan 95%, odds ratio dinyatakan signifikan atau bermakna yang
berarti dapat mewakili keseluruhan populasi. Nilai Exp(B) lower menunjukkan
batas bawah odds ratio yang berarti bahwa variabel dependen paling tidak dapat
meningkatkan variabel independen sebesar nilai Exp(B) lower. Nilai Exp(B)
upper menunjukkan batas atas odds ratio yang berarti bahwa variabel dependen
56
berpotensi meningkatkan variabel independen sebesar nilai Exp(B) upper
(Sarwono, 2014).
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kecamatan Dente Teladas
1. Keadaan Geografis Kecamatan Dente Teladas
Kecamatan Dente Teladas merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tulang
Bawang Provinsi Lampung yang memiliki luas 685,65 km2. Sebagian besar
wilayah Kecamatan Dente Teladas adalah dataran rendah dengan ketinggian
antara 1 sampai 17 meter di atas permukaan laut. Oleh karena itu, Kecamatan
Dente Teladas sangat cocok untuk budi daya tambak udang. Hal ini karena
menurut ketentuan SNI 01-7246-2006, budi daya tambak udang yang ideal adalah
di air payau dengan pasang surut 2 sampai 3 meter.
Kecamatan Dente Teladas berada di pinggiran Provinsi Lampung yang berbatasan
langsung dengan Laut Jawa. Adapun batas administratif Kecamatan Dente
Teladas dapat dilihat pada Gambar 2. Lokasi kecamatan ini cukup jauh dari pusat
kota, yaitu sekitar 140 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Tulang Bawang
dan 245 km dari ibu kota Bandar Lampung. Kecamatan Dente Teladas terdiri dari
dua belas kampung yaitu Pasiran Jaya, Bratasena Mandiri, Bratasena Adiwarna,
Sungai Nibung, Mahabang, Kuala Teladas, Kekatung, Teladas, Way Dante, Dente
Makmur, Pendowo Asri, dan Sungai Burung. Sarana kesehatan terdiri dari
puskesmas, dokter praktek, bidan praktek, dan posyandu. Sarana pendidikan
58
terdiri dari Sekolah Dasar (SD) Negeri, SD Islam Swasta, Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri, SMP Swasta Umum, dan SMP Swasta Islam (BPS Tulang
Bawang, 2017).
Gambar 2. Peta administrasi Kecamatan Dente Teladas
Sumber: Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tulang Bawang, 2015
2. Keadaan Demografis Kecamatan Dente Teladas
Menurut data BPS Tulang Bawang (2017) penduduk Kecamatan Dente Teladas
terdiri dari 62.719 jiwa yang terdiri dari 32.280 jiwa penduduk laki-laki dan
penduduk perempuan 30.439 jiwa. Data kepadatan penduduk Kecamatan Dente
Teladas tersaji pada Tabel 5. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian
besar penduduk di Kecamatan Dente Teladas berada pada Kampung Sungai
Nibung yaitu sebesar 20,30 persen. Hal ini didukung oleh fasilitas transportasi di
Kampung Sungai Nibung lebih baik dari pada kampung lain di Kecamatan Dente
Teladas. Kampung Sungai Nibung memiliki 18 persen dari total kepemilikan alat
Kec.Dente Teladas
Kab. LampungTimur
Laut Jawa
GedungMeneng
Kab. LampungTengah
RawaJitu
Desa BratasenaAdiwarna
59
transportasi sepeda motor dan 6 persen dari total kepemilikan perahu di
Kecamatan Dente Teladas.
Tabel 5. Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk Kecamatan DenteTeladas
Luas lahan pertanian Kecamatan Dente Teladas adalah 22.834 ha yang terdiri dari
4.708 ha persawahan dan 18.126 ha lahan kering. Perkebunan di kecamatan ini
terdiri dari perkebunan karet dengan luas 3.749 ha dan kebun kelapa dengan luas
93 ha. Tanaman ladang terdiri dari padi sawah dengan luas lahan 5.252 ha, padi
ladang dengan luas lahan 1.124 ha, jagung dengan luas lahan 2.941 ha, ubi kayu
8.600 ha dan tanaman kacang-kacangan
Wilayah Kecamatan Dente Teladas memiliki potensi perikanan yang sangat baik.
