BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, pada umumnya kawasan perkotaan saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat, hal ini ditunjukan dari meningkatnya intensitas kegiatan pembangunan fisik baik di pusat dan daerah-daerah. Dengan kegiatan pembangunan tersebut dimaksudkan mampu mendorong perkembangan daerah secara merata. Pembangunan fisik perkotaan tersebut merupakan langkah untuk memaksimalkan potensi-potensi daerah yang belum tergali dan meningkatkan laju pertumbuhan terutama di daerah yang tertinggal. Meskipun dalam realisasinya pembangunan tersebut belum dilaksanakan secara optimal, selain pembangunan belum terlaksana secara keseluruhan melingkupi daerah-daerah perbatasan tetapi pembangunan saat ini juga belum memperhatikan pembangunan daerah yang berkarakter sesuai dengan karakteristik sosial, budaya, lingkungan masing-masing daerah. Seiring berlangsungnya kegiatan pembangunan daerah untuk memajukan laju pertumbuhan di daerah tersebut dapat menimbulkan permasalahan baru apabila pembangunan tersebut tidak dilakukan dengan beberapa kajian 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, pada umumnya kawasan perkotaan saat ini telah mengalami
perkembangan yang pesat, hal ini ditunjukan dari meningkatnya intensitas kegiatan
pembangunan fisik baik di pusat dan daerah-daerah. Dengan kegiatan pembangunan
tersebut dimaksudkan mampu mendorong perkembangan daerah secara merata.
Pembangunan fisik perkotaan tersebut merupakan langkah untuk memaksimalkan
potensi-potensi daerah yang belum tergali dan meningkatkan laju pertumbuhan
terutama di daerah yang tertinggal. Meskipun dalam realisasinya pembangunan
tersebut belum dilaksanakan secara optimal, selain pembangunan belum terlaksana
secara keseluruhan melingkupi daerah-daerah perbatasan tetapi pembangunan saat ini
juga belum memperhatikan pembangunan daerah yang berkarakter sesuai dengan
karakteristik sosial, budaya, lingkungan masing-masing daerah.
Seiring berlangsungnya kegiatan pembangunan daerah untuk memajukan laju
pertumbuhan di daerah tersebut dapat menimbulkan permasalahan baru apabila
pembangunan tersebut tidak dilakukan dengan beberapa kajian perencanaan yang
matang yaitu dengan perencanaan kota secara berkelanjutan. Perencanaan
berkelanjutan diperlukan untuk menciptakan kota yang ideal, dimana kota yang ideal
memiliki kebutuhan tata guna lahan yang proposional antara lahan terbangun dengan
lahan non terbangun.
Lahan terbangun merupakan penggunaan lahan yang memiliki karakteristik
sebagai sarana dan prasarana perkotaan terdiri dari perkantoran, perdagangan dan
jasa, central business district (CBD), industri, pendidikan, kesehatan, permukiman,
dan lain-lain. Sedangkan lahan non terbangun merupakan penggunaan lahan memiliki
karakteristik sebagai ruang terbuka. Menurut Chafid Fandeli (2004) ruang terbuka
merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan
lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawaan hijau hutan kota,
1
2
kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olah raga, kawasan hijau
pekarangan. RTH menjadi bagian dari ruang terbuka diklasifikasikan berdasarkan
status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya.
Mengacu pada pedoman Undang-undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007
bahwa standart kebutuhan luas ruang terbuka minimal yaitu 30%. Terpenuhinya
standart minimal luas ruang terbuka 30% di perkotaan dapat berfungsi untuk
menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan
keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan
ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat
meningkatkan nilai estetika kota (Hakim, 2004). Selain itu manfaat ruang terbuka
untuk meningkatkan kualitas dan kelangsungan kehidupan perkotaan sebagai
identitas kota, ruang terbuka berperan penting dalam mengendalikan dan memelihara
integritas dan kualitas lingkungan. Namun, pada kenyataannya kegiatan
pembangunan saat ini menimbulkan permasalahan baru berdampak negatif terhadap
eksistensi ruang terbuka yang semakin berkurang dan terpinggirkan, pembangunan
dilaksanakan dengan tidak memperhatikan proposional standart minimal ruang
terbuka kota 30%.
Penurunan kualitas lingkungan terjadi di sebagian besar kota-kota yang
sedang berkembang di Indonesia, dengan kegiatan pembangunan yang tinggi tanpa
memperhatikan proposi lahan non terbangun berupa ruang terbuka keberadannya
semakin terpinggirkan bahkan diabaikan fungsi dan manfaatnya. Ruang terbuka yang
ada sebagian besar telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan dan kawasan
permukiman. Oleh karena itu, apabila kota yang tidak memiliki syarat minimal luas
ruang terbuka 30% maka akan berdampak negatif yaitu terjadinya penurunan tingkat
kenyamanan kota, kemanan kota, dan mengurangi nilai estetika kota.
Saat ini, salah satu kegiatan pembangunan yang terus berlangsung yaitu
pembangunan kawasan permukiman. kawasan pinggiran kota (peri urban) dan
perbatasan kota (sub urban) seringkali mengalami pergeseran pemanfaatan lahan non
terbangun menjadi lahan terbangun kawasan permukiman dikarenakan harga lahan
relatif terjangkau dan memiliki luas lahan yang cukup untuk dikembangkan
3
dibanding dengan lahan pusat kota yang bernilai tinggi dan padat, oleh karena seiring
berlangsungnya peruntukan kawasan permukiman tersebut berdampak negatif
terhadap eksistensi luas ruang terbuka yang semakin berkurang. Menurut Sujarto,
1985 dalam Untoro, 2006 bahwa kegiatan pembangunan fisik yang dilakukan terus
menerus, berbanding terbalik dengan luas lahan ruang terbuka yang bersifat terbatas
dan tidak bisa ditambah kecuali dengan kegiatan reklamasi.
Pada dasarnya, dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan kawasan
permukiman merupakan langkah strategi yang diterapkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat untuk bertempat tinggal seiring jumlah pertumbuhan penduduk yang terus
meningkat setiap tahunnya diwilayah perkotaan. Pertumbuhan penduduk cenderung
meningkat di kota-kota besar di Indonesia terutama di pulau Jawa. Pertumbuhan
penduduk kota tersebut meliputi laju urbanisasi, migrasi, dan tingkat kelahiran tinggi.
Berdasarkan sumber data pertumbuhan penduduk di Badan Pusat Statistika (BPS) dan
Badan Perencanaaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) diketahui presentase
jumlah penduduk di Indonesia tahun 2010 yaitu 238.518.000 jiwa, dan proyeksi
penduduk pada tahun 2015 meningkat menjadi 255.461.700 jiwa.
Kota Semarang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah, sebagai kota
Metropolitan mampu melatar-belakangi perkembangan kota dengan pesat.
Perkembangan Kota Semarang terlihat dari tingginya kegiatan pembangunan fisik
saat ini, letak geografisnya yang strategis menghubungkan antara kota Kendal,
Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga mampu meningkatkan
potensi Kota Semarang sebagai kota perdagangan dan jasa baik dari sektor pelabuhan
dan darat. Pembangunan fisik terlihat dari beberapa kegiatan pembangunan, seperti
peningkatan infrastruktur jalan dan sarana prasarana untuk menunjang aktivitas
perkotaan.
Kegiatan pembangunan yang terus berjalan secara langsung mempengaruhi
perubahan lahan yaitu berkurangnya lahan non terbangun, dimana lahan non
terbangun identik dengan daerah pinggiran (peri urban) yang didominasi sebagai
lahan pertanian. Perkembagan Kota Semarang sudah mengarah ke pinggiran kota
(peri urban) khususnya yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman. Seperti
4
yang diungkapkan oleh Rahayu (2009) terkait dengan penggunaan lahan, di daerah
penggiran merupakan wilayah yang banyak mengalami perubahan lahan terutama
perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian. Diketahui proporsi penggunaan
lahan terbangun kawasan permukiman di Kota Semarang tahun 2006 sebesar 28,2%
dan tahun 2011 sebesar 35,4% yang lebih besar terkonsentrasi di pusat kota. Oleh
karena itu, desakan kebutuhan lahan di daerah pinggiraan dalam pembangunan
kawasan permukiman tersebut dikarenakan keterbatasan lahan di pusat kota yang
sudah padat dan harga lahan tinggi, selain itu juga diikuti pengaruh dari laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi. Pertumbuhan penduduk di Kota Semarang
dipengaruhi oleh kaum migran menetap dan tingkat kelahiran yang tinggi. Diketahui
pertumbuhan penduduk Kota Semarang tahun 2011 mencapai 1.544.358 jiwa (Kota
Semarang dalam angka, 2011).
Berdasarkan gambaran permasalahan tersebut, dalam implementasi kegiatan
pembangunan seharusnya terlebih dahulu perlu mengkaji kembali Perda Kota
Semarang No 13 tahun 2004 tentang RDTRK sesuai dengan fungsi BWK dan
berpedoman pada Undang-Undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007 tentang
standart kebutuhan luas RTH perkotaan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
dampak terjadinya perubahan lahan yang dapat menimbulkan permasalahan baru
terhadap eksistensi luas lahan non terbangun ruang terbuka semakin berkurang dan
mengancam keseimbangan lingkungan Kota Semarang.
Pada penelitian ini yang berjudul “Perkembangan Kawasan Permukiman
Akibatnya Terhadap Ruang Terbuka Di Kota Semarang”, fokus yang dilakukan
yaitu : 1) mengetahui pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap
proporsi ruang terbuka di Kota Semarang, 2) mengetahui percepatan proyeksi
perubahan lahan per Kecamatan di Kota Semarang tahun 2006 – 2020, 3)
merumuskan penerapan kebijakan ruang terbuka 30% (sampel di Kecamatan
Tembalang). Teknik identifikasi perubahan lahan dilakukan dengan cara digitasi
manual peta citra tahun 2006, 2011, diintegrasikan dengan penggunaan fungsi
digitasi on screen menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang
kemudian di overlay perubahan lahan di Kota Semarang. Hasil dari penelitian ini
5
diharapkan dapat menjadi masukan pemerintah dalam proses pengendalian
penggunaan lahan Kota Semarang kedepannya.
1.2 Perumusan Masalah
Kota Semarang telah mengalami perkembangan pesat, terlihat dari tingginya
kegiatan pembangunan yang berlangsung sampai saat ini. Kegiatan pembangunan
tersebut merupakan langkah untuk meningkatkan sarana dan prasarana guna
menunjang beberapa aktivitas perkotaan di Kota Semarang. oleh karena itu seiring
meningkatnya kegiatan pembangunan di Kota Semarang berdampak pada pola
pemanfaatan lahan, dimana kegiatan pembangunan tersebut lebih sering
memanfaatkan lahan non terbangun berupa ruang-ruang terbuka, sehingga kegiatan
pembangunan tersebut berperan aktif yang mempengaruhi adanya perubahan lahan.
Perkembangan Kota Semarang, dalam kegiatan pembangunan kawasan
permukiman merupakan langkah strategi untuk menyediakan tempat tinggal
masyarakat Kota Semarang, seiring pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi terdiri
dari angka kelahiran dan kaum migran yang menetap.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka perlu diteliti
kontribusi pertumbuhan jumlah penduduk terhadap perkembangan kawasan
permukiman yang menyebabkan terjadinya perubahan lahan non terbangun menjadi
lahan terbangun di Kota Semarang. Kebutuhan data dasar yang digunakan untuk
melakukan identifikasi dan analisis yaitu data kependudukan Kota Semarang dan peta
citra Kota Semarang tahun 2006, dan 2011.
6
Banyumanik
Candisari
Gajahmungkur
Gayamsa
ri
Genuk
GunungpatiMije
n
Ngaliyan
Pedurungan
Semarang Selatan
Semarang Tengah
Semarang Timur
TembalangTugu
Semarang Barat
Semarang utara0
4000080000
120000160000200000
Pertumbuhan Penduduk
Penduduk 2006 Penduduk 2011
Sumber : Kota Semarang Dalam Angka, 2006 dan 2011
Gambar I.1Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang
Berdasarkan grafik pertumbuhan penduduk Kota Semarang diketahui bahwa
jumlah penduduk tahun 2006 yaitu 1.434.025 jiwa dan jumlah penduduk tahun 2011
yaitu 1.544.358 jiwa dengan percepatan 1,49%. Ditinjau berdasarkan jumlah
penduduk tiap Kecamatan diketahui bahwa terdapat Kecamatan yang mengalami
peningkatan dan penurunan, Kecamatan Mijen pada tahun 2011 mengalami
peningkatan tertinggi yaitu 54.875 jiwa (3,93%), sedangkan Kecamatan Semarang
Timur pada tahun 2011 mengalami penurunan yaitu 79.615 jiwa (-0,78%).
Terlihat pertumbuhan penduduk di Kecamatan di daerah pinggiran (peri
urban) lebih tinggi dibanding dengan Kecamatan di pusat kota bahkan juga
mengalami penurunan jumlah penduduk. Meskipun rata-rata jumlah penduduk di
Kecamatan di pusat kota masih lebih tinggi dari Kecamatan di daerah pinggiran (peri
urban).
Kemudian eksistensi ruang terbuka hasil dari digitasi manual peta citra Kota
Semarang tahun 2006 dan tahun 2011, diketahui sebagai berikut :
Tabel 1.1
Persebaran Ruang Terbuka di Wilayah Kecamatan Di Kota Semarang
KecamatanLuas wilayah Ruang Terbuka (Ha) %
(/km2) 2006 2011 2006 2011
Mijen 53.8 4,877.2 3,750.0 90.6 69.7
Gunungpati 61.5 4,899.2 4,125.0 79.7 67.1
7
KecamatanLuas wilayah Ruang Terbuka (Ha) %
(/km2) 2006 2011 2006 2011
Banyumanik 30.9 1,583.6 1,332.0 51.2 43.1
Gajahmungkur 9.4 239.2 214.1 25.4 22.7
Smg Selatan 6.1 71.3 64.0 11.6 10.4
Candisari 6.6 103.6 103.3 15.7 15.6
Tembalang 41.5 2,869.2 2,270.0 69.2 54.8
Pedurungan 22.0 380.1 329.0 17.3 15.0
Genuk 27.3 1,266.3 982.0 46.4 36.0
Gayamsari 6.4 141.9 129.0 22.0 20.0
Smg Timur 5.6 96.3 90.0 17.1 16.0
Smg Utara 14.3 145.4 133.0 10.2 9.3
Smg Tengah 5.4 15.8 15.1 2.9 2.8
Smg Barat 24.2 672.3 605.0 27.8 25.0
Tugu 31.0 2,548.5 2,217.0 82.2 71.5
Ngaliyan 44.9 3,163.2 2,782.0 70.4 61.9
Jumlah 390.9 23,073.1 19,140.5 59.0 49.0Sumber : Analisis Pribadi, 2015
Berdasarkan tabel persebaran ruang terbuka per Kecamatan di Kota Semarang
diketahui bahwa proporsi ruang terbuka tahun 2006 yaitu 59% dan proporsi ruang
terbuka tahun 2011 yaitu 49%. Daerah pinggiran (peri urban) rata-rata memiliki luas
ruang terbuka lebih tinggi dari daerah di pusat kota. Hal ini menunjukan bahwa
konsentrasi penggunaan lahan terbangun lebih dominan berada di pusat kota. Tetapi
kenyataannya, paradigma yang sedang berkembang yaitu perkembangan Kota
Semarang sudah mengarah ke daerah pinggiran (peri urban) dengan munculnya
kegiatan pembangunan kawasan permukiman.
Tentu saja, apabila kegiatan eksplorasi penggunaan lahan untuk kawasan
permukiman dilakukan secara progresif tanpa memperhatikan kebutuhan lahan yang
proposional sesuai Undang-Undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007, maka akan
menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pertanyaan dalam penelitian ini
yaitu “Bagaimanakah perkembangan kawasan permukiman akibatnya terhadap
ruang terbuka di Kota Semarang?”
