ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL PENANGANAN GELANDANGAN PENGEMIS (GEPENG) OLEH DINAS SOSIAL KOTA SERANG (Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pencegahan, Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat ) SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Administrasi Publik Pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik Konsentrasi Kebijakan Publik Oleh Wildan Firdaus NIM. 6661132268 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2018
288
Embed
ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL
PENANGANAN GELANDANGAN PENGEMIS (GEPENG) OLEH DINAS
SOSIAL KOTA SERANG
(Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pencegahan,
Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat )
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Administrasi Publik Pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Secara umum, pengertian pengemis adalah orang yang pekerjaannya
mengharapkan belaskasihan dengan cara meminta-minta uang kepada orang
lain. Kemudian menurut Sudarianto (2005:14) Pengemis adalah orang-orang
yang kerjanya suka meminta-minta kepada orang lain guna memenuhi
kebutuhannya. Adapun menurut Sudarianto dalam Engkus Kuswarno,
(2009:15) pengemis terbagi menjadi 2 kelompok yaitu:
1. Mengemis karena tak mampu bekerja. Pada kategori ini dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai kelainan fisik pada anggota tubuhnya.
Misalnya tak mampu bekerja karena tidak memiliki tangan, kaki,
lumpuh, buta. Jadi para dermawan memang harus terpanggil untuk
menyantuninya, sisihkanlah harta untuk mereka, karena menyantuni
mereka insya Allah mendapat pahala yang besar.
2. Mengemis karena malas bekerja. Pengemis karena malas bekerja inilah
yang menyebabkan jumlah pengemis di Indonesia sangat banyak.
Pengemis pada kategori ini, orangnya mempunyai anggota tubuh yang
sangat lengkap namun dihinggapi penyakit malas. Pengemis semacam
inilah yang harus diberantas oleh pemerintah.”
Suparlan (1993: 179) menyatakan bahwa istilah gelandangan yang
berasal dari kata gelandangan yang artinya selalu berkeliaran atau tidak pernah
mempunyai tempat tinggal yang tetap.
Ali, dkk,. (1990) dalam Iqbali (2008: 2-3) menyatakan bahwa
gelandangan berasal dari gelandang yang berarti selalu mengembara, atau
berkelana (lelana). Selanjutnya gelandangan merupakan lapisan sosial,
ekonomi dan budaya paling bawah dalam stratifikasi masyarakat kota.
30
Gelandangan pengemis adalah orang-orang miskin yang hidup di
kota-kota yang tidak mempunyai tempat tinggal tertentu yang sah menurut
hukum. Orang-orang ini menjadi beban pemerintah kota karena mereka
menyedot dan memanfaatkan fasilitas perkotaan, tetapi tidak membayar
kembali fasilitas yang mereka nikmati itu, tidak membayar pajak misalnya.
(Sarlito, W. Sarwono 2005: 49).
Penjelasan mengenai gelandangan pengemis tersebut memberikan
pengertian bahwa mereka termasuk golongan yang mempunyai kedudukan
lebih terhormat daripada pengemis. Gelandangan pada umumnya mempunyai
pekerjaan tetapi tidak memiliki tempat tinggal yang tetap (berpindah-pindah).
Sebaliknya pengemis hanya mengharapkan belas kasihan orang lain serta tidak
tertutup kemungkinan golongan ini mempunyai tempat tinggal yang tetap
(Iqbali 2005: 3).
Dengan berbagai definisi diatas mengenai gelandangan pengemis,
maka peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud sebagai gelandangan
adalah seorang yang hidup tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang
tetap, tidak memliki tujuan yang jelas, berpindah-pindah tempat, jauh dari
kehidupan yang layak dan sering tinggal di fasilitas-fasilitas umum.
Sedangakan pengemis adalah seorang yang dalam sehari-harinya bekerja
dengan mengharapkan belas kasihan orang lain dengan cara meminta-minta.
2.1.5 Karakteristik Gelandangan dan Pengemis
Keith Harth (1973) dalam Iqbali (2005: 3) mengemukakan bahwa dari
kesempatan memperoleh penghasilan yang sah, pengemis dan gelandangan
31
termasuk pekerja sektor informal. Sementara itu, Jan Breman (1980) dalam
Iqbali (2005: 3) mengusulkan agar dibedakan tiga kelompok pekerja dalam
analisis terhadap kelas sosial di kota, yaitu
1. kelompok yang berusaha sendiri dengan modal dan memiliki
ketrampilan;
2. kelompok buruh pada usaha kecil dan kelompok yang berusaha
sendiri dengan modal sangat sedikit atau bahkan tanpa modal;
3. kelompok miskin yang kegiatannya mirip gelandangan dan
pengemis. Kelompok kedua dan ketigalah yang paling banyak di
kota dunia ketiga. Ketiga kelompok ini masuk ke dalam golongan
pekerja sektor informal.
a. Pengemis
Pengemis ada lima kategori pengemis menurut Indra Pratama dalam
Engkus Kuswarno (2009:26) yaitu:
a. Pengemis Berpengalaman
Lahir karena tradisi. Bagi pengemis yang lahir karena tradisi, tindakan
mengemis adalah tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan
kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih pada masa lalu (motif
sebab).
b. Pengemis kontemporer kontinu tertutup
Hidup tanpa alternatif. Bagi kelompok pengemis yang hidup tanpa
alternatif pekerjaan lain, tindakan mengemis menjadi satu-satunya
pilihan yang harus diambil. Mereka secara kontinu mengemis, tetapi
mereka tidak mempunyai kemampuan untuk dapat hidup dengan
bekerja yang akan menjamin hidupnya dan mendapatkan uang.
c. Pengemis kontemporer kontinu terbuka
Hidup dengan peluang. Mereka masih memiliki alternatif pilihan,
karena memiliki keterampilan lain yang dapat mereka kembangkan
untuk menjamin hidupnya. Hanya saja keterampilan tersebut tidak
32
dapat berkembang, karena tidak menggunakan peluang tersebut
dengan sebaik-baiknya atau karena kekurangan potensi sumber daya
untuk mengembangkan peluang tersebut.
d. Pengemis kontemporer temporer
Hidup musiman. Pengemis yang hanya sementara dan bergantung pada
kondisi musim tidak dapat diabaikan keberadaannya. Jumlah mereka
biasanya meningkat jika menjelang hari raya. Daya dorong daerah
asalnya karena musim kemarau atau gagal panen menjadi salah satu
pemicu berkembangnya kelompok ini.
e. Pengemis rencana
Berjuang dengan harapan. Pengemis yang hidup berjuang dengan
harapan pada hakikatnya adalah pengemis yang sementara. Mereka
mengemis sebagai sebuah batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan
lain setelah waktu dan situasinya dipandang cukup.”
Kriteria :
a. Anak sampai usia dewasa
b. Meminta-minta di rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan
(lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah, dan tempat umum
lainnya, bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan berpura-
pura sakit, merintih, dan kadang-kadang mendoakan dengan
bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu.
c. Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur
dengan penduduk pada umumnya.
b. Gelandangan
Muthalib dan Sudjarwo (dalam IqBali, 2005: 3) memberikan tiga
kategori gelandangan, yaitu pertama, sekelompok orang miskin atau
dimiskinkan oleh masyaratnya. Kedua, orang yang disingkirkan dari
33
kehidupan khalayak ramai. Ketiga, orang yang berpola hidup agar
mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan. Ali, dkk. (dalam
IqBali, 2005: 3) juga menggambarkan mata pencaharian gelandangan
seperti pemulung, peminta-minta, tukang semir sepatu, tukang becak,
penjaja makanan, dan pengamen.
Kriteria :
a. Tanpa Kartu Tanda Penduduk (KTP); b. Tanpa tempat tinggal yang pasti/tetap; c. Tanpa penghasilan yang tetap; dan d. Tanpa rencana hari depan anak-anaknya maupun dirinya.
2.1.6 Konsep Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial merupakan cita-cita dari negara indonesia yang
mana kesejahteraan sosial dapat di artikan sebagai kondisi dimana masyarakat
dapat memenuhi kebutuhan dasarnyanya seperti sandang, pangan, dan
papannya. Seperti apa yang Migdley (1997: 5) dalam Isbandi (2013: 23) lihat
bahwa kesejahteraan sosial sebagai:
“Suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika
berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik; ketika
kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial
dapat dimaksimalkan”
Sedangkan menurut Segal dan Bruzy (1998:8) dalam Suud (2006:6),
kesejahteraan sosial adalah kondisi sejahtera dari suatu masyarakat.
Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagian, dan
kualitas hidup rakyat. Kesejahteraan sosial yang di rumuskan oleh Wilensky
dan lebeaux (1965:138) sebagai:
34
“sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dam lembaga-
lembaga sosial, yang dirancang untuk membantu individu-individu
dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan
yang memuaskan. Maksudnya agar tercipta hubungan-hubungan
personal dan sosial yang memberi kesempatan individu-individu
pengembangan kemampuan-kemampuan mereka seluas-luasnya dan
meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kenutuhan-
kebutuhan masyarakat.”
Definisi yang serupa dikemukakan oleh Friedland (1968:13) dalam
Suud (2006:8) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai sistem yang
teroganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang
dimaksudkan untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar
mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan, dan hubungan-
hubungan personal dan sosial yang memberi kesempatan kepada mereka untuk
memperkembangkan seluruh kemampuannya dan untuk meningkatkan
kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan
masyarakatnya.
Romanyshyn (1971:3) dalam Suud (2006:11) menyebutkan bahwa
kesejahteraan sosial dapat :
“mencakup semua bentuk intervensi sosial yang mempunyai suatu
perhatian utama dan langsung pada usaha peningkatan kesejahteraan
individu dan masyarakat sebagai keseluruhan. Kesejahteraan sosial
mencakup penyediaan pertolongan dan proses-proses yang secara
langsung berkenaan dengan penyembuhan dan pencegahan masalah-
masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia, dan perbaikan
kualitas hidup. Itu meliputi pelayanan-pelayanan sosial bagi individu
dan keluarga-keluarga juga usaha-usaha untuk memperkuat atau
memperbaiki lembaga-lembaga sosial.”
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Suahrto (2005:34)
memberikan definisikan bahwa kesejahteraan Sosial adalah kegiatan-kegiatan
yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat
35
guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan
kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat.
Kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat.
Dari beberapa definisi diatas dapat peniliti simpulkan bahwa
kesejahteraan sosial yaitu terpenuhinya segala kebutuhan dasar seperti
kebutuhan material dan spiritualnya sehingga dapat berdampak positif terhadap
lingkungan sosialnya. Kesejahteraan sosial juga merupakan serangkaian
kegiatan yang dilakukan lembaga/kelompok pemerintah untuk pengentasan
masalah kesejahteraan dari masyarakatnya untuk memberikan suatu dampak
positif untuk lingkungan sosial dari masyarakat agar terjalinnya interaksi sosial
yang lebih baik.