Kecamatan Dente Teladas adalah salah satu daerah penghasil udang terbesar di
Indonesia yang didukung oleh adanya perusahaan yang bergerak di bidang budi
60
daya udang yaitu PT Centralpertiwi Bahari (CPB). Desa di Kecamatan Dente
Teladas yang masuk dalam wilayah kerja PT CPB adalah Desa Bratasena
Adiwarna dan Bratasena Mandiri.
Kegiatan budi daya perikanan, khususnya tambak udang merupakan kegiatan
utama yang banyak terdapat di sebagiaan desa-desa peisisir di Kecamatan Dente
Teladas. Luas tambak di wilayah ini sekitar 50% dari total luas wilayah di
Kecamatan Dente Teladas. Setiap tambak berukuran 70 m x 70 m atau seluas
4.900 m2 dengan kedalaman 1,5 m. Budi daya udang di Kecamatan Dente teladas
merupakan jenis udang putih L. vannamei yang telah digunakan petambak sejak
tahun 2002 (Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tulang Bawang,
2018).
B. Gambaran Umum Desa Bratasena Adiwarna
1. Keadaan Geografis Desa Bratasena Adiwarna
Desa Bratasena Adiwarna merupakan desa yang berada di pesisir Kecamatan
Dente Teladas yang masuk dalam wilayah kerja PT CPB. Desa Bratasena
Adiwarna merupakan desa terluas yang memiliki luas wilayah 23,38 persen dari
total luas Kecamatan Dente Teladas atau sekitar 174,00 km2. Desa Bratasena
Adiwarna merupakan wilayah bukan pantai dan memiliki topografis yang datar.
Desa ini merupakan dataran rendah yang memiliki ketinggian sekitar satu meter
dari permukaan laut dan kedalaman sumur 2 sampai 3 m.
61
Desa Bratasena Adiwarna terletak di bagian barat Kecamatan Dente Teladas.
Adapun batas administratif Desa Bratasena Adiwarna adalah sebagai berikut.
Sebelah utara : Desa Sungai Nibung
Sebelah barat : Desa Pasiran Jaya
Sebelah timur : Laut Jawa
Sebelah selatan : Kecamatan Way Seputih.
Desa Bratasena Adiwarna berjarak sekitar 180 km dari pusat Kota Bandar
Lampung. Sebagian besar jalan di desa ini merupakan jalan tanah berbatu dan
tidak ada fasilitas transportasi umum. Fasilitas pendidikan yang terdapat di desa
ini adalah 2 SD dan 1 SMP. Fasilitas kesehatan yang dimiliki di desa ini terdiri
dari 1 klinik, 1 puskesmas, dan 2 posyandu (BPS Tulang Bawang, 2017).
2. Keadaan Demografis Desa Bratasena Adiwarna
Menurut BPS Tulang Bawang (2017), penduduk di Desa Bratasena Adiwarna
dibagi menjadi dua, yaitu penduduk asli dan penduduk pendatang. Penduduk
pendatang berasal dari berbagai daerah yang bekerja untuk PT Centralpertiwi
Bahari. Desa Bratasena Adiwarna memiliki 3.035 rumah tangga dengan
kepadatan penduduk 61,69 jiwa per km2. Tabel 6 menyajikan data sebaran
penduduk Desa Bratasena Adiwarna menurut usia. Data pada Tabel 6
menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Bratasena Adiwarna berada
di usia produktif yaitu 15 sampai 64 tahun. Usia produktif merupakan usia yang
optimal bagi seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya. Hal tersebut
karena pada usia produktif, seseorang akan semakin mudah menerima dan
menerpakan inovasi baru yang berguna untuk pembangunan daerah di sekitarnya.
62
Tabel 6. Sebaran penduduk Desa Bratasena Adiwarna menurut usia tahun 2017
Usia (tahun) Jumlah (jiwa) *) Persentase (%)0 – 14 1.158 23,2615 – 64 3.820 76,74
> 64 0 0Total 4.978 100,00
*) Keterangan : Data Jumlah Penduduk Desa Bratasena Adiwarna, 2017 (tidakdipublikasikan)
3. Keadaan Perikanan di Desa Bratasena Adiwarna
Sebesar 60 persen atau 104,86 km2 wilayah di Desa Bratasena Adiwarna
merupakan tambak udang. Tambak udang di Desa Bratasena Adiwarna terdiri
dari dua blok, blok pertama terdiri dari 60 jalur dan blok kedua terdiri dari 47
jalur. Satu jalur terdiri dari 20 petak tambak udang dan satu petak tambak
memiliki luas 0,5 ha. Tanah galian tambak dijadikan pematang tambak sehingga
air tidak keluar dari tambak. Tanah galian dilapisi oleh karpet yang tahan selama
30 sampai 35 tahun. Lapisan plastik berfungsi untuk mencegah resapan air dan
erosi tanah. Seluruh pembudidaya udang di Desa Bratasena Adiwarna
membudidayakan jenis udang kaki putih atau udang vaname.
