ANALISIS KRITIS SEKURITISASI ISU FLU BURUNG DI INDONESIA
DITINJAU DARI KONSTRUKTIVISME
Oleh:
Dery Agung Triadi
170210110007
Mela Nurhidayati
170210110013Lucia Hanna N.H
170210110020Carrisa Ghassini
170210110031
Baginda P. P.
170210110036
Novi Ariyanti
170210110040
Maharani Chandradewi170210110042
Fardila Metavia
170210110050
Muhammad Fikri
170210110053
Michael Hardy
170210110105
M. Singgih Saputra
170210110141M. Faris Imam
170210110147
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014DAFTAR ISI
JUDUL
DAFTAR ISI
BAB 1 LATAR BELAKANGBAB 2 SUBSTANSI TOPIK
2.1 DESKRIPSI
2.1.1 HUMAN SECURITY
2.1.2 HEALTH SECURITY
2.1.3 SEKURITISASI
2.1.4 KONSTRUKTIVISME DALAM STUDI KEAMANAN
2.2 INTERPRETASI DAN ANALISIS
2.2.1 ISU FLU BURUNG DI INDONESIA
2.2.2 VIRUS FLU BURUNG SEBAGAI ANCAMAN TERHADAP
HUMAN SECURITY DI INDONESIA
2.2.3 KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM
MENANGGULANGI VIRUS FLU BURUNG
2.2.4 WHO SEBAGAI AKTOR
2.2.5 ANALISIS KEPENTINGAN DI BALIK PENYEBARAN ISU
VIRUS FLU BURUNG
2.2.6 ANALISIS SUDUT PANDANG KONSTRUKTIVISME DALAM
MENGKRITISI SEKURITISASI VIRUS FLU BURUNG BAB 3 KESIMPULANDAFTAR
PUSTAKABAB ILATAR BELAKANGHubungan internasional pada masa ini
telah tiba pada keadaan yang semakin kompleks dengan berbagai
isu-isu kontemporer yang mulai menjadi hirauan. Perang dan
pengerahan power merupakan ciri dari hubungan internasional pada
masa Perang Dunia dan Perang Dingin. Semenjak berakhirnya Perang
Dingin, para penstudi HI mulai menyadari adanya isu-isu lain yang
memiliki urgensi yang juga sama pentingnya dengan isu keamanan di
masa perang. Muncul berbagai tinjauan-tinjauan ulang mengenai
konsepsi keamanan itu sendiri, definisi serta apa yang termasuk di
dalamnya dan apa yang tidak. Konsepsi keamanan di masa Perang Dunia
dan Perang Dingin dianggap begitu sempit dan tidak relevan dengan
kondisi global saat ini. Melihat kemunculan berbagai isu yang
menjadi cukup signifikan seperti ekonomi, HAM dan lingkungan,
segelintir pemikir HI mencoba memasukkan berbagai isu yang relevan
dengan definisi keamanan yang diperluas tersebut. Mereka melihat
bahwa pada dasarnya, yang menjadi referent object atau pihak yang
terancam dalam konteks keamanan ini tidak lagi negara (kedaulatan
negara) melainkan entitas manusia sebagai individu. Dengan
demikian, maka segala permasalahan yang mengancam keamanan manusia,
dapat dikategorikan sebagai isu keamanan namun bersifat
non-tradisional. Salah satu isu yang kemudian menjadi hangat
diperbincangkan dan menjadi hirauan banyak negara besar adalah isu
human security. Mengingat objek kajiannya yang merupakan individu
(manusia), menurut Human Development Program 1994, human security
terbagi ke dalam beberapa aspek, yaitu economic, health, personal,
political, food, environmental dan community. Makalah ini berfokus
kepada salah satu isu yang menjadi perbincangan hangat pada awal
abad ke-20, yakni isu flu burung dalam aspek health security.
Banyak negara, termasuk Indonesia, yang menganggap isu flu burung
ini sebagai ancaman terhadap keamanan negara serta rakyat mereka.
Proses sekuritisasi pun dijalankan guna menemukan solusi yang tepat
dalam menangani permasalahan yang cukup mengancam pada skala global
pula. Pada dasarnya, sekuritisasi isu flu burung ini tidaklah salah
mengingat berbagai fakta yang muncul dari penelitian-penelitian ke
lapangan mengenai dampak flu burung. Makalah ini akan mengkaji
signifikansi pihak pihak yang termasuk ke dalam securitizing actor.
Securitizing actor merupakan aktor-aktor yang menjadikan sebuah isu
sebagai isu keamanan dengan cara mendeklarasikannya. Makalah ini
akan mencoba mengkritisi hal-hal yang tidak tampak dari
sekuritisasi virus flu burung yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia, kepentingan-kepentingan apa yang ada dibaliknya, dan
pihak mana yang diuntungkan dari keberadaan isu virus flu burung
ini. BAB 2
SUBSTANSI TOPIK2.1 Deskripsi
2.1.1Human Security
Konsep human security mempunyai beberapa ide yang semuanya
bertujuan untuk melindungi manusia dari ancaman militer maupun
non-militer. Dari sifat non-militer adalah keamanan ekonomi,
politik, pangan, kesehatan dan lingkungan. Konsep human security
mempunyai dua aspek utama dari kosep ini. Pertama, kemiskinan,
kelaparan, tekanan dan penyakitan adalah salah satu ancaman
keamanan individual yang cukup kronis. Kedua, perlindungan seorang
individu dari ancaman sehari-hari dalam hudup mereka, seperti di
kantor, di rumah, di jalanan atau dimanapun individu itu berada.
Human Security merupakan perubahan konsep dalam politik
internasional. Perhatian utama keamanan dunia saat ini tidak hanya
difokuskan kepada keamanan negara dalam definisi politik (perang)
semata namun juga fokus terhadap pemenuhan hak-hak dasar manusia.
Asumsi dasarnya adalah jika tiap-tiap manusia terpenuhi kebutuhan
dasarnya maka keamanan dunia akan terwujud secara otomatis. Tentu
saja, strategi pemenuhan hak-hak dasar tersebut tidak menghilangkan
tujuan PBB untuk menjaga stabilitas keamanan dunia.
Human security merupakan satu konsep yang problematis, khususnya
ketika dijadikan sebagai bagian dari analisis atas keamanan
internasional. Bentuk keamanan ini memiliki agenda yang berbeda.
Apa yang menjadikan sesuatu itu sebagai isu keamanan internasional
dapat ditemukan dalam pemahaman keamanan militer-politik
tradisional. Dalam konteks ini, keamanan bagi suatu negara
senantiasa berkaitan dengan kelangsungan hidup. Sementara itu,
identitas merupakan kunci dari pemahaman keamanan bagi suatu
bangsa. Ruang lingkup human security lebih luas dari pada national
security karena keamanan manusia pada dasarnya merupakan ancaman
terhadap seluruh umat manusia yang bersifat global. Dapat dikatakan
bahwa national security merupakan salah satu bagian dari human
security.
Konsep human security sudah berkembang sejak didirikannya Palang
Merah Internasional (International Red Cross) pada tahun 1896.
Lalu, konsep ini disahkan melalui Piagam PBB pada tahun 1945 yang
disusul oleh Deklarasi Universal Hak-hak Azasi Manusia pada tahun
1948. Pasca Perang Dunia II yang disusul oleh Perang Dingin antara
Blok Barat pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur pimpinan Uni
Soviet telah menenggelamkan konsep human security. Sebab, era
Perang Dingin didominasi oleh isu mengenai ideologi politik dan
militer yang dikembangkan oleh kedua blok tersebut.
Keinginan PBB untuk berperan aktif dalam perkembangan Human
Security pasca Perang Dingin ini lalu ditegaskan kembali dalam
Laporan tentang Pembaharuan PBB bahwa menjelang millennium ketiga,
PBB akan lebih berperan, terutama dalam melaksanakan lima misi
utama, yaitu: Perdamaian dan Keamanan, Masalah-masalah Ekonomi dan
Sosial, Kerjasama Pembangunan, Masalah-masalah Kemanusiaan, dan
Penegakan HAM.
Perubahan makna tentang security menjadi human security ini
mengandung arti yaitu:
Perluasan prioritas dari konsep keamanan persenjataan menjadi
konsep keamanan melalui pembangunan umat manusia (human
development). Perluasan prioritas dari keamanan wilayah menjadi
kemampuan untuk menyediakan berbagai kebutuhan primer, seperti,
makanan, lapangan pekerjaan, serta lingkungan hidup yang memadai
bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Aspek human need dari human security di Asia Pasifik cukup
menonjol setelah terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Krisis
tersebut secara dramatis telah meningkatkan kemiskinan,
menggagalkan hasil pembangunan, menyebabkan instabilitas politik
dan persaingan ekonomi yang tidak seimbang serta ketegangan
antarnegara yang disebabkan oleh pengungsi dan imigran gelap
semakin memperburuk suasana. Hal tersebut juga mendorong semakin
diperlukannya good governance, pembangunan yang memperhatikan
lingkungan, dan sebagainya. Selain itu diperlukannya jaringan
pengamanan sosial untuk kaum miskin, sesuatu yang pernah diabaikan
karena negara-negara cenderung mengejar pertumbuhan. Hal inilah
yang mempengaruhi kehidupan keamanan di negara-negara anggota
ASEAN.