Kesejahteraan sosial memang sangat diperlukan untuk membentuk
masyarakat yang tertib dan disiplin serta menjunjung tinggi nilai-nilai sosial
yang ada dimasyarakat. Kesejahteraan sosial akan berimplikasi kepada cara
hidup suatu masyarakat di lingkungan sosialnya, jika suatu masyarakat
sejahtera maka masalah-masalah sosial maupun konflik-konflik sosial tidak
akan menjadi permasalahan yang kompleks yang bisa memecah belah
persatuan di masyarakat. Sebaliknya jika masyarakat tidak sejahtera, pasti
banyak sekali masalah-masalah sosial dan konflik-konflik sosial yang akan
terjadi seperti sekarang ini, banyak sekali masalah-masalah sosial yang muncul
sehingga dalam kesehariannya dan dalam mata pencahariannya mengabaikan
nilai-nilai sosial dan norma-norma yang ada di masyarakat contohnya
36
banyaknya gelandangan pengemis (gepeng), Pekerja Seks Komersial (PSK),
anak jalanan, anak terlantar, lanjut usia yang terlantar dan lainnya.
2.1.7 Kebijakan Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan Sosial merupakan upaya dari pemerintah untuk
mensejahterakan masyarakatnya sehingga masyarakatnya dapat hidup dengan
baik di lingkungan sosialnya sehingga tidak adanya nilai-nilai sosial yang ada
di masyarakat yang dilanggar. Menurut Segel dan Bruzuzy (1998) dalam Suud
(2006: 88) kebijakan sosial merupakan bagian dari sistem kesejahteraan sosial.
Karenanya, intervensi kesejahteraan sosial melalui kebijakan mesti
memperhatikan sistem kesejahteraan sosial di mana kebijakan tersebut dibuat.
Selanjutnya Segel dan Bruzuzy (1998: 9) dalam Suud (2006: 94)
secara singkat mendefiniskan bahwa kebijakan kesejahteraan sosial adalah
tanggapan yang terorganisasi atau tiadanya suatu tanggapan terahadap suatu isu
atau masalah sosial. Diana M. Dinitro (2003:2) dalam Suud (2006:95)
berpendapat bahwa kebijakan kesejahteraan sosial adalah apa saja yang dipilih
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan, yang mengakibatkan kualitas
kehidupan rakyatnya. Macarov (1995) dalam Suud (2006:95) juga berpendapat
bahwa kebijakan kesejahteraan sosial meliputi keduanya tujuan dan aturan
yang menentukan pelaksana. Kebijakan kesejahteraan sosial diterapkan melalui
program kesejahteraan sosial yang dilaksanakan oleh pekerja sosial.
37
Dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
kebijakan kesejahteraan sosial peneliti dapat menyimpulkan bahwa kebijakan
kesejahteraan sosial merupakan apa saja yang dilakukan ataupun tidak
dilakukan pemerintah untuk menanggapi isu-isu sosial yang ada dimasyarakat
dan dalam penerapannya dengan membuat produk dari kebijakan itu sendiri
yaitu program-program kesejahteraan sosial.
2.1.7.1 Analisa Kebijakan Kesejahteraan Sosial
Analisa kebijakan kesejahteraan sosial dilakukan untuk
menyediakan bimbingan dan arahan bagi para pembuat kebijakan
(Dobelstein, 1996) dan untuk menawarkan solusi masalah sosial (Dunn,
2000). Informasi yang diperoleh melalui analisa kebijakan dapat digunakan
untuk membangun kebijakan alternatif di masa yang akan datang, menilai
kebijakan-kebijakan yang ada atau sebelumnya, atau menjelaskan masalah
fenomena kesejahteraan sosial. Berikut ada model analisa kebijakan
kesejahteraan sosial dari (Segal dan Brzuay, 1998) yang modelnya beralur
linier dalam model analisanya. Hal ini dimaksudkan untuk merefleksikan alur
umum dari kebijakan dan untuk tujuan penjelasan. Bagaimanapun,
pembuatan dan pengoperasian kebijakan kesejahteraan sosial itu dinamis dan
proses tersebut yang terbaik dipandang sebagai suatu keseluruhan. Model
berikut ini memiliki lapisian-lapisan berlipat, yang merefleksikan
kompleksitas dari sistem kesejahteraan sosial sebagaimana yang telah
disebutkan di atas yang mana dalam kebijakan dirumuskan. Berikut garis
besar model tersebut.
38
Gambar 2.1
Model Analisa Kesejahteraan Sosial (Segal dan Brzuay, 1998)
Menerapkan model tersebut mensyaratkan penggunaan banyak
pertanyaan untuk menganalisa evolusi dan penerapan kebijakan kesejahteraan
sosial. Daftar pertanyaan yang ada di bawah ini akan membantu kita menyusun
analisa kebijakan kesejahteraan sosial.
a. Masalah Sosial
Apakah masalahnya?; Bagaimana definisinya?; Seberapa luas
masalahnya?; Siapa yang mendefinisikannya sebagai masalah?; Siapa
yang tidak setuju tanda masalah tersebut?
Dampak
yang Aktual
Populasi yang
Diakibatkan
Penerapan
Program
Kesejahteraan
Sosial
Kebijakan/
Perundangan Tujuan
Isu Sosial/
Masalah
Sosial Dampak
yang
Dikehendaki
39
b. Tujuan
Apakah tujuan umumnya?; Apakah sub-sub tujuannya?; Apakah sub-
sub tujuan tersebut saling bertentangan?;
c. Kebijakan/perundangan
Apakah ada kebijakan yang relevan?; Jika tidak ada mengapa?;
Apakah sasaran-sasaran dari kebijakan tersebut?; Apakah ada agenda-
agenda dari kebijakan yang tersembunyi?; Siapakah yang mendukung
kebijakan tersebut?; Siapakah yang menentang kebijakan tersebut?.
d. Penerapan
Apakah program kesejahteraan sosial yang diterapkan merupakan dari
kebijakan?; Apakah program tersebut efektif?; Apakah kekuatan-
kekuatannya?; Apakah kelemahan-kelemahannya?.
e. Populasi yang dipengaruhi
Siapa yang disentuh oleh kebijakan dan program tersebut?; Apakah
akibat positifnya?; Apakah akibat negatifnya?.
f. Dampak yang dikehendaki
Apakah yang dimaksudkan menjadi kenyataan?; Apakah yang
dimaksudkan telah dipengaruhi?; Apakah masalah yang dimaksudkan
telah berubah?.
40
g. Dampak aktual
Bagaimana biaya dan keuntungannya?; Apakah masalah sosial tersebut
berubah?; Jika ya, bagaimana berubahnya?; Adakah akibat-akibat yang
tidak diinginkan?.
Kerapkali kondisi-kondisi sosial tertentu dipandang sebagai suatu
masalah oleh beberapa orang, tetapi tidak oleh semua anggota masyarakat.
Suatu persoalan mendapat penerimaan sebagai suatu keprihatinan sosial tatkala
semakin banyak orang, kelompok-kelompok sosial, dan para pembuat
kebijakan mendefinisikannya sebagai suatu masalah sosial. Sementara
mungkin ada persetujuan yang secara umum, pembelajaran nilai-nilai khusus
ideologis bisa mewarnai cara pandang terhadap persoalan tersebut. Sebagai
contoh, gelandangan pengemis (gepeng) bisa diakui oleh banyak orang sebagai
suatu masalah sosial, tetapi oleh sebagian orang dianggap sebagai masalah
kemiskinan, dan sementara bagi sebagian masyarakat lain ia bisa dipandang
sebagai merusak pandangan umum, dan bagi sebagian yang lain lagi ia bisa
dimasukan sebagai orang yang sakit mental yang kurang mendapat perlakuan
secara memadai (Suud 2006: 106).
Proses kebijakan secara keseluruhan dipengaruhi oleh nilai-nilai,
benar adanya pengenalan dan pendefinisian masalah-masalah sosial dan
rangkaian tujuan tersebut. Nilai-nilai sosial dan pandangan-pandangan yang
berpencar memaikan peranan dalam proses pembuatan kebijakan (Suud 2006:
107).
41
Konflik nilai kerapkali merupakan alasan mengapa kebijakan
kesejahteraan sosial sulit dibangun. Kebijakan-kebijakan kesejahteraan sosial
yang dikeluarkan biasanya mengandung kompromi-kompromi dan terdiri atas
sejumlah bagian yang tidak perlu cocok satu sama lain. Banyak sekali program
kebijkan kesejahteraan sosial pokok tidak secara tepat merupakan apa yang
diinginkan leh setiap orang, tetapi malah memberikan sesuatu bagi orang-orang
yang bebeda. Meraih konsensus dan kepentingan-kepentingan yang demikian
banyak kerapkali menciptakan perundangan atau kebijakan yang tidak jelas,
sangat panjang dan kompleks (Suud 2006: 108).
2.1.8 Critical System Thinking
Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Kritis Implementasi
Program Rehabilitasi Sosial Penanganan Gelandangan Pengemis (Gepeng)
Oleh Dinas Sosial Kota Serang” ini, peneliti menggunakan pendekatan critical
sistem thinking. Critical systems thinking dalam Riswanda (2016)
didefinisikan:
“Sebagai sebuah proses berdialektika, berdiskusi, serta melakukan
refleksi pada pencarian „meanings‟ alternatif diantara kemajemukan,
dan sisi lainnya antara asumsi, nilai, dan sudut pandang dalam konteks
penelitian kualitatif, mencari keterkitan berbagai aspek dalam sebuah
permasalahan kebijakan, sebagai usaha untuk menemukan missing
link, dan keterkaitan antar fenomena yang dilupakan yang sebenarnya
berpotensi untuk dapat memberikan jawaban dari permasalahan yang
terjadi. Dengan sinergi penyajiannya pada pembangunan suatu
argument penelitian. Untuk kemudian dijadikan dasar pijakan
membangun argument penelitian dan mendesain kerangka teoritis di
dalamnya. Rangka pikir tersebut dapat digunakan di semua fase kajian
kebijakan-formulasi, implementasi, dan evaluasi.”
42
Critical sistem thinking ini peneliti anggap relevan dengan
permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. Peneliti anggap relevan
karena dengan konsep critical sistem thinking ini, peneliti akan diarahkan
untuk melihat suatu permasalahan kebijakan dengan berbagai sudut pandang
yang berbeda, yang nantinya merujuk pada fakta-fakta dalam suatu kebijakan
dengan membandingkannya dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakat
sebagaimana yang ada dalam konsep „critical heuristics‟ yang menggunakan
paradigma segitiga batas penilaian (Boundary Judgements) yang disitu terdapat
fakta-fakta, nilai-nilai, dan sistem. Seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.2
The Eternal Triangle (Boundary Judgement)
Sumber: „the triangle‟ of the buondary judgements, facts and values oleh Ulrich
(2000 hal.252) dalam Riswanda (2016: 3)
Gambar di atas menjelaskan bahwa pemahaman sistem ini digunakan
sebagai acuan kerangka berpikir dari sudut pandang seseorang yang
membentuk kontruksi dasar dari kebijakan. Menurut Riswanda (2016)
Boundary Judgments
“SISTEM”
“FAKTA-FAKTA” “NILAI-NILAI”
Observasi Evaluasi
43
menyatakan bahwa boundary judgments memberikan pesan pada peneliti
bahwa prinsip dasar metodologi penelitian dengan pendekatan kualitatif
merupakan refleksi dari konsep boundary judgments.
