UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS OPINI PUBLIK DAN ANALISIS AKAR MASALAH KASUS AKIL MOCHTAR DI MAHKAMAH KONSTITUSI MAKALAH NON SEMINAR DEA CIPTA PERMATASARI 1006694826 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM SARJANA REGULER DEPOK JANUARI 2014 Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
24
Embed
ANALISIS OPINI PUBLIK DAN ANALISIS AKAR MASALAH …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20369057-MK-Dea Cipta Permatasari.pdf · analisis opini publik dan analisis akar masalah kasus akil
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS OPINI PUBLIK DAN ANALISIS AKAR MASALAHKASUS AKIL MOCHTAR DI MAHKAMAH KONSTITUSI
MAKALAH NON SEMINAR
DEA CIPTA PERMATASARI1006694826
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM SARJANA REGULER
DEPOKJANUARI 2014
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
1
ANALISIS OPINI PUBLIK DAN ANALISIS AKAR MASALAH
KASUS AKIL MOCHTAR DI MAHKAMAH KONSTITUSI
Dea Cipta Permatasari
Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok
16424, Indonesia
E-mail: deaciptapermatasari @gmail.com
Abstrak
Awal bulan Oktober 2013, Indonesia dikejutkan dengan berita penangkapan Akil Mochtar, yang pada saat itu
menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, oleh KPK. Akil Mochtar tertangkap tangan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) saat Chairunnisa, anggota DPR RI dari fraksi Partai Golkar, menyerahkan uang
294 dolar Singapura kepada Akil Mochtar (Qusnulyakin, 2013). Masyarakat Indonesia banyak meneriakkan
kekecewaannya terhadap Mahkamah Konstitusi melalui media, termasuk social media. Berdasarkan survei
Lembaga Survei Indonesia (LSI) setelah tertangkapnya Akil Mochtar, kepercayaan publik terhadap Mahkamah
Konstitusi hanya 28 persen (Sahid, 2013). Pada dasarnya, korupsi merupakan akar segala permasalahan di
Indonesia, termasuk kemiskinan (Gie, 2003). Hal itu pulalah yang menjadi akar masalah dari kasus Akil
Mochtar ini. Ari Harsono (2008) mengungkapkan bahwa solusi dasar untuk korupsi takhta ada dua, yaitu (1)
setiap calon pemimpin dan calon wakil rakyat harus ditelusuri riwayat hidupnya supaya kadar integritas
kepribadiannya dapat diketahui, serta (2) setiap kekuasaan harus dikendalikan dengan uji logika dan uji
kejujuran. Solusi jangka menengah merupakan pembenahan integritas dan kemandirian Mahkamah Konstitusi
dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan, terutama kepentingan politik. Solusi jangka pendek, secara umum,
merupakan penerapan prinsip good governance dan penerapan sistem carrot and stick (Gie, 2003).
PUBLIC OPINION ANALYSIS AND ROOT CAUSE ANALYSIS OF AKIL
MOCHTAR’S CASE IN CONSTITUTIONAL COURT
Abstract Early October 2013, Indonesia was shocked by the news of Akil Mochtar, who was the Chairman of
Constitutional Court, that was arrested by KPK. Akil Mochtar was caught red-handed by Corruption
Erradication Comission (KPK) when Chairunnisa, member of Indonesian Parliament (DPR RI) from Golkar
fraction, was handing over 294 Singaporean dollars to Akil Mochtar (Qusnulyakin, 2013). Indonesian people
showed their disappointment toward Constitutional Court through the media, including social media. Based on
Indonesian Survey Institute (LSI), after Akil Mochtar was arrested, the society trust toward Contitutional Court
was only 28 percent (Sahid, 2013). Basically, corruption is the root of all problems in Indonesia, including
poverty (Gie, 2003). This is also the rood cause of Akil Mochtar’s case. Ari Harsono (2008) explained that there
are two basic solutions of throne corruption: (1) every leader and parliament member candidate’s life resume
have to be explored so their integrity and character could be known; (2) every power must be controlled by
logic and honesty test. Mid-term solution would be the reformation of Constitutional Court’s integrity and
independence from any parties who have interest, especially political interest. Short-term solution, generally,
would be application of good governance principles and application of carrot and stick system (Gie, 2003).
Keywords : corruption; public opinion; root cause analysis.
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
2
LATAR BELAKANG
Awal bulan Oktober 2013 ini, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berita penangkapan
Akil Mochtar, yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, oleh KPK.
Akil Mochtar tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat
Chairunnisa, anggota DPR RI dari fraksi Partai Golkar, menyerahkan uang tunai sebesar 294
dolar Singapura (Qusnulyakin, 2013). Uang tersebut merupakan uang suap terkait Pilkada
Kabupaten Gunungmas Provinsi Kalimantan Tengah dan Pilkada Kabupaten Lebak Provinsi
Banten.
Tertangkapnya Akil Mochtar sebagai tersangka penyuapan, yang termasuk ke dalam salah
satu tindakan korupsi, ini tentu saja membuat masyarakat Indonesia geram karena hakim
ketua Mahkamah Konstitusi merupakan jabatan penting yang menyangkut kepentingan
masyarakat luas. Pada dasarnya, Mahkamah Konstitusi merupakan suatu lembaga tinggi
negara yang memegang kekuasaan kehakiman bersama Mahkamah Agung dan Komisi
Yudisial. Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 pasal 24c ayat 1, Mahkamah Konstitusi
berwenang untuk (1) menguji Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar 1945, (2)
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-undang Dasar 1945, (3) memutus pembubaran partai politik, dan (4) memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Keputusan yang keluar dari Mahkamah
Konstitusi merupakan keputusan yang final sehingga tidak bisa ditinjau ulang. Menilik
kewenangan dan sifat keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Mahkamah Konstitusi
seharusnya menjadi lembaga peradilan yang benar-benar jujur, adil, obyektif, dan bebas dari
korupsi. Namun ternyata, kewenangan ini disalahgunakan oleh Akil Mochtar, yang
mengundurkan diri dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi setelah tertangkap oleh KPK,
dengan menerima suap dari berbagai pihak yang sedang berperkara di Mahkamah Konstitusi.
Hal ini tentu sangat menodai kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia,
terutama Mahkamah Konstitusi. Sebagai lembaga yang berwenang memutus perselisihan
pemilihan umum, Mahkamah Konstitusi ini tentu saja memiliki keputusan yang sangat
penting bagi masyarakat Indonesia karena keputusan Mahkamah Konstitusi menentukan
pemimpin masyarakat, baik di tingkat daerah maupun pusat. Terlebih lagi, pemilihan umum
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
3
seharusnya merupakan suatu bentuk demokrasi bagi masyarakat untuk memilih pemimpinnya
sendiri. Namun hal ini justru dinodai oleh Mahkamah Konstitusi yang menyelesaikan
perselisihan tentang hasil pemilihan umum dengan keputusan yang tidak adil dan ternodai
oleh korupsi.
Masyarakat Indonesia pun bereaksi keras terhadap hal ini. Masyarakat Indonesia banyak
meneriakkan kekecewaannya terhadap Mahkamah Konstitusi melalui media, termasuk
melalui media televisi, dan juga melalui situs jejaring sosial. Beberapa orang hanya merutuk
terjadinya korupsi di lembaga peradilan yang seharusnya bersih. Beberapa orang menuntut
Mahkamah Konstitusi dibubarkan. Namun ada juga beberapa orang yang tidak ingin
Mahkamah Konstitusi dibubarkan dan hanya menuntut Akil Mochtar untuk diadili, seperti
yang terlihat pada halaman Facebook bernama “SAVE MAHKAMAH KONSTITUSI”.
Bahkan beberapa orang membuat pergerakan di situs jejaring sosial untuk menghakimi Akil
Mochtar dengan hukuman mati berupa sebuah halaman Facebook berjudul “SEJUTA
DUKUNGAN HUKUMAN MATI untuk AKIL MOCHTAR” dan “Akil mochtar pantas
dihukum mati”. Bukan hanya itu, berbagai tokoh masyarakat, seperti Mahfud M.D., Jimly
Asshiddiqie, dan Jusuf Kalla, juga menyerukan hukuman yang berat untuk Akil Mochtar
(Ramdhan, 2013).
Selain kasus penyuapan Akil Mochtar di Mahkamah Konstitusi, kasus korupsi juga pernah
terjadi di lembaga negara lainnya, seperti POLRI, DPR, dan juga Kementerian. Kasus korupsi
juga tidak hanya terjadi di lembaga tinggi negara di tingkat pusat melainkan juga telah
merambah ke tingkat daerah. Merajalelanya kasus korupsi yang merugikan dana APBN dan
APBD ini tentu saja sangat membuat rakyat kesal karena dana tersebut seharusnya digunakan
untuk kepentingan rakyat, seperti kesehatan dan pendidikan, dan bukan untuk memperkaya
diri sendiri. Kepercayaan publik terhadap lembaga tinggi negara pun memudar, tak terkecuali
terhadap Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) setelah
tertangkapnya Akil Mochtar, Ade Mulyana, peneliti di LSI, memaparkan bahwa kepercayaan
publik terhadap Mahkamah Konstitusi berada di bawah tiga puluh persen, yaitu hanya 28
persen (Sahid, 2013).
