Page 1
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
ANALISIS MIKROZONASI KOTA SINGARAJA DENGAN METODE
MIKROTREMOR DAN MASW
I. C. Priambodo1 dan H. Afif2
1,2 Penyelidik Bumi Muda di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Sari
Kota Singaraja merupakan salah satu wilayah yang ramai penduduknya serta pernah menjadi
ibu kota Bali hingga tahun 1958. Wilayah ini pernah dilanda gempabumi dahsyat pada
tanggal 14 Juli 1976 yang mengakibatkan korban tewas hingga 559 orang. Mikrozonasi
seismik menunjukkan analisis bahaya secara detil yang bisa membantu dalam mitigasi
gempabumi. Penyelidikan Mikrozonasi ini dilakukan dengan kombinasi pengukuran
mikrotremor dan Multichannel Analysis of Surface Waves (MASW). Dari pengukuran
mikrotremor, variasi periode dominan di wilayah Singaraja didominasi periode 0,2s hingga
0,4s. Sedangkan dari pengukuran MASW didapatkan klasifikasi tanah di wilayah Kota
Singaraja didominasi oleh Kelas Tanah E (Vs30 < 180m/s). Dari hasil pengukuran
mikrotremor dan MASW menunjukkan bahwa batuan di Kota Singaraja tidak keras sehingga
akan mengalami goncangan yang cukup kuat jika terjadi gempabumi.
Kata kunci: Singaraja, Periode Dominan, Mikrotremor, MASW
Abstract
Singaraja is a city with large population and it was the capital of Bali up to 1958. The city
was struck by a devastating earthquake on July 14, 1976 resulting the death of 559
people. Seismic microzonation provides a site-specific hazard analysis, which is an important
aspect in ground shaking amplification during an earthquake event. Microzonation methods
used were a combination of microtremor and Multichannel Analysis of Surface Waves
(MASW) measurements. From microtremor measurements, Variation of dominant periods in
Singaraja obtained are vary from 0,2s to 0,4s. While MASW measurements revealed that site
classifications in Singaraja are dominated by Site Class E (Vs30 <180m/s). Based on this
research, Singaraja is dominated by soft soil which might amplify ground shaking from
future earthquakes.
Keywords: Singaraja, Dominant Period, Microtremor, MASW
Page 2
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
Pendahuluan
Pulau Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang rawan dan berpotensi
terjadinya bencana gempabumi dan tsunami. Sumber gempabumi yang mengancam wilayah
Pulau Bali antara lain terdapat di laut, yang berasal dari zona subduksi yang terbentuk akibat
interaksi antara Lempeng Samudera Indo-Australia dan Lempeng Benua Eurasia pada bagian
Selatan dan sistem sesar naik busur belakang yang terdapat pada bagian Utara. Kedua sumber
gempabumi tersebut berpotensi memicu terjadinya tsunami. Sedangkan sumber gempabumi
di darat diperkirakan berasal dari aktivitas sesar aktif.
Kota Singaraja merupakan ibu kota Kabupaten Buleleng yang merupakan salah satu
wilyah yang ramai penduduknya dan pernah memegang peranan penting sebagai pusat
Kerajaan Buleleng pada abad ke-17 dan abad ke-18 serta pernah menjadi ibu kota Bali
sampai tahun 1958. Kabupaten Buleleng pernah dilanda gempabumi yang cukup kuat pada
tanggal 14 Juli 1976 yang berkekuatan 6.2 Skala Richter. Pusat Gempabumi ini berada di
wilayah Seririt dengan episenter di darat dan kedalaman kurang dari 33 km yang
mengakibatkan korban tewas sebanyak 559 orang, luka berat 850 orang dan luka ringan
3.200 orang.
Salah satu cara untuk menurunkan risiko apabila terjadi gempabumi adalah informasi
yang akurat mengenai karakter wilayah berkaitan dengan dampak akibat gempabumi. Setiap
area memiliki karakter sendiri dalam merespon dan memodifikasi getaran dimana akan
memberikan efek kerusakan yang berbeda pada area tersebut. Perbedaan kemampuan dalam
memodifikasi getaran ditentukan oleh sifat fisis lapisan permukaan suatu daerah. Pengukuran
Mikrotremor dan Multichannel Analysis of Surface Waves (MASW) akan memberikan
informasi kawasan peka getaran dan potensi kerusakan akibat guncangan gempabumi.
Kondisi Geologi dan Tataan Tektonik
Menurut Hadiwidjojo (1998) secara geologi Pulau Bali masih muda, batuan tertua
berumur miosen. Secara garis besar batuan di Bali dapat dibedakan menjadi beberapa satuan
(Gambar 1), yaitu:
• Formasi Ulakan
Formasi ini merupakan formasi tertua berumur Miosen Atas, terdiri dari stumpuk
batuan yang berkisar dari lava bantal dan breksi basal dengan sisipan gampingan.
Nama formasi Ulakan diambil dari nama kampung Ulakan yang terdapat di tengah
sebaran formasi itu.
Page 3
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
• Formasi Selatan
Formasi ini menempati semenanjung Selatan. Batuannya sebagian besar berupa batu
gamping keras. Selain di semananjung selatan, formasi ini juga menempati Pulau
Nusa Penida.
• Formasi Batuan Gunungapi Pulaki
Kelompok batuan ini berumur pliosin, merupakan kelompok batuan beku yang
umumnya bersifat basal, terdiri dari lava dan breksi. Sebenarnya terbatas di dekat
Pulaki.
• Formasi Prapatagung
Kelompok batuan ini berumur Pliosin, menempati daerah Prapatagung di ujung barat
Pulau Bali. Selai batugamping dalam formasi ini terdapat pula batu pasir gampingan
dan napal.
• Formasi Asah .
Kelompok batuan ini brumur Pliosen menyebar dari Barat Daya Seririt ke Timur
hingga di Barat Daya Tejakula. Pada lapisan bawah umumnya terdiri dari breksi yang
beromponen kepingan batuan bersifat basal, lava, obsidian. Batuan ini umumnya
keras karena perekatnya biasanya gampingan. Di bagian atas tedapat lava yang kerap
kali menunjukan rongga, kadang-kadang memperlihatkan lempengan dan umumnya
berbutir halus. Kerpakali Nampak struktur bantal yang menunjukan suasana
pengendapan laut.
• Formasi batuan gunung api kuarter bawah
Kwarter di Bali di Dominasi oleh batuan bersal dari kegiatan gunung api. berdasarkan
morfologinya dapat diperkirakan bahwa bagian Barat Pulau Bali ditempati oleh
bentukan tertua terdiri dari lava, breksi dan tufa.
• Formasi batuan gunung api kwarter
Kegiaan vulkanis pada kwarter menghasilkan terbentuknya sejumlah kerucut yang
umumnya kini telah tidak aktif lagi. Gunungapi tersebut menghasikan batuan tufa dan
endapan lahar Buyan-Beratan dan Batur, batuan gunungapi Gunung Batur, batuan
gunung api Gunung Agung, batuan gunung api Batukaru, lava dari gunung Pawon dan
batuan gunung api dari kerucut-kerucut subresen Gunung Pohen, Gunung Sangiang
dan Gunung Lesung. Gunungapi - gunungapi tersebut dari keseluruhannya hanya dua
yang kini masih aktif yaitu Gunung Agung dan Gunung Batur di dalam Kaldera
Batur.
Page 4
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
Gambar 1. Peta Geologi Lembar Bali (Hadiwidjojo, dkk. 1998)
Posisi Pulau Bali terkurung oleh dua sumber gempabumi di Selatan dan Utara pulau
menjadikan Bali sebagai kawasan seismik yang aktif dan kompleks (Gambar 2). Pulau Bali
terletak di antara Zona Subduksi di Selatan dan sesar naik belakang busur (back arc thrust) di
Utara menjadikan daerah ini rawan akan kejadian gempabumi dan tsunami.
Gambar 2. Sketsa sesar naik belakang busur di sebelah Utara Pulau Bali (Daryono, 2011)
Sejarah Kegempaan
Berdasarkan sebaran pusat gempabumi (episenter) yang terjadi di wilayah Bali dan
sekitarnya yang bersumber dari ISC (Gambar 3), pada umumnya terletak di laut. Gempabumi
Page 5
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
dengan kedalaman dangkal tersebar dekat zona subduksi di selatan Bali dan juga di sebelah
Utara Bali. Kedua sumber gempabumi ini terbentuk akibat tumbukan antara Lempeng Benua
Eurasia dan lempeng Samudera Hindia – Australia. Gempabumi bersumber dari zona
subduksi, episenternya dapat terletak di darat dengan kedalaman lebih dari 100 km atau
digolongkan sebagai gempabumi dalam.
Gambar 3. Peta sebaran sumber gempabumi di Pulau Bali dan Nusa Tenggara (www.isc.ac.uk)
Berdasarkan catatan Katalog Gempabumi Merusak Indonesia yang disusun oleh Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, di wilayah Bali tercatat kejadian gempabumi
yang bersifat merusak (Gambar 4). Gempabumi merusak yang terjadi di Bali memiliki
intensitas MMI rata-sata sebesar VII skala MMI. Tabel 1 menunjukan lokasi gempa, waktu
kejadian dan juga intensitas MMI yang dirasakan.
Tabel 1. Gempabumi merusak di Bali (Supartoyo, 2008)
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT GEMPA KDLM
(KM) MAG
SKALA
MMI
1 Buleleng 29/3/1862 - - - VII
2 Negara 11/07/1890 - - - VII
3 Bali 21/01/1917 - - - VII
4 Bali 30/10/1938 8,9°LS-115,8°BT - - VII
5 Campur Darat 7/5/1961 - - - VII
Page 6
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
6 Seririt 14/07/1976 - - - VIII-IX
7 Bangli 26/01/1977 8,25°LS-115,3°BT - 5 VIII
8 Karangasem 17/12/1979 9,245°LS-115,8°BT 28 5 VII-VIII
9 Bali 13/4/1985 9,245°LS-115,8°BT ? 6,2 VI
10 Bali 17/12/1987 9,169°LS-114,610°BT 56 5,7 VII
11 Karangasem 2/1/2004 8,26°LS-115,79°BT 33 6,2 SR V
12 Denpasar 15/09/2004 8,76°LS-115,34°BT 94 5,4 IV
Gambar 4. Pusat gempabumi merusak di Pulau Bali dan Nusa Tenggara (Supartoyo, 2008)
Metodologi
Metode yang digunakan adalah dengan pengukuran mikrotremor dan pemrosesan data
dengan teknik H/V (Nakamura, 1989) serta untuk mendapatkan nilai Vs30, data hasil
pengukuran mirkotremor dikombinasikan dengan pengukuran MASW.
1. Metode Mikrotremor
Pengukuran mikrotremor ini menggunakan seismometer tiga komponen model L4-3D
dengan frekuensi natural 1 Hz, dan rekorder digital model Datamark LS-8800, dengan
sampling frekuensi 100 Hz (Gambar 5).
Page 7
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
Gambar 5. Peralatan pengukuran mikrotremor
Pengukuran mikrotremor dilakukan pada 99 titik ukur dengan jarak antar titik pengukuran
antara 0,5 hingga 1 km, di seluruh wilayah Kota Singaraja (Gambar 6). Lama pengukuran
rata-rata 20-30 menit untuk setiap titik ukurnya.
Gambar 6. Pengukuran mikrotremor di beberapa titik di Singaraja, Bali
Data diproses dengan teknik H/V (Nakamura, 1989). Dalam metoda ini Masing-masing
komponen sinyal mikrotremor dihitung spektralnya. Polarisasi rasio H/V diperoleh dari hasil
perbandingan spektral komponen horizontal dengan komponen vertikal yaitu ;
P(f) = ( H2EW (f) + H2
NS (f) )1/2 / ( VUD (f) )
Untuk pengolahan data, perangkat lunak yang dipakai adalah Geopsy versi 2.9.0 (Marc
Wathelet, 2011) dan HV-Explorer (Malte, 2014). Data sinyal mikrotremor dikonversi dalam
format SAF dan diolah memakai Geopsy (Gambar 7).
Gambar 7. Pengolahan data menggunakan GEOPSY
Seimometer
L43D
rekorder
digital
Page 8
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
Selanjutnya, data hasil pengolahan dari GEOPSY dibuka di HV-Explorer untuk menentukan
periode pada amplituda (rasio) spektra H/V maksimum dari kurva seperti ditunjukkan gambar
8.
Gambar 8. Penentuan nilai Periode Dominan menggunakan HV-Explorer
2. Metode Multichannel Analysis of Surface Waves (MASW)
MASW merupakan salah satu metoda pengukuran seismik yang mengevaluasi kondisi
kekerasan (stiffness) dari tanah untuk rekayasa geoteknik (Park et al,. 1999). MASW
mengukur variasi pada kecepatan gelombang permukaan dengan meningkatnya panjang
gelombang. Panjang gelombang berhubungan dengan kedalaman dari penelitian dan
memberikan skala vertikal yang dapat digunakan untuk menduga jenis dari batuan/tanah.
Dengan menganalisis kecepatan propagasi gelombang permukaan tersebut, akan didapatkan
kecepatan gelombang geser (Vs).
Prosedur umum untuk metode MASW terdiri atas tiga langkah (Park and Miller, 1999)
seperti ditunjukkan gambar 9, yaitu:
1. Akuisisi data, memperoleh data di lapangan.
2. Analisis Dispersi, mengekstraksi kurva dispersi (masing-masing satu untuk setiap
data).
3. Inversi, menghitung variasi kecepatan gelombang geser (Vs) terhadap kedalaman,
dengan cara membandingkan kuva dispersi teori dengan kurva yang diekstrak.
Kecepatan gelombang geser merupakan salah satu dari konstanta elastik dan erat kaitannya
dengan Modulus Young.
Page 9
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
Gambar 9. Skema metode MASW (Park et al,. 2007)
Dalam akuisisi data (Gambar 10), digunakan sensor penerima (geophone) untuk
mengukur tanggapan tanah pada beberapa jarak dari sumber. Tiap data geophone
mengandung rekaman dari banyak gelombang permukaan, masing-masing dengan panjang
gelombang yang berbeda-beda. Pengukuran MASW ini menggunakan 12 untaian geophone
dengan frekuensi yang rendah (4,5 Hz), karena memiliki kepekaan yang tinggi.
Page 10
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
Gambar 10. Akuisisi Data Vs30 menggunakan metode MASW di Singaraja, Bali
Pengukuran MASW dilakukan di 16 titik pengukuran yang tersebar di seluruh wilayah
Kota Singaraja, Bali. Pengukuran MASW ini menggunakan peralatan dari OYO-Instrument
dengan program bernama McSeis. Dari pengukuran ini didapatkan raw data berupa
gelombang seismik yang terekam di setiap geophone yang digunakan.
Gambar 11. Raw Data MASW dari salah satu titik di Singaraja, Bali
Dari raw data yang didapatkan (Gambar 11), diolah menggunakan program Pickwin
untuk mendapatkan kurva dispersi (Gambar 12). Dari kurva dispersi yang didapat, dilakukan
forward modeling dengan mem-picking titik penghubung pada kurva dispersi tersebut.
Setelah itu dilakukan proses inversi untuk mendapatkan profil Vs30 pada setiap titik lokasi
yang diambil datanya (Gambar 13).
Gambar 12. Kurva Dispersi di salah satu titik pengukuran MASW di Singaraja, Bali
Page 11
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
Besaran nilai Vs30 ini menunjukkan jenis tanah berdasarkan kekerasan batuannya.
Lokasi dengan nilai Vs30 yang tinggi menunjukkan batuan di daerah tersebut termasuk
batuan yang keras, sedangkan lokasi dengan nilai Vs30 yang rendah termasuk wilayah
dengan batuan yang lunak.
Gambar 13. Profil Vs30 di salah satu titik pengukuran MASW di Singaraja, Bali
Hasil dan Pembahasan
Dari pengukuran mikrotremor dihasilkan nilai-nilai periode dominan di setiap titik
pengukuran. Melalui interpolasi data-data periode dominan di tiap titik pengukuran maka
diperoleh kontur sebaran periode dominan seperti ditunjukkan oleh gambar 14 di bawah ini.
Gambar 14. Peta Kontur Periode Dominan Kota Singaraja, Provinsi Bali
Page 12
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
Berdasarkan hasil kontur periode dominan di Kota Singaraja, terlihat wilayah sebelah
Barat-Utara didominasi oleh periode tinggi. Hal ini menunjukkan tebal lapisan sedimen lunak
di wilayah ini cukup tebal, sehingga guncangan gempabumi akan lebih kuat terasa di wilayah
ini. Wilayah ini merupakan daerah pantai dengan morfologi pedataran rendah sehingga
lapisan sedimen di wilayah ini lebih tebal dibanding wilayah lain. Sedangkan wilayah sebelah
Selatan-Timur didominasi oleh periode rendah, hal ini menunjukkan lapisan sedimen lunak di
wilayah ini cukup tipis. Wilayah ini merupakan daerah perbukitan bergelombang sehingga
lapisan sedimen di wilayah ini lebih tipis karena sedimen tersebut telah terbawa ke daerah
pantai yang lebih rendah. Wilayah ini akan merasakan goncangan gempabumi yang tidak
terlalu kuat dibandingkan dengan wilayah yang memiliki nilai periode tinggi.
Sedangkan dari hasil pengukuran MASW yang telah dilakukan (Tabel 2), terlihat
klasifikasi tanah di wilayah Kota Singaraja didominasi oleh Kelas Tanah E (Vs30 < 180m/s)
dan hanya tiga lokasi dengan Kelas Tanah D (180m/s < Vs30 ≤ 360m/s). Hal ini
menunjukkan wilayah Kota Singaraja didominasi oleh batuan lunak karena cepat rambat
gelombang di batuan wilayah tersebut sangat rendah. Wilayah dengan batuan lunak akan
memperkuat goncangan (amplifikasi) bila terjadi gempabumi.
Tabel 2. Nilai Vs30 di Beberapa Titik Pengukuran di Singaraja, Bali
Titik Latitude Longitude AVs30 (m/s) Site Class
1 -8.12748 115.13942 202.7 D
2 -8.10545 115.12081 197.7 D
3 -8.09116 115.12024 134.5 E
4 -8.11843 115.12796 71.3 E
5 -8.14661 115.12466 109.9 E
6 -8.12696 115.11393 143.6 E
7 -8.11567 115.10863 123.4 E
8 -8.14801 115.10603 162.4 E
9 -8.15417 115.0909 113.9 E
10 -8.12702 115.10156 277.7 D
11 -8.13486 115.0889 154.8 E
12 -8.1327 115.07103 131.9 E
13 -8.15149 115.08127 102.5 E
14 -8.11327 115.07745 124.7 E
15 -8.11658 115.08566 163.2 E
16 -8.1006 115.09579 84.1 E
Page 13
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
Berikut adalah Peta Kontur Vs30 yang merupakan hasil pengukuran dari mikrotremor
dan MASW (Gambar 15):
Gambar 15. Peta Kontur Vs30 Kota Singaraja dan Sekitarnya, Provinsi Bali
Kesimpulan
Dari hasil pengukuran mikrotremor dan MASW di lapangan serta hasil analisis data
mikrozonasi gempabumi di Kota Singaraja, dapat ditarik kesimpulan antara lain:
• Wilayah Kota Singaraja merupakan daerah yang termasuk rawan terhadap bahaya
bencana gempabumi karena lokasinya cukup dekat dengan sumber gempabumi
diantaranya Sesar Seririt dan Back Arc Nusa Tenggara.
• Secara umum, nilai Periode Dominan di Kota Singaraja didominasi oleh periode
rendah, namun pada bagian utara didominasi oleh periode tinggi.
• Klasifikasi tanah di Kota Singaraja berdasarkan nilai Vs30 nya didominasi oleh
klasifikasi tanah C dan D. Hal ini berarti batuan di Kota Singaraja tidak keras
sehingga akan mengalami guncangan yang cukup kuat jika terjadi gempabumi.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Gede Suantika (Kepala Bidang Mitigasi
Gempabumi dan Gerakan Tanah) dan Dr. Sri Hidayati (Kepala Subbidang Mitigasi
Gempabumi) atas persetujuannya terhadap kegiatan lapangan pada penyelidikan ini. Serta
kepada Deden Junaedi atas bantuannya dalam pengambilan data mikrotremor di Kota
Singaraja dan Amalfi Omang dalam penyelesaian makalah ini.
Page 14
Analisis Mikrozonasi Kota Singaraja Dengan Metode Mikrotremor dan MASW
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2015: 11 - 24
Referensi
Daryono, 2011, Identifikasi Sesar Naik Belakang Busur (Back Arc Thrust) Daerah Bali
berdasarkan Seismisitas dan Solusi Bidang Sesar. Artikel Kebumian, BMKG. Jakarta
Hadiwidjoyo, 1998, Peta Geologi Lembar Bali Nusatenggara, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung
Malte Ibs-von Seht, 2014, Microzonation Studies using Microtremor, German-Indonesia
Technical Cooperation Mitigation of Georisks.
Marc Wathelet, 2011, Geophysical Signal Database for Noise array Processing , www.
Geopsy.org.
Nakamura, Y., 1989, A method for dynamic characteristics estimation of subsurface using
microtremor on the ground surface, Quatrely Reports of the RailwayTechnical Research
Institute, Tokyo, 30, 25-33.
Park C.B., Miller R.D., Xia J., 1999, Multichannel analysis of surface waves, Geophysics,
64(3), 800-808
Park C.B., Miller R.D., Xia J., Ivanov J., 2007, Multichannel analysis of surface waves
(MASW)- active and passive methods, The Leading Edge January, 2007
Supartoyo dan Surono, 2008, Katalog Gempabumi Merusak Indonesia Tahun 1629 – 2007
(Edisi Keempat), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
www.isc.ac.uk