Tujuan dari critical sistem thinking yaitu “to give „voice of the
voiceless” yang berarti pemberian “voice” kepada masyarakat atau kelompok
yang selalu terpinggirkan, atau tidak mendapatkan tempat dalam proses
pembuatan kebijakan (Riswanda, 2015 dan Riswanda et.al, 2016). Dalam hal
ini tentunya penelitian tentang gelandangan pengemis (gepeng) yang peneliti
lakukan sangat relevan dengan konsep critical sistem thinking ini. Gelandangan
Pengemis (gepeng) disini merupakan masyarakat yang selalu terpinggirkan dan
“voice” dari gepeng ini tidak mendapat tempat dan terabaikan dalam proses
pembuatan kebijakan. Dengan mengedepankan “to give „voice of the voiceless”
diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang selama ini dirasakan oleh
masyarakat dan kelompok masyarakat yang selalu ini terpinggirkan seperti
halnya gepeng ini. Karena dalam setiap permasalahan kebijakan selalu ada
suara-suara dari masyarakat yang terabaikan oleh pemerintah. Maka dari itu
dengan menggunakan critical systems thinking ini maka ada tempat untuk
menempatkan kebijakan dengan memperhatikan unsur-unsur tertentu yang
terkait dengan kebijakan yang ada, seperti unsur religi, sosial, ekonomi,
budaya, maupun keanekaragaman cara pendang dan berfikir dalam masyarakat
saat menyikapi permasalahan sosial tertentu (Riswanda, 2016).
Dalam penelitian kebijakan ini, dengan menggunakan pendekatan
critical systems thinking nantinya akan menggunakan percakapan naratif dan
44
wawancara secara mendalam kepada individu-individu dan kelompok-
kelompok berbeda yang pada akhirnya ditemukan suara atau opini terkait
dengan permasalahan kebijakan dari individu dan kelompok yang nantinya
menjadi sebuah pandangan dan gambaran kepada peneliti tentang bagaimana
permasalahan kebijakan yang terjadi selama ini. Dengan melihat dari asumsi-
asumsi ini, peneliti dapat melihat nilai-nilai sosial kemasyarakatan bercampur
dan berbaur yang nantinya memperlihatkan asumsi dari suara individu yang
terpinggirkan yang dapat membentuk konstruksi sebuah kebijakan. (Riswanda,
2016).
Berikut adalah rangka penelitian untuk memetakan siapa yang terlibat
dalam pengambilan keputusan, dan siapa yang terkena dampak akhir dari
produk keputusan kebijakan.
Gambar 2.3
Table of Boundary Categories
Batas Kategori Batas Persoalan
1. Stakeholder
2. Purpose Sources of motivation
3. Measure of improvement Sistem referensi
(sistem perhatian)
4. Decision-maker yang menentukan
5. Resources Sources of power Yang terlibat pengamatan (* fakta *)
6. Decision environment dan evaluasi (* nilai *)
dianggap relevan ketika
7. Profesional datang untuk menilai
8. Expertise Sources of knowledge manfaat atau cacat dari
9. Guarantee proposisi
10. Witness
11. Emancipation Sources of legitimation Yang terpengaruh
12. World view
Sumber:... W. Ulrich (1983, hal. 258; hal. 43; dan 2000, hal. 256). Dalam
Riswanda (2016: 9).
45
Penjelasan tabel di atas yaitu bahwa ada empat dimensi yang menjadi
fokus dalam kajian kebijakan publik. Dimensi tersebut adalah sumber motivasi,
sumber kekuatan, sumber pengetahuan, dan sumber pengesahan. Keempat
dimensi ini membentuk „policy circle‟ yaitu lini garis lingkaran dari kebijakan
publik yang terdiri dari formulasi, analisis, implementasi, dan evaluasi yang
saling berhubungan (Riswanda, 2016).
Critical systems thinking ini menawarkan dua belas panduan pertanyaan
kritis yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi peneliti kebijakan dengan
metode kualitatif dalam mengupas tuntas akar permasalahan dari permasalahan
kebijakan karena dari dua belas pertanyaan kritis ini mencakup „policy circle‟
yang terdiri atas analisis, formulasi, implementasi, dan evaluasi. Dengan
melibatkan kedua selektivitas empiris dan normatif yaitu apa yang sebetulnya
(fakta aktual di lapangan) dengan apa yang seharusnya terjadi pada tataran ideal
(Riswanda, 2016). Berikut dua belas pertanyaan kritis yang ditawarkan oleh
Critical systems thinking:
46
Tabel 2.1
Panduan Pertanyaan Kritis
No. Sebetulnya
(temuan fakta actual di lapangan)
Seharusnya
(pada tataran ideal)
1. Siapa atau pihak mana yang secara
factual menjadi pemangku
kepentingan pada sebuah
permasalahan kebijakan?; Pihak
mana, dalam lingkup permasalahan
tersebut, yang suara kepentingannya
mewakili atau terwakili oleh
kelompok tertentu dalam
masyarakat, termasuk didalamnya
memuat nilai-nilai, tujuan, dan
keinginan per individu maupun
golongan?; Kepentingan pihak
mana yang sebetulnya terlayani/
terfasilitasi/ terwakili/ tercermin
dalam sebuah produk kebijakan?
baik berupa UU, PP, Perda, dan
seterusnya. Pihak mana di
masyarakat, dalam lingku kelompok
target kebijakan yang mungkin tidak
merasakan manfaat dari keputusan/
produk kebijakan tersebut, namun
menanggung dampak eksekusi
ataupun memiliki potensi untuk
menanggung akses dampaknya.
Siapa atau pihak mana yang
seharusnya menjadi pemangku
kepentingan dari kebijakan untuk di
formulasi-kan atau dikaji ulang?;
Siapa atau pihak mana yang
seharusnya secara factual menjadi
pemangku kepentingan pada sebuah
permasalahan kebijakan?; Pihak
mana dalam lingkup permasalahan
tersebut yang suara kepentingannya
mewakili atau terwakili.
47
2. Apa sebetulnya tujuan dari
rancangan kebijakan terkait
permasalahan publik di mana
kebijaan tersebut berpijak? Hal ini
ditinjau dari konsekuensi factual
dikeluarkannya kebijakan tersebut,
bukan hanya dari pernyataan
tertulis-strategis suatu kebijakan
publik.
Apa yang seharusnya menjadi tujuan
dari keebijakan dengan kata lain apa
yang seharusnya menjadi capaian
tujuan kebijakan untuk menjangkau
kepentingan semua pemangku
kepentingan?
3. Berdasarkan konsekuensi rancangan
kebijakan di atas, apa sebetulnya
yang menjadi tolak ukur
keberhasilan kebijakan?
Apa yang seharusnya menjadi tolak
ukur keberhasilan kebijakan?
4.
Siapa atau pihak mana secara
faktual menjadi pembuat kebijakan
dan penentu perubahan ukuran
keberhasilan kebijakan?
Siapa atau pihak mana seharusnya
menjadi pembuat kebijakan? Pihak
mana yang seharusnya memiliki
power perubahan tolak ukur
perbaikan kebijakan?
5. Apa sebetulnya yang menjadi (pra)
kondisi suksesnya formulasi dan
implementasi kebijakan? Apakah
(pra) kondisi ini sepenuhnya
dikontrol oleh pembuat kebijakan?
Seharusnya seberapa besar kontrol
pembuat kebijakan terhadap
sumberdayaa dan (penanganan)
keterbatasan-keterbatasan
penyediannya?
6. Kondisi apa saja yang secara factual
berada di luar kontrol pembuat
kebijakan? Impikasi apa yang
sebetulnya terjadi paada masalah
kebijakan saat pembuat kebijakan
tidak memiliki kontrol pada kondisi
tertentu dalam lingkup
permasalahan kebijakan?
Sumberdaya dan kondisi apa saja
yang seharusnya menjadi bagian
dari pengaturan (pelaksanaan
kebijakan?
7. Siapa atau pihak mana saja yang
sebetulnya dilibatkan sebagai
formulator kebijakan, terkait
permasalahan publik sebagai target
solusi kebijakan tersebut?
Siapa atau pihak mana saja yang
seharusnya dilibatkan sebagai
formulator dalam sistem pembuatan
kebijakan?
8. Siapa atau pihak mana yang
dilibatkan sebagai “pakar” jenis
kepakaran seperti apa dan peran apa
yang diberikan pada para “pakar”
tersebut terkait konteks pembuatan
keputusan kebijakan dan fokus
permasalahan publik berjalan?
Jenis kepakaran seperti apa yang
seharusnya dilibatkan dalam
formulasi kebijakan? Siapa atau
pihak mana saja seharusnya yang
terlibat sebagai “pakar” dan pada
aspek mana saja kepakaran mereka
diletakkan dalam proses pembuatan
keputusan kebijakan?
9. Di mana dan bagaimana sebetulnya
pihak yang dilibatkan dalam sistem
Siapa atau pihak mana yang
seharusnya dilibatkan sebagai
48
mendapatkan jaminan keberhasilan
perencanaan kebijakan. Hal ini
dapat ditinjau dari kompetensi
teoritis “pakar” yang terlibat,
kesepakatan para “pakar” tersebut
dala validitas data empiris yang
digunakan sebagai dasar
pertimbangan kebijakan, dukugan
politik keterwakilan kelompok
kepentingan terpaut isu kebijakan.
Selanjutnya, tinjuauan penelitian
dapat melihat seberapa jauh
kontribusi kepakaran tersebut
memberikan jaminan suksesnya
pelaksanaan kebijakan?
penjamin mutu formulasi kebijakan,
di mana formulator nantinya dapat
mencari tolak ukur kesuksesan dan
perbaikan kebijakan pada tataran
implementasi?
10. Siapa atau pihak mana diantaranya
mereka yang terlibat mewakili suara
those affected? Siapa saja kemudian
diantara pihak terkena dampak yang
justru tidak dilibatkan dalam
pengambilan keputusan kebijakan?
Siapa atau pihak mana diantara
those affected, yang seharusnya
dilibatkan karena mewakili
kemungkinan terkena dampak dari
rancangan atau hasil keputusan
kebijakan?
11. Apakah the affected diberikan
kesempatan untuk menyuarakan dan
menentukan kepentingan mereka
sendiri, terlepas dari pendapat para
“pakar” menyangkut solusi
kebijakan berjalan? Apakah arti
kualitas hidup bagi mereka? Apakah
the affected pada kenyataannya
hanya menjadi “alat” pencapaian
tujuan dari pihak di luar lingkaran
solusi keputusan kebijakan?
Seberapa jauh dan dengan cara apa
seharusnya the affected diberikan
kesempatan untuk lepas dari lingkup
pengaruh the involved dalam
pengambilan keputusan san
eksekusi kebijakan?
12. Apakah sebetulnya world view
terpaut isu kebijakan publik yang
dihadapi? Apakah pandangan ini
merupakan atau menjadi lensa
pandang (sebagian dari) the
involved dan (sebagian dari) the
affected?
Pijakan world view apa yang
seharusnya menjadi nilai tumpuan
sistem pembuatan kebijakan? Nilai
tumpuan ini, pada tatanan ideal,
mewakili nilai-nilai yang dimiliki
oleh the involved dan the affected?
Sumber: Diterjemahkan, diadapsi dan dimodifikasi dari Midgley, G. (2000)
Systemic Intervention: Philosophy, Methodology and Practice. New York: Kluwer
Academic, hal. 141, dalam Riswanda. 2016. Metode Penelitian Kebijakan.
