Top Banner
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian termasuk di dalamnya peternakan memiliki peranan yang sangat strategis dalam kehidupan kita. Bahkan Henry Kissinger, mantan Menteri Luar Negerti Amerika Serikat pada tahun 1970 pernah mengemukakan “Control oil and you control nations, control food and you control the people(dengan mengontrol minyak anda akan mengontrol negara, dengan mengontrol pangan anda akan mengontrol rakyat) ”. Industri perunggasan yang bergerak dalam skala nasional merupakan andalan subsektor peternakan yang mempunyai peran besar dalam perekonomian negara. Salah satu komoditas unggulan peternakan saat ini adalah ayam broiler. Ayam broiler salah satu unggas yang menghasilkan daging dan telur dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan ayam lainnya. Selain itu, ayam broiler juga relatif lebih murah (Suharno 2002). Sebelum tahun 1970-an produksi daging di Indonesia masih didominasi oleh daging sapi sebanyak 70%, sedangkan daging unggas saat itu kurang dari 15% dari total konsumsi daging ayam kampung (lokal) dan itik. Pada tahun 1975-an, ayam broiler mulai dikembangkan dengan mengimpor bibit ayam modern dari luar negeri, dan mengalami peningkatan. Produksi broiler di Indonesia terus meningkat dengan berkembangnya genetik ayam yang mampu meningkatkan produktivitas dan makin meningkatnya pendapatan per kapita penduduk Indonesia (Tangendjaja 2014). Populasi ayam ras (pedaging dan petelur) tahun 2015 di Indonesia, diperkirakan 1.65 milyar ekor, meningkat 3.71% atau meningkat 59.04 juta ekor dibandingkan tahun 2014. Populasi ayam ras dan buras relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Produksi ayam ras tahun 2015 diperkirakan sebesar 1.63 juta ton, meningkat sebanyak 82.72 juta ton (5.36%) dibandingkan tahun 2014. Adapun perkiraan kenaikan produksi daging ayam ras pedaging yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah (Pusdatin 2015) Prediksi permintaan daging ayam untuk konsumsi rumah tangga pada tahun 2015 diperkirakan sebesar 4.50 kg/kapita/tahun. Pada tahun 2016-2019, proyeksi permintaan daging ayam untuk konsumsi cenderung meningkat rata-rata 1.56% per/kapita/tahun atau sebesar 4.69 kg/kapita/tahun. Peningkatan populasi ayam ras pedaging dari tahun ke tahun pada kurun waktu 2011 sampai dengan 2015, mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8.83 % per tahun (Pusdatin 2015). Keadaan yang mempengaruhi fluktuatif populasi ayam ras pedaging, diperkirakan salah satu penyebabnya imbas penerapan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, hal ini mengakibatkan terdesaknya peternakan rakyat karena industri besar membuka usaha budidaya dan memasarkan produk dan menguasai mata rantai budidaya, mulai bibit, obat, pemotongan, hingga produk akhir. Budidaya yang dilakukan industri besar membuat biaya produksi ayam lebih rendah karena sistem produksi terintegrasi dari hulu hingga hilir, akibatnya harga jual ayam pun turun dan kondisi itu membuat peternak rakyat kurang bergairah (Pusdatin 2015). Populasi
10

Analisis model bisnis rumah potong unggas (rpu) pt ...repository.sb.ipb.ac.id/3104/4/E51-05-Jumino-Pendahuluan.pdf · rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98%

Nov 29, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Analisis model bisnis rumah potong unggas (rpu) pt ...repository.sb.ipb.ac.id/3104/4/E51-05-Jumino-Pendahuluan.pdf · rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98%

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian termasuk di dalamnya peternakan memiliki peranan yang sangat

strategis dalam kehidupan kita. Bahkan Henry Kissinger, mantan Menteri Luar

Negerti Amerika Serikat pada tahun 1970 pernah mengemukakan “Control oil

and you control nations, control food and you control the people” (dengan

mengontrol minyak anda akan mengontrol negara, dengan mengontrol pangan

anda akan mengontrol rakyat) ”.