2.1.2Health Security
Konsep mengenai human security sebenarnya bukanlah hal yang baru
dalam ranah hubungan internasional. Hadirnya konsep human security
dalam hubungan internasional pada dasarnya bertujuan untuk
menciptakan kehidupan yang lebih baik. Human security juga mencoba
menjelaskan bahwa ancaman keamanan yang datang dari negara lain
tidak hanya berbentuk ancaman militer dengan segala
persenjataannya, dan hal ini sudah disadari oleh beberapa peneliti
sejak beberapa dekade lalu. Salah satu bagian dari human security
yang cukup mendapat perhatian adalah mengenai health security.Sama
halnya dengan human security secara keseluruhan, isu mengenai
health security pun bukan merupakan isu baru dan isu ini sudah
cukup banyak menarik perhatian dunia internasional. Terlebih lagi
dengan adanya gelombang arus globalisasi yang membuat wilayah
negara di dunia ini semakin borderless berbagai ancaman kesehatan
tentunya dapat lebih mudah masuk dan menyebar ke berbagai negara.
Sebagai contoh, sebelas tahun yang lalu, dunia dihadapkan pada
suatu wabah penyakit yang bernama Severe Acute Respiratory Syndrome
atau yang lebih dikenal dengan SARS. Wabah penyakit ini menginfeksi
8000 orang, merenggut nyawa 775 jiwa dan merugikan ekonomi regional
hingga $30 milyar. Kemunculan SARS tersebut dianggap sebagai suatu
peringatan bagi berbagai pihak untuk melakukan lebih banyak
tindakan pencegahan, pendeteksian dan penanganan terhadap
ancaman-ancaman biologis. Karena sudah jelas bahwa ini bukan hanya
ancaman dalam hal kesehatan, hal ini juga merupakan ancaman
keamanan.Ancaman dalam bidang health security seperti misalnya
penyebaran wabah penyakit, baik itu terjadi secara natural,
disengaja maupun tidak disengaja, tentunya berpotensi untuk
menimbulkan kerugian dalam berbagai hal; mulai dari korban jiwa,
dampak ekonomi dan kemampuan untuk memulihkan keadaan seperti
semula. Hal-hal tersebut sama merugikannya dengan ancaman-ancaman
yang ditimbulkan oleh senjata nuklir, senjata kimia maupun ancaman
dunia maya. Contoh lain dari ancaman health security ini dapat
terlihat ketika virus anthrax menyebar ke berbagai belahan dunia
pada tahun 2001 dimana di Amerika Serikat sendiri terdapat 22 orang
dinyatakan terinfeksi dan lima diantaranya meninggal dunia, bahkan
biaya pemulihan yang dibutuhkan menyentuh angka 1 milyar dollar.
Tidak berhenti disitu, wabah penyakit yang menyebar seperti itupun
kembali muncul pada tahun 2004 melalui virus H5N1 atau sering
disebut flu burung/avian influenza dan pada tahun 2009 melalui
virus H1N1 atau flu babi. Berdasarkan data dari The Centers for
Disease Control and Prevention, flu babi yang menyebar pada tahun
2009 tersebut telah memakan 284.000 korban jiwa di tahun
pertamanya. Tentunya angka tersebut bukanlah jumlah yang
sedikit.Berdasarkan data yang ada di World Health Organization
(WHO), sejak menyebarnya berbagai wabah penyakit tersebut, banyak
negara yang mulai meningkatkan kapabilitasnya dalam mencegah hal
tersebut. Namun 80% negara yang ada di dunia dinilai masih tetap
belum siap untuk menghadapi berbagai wabah penyakit seperti yang
sudah disebutkan di atas. Untuk menghadapi hal tersebut dibutuhkan
adanya koordinasi dari berbagai sektor dan juga aktor agar kerugian
maupun efek yang ditimbulkan dapat sebisa mungkin ditekan. Oleh
karena itu pemerintah Amerika Serikat bekerjasama dengan
negara-negara lain, organisasi internasional dan pihak-pihak
lainnya berkumpul dan mengeluarkan Global Health Security Agenda
yang bertujuan untuk mencegah dan meningkatkan keamanan dari
berbagai ancaman dalam bidang kesehatan, serta untuk mempromosikan
global health security sebagai suatu prioritas dalam keamanan
internasional.
Melalui Global Health Security Agenda, pihak-pihak yang terlibat
saling bekerjasama untuk memperkuat pertahanannya dalam menghadapi
ancaman-ancaman kesehatan yang muncul, mulai dari penyebaran
mikroba baru, penyebaran melalui suplai makanan, peningkatan
patogen yang bersifat drug-resistant hingga resiko-resiko yang
bermunculan baik disengaja maupun tidak. Selain itu mereka juga
akan berusaha untuk mencegah gerakan-gerakan para teroris yang
menggunakan senjata-senjata biologis.Isu mengenai health security
sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab bersama. Tercapainya global
health security merupakan hasil kerjasama berbagai aktor dalam
berbagai sektor pula seperti misalnya sektor kesehatan, keamanan
dan agrikultur. Banyaknya korban jiwa yang berjatuhan dan besarnya
kerugian materil yang ditimbulkan oleh hal-hal seperti yang telah
dijelaskan di atas membuat ancaman kesehatan saat ini bukan lagi
hanya sebatas ancaman biasa, hal tersebut juga sudah menjadi
ancaman keamanan, sama membahayakannya seperti ancaman yang datang
dari bidang militer seperti misalnya perang dan persenjataan
nuklir.
2.1.3 Sekuritisasi
Secara sederhana, sekuritisasi diartikan sebagai perluasan
cakupan keamanan nasional ke dalam suatu bidang atau isu, sehingga
bidang atau isu tersebut dilihat sebagai masalah keamanan melalui
proses politik. Proses politik yang disebutkan tadi karena dengan
adanya sekuritisasi ini menjadikan suatu masalah atau isu yang
tadinya bukan isu keamanan menjadi masalah kemanan, dengan melihat
isu atau masalah tersebut dari sisi keamanan, sehingga kemudian
dijadikan agenda atau hal yang harus diselesaikan oleh negara. Maka
disitulah mengapa sekuritisasi dapat tercapai melalui proses
politik. Sebelum ke tahap sekuritisasi, suatu isu atau bidang dapat
dinon-politikan, dipolitisasi, dan disekuritisasikan. Hal itu
tergantung dari kepentingan dan keadaan. Kunci utama dalam memahami
hal-hal tersebut menurut Copenhagen School, yaitu:
Suatu isu dikatakan non-politik ketika isu tersebut bukan
sesuatu yang penting untuk state action dan tidak menjadi suatu
perdebatan publik. Suatu isu dapat dipolitisasikan ketika isu
tersebut dikelola dalam standar sistem politik. Suatu isu dapat
disekuritisasi ketika isu tersebut membutuhkan penyelesaian darurat
di luar dari prosedur standar politik negara.
Pada dasarnya, semua isu dapat diubah dari isu non-politik yang
kemudian dipolitisasi. Setelah dipolitisasi, isu tersebut merupakan
bagian dari kebijakan publik yang membutuhkan keputusan pemerintah
atau negara. Isu yang memang terbukti memiliki ancaman, maka yang
tadinya suatu isu tersebut hanya sampai pada tahap menjadi
perhatian permerintah atau negara, kemudian menjadi sebuah isu yang
tersekuritisasi. Dengan dilakukannya sekuritisasi, maka diperlukan
penanganan khusus dan adanya pembenaran untuk melakukan aksi diluar
prosedur standar negara.The Copenhagen School juga menjelaskan dua
tahapan dari proses sekuritisasi untuk menjawab bagaimana dan kapan
suatu isu harus dipahami dan ditindaklanjuti sebagai ancaman
terhadap keamanan. Tahapan pertama adalah menyangkut penggambaran
isu-isu tertentu, orang-orang, atau badan sebagai ancaman
eksistensial ke objek rujukan. Langkah awal sekuritisasi dapat
dimulai oleh negara, tetapi dapat juga oleh aktor non-negara
seperti serikat buruh atau gerakan yang populer lainnya. Aktor
non-negara dianggap sebagai aktor penting dalam model sekuritisasi.
Sedangkan tahapan kedua merupakan tahap yang paling krusial dari
sekuritisasi, karena hanya dapat berhasil diselesaikan setelah
aktor-aktor yang melakukan securitisasi berhasil meyakinkan audiens
yang relevan seperti opini publik, politisi, perwira militer, atau
elit lainnya bahwa objek rujukan sedang terancam. Namun, unsur
utama dari keberhasilan kedua tahapan tersebut adalah pada
pentingnya speech act, karena tanpa adanya speech act yang baik
tidak mungkin suatu isu dapat disekuritisasi. Speech act ini adalah
kemampuan untuk melakukan sosialisasi ide untuk menentukan tipologi
ancaman suatu negara. Speech act ini kemudian menjadi penting
karena sebelum suatu masalah berhasil disekuritisasi, suatu masalah
harus dipolitisasi terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh
adanya peraturan ide sampai pada tahap sekuritisasi terhadap suatu
isu. Terdapat tiga kriteria yang membenarkan bahwa suatu isu dapat
disekuritisasi, yaitu:
1. Harus ada ancaman eksistensial yang objektif, ancaman yang
mengancam keberlangsungan hidup suatu aktor atau pemerintah,
terlepas dari apakah ada yang menyadari ancaman tersebut atau
tidak. Misalnya, seseorang yang terkena tingkat radiasi yang
mematikan di suatu daerah, dimana tingkat radiasi biasanya tidak
diperiksa, sehingga seseorang tersebut beranggapan dirinya tidak
terdeteksi terkena radiasi, maka ia akan tidak menyadari bahwa
dirinya sedang terancam. Untuk itu, sekuritisasi dilakukan agar
mengindari kematian pada orang-orang yang tidak bersalah atau
berdosa. Dalam artian, sekuritisasi dapat sah dilakukan secara
moral apabila menghadapi ancaman eksistensial yang objektif. Untuk
mengetahui apakah sekuritasi mengacu pada ancaman eksistensial yang
objektif, kita perlu mencari tahu apakah pemberi ancaman memang
benar-benar bermaksud untuk menghancurkan objek rujukan, dan apakah
pemberi ancaman memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut.
Karena apabila diketahui bahwa A tidak ada niat untuk menyakiti B,
dan A tidak membahayakan B, serta tidak memiliki kemampuan yang
sama dengan B, maka hal tersebut adalah ancaman non-objektif, dan
sekuritisasi tidak sah untuk dilakukan.
2. Objek yang terancam dari keamanan harus sah secara moral,
artinya sebuah isu yang akan disekuritisasi harus memiliki objek
yang terancam bagi kesejahteraan manusia. Dalam hal ini,
sekuritisasi boleh dilakukan apabila mementingkan nilai-nilai
kemanusiaan, seperti kebebasan seseorang, keinginan manusia untuk
memenuhi kebutuhan, keinginan manusia untuk berkembang, dan
mencapai tujuan hidup mereka. Singkatnya, kebenaran moral dari
sekuritisasi adalah sebagian fungsi dari legitimasi objek rujukan,
dan legitimasi pada gilirannya yang merupakan fungsi dari objek
rujukan yang kondusif untuk kesejahteraan manusia. Kesejahteraan
yang tertinggi dan paling berkelanjutan dipastikan dalam demokrasi
liberal dan ketika aktor mendukung hak asasi manusia. Kehadiran
demokrasi liberal dan menghormati hak asasi manusia oleh karena itu
berfungsi sebagai indikator yang bermanfaat dari kesejahteraan
manusia dalam konteks tertentu.
3. Respon keamanan harus sesuai dengan ancaman yang dimaksud,
artinya respon dari keamanan tersebut harus diukur dari seberapa
berbahaya ancaman yang akan datang, dan aktor yang akan
disekuritisasi harus bersedia untuk disekuritisasi. Adanya kegiatan
membandingkan dan membedakan apa yang aktor dari sekuritasi katakan
mengenai ancaman (securitizing move) dengan apa yang mereka lakukan
dalam merespon ancaman tersebut (security
practice).2.1.4Konstruktivisme dalam Studi Keamanan
Konstruktivisme adalah suatu dasar teoritis dalam studi Hubungan
Internasional yang pada awalnya merupakan sebuah hirauan atau
ketidakpuasaan terhadap pendekatan-pendekatan tradisional dalam
menjelaskan ilmu sosial, termasuk di dalamnya perilaku dan tindakan
yang diambil oleh suatu negara. Pada hakikatnya, konstruktivisme
melihat bahwa teori-teori yang telah lahir terlebih dahulu dalam
Hubungan Internasional, seperti misalnya teori-teori realisme dan
liberalisme tidak lagi mampu dalam menerangkan perkembangan
fenomena Hubungan Internasional yang secara nyata terjadi di
lapangan sehingga pada akhirnya konstruktivisme sering dianggap
sebagai jalan tengah antara realisme dan teori-teori kritis. Jadi,
berbeda dengan realisme yang bersifat materialis, yang hanya
memfokuskan pada distribusi kekuatan material saja, konstruktivis
memfokuskan kajiannya pada kesadaran manusia dan bagaimana manusia
disituasikan oleh sistem sosial yang ada dalam masyarakat.Dalam
bukunya International Relation Theories: Discipline and Diversity,
K.M. Fierke menjelaskan konstruktivisme ke dalam tiga tema besar,
yaitu (1). Konstruktivisme melihat bahwa konstruksi sosial selalu
berubah mengikuti perkembangan zaman dan tempat dimana hal tersebut
dilihat sebagai single objective reality, yaitu suatu fenomena yang
hanya dapat dilihat melalui konteks waktu, tempat dan situasi yang
mengelilinginya. Hal ini yang menurut Fierke tidak berlaku dalam
teori-teori tradisional yang melihat suatu fenomena sebagai hal yag
statis dan cenderung mengeneralisasi fenomena tersebut. (2).
Konstruktivis menekankan pentingnya dimensi sosial dari Hubungan
Internasional yang merepresentasikan norma, aturan dan bahasa yang
berlkau. (3). Pernyataan Onuf, yaitu International Politics is a
world of our making, menjelaskan hakikat dari Hubungan
Internasional sebagai suatu konstruksi sosial dimana negara dan
aktor negara bekerjasama dalam membentuk dunia yang diinginkan oleh
mereka yang berkuasa. Oleh karena itu, pada dasarnya studi
konstruktivisme Hubungan Internasional lebih memfokuskan pada
ide-ide, pemikiran, dan kepercayaan yang dapat memberi informasi
pada para aktor-aktor dalam sistem internasional untuk membentuk
suatu pemahaman bersama. Konsep-konsep kunci yang sering digunakan
oleh konstruktivisme selalu berkaitan dengan proses sosial, seperti
deliberasi, wacana, norma, persuasi, identitas, sosialisasi dan
argumentasi yang digunakan sebagai alat analisis dalam
permasalahan-permasalahan global seperti misalnya globalisasi, hak
asasi manusia, hingga studi mengenai keamanan. Konsep-konsep ini
digunakan untuk mengetahui bahwa realitas sosial bukanlah suatu hal
yang dapat terjadi secara alamiah dan independen, sebab realitas
sosial terbentuk dari tindakan-tindakan masyarakat dalam
berinteraksi. Dengan kata lain, konstruktivis mencoba
mengkonstruksikan cara berpikir masyarakat internasional terhadap
realitas sosial yang ada.Berangkat dari asumsi-asumsi dasar di
atas, konstruktivisme berupaya membahas fenomena-fenomena yang
terjadi di dalam sistem internasional yang memiliki hubungan erat
dengan hubungan internasional itu sendiri. Terdapat empat tema
dalam kajian konstruktivis, yaitu mengenai negara dan power,
institusi dan tatanan dunia, identitas dan komunitas serta
pertahanan dan keamanan. Tema mengenai pandangan konstruktivisme
dalam melihat pertahanan dan keamanan adalah kajian yang relevan
dengan perkembangan studi keamanan non-tradisional, yang tidak lagi
berpusat pada nilai-nilai teoritis yang tradisional saja. Melainkan
konstruktivis berusaha mengkaji isu keamanan ke dalam tiga hal
utama, yaitu:
1. Riset mengenai identitas, norma dan kebijakan yang dianalisa
oleh para penstudi untuk mengetahui mengenai kultur keamanan pada
beberapa negara tertentu, terutama mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan bagaimana kultur keamanan tersebut dapat dibentuk?2. Riset
tentang konsep komunitas keamanan yang dikembangkan oleh Karl
Deustch, dimana konsep tersebut akan terjaga eksistensinya ketika
negara secara berkelompok dapat bekerjasama dengan institusi dan
komunitas lainnya dalam menjaga stabilitas keamanan. Hal ini
disebabkan bahwa konflik yang umumnya terjadi dalam hubungan
internasional adalah pluralitas dari komunitas keamanan itu
sendiri.
3. Riset tentang perdebatan mengenai keamanan itu sendiri yang
telah diartikan melalui banyak perspektif atau pandangan yang
berbeda oleh para penstudi Hubungan Internasional
Salah seorang tokoh Hubungan Internasional yang menjelaskan
teori konstruktivisme melalui sudut pandang keamanan internasional
adalah Alexander Wendt, dengan dua bukunya yang terkenal, yaitu
Anarchy is What States Makes of It: The Social Construction of
Power Politics, yang melihat studi keamanan ke dalam tiga asumsi
dasar dari konstruktivisme, yaitu:
1. Tatanan internasional yang anarki tidak memiliki logika
megenai konflik dan kerjasama2. Struktur dibentuk melalui interaksi
antar unit
3. Ide berupa intersubjektivitas dapat mempengaruhi
pilihan-pilihan negara secara signifikan.
Berdasarkan asumsinya, konstruktivisme Wendtian menekankan
terhadap suatu pendekatan sosiologis yang melihat besarnya dampak
yang dapat dihasilkan oleh pengaruh struktur atau ide. Karena itu
konstruktivisme selalu melihat bahwa kepentingan suatu negara
dibentuk secara eksternal oleh struktur melalui interaksi antar
aktor pemetintah maupun non-pemerintah, serta dapat juga dilihat
sebagai manifestasi ide yang mempengaruhi output dalam sistem
internasional.
Dalam evolusi mengenai pemikiran akan keamanan internasional,
pasca berakhirnya perang dingin, konsep keamanan tradisional mulai
dikritisasi, dalam artian mulai muncul usaha-usaha bagi teori
kritis untuk mengkaji ulang konsep keamanan dalam HI akibat
masuknya nilai-nilai serta permasalahan non-konvensional dalam HI,
misalnya hal-hal yang berkaitan dengan low-politics seperti hak
asasi manusia dan peranan aktor non-negara dalam konstelasi sistem
internasional. Fenomena ini kemudian memunculkan pertanyaan baru
dalam Hubungan Internasional, yaitu Apakah realitas objektif memang
ada atau justru dikonstruksi secara sosial? Dalam hal ini, realitas
objektif dapat diterjemahkan sebagai konsep keamanan itu
sendiri.Landasan utama pemikiran konstruktivisme Wendt adalah
pernyataan bahwa keamanan bukanlah suatu yang bersifat given.
Selama ini kaum rasionalis selalu menerima konsep anarki sebagai
sesuatu yang alamiah (given) tanpa mengerti mengenai pendefinisian
sebenarnya akan kata anarki dan juga tanpa melihat adanya
kemungkinan perubahan yang terjadi di situasi internasional. Wendt
kemudian menciptakan suatu asumsi baru, bahwa anarki tidak bersifat
given, melainkan hasil output dari apa yang dibentuk oleh interaksi
antar negara, yang dapat berbentuk konflik atau kerjasama dalam
sistem internasional.
Kondisi anarki yang dimaksud oleh kaum konstruktivisme kemudian
dijelaskan secara lebih spesifik lagi ke dalam tiga kultur anarki,
yaitu Hobbesian, Lockean dan Kantian dimana negara akan dapat
mengidentifikasi musuh, rival, maupun teman secara normatif. Dalam
hal ini, konstruktivisme memberikan contoh mengenai bagaimana
negara-negara berusaha mempertahankan status quo yang dimiliki
untuk menciptakan dunia yang relatif stabil dan sebagai manifestasi
intersubjektivitas sebagai hasil interaksi antar negara.
Penggambaran usaha negara untuk mencapai status quo-nya kemudian
dijelaskan melalui konsepsi keamanan sebagai berikut, Keamanan yang
dibentuk dengan asumsi bahwa anarki adalah suatu bentuk interaksi
antar negara akan membentuk suatu struktur dimana aktor-aktornya
saling mengidentifikasi satu sama lain sebagai teman dalam
mempertahankan stabilitas status-quo yang mereka miliki.
Sehingga dalam pendefinisian anarki menurut Wendt, keamanan
bukan lagi suatu tujuan utama negara dalam mengekspresikan
power-nya karena objektivitas negara bukan hanya semata-mata pada
mempertahankan atau meningkatkan power saja, melainkan perlu
diciptakan kultur baru dalam melihat keamanan secara
non-tradisional. Wendt kemudian menyarankan sebuah sistem keamanan
kolektif (collective security system). Dalam sistem keamanan yang
berbentuk seperti itu, rasa percaya diri (confidence) dan
kepercayaan (trust) adalah dua fondasi utama dalam pengaturan
keamanan antar-unit yang berbasis legal dan ekstra-unit dimana
setiap aktor akan bekerjasama untuk menanggulangi ancaman dari luar
sistem.Dalam mengajukan ide mengenai pencapaian keamanan ini, Wendt
tidak menyangkal ataupun menutup kemungkinan bahwa negara tetap
memiliki identitas egois untuk memprioritaskan keamanan negaranya
sendiri di atas keamanan unit-unit lain di dalam sistem. Akan
tetapi, menurut Wendt, bukanlah tidak mungkin bagi negara-negara
tersebit untuk mengesampingkan atau ego dan mulai mengembangkan
sebuah identitas kolektif untuk membentuk sebuah perubahan
struktural dan mencapai keamanan bersama.
Berdasarkan penjelasan tersebut, kita dapat menyusun kesimpulan
sementara bahwa keamanan menurut Konstruktivis dapat dicapai
melalui penciptaan identitas atau persepsi keamanan kolektif di
antara negara-negara, sehingga meminimalisasi keinginan, atau
kepentingan, untuk menyerang. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan
konsep Wendt tentang identifikasi Self dari Other, dimana
penciptaan keamanan kolektif adalah usaha membentuk persepsi Self
yang uniter di antara beberapa aktor berbeda. Dalam sebuah sistem
internasional dimana sekumpulan negara telah memiliki identitas
kolektif, mereka cenderung tidak akan mempersepsikan ancaman
berdasarkan konstelasi power dari negara lain. Selama sebuah negara
percaya bahwa negara lainnya tidak akan menyerang negara mereka,
maka negara tidak akan melihat satu sama lain sebagai ancaman, tapi
justru sebagai unsur dari Self yang sama.Selain itu, hal lain yang
berusaha dibangun oleh konstruktivisme melalui studi mengenai
keamanan adalah asumsi dasar bahwa keamanan merupakan konstruksi
sosial-politik yang dibangun pada tempat dan waktu tertentu.
Menurut kaum konstruktivis, keamanan adalah hasil dari konstruksi
sosial melalui negosiasi antara pemimpin politik dan kaum domestik
serta dukungan politik dari kelompok atau individu tertentu yang
memiliki peran penting dalam mengubah arah kebijakan politik luar
negeri suatu negara. Kaum konstruktivis dengan demikian menekankan
pentingnya peran audiens, dalam hal ini aktor di luar pemerintah,
seperti organisasi internasional dan individu dalam pembentukan
keamanan.
Pada akhirnya Konstruktivisme adalah kritik terhadap asumsi
material yang statis dalam teori tradisional, dan karenanya
menekankan possibility of change atau kemungkinan terjadinya
perubahan. Perubahan tersebut bisa juga berupa bagaimana keamanan
maupun ancaman dapat dikonstruksi melalui identitas dan kepentingan
yang sebelumnya disebutkan. Konstruktivisme mengedepankan ide-ide
bahwa hubungan internasional adalah konstruksi social yang (1).
bersifat sangat kontekstual dan tidak ada realitas tunggal yang
objektif, (2). norma, peraturan, dan bahasa menjadi faktor yang
sangat penting, serta (3) politik internasional adalah world of our
making.2.2 Interpretasi dan Analisis
2.2.1Isu Flu Burung di IndonesiaIndonesia merupakan satu dari
banyak negara Asia yang ikut terkena dampak penyebaran penyakit
mematikan yang bernama Avian Influenza atau AI. Penyakit yang
populer dengan nama flu burung ini disebabkan oleh virus H5NI, yang
pada umumnya lebih banyak ditemukan pada unggas dan bukan pada
manusia.
Menurut data dari The United Nations Childerns Fund (UNICEF),
semenjak tahun 2003 penyakit yang bernama Avian Influenza ini telah
menyebar dari unggas-unggas di Asia ke Timur Tengah, Eropa, dan
Afrika. Meskipun kebanyakan ditemukan kasus bahwa penyakit ini
hanya dapat menyebar pada unggas, namun dalam kasus-kasus tertentu
manusia juga dapat terkena penyakit ini. Umumnya, manusia yang
dapat terkena penyakit ini karena berhubungan langsung dengan
unggas-unggas yang sakit (yang positif terkena virus H5N1).
Selain itu, data dari UNICEF juga menyebutkan bahwa sampai saat
ini banyak kasus AI yang ditemukan pada manusia yang sudah tercatat
di seluruh dunia, dan lebih dari 200 orang diantaranya meninggal
dunia. Kematian-kematian yang tragis yang menimpa manusia tersebut
pada dasarnya hanyalah ujung dari gunung es. Saat ini, H5NI tidak
dapat menular dengan mudah dari unggas ke manusia, atau sebaliknya
dari manusia ke manusia. Akan tetapi, para ahli mengatakan bahwa
H5N1 memiliki potesi untuk menjadi penyebab pandemi influenza di
dunia. Oleh sebab itu, jika pandemi ini terjadi maka jumlah orang
yang terkena penyakit ini dan berujung pada kematian akan semakin
banyak, diikuti dengan dampak-dampak sosial dan ekonomi lainnya
pada negara yang bersangkutan.
Sama seperti negara-negara lainnya, Indonesia saat ini berada di
tengah krisis flu burung. Kasus flu burung pertama kali dilaporkan
di Indonesia yang menyerang unggas terjadi pada pertengahan tahun
2003, dimana ditemukan berbagai kematian unggas di sejumlah
perternakan ayam petelur komersial di Jawa Barat dan Jawa tengah.
Penyebaran pun ternyata semakin meluas ke berbagai provinsi lain
yang ada di Indonesia, lalu pada tahun 2007 hampir semua provinsi
dilaporkan endemis penyakit AI pada unggas, kecuali Provinsi Maluku
dan Gorontalo.
Penyakit ini sekarang menjadi endemis di populasi ayam di
sebagian besar daerah di Indonesia; dimana jutaan unggas mati
karena penyakit ini dan juga dimusnahkan oleh pemerintah sebagai
upaya untuk membasi penyebaran virus yang semakin berkembang di
Indonesia. Pada hakikatnya, wabah AI yang terjadi di Indonesia
dapat dikatakan sangat terkendali namun kasus yang bersifat
sporadik masih ditemukan di beberapa daerah padat perternakan
unggas, bahkan wabah akhirnya terjadi di Gorontalo yang semula
merupakan daerah bebas AI.
Dalam perkembangannya, infeksi virus AI di Indonesia meluas ke
berbagai spesies unggas lain, seperti ayam pedaging (broiler) dan
ayam buras. Lalu, gejala umum infeksi VAI yang dapat ditemukan pada
unggas, seperti lesu, nafsu makan dan minum turun, ngorok, leleran
hidung, sedangkan gejala khas, yaitu hemoragi dan sianosis pada
daerah fasial, balung, pial, tungkai, telapak kaki, dan daerah lain
yang kurang berbulu, misalnya kulit dada. Pada umumnya, segera
setelah teramati gejala klinis pada unggas maka hal tersebut akan
diikuti kematian yang cukup tinggi dalam waktu singkat. Pada
pertengahan tahun 2004 di Indonesia, terdapat sebuah laporan bahwa
adanya kasus penyakit AI tanpa gejala klinis yang bersifat seperti
penyakit AI.
Selain itu, untuk kasus flu burung pada manusia di Indonesia
sendiri pertama kali dilaporkan pada tahun 2005. Sejak saat itulah,
pemerintah Indonesia sudah mencatat lebih dari 130 kasus flu burung
yang menyerang manusia dan lebih dari 110 orang menjadi korban
meninggal dari virus ini. Sebagai tambahan informasi, jumlah korban
orang meninggal yang disebabkan oleh flu burung ini ternyata
menjadi jumlah yang paling tinggi di dunia melebihi negara-negara
lainnya seperti Cina. Di Indonesia sendiri, anak-anak merupakan
salah satu kelompok yang paling beresiko terkena penyakit flu
burung karena sekitar 40 persen dari korban flu burung adalah
mereka yang berusia dibawah 18 tahun.
2.2.2Virus Flu Burung sebagai Ancaman Terhadap Human Security di
IndonesiaSeperti yang dijelaskan sebelumnya, konsep security saat
ini sudah semakin meluas hingga tingkat individu, dimana setiap
individu di dunia berhak atas kebebasan dari segala ancaman dan
kesengsaraan, sehingga ruang lingkup isu dari security pun meluas
hingga pada bidang ekonomi, lingkungan, kesehatan, pangan, dan
lain-lain. Security bukan lagi berhubungan dengan perang, konflik
dan militer (keamanan tradisional) karena persepsi ancaman dari
aktor-aktor internasional.
Menurut UNDP terdapat tujuh kategori ancaman yang perlu
dicermati, yaitu keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan
kesehatan, keamanan lingkungan hidup, keamanan pribadi, keamanan
komunitas dan keamanan politik. Berdasarkan laporan perkembangan
UNDP 1994 konsep human security mengandung dua aspek penting.
Pertama, keamanan dari ancaman-ancaman kronis seperti kelaparan,
penyakit dan represi. Kedua, keamanan manusia mengandung makna
adanya perlindungan atas pola-pola kehidupan harian seseorang baik
di dalam rumah, pekerjaan atau komunitas dari gangguan-gangguan
yang datang secara tiba-tiba serta menyakitkan.
Kesehatan sebagai salah satu bidang yang termasuk dalam fokus
perhatian human security tentu saja perlu diperhatikan, mengingat
kesehatan merupakan aspek kehidupan yang krusial dalam kehidupan
umat manusia. Kelangsungan hidup manusia dapat terancam kapan pun
dan dimana pun, terutama terancam oleh penyakit menular yang
ditularkan oleh virus yang menular dengan mudah serta dalam waktu
sangat singkat. Penularan penyakit melalui virus akan sangat
mematikan karena butuh perlindungan ekstra untuk melindungi diri
agar tidak terjangkit oleh virus ini.
Virus flu burung yang telah menyebar dengan cepat dan memakan
korban meninggal di Indonesia. Melihat dampak mematikan dari virus
ini, maka virus flu burung sudah pasti dapat dikategorikan sebagai
ancaman terhadap keamanan kesehatan individu. Terlebih lagi menurut
UNDP, penyakit dikategorikan sebagai ancaman kronis yang dapat
menyerang keamanan individu, dimana konsep human security mengusung
adanya upaya penjaminan kebebasan individu dari ancaman terhadap
keamanan setiap orang termasuk dari ancaman penyakit. Sehingga,
virus flu burung yang menyerang kesehatan individu hingga
menyebabkan kematian warga di Indonesia dengan jelas dapat
dikatakan sebagai ancaman terhadap human security.
Menurut konsep human security, seorang individu juga harus
terbebas dari ancaman terhadap keamanan ekonomi dan jika kita
telaah lebih lanjut, ancaman penyakit tidak hanya menyerang
keamanan kesehatan tetapi juga menyerang keamanan ekonomi. Virus
flu burung pada dasarnya menjangkiti hewan unggas dengan cepat.
Oleh karena itu, untuk mencegah mewabahnya penyakit ini, maka
seluruh ternak unggas yang terjangkit virus flu burung milik
peternak-peternak di Indonesia harus dimusnahkan.
Virus flu burung telah menyebabkan para peternak unggas merugi,
lebih lagi karena virus ini telah menyebar ke berbagai negara,
suplai terhadap hewan unggas terutama ayam sangat menurun.
Permintaan terhadap daging ayam sangat menurun karena ketakutan
masyarakat untuk mengkonsumsi daging ayam. Hal ini menyebabkan
adanya penurunan harga yang tidak hanya merugikan peternak dan
pedagang ayam. Rumah makan yang biasa menyediakan hidangan dari
daging hewan unggas juga ikut merugi disebabkan oleh ketakutan
masyarakat untuk mengkonsumsi daging ayam yang membuat permintaan
terhadap makanan yang mengandung daging ayam juga ikut menurun.
Belum lagi aktivitas ekspor-impor ayam juga sudah pasti menurun
menyebabkan perekonomian nasional Indonesia juga ikut
terganggu.
Selain itu, dalam rangka pencegahan atau pengobatan terhadap
manusia atau unggas yang terjangkit virus flu burung, masyarakat
harus membeli vaksin yang semakin menambah pengeluaran ekonomi dari
peternak unggas dan masyarakat umum terutama korban yang terjangkit
virus flu burung. Hal ini juga ikut membuktikan ancaman terhadap
keamanan ekonomi individu karena adanya ancaman dari mewabahnya
virus flu burung.
Pada akhirnya, virus flu burung dapat dipastikan sebagai ancaman
terhadap human security di Indonesia dengan didasarkan pada
masyarakat Indonesia yang menjadi korban meninggal oleh karena
virus ini dan juga karena penyebaran virus ini telah menyebabkan
gangguan ekonomi individu hingga ekonomi negara. Sehingga dapat
dengan jelas dikatakan bahwa flu burung telah mengancam human
security di Indonesia.2.2.3 Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam
Menanggulangi Virus Flu Burung
Flu burung atau Avian Influenza adalah salah satu wabah yang
menjadi isu global. Mengapa menjadi permasalahan yang sangat serius
dan menjadi fokus perhatian banyak pihak? Karena penyebarannya yang
sangat cepat melalui virus menyebabkan kekhawatiran tersendiri bagi
penduduk dunia. Masing-masing negara tentu menganggap virus flu
burung menjadi suatu ancaman yang berbahaya, karena virus flu
burung apabila tidak cepat diatasi dapat berpindah dan menular ke
tubuh manusia menjadi Pandemic Influenza yang juga sangat
berbahaya. Hal ini kemudian menimbulkan suatu persepsi ancaman bagi
pemerintah karena virus flu burung dapat menyerang kesehatan
masyarakatnya atau individu-individu seperti yang sudah dibahas
dalam bab sebelumnya yaitu mengenai human security dan health
security. Dengan adanya wabah flu burung tentu sudah mengancam
keamanan manusia dan kesehatan manusia itu sendiri, Pihak-pihak
yang terlibat tentu berusaha mencari cara atau jalan keluar agar
dapat melakukan penanggulangan pada virus flu burung yang berbahaya
ini. Tidak terlepas dari Indonesia yang menjadi salah satu negara
yang ikut terkena wabah flu burung. Virus flu burung yang kemudian
dianggap berbahaya dan mengancam secara internasional, karena
selain dikhawatirkan akan menyebar atau menular pada manusia, flu
burung sendiri memberikan dampak yang cenderung merugikan bagi
suatu negara seperti misalnya kerugian yang terjadi seandainya
virus flu burung menjadi flu yang menular dari manusia ke manusia
akan sangat besar berupa kerugian ekonomi akibat banyaknya unggas
yang harus dimusnahkan, kerugian berupa biaya sosial karena
banyaknya orang yang sakit dan bahkan meninggal di Indonesia.
Melihat hal tersebut, Indonesia sebagai bagian dari komunitas
internasional mengeluarkan kebijakan merupakan Rencana Strategis
Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi
Pandemic Influenza (PI).Wabah avian influenza atau flu burung (yang
disebabkan oleh virus subtipe H5N1) yang terjadi saat ini, pertama
kali terdeteksi pada unggas di Korea Selatan pada bulan Desember
2003. Virus ini secara bertahap terus berkembang dan menyerang
burung peliharaan, burung liar dan burung yang bermigrasi serta
hewan lain seperti babi, kucing dan harimau, dan terus menyebar ke
negara-negara lain. Pada saat itu, virus flu burung telah menyerang
unggas di 12 negara, termasuk Indonesia. Hingga tercatat 150 juta
ayam yang mati atau dimusnahkan karena terserang flu burung. Virus
flu burung terus terdeteksi di 6 negara, yaitu Vietnam, Indonesia,
Thailand, Cina, Kamboja dan Laos. Flu burung mulai mewabah di
Indonesia itu sendiri pada tahun 2004. Di Indonesia wabah flu
burung yang menyerang pada hewan sangat serius, dan telah menyebar
ke 23 propinsi, meliputi 151 kabupaten/kota. Penyebaran flu burung
yang semakin meluas wilayahnya disebabkan oleh tidak terkontrolnya
pergerakan unggas yang terinfeksi flu burung, produk hasil unggas
dan limbahnya, tenaga kerja serta kendaraan pengangkut dari wilayah
terinfeksi ke wilayah yang masih bebas, serta rendahnya kapasitas
kelembagaan kesehatan hewan dan tenaga kesehatan hewan yang
terlatih. Hal ini tentu tidak membuat pemerintah duduk diam.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan merupakan Rencana
Strategis Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan
Menghadapi Pandemic Influenza (PI) dan juga beberapa kebijakan umum
untuk menanggulangi virus flu burung ini. Berikut merupakan rencana
strategis nasional dalam pengendalian flu burung: Penanganan flu
burung virus at source adalah kunci keberhasilan dalam
mengendalikan, mencegah timbulnya berbagai penyakit hewan/ternak
terutama yang dapat menular kepada manusia (zoonosis). Selanjutnya,
strategi yang perlu ditempuh adalah: 1. Pengendalian flu burung (AI
Control);
2. Persiapan diri atau kesiapsiagaan untuk menghadapi
kemungkinan timbulnya pandemic influenza (PI).
Strategi ini kemudian diharapkan dapat memenuhi tujuan bersama
yaitu:
1. Mencegah perkembangan flu burung ke tahap berikutnya.
2. Penanganan sebaik-baiknya pasien/korban flu burung pada
manusia dan hewan.
3. Meminimalkan kerugian akibat perkembangan flu burung. 4.
Pengelolaan pengendalian flu burung secara berkelanjutan. 5.
Mengefektifkan kesiapsiagaan nasional menghadapi pandemi
influenza
Pengendalian flu burung perlu dilakukan sesuai dengan standar
internasional. Kepatuhan terhadap ketentuan/standar internasional
ini sangat penting sehingga dampak terhadap kesehatan hewan,
kemungkinan penularannya pada manusia dan penyebarannya ke daerah,
wilayah dan negara lain dapat dihindari (externalities/trans
boundary). Dengan demikian langkah ini merupakan pertanggungjawaban
bangsa dan negara Indonesia sebagai bagian dari Asia dan dunia
internasional. Berkaitan dengan ini, maka langkah pengendalian flu
burung ini merupakan upaya bersama dan perlu ditangani secara
terpadu yang tertuang dalam program suatu negara, suatu wilayah,
dan dunia yang terkait satu sama lain.2.2.4 WHO sebagai Aktor
WHO (World Health Organization) merupakan bagian dari badan PBB
yang mengurusi kesehatan umum internasional. WHO berdiri pada 7
Agustus 1948 di Jenewa, Swiss. Tujuan utama didirikannya organisasi
ini adalah untuk mencapai taraf kualitas kesehatan tertinggi bagi
masyarakat dunia dengan cara pemberian bantuan kepada pemerintah,
penyediaan bantuan baik material maupun teknis, mengadakan
konvensi-konvensi kesehatan untuk menghasilkan perjanjian seputar
kesehatan masyarakat internasional, mengadakan riset terhadap
isu-isu penyakit yang sedang berkembang, dan memberikan segala
informasi berkaitan dengan kesehatan.
Pada dasarnya perkembangan organisasi internasional merupakan
jawaban atas kebutuhan yang timbul akibat pergaulan internasional.
Pembentukan WHO (World Health Organization) pun merupakan dampak
dari pergaulan internasional tersebut dimana semakin banyaknya
penyakit yang berkembang menyebabkan dibutuhkannya wadah untuk
menangani masalah-masalah kesehatan dunia. Terlebih lagi penyebaran
penyakit di era globalisasi saat ini dapat dengan mudah terjadi dan
menyerang masyarakat internasional, tidak terkecuali isu flu
burung.
Dalam mengatasi kasus flu burung ini, pemerintah Indonesia
langsung meminta bantuan pada WHO sebagai badan internasional yang
mengurusi masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan
tersebut. WHO pun menerjunkan para ahli untuk meneliti berbagai
aspek yang menyebabkan kasus flu burung ini terjadi di Indonesia
agar dapat dilakukan pencegahan penyebaran virus flu burung yang
lebih besar. Salah satu pencegahan pun dilakukan dengan cara
mengeluarkan petunjuk-petunjuk dan prosedur berkaitan dengan
hal-hal apa saja yang harus dan tidak boleh dilakukan untuk
kepentingan bersama dalam menyikapi isu flu burung.
Peran WHO lainnya adalah memberikan bantuan beberapa unit
ambulans dan beasiswa bagi 48 mahasiswa untuk penelitian field
epidemoligy. Selain itu WHO juga memberi bantuan 36.000 boks
Tamiflu, meningkatkan manajemen dan pengawasan terhadap
penyakit-penyakit yang bisa disebabkan karena virus flu burung,
serta membuat rumah sakit-rumah sakit sementara untuk pertolongan
pertama. Ada pula kerjasama yang dilakukan WHO dengan pemerintah
Indonesia melalui penyerahan sampel virus flu burung yang menyerang
masyarakat untuk diteliti lebih lanjut. Namun sangat disayangkan
ternyata setelah penyerahan sampel tersebut, anti virus yang
dihasilkan dari penelitian terhadap sampel dari Indonesia
diperjualbelikan kepada negara-negara yang membutuhkan dengan harga
yang cukup fantastis dan tanpa persetujuan dari pemerintah
Indonesia.
Tindakan WHO tanpa persetujuan pemerintah Indonesia tersebut
menyebabkan kemarahan dari pihak Menteri Kesehatan Indonesia.
Setelah itu pemerintah Indonesia pun memberhentikan pengiriman
sampel virus ke WHO dan memulai riset senidiri. Hingga akhirnya
Indonesia pun dapat membuat vaksin sendiri melalui hasil percobaan
yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Airlangga. Pada tanggal
22 Agustus 2011, Menkokesra dan PT Bio Farma menyatakan kesiapan
untuk memproduksi vaksin tersebut dengan adanya penyerahan seed
vaccine H5N1 dari Universitas Airlangga. Kesiapan Indonesia ini pun
menjadi penanda bahwa Indonesia tidak sepenuhnya bergantung pada
WHO untuk menangani kasus flu burung.
WHO pada kenyataannya memang telah memberikan beberapa bantuan
dan kerjasama dalam penanganan virus flu burung di Indonesia. Akan
tetapi dengan adanya organisasi atau badan internasional tersebut,
ada pula dampak negatifnya dimana keberadaan WHO dimanfaatkan untuk
mencari keuntungan melalui vaksin yang dihasilkan berdasarkan
sampel dari negara yang dibantunya. Selain itu dapat kita katakan
pula bahwa peran WHO dalam penanganan flu burung di Indonesia
kurang mempunyai pengaruh yang signifikan, melihat bahwa Indonesia
pun dapat membuat vaksin flu burung sendiri. Keberadaan WHO bahkan
menjadi pemicu konflik ketika vaksin yang dihasilkan berdasarkan
sampel dari kasus flu burung di Indonesia dijadikan objek
perdagangan bagi negara-negara yang membutuhkan dan pada umumnya
merupakan negara-negara berkembang bahkan miskin. Namun tidak
dipungkiri pula kemajuan teknologi lebih baik yang dimiliki oleh
WHO juga dibutuhkan untuk membantu menangani masalah flu burung
yang hingga saat ini terus berkembang dan melanda beberapa bagian
dunia. Secara total saja ada 666 kasus flu burung (H5N1) yg
terkonfirmasi laboratorium di dunia dari 15 negara, 393 diantaranya
(59 persen) meninggal dunia. 2.2.5 Analisis Kepentingan di Balik
Penyebaran Isu Flu Burung
Kasus penyebaran virus flu burung merupakan satu dari beberapa
bentuk evolusi penyakit pada era modern saat ini yang menjadi salah
satu momok bagi kehidupan manusia saat ini. Tingkat letalitas dan
kecepatan penyebaran virus flu burung tersebut merupakan beberapa
hal yang menjadikan virus flu burung dianggap sebagai salah satu
penyakit mematikan di dunia saat ini. Walaupun isu virus flu burung
sudah banyak meredup semenjak ditemukannya vaksin untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari virus tersebut namun diawal
kemunculannya dapat disadari bahwa virus flu burung tersebut
berhasil membuat banyak negara di dunia mengalami persiapan tingkat
tinggi untuk persiapan menghadapi keganasan virus flu burung
tersebut.
Virus flu burung sendiri tidak hanya merambah terbatas pada satu
region saja melainkan tersebar secara cukup merata pada
kawasan-kawasan di dunia. Pada saat kemunculannya keganasan virus
flu burung telah menjadi analisis tersendiri tidak hanya bagi pakar
kesehatan melainkan juga dapat dianalisis melalui aspek politik dan
kepentingan negara. Aspek politik disini adalah bagaimana situasi
kekacauan yang berhasil disebabkan oleh virus flu burung telah
membuat banyak negara di dunia berusaha untuk dapat menghalau atau
bahkan membasmi penyakit berbahaya tersebut. Keterikatan aspek
politik yang ada didalamnya dapat dilihat dari bentuk-bentuk
kebijakan negara yang diterapkan guna mengatasi keganasan virus
tersebut demi kepentingan nasionalnya masing-masing. Salah satu
bentuk kebijakan tersebut adalah bagai usaha negara-negara di dunia
untuk mendapatkan vaksin tersebut entah melalui jalan penelitian
bersama, berbagi pengetahuan dengan negara lainnya atau melewati
bantuan organisasi internasional seperti WHO yang ada di bawah
PBB.Amerika Serikat merupakan satu dari segelintir negara yang
memiliki dukungan sumber daya yang besar sehingga Amerika Serikat
turut berpartisipasi besar didalam pengembangan dan penciptaan
vaksin flu burung tersebut. Bila berkaca kepada kepentingan
nasional negara maka dapat diketahui bahwasanya di dalam
implementasi suatu kebijakan atau tindakan negara sebagian besar
berpondasikan kepentingan nasional. Berdasarkan hal tersebut maka
tindakan Amerika Serikat dapat diketahui sebagai salah bentuk
pemenuhan kepentingan nasional melalui kerjasama penelitian dan
pembagian vaksin flu burung yang tidak hanya berhasil menahan laju
virus flu burung namun turut membantu proses penyembuhan para
korban.Melihat sifat dari vaksin virus flu burung tersebut dengan
besarnya jumlah korban yang terjangkiti serta tersebar di beberapa
negara maka status kepemilikan vaksin virus flu burung bersifat
terbatas. Proses distribusi dan pemilihan penyebaran vaksin virus
flu burung akan bersifat sensitif apabila dalam prosesnya
perbandingan kuantitas vaksin pada fase-fase penyebarannya masih
belum dapat dikatakan mampu mengimbangi jumlah korban yang
terjangkiti. Kembali kepada aktor negara Amerika Serikat yang telah
disebutkan sebelumnya bahwa Amerika Serikat setelah berhasil
ditemukannya vaksin virus flu burung tersebut seketika memiliki
suatu kapabilitas kemampuan yang tidak dimiliki oleh negara-negara
lain pada saat itu. Hal tersebut adalah kemampuan sumber daya dalam
pengetahuan terhadap pembuatan vaksin dan perederan vaksin virus
flu burung. Salah satu unit dari pemerintah Amerika Serikat yang
ikut memberikan kontribusi besar didalam penangan virus flu burung
dan proses pembuatan vaksinnya adalah NAMRU 2 atau Naval Medical
Research Center 2 yang berada dibawah komando Angkatan Laut Amerika
Serikat.
Its peak, in 2008 Indonesias health minister at that time dr.
Siti Fadilah Supari give orders to every hospital in Indonesia to
not sending any virus samples to NAMRU laboratory because,
according to her, NAMRU 2 has an economic motives behind the
vaccines making of virus samples that delivered from every hospital
in Indonesia to NAMRU 2.
Unit-unit penelitian seperti NAMRU 2 ini menjadi ujung tombak
kepentingan Amerika Serikat didalam mengeksploitasi virus flu
bururng melalui peredaran vaksin yang ada. Kepentingan yang dapat
diambil oleh Amerika Serikat contohnya adalah kepentingan ekonomi.
Melalui jaringan yang dimiliki unit-unit penelitian miliki Amerika
Serikat akan mendapatkan berbagai sampel yang dibutuhkan demi
penelitian atas vaksin flu burung yang dapat didapat dari
negara-negara yang terjangkiti. Apabila proses pembuatan vaksin
selesai maka secara seketika Amerika Serikat secara tidak langsung
menjadi negara yang memiliki hak penuh atas keputusan mengedarkan
vaksin yang tersedia bagi proses penanganan virus flu burung. Hal
inilah apabila dipandang dari aspek ekonomi maka Amerika Serikat
akan mampu memonopoli peredaran vaksin yang ada melalui kontrol
atas pengetahuan pembuatan vaksin tersebut.Bagi aktor-aktor yang
membutuhkan maka pihak-pihak tersebut diharapakan mampu menebusnya
melalui harga yang ditentukan oleh Amerika Serikat. Hal ini tentu
bukanlah hal yang mustahil melihat status keberadaan vaksin virus
flu burung yang bersifat penting demi penanganan korban yang
terjangkiti maka Amerika Serikat pada saat-saat ganasnya virus flu
burung menjadi aktor yang memiliki power lebih dibandingkan yang
lain. Sifat kegentingan atas kebutuhan vaksin serta nilai dari
penelitian yang dibuthkan untuk menemukan vaksin maka Amerika
Serikat memiliki keuntungan ekonomi yang besar atas hak peredaran
dan penjualan vaksin yang ada.2.2.6.Analisis Sudut Pandang
Konstruktivisme dalam Mengkritisi Sekuritisasi Virus Flu Burung
Penyebaran virus flu burung yang sudah menyebar dan telah
memakan korban yang banyak membuat banyak negara harus
mengagendakan isu kesehatan ini menjadi sebuah isu keamanan yang
harus mereka hadapi. Hal itu terjadi karena objek yang dirusak oleh
virus tersebut adalah setiap individu yang dimana mereka merupakan
masyarakat dari negara mereka. Dalam menghadapi virus flu burung
Indonesia tidak memiliki penyelesaian sehingga penyelesaian
tersebut bersifat darurat dan prosedur negaranya tidak mampu untuk
tetap menjaga kesejahteraan masyaraktnya, sehingga Indonesia
mempolitisasi virus flu burung ini dalam arti memasukan ke agenda
pemerintahan mereka untuk diselesaikan. Virus flu burung merupakan
hal yang mengancam kesejahteraan manusia. Seperti yang sudah
dijelaskan pada Bagian Sekuritisasi bahwa jika ada hal yang
mengancam nilai-nilai kemanusiaan, - kebebasan seseorang, keinginan
manusia untuk memenuhi kebutuhan, keinginan manusia untuk
berkembang, dan mencapai tujuan hidup mereka - maka diperbolehkan
untuk disekuritisasi. Sehingga suatu hal yang wajar ketika suatu
negara melakukan sekuritisasi berkaitan dengan kasus flu burung
ini.
Dalam sekuritisasi yang terjadi di Indonesia memang seperti yang
Wendt katakan bahwa keamanan bukan lagi sebagai tujuan utama
apalagi untuk penyebaran power, namun di sini saatnya negara
melihat keamanan non-tradisional dimana isu seperti virus flu
burung yang mengancam banyak umat manusia menjadi perhatian banyak
negara. Virus flu burung memang ancaman yang berasal dari luar
sistem, sehingga Indonesia dan Amerika Serikat bekerja sama untuk
menanggulangi ancaman tersebut. Konstruktivisme percaya bahwa
negara-negara mengesampingkan ego mereka demi mencapai keamanan
bersama. Namun pada kenyataannya sekuritisasi yang terjadi di
Indonesia dan dengan adanya peran dari Amerika Serikat bukanlah
demi kepentingan keamanan bersama. Bukan hanya Indonesia, melainkan
banyak negara yang sample virusnya diberikan kepada Amerika
Serikat. Hal ini bertujuan dalam penelitian vaksin yang dilakukan
Amerika Serikat sebagai negara yang memiliki sumber daya manusia
yang lebih memumpuni dalam melakukannya. Setiap negara memberikan
kepercayaannya kepada Amerika Serikat dalam menciptakan keamanan
bersama dengan berusaha menghadapi virus flu burung. Kerja sama
yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain tidak
ditujukan sebagai keamanan bersama bagi Amerika Serikat sendiri
melainkan mencapai kepentingan nasional mereka. Kepentingan
nasional mereka dalam bidang ekonomi dimana mereka dapat memonopoli
vaksin tersebut. Maka dari itu sekuritsasi virus flu burung
bukanlah untuk kepentingan bersama dan ada niat yang tidak tulus
dalam kerja sama tersebut.
Para konstruktivis percaya bahwa akan ada terjadi sebuah
perubahan atau kemungkinan perubahan mengenai asumsi material yang
statis dalam teori tradisional. Namun jika kita lihat sekuritisasi
yang tidak lepas dari peran Amerika Serikat, kepentingan nasional
Amerika Serikat sendiri masih bersifat material yang statis dalam
teori tradisional. Hal ini menunjukan bahwa perubahan yang
dipercaya seperti yang dikatakan oleh para konstruktivis tidaklah
terlihat. Sistem yang terjadi didalam sistem masih ada
hasrat-hasrat suatu pihak dalam melebarkan kekuatan atau
kekuasaannya dalam bidang ekonomi jika kita lihat dalam kasus
ini.BAB 3
KESIMPULANKesimpulan dari makalah ini yaitu dengan munculnya
kesadaran dari para penstudi HI di mana adanya isu-isu lain selain
isu keamanan menyebabkan munculnya peninjauan ulang terhadap
konsepsi dari keamanan itu sendiri. Berbicara mengenai studi
keamanan, paham konstruktivisme beranggapan bahwa dalam
menginterpretasikan keamanan, negara tidak hanya semata-mata
memainkan power saja namun juga melihat aspek-aspek kehidupan
manusia lain seperti ekonomi, HAM, lingkungan serta isu-isu non
tradisional lainnya. Keamanan merupakan sebuah konstruksi social
dan politik dalam waktu dan tempat tertentu. Inilah yang dimaksud
dengan keamanan bukanlah suatu hal yang bersifat given.Salahsatu
yang kini menjadi hirauan adalah gagasan human security di mana
manusia (individu) menjadi objek kajiannya. Isu flu burung di
Indonesia merupakan bagian dari gagasan health security yang masih
termasuk ke dalam konsepsi human security. Isu flu burung ini
menjadi hirauan dalam studi keamanan non-tradisional dikarenakaan
masyarakat dan pemerintah Indonesia menganggap penyakit ini
mengancam mereka, utamanya memang mengancam dari aspek kesehatan
tetapi juga sangat merugikan negara di dalam bidang perekonomian
dan politik. Amerika Serikat sebagai negara maju memanfaatkan isu
flu burung ini dengan NAMRU 2-nya guna mendapatkan keuntungan
ekonomi sehingga negara-negara lain bergantung kepada vaksin mereka
dalam upaya mencegah penyebaran virus flu burung ini. Negara-negara
yang wilayahnya belum terjangkit virus flu burung juga menjadi ikut
bergantung pada vaksin ini, poin ini lah yang membuktikan bahwa
keamanan merupakan sebuah konstruksi dan tidak bersifat
given.DAFTAR PUSTAKA
WEB
Oscar A. Gomez dan Des Gasper, Human Security, United Nations
Development Programme Human Development Report Office. Diakses dari
pada 21 Oktober 2014 pukul 09.56
Prasetyo, Edy. Human Security. Diakses dari pada 20 Oktober 2014
pukul 04.41
John Kerry, Kathleen Sebelius dan Lisa Monaco. 2014. Why global
health security is a national priority. CNN. Diakses dari pada 21
Oktober 2014 pukul 01.11
World Health Organization. Foreign Policy and Health Security.
Diakses dari pada 21 Oktober 2014 pukul 02.41
United States Department of Health and Human Services. Global
Health Security. Diakses dari pada 21 Oktober 2014 pukul 03.02
John Kerry, Kathleen Sebelius dan Lisa Monaco. 2014. Why global
health security is a national priority. CNN. Diakses dari pada 21
Oktober 2014 pukul 05.12
UNICEF Indonesia. Sekilas Flu Burung. Diakses dari pada Selasa
21 Oktober 2014 pukul 17:57
Anonim. Perkembangan Avian Influenza di Indonesia: Karakter Dulu
dan Kini. Diakses dari pada Selasa 21 Oktober 2014 pukul 18:58
Faustinus Andrea. 2004. Flu Burung dan Keamanan Manusia. Diakses
dari pada 21 Oktober 2014 pukul 21.48
Rencana Strategis Nasional Pengendalian Flu Burung dan
Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza. Diakses dari pada 21
Oktober 2014 pukul 17.42
D.W.Bowett. 1992. Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: Sinar
Grafika. h.1
BUMN. 2011. Menko Kesra: Indonesia Siap Produksi Vaksin Flu
Burung. Diakses dari pada 20 Oktober 2014 pukul 19. 41
Republika Online. 2014. Tahun Ini Ada Dua Kasus Flu Burung pada
Manusia. Diakses dari pada 20 Oktober 2014 pukul 20.01
Yenti Sofra Devita & Yessi Olivia. Kepentingan Amerika
Serikat Dalam Mempertahankan proyek Naval
medical Research Unit two (NAMRU 2). Diakses dari pada 21
Oktober 2014 pukul 13.51
E-book
Raif Emmers. 2007. Allan Collins: Contemporary Security Studies.
Bab 7
Rita Floyd. 2011. Security Dialogue: Can Securitization Theory
Be Used In Normative Analysis? Towards A Just Seciritizaton
Theory.
BUKU
Jeffrey T. Checkel, Constructivism and Foreign Policy, in Steve
Smith, Amelia Hadfield, Tim Dunne, Foreign Policy: Theories Actors
Cases. New York: Oxford University Press, 2008.
Steve Smith, Introduction: Diversity and Discplinarity in
International Relations Theory in Tim Dunne, M. Kurki, S. Smith,
(Eds.), International Relation Theories: Discpline and Diversity,
Second Edition. New York: Oxford University Press, 2010.
Jill Steans, Jill and Pettiford, Thomas, Introduction to
International Relations, Perspectives & Themes, Second Edition,
New York: Pearson & Longman, 2005.
Alexander Wendt, Anarchy Is What States Make of It: The Social
Construction of Power Politics in International Organization, New
York: World Peace Foundation and Massachusettes Institute of
Technology1992.
Higemi Suganami, Wendt, IR, and Philosophy: A Critique dalam
Stefano Guzzini, Anna Leander, Ed.,Constructivism and International
Relations, Oxon: Routledge, 2006.
Paul D. Williams, ed. Security Studie: An Introduction. New
York: Routledge, 2008.
Oscar A. Gomez dan Des Gasper, Human Security, United Nations
Development Programme Human Development Report Office. Diakses dari
pada 21 Oktober 2014 pukul 09.56
Ralf Emmers, Securitization, dalam Alan Collins, Contemporary
Security Studies, (Oxford: Oxford University Press, 2007), p.
110
Prasetyo, Edy. Human Security. Diakses dari
pada 20 Oktober 2014 pukul 04.41
John Kerry, Kathleen Sebelius dan Lisa Monaco. 2014. Why global
health security is a national priority. CNN. Diakses dari pada 21
Oktober 2014 pukul 01.11
Ibid.
Ibid.
World Health Organization. Foreign Policy and Health Security.
Diakses dari pada 21 Oktober 2014 pukul 02.41
United States Department of Health and Human Services. Global
Health Security. Diakses dari pada 21 Oktober 2014 pukul 03.02
John Kerry, Kathleen Sebelius dan Lisa Monaco. 2014. Why global
health security is a national priority. CNN. Diakses dari pada 21
Oktober 2014 pukul 05.12
Emmers, Ralf. 2007. Allan Collins: Contemporary Security
Studies. Bab 7, h. 111
Emmers, Ralf. 2007. Allan Collins: Contemporary Security
Studies. Bab 7, h. 112
Floyd, Rita. 2011. Security Dialogue: Can Securitization Theory
Be Used In Normative Analysis? Towards A Just Seciritizaton Theory.
h. 3
Floyd, Rita. 2011. Security Dialogue: Can Securitization Theory
Be Used In Normative Analysis? Towards A Just Seciritizaton Theory.
h. 5
Floyd, Rita. 2011. Security Dialogue: Can Securitization Theory
Be Used In Normative Analysis? Towards A Just Seciritizaton Theory.
h. 7
Jeffrey T. Checkel, Constructivism and Foreign Policy, in Steve
Smith, Amelia Hadfield, Tim Dunne, Foreign Policy: Theories Actors
Cases. New York: Oxford University Press, 2008.
Steve Smith, Introduction: Diversity and Discplinarity in
International Relations Theory in Tim Dunne, M. Kurki, S. Smith,
(Eds.), International Relation Theories: Discpline and Diversity,
Second Edition. New York: Oxford University Press, 2010.
Op.Cit., Jeffrey T. Checkel
Jill Steans, Jill and Pettiford, Thomas, Introduction to
International Relations, Perspectives & Themes, Second Edition,
New York: Pearson & Longman, 2005.
Ibid.,
Alexander Wendt, Anarchy Is What States Make of It: The Social
Construction of Power Politics in International Organization, New
York: World Peace Foundation and Massachusettes Institute of
Technology1992.
Ibid.,
Higemi Suganami, Wendt, IR, and Philosophy: A Critique dalam
Stefano Guzzini, Anna Leander, Ed.,Constructivism and International
Relations, Oxon: Routledge, 2006.
Paul D. Williams, ed. Security Studie: An Introduction. New
York: Routledge, 2008.
UNICEF Indonesia. Sekilas Flu Burung. Diakses dari pada Selasa
21 Oktober 2014 pukul 17:57
Ibid.
Ibid.
Ibid.
Anonim. Perkembangan Avian Influenza di Indonesia: Karakter Dulu
dan Kini. Diakses dari pada Selasa 21 Oktober 2014 pukul 18:58
Ibid.
Ibid.
Ibid.
UNICEF Indonesia, op. cit.
Ibid.
Ibid.
Faustinus Andrea. 2004. Flu Burung dan Keamanan Manusia. Diakses
dari pada 21 Oktober 2014 pukul 21.48
Ibid
Rencana Strategis Nasional Pengendalian Flu Burung dan
Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza. Diakses dari pada 21
Oktober 2014 pukul 17.42
Ibid
Ibid
Ibid
Ibid
D.W.Bowett. 1992. Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: Sinar
Grafika. h.1
BUMN. 2011. Menko Kesra: Indonesia Siap Produksi Vaksin Flu
Burung. Diakses dari pada 20 Oktober 2014 pukul 19. 41
Republika Online. 2014. Tahun Ini Ada Dua Kasus Flu Burung pada
Manusia. Diakses dari pada 20 Oktober 2014 pukul 20.01
Yenti Sofra Devita & Yessi Olivia. Kepentingan Amerika
Serikat Dalam Mempertahankan proyek Naval
medical Research Unit two (NAMRU 2). Diakses dari pada 21
Oktober 2014 pukul 13.51