Dua belas panduan pertanyaan diatas menggambarkaan pendalaman
masalah kebijakan multi-layered dan multi dimensi melalui explorasi sudut
49
pandang multi-lenses. Ini berarti penelitian yang dilakukan secara mendalam
mengenai Program Rehabilitasi Sosial Gelandangan Pengemis (Gepeng) Oleh
Dinas Sosial Kota Serang dengan mengedepankan berbagai lapisan masyarakat
melalui berbagai sudut pandangnya dan berbagai lensa opini. Harapan peniliti
dengan menggunakan Critical systems thinking dapat menemukan suatu solusi
yang relevan terhadap permasalahan dari Program Rehabilitasi Sosial
Gelandangan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang ini.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dijadikan sebagai penelitian terdahulu berkaitan dengan
peneleitian peneliti tentang Analisis Kritis Implementasi Program Rehabilitasi
Sosial Penanganan Gelandangan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota
Serang adalah penelitian yang dilakukan oleh Nitha Citrasari Program Studi Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa Serang, Banten. Penelitian tersebut membahas mengenai Kinerja
Dinas Sosial Kota Cilegon Dalam Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di
Kota Cilegon pada tahun 2012.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang Kinerja Dinas Sosial
Kota Cilegon Dalam Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Cilegon.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Metode
pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Subyek
dari penelitian ini adalah pegawai Dinas Sosial Kota Cilegon, Satpol PP Kota
Cilegon, LSM LKBHFPP, Tokoh Masyarakat Kota Cilegon, serta Gepeng.
50
Hasil dari penelitian ini yaitu Kinerja Dinas Sosial Kota Cilegon dalam
penanganan gelandangan dan pengemis di Kota Cilegon belum optimal. Hal
tersebut dikarenakan terkendala oleh belum tersedianya panti rehabilitasi serta
sarana dan prasarana untuk menangani mereka supaya menjadi masyarakat yang
mandiri. Untuk meningkatkan kinerja, Dinas Sosial perlu membangun panti
rehabilitasi agar program-program yang dibuat bisa menjadi lebih efektif sehingga
dapat mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis di Kota Cilegon.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Rizki Amalia Program Studi Ilmu
Politik Dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Penelitian tersebut terkait Rehabilitasi Pengemis Di Kota Pemalang (Studi Kasus
di Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto Karti” Pemalang I) pada tahun 2013.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan terjadinya pengemisan di kota Pemalang, (2)
Bagaimana partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan pengemisan di
Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto Karti” Pemalang I, (3) Bagaimana upaya-
upaya yang dilakukan Balai Rehabilitasi Sosial “ Samekto Karti” Pemalang I
untuk merehabilitasi pengemis.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan
menggunakan metode kualitatif. Fokus dalam penelitian ini adalah (1) faktor
internal dan faktor eksternal penyebab munculnya pengemisan, (2) sejauh mana
keterlibatan dan bentuk nyata partisipasi masyarakat dalam penanggulangan
pengemisan, (3) upaya yang dilakukan dari Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto
Karti” Pemalang I dalam merehabilitasi pengemis. Teknik pengumpulan data
51
dengan menggunakan teknik wawancara, observasi langsung dan dokumentasi.
Subjek penelitian adalah penerima manfaat di Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto
Karti” Pemalang I dan petugas Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto Karti”.
Informan pendukung adalah staf Dinas Sosial Kabupaten Pemalang, staf Satuan
Polisi Pamong Praja Kabupaten Pemalang, dan Masyarakat. Teknik analisis data
menggunakan teknik analisis yang terdiri dari: pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
1. Faktor internal penyebab terjadinya pengemisan berkaitan dengan kondisi
diri sang peminta-minta yang meliputi sifat malas, tidak mau bekerja,
mental yang tidak kuat, cacat fisik ix maupun psikis. Sedangkan faktor
eksternal penyebab terjadinya pengemisan berkaitan dengan kondisi luar
dari sang peminta-minta yang meliputi faktor sosial, kultur, ekonomi,
pendidikan, lingkungan dan agama. Faktor lain dikarenakan kurang
efektifnya kegiatan penjaringan yang dilakukan Satpol PP sehingga belum
sepenuhnya terkena razia. Penyebab lain karena adanya buangan
pengemispengemis dari luar daerah ke Pemalang yang menyebabkan
mereka beroperasi di daerah Pemalang.
2. Keterlibatan dan bentuk nyata partisipasi masyarakat dalam
penanggulangan pengemisan di Balai Rehabilitasi berupa pemberian
bantuan berupa sandang dan pangan berupa sembako serta bimbingan
ketrampilan maupun bimbingan fisik, pemberian bantuan pertolongan oleh
masyarakat manakala kelayan Balai mengalami musibah, memberikan
52
pelatihan Usaha Ekonomi Produktif melalui kegiatan bimbingan dan
latihan ketrampilan bagi eks PGOT.
3. Upaya-upaya yang dilakukan Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto Karti”
Pemalang I dalam merehabilitasi pengemis adalah dengan melakukan:
a) Rehabilitasi perilaku yang merupakan proses rehabilitasi sosial
melalui pelayanan pengubahan perilaku melalui pendidikan bela
Negara, bimbingan mental pembinaan keagamaan, dinamika dan
terapi kelompok,
b) Rehabilitasi sosial psikologi yang merupakan proses rehabilitasi
yang berusaha mengembalikan kondisi mental psikologi dan sosial.
c) Rehabilitasi karya merupakan proses rehabilitasi sosial yang
berusaha agar sasaran penanganannya dapat menjadi manusia
produktif dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
d) Rehabilitasi pendidikan merupakan proses rehabilitasi sosial yang
berusaha mengupayakan penambahan pengetahuan melalui
upgrading dan refreshing untuk mendukung pengambilan bentuk
jenis keterampilan.
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir adalah suatu model yang secara konseptual tentang
teori yang berhubungan dengan faktor yang diidentifikasikan sebagai masalah
yang terjadi. Kerangka berpikir ini digunakan sebagai dasar untuk menjawab
pertanyaan terkait permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Dalam penelitian
53
ini yang menjadi fokus penelitian adalah “Analisis Kritis Implementasi Program
Rehabilitasi Sosial Penanganan Gelandangan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas
Sosial Kota Serang.”
Dinas Sosial Kota Serang merupakan Organisasi Perangkat Daerah yang
berwenang membantu pemerintah daerah dalam hal masalah-masalah sosial
seperti penyakit masyarakat termasuk juga gelandangan dan pengemis di Kota
Serang dengan mengacu peraturan daerah kota serang nomor 2 tahun 2010
tentang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat
permasalahan dalam penelitian ini adalah lemahnya penegakan peraturan daerah
kota serang nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan dan
penanggulangan penyakit masyarakat. Menjamurnya gelandangan dan pengemis
di Kota Serang, pemerintah kota melalui Dinas Sosial Kota Serang membuat suatu
program yang mana program ini dapat menyelesaikan masalah sosial seperti
gelandangan dan pengemis ini. Namun pada pengimplementasian program
tersebuat masih banyak masalah-masalah yang terjadi seperti kurangnya
sosialisasi program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis ini yang
dilakukan Dinas Sosial kepada publik untuk ikut andil dalam program rehabilitasi
ini. Serta kurangnya kordinasi antara Dinas Sosial dengan SATPOL PP selaku
pihak yang merazia para gelandangan dan pengemis di jalan atau tempat umum.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, maka peneliti
mengkajinya melalui Boundary Judgements dari Critcal Sistem Thinking.
Pemilihan konsep tersebut didasarkan pada temuan lapangan yang peneliti anggap
relevan dengan konsep teori ini, di mana konsep Critcal Sistem Thinking tersebut
54
mencakup empat dimensi yaitu sumber motivasi, sumber kekuatam, sumber
pengetahuan, dan sumber pengesahan. Teori tersebut merupakan sebuah
paradigma berpikir dengan melihat masalah suatu kebijakan dari sudut pandang
atau beberapa kacamata opini yang variatif. Dari sanalah dapat melihat perbedaan
nilai dari sudut pandang pemerintah dan non pemerintah, sehingga dapat
memaparkan realita yang terjadi. Sehingga dengan menggunakan Critcal Sistem
Thinking tersebut, maka pelaksanaan program rehabilitasi gelandangan dan
pengemis ini bisa berjalan optimal dan mampu mengurangi populasi gelandangan
dan pengemis di Kota Serang.
55
Gambar 2.4
Kerangka Pemikiran
Dinas Sosial Kota Serang membuat
program Rehabilitasi Sosial
Penanganan Gelandangan dan
Pengemis.
Peraturan Daerah
Kota Serang Nomor
2 tahun 2010
Mengacu pada
Masalah-masalah :
1. Lemahnya penegakan
peraturan daerah kota serang
nomor 2 tahun 2010 tentang
pencegahan, pemberantasan
dan penanggulangan penyakit
masyarakat.
2. Kurangnya sosialisasi
program rehabilitasi sosial
gelandangan dan pengemis
ini yang dilakukan Dinas
Sosial kepada publik untuk
ikut andil dalam program
rehabilitasi ini.
3. Serta kurangnya kordinasi
antara Dinas Sosial dengan
SATPOL PP selaku pihak
yang merazia para
gelandangan dan pengemis di
jalan atau tempat umum.
Critical System Thinking
Dengan menggunakan
boundary categories
menurut Ulrich (dalam
Riswanda 2016:9) yaitu:
a. Sumber motivasi
b. Sumber kekuatan
c. Sumber pengetahuan
d. Sumber pengesahan
Fakta di lapangan
Proses
Pelaksanaan program rehabilitasi
gelandangan dan pengemis ini bisa berjalan
optimal dan mampu mengurangi populasi
gelandangan dan pengemis di Kota Serang.
Output
56
2.4 Asumsi Dasar
Peneliti berasumsi bahwa Program Rehabilitasi Sosial Penanganan
Pengemis Oleh Dinas Sosial Kota Serang belum terlaksana dengan baik sesuai
dengan apa yang seharusnya tertuang dalam Perda Kota Serang Nomor 2 Tahun
2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit
Masyarakat. Peneliti dapat berasumsi demikian karena berdasarkan observasi awal
dan wawancara dengan pihak Dinas Sosial khususnya pada Seksi Rehabilitasi
Tuna Sosial, yang menyebutkan bahwa sumber daya manusia. Sumber dana atau
anggaran serta sarana dan prasarana yang dimiliki Dinas Sosial seperti tempat
rehabilitasi, alat-alat untuk pelatihan kerja, rumah singgah dan lainnya belum
memadai. Sehingga membuat pihak dinas sosial kurang efektif dalam
melaksanakan program rehabilitasi ini
57
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam penelitian ini yang berjudul Analisis Kritis Implementasi Program
Rehablitasi Sosial Penanganan Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas
Sosial Kota Serang, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif. Dalam penelitian kualitatif ini peneliti merefleksikan konsep
dari Boundary judgement. Yang artinya, kemampuan berpikir kritis (critical
competence) peneliti merujuk, mengaitkan dan memilah mana „facts‟(realitas
fenomena), dan mana „values’ (norma, nilai) menentukan bagaimana nantinya
hasil penelitian memetakan relevansi, keterhubungan, saling keterkaitan, ataupun
sebaliknya diantara kedua hal tersebut. Argumen ini hendaknya dipahami sebagai
„systemic triangulation’ Ulrich (2005, hal.6) dalam Riswanda (2016: 3), dimana
„facts’, „System’, dan „values’ tidak dapat dipahami secara terpisah.
Gambar 3.1 The Eternal Triangle (Boundary Judgement)
Sumber: ‘the triangle’ of the boundary judgements, facts and values oleh Ulrich
(2000 hal.252) dalam Riswanda (2016: 3).
Boundary Judgments
“SISTEM”
“FAKTA-FAKTA” “NILAI-NILAI”
Observasi Boudary judgement
58
Peneliti memberikan contoh, pada masalah pertama pada penelitian ini
yaitu lemahnya penegakan peraturan daerah kota serang nomor 2 tahun 2010
tentang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat.
Alasan tidak dilarangannya gelandangan dan pengemis di tempat-tempat selain
lampu merah adalah alasan kemanusiaan. Padahal sangat jelas di perda tersebut
melarang kegiatan gelandangan dan pengemis di manapun. Bila melihat pada
Boundary Judgment ini peneliti melihat bahwa peraturan daerah tersebut
merupakan sistem yang melarang adanya gelandangan dan pengemis, namun
faktanya yang ada adalah gelandangan dan pengemis masih melakukan
kegiatannya bahkan terus bertambah, karena pelarangannya hanya di area lampu-
lampu merah saja namun tidak untuk di tempat di tempat pusat keramaian lainnya
yang berasalan harus adanya nilai-nilai kemanusiaan. Dalam hal ini tentunya
nilai-nilai ini kembali lagi pada bagaimana sistem yang mengaturnya, dan sistem
inipun tentunya harus memasukan nilai-nilai ini dalam sistem tersebut.
3.2 Fokus Penelitian
Adapun fokus dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan fenomena
terkait bagaimana Implementasi Program Rehablitasi Sosial Penanganan
Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang secara
mendalam yang berdasarkan peraturan daerah kota Serang tahun 2010 tentang
pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan penyakit masyarakat.
59
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian menjelaskan locus penelitian yang akan dilaksanakan,
dimana didalamnya menjelaskan tempat, serta alasan memilihnya. Penelitan yang
berjudul “Analisis Kritis Implementasi Program Rehablitasi Sosial Penanganan
Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang”, lokasi
penelitian di Dinas Sosial Kota Serang, alasannya adalah kota merupakan ibu kota
provinsi Banten sedangkan keberadaan gelandangan dan pengemis di Kota Serang
begitu banyak bahkan tidak jauh dari pusat Kota Serang terdapat kampung
pengemis yaitu Kampung Kebanyakan, Desa Sukawana, Kecamatan Serang.
3.4 Variabel Penelitian
Variable dalam penelitian tentang “Analisis Kritis Implementasi Program
Rehablitasi Sosial Penanganan Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas
Sosial Kota Serang” dapat didefinisikan sebagai berikut:
3.4.1 Definisi Konsep
Konsep yang digunakan adalah rangka penelitian adalah :
1. Critical System Thinking (CST)
Boundary category dari critical system thinking dari Ulrich (1983: hal.
Lakukan yang terbaik hari ini untuk kehidupan ke depan yang lebih baik
LAMPIRAN
(SURAT IJIN PENELITIAN)
LAMPIRAN
(DOKUMENTASI PENELITIAN)
Pengemis Kota Serang yang dibawah umur
Pengemis di Kota Serang yang membawa anak ataupun bayinya sebagai alat bantu
untuk mendapatkan belas kasihan orang lain
Pengemis (memakai sarung) di Kota Serang yang sedang bertukar uang, hasil dari
mengemisnya dengan seorang pedagang (celana panjang)
Proses penyerahan gelandangan dan pengemis hasil razia Satpol PP ke Dinas
Sosial untuk di tindak lanjuti
Foto Gelandangan yang sedang tertidur di pinggir jalan Sumur Pecung
Foto Kampung Pengemis Desa Sukawana
Wawancara dengan bapak Heli Priyatna selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna
Sosial dan Eks Penyalahgunaan Napza Dinas Sosial Kota Serang
Wawancara dengan ibu Hendri selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak dan
Lansia Dinas Sosial Kota Serang
Wawancara dengan Bapak Asep Hanan Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna
Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten
Wawancara dengan Bapak Haji Juanda selaku Kepala Bidang Penegak Hukum
Daerah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang
Wawancara dengan Bapak Hasanudin selaku Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan Serang
Wawancara dengan Bapak Dr. H. Furtasan Ali Yusuf selaku Anggota DPRD Kota
Serang sekaligus Ketua STIE Bina Bangsa
Wawancara dengan Bapak Assaji selaku Humas Vihara Avalokitesvara Serang
Wawancara dengan Bapak Stefanus Sekretaris Gereja Katolik Kritus Raja Serang
LAMPIRAN
LAIN-LAINNYA
MEMBERCHECK
Kode : I1.1
Hari/Tanggal : 27 November 2017
Tempat wawancara : Kantor Dinas Sosial Kota Serang
Nama Informan : Heli Priyatna
Pekerjaan / Jabatan : Kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial Dinas Sosial Kota
Serang
Catatan Wawancara :
Sources of motivation (Sumber motivasi)
1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis
Tentunya untuk yang membuat program rehsos gepeng ini yaitu dinsos, yaa khususnya
seksi bagaian yang menangani gelandangan dan pengemis ini, kami juga sebagai
penanggung jawab program ini.
2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Keterlibatannyan dalam pemerintahan itu, pertama OPD Dinas Sosial Kota Serang yang
harus mempunyai peran sesuai dengan yang ada tupoksinya rehabilitasi. Cuma rehabilitasi
tidak cukup Dinas Sosial bagaimana kalo dia umpamanya pendidikannya ingin
melanjutkan karena tidak mampu, lulusan SMP yang tidak punya izasah maka harus kejar
paket, nah itu terlibatlah Dinas Pendidikan. Kita koordinasi dan bekerjasama dengan
Dinas Pendidikan. Bagaimana cara penanganannya, pengambilannya, wewenang untuk
menangkap dan membawa itu adalah Satpol PP, selain itu juga bagaimana kalo dia nggak
punya dan pengen punya kartu keluarga, pengen punya KTP, nah Dinas Kependudukan
juga harus terlibat, nah bagaimana kalo dia pengen bekerja kalo dia emang sudah punya
keahlian, kita libatkan juga Disnaker.
3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Ya untuk tujuannya mah inginnya kami pemerintah si tetep satu, ingin mengentaskan
kemiskinan kalo tujuan secara umumnya mah itu, sama mengentaskan pengangguran. Ya
khususnya dari program ini inginnya mah itu, si gepeng itu mendapat keterampilan juga
dia bisa merubah prilakunya sama mainsetnya
4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Tentunya yang jadi sasaran utamanya itu para gelandangan pengemis, kalo untuk sasaran
utamanya
5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Sebenernya mah gini ya, yang terkena dampak dari program ini tuh kan para gepeng, ya
artinya program ini memberikan pengaruh ke si gepeng ini biar ga ke jalanan lagi. nah
kalo udah kaya gitu kan, si gepeng udah bisa nyari nafkahnya gak turun ke jalan, bisa juga
kan berdampaknya ke masyarakat. Masyarakatkan nantinya gak keganggu lagi sama
adanya gepeng ini.
6. Apa yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
Hal-hal yang jadi kendalanya itu pertama, SDM. Di bagaian bapak satu bidang aja belom
punya staf, harunya mah kasie itu minimal punya satu, pembantu bapak itu harusnya mah
ada minimal satu tapi bapak belom punya. Sebenrmya bukan bapak aja ini yang belom
punya malah di bidang ini belom punya staf. Ya selain itu juga kendalanya kadang-kadang
OPD-OPD lainya itu istilahnya kurang harmonis. Sebenernya kalo bicara soal itu mah
jelek juga, ya mau gimana lagi begitu kenyataannya. Kemudian kami dinsos belom punya
juga tempat penampungan buat para gepeng yang udah di razia sama Satpol PP. Gimana
mau nampung kita juga kantornya masih ngontrak kan ya gitu. Ya otomatis juga
penganggaran juga oleh kita sangat dibutuhkan. Nah tempat rehabilitasi juga tuh, itu yang
pertama tempat rehabilitasi itu belom ada.
7. Pihak mana yang bertanggung jawab dalam menangani permasalahan program
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis ini?
Harusnya semuanya OPD-OPD terkait ikut bertanggung jawab, ya terutama OPD Dinas
Sosial dan Satpol PP
8. Upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalahan terkait
program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Saya juga kan gak punya staf, kalo ada anggarannya bapak juga membentuk tim
sukarelawan. Ya artinya semacem petugas sosial, satgas satuan tugas sepuluh orang.
Kalo misakan anggaran kita gada, kita ngirim para gepeng ini ke provinsi, Dinsos provinsi
buat direhab disana kira-kira sepuluh orang kita kirim ke sana, ya salah satu pelayanan
kita kaya gitu kalo anggarannya ngga ada.
9. Apakah program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis sudah memberikan
pengaruh terhadap kesejahteraan gelandangan dan pengemis khususnya?
Ya artinya program ini memberikan pengaruh ke si gepeng ini, ada juga yang sudah
merasakan lelah, kepengen berubah pekerjaannya, ada yang setelah ikut pelatihan anak-
anak berenti ngamen, ya kalo istilahnya mah ikut ngedesain nyetak foto yang namanya itu
pelatihan sablon. Termasuk juga yang telah dilatih montir motor, dia udah bisa buka
bengkel. Tapi ya itu, gak begitu saja berubah jadi sewaktu-waktu dia bisa balik lagi ke
jalan, ya bisa aja ke pengaruh sama temen-temen jalanannya.
10. Apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis
dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Yang menjadi tolak ukurnya ya sekarang udah keliatan biasanya mah pagi-pagi sampai itu
tuh udah ada para gepeng. Kalo sekarang ya Alhamdulillah, jadi berkurangnya ya gitu,
berkurangnya para gepeng.
Sources of power (Sumber kekuatan)
11. Siapa yang memiliki kekuatan atau yang berwenang untuk memberikan keputusan
dalam program rehablitasi gelandangan dan pengemis?
Kalo yang buat ngambil keputusan mah tentunya pihak yang punya kewenangnya masing-
masing ya kalo kita kan dinsos yang ngasih pembinaan, pelatihan, keterampilan kaya gitu
ya jadinya kalo yang ngambil keputusan di program pembinaan ini mah ya kita. Kalo
Satpol PP kan kewenangannya buat ngejaring, ngerazia para gepengnya, jadi kalo
urusannya soal ngerazia mah pihak Satpol PP.
12. Apakah Perda terkait tentang gelandangan dan pengemis perlu direvisi?
Kalo menurut pandangan saya mah ya tetep perlu direvisi karena dari kata-katanya juga
terlalu kasar. Pemberantasan, disitu ada kata-kata pemberantasan. Ya kalo pemberantasan
harus diberantas lah.
13. Apa saja yang dilakukan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis dalam memberikan
pelayanan rehablitasi?
Tentunya pelayanan yang diberikan itu pertama ya artinya memberikan pembinaan seperti
kita kumpulkan para gepeng terus kita kasih pembinaan keagamaan biar balik ke jalan
yang benar menurut agama. Terus ya kebutuhannya, kalo memang dia pengen kebutuhan
ya kita berikan dengan cara kemudahan, ya misalkan si gepeng minta pengen pelatihan
montir motor ya kita berikan lah gitu. Pengiriman ketempat pelatihan atau ketempat
rehabilitasi yang dilaksanak sama pihak Dinsos provinsi
14. Apakah kebutuhan gelandangan dan pengemis selama di rehab telah diberikan secara
maksimal?
Kalo di tempat rehabilitasi si dikasih kebutuhan secara maksimal, itu kalo di tempat
rehabilitasi, ya kalo cuma pembinaan aja belom maksimal. Kalo sampe pendidikan
keterampilan, termasuk juga bantuan peralatannya itu udah maksimal. Ya maksimal sertus
persen si belum. Artinya udah maksimal aja, kalo misalkan dikasih bantuan seratus persen
mah dia juga harus di kasih modal yang sepuluh juta itu.
15. Apakah program rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis didukung oleh
sumberdaya (dana, manusia) yang memadai?
Seperti yang udah jelasin tadi perbidang aja belom punya staf, kasie ini aja kan ga punya
staff. Ya minimal punya satu lah staff.
Dana juga menurut saya mah kurang memadai, tempat rehabilitasi juga kan gada kita mah.
Jadi terkadang kita kirim ke Dinsos provinsi buat direhab
Ya tadi itu kita belum memiliki tempat rehabilitasi untuk para gelandangan dan pengemis.
ya kita aja kantor dinas nya statusnya masih ngontrak, ya istilahnya daripada buat tempat
rehabilitasi mending buat kantor dulu. Rumah singgah juga kan kita belom punya.
16. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengawasi implementasi kebijakan
tentang rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Kalo pengawasan dari kita si cuma turun ke jalanan terus ngontrol gepeng itu masih
banyak ga atau yang kemaren kita rehab itu turun lagi ga ke jalan, kalo misalkan jalan-
jalan sepi dari gepeng kan berarti berhasil program kita ini.
17. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengevaluasi program rehablitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
Ya yang harus dibenahi itu terutama tadi itu tempat rehabilitasi atau UPT, harus ada
secara khusus yang menangani gepeng ini.
Jadi Dinas Sosial itu membawahi yaitu UPT evaluasinya itu. Selain itu juga yang tadi itu
penambahan SDM, kalo untuk anggaran mah itu udah jelas harus ada.
Sources of knowledge (Sumber pengetahuan)
MEMBERCHECK
Kode : I1.2
Hari/Tanggal : 11 Januari 2018
Tempat wawancara : Kantor Dinas Sosial Kota Serang
Nama Informan : Hendri
Pekerjaan / Jabatan : Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak & Lansia Dinas Sosial
Kota Serang
Catatan Wawancara :
Sources of motivation (Sumber motivasi)
1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis
Yang membuat program ini itu adalah kepala seksi sesuai dengan tupoksi, karena yang tau
permasalahan kan dari kita sendiri sesuai dengan tupoksinya
2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Kepala Bidang disitu juga ada Pak Kadis, kita kan awalnya lihat dari data dan kenyataan
banyak di jalan anak jalanan, gepeng, kita juga ngedata melalui pos sahabat anak itu juga
dibantu oleh Peksos setelah kita melihat data kan terus gimana nih cara penanganannya,
nah maka dari itu kita rempugin bareng-bareng bersama bapak kabid dan bapak kadis.
Banyak juga kita berkoordinasi ada dari lembaga ada juga dinas-dinas terkait yang
menangani tentang program ini. Ya misalkan dengan Disnaker, Kemenag, Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan yang sesuai tupoksinya kaya BPJS kesehatan, Kepolisian
untuk menangani anak jalanan kaya gitu. Jadi kita ga sendiri
3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
sebenernya mah dari tujuannya mah kaya sederhana tapi dalemnya rumet ya, itu
menghilangkan si tidak mungkin, tapi kita meminimalisir jumlahnya.
4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Dalam Perda pekat ini kan tidak hanya untuk gepeng dan anak jalanan ataupun pekat yang
lainnya ya, kita kan ada berbasis masyarakat ya otomatis masyarakat juga diikut sertakan,
terutama minimalnya tau bahwa ada peraturan atau perda yang ngelarang gepeng dan anak
jalanan itu tidak boleh gitu kan
5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Tentunya yang terkena dampaknya itu para gepeng anak jalanan itu sendiri ya, soalnya
kan mereka yang kita kasih pembinaan kasih bantuan, dengan kaya gitukan yang kena
dampak mereka.
6. Apa yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
kendalanya memang belum nyambungnya ya antara keinginan dan tujuan pemerintah dan
masyarakat belom sejalan gitu. Karena kita juga sadar diri ya, SDM dari kita Dinas Sosial
kurang ya sehingga tidak mencukupi untuk tenaga di sosialisasi di jalan. Karena kita
harusnya banyak ke jalan ya, nah tenaga itulah kita yang kurang. Sebenernya mah
kendalanya juga kesadaran lah dari kita semua ya khususnya masyarakat bahwa kita disini
punya program buat merubah anak jalanan.
7. Pihak mana yang bertanggung jawab dalam menangani permasalahan program
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis ini?
Sebenernya semua, cuma kan yang jadi leading sectornya dan tupoksinya Dinas Sosial
Kota Serang ya otomatis kita harus bertanggung jawab merangkul kesemuanya ke OPD
lain atau juga ke masyarakatnya
8. Upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalahan terkait
program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Dari faktor SDM yang sesungguhnya kami kekurangan. ya walaupun istilahnya kami
melakukan tugas cuma lima orang tapi alhamdulillahnya di dalam lima orang ini kami
merekrut hampir tiga puluh orang. Dia tau upamanya kami operasi yang tiga puluh orang
ini harus ikut karena juga ada SP nya. Kalo dari segi dana kami untuk kontrol aja seperti
yang saya udah jelasin kami sering pake kantong pribadi buat bensin-bensin mah, kan
kalo mau jalan buat ngontrol mah buat bensin mah harus ada.
9. Apakah program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis sudah memberikan
pengaruh terhadap kesejahteraan gelandangan dan pengemis khususnya?
Kalo untuk kesejahteraannya mah belom, namun berubah gitu dari prilakunya kalo
misalkan kesejahteraan mah dari jumlah segitu palingan yang baru sedikit ya
10. Apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis
dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Kalo yang jadi tolak ukur keberhasilan dari ibu si sederhana yah, kalo menghilangkan kan
ga mungking, ya minimal mengurangi jumlahnya itu
Sources of power (Sumber kekuatan)
11. Siapa yang memiliki kekuatan atau yang berwenang untuk memberikan keputusan
dalam program rehablitasi gelandangan dan pengemis?
Ya yang mengambil keputusannya ya masing-masing kepala seksi di sini, kita kan
ngerempugin bersama-sama ya.
12. Apakah Perda terkait tentang gelandangan dan pengemis perlu direvisi?
kalo liat dari itu mah diliat dari dalem isi perdanya itu ya belom dilaksanakan semua ya,
buktinya disosialisasikan ke masyarakatnya juga belum ya, misalkan katanya orang-orang
yang ngasih ke gepeng katanya kena sanksi nyatanya tidak kena sanksi. Sehingga perda
itu belom kuat.
13. Apa saja yang dilakukan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis dalam memberikan
pelayanan rehablitasi?
kami kirimkan anak jalanan itu ke sekolah memberikan program paket c, kita juga
menawarkan kepada anak-anak jalanan siapa yang mau ke sekolah atau ke pesantren
bahwa ada anak jalanan yang minta di beliin baju koko, peci, sarung, kami berikan. Ya
pokoknya kami pengennya mereka berubah biar ga di jalan lagi
14. Apakah kebutuhan gelandangan dan pengemis selama di rehab telah diberikan secara
maksimal?
kalo kebutuhan si kita kasih ya, kaya kemaren ya anak yang pengen masuk pesantren, kita
kerjasama sama Kemenag kita masukin pesantren. Eh baru dua hari si anak itu di jalan
lagi alesannya si pengen sarung, pengen Al-quran peci ibu turutin pengennya kaya gimana
coba, ibu kumplitin deh kita dateng ke orang tuanya kita turutin si anak itu maunya apa.
Ya karena kita pengennya itu si anak ini bisa gitu ga ke jalan lagi
15. Apakah program rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis didukung oleh
sumberdaya (dana, manusia) yang memadai?
Memangnya juga Dari SDMnya juga kita kekurangan ya, sehingga tidak mencukupi
tenaga untuk kita bersosialisasi di jalan.
Dan untuk dana sendiri, kita di situlah kelemahannya memang minim sekali dari
pendanaannya ya kurang mendukung kalo dari dana. Ya tetapi walau minimnya
pendanaan di situ kita ya minimal kita bisa ngebantu mereka walau sedikit jumlahnya
Ya kita sendiri dinas sosial belum memiliki tempat pusat rehabilitasi untuk para gepeng
atau anjal ini di berikan semacam pembinaan atau pelatihan apa gitu. Ya kita sendiri
bingung ya, kalo buat nampungnya itu.
16. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengawasi implementasi kebijakan
tentang rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Ya memang pengawasannya kita melalui petugas pos sahabat anak, apakah dia berfungsi
atau mereka berjalan sesuai dengan tupoksinya dan bisa di manfaatkan gitu. Juga
pengawasannya ke mereka yang dapet bantuan dari kita, kaya gitu pengawasannya.
17. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengevaluasi program rehablitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
Kalo kita mengevaluasi ya itu tadi, ibu suka mengevaluasi kalo ada pertemuan-pertemuan
baik di intern yang mana melibatkan awal dari kita lihat dari sarana dan prasarana yang
selama ini belom ada buat pembinaannya, anggarannya juga kan sedikit kurang
mendukung. Selain itu juga kita membahas tentang petugas pos sahabat anak, terus jumlah
daripada kita pelaksanaan penjaringan atau penjangkauan bukan termasuk razia kareba
kalo razia itu Satpol PP, terus selain itu juga dari lingkungan para gepeng itu. Nih ada
kepedulian ga nih lingkungan mereka terhadap si gepeng ini di jalan. Dalam hal ini para
gepeng masih banyak tidak yang ada di jalanan.
Sources of knowledge (Sumber pengetahuan)
18. Apa peran Dinas Sosial Kota Serang dalam perumusan program rehablitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
Ya kita merumuskan pertama dari kepala seksinya dulu karena kan sesuai dengan
tupoksinya, terus dengan kepala bidang, selanjutnya ke kadin atau kepada dinas untuk
disetujui atau tidak.
MEMBERCHECK
Kode : I2.1
Hari/Tanggal : Senin, 27 November 2017
Tempat wawancara : Kantor Satpol PP Kota Serang
Nama Informan : Hj. Juanda
Pekerjaan / Jabatan : Kepala Bidang Pengegak Hukum Daerah Satpol PP Kota
Serang
Catatan Wawancara :
Sources of motivation (Sumber motivasi)
1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis
Untuk pembinaan dan rehablitasi dan bantuan lain-lain adalah tugas dari Dinas Sosial,
dalam kapasitas kita itu tugas pokoknya hanya mengeksekusi dari tempat kejadian terus
dikirim ke dinas sosial, yang buat program ini kan dinas sosial, jadi yang ngebina,
ngerehab, yang ngasih bantuan itu Dinas Sosial dan juga perencanaan dan segala
sesuatunya ada di Dinas Sosial, soalnya mereka yang buat programnya.
2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Dalam rehabilitasi gepeng ini kita emang dilibatkan sesuai tupoksi kita yaitu menjaring
atau merazia para gepeng yang ada dijalanan. Ini juga kan masuk kewenangan kita, terus
tupoksi kita ini kan dari perwal yang didasari oleh perda pekat tersebut.
3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Dari kita mah tujuannya pengen si gepeng ini ngerasa kapok lah ada di jalanan, jadi
mereka itu si gepeng ini gak balik-balik ke jalan lagi, kan dengan kaya gitu bisa ngubah
mainsetnya.
4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Pastinya yang kita jadiin target sasaran para penyakit masyarakat termasuk juga para
gelandangan dan pengemis. Kita kan sebagai penegak hukum daerah, ya kita tugasnya
merazia para pekat penyakit masyarakat ini termasuk juga para gepeng.
5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Masyarakat akan dirasakan langsung dampaknya, coba kalo misalkan program ini bisa
istilahnya membuat si gepeng ini sadar, tentunya dampaknya ke masyarakat, masyarakat
ga ke ganggu lagi dong ama aktifitas gepeng ini.
6. Apa yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
Kendalanya dari kita itu kurangnya SDM, kurangnya disini itu dari segi kuantitas ya
bukan dari kualitas. Kalo dari kualitas si saya yakin lah kualitasnya bagus, tapi disini kami
hanya kekurangan kuantitas. Selain itu juga dari segi finansial, nah ini ni yang susah. Nah
kaya yang saya sebutin tadi susah kalo ga ada duit mah mau jalannya ajasusah, ya mau
gimana lagi itu faktanya. Ya terkadang anggaran untuk kita kontrol aja, terkadang pake
kantong pribadi itu istilahnya buat bensin-bensin doang mah.
7. Pihak mana yang bertanggung jawab dalam menangani permasalahan program
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis ini?
Kan yang jadi penanggung jawab program ini kan Dinas Sosial, jadi kalo misalkan ada
masalah-masalah yang terjadi dinsosnya yang bertanggung jawab, kalo kita bertanggung
jawab kalo tiap penjaringan, ngerazia, baru kita yang tanggung jawab.
8. Upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalahan terkait
program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Dari faktor SDM yang sesungguhnya kami kekurangan. ya walaupun istilahnya kami
melakukan tugas cuma lima orang tapi alhamdulillahnya di dalam lima orang ini kami
merekrut hampir tiga puluh orang. Dia tau upamanya kami operasi yang tiga puluh orang
ini harus ikut karena juga ada SP nya. Kalo dari segi dana kami untuk kontrol aja seperti
yang saya udah jelasin kami sering pake kantong pribadi buat bensin-bensin mah, kan
kalo mau jalan buat ngontrol mah buat bensin mah harus ada.
9. Apakah program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis sudah memberikan
pengaruh terhadap gelandangan dan pengemis khususnya?
Pastinya ngasih pengaruh ke si para gepeng, ya sedikit banyaknya ngasih pengaruh ke si
gepeng. Ada juga kan yang udah direhab dia berenti ngamen ngemis dia jadi usaha
dagang, ya sedikit banyaknya ngasih pengaruh.
10. Apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis
dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Tugas Satpol PP itu cuma eksekutor pembinaannya kan dari Dinsos, tugas kita tuh cuma
sedikit cuma pelarangan saja. Ya disini yang menjadi tolak ukur kita para gepeng ini ga
balik lagi ke jalan, dan masyarakatnya juga sadar kalo ngasih para pengamen pengemis itu
dilarang, jadi kalo misalkan ada gepeng yang minta-minta coba lah jangan dikasih, ya
walaupun istilahnya kita ngerasa ga tega iba ke si gepeng itu. Soalnya nanti kebiasaan
buat para si gepeng.
Sources of power (Sumber kekuatan)
11. Siapa yang memiliki kekuatan atau yang berwenang untuk memberikan keputusan
dalam program rehablitasi gelandangan dan pengemis?
Yang punya kewenangan dalam urusan merazia itu kan Satpol PP, jadi yang berhak
mengambil dalam urusan merazia itu pihak kami, Satpol PP. Kita mah gausah kemana
mana dulu, kita ngejalanin undang-undangnya dulu, amanatnya dulu gausah ke yang lain,
jadi kita kalo langsung ke sasaran dasarnya apa kita ngelakuin itu.
12. Apakah program rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis didukung oleh
sumberdaya (dana, manusia) yang memadai?
Yang saya jelasin tadi SDM di kita kekurang dari segi jumlahnya secara kuantitas kita
kekurangan.
Nah untuk dana juga kita juga kekurangan tadi juga saya udah jelasin kalo misalkan kita
buat kontrol-kontrol gitukan butuh uang transport, buat orang yang kontrol juga kan butuh
buat untuk ngopi-ngopi mah.
Nah terkadang kita bingung nih pas kita baru beres ngejaring, si para gepeng ini mau di
kemanain nih. Dinsos juga belom punya tempat penampungan gitu. Semacem tempat buat
ngerehabnya juga belom ada.
13. Bagaimana Keterlibatan Satpol PP dalam mengawasi implementasi kebijakan tentang
rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis?
MEMBERCHECK
Kode : I3.1
Hari/Tanggal : Senin, 18 Desember 2017
Tempat wawancara : Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten
Nama Informan : Asep Hanan
Pekerjaan / Jabatan : Kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial Dinas Sosial Provinsi
Banten
Catatan Wawancara :
Sources of motivation (Sumber motivasi)
1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Yang punya kewenangan membuat program rehabilitasi ini si di kabupaten/kota ya, kalo
di kota kan Dinas Sosial Kota Serang ya.
2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Kalo untuk di lapangan itu misalkan penertiban, ngerazia para gepeng itu kan
kewenangannya ada di Kabupaten/Kota yaitu di Dinas Sosial Kota Serang dan juga Satpol
PP nya
3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Kalo tujuan program rehablitasi gepeng ini tentunya pengen ngerubah mindsetnya lah dari
tadinya dia ngemis, dia bisa usaha kecil-kecilan kaya jualan gorengan atau buka warung
kecil kaya gitu. Kan kalo program rehabilitasi ini, si gepeng keterampilan kaya bikin kue,
atau keterampilan montir, dan kalo dia mau dia dikasih modal sama kita. Ya kalopun
misalkan gak ngerubah dia, minimal dia turun ke jalannya ga sering, ya misalkan tadinya
dia di jalan 12 jam sekarang dia jalan cuma 5 jam.
4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Yang jelas yang jadi sasaran dari program ini tuh para gepeng, jangan sampe si gepeng itu
terus di jalan, ya minimal mereka itu produktif lah nggak terus nyari nafkahnya di jalanan.
5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Di program ini kan kita ngasih pembinaan kaya semacem ngasih keterampilan bikin kue
kaya tata boga gitu, selain itu juga kita ngasih keterapilan buat bengkel jadi si gepeng ini
punya keahlian lah semacem itu, nah kalo udah kaya gitu kita tinggal ngasih modal tuh ke
para gepeng, biar ga balik lagi ke jalan mereka lebih produktif kan kaya gitu. Nah dari situ
berdampak juga ke prilaku si gepeng, jadi mindset si gepeng ini kan berubah. Dengan
kaya gitu masyarakat ikut merasakan juga kan keuntungannya, jadi masyarakat juga ga
merasa ke ganggu tuh ama si gepeng.
6. Apa yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
Kendalanya ya kadang-kadang kalo dirazia itu si gepeng nya itu balik lagi balik lagi kaya
gak kapok-kapok, terus juga kategori kaya anak punk itu yang masih samar, itu masuknya
kemana nih, anak jalanan atau apa gitu kalo anak jalanan ada seksinya lagi, kalo yang
pake narkoba atau orang yang gila ada juga seksinya disini tapi kadang-kadang di tangani
oleh seksi kita juga. Ya emang susah juga kita mengkategorikannya juga, ya jadi
kendalanya itu kita susah buat mengkategorikannya
7. Pihak mana yang bertanggung jawab dalam menangani permasalahan program
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis ini?
Kalo program ini si sebenernya yang punya kewenangan itu yang di kabupaten kota, juga
yang bertanggung jawab yang di kabupaten kota, biasanya kan mereka itu yang langsung
ke lapangan melakukan razia atau apa gitu, itu udah kewenangan di kabupaten kota,
Dinsos kota sama Satpol PP kalo kita terima sini ajalah.
8. Apakah program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis sudah memberikan
pengaruh terhadap kesejahteraan gelandangan dan pengemis khususnya?
Memberikan pengaruh tentunya, disinikan kami ngasih pelatihan kaya bikin kue, pelatihan
bengkel yang kaya disebutin tadi itu, keterampilan ngejahit. Nanti kami ngasih modal ke
mereka biar uang itu dijadiin modal usaha sama mereka.
9. Apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam penyelenggaraan program
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
MATRIK WAWANCARA
Sources Of Motivation (Sumber Motivasi)
a. Stakeholder (Pihak yang terlibat)
Q1 Siapa atau pihak mana yang
secara faktual yang memproduk
kebijakan tentang rehabilitasi
sosial gelandangan dan
pengemis?
Kesimpulan :
Pihak yang memproduk atau yang
membuat program ini adalah Dinas
Sosial Kota Serang. Dinas Sosial
juga yang mempunyai kewenangan
dan tanggung jawab terhadap
program rehabilitasi gelandangan
dan pengemis ini.
I1.1 Tentunya untuk yang membuat
program rehsos gepeng ini yaitu
dinsos, yaa khususnya seksi
bagaian yang menangani
gelandangan dan pengemis ini,
kami juga sebagai penanggung
jawab program ini
I1.2 Yang membuat program ini itu
adalah kepala seksi sesuai
dengan tupoksi, karena yang tau
permasalahan kan dari kita
sendiri sesuai dengan tupoksinya
I2.1 Untuk pembinaan dan rehablitasi
dan bantuan lain-lain adalah
tugas dari Dinas Sosial, dalam
kapasitas kita itu tugas
pokoknya hanya mengeksekusi
dari tempat kejadian terus
dikirim ke dinas sosial, yang
buat program ini kan dinas
sosial, jadi yang ngebina,
ngerehab, yang ngasih bantuan
itu Dinas Sosial dan juga
perencanaan dan segala
sesuatunya ada di Dinas Sosial,
soalnya mereka yang buat
programnya
I3.1 Yang punya kewenangan
membuat program rehabilitasi
ini si di kabupaten/kota ya, kalo
di kota kan Dinas Sosial Kota
Serang ya
Q2 Siapa saja yang terlibat dalam
pembuatan program rehabilitasi
sosial gelandangan dan
pengemis?
Kesimpulan :
Pihak-pihak yang terlibat dalam
pelaksaan program rehabilitasi
gelandangan dan pengemis ini yaitu
Dinas Sosial Kota Serang sebagai
leading sector, Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Serang, Dinas Pendidikan
Kota Serang, Dinas Kesehatan,
Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil Kota Serang, Dinas Tenaga
Kerja Kota Serang, bahkan
kepolisian yang ikut menangani anak
jalanan.