Usaha perikanan di Desa Bratasena Adiwarna hanya budi daya udang vaname.
Tidak ada usaha pembesaran ikan di lokasi ini. Selain itu, tidak ada usaha
peternakan di Desa Bratasena Adiwarna. Hal ini karena penduduk Desa
Bratasena Adiwarna bermatapencaharian utama sebagai petambak udang vaname.
Hasil usaha budi daya udang vaname dijual ke lapak yang kemudian akan dikirim
ke PT Centralpertiwi Bahari. Petambak udang di Desa Bratasena Adiwarna
merupakan eks plasma PT Centralpertiwi Bahari yang melakukan pemutusan
hubungan mitra pada tahun 2016.
63
PT. Centralpertiwi Bahari berdiri pada tanggal 9 Juni 1994, berlokasi di Tulang
Bawang Lampung, dengan luas lebih dari 20.000 hektar. Perusahaan ini
membangun beberapa sistem modul, irigasi untuk mendukung para petambak.
Selain pembangunan tersebut, perusahaan juga memberikan pelatihan khusus
kepada para petambak dan karyawan dalam hal kemampuan berbudidaya udang,
sehingga mereka mampu berbudidaya dan mencapai hasil yang baik. Perusahaan
juga menyediakan fasilitas disekitar operasional perusahaan, seperti pusat layanan
kesehatan, sekolah, rumah ibadah, sarana olahraga, dan lainnya, sehingga
diharapkan para petambak dan karyawan dapat menikmati kondisi tempat tinggal
yang layak selama budidaya.
Sebagai perusahaan akuakultur terintegrasi yang dikenal seluruh dunia, PT CPB
mengkombinasikan sumber daya tradisional dan modern untuk mendukung
budidaya udang, seperti HDPE lined, Laboratorium dengan teknologi tinggi,
pembangkit listrik, hingga pabrik pengolahan udang segar dan produk makanan.
Budidaya udang terintegrasi yang dioperasikan mendapatkan dukungan
sepenuhnya dari sejumlah bank baik dalam maupun luar negeri serta institusi
keuangan lainnya, yang menunjukkan bahwa industri budi daya udang memiliki
peluang besar untuk terus tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu.
Beberapa standar sertifikasi baik nasional maupun internasional telah diraih oleh
PT CPB seperti CBIB, CPIB, BAP, ACC, GLOBAL GAP, BRC, HACCP, dan
ISO yang membuktikan telah tercapainya efektivitas dan efisiensi proses budidaya
udang di PT CPB. PT CPB juga telah mendapat kepercayaan dari para pembeli
terkemuka di luar negeri seperti Wal-Mart, Costco, Tesco, Mark&Spencer,
64
Nichirei, Maruha, dan lainnya, untuk memasarkan produk seafood berkualitas
tinggi baik di pasar domestik maupun internasional (CP Prima, 2016).
Menurut CP Prima (2016), sepanjang tahun 2015 ekspor produk perikanan di
Lampung sebesar 27.458.146 kg dengan nilai 44.485.007,8 dolar AS. Produk
yang paling banyak diekspor adalah udang beku. PT CPB menjadi pengeskspor
udang beku terbesar yaitu 18.204.742,37 Kg per tahun dengan nilai 174.264.036
dolar. Udang beku perusahaan ini paling banyak diekspor ke negara Amerika
Serikat dengan jumlah 8.657.082,95 kg. Berdasarkan Katalog BPS "Lampung
Dalam Angka 2015", volume ekspor komoditas perikanan dari Lampung sejak
2012 terus turun. Pada tahun 2012, ekspor udang beku sebanyak 24.931 ton,
turun menjadi 22.721 ton, kemudian mengalami penurunan kembali hingga
menjadi 20.206 ton.
Produksi udang di PT CPB terus mengalami penurunan hingga mencapai
puncaknya pada tahun 2016. Mitra plasma melakukan aksi mogok tebar karena
tuntutan yang diminta belum dipenuhi. Akibatnya kegiatan pengolahan udang di
pabrik menjadi terhenti sehingga pihak perusahaan melakukan pemutusan
hubungan kerja secara besar-besaran terhadap karyawan. Sebagian besar pabrik
saat ini sudah tidak beroperasi. Gudang saprotam dipindahkan ke area dekat
pabrik dengan kapasitas ruangan yang kecil. Gedung produksi es balok sudah
tidak beroperasi. Perusahaan memproduksi es balok dengan memanfaatkan
container. Kantor, mes karyawan, gedung olahraga, dan gedung serba guna tidak
lagi dirawat dan digunakan.
65
PT CPB memperoleh pasokan udang segar dari petambak mandiri di Desa
Bratasena Adiwarna dalam jumlah yang kecil bila dibandingkan dengan saat
petambak menjadi mitra perusahaan. Petambak mandiri ini hanya mampu
memproduksi udang dalam jumlah yang kecil karena keterbatasan modal. Ruang
lingkup perusahaan saat ini menjadi terbatas karena daerah yang sebelumnya
merupakan milik perusahaan saat ini telah terdaftar sebagai desa dan memisahkan
diri dari perusahaan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Rata-rata pendapatan hasil budi daya udang eks plasma PT Centralpertiwi
Bahari per 0,5 ha tambak pada periode I, II, dan III berturut-turut adalah
Rp7.986.264,00, Rp13.868.109,00, dan Rp27.334.963,00, dengan rata-rata
pendapatan Rp44.893.668,00 per tahun.
(2) Rata-rata total pendapatan rumah tangga eks plasma PT Centralpertiwi Bahari
adalah Rp64.535.703,00 per tahun, yang diperoleh dari 70 persen pendapatan
udang, 10 persen pendapatan nonudang, 2 persen pendapatan off farm, dan 18
persen pendapatan nonfarm
(3) Tingkat kesejahteraan berdasarkan dengan indikator Sajogyo diketahui bahwa
37 persen petambak berada pada golongan cukup dan 63 persen berada pada
golongan hidup layak. Berdasarkan garis kemiskinan BPS Provinsi Lampung
tahun 2017 seluruh rumah tangga petambak udang vaname tergolong sebagai
masyarakat tidak miskin.
(4) Peluang rumah tangga eks plasma PT Centralpertiwi Bahari untuk sejahtera
dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga (positif), dan jumlah tanggungan
rumah tangga (negatif).
143
B. Saran
(1) Petambak udang vaname di Desa Bratasena Adiwarna perlu meningkatkan
jumlah kincir dalam menunjang kegiatan budi daya udang agar dapat
memaksimalkan produksi dan mengubah pola budi daya menjadi intensif
untuk meningkatkan hasil produksi.
(2) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tulang Bawang diharapkan dapat
memberikan tenaga penyuluh di Desa Bratasena Adiwarna karena belum ada
tenaga penyuluh yang masuk di desa tersebut.
(3) Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti tentang risiko usaha budi daya udang
karena tingginya kegagalan panen di Desa Bratasena Adiwarna .
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, A. 2012. Terminologi Kosa Kata. Aksara. Jakarta.
Anton, G. dan Marhawati. 2016. Kontribusi Usahatani Padi Sawah terhadapPendapatan Usahatani Keluarga di Desa Ogoamas II Kecamatan Sojol UtaraKabupaten Donggala. E-J Agrotekbis. Vol 4, No 1 : 106 – 112.
Andrianto, A., R. Qurniati, A. Setiawan. 2016. Pengaruh Karakteristik RumahTangga Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Sekitar Mangrove (Kasusdi Desa Sidodadi Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran. JurnalSylva Lestari.
Arsad, S., A. Afandy, A. P. Purwadhi, B. Maya, D. K. Saputra, N. R. Buwono.2017. Studi Kegiatan Budidaya Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeusvannamei) dengan Penerapan Sistem Pemeliharaan Berbeda. Jurnal IlmiahPerikanan dan Kelautan, volume 9 No 1 : 1-14.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). 2014.Pedoman Tata Cara Pencatatan Dan Pelaporan Pendataan keluarga. BadanKoordinasi keluarga Berencana Nasional. Sumatera Utara.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. 2014. StrategiPengelolaan Pakan Pada Budi Daya Udang Vaname L. vannamei. BalaiPenelitian dan Pengembangan Budi Daya Air Payau. Jakarta.
. 2015.Pengertian Keluarga Sejahtera menurut BKKBN Banjarmasin. BKKBNPusat Provinsi Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan.
Badan Pusat Statistik. 2013. Pengeluaran per kapita. Badan Pusat Statistik.Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Provinsi danJenis Budidaya (ton), 2000-2015. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
145
. 2016. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Badan PusatStatistik. Jakarta.
. 2017. Pengeluaran untuk Konsumsi Pneduduk Indonesia.Badan Pusat Statistik. Jakarta.
. 2018. Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan diDaerah Perdesaan Menurut Provinsi dan Kelompok Barang (rupiah), 2007-2017. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2015. Istilah Pendapatan RumahTangga. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung
. 2016. Produksi Perikanan Budidaya2016. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
. 2017a. Rata-rata Pengeluaran RumahTangga per Bulan menurut Kabupaten/Kota 2011-2016. BPS ProvinsiLampung. Bandar Lampung.
. 2017b. Pengeluaran Rata-rata perKapita Sebulan (Rp) untuk Makanan dan Bukan Makanan menurutKabupaten/Kota 2016. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
. 2017c. Garis Kemiskinan ProvinsiLampung menurut Kabupaten/Kota 2005-2017. BPS Provinsi Lampung.Bandar Lampung
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tulang Bawang. 2016. Kabupaten TulangBawang Dalam Angka Tahun 2016. BPS Kabupaten Tulang Bawang.Menggala.
. 2018. Kecamatan DenteTeladas Dalam Angka 2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten TulangBawang. Tulang Bawang.
Bahua, M. I. 2014. Kontribusi Pendapatan Agribisnis Kelapa pada PendapatanKeluarga Petani Di Kabupaten Gorontalo. Agroekonomika. Vol 3, No 2 :133-141.
Budiardi, T., A. Muzaki, N. B. P. Utomo. 2005. Produksi Udang Vaname(Litopenaeus Vannamei) Di Tambak Biocrete Dengan Padat PenebaranBerbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia, Vol 4 No 2 : 109–113
146
CP Prima. 2016. Bidang Usaha Pertambakan. https://www.cpp.co.id/id/our-business/integrated-aquaculture/cpb-farm (diakses pada 3 Juni 2018).
Dewi, R. K., F. Sihombing, N. W. Artini. 2013. Kontribusi Pendapatan NelayanIkan Hias Terhadap Pendapatan Total Rumah Tangga di Desa Serangan. E -Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol 2, No. 4.
Diatin, I, S., Arifiyanti, Farmayanti. 2008. Optimalisasi Input Produksi PadaKegiatan Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei): Studi KasusPada UD Jasa Hasil Diri di Desa Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi,Kabupaten Indramayu. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol 7, No 1 : 39-49
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2016. Statistik PerikananBudidaya Tahun, 2016. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung.Bandar Lampung.
Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tulang Bawang. 2015. PetaAdministrasi. Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tulang Bawang.Tulang Bawang. https://tulangbawangkab.go.id (diakses pada 01 Juni 2018).
. 2018. KecamatanDente Teladas. Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tulang Bawang.Tulang Bawang. https://tulangbawangkab.go.id (diakses pada 02 Mei 2018).
Djamali, R. A. 2000. Manajemen Usahatani. Jurusan Manajemen AgribisnisUNEJ. Jakarta.
Fadilah, Z. Abidin, U. Kalsum. 2014. Pendapatan Dan Kesejahteraan RumahTangga Nelayan Obor Di Kota Bandar Lampung. JIIA, volume 2, No. 1 : 71-76
Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. UniversitasDiponegoro. Semarang.
Hardjana, A. M. 2003. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Kanisius.Yogyakarta.
Hartoyo, dan N. B. Aniri. 2010. Analisis Tingkat Kesejahteraan KeluargaPembudidaya Ikan dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor. JurnalIlmu Keluarga dan Konsumen. Vo 3, No. 1 : 64-73.
Hendrik. 2011. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan MasyarakatNelayan Danau Pulau Besar dan Danau Bawah di Kecamatan DayunKabupaten Siak Propinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan UniversitasRiau. Vol 16-1 : 21-32.
147
Irianto, H., dan T. Mardikanto. 2012. Metoda Penelitian dan Evaluasi Agribisnis.Jurusan /Program Studi Agribisnin UNS-Solo. Surakarta.
Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Lembaga Penerbit FakultasEkonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Budidaya Udang Vaname IntensifPakai Mulsa. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Jakarta Selatan.
Kordi, M. G. 2010. Budidaya Udang Laut. Lily Publisher. Yogyakarta.
. 2013. Produksi Perikanan Budidaya 2013.Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Jakarta Selatan.
Maeswara, G. 2009. Biografi Politik Susilo Bambang Yudhoyono. Narasi.Yogyakarta.
Mahasari, K. D.A.H. Lestari, Y. Indriani. 2014. Kesejahteraan Rumah TanggaPengolah Ikan Teri Asin Di Pulau Pasaran Kecamatan Teluk Betung BaratKota Bandar Lampung. JIIA, volume 2 No. 2 : 118-123
Market Bisnis. 2016. Petambak Sepakat Ubah Pola Budidaya Udang di Lampung.market.bisnis.com (diakses pada 16 Oktober 2017).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 75. 2016.Pedoman Umum Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) dan UdangVaname (Litopenaeus vannamei). Menteri Kelautan Dan Perikanan RepublikIndonesia. Jakarta.
Pulungan, R.H., L. Fauzia, Emalisa. 2015. Analisis Kelayakan Usaha TambakUdang (Studi Kasus : Desa Sei Meran, Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat ).Jurnal USU. Volume 4 No 11 : 1-12
Putri, R. D. 2008. Analisis Pendapatan Dan Curahan Kerja Rumahtangga PetaniWortel Di Desa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Skripsi.Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rangkuti, F. 2009. Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus IntegratedMarketing Communication. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sajogyo. 1996. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. AdityaMedia. Yogyakarta.
Santoso, S., 2004. Buku Latihan SPSS Statistik. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sarwono, J., 2014. Riset Skripsi dsn Tesis dengan SPSS 22. Elex MediaKomputindo. Jakarta.
Satriana, I G. M. F., N. Suwarni, I. L. Nugraheni. 2016. Deskripsi Usaha PetaniTambak Udang Vannemei Di Desa Bumi Dipasena Sentosa Kecamatan RawaJitu Timur Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2016. JPG. Vo. 5, No. 6.
Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. UB Press. Universitas Brawijaya.
Singarimbun, M. 2011. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI-Press. Universitas Indonesia.
. 2006. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta.
Subrandiyo. 2016. Pengaruh Kebijakan Pemerintah terhadap Pendapatan PetaniKakao di Jayapura. Deepublish. Yogyakarta.
Suliswati. 2016. Panen Rupiah dari Bisnis Pembesaran Udang. Ari Publishing.Jawa Barat.
Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suroto. 2000. Strategi pembangunan dan Perencanaan Perencanaan KesempatanKerja .Universitas gajah Mada. Yogyakarta.
Susanti S., D.A.H. Lestari, E. Kasymir. 2017. Sistem Agribisnis Ikan Patin(Pangasius sp) Kelompok Budidaya Ikan Sekar Mina Di KawasanMinapolitan PatinKecamatan Kota Gajah Lampung Tengah. JIIA, volume 5No. 2 : 116-123
Sutawijaya, A. Angger, S. Rochaeni, A. Tjahja. 2013. Analisis TingkatKesejahteraan Rumah Tangga Petani Ikan Hias Air Tawar di KelurahanCipedak Kecamatan Jagakarsa Kota Madya Jakarta Selatan. JurnalAgribisnis. Volume 7, No.1 : 59-76
Suyanto, R. dan E. P. Takarina. 2009. Panduan Budidaya Udang Windu. PenebarSwadaya. Jakarta.
Umar, H. 2003. Metode Riset Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika. Cetakan I. Sekolah TinggiIlmu Manajemen YKPN. Yogyakarta.
149
Yuwono, P. 2005 Pengantar Ekonometri. ANDI. Yogyakarta.
Zebua, Y., P. K. Wildani, A. Lasefa, R. Rahmad. 2017. Faktor PenyebabRendahnya Tingkat Kesejahteraan Nelayan Pesisir Pantai Sri Mersing DesaKuala Lama Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Jurnal Geografi.Vol 9, No 1 : 88-98.