Industri perunggasan yang bergerak dalam skala nasional merupakan

andalan subsektor peternakan yang mempunyai peran besar dalam perekonomian

negara. Salah satu komoditas unggulan peternakan saat ini adalah ayam broiler.

Ayam broiler salah satu unggas yang menghasilkan daging dan telur dalam waktu

yang relatif singkat dibandingkan ayam lainnya. Selain itu, ayam broiler juga

relatif lebih murah (Suharno 2002).

Sebelum tahun 1970-an produksi daging di Indonesia masih didominasi oleh

daging sapi sebanyak 70%, sedangkan daging unggas saat itu kurang dari 15%

dari total konsumsi daging ayam kampung (lokal) dan itik. Pada tahun 1975-an,

ayam broiler mulai dikembangkan dengan mengimpor bibit ayam modern dari

luar negeri, dan mengalami peningkatan. Produksi broiler di Indonesia terus

meningkat dengan berkembangnya genetik ayam yang mampu meningkatkan

produktivitas dan makin meningkatnya pendapatan per kapita penduduk Indonesia

(Tangendjaja 2014).

Populasi ayam ras (pedaging dan petelur) tahun 2015 di Indonesia,

diperkirakan 1.65 milyar ekor, meningkat 3.71% atau meningkat 59.04 juta ekor

dibandingkan tahun 2014. Populasi ayam ras dan buras relatif besar terdapat di

Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Produksi ayam ras tahun 2015

diperkirakan sebesar 1.63 juta ton, meningkat sebanyak 82.72 juta ton (5.36%)

dibandingkan tahun 2014. Adapun perkiraan kenaikan produksi daging ayam ras

pedaging yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa

Tengah (Pusdatin 2015)

Prediksi permintaan daging ayam untuk konsumsi rumah tangga pada

tahun 2015 diperkirakan sebesar 4.50 kg/kapita/tahun. Pada tahun 2016-2019,

proyeksi permintaan daging ayam untuk konsumsi cenderung meningkat rata-rata

1.56% per/kapita/tahun atau sebesar 4.69 kg/kapita/tahun. Peningkatan populasi

ayam ras pedaging dari tahun ke tahun pada kurun waktu 2011 sampai dengan

2015, mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8.83 % per

tahun (Pusdatin 2015). Keadaan yang mempengaruhi fluktuatif populasi ayam ras

pedaging, diperkirakan salah satu penyebabnya imbas penerapan Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, hal ini

mengakibatkan terdesaknya peternakan rakyat karena industri besar membuka

usaha budidaya dan memasarkan produk dan menguasai mata rantai budidaya,

mulai bibit, obat, pemotongan, hingga produk akhir. Budidaya yang dilakukan

industri besar membuat biaya produksi ayam lebih rendah karena sistem produksi

terintegrasi dari hulu hingga hilir, akibatnya harga jual ayam pun turun dan

kondisi itu membuat peternak rakyat kurang bergairah (Pusdatin 2015). Populasi

Page 2: Analisis model bisnis rumah potong unggas (rpu) pt ...repository.sb.ipb.ac.id/3104/4/E51-05-Jumino-Pendahuluan.pdf · rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98%

2

di Pulau jawa tahun 2015 mempunyai peranan sebesar 69.35% terhadap populasi

nasional (Pusdatin 2015).

Gambar 1 Populasi Ayam Ras Pedaging di Indonesia, Tahun 1984–2015

(Pusdatin 2015)

Peningkatan tersebut terjadi karena harga daging ayam yang terjangkau dan

mudah untuk ditemukan, ditambah dengan ketersediaan RPU yang memudahkan

konsumen untuk mengkonsumsi daging ayam tersebut untuk memenuhi

kebutuhan protein hewani masyarakat (Singgih dan Karina 2008). Peningkatan

konsumsi ayam menandakan besarnya permintaan. Permintaan yang besar

memunculkan persaingan antar pelaku usaha. Persaingan usaha menyebabkan

inovasi baru mampu meningkatkan penjualan. Inovasi yang telah dilakukan

adalah dalam hal peningkatan kualitas, baik kualitas produk dan pelayanan

(Galantino 2015).