I1.1 Keterlibatannyan dalam
pemerintahan itu, pertama OPD
Dinas Sosial Kota Serang yang
harus mempunyai peran sesuai
dengan yang ada tupoksinya
rehabilitasi. Cuma rehabilitasi
tidak cukup Dinas Sosial
bagaimana kalo dia umpamanya
pendidikannya ingin
melanjutkan karena tidak
mampu, lulusan SMP yang tidak
punya izasah maka harus kejar
paket, nah itu terlibatlah Dinas
Pendidikan. Kita koordinasi dan
bekerjasama dengan Dinas
Pendidikan. Bagaimana cara
penanganannya,
pengambilannya, wewenang
untuk menangkap dan membawa
itu adalah Satpol PP, selain itu
juga bagaimana kalo dia nggak
punya dan pengen punya kartu
keluarga, pengen punya KTP,
nah Dinas Kependudukan juga
harus terlibat, nah bagaimana
kalo dia pengen bekerja kalo dia
emang sudah punya keahlian,
kita libatkan juga Disnaker
I1.2 Kepala Bidang disitu juga ada
Pak Kadis, kita kan awalnya
lihat dari data dan kenyataan
banyak di jalan anak jalanan,
gepeng, kita juga ngedata
melalui pos sahabat anak itu
juga dibantu oleh Peksos setelah
kita melihat data kan terus
gimana nih cara penanganannya,
nah maka dari itu kita rempugin
bareng-bareng bersama bapak
kabid dan bapak kadis. Banyak
juga kita berkoordinasi ada dari
lembaga ada juga dinas-dinas
terkait yang menangani tentang
program ini. Ya misalkan
dengan Disnaker, Kemenag,
Dinas Pendidikan, Dinas
Kesehatan yang sesuai
tupoksinya kaya BPJS
kesehatan, Kepolisian untuk
menangani anak jalanan kaya
gitu. Jadi kita ga sendiri
I2.1 Dalam rehabilitasi gepeng ini
kita emang dilibatkan sesuai
tupoksi kita yaitu menjaring atau
merazia para gepeng yang ada
dijalanan. Ini juga kan masuk
kewenangan kita, terus tupoksi
kita ini kan dari perwal yang
didasari oleh perda pekat
tersebut
I3.1 Kalo untuk di lapangan itu
misalkan penertiban, ngerazia
para gepeng itu kan
kewenangannya ada di
Kabupaten/Kota yaitu di Dinas
Sosial Kota Serang dan juga
Satpol PP nya
b. Purpose (Tujuan)
Q3 Apa yang menjadi tujuan dari
program rehabilitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
I1.1 Ya untuk tujuannya mah
inginnya kami pemerintah si
tetep satu, ingin mengentaskan
kemiskinan kalo tujuan secara
umumnya mah itu, sama
mengentaskan pengangguran.
Ya khususnya dari program ini
inginnya mah itu, si gepeng itu
mendapat keterampilan juga dia
bisa merubah prilakunya sama
mindsetnya
Kesimpulan :
Tujuan dari program rehabilitasi
gelandangan dan pengemis ini yaitu
untuk mengurangi jumlahnya dan
juga merubah prilaku dan mainset
para gelandangan dan pengemis,
dengan cara memberikan pembinaan,
memberikan keterampilan dan
keahlian kepada para gelandangan
dan pengemis agar mereka
mempunyai keterampilan dan
keahlian sehingga para gelandangan
dan pengemis ini untuk tidak terus
berada di jalanan dan juga mereka
bisa mencari nafkah dengan tidak
meminta-minta.
I1.2 Sebenernya mah dari tujuannya
mah kaya sederhana tapi
dalemnya rumet ya, itu
menghilangkan si tidak
mungkin, tapi kita
meminimalisir jumlahnya
I2.1 Dari kita mah tujuannya pengen
si gepeng ini ngerasa kapok lah
ada di jalanan, jadi mereka itu si
gepeng ini gak balik-balik ke
jalan lagi, kan dengan kaya gitu
bisa ngubah mainsetnya
I3.1 Kalo tujuan program rehablitasi
gepeng ini tentunya pengen
ngerubah mainsetnya lah dari
tadinya dia ngemis, dia bisa
usaha kecil-kecilan kaya jualan
gorengan atau buka warung kecil
kaya gitu. Kan kalo program
rehabilitasi ini, si gepeng
keterampilan kaya bikin kue,
atau keterampilan montir, dan
kalo dia mau dia dikasih modal
sama kita. Ya kalopun misalkan
gak ngerubah dia, minimal dia
turun ke jalannya ga sering, ya
misalkan tadinya dia di jalan 12
jam sekarang dia jalan cuma 5
jam
I4.1 Tujuannya, tentunya untuk
mengurangi para gelandangan
dan pengemis jangan sampai ada
yang turun ke jalan tentunya
Q4 Siapa yang menjadi sasaran
adanya program rehabilitasi
sosial gelandangan dan
pengemis?
Kesimpulan :
yang menjadi sasaran dari program
rehablitasi gelandangan dan
pengemis ini yaitu para gelandangan
dan pengemis
I1.1 Tentunya yang jadi sasaran
utamanya itu para gelandangan
pengemis, kalo untuk sasaran
utamanya.
I1.2 Dalam Perda pekat ini kan tidak
hanya untuk gepeng dan anak
jalanan ataupun pekat yang
lainnya ya, kita kan ada berbasis
masyarakat ya otomatis
masyarakat juga diikut sertakan,
terutama minimalnya tau bahwa
ada peraturan atau perda yang
ngelarang gepeng dan anak
jalanan itu tidak boleh gitu kan
I2.1 Pastinya yang kita jadiin target
sasaran para penyakit
masyarakat termasuk juga para
gelandangan dan pengemis. Kita
kan sebagai penegak hukum
daerah, ya kita tugasnya merazia
para pekat penyakit masyarakat
ini termasuk juga para gepeng.
I3.1 Yang jelas yang jadi sasaran dari
program ini tuh para gepeng,
jangan sampe si gepeng itu terus
di jalan, ya minimal mereka itu
produktif lah nggak terus nyari
nafkahnya di jalanan
I4.1 Ya yang pastinya yang jadi
sasarannya itu para gelandangan
dan pengemis itu. Soalnya kan
program ini ditujukannya ke
mereka.
Q5 Siapa yang terkena dampak dari
adanya program rehabilitasi
sosial gelandangan dan
pengemis?
Kesimpulan :
Yang terkena dampak dari program
rehablitasi gelandangan dan
pengemis ini adalah para
gelandangan dan pengemis itu
sendiri sehingga masyarakat juga
ikut merasakan dampak dari program
ini.
I1.1 Sebenernya mah gini ya, yang
terkena dampak dari program ini
tuh kan para gepeng, ya artinya
program ini memberikan
pengaruh ke si gepeng ini biar ga
ke jalanan lagi. nah kalo udah
kaya gitu kan, si gepeng udah
bisa nyari nafkahnya gak turun
ke jalan, bisa juga kan
berdampaknya ke masyarakat.
Masyarakatkan nantinya gak
keganggu lagi sama adanya
gepeng ini
I1.2 Tentunya yang terkena
dampaknya itu para gepeng anak
jalanan itu sendiri ya, soalnya
kan mereka yang kita kasih
pembinaan kasih bantuan,
dengan kaya gitukan yang kena
dampak mereka
I2.1 Masyarakat akan dirasakan
langsung dampaknya, coba kalo
misalkan program ini bisa
istilahnya membuat si gepeng ini
sadar, tentunya dampaknya ke
masyarakat, masyarakat ga ke
ganggu lagi dong ama aktifitas
gepeng ini
I3.1 Di program ini kan kita ngasih
pembinaan kaya semacem
ngasih keterampilan bikin kue
kaya tata boga gitu, selain itu
juga kita ngasih keterapilan buat
bengkel jadi si gepeng ini punya
keahlian lah semacem itu, nah
kalo udah kaya gitu kita tinggal
ngasih modal tuh ke para
gepeng, biar ga balik lagi ke
jalan mereka lebih produktif kan
kaya gitu. Nah dari situ
berdampak juga ke prilaku si
gepeng, jadi mainset si gepeng
ini kan berubah. Dengan kaya
gitu masyarakat ikut merasakan
juga kan keuntungannya, jadi
masyarakat juga ga merasa ke
ganggu tuh ama si gepeng
I4.1 Dampak dari program ini
tentunya kepada masyarakat,
kalo misalkan gelandangan dan
pengemis sudah berkurang lah
jumlahnya, tentunya masyarakat
juga yang nyaman kan
Q6 Apa yang menjadi kendala
dalam penyelenggaraan program
rehabilitasi sosial gelandangan
dan pengemis?
Kesimpulan :
Yang menjadi kendalanya dalam
program rehabilitasi gelandangn dan
pengemis itu adalah SDM yang
kurang memadai, ada juga dari
tempat penampungan dan tempat
rehablitasi para gelandangan dan
pengemis, kurangnya
keharmonisasian dan kurangnya
koordinasi dari organisasi perangakat
daerah terkait, dan juga anggaran
yang belum memadai serta
kurangnya peran serta masyarakat
untuk mematuhi peraturan daerah
yang melarang memberikan uang
pada pengemis.
I1.1 Hal-hal yang jadi kendalanya itu
pertama, SDM. Di bagaian
bapak satu bidang aja belom
punya staf, harunya mah kasie
itu minimal punya satu,
pembantu bapak itu harusnya
mah ada minimal satu tapi bapak
belom punya. Sebenrmya bukan
bapak aja ini yang belom punya
malah di bidang ini belom punya
staf. Ya selain itu juga
kendalanya kadang-kadang
OPD-OPD lainya itu istilahnya
kurang harmonis. Sebenernya
kalo bicara soal itu mah jelek
juga, ya mau gimana lagi begitu
kenyataannya. Kemudian kami
dinsos belom punya juga tempat
penampungan buat para gepeng
yang udah di razia sama Satpol
PP. Gimana mau nampung kita
juga kantornya masih ngontrak
kan ya gitu. Ya otomatis juga
penganggaran juga oleh kita
sangat dibutuhkan. Nah tempat
rehabilitasi juga tuh, itu yang
pertama tempat rehabilitasi itu
belom ada
I1.2 Kendalanya memang belum
nyambungnya ya antara
keinginan dan tujuan pemerintah
dan masyarakat belom sejalan
gitu. Karena kita juga sadar diri
ya, SDM dari kita Dinas Sosial
kurang ya sehingga tidak
mencukupi untuk tenaga di
sosialisasi di jalan. Karena kita
harusnya banyak ke jalan ya, nah
tenaga itulah kita yang kurang.
Sebenernya mah kendalanya
juga kesadaran lah dari kita
semua ya khususnya masyarakat
bahwa kita disini punya program
buat merubah anak jalanan.
I2.1 Kendalanya dari kita itu
kurangnya SDM, kurangnya
disini itu dari segi kuantitas ya
bukan dari kualitas. Kalo dari
kualitas si saya yakin lah
kualitasnya bagus, tapi disini
kami hanya kekurangan
kuantitas. Selain itu juga dari
segi finansial, nah ini ni yang
susah. Nah kaya yang saya
sebutin tadi susah kalo ga ada
duit mah mau jalannya ajasusah,
ya mau gimana lagi itu faktanya.
Ya terkadang anggaran untuