Top Banner
APRESIASI PROSA NOVEL “AZAB DAN SENGSARA” KARYA MERARI SIREGAR Makalah Memenuhi tugas UAS matakuliah Apresiasi Prosa yang diampu oleh Bapak Maulfi Syaiful Rizal, M. Pd Oleh Nurul Hidayati 125110706111001 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 1
46

Analisis Novel Azab Dan Sengsara

Jan 27, 2016

Download

Documents

a
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

APRESIASI PROSA NOVEL “AZAB DAN SENGSARA”

KARYA MERARI SIREGAR

Makalah

Memenuhi tugas UAS matakuliah Apresiasi Prosa

yang diampu oleh Bapak Maulfi Syaiful Rizal, M. Pd

Oleh

Nurul Hidayati

125110706111001

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

1

Page 2: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra adalah hasil pekerjaan seni kreatif manusia yang

menampilkan kehidupan di dalamnya, yang tidak hanya berisi imajinasi tetapi

juga realita sosial. Karya sastra contohnya prosa memiliki beberapa jenis, seperti

cerpen, novel, dan novelet. Karya sastra seperti novel dan cerpen menurut

pandangan tradisional memiliki dua unsur pembangun yaitu unsur intrinsik dan

ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari

dalam karya sastra itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur

yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung memengaruhi

bangunan karya sastra tersebut.

Stanton (2012:20-47) membedakan unsur pembangun novel atau karya

fiksi ke dalam tiga macam yaitu fakta, tema dan sarana pengucapan. Fakta

meliputi karakter atau penokohan, plot (alur), dan setting (latar) ketiganya secara

fakta dan nyata bisa dibayangkan peristiwa dan eksistensinya. Tema adalah dasar

cerita atau makna yang disampaikan pengarang, yang bersinonim dengan ide

cerita. Pengucapan atau sarana sastra (literary devices) adalah teknik yang

digunakan pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita agar tercapai

pola-pola yang bermakna. Sarana sastra pada umumnya meliputi sudut pandang,

gaya dan nada, simbolisme, dan ironi. Metode atau sarana pengucapan ini

bertujuan agar pembaca dapat melihat fakta-fakta cerita yang disampaikan

pengarang

Dari gambaran di atas peneliti dapat mengambil simpulan bahwa sebuah

karya sastra sangat bergantung terhadap bagaimana seorang pengarang

membangun unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra

Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk

dapat memahaminya haruslah karya sastra dianalisis (Hill dalam Pradopo,

1995:108). Menganalisis karya sastra berarti menguraikan unsur-unsur

2

Page 3: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

pembentuknya. Sehingga, makna keseluruhan karya sastra dapat dipahami. Selain

itu, makna keseluruhan karya sastra hanya dapat diketahui dari hubungan struktur

yang membangun karya sastra (unsur intrinsik).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa unsur intrinsik yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” karya

Merari Siregar

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui dan menganalisis unsur intrinsik yang terdapat dalam novel “

“Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar

3

Page 4: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Teori Struktural

Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan pada teks-

teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi atau hubungan antara berbagai

unsur teks yaitu unsur intrinsik teks karya sastra. Unsur-unsur teks jika berdiri

sendiri tidak akan memiliki arti. Hal ini menyebabkan harus terdapatnya relasi

antara unsur-unsur agar memiliki kesatuan makna yang berhubungan secara utuh.

Unsur intrinsik karya sastra yang terdiri dari tema, alur, penokohan, latar,

sudut pandang, dan amanat yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara”.

2.1.1.1 Tema

Tema adalah gagasan pokok, yang dipakai sebagai dasar mengarang. Tema

merupakan unsur penting. Tema lebih dari sesuatu yang dapat menjadi faktor

pemersatu berbagai unsur-unsur yang bersama-sama membangun karya sastra.

2.1.1.2 Alur

Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita yang

berhubungan sebab akibat (Stanton, 2012:26).

Tahap-tahap perkembangan alur secara rinci dikemukakan oleh Tasrif

(dalam Nurgiantoro, 2010:149) sebagai berikut:

Situation merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh cerita.

Generating Circumstances merupakan tahap pemunculan konflik, dan

peristiwa-peristiwa yang menyebabkan terjadinya konflik mulai

dimunculkan.

Rising Action adalah tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang

mulai memuncak.

Climaks merupakan tahap alur yang memperlihatkan puncak dari peristiwa-

peristiwa yang telah terjadi sejak dari bagian situation.

Denoument tahap alur yang ditandai oleh adanya pemecahan soal dari semua

peristiwa.

4

Page 5: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

2.1.1.3 Penokohan

Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau yang

bertindak atau bersikap dalam berbagai peristiwa dalam cerita. sedangkan

penokohan atau karakter merujuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang

ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.

2.1.1.4 Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000:216).

Latar terbagi menjadi tiga kategori, yaitu: tempat, waktu, dan sosial. Yang

dimaksud sebagai latar tempat adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah

geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah-masalah historis, dan latar sosial

berhubungan dengan perilaku atau tata cara kehidupan kemasyarakatan, yang

dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,

cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain.

2.1.1.5 Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan

pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai

peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca

(Abram, dalam Nurgiantoro, 2010:248).

Secara garis besar ada dua macam sudut pandang, yakni sudut pandang

orang pertama dan sudut pandang orang ketiga.

Sudut pandang orang pertama yaitu pengarang menempatkan dirinya

sebagai pelaku sekaligus narator dalam cerita. Menggunakan kata ganti

“Aku” atau “Saya”. Walau demikian, sudut pandang ini bisa dibedakan

berdasarkan kedudukan “Aku”. Apakah dia sebagai pelaku utama cerita?

atau hanya sebagai pelaku tambahan yang menuturkan kisah tokoh

lainnya?

Sudut pandang orang ketiga yaitu pengarang menempatkan dirinya sebagai

narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam

sudut pandang ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan

menyebut namanya, atau kata gantinya; “dia” atau “ia”. Sudut pandang

5

Page 6: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

orang ketiga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kebebasan dan

keterikatan pengarang terhadap cerita. Pada satu pihak, pengarang atau

narator dapat bebas mengungkapkan segala sesuatu yang berhubungan

dengan tokoh “Dia”. Di pihak lain, pengarang atau narator tidak dapat

leluasa menguangkapkan segala hal yang berhubungan dengan tokoh

“Dia”, atau dengan kata lain hanya bertindak sebagai pengamat.

2.1.1.6 Amanat

Amanat, ialah pesan yang disampaikan oleh pengarang melalui isi

cerita yang dikarangnya. Amanat yang disampaikan dapat secara langsung

(tertulis), dialog antartokoh dalam cerita atau tidak langsung (tersirat) dalam

cerita.

2.1.2 Pendekatan Analitis

Aminuddin (2011:44) mengungkapkan bahwa pendekatan analitis

merupakan pendekatan yang berupaya membantu pembaca memahami gagasan,

cara pengarang menampilkan gagasan, sikap pengarang, unsur intrinsik dan

hubungan antara elemen itu sehingga dapat membentuk keselarasan dan kesatuan

dalam rangka terbentuknya totalitas bentuk dan maknanya.

