Top Banner
ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI INDONESIA DARI SEGI FIQIH KEBHINEKAAN TESIS Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Guna memperoleh Gelar Magister Hukum Islam Program Studi Hukum Islam Oleh. Muhammad Taufik Akbar, S.HI 1011.5035 PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI TAHUN 2019
164

ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Mar 11, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM

DI INDONESIA

DARI SEGI FIQIH KEBHINEKAAN

TESIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

Guna memperoleh Gelar Magister Hukum Islam

Program Studi Hukum Islam

Oleh.

Muhammad Taufik Akbar, S.HI

1011.5035

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BUKITTINGGI

TAHUN 2019

Page 2: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

ABSTRAK Muhammad Taufik Akbar, 2019. Analisis Pemilihan Pemimpin Non Muslim

di Indonesia dari Segi Fiqih Kebinekaan. Tesis Pacasarcanan Institut Agama

Islam Negeri Bukittinggi

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemilihan pemimpin non muslim

diperbolehkan dalam pandangan fiqih kebinekaan sedangkan hal ini bertentangan

dengan beberapa pandangan organisasi Islam atau tokoh ulama yang populer

dikalangan masyakat indonesia tentang larangan memilih pemimpin non Muslim.

Tujuan dari penelitian ini mengetahui bagaimana presfektif fiqih kebinekaan tetang

pemilihan pemimpin non muslim dan bagaimana metode istimbat hukum dari fiqih

kebinekaan serta menganalisis apakah fiqih kebinekaan merupakan salah satu

bentuk respon siyasah syariah.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Studi kepustakaan (Library

Research). Jenis data yaitu data primer dimana data yang diperoleh dari buku Fiqih

Kebinekaan dan data sekunder yaitu pendapat-pendapat, buku-buku dan fatwa yang

dikeluarkan oleh organisasi Islam di Indonesia. Teknik analisis data yang

digunakan adalah analisis deduktif dan induktif yaitu dengan pemaparan dari umum

ke khusus dan dari khusus ke umum terkait analisis tentang pemilihan

kepemimpinan non muslim.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa persfektif fiqih

kebinekaan tentang pemilihan pemimpin non muslim adalah boleh dalam hal tidak

ada lagi pemimpin muslim yang akan dipilih. Untuk metode istimbat hukum dari

fiqih kebinekaan ini tetap berpijak pada alquraan dan hadist berdasarkan latar

belakang keilmuan yang dimiliki oleh para penulis di buku tersebut dengan corak

bacaan kitab suci yang lebih bercorak tarikhiyyah maqashidiyyah, bacaan yang

kontekstual-progresif. Fiqih kebinekaan bisa dikategorikan sebagai bentuk respon

siyasah syariah di Indonesia karena berisikan hasil ijtihad dalam menjawab

persoalan bernegara dengan corak fiqih ala Indonesia. Berdasarkan hasil analisis

tersebut dapat disimpulkan bahwa pemilihan pemimpin non muslin di Indonesia

dari segi fiqih kebinekaan diperbolehkan karena pendangan ini masih berpijak

kepada alquraan dan hadist yang merupakan bentuk respon terhadap persoalan

siyasah sar’iyah di indonesia.

Kata kunci: analisis, pemilihan pemimpin non muslim, fiqih kebinekaan

Page 3: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT .................................................................................................. i

ABSTRAK .................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................. v

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 10

C. Maksud dan Tujuan Penelitian ........................................................... 10

D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 11

E. Metode Pelitian .................................................................................. 11

F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 13

G. Defenisi operasional .......................................................................... 15

H. Kajian terdahulu ................................................................................. 16

BAB II. KONSEP PEMIMPIN

A. Politik ................................................................................................. 15

1. Islam dan Politik .......................................................................... 15

2. Islam dan Demokrasi .................................................................. 19

B. Kepemimpinan .................................................................................. 24

1. Kepemimpinan Islam .................................................................. 24

2. Komsep kepemimpinan ideal ..................................................... 27

3. Prinsip kepemimpinan Islam ....................................................... 33

4. Pandangan Ulama terhadap Dalil-Dalil tentang Kepemimpinan 42

5. Fatwa tentang Memilih Pemimpin Non Muslim ......................... 51

C. Ijtihad Sebagai Resolusi Permasalahan Umat .................................... 57

1. Pengertian Ijtihad ........................................................................ 58

Page 4: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

2. Dasar-Dasar Ijtihad ..................................................................... 61

3. Lapangan Ijtihad (Majalul Ijtihad) .............................................. 63

4. Lintasan Sejarah Ijtihad .............................................................. 66

BAB III. FIQIH KEBHINEKAAN

A. Mengenali Fiqih Kebhinekaan ............................................................ 75

B. Fiqih kepemimpinan dalam Masayarakat Majemuk ......................... 81

1. Bhineka Tunggal Ika : Suatu Konsepsi Dialog Keragaman

Budaya ........................................................................................ 81

2. Islam, Kepemimpinan Non Muslim dan Hak azazi Manusia ....... 95

3. Simbiosis Kepemimpinan dan Keyakinan: Politik, HAM dan

Demokrasi ................................................................................... 99

4. Islam dan Kepemimpinan Non-Muslim: Tantangan Masa

Depan .......................................................................................... 105

C. Fiqih Kepemimpinan Non Muslim ..................................................... 116

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Presfektif Fiqih Kebhinekaan tentang Pemilihan Pemimpin Non

Muslim ............................................................................................... 123

B. Analisis Metode Istimbat Hukum dari Fiqih Kebhinekaan ................. 146

C. Fiqih Kebhinekaan sebagai Bentuk Respon Siyasah Syar’iyah ........... 151

BAB V. PENUTUP, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan ......................................................................................... 156

B. Saran ................................................................................................... 159

DAFTAR RUJUKAN................................................................................... 160

Page 5: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia secara tepat digambarkan Bung Karno sebagai “taman sari

dunia”. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yang membujur di titik

strategis persilangan antar benua dan antar samudera, dengan daya tarik

kekayaan sumber daya yang melimpah, Indonesia sejak lama menjadi titik

temu penjelajahan bahari yang membawa berbagai arus peradaban1.

Menurut Yudi Latif dengan mengutip pendapat Denys Lombard “sungguh

tidak ada satupun di dunia ini kecuali mungkin Asia Tengah yang seperti

Nusantara menjadi tempat kehadiran hampir semua kebudayaan besar

dunia, berdampingan atau lebur menjadi satu”. Dia melukiskan adanya

nebula sosial budaya yang secara kuat mempengaruhi peradaban nusantara

(secara khusus jawa): Indianisasi, jaringan Asia (Islam dan China), serta

arus pembaratan2.

Pandangan tersebut sangat menggambarkan bahwa Indonesia adalah

negara yang memiliki kekayaan yang beranekaragam dari bebagai aspek

sumberdaya yang dimiliki, yang telah ada di bumi nusantara ini semenjak

Indonesia belum dikenal sebagai negara, sumber daya besar yang dimiliki

1 Ahmad Syafi’i Ma’arif dkk, Fiqih Kebinekaan, (Bandung: PT Mizan Pustaka,2015), hlm

282 2 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebinekaan,... hlm 283

Page 6: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Indonesia juga mengakibatkan daya magnet yang mengundang pihak luar

untuk datang ke Indonesia yang sudah tentu juga membawa peradaban

budanya masing-masing, sehingga menambah inventasi kekayaan bagi

Indonesia.

Kekayaan sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia yang beragam

tersebut butuh untuk dikelola dengan baik, karena perbedaan yang tidak

dikelola dengan baik sangat rentan untuk melahirkan pertikaian. Dalam

proses menjadi sebuah negara kemajemukan tersebut diikat dalam sebuah

konsep oleh para pendiri negara yang kemudian menjadi pemersatu yang

dikenal dengan Pancasila. Dengan selogan kebangsaan yang sangat dikenal

yaitu “Bhineka Tunggal Ika”.

Lukman Hakim Saifuddin menyatakan apakah hifz ummah dapat

dijadikan sebagai maqasid al syariah sehingga menjadi al-kullyat sittah atau

tidak, satu hal pasti bahwa al-kulliyyat al-khamsah itu tidak akan mungkin

terlaksana dengan baik apabila hifzh al-ummah (misalnya dalam bentuk

perlindungan umat beragama) diabaikan, dan juga bisa ditegaskan bahwa

mashlahah itu ditegakkan di atas kepentingan umum.3 Maka dalam konteks

menjaga kesatuan umat dalam bernegara tentu perlindungan terhadap atar

umat beragama menjadi syarat utama agar terciptanya kemaslahatan dalam

bernegara.

3 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebinekaan,... hlm 18

Page 7: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Indonesia dengan total penduduk 252,20 juta jiwa. Bila dilihat dari

besaran agama yang paling banyak dianut, sebagian besar penduduk

Indonesia memeluk agama Islam yaitu sebesar 207.176.162 atau 87, 180%

dari total penduduk, yang berikutnya adalah Agama Kristen yaitu sebesar

16.528.513 atau 6.955% dari total penduduk, Katolik yaitu sebesar

6.907.873 atau 2.907% dari total penduduk, Hindu yaitu sebesar 4.012.116

atau 1,688% dari total penduduk, Budha yaitu sebesar 1.703.254 atau

0,717% dari total penduduk dan Khong Hu Chu yaitu sebesar 117.091 atau

0,049% dari total penduduk4. Berdasarkan data di atas dapat diketahui

bahwa umat Islam merupakan penduduk mayoritas namun negara Indonesia

bukanlah negara yang dilegalisasi sebagai negara Islam, melainkan sebagai

suatu negara nasional dengan menjadikan Pancasila sebagai idiologi negara

yang hingga hari ini masih memunculkan perdebatan panjang dalam

mengkritisi tentang legalitas Indonesia yang tidak merupakan negara Islam.

Terkait tentang kepemimpinan sangat menjadi perhatian menarik

jika disuatu wilayah mayoritas pemimpinnya berasal dari kelompok

minoritas yang menjadi polemik perdebatan dikalangan akademik atau

masyarakat. Diantara kejadian kontrofersi politik dalam hal kepemimpinan

terjadi di beberapa daerah di Indonesia seperti kasus Basuki Cahaya Punama

(Ahok) yang menggantikan posisi Jokowi sebagai Gubernur yang mendapat

penolakan dari berbagai kelompok Islam. dan terpilihnya Susan Jasmine

4 Lihat Data Sensus Penduduk BPS tahun 2010-2014

Page 8: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Zulkifli seorang non-muslim yang diangkat menjadi lurah di Lenteng

Agung juga ditolak oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan warga

mayoritas muslim. Berbeda dengan Hj. Halijah Marding terpilih selama dua

periode sebagai Kepala Desa di satu desa tanah Minahasa yang dipilih

secara demokratis diwilayah penduduk mayoritas Kristen dan keluarganya

adalah satu-satunya keluarga muslim di daerah tersebut.5

Sebahagian dari pandangan kelompok islam yang dikategorikan

bercorak tradisional atau ekstrimies tentang konsep pemimpin adalah suatu

keharusan dalam mengelola kebersamaan atau berjama’ah. Tentang

kepemimpinan umat Islam tidak diperbolehkan untuk menjadikan orang

non-muslim sebagai pemimpinnya. Sebagaimana termaktub pada Al-

Maidah ayat 51 dan ayat-ayat lain tentang kepemimpinan.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-

orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu);

sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.

Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,

Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka.

Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang

yang zalim.

5 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebinekaan,... hlm 302

Page 9: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Ayat diatas merupakan salah satu dalil yang sering digunakan

dalam konteks pemilihan pemimpin. Yang kemudian dijadikan sebagai

prinsip yang harus dipertahankan dan ditegakan bagi umat islam. Pada tahun

2009 Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menghimbau tentang wajib pilih

dalam pemilu dan wajib memilih pemimpin dengan persyaratan memilih

pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah),

aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan

memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib. Dan

memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana

disebutkan dalam butir 4 (empat) atau tidak memilih sama sekali padahal

ada calon yang memunuhi syarat hukumnya adalah haram6.

Bahtsul Masail mengeluarkan fatwa pada Mu’tamar Nahdatul

Ulama (NU) ke XXX di Lirboyo Jawa Timur pada 21-27 November 1999

tentang hukum memilih pejabat dari kalangan umat muslim adalah umat

islam tidak boleh menguasakan urusan kenegaraan kepada orang non

muslim kecuali dalam keadaan darurat dan Majelis Tarjih Muhammadiyah

dalam sidangnya pada hari Jumat 12 Dzulkaidah 1430 H/ 30 Oktober 2009

seputar memilih partai politik dan calon legislatif butir 3 memberikan syarat

bahwa calon pemimpin yang harus dipilih adalah islam dengan mengutip

Q.S Al-Maidah ayat 51.

6 Himpunan fatwa MUI sejak 1975 Bab Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-

Indonesia Ketiga (:Erlangga. 2009) Hal 867

Page 10: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Hal ini sejalan dengan pendapat ulama kalsik seperti Ibnu Arabi

mengungkapkan bahwa seorang muslim tidak boleh mengambil orang kafir

(non muslim) sebagai pemimpinnya, sekutunya untuk melawan musuh,

menyerahkannya suatu amanat, dan atau menjadikannya sebagai teman

kepercayaan.7 Ulama Indonesia yang tersohor seperti Buya Hamka juga

menyatakan bahwa wajib bagi bagi kita memilih pemimpin dari orang

muslim. Allah memberi peringatan dengan tegas bahwa memilih orang kafir

sebagai pemimpin adalah perangai atau kelakuan orang munafik.8

Dasar dalil Al-Quran diatas dan pendapat ulama serta fatwa-fatwa

yang dekeluarkan oleh organisasi islam yang ada di indonesia diatas

menjadi alasan sebahagian kalangan umat Islam untuk memberlakukan

syariat sebagai prinsip konsitusional untuk negara Indonesia. Prinsip-

prinsip konsitusional ini dianggap seperti hak-hak Allah dalam bidang

politik, karena sejauh mana hal itu dianggap sebagai hak umat Islam untuk

menuntut para penguasa untuk menghormati prinsip-prinsip konstitusional

atau etika-etika politik ini, dan agar bersedia turun dari jabatan politik

mereka dalam pemerintahan, sejauh ini pula hal tersebut menjadi kewajiban

atas umat Islam dengan kapasitasnya sebagai kelompok dan kewajiban atas

setiap orang yang mampu dengan kapasitasnya sebagai individu, untuk

7 8

Page 11: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

memegang erat prinsip-prinsip ini dengan mengajak orang lain untuk

memegangnya serta mencari penyelesaian padanya9.

Pemikiran kenegaraan yang dikemukakan para pemikir politik Islam

dipengaruhi secara kuat oleh kenyataan historis dan kondisi sosio-politik

pada masanya. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh H.A.R. Gibb

bahwa pemikiran itu merupakan rasionalisasi terhadap sejarah masyarakat

dan presenden-presenden yang diartikan oleh ijmak. Demikian juga

Nurcholis Madjid dalam kata pengantarnya di buku Islam dan Masalah

Kenegaraan menyatakan bahwa moderasinya konsep politik kaum sunni

pada abad ini, sering dinilai bersifat kompromistis terhadap status quo.

Akibatnya tidak ada di antara mereka yang berusaha membuat “lompatan

pemikiran” tentang teori-teori politik kenegaraan untuk mengantisipasi

perkembangan politik umat Islam dimasa akan datang10.

Menurut Nucholis dari dua kecendrungan, pertama karena apologi

idiopologi barat seperti demokrasi, sosialisme, komunisme, dan lain

sebagainya. Kedua karena legalisme yaitu apresiasi serba legalis kepada

Islam, artinya Islam dipandang semata-mata sebagai struktur dan kumpulan

hukum. Jadi konsep Negara Islam dalam padangan Nurcholis adalah suatu

distorsi hubungan profesional antara negara dan agama. Negara merupakan

segi kehidupan duniawi yang dimensinya rasional dan kolektif. Sedangkan

9 Muhammad Salim Al-Awa, An-Nizham As-Siyasi Li Ad-Dawlah Al-Islamiyyah, terj.

Faturrahman A. Hamid (Jakarta: Amzah, 2005), hlm 1 10 Sirajuddin, Politik Ketata Negaraan Islam Studi Pemikiran A. Hasjmy, cet I,

(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2007) hal 1

Page 12: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

agama merupakan segi lain yang dimensinya spritual dan pribadi. Karena

itu tidak heran manakala ia menolak bilamana Islam dipadang sebagai

idiologi. Sebab pandangan langsung kepada Islam sebagai idiologi bisa

berarti merendahkan agama itu setara dengan berbagai idiologi yang ada

didunia11.

Dari pandangan Nur Cholish Majid dapat disimpulkan bahwa

perlunya adanya lompatan pemikiran yang dapat melahirkan teori-teori

politik untuk mengantisipasi perkembangan umat Islam di masa datang.

Pada masa sekarang terbukti bahwa dalam konteks politik pertikaian sangat

menjadi ancaman untuk menjaga keharmonisan dalam bernegara. Tidak

hanya dalam lintas beragama manun secara khusus juga untuk antara

sesama muslim yang memiliki pemahaman yang berbeda dalam memahami

ketentuan-ketentuan agama yang harus dilegalisasi dalam konteks

bernegara.

Ahmad Syafi’i Maarif menyatakan bahwa kita adalah sebuah bangsa

yang piawai dalam membuat perumusan demi perumusan canggih yang

enak dibaca, tetapi hampir selalu gagal dalam menerjemahkannya ke dalam

format konkret. Fenomena ini mungkin sebagai salah satu pertanda masih

labilnya bangunan kultural bangsa yang majemuk ini. Di kalangan sebagian

besar elit politik dan elit ekonomi akan rabun saat membaca masalah-

masalah yang menyangkut keadilan, tetapi akan terbelalak lebar manakala

11 Ahmad Amir Aziz, Neo Modernisme Islam Di Indonesia Gagasan Sentral Nurchilish

Madjid Dan Abdurrahman Wahid cet I (Jakarta : PT Rineka Cipta) hlm 39-40

Page 13: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

berurusan dengan proyek yang dibiayai dengan APBN/APBD, karena di

sana banyak rezeki legal dan ilegal yang sedang menanti. Dengan kenyataan

ini, sila kelima Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

sudah lama tersia-sia dalam limbo sejarah, tida ada yang mengurus dengan

sungguh-sungguh, kecuali disebutkan dalam reotrika politik dan dalam

pidato-pidato kenegaraan12.

Salah satu upaya dalam membuat lompatan pemikiran sebagai acuan

umat Ma’arif Institut menghimpun pembahasan wacana keumatan

kontemporer hingga menerbitkan buku fiqih ala indonesia yang judul Fiqih

Kebhinekaan. Terkait tentang kepemimpinan dalam masyarakat yang

majemuk Wawan Gunawan menyatakan hal yang berbeda dengan

pandangan kelompok tekstrimis diatas tentang pemimpin dengan

pernyataan bahwa memilih pemimpin non-Muslim ditengah mayoritas umat

islam adalah boleh. Wawan melihat bahwa dalam masyarakat majemuk

seseorang pemimpin bisa saja lahir dari keluarga non-Muslim. Pada

prinsipnya, menurut Wawan kepemimpinan dalam hukum Islam bukanlah

hal yang absolut, dan larangan memilih pemimpin non-Muslim yang

disebut-sebut dalam literatur keIslaman sangat terkait dengan sebab yang

menyertainya. Larangan memilih pemimpin non-Muslim dalam khazanah

literatur Islam muncul bila kaum non-Muslim tersebut melakukan penistaan

kepada umat Islam. Sementara ketika umat Islam dan non-muslim bersatu

12 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebinekaan,... hlm 21

Page 14: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dalam suatu entitas negara bangsa dan mereka dalam keadaaan damai, maka

mereka bisa saling mengikatkan diri satu sama lain untuk menciptakan

“hubungan harmonis yang saling memerlukan”, termasuk dengan

memberikan dukungan politik antar satu sama lainnya13.

Berdasarkan uraian tersebut di atas pemilihan pemimpin non muslim

diwilaah mayoritas muslim diperbolehkan dalam pandangan Fiqih

Kebinekaan sedangkan pandangan ini bertentangan dengan beberapa

pandangan yang populer dari kalangan ulama dan organisasi islam di

Indonesia seperti fatwa MUI, fatwa Majlis Tarjih Muhammadiyah dan hasil

dari Bahtsul Masail Nahdatul Ulama tentang larangan memilih pemimpin

non muslim. Maka dari itu penulis bermaksud untuk melakukan sebuah

penelitian dalam bentuk analisis terhadap permasalahan tersebut dengan

judul “ANALISIS TERHADAP PEMILIHAN PEMIMPIN NON

MUSLIM DI INDONESIA DARI SEGI FIQIH KEBINEKAAN”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah berikut:

1. Bagaimana presfektif fiqih kebinekaan tentang pemilihan pemimpin non

muslim?

2. Bagaimana metode istimbat hukum dari fiqih kebinekaan?

13 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebinekaan,... hlm 44

Page 15: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

3. Apakah fiqih kebinekaan merupakan salah satu bentuk respon siyasah

sya’iah?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Bagaimana presfektif fiqih kebinekaan tentang

pemilihan pemimpin non muslim.

2. Untuk mengetahui bagaimana metode istimbat hukum dari fiqih

kebinekaan

3. Untuk menganalisis apakah fiqih kebinekaan merupakan salah satu bentuk

respon siyasah syar’iah

Page 16: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam pemilihan

pemimpin non muslim bagi masyarakat muslim di negara yang mayoritas

Islam agar sesuai dengan ketentuan siyasah syar’iah.

2. Membantu mengembangkan konsep fiqih kebinekaan yang berbasis kepada

siyasah syar’iah

E. Metode Penelitian

Untuk membahas permasalahan yang telah penulis paparkan akan

menggunakan pendekatan yuridis normatif sebagai konsep dasar normatifnya.

Yurudis normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan

memeliti bahan pustaka atau data sekunder belaka14. Metode pendekatan

tersebut akan menemukan padangan tentang pemilihan pemimpin non muslim

di Indonesia dari segi fiqih kebinekaan. Penelitian ini digunakan karena

masalahnya berkaitan dengan permasalahan teoritik yang ada pada literatur-

literatur yang berkaitan dengan sumber kajian dan pembahasan yang dapat

menunjukkan fakta secara logis, supaya menghasilkan kesimpulan yang

bersifat kualitatif berdasarkan analisis induksi dan deduksi. Secara rinci

langkah-langkah penelitian ini adalah :

1. Sumber Data

14 Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Rajawali Pers, 2001) hlm 13-14

Page 17: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu data sekunder dan

data primer. Data sekunder, yaitu data yang sudah dalam bentuk jadi15,

yang bisa dijadikan sebagai data pendukung. Data primer (sumber pokok)

yaitu peraturan peraturan, perundang-undangan, keputusan keputusan

pengadilan, teori-teori hukum, pendapat-pendapat para sarjana hukum16.

Adapun data primer yang dibutuhkan adalah buku fiqih kebinekaan

yang diterbitkan oleh Maarif Institut. Data sekunder dalam penelitian ini

adalah buku-buku yang terkait dengan pemilihan pemimpin non muslim,

fatwa yang dikeluarkan oleh organisasi islam di Indonesia serta pendapat-

pendapat dan ringkasan yang telah memberikan ulasan dan analisis

terhadap objek penelitian. Sumber sekunder ini memberikan informasi,

penjelasan dan tambahan bagi objek penelitian untuk mencapai

kesempurnaan penelitian ini.

2. Metode pengumpulan data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode

book survey/studi kepustakaan (library research). Study kepustakaan

adalah teknik yang digunakan dalam keseluruhan proses penelitian sejak

awal hingga sampai akhir penelitian dengan cara memanfaatkan berbagai

macam pustaka yang relevan dengan fenomena sosial yang tengah

dicermati17, study kepustakaan ini untuk mendapatkan landasan pemikiran

15 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hokum (Jakarta: Granit, 2004), hlm 57 16 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hokum (Jakarta: Granit, 2004), hlm 92 17 M. Hariwijaya, Pedoman Penuilisan Ilmiah (Yogyakarta: Oryza 2008) hlm 63

Page 18: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

pada penulisan tesis ini. Penelitian dilakukan dengan mengkaji pandangan

tentang pemilihan pemimpin non muslim dari segi fiqih kebinekaan

3. Analisis data

Setelah data terkumpul, dilakukan penganalisaan dengan

menggunakan analisis deduktif dan induktif terhadap pemilihan pemimpin

non muslim. Deduksi merupakan cara menarik kesimpulan dari yang

umum ke yang khusus dengan cara menerapkan suatu norma hokum bagi

penyelesaian suatu perkara dengan menerapkan suatu hokum in-abstraco

dalam memecahkan suatu masalah hokum in-concerto. Adapun induksi

adalah proses berfikir untuk memperoleh kesimpulan yang beranjak dari

yang khusus ke yang umum dengan cara membuat suatu generalisasi dari

berbagai kasus yang ada.

F. Sistematika Penulisan

Dari penelitian yang akan penulis lakukan, maka akan disusun sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diperkuat tentang hal-hal yang berkenaan dengan metodologi

penelitian. Cakupannya meliputi: latar belakang penelitian, rumusan

masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode

penelitian, sistematika penulisan.

BAB II KONSEP PEMIMPIN

Pada bab ini dimuat tinjauan pustaka yang berkenaan tentang kerangka

konsep pemimpin secara umum

Page 19: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

BAB III FIQIH KEBINEKAAN

Pada bab ini dimuat objek penelitian yang berkenaan tentang Fikih

Kebhinekaan

BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini dimuat hasil analisis terkait dengan pembahasan masalah yang

akan diungkap dalam tesis ini, yaitu analisis pemilihan pemimpin non

muslim dari presfektif fiqih kebinekaan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terakhir ini memuat kesimpulan dari apa yang telah dielaborasi

pada bab sebelumnya, juga berisi tentang saran-saran yang layak

dipertimbangkan.

G. Defenisi Operasional

1. Analisis adalah penguraian dan peneleahan secara menyeluruh dan

mendalam. Analisis yang dimaksud untuk menghasilkan kesimpulan

terhadap pandangan fiqih kebhinekaan terhadap pemilihan pemimpin non

muslim di indonesia.

2. Pemimpin adalah orang yang mengemban tugas dan tanggung jawab untuk

memimpin dan bisa mempengaruhi orang yang dipimpinnya.

3. Pemimpin Non muslim adalah seorang pemimpin yang menganut agama

selain agama Islam

Page 20: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

4. Fiqih kebhinekaan adalah sebuah judul buku yang memuat tulisan dari

buah fikir para tokoh cendikiawan muslim kontenporer di Indonesia yang

berasal dari latar belakang yang terlibat dalam halaqah fiqih kebhinekaan.

H. Kajian Terdahulu

Agar lebih mudah dan memperjelas kerangka teoritis yang telah

dikemukakan untuk itu disampaikan beberapa penelitian terdahulu yang

relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Jurnal yang dipublikasikan oleh Sippah Chotban tahun 2018 yang

berjudul Hukum memilih pemimpin non muslim. Dalam jurnal ini

penulis menyimpulkan bahwa pemimpin harus adil, amanah

bermusyawarah dan menegakkan amr almaruf wa nahy mungkar.

Hukum memilih pemimpin non muslim diisyaratkan dalam Al-Quran

salah satunya dalam Q.S al-Maidah/5:51. Selanjutnya beberap ulama

mengatakan haram memilih pemimpin non muslim. Ada beberapa

ulama yang memberikan kelonggaran/moderat dengan memebrikan

syarat ketika dalam keadaaan darurat maka dibolehkan. MUI

memebrikan fatwanya bahawa memilih pemimpin non muslim adalah

hukumnya haram. Namun keterlibatan kaum kafir dzimmi dalam

pemerintahan dibolehkan pada posisi yang strategis seperti pemimpin

maupun majelis syura.

2. Jurnal yang dipublikasikan oleh Hasse J tahun 2018 yang berjudul

respons publik muda islam tentang kepemimpinan non muslim di

Page 21: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Indonesia. Tulisan ini membahas respon publik muda Islam mengenai

kepemimpinan non muslim di Indonesia. Sistem demokrasi memebrikan

peluang yang sama kepada semua orang untuk menjadi pemimpin dalam

berbagai level pemerintahan. Namun, perdebatan mengenai pemimpin

non-Muslim masih sering terjadi khususnya di kontenporer ini.

Bagaimana kecendrungan publik muda islam merespon hal tersebut,

marupakan salah satu inti yang didiskusikan dalam tulisan ini. Melalui

wawancara dan quisioner serta studi pustaka. Studi ini menemukan tiga

kecenderungan publik muda Islam mengenai kepemimpinan non-

Muslim. Pertama, kecendrungan kelompok yang secara tegas menolak

kepemimpinan bagi non muslim. Penjelasan nash, realitas sosial

Muslim, dan sejarah kepemimpinan nasional menjadi dasar pemikiran

kelompok ini. Kedua, kecendrungan kelompok yang menerima dengan

dasar alasan adalah konteks sosial dan kepentingan politik sehingga

siapapun memiliki peluang dan kesempatan menjadi pemimpin di

tengah mayoritas muslim. Ketiga, kelompok yang cendrung menerima

dengan syarat-syarat tertentu, seperti memiliki kemampuan, komitmen

menegakkan nilai-nilai Islam, dan tidak terjadi diskriminatif.

3. Tesis oleh Jaka Ghianovan tahun 2017 yang berjudul memilih pemimpin

non muslim dalam alquran (studi tafsir alazhar karya Buya Hamka dan

tafsir al-mishbah karya Muhammad Quraish Shihab) penelitian ini

membahas kepemimpinan non-Muslim diwilayah dengan mayoritas

muslim masih menjadi kontroversi. Eksistensi non-muslim dalam

Page 22: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

memimpin suatu negara atau wilayah yang berpenduduk mayoritas

muslim terjadi di banyak negara seperti lebanon, nigeria, dan senegal.

Selain itu hal ini terjadi pula di indonesia dengan adanya pengangkatan

basuki tjahaya purnama yang beragama kristen sebagai gubernur DKI

Jakarta pada 2014 serta kasus pengangkatan lurah lenteng agung yakni

Susan jasmine Zulkifli yang juga beragama kristen serta yulius suharta

yang notabene beragama katholik diangkat menjadi camat pajangan,

kabupaten gunung kidul pada 30 Desember 2016. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa pertama, hamka dengan tegas melarang

pemimpin nonmuslim, sedangkan quraish shihab tidak dengan tegas

melarang memilih pemimpin non muslim selama tidak mengadakan

permusuhan terhadap kaum muslim. Kedua, persamaan antara hamka

dan M. Quraish shihab yakni melarang memilih non muslim jika

terdapat indikasi permusuhan, sedangkan perbedaannya adalah hamka

berpedoman kepada bunyi teks dan m. Quraish shihab berpedoman

kepada konteks.

Page 23: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

BAB II

KONSEP PEMIMPIN

A. Politik

1. Islam dan Politik

Pada perkembangan dinamika pemikiran politik Islam setidaknya

terdapat tiga paradigma tentang hubungan Islam dan negara. Pertama,

paradigma integralistik. Dalam perspektif ini agama dan negara menyatu

(integrated). Wilayah agama meliputi politik atau negara. Negara

merupakan lembaga politik dan keagamaan sekaligus. Karenanya menurut

paradigma ini, kepala negara memegang kekuasaan agama dan politik.

Pemerintahannya diselenggarakan atas “kedaulatan Tuhan”, karena

menurut pendukung paradigma ini meyakini bahwa kedaulatan berasal dan

berada di “tangan Tuhan”. Paradigma ini dianut oleh kelompok Syi’ah.

Hanya saja dalam term politik Syi’ah, untuk menyebut negara (al-daulah)

diganti dengan imamah (kepemimpinan).18

Sebagai lembaga politik yang didasarkan atas legitimasi keagamaan

dan mempunyai fungsi menyelenggarakan “kedaulatan Tuhan”, negara

dalam perspektif Syi’ah bersifat teokratis. Sementara sebagian Sunni

konservatif juga mempunyai pandangan yang sama mengenai integrasi

agama dan negara ini. Paradigma integralistik ini yang kemudian

melahirkan paham negara-agama, di mana kehidupan kenegaraan diatur

18 Abu al-A’la al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, terj Muhammad al-Baqir, (Bandung:

Mizan, 1990), hlm. 272.

Page 24: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dengan menggunakan prinsip-prinsip keagamaan, sehingga melahirkan

konsep Islam din wa dawlah.19

Kedua, Paradigma simbiotik, yakni mengasumsikan bahwa agama

dan negara berhubungan secara simbiotik, yaitu suatu hubungan yang

bersifat timbal balik dan saling membutuhkan. Dalam konteks ini, agama

memerlukan negara, karena dengan negara, agama dapat berkembang.

Sebaliknya, negara juga memerlukan agama, karena dengan agama, negara

dapat berkembang dalam bimbingan etika dan moral-spiritual.

Tampaknya, al-Mawardi, seorang teoritikus politik Islam terkemuka, bisa

disebut sebagai salah satu tokoh pendukung paradigma ini. Sebab dalam

karyanya yang fenomenal, al-Ahkam al-aSulthaniyyah, ia mengatakan:

“Kepemimpinan negara merupakan instrumen untuk meneruskan misi

keNabian dalam memelihara agama dan mengatur dunia”.20

Ketiga, paradigma sekularistik. Paradigma ini menolak kedua

paradigma di atas. Sebagai gantinya, paradigma sekularistik mengajukan

pemisahan (disparitas) agama atas negara dan pemisahan negara atas

agama. Konsep al-dunya-al-akhirah, al-din-aldaulah, umur al-dunya-

umur al-akhirah dikotomikan secara diametral. Tokoh paradigma

sekularistik, salah satunya, adalah ‘Ali ‘Abd al-Raziq, seorang

cendikiawan muslim Mesir. Dalam bukunya al-Islam wa Ushul al-Ahkam,

19 Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, (Mesir: Mustafa al-Babi al-

Halabi wa Auladih, 1979), hlm. 5. 20 Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah,... hlm. 5.

Page 25: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

ia menyatakan bahwa Islam hanya sebuah agama dan tidak ada kaitannya

dengan urusan negara.21

Ketiga katagori ini mengikuti pola yang dibuat oleh Din

Syamsudin, Sedangkan Masykuri Abdillah membaginya kepada

kelompok konservatif, modernis dan sekuler. Sementara Bahtiar Effendi

mengelompokkannya kedalam dua spektrum pemikiran: formal-idealistik

dan substansial-realistik.22

Dalam katagori yang lain diajukan oleh Abdurrahman Wahid.

Menurutnya dalam konteks negara Indonesia pada garis besarnya ada tiga

macam responsi dalam hubungan antar Islam dan negara, yaitu responsi

integratif, fakultatif, dan konfrontatif.23 Islam sebagai agama dan negara

(al-Islam Din wa Daulah) adalah salah satu tema diskursus kontroversial

yang memiliki banyak dimensi. Wacana tentang Islam sebagai agama dan

negara erat kaitannya dengan Islam adalah agama dan dunia (al-Islam Din

wa Dunya). Perdebatan ini terjadi dalam suasana ketika dunia Islam telah

terpecah-pecah atas negara bangsa. Statemen Islam adalah “agama dan

dunia”, dan “Islam adalah agama dan negara” sangat popular di dunia

Islam, terutama pada abad ke-20. Penggunaanya merujuk kepada

pengertian, bahwa agama tidak hanya mencakup masalah kepercayaan,

21 Muhuammad Harfin Zuhdi, Konsep Kepemimpinan Dalam Presfektif Islam,

AKADEMIKA, Vol. 19, No. 01, Januari -Juni 2014 hlm 38 22 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Pres, 1993), hm. 1-3 23 Abdurrahman Wahid, “Mencari Format Hubungan Agama dan Negara”, Kompas, 5

November 1998.

Page 26: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

tetapi juga meliputi pandangan hidup dan perilaku dalam berbagai aspek

kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

Beberapa contoh pengungkapan yang cukup mewakili dapat

disebutkan di sini. Hasan al-Banna (1906-1949), pendiri gerakan Ikhwan

Muslimin di Mesir, mengatakan bahwa ajaran dan hukum Islam mencakup

soal keduniaan dan akhirat. Islam adalah akidah dan ibadah, tanah air dan

kewarganegaraan, agama dan negara, semangat dan aksi, kitab suci dan

pedang. Begitu juga pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad al-

Ghazali (1917-1996), seorang pemikir Muslim dari Mesir, mengatakan

bahwa Islam bukan hanya akidah, melainkan akidah dan syariah; bukan

ibadah saja, melainkan ibadah dan muamalah; bukan hanya keyakinan

individu saja, melainkan sistem sosial dan keyakinan individual. Seorang

cendiawan muslim kontemporer Aljazair yang menetap di Prancis,

Mohammed Arkoun (l. 1928), mengartikan din, dunya, dan daulah sebagai

“agama, masyarakat, dan negara”. Islam sebagai din wa dunya, dan Islam

sebagai din wa daulah, dan masalah yang terkait dengan trilogi din, dunya,

dan daulah, merupakan tema diskursus pemikiran politik Islam abad ke-

20.24

Selanjutnya berkaitan dengan konteks hubungan Islam dan negara

dalam al-Qur’an terdapat sejumlah ayat yang mengandung petunjuk dan

pedoman bagi manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Di

24 Taufik Abdullah dan Johan Hendrik Meuleman, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam:

Dinamika Masa Kini, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), jilid 6, hm. 46.

Page 27: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

antara ayat-ayat tersebut mengajarkan tentang kedudukan manusia di bumi

dan tentang prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam kehidupan

bermasyarakat, seperti prinsip musyawarah atau konsultasi (Q.S. Ali

Imran/3:159; asy-Syura/42:38;), ketaatan kepada pemimpin (Q.S. an-

Nisa’/4:59), keadilan (Q.S. an-Nahl/16:90; an-Nisa’/4:58), persamaan

(Q.S. al-Hujarat/49:13) dan kebebasan beragama (Q.S. al-Baqarah/2:256,

Yunus/10:99, Ali Imran/3:64, al-Mumtahanah/60:8-9).

Agama sebagaimana dinyatakan banyak kalangan, dapat dipandang

sebagai instrumen Ilahiah untuk memahami dunia.25 Islam, dibandingkan

dengan agama lain, sebenarnya merupakan agama yang paling mudah

untuk menerima premis semacam ini. Alasan utamanya terletak pada ciri

Islam yang paling menonjol, yaitu sifatnya yang “hadir di mana-mana”

(omnipresent). Statement ini sebagai sebuah pandangan yang mengakui

bahwa “di mana-mana” kehadiran Islam selalu memberikan “panduan

moral yang benar bagi tindakan manusia”.26

2. Islam dan demokrasi

Di tengah proses demokrasi global, banyak kalangan ahli

demokrasi di antaranya Larry Diamond, Juan J.Linze, Seymour Martin

Lipset, menyimpulkan bahwa dunia Islam tidak mempunyai prospek untuk

menjadi demokratis serta tidak mempunyai pengalaman demokrasi yang

cukup handal. Hal senada juga dikemukakan oleh Samuel P. Hountinton

25 Robert N. Bellah, Beyond Belief: Essay on Religion in a Post-Traditionalist World,

(Berkeley and Los Angeles: University of California press, 1991), hlm 146. 26 Fazlur Rahman, Islam, (Jakarta: Pustaka, 2000), hlm. 241.

Page 28: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

yang meragukan Islam dapat berjalan dengan prinsip-prinsip demokrasi

yang secara struktural lahir di barat. Karena alasan ini lah dunia Islam tidak

menjadi bagian dari proeses gelombang demokrasi dunia.

Setidaknya terdapat tiga pandangan tentang Islam dan demokrasi:

pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda.

Islam tidak bisa disubordinatkan dengan demokrasi karena Islam

merupakan sistem politik yang mandiri (self-sufficient). Dalam bahasa

politik muslim, Islam sebagai agama yang kaffah (sempurna) tidak saja

mengatur persoalan keimanan (aqidah) dan ibadah, melainkan mengatur

segala aspek kehidupan umat manusia termasuk aspek kehidupan

bernegara. Pandangan ini didukung oleh kalangan pemikir muslim seperti

Sayyid Qutb dan ThabaThobai. Hubungan Islam dan demokrasi bersifat

saling menguntungkan secara eksklusif (mutually exclusive). Bagi

penganut demokrasi sebagai satu-satunya sistem terbaik saat ini, Islam

dipandang sebagai sisem politik alternatif terhadap demokrasi.

Sebaliknya, bagi pandangan Islam sebagai sistem yang lengkap (kaffah),

Islam dan demokrasi adalah dua hal yang berbeda karena itu demokrasi

sebagai konsep Barat tidak tepat untuk dijadikan sebagai acuan dalam

hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam masyarakat

muslim, Islam tidak bisa dipadukan dengan demokrasi. 27

27A.Ubaidillah dan Abdul Rozak dkk, Pendidikan Kewargaan (Civic Education)

Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,

2008) hlm 55-56

Page 29: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Kedua, Islam berbeda dengan demokrasi jika demokrasi

didefenisikan secara prosedural seperti dipahami dan dipraktikkan di

negara-negara barat. Kelompok kedua ini menyetujui adanya prinsip-

prinsip demokrasi dalam Islam. Bagi kelompok ini Islam merupakan

sistem politk demokratis. Kalau demokrasi didefenisikan secara substantif,

yakni kedaulatan di tangan rakyat dan negara merupakan terjemahan dari

kedaulatan ini. Dengan demikian, dalam pandangan kelompok ini

demokrasi adalah konsep yang sejalan dengan Islam setelah diadakan

penyesuaian penafsiran terhadap konsep demokrasi itu sendiri. Di antara

tokoh dari kelompok ini adalah Al-Maududi dan Moh. Natsir. 28

Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan

mendukung sistem politik demokrasi seperti yang dipraktekkan negara-

negara maju. Islam di dalam dirinya demokrasi tidak hanya karena prinsip

syura (Musyawarah), tetapi juga karena adanya konsep ijtihad dan ijma

(konsensus). Seperti yang dinyatakan oleh pakar ilmu politik R. William

Liddle dan Saiful Muja di Indonesia pandangan yang ketiga tampaknya

yang lebih dominan karena demokrasi sudah menjadi bagian integral

sistem pemerintahan Indonesia dan negara-negara muslim lainnya. 29

Penerimaan negara-negara muslim (dunia Islam) terhadap

demokrasi sebagaimana yang dikemukan oleh kelompok yang ketiga ini,

tidak berarti bahwa demokrasi dapat tumbuh dan berkembang di negara

28A.Ubaidillah dan Abdul Rozak dkk, Pendidikan Kewargaan..., hlm 55 29A.Ubaidillah dan Abdul Rozak dkk, Pendidikan Kewargaan ..., hlm 55

Page 30: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

muslim secara otomatis. Bahkan yang terjadi adalah kebalikannya dimana

negara-negara muslim justru merupakan negara yang tertinggal dalam

berdemokrasi, sementara kehadiran rezim otoriter disejumlah negara

muslim pada umumnya menjadi kecenderungan yang dominan.

Terdapat beberapa argumen teoritis yang bisa menjelaskan

lambannya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam.

Pertama, pemahaman doktrinal menghambat praktek demokrasi. Teori ini

dikembangkan oleh Ellie Khudourie bahwa gagasan demokrasi masih

cukup asing dalam tradisi pemikiran. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan

kaum muslim yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu yang

bertentangan dengan Islam. Untuk mengatasi hal ini perlu dikembangkan

upaya liberalisasi pemahaman keagamaan dalam mencari konsesus dan

sintetesis antara pemahaman doktrin Islam dengan teori-teori modern

deperti demokrasi dan kebebasan.30

Kedua, persoalan kultur. Demokrasi sebenarnya telah dicoba di

negara-negara muslim sejak paruh pertama abad 20, tetapi gagal.

Tampaknya dia tidak akan sukses pada masa-masa mendatang, karena

warisan kultural masyarakat muslim sudah terbiasa dengan otokrasi dan

ketaatan obsolut kepada pemimpin, baik pemimpin agama maupun

penguasa. Teori ini dikembangkan oleh Bernard Lewis. Karena itu langkah

yang sangat diperlukan adalah penjelasan kultural kenapa demokrasi

30 A.Ubaidillah dan Abdul Rozak dkk, Pendidikan Kewargaan ..., hlm 56

Page 31: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

tumbuh subur di Eropa, sementara di kawasan dunia Islam malah

otoritarianisme yang tumbuh dan berkembang.31

Menurut sebagian ahli, persoalan kultur politik (political culture)

di tenggarai sebagai yang paling bertanggung jawab atas tidak

berkembangnya demokrasi di negara-negara muslim termasuk di

Indonesia. Tuduhan ini tidaklah tanpa alasan, karena jika dikaitkan secara

diktrinal pada dasarnya hampir tidak dijumpai hambatan teologis

dikalangan umat Islam yang memperhadapkan demokrasi vis a vis Islam.

Oleh karena itu, fokus perdebatannya tidak lagi pada apakah Islam

compatible dengan demokrasi, melainkan bagaimana keduanya saling

memperkuat (muatually reinforcing)32

Ketiga, lambatnya pertumbuhan demokrasi di dunia Islam tidak ada

hubungan dengan teologi maupun kultur, melainkan lebih terkait dengan

sifat alamiah demokrasi itu sendiri. Untuk membangun demokrasi

diperlukan kesungguhan, kesabaran, dan diatas segalanya adalah waktu.

Jhon Esposito dan O. Voll adalah diantara tokoh yang optimis terhadap

masa depan demokrasi di dunia Islam, sekali pun Islam tidak memiliki

tradisi kuat dalam berdemokrasi.33

Dalam kontek Indonesia, tampaknya kesabaran dan kesungguhan

yang diharapkan kedua pakar Islam tersebut semestinya dihayati oleh umat

Islam, khususnya kalangan pemimpin mereka. Kesungguhan dan

31 A.Ubaidillah dan Abdul Rozak dkk, Pendidikan Kewargaan ..., hlm 56 32 A.Ubaidillah dan Abdul Rozak dkk, Pendidikan Kewargaan ..., hlm 56 33 A.Ubaidillah dan Abdul Rozak dkk, Pendidikan Kewargaan ..., hlm 56

Page 32: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

kesabaran dari kalangan pemimpin muslim Indonesia untuk membangun

demokrasi di negeri ini dapat di uji melalui kesungguhan mereka untuk

tidak menggunakan otoritas keagamaan yang mereka miliki untuk

kepentingan sesaat yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan urusan

agama. Sementara kesabaran mereka selayaknya di aktualisasikan dengan

cara bersabar untuk menjadi figur teladan bagi pengikutnya dalam

bersikap dan bertindak demokrasi.

B. Kepemimpinan

1. Kepemimpinan Islam

Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan dua elemen yang saling

berkaitan. Artinya, kepemimpinan (style of the leader) merupakan

cerminan dari karakter atau perilaku pemimpinnya (leader behavior).

Perpaduan atau sintesis antara “leader behavior dengan leader style”

merupakan kunci keberhasilan pengelolaan suatu institusi atau dalam skala

yang lebih luas adalah pengelolaan daerah, dan bahkan negara. Dengan

demikian, maka dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan merupakan

kemampuan seseorang untuk meyakinkan orang lain agar orang lain

dengan sukarela mau diajak untuk melaksanakan kehendaknya atau

gagasannya. Jika dicari persamaan kata kepemimpinan dalam bahasa arab

ternyata banyak istilah yang ditemui dalam al-quran yang berkaitan

dengan kepemimpinan diantaranya yaitu :

Istilah pertama, Khalifah. Kata Khalifah disebut sebanyak 127 kali

dalam alQur’an, yang maknanya berkisar diantara kata kerja:

Page 33: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

menggantikan, meninggalkan atau kata benda pengganti atau pewaris,

tetapi ada juga yang artinya telah “menyimpang” seperti berselisih,

menyalahi janji, atau beraneka ragam.34 Sedangkan dari perkataan khalf

yang artinya suksesi, pergantian atau generasi penerus, wakil, pengganti,

penguasa “yang terulang sebanyak 22 kali dalam Al-Qur’an” lahir kata

khilafah. Kata ini menurut keterangan Ensiklopedi Islam, adalah istilah

yang muncul dalam sejarah pemerintahan Islam sebagai institusi politik

Islam, yang bersinonim dengan kata imamah yang berarti

kepemimpinan.35

Istilah kedua, Imam. Dalam al-Qur’an, kata imam terulang

sebanyak 7 kali dan kata aimmah terulang 5 kali. Kata imam dalam Al-

Qur’an mempunyai beberapa arti yaitu, nabi, pedoman, kitab/buku/teks,

jalan lurus, dan pemimpin. Konsep imam dari beberapa ayat (QS. al-

Furqan:74, al-Anbiya: 73, al-Baqarah: 124, dan al-Qashash: 4)

menunjukkan suami sebagai pemimpin rumah tangga dan juga nabi

Ibrahim sebagai pemimpin umatnya. Konsep imam di sini, mempunyai

syarat memerintahkan kepada kebajikan sekaligus melaksanakannya. Dan

juga aspek menolong yang lemah sebagaimana yang diajarkan Allah, juga

dianjurkan.36

34 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep

Kunci, (Cet. II; Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 349. 35 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an:,... hlm. 357. 36 Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Cet.

I; Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 197-199.

Page 34: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Istilah Ketiga, Ulu al-Amri. Istilah Ulu al-Amri oleh ahli Al-Qur’an,

Nazwar Syamsu, diterjemahkan sebagai functionaries, orang yang

mengemban tugas, atau diserahi menjalankan fungsi tertentu dalam suatu

organisasi.37 Hal yang menarik memahami konsep uli al-Amri ini adalah

keragaman pengertian yang terkandung dalam kata amr. Istilah yang

mempunyai akar kata yang sama dengan amr yang berinduk kepada kata

a-m-r, dalam Al-Qur’an berulang sebanyak 257 kali. Sedang kata amr

sendiri disebut sebanyak 176 kali dengan berbagai arti, menurut konteks

ayatnya.38 Kata amr bisa diterjemahkan dengan perintah (sebagai perintah

Tuhan), urusan (manusia atau Tuhan), perkara, sesuatu, keputusan (oleh

Tuhan atau manusia), kepastian (yang ditentukan oleh Tuhan), bahkan

juga bisa diartikan sebagaia tugas, misi, kewajiban dan kepemimpinan.39

Sulthan, akar kata ini adalah sin-lam-tha` dengan makna pokok

yakni “kekuataan dan paksaan” kata sulthan dalam al-Qur`an

dipergunakan sebagai kekuasaan, kekutaan memaksa, alasan, bukti dan

ilmu pengetahuan.40 Penggunaan kata sultan untuk makna pemimpin

tersebut berkonotasi sosiologis, karena ia berkenaan kemampuan untuk

mengatasi orang lain. Sehingga jelaslah bahwa kata tersebut lebih relevan

dengan konsep kemampuan dari pada konsep kewenangan (otoritas).41

37 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an:,... hlm. 466. 38 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an:,... hlm. 466 39 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an:,... hlm. 466 40 Muhammad Ibrahim Ismail, Mu`jam al-Alfazh wa al-A`lam al-Qur`aniyat (al-Qahirat:

Dar alFikr al-Arabi, t.th), hm. 274. 41 Abdul Muin Salim, Fiqh SIyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur`an (Cet.

III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 159-160

Page 35: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Sedangkan, kata mulk. Mengandung makna pokok “keabsahan dan

kemampuan” sehingga konsep kepemimpinan dalam makna kata ini

dengan sifat umum dan berdimensi pemilikan. Bertolak dari defenisi diatas

bahwa kata malik tidak hanya bermakna kekuasaan tetapi juga bermakna

kepemilikan. Sehingga jika dikaitkan dengan kekuasaan politik,

berimplikasi sebagai pemimpin sebagai pemberian Tuhan kepadanya.42

Sehingga kata mulk ini sekiranya tidak relevan dipergunakan dalam

konteks kepemimpinan politik.

Di samping itu al Quran juga menyebutkan kata qawwamah sebagai

makna pemimpin, kata tersebut menunjukkan rasa tanggung jawab penuh

laki-laki terhadap wanita. Hal inilah yang menjadikan laki-laki didaulat

menjadi pemimpin bagi wanita. Qawwamah memiliki makna selalu

bekerja sehingga mengisyaratkan bahwa di dalam perkerjaan tersebut

terdapat kesusahan.43

2. Konsep Kepemimpinan Ideal

Secara historis, konsep kepemimpinan ideal dalam Islam

dicontohkan secara langsung oleh Nabi Muhamad SAW dengan model

prophetic leadership. Diskursus tentang model kepemimpinan ini tidak

bisa lepas dari pembicaraan tentang para nabi dan rasul. Sebab mereka

adalah contoh pemimpin yang paling utama di antara banyak contoh

kepemimpinan dalam sejarah umat manusia. Mereka adalah pribadi

42 Abdul Muin Salim, Fiqh SIyasah:,... hlm 160-162 43 Muhammad Mutawally al-Sha’rawi, Tafsir al-Sha’rawi , Vol 4 ( Kairo : Matabi’

Akhbar al Yaum, 1997), hlm. 2193

Page 36: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

pribadi pilihan yang sekaligus juga pemimpin-pemimpin pilihan

sepanjang zaman. Mereka juga adalah sumber utama yang menginspirasi

lahirnya konsep prophetic leadership dalam kajian-kajian tentang konsep

kepemimpinan.

Para rasul adalah manusia pilihan untuk memimpin umat manusia

menuju jalan kebenaran. Kepemimpinan mereka bersifat spiritualistik,

karena lekat dengan nilai-nilai ilahiah. Dengan demikian maka para rasul

ini mendasarkan kepemimpinan dirinya pada kebenaran yang berasal dari

Allah dalam membimbing, melayani, mencerahkan, dan melakukan

perubahan. Kepemimpinan para rasul ini merupakan manifestasi dari

hakikat manusia sebagai khalifah fil ardhi. Sebagai khalifah, manusia

adalah wakil Tuhan yang diberi amanah untuk memimpin dan memelihara

bumi-Nya dan segala isinya dari kerusakan. Makna khalifah dalam diri

manusia sebagai pemimpin diimplementasikan dalam karakter-karakter

kepemimpinan yang senantiasa berpegang pada nurani.

Apabila dicermati kisah sirah kehidupan Rasulullah, maka akan

ditemukan berbagai macam contoh i’tibar dan hikmah sebagai inspirasi

bagi manusia.. Dalam konteks kepemimpinan terlihat bagaimana Rasullah

membangun kepercayaan dan kehormatan dari kaumnya. Sebelum

menjadi nabi Rasullullah sudah medapat gelar al-amin yang artinya bisa

dipercaya. Sebuah gelar yang menununjukkan kredibilitas beliau di mata

kaumnya. Kemudian terlihat bagaimana model dan style kepemimpinan

beliau ketika menyelesaikan kasus pengembalian Hajar Aswad ke dalam

Page 37: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

ka’bah. Semua kabilah suku Arab merasa puas terhadap cara Rasulullah

melakukan negosiasi dan kompromi dalam menyelesaikan silang sengketa

dengan mengakomodir aspirasi semua pihak secara cerdas dengan

pendekatan win-win solution. Jhon L. Esposito dalam Ensiklopedi

Oxford44, secara eksplisit menyatakan bahwa Muhammad SAW adalah

seorang Nabi dan Rasul Allah yang telah membangkitkan salah satu

peradaban besar di dunia.

Michael Hart, seorang penulis non muslim dengan sangat objektif

menempatkan nama Muhammad SAW di urutan pertama tokoh paling

berpengaruh sepanjang sejarah dunia. Secara eksplisit ia

menyatakan:“Muhamad adalah satu satunya pemimpin dunia yang sukses

sebagai personal, negarawan sekaligus pemimpin spiritual yang agung.

Hal itu yang membuat pilihan pertama sangat layak jatuh kepadanya” ‘’Ia

satu-satunya orang yang berhasil meraih kesuksesan luar biasa, baik dalam

hal agama maupun duniawi.’’ 45

Muhammad SAW tak hanya dikenal sebagai pemimpin umat Islam,

beliau juga dikenal sebagai seorang negarawan teragung, hakim teradil,

pedagang terjujur, pemimpin militer terhebat dan pejuang kemanusiaan

tergigih. Nabi Muhammad SAW terbukti telah mampu memimpin sebuah

bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa

yang maju yang bahkan sanggup mengalahkan bangsa-bangsa lain di dunia

44 Jhon L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001) 45 Michael H. Hart The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History. first

published in 1978, reprinted with minor revisions 1992. ISBN 978-0-8065-1068-2.

Page 38: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

pada masa itu. Afzalur Rahman dalam Ensiklopedi Muhammad Sebagai

Negarawan,46 mengungkapkan bahwa dalam tempo kurang lebih satu

dekade, Muhammad SAW berhasil meraih berbagai prestasi yang tak

mampu disamai pemimpin negara mana pun. Bahkan dalam analisis

Montgomery Watt, inisiatif Nabi Muhammad SAW yang berusaha

mempersatukan penduduk Madinah menjadi satu umat merupakan politik

tipe baru. Ia menulis “…the people of Madinah were now regardas

constituting a political unit a new type, an ummah or community”47

Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa Nabi Muhammad

adalah super leader dengan model kepemimpinan prophetic leadership.

Nabi Muhammad seorang pemimpin negara yang luar biasa spektakuler

yang bisa membangun sebuah tatanegara yang adil. Nabi Muhammad juga

seorang pemimpin agama yang mengagumkan.

Rasulullah SAW bisa menggabungkan dua kepemimpinan dalam

satu tubuh. Pemimpin agama dan pemimpin dunia. Teladan kepemimpinan

sejati memang sesungguhnya terdapat pada diri Rasulullah SAW karena

beliau adalah pemimpin yang holistic, accepted, dan proven. Holistic

karena Nabi Muhammad adalah pemimpin yang mampu mengembangkan

prophetic leadership dalam berbagai bidang termasuk di antaranya: self

development, bisnis, dan entrepeneurship, kehidupan rumah tangga yang

harmonis, tatanan masyarakat yang akur, sistem politik yang bermartabat,

46 Fazlur Rahman, Ensiklopedi Muhammad Sebagai Negarawan Agung, (Bandung:

Mizan, 2012). 47 W. Montgomery Watt, Islamic Political Thought, (Edinburgh: Edinburgh University

Press, 1968), hlm. 94.

Page 39: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

sistem pendidikan yang bermoral dan mencerahkan, sistem hukum yang

berkeadilan, dan strategi pertahanan yang jitu serta memastikan keamanan

dan perlindungan warga negara.

Dalam waktu relatif singkat, sekitar 23 tahun risalahnya telah

menembus batas-batas teritorial kewilayahan dan logika akal manusia.

Pengikut ajarannya pun semakin bertambah banyak. Dalam waktu sekejap

sejarah mencatat bahwa ajaran Islam yang dibawanya telah meluas dari

jazirah kecil tak ternama menjadi sepertiga dunia yang makmur dan

digdaya. Bagaimana Rasulullah menjadi dapat menjadi pemimpin yang

demikian hebatnya? Jawabannya hanya satu, karena Rasulullah memimpin

dengan kekuatan spiritualitasnya, bukan karena posisi, jabatan, atau

sesuatu yang dibeli dengan uang dan kekuasaan. Yang ditaklukan oleh

Rasulullah bukan posisi atau jabatan tetapi hati para pengikutnya. Dalam

teori kepemimpinan modern, model pemimpin seperti ini dimanakan level

5th leader.48 Level 5th leader adalah level pemimpin yang telah melewati

level-level sebelumnya. Pada tahap ini seorang menjadi pemimpin karena

kekuatan personalnya dan visi serta cita-citanya. Bandingkan dengan

orang yang memimpin dengan mengandalkan posisi dan jabatannya atau

ia menjadi pemimpin karena “membeli” kepemimpinan itu dengan harga

yang mahal. Mungkin hal inilah yang menyebabkan para sahabat begitu

menghormati Rasulullah. Bahkan musuh Rasulullah gentar dengan berkata

48 http://taufiqsuryo.wordpress.com/2009/02/21/prophetic-leader diakses 12 April 2014.

Page 40: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

bahwa tidak ada pemimpin yang diperlakukan oleh orang yang

dipimpinnya sebagaimana Rasullullah diperlakukan oleh para sahabatnya.

Kepemimpinannya accepted karena diakui lebih dari 1,3 milyar

manusia. Kepemimpinannya proven karena sudah terbukti sejak lebih 15

abad yang lalu hingga hari ini masih relevan untuk diterapkan. Muhammad

SAW adalah manusia yang luar biasa, namun bukan tidak mungkin untuk

diteladani dan diikuti jejak-jejak kesuksesannya yang multidimensi,

karena ada satu adagium yang menyatakan bahwa kepemimpinan yang

baik dapat memberikan inspirasi bagi peradaban manusia. Demikianlah

cetak biru kepemimpinan dalam Islam dengan model prophetic leadership

yang digagas dan dikembangkan oleh Nabi Muhammad SAW; yang bukan

hanya berorientasi untuk memenangkan posisinya sebagai pemimpin,

tetapi juga memenangkan hati para pengikutnya dengan berbasis pada visi

kemaslahatan, sesuai dengan kaidah: Tasharruf al-Imam ‘ala al-Ra’iyah

Manutun bi al-Mashlahah. Singkatnya, model prophetic leadership ala

Nabi Muhammad SAW adalah contoh terbaik yang bisa dijadikan sebagai

role model yang inspiratif sebagaimana firman Allah SWT:

”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah

dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(Q.S

:33; Al- Ahzab :21)

3. Prinsip Kepemimpinan Islam

Page 41: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Al-Qur’an menyebutkan prinsip-prinsip kepemimpinan antara lain,

amanah, adil, syura (musyawarah), dan amr bi al-ma’ruf wa nahy ‘an al-

munkar. Dalam Kamus Kontemporer (al-‘Ashr), amanah diartikan dengan

kejujuran, kepercayaan (hal dapat dipercaya).49 Amanah ini merupakan

salah satu sifat wajib bagi Rasul. Ada sebuah ungkapan “kekuasan adalah

amanah, karena itu harus dilaksanakan dengan penuh amanah”. Ungkapan

ini menurut Said Agil Husin Al-Munawwar, menyiratkan dua hal.

Pertama, apabila manusia berkuasa di muka bumi, menjadi khalifah, maka

kekuasaan yang diperoleh sebagai suatu pendelegasian kewenangan dari

Allah SWT (delegation of authority) karena Allah sebagai sumber segala

kekuasaan. Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki hanyalah sekedar

amanah dari Allah yang bersifat relatif, yang kelak harus

dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Kedua, karena kekuasaan itu

pada dasarnya amanah, maka pelaksanaannya pun memerlukan amanah.

Amanah dalam hal ini adalah sikap penuh pertanggungjawaban, jujur dan

memegang teguh prinsip. Amanah dalam arti ini sebagai prinsip atau

nilai.50Mengenai Amanah ini Allah berfirman:

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,

bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul

amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan

49 Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Mudlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia,

(Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, tt), hlm. 215. 50 Al-Munawar, Al-Qur’an..,h. 200.

Page 42: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu

amat zalim dan amat bodoh”. (Q.S. Al-Ahzab: 72)

Menurut Hamka, sebagaimana dikutip Dawam, bahwa ayat tersebut

bermaksud menggambarkan secara majaz atau dengan ungkapan, betapa

berat amanah itu, sehingga gunung-gunung, bumi dan langitpun tidak

bersedia memikulnya. Dalam tafsir ini dikatakan bahwa hanya manusia

yang mampu mengemban amanah, karena manusia diberi kemampuan itu

oleh Allah, walaupun mereka ternyata kemudian berbuat dzalim, terhadap

dirinya sendiri, maupun orang lain serta bertindak bodoh, dengan

mengkhianati amanah itu.51

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan

dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang

sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha

Mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S. Al-Nisa’: 58)

Dua ayat di atas jelas menunjukkan perintah Allah mengenai harus

dilaksanakannya sebuah amanah. Manusia dalam melaksanakan amanah

yang dikaitkan dengan tugas kepemimpinannya memerlukan dukungan

dari ilmu pengetahuan dan hidayah dari Allah. Hal ini dapat dilihat firman

Allah “Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya

kepadamu”, pengajarannya bisa lewat hidayah yang merupakan anugerah

51 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an,... hlm. 195.

Page 43: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dari Allah, juga bisa melalui ilmu pengetahuan. Dalam Al-Qur’an, istilah

Amanah juga diungkapkan dengan kata Risalah

“Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku

sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat

Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu

tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat”. (Q.S. Al-

A’raf: 79)

Dalam ayat di atas, kata risalah yang dimaknai amanat. Maksudnya

disini Allah telah memberikan amanat kepada nabi Shaleh untuk

menyampaikan ajaran Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umatnya dan

Nabi di sini juga berfungsi sebagai pemimpin bagi umatnya.52

Prinsip kedua adalah Adil. Kata ini merupakan serapan dari bahsa

arab ‘adl. Dalam Al-Qur’an, istilah adil menggunakan tiga term yaitu ‘adl,

qisth dan haqq. Dari akar kata ‘a-d-l sebagai kata benda, kata ini disebut

sebanyak 14 kali dalam Al-Qur’an. Sedangkan kata qisth berasal dari akar

kata q-s-th, diulang sebanyak 15 kali sebagai kata benda. Sedangkan kata

haqq dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 251 kali.53 Adapun ayat-ayat

yang berbicara mengenai keadilan antara lain

Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan”. Dan

(katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang

52 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an,... hlm. 196. 53 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an,... hlm. 369.

Page 44: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu

kepadaNya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada

permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)”.

(Q.S. Al-A’raf: 29)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menyuruh orang

menjalankan keadilan. Secara konkret, yang disebut keadilan (qisth) itu

adalah: (a) mengkonsentrasikan perhatian dalam shalat kepada Allah dan

(b) mengikhlaskan ketaatan kepadaNya.54 Dari uraian tersebut dapat

ditarik kepada aspek kepemimpinan, yaitu seorang pemimpin harus benar-

benar ikhlas dalam menjalankan tugasnya dan juga orientasinya semata-

mata karena Allah. Sehingga ketika dua hal tersebut sudah tertanam, maka

akan melahirkan perilaku yang baik

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan

dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang

sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha

Mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S. Al-Nisa’: 58)

Ayat di atas juga telah disinggung pada pembahasan amanah,

karena ayat tersebut mengajarkan manusia tentang dasar-dasar

pemerintahan yang baik dan benar yaitu menjalankan amanah dan

menetapkan suatu hukum dengan adil.

54 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an,... hlm. 370

Page 45: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Prinsip ketiga adalah syura. Istilah ini berasal dari kata syawara,

yang secara etimologis berarti mengeluarkan madu dari sarang lebah.55

Pararel dengan definisi ini, kata syura dalam bahasa Indonesia menjadi

“musyawarah” mengandung makna segala sesuatu yang dapat diambil

atau dikeluarkan dari yang lain untuk memperoleh kebaikan. Hal ini

semakna dengan pengertian lebah yang mengeluarkan madu yang berguna

bagi manusia.56 Dengan demikian, keputusan yang diambil berdasarkan

musyawarah merupakan sesuatu yang baik dan berguna bagi kepentingan

manusia.

Para intelektual Islam telah sepakat bahwa salah satu prinsip ajaran

Islam tentang kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah prinsip

musyawarah (syura). Prinsip ini sebagaimana terdapat dalam surat al-

Syura: 38, dan surat Ali Imran: 159. Nabi Muhammad SAW telah

mempraktikan prinsip ini bersama sahabatnya setiap mengambil

keputusan yang bersifat publik, meski nabi sendiri seorang yang ma’shum

yang senantiasa berada dalam kontrol Allah SWT. Bahkan tidak jarang

nabi mengambil keputusan atas dasar suara terbanyak. Misalnya, ketika

nabi memutuskan tentang posisi kaum muslimin dalam perang Uhud untuk

melakukan tindakan ofensif dalam menghadapi serbuan kaum

musyrikin.57

55 Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: dar al-Shadir, 1968), Jilid IV, hlm. 434. 56 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 469. 57 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an,... hlm. 375

Page 46: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Dalam al-Qur’an ada dua ayat yang secara spesifik menerangkan

tentang musyawarah. Yang pertama berasal dari kata kerja syawara-

yusyawiru yang merujuk pada surat Ali Imran ayat 159; dan yang kedua

berasal dari kata syura yang merujuk pada surat Asy-Syura ayat 38.

Adapun ayat-ayat tersebut di atas yaitu:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah

lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi

berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.

Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,

dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah

kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

bertawakkal kepada-Nya”. (Q.S. Ali Imran: 159)

Dari kata “wa syawir hum” yang terdapat pada ayat ini mengandung

konotasi “saling” atau “berinteraksi”, antara yang di atas dan yang

dibawah.58 Dari pemahaman tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

pemimpin yang baik adalah yang mengakomodir pendapat bawahannya

artinya tidak otoriter.

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan

Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka

(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka

58 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an,... hlm. 443.

Page 47: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada

mereka”. (Q.S. Al-Syura: 38)

Jika pada ayat sebelumya menunjukkan adanya interaksi, maka

pada ayat ini yakni istilah syura terkandung konotasi “berasal dari pihak

tertentu”. Dari sini juga dapat ditarik pemahaman bahwa tidak selamanya

pemimpin harus mendengarkan bawahannya, artinya pemimpin harus bisa

memilih situasi dan kondisi kapan dia harus mendengarkan bawahannya

dan kapan pula dia harus memutuskan secara mandiri. Jadi pemimpin yang

baik adalah pemimpin yang situasional. Sementara itu, Abdullah Yusuf

Ali, ahli tafsir kontemporer, ketika menafsiri suarat al-Syura:38

menyatakan bahwa:

“Musyawarah” inilah kata-kata kunci dalam surat ini dan

menunjukkan secara ideal apa yang harus ditempuh seseorang baik dalam

berbagai urusannya, sehingga di satu pihak kiranya ia tidak menjadi terlalu

egoistis dan di pihak lain kiranya tidak mudah meninggalkan tanggung

jawab yang dibebankan atas dirinya sebagai pribadi yang

perkembangannya akan diperhatikan dalam pandangan Tuhan. prinsip ini

sepenuhnya dilaksanakan oleh Nabi dalam kehidupan beliau baik pribadi

maupun umum dan sepenuhnya diikuti oleh para penguasa Islam pada

masa awal”59

Prinsip keempat, amr ma’ruf nahi munkar yaitu “suruhan untuk

berbuat baik serta mencegah dari perbuatan jahat.” Istilah itu diperlakukan

59 Abdullah Yusuf Ali, The Holy Quran, Text, Translation and Comentary, (Lahore:

Shaikh Muhammad Ashraf, 1938), hlm. 1257.

Page 48: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dalam satu kesatuan istilah dan satu kesatuan arti pula, seolah-olah

keduanya tidak dapat dipisahkan.60 Sedangkan kata ma’ruf dengan segala

derivasinya, terulang sebanyak 71 kali, dan terbanyak didapati dalam surah

al-Baqarah sebanyak 20 kali. Tidak dapat dipungkiri, bahwa antara yang

ma’ruf serta munkar selalu berdampingan. Di mana ada orang berlaku

ma’ruf, di sana juga ada yang berlaku munkar. Itu juga kiranya pada

sembilan tempat istilah amar ma’ruf dalam al-Qur’an, selalu diikuti oleh

nahi munkar, kecuali pada ayat 199 surah al-A‘râf. Didahulukannya kata

amar ma’ruf kemudian nahi munkar bermakna filosofis, bahwa dalam

segala hal kita dituntut untuk berlaku ma’ruf terlebih dahulu. Dengan

perbuatan ma’ruf ini, diharapkan akan mendatangkan keinsafan dan

kesalehan di kalangan masyarakat, sehingga hal-hal yang munkar dapat

diminimalisir atau bahkan ditiadakan. Kalau demikian adanya, maka

sebenarnya dengan berlaku amar ma’ruf secara tidak langsung kita telah

mencegah hal yang munkar.

Semakin banyak hal ma’ruf yang terealisasi maka secara langsung

akan meminimalisir adanya kemunkaran. Itu juga kiranya dinyatakan

dalam hadis Nabi dari Abû Sa‘îd al-Khudriy dinyatakan, bahwa setiap

orang diperintah (berkewajiban) mencegah hal yang munkar sesuai dengan

kemampuannya.61 Adapun ayat-ayat al-Qur’an berkaitan dengan hal

tersebut antara lain

60 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an,... hlm. 619. 61 Muslim ibn al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairiy al-Naisaburiy, Shahih Muslim,

(Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabiy, t.th.), jilid I, hlm. 69.

Page 49: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari

yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali Imran:

104)

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian

mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka

menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar,

mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan

RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya

Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. Al-Taubah: 71)

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di

muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,

menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar;

dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”. (Q.S. Al-Hajj: 41)

Ketiga ayat tersebut secara eksplisit menunjukkan perintah amr

ma’ruf dan nahy munkar. Ma’ruf diartikan sebagai segala perbuatan yang

mendekatkan diri kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala perbuatan

yang menjauhkan dari pada-Nya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa

prinsip kepemimpinan amr ma’ruf dan nahi munkar sangat ditekankan

Page 50: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

oleh Allah karena dari prinsip ini akan melahirkan hal-hal yang akan

membawa kebaikan pada suatu kepemimpinan.

4. Pandangan Ulama Terhadap Dalil-Dalil Tentang Kepemimpinan

Menurut Mujar Ibnu Syarif ke dua belas ayat dibawah meskipun

memiliki redaksi yang berbeda satu sama lain, namun mengacu kepada

satu inti persoalan yang sama. Yang pada intinya umat islam dilarang

untuk memilih non-muslim menjadi pemimpin baik secara eksplisit

maupun secara implisit, terutama dipilih sebagai pemimpin negara atau

pemimpin pemerintah.62 Dan ayat-ayat ini dijadikan sebagai dalil bagi

ulama yang melarang memilih pemimpin non-muslim.

Terkait boleh atau tidaknya umat Islam untuk memilih pemimpin

dari kalangan non muslim ternyata pandangan para ulama dapat dibagi

menjadi tiga kelompok antara pendapat yang melarang dan membolehkan

a. Pendapat ulama yang melarang

Dalil dalil tentang terkait larangan memilik pemimpin nonmuslim

62 Mujar Ibnu Syarif , Presiden Non-Muslim Dinegara Muslim: Tinjauan dari Prespektif

Politik Islam dan Relevansinya dalam Konteks Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan) hlm.

80

Page 51: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Artinya : Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi

wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat

demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena

(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah

memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada

Allah kembali (mu).

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang

Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian

mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa

diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka

Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya

Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil Jadi

pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu Jadi buah ejekan

dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab

sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). dan

bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang

beriman.

Page 52: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku

dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada

mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; Padahal

Sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang

kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu

beriman kepada Allah, Tuhanmu. jika kamu benar-benar keluar untuk

berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat

demikian). kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita

Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. aku lebih

mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.

dan Barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, Maka

Sesungguhnya Dia telah tersesat dari jalan yang lurus.

Page 53: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Artinya : kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat,

saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan

Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau

saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang

yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan

mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-

Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,

mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun

merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan

Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan

yang beruntung.

Artinya : (yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi

pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu

kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah Kami (turut

berperang) beserta kamu ?" dan jika orang-orang kafir mendapat

keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah Kami turut

memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka

Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah

sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk

memusnahkan orang-orang yang beriman.

Page 54: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang

kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah

kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?

Artinya : Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi

sebagian yang lain. jika kamu (hai Para muslimin) tidak melaksanakan

apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di

muka bumi dan kerusakan yang besar.

Artinya : dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka

(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh

(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan

shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.

mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha

Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Artinya : bagaimana bisa (ada Perjanjian dari sisi Allah dan RasulNya dengan

orang-orang musyrikin), Padahal jika mereka memperoleh kemenangan

terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan

terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. mereka

menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. dan

Page 55: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

kebanyakan mereka adalah orang-orang yang Fasik (tidak menepati

perjanjian).

Artinya : orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari

golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka

dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada

Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir

sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya.

Itulah kemenangan yang besar.

Artinya : dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka,

hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu

Luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta

mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah,

melainkan kepada-Nya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka

agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha

Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Dari ayat-ayat diatas kesimpulan yang dapat ditarik dari terjemahan

teks ayah bahwa Larangan Allah kepada orang yang beriman untuk

mengambil orang non muslim sebagai wali (teman dekat, pelindung,

penolong dan pemimpin). Dan ini adalah peringatan allah agar terhindar

Page 56: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dari siksa nya. Larangan tersebut menjadi lebih khusus kepada orang

yahudi dan nasrani. Karena memilih mereka berarti menjadi golongan

mereka. Larangan tersebut adalah petunjuk agar tidak membuat

kerusakan untuk diri dan lingkungan karna hanya orang-orang yang

berniat merusak yang mau melanggar larangan tersebut. Kebenaran

Allah telah sampai kepada mereka namun mereka memungkirinya dan

memperolok-olok keyakinan orang-orang yang beriman. Tidak boleh

memberikan bocoran rahasia kepada non-muslim dengan menimbang

rasa iba dan kasih sayang. Karna jelas perbedaan antara orang beriman

dengan orang non-muslim dan tidak akan ada kasih sayang yang hakiki

diantara keduanya. Akan adanya kekacauan jika mereka orang kafir

dipilih sebagai pemimpin. Rasa aman dan bahagia dengan menjadikan

non-muslim sebagai wali adalah suatu anggapan semu. Efek yang akan

dirasakan adalah kegelisahan hudup didunia dan akhirat atas kekacauan

yang diberikan non-muslim sebagai balasan dari karakter mereka yang

tidak sesuai antar perkataan dan berbuatan. Merasa cukuplah dengan

menjadikan Allah dan orang-orang beriman sebagai wali dan hanya

dalam rangka bersiasat untuk menjaga diri dari hal yang ditakuti terhadap

orang non-muslim menjadi alasan dibolehkan memilih mereka.

1) Al-Jassas menyatakan bahwa dari ayat diatas dan ayat-ayat lain

yang isinya senada dengannya dan ada petunjuk bahwa dalam hal

Page 57: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

apapun orang kafir tak boleh berkuasa atas (umat) Islam.63 Atas

dasar keyakinan serupa itu, al-Jassas tidak hanya tak membolehkan

umat Islam mengangkat non-Muslim sebagai kepala negara, tapi

juga tak boleh melibatkan non-Muslim dalam segala urusan umat

Islam, sekalipun ada pertalian darah dengannya.64

Dari pendapat yang dikemukakan oleh al-Jassas sikap

kehati-hatian seorang mukmin sangat penting untuk diperhatikan

dalam hal memilih pemimpin bahkan urusan prifat merupakan

perkara yang tidak boleh dilimpahkan atau mengikut sertakan non-

muslim dalam mengurusnya walaupun memiliki hubungan

kekeluargaan yang dekat. Dari pendapat yang demikian perlu

untuk memasang rasa kecuriaan yang tinggi kepada non-muslim

dalam hal kepemimpinan dan pengelolaan urusan prifasi seorang

mukmin.

2) Ibnu ‘Arabi menyatakan, ayat-ayat tersebut berisi ketentuan umum

bahwa seorang Mu’min tidak boleh mengambil orang kafir sebagai

pemimpinnya, sekutunya untuk melawan musuh, menyerahkannya

suatu amanat, dan atau menjadikannya sebagai teman

kepercayaan.65

63Abu Bakar Ahmad Ibn Ali ar-Razi al-Jassas, Ahkam al - Qur’an (Cet. II; Kairo:

Maktabah wa Mathba’ah Abd ar-Rahman Muhammad, t.t), hlm. 290. 64Abu Bakar Ahmad Ibn Ali ar-Razi al-Jassas, Ahkam al - Qur’an,... hlm 290. 65 Abu Bakr Muhammad ibn Abdillah Ibn Arabi, Ahkam al-Qur’an (Cet. II; Beirut: Dar

alKutub al-‘Ilmiyyah, 1988), hlm. 138-139.

Page 58: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Pandangan Ibnu Arabi hampir sama dengan pandangan yang

dikemukakan oleh Al-Jassas, bahwa ayat tentang pelarangan

tersebut merupakan ketentuan umum bagi umat muslim dalam hal

pemilihan pemimpin. Namun penambahan yang diberikan oleh

ibnu arabi bahwa dalam hal berkompromi dengan non-muslim

untuk melawan musuh yang sama juga tidak diperbolehkan.

3) Ibn Katsir menyatakan ayat-ayat tersebut merupakan larangan

Allah kepada hamba-Nya yang beriman, berteman akrab dengan

orang-orang kafir dan atau menjadikannya sebagai pemimpinnya,

dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Sebab jelas hal

ini merupakan perwujudan cinta kasih umat Islam terhadap non-

Muslim. Siapa saja di antara umat Islam yang membangkang

terhadap Allah dengan mengasihi musuh-musuh-Nya dan

memusuhi para kekasih-Nya, tegas Ibnu Katsir, akan mendapatkan

siksa-Nya.66 Kecuali bila di beberapa negara dan dalam beberapa

kesempatan tertentu seorang (Muslim) takut terhadap kejahatan

orang-orang Kafir, maka ia diberi dispensasi untuk ber-taqiyyah di

hadapan mereka secara zahirnya saja, tidak dalam batin dan

niatnya. Ibnu Katsir mendukung pendapatnya dengan firman Allah

dalam QS. Al-Nah ayat: 106

66 Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-Azim (Cet. I; Beirut: Dar al-Fikr, 1992),

hlm. 439.

Page 59: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Artinya : Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia

beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang

yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam

beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang

melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan

Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.

yang didukung oleh hadis yang diriwayat Imam Bukhari yang

bersumber dari Abu Darda, yang berbunyi sebagai berikut:

“Sesungguhnya kami (sering) tersenyum dihadapan beberapa

kaum, sedangkan (sebenarnya) hati kami mengutukinya”.67

Ibnu Katsir menyetujui larangan memilih non-Muslim sebagai

pemimpin umat Islam, disamping didasarkan pada beberapa ayat

Al-Qur’an, sebagaimana disinggung sebelum ini juga didasarkan

pada hadis riwayat Imam an-Nasa’i yang bersumber dari mujahid,

yang berbunyi “janganlah kamu mencari penerangan dari api

orang-orang Musyrik”.68

Dari keterangan diatas sepertinya Ibnu Katsir membagi

negara menjadi dua mentuk yaitu negara yang mayoritas islam dan

negara yang minoritas islam. Untuk negara yang mayoritas islam

larangan memipih peminpin dari golongan non-muslim merupakan

ujian keimanan. Memilih non-muslim sebagai pemimpin dan

67Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-Azim,... hlm 439. 68Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-Azim,... hlm. 439.

Page 60: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

menjadikannya sebagai teman akrab adalah bentuk cinta dan sikap

kasih sayang terhadap mereka, hal terebut merupakan tindakan

pembangkangan kepada Allah SWT. Sedangakan untuk negara

yang minoritas uamat islam ibnu katsir dengan berlandaskan

kepada QS Al-Naml ayat : 106 dan Hadits yang diriwayatkan oleh

Imam Al-Bukhari membolehkan adanya dispensasi untuk

bertaqiyyah dihadapan orang kafir secara lahir saja tidak secara

batin.

4) Az-Zamakhsyari dan al-Baidawi berdasarkan hadits hadis yang

diriwayatkan oleh Ahl Al-Sunan (at-Turmudzi, an-Nasa’i, Abu

Dawud, dan Ibn Majah) yang berbunyi :

Aku lepas hubungan dengan setiap Muslim yang berada di bawah

kekuasaan orang-orang Musyrik”. Nabi ditanya, ya, RasulAllah,

mengapa (demikian)? Nabi bersabda: (Sebab) api (kekuatan)

keduanya sulit teridentifikasi.69

Dilarangnya umat Islam mengangkat non-Muslim sebagai

pemimpinnya, menurut al-Zamakhsyari adalah logis mengingat

orang-orang Kafir adalah musuh umat Islam, dan pada prinsipnya

memang tak akan pernah mungkin bagi seseorang untuk

mengangkat musuhnya sebagai pemimpinnya. Bila umat Islam

mengangkat orang-orang Kafir sebagai pemimpinnya, hal tersebut

berarti umat Islam seolah memandang bahwa jalan yang ditempuh

69Muhammad ‘Abduh dan Rasyid Rida, Tafsir al-Qur’an Hakim (Tafsir al-Manar),

(Cet. VI; Beirut : Dar al-Ma‘rifah, t.t), hlm. 429.

Page 61: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

oleh orang-orang Kafir itu baik. Hal ini tidak boleh terjadi, sebab

dengan meridhai kekafiran berarti seseorang telah Kafir.70

Keterangan diatas menyatakan bahwa orang kafir adalah

musuh bagi uamat muslim maka hal yang tidak mungkin jika

mengangkat musuh sebagai pemimpin. Memilih pemimpin dari

golongan non-muslim berarti mengakui kebenaran visi dan misi

yang akan ditujunya sebagai pemimpin sedangakan berdasarkan

kepada hadits diatas yang menjelaskn bahwa kaum kafir tidak bisa

terditeksi persamaan dari mengakui kebenarannya sama dengan

meridhoi kekafirannya berarti menjadikan diri sendiri sebagai

kafir.

5) Seraya mengutip pendapat Thabathaba’i, H.M. Mujar Ibnu Syarif

menegaskan bahwa mengangkat orang-orang kafir sebagai

pemimpin umat Islam justru lebih berbahaya daripada kekafiran

kaum kafir dan kemusyrikan kaum musyrik. Kaum kafir itu lanjut

Thabathaba’i, adalah musuh umat Islam, dan bila musuh itu telah

diambil sebagai teman, maka kala itu ia telah berubah menjadi

musuh dalam selimut yang jauh lebih sulit untuk dihadapi

ketimbang musuh yang nyata-nyata berada di luar lingkungan umat

70 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf ’an Haqa’iq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-

Ta’wil (Cet. II; Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh,

1392 H/1972 M), hlm. 422.

Page 62: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Islam. Hal ini, tegas Thabathaba’i, tidak boleh terjadi, sebab bila

tidak, maka umat Islam akan mengalami kehancuran.71

Perumpaan memilih seorang non-muslim menjadi pemimpin

seperti musuh dalam selimut atau menggunting dalam lipatan yang

merupakan perbuatan yang lebih berbahaya dari pada menjadi

kafir. Merujuk kepada pendapat-pendapat tokoh sebelumnya karna

sifat kecintaan dan kasih sayang kepada non-muslim akan bisa

berimbas kepada perbutan memberikan bocoran rahasia kepada

kaum kafir yang akan berdampak buruk untuk siasat startegi kaum

muslim.

6) Prof. Hamka Dalam Tafsir al-Azhar menjelaskan, wajib bagi kita

mengambil pemimpin dari orang muslim. Allah memberi

peringatan dengan tegas bahwa memilih orang kafir menjadi

pemimpin adalah perangai kelakuan orang munafik. Pada ayat ini

ditegaskan kepada orang-orang beriman agar tidak mengambil

orang kafir sebagai pemimpin. Ini dikarenakan mereka tidak

percaya kepada Tuhan, dan keingkaran mereka kepada Tuhan dan

peraturan-peraturan Tuhan akan menyebabkan rencana

kepemimpinan mereka tidak tentu arah.72

Buya hamka melihat bahwa larangan tersebut lebih kepada

pemahaman terhdap sifat kafir yang merupakan perbuatan tidak

71 Mujar Ibn Syarif, “Memilih Presiden Non Muslim di Negara Muslim dalam Perspektif

Hukum Islam”, dalam Jurnal Konstitusi PPK Fakultas Syariah IAIN Antasari, Vol II nomer 1

Tahun 2009, hlm. 98. 72 Hamka. Tafsir Al-Azhar juz II (Singapura: Pustaka Nasional, 1999), hlm. 412.

Page 63: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

mengakui kebenaran Allah sebgai tuhan tentu tindakan mereka

akan menolak aturan dan larangan Allah yang akan mengakibatkan

kekacauan. Tindakan memilih pemimpin kafir adalah perilaku

munafik.

7) Sayyid Qutb tergolong paling keras menolak presiden non-Muslim

lebih dari itu ia bahkan berpendapat, sekedar menolong dan atau

mengadakan perjanjian persahabatan dengan non-Muslim saja,

utamanya dengan kaum Yahudi dan Nasrani, umat Muslim tidak

diperbolehkan melakukannya. Memilih pemimpin non Muslim

berarti memberikan kepercayaan dan loyalitas, hal ini berbeda

dengan toleransi (muamalah bi al-Hasan). Sayyid Qutub menolak

dengan tegas paham yang bernuansa sekuler atheistik yang

mendukung kerjasama dan saling menolong dengan ahli kitab.73

Pendapat diatas membedakan antara loyalitas dan toleransi

dalam konteks memilih pemimpin merupakan aturan syariat yang

harus dijalani maka memilih pemimpin tergolong kepada loyalias

keiman bukan toleransi. Maka memilih pemimpin dari golongan

non-muslim telah merusak loyalitas keiman orang tersebut sebagai

seorang muslim.

b. Pendapat ulama yang membolehkan

73 Abu Tholib Khalik, “Pemimpin Non Muslim dalam Persfektif Ibnu Taimiyah”dalam

Jurna Analisis PPKFakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, Vol XIV nomor 1 Tahun

2014, hlm. 67.

Page 64: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

1) Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa sistem merupakan hal penting,

tetapi yang terpenting adalah seseorang yang menduduki jabatan

kekuasaan harus memenuhi persyaratan, pertama memperoleh

dukungan mayoritas umat dalam Islam ditentukan dengan

konsultasi dan bai’at. Kedua memenangkan dukungan dari

kalangan Ahl asy-Syaukah (kelompok yang berpengaruh dan

menyatakan kesetiaan kepada imam) atau unsur pemegang

kekuasaan dalam masyarakat dan ketiga, memiliki syarat kekuatan

pribadi dan dapat dipercaya74 dengan sikap yang jujur, amanah,

adil, maka seorang pemimpin akan mampu memberikan

kemaslahatan bersama kepada rakyatnya. Atas dasar alasan

semacam itu, maka sangat wajar jika kemudian Ibnu Taimiyah

mengeluarkan statement yang sangat “berani”, yakni “lebih baik

dipimpin oleh pemimpin kafir yang adil, daripada dipimpin oleh

pemimpin muslim yang dzalim”. Sebab, orang yang dapat diangkat

menjadi pemimpin adalah orang yang memiliki kekuatan dan

integritas,75 dalam konteks kepemimpinan Ibnu Taimiyah

memandang manusia sebagai individu yang merdeka terlepas dari

agama, idiologi, asal negara dan ikatan-ikatan tradisional lainnya.76

74 Ahmad Sukardja, Fikih Siyasah, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. (Cet. ke-

4. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hml. 211. 75 Ibn Taimiyah,. As-Siyasah asy-Syar‘iyyah fi Islah ar-Ra‘i wa ar-Ra‘iyyah. (Beirut:

Dar alKutub al-Ilmiyah, tt), hlm. 22-23. 76 Abu Tholib Khalik, “Pemimpin Non Muslim dalam Persfektif Ibnu Taimiyah”dalam

Jurna Analisis PPKFakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, Vol XIV nomor 1 Tahun

2014, hlm. 73.

Page 65: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu

dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya

orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah

orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya

Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Berdasarkan ayat diatas Ibnu Taimiyah berpendapat doktrin

kekhalifahan di tangan orang Quraisy dianggap tidak relevan dan

tidak urgen lagi untuk diyakini dan diterapkan bagi masyarakat

kosmopolitan dan heterogen seperti di tempat ia hidup. Dalam

masyarakat yang heteroen, baginya, semua elemen masyarakat

pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk

memimpin atau dipimpin, tanpa ada diskriminasi atau

pengkultusan berlebihan terhadap suatu golongan tertentu. Slogan

sentral yang dikumandangkan Ibn Taimiyyah adalah kembali

kepada Al-Qur’an dan Hadits, dengan membuang jauh-jauh

perbuatan syirik, khurafat, bid’ah, pengkultusan seseorang dan

lain-lain. Realitas sosial masyarakat seperti itulah yang kemudian

mendorong Ibnu Taimiyyah untuk tidak mengakui kehujjahan

hadits bahwa pemimpin harus berasal dari bangsa Quraisy, karena

dalam hadits tersebut ada unsur yang menyeru kepada

pengkultusan suatu bangsa atau golongan. Padahal, menurutnya,

Page 66: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Al-Quran secara tegas memuliakan manusia bukan karena

keturunan dan kebangsaan, namun atas dasar ketaqwaan.77

Ibnu taimiyah termasuk ulama yang kontrofesi dalam hal

pemilihan pemimpin yang pendapatnya selalu dijadikan landasan

dalam diskursus tentang kepemimpinan. Dari pendapat ibnu

taimiyah diatas menerangkan Adanya pemahaman dasar dalam

bernegara bahwa sistem adalah hal yang penting namun

melampaui itu aktor yang mengendalikan sistem jauh lebih

penting. Tujuan adanya kepemimpinan adalah untuk kemaslahatan

maka sifat yang dimiliki oleh pengendali sistem haruslah amanah,

jujur dan adil, Sifat tersebutlah yang menjadi syarat utama untuk

wujudnya kemaslahatan. Sifat-sifat tersebut bisa lahir dari manusia

manapun tampa melihat latar belakang agama, ras, budaya dan lain

sebgainya karna manusia adalah individu yang merdeka. Ibnu

Taimiyah tergolong orang yang mendorong untuk dihapuskannya

sikap pengkultusan terhadap individu dalam kehidupan yang serba

heterogen dimana berbagai mazbah berkembang yang berpengaruh

terhadap stabilitas politik. maka Ibnu Taimiyah mendorong

kehujjahan Qurais sebagai syarat pemimpin tidak bisa diterima

namun lebih kepada ketaqwaan. Ibnu taimiyah dengan corak

77 Abu Tholib Khalik, “Pemimpin Non Muslim dalam Persfektif Ibnu Taimiyah”dalam

Jurna Analisis PPKFakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, Vol XIV nomor 1 Tahun

2014, hlm. 73.

Page 67: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

pemikirannya yang lebih kepada menggali pesan dan nilai-nilai Al-

Quran sebagai landasan dalam menegakkan syariat.

2) Menurut Mahmoud Thoha, non muslim memiliki persamaan hak

dan status sebagaimana yang dimiliki oleh umat Islam. Termasuk

menjadi pemimpin.78 Menurutnya pandangan fiqih klasik yang

mendeskreditkan non muslim didasarkan kepada ayat-ayat

madaniyyah yang memandang sarat dengan aura diskriminatif,

bukan didasarkan kepada ayat-ayat makiyah yang menekankan

martabat dan inheren pada seluruh umat manusia. Untuk

menghilangkan diskriminatif terhadap non muslim, kata Thaha,

ayat-ayat madaniyyah yang dimasa klasik digunakan sebagai

argumentasi teologis untuk mendiskriminasikan non muslim harus

segera dicabut.79 sebaliknya ayat-ayat makiyah yang dulu dicabut

digunakan kembali sebagai basis hukum Islam moderen. Sejalan

dengan itu Thaha menawarkan sebuah konsep naskh baru yang

berbeda dengan konsep naskh lama. Teori naskh lama menganggap

bahwa ayat-ayat madaniah menghapus ayat-ayat makiyah, kata

Thaha harus dibalik, yakni bahwa ayat makaiyah yang justru

menghapus ayat madaniyyah.80

78 Carolyne fluehr, melawan ekstrimisme islam: kasus Muhammad sa’id al-ashmawi, terj.

Hery Haryanto Azumi, (Depok: Desantra, 2002), cet 2 hlm 14 79 Abdullahi Ahmad Al-Naim, Dekonstruksi Syariah, terj. Suaedy dan Amiruddin Arrany

(Yogyakarta: LKIS, 1994) hlm 48-88 80 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Muslim Dinegara Muslim, (Jakarta: Pusat Sinar Harapan,

2006) hlm.141

Page 68: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Metode pendekatan yang dipakai oleh Muhammad Thaha

lebih kepada pendekatan kontekstual dengan menyimpulkan

bahwa ayat-ayat yang berkaitan dengan pelarangan memilih

pemimpin non-muslim bersifar temporal yang dan tidak lagi

relevan dengan masa di eramodren sekarang. Oleh karna itu

Muhuammad Thaha menyarankna konsep nasakh dan mansukh

dari ayat madaniyah menghapus ayat makiyah perlu untuk dibalik

menjadi ayat makiyah menasakh ayat madaniyah. Karna untuk era

moderan sekarang ini ayat madaniyah lebih sesuai dengan konteks

kekinian.

3) Mengomentari pandang fiqih klasik yang melarang pemimpin non

muslim Ahmad An-Naim juga menyatakan, semua umat Islam

generasi awal sudah benar ketika menafsirkan alquran dan hadits

dengan menerima diskriminasi berdasarkan agama dalam konteks

historis ketika itu, argumentasinya karena sejak masa-masa

pembentukan syariah belum ada konsepsi hak-hak azazi manusia

internasional di dunia ini. Sejak abad ke 7 hingga abad ke 20, kata

An-Naim adalah suatu hal yang normal diseluruh dunia untuk

menentukan status dan hak-hak seseorang berdasarkan agama.81

Akan tetapi, ini tidak dimaksud untuk menyatakan bahwa untuk

saat ini hal tersebut masih bisa dibenarkan.

81Abdullahi Ahmad Al-Naim, Dekonstruksi Syariah, terj,... hlm. 282

Page 69: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Mengingat pendapat yang menolak non muslim dibenarkan oleh

konteks historis yang ada di masa lalu, maka selesailah sudah

pembenaran itu sekarang, sebab konteks yang ada sekarang ini

sudah berbeda sama sekali dengan konteks historis yang ada di

masa lalu. Setelah dikenal konsepsi hak-hak asasi universal, kata

An-Naim diskriminasi atas dasar agama itu melanggar penegakan

HAM. Kaum absolutis yang hidup di masa kontemporer, seperti

Al-Maududi, Javid Iqbal dan Hasan Tubari, yang masih saja

menolak pemimpin non muslim, adalah disebabkan karena mereka

memandang aturan syariat yang melarang umat Islam memilih

pemimpin non muslim bersifat permanen. Padahal sesungguhnya

hal tersebut bersifat temporer (sementara).82

Pemikiran politik Islam klasik yang menolak peminpin non

muslim, kata an-Naim, sekalipun dijabarkan dari sumber-sumber

wahyu fundamental Islam, al-quran dan sunnah, sesungguhnya

bukanlah wahyu, tetapi tidak lebih dari sekedar produk penafsiran

manusia atas sumber-sumber tersebut. Karena produk itu lahir

sesuai dengan kondisi historisnya sendiri yang berbeda dengan

kondisi saat ini. Maka dari itu diskriminasi berdasarkan agama

sebagaimana lazimnya berlaku dimasa klasik, secara moral tertolak

dan secar politik sudah tidak dapat diterima lagi.83

82Abdullahi Ahmad Al-Naim, Dekonstruksi Syariah, terj,... hlm. 220 83 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Muslim Dinegara Muslim, (Jakarta: Pusat Sinar Harapan,

2006) hlm.146

Page 70: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Tidak berbeda dengan Muhammad Thoha bahwa An-Naim

dalam melihat permasalah kepemimpinan juga menekankna

kepada masalah konteks kekinian. An-Naim menyatakan bahwa

suatu yang normal dalam menentukan status dan hak berdasarkan

kepada agama pada sebelum abad ke20an. Hasil ijtihad ulama

klasik sudah benar berdasarkan konteks historisnya. Namun dari

ini dengan konteks yang berbeda dimana telah adanya konsep

HAM universal An-Naim memandang bahwa ulama yang tidak

menerima pemimpin dari kalangan non muslim karna ulama

tersebut menilai larangan tersebut bersifat permanen yang

ditentang oleh An-Naim bahwa larangan tersebut bersifat

temporal. Pemikiran islam klasik yang bersumber pada Al-Quran

dan Hadits menutut An-Naim bukanlah sebuah wahyu melainkan

prodak penafsiran manusia atas sumber tersebut.

4) Muhammad Sa’id Al-Ashmawi juga membolehkan non muslim

menjadi pemimpin bahkan di negara mayoritas muslim sekalipu.

Argumentasinya karena ayat-ayat al-quran yang melarang umat

Islam memilih pemimpin non muslim bersifat temporer. Ayat-ayat

tersebut hanya berlaku pada masa nabi Muhammad SAW di

Madinah yang pada saat itu sedang berperang dengan orang-orang

Page 71: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

kafir. Karena kondisi seperti di masa nabi tidak ada lagi pada masa

sekarang, maka larangan itu tidak berlaku lagi.84

Muhammad Sa’id juga melihat teks ayat tentang pelarangan

memilih pemimpin dari non-muslim berdasarkan konteks ayat

dimana ayat tersebut diturunkan pada masa Nabi Muhammad

sedang dalam keadaan berperang dalam meneegakkan sariat islam.

Maka situasi sekarang yang tidak lagi sama maka hukum

berdasarkan ayat tersebut harus dicabut.

c. Pendapat ulama antara memolehkan dan melarang

Al-Maududi menyatakan bahwa semua jabatan pemerintah-an

terbuka bagi kaum dzimmi, kecuali sedikit jabatan kunci semisal

kepala negara dan majelis permusyawaratan. Kaum Muslim tidak

dibenarkan merampas hak-hak mereka selama tidak bertentangan

dengan perintah syariat Islam. Dengan kata lain hanya orang Islamlah

yang mempunyai hak untuk menduduki jabatan kepala negara dan

majelis syura, karena jabatan tersebut akan menjadi penentu lahirnya

kebijakan-kebijakan kunci dalam tatanan pemerintahan.85 Namun

untuk posisi dan kedudukan lainnya, semisal badan administrasi

negara, maka kaum minoritas non-Muslim berhak mendudukinya

sesuai prosedur dan aturan dalam negara Islam tersebut.86

84Muhammad Sa’id Al-Ashmawi, Jihad Melawan Islam Ekstrim, terj. Hery Haryanto

Azumi, (Depok: Desantra, 2002), cet 1 hlm 181 85 Abu al-A’la Maududi, Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam. Terj. Bambang Iriana

Djaja Atmadja (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 321. 86Rasyid Al-Ghanusyi, Huquq al-Muwatanah : Huquq Ghair al-Muslim fi al-Mujtama’

al Islami (Virginia: Ma’had al-Alam li al-Fikr al-Islami, 1993), hlm. 73.

Page 72: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Al-Maududi mencoba menentukan titik tengah antara pendapat

yang berbeda namun tidak menyetarakan posisi muslim dan non-

muslim dalam status kepemimpinan dengan menjelaskan sistem

pemerintahan yang terbagi seperti legislatif dan eksekutif. Posisi inti

tetap harus dikuasi oleh umat muslim namun karna posisi tersebut

yang akan membuat aturan dan sistem yang akan diberlakukan dalam

suatu negara sedangkan dalam posisi lain non-muslim memiliki hak

untuk menjabatnya.

Seperti kisah Khalifah Umar Bin Khatab mengangkat non

muslim asal Romawi dalam menagani masalah administrasi dikasus

lain umar Memerintahkan memecat sekretarisnya Abu Musa yang juga

non muslim karena Umar melihat dia tidak bisa dipercaya dan tidak

sepenuhnya bisa menerima dengan tulus saran saran dari orang lain”.87

Dalam kasus tersebut substansi yang bisa diambil bahwa posis yang

berikan adalah pengelola administrasi namun staus kepercayaan yang

bisa dilihat dari nonmuslim tersebut menjadi sebab bisa atau tidaknya

non-muslim dijadikan bagian dalam pemerintahan.

5. Fatwa tentang Memilih Pemimpin Non Muslim

Di Indonesia ada dua organisasi besar yang lahir semenjak awal

perjuangan berdirinya negara Indonesia yaitu Nahdatul Ulama (NU) dan

87 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Muslim Dinegara Muslim, (Jakarta: Pusat Sinar Harapan,

2006) hlm.146

Page 73: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Muhammadiyah. Kedua organisasi ini semenjak awal berdirinya negara

Indonesia sangat memberikan pengaruh terhadap masyarakat Indonesia

yang beragama Islam dalam menjalankan dan memberikan pedoman untuk

menjalakan syariat Islam dalam bernegra.

Terkait dengan memilih pemimpin non-Muslim NU melalui

Bahtsul Masa`il mengeluarkan fatwa pada Muktamar NU XXX yang

dilaksanakan di Lirboyo, Kediri, Jawa Timur pada tanggal 21-27

November 1999 tentang Hukum Memilih Pejabat dari Kalangan Non-

Muslim adalah:

1. Pertanyaan: Bagaimana hukum orang Islam menguasakan urusan

kenegaraan kepada orang non Islam?

2. Jawaban: Orang Islam tidak boleh menguasakan urusan kenegaraan

kepada orang non-Islam, kecuali dalam keadaan dharurat, yaitu:

a) Dalam bidang-bidang yang tidak bisa ditangani sendiri oleh

orang Islam secara langsung atau tidak langsung karena factor

kemampuan,

b) Dalam bidang-bidang yang ada orang Islam berkemampuan

untuk menangani, tetapi terdapat indikasi kuat bahwa yang

bersangkutan khianat,

c) Sepanjang penguasaan urusan kenegaraan kepada non-Islam itu

nyata membawa manfaat.88

88 Salah Mahfud, Solusi Hukum Islam: Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes NU

1926-2004 (Cet. III;Kudus:Khalista, 2007), hlml. 211.

Page 74: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Dari hasil mu’tamar NU diatas dapat dikatakan bahwa adanya

pengecualian dalam penolakan terhadap non-muslim sebagai pemimpin.

Dengan alasan adanya hal darurat dalam kemampuan dan kepercayaan

terhadap orang muslim, sementara dalam hal yang bermanfaat dari orang

non-muslim dapat diterima. Dari keputusan tersebut pengecualian pada

poin tiga agak terkesan kepada unsur kepentingan, dengan bahasa selama

nyata membawa manfaat. Tentu saja selama non-muslim menjadi

pemimpin dengan tidak adanya benturan kepentingan dengan umat Islam

dan saling memberikan manfaat dapat dikatakan boleh.

Di sisi lain salah satu badan otonom dari nahdatul ulama yaitu GP

Anshor membuat bahtsul masail dengan hasil bahwa umat Islam

dibolehkan mengangkat pemimpin non muslim.89 karena dianggap dalam

bingkai negara kesatuan Republik Indonesia, setiap warga negara bebas

menentukan pilihan politiknya dalam memilih pemimpin tanpa

memandang latar belakang agama yang dianutnya. Terpilihnya non-

muslim dalam kontestasi politik berdasarkan konstitusi adalah sah. Baik

secar konstitusi maupun agama.

Dalam pertanyaan yang diajukan oleh Abdurrahman/Jakarta

kepada redaksi NU online yang berbunyi hampir setiap kali menjelang

pemilihan, kerap beredar isu-isu miring yang melekat pada para calon

pemimpin terutama isu-isu sensitif seperti liberal dari segi ekonomi, antek

89http://m.tribunnews.com/nasional/2017/03/12/boleh-memilih-pemimpi-non-muslim-

hasil-keputusan-bahtsul-masail-gp-ansor. Berita diakses pada tanggal 14 juni 2018

Page 75: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

partai terlarang, rasial, atau keyakinan agama. Sedangkan sementara ini

ada benar-benar orang non muslim yang menjadi pemimpin. Yang saya

tanyakan, apakah kita sebagai seorang muslim boleh memilih pemimpin

non muslim?90

Jawaban yang diberikan mengupas pendapat ulama yang melarang

yaitu Badruddin Al-Hamawi As-Syafi’i yang menyatakan keharaman

memilih peminpin dan juga aparat dari kalangan Karif Dzimmi.

Dilanjutkan pendapat yang berbeda dari Al-Mawardi yang juga bermazhab

syafi’i yang memberikan tafshil rincian jabatan. Posisi pejabat

(tanfidz/eksekutif) boleh diisi oleh Dzimmi namun untuk posisi jabatan

tafwidh (pejabat dengan otoritas regulasi, legislasi, yudikasi dan otoritas

lainnya) tidak boleh diisi oleh kalangan mereka.

Menurut hemat kami, memilih pajabat eksekutif seperti gubernur,

walikota, bupati, camat, lurah, atau ketua RW dan RT dari kalangan non

muslim dalam konteks Indonesia dimungkinkan. Pasalnya,

pejabat tanfidz itu hanya bersifat pelaksana dari UUD 1945 dan UU

turunannya. Dalam konteks Indonesia pemimpin non muslim tidak bisa

membuat kebijakan semaunya, dalam arti mendukung kekufurannya.

Karena ia harus tunduk pada UUD dan UU turunan lainnya. Pemimpin non

muslim, juga tidak memiliki kuasa penuh. Kekuasaan di Indonesia sudah

dibagi pada legislatif dan yudikatif di luar eksekutif. Sehingga kinerja

90 http//islam.nu.or.id/pst/63/memilih-pemimpin-non-muslimbolehkah. Diakses pada 15

november 2015 16:4 WIB

Page 76: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

pemimpin tetap terpantau dan tetap berada di jalur konstitusi yang sudah

disepakati wakil rakyat. Mereka seolah hanya sebagai jembatan antara

rakyat dan konstitusi.91 Keputusan mu’tamaar NU, hasil keputusan bahtsul

masail GP Anshor dan jawaban terhadap pertanyaan di NU online

mengisaratkan bahwa mayoritas kalangan NU lebih sepakat untuk

membolehkan umat muslim memilih non-muslim sebagai pemimpin.

Sedangkan Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih

Muhammadiyah dalam sidangnya pada hari Jum’at, 12 Zulkaidah 1430 H

/ 30 Oktober 2009 seputar Memilih Partai Politik dan Calon Legislatif butir

3 memberikan syarat bahwa calon pemimpin yang harus dipilih adalah

Islam, dengan mengutip al-Qur`an Surah al-Maidah/5 ayat 51.92

Dalam sidang sengketa penistaan agama yang dilakukan oleh

Basuki Cahaya Purnama alias Ahok, saksi ahli agama Islam yang berasal

dari PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas menegaskan bahwa larangan Islam

memilih pemimpin non-muslim itu tidak melanggar konstitusi negara di

Indonesia karena larangan itu hanya berlaku untuk umat Islam saja. Hal

itu disampaikan saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU)

terkait sikap Muhammadiyah terkait larangan Islam memilih pemimpin

non-Muslim berdasarkan konstitusi dalam sidang penistaan agama.

"Begitu pemahaman dari Muhammadiyah, memilih berdasarkan agama

91 http//islam.nu.or.id/pst/63/memilih-pemimpin-non-muslimbolehkah. Diakses pada 15

november 2015 16:4 WIB 92Armansyah, Fatwa Majelis Tarjih: Kepemimpinan.

https//arsiparmansyah.wordpress.com/2016/10/12/fatwa-majelis-tarjih-Muhammadiyah-

kepemimpinan/di akses tanggal 31 Desember 2016.

Page 77: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

tidak melanggar konstitusi dan memecah belah, tapi secara langsung akan

memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia."93

Menurut Yunahar, yang tidak boleh dan memicu memecah belah

itu apabila ada umat Islam yang menuntut untuk dibuatkan Undang-

undang konstitusi yang melarang warga negara memilih pemimpin non-

Muslim. "Yang tidak dibolehkan apabila mereka umat Islam menuntut

dibuatkan undang-undang tidak boleh non-Muslim menjadi pemimpin itu

baru melanggar ketentuan, tapi dia tidak menuntut itu," imbuhnya. Tidak

hanya itu Yunahar menjelaskan larangan memilih pemimpin non-Muslim

tersebut bukan sikap Islam yang tidak jauh berbeda dengan sikap partai

politik maupun golongan tertentu yang meminta penganutnya untuk

memilih pemimpin yang berasal dari golongannya sendiri.94

Keputusan organisasi dan wacana yang dikembangkan oleh kader

Muhammadiyah sebih searah dan senada dengan menyatakan ketidak

bolehan umat Islam dalam meilih non-muslim sebagai pemimpin.

Selain dua organisasi diatas semenjak pemerintahan orde baru,

negara menginisiasi terbentuknya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang

merupakan wadah bersatunya para ulama dan cendikiawan muslim dalam

memberikan pandangan terhadap problematika yang terjadi sebagai acuan

bagi umat Islam di Indonesia.

93 http//nasional.okezone.com/amp/2017/02/21/337/1624330/orang-islam-dilarang-pilih-

pemimpin-non-muslim-pp-muhammadiyah-tal-langgar-konstitusi diakses pada selasa 2 februari

2017 16:08 WIB 94 http//nasional.okezone.com/amp/2017/02/21/337/1624330/orang-islam-dilarang-pilih-

pemimpin-non-muslim-pp-muhammadiyah-tal-langgar-konstitusi diakses pada selasa 2 februari

2017 16:08 WIB

Page 78: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Terkait tentang pemilihan pemimpin MUI dalam Keputusan Ijtima'

Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia Ketiga Tahun 2009 tentang

Menggunakan Hak Pilih dalam Pemilihan Umum.

1. Pemilihan Umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk

memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat

ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi

umat dan kepentingan bangsa.

2. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk

menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama.

3. Imamah dan Imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat

sesuai dengan ketentuan agar terwujud kemaslahatan dalam

masyarakat.

4. Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq),

terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunya

kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan

umat Islam hukumnya adalah wajib.

5. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat

sebagaimana disebutkan dalam butir 4 (empat) atau tidak

memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat

hukumnya adalah haram.95

95 Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta:

Erlangga, 2011), hm. 867.

Page 79: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

BAB III

FIQIH KEBHINEKAAN

A. Mengenali Fiqih Kebhinekaan

Fiqih Kebhinekaan dalam penelitian ini merupakan sebuah judul buku

yang diterbitkan dalam rangka mensyukuri 80 tahun Ahmad Syafi’i Ma’arif.

Yang diterbitkan oleh penerbit Mizan yang merupakan salah satu penerbit yang

menyajikan informasi mutakhir dan puncak-puncak pemikiran dari berbagai

aliran pemikiran Islam. Dalam buku ini memuat tulisan dari buah fikir para tokoh

cendikiawan muslim kontemporer di Indonesia yang berasal dari beberapa latar

belakang yang terlibat dalam halaqah fiqih Kebhinekaan yang diadakan pada 24-

26 februari 2015 di hotel Alia Jakarta.96

Istilah fiqih Kebhinekaan merefleksikan semangat dan karakter fiqih itu

sendiri meniscayakan kekayaan persfektif dan memberikan ruang perbedaan

pemahaman dalam mendialogkan teks-teks keagamaan (Al-Quran dan Hadist)

dengan realitas masyarakat yang berbeda-beda. Dengan penggunaan istilah

Kebhinekaan yang identik dengan falsafah bangsa Indonesia maka fikih

Kebhinekaan bisa dikatakan sebagai fiqih ala Indonesia yang coraknya bersifat

akomodatif, progresif dan responsif terhadap kondisi dan persoalan yang aktual

di wilayah indonesia.

96 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015),

hlm 8

Page 80: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Lebih lanjut mengupas tentang fiqih Kebhinekaan dirasa perlu untuk

melihat terlebih dahulu beberapa hal terkait buku ini diantaranya:

1. Sejarah Lahirnya Buku Fiqih Kebhinekaan

Buku fiqih Kebhinekaan merupakan sebuah buku dari hasil halaqah

fiqih Kebhinekaan yang diadakan 24-26 februari 2015 di hotel Alia Jakarta.

Direktur eksekutif pada lembaga Maa’rif Institute menggambarkan bahwa

tradisi menghargai perbedaan pendapat dan pilihan praktik dalam konteks

hubungan sosial dan politik telah mengakar kuat dalam kajian fiqih klasik.97

Walaupun secara historis dapat kita temukan hegemoni kepentingan politik

penguasa yang menjadi salah satu indikator berkembangnya sebuah mazhab

fiqih, namun dampak tersebut juga berefek kepada upaya untuk

memarginalkan bahkan memusnahkan pemikiran-pemikiran yang berbeda

yang dianggap menyimpang oleh rezim yang menganut suatu mazhab

tertentu.

Buku ini membahas tiga topik utama yang menjadi bagian penting

dalam kajian fikih mu’amalah dan fikih siyasah kontemporer, yaitu konsep

ummah (citizenship) yang lebih terbuka dan egaliter, hubungan mayoritas-

minoritas dalam relasi setara tanpa diskriminasi dan kepemimpinan dalam

masyarakat majemuk yang menempatkan minoritas punya hak politik yang

sama dengan mayoritas. Pembahasan ketiga topik tersebut berangkat dari

perspektif Islam dengan mempertimbangkan konteks kekinian dalam

97 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 8

Page 81: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

kerangka negara-bangsa. Di sini, Fikih Kebhinekaan mengkaji ulang konsep

kewarganegaraan, hubungan sosial antar-kelompok, dan kepemimpinan

politik dengan mengacu pada prinsip kesetaraan dan keadilan.98

Fiqih Kebhinekaan diharapkan dapat memberikan proses

pendewasaan dalam konteks demokrasi dengan kerangka berfikir yang

membuka tadsir baru yang berdasarkan kepada penjiwaan kesadaran

kebangsaan yang inklusif, Sejalan dengan tujuan negara menurut alquran

dan hadits. Fiqih Kebhinekaan juga dirancang sebagai antitesis dari

ancaman terhadap intoleransi dan sektarianisme yang berkembang

dibeberapa wilayah Islam Timur Tengah.

2. Tokoh-Tokoh Pemikir Fiqih Kebhinekaan

Sebagaimana telah diterangkan bahwa buku fiqih Kebhinekaan

merupakan rangkuman dari buah fikir dalam sebuah halakah. Dengan

adanya diskursus terkait aspek pembahasan sesusai topik halaqah tersebut

Maka setiap orang yang terlibat dalam halaqah tersebut merupakan tokoh-

tokoh yang telah berkonstribusi hingga lahirnya buku fiqih Kebhinekaan ini.

Para peserta yang terlibat dalam halaqah fiqih Kebhinekaan berjumlah

57 orang yang terbagi kepada beberapa peran, diantaranya 14 orang sebagai

narasumber, 2 orang sebagai narasumber tamu, 5 orang sebagai moderator,

98 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 8-9

Page 82: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

26 orang sebagai peserta dan 10 orang sebagai maarif institute (lihat

lampiran 1).

Dari daftar peserta halaqah fiqih kebhinekaan diatas dapat dikatakan

bahwa mayoritas naarasumber dan peserta berasal dari kalangan

Muhammadiyyah, baik itu pengurus pusat, majelis tarijih dan organisasi

sayap yang merupakan afiliasi dari organisasi Muhammadiyyah seperti PP

Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Mahaiswa

Muhmaadiyah dan lainnya.

Namun diantara narasumber penulis juga menemukan beberapa tokoh

yang berasal dari organisasi nahdatul ulama seperti. Bapak Drs. H. Lukman

Hakim Saifuddin yang merupakan mentri agama RI yang pernah penjadi

pengurus dibeberapa struktural yang ada di organisasi nahdatul ulama dan

bapak Hamim Ilyas yang pernah manjadi pengurus pada lazizNU yang juga

merupakan tokoh pada sebuah pendidikan Islam yang coraknya condong ke

Nahdatul Ulama.

B. Fiqih Kepemimpinan dalam Masyarakat Majemuk

1. Bhineka Tunggal Ika : Suatu Konsepsi Dialog Keragaman Budaya

Kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu kesatuan dalam

keragaman serta kebaharuan dalam keIslaman. Dalam ungkapan clifford

geertz (1963), Indonesia ibarat anggur tua dalam botol baru, alias gugusan

masyarakat lama dalam negara baru. Sebutan Indonesia dalam politik

Page 83: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

nasionalisme baru diperkenalkan sekitar 1920-an.99 Manun sebagai

embrionya yang berasal dari sosial budaya telah hadir di nusantara ribuan

bahkan mungkin jutaan tahun yang lampau.

Dan untuk mewujutkan terbentuknya negara Indonesia butuh

perjuangan besar untuk mempersatukan daerah yang luas dengan suku

bangsa yang beragam. Bung hatta pernah mengatakan “Indonesia

menyatakan suatu tujuan politik, karna dia melambangkan dan

mencitacitakan suatu tanah air pada masa depan dan untuk mewujutkannya

, setiap orang Indonesia akan berusaha dengan segala kemampuannya

(Hatta, 1982/1988:1)”100

Indonesia secara geografis dikenal dengan negara kepulauan sukarno

mengatakannya sebgai negra kelautan yang ditaburi pulau-pulau. Dari 7,9

juta km2 total wilayah Indonesia, 3,2 juta km2 merupakan wilayah laut

teritorial dan 2,9 juta km2 perairan zona ekonomi ekslusif dan sisanya

sebanyak 1,8 juta km2 merupakan daratan. Oleh karna itu Indonesia

merupakan satu-satunya negara di dunia yang menamakan wilayahnya

sebagai tanah air. Meski alam Indonesia beragam mulai dari lautan hingga

pegunungan yang merupakan rangkaian gugusan kepulauan ternyata pernah

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari benua asia dan australia.

Hilderd geertz (1963) membagi corak kebudayaan Indonesia kepada

tiga ketegori: pertama kebudayaan petani (Indonesia dalam) seperti jawa

99 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 279 100 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 279

Page 84: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dan bali,kebudayaan petani ini secara kuat dipengaruhi oleh Hindu dan

peradaban cina yang kemudian mengembangkan kebudayaan “adiluhung”

di sekitar keraton yang sangat berorientasi kepada status. Kebudayaan ini

mengalami pergeseran sejak masuknya pengaruh Islam dan barat-kristen.

Kedua kebudayaan pantai yang diwarnai kebudayaan Islam dalam bentuk

perdagangan yang tersebar di sepanjang pantai (Indonesia luar) seperti

pantai sumatera dan kalimantan. Yang didukung oleh orang melayu dan

pantai sulawesi selatan didukung oleh orang bugis-makasar. Kebudayaan

ini berorientasi kepada perdagangan yang bersifat kosmopolitan,

mengutamakan pengajaran dan hukum Islam, mengembangkna tarian,

musik dan kesusastraan sebagai unsur pemersatu. Kebudayaan ini

mengalami pergesaran semenjak kekuatan erapa menguasai daerah pesisir.

Ketiga dan kebudayaan peladang dan pemburu. Yang ditandai dengan

jarangnya penduduk dan baru beranjak dari kebiasaan berburu ke pertanian.

Seperti orang toraja di sulawesi selatan orang dayak dipedalaman

kalimantan, orang halmahera, suku-suku bangsa dipedalaman pulau seram,

pedalaman sunda kecil orang gayo aceh, orang rejang dibengkulu dan orang

pasemah di sumatera selatan.101

Kebudayaan yang beraneka ragam tersebut yang menjadi cikal bakal

peradaban yang besar dalam waktu yang panjang di Indonesia. Nemun

secara keseluruhan dari segi bahasa wilayah di nusantara tergolong kepada

bahasa austroneisa yang dikenal sebagai bahasa melayu-polinesia.

101 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 281-282

Page 85: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Sederhananya Indonesia merupakan negera yang paripurna, dengan

keberagaman budaya dan kepentingan mempu berhimpun dalam satu

negara yang disebut Indonesia yang mampu merekonsiliasikan antara

keragaman dan persatuan dalam bingkai bhineka tunggal ika,

Sukarno menggambarkan Indonesia sebgai taman sari dunia yang

memiliki kekayaan alam dan kekayaan perdaban dunia102. pertama

peradaban yang dimulai dari pengaruh india pada abad ke 5 hingga abad ke

15. Kedua pengaruh Islam pada abad ke 13 yang merobah pengaruh hindu-

budha sehingga terjadi pemerataan status dalam hubungan manusia yang

berpengaruh munculnya masyarakat perkotaan, konsep pertanggung

jawaban individu sebagai semagat awal modernisasi. Ketiga pengaruh cina

yang hampir bersamaan dengan Islam dimulai pada abad ke 14 (zaman

dinasti ming di cina) dalam proses Islamisasi yang segera membaur dengan

stuktur sosial-budaya. Yang kemudian memperkenalkan produk industri

dan komoditi, pemanfaatan laut dan perikanan. Keempat pengaruh barat

yang diperkenalkan oleh portugis pada abad ke 16 disusul oleh belanda dan

ingris. Yang selanjutnya belanda sebagai parasit yang menguasai wilayah

nusantara dibawah pemerintahan negara kolonial.

Pengaruh barat membawa mentalitas moderan yang sebelumnya telah

dibawa oleh pengaruh Islam menuju perkembangan yang lebih luas. Seperti

pada bidang ekonomi, bidang politik, sosial dan budaya. Dengan sekian

102 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 282

Page 86: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

banyak pengaruh dunia dan kebudayaannya jika dikelola secara baik tentu

akan menjadi syarat lahirnya peradaban agung.

Dalam memperoleh kemerdekaan Indonesia dan pengakuan dunia,

seniman Indonesia melantangkan pernyataan “kami adalah ahli waris yang

sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara

kami sendiri”103 melalui mingguan siasat. Peryataan tersebut dapat diambil

sebagai suatu kesadaran bahwa pertama pentingnya kebudayaan sebagai

eksistensi suatu bangsa. Kedua kesadaran akan pentingnya budaya adalah

bersifat lintas kecendrungan pemikiran dan idiologi. Ketiga menempatkan

kebudayaan nasional dalam konteks budaya global. Keempat bangasa

Indonesia memandang dirinya sebagai taman sari dunia

Pentingnya nilai budaya bagi ketahanan dan keberlangsungan suatu

bangsa telah banyak dibicarakna para ahli. Huntington mempertegas

pandangan yang melihat hubungan erat antara nilai-nilai dan kemajuan

karna dapat membentuk cara orang-orang berfikir untuk kemajuan itu

sendiri sehingga pelahirkan prinsip-prinsip dasar.

Kebudayaan yang di pengaruhi oleh agama diasumsikan sebagai

rintangan bagi kemajuan. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa

faktor keyakinan memberikan kontribusi penting dalam demokrasi karna ia

mempengaruhi aspek-aspek demokrasi itu sendiri. Yang perlu diperhatikan

adalah konteks apa yang membuat agama sebagai rintangan atau kemajuan.

103 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 285

Page 87: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Pentingnya variabel budaya dalam perkembangan ekonomi tampak

dalam kasus negara-negara multi budaya. Sekalipun semua kelompok etnis

dihadapkan pada hambatan sosial-politik yang sama. namun sebagian

kelompok lebih berhasil dibanding kelompok lainnya. Dalam konteks

politik budaya bisa memengaruhi perkembangan politik, sebaliknya politik

bisa memengaruhi perkembangan budaya. Tentang hal ini, pernyataan

Putnam layak untuk dipertimbangkan. Menurutnya104, meskipun akar

perbedaan dalam perkembangan politik di Italia Utara dan Selatan bermula

dari perbedaan budaya, perlu juga dicatat bahwa kebijakan desentralisasi

mendorong perubahan budaya di Selatan dalam bentuk menguatnya tingkat

kepercayaan, sikap moderat, dan kesediaan berkompromi. Perlu juga

ditambahkan bagaimana politik Jerman dan Jepang pasca-Perang Dunia

Kedua mampu mengubah watak kedua bangsa tersebut, dari watak bangsa

yang paling militeristik menjadi paling damai.

Perhatian terhadap pentingnya variabel budaya merupakan koreksi

terhadap kecenderungan untuk menjadikan politik dan ekonomi sebagai

panglima. Lebih khusus lagi, perhatian yang terlalu dipusatkan pada

perubahan prosedur dan kelembagaan politik. Seperti diisyaratkan oleh

Bernardo Arévalo (1999)105 penyebab kegagalan demokrasi di Guatemala

karena negeri itu mempunyai perangkat keras demokrasi, tetapi perangkat

lunaknya berupa otoritarianisme. Reformasi sosial tidak akan pernah

104 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 289-290 105 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 290

Page 88: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

muncul hanya mengandalkan reformasi kelembagaan politik dan ekonomi,

melainkan perlu berjejak pada reformasi sosial-budaya.

Indonesia adalah situs arkeologi kebudayaan yang berlapis dan

beragam, yang dapat merangkum sekitar 25 abad kehidupan umat manusia

secara serempak. Keragaman internal ini makin kompleks dengan

intensifikasi arus globalisasi. Dalam situasi seperti itu eksistensi Indonesia

sebagai republik dituntut untuk berdiri kokoh di atas prinsip dasarnya. Ide

sentral dari republikanisme menegaskan bahwa proses demokrasi bisa

melayani sekaligus menjamin terjadinya integrasi sosial dari masyarakat

yang makin mengalami ragam perbedaan. Oleh karena itu, tantangan

demokrasi ke depan adalah bagaimana mewujudkan pengakuan politik

(political recognition) dan politik pengakuan (politics of recognition) yang

menjamin hak individu maupun kesetaraan hak dari aneka kelompok

budaya, sehingga bisa hidup berdampingan secara damai dan produktif

dalam suatu republik.

Dalam memperkokoh visi republikanisme ini, Indonesia bisa

merevitalisasi karakter budaya Nusantara yang senantiasa terbuka bagi

asupan aneka budaya dan peradaban dunia dengan kapasitasnya untuk

melakukan proses penyerbukan silang budaya. Sesuai dengan karakteristik

lingkungan alamnya, sebagai negeri lautan yang ditaburi pulau-pulau,

genius Nusantara juga merefleksikan sifat lautan. Sifat lautan adalah

mencerap dan membersihkan; mencerap tanpa mengotori lingkungannya.

Page 89: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Sifat lautan juga dalam keluasannya mampu menampung segala keragaman

jenis dan ukuran.

Mohammad Hatta melukiskan etos kelautan manusia Indonesia itu

secara indah:106

Laut yang melingkungi tempat kediamannya membentuk

karakternya. Pecahan ombak yang berderai di tepi pantainya,

dengan irama yang tetap, besar pengaruhnya atas timbulnya

perasaan yang menjadi semangat bangsa. Penduduk yang menetap

di daerah pantai saban hari mengalami pengaruh alam yang tidak

berhingga, yang hanya dibatasi oleh kaki langit yang makin dikejar

makin jauh. Bangsa-bangsa asing yang sering singgah di Indonesia

dalam melakukan perniagaan dari negeri ke negeri mendidik nenek

moyang kami ini dalam berbagai rupa, memberi ia petunjuk tentang

barang-barang yang berharga dan tentang jalannya perniagaan. Last

but not least, pertemuan-pertemuan yang tetap dengan bangsa-

bangsa asing itu, orang Hindi, orang Arab, orang Tionghoa dan

banyak lainnya, mengasah budi-pekertinya dan menjadikan bangsa

kami jadi tuan rumah yang peramah. Pada bangsa pelaut ini,

keinginan untuk menempuh laut besar membakar jiwa senantiasa.

Dengan perahunya yang ramping dilayarinya lautan besar dengan

tidak mengenal gentar, ditempuhnya rantau yang jauh dengan tiada

mengingat takut. (Hatta, 1960; 1983: 151)

Usaha memberdayakan nilai budaya dan silang budaya bagi kemajuan

bangsa memerlukan perubahan paradigmatik dalam strategi kebudayaan.

Perubahan paradigmatik dalam kebudayaan ini terutama menyangkut tiga

dimensi utamanya, yakni dimensi mitos, logos, dan etos/karakter, dalam

wawasan nasional kita.

a. Transformasi Mitos

Strategi kebudayaan perlu menyentuh transformasi dalam dimensi

keyakinan (mitos). Yang harus kita akhiri bukan saja ”mitos pribumi

106 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 292

Page 90: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

malas”, melainkan juga mitos yang memandang ”senioritas” sebagai

ukuran kualitas dan tumpuan perubahan. Mitos baru harus dimunculkan

dengan mempercayai kapasitas kaum muda sebagai agen perubahan107.

Lebih dari sekadar kriteria usia, kaum muda merefleksikan

sikapkejiwaan. Suatu kebaruan cara pandang yang memutus hubungan

dengan tradisi kejahiliahan masa lalu, dengan keberanian

memperjuangkan visi perubahan yang menjanjikan pencerahan masa

depan. Namun, tak terhindarkan, mereka yang berani mengemban visi

perubahan lebih mungkin tumbuh dari mereka yang tidak terlalu

digayuti beban masa lalu. Meminjam pandangan Hatta, generasi baru

kaum terdidik, dengan kemampuannya untuk membebaskan diri dari

hipnosa kolonial, lebih mungkin mengambil inisiatif untuk

membangkitkan kekuatan rakyat dan menyediakan basis teoretis bagi

aksi-aksi kolektif.

Kenanglah Tan Malaka! Ia telah menjadi pemimpin Partai

Komunis pada usia 24 tahun. Kenanglah Soekarno, ia mendirikan dan

memimpin Partai Nasional Indonesia pada usia 26 tahun. Kenanglah

Sjahrir, ia memimpin Pendidikan Nasional Indonesia pada usia 22

tahun. Kenanglah Mohammad Roem, ia telah menjadi ketua Lajnah

Tandfiziyah Barisan Penyadar PSII pada usia 29 tahun. Bandingkan

dengan usia para pemimpin politik Indonesia saat ini.108

107 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 293 108 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 294

Page 91: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Oleh karena itu, betapapun konflik ideologis berulang kali terjadi,

selalu ada usaha untuk mempertautkan kepentingan-kepentingan

seksional ke dalam suatu kehendak kolektif yang disebut Antonio

Gramsci sebagai “historical bloc”109. Salah satu monumen

terpentingnya ialah Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Suatu babak

penting dalam perjuangan kemerdekaan, ketika gugus-gugus pemuda

yang terfragmentasi melebur dalam suatu citacita nasionalisme baru

dengan rasionalitas dan otosentrisitasnya sendiri. Hal ini ditempuh

dengan mengkonstruksikan komunitas impian baru (Indonesia), dengan

cara keluar dari jebakan ”bahasa” dan ”konstruksi” kolonial. Dengan

”penemuan” politik yang berkhidmat pada kemaslahatan bersama (pro-

bono publico) itulah, kemerdekaan Indonesia bisa dicapai.

Di sinilah letak khittah politik kaum muda. Manakala elemen-

elemen kemapanan menyeru pada ”kejumudan” dan ”ego sektoral”,

kaum muda menerobosnya dengan menawarkan ide-ide progresif dan

semangat republikanisme.

b. Transformasi logos

Dengan menggali modal sejarah, kita juga bisa melihat betapa

istilah ”pemuda” secara historis sering disandingkan dengan istilah

”pelajar”, seperti dalam sebutan ”pemuda-pelajar”. Seturut dengan itu,

ilmu dan kualitas pikiran dijadikan ukuran kehormatan.

109 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 295

Page 92: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Pengukuhan kembali kekuatan logos sebagaimana diperjuangkan

oleh para pendiri bangsa itu terasa penting ketika daya pikir mulai

”dihinakan” kembali oleh ‘kebangsawanan baru’, dalam bentuk

kronisme dan politik dinasti, yang membawa mediokritas dalam

berbagai bidang kehidupan. Dengan merajalelanya mediokritas, etos

kreatif dan ekonomi kreatif sebagai basis daya saing global pada era

pasca-industri tak bisa berkembang secara kondusif110.

Jika bangsa ini ingin merevitalisasi elan vitalnya, seperti yang

pernah dihidupkan oleh para pendiri bangsa, tak ada jalan lain bahwa

pengetahuan dan pemahaman (logos) perlu ditingkatkan dengan

memperbaiki sistem pendidikan dan pembelajaran sosial secara kolektif

(collective social learning). Terbukti bahwa kemajuan suatu bangsa

tidak bisa hanya bertumpu pada modal sumber daya alam. Yang

terpenting justru modal sumber daya insani. Bahwa kemajuan dan

kesejahteraan rakyat harus dipandang sebagai hasil dari proses belajar

sosial. Kesetaraan kesempatan dan interaksi sosial menjadi kata kunci.

Setiap warga harus diberi peluang yang sama untuk bisa

memasuki dunia pendidikan. Harus dicegah proses pendidikan yang

mengarah pada pengukuhan segregasi sosial. Sekolah-sekolah publik

harus bisa diakses oleh orang dari latar agama dan etnis apa pun, dan

menjadi wahana penyerbukan silang budaya (cross-culture fertilization)

110 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 296

Page 93: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

yang dapat memperkuat budaya kewargaan (civic culture). Kapitalisasi

dunia pendidikan harus dibatasi dengan meneguhkan kembali standar

meritokrasi, di atas daya beli.

c. Transformasi Etos

Kita perlu melakukan transformasi pada dimensi etos

perejuangan. Etos adalah karakter dan sikap dasar manusia terhadap diri

dan dunianya. Ia merupakan aspek evaluatif atas berharga atau tidaknya

sesuatu serta memberi orientasi atas tindakan manusia, yang tercermin

dalam sikap dan pilihan-pilihan yang dikembangkannya.

Etos pemuda selama ini kental berkarakter kekerasan dan

“kemalasan”, seperti tercermin dari munculnya berbagai laskar dan

mentalitas ”pegawai”. Dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa,

etos seperti itu harus ditransformasikan menjadi etos kerja dan etos

kreatif sesuai dengan karakternya masing-masing.111

Puluhan tahun setelah Sumpah Pemuda dicetuskan, krisis nasional

dan global yang ditimbulkan oleh elemen-elemen kemapanan sekali lagi

memanggil kreatifitas kaum muda. Sejauh menyangkut pemulihan

ekonomi, Richard Florida dalam The Rise of the Creative Class (2002)

telah melukiskan secara baik tentang peran esensial dari kreativitas.

Bahwa pusat pertaruhan ekonomi saat ini tidaklah seperti pada transisi

dari era pertanian ke industri yang mengandalkan input fisik (tanah dan

111 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 297

Page 94: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

tenaga manusia), melainkan bersandarkan pada inteligensia,

pengetahuan dan kreativitas. Kreativitas manusialah satu-satunya

sumber daya yang tak terbatas.112

Adapun pelaku utama dari ekonomi kreatif (the creative economy)

ini tak lain adalah anak-anak muda dengan etos kreatif yang kuat. Itulah

sebabnya, mengapa dalam perekonomian global hari ini, banyak

pengusaha sukses yang tumbuh dari orang-orang berusia muda.

Karena persoalan etos kerja dan etos kreatif ini erat kaitannya

dengan situasi rohaniah, tentu menimbulkan pertanyaan besar, apa yang

terjadi dengan modus pendidikan keagamaan kita. Bagaimana mungkin

dalam suatu masyarakat yang dilukiskan bercorak religius, etos dan

etika sosialnya lembek dan korupsi merajalela. Tidakkah hal ini berarti

bahwa semarak kehidupan keagamaan, seperti tercermin dalam

pertumbuhan rumah ibadah dan jemaah haji, hanyalah kesalehan formal

yang tidak mengarah pada kebersihan dan kesalehan sosial.

Karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, kaum

Muslim Indonesia dengan ajarannya paling bertanggung jawab untuk

melakukan koreksi atas distorsi pemahaman dan praktik keagamaan.

Memang benar, lemahnya etos kerja, sebagai cerminan suasana

rohaniah keagamaan, tidaklah berdiri sendiri. Ia saling bertautan dengan

persoalan dukungan struktural. Clifford Geertz telah lama

112 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 298

Page 95: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

mengindikasikan, bahwa sekalipun etos ”kapitalisme”, seperti tercemin

dalam sikap tekun, hemat dan berperhitungan, juga dimiliki oleh kaum

santri, kekuatan ekonomi santri sulit menjadi besar karena tidak

didukung oleh kemampuan organisasi yang baik. Kelemahan organisasi

dan ketiadaan apa yang disebut ”corporateness”, solidaritas kekaryaan,

dalam kaum santri secara umum juga dilihat oleh James Siegel di

Aceh.113

Pada ujungnya, kelemahan-kelemahan ini disebabkan oleh faktor

birokrasi pemerintahan yang bersifat eksploitatif, yang melemahkan

dayadaya korporasi dalam masyarakat. Wertheim mengatakan bahwa

kebijakan pemerintah bukan saja memberi contoh terhadap kehidupan

ekonomi, tetapi juga menentukan tingkat kemajuan ekonomi. Dan

kebijakan pemerintah yang buruk, bukan saja menghambat kemajuan,

tapi juga melumpuhkan bibitbibit kewirausahaan dan etos kerja yang

telah tumbuh dalam masyarakat.114

Jika persoalan organisasi (institusional) dan birokrasi (struktural)

memerlukan waktu yang lama untuk membenahinya secara kolektif,

setidaknya kita bisa mulai dari pembenahan pada tingkat personal:

memulihkan etos kerja yang positif pada jiwa orang-orang Islam.

Pergeseran etos dan karakter ini memerlukan proses persemaian

dan pembudayaan dalam sistem pendidikan. Proses pendidikan sejak

113 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 299 114 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 300

Page 96: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dini, baik secara formal, non-formal maupun informal, menjadi

tumpuan untuk melahirkan manusia baru Indonesia dengan karakter

yang kuat. Adapun karakter kuat ini dicirikan oleh kapasitas moral

seseorang, seperti keterpercayaan dan kejujuran; kekhasan kualitas

seseorang yang membedakan dirinya dari orang lain; serta keuletan dan

ketegaran untuk menghadapi tantangan. Dalam kaitan ini, agama

sebagai sumber pemupukan energi rohaniah terasa perlu untuk

melakukan reorientasi diri: dari kecenderungan menekankan dimensi

eksoterik yang bersifat simbolik, menuju dimensi esoterik yang

menyuburkan kekuatan etis-estetis dan etos.

2. Islam, Kepemimpinan Non Muslim dan Hak Azasi Manusia

Nama Susan Jasmine Zulkifli sontak menjadi sorotan publik. Bukan

karena sensasinya, tetapi perempuan cantik yang diangkat menjadi lurah di

Lenteng Agung itu ditolak sekelompok orang yang mengatasnamakan warga

yang mayoritas Muslim sebab ia adalah seorang non-Muslim. Tidak seperti

Kepala Desa Hj. Halijah Marding. Dia yang beragama Islam dipilih secara

demokratis di suatu desa di tanah Minahasa. Halijah terpilih dalam dua

periode oleh masyarakat yang mayoritas Kristen dan, yang mencengangkan,

keluarganya adalah satu-satunya keluarga Muslim di desa tersebut.

Suaminya sebagai petani biasa tidak mungkin dapat ‘membeli’ jabatannya

melalui ‘money politic’. Sayang kisah ini tidak menarik media untuk

diekspose secara luas. Sebaliknya, penolakan terhadap Lurah Susan menjadi

polemik dan perdebatan yang kontra-produktif sehingga menyulut emosi

Page 97: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Basuki Cahaya Purnama (Ahok) sebagai atasan Susan. Ahok yang pada

waktu itu menjadi wakil gubernur Jakarta menantang warga Jakarta untuk

mengumpulkan tanda tangan menolak Susan dan dirinya yang juga non-

Muslim.115

Penolakan terhadap kepemimpinan Ahok memuncak ketika ia

menggantikan Joko Widodo, yang terpilih sebagai Presiden Republik

Indonesia pada tahun 2014. Bentuk penolakan tersebut mulai dari bisikbisik

lirih orang per orang sampai penolakan yang bersifat terbuka. Tidak saja

Front Pembela Islam (FPI) yang menunjukkan sikap antagonis sejak Ahok

menjadi wakil gubernur tetapi juga kelompok Islam arus utama seperti

perwakilan Nahdhatul Ulama Jakarta Selatan, Ketua Habib Muda Jakarta,

Ketua Forum Betawi Bersatu, serta Sekretaris Jendral MUI. Mereka berdalih

bahwa Ahok melakukan politik penghancuran Islam melalui lelang jabatan,

renovasi masjid, larangan tabligh akbar yang mengakibatkan kemacetan

serta alasan higienitas di balik larangan penyembelihan kurban di sekolah

seperti disinyalir oleh media-media Islam online.

Penolakan semacam itu bukan monopoli umat Islam namun lazim

terjadi di kelompok agama lain. Dunia masih merasakan kepiluan terhadap

asasinasi Presiden John F. Kennedy (JFK), Presiden Amerika Serikat

termuda yang dikenal cerdas, humanis dan anti-perang pada tahun 1963.

Banyak teori berkembang mengenai penyebab pembunuhan keji tersebut,

115 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 302

Page 98: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

salah satunya adalah konspirasi Ku Klux Klan (KKK), kelompok Kristen

Kanan Kulit Putih yang tidak menghendaki seorang Katolik, betapapun

cemerlang seperti JFK, memimpin Amerika Serikat yang mayoritas Kristen

Protestan. Masalah yang lebih manifestatif konflik minoritas-mayoritas

berbasis agama di Irlandia Utara yang memuncak pada masa “The Trouble”,

konflik terbuka kelompok sipil yang terjadi sejak 1969-1998 yang menelan

ribuan jiwa dari kedua belah pihak.116

Peristiwa berdarah yang melibatkan pemimpin negara secara internal

terjadi di kelompok Islam dalam kasus pembunuhan Perdana Menteri Rafik

Hariri pada tahun 2005 akibat perseteruan kelompok Syi’ah dan Sunni di

Lebanon. Anak Benua Asia juga terkoyak dalam ketegangan kepemimpinan

berbasis perbedaan agama antara Hindu, Buddha dan Islam yang

membelahnya menjadi India, Pakistan, Sri Langka, Bangladesh dan

menyisakan masalah Jammu-Kashmir.117

Kisah-kisah di atas menunjukkan bahwa penolakan kepemimpinan

beda keyakinan merupakan fenomena umum, sejak dari lingkup rukun

tetangga (RT), rukun warga (RW), kelurahan, kabupaten, provinsi sampai

negara bahkan antar-negara. Terjadi pula di tempat kerja, kegiatan ekonomi,

politik dan aktivitas sosial lainnya. Manifestasinya pun beragam, mulai dari

stereotipe dan prasangka negatif, gerakan massa dan bahkan pembunuhan

konspiratif yang keji. Akar masalahnya pun ada yang tunggal atau multi-

116 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 303 117 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 303

Page 99: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

sebab, berkelindan dengan kepentingan politis serta terkait penguasaan

sumber daya lainnya. Kepemimpinan dan keyakinan nampak seperti

‘pasangan serasi’ meski tidak selalu ‘pasangan abadi’ karena ada faktor lain

seperti kepentingan ekonomi, etnis atau sejenisnya yang dapat

menggandengnya. Namun keyakinan memang lebih kuat memobilisasi

dukungan moral dan sentimen, dukungan riil dalam bentuk gerakan, dari

yang damai sampai yang berbentuk kekerasan.

Tulisan ini akan memfokuskan pada tiga aspek yaitu Islam dalam arti

doktrin Islam maupun sikap umat Islam terhadap kepemimpinan non-

Muslim dalam perspektif hak asasi manusia. Nexus dari ketiganya nampak

aksiomatis yang tidak memerlukan analisis yang pelik dan rumit. Selalu

dianggap wajar bahwa umat menghendaki pemimpinnya memiliki kesamaan

keyakinan. Apalagi jika kepemimpinan dipandang tidak sematamata sebagai

simbol politis yang profan tetapi sebagai keabsahan normatifteologis sampai

akhirat. Idealisme semacam ini niscaya dalam masyarakat homogen dan

dalam lingkup yang kecil tetapi menjadi problematik dalam masyarakat

demokratis yang plural dan multikultural dengan geo-politik yang luas

seperti Indonesia.118

Kepentingan dapat bersifat ‘overlapping’ dan tidak jarang saling

menafikan. Konflik sebagai manifestasi benturan kepentingan selalu

membutuhkan justifikasi. Overlapping terjadi pada saat agama muncul

118 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 304

Page 100: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

sebagai energi dahsyat yang mampu memobilisasi sentimen secara masif dan

destruktif dalam suatu konflik meski tujuan utamanya bukan agama itu

sendiri. Banyak pihak, termasuk Aufrechter, mempertanyakan apakah yang

terjadi di Irlandia Utara adalah konflik agama atau konflik sosial. Pernyataan

yang sama sering terdengar di media massa bahwa konflik di Ambon, Poso

dan yang terakhir di Sampang Madura, bukan konflik agama tetapi konflik

sosial, bahkan direduksi pada konflik personal tokoh agama. Sekali lagi

bermuara pada masalah kepentingan kepemimpinan dan dilegitimasi oleh

keyakinan.119

3. Simbiosis Kepemimpinan dan Keyakinan: Politik, HAM dan

Demokrasi

Simbiosis keyakinan dan kepemimpinan telah terjadi sejak dahulu kala

dan berlanjut dalam sistem politik modern saat ini. Di masa lalu, kekuasaan

teritorial dan politik cenderung homogen secara budaya dan monolitik secara

keyakinan. Suatu wilayah politik bahkan dapat diklaim sebagai suatu

kekuasaan agama, misalnya, Skandinavia merupakan representasi kekuasaan

politik Protestan. Sebaliknya, Eropa Selatan seperti Italia, Spanyol dan

Prancis adalah representasi kekuasaan Katolik. Rupanya pengelompokan

tersebut menjadi arus utama periodisasi kekuasaan politik secara umum,

termasuk di Indonesia. Sejarah Indonesia juga dimulai dari masa

animismedinamisme, masa kerajaan Hindu, Buddha dan Islam. Memang

119 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 304

Page 101: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

tidak ada kerajaan Kristen, namun secara politis kolonialisasi Barat acap kali

dipandang sebagai representasi dari kekuasaan Kristen. Sejarah kolonial

sering kali digambarkan dalam ketegangan diametrial dengan kekuasaan

Hindu di India, Buddha di Sri Langka dan Islam di Mesir, Indonesia dan

Malaysia.

Supremasi homogenitas budaya dan agama politik pra-modern mulai

bergeser, baik secara radikal seperti yang terjadi dalam Revolusi Prancis

maupun secara gradual terjadi dalam masyarakat lainnya sebagai imbas dari

proses modernisasi dan industrialisasi. Para pemikir modern seperti August

Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim, Karl Marx, Max Weber, Sigmund

Freud meyakini bahwa industrialisasi di Barat memacu perkembangan ilmu

pengetahuan rasional yang pada gilirannya menggeser supremasi dan

hegemoni agama. Kepercayaan takhayul, magis dan kesucian-kesucian ritual

adalah bagian dari masa lalu segera digantikan oleh sains dan teknologi.

‘Kematian agama’ merupakan keyakinan umum pada awal abad 19,

modernisasi memacu sekularisasi melalui birokrasi, rasionalisasi dan

urbanisasi sebagai kunci transformasi sejarah dari komunitas agraris-religius

(religius medieval agrarian communities) menuju bangsa modern-industrial

(modern-industrial nations) yang menandai pergeseran dari kesucian agama

(Sacred) menuju pada sekular (Secular).120

120 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 305

Page 102: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Pergeseran dari sakral ke sekular memengaruhi supremasi dan

legitimasi yang membentuk social capital dalam suatu kolektifitas baru. Di

dalam komunitas agraris religius, aktifitas komunal merupakan aktifitas

keagamaan yang terpusat di gereja dalam masyarakat Eropa12 atau di pusat-

pusat keagamaan seperti pesantren dalam konteks Jawa.13 Proses

modernisasi memunculkan otoritas baru di luar keagamaan seperti negara

dan birokrasi. Konsekuensinya sangat jelas, yaitu pergeseran kepemimpinan

dari sistem monarki dan teokrasi menuju bentuk negara republik-demokrasi.

Terlebih ketika demokrasi menciptakan ruang keterlibatan (engagement

space) yang lebih luas dengan membuka sekat-sekat primordial seperti

agama, ras, etnis, kelas, gender yang disebut ‘ruang publik’ dan menampung

berbagai kepentingan politik, ekonomi dan kepentingan umum lainnya.

Demokrasi meruntuhkan supremasi politik primordialisme atas etnis dan

agama, dengan konsep ‘power from people for people’ (kekuasaan dari

rakyat untuk rakyat) dan equal before law (kesetaraan di muka hukum) yang

memacu partisipasi dan sekaligus kepemimpinan berdasarkan meritokrasi.121

Para pemikir di atas percaya bahwa pendidikan modern berbasis ilmu

pengetahuan sekular akan mampu mentransformasi sentimen-sentimen etno-

religious komunalisme (ethno-religious communalism) menjadi etikaetika

kewarga-bangsaan (civic nation) dan kewargaan (citizenship) dalam suatu

negara bangsa (nation-state). Kewargaan (citizenship) dalam pandangan

Kymlicka merupakan pengakuan persamaan status bagi kelompok yang

121 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 306

Page 103: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

berbeda serta kesetaraan di muka hukum dan di ranah publik dalam

membangun kepercayaan (trust) demi kebaikan bersama (common good).

Dengan kata lain, kewargaan (citizenship) harus mendorong transendensi

perbedaan menuju kepentingan bersama demi menciptakan kebaikan

bersama.122

Kewargaan berhadapan dengan urbanisasi dan mobilisasi manusia,

baik regional maupun global yang lambat laun menciptakan ‘ruang sosial’

yang plural dan multikultural yang berimplikasi pada aspek kesempatan,

partisipasi serta keterlibatan dalam pengambilan keputusan, termasuk

kepemimpinan. Masalah yang muncul adalah apakah prinsip keadilan dan

kesetaraan dapat dicapai jika sentimen supremasi mayoritas atas minoritas

masih ’menggoda’? Sentimen ini dengan mudah membutakan dan

mengabaikan aspek kualitas dan kapabilitas kepemimpinan publik. Terlebih

jika sentimen tersebut berurat-akar pada keyakinan agama, apa pun tendensi

dan kepentingannya. Mayoritas cenderung menempatkan diri sebagai pihak

yang berhak merepresentasikan kelompok minoritas dan marginal secara

hegemonik, termasuk mendefinisikan mana yang boleh dan tidak boleh

tampil dalam ruang publik.15 Demo massal menolak kepemimpinan Lurah

Susan dan Gubernur Ahok serta asasinasi JFK merefleksikan sentimen itu

meski dengan latar belakang dan intensitas yang berbeda. Menariknya lagi,

122 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 306

Page 104: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

koordinator FPI Jakarta bahkan menggunakan dalih hak asasi manusia dalam

menolak kepemimpinan Ahok.123

Munculnya prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) modern,

langsung maupun tidak langsung, disebabkan oleh persoalan ketidakadilan,

diskriminasi, eksploitasi serta kekerasan kelompok dominan yang berkuasa.

Penegakan HAM telah berlangsung sejak masa para Nabi atau bahkan masa

sebelumnya yang berjuang mengembalikan harkat kemanusiaan dan hakhak

alamiahnya.17 Dominasi dan ekploitasi ini telah memorakporandakan Eropa

dalam konflik yang berkepanjangan dan mencapai puncaknya dalam Perang

Dunia I dan II. Kolonialisasi dan imperialisme menyengsarakan masyarakat

di negara-negara Asia dan Afrika.18 HAM modern dimunculkan seiring

dengan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk

menghentikan perilaku anti-kemanusiaan yang masif terjadi di seluruh dunia

untuk mengokohkan hak individu dan kedaulatan suatu bangsa. Prinsip-

prinsip ini dipandang mampu mengatasi berbagai rintangan sosiokultural,

termasuk sentimen agama yang berpotensi menghalangi keadilan dan

kesetaraan sosial.124

Namun implementasi dari rumusan itu tidak mudah. Ketika prinsip-

prinsip tersebut dirumuskan, bahkan di negara-negara yang

memprakarsainya seperti Eropa dan Amerika Serikat. Sampai saat ini kedua

negara masih bergelut dan nampak ‘kedodoran’ dalam menegakkan hakhak

123 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 307 124 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 307

Page 105: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

kelompok minoritas dan imigran, terutama akses pada kepemimpinan dan

sektor-sektor strategis lainnya. Fenomena imigran seharusnya diterima

sebagai konsekuensi kolonialisasi dan imperialisasi Barat di masa lalu yang

menjadi embrio mobilitas global melampaui batas-batas geo-politik seiring

perkembangan teknologi transportasi dan informasi. Persentase para imigran

dan kelompok marginal sampai generasi kedua dan ketiga pasca Perang

Dunia ke-2 di negara-negara tersebut menduduki posisi strategis merupakan

kegagalan langkah afirmasi yang dijanjikan. Pelecehan dan sikap intoleransi

terhadap mereka merupakan manifestasi ‘ketidakrelaan’ berbagi ‘ruang

publik’ dan ruang kehidupan dalam dunia global. Penolakan terhadap

mereka dibungkus dengan prinsip ‘freedom of expression’ yang tidak

bertanggung jawab dalam ukuran moral publik seperti kasus ‘Charli Hebdo’

di Prancis.125

Penegakan HAM di dunia Muslim jauh lebih memprihatinkan dan sulit

diketahui secara publik karena perlakuan represif penguasa terhadap media

massa yang menjadi ujung tombak ekspose isu-isu HAM. Penolakan

prinsipprinsip HAM Universal atas nama Islam sering kali hanya dalih

mengokohkan kekuasaan represif. Secara prinsip tidak ada pertentangan

antara Islam dan HAM universal kecuali perbedaan interpretasi dan

implementasinya. Abdullahi an-Naim menegaskan bahwa ‘tidak ada

pertentangan permanen antara Islam dan HAM meski mungkin juga tidak

mudah menemukan persesuaiannya”. Keduanya perlu dialog terus menerus

125 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 308

Page 106: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

sehingga mencapai ‘mutual understanding’, terutama antara Barat dan

Islam.126

Setiap bangsa dan masyarakat dunia sedang belajar menegakkan

HAM, di Barat, di Timur, dalam masyarakat Kristen, Islam, Yahudi, Hindu,

Budha dan kelompok-kelompok dominan lainnya. Kondisi ini menguatkan

sinyal bahwa prinsip-prinsip HAM adalah nilai-nilai hibrida dari puncak-

puncak peradaban dunia, dalam arti, bukan milik Barat sebab nyatanya

mereka pun sedang berjuang dan masih belum berhasil mencapainya.

4. Islam dan Kepemimpinan Non-Muslim: Tantangan Masa Depan

Kembali pada cerita awal tentang Lurah Susan, Ahok dan kisah tragis

JFK dan Rafik Hariri. Ada pertanyaan mendasar, mengapa masalah

keyakinan dipersoalkan? Jawabannya tentu ada motif dan kepentingan yang

berbeda dengan para penolaknya. Motif dan kepentingan apa yang secara

signifikan mendorong sentimen keagamaan? Bikhu Parekh menegaskan

bahwa motif dan kepentingan yang paling mendasar dipertahankan adalah

isu identitas, yang tidak semata dapat ditegakkan melalui pemenuhan hak

semata tetapi harus didasarkan pada penghormatan terhadap keberadaannya

(recognition of identity) yang legitimate. Penghormatan terhadap identitas,

termasuk perbedaan unsur pembentuknya, merupakan landasan bagi

pemenuhan hak-hak lainnya dan bukan sebaliknya. Dalam banyak kasus

pemenuhan hak dasar seperti makan dan tempat tinggal dan bekerja tidak

126 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 308

Page 107: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

cukup menghentikan perjuangan suatu kelompok terhadap ketidakadilan.

Penghormatan terhadap identitas menyangkut partisipasi pengambilan

keputusan pada kepentingan umum, termasuk hak kepemimpinan.127

Alasan para penolak Lurah Susan, Ahok dan pembunuh Hariri dan JFK

pada umumnya dipicu oleh keengganan kelompok mayoritas mengakui

kesetaraan identitas dari pemimpin berbeda keyakinan, suku dan kelas

sosialnya. Keengganan tersebut memiliki legitimasi yang beragam, dari

aspek yang sifatnya profan seperti ras, etnisitas dan kelas sosial sampai

masalah akhirat yang berbasis keyakinan. Keengganan yang membentuk

eksklusivitas yang masih menjadi fenomena global meski sistem demokrasi

membuka akses dan partisipasi seimbang pada setiap orang. Mekanisme

pemilihan tertutup (voting) dalam sistem demokrasi belum dapat

menghindarkan manusia dari perangkap eksklusivitas sehingga masih

menciptakan tirani mayoritas.128

Sebagai negara dengan umat Islam terbesar di dunia, masalah

kepemimpinan dan agama akan terus terjadi jika tidak ada ‘margin of

negotiation’ antara keduanya. Terlebih jika Islam dihadapkan dengan

berbagai perkembangan isu kontemporer seperti demokrasi, HAM dan

entitas universal yang semakin mengarah pada prinsip kesetaraan dan

keadilan yang inklusif dan non-diskriminatif. Pembelaan terhadap Lurah

Susan dan Ahok dari kalangan Muslim yang jumlahnya lebih besar dari yang

127 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 309 128 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 309

Page 108: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

menentangnya menunjukkan kecenderungan yang menarik. Dalam konteks

yang lebih luas, rendahnya dukungan umat Islam terhadap partai Islam

menjelang Pemilu 2014 melalui survei independen tidak kalah mengejutkan.

Bahkan dua organisasi besar arus utama Nahdhatul Ulama dan

Muhammadiyah telah menyatakan bahwa NKRI (Negara Kesatuan Republik

Indonesia) adalah final. Artinya, gagasan negara Islam atau Khilafah

Islamiyah akan menjadi propaganda ideologis kelompok Islam periferal dan

jauh dari kenyataan. Daerah-daerah yang memberlakukan Perda Syariah

juga nampak tidak memiliki agenda memisahkan diri dari NKRI.129

Dengan demikian, masalah kepemimpinan non-Islam menjadi niscaya

di Indonesia dalam konteks di atas dan pada masa-masa mendatang. Hal

yang perlu dilakukan, terutama para pemegang otoritas seperti

Muhammadiyah dan NU, adalah memberikan pedoman-pedoman yang

bersifat permanen melalui kajian yang komprehensif sehingga tidak

menimbulkan keraguan dan kegaduhan. Ada tiga rujukan yang perlu

diketengahkan dalam merespons masalah ini:

a. Landasan Normatif

Sumber utama persoalan kepemimpinan dalam Islam dapat dilihat

pada Surat al-Nisa [4]: 59, Athî’ullah wa athî’û al-rasûl wa uli al-amri

minkum. Secara umum dipahami oleh kelompok Islam bahwa

kepemimpinan berdasarkan pada surat ini berakar pada konsep

129 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 310

Page 109: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

‘kepatuhan’ atau ketaatan yang linier dari Allah, Rasul dan para

pemimpin darimu (uli al-amri minkum). Minkum atau “darimu” lazim

dipahami sebagai dari golonganmu atau dari kelompokmu. Kata Allah

dan rasul memberi penguatan (ta’kîd) pada kelompok berdasarkan

keyakinan. Secara harfiah Al-Quran banyak menjelaskan tentang

kepemimpinan dalam kata ‘wali’, misalnya, dalam Surat Ali Imran ayat

28 yang menegaskan ketidakbolehan dengan kata ‘lâ’ yang dapat

diartikan dengan “janganlah orang-orang mukmin mengambil orang

kafir menjadi wali”. Yang menarik dari ayat ini adalah adanya

pengecualian bahwa mengambil pemimpin kafir dibolehkan sebagai

strategi memelihara diri dari yang ditakutinya.130

b. Pemikiran Para Ulama

Rujukan utama pemikiran kepemimpinan dalam Islam adalah

karya para ulama abad pertengahan seperti Ibn Khaldun, al-Mawardi, Ibn

Taimiyah dan ulama-ulama pada masanya. Para ulama masa selanjutnya

cenderung bersifat memperkaya pendapat yang ada dengan berbagai

penjelasan-penjelasan yang relevan dengan zamannya. Secara umum

para ulama menegaskan bahwa Islam adalah syarat utama

kepemimpinan. Ibn Khaldun menyebut Islam secara implisit bahwa

kepemimpinan harus dari unsur Quraisy yang tidak lain adalah suku

Rasulullah yang, tentu saja, Muslim dan beretnis Arab. Sementara

Pendapat Ibn Taimiyah dipandang sangat kontroversial karena

130 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 310

Page 110: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

tekanannya pada sifat adil dari seorang pemimpin yang dapat

mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, kepemimpinan

non-Muslim dapat diterima selama ia dapat berlaku adil. Ia menegaskan

bahwa Allah membela suatu negara yang adil meski dipimpin oleh orang

kafir dan Allah tidak membela suatu negara tirani dan despotik meski

dipimpin oleh seorang Mukmin dan Muslim. Pendapatnya didasarkan

pada Surat al-Hadid ayat 25, al-Maidah ayat 42 dan al-Nisa ayat 58.131

Meski tidak secara eksplisit seperti Ibn Taimiyah, tekanan pada

masalah kemaslahatan di atas masalah agama juga ditegaskan oleh

Muhammad Abduh. Ia dapat menerima pemerintahan kolonial Eropa

demi membebaskan Mesir dari Kesultanan Turki Utsmani (Ottoman

empire) yang dirasakan otoriter dan tidak memberi kesejahteraan rakyat.

Meski Abduh memberi catatan bahwa pemerintahan Prancis dan Inggris

disebut temporal namun secara konseptual memberi justifikasi

kepemimpinan non-Muslim selama membawa kebaikan pada umat

Islam. Pandangan tentang kebolehan kepemimpinan non-Muslim secara

eksplisit tersirat dalam pandangan politiknya yang sangat nasionalis. Ia

mengakui persamaan hak dan perlakuan yang sama di hadapan hukum

bagi warga Mesir yang memiliki perbedaan keyakinan, termasuk di

dalamnya orang Eropa yang tinggal di Mesir selama mereka menaati

hukum Mesir dan membayar pajak.132

131 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 311 132 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 311

Page 111: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Dari sedikit pemikir kontemporer yang mengindikasikan

keniscayaan kepemimpinan non-Muslim adalah Abdullahi an-Naim

ketika membahas Islam dan Hak-hak Asasi Manusia. Aspek-aspek

restriktif dalam khazanah Islam perlu ditinjau kembali jika dihadapkan

pada prinsip universal HAM. Proses yang ditawarkan oleh an-Naim

adalah memberlakukan kembali konsep nâsikh wa mansûkh dari ayat-

ayat yang khusus Madaniyah menuju ayat-ayat Makkiyah yang bersifat

umum. Dedikasinya terhadap reformasi Islam ini telah memberinya

‘ruang’ negosiasi antara HAM Universal dan Islam.133

c. Fakta Kontekstual

Persoalan kepemimpinan yang dikaitkan dengan identitas kolektif

jamak terjadi, setidaknya secara simbolis, mesti tidak selalu berbanding

lurus secara substantif terhadap efektivitas dan kemanfaatan masyarakat.

Bahkan dalam sistem demokrasi yang idealnya nir-diskriminasi,

elektabilitas seorang pemimpin masih ditentukan oleh suara kelompok

mayoritas yang pada umumnya sama latar belakang etnis atau

keyakinannya, termasuk di negaranegara Barat. Maknanya, pada ranah

ideal, diskriminasi atau penolakan kepemimpinan berbasis apa pun dapat

dihapuskan tetapi pada ranah praksis ‘preferensi primordial’ agama dan

etnisitas tidak terhindarkan dan sering dipahami sebagai konsekuensi

logis dari prosedur demokrasi.134

133 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 311-312 134 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 312

Page 112: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Kasus asasinasi JFK dan terpilihnya Barack Obama yang berkulit

hitam menjadi bagian menarik ‘democratic exercise’ Amerika Serikat

dalam dua abad kemerdekaannya. Amerika Serikat membutuhkan

setengah abad sejak terbunuhnya JFK untuk menerima presiden dari

kelompok minoritas. Eloknya, Presiden Barack Obama terpilih dalam

dua periode jabatan. Di Indonesia, dua lurah perempuan yang telah

disebutkan di atas juga fenomenal meski dalam lingkup yang lebih kecil.

Hajjah Halijah Marding terpilih menjadi kepala desa melalui pemilihan

terbuka dalam lingkungan Kristen. Terpilihnya Obama dan Halijah

sebagai minoritas pada dua periode kepemimpinan dan dicintai

rakyatnya patut direnungkan. Bagaimana seseorang dari kelompok

minoritas mampu ‘mengambil hati’ kelompok mayoritas? Sebaliknya,

terbunuhnya JFK, penolakan terhadap Lurah Susan dan Gubernur Ahok

menjadi sisi lain dari persoalan ini. Menilik fenomena Kepala Desa

Halijah, apakah dapat disimpulkan bahwa komunitas Kristen lebih

terbuka terhadap perbedaan? Atau setidaknya, tradisi Kristen lebih

dahulu menyelesaikan persoalan ini ketimbang komunitas Islam? Jika

demikian, perlu dilakukan analisis mendasar terhadap kedua aspek yang

dibahas sebelumnya.135

Pertama, umat Islam perlu menyadari adanya pergeseran konsep

teritorial dan peta politik dari eksklusivitas politik menuju pada

inklusivitas politik. Pada abad awal dan pertengahan, peta politik dan

135 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 312

Page 113: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

kekuasaan teritorial umumnya dibentuk berdasarkan agama dan etnisitas

seperti di Cina, Eropa, India dan Islam. Ibn Khaldun mendokumentasikan

kecenderungan tersebut, termasuk syarat kepemimpinan adalah suku

Quraisy yang Muslim. Pada masa itu, tidak terbayang kepemimpinan

umat Islam di tangan non-Muslim dan, sebaliknya pula, tidak masuk akal

bagi umat Kristen dipimpin oleh seorang non-Kristen. Eksklusivitas

politis ini berimbas pada perebutan kekuasaan teritorial yang dimaknai

sebagai perluasan pengaruh agama ketimbang etnis sehingga muncul

istilah ‘Perang Salib’ (Crusade) dan “Perang Sabil” (jihâd fi sabîlillah).

Memasuki abad modern, geo-politik bergeser secara revolutif

menjadi inklusif dengan munculnya konsep republik dan demokrasi,

terutama pasca-revolusi Amerika Serikat (1775-1783) dan revolusi

Perancis (17871799). Keduanya mengukuhkan konsep negara republik

yang demokratis berbasis pluralisme dan multikulturalisme. Amerika

Serikat menunjukkan perkembangan yang lebih positif terhadap

pluralisme dan multikulturalisme jika dibandingkan dengan Prancis yang

sampai saat ini masih mencari bentuk. Dalam masyarakat Muslim,

keruntuhan Kekhalifahan Turki Utsmani menggeser geo-politis secara

substantif, terlebih pasca penjajahan Barat. Banyak negara-negara

dengan penduduk Muslim mayoritas, termasuk Indonesia, Mesir, Al-

Jazair, Nigeria, Pakistan, Bangladesh dan sejenisnya memproklamasikan

diri sebagai negara republik dengan sistem demokrasi yang beragam

pada tingkat implementasinya. Indonesia sebagai negara Muslim terbesar

Page 114: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

di dunia tidak memproklamasikan negara Islam tetapi negara republik

yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, umat

Muslim membutuhkan suatu kerangka berpikir yang progresif dan

inklusif dalam menghadapi keniscayaan demokrasi yang multi-kultural

dan pluralistik.

Pilihan di atas membawa konsekuensi signifikan terhadap konsep

kepemimpinan dalam arus utama pemikiran Islam. Konstitusi Indonesia

yang memberi akses dan partisipasi sama bagi seluruh warga negara

Indonesia menjadi tantangan tersendiri. Pada kenyataannya, selama lebih

dari setengah abad merdeka dan berdaulat sebagai negara, Indonesia

hanya memiliki presiden yang beragama Islam dan berdarah Jawa.

Presiden Habibie pun yang didakwa sebagai non-Jawa—meski memiliki

darah Jawa yang mengalir dari ibundanya—hanya berkuasa ‘seumur

jagung’. Menurut orang Jawa karena ia tidak memiliki ‘pulung’

kepemimpinan yang merupakan justifikasi primordial. Di dalam era

global dan kompleksitas persoalan pada saat ini, konsep imâmah di atas

yang selama ini menjadi arus utama perlu diimbangi dengan pemikiran

alternatif dari Ibn Taymiyah, Muhammad Abduh dan pemikir

kontemporer Abdullahi an-Naim. Pergeseran geo-politik ini dapat

ditambahkan sebagai ‘Illat (ratio legis/alasan hukum) yang lebih

permanen ketimbang argumen bahwa kepemimpinan non-Muslim

diperbolehkan jika ‘tidak memusuhi’ umat Islam.

Page 115: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Kedua, pergeseran geo-politik modern berimplikasi pada konsep

pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif dan bahkan

kekuasaan keagamaan. Sejatinya, masalah pemisahan kepemimpinan

dalam politik Islam telah terjadi sejak pasca kepemimpinan Khulafa

Rasyidin yang berakhir pada kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Pada masa

kepemimpinan Khulafa Rasyidin, kepala negara merangkap sebagai

pemimpin agama sehingga syarat keIslaman menjadi sentral. Pasca

Khulafa Rasyidin, kepemimpinan terbagi dua antara kepemimpinan

agama berada pada kewenangan qâdhî (‘ulamâ) dan kekuasaan politis

berada dalam kepemimpinan Sultan (umarâ). Dualisme kepemimpinan

ini saling melengkapi meski dalam banyak kasus saling bersitegang

seperti kisah masyhur Imam Ahmad bin Hambal yang pernah masuk

penjara karena menentang sultan. Dalam konteks ini, agama sebagai

syarat kepemimpinan hanya bersifat simbolis sebagai ‘penanda’ identitas

kolektif tanpa muatan peran-peran substantif keagamaan yang dilakukan

oleh Khulafa Rasyidin.

Para imam mazhab seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam

Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal pernah berperan sebagai pemimpin

agama ketika mereka menjadi qâdhî besar pada masanya. Pada konteks

inilah pendapat Ibn Taymiyah yang menekankan keadilan menjadi

relevan karena ia hidup pada masa kekhalifahan Abbasiyah sekitar abad

13 M di mana kepemimpinan terpisah antara kekuasaan politik dan

Page 116: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

otoritas agama. Ia sendiri merupakan korban ketegangan kekuasaan

tersebut dan wafat di penjara.

Pemisahan kepemimpinan ini juga meluas ke Nusantara ketika

kerajaankerajaan Islam berdiri. Meski sultan merupakan pemimpin

tertinggi agama seperti Sultan Yogyakarta yang bergelar Ingkang

Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati ing Ngalaga

Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah, tetapi ia tidak memiliki

kompetensi hukum agama sehingga diserahkan pada para penghulu

dalam “Mahkamah al-Kaburoh” di Masjid Besar Kauman. Pasca

kemerdekaan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi

pilihan sadar bangsa Indonesia dalam mengatasi kemajemukan agama,

etnisitas dan budaya. Konstitusi menjamin persamaan hak dan perlakuan

di muka hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintahan

dilaksanakan dengan kerangka trias politika dengan tiga kewenangan

terpisah: legislatif, eksekutif dan yudikatif .

Pembagian kekuasaan dimaksudkan guna memperoleh

keseimbangan dan menghindari kesewenangan. Kepemimpinan politik

terpisahkan dengan kepemimpinan agama yang bersifat kultural dan sipil

yang direpresentasikan oleh para pemimpin agama dan organisasi

keagamaan seperti MUI, Muhammadiyah dan NU. Keberadaan

Kementerian Agama merupakan pelaksana teknis kebijakan negara pada

urusan keagamaan.

Page 117: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Pada saat ini masyarakat cenderung berpikir substantif ketimbang

simbolis sehingga dualisme kepemimpinan itu dapat diterima realistis

bahwa kepemimpinan politik diarahkan untuk mendistribusi keadilan

dan kesejahteraan siapa pun dan apa pun latar belakangnya. Sedangkan

pada masalah agama, mereka lebih kritis, seiring meningkatnya

pendidikan, sehingga otoritas agama tidak lagi bersifat tunggal. Terlebih

lagi, privatisasi dan domestifikasi agama nampak semakin menggejala

sehingga ikatan kolektivitas terhadap figur karismatik semakin

memudar. Jamak ditemui bahwa masyarakat dapat menentukan pilihan

sendiri pada masalah agama di tengah kontestasi otoritas keagamaan dari

kelompok agama besar seperti Muhammadiyah dan NU.

Akhirul kalam, fanatisme keagamaan terhadap kepemimpinan publik

dapat dihindari karena sifatnya yang profan dan tidak secara kumulatif

terkait dengan persoalan keyakinan agama. Kesamaan keyakinan antara

pemimpin dan umat yang dipimpin merupakan suatu idealisme yang dapat

diterima. Namun demikian, dalam konteks kemajemukan di alam demokrasi,

perbedaan keyakinan menjadi niscaya selama keadilan, kemakmuran dan

jaminan perlindungan terhadap pelaksanaan ibadah dan aktivitas keagamaan

terpenuhi. Kesetaraan pendidikan dan keterbukaan informasi keagamaan

telah mendewasakan umat Islam dalam melaksanakan kewajiban agama

tanpa tergantung sepenuhnya pada pemimpin. Kalaupun kepemimpinan

agama masih diperlukan, keberadaan organisasi keagamaan seperti

Muhammadiyah dan NU dapat menjadi rujukan.

Page 118: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

C. Fiqih Kepemimpinan Non Muslim

Dalam konteks kepemimpinan sangat jarang ditemukan kesepahaman yang

mutlak terkait masalah siapa yang layak dan baik untuk dijadikan atau dipilih

sebagai seorang pemimpin. Diantaranya banyak fenomena yang terjadi di

berbagai daerah pada belahan dunia yang menolak kepemimpinan beda

keyakinan. Mulai dari tingkat terendah seperti Rukun tetangga (RT) sampai taraf

paling tinggi seperti negara. Bahkan fenomena tersebut juga dapat terjadi di

tempat kerja, ranah ekonomi bahkan ranah politik.

Kriteria pemimpin dalam fikih siyasah menurut ulama

1. Al mawardi menyebutkan syarat seorang pemimpin adalah :136

a. Meiliki sikap adil dengan segala persyaratannya

b. Memiliki ilmu pengetahan yang dapat mengantarkan pada ijtihad

c. Memiliki pendengaran, penglihatan dan lisan yang sehat

d. Memiliki anggota tubuh yang utuh

e. Memiliki deposit wawasan yang mencukupi untuk mengelola

kehidupan rakyat dan kepentingan umum

f. Memiliki keberanian untuk melindungi rakyatnya dan melawan

musuh

g. Berasal dari keturunan qurais

136 Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Bashri al-Baghdadi al-Mawardi, al-

Ahkam as-Sulthaniyyah wa al-Wilaayaat ad-Diiniyah, (Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt),

hlm. 6.

Page 119: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

2. Juwaini menyampaikan syarat seorang pemimpin adalah :137

a. Seorang muslim

b. Berjenis kelamin laki-laki

c. Seorang yang merdeka

d. Berasal dari keturunan quraisy

e. Mampu berijtihad secara mandiri sehingga ia dapat melahirkan

simpulan secara mandiri

f. Berintegritas moral yang tinggi

g. Memiliki dukungan militer yang nyata sehingga mampu menjamin

keamanan negara

h. Mempunyai keahlian mengelola negara masa pertengahan Islam

3. Abdurrahman ibn muhammad ibn khaldun menuliskan lima syarat

kepala negara yaitu:

a. Memiliki pengetahuan yang luas

b. Seorang yang adil

c. Mampu melaksanakan tugas sebgai kepala negara

d. Sehat fisik dan memiliki panca indara yang lengkap

e. Berasal dari keturunan qurais

4. Ibnu taimiyah138

a. Orang yang kuat yaitu orang yang memiliki keberanian dan

pengalaman menghadapi musuh dalam berbagai peperangan.

137 Abdul Malik ibn Yusuf al-Juwaini, Ghiyats al-Umam fi at-Tiyas azhulm, (Iskandaria:

Dar ad-Dakwah, tt.), hlm. 43. 138 Ibn Taimiyah, Majmu’at al-Fatawa, (Saudi Arabia: Dar al-ifta wal irsyad, 1977),

hlm 253

Page 120: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Seseorang dikatakan kuat manakala ia memiliki kekuatan ilmu

pengetahuan tentang keadilan dan cara melaksanakan hukum Allah.

b. Orang yang amanah (takut kepad allah)

Di tempat lain ibn taimiyah menegaskan bahwa keadilan merupakan

syarat terprnting bagi seorang pemimpin, ibnu taimiyah menyatakan

“sesungguhnya Allah menyokong negara yang adil meskipun kafir

(pemimpinnya) dan tidak mendukung negara yang despotik

meskipun muslim (pemimpinnya). Dunia itu tidak dapat tegak

dengan memadukan antara kekufuran dan keadilan dan dunia tidak

dapat tegak dengan modal kezhaliman dan keIslaman”

5. Muhammad abduh139

Menjawab pernyataan tentang ayat-ayat yang dikutip oleh para

ulama yang menolak menjadikan non-mislim sebagi pemimpin sama

sekali tidak dapat ditolak kebenarannya. Yang tidak disebutkan kata

abduh bahwa mereka yang dilarang tersebut adalah merek ayang

memusuhi umat Islam. Ketika entitas non muslim itu tidak memusuhi

umat Islam dalam suatu entitas negara sebagai warga negara maka

mereka dapat dipilih sebagai kepala negara. Dengan landasannya kepada

surat al-mumtahanan ayat 7,8 dan 9

139 Muhammad Abduh, al-A’mal al-Kamilah, (Beirut: al-Muassah, al-Arabiyah lid-

Dirasah wan-Nasyr, 1972), hlm 107-108

Page 121: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Selanjutnya Abduh menutup uraiannya dengan menegaskan bahwa

larangan mengangkat pemimpin non-Muslim itu merupakan larangan

yang ber-‘illat. Yaitu manakala mereka (non-muslim) itu orang-orang

yang berperilaku buruk terhadap umat Islam. Manakala perilaku buruk

itu tidak ada, maka larangan tersebut tidak lagi berlaku. Dengan

demikian larangan tersebut sama sekali bukan berkaitan dengan

perbedaan agama.

Jika ditanyakan, siapa yang mesti dipilih antara pemimpin Muslim

yang tidak mampu memimpin dengan pemimpin non-Muslim yang

mampu memimpin? Jawaban yang diharapkan tentu saja jawaban yang

melampaui pertanyaannya itu. Yaitu pemimpin Muslim yang mampu

memimpin. Namun demikian, jika suatu saat terjadi maka jawaban yang

realistis adalah pemimpin non-Muslim yang mampu memimpin.140

Karena itu pula tulisan ini dapat ditutup dengan penegasan.

Memilih pemimpin non-Muslim di tengah masyarakat Muslim

hukumnya diperbolehkan. Itu dirujukkan pada dua hal. Pertama,

masalah kepemimpinan dalam hukum Islam merupakan persoalan yang

bukan absolut (almutaghayyirât). Kedua, larangan memilih pemimpin

non-Muslim dikaitkan dengan sebab yang menyertainya. Yaitu

manakala mereka (non-Muslim) melakukan penistaan kepada umat

Islam. Dalam suatu masyarakat majemuk di mana antara umat Islam dan

140 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 325

Page 122: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

non-Muslim bersatu dalam suatu entitas negara-bangsa maka antara

keduanya bisa merajut hubungan harmonis yang saling memerlukan.141

Fikih Kebhinekaan adalah sebuah rumusan fikih yang berpijak pada

fenomena keragaman di masyarakat. Tujuannya adalah untuk

memberikan panduan filosofis, teoretis-metodologis, dan praksis di

kalangan umat Islam Indonesia dalam mendorong hubungan sosial yang

harmonis, menghilangkan diskriminasi, memperkuat demokratisasi, dan

memberikan landasan normatif-religius bagi negara dalam memenuhi

hak-hak warga masyarakat secara berkeadilan.142

Tiga isu utama yang dikaji dalam halaqah Kebhinekaan ini

mencakup: Konsep ummah yang lebih terbuka dan egaliter, hubungan

mayoritasminoritas dan kepemimpinan dalam masyarakat majemuk.143

Pertama, merumuskan konsep ummah (citizenship) yang lebih

terbuka dan egaliter. Sehingga ummah adalah sebuah entitas yang

menyantuni dan mengayomi semua, yang masing-masing memiliki

kewajiban dan hak yang sama.

Kedua, fikih yang berkaitan dengan soal kemanusiaan dan

kemasyarakatan. Dalam konteks ini, fikih perlu mengakomodasi

kelompokkelompok terpinggirkan, variasi pemahaman dan praktik

keagamaan di dalam Muhammadiyah dan internal Islam itu sendiri, dan

141 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 325 142 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 326 143 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan,... hlm 327

Page 123: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

berbagai isu sensitif terkait dengan kelompok-kelompok minoritas

keagamaan yang sering dituduh sesat, kafir, dan murtad. Pada intinya,

bagaimana menciptakan fikih yang dapat memberi manfaat secara luas

tanpa sekat-sekat diskriminatif, misalnya orientasi primordial, fanatisme

keagamaan, dan mayoritasminoritas.

Ketiga, kepemimpinan dalam masyarakat majemuk. Dalam konsep

keumatan yang inklusif, setiap individu berhak dipilih menjadi

pemimpin atau memilih pemimpin. Kesetaraan hak ini tidak dapat

dibatasi oleh perbedaan identitas dan latar belakang (gender, strata

sosial, keagamaan, dan etnis). Islam mengakui kehadiran seorang

pemimpin yang berasal dari kalangan minoritas. Oleh karenanya, sangat

terbuka kemungkinan memilih pemimpin non-Muslim di tengah

masyarakat Muslim sepanjang tidak mengancam kebebasan beragama.

Ibn Tamiyah pun pernah berfatwa bahwa kepemimpinan non-muslim

yang adil lebih baik daripada kepemimpinan Muslim yang zalim

(Majmu’at al-Fatawa li Ibn Taimiyah). Dalam suatu masyarakat

majemuk dimana antara Muslim dan non-Muslim bersatu dalam suatu

entitas negara maka keduanya bisa merajut hubungan harmonis yang

saling memerlukan.

Page 124: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Presfektif Fiqih Kebhinekaan tentang Pemilihan Pemimpin Non

Muslim

Dalam konteks kebersamaan pemimpin merupakan salah satu unsur

terpenting karna kepemimpinan seorang pemimpin akan memainkan peran

sebagai pengelola agar terbentuknya suatu sistem yang baik dalam

kebersamaan tersebut. Maka bagaimana bentuk dan keadaan suatu

kelompok tergantung kepada kebijakan yang akan dilakukan oleh seorang

pemimpin.

Negara dapat dikatakan sebagai kumpulan kelompok yang bersama-

sama dalam suatu wilayah. Maka negara juga membutuhkan adanya

pemimpin. Menentukan seorang pemimpin pada setiap negara ditentukan

dengan sistem yang dipakai oleh masing-masing negara tersebut seperti

sistem monarki atau dengan sitem demokrasi. Negara dengan sistem

monarki untuk menentukan pemimpinnya hanya dengan warisan dari raja

kepada putra mahkota. Maka dalam sistem monarki bisa dikatakan

perdebatan tentang pemimpin negara pada lingkup masyarakat tidak begitu

memberikan pengaruh, sedangkan negara dengan sitem demokrasi dimana

pemimpin suatu negara ditentukan dengan cara pemilihan secara langsung

atau secara parlementer akan menimbulkan perdebatan hangat di tengah-

tengah masyarakat.

Page 125: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Konteks kepemimpinan tidak hanya pada lingkup tertinggi seperti

negara. Kepemimpinan juga merupakan hal yang penting pada setiap

tingkatan, golongan dan lain sebagainya. Dalam ajaran Islam konsep

berjamaah sangat menjadi anjuran dalam setiap tindakan. Maka tentu

disetiap bentuk jamaah diperlukan bahkan diharuskan untuk menentukan

siapa yang akan dipercayakan untuk menjadi pemimpinnya, agar

berjamaah bisa terorganisir. Karna kebaikan yang tidak terorganiris akan

dihancurkan oleh keburukan yang terorganiris.

Dalam kelompok yang homogen tentu tingkat perdebatan tentang

seorang pemimpin yang akan dipilih relatif rendah, dikarnakan adanya

kesamaan dan kesepahaman yang utuh. Kemungkinan perdebatan yang

terjadi hanya pada permasalaha siapa yang terbaik. Pada masyarakat yang

heterogen tentu ruang perdebatan akan semakin luas dalam menentukan

seorang pemimpin. Karna adanya perbedaan nilai, paham bahkan

kepentingan pada masing-masing kelompok yang majemuk tersebut.

Dalam kehidupan sosial dibutuhkan pemahaman tentang

keberagaman, dalam ajaran Islam pada dasarnya Allah telah menciptakan

umat manusia sangat heterogen, dalam bentuk bersuku-suku dan

berbangsa-bangsa, takdir tersebut bukanlah untuk dijadikan sebagai

perdebatan yang dekonstrutif melainkan untuk merekonstruksi peradaban

manusia menjadi lebih baik dengan cara saling mengenal.

Masyarakat sosial yang heterogen sangat berpotensi terjadinya

gesekan antar masing-masing kelompok. Maka sangat di butuhkan adanya

Page 126: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

solusi cerdas untuk bisa keluar dari tantangan konflik. Maka perlu adanya

penanaman nilai dan ide yang bisa dijadikan sebagai dogma oleh masing-

masing individu untuk mempertahankan keutuhan bersama.

Indonesia adalah suatu negara demokrasi yang menginvestasikan

masyarakat yang beraneka ragam dalam kepercayaan, budaya, suku, ras,

bahasa dan lain sebagainya. Tentu saja kemajemukan yang dimiliki oleh

Indonesia sebagai suatu negara sangat berpotensi untuk melahirkan

gesekan kepentingan kelompok yang berujung konflik. Namun sejak

perjungan kemerdekaan hingga hari ini negara Indonesia bisa dikatakan

dapat bersatu dengan nilai yang telah ditanankan dalam bernegara yaitu

Bhineka Tunggal Ika.

Syafi’i ma’arif mengemukakan bahwa sebagai kaum muslim, umat

mayoritas di negeri ini, kita dituntut untuk membuktikan kualitas keimanan

kita terhadap Al-Quran, terutama terhadap ayat pada surat al-hujurat ayat

13 dan surat al-hajj ayat 40. Dengan lebih mampu menerima dan

menghargai perbedaan dan kebhinekaan yang terhampar di bumi ini,

khususnya di bumi Indonesia tercinta ini.144

Untuk menghargai perbedaan yang merupakan sunnatulaah yang

ada dalam suatu negara. Maka dengan bentuk negara yang menganut sistem

demokrasi, sering dikatakan sebagai solusi untuk dapat mengakomodir

beragam kepentingan dan kebutuhan dari perbedaan anggota kelompok

yang ada dalam negara tersebut.

144 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 27

Page 127: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Dalam kaitan Islam dan politik dapat ditemukan tiga paradigma

tentang hubungan Islam dan negara. Peretama paradigma integralistik

dengan makna bahwa antara agama dan negara menyatu dimana kepala

negara memegang kekuasaan agama dan politik. Dalam paradigma ini

menyatakan bahwa kedaulatan berasal dan berada di tangan tuhan. Kedua

paradigma simbiotik yang mengasumsikan bahwa antara agama dan negara

saling memiliki hubungan timbal balik dan saling membutuhkan. Ketiga

pandangan sekularistik, dalam pandangan ini adanya pemisahan antara

agama dan negara.

Dari tiga paradigma diatas Indonesia lebih condong kepada

paradigma yang kedua. Dimana antara agama dan politik saling memiliki

hubungan tibal balik. Dimana untuk mengembangkan dan merawat agama

dibutuhkan andil negara, dengan adanya mentri agama di Indonesia

persoalan keagamaan dapat di fasilitasi baik dalam persoalan ibadah

maupun mu’amalah. Sementra untuk membagun negara nilai-nilai spiritual

yang diajarkan dalam beragama sangat dibutuhkan untuk membentuk etika

dan moral masyarakat menjadi lebih baik untuk utuhnya persatuan dalam

bernegara.

Semenetara dalam kaitan antara Islam dan demokrasi juga terdapat

tiga pandangan Pertama Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik

yang berbeda. Karena Islam merupakan sistem politik yang mandiri, karena

Islam merupakan agama yang kaffah yang mengatur seluruh aspek

kehidupan manusia termasuk dalam bernegara. Kedua Islam berbeda

Page 128: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dengan demokrasi jika diartikan secara prosedural tetapi Islam merupakan

sistem politik demokratif jika diartikan secara subtantif dimana kedaulatan

berada ditangan rakyat dan negara merupakan terjemahan dari kedaulatan.

Ketiga Islam adalah sistim nilai yang membenarkna dan mendukung sitem

politik demokrasi. Karna dalam demokrasi tidak hanya prinsip syura

(musyawarah) tetapi juga ada konsep ijtihad dan ijma’ (konsensus).

Untuk demokrasi di Indonesia lebih condong kepada pandangan

yang ketiga, namun dalam praktek bernegara tentu persoalan demokrasi

tidak semudah membangun harapan. Terbukti dengan masih banyaknya

persoalan kenegaraan yang belum tuntas dengan dalih demokrasi yang

tidak sehat dan kurang mapan. Jika ditaraik persoalan dari belum mapannya

demokrasi di Indonesia dapat di temukan tiga alasan yaitu :

1. Pemahaman demokrasi yang belum tumbuh dengan baik pada

setiap unsur dalam bernegara. sepereti masyarakat, pemerintah,

penegak hukum dan lain sebagainya.

2. Cultur asal yang belum bisa diselaraskan dengan demokrasi

3. Untuk membentuk negara demokrasi yang maju tentu

membutuhkan waktu untuk proses terbentuknya demokrasi yang

baik.

Hal yang sangat sering menjadi perdebatan dalam politk dan sistem

domokrasi biasanya sering terpaku ketika momentum pemilihan pemimpin.

Kalimat pemimpin dalam bahasa Indonesia jika dicari persamaannya dalam

bahasa arab yang terkandung didalam al-quran ternyata ditemukan

Page 129: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

beberapa kata yang berbeda-beda seperti Khalifah, imam, ulil amri, sulthan,

muluk dan lain sebagainya.

Khalifah adalah istilah yang muncul dalam sejarah pemerintahan

Islam sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim dengan kata imamah

yang berarti kepemimpinan.145

Imam Konsep imam di sini, mempunyai syarat memerintahkan

kepada kebajikan sekaligus melaksanakannya. Dan juga aspek menolong

yang lemah sebagaimana yang diajarkan Allah, juga dianjurkan

Ulil amri diterjemahkan sebagai functionaries, orang yang

mengemban tugas, atau diserahi menjalankan fungsi tertentu dalam suatu

organisasi.146

Sulthan Penggunaan kata sultan untuk makna pemimpin tersebut

berkonotasi sosiologis, karena ia berkenaan kemampuan untuk mengatasi

orang lain. Sehingga jelaslah bahwa kata tersebut lebih relevan dengan

konsep kemampuan dari pada konsep kewenangan (otoritas).147

Mulk Mengandung makna pokok “keabsahan dan kemampuan”

sehingga konsep kepemimpinan dalam makna kata ini dengan sifat umum

dan berdimensi pemilikan. Bertolak dari defenisi diatas bahwa kata malik

tidak hanya bermakna kekuasaan tetapi juga bermakna kepemilikan.

145 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci,

h. 357. 146 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci,

h. 466. 147 Abdul Muin Salim, Fiqh SIyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur`an (Cet. III;

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 159-160

Page 130: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Sehingga jika dikaitkan dengan kekuasaan politik, berimplikasi sebagai

pemimpin sebagai pemberian Tuhan kepadanya.148

Jika dipadukan masing-masing arti dari kalimat tersebut maka dapat

diartikan bahwa pemimpin adalah orang yang mengemban tugas dengan

kemampuan mempengaruhi orang lain sebagai suri tauladan pada institusi

politik Islam

Persoalan tentang pemimpin ternyata menjadi perhatian penting

setelah wafatnnya Rasulullah. Fakta sejarah menyatakan bahwa sebelum

nabi di kuburkan hal yang menjadi perdebatan ditengah-tengah sahabat

adalah persoalan kepemimpinan, hingga Abu Bakar terpilih sebagai

pemimpin yang dibai’at.

Setelah Rasulullah saw wafat, Abu Bakar ra memimpin umat Islam

di Madinah. Setelah meninggal dunia, Umar bin Khaththab ra memimpin

Madinah didasarkan pada wasiat Abu Bakar yang surat wasiatnya ditulis

oleh Utsman bin Affan ra. Ketika Umar akan meninggal dunia segera

membentuk dewan formatur yang diketuai oleh Abdurrahman bin Auf ra

yang memilih Utsman sebagai khalifah ketiga. Setelah Utsman wafat, kaum

Muslim Madinah memilih Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah secara

langsung di Masjid Nabawi.149

Persoalan kepemimpinan berlanjut hingga akhir masa Khalifah Al-

Rasyidin. Dimana adanya perebutan kekuasaan antara Ali bin Abi Thalib

148 Abdul Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur`an, h. 160-162 149 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran (Jakarta: UI-Press,

1993) hlm 21-32.

Page 131: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dengan Muawiyah yang deselesaikan dengan peristiwa tahkim/arbitrase

yang berdampak kepada terpecahnya umat Islam kepada beberapa

kelompok politik yang berlanjut menjadi kelompok teoligis.

Dalam pemikiran fiqih terkait persoalan pemimpin juga ditemukan

pandangan yang dikemukakan oleh para ulama seperti: Al Jass, Ibnu Arabi,

Ibnu Katsir, Wahbah Az-Zuhaili, Az Zamakhsyari, Thabathaba’i, Prof.

Hamka, Abu Thalib Khalik, Ibnu Taimiyah, Mahmoud Thoha, Ahmad An-

Naim, Muhammad Sa’id Al-Ashmawi, Al-Maududi dan ulama lainnya.

Dari pemikiran tentang pemimpin yang dikemukakan oleh masing-masing

kotoh ulama diatas ternyata tidak keseluruhan dari pendapat yang

dikemukakan memiliki persamaan ijtihad.

Terkait pemimpin non muslim ulama diatas dapat diklasifikasikan

kepada tiga kelompok pemikiran yaitu pertama pendapat yang menolak,

kedua pendapat yang membolehkan dan ketiga pendapat melarang dan

membolehkan dengan pengecualian. Dari kalsifikasi pendapat ulama diatas

jika disimpulkan alasannya yaitu:

Pertama pendapat yang menolak dengan berpijak kepada dalil

bahwa orang kafir/non muslim adalah musuh Allah, musuh rasulullah dan

musuh agama dimana ketika ada umat Islam memilih non muslim sebagai

pemimpin maka sama saja dengan perbuatan memberikan kepercayaan dan

loyalitas kepadanya, hal tersebut merupakan perbuatan seorang munafik

orang yang ingkar dengan peraturah tuhan, serta menjadi musuhh dalam

selimut yang sangat merugikan kekuatan umat Islam.

Page 132: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Kedua, pendapat yang membolehkan dengan alasan yang

dikemukakan bahwa persoalan pemimpin lebih diutamakan kepada kriteria

pribadi seseorang tampa batasan agama. Dalil-dalil yang digunakan terkait

pelarangan tersebut adalah bersifat temporal, dimana alasan pelarangan

sangant erat kaitannya dengan kondisi dan situasi zaman pada saat itu.

Maka disaaat sekarang yang konteks zamannya telah berbeda maka

pendapat tersebut tidak lagi relevan untuk konteks kekian.

Ketiga, pendapat yang melarang dan membolehkan dengan

persyartan. Menurut ibnu katsir larangan memilih pemimpin non muslim

erat kaitannya dengan kepercayaan yang merupakan perwujudan dari cinta

kasih. Memberikan kepercayaan kepada non muslim berarti mengasihi

mereka yang merupakan larangan dari Allah. Sementara al-maududi terkait

kepemimpinan inti seperti presiden dan majlis syura tidak boleh selain

umat Islam. selain jabatan tersebut non muslim berhak mendudukinya

sesuai prosedur dan aturan yang berlaku dalam negar Islam tersebut.

Dari kesimpulan tentang pendapat para ulama diatas ternyata

pembahasan tentang pemimpin telah menajdi kajian sejak masa kalasik

hingga masa sekarang ini. Pada konteks kekinian nampaknya perdebatan

tidak beranjak antara pelarangan dan pembolehan non muslim dianggkat

sebagai pemimpin bagi umat Islam dengan pengutan dalil yang konteksnya

lebih kekinian. Kondisi Indonesia yang total penduduknya mayoritas

beragama Islam, maka untuk melahirkan kemaslahatan sangat dibutuhkan

adanya padangan fiqih dalam merespon realitas tersebut.

Page 133: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Dalam konteks keIndonesiaan ada dua organisasi Islam yang bersar

dan berpengaruh yaitu muhammadiyah dan nahdatul ulama, dalam hal

pemilihan pemimpin muslim kedua organisasi ini telah mengeluarkan

fatwanya masing-masing sebagai pedoman bagi umat Islam di Indonesia.

Muhammadiyah dengan fatwa yang dikeluarkan melalui majlis

tarjih pada Jum’at, 12 Zulkaidah 1430 H / 30 Oktober 2009 seputar

Memilih Partai Politik dan Calon Legislatif butir 3 memberikan syarat

bahwa calon pemimpin yang harus dipilih adalah Islam. dalam ranah

bernegara anjuran kepada umat Islam untuk memilih pemimpin dengan

syarat “Islam” menurut muhammadiyah bukanlah sikap yang memicu

perpecahan dan melanggar undang-undang negara Indonesia, bahkan justru

memperkuat memperkuat negara. Yang memecah belah itu apabila ada

umat Islam yang menuntut untuk dibuatkan Undang-undang konstitusi

yang melarang warga negara memilih pemimpin non-Muslim.

Sedangkan Nahdatul Ulama (NU) melalui melalui Bahtsul Masa`il

mengeluarkan fatwa pada Muktamar NU XXX yang dilaksanakan di

Lirboyo, Kediri, Jawa Timur pada tanggal 21-27 November 1999 tentang

Hukum Memilih Pejabat dari Kalangan Non-Muslim adalah tidak boleh

menguasakan urusan kepada non Islam kecuali dalam keadaan darurat.

Dimana hal darurat yang dimaksud terbagi kepada tiga poin, pertama faktor

kemampuan dimana orang Islam secara langsung atau tidak langsung tidak

bisa menanganinya. Kedua ada yang mampu tapi berindikasi kuat akan

khianat, ketiga sepanjang nyata memberikan manfaat.

Page 134: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Disisi lain hasil bahtsul masail dari badan otonom NU yaitu GP

anshor membolehkan untuk mengangkat pemimpin dari non muslim.

Karena dianggap dalam bingkai negara kesatuan repoplik Indonesia setiap

warga negara bebasa menentukan pilihan politiknya teampa melihat latar

belakang agama yang dianutnya. dengan melihat bahwa konteks hari ini

dalam bernegar di Indonesia tidak ada pemakaian istilah kafir dzimmi

terhadap suatu kelompok.

Ternyata dua organisasi Islam diatas terkait satu permasalahan yang

sama memiliki pandangan yang berbeda. Walaupun fatwa bersifat tidak

begitu mengikat, tetap saja akan bisa berdampak negatif bagi pemahaman

yang fanatik terhadap dua organisasi tersebut. maka kajian fiqih perlu untuk

semakin dikembangkan untuk melahirkan kemaslahatan di negara

Indonesia yang memiliki penduduk mayoritas umat Islam.

Salah satu pandangan mutakhir tentang pemililihan pemimpin di

Indoneisa dapat di temukan pada buku fiqih kebhinekaan yang menyatakan

bahwa memilih pemimpin non muslim ditengah-tengah masyarakat

muslim hukumnya adalah boleh dengan pertimbangan dan analisis yang

dipaparkan dalam buku tersebut.

Wawan Gunawan Abdul Wahid menulis tentang fikih

kepemimpinan non-muslim dalam buku fiqih kebhinekaan menyebutkan

hukum memilih pemimpin non-Muslim di tengah masyarakat Muslim

hukumnya diperbolehkan. Itu dirujukkan pada dua hal. Pertama, masalah

kepemimpinan dalam hukum Islam merupakan persoalan yang bukan

Page 135: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

absolut (almutaghayyirat). Kedua, larangan memilih pemimpin non-

Muslim dikaitkan dengan sebab yang menyertainya. Yaitu manakala

mereka (non-Muslim) melakukan penistaan kepada umat Islam. Dalam

suatu masyarakat majemuk dimana antara umat Islam dan non-Muslim

bersatu dalam suatu entitas negara-bangsa maka antara keduanya bisa

merajut hubungan harmonis yang saling memerlukan.150

Pada pembukaan buku fikih kebhinekaan Fajar Risqa Ulhaq sebagai

direktur maarif institut mengulas tentang pemikiran hasbi ash shiddiqy

yang pernah menggagas fiqih Indonesia. Pemahaman fiqih yang dinamis,

utamanya dalam ranah sosial-kemasyarakatan dan politik. Pentingnya

untuk mempertimbangkan kecocokan dan kebutuhan masyarakat Indonesia

agar produk fiqih tidak teracabut dari konteksnya. Hukum Islam harus

mampu untuk menjawab persoalan-persoalan baru yang belum terjawab

sehingga tanggap terhadap perubahan sosial politik. Buku fiqih

kebhinekaan dalam konteks kepemimpinan masyarakat majemuk

menempatkan minorotas punya hak yang sama dengan mayoritas.

Pembahasan tersebut berangkat dari perspektif Islam dengan

mempertimbangkan konteks kekinian dalam kerangka negara bangsa.151

Fajar Risqa Ulhaq menambahkan Dari sudut pandang diskurusus

keagamaan, kehadiran buku fiqih kebhinekaan memiliki makna penting

bagi proses pendewasaan demokratisasi politk. Kajian fiqih klasik

150 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 325 151 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 8

Page 136: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

mainstream menjadikan agama sebagai basis legitimasi hak-hak politik.

Orang yang berbeda agama tidak berhak mendapat pengakuan dan

perlakuan politik yang sama. Buku fiqih kebhinekaan juga menjadi

antitesis dari ancaman gejala intoleransi dan sekterianisme yang menguat

beberapa tahun terakhir ini. Kekerasan dan konflik sektarianisme di timur

tengah yang belum terlihat surut harus menjadi cermin bagi Indonesia agar

tidak terjerumus ke lubang yang sama. Singkat kata fiqih kebhinekaan

merupakan upaya ijtihadi Islam berkemajuan dalam kerangka

keIndonesian dan kemanusian.152

Lukman Hakim saifudin selaku mentri agama RI dalam sambutan

pada buku fiqih kebhinekaan menyungkapkan bahwa fiqih kebhinekaan

merupakan solusi penyelesaian atas masalah kontemporer yang

mengemuka dengan dengan merujuk kepada sumber hukum utama, yaitu

al-quran dan hadits. Beliau juga menyebutkan bahwa Halaqah Fikih

Kebhinekaan ini sangat signifikan dalam rangka reaktualisasi nilai-nilai

kebhinekaan di era kontemporer. Dengan tantangan yang makin kompleks,

baik akibat tingginya dinamika internal maupun akibat ekses negatif faktor-

faktor eksternal, saat ini kita membutuhkan konsep kepemimpinan dan

kemasyarakatan yang responsif dengan fakta kebhinekaan yang makin

tajam. Bagaimana agar tidak terjadi disorientasi baru paham kebhinekaan

yang akan menggugat keberlangsungan negara-bangsa Indonesia. Justru

seharusnya kekuatan keragaman ini dapat membentuk konfigurasi

152 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 9

Page 137: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

kebangsaan yang lebih mempesona bagi pemantapan posisi Indonesia, bagi

rakyatnya sendiri maupun dalam percaturan dunia internasional.153 Hal

yang terpenting dalam kajian ini adalah untuk melahirkan kemaslahatan

umat untuk menjaga keutuhan NKRI dengan nilai falsafah Bhineka

Tunggal Ika unity in diversity.

Pada bagian penutup buku fikih kebhinekaan menyimpulkan bahwa

dalam halaqah fikih kebhinekaan ada Tiga isu utama yang dikaji, yaitu

pertama konsep ummah yang lebih terbuka dan egaliter; kedua, hubungan

mayoritasminoritas; ketiga, kepemimpinan dalam masyarakat majemuk.

Pada bagian ketiga tentang kepemimpinan dalam masyarakat

majemuk menyimpulkan bahwa konsep keumatan yang inklusif, setiap

individu berhak dipilih menjadi pemimpin atau memilih pemimpin.

Kesetaraan hak ini tidak dapat dibatasi oleh perbedaan identitas dan latar

belakang (gender, strata sosial, keagamaan, dan etnis). Islam mengakui

kehadiran seorang pemimpin yang berasal dari kalangan minoritas. Oleh

karenanya, sangat terbuka kemungkinan memilih pemimpin non-Muslim

di tengah masyarakat Muslim sepanjang tidak mengancam kebebasan

beragama. Ibn Tamiyah pun pernah berfatwa bahwa kepemimpinan non-

muslim yang adil lebih baik dari pada kepemimpinan Muslim yang zalim

(Majmu’at al-Fatawa li Ibn Taimiyah). Dalam suatu masyarakat majemuk

dimana antara Muslim dan non-Muslim bersatu dalam suatu entitas negara

153 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 15

Page 138: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

maka keduanya bisa merajut hubungan harmonis yang saling

memerlukan.154

Kesimpulan tersebut mempertegas pandangan yang dikemukaan

oleh Wawan Gunawan Abdul Wahid tentang kebolehan umat Islam untuk

memilih pemimpin dari kalangan non-muslim. Dengan alasan yaitu:

1. Persoalan kepemimpinan dalam Islam bukanlah hal yang absolut

2. Pelarangan bagi umat Islam memilih non-muslim sebagai pemimpin

dikarnakan adanya sebab

3. Konsep keumatan yang inklusif dengan adanya kesetaraan antar

masing-masing individu yang bersatu dalam entitas negara.

Dengan menjadikan pijakan dalil kepada QS al-mumtahanah ayat

7,8 dan 9 dan pendapat yang dikemukakan oleh ibnu taimiyah dan

muhammad abduh yang lebih mengutamakan sikap adil sebagai syarat

utama seorang pemimpin.

Jika disandingkan pemahaman diatas dengan pemaham yang

menyatakan bahwa umat Islam tidak boleh untuk memilih pemimpin dari

golongan non-muslim dengan berdasarkan kepada surat al-maidah ayat 51.

Dari ayat tersebut dapat ditarik suatu pemahaman bahwa adanya larangan

bagi umat Islam untuk tidak memilih pemimpin dari non-muslim.

Al-maududi menegaskan bahwa pengaplikasian dari ayat tersebut

bukanlah sara atau diskriminasi terhadap non-muslim yang tidak

154 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 328

Page 139: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

mendapatkan restu ditengah mayoritas muslim sebagai pemimpin. Hak

politik bagi muslim dan non muslim sama didepan hukum, hanya saja

untuk pemegang kekuasaan lebih diutamakan kepada seorang muslim

karena hukum Islam hanya diyakini oleh umat Islam sedangkan kaum non-

mislim hanya ikut mengaplikasikannya.155

Pernyataan almaududi di atas hampir senada dengan pernyataan

tegas yang dikeluarkan oleh Yunahar Ilyas menegaskan bahwa larangan

Islam memilih pemimpin non-muslim itu tidak melanggar konstitusi

negara diIndonesia karena larangan itu hanya berlaku untuk umat Islam

saja. Hal itu disampaikan saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut

Umum (JPU) terkait sikap Muhammadiyah terkait larangan Islam memilih

pemimpin non-Muslim berdasarkan konstitusi dalam sidang penistaan

agama."Begitu pemahaman dari Muhammadiyah, memilih berdasarkan

agama tidak melanggar konstitusi dan memecah belah, tapi secara

langsung akan memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia,"156

Tampaknya dua pemahaman yang berbeda diatas akan selalu

menjadi perdebatan yang panjang disetiap kontestasi pemilihan pemimpin

di wilayah yang heterogen. Perdebatan tersebut tentu saja akan

memberikan dampak positif dan negatif terhadap penilaian dari sikap yang

dipilih dari pemahaman tersebut. Walaupun kedua paham tersebut dapat

155 Abu al-A’la al-Maududi, The Islamic Law and Costitution, (Lahore: Islamic Publications, 1960),

hlm. 39 156

Page 140: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

mengemukakan fakta dari realitas yang terjadi pada setiap daerah yang

heterogen.

Perdebatan antara pendapat diatas tidak jarang memunculkan

hujatan seperti sekularisme kepada kelompok yang dipandang plurar dari

kelompok yang berbeda pemahaman. Hal tersebut sangat perpeluang

muncul ketika mengompromikan antara pandangan teologis dan sikap

sosial dimana keduanya sangat saling berketerkaitan.

Kepemimpinan dan memilih pemimpin adalah persoalan politik.

Dalam politik Islam terdapat tiga paradigma tentang hubungan Islam dan

negara. Pertama paradigma integralisitk dimana agama dan negara

menyatu, kedua paradigma simbolik dimana antara agama dan negara

saling membutuhkan, ketiga paradigma sekularistik dima paradigma ini

menolak kedua paradigma diatas.

Pertama, Dalam konteks paradigma integralistik sangat cocok untuk

wilayah yang monogen. Seperti wilayah Islam di arab saudi atau fatikan di

wilayah krisen dan israel diwilayah yahudi, agama dan negara merupakan

satu keutuhan. Dari segi kebenaran dalam berkepercayaan dan dari segi

dakwah agama antara agama dan negara tidak bisa dipisahkan. Kedaua,

dalam konteks paradigma simbolik sangat cocok untuk pada wilayah yang

menganut sistem demokrasi. Karna antara agama dan negara atau

sebaliknya saling membutuhkan. Ketiga, dalam konteks paradigma

sekularistik antara agama dan negara tidak bisa untuk disatukan dengan

Page 141: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

menjadikan agama sebagai alasan buruk yang dapat merusak sistem suatu

negara.

Jika dilihat pandangan yang dikemukakan dalam buku fiqih

kebhinekaan tentang kebolehan untuk memilihan pemimpin non muslim di

wilayah mayoritas umat Islam maka dapat digolongkan kepada negara yang

menganut paradigma simbolik. Syamsul Anwar selaku Ketua Majelis

Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada buku fiqih

kebhinekaan juga memeberikan sambutan yang memaparkan adanya

Menteri Agama di sebuah negara seperti Indonesia itu harus dilihat sebagai

sebuah praksis Islam yang mengakomodasi realitas kebhinekaan itu

sendiri. Kalau di negara lain, seperti Perancis, tidak mungkin ada Menteri

Agama. Agama tidak bisa berhadapan dengan publik, apalagi dengan

negara. Agama adalah urusan individu. Tetapi di negara kita, agama itu

merupakan bagian dari kehidupan masyarakat kita. Oleh karena itu, negara

merasa berkepentingan untuk mengurusnya secara tersendiri dengan

menyelenggarakan sebuah lembaga yang disebut sebagai Kementerian

Agama.157

Hamim ilyas dalam buku fiqih kebhinekaan menuliskan tentang

rekonstruksi ilmu fiqih dengan berlandaskan kepada surat at-taubah ayat

122 yang menganjurkan agar adanya sebahagian umat mempelajari al-din

sehingga menjadi ahli. Dengan membagi pengertian al-din kepada dua arti

yaitu pertama al-din berarti sistem kepercayaan dan sistem peribadatan

157 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 12

Page 142: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

dengan merujuk kepada surat alkafirun. Kedua al-din berarti al-mi’nah

(peradaban).158

Walaupun pernyataan yang dikemukakan oleh wawan gunawan

abdul wahid tentang kebolehan untuk memilih pemimpin non muslim

ditengah mayoritas umat Islam adalah boleh. Pernyataan tersebut didahului

dengan pertanyaan, siapa yang mesti dipilih antara pemimpin Muslim yang

tidak mampu memimpin dengan pemimpin non-Muslim yang mampu

memimpin? Jawaban yang diharapkan tentu saja jawaban yang melampaui

pertanyaannya itu. Yaitu pemimpin Muslim yang mampu memimpin.

Namun demikian, jika suatu saat terjadi maka jawaban yang realistis adalah

pemimpin non-Muslim yang mampu memimpin.159

Maka harapan yang utamanya adalah kepemimpinan tetap berada

pada umat Islam. Hanya saja jika dalam wilayah yang mayoritas adalah

umat Islam, walaupun seluruh umat Islam diwilayah tersebut bodoh,

setidaknya masih ada beberapa orang bodoh terbaik yang masih layak

untuk dijadikan pemimpin. Karana kesempatan untuk menjadikan negara

sebagai media dakwah Islamiyah walaupun tidak maksimal masih bisa

dimanfaatkan.

Pemimpin yang pada dasarnya memiliki peran untuk mempengaruhi

orang lain untuk mau mengerjakan apa yang dikehendakinya maka sangat

rentan jika kepemimpinan umat Islam di serahkan kepada kaum non-

158 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 84-91 159 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 325

Page 143: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

muslim. Hal yang terpenting untuk di kembangakan ditengah umat muslim

adalah untuk memperbaiki moralitas dan pemahaman agama yang masif

pada tataran akar rumput terutama kaum muda, agar bisa keluar dari

kebodohan untuk kemajuan dalam beragama dan bernegara sehingga akan

melahirkan calon-calon pemimpin yang lebih layak untuk masanya.

Sebagai penutup penulis mengajak untuk kembali melihat kepada

sejarah perjuangan umat Islam yang dalam mempertahankan aqidah tauhid

kepada Allah SWT. Sebelum umat Islam hijrah ke madinah ketika dalam

masa kritis sibawah tekanan kaum qurais, nabi pernah mengambil

keputusan untuk berhijrah kebeberapa daerah dalam rangka

menyelamatkan diri dan aqidah dari tekanan yang diberikan oleh kaum

qurais di mekah. Diantaranya hijrah ke daerah thaif yang langsung di

pimpin oleh rasulullah, dengan harapan akan mendapatkan perlindungan

diri dan aqidah bagi umat Islam. namun perlakuan yang tidak adil bahkan

membahayakan yang didapat pada daerah tersebut.

Thaif, kota al-lata adalah kota perdagangan seperti mekkah, dan

meskipun tidak seramai mekkah, kota itu terletak di daerah yang lebih

subur. Ketika Muhammad kota yang dikelilingi tembok diatas bukit itu, dia

harus berjalan melewati kebuin-kebun yang indah, kebun buah-buahan dan

kebun jagung. Beberapa anggota keluarga abdi syams dan hasyim,

keluarganya sendiri, memiliki vila-vila musim panas disana. Muhammad

tentu memiliki hubungan dikota itu. Namun memasuki kota melalui jalan

umum merupakan resikokarena keluarga tsaqif, yang menjaga kuil kuno

Page 144: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

itu, tentu telah tersinggung dengan sikap Muhammad mengutuk kultus al-

lata. Dia mengunjungi tiga bersaudara tsaqif dan meminta mereka

menerima agamanya serta memberinya perlindungan. Namun

permintaannya ditolak dengan penuh penghinaan. Bahkan tiga bersaudara

itu begitu marahnya akan kelancangan muhammad mengajukan

permintaan semacam itu, sehingga mereka menyuruh budak-budak mereka

mengejar muhammad.160

Sedangkan pilihan kembali untuk hijrah dengan motifasi yang sama

ke daerah habasyah. Walaupun tidak di sertai oleh rasulullah, harapan

terjaminnya keselamatan diri dan keamanan dalam menjalankan ibadah

adalah tujuan oleh umat Islam yang didapatkan dari raja habasyah yang

beragama nasrani.

Permintaan kepada negus, pemimpin abyssinia kristen, untuk

membawa mereka. Meskipun suku qurais merupakan musuh di mekkah

sejak tahun gajah, negus setuju. Tahun 616 M. Sekitar 83 orang muslim

meninggalkan makkah dengan keluarga-keluarga mereka.161 Menuju

tempat hijtah yaitu abyssinia atau habsy.

Mengetahui pergerakan hijrah tersebut. Suku qurais mengirim dua

utusan ke negus segara setelah kaum muslim tiba disana dan meminta agar

mereka dikirim kembali. Para utusan mengatakan kepada negus bahwa

kaum muslim telah mengutuk keimanan orang-orang mekah dan

160 Karen Armsrong, Muhammad Sang Nabi, Sebuah Biografi Kritis. Terj Sirikit Syah (Surabaya :

Risalah Gusti, 2014) hlm 185 161 Karen Armsrong, Muhammad Sang Nabi, Sebuah Biografi Kritis. Terj Sirikit Syah (Surabaya :

Risalah Gusti, 2014) hlm 160

Page 145: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

mengacaukan masyarakat. Oleh karena itu mereka dianggap sangat

berbahaya dan tidak dapat dipercaya. 162

Namun negus memanggil emingran muslim dan menanyakan

pembelaan mereka. Kaum muslim yang diwakili oleh ja’far menjelaskan

bahwa muhammad adalah nabi tuhan yang benar, yang mengkonfirmasikan

wahyunya kepada yesus. Untuk membuktikan ini, dian memulai mengutip

catatan al-quran tentang konsep keperawanan kristus dalam kandungan

maryam. Ketika ja’far selesai membacakan ayat al-quran. Negus menangis

dengan keras sehingga janggutnya menjadi basah, dan air mata bercucuran

dipipi para uskup dan penasihatnya.163

Para utusan qurais tetap berusaha membuat persoalan dengan

menunjukkan pada negus bahwa al-quran tidak menerima ke ilahian

kristus, tetapi ia tetap menolak mendeportasi orang muslim dan

mengirimkan utusan qurais kembali ke mekkah. Orang-orang kristen

abyssinia sangat marah dan kecewa dengan dukungan negus pada orang-

orang yang jelas bid’ah. Dan ia harus mengambil jalan kesepakatan yang

kabur untuk membenarkan tindakan ini. Namun kaum muslim dapat

mempraktikkan agama mereka dengan bebas sepanjang mereka memilih

untuk tinggal di abyssinia.164

162 Karen Armsrong, Muhammad Sang Nabi, Sebuah Biografi Kritis. Terj Sirikit Syah (Surabaya :

Risalah Gusti, 2014) hlm 161 163Karen Armsrong, Muhammad Sang Nabi, Sebuah Biografi Kritis. Terj Sirikit Syah (Surabaya :

Risalah Gusti, 2014) hlm 161-162 164 Karen Armsrong, Muhammad Sang Nabi, Sebuah Biografi Kritis. Terj Sirikit Syah (Surabaya :

Risalah Gusti, 2014) hlm 162

Page 146: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Selain pengalaman hijrah diatas diawal mula peradaban Islam yang

belum memiliki kekuatan yang kuat secara politik dan kemandirian

kekuasaan. Bertahannya Islam tidak lepas dari peran pemimpin qurais yang

melindungi kaum muslim seperti paman nabi abdul muthalib yang sangat

berjasa namun diyakini diakhir ajalnya tidak sempat mengucapkan kalimat

syahadat. Dilanjutkan dengan pengalaman hijrah diatas ternyata Islam

mendapatkan perlindungan dari seorang raja yang kristen yang memiliki

kepribadian yang adil seperti raja negus di abyssinia.

Hal ini menggambarkan bahwa dengan berlindung kepada allah

bukan berarti muhammad dapaat mengabaikan perlunya perlindungan

kepada manusia. Al-quran menjelaskan bahwa kaum muslim diharapkan

untuk menggunakan segala kemanpuannya untuk menjaga diri sendiri, dan

tidak dengan malas menyerahkan seluruhnya kepada Allah.165 Tentu dalam

konsep kemandirian segala hal yang bisa diciptakan sendiri itu lebih baik.

Mengaharapkan perlindungan orang lain dapat diartikan memberikan

kepercayaan kepada pemimpin, sebagai suatu individu atau kelompok yang

memiliki keterbatasan sehingga tidak bisa melepasakan ketergantungan

kepada indiviu atau kelompok lain maka perlu adanya kemaslahatan

bersama untuk menciptakan keharmonisan.

165 Karen Armsrong, Muhammad Sang Nabi, Sebuah Biografi Kritis. Terj Sirikit Syah (Surabaya :

Risalah Gusti, 2014) hlm 178

Page 147: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

B. Analisis Metode Istimbat Hukum dari Fiqih Kebhinekaan

Metode dalam kamus besar bahasa Indonesia memberikan arti yaitu,

cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud atau cara

kerja bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna

mencapai tujuan yang ditentukan.166 Yang dimaksud dengan metode adalah

metode ijtihad ulama dalam khazanah ilmiyah upaya perkembangan fikih

kontemporer yang akan disajikan berdasar analisis/penelitian dalam

pembahasan tesis ini.

Dunia Muslim di mana pun berada, lebih-lebih Indonesia yang

bercorak pluralistik-multikulturalistik, merindukan dan menginginkan

corak dan jenis bacaan terhadap kitab suci yang lebih kondusif dengan

konteks budaya dan sosial setempat. Yang lebih cocok dan kondusif dengan

situasi keIndonesiaan kontemporer yang inklusif, toleran terhadap berbagai

perbedaan interpretasi keagamaan secara umum dan perbedaan interpretasi

keagamaan Islam secara khusus dan tidak memonopoli kebenaran (truth

claim) yang mana pun. Jenis bacaan kitab suci yang ramah terhadap

berbagai perbedaan dan tidak marah terhadap perbedaan. Salah satu

jawabannya adalah dengan cara melipat gandakan, memproduksi dan

mereproduksi, mendiseminasikan corak bacaan kitab suci yang lebih

bercorak tarikhiyyah maqashidiyyah, bacaan yang kontekstual-progresif.

Tidak hanya terbatas dan terjebak pada jenis bacaan bercorak tekstual

166 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Ed. II (Cet. I;

Jakarta: BalaiPustaka, 1991), hlm. 652.

Page 148: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

(taqlidiyyah thaifiyyah). Sebagai kerja panjang sejarah dan budaya, kerja

intelektual ini memerlukan napas panjang, kerja berkesinambungan, tanpa

kenal lelah dan penuh optimisme. Tanpa semangat itu, kita akan kehilangan

segala-galanya. Tulisan ini diakhiri dengan pesan mulia dan himbauan

Nabi Muhammad, “Jika saja hari kiamat datang besok pagi, tetaplah tanam

pohon kurma sekarang”. Betapa optimismenya Nabi! Tidak mudah

memang mendiseminasikan cara baca kitab suci yang bercorak

tarikhiyyah-‘ilmiyyah-maqashidiyyah. Tugas generasi ilmuwan sekarang

memang perlu fokus di situ untuk menyemai fikih keIndonesiaan,

kemodernan dan kebhinekaan dan tetap berdialog secara santun dengan

jenis bacaan kitab suci yang bercorak tekstual-taqlidiyyah tha’ifiyyah.167

Dari pemahaman yang disampaikan oleh M amin abdullah bahwa

dalam perbedaan kondisi diera kontemporer hampir disetiap wilayah

muslim dunia bersifat pluralistik-multikultural. Oleh karna itu perlu adanya

lompatan pemahaman tentang maqasid al-syar’iyah. Lompatan

pemahaman dari kekhususan lima unsur pokok mejadi pemahaman yang

mebih umum dan bersifat universal.

Syamsul anwar dengan banyak mengutip pandangan Auda

menjelaskan bahwa Maqashid al-Syari’ah adalah tujuan dan makna yang

terpatrikan dalam berbagai ketentuan syariah guna mewujudkan maslahat

bagi manusia. Jadi, tujuan hukum itu dapat dinyatakan sebagai

pencerminan kehendak ilahi. Penemuan dan penafsiran hukum karenanya

167 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 70

Page 149: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

tidak lain dari upaya menangkap maksud ilahi dalam berbagai konteks

kehidupan manusia. Oleh karena itu, di satu sisi, ijtihad hukum harus

diarahkan kepada perwujudan maslahat sebagai tujuan hukum, dan pada

sisi lain, ketentuan hukum yang karena perubahan waktu dan zaman tidak

lagi selaras dengan tujuan syariah, maka dengan beberapa syarat dapat

dilakukan perubahan.

Ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk suatu hukum dapat

berubah, yaitu:

1. Adanya tuntutan kemaslahatan untuk berubah, yang berarti bahwa

apabila tidak ada tuntutan dan keperluan untuk berubah, maka

hukum tidak dapat diubah

2. Hukum itu tidak mengenai pokok ibadah mahdah, melainkan di

luar ibadah mahdah, yang berarti ketentuan-ketentuan ibadah

mahdah tidak dapat diubah karena pada dasarnya hukum ibadah

itu bersifat tidak tegas makna

3. Hukum itu tidak bersifat qath’i; apabila hukum itu qath’i, maka

tidak dapat diubah seperti ketentuan larangan makan riba, makan

harta sesama dengan jalan batil, larangan membunuh, larangan

berzina, wajibnya puasa Ramadan, wajibnya salat lima waktu, dan

sebagainya

4. Perubahan baru dari hukum itu harus berlandaskan kepada suatu

dalil syar’i juga, sehingga perubahan hukum itu sesungguhnya

Page 150: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

tidak lain adalah perpindahan dari suatu dalil kepada dalil yang

lain168

Mentri agama RI menyampaikan bahwa istilah fikih kebhinekaan

berkonotasi sebagai fikih ala Indonesia. Fikih ini mengadaptasi kearifan

lokal, sistem kultural dan nilai-nilai yang dianut masyarakat Indonesia dari

berbagai suku, agama dan ras. Jangkauannya pun luas, dari Sabang sampai

Merauke. Misi utamanya adalah upaya merentangkan ide pokok tentang

tali persatuan dan kesatuan bangsa bagi seluruh komponen bangsa yang

besar ini. Oleh karena itu, merumuskan fikih kebhinekaan ini akan menjadi

pekerjaan rumah yang besar dan mulia169

Terkait metode istimbat hukum beliau juga menambahkn bahwa Fikih

Kebhinekaan seperti itu bisa dibangun di atas dasar konsep mashlahah, atau

biasa disebut dengan al-mashlahatu al-mursalah. Konsep ini dahulu

digunakan oleh Imam al-Syatibi untuk merumuskan konsep maqashid al-

syari’ah yang menjadi landasan dalam penetapan hukum Islam. Menurut

beliau, tujuan pemberlakuan syari’ah adalah mewujudkan dan memelihara

lima unsur pokok, dalam disiplin ilmu ushul fikih disebut dengan agama,

jiwa, keturunan, akal dan harta. Jadi, mashlahah merupakan basis atau

dasar ijtihad bagi masyarakat modern.

Walaupun dalam lima unsur pokok tersebut tidak disinggung fikih

kebhinekaan sebagai bagian dari maqashid al-syar’iah, namun terdapat

168 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 83 169 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 17

Page 151: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

beberapa penjelasan al-quran maupun hadits yang menerangkan

pentinggnya memelihara kebhinekaan. Karena itu, hifzh al-ummah dapat

dijadikan sebagai variabel bagi terlaksananya al-kulliyyat al-khamsah

tersebut. Meski diperdebatkan, apakah hifzh al-ummah bisa dimasukkan

dalam maqasid syariah sehingga menjadi al-kulliyyat al-sittah atau tidak,

tetapi satu hal pasti bahwa al-kulliyyat al-khamsah itu tidak akan mungkin

terlaksana dengan baik apabila hifzh al-ummah (misalnya dalam bentuk

perlindungan umat beragama) diabaikan, dan juga bisa ditegaskan bahwa

mashlahah itu ditegakkan di atas kepentingan umum.170

Dalam pandangan yang dikemukakan pada buku fiqih kebhinekaan

tentu hasil pernyataan yang dikeluarkan berdasarkan kepada hasil analisi

yang panjang dan mendalam. Diantaranya dengan cara mengambil

beberapa fakta yang dijadikan sebagai contoh dan mengemukakan

pendapat ulama yang sealur dalam ide dan gagasan. Kemudian

mengeluarkan pernyataan tentang suatu hukum dari permasalahan.

Seperti kasus pemilihan pemimpun non-nonmuslim ditengah

masyarakat yang mayoritas muslim. Dengan mengemukakan teori-teori

fikih tentang kemaslahatan dan mengemukakan fakta dimana adanya lurah

yang terpilih diwilayah muslim adalah dari non-muslim dan terpilihnya

lurah dengan agama Islam diwilayah yang mayoritas kristen, atau kisah J.F

170 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 17-18

Page 152: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

kenedi diamerika dalam konflik antara faksum sesama umat kristen dan

lain sebagainya.

Kemudian diperkuat dengan gagasan dan pernyataan yang telah

dikemukakan oleh ulama yang telah mengeluarkan hasil ijtihat tentang

kebolehan untuk memilih pemimpin dari non-muslim bagi umat Islam.

Manum sayangnya menurut penulis Dari data-data yang didapatkan pada

buku fiqih kebhinekaan ternyata tidak ditemukan adanya komparasi antara

pendapat ulama yang tidak membolehkan untuk memilih pemimpin non-

muslim.

Selain metode maslahah dan maqasid al-sya’iyah yang dikemukakan

diatas berdasarkan keterangan yang penulis dapatkan dari buya syafi’i

tentang metode istimbat hukum yang dipakai dalam buku fiqih

kebhinekaan berdasarkan latar belakang keilmuan yang dimiliki oleh

masing-masing penulis.171 Pandangan ini juga disampaikan oleh sah

seorang peserta dalam halaqah fiqih kebhinekaan yaitu dr. Afifi abbas

bahwa metode istimbat hukum pada fiqih kebhinekaan tidak terlepas dari

latar belakang pendidikan masing-masing penulis pada buku tersebut.172

C. Fiqih Kebhinekaan sebagai Bentuk Respon Siyasah Syar’iyah

Indonesia semenjak jatuhnya rezim orde lama mengaungkan negara

reformasi dengan sistem demokrasi. Namun dalam perjalannya sistem

171 Wawancara singkat dengan buya syafi’i maarif di dalam lif hotel royal denai menuju loby utama

pada 172 Diskusi dengan dr afifi abbas di ruang dosen iain bukittinggi pada

Page 153: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

demokrasi di Indonesia masih dikatakan belum mumpuni untuk mengelola

Indonesia sebagai negara yang maju. Ada beberapa alasan yang

menyebabkan lambannya pertumbuhan demokrasi diwilayah Islam.

Dalam konteks ini Indonesia bukan dikategorikan sebagai wilayah

Islam secara sistem kenegaraan akan tetapi dilihat dari jumlah penduduk

yang mayoritas adalah beragama Islam. Pertama karna faktor doktrinal

keagamaan yang menghambat jalannya demokrasi, kedua faktor kultural

dinama masyarakat muslim diwarisi budaya fanatisme yang tinggi kepada

pemimpin agama dan negara, ketiga untuk bisa berjalannya demokrasi

dengan baik dibutuhkan waktu yang panjang.

Pandangan ajaran-ajaran Islam tentang konsep “perbedaan” memang

dapat bersifat multi-interpretatif. Artinya, pemahaman kaum Muslimin

dalam masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik memiliki nuansa yang

berbeda-beda, apalagi teks-teks yang menjadi rujukan mereka banyak

ragamnya dan juga bersifat multi-interpretatif. Oleh karena itu, pembacaan

yang dimunculkan terhadap teks-teks keIslaman yang terdapat dalam fikih

kebhinekaan juga kental dengan pembacaan kontekstual yang diiringi

semangat untuk mengedepankan sikap adil dan sesuai dengan karakter

Islam yang terbuka. Perlu ditekankan pula bahwa buku Fikih Kebhinekaan

bukanlah semata-mata pandangan teologis, meski tidak bisa diingkari

bahwa perbedaan rumusan fikih dalam banyak hal juga dikarenakan adanya

perbedaan pada pemahaman terhadap aspek-aspek teologis. Namun

demikian, perbedaan persepsi atau pandangan di kalangan kaum Muslim di

Page 154: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Indonesia terhadap buku Fikih Kebhinekaan adalah hal yang lumrah dan

dapat dipahami. Karena tujuan dari buku ini juga adalah memberikan

gagasan alternatif dalam memahami kebhinekaan, khususnya di

Indonesia.173

Kaum Muslim saat ini juga telah mengambil banyak pelajaran dari

sejarah masa silam bahwa menyikapi kebhinekaan dengan cara yang salah

dapat menyebabkan sebuah malapetaka. Tidak sedikit konflik antar-

bangsa, kelompok etnik maupun agama yang terjadi dan menyebabkan

korban kemanusiaan. Karena itulah, buku Fikih Kebhinekaan ini

diharapkan dapat memperluas pandangan masyarakat Muslim Indonesia

tentang—dan semangat dalam mendorong—cita-cita sosial Islam dalam

mewujudkan masyarakat yang damai, harmonis, berkeadilan dan saling

mencintai.174

Dalam sistem berdemokrasi dengan potensi masyarakat yang

heterogen seperti di Indonesia pendapat yang dikemukkan dalam buku fiqih

kebhinekaan tentang kebolehan untuk memilih pemimpin non-muslim bagi

umat Islam bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk respon terhadap

perkembangan demokrasi. Hanya saja pernyatakan kebolehan tersebut

cukup dijadikan sebagai ungkapan wacana yang diapungkan di wilayah

yang heterogen ini, tidak dalam bentuk praktik di tengah masyarakat

muslim.

173 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 38 174 Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebhinekaan, (Bandung: PT mizan pustaka, 2015), hlm 45

Page 155: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Artinya secara konstitusi dan regulasi yang berlaku di Indonesia dalam

kontestasi penentuan pemimpin mari sama-sama menggunakan hak dan

menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Pernyataan tersebut bisa

dijadikan sebagai salah satu bentuk siasat untuk memenagkan kontestasi

penentuan pemimpin.

Dalam pemahaman bahwa fiqih merupak hasil ijtihad seorang ulama

dalam menjawab persoalan yang terjadi di tengah-tengah umat. Maka fiqih

kebhinekaan sebagai bentuk fiqih ala Indonesia yang mencoba menjawab

persoalan pemimpin non muslim dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk

respon terhadap persoalan umat di indoneisia. Hal yang menarik dari

kebiasaan kaum muslim di Indonesia yang beragama secara tradisional

yang lebih mengedepankan ketaatan terhadap kelompok yang dikenal

dengan sikap fanakik.

Sebagaimana diterangan diatas bahwa di Indonesia ada dua organisasi

Islam yang besar dan telah mengakar dalam sejarah perjalanan Islam di

Indonesia yaitu nahdatul ulama dan mauhammadiyah. Keduanya dapat

dikatakan telah memberikan kontribusi yang sangat luar biasa dalam

membentuk pola prilaku,sikap dan fikir umat Islam sebagai warga negara

Indonesia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa disisi-sisi tertentu adanya

pergesekan pendapan dan pandangan dari dua organisasi ini yang kemudian

menjadi semakin meruncing dengan pola masyarakat yang tradisional dan

fanakit terhadap golongan. Tentu saja hal ini akan menjadi ancaman

terhadap keharmonisan internal umat Islam secara umum di indoneisa.

Page 156: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Maka pandangan dan gerakan yang laukan oleh ma’arif institut dapat

dikatakan sebagai respon terhadap dinamika yang kerkembangan pada

kalangan umat Islam indoneisa yang masih banyak bercorak tradisional dan

fanatik terhadap golongan. Dengan mengakomodis secara semua kalangan

untuk tujuan yang progresif dalam merespon persoalan umat dengan ala

keIndonesiaan.

Terkait pemilihan pemimpin-non muslim, didaerah Indonesia yang

sangat heterogen dan beranekaraganm coraknya tentu hal yang sangant di

inginkan adalah keuntungan bagi umat Islam secara positif. Namun pada

tenpat dan kondisi tertentu dinama kemandirian umat Islam di daerah

tersebut belum mapan tentu perlu adanya pandangan secara fiqih sebagai

acuan. Kedepan agar tawaran yang direkomendasikan dalam fiqih

kebhinekaan agar semakin mandirinya Islam di Indonesia agar tidak

terpaku dalam konteks wacana, pelu adanya perbuatan dan pergerakan

untuk mendorong kaum muda sebagai cikal penerus generasi. Untuk

dipersiapkan kematangan moral dan etos yang baik kedepannya. Terutama

diera milenial sekarang dimana Indonesia sedang dihadapkan dengan

persoalan bonus demografi.

Kondisi Indonesia yang sedang menghadapi bonus demografi ini tentu

harus disiasati dan ditanggapi dengan baik agar kaum muda islalm bisa

lebih terarah dalam membentuk kapasitas dirinya sebagai penentu tonggak

estafet.

Page 157: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Fiqih Kebhinekaan hadir sebagai fiqih ala Indonesia yang bercorak

akomodatif, responsif dan progresif. Dalam hal pemimpin non muslim

dibolehkan dalam wacana jika tidak ada pilihan lain. Kebolehean tersebut

dengan alasan yang dikemukakan bahwa persoalan kepemimpinan dalam

islam bukan perkara yang absolut. Dalam entitas berbangsa dan bernegara

maka persoalan pemimpin tidak dilihat kepada latar belakang agamanya.

2. Metode istimbat hukum fiqih kebhinekaan terkait pemilihan pemimpin non

muslim berdasarkan kepada landasan QS al-hujurat ayat 13 dan al-

mumtahanah ayat 7,8 dan 9 yang digali maknanya secara mendalam

berdasarkan keilmuan yang dimiliki oleh penulis pada buku fiqih

kebhinekaan dan merujuk kepada pandangan ulama klasikseperti ibnu

taimiyah dan muhammad abduh dengan lebih memperkaya hujjah atau

alasan dengan cara pembacaan kitab suci yang bercorak Tarikhiyah

Maqasidiyyah untuk melahirkan Maqasid Asy-Syar’iyah demi

kemaslahatan umat.

3. Pandangan yang dikemukakan dalam fiqih kebhinekaan dapat dikatakan

sebagai respon terhadap dinamika yang berkembangan pada kalangan umat

Islam indoneisa yang masih banyak bercorak tradisional dan fanatik

Page 158: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

terhadap golongan. Dengan mengakomodir pandangan semua kalangan

untuk tujuan yang progresif dalam merespon persoalan umat dengan ala

keindonesiaan. Karena persoalan kepemimpinan termasuk persoalan politik

(siyasah) sedangkan politik merupakan hasil ijtihad dari tokoh ulama. Maka

pandangan terasebut merupakan salah satu bentuk respon terhadap siyasah

syar’iah untuk mengantisipasi mudharat.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan yang telah diuraikan pada kesimpulan di atas

berikut ini diaujukan beberapa saran yaitu:

1. Diasarankan untuk masyarakat indonesia yang berkultur homogen dan

majemuk dalam kebudayaan dengan prinsip kebhinekaan sebagai falsah

negara. Harus menyadari bahwa kemajemukan merupakan sunnah Allah

yang harus tetap dijaga keharmonisan antar umat demi keutuhan bangsa

dan negara.

2. Disarankan dalam menyikapi pemilihan pemimpin yang non muslim

adalah pilihan akhir yang dijadikan alternatif dengan menekankan

prinsip keadilan yang dimiliki oleh calon pemimpin yang non muslim.

Untuk keluar dari persoalan yang tidak diinginkan diatas maka umat

islam harus membina kaum muda agar memiliki persiapan yang banyak

dan layak sebagai pemimpin masa depan.

Page 159: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

DAFTAR PUSTAKA

A.Ubaaidillah dan Abdul Rozak dkk, Pendidikan Kewargaan (Civic Education)

Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta:

ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2008)

Abd Wafi Has, Ijtihad Sebagai Alat Pencegah Masalah Umat, Episteme Vol.8 no.

1, juni 2013 hlm 92

Abd. Jalil Isa, Ijtihad al-.Rasul, h. 180.

Abdul Malik ibn Yusuf al-Juwaini, Ghiyats al-Umam fi at-Tiyas azhulm,

(Iskandaria: Dar ad-Dakwah, tt.)

Abdul Muin Salim, Fiqh SIyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur`an

(Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002)

Abdullah Yusuf Ali, The Holy Quran, Text, Translation and Comentary, (Lahore:

Shaikh Muhammad Ashraf, 1938)

Abdullahi Ahmad Al-Naim, Dekonstruksi Syariah, terj. Suaedy dan Amiruddin

Arrany (Yogyakarta: LKIS, 1994)

Abdurrahman Wahid, “Mencari Format Hubungan Agama dan Negara”, Kompas,

5 November 1998

Abu al-A’la al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, terj Muhammad al-Baqir,

(Bandung: Mizan, 1990)

Abu al-A’la al-Maududi, The Islamic Law and Costitution, (Lahore: Islamic

Publications, 1960),

Abu al-A’la Maududi, Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam. Terj. Bambang Iriana

Djaja Atmadja (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),

Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, (Mesir: Mustafa al-Babi al-

Halabi wa Auladih, 1979)

Abu Bakar Ahmad Ibn Ali ar-Razi al-Jassas, Ahkam al - Qur’an (Cet. II; Kairo:

Maktabah wa Mathba’ah Abd ar-Rahman Muhammad, t.t)

Abu Bakr Muhammad ibn Abdillah Ibn Arabi, Ahkam al-Qur’an (Cet. II; Beirut:

Dar alKutub al-‘Ilmiyyah, 1988)

Abu Tholib Khalik, “Pemimpin Non Muslim dalam Persfektif Ibnu

Taimiyah”dalam Jurna Analisis PPKFakultas Ushuluddin IAIN Raden

Intan Lampung, Vol XIV nomor 1 Tahun 2014

Page 160: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Bashri al-Baghdadi al-Mawardi, al-

Ahkam as-Sulthaniyyah wa al-Wilaayaat ad-Diiniyah, (Libanon: Dar al-

Kutub al-Ilmiyyah, tt)

Ahmad Amir Aziz, Neo Modernisme Islam Di Indonesia Gagasan Sentral

Nurchilish Madjid Dan Abdurrahman Wahid cet I (Jakarta : PT Rineka

Cipta)

Ahmad Nahrawi Abd. Salam, al-Imam al-Syafi’i fi Mazahibi al-Qadim wa al-

Jadid, terj Jakarta Islamic Center (Jakarta; Hikmah, 2008),

Ahmad Sukardja, Fikih Siyasah, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. (Cet.

ke-4. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002)

Ahmad Syafi’i Maarif dkk, Fiqih Kebinekaan, (Bandung: PT Mizan Pustaka,2015)

Ali Hasballah, Ushul at-Tasyr’i al-Islami (Cet. IV; Mesir: Dar al-Maarif,1970)

Al-Jurjani Syarief Ali Muhammad, Al-Ta’rifat (Jeddah: al-Haramain, t.t.), hlm. 10

Al-Munawar, Al-Qur’an..,

Armansyah, Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah: Kepemimpinan.

https//arsiparmansyah.wordpress.com/2016/10/12/fatwa-majelis-tarjih-

muhammadiyah-kepemimpinan/ di akses tanggal 31 Desember 2016.

Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Mudlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia,

(Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, tt)

Atho Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad antara Tradisi dan Liberasi (Cet. I;

Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998)

Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf ’an Haqa’iq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh

at-Ta’wil (Cet. II; Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Mustafa al-

Babi al-Halabi wa Auladuh, 1392 H/1972 M)

Carolyne fluehr, melawan ekstrimisme islam: kasus muhammad sa’id al-ashmawi,

terj. Hery Haryanto Azumi, (Depok: Desantra, 2002), cet 2

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Ed. II

(Cet. I; Jakarta: BalaiPustaka, 1991)

Diskusi dengan dr afifi abbas di ruang dosen iain bukittinggi pada

Fathorrahman, Fiqih Pluralisme Dalam Perspektif Ulama NU, Jurnal Ilmu Syari’ah

dan Hokum Vol.49 No 1 Juni 2015.

Page 161: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomor 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 Tentang

Pluralism, Liberalism dan Sekularisme Agama

Fazlur Rahman, Ensiklopedi Muhammad Sebagai Negarawan Agung, (Bandung:

Mizan, 2012).

Fazlur Rahman, Islam, (Jakata: Pustaka, 2000)

Hamka. Tafsir Al-Azhar juz II (Singapura: Pustaka Nasional, 1999)

Himpunan fatwa MUI sejak 1975 Bab Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-

Indonesia Ketiga (:Erlangga. 2009)

http://m.tribunnews.com/nasional/2017/03/12/boleh-memilih-pemimpi-non-

muslim-hasil-keputusan-bahtsul-masail-gp-ansor. Berita diakses pada

tanggal 14 juni 2018

http://taufiqsuryo.wordpress.com/2009/02/21/prophetic-leader diakses 12 April

2014.

Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: dar al-Shadir, 1968), Jilid IV

Ibn Taimiyah, Majmu’at al-Fatawa, (Saudi Arabia: Dar al-ifta wal irsyad, 1977)

Ibn Taimiyah,. As-Siyasah asy-Syar‘iyyah fi Islah ar-Ra‘i wa ar-Ra‘iyyah. (Beirut:

Dar alKutub al-Ilmiyah, tt)

Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-Azim (Cet. I; Beirut: Dar al-Fikr,

1992)

Ibrahim Husein, Ijtihad Dalam Sorotan (Bandung: Mizan, 1991)

Jhon L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan,

2001)

Karen Armsrong, Muhammad Sang Nabi, Sebuah Biografi Kritis. Terj Sirikit Syah

(Surabaya : Risalah Gusti, 2014) hlm 185

Lihat data sensus penduduk BPS tahun 2010-2014

M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-

konsep Kunci, (Cet. II; Jakarta: Paramadina, 2002)

M. Hariwijaya, Pedoman Penuilisan Ilmiah (Yogyakarta: Oryza 2008)

M. Quraish Shihab, Volume 14, Tafsh al-Misbah. Pesan Kesan dan Keserasian al-

Qur'an,

Page 162: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

M. Quraish Shihab, Volume 2, Tafsir al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian al-

Qur'an.

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996)

Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta:

Erlangga, 2011)

Michael H. Hart The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History.

first published in 1978, reprinted with minor revisions 1992.

Muhammad ‘Abduh dan Rasyid Rida, Tafsir al-Qur’an Hakim (Tafsir al-Manar),

(Cet. VI; Beirut : Dar al-Ma‘rifah, t.t)

Muhammad Abduh, al-A’mal al-Kamilah, (Beirut: al-Muassah, al-Arabiyah lid-

Dirasah wan-Nasyr, 1972)

Muhammad Abu Zahrah, Abu Hanifah Hayatuh wa Asruhu wa Fiqhuhu (t.t.: Daral-

Fikri,t.th.)

Muhammad Abu Zahrah, Malik Hayatuhu wa Arduhu wa Fiqhhu (t.t. :Dar al-Fikr.

t.th.)

Muhammad Ibrahim Ismail, Mu`jam al-Alfazh wa al-A`lam al-Qur`aniyat (al-

Qahirat: Dar alFikr al-Arabi, t.th)

Muhammad Mutawally al-Sha’rawi, Tafsir al-Sha’rawi , Vol 4 ( Kairo : Matabi’

Akhbar al Yaum, 1997)

Muhammad Sa’id Al-Ashmawi, Jihad Melawan Islam Ekstrim, terj. Hery Haryanto

Azumi, (Depok: Desantra, 2002)

Muhammad Salim Al-Awa, An-Nizham As-Siyasi Li Ad-Dawlah Al-Islamiyyah,

terj. Faturrahman A. Hamid (Jakarta: Amzah, 2005)

Mujar Ibn Syarif, “Memilih Presiden Non Muslim di Negara Muslim dalam

Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal Konstitusi PPK Fakultas Syariah

IAIN Antasari, Vol II nomer 1 Tahun 2009

Mujar Ibnu Syarif, Presiden Muslim Dinegara Muslim, (Jakarta: Pusat Sinar

Harapan, 2006)

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Pres, 1993)

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran

(Jakarta: UI-Press, 1993)

Page 163: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Muslim ibn al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairiy al-Naisaburiy, Shahih Muslim,

(Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabiy, t.th.)

Rahmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Pustaka Setia, 1999)

Rasyid Al-Ghanusyi, Huquq al-Muwatanah : Huquq Ghair al-Muslim fi al-

Mujtama’ al Islami (Virginia: Ma’had al-Alam li al-Fikr al-Islami, 1993)

Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hokum (Jakarta: Granit, 2004)

Robert N. Bellah, Beyond Belief: Essay on Religion in a Post-Traditionalist World,

(Berkeley and Los Angeles: University of California press, 1991)

Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,

(Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2002)

Salah Mahfud, Solusi Hukum Islam: Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes NU

1926-2004 (Cet. III;Kudus:Khalista, 2007)

Sirajuddin, Politik Ketata Negaraan Islam Studi Pemikiran A. Hasjmy, cet I,

(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2007)

Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Rajawali Pers, 2001)

Taufik Abdullah dan Johan Hendrik Meuleman, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam:

Dinamika Masa Kini, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), jilid 6

Tim Penyusun Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam jihd 2 (Cet.

III; Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994)

W. Montgomery Watt, Islamic Political Thought, (Edinburgh: Edinburgh

University Press, 1968)

Wahbah al-Zuhaifi, Usul al-Fiqh al islami Juz I,

Wahbah al-ZuhaiH, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, Juz I (Cet. II; Damaskus:

Daral-Fikr, 1989)

Wahbah al-Zuhain, Usul al-Fiqh al-lslami Juz I, hlm. 1087.

Wahbah az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Munir fi Al-’Aqidah Wa Asy-Syari‘Ah Wa Al-

Manhaj,

Wawancara singkat dengan buya syafi’i maarif di dalam lif hotel royal denai

menuju loby utama pada

Page 164: ANALISIS PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DI ...

Yusuf al-Qardawi, Fiqh al-Zakah Dirasah Muqaranah li Ahkamiha wafalsafatiha

fi Dini al-Qur'an wa al-Sunnah Juz II (Cet. XXII; Beirut: Muassasah al-

Risalah, 1994)

Yusuf al-Qardawi, Fiqh al-Zakah,