8
1.3 Tujuan dan Sasaran
1.3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, terdiri dari:
a. Mengetahui pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap
proporsi ruang terbuka di Kota Semarang.
b. mengetahui percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota
Semarang tahun 2006 – 2020.
c. Merumuskan penerapan kebijakan ruang terbuka 30% (sampel di
Kecamatan Tembalang).
Penelitian ini menggunakan peta citra satelit tahun 2006, dan 2011,
kemudiaan diintegrasikan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).
1.3.2 Sasaran
Sasaran yang digunakan dalam penyusunan laporan untuk mencapai tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi dan analisis pengaruh perkembangan kawasan permukiman
terhadap proporsi ruang terbuka di Kota Semarang.
b. Analisis percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota
Semarang tahun 2006 – 2020.
c. Analisis penerapan kebijakan ruang terbuka 30% (sampel di Kecamatan
Tembalang).
d. Kesimpulan dan rekomendasi
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini mencakup seluruh penggunaan
lahan non terbangun dan lahan terbangun kawasan perukiman di Kota Semarang dan
9
kemudian di perioritaskan di Kecamatan yang mengalami perubahan ruang terbuka
tertinggi dalam proyeksinya untuk dilakukan penerapan kebijakan dalam penyediaan
ruang terbuka 30% sesuai dengan Undang-Undang Penataan Ruang No.26 Tahun
2007. Berikut ini merupakan batas administratif Kota Semarang:
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Kabupaten Semarang
Sebelah Timur : Kabupaten Demak
Sebelah Barat : Kabupaten Kendal
Peta adminitratif Kota Semarang dapat dilihat pada Gambar I.2.
Sumber : Bappeda Kota Semarang, 2011
10
Gambar I.2Peta Administrasi Kota Semarang
1.4.2. Ruang Lingkup Substansi
Ruang lingkup substansi dalam penelitian ini meliputi :
a. Perubahan lahan.
Perubahan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun dibatasi oleh
pemanfaatan lahan yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman di
Kota Semarang. Identifikasi ini menggunakan data sekunder dari Bappeda
Kota Semarang dan interpetasi peta citra satelit Ikonos, citra Quickbird,
dan data spasial peta-peta pendukung lainnya pada tahun 2006, dan 2011.
b. Kriteria Terukur Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai
Bangunan (KLB).
Perhitungan kriteria terukur KDB dan KLB dalam perancangan kota
merupakan kriteria dasar perancangan kota yang dapat diukur secara
kuantitatif, dengan melakukan perhitungan kepadatan bangunan (building
coverage), ketinggian bangunan, sempadan bangunan dan jarak antar
bangunan dengan tujuan untuk menentukan amplop bangunan. Namun,
dalam penelitian ini kriteria terukur dibatasi pada perhitungan KDB dan
KLB dikarenakan dalam penelitian ini dilakukan perhitungan mencakup
pada seluruh luas wilayah di masing-masing Kecamatan.
1.5 Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian merupakan langkah mewujudkan penelitian yang sebenar-
benarnya tanpa ada unsur plagiasi dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian
ini merupakan murni hasil karya dari peneliti selama penyusunan laporan dari awal
hingga akhir yang terdiri dari tahap kajian teoritis, survey primer dan sekunder, dan
lain-lain. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu substansi
11
materi dan lokasi penelitian yang berbeda, berikut merupakan tabel yang
menunjukkan perbedaan penelitian dengan penelitian sebelumnya :
Tabel I.2Perbedaan Penelitian Dengan Penelitian Lain yang Dilakukan Sebelumnya
PENELITI JUDUL TUJUAN METODE HASILPenelitian Sebelumnya Yang Pernah Dilakukan
Nana Suwargana dan Susanto. 2005
Deteksi ruang terbuka hijau menggunakan teknik penginderaan jauh (studi kasus: di DKI Jakarta)
mengetahui perubahan tatanan lahan dan kondisi lingkungan dan daya dukung daerah resapan air.
Klasifikasi citra Menggunakan data multispektral komposit band 542 dengan filter R, G, B skala 1.100.000,
Perubahan tutupan lahan DKI Jakarta. RTH semakin sempit karena peningkatan aktivitas pembangunan.
Yusup Setiadi,2007
Kajian PerubahanPenggunaan Lahandan faktor-faktoryangmempengaruhinya di KecamatanUmbulharjo,Yogyakarta
Untuk mengetahuiperkembanganperubahan penggunaanlahan yang terjadi diKecamatanUmbulharjo, meliputikecenderunganperubahan penggunaanlahan dan dayapengaruh aktifitasperubahan penggunaanlahan serta mengetahuifaktor-faktor yangmemengaruhinya
luas kawasan permukiman, analisis proyeksi kepadatan permukiman, analisis
proyeksi ruang terbuka, dan analisis proyeksi proporsi ruang terbuka. Dalam
proses analisis ini menggunakan data sekunder dan data primer. Penggunaan
data sekunder terdiri dari peta administrasi Kota Semarang, citra Kota
Semarang tahun 2006 dan 2011, dan data monografi Kota Semarang tahun 2006
dan 2011.
Pengolahan data sekunder terlebih dahulu melakukan digitasi manual peta citra
Kota Semarang tahun 2006 dan 2011 menggunakan aplikasi Sistem Informasi
Geografis ArcGIS, kemudian kedua citra tersebut di overlay untuk mengetahui
luas perubahan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun kawasan
permukiman. Hasil peta overlay tersebut diproyeksikan pada tahun 2020 untuk
menentukan sampai batas tahun berapa Kecamatan-Kecamatan yang mengalami
perubahan lahan tidak proposional antara lahan non terbangun dengan lahan
terbangun kawasan permukman yang mengacu pada pedoman Undang-Undang
Penataan Ruang No.26 Tahun 2007 mengenai standart minimal kebutuhan
ruang terbuka sebesar 30%. Selain itu yang diproyeksikan adalah jumlah
penduduk tahun 2006 sampai dengan tahun 2020,
2. Analisis percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota
Semarang tahun 2006 - 2020.
Pada bagian ini menggunakan beberapa analisis yang meliputi : Analisis
percepatan pertumbuhan penduduk di Kota Semarang tahun 2006 sampai
dengan tahun 2020, analisis percepatan perkembangan kawasan permukiman di
Kota Semarang tahun 2006 sampai dengan tahun 2020, dan analisis percepatan
ruang terbuka di Kota Semarang tahun 2006 sampai dengan tahun 2020,
kemudian dilakukan perhitungan kriteria terukur KDB, KLB dengan
22
menetapkan prosentase KDB yaitu 70% untuk mencapai kebutuhan ruang
terbuka 30%. Dalam proses analisis ini menggunakan data sekunder dan primer.
Penggunaan data sekunder terdiri dari peta penggunaan lahan, percepatan
perubahan lahan, dan percepatan pertumbuhan penduduk, sedanagkan data
primer terdiri dari data luas penggunaan lahan terbangun dan lahan non
terbangun, lahan terbangun merupakan kawasan permukiman dan lahan non
terbangun merupakan ruang terbuka yang diperoleh dari hasil digitasi peta citra
Kota Semarang tahun 2006 dan tahun 2011 yang kemudiaan telah
diproyeksikan sampai dengan tahun 2020.
Pengolahan data sekunder tersebut didapatkan dari hasil analisis sebelumnya,
fokus dari analisis ini yaitu menghitung percepatan pertumbuhan penduduk,
percepatan perkembangan kawasan permukiman, dan percepatan perubahan
ruang terbuka yang telah diproyeksikan pada analisis sebelumnya yang
kemudian diketahui Kecamatan-Kecamatan mana saja yang mengalami
perubahan lahan tercepat dan paling lambat.
3. Analisis penerapan kebijakan ruang terbuka 30% di Kecamatan
mengalami perubahan ruang terbuka tertinggi dalam proyeksi.
pada bagian ini merupakan perumusan analisis dengan menetapakan Kecamatan
yang diprioritaskan dalam penerapan kebijakan ruang terbuka 30%, Kecamatan
yang diprioritaskan merupakan Kecamatan yang mengalami perubahan ruang
terbuka tertinggi dilihat berdasarkan hasil analisis proyeksi ruang terbuka.
Dalam penerapan kebijakan awalnya dilakukan identifikasi kondisi jaringan
jalan dan kemiringan lereng (topografi) dan melakukan tinjauan pada pedoman
rencana detail tata ruang fungsi BWK, tinjauan tersebut digunakan untuk tahap
analisis yang dilakukan konsisten dengan rencana yang sudah ditetapkan
sehingga kebijakan perencanaan dapat aplikatif dalam penerapan pemanfaatan
ruang sesuai fungsi zonasi.
1.7.8.Kerangka Analisis
Peta percepatan pertumbuhan penduduk tahun 2020Percepatan pertumbuhan penduduk tahun 2020Percepatan perkembangan kawasan permukiman tahun 2020Percepatan perubahan ruang terbuka tahun 2020Analisis kriteria terukur KDB dan KLB.
Proyeksi Kawasan Permukiman dan Ruang Terbuka.Perhitungan KDB 70%.
Data Spasial :Peta Administrasi Kota Semarangcitra Kota Semarang tahun 2006 dan 2011
Data Non Spasial :Monografi Kota Semarang tahun 2011
INPUT PROSES OUTPUT
Identifikasi dan analisis pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap ruang terbuka di Kota Semarang.
Trendline proyeksi penduduk tahun 2020Trendline kepadatan penduduk tahun 2020Peta Kepadatan penduduk tahun 2006 dan 2020.Trendline proyeksi luas kawasan permukiman tahun 2020Trendline kepadatan permukiman tahun 2020Trendline proyeksi ruang terbuka tahun 2020Trendline proporsi ruang terbuka tahun 2020Bastas-batas tahun berapa ruang terbuka <30%
Analisis penerapan kebijan ruang terbuka 30% (sampel di Kecamatan Tembalang)
Analisis percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota Semarang tahun 2006 – 2020.
Data Spasial :Peta pengguna lahan Percepatan perubahan lahan Data Non Spasial :Percepatan pertumbuhan penduduk
Analisis spasial, trendline dan deskriptif kuantitatif
Analisis spasial, analisis kriteria terukur, dan deskriptif kuantitatif
Analisis Spasial dan deskriptif kuantitatif
Penerapan rencana ruang terbuka Kecamatan terpilihIlustrasi konsep konsolidasi lahan.
23
Kerangka analisis adalah suatu tahapan yang dilakukan dalam Identifikasi data
oleh peneliti yang terdiri dari input, proses, dan output. Hal ini dengan maksud bahwa
pada dasarnya sebuah studi memerlukan data yang digunakan untuk kemudian diolah
melalui proses analisis tertentu sehingga menghasilkan informasi yang berguna dalam
mendukung tujuan penelitian ini.
Sumber : Analisis Pribadi, 2015
24
Gambar 1.6Kerangka Analisis Penelitian
1.10 Sistematika Penulisan Tesis
Pembahasan dalam penelitian Tesis ini tersusun dalam 5 bab dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUANBab ini menjelaskan mengenai latar belakang pemikiran, perumusan
masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, keaslian penelitian, manfaat
penelitian, posisi penelitian, kerangka pikir, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan laporan.
BAB II KAJIAN LITERATUR POLA PENGEMBANGAN LAHANBab ini berisi tentang kajian literatur sesuai dengan tema penelitian dan
sebagai landasan untuk menentukan isu, wilayah penelitian, melakukan
analisis, dan merumuskan hasil penelitian.
BAB III PERKEMBANGAN DAN DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DIKOTA SEMARANGBab ini menjelaskan mengenai kondisi eksisting wilayah penelitian,
meliputi kondisi non fisik yaitu kependudukan, dan kondisi fisik yaitu
penggunaan lahan non terbangun ruang terbuka dan penggunaan lahan
terbangun kawasan permukiman.
BAB IV ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN TERHADAP RUANG TERBUKA DI KOTA SEMARANG Bab ini berisi tentang hasil analisis-analisis terkait dengan tujuan dan
sasaran dalam penelitian ini yang berjudul “Perkembangan kawasan
permukiman akibatnya terhadap ruang terbuka di Kota Semarang.”
BAB V KESIMPULAN
25
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat ditarik dari analisis yang telah
dilakukan, serta beberapa rekomendasi yang dapat diberikan bagi