ANALISIS PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BMT BERSAMA KITA BERKAH (BKB) DAN BMT AT-TAQWA PINANG Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) OLEH : SYIFA AWALIYAH 11140460000063 PROGRAM STUDI MUAMALAT (HUKUM EKONOMI SYARIAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M
91
Embed
ANALISIS PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44238/1/SYIFA AWALIYAH-FSH.pdf · harus ada akad wakalah terlebih dahulu sebelum
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BMTBERSAMA KITA BERKAH (BKB) DAN BMT AT-TAQWA PINANG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
OLEH :
SYIFA AWALIYAH
11140460000063
PROGRAM STUDI MUAMALAT (HUKUM EKONOMI SYARIAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/2018 M
iv
ABSTRAK
Syifa Awaliyah. NIM 11140460000063. ANALISIS PELAKSANAAN
AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BMT BERSAMA KITA BERKAH
(BKB) DAN BMT AT-TAQWA PINANG. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
1439 H / 2018 M. 8 x 73 halaman 24 halaman lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah pengelolaan pembiayaan
murabahah pada BMT Bersama Kita Berkah (BKB) dan BMT At-Taqwa Pinang
sudah sesuai dengan prinsip syariah yaitu dari perspektif Fatwa DSN-MUI. Analisis
kesesuaian syariah pada pembiaaayan murabahah bertujuan untuk memperjelas
bagaimana cara yang benar untuk memperoleh barang yang akan diperjualbelikan
antara penjual dan pembeli.
Jika hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang, maka
harus ada akad wakalah terlebih dahulu sebelum dilakukan akad murabahah. Dalam
Fatwa DSN-MUI No. 4 Tahun 2000 tentang Murabahah juga dijelaskan bahwa jika
bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga,
akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik
bank. Jadi pada intinya BMT harus sudah memiliki terlebih dahulu barang yang
dipesan oleh nasabah. Kemudian dalam penelitian ini juga akan membahas tentang
bagaimana beralihnya kepemilikan berdasarkan hukum Islam dan hukum perdata.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu dengan
memecahkan suatu kasus kesesuaian syariah terhadap pembiayaan murabahah pada
BMT Bersama Kita Berkah (BKB) dan BMT At-Taqwa Pinang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk melihat bahwa
pembiayaan murabahah itu sudah sesuai syariah atau belum bisa dilihat dari
skemanya atau alurnya dalam melaksanakan akad. Jika salah satu syarat atau rukun
akad tidak terpenuhi maka dianggap merupakan jual beli yang tidak sah. Pada
dasarnya masih banyak BMT atau lembaga keuangan mikro syariah yang belum
ABSTRAK ............................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... v
DAFTAR ISI......................................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ......................................................................................... 1 B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah................................................... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................................. 9 D. Metode Penelitian ..................................................................................................... 10 E. Metode Penulisan Skripsi ......................................................................................... 11 F. Kerangka teori dan konseptual ................................................................................ 12 G. Sistematika Penulisan ............................................................................................... 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. BMT ......................................................................................................................... 23 B. Kesesuaian Syariah ................................................................................................... 25 C. Akad ........................................................................................................................ 27 D. Jual Beli .................................................................................................................... 29 E. Murabahah ................................................................................................................ 31 F. Wakalah .................................................................................................................... 36 G. Peralihan Kepemilikan .............................................................................................. 38 H. Riview (Tinjauan Ulang) .......................................................................................... 42
viii
BAB III GAMBARAN UMUM BMT
A. Sejarah Berdirinya .................................................................................................... 48 B. Visi dan Misi ............................................................................................................. 49 C. Stuktur Organisasi...................................................................................................... 50 D. Produk-produk Lembaga .......................................................................................... 52
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis pada BMT Bersama Kita Berkah (BKB) .................................................... 58 B. Analisis pada BMT At-Taqwa Pinang ...................................................................... 63 C. Peralihan Kepemilikan Berdasarkan Hukum Islam .................................................. 69 D. Peralihan Kepemilikan Berdasarkan Hukum Perdata ............................................... 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 72 B. Saran ......................................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia telah mengalami
perkembangan pesat. Pemerintah mengeluarkan UU No. 7 Tahun 1992
tentang perbankan syariah, yang menjadi tonggak awal beroperasinya
bank syariah di Indonesia. Setelah pemerintah mengeluarkan UU No. 7
Tahun 1992 tentang perbankan syariah, UU ini diamandemen dengan UU
No. 10 Tahun 1998. Pada tahun 2008, UU No. 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah diberlakukan. UU No. 21 ini adalah UU khusus yang
mengatur perbankan syariah. Perkembangan dari perbankan syariah juga
menyentuh pada sektor perkoperasian yang memunculkan Baitul Maal Wa
Tamwil (BMT).
BMT merupakan kependekan dari Baitul Mal wa Tamwil atau
biasa dikenal oleh masyarakat yaitu Balai Usaha Mandiri Terpadu yang
beroperasi berdasarkan prinsip – prisnip syariah. Istilah BMT menurut
Heri Sudarsono (2004) dalam bukunya Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah mendefinisikan BMT ke dalam 2 fungsi utama1 :
a. Bait al maal sebagai lembaga yang mengarah pada usaha- usaha
pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti halnya
zakat, infaq, dan shodaqah.
b. Bait at-tamwil sebagai lembaga yang mengarah pada usaha
pengumpulan dan penyaluran dana komersial.
Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT
sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan
berlandaskan syariah.
1 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
( Yogyakarta : Ekonisia, 2004, cet.kedua) h. 96.
2
Oleh karena itu, BMT secara nama telah melekat dua ciri yaitu
sosial dan bisnis. Sesuai dengan namanya Baitul Maal memiliki kesetaraan
dengan Baitul Tamwilartinya bidang sosial dan bidang bisnis harus dapat
berjalan secara seimbang.
Peran Baitul Maal wa Tamwil (BMT) cukup besar dalam
membantu kalangan usaha kecil dan menengah. BMT ini berusaha
memberikan bantuan dana kepada pedagang maupun usaha mikro yang
masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan kredit dari bank.
Meskipun dana yang dipinjamkan kecil tetapi cukup membantu karena
dalam pembayarannya bisa diangsur tanpa memberatkan nasabah. BMT
ini merupakan salah satu lembaga pembiayaan untuk usaha mikro melalui
pinjaman tanpa menggunakan riba atau bunga. BMT memiliki sistem jual
beli dan sewa-menyewa disamping sistem bagi hasil, sebagai contohnya
adalah produk murabahah, salam, istishna‟, dan sewa-menyewa (ijarah).
Kelebihan BMT dibanding perbankan syariah adalah
keluwesannya dan kecepatannya dalam melayani masyarakat. Persyaratan
dan prosedur dibuat sesederhana mungkin dengan tetap memperhatikan
resiko dan keamanan.
Akad murabahah adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar
harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para
pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan
kepada pembeli.2
Murabahah merupakan salah satu produk penyaluran dana yang
cukup digemari nasabah BMT karena karakteristiknya yang profitable,
mudah dalam penerapan, serta dengan risk factor yang ringan untuk
diperhitungkan dalam penerapan, kemudian BMT juga bertindak sebagai
pembeli sekaligus penjual barang halal tertentu yang dibutuhkan nasabah.
2S Burhanuddin, Aspek Hukum Lembaga Keauangan Syariah, (Yogyakarta :
Graha Ilmu , 2010), h. 200.
3
Beberapa ketentuan harus dipenuhi dalam melaksanakan akad
murabahah agar transaksi akad tersebut terhindar dari riba dan sesuai
dengan syariah. Salah satunya adalah syarat barang yang diakadkan dalam
hal ini adalah barang yang diperjualbelikan.
BMT yang berbadan hukum Koperasi Jasa Keuangan Syariah
(KJKS) merupakan lembaga intermediasi yang tidak mempunyai
persediaan barang dagang yang diperjualbelikan. BMT hanya mengelola
dana pihak ketiga untuk disalurkan melalui akad yang sesuai dengan
kebutuhan pembiayaan kepada anggota. BMT harus mencari supplier yang
sesuai untuk anggota yang mengajukan pembiayaan murabahah. Akad
pembiayaan murabahah yang diterapkan oleh lembaga keuangan syariah
di Indonesia lebih dikenal dengan murabahah Kepada Pemesan Pembelian
(KPP) karena pihak penjual (Lembaga Keuangan Syariah) tidak memiliki
barang yang diminta oleh nasabah,lembaga keuangan hanya mengadakan
barang untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang memesannya.3
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang murabahah disebutkan bahwa jika bank hendak
mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad
jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.4Jadi intinya, BMT harus membeli terlebih dahulu aset
yang dipesan oleh nasabah secara sah dan kemudian menawarkan aset
tersebut kepada nasabah. Syarat-syarat benda yang menjadi objek akad
dalam akad murabahah, barang yang diperjualbelikan harus sudah
menjadi milik bank (BMT) dan barang tersebut tidak diharamkan oleh
3Endro Wibowo, “Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah di BMT Amanah
Ummah”. Al-Tijarah. VOL. 1 No. 2, Sekolah Tinggi Agama Islam Ali bin Ali Thalib,
Desember 2015, 116.
4Fatwa DSN-MUI No. 04 Tahun 2000 tentang Murabahah.
4
syariah Islam. Tidak sah menjual barang-barang yang baru akan menjadi
miliknya.5
Pembiayaan di BMT juga banyak mengalami masalah walaupun
telah dilakukan berbagai analisis secara seksama. Banyak faktor
diantaranya masyarakat awam yang masih belum faham tentang
pembiayaan murabahah, karena masih banyak masyarakat yang
beranggapan bahwa pembiayaan murabahah itu sama saja dengan
pembiayaan konvensional. Padahal kenyataannya menurut fatwa DSN-
MUI tidak seperti itu, BMT berkedudukan sebagai penjual sedangkan
anggota BMT berkedudukan sebagai pembeli.
Dengan adanya berbagai tantangan, maka lembaga ini dituntut
untuk bekerja secara efektif dan efisien agar masyarakat mulai tertarik dan
beralih pada lembaga ini. Selain itu juga harus lebih transparan agar
masyarakat menyadari bahwa terdapat perbedaan besar antara pembiayaan
murabahah dengan pembiayaan konvensional.
Hasil penelitian mengenai karakteristik responden (UKM Mitra)
berdasarkan LKMS dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada
sejumlah LKMS (BMT dan BPRS). Data-data yang berhasil dihimpun
adalah sejumlah 511 responden yang tersebar di tujuh wilayah, terbanyak
adalah Jakarta yang tersebar di tiga wilayah, yaitu Jakarta Selatan, Jakarta
Barat, Jakarta Timur. Untuk Jakarta Utara karena persoalan lokasi dan
kesulitan akses, maka tidak bisa diambil datanya. Selanjutnya adalah
wilayah Tangerang sebanyak 127 responden dan sisanya diambil di Depok
(Jawa Barat). Wonosobo (Jawa Tengah) diambil cukup banyak, yaitu pada
BMT Induk dan mitra binaannya sebanyak 52 responden, dan Yogyakarta
55 responden pada 3 BMT yang berbeda. Jumlah ini berbeda-beda karena
sesuai kesediannya mengisi kuesioner, banyak nasabah yang enggan
5Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
h. 73.
5
mengisi karena kesibukannya di lokasi kerja(pasar).6 Pada intinya
responden paling banyak berdasarkan penelitian diatas adalah wilayah
Tangerang sebanyak 127 responden.
Untuk pemilihan produk umumnya nasabah memilih murabahah,
karena produk murabahah ini memiliki resiko yang sangat rendah,
perputaran cepat, dan juga mudah. Sedangkan pada pemilihan produk-
produk lain juga adanya yang diminati oleh masyarakat sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing. Berikut data yang diperoleh adalah :7
No Produk LKMS Frekuensi Persen (%)
1. Wadi‟ah / titipan 118 23,1
2. Mudharabah 177 34,6
3. Musyarakah 52 10,2
4. Murabahah 234 45,8
5. Ijarah 11 2,2
6. Qard 32 6,3
7. Lain-lain 8 1,6
Alasan masyarakat bermitra di Lembaga Keuangan Mikro Syariah
adalah bahwa sebagian masyarakat menyatakan karena adanya kemudahan
dan kecepatan dalam proses pencairan, faktor kenyamanannya tinggi
hingga 53 %, pelayanannya baik dan juga ramah, biaya administrasi yang
rendah, dan lain-lain. Dapat disimpulkan juga dari hasil tinjauan ini
bahwasanya pada umunya motivasi atau kepentingan nasabah
6Dr.Euis Amalia,M.Ag, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam, (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2009), h. 152.
7Dr.Euis Amalia,M.Ag, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam, (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2009), h. 160.
6
berhubungan dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah adalah untuk
pembiayaan dari pada untuk menyimpan.8
Peneliti sangat tertarik untuk meneliti tentang pembiayaan
murabahah, dimana produk pembiayaan ini sangat diminati oleh banyak
masyarakat sekitar di Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BMT).
Selain itu, terdapat indikasi adanya ketidaksesuaian antara konsep
dan apa yang terjadi di lapangan mengenai pelaksanaan
murabahahbagaimana alur pembiayaan itu terjadi dan mengenai peralihan
kepemilikan objek pembiayaan yang harus senantiasa diteliti dan dibahas
agar senantiasa sesuai dengan sumber aslinya.
Didasari oleh latar belakang yang telah disebutkan, peneliti merasa
perlu dan tertarik untuk menganalisis tentang pelaksanaan akad
pembiayaan murabahah, dan bagaimana cara peralihan kepemilikan
barang dari segi hukum Islam dan hukum perdata.
Penelitian ini akan meneruskan dan melengkapi dari penelitian
sebelumnya yaitu penelitian tentang Analisis Pelaksanaan Akad
Pembiayaan Murabahah di BMT Palur Karanganyar oleh Muttaqin
Nurhuda dengan pembahasan yang berbeda. Beberapa perbedaan tersebut
terletak pada tahun, tempat dan objek penelitian. Pada penelitian
sebelumnya hanya membahas tentang pelaksanaan akad murabahah yang
diterapkan di BMT Palur Karanganyar serta kesesuaiannya dengan Fatwa
Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah. Sedangkan dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada
bagaimana pelaksanaan akad pembiayaan murabahah pada BMT Bersama
Kita Berkah (BKB) dan BMT At Taqwa Pinang dan bagaimana cara
peralihan kepemilikan barang dari segi hukum Islam dan hukum perdata
dalam pembiayaan murabahah. Melihat dari latar belakang di atas maka
8Dr.Euis Amalia,M.Ag, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam, (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2009), h. 161.
7
peneliti mengambil judul tentang “ Analisis Pelaksanaan Akad
Pembiayaan Murabahah pada BMT Bersama Kita Berkah (BKB) dan
BMT At-Taqwa Pinang”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang ada di BMT saat ini yang peneliti temui adalah
sebagai berikut yang pertama adalah nasabah pembiayaan dalam
pelaksanan pembayaran angsuran pembiayaan sangat variatif, ada yang
tepat waktu ada yang lebih awal dari waktu yang telah ditentukan bahkan
ada juga yang tidak tepat waktu . Sehubung dengan adanya anggota yang
bermasalah tersebut maka akan mempengaruhi pada waktu dan biaya yang
dikeluarkan oleh pihak BMT. Dan yang kedua adalah masalah tentang
penentuan marjin pada akad pembiayaan murabahah. Karena dalam
menentukan margin harus dilakukan dengan adil agar tidak merugikan
salah satu pihak. Masalah-masalah di atas merupakan beberapa saja yang
ada di BMT. Pada penelitian ini peneliti hanya terfokus pada masalah
tentang Analisis Pelaksanaan Akad Pembiayaan Murabahah Pada BMT
BKB dan BMT At-Taqwa Pinang.
Masalah tentang objek dari pembiayaan murabahah dimana di dalam
Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah adalah jika
Bank / BMT hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
kepada pihak ketiga , akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang, secara prinsip menjadi milik Bank/BMT. Dengan ketidakjelasan
status objek dalam pembiayaan murabahah di BMT dapat menimbulkan
berbagai masalah yang berkaitan dengan peraturan tentang murabahah.
Kemudian dalam pembelian barang, dilakukan dengan cara BMT sendiri
yang membeli atau dengan cara mewakilkan kepada nasabah BMT.
Apabila dalam perolehan barang dengan cara mewakilkan kepada nasabah
maka harus ada akad wakalah terlebih dahulu sebelum adanya akad
8
murabahah. Pada masalah peralihan kepemilikan barang murabahahdari
segi hukum Islam dan hukum perdata juga perlu dibahas dalam penelitian
ini.
Masalah yang dapat diidentifikasikan peneliti adalah sebagai berikut :
a. Terdapat ketidakjelasan mengenai penetapan akad dalam
pembiayaan murabahah.
b. Status peralihan kepemilikan barang murabahah dari segi hukum
Islam dan perdata.
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah dalam penelitian ini, peneliti membatasi
masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya akan lebih jelas
dan terarah sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti. Di dalam
penelitian ini, peneliti akan membatasi penelitiannya pada produk
pembiayaan murabahah di BMT Bersama Kita Berkah (BKB)dan
BMT At-Taqwa Pinang sebagai objek penelitian. Adapun masalah
yang akan diteliti adalah tentang penetapan akad pada pembiayaan
murabahah, dan peralihan kepemilikan barangdari segi hukum Islam
dan hukum perdata dalam pembiayaan murabahah.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang
ditulis diatas, maka peneliti merumuskan masalahnya yaitu kesesuaian
syariah pada ketetapan akad dalampembiayaan murabahahdan
peralihan kepemilikan barang dari segi hukum Islam dan hukum
perdata dalam pembiayaan murabahah di BMT Bersama Kita Berkah
(BKB) dan BMT At-Taqwa Pinang.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis
menguraikannya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
9
a. Apakah pengelolaan pembiayaan murabahah pada BMT Bersama
Kita Berkah (BKB) dan BMT At-Taqwa Pinang sudah sesuai dengan
prinsip syariah?
b. Bagaimana cara beralihannya kepemilikan menurut hukum Islamdan
hukum perdata pada objek pembiayaan murabahah ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui kesesuaian hukum syariah terhadap
pengelolaan pembiayaan murabahah pada BMT Bersama
Kita Berkah (BKB) dan BMT At-Taqwa Pinang.
b. Untuk mengetahui bagaimana beralihnya suatu kepemilikan
barang murabahah dari segi hukum Islam dan hukum
perdata.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Bagi penulis
Sebagai suatu bahan informasi ilmiah yang digunakan untuk
menambah wawasan pengetahuan penulis khususnya dan juga
pembaca umumnya seputar pembiayaan murabahah.
b. Bagi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
penambah literatur serta referensi yang dapat dijadikan sebagai bahan
informasi bagi mahasiswa lain yang mengambil permasalahan yang
serupa.
c. Bagi pihak lain
Penulis berharap dengan adanya penelitian ini dapat menambah
hasanah keilmuan dan referensi yang dapat dijadikan sumber
informasi yang berkaitan dengan kinerja BMT.