Subsektor peternakan mempunyai peran sangat penting dalam

perekonomian Indonesia baik dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

dan penyerapan tenaga kerja maupun penyiapan bahan baku industri. Kontribusi

PDB subsektor peternakan terhadap sektor pertanian pada tahun 2014 sebesar

11.84%, sedangkan kontribusi terhadap besaran PDB nasional mencapai 1.58%.

(Daryanto 2017)

Dalam penyerapan tenaga kerja subsektor peternakan juga mempunyai

peranan yang strategis. Menurut hasil sensus pertanian 2013, dari 54.07 juta

rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98% (12.97 juta)

merupakan rumah tangga usaha peternakan (Daryanto 2017).

Produksi daging ayam saat ini telah mencapai swasembada. Konsumsi

ayam dan telur menempati 9.6% dari total pengeluaran makan rumah tangga

indonesia. Selain itu daging ras merupakan komoditas yang memberikan

sumbangan garis kemiskinan nomor empat terbesar bagi penduduk miskin

perkotaan (share 3.2%) dan nomor tujuh terbesar bagi penduduk miskin pedesaan

(share 1.79%). Naiknya daging ayam dan telur dengan demikian akan menaikkan

garis kemiskinan dan meningkatkan kemiskinan (Daryanto 2017).

Page 3: Analisis model bisnis rumah potong unggas (rpu) pt ...repository.sb.ipb.ac.id/3104/4/E51-05-Jumino-Pendahuluan.pdf · rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98%

3

Peternak ayam ras pedaging terbagi menjadi tiga pola usaha, yaitu pola

mandiri, kemitraan tertulis dan kemitraan lisan. pola mandiri pada prinsipnya

adalah peternak menyediakan modal sendiri dan bebas menentukan waktu

pemasaran. Peternak pola kemitraan terbagi menjadi dua yaitu pola tertulis dan

pola lisan. Pola tertulis pada prinsipnya adalah antara kedua belah pihak baik

peternak maupun inti membuat kesepakatan atau perjanjian tertulis yang bersifat

mengikat sebagai dasar atau landasan hubungan kemitraan. Pola kemitraan lisan

memiliki prinsip saling percaya dan kesepakatan antara kedua belah pihak

dilakukan secara lisan (Herawati et al. 2016)

Kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam di Indonesia sangat besar.

Walaupun secara per kapita masih kecil, namun secara nasional, volume

kebutuhan daging ayam sangat tinggi. Konsumsi daging ayam di Indonesia masih

sangat rendah jika di bandingkan dengan negara Asia lainnya, sebagaimana yang

tertera dalam Gambar 2.

Gambar 2 Konsumsi per kapita daging ayam di Indonesia (Sandianto A, et al.

2013

Berdasarkan Undang Undang nomor 41 tahun 2014 junto UU nomor 18

tahun 2009, tentang peternakan dan kesehatan hewan, bahwa daging ayam yang

dijual harus memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Aman

berarti daging ayam tersebut tidak berbahaya saat di konsumsi oleh manusia,

Sehat berarti mengandung nilai nutrisi yang dibutuhkan oleh manusia, utuh

artinya daging ayam tersebut tidak tercampur dengan material produk yang lain

serta Halal yang berarti daging ayam tersebut disembelih dengan menggunakan

syariat Islam. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22

Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner Pasal 2 Ayat (3)

menyatakan bahwa pemotongan hewan potong harus dilaksanakan di rumah

pemotongan hewan atau tempat pemotongan hewan lainnya yang ditunjuk oleh

pejabat yang berwenang (Kementan 1983). Sebagai bahan dasar protein hewani

yang mudah rusak (perishable food) daging ayam layaknya dijual dengan

menggunakan rantai dingin (cold chain) karena dengan menggunakan rantai

dingin maka pertumbuhan bakteri pembusuk yang menyebabkan rusaknya daging

Page 4: Analisis model bisnis rumah potong unggas (rpu) pt ...repository.sb.ipb.ac.id/3104/4/E51-05-Jumino-Pendahuluan.pdf · rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98%

4

ayam dapat ditekan. Suhu yang diharapkan adalah di bawah 4o C, dimana pada

suhu ini bakteri pembusuk akan tidak dapat berkembang biak (dorman).

Di Indonesia, daging ayam sebagian besar dijual di pasar tradisional.

Berdasarkan data, hampir 80-85% daging ayam dijual di pasar tradisional,

sedangkan 15-20% dijual di pasar modern. Di pasar tradisional daging ayam yang

dijual umumnya tidak menggunakan rantai dingin. Bahkan di pasar tertentu, ayam

dipotong di pasar. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan konsep ASUH

yang dicanangkan pemerintah. Beberapa faktor yang mempengaruhi pola

penjualan daging ayam tersebut diantaranya 1) pola rantai suplai daging ayam 2)

keinginan konsumen 3) penerapan peraturan yang tidak tegas dan 4) infrastruktur

di pasar yang tidak mendukung untuk melakukan penjualan daging ayam secara

baik.

Pola penjualan ini tentunya menjadi permasalahan, karena dalam

menegakkan aturan tentang daging ayam ASUH masih terbentur dengan pola-pola

lama yang telah berjalan bertahun-tahun di pasar tradisional. Pengubahan pola

berjualan ini tentunya tidak mudah, karena antara pedagang pengecer dan

konsumen saling membutuhkan terkait produk dan tata cara penjualannya.

Berbagai cara sudah ditempuh oleh pemerintah misalnya pemerintah DKI

mengeluarkan Perda nomor 4 tahun 2007 tentang pelarangan ayam hidup dilarang

masuk Jakarta, dan berbagai peraturan lainnya, namun belum berhasil mengubah

pola tata niaga daging ayam di pasar tradisional.

Harga ayam hidup merupakan faktor utama dalam penentuan harga daging

ayam di pasar tradisional. Menurut (USAID 2013) bahwa biaya produksi broiler

di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara lain. Biaya

produksi di Indonesia dan kesempatan untuk meningkatkan produksi daging ayam

tergantung pada permintaan domestik, karena Indonesia masih belum mampu

mengeksport daging ayam dalam jumlah besar. Berdasarkan Sandianto (2013),

resiko flukatif harga DOC juga akan mempengaruhi harga rata-rata penjualan

ayam hidup. Untuk menekan fluktuatif harga ayam hidup maka pemerintah telah

mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

61/Permentan/Pk.230/12/2016 tentang Penyediaan, Peredaran, Dan Pengawasan

Ayam Ras. Dalam peraturan tersebut diatur pada Pasal 12 ayat (1) yaitu pelaku

usaha integrasi, pelaku usaha mandiri, koperasi, dan peternak yang memproduksi

ayam ras potong (livebird) dengan kapasitas produksi paling rendah 300.000 (tiga

ratus ribu) ekor per minggu harus mempunyai Rumah Potong Hewan Unggas

(RPHU) yang memiliki fasilitas rantai dingin (Kementan 2016).

Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi

yang cukup baik dan memiliki masyarakat kelas menengah yang besar. Kondisi

ini merupakan potensi pertumbuhan konsumsi daging ayam yang tinggi. Saat ini

konsumsi per kapita daging ayam di Indonesia masih rendah dibandingkan

negara-negara di asia tenggara. Konsumsi daging ayam di Indonesia saat ini

adalah 9 kg/kapita per tahun, Malaysia 33 kg/kapita/tahun, Singapura 46 kg per

kapita per tahun dan Thailand 24 kg/kapita/tahun.

Berdasarkan Sandianto (2013) pertumbuhan Gross Domestic Product

memiliki korelatif positif terhadap konsumsi daging ayam per kapita. Jika saat ini

Indonesia memiliki GDP US$ 3500 konsumsi per kapita nya 9 kg/kapita per tahun,

maka jika diproyeksi GDP naik menjadi US$ 8000 maka konsumsi bisa naik

menjadi 20 kg/kapita per tahun. Angka ini menjadi suatu angka yang besar bagi

Page 5: Analisis model bisnis rumah potong unggas (rpu) pt ...repository.sb.ipb.ac.id/3104/4/E51-05-Jumino-Pendahuluan.pdf · rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98%

5

pertumbuhan industri perunggasan Indonesia. Namun yang sangat menjadi

tantangan adalah bagaimana produk ini didistribusikan dan dijual kepada

konsumen? Apakah dijual di pasar tradisional atau pasar modern. Perbandingan

konsumsi daging ayam terhadap GDP di beberapa negara serta pertumbuhan

konsumsi daging ayam di Indonesia disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3 Perbandingan Konsumsi daging ayam terhadap GDP di beberapa

negara (Sandianto et al. 2013)

Gambar 4 Pertumbuhan Konsumsi daging ayam terhadap GDP di Indonesia

(Sandianto et al. 2013)

Ayam broiler juga dapat memberikan nilai tambah bagi aktivitas

perdagangan dan pemasaran. Usaha peternakan ayam broiler di Indonesia tersedia

dalam industri RPU. RPU memiliki peran penting yaitu :

1. Sebagai penyedia atau penjual produk daging ayam yang ASUH.

2. Sebagai stabilisator harga ayam hidup jika terjadi gejolak harga ayam hidup

Page 6: Analisis model bisnis rumah potong unggas (rpu) pt ...repository.sb.ipb.ac.id/3104/4/E51-05-Jumino-Pendahuluan.pdf · rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98%

6

3. Sebagai industri pascapanen produk yang mampu memproduksi, menyimpan

dan mendistribusikan daging ayam dengan cold chain (rantai dingin) sehingga

produk yang dihasilkan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.

4. Sebagai suatu industri yang dapat mendistribusikan produk daging ayam ke

seluruh wilayah Indonesia. Saat ini produksi ayam nasional terkonsentrasi pada

wilayah Indonesia bagian barat (Jawa, Sumatera) sedangkan Indonesia bagian

timur belum merata.

5. Sebagai industri yang berperan dalam pengendalian wabah penyakit Avian

Influenza dengan melakukan konsep biosekuriti secara benar.

Salah satu permasalahan dalam industri perunggasan nasional saat ini adalah

wabah penyakit Avian Influenza, atau lebih dikenal dengan nama flu burung.

Menurut Daryanto (2007), wabah penyakit flu burung dapat ditanggulangi yaitu

dengan melakukan restrukturisasi industri perunggasan. Restrukturisasi terhadap

industri perunggasan harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah

penyakit. Restrukturisasi industri perunggasan dapat dilakukan antara lain dengan

integrasi pola vertikal (keterkaitan hulu-hilir). Restrukturisasi dilakukan dengan

membenahi sistem pemeliharaan dan penempatan lokasi peternakan, pemetaan

Rumah Potong Unggas (RPU) dan pemetaan lokasi pasar.

Pemerintah perlu melakukan promosi kembali kepada pemelihara ternak

yang baik seperti pemeliharaan kandang, vaksinasi dan penempatan unggas di

kandang yang jaraknya cukup jauh dari pemukiman. Menurut Mack et al. (2005)

peternakan unggas skala kecil menjadi suatu hal yang penting untuk berkontribusi

terhadap mengatasi kemiskinan pada daerah pedesaan. Untuk itu dibutuhkan

kebijakan dan investasi untuk membangun peternakan skala kecil di pedesaan

sehingga mampu mencapai keuntungan ekonomis. Penataan RPU penting

dilakukan agar pemotongan unggas dapat dilakukan dengan higienis dan tidak

menyebarkan penyakit. Namun, penataan RPU dan pasar unggas harus tetap

dilakukan dengan memperhitungkan aspek ekonomis dari kedua tempat tersebut

supaya tidak merugikan pedagang dan pemilik rumah potong unggas.