Merebaknya kasus korupsi di Indonesia tentu saja menandakan bahwa ada sesuatu yang salah
dalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, selain perlu menganalisis
opini publik masyarakat mengenai kasus korupsi, kita juga perlu menganalisis akar
permasalahan dari kasus Akil Mochtar ini supaya kita dapat menemukan solusi yang tepat
untuk menyelesaikan masalah ini.
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
4
KERANGKA PEMIKIRAN
Opini Publik
Opini publik merupakan suatu pendapat dari masyarakat yang dapat berupa tanggapan
ataupun wacana mengenai suatu hal. Cutlip dan Center dalam Sastropoetro (1990)
menjelaskan bahwa opini adalah suatu ekspresi tentang sikap tentang suatu masalah yang
kontroversial. Cutlip dan Center (Sastropoetro, 1990) juga berpendapat bahwa opini publik
merupakan hasil penyatuan pendapat individu-individu tentang masalah umum.
Bernard Berelson, seperti yang dikutip oleh Sastropoetro (1990) dari tulisan Berelson yang
berjudul “Communication and Public Opinion”, memaparkan bahwa opini publik merupakan
jawaban rakyat, yang dapat berupa persetujuan, penolakan, ataupun sikap tidak peduli,
terhadap isu-isu bersifat politik ataupun sosial yang memerlukan perhatian umum, seperti
hubungan internasional, kebijakan dalam negeri, pemilihan umum, dan hubungan
antarkelompok etnis.
Agenda Setting Theory
Teori penentuan agenda (agenda setting theory) ini diawali dengan gagasan McCombs dan
Shaw yang menganggap bahwa publik, sebagai receiver atau penerima pesan dari media,
akan menganggap suatu hal itu penting dan menjadi perhatian apabila media menempatkan
hal tersebut sebagai suatu hal yang penting pula. Dennis McQuail (2000) mengatakan bahwa
di dalam agenda setting, proses pemberian perhatian relatif terhadap hal atau isu yang
diberitakan akan memengaruhi peringkat kesadaran publik terhadap atribut dan signifikansi
hal atau isu tersebut dan secara lebih lanjut, beberapa dampak dari hal atau isu tersebut akan
muncul.
Framing
Political message framing merupakan suatu proses pembingkaian suatu pesan atau isu politik
yang dipakai untuk mengkonstruksikan, menyampaikan, menginterpretasikan, ataupun
mengevaluasi informasi. Membingkai atau mem-frame suatu pesan berarti memilih beberapa
aspek dari suatu isu yang ingin diterima sebagai realitas serta mengatur agar aspek-aspek
tersebut lebih menonjol ketika dikomunikasikan dalam suatu teks saat ingin menerangkan
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
5
sesuatu. Pada dasarnya, framing ini dilakukan secara sengaja supaya tujuan-tujuan, terutama
tujuan politik, dari orang-orang yang melakukan pembingkaian ini tercapai.
Framing memiliki tiga tingkatan yang disebut three levels of framing. Masing-masing
tingkatan memiliki unsur-unsur inti yang menjadi pelaku frame. Ketiga tingkatan framing
tersebut adalah (1) framing by sources, (2) framing by intermediaries, dan (3) framing by
audiences (Jane, Lenny, Utami, & Anggita, 2013).
Framing by sources merupakan suatu proses pembingkaian suatu hal yang dilakukan oleh
pengirim pesan, seperti praktisi public relations, konsultan politik, serta pihak-pihak yang
terlibat langsung dalam pencapaian tujuan, terutama tujuan politik (Jane, Lenny, Utami, &
Anggita, 2013). Praktisi public relations, konsultan politik, serta pihak-pihak yang terlibat
langsung dalam pencapaian tujuan, terutama tujuan politik, tersebut merupakan pihak yang
disebut sebagai sumber pesan atau sources. Mereka sering pula disebut dengan framing
strategist dan bertugas untuk memilih aspek-aspek suatu isu yang akan ditonjolkan dalam
pengkomunikasian suatu pesan kepada khalayak. Pada umumnya, mereka menggunakan
teknik-teknik retorika dalam pengkomunikasian pesan untuk mendukung pembingkaian dan
sudut pandang yang dipakai dalam pembingkaian suatu isu.
Framing by intermediaries merupakan suatu proses pembingkaian suatu hal yang dilakukan
oleh perantara antara sender dan receiver pesan, seperti media dan pihak ketiga lainnya
(Jane, Lenny, Utami, & Anggita, 2013). Media dan pihak ketiga lainnya, sebagai perantara,
bukanlah sekedar channel bagi sender dalam menyampaikan pesannya. Saat ini, media juga
dapat melakukan framing terhadap isu yang disampaikan sender sesuai dengan kajian dan
ideologi yang dipegang oleh media dan pihak lain tersebut sebelum pesan itu sampai kepada
receiver atau khalayak.
Framing by audiences merupakan suatu proses pembingkaian suatu hal yang dilakukan oleh
penerima pesan (Jane, Lenny, Utami, & Anggita, 2013). Framing ini sering disebut dengan
individual frame setting. Hal ini terjadi karena khalayak, sebagai penerima pesan, memiliki
field of references yang memengaruhi persepsi penerimaan pesan dalam dirinya.
KONSTELASI KONSEP
Konstelasi konsep merupakan suatu keterkaitan konsep-konsep dalam menjelaskan suatu
fenomena. Konsep-konsep ataupun teori-teori tidak dapat berdiri dengan sendirinya dalam
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
6
menjelaskan suatu fenomena yang ada, terutama fenomena sosial, karena pada dasarnya,
fenomena sosial merupakan suatu fenomena yang kompleks sehingga membutuhkan
penjelasan yang tidak sederhana dan tunggal. Oleh karena itu, konstelasi konsep dibuat untuk
menjelaskan teori dan konsep yang berhubungan dengan suatu fenomena beserta keterkaitan
antara konsep dan/atau teori tersebut. Terkait dengan Pancasila, teori dan konsep yang ada
berusaha menunjukkan bahwa terbentuknya opini publik di Indonesia masih kurang sesuai
dengan demokrasi Pancasila yang dianut oleh bangsa Indonesia. Hal tersebut terlihat dari
masih besarnya pengaruh media dan pendapat mayoritas dalam pembentukan opini publik.
Idealnya, opini publik bukanlah sekedar pendapat mayoritas, tetapi juga hasil dari
musyawarah semua anggota masyarakat, sesuai yang diamanatkan oleh sila keempat
Pancasila (Harsono, 2010). Selain itu, sebaiknya, opini publik tidak terlalu terpengaruh oleh
media, sebagai perantara informasi, melalui framing dan agenda setting yang dilakukan oleh
media.
Bagan 1. Hubungan antarkonsep diperlihatkan melalui konstelasi konsep
Melalui konstelasi konsep, kita bisa melihat bahwa terdapat keterkaitan antara teori dan/atau
konsep yang digunakan di dalam analisis ini. Tanda panah yang tergambar di dalam
konstelasi konsep tersebut menunjukkan pengaruh suatu konsep terhadap konsep lainnya.
Konstelasi konsep tersebut menjelaskan bahwa suatu informasi yang ada di dalam realita
akan di-frame oleh sumber informasi dan kemudian informasi yang telah ter-frame oleh
sumber tersebut akan diterima oleh media dan memengaruhi proses framing yang dilakukan
oleh media tersebut. Kemudian, hasil framing dari sumber informasi dan dari media akan
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
7
memengaruhi proses agenda setting beserta informasi yang ada di dalamnya sehingga
informasi yang sampai ke publik bukan lagi merupakan informasi yang menyeluruh, utuh,
serta benar-benar obyektif sesuai realita. Setelah melalui proses agenda setting, informasi
pun sampai ke publik dan publik, sebagai penerima, pun melakukan framing terhadap
informasi tersebut sesuai dengan field of reference dan field of experience yang mereka
miliki. Setelah informasi tersebut di-frame oleh publik, informasi tersebut pun menjadi suatu
opini publik dan kemudian, opini publik tersebut pun akan di-frame lagi oleh media atau
dengan kata lain, hasil framing by audience memengaruhi framing by intermediaries. Setelah
itu, hasil framing by intermediaries pun akan kembali memengaruhi proses agenda setting
dan kemudian informasi tersebut dilempar kembali ke publik.
ANALISIS OPINI PUBLIK DAN AGENDA SETTING
Opini publik yang muncul ke permukaan masyarakat mengenai kasus Akil Mochtar ini
bermacam-macam, ada yang masih terkait dengan kasus korupsi dan ada beberapa yang lebih
memperhatikan ditemukannya narkotika di laci meja kerja Akil Mochtar. Pada dasarnya,
public setuju kalau Akil Mochtar bersalah dalam kasus ini. Namun, sebagian masyarakat
berpendapat bahwa letak kesalahan lebih dominan di dalam sistem, termasuk di dalam
lembaga Mahkamah Konstitusi itu sendiri, sehingga lebih cenderung menginginkan
pembubaran Mahkamah Konstitusi. Di sisi lain, sebagian masyarakat lebih melihat bahwa
kasus ini merupakan murni kesalahan Akil Mochtar sehingga menginginkan hukuman yang
berat bagi Akil Mochtar. Bahkan ada usulan hukuman mati untuk Akil Mochtar, Berdasarkan
pengamatan situs jejaring sosial Twitter, kita dapat menemukan bahwa para pengguna
Twitter banyak membicarakan kasus Akil Mochtar di Mahkamah Konstitusi. Pembicaraan
para pengguna Twitter itu pada umumnya ber-tone negatif, seperti penunjukkan rasa marah,
kecewa, tidak suka, tidak percaya, dan juga ada sarkasme serta sindiran bagi Mahkamah
Konstitusi, Akil Mochtar, dan juga kepada lembaga-lembaga negara ini pada umumnya.
Selain itu, banyak akun Twitter yang me-retweet berita-berita yang terkait dengan kasus Akil
Mochtar dan ada pula yang sekaligus berkomentar. Pembicaraan mengenai kasus ini terus
bertambah namun frekuensi pertambahannya tidak setinggi saat berita mengenai
tertangkapnya Akil Mochtar ini baru muncul.
Pada situs jejaring sosial Facebook, kita juga bisa menemukan sejumlah halaman Facebook
yang memberikan reaksi terhadap berita tertangkapnya Akil Mochtar, seperti halaman
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014
8
Facebook berjudul “SEJUTA DUKUNGAN HUKUMAN MATI untuk AKIL MOCHTAR”.
Halaman Facebook tersebut dibuat pada tanggal 3 Oktober 2013 dan memiliki 3.798
penggemar atau likes. Dalam halaman Facebook tersebut, kita bisa melihat bahwa post yang
bermunculan mayoritas ber-tone negatif dengan beberapa komentar ber-tone netral dari para
pengguna Facebook. Namun di sisi lain, kita juga bisa melihat bahwa ternyata, tidak semua
opini yang muncul di masyarakat ber-tone negatif. Ada pula masyarakat yang menyuarakan
pendapat yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan thread berjudul “ANALISA
KASUS AKIL (Ketua MK): Jebakan BETMEN atau Realita?” di dalam forum Kaskus (dapat
diakses di http://www.kaskus.co.id/thread/524d989619cb17143e000000/analisa-kasus-akil-
ketua-mk-jebakan-betmen-atau-realita/1) yang cukup memiliki tone positif (dengan
mengusung asa praduga tidak bersalah) terhadap Akil Mochtar. Di dalam thread tersebut,
tidak hanya pemilik thread saja yang menyuarakan opini yang cukup ber-tone positif tetapi
juga orang-orang yang memiliki pendapat yang sama ataupun yang kemudian setuju dengan
pendapat pemilik thread.
Berdasarkan analisis yang bisa diperoleh dengan input keyword atau istilah berupa “Akil
Mochtar”, “korupsi”, dan “Mahkamah Konstitusi” ke dalam Google Trends, kita pun dapat
melihat bahwa traffic di dunia maya mengenai pemberitaan dan akses terhadap artikel yang
terkait dengan istilah “Akil Mochtar”, “korupsi”, dan “Mahkamah Konstitusi” tersebut
meningkat secara tajam pada hari pertama munculnya berita tertangkapnya Akil Mochtar,
yaitu pada tanggal 3 Oktober 2013. Namun, traffic turun pada hari-hari selanjutnya seiring
dengan semakin turunnya pemberitaan di media. Hal ini mengindikasikan bahwa publik
memperhatikan hal yang dianggap penting oleh media.
Analisis opini ..., Dea Cipta Permatasari, FISIP UI, 2014