10
D. Metode Penelitian
Peran metode penelitian dalam suatu penelitian sangat penting
untuk memperoleh pengetahuan baru dimana kulaitas pengetahuan baru
tersebut bergantung dari metode penelitian yang digunakan. Hanya dengan
menggunakan metode-metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah kita dapat memperoleh suatu pengetahuan yang baru yang memiliki
nilai ilmiah yang tinggi.
Metode penelitian ini akan diuraikan dalam beberapa tahapan yaitu :
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan yaitu deskriptif
kualitatif, yaitu dengan memecahkan suatu kasus kesesuaian syariah
terhadap pembiayaan murabahah di BMT Bersama Kita Berkah (BKB)
dan BMT At-Taqwa Pinang.
2. Jenis Pendekatan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan yuridis
empiris, dimana kajian yang dilakukan menyelaraskan antara peraturan-
peraturan terkait murabahah.
3. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan bersifat kualitatif yang terdiri dari data
primer dan data sekunder.
a. Data Primer diambil langsung dari beberapa peraturang yaitu Fatwa
DSN MUI Nomor 4 Tahun 2000 tentang murabahah, Fatwa DSN-MUI
No. 10 Tahun 2000 tentang Wakalah, KUHPerdata, Peraturan Bank
Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran
Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah.
b. Data sekunder diambil dari wawancara, membaca buku dan literature
lainnya yang terdiri atas :
a) Mewawancarai karyawan/pengelola BMT.
11
b) Hasil riset berupa tesis dan jurnal tentang pembiayaan murabahah
dan ketentuan akad-akad pada BMT.
c) Buku teks tentang murabahah dan hak milik.
d) Berita-berita seputar BMT (brosur) dan murabahah.
4. Responden
Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah karyawan BMT
Bersama Kita Berkah (BKB) dan BMT At-Taqwa Pinang.
5. Teknik Pengumpulan Data
a) Teknik Wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara terhadap
karyawan/pengelola BMT untuk mendapatkan informasi.
b) Teknik Kepustakaan, yaitu dengan mencari data dengan berbagai
sumber seperti buku- buku, jurnal- jurnal penelitian, dan melihat
peraturan- peraturan mengenai BMT/murabahah.
6. Teknik Pengolahan Data
Untuk memudahkan dalam pemaparan data yang telah didapatkan,
peneliti mengolah data hasil wawancara kepada karyawan/pengelola BMT
berupa audio visual menjadi data teks yang sesuai dengan kebutuhan
peneliti.
7. Subjek – Objek
a. Subjek penelitian ini adalah karyawan/pengelola BMT Bersama Kita
Berkah (BKB) dan BMT At-Taqwa Pinang.
b. Objek penelitian ini adalah BMT Bersama Kita Berkah (BKB) dan
BMT At-Taqwa Pinang.
E.Metode Penulisan Skripsi
Dalam menyusun penelitian ini, peneliti mengacu kepada Buku
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2017.
12
E. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, maka akan menggunakan kajian teori,
diantaranya adalah :
a) Teori Hukum dan Keadilan.
Keadilan harus terwujud di semua lini kehidupan, dan setiap produk
manusia haruslah mengandung nilai-nilai keadilan, karena sejatinya perilaku dan
produk yang tidak adil akan melahirkan ketidakseimbangan, ketidakserasian yang
berakibat kerusakan, baik pada diri manusia sendiri maupun alam semesta.
Hukum dan keadilan sebenarnya adalah dua elemen yang saling bertaut yang
merupakan “conditio sine qua non” bagi yang lainnya.9
Rasa keadilan terkadang hidup di luar undang-undang, yang jelas undang-
undang akan sulit untuk membaginya. Begitu pula sebaliknya undang-undang itu
sendiri dirasakan tidak adil. Ketika rasa keadilan itu benar-benar eksis dan
dirasakan oleh mayoritas kolektif, maka kepastian hukum akan bergerak menuju
rasa keadilan itu sendiri. Kepastian hukum adalah rasa keadilan itu sendiri sebab
keadilan dan hukum bukanlah dua elemen yang terpisah.10
Menurut Murtadha Muthahhari mengemukakan bahwa konsep adil dikenal
dalam empat hal, pertama, adil bermakna keseimbangan dalam arti suatu
masyarakat yang ingin tetap seimbang bertahan dan mapan, maka masyarakat
tersebut harus berada dalam keadaan seimbangan, di mana segala sesuatu yang
ada di dalamnya harus eksis dengan kadar semestinya dan bukan dengan kadar
yang sama. Kedua, adil adalah persamaan penafian terhadap perbedaan apa pun.
Keadilan yang dimaksud adalah memelihara persamaan ketika hak miliknya sama,
sebab keadilan mewajibkan persamaan itu, dan mengharuskannya. Ketiga, adil
9Sukarno abauraera, Muhadar, dan Maskun, Filsafat Hukum Teori dan Praktik,
(Jakarta : Prenada Media, 2014, cet.kedua), h. 177. 10
Sukarno abauraera, Muhadar, dan Maskun, Filsafat Hukum Teori dan Praktik,
(Jakarta : Prenada Media, 2014, cet.kedua), h. 179.
13
adalah memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang
yang berhak menerimanya. Keadilan seperti ini adalah keadilan sosial yang harus
dihormati di dalam hukum manusia dan setiaap individu diperintahkan untuk
menegakkannya. Keempat, adil adalah memelihara hak atas berlanjutnya
eksistensi.11
Konsepsi keadilan Islam menurut Qadri mempunyai arti ia merasuk ke
sanubari yang paling dalam dari manusia, karena setiap orang harus berbuat atas
nama Tuhan sebagai tempat bermuaranya segala hal termasuk motivasi dan
tindakan.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
teori hukum dan keadilan berkaitan dengan penelitian ini, karena penerapan
prinsip keadilan dalam pembiayaan murabahah sangat diperlukan. Islam telah
mengharamkan setiap hubungan bisnis yang mengandung kezhaliman dalam
mewajibkan terpenuhnya keadilan yang teraplikasi dalam setiap hubungan dagang
dan kontrak-kontrak bisnis karena sistem ekonomi islam tidak menganiaya
masyarakat terutama masyarakat lemah.
Transaksi yang berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis.
Dalam bisnis, hasil dalam setiap perusahaan selalu tidak pasti. Bahkan meskipun
lembaga keuangan untung, bisa jadi harga barang yang diinginkan nasabah
dilebihi dari harga barang sesungguhnya, karena BMT mengajukan harga barang
yang akan di pesan oleh nasabah kepada BMT. Dan disini bisa disimpulkan
adanya unsur paksaan. Dimana mau tidak mau nasabah harus menerima
keputusan dari BMT yaitu jumlah harga barang ditambah margin keuntungan
yang ditetapkan oleh BMT yang harus dibayar oleh nasabah. Dalam menentukan
marjin atau bagi hasil harus menggunakan prinsip keadilan agar tidak merugikan
salah satu pihak.
11
Sukarno abauraera, Muhadar, dan Maskun, Filsafat Hukum Teori dan Praktik,
(Jakarta : Prenada Media, 2014, cet.kedua), h. 192.
14
b) Teori Efektivitas Hukum
Peraturan perundang-undangan, baik yang tingkatnya lebih rendah
maupun yang lebih tinggi bertujuan agar masyarakat maupun aparatur penegak
hukum dapat melaksanakannya secara konsisten dan tanpa membedakan antara
masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Semua orang dipandang sama
di hadapan hukum ( equality before the law). Namun, dalam realitasnya peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan sering dilanggar, sehingga aturan itu tidak
berlaku efektif. Tidak efektifnya undang-undang bisa disebabkan karena undang-
undangnya kabur atau tidak jelas, aparatnya yang tidak konsisten dan atau
masyarakatnya tidak mendukung pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Teori
yang mengkaji dan menganalisis tentang hal tersebut yaitu teori efektivitas
hukum.12
Menurut Hans Kelsen efektivitas hukum yaitu “ Apakah orang-orang pada
kenyataannya berbuat menurut suatu cara untuk menghindari sanksi yang
diancamkan oleh norma hukum atau bukan, dan apakah sanksi tersebut benar-
benar dilaksanakan bila syaratnya terpenuhi atau tidak terpenuhi”.
Menurut Anthony Allot efektivitas hukum yaitu “ Hukum akan menjadi
efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya dapat mencegah perbuatan-
perbuatan yang tidak diinginkan dapat menghilangkan kekacauan. Hukum yang
efektif secara umum dapat membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika
suatu kegagalan, maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika
terjadi keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana
baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelesaikannya”.13
Dari kedua pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori efektivitas
hukum yaitu “ Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang keberhasilan,
12
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014, cet.ketiga), h. 301. 13
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014, cet.ketiga), h. 302.
15
kegagalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan dan
penerapan hukum”.
Terdapat pandangan lain tentang efektivitas hukum dikemukakan oleh
Clearence J. Dias, Howard dan Mummers. Clearence J. Dias mengemukakan lima
syarat bagi efektif tidaknya suatu sistem hukum. Kelima syarat itu adalah :
1. Mudah tidaknya makna atau isi aturan-aturan hukum itu ditangkap.
2. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-
aturan yang bersangkutan.
3. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum yang dicapai.
4. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya harus mudah
dihubungi dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, akan tetapi juga
harus cukup efektif menyelesaikan sengketa.
5. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga
masyarakat, bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang
sesungguhnya berdaya mampu efektif.14
Dari beberapa pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori
efektivitas hukum berkaitan dengan penelitian ini. Karena dalam penelitian ini ada
beberapa hal yang dikaitkan dengan efektivitas suatu hukum, yaitu tentang sejauh
mana efektivitas hukum yang diterapkan di dalam Fatwa DSN No. 4 Tahun 2004
tentang Murabahah dalam pembiayaan murabahah di BMT BKB dan BMT At-
Tawa Pinang.
c) Teori kebenaran
Menyoal dan membahas pengertian kebenaran, akan mengantarkan pada
kajian kebenaran sebagai sesuatu yang mutlak dan relatif sifatnya. Untuk
mengatakan sesuatu itu benar, tergantung dari sudut mana orang melihatnya.15
14
Sukarno abauraera, Muhadar, dan Maskun, Filsafat Hukum Teori dan Praktik,
(Jakarta : Prenada Media, 2014, cet.kedua), h. 239.
16
Menurut Abbas Hamami Mintaredja, kata “kebenaran” dapat digunakan
sebagai suatu kata benda yang konkret maupun yang abstrak. Jika subjek hendak
menuturkan kebenaran artinya proposisi yang benar. Proposisi maksudnya makna
yang dikandung dalam pernyataan atau statement. Jika subjek menyatakan
kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau
karakteristik, hubungan dan nilai. Hal yang demikian karena kebenaran tidak
dapat begitu saja dari kualitas, sifat hubungan dan nilai itu sendiri.16
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori kebenaran
berkaitan dengan penelitian ini. Dari penelitian ini hal yang akan dibahas yaitu
mengenai kebenaran tentang kesesuaian pada pelaksanaan akad murabahah,
apakah diawali dengan akad wakalah terlebih dahulu atau tidak, jadi prinsipnya
apakah sama saja dengan pinjam meminjam, sedangkan dalam pinjam meminjam
tidak boleh mengambil keuntungan, dan juga melihat perpindahan kepemilikan
barang apakah sudah benar-benar beralih atau belum. Dan ini perlu diadakan
observasi untuk melihat kebenarannya secara langsung , bukan hanya melihat dari
ketentuan peraturannya.
d) Teori Eksistensi Hukum Islam Dalam Tata Hukum di Indonesia.17
Islam telah diterima oleh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang
ke Indonesia. Penjajah Belanda menyaksikan kenyataan bahwa Hindia Belanda
sudah ada hukum yang berlaku yaitu, Islam, Hindu, Budha, dan Nasrani, di
samping hukum adat bangsa Indonesia.
Sehubungan dengan berlakunya hukum adat bagi bangsa Indonesia dan
hukum agama bagi masing-masing pemeluknya, munculah beberapa teori, yaitu
dua teori pertama muncul sebelum merdeka dan tiga teori lainnya setelah
Indonesia merdeka.
15
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014, cet.ketiga), h. 308. 16
Sukarno abauraera, Muhadar, dan Maskun, Filsafat Hukum Teori dan Praktik,
(Jakarta : Prenada Media, 2014, cet.kedua), h. 239-240. 17
Mustofa, Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer, ( Jakarta : Sinar Grafika,
2009), h. 143.
17
1) Teori Receptio in Complexu.
Menurut teori ini bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-
masing. Bagi orang Islam berlaku hukum Islam, demikian juga bagi pemeluk
agama lainnya.
Materi teori receptio in complexu ini, dimuat dalam Pasal 75 RR tahun
1855 yang berbunyi :
“Oleh hakim Indonesia itu hendaklah diberlakukan undang-undang
agama (godsdienstige wetten) dan kebiasaan penduduk Indonesia itu.”
2) Teori Receptie
Munculnya teori ini menentang teori Reception in Complexu. Menurut
teori Resepsi, hukum Islam tidak otomatis berlaku bagi orang Islam. Hukum
Islam berlaku bagi Islam, kalau ia sudah diterima ( diresepsi) oleh dan telah
menjadi hukum adat mereka. Jadi yang berlaku bagi mereka bukan hukum Islam,
melainkan hukum adat.
Pemikiran Snouck Hurgronje tentang teori Resepsi ini, dengan
pendapatnya tentang pemisahan antara agama dan politik. Pandangannya itu
sesuai pula dengan sarannya kepada pemerintah Hindia Belanda tentang politik
Islam Hindia Belanda. Dia menyarankan agar pemerintah Hindia Belanda bersifat
netral terhadap ibadah agama dan bertindak tegas terhadap setiap kemungkinan
perlawanan orang Islam fanatik. Islam dipandangnya sebagai ancaman yang harus
dikekang dai ditempatkan di bawah pengawasan yang ketat.
Penerapan teori Resepsi antara lain pada tahun 1937 dengan Staatablad
1937 No. 116, wewenang menyelesaikan hukum waris dicabut dari Pengadilan
Agama dan dialihkan menjadi wewenang Pengadilan Negeri. Alasan pencabutan
wewenang Pengadilan Agama tersebut dengan alasan bahwa hukum waris Islam
belum sepenuhnya diterima oleh hukum adat (belum diresepsi).
18
3) Teori Receptie Exit
Semangat pemimpin Islam menentang pemikiran Snouck Hurgronje,
dengan menyadarkan pemberlakuan hukum Islam pada hukum adat terus bergulir.
Upaya itu tampak umpamanya dengan lahirnya Piagam Jakarta pada tanggal 22
Juni 1945.
Piagam Jakarta merupakan Rancangan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia. Ia disusun atas kesepakatan serta disahkan oleh
9 orang tokoh bangsa Indonesia, 8 orang diantaranya beragama Islam. Lahirnya
Piagam Jakarta merupakan bagian dari keberhasilan usaha tokoh-tokoh
kebangsaan yang selalu memperjuangkan berlakunya hukumIslam bagi orang
Islam.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengesahkan Undang-Undaang
Dasar 1945. Bagian pembukaan UUD tersebut merupakan Piagam Jakarta setelah
dikurangi 7 kata, hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan keutuhan seluruh
wilayah Indonesia.
Menurut Hazairin, teori Resepsi yang menyatakan bahwa hukum Islam
baru beraku bagi orang Islam kalu sudah diterima dan menjadi bagian dari teori
Iblis (setan) dan telah “modar”, artinya telah hapus atau harus dinyatakan hapus
(keluar) dengan berlakunya UUD 1945. Pemahaman inilah yang dimaksud dengan
Teori Receptie Exit (Resepsi Exit).
Menurut teori ini, peberlakukan hukum Islam tidak harus didasarkan atau
ada ketergantungan kepada hukum adat.pemahaman demikian dipertegas lagi,
anatara lain dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang
memberlakukan hukum Islam bagi orang Islamm Pasal 2 ayat 1, UU No. 7 tahun
1989 tentang Peradilan Agama, Intruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI).
19
4) Teori Receptio A Contrairo
Dalam perkembangan selanjutnya, menurut Syuti Thalib ternyata dalam
masyakat telah berkembang yang lebih jauh dari pendapat Hazairin di atas. Di
beberapa daerah yang dianggap sangat kuat adatnya terlihat ada kecenderungan
teori Resepsi dari Snouck Hurgronje itu dibalik.
Contohnya di Aceh, masyarakatnya menghendaki agar soal-soal
perkawinan dan soal warisan diatur menurut hukum Islam. Inilah yang dimaksud
teori Receptio A Contrario, hukum adat berlaku kalau tidak bertentangan dengan
hukum Islam.
5) Teori Eksistensi
Teori eksistensi ini adalah teori yang menerangkan tentang adanya hukum
Islam dalam Hukum Nasional Indonesia. Menurut teori ini bentuk eksistensi
hukum Islam dalam hukum Nasional itu adalah : (1) Ada, dalam arti hukum Islam
berada adalam hukum nasional sebagai bagian yang integral darinya; (2) Ada,
dalam arti adanya kemandirian yang diakui berkekuatan hukum nasional dan
sebagai hukum nasioanl; (3) Ada, dalam hukum nasional dalam arti norma hukum
Islam (agama) berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasioal
Indonesia; (4) Ada, dalam hukum nasional dalam arti sebagai bahan utama dan
unsur utama hukum nasional Indonesia.18
Berdasarkan teori ini keberadaan hukum Islam dalam tata hukum nasional,
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya. Bahkan lebih dari
itu, hukum Islam merupakan bahan utama atau unsur utama hukum nasional.
Ajaran Islam diyakini sebagai sebuah instrumen yang mampu menyelesaikan
berbagai permasalahan kehidupan benar-benar diuji dan dipertahankan. Ajaran
Islam harus bisa didudukkan pada proporsisi yang sebenarnya, yakni menjadi
inspirasi perubahan dan bukan objek perubaan.
18
Mustofa, Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer, ( Jakarta : Sinar Grafika,
2009), h. 150.
20
Dalam pembangunan hukum nasional Indonesia, hukum agama (Hukum
Islam) menjadi dasar yang paling dominan, dimana hukum Islam sangat berperan
dalam membentuk perilaku manusia Indonesia. Oleh karenanya hukum Islam
menjadi unsur mutlak bagi pembangunan hukum nasional Indonesia.
21
2. Kerangka Konseptual
Kerangka pemikiran dari masalah yang ada serta pemecahannya
digambarkan sebagai berikut:
Analisis Pembiayaan Murabahah Di BMT
Fatwa DSN-
MUI
KUHPerdata
Analisis Perbandingan
Wawancara karyawan
BMT Bersama Kita Berkah
(BKB)
BMT At-Taqwa Pinang
Kesimpulan
22
G. Sistematika Penulisan
BAB I : Merupakan Bab pendahuluan yang menjelaskan Latar Belakang
Masalah, Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah,
Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian,
Metode Penulisan Skripsi, Kerangka Teori dan Konseptual, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : Merupakan Bab Tinjauan Pustaka, dimana ada dua jenis kajian
pustaka, yaitu terdiri dari kajian teoritis dan review ( tinjauan
ulang ) hasil studi terdahulu. Dalam kerangka teoritis yang
menjelaskan tentang pengertian, fungsi dan peranan