6

Page 7: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

2.2 Analisis Berdasarkan Data

2.2.1 Tema

Novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini mengangkat tema

tentang adat dan kebiasaan di masyarakat yang dapat membawa kesengsaraan

dalam kehidupan. Adat dan kebiasaan yang dijelaskan dalam novel tersebut

adalah adat dan kebiasaan menjodohkan anak yang menyebabkan kesengsaraan

untuk dua anak manusia karena kasih tak sampai. Seperti yang terlihat dalam

kutipan di bawah ini.

Kedua laki-istri itu mufakat akan mencarikan jodoh anak mereka itu (Merari Siregar, 2010:135)

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa orang tua yang mencari dan

menentukan jodoh untuk anak mereka tidak melakukan mufakat dengan anak

terlebih dulu sebelumnya. Sehingga anak tidak dapat menolak ketika telah

dijodohkan, walau pun ia tidak menyukai bahkan tidak mengenal seorang yang

akan menjadi jodohnya. Karena jika ia menolak dapat membuat malu keluarga.

Orang tua juga dalam menentukan jodoh melihat dari latar belakang keluarga

calon menantu. Apakah sudah sepadan dengan mereka atau belum? Sehingga

walau pun sang anak telah memiliki seorang yang dicintai, akan tetapi jika tidak

dari keluarga dengan latar belakang yang tinggi atau sepadan dengan mereka tidak

dapat diterima sebagai menantu. Hal ini karena dianggap tidak pantas dan akan

merendahkan martabat mereka di mata masyarakat karena memiliki menantu dari

kalangan yang rendah. Sehingga akhirnya anak yang akan menjadi korban dan

akan menanggung sengsara karena adat dan kebiasaan ini. Seperti pada kutipan di

bawah ini.

Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! (Merari Siregar, 2010:135)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua tidak setuju atau tidak sudi

memiliki menantu dari kalangan keluarga yang rendah atau miskin. Hal ini lagi-

lagi karena dianggap dapat merendahkan martabat di mata masyarakat. Karena

7

Page 8: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

mereka merupakan keluarga terpandang yang seharusnya juga memiliki menantu

dari keluarga terpandang. Walau pun Aminuddin telah memiliki seorang yang

dicintai yaitu Mariamin, dan tali persaudaraan mereka juga masih dekat. Tetapi

tetap orang tua tidak menginginkannya. Seperti pada kutipan di bawah ini.

Oleh sebab itu tiadalah ingin mereka itu lagi datang ke rumah istri mendiang Sutan Baringin menanyakan anak dara kesukaan Aminuddin itu, sungguhpun pertalian mereka masih dekat (Merari Siregar, 2010:135)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua Aminuddin tidak peduli

dengan perasaan Aminuddin terhadap Mariamin. Atau tali silaturrahmi keluarga

mereka yang dapat dipererat lagi dengan pernikahan Aminuddin dan Mariamin.

Hal ini karena mereka lebih mementingkan adat atau kebiasaan dan pandangan

masyarakat nanti jika menjadikan Mariamin menantu.

Ayahnya itu membawa anak gadis yang bagus, akan tetapi tetap bukanlah Mariamin yang diharap-harapkannya itu (Merari Siregar, 2010:151)

Bagaimana pertemuan anak muda itu tak dilukiskan di sini. Tiadalah dapat menuliskan sedih dan pilu, kesal dan kecewa yang diderita hati anak muda remaja itu ... (Merari Siregar, 2010:151)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua Aminuddin membawa

gadis lain pilihan mereka untuk dinikahkan tanpa mufakat dengan Aminuddin

terlebih dahulu. Ini menyebabkan sakit dan derita yang berat untuk Aminuddin,

karena harus menikah dengan gadis yang tidak dicintai bahkan tidak dikenalnya.

Apalagi ia juga tidak dapat menolak keinginan orang tuanya itu. Karena akn

menyebabkan malu untuk keluarga. Hal itu juga belum pernah terjadi di kebiasaan

dan bukan adat mereka menolak gadis yang telah dijemput orang tua untuk

dinikahkan. Seperti pada kutipan di bawah ini.

Apatah kata bapaknya nanti, bila anak gadis yang telah dijemput ayahnya itu dikembalikan kepada orang tuanya? Itu belum penah kejadian dan bukan adat! (Merari Siregar, 2010:152).

Bukan hanya Aminuddin yang harus menderita karena harus menikah

dengan gadis lain. Tetapi juga Mariamin yang juga akhirnya mengalami hal yang

sama yaitu diodohkan dengan laki-laki yang tidak dicintai bahkan dikenalnya.

Karena adat dan kebiasaan ini. Seperti pada kutipan di bawah ini.

8

Page 9: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

Kesudahannya ia kawin dengan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodah yang tak disukainya (Merari Siregar, 2010:162)

Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa akhirnya Mariamin juga

melakukan kebiasaan dan adat perjodohan tersebut. Apalagi laki-laki yang

menjadi suaminya memiliki penyakit mematikan yang dapat menular ketika

berhubungan badan dengan Mariamin. Kenyataan pedih ini harus dihadapi

Mariamin karena adat dan kebiasaan perjodohan. Ketika lelaki yang akan menjadi

pasangan hidup kita ditentukan oleh orang lain sekalipun orang tua. Tetapi belum

kita kenal dia dengan baik. Sehingga perangai buruknya baru terlihat setelah

menikah. Hal ini menyebabkan kesengsaran yang pedih. Seperti yang harus

dialami Mariamin. Seperti pada kutipan di bawah ini.

“patutlah ia pucat dan kurus.” Kata Mariamin pula dalam hatinya. “seharusnyalah aku menjaga diriku supaya jangan menjangkit penyakitnya itu kepadaku (Merari Siregar, 2010:169)

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin kaget ketika

mengetahui lelaki yang menjadi suaminya memiliki penyakit yang mematikan.

Hal ini terjadi karena sebelum menikah mereka belum saling mengenal satu sama

lain, karena adat dan kebiasaan perjodohan tersebut.

Dari penjelasan-penjelasan di atas menunjukkan kesengsaraan yang harus

dialami oleh dua anak manusia yaitu Aminuddin dan Mariamin karena adat dan

kebiasaan perjodohan yang memisahkan cinta mereka.

2.2.2 Alur

Alur yang digunakan dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah alur

campuran, karena di dalam novel memiliki runtutan alur yang terdapat alur maju

dan alur mundur yang dapat dilihat dari analisis dan penjelasan di bawah ini.

(1) Situation merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh

cerita. Dalam novel “Azab dan Sengsara” penggambaran dan pengenalan

latar adalah di sore hari ketika orang pulang ke rumah setelah bekerja dan

melakukan kebiasaan-kebiasaan mereka. Seperti pada kutipan di bawah

ini.

Dari yang panas berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya kebalik

9

Page 10: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

gunung Sibualbuali, yang menjadi watas dataran tinggi Sipirok (Merari Siregar, 2010:1)

Dari kutipan di atas diketahui latar dalam novel yaitu Sipirok.

Sedangkan penggambaran kebiasaan penduduk Sipirok terdapat dalam kutipan di

bawah ini.

Laki-laki sedang sembahyang Magrib di masid besar dan perempuan tengah bertanak hendak menyediakan makanan untuknya anak-beranak (Merari Siregar, 2010:2)

Penggambaran dan pengenalan tokoh dalam novel “Azab dan Sengsara”

adalah ketika Mariamin menunggu kedatangan Aminuddin berkunjung ke

rumahnya. Seperti pada kutipan di bawah ini.

“Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu (Merari Siregar, 2010:3-4)

Dari analisis di atas dapat dijelaskan bahwa tahap situation yang terdapat

dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah penggambaran dan pengenalan latar di

Sipirok yang merupakan sebuah daerah dataran tinggi di Sumatra yang masih

hidup dengan kebiasaan dan adat terdahulu. Yaitu berhenti bekerja hanya samapi

senja hari dan perempuan atau pengenalan tokoh Mariamin yang menunggu

kedatangan Aminuddin berkunjung yang merupakan kebiasaan bahwa lelaki

datang berkunjung ke rumah gadis yang disukainya.

(2) Generating Circumstances merupakan tahap pemunculan konflik, dan

peristiwa-peristiwa yang menyebabkan terjadinya konflik mulai

dimunculkan. Penggambaran dan pengenalan tokoh Mariamin yang sedang

menunggu kedatangan Aminuddin kekasihnya dengan hati cemas karena

sudah petang belum juga datang . Hingga akhirnya Aminuddin datang yang

membuat lega hati Mariamin. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

“belumkah ia datang? Sakitkah dia? Apakah sebabnya ia sekian lama tak kulihat?” tanya perempuan itu berulang-ulang dalam hatinya (Merari Siregar, 2010:2)

Dari kutipan di atas terlihat Mariamin yang termenung berbicara dalam

hati, karena Aminuddin tidak datang juga. Perasaannya semakin melayang-layang

karena sudah petang juga Aminuddin belum datang. Hingga akhirnya Aminuddin

datang yang membuat hati Mariamin lega. Seperti pada kutipan di bawah ini.

10

Page 11: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

“Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggu-nunggu Angkang,” (Merari Siregar, 2010:4)

Setelah kedatangan Aminuddin yang ditunggu. Mulailah Aminuddin

mengucapakan maksud kedatangannya mengunjungi Mariamin. Maksud hendak

mengucapkan selamat tinggal karena akan pergi mencari pekerjaan ke Deli

(Medan). Hal ini yang membuat hati Mariamin kembali murung dan bersedih,

karena akan ditinggalkan Aminuddin. Berat hati Mariamin akan melepas

kepergian Aminuddin. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini.

Saya bermaksud hendak pergi ke Deli mencari pekerjaan.

Ingatlah saya pergi bukan meninggalkan engakau, tetapi mendapatkan engkau (Merari Siregar, 2010:5)

Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Aminuddin meyakinkan

Mariamin bahwa ia pergi bukan untuk meninggalkan kekasihnya itu, tetapi untuk

bersama nanti. Aminuddin pergi untuk mencari pekerjaan karena tidak mungkin

selamanya ia akan bergantung pada harta warisan orang tua. setelah mendapatkan

pekerjaan ia pun akan kembali untuk mendapatkan Mariamin. Tahap ini juga

ditandai dengan datangnya surat Aminuddin dari Deli setelah sekian lama tanpa

kabar. Aminuddin mengatakan bahwa ia telah mendapatkan pekerjaan. Hal ini

membuat penderitaan yang dialami Mariamin terasa lebih ringan. Karena akan

segera bersama dengan Aminuddin. Seperti dalam kutipan surat di bawah ini.

Dengan girang hatiku, Kakanda memaklumkan kepada Adinda, bahwa Kakanda telah beroleh pekerjaan, ... (Merari Siregar, 2010:128)

Dari kutipan di atas terlihat kebahagiaan yang tersirat dari isi surat

Aminuddin untuk Mariamin. Setelah lama tak ada kabar akhirnya datang surat

yang mengembirakan bahwa Aminuddin telah mendapatkan pekerjaan. Setelah itu

Mariamin menulis surat balasan untuk Aminuddin bahwa ibunya telah setuju

untuk Aminuddin mengambil Mariamin. Seperti dalam kutipan berikut.

Tentang pikiran Adinda, ibu kita adalah bersetuju dengan permintaan Adinda (Merari Siregar, 2010:132)

(3) Situation merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh

cerita. Dalam novel “Azab dan Sengsara” penggambaran dan pengenalan

latar kampung A tempat tinggal Aminuddin dan keluarganya. Ayahnya

11

Page 12: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

seorang kepala kampung A yang disegani masyarakat. seperti pada kutipan

di bawah ini.

... dan itulah tempat lahir dan tinggal Aminuddin, seorang anak muda yang beru berumur dekapan belas tahun. Anak muda itu anak kepala kampung yang memerintah kampung A itu (Merari Siregar, 2010:18)

Dari kutipan di atas diketahui bahwa Aminuddin memiliki derajat sosial

yang tinggi karena merupakan anak dari kepala kampung yang kaya dan banyak

disegani masyarakat. seperti pada kutipan di bawah ini.

Ayah Aminuddin bolehlah dikatakan seorang kepala kampung yang terkenal di antero luhak Sipirok (Merari Siregar, 2010:18)

(4) Generating Circumstances merupakan tahap pemunculan konflik, dan

peristiwa-peristiwa yang menyebabkan terjadinya konflik mulai

dimunculkan. Tahap ini ditandai dengan kedekatan Aminuddin dan

Mariamin sejak kecil. Aminuddin pernah menolong Mariamin di sungai

ketika banjir besar terjadi. Hal ini membuat tali persahabatan mereka

semakin erat dan menumbuhkan kasih sayang diantara mereka berdua.

Mariamin merasa utang nyawa pada Aminuddin dapat dibayarnya nanti

ketika dewasa. Seperti pada kutipan di bawah ini.

Pada waktu yang sekejap itu tampaklah oelh Aminuddin Mariamin terapung sebentar. Dengan secepat-cepatnya ia pun menangkap anak perempuan itu, lalu didekapnya dengan tangan kirinya, ... (Merari Siregar, 2010:53)

Dari kutipan di atas terlihat Aminuddin yang dengan sigap dan cepat

menangkap Mariamin yang telah terapung di sungai yang banjir. Mariamin yang

merasa telah berhutang budi pada Mariamin memutuskan untuk membalasnya

ketika mereka telah dewasa. Seperti padakutipan di bawah ini.

Ya, di belakang hari, bila ia sudah besar, tentu mengertilah ia akan makna: “Utang mas dapat dibayar, utang budi dibawa mati” (Merari Siregar, 2010:54)

(5) Rising Action adalah tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang

mulai memuncak. Tahap ini ditandai dengan datangnya surat dari Baginda

Mulia untuk Sutan Baringin ayah Mariamin bahwa ia akan pulang ke Sipirok

setelah lama tinggal di Deli. Ayah Mariamin yang berburuk sangka

menyangka kedatangan Baginda Mulia saudaranya akan meminta bagian

12

Page 13: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

warisan peninggalan orang tua. Padahal bukan hal tersebut yang menjadi

tujuan Baginda Mulia. Seperti pada kutipan di bawah ini.

“Bulan dimuka ia datang, tiada lama lagi; ...

Tapi siapa tahu, aku harus mencari akal,” ... (Merari Siregar, 2010:90)

Dari kutipan di atas terlihat kelicikan Sutan Baringin yang tidak ingin

memberikan bagian harta saudaranya. Walau pun itu adalah hak dari Baginda

Mulia dan kewajibannya untuk memberikan.

(6) Climaks merupakan tahap alur yang memperlihatkan puncak dari peristiwa-

peristiwa yang telah terjadi sejak dari bagian situation. Tahap ini ditandai

dengan perkara harta warisan Baginda dan Sutan Baringin yang di bawa ke

Pengadilan. Karena Sutan Baringin tidak ingin berdamai dan hidup rukun

dengan Baginda walau telah dibujuk. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

“Diam, tak kukenal kau, engkau datang ke sini sebagai pencuri tengah malam, ayoh, nyah!” kata Sutan Baringin dengan suara kasar ( Merari Siregar, 2010:104)

Setelah mendengar perkataan kasar Sutan Baringin Baginda Mulia

memutuskan untuk membawa perkara tersebut ke pengadilan. Seperti dalam kutipan

di bawah ini.

Setelah lewat sebulan, sampailah perkara itu ke tangan pengadilan di Padangsidempuan, ibu negeri Pengadilan dengan Sipirok (Merari Siregar, 2010:104)

Di pengadilan perkara dimenangkan pihak Baginda Mulia. Sutan Baringin

yang tidak puas membawa perkara hingga ke Pengadilan di Jakarta, tetapi tetap

dimenangkan oleh Baginda Mulia. Hingga akhirnya Sutan Baringin hidup melarat

bersama keluarganya. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

Sekarang pulanglah ia ke kampung seorang diri, membawa malu, kehinaan, mendukung kemiskinan dan kemelaratan, karena harta telah habis musnah dalam waktu yang sekian pendek itu (Merari Siregar, 2010:107)

(7) Denoument tahap alur yang ditandai oleh adanya pemecahan soal dari

semua peristiwa. Tahap ini ditandai dengan kematian Sutan Baringin sakit

13

Page 14: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

dan akhirnya meninggal dunia dan meninggalkan azab dan kesengsaraan

untuk anak dan istrinya. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

Kemudian berkatalah Sutan Baringin,”Ajalku sudah sampai ... (Merari Siregar, 2010:120)

Kutipan di atas menunjukkan akhir dari kehidupan Sutan Braingin di dunia.

Tetapi merupakan awal dari kesengsaraan hidup yang harus dilalui istri dan anak-

anaknya yaitu Nuria iastrinya dan Mariamin anaknya.

(8) Rising Action adalah tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa

yang mulai memuncak. Tahap ini ditandai dengan Aminuddin meminta

oang tuanya membawa Mariamin ke Deli untuk menjadi istrinya. Tetapi

orang tuanya tidak setuju karena Mariamin hanya seorang gadis miskin.

Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini.

Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! (Merari Siregar, 2010:135)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Ayah Aminuddin tidak ingin Mariamin

menjadi menantunya karena dari keluarga miskin. Sedangkan mereka adalah

keluarga yang disegani dan dihormati olah masyarakat. Hal ini akan

menmnbulkan malu untuk keluarga karena beroleh menantu dari keluarga miskin.

Sehingga mereka memutuskan untuk mencari menantu lain. Seperti dari kutipan

di bawah ini.

Betul anak gadis itu bagus rupanya, lagi masuk kaum mereka juga, akan tetapi kaum tinggal kaum, perempuan yang elok dapat dicari (Merari Siregar, 2010:135)

(9) Climaks merupakan tahap alur yang memperlihatkan puncak dari

peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sejak dari bagian situation. Tahap ini

ditandai dengan Aminuddin yang menikah dengan gadis pilihan ayahnya.

Walau pun berat untuk Aminuddin menerima gadis pilihan ayahnya.

Tetapi akhirnya ia menerima dan megikutinya. Seperti dalam kutipan di

bawah ini.

Meskipun Aminuddin mula-mula menolak perkataan itu, tetapi pada akhirnya terpaksalah ia menurut bujukan dan paksaan orang semua itu (Merari Siregar, 2010:152)

14

Page 15: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

Dari kutipan tersebut dapat dijleasakan bahwa Aminuddin terpaksa

menerima gadis tersebut. Ia juga mersakan pedih seperti yang dirasakan Mariamin

ketika tahu dirinya telah dengan orang lain. Tetapi ia juga memang harus

mengikuti adat dan kebiasaan yang telah meruntuhan cintanya dengan Mariamin.

Aminuddin juga memikirkan nasib keluarganya nanti jika menolak gadis tersebut.

Betapa malu yang harus ditanggung orang tuanya dan dia. Seperti dalam kutipan

di bawah ini.

Apatah kata bapaknya nanti, bila anak gadis yang telah dijemput ayahnya itu dikembalikan kepada orang tuanya? Itu belum penah kejadian dan bukan adat!

Malu orang tuanya, malu Aminuddin juga (Merari Siregar, 2010:152).

Tahap ini juga ditandai dengan Mariamin yang menikah juga dengan

seorang lelaki dari Padangsidempuan. Ia terpaksa menikah karena permintaan

orang tua dan tuntutan adat. Karena Mariamin juga telah cukup umur untuk

membina sebuah keluarga. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

Kesudahannya ia kawin dengan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodah yang tak disukainya (Merari Siregar, 2010:162)

Setelah menikah bukan kebahagiaan yang didapatkan Mariamin, tetapi

kesengsaraan yang lebih berat dari sebelumnya. Ia menikah tanpa saling kenal

dengan lelaki tersebut. Ternyata suaminya mengidap penyakit mematikan yang

menular serta suka memukul dan berbuat padanya. Seperti pada kutipan di bawah

ini.

Penanggungan Mariamin itu tiadalah ditambah-tambahi. Bahkan ada yang lebih dari itu, banyak lagi yang keji dan ngeri, yang tak patut diceritakan (Merari Siregar, 2010:178)

Kutipan di atas menunjukkan kesengsaraan yang harus dialami Mariamin

setelah menikah. Bukan kebahagiaan yang di dapat. Tetapi kesengsaraan yang

tiada pernah lepas dari hidupnya.

(10) Denoument tahap alur yang ditandai oleh adanya pemecahan soal

dari semua peristiwa. Tahap ini ditandai dengan Mariamin yang melapor

ke polisi atas semua perlakuan Kasibun suaminya. Seperti dalam kutipan

di bawah ini.

15

Page 16: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

“ke kantor polisi katanya (Merari Siregar, 2010:180)

Kutipan di atas menunjukkan Mariamin yang pergi ke kantor polisi untuk

melaporkan Kasibun. Akhirnya Kasibun dijatuhi hukuman membayar denda dua

puluh rupiah dan bercerai dengan Mariamin. Mariamin pun pulang dengan

membawa malu ke Sipirok, hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhir

sebagai tanda akhir dari azab dan sengsara yang harus dilaluinya di dunia ini.

Seperti dalam kutipan di bawah ini.

Lihatlah kuburan yang baru itu! Tanahnya masih merah lagi ... itulah tempat mayat Mariamin, anak dara yang saleh itu (Merari Siregar, 2010:183).

2.2.3 Penokohan

Berikut ini tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel “Azab dan

Sengsara” karya Merari Siregar.

(1) Mariamin

1) Penurut

“Sedapat-dapatnya anakanda akan menurut perkataan Bunda itu,” sahut Mariamin, akan tetapi dalam hatinya ia merasa bala yang akan menimpanya (Merari Siregar, 2010:165)

Dari kutipan di atas menunjukkan sifat penurut Mariamin kepada orang

tua. Walau pun dalam hatinya merasa resah dan khawatir tentang akan hal yang

akan dilakukan. Tetapi ia tidak ingin mengecewakan hati orang tuanya.

2) Perhatian

“Sudahlah berkurang sesaknya dada ibuku itu?” tanyanya sambil dirabanya muka ibunya yang sakit itu (Merari Siregar, 2010:7)

Dari kutipan di atas menunjukkan perhatian Mariamin pada ibunya yang

sakit. Ia terus bertanya bagaimana keadaan sang ibu apakah sudah membaik atau

semakin parah.

3) Lemah lembut

“Mengapa Angkang bertanya lagi?” jawab Mariamin, perempuan muda itu dengan suara yang lembut, karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah, lebih-lebih dihadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu (Merari Siregar, 2010:5)

16

Page 17: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

Dari kutipan di atas menunjukkan sifat lemah lembut Mariamin. Terlihat

dari caranya bertutur kata kepada Aminuddin.

4) Ramah

... karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah, lebih-lebih dihadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu (Merari Siregar, 2010:5)

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin adalah seorang gadis

yang ramah dalam bertutur kata kepada siapapun. Apalagi kepada Aminuddin

yang mejadi kekasihnya.

5) Jujur

Dengan tiada disembunyi-sembunyikan Mariamin menceritakan sekalian perkataan Aminuddin itu (Merari Siregar, 2010:15)

Dari kutipan dia atas dapat dijelaskan bahwa Mariamin tidak

menyembunyikan apa-apa yang menjadi pikirannya. Semua diceritakan dengan

jujur kepada ibunya.

6) Tidak suka menunda pekerjaan

Bagaimanapun lekasnya, saya sempat lagi menyiapkan pekerjaanku yang terbengkalai ini, tak banyak lagi,” jawab Mariamin (Merari Siregar, 2010:32)

Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Mariamin tidak ingin pulang

dulu sebelum menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit. Walau pun hari

sudah mau hujan lebat.

7) Pemaaf

Sementara itu ia mengambil surat Aminuddin dari bawah bantalnya, lalu dibacanya perlahan-lahan. Air mukanya tak berubah lagi, tinggal tenang saja (Merari Siregar, 2010:159)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Mariamin telah memaafkan Aminuddin

yang tidak jadi menikah dengannya. Terbukti dari raut wajahnya yang tetap

tenang ketika membaca surat permintaan maaf dari Aminuddin.

8) Berbakti kepada orang tua

“Sedapat-dapatnya anakanda akan menurut perkataan Bunda itu,” sahut Mariamin, akan tetapi dalam hatinya ia merasa bala yang akan menimpanya (Merari Siregar, 2010:165)

17

Page 18: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

9) Penyabar

Ia telah mengerti, bahwa hidupnya di dunia ini tiada lain daripada menanggung dan menderita bermacam-macam sengsara (Merari siregar, 2010:161)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin tidak menyesal atau marah

dengan segala penderitaan yang harus dilaluinya. Karena itu merupakan hal yang

pasti dilaluinya sehingga ia tetap sabar.

(2) Aminuddin

1) Penurut dan berbakti kepada orang tua

Meskipun Aminuddin mula-mula menolak perkataan itu, tetapi pada akhirnya terpaksalah ia menurut bujukan dan paksaan orang itu semua (Merari Siregar, 2010:152)

Kutipan di atas menunjukkan sikap Aminuddin yang awalnya menolak

tetapi pada akhirnya ia menerima untuk menikah dengan gadis lain pilihan orang

tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa Aminuddin adalah seorang yang penurut

kepada orang tua walau pun hal tersebut menyakitkan.

2) Pandai

Dari kelas satu sampai kelas tiga, ia masuk anak yang terpandai dikelasnya (Merari Siregar, 2010:21)

3) Rajin

Meskipun ia yang terlebih kecil diantara kawan-kawannya, akan tetapi ia amat rajin belajar, baik di sekolah atau di rumah ... (Merari Siregar, 2010:20)

4) Tidak sombong

Meskipun demikian tiadalah pernah ia menyombongkan diri ... (Merari Siregar, 2010:21)

5) Suka menolong

Akan tetapi, kadang-kadang ia tiada dapat menahan hati dan nafsunya, yakni nafsu yang selalu hendak memberi pertolongan kepada kawannya (Merari Siregar, 2010:21)

6) Bijaksana

Aminuddin anak yang bijaksana ... (Merari Siregar, 2010:31)

(3) Nuria (Ibu Mariamin)

1) Penyayang

18

Page 19: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

“Anakku sudah makan?” tanya si ibu seraya menarik tangan budak itu, lalu dipeluknya dan diciumnya berulang-ulang (Merari Siregar, 2010:9)

Kutipan menunjukkan perhatian dan kasih sayang seorang ibu kepada

anaknya.

2) Penyabar

Akan tetapi si ibu itu seorang perempuan yang sabar dan keras hati (Merari Siregar, 2010:122)

3) Lemah lembut

Wah, enak benar sayur yang Riam bawa tadi, anakanda pun pandai benar merebusnya; nasi yang sepiring itu sudah habis olehku,” kata si ibu dengan suara lembut dan riang akan menghiburkan hati anaknya itu (Merari Siregar, 2010:10)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Nuria atau ibu Mariamin adalah

seorang yang lemah lembut dalam bertutur jata seperti yang terdapat dalam

kutipan di atas.

4) Tabah dan salehah

Karena, meskipun hidupnya di sunia ini makin sengsara, hatinya pun makin tetap juga dan imannya bertambah teguh (Merari Siregar, 2010:122)

Kutipan di atas menunjukkan ketabahan dan keimanan ibu Mariamin yang

walau pun kesengsaraan hidup yang berat terus menghampirinya. Ia tetap tabah

dan menambah keimanannya kepada Tuhan yang Maha Esa.

(4) Sutan Baringin

1) Licik

Utangku, yaitu bagiannya yang kuhabiskan, haruslah pula kubayar, karena tiada dapat disembunyikan lagi. Tapi siapa tahu, aku harus mencari akal (Merari Siregar, 2010:90)

Dari kutipan di atas menunjukkan kelicikan Sutan Baringin yang tidak

ingin memberikan harta warisan yang menjadi hak saudaranya. Ia ingin

mengambil seluruh harta warisan yang seharusnya terdapat bagian untuk

saudaranya.

2) Buruk sangka

19

Page 20: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

“Si Tongam itu tiada dapat dipercayai. Tiadakah engkau tahu orang yang biasa di negeri rama amat pintarnya; tetapi pintar dalam kejahatan ... (Merari Siregar, 2010:94)

Dari kutipan di atas menunjukkan pikirannya yang jahat. Pikirannya yang

berburuk sangka pada niat bait saudaranya. Tetapi karena hatinya telah dipenuhi

dengan kejahatan sehingga niak baikpun ia anggap niat buruk.

3) Pemarah

Tutur yang lemah lembut itu tiada berguna lagi. Bukanlah dia akan melembutkan hati Sutan Baringin, tetapi menerbitkan nafsu marah saja. (Merari Siregar, 2010:96)

Dari kutipan di atas menunjukkan sifat pemarah Sutan Baringin yang

walaupun istrinya berbicara dengan lemah lembut tetapi tetap saja ia marah

4) Kasar

Diamlah engkau, apakah gunanya engkau berkata-kata itu?” (Merari Siregar, 2010:96)

Dari kutipan di atas menunjukkan sikap kasar Sutan Baringin pada

istrinya. Ia juga tidak pernah memikirkan perasaan istrinya dengan sikapnya yang

kasar.

(5) Baginda Diatas

1) Sombong

Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! (Merari Siregar, 2010:135)

Kutipan di atas menunjukkan sifat sombong Baginda Diatas yang tidak ingin

menikahkan Aminuddin dengan Mariamin yang seorang gadis miskin. Walau pun

Aminuddin dan Mariamin saling mencintai dan hubungan keluarga mereka juga

masih dekat. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

Oleh sebab itu tiadalah ingin mereka itu lagi datang ke rumah istri mendiang Sutan Baringin menanyakan anak dara kesukaan Aminuddin itu, sungguhpun pertalian mereka masih dekat (Merari Siregar, 2010:135)

(6) Ibunda Aminuddin

1) Penyayang

20

Page 21: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

Si ibu berkata “Janganlah Kakanda terlalu keras kepada anak kita itu! Umurnya belum berapa dan tulangnya belum kuat, tetapi Kakanda selalu menyuruh dia bekerja (Merari Siregar, 2010:22)

Kutipan di atas menunjukkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Ia

tidak ingin anknya bekerja terlalu berat karena masih kecil. Orang tua khususya

ibu memang memiliki kasih sayang yang lebih dari kasih sayang seorang ayah.

Karena ibu memiliki hatiyang lembut.

2) Baik hati

Kalau Mariamin telah menjadi menantunya, tentu adalah perubahan kemeralatan orang itu, pikir ibu Aminuddin (Merari Siregar, 2010:136)

Kutipan dia tas menunjukkan kebaikan hati ibu Aminuddin yang tetap

ingin menikahkan Aminuddin dengan Mariamin walau pun dari keluarga yang

miskin. Ia berpikir dengan pernikahan itu dapat mengubah nasib keluarga

Mariamin yang melarat.

(7) Kasibun

1) Pencemburu

laki selalu menaruh cemburu dalam hatinya, ... (Merari Siregar, 2010:177)

2) Kasar

Kasibun yang bengis itu tak segan menampar muka Mariamin. Bukan ditamparnya saja, kadang-kadang dipukulnya, disiksanya .... (Merari Siregar, 2010:178)

Dari kutipan di tas dapat diketahui bahwa kasibun seorang yang kasar.

Terlihat dari kutipan bahwa ia menampar, bahkan tak segan memukul Mariamin.

3) Licik

Istrinya yang di Medan itu tiada susah mengurusnya, jatuhkan saja talak tiga, habis perkara; ... (Merari Siregar, 2010:163)

Dari kutipan di atas terlihat kelicikan hari Kasibun yang ingin menikah

dengan Mariamin. Ia mengaku belum menikah, padahal telah memiliki istri di

Medan. Sehingga ia kembali ke Medan terlebih dahulu untuk menalak istrinya.

Hal ini dilakukan agar Mariamin dan ibunya bersedia menerima lamarannya.

2.2.4 Latar

(1) Latar Tempat

21

Page 22: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

1) Kota Sipirok

Akan tetapi siapakah yang duduk di sana, di sebelah rusuk rumah yang beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok (Merari Siregar, 2010:2)

Kutipan di atas dapat diketahui bahwa Sipirok merupakan latar yang

digunakan dalam novel. Sipirok merupakan sebuah tempat dengan kehidupan

yang masih sederhana atau bukan sebuah kota besar yang ditandai dengan rumah

kecil beratap ijuk dipinggir sungai. Sipirok juga merupkan tempat dengan

masyarakat yang masih hidup berdasarkan adat dan kebiasaan terdahulu yaitu

termasuk adat atau kebiasaan perjodohan anak oleh orang tua. Seperti pada

kutipan di bawah ini.

Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu hanya menurut saja (Merari Siregar, 2010:127)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa perjodohan merupakan adat atau

kebiasaan yang biasa di lakukan. Orang tua mencarikan jodoh dan anak hanya

harus menuruti keinginan orang tua. selain itu terdapat adat atau kebiasaan di

Sipirok seperti pada kutipan di bawah ini.

Laki-laki sedang sembahyang Magrib di masjid besar dan perempuan tengah bertanak hendak menyediakan makanan untuknya anak beranak (Merari Siregar, 2010:2)

Dari kutipan di atas menunjukkan di Sipirok di saat magrib dengan

kebiasaan laki-laki pergi ke masjid sedangkan perempuan memasak di dapur.

Kebiasaan tersebut menunjukkan Sipirok merupakan tempat yang sederhana,

bukan kota besar seperti Medan atau Padang.

2) Batu besar

“Sahut gadis itu seraya berdiri dari batu besar itu, yang biasa tempatdia duduk pada waktu petang.” Marilah kita naik, Angkang!”

“Tak usah Riam,”jawab orang muda itu.”

Dari kutipan di atas diketahui bahwa batu besar tempat Riam biasa duduk

ketika petang menunggu kedatangan Aminuddin merupakan tempat

perpisahannya dengan Aminuddin.

3) Rumah Mariamin

... rumah kecil tempat kediaman ibu dan anaknya itu (Merari Siregar, 2010:17)

22

Page 23: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

Kutipan di atas menunjukkan rumah kecil di pinggir sungai yang

merupakan rumah Mariamin. Rumah kecil Mariamin di pinggir sungai yang

beratap ijuk menunjukkan azab dan kesengsaraan yang harus dihadapi tokoh

Mariamin dan keluarga. Karena tinggal di rumah tepi sungai yang hanya beratap

ijuk. Seperti pada kutipan di bawah ini.

Akan tetapi siapakah yang duduk di sana, di sebelah rusuk rumah beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok (Merari Siregar, 2010:2)

4) Kampung A

Anak muda itu anak kepala kampung yang memerintahkan kampung A itu (Merari Siregar, 2010:18)

Kutipan di atas menunjukkan kampung A yaitu kampung tempat tinggal

Aminuddin yang merupakan anak kepala kampung. Hal ini semakin menunjukkan

perbedaan sosial antara Aminuddin dan Mariamin yang hanya gadis miskin.

5) Sawah

Pada suatu petang, sedang mereka di sawah, Mariamin menyiangi padinya, ... (Merari Siregar, 2010:32)

Kutipan di atas menunjukkan latar sawah tempat Mariamin bekerja. Hal

ini sesuai dengan Sipirok yang bukan sebuah kota besar, sehingga penduduknya

bekerja sebagai petani. Sehingga mereka belum tersentuh perkembangan zaman

seperti di kota. Sehingga masih mengikuti adat atau kebiasaan lama.

6) Tepi sungai

Tiada berapa lama sampailah mereka ke tepi sungai yang akan diseberangi mereka itu (Merari Siregar, 2010:51)

Kutipan ini dapat dijelaskan merupakan latar tempat yang penting karena

di sana cinta antara Aminuddin dan Mariamin semakin tumbuh dalam setelah

Aminuddin menyelamatkan Mariamin dari banjir. Sehingga ia berhutang nyawa.

7) Stasiun Pulau Berayan

Setelah habis mandi dan berpakaian, pergilah Aminuddin ke stasiun Pulau Berayan, ...( Merari Siregar, 2010:148)

Latar Stasiun merupakn tempat Aminuddin bertemu dengan calon istri

yang dibawa ayahnya. Calon istri yang bukan Mariamin. Latar ini berkaitan

dengan tema dan alur dalam novel. Karena tema perjodohan yang mendatangkan

kesengsaraan dan alur cerita bahwa Aminuddin bekerja di Deli.

23

Page 24: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

8) Deli

Setelah lengkaplah sekalian, Baginda di atas pun berangkatlah ke Deli mengantarkan menantunya (Merari Siregar, 2010:142)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Baginda Diatas yang adalah ayah dari

Aminuddin akan mengantarkan calon istri Aminuddin ke Deli tempat Aminuddin

bekerja. Calon istri lain yang bukan Mariamin seperti yang diharapkan

Aminuddin. Latar ini berkaitan dengan tema perjodohan dalam novel.

9) Medan

Ia sudah mendengar kabar perkawinan Mariamin itu, itulah sebabnya ia datang ke Medan, dengan maksud hendak bersua dengan Mariamin, sahabatnya yang tak dilupakannya itu (Merari Siregar, 2010:172)

Kutipan di atas menunjukkan kota Medan sebagai latar tempat dalam

novel. Karena berkaitan dengan alur cerita bahwa Mariamin menikah dengan

seorang pria yang tinggal di Medan. Sehingga sudah tentu Mariamin harus ikut

suaminya tinggal di medan. Latar ini berkaitan dengan konflik atau alur cerita

dalam novel. Yaitu kesengsaraan Mariamin setelah menikah.

(2) Latar Waktu

1) Sore hari

Dari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya, kebalik gunung Gunung Sibualbuali, ayng menjadi watas dataran tinggi Sipirok itu (Merari Siregar, 2010:1)

Dari kutipan di atas diketahui bahwa ketika sore adalah salah satu latar

waktu yang digunakan novel. Ini untuk menjelaskan adat dan kebiasaan penduduk

Sipirok ketika sore yaitu pulang ke rumah atau berhanti bekerja. atau menuju

malam yaitu seperti lelaki yang bertandang ke rumah gadis yang disukainya.

2) Malam hari

“Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggu Angkang,” ... (Merari Siregar, 2010:4)

Kutipan di atas menunjukkan kebiasaan pemuda dan gadis penduduk

Sipirok ketika malam hari yaitu menunggu kedatangan sang kekasih untuk

bertandang atau berkunjung. Latar ini berkaitan dengan tema adat dan kebiasaan

24

Page 25: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

perjodohan yang mendatangkan kesengsaraan dalam novel. sehingga itu

pengarang juga menampilkan adat atau kebiasaan penduduk dari sore hari untuk

menunjukkan adat atau kebiasaan mana yang perlu diteruskan atau tidak.

3) Pagi hari

Waktu pukul tujuh pagi Mariamin sudah sedia di hadapan rumahnya menantikan Aminuddin, supaya mereka itu sama-sama pergi ke sekolah (Merari Siregar, 2010:29)

Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa sejak sekolah Aminuddin dan

Mariamin selalu bersama-sama. Sehingga menumbuhkan cinta dan kasih diantara

mereka. Terlihat dari latar waktu pagi Mariamin selalu menunggu Aminuddin

agar pergi ke sekolah bersama-sama.

4) Hari pertama

Tepat hari pertama, setelah Mariamin sembuh, maka datanglah Baginda Diatas dengan istrinya membawa nasi bungkus ke rumah ibu Mariamin (Merari Siregar, 2010:158)

Kutipan di atas menunjukkan waktu ayah dan ibu Aminuddin datang ke

rumah Mariamin menyampaikan permintaan maaf Aminuddin karena telah

berjanji akan menikah dengan Mariamin, tetapi tidak jadi karena adat dan

kebiasaan yang telah mendatangkan azab dan kesengsaraan untuk dua makhluk

Tuhan itu.

5) Hari Jumat

Waktunya berangkat pumn sudah dekat, yakni besok hari Jumat, karena kawan di jalan telah dapat (Merari Siregar, 2010:163)

Kutipan di atas menunjukkan hari jumat adalah hari Mariamin

meninggalkan Sipirok dan pergi ke Medan bersama suaminya yang tinggal di

sana.

6) Tanggal enam belas

Adapun orang itu tiadalah lain memang Aminuddin. Waktu itu tanggal enam belas waktu istirahat bagi orang kebun (Merari Siregar, 2010:172)

Kutipan di atas menunjukkan kedatangan Aminuddin ke rumah Kasibun

suami Mariamin. Waktu tanggal enam belas meruapakan hari libur sehingga tepat

untuk Aminuddin berkunjung ke Mariamin. Ini berkaitan dengan alur cerita dalam

25

Page 26: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

novel, bahwa Aminuddin juga bekerja di Medan sehingga untuk melepaskan rindu

pada Mariamin, ketika libur bekerja ia datang berkunjung.

7) Pukul setengah dua belas

Pukul setengah dua belas, pulanglah Aminuddin meninggalkan rumah itu, meninggalkan Mariamin (Merari Siregar, 2010:177)

Kutipan di atas menunjukkan singkatnya pertemuan antara Aminuddin dan

Mariamin. Hal ini semakin menujukkan penderitaan yang harus dialami

Mariamin, karena adat dan kebiasaan perjodohan dalam novel.

8) Pagi hari

Pada suatu pagi sedang jalan-jalan kota Medan belum berapa ramai, keluarlah Mariamin dari rumahnya. Ia berlari ke jalan besar, lalu naik kereta yang ada di situ (Merari Siregar, 2010:179)

Kutipan di atas menunjukkan ketika pagi Mariamin pergi dari rumah

Kasibun untuk pergi dan melapor ke polisi atas semua perlakuan kasar Kasibun

terhadapnya. Hal ini menjadi petunjuk bahwa Mariamin ingin mengakhiri segala

azab dan kesengsaraan dalam hidupnya.

(3) Latar Sosial

1) Perjodohan

Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu hanya menurut saja (Merari Siregar, 2010:127)

Dari kutipan di atas diketahui bahwa perjodohan merupakan adat yang

telah dari leluhur terdahulu sehingga tetap dipertahankan. Walau pun banyak

mendatangkan azab dan kesengsaraan. Seperti yang dialami Aminuddin dan

Mariamin.

2) Lelaki bertandang ke rumah gadis

“Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggu Angkang,” ... (Merari Siregar, 2010:4)

Kutipan di atas menunjukkan kebiasaan di Sipirok yaitu lelaki datang ke

rumah gadis yang disukai pada malam hari.

3) Tidak boleh menikah dengan orang yang memiliki nama marga yang

sama

Maka barang siapa yang hendak kawin, tiadalah boleh mengambil orang yang semarga dengan dia. Umpamanya laki-laki bermarga Siregar

26

Page 27: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

tiada boleh mengambil perempuan marga Siregar, ... (Merari Siregar, 2010:139)

4) Lelaki lebih mementingkan penampilan daripada perempuan

Sebagai dimaklumi orang di Medan amat berahi akan potongan pakaian yang bagus, lebih-lebih di antara laki-lakinya, sedangkan perempuannya kurang (Merari Siregar, 2010:149)

Dari kutipan di atas diketahui bahwa kebiasaan di Medan bahwa lelaki

lebih memntingkan pakaian daripada perempuan, berbeda dengan di tempat lain

yang perempuan sangat memerhatikan pakiannya.

5) Menikah dengan keluarga dari kalangan yang sepadan atau bahkan

lebih tinggi

Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! (Merari Siregar, 2010:135)

Dari kutipan di atas diketahui bahwa orang Sipirok memiliki pandangan

harus menikah dengan orang yang sepadan atau bahkan lebih tinggi dari

derajatnya. Hal ini untuk menghindari malu keluarga di mata masyarakat, karena

akan merendahkan pandangan masyarakat terhadap keluarga tersebut.

6) Perdukunan

Kamu mengatakan Mariamin juga yang baik menantu kita; kalau demikian baiklah kita pergi mendapatka Datu Naserdung (Merari Siregar, 2010:136)

Dari kutipan di atas menunjukkan kebiasaan menanyakan nasib kepada

dukun. Termasuk tentang jodoh yang baik. Hal ini juga yang menyebakan

kesengsaraan bagi Aminuddin dan Mariamin.

2.2.5 Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan dalam novel “Azab dan Sengsara” karya

Merari Siregar adalah sudut pandang orang ketiga pengarang sebagai pengamat.

Pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga “ia” dan hanya melukiskan apa

yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun

hanya terbatas pada seorang tokoh saja (Stanton dalam Nurgiantoro, 2010:259).

Seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini.

“Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu. Yang ditanya terkejut sseraya memandang kepada orang yang datang tadi (Merari Siregar, 2010:3-4)

27

Page 28: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang menggunakan kata ganti

orang ketiga atau menyebutkan nama yaitu Riam dalam melukiskan cerita dalam

novel. pengarang juga mampu menceritakan sesuatu yang didengar oleh tokoh

yaitu suara pemuda yang memanggil.

Dari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu akan masuk ke dalam perdauannya (Merari Siregar, 2010:1)

Dari kutipan di atas diketahui pengarang mampu melukiskan sesuatu yang

dilihat dan dirasakan tokoh yaitu siang yang akan berganti malam karena

matahari akan terbenam.

“belumkah ia datang? Sakitkah dia? Apakah sebabnya ia sekian lama tak kulihat?” tanya perempuan itu berulang-ulang dalam hatinya (Merari Siregar, 2010:2)

Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang mampu melukiskan

sesuatu yang dipikrkan tokoh bahkan yang berada dalam hati, tetapi hal ini hanya

terlukis pada satu tokoh yaitu Mariamin. Dari kutipan di atas juga dapat dilihat

bahwa pengarang melukiskan perasaan Mariamin yang khawatir dan resah karena

Aminuddin kekasihnya tidak kunjung datang. Kalau pun menceritakan tokoh

hanya sebatas yang dapat dilihat dan didengar atau dirasakan saja. Seperti pada

kutipan di bawah ini.

“Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu (Merari Siregar, 2010:3-4)

Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang hanya melukiskan sesuatu yang

dilihat oleh tokoh lain yaituAminuddin. Seperti kutipan di atas ia melihat

Mariamin tengah duduk di batu.

2.2.6 Amanat

Amanat yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari

Siregar adalah seperti pada kutipan di bawah ini.

Daripada uang dikeluarkan dengan percuma, lebih baik diberikan kepada orang yang papa (Merari Siregar, 2010:86)

Dari kutipan di atas terdapat amanat jangan sombong atau menghambur-

hamburkan uang untuk sesuatu yang percuma atau tidak berguna. Lebih baik uang

tersebut diberikan kepada yang memeng membutuhkan.

28

Page 29: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

Agama itulah yang memberi tenaga bagi kita akan memikul beban kehidupan kita (Merari Siregar, 2010:123)

Dari kutipan di atas terdapat amanat bahwa agama adalah penopang hidup

yang memberikan tenaga dan semangat untuk menjalani semua derita dan

kesukaan hidup ini. Sehingga jangan mudah terbawa oleh hasutan setan yang akan

menjerumuskan.

Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu hanya menurut saja (Merari Siregar, 2010:127)

Dari kutipan di atas amanat yang tersirat yaitu tentang perjodohan anak.

Padahal Tuhan menjadikan makhluk berpasang-pasangan agar mereka saling

berkasih-kasihan bukan mendatangkan azab dan kesengsaraan seperti perjodohan

yang hanya ditentukan oleh orang tua dan anak hanya tinggal mengikuti

keninginana orang tua tersebut.

29

Page 30: Analisis Novel Azab Dan Sengsara

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Setelah menganalisis novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini,

dapat diambil simpulan bahwa unsur-unsur intrinsik yang dibangun di dalam

novel memiliki keterkaitan atau hubungan yang sesuai. Sehingga antara unsur

yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan. Walau

pun dalam penggunaan alur pengarang menggunakan alur campuran yang sedikit

membingungkan pembaca.

3.2 Saran

Novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini disebut sebagai novel

perintis karya sastra modern di Indonesia. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

pembaca mau membaca novel ini, walau pun kata atau kalimat yang digunakan

sulit dimengerti karena menggunakan bahasa Melayu yang tinggi. Melalui

karyanya ini pengarang menuangkan gagasannya tentang adat di Sipirok yang

tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan mendatangkan kesengsaraan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk perbaikan makalah selanjutnya.

30