Ketakutan konsumen terhadap produk ayam beku menyebabkan konsumen

lebih cenderung membeli ayam di pasar tradisional. Pedagang pasar tradisional

menjual daging ayam yang umumnya tidak menggunakan rantai dingin. Hal ini

sangat bertentangan dengan konsep ASUH yang dicanangkan pemerintah.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pola penjualan ayam tersebut diantaranya

adalah pola rantai suplai daging ayam, keinginan konsumen, penerapan peraturan

yang tidak tegas, dan infrastruktur di pasar yang tidak mendukung untuk

melakukan penjualan daging ayam secara baik. Pola penjualan ini menjadi

permasalahan, karena dalam menegakkan aturan terkait daging ayam ASUH

masih terbentur dengan kebiasaan-kebiasaan konsumen yang belum terbiasa

dengan ayam beku (frozen). Usaha konsumen untuk memperoleh daging yang

Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) akan berhasil bila seluruh rangkaian

penyediaan dan penanganan daging tersebut mengikuti standar dari pemerintah

melalui peraturan SNI No. 01.6366.2000, sertifikasi halal Lembaga Pengkajian

Pangan, obat-obatan dan Kosmetika-Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI),

Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan dan Undang undang nomor 8

tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Usaha tersebut dimulai dari kondisi

ternak dan petugas (sebelum pemotongan, saat pemotongan dan setelah

Page 7: Analisis model bisnis rumah potong unggas (rpu) pt ...repository.sb.ipb.ac.id/3104/4/E51-05-Jumino-Pendahuluan.pdf · rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98%

7

pemotongan) sampai pada tatacara penjualan dan tatacara konsumen dalam

menangani daging tersebut (Afiati 2009)

Untuk menanggulangi penyebaran wabah flu burung di Jakarta, pada tahun

2007, pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4

Tahun 2007 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas yang

mengatur mengatur mengenai peredaran unggas di DKI Jakarta dan dijelaskan

pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang petunjuk pelaksanaan peraturan

daerah nomor 4 tahun 2007 pengendalian pemeliharaan dan peredaran unggas

nomor 146 tahun 2007. Dalam Perda tersebut Pemerintah Daerah DKI Jakarta

menertibkan pemeliharaan dan distribusi ayam hidup di Jakarta. Penertiban ayam

hidup di Jakarta dilakukan dengan cara memberikan sertifikasi terhadap setiap

ayam hidup non pangan yang berada di DKI Jakarta. Sementara pengurangan

peredaran ayam pangan hidup dilakukan dengan cara merelokasi Tempat

Penampungan Ayam (TPnA) dan Tempat Pemotongan Ayam (TPA) ke lima titik

Rumah Potong Unggas (RPU) sebagaimana yang sudah ditetapkan. Adanya

kebijakan tersebut maka jalur distribusi dan perdagangan ayam pangan di DKI

Jakarta akan mengalami perubahan yang signifikan. Peternak dari daerah

penghasil wajib memasukkan ayam hidupnya hanya ke 5 RPU (RPU Petukangan

Utara, RPU Pulogadung, RPU Rawa Kepiting, RPU Dharmajaya Cakung dan

RPU Kartika Eka Dharma untuk kemudian dipotong. Selanjutnya, ayam potong

(karkas) tersebut dipasarkan di DKI Jakarta melalui rantai dingin. semua usaha

penampungan (100%) dan sebagian besar usaha pemotongan (93,8%) merupakan

mata pencaharian utama. Sebanyak 67,48% (TPnU) dan 65,95% (TPU) sudah

berusaha lebih dari 10 tahun. Namun demikian usaha tersebut merupakan usaha

individu yang tidak berbadan hukum dan tidak memiliki izin usaha yang legal.

Seluruh TPnU dan TPU yang disampel tidak memiliki sistem penangan limbah

padat maupun cair (Nugroho et al. 2014).

Industri penampungan dan pemotongan ayam di DKI Jakarta termasuk

dalam kategori pasar persaingan sempurna, yang dibuktikan dengan banyaknya

jumlah penampung dan pemotong di pasar bersangkutan. Selain itu, pangsa pasar

dari masing-masing pelaku usaha yang relatif kecil dan terbagi rata menunjukkan

tidak adanya pengkonsentrasian pasar pada industri tersebut. Meskipun demikian

kinerja perdagangan ayam di DKI Jakarta belum menunjukan hasil yang optimal,

terbukti dengan tingginya harga ayam di tingkat konsumen. Penyebabnya diduga

karena panjangnya rantai distribusi perdagangan ayam di DKI Jakarta, sehingga

terbentuk margin distribusi di setiap level dan harga yang terbentuk di tingkat

konsumen menjadi tidak efisien. Dengan adanya restrukturisasi perdagangan

ayam sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah No 4 Tahun 2007

tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas maka akan terjadi

perubahan struktur industri penampungan dan pemotongan ayam serta pola

distribusi ayam di DKI Jakarta (KPPU 2010).

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan sehingga

program relokasi terhambat, yaitu (1) adanya kekhawatiran dari pelaku usaha

terkait kelangsungan usahanya di masa depan setelah mengikuti relokasi, (2)

pengalaman buruk pelaku usaha yang sudah mencoba ikut dalam program relokasi,

dan (3) belum optimalnya peran pemerintah sebagai penentu kebijakan dan aturan

untuk memfasilitasi implementasi relokasi di tingkat lapangan agar berjalan

dengan baik tanpa menimbulkan goncangan khususnya kenaikan harga jual yang

Page 8: Analisis model bisnis rumah potong unggas (rpu) pt ...repository.sb.ipb.ac.id/3104/4/E51-05-Jumino-Pendahuluan.pdf · rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98%

8

tinggi (Nugroho et al. 2014). Berdasarkan Vangerven (2016) pemotong ayam

hidup bersama dalam satu kawasan dan membentuk komunitas. Hubungan yang

terbentuk sangat erat karena memeiliki kesamaan mata pencaharian dan

kepentingan.

Perumusan Masalah

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat, kemajuan

teknologi dan industri, serta perkembangan kebutuhan hidup masyarakat akan

sumber pangan hewani yang murah dan mudah didapat menjadi faktor pendorong

berkembangnya industri RPU di Indonesia. Tantangan dan persaingan di industri

perunggasan khususnya industri RPU yang sangat dinamis, membutuhkan strategi

yang tepat.

PT Matahari Abadi Panganindo (RPU MAPAN) merupakan salah satu RPU

yang ada di Jakarta yang terletak di lokasi yang diizinkan Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta. RPU MAPAN memproduksi ayam potong dengan menggunakan

rantai dingin dan memenuhi standar ASUH. Keberadaan bisnis RPU MAPAN

juga berkontribusi dalam peningkatan perekonomian masyarakat karena mampu

menciptakan lapangan kerja, sehingga RPU MAPAN perlu mendapat dukungan

untuk mengembangkan kapasitas bisnisnya lebih lanjut.

Terdapat empat manfaat apabila kita memiliki model bisnis, yaitu model

bisnis memudahkan para perencana dan pengambil keputusan di perusahaan

melihat hubungan antara komponen-komponen dalam bisnisnya, sehingga dapat

dihasilkan nilai bagi konsumen dan nilai bagi perusahaan, model bisnis dapat

dipakai untuk membantu menguji konsistensi hubungan antar komponennya, dan

model bisnis dapat digunakan untuk membantu menguji pasar dan asumsi yang

digunakan ketika mengembangkan bisnis (Prihastho dan Elvira 2016).

Model bisnis dapat dipakai untuk menunjukkan seberapa radikal suatu

perubahan dilakukan dan konsekuensinya pengembangan bisnis dapat lebih

terarah dengan adanya model bisnis. Menurut Osterwalder dan Pigneur (2015),

model bisnis merupakan dasar pemikiran tentang bagaimana sebuah organisasi

menciptakan, memberikan dan menangkap nilai. Hal tersebut dapat dijelaskannya

melalui sembilan elemen yang menggambarkan cara berfikir sebuah perusahaan

dalam menghasilkan keuntungan. Sembilan elemen yang dimaksud adalah value

propositionss, customer segmentss, customer relationshipss, Channels, revenue

Streams, key partner, key activities, key resources dan cost structure. Sembilan

elemen tersebut tercakup dalam satu pendekatan model bisnis yaitu Business

Model Canvas (BMC). BMC juga dapat digunakan untuk meningkatkan

pemahaman pada lingkungan bisnis sehingga membantu perusahaan mendapatkan

model bisnis yang lebih kuat dan kompetitif. Pemahaman terhadap faktor

lingkungan perusahaan dapat mendorong pengembangan bisnis MAPAN yang

lebih baik mengingat persaingan yang semakin meningkat.

Berdasarkan penjabaran tersebut, maka beberapa masalah yang dapat

dirumuskan untuk mengembangkan BMC RPU MAPAN adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana strategi yang tepat dalam menghadapi persaingan usaha di industri

RPU, baik persaingan sesama RPU, suplai bahan baku ayam hidup serta

strategi terhadap konsumen?

Page 9: Analisis model bisnis rumah potong unggas (rpu) pt ...repository.sb.ipb.ac.id/3104/4/E51-05-Jumino-Pendahuluan.pdf · rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98%

9

2. Bagaimana model bisnis RPU MAPAN saat ini berdasarkan pendekatan BMC

dan analisis SWOT?

3. Bagaimana peran dan pengaruh masing-masing faktor internal dan eksternal

terhadap model bisnis RPU MAPAN?

4. Bagaimana bentuk pengembangan model bisnis yang dapat dilakukan pada

RPU MAPAN di masa yang akan datang untuk bertahan dan pesaing pada

industri perunggasan nasional?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan maka tujuan

penelitian ini adalah :

1. Membuat strategi bisnis RPU MAPAN terhadap persaingan sesama RPU,

suplai bahan baku ayam hidup dan konsumen.

2. Menganalisis model bisnis RPU MAPAN berdasarkan pendekatan BMC dan

Analisis SWOT.

3. Menganaliasa pengaruh masing-masing faktor internal dan eksternal terhadap

model bisnis RPU MAPAN.

4. Mengidentifikasi dan membuat perumusan strategi bisnis yang sesuai dengan

faktor internal dan eksternal RPU MAPAN

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bahan masukan untuk RPU MAPAN dalam melakukan pengembangan bisnis

model serta menyusun strategi usaha.

2. Bahan masukan bagi pelaku usaha perunggasan (pedagang, pemotong dan

pangkalan ayam hidup, peternak) dalam pengembangan usaha RPU.

3. Bahan Masukan bagi akademisi untuk mempelajari dan menjadi bahan rujukan

atau referensi pada penelitian selanjutnya

4. Bagi masyarakat umum, penelitian ini sebagai informasi bisnis model dalam

mengembangkan peluang usaha dalam pengelolaan RPU baik skala kecil,

menengah maupun skala industri.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi kegiatan bisnis RPU. Pembahasan penelitian ini

dibatasi dalam lingkup kajian penegmbangan bisnis dengan pendekatan BMC.

Ruang lingkup penelitian mencakup keragaan bisnis model yang ada saat ini,

faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi, evaluasi bisnis model dan

pembuatan desain pengembangan model bisnis perusahaan serta merumuskan

prioritas strategi yang dapat diimplementasikan pada perusahaan.

Page 10: Analisis model bisnis rumah potong unggas (rpu) pt ...repository.sb.ipb.ac.id/3104/4/E51-05-Jumino-Pendahuluan.pdf · rumah tangga pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 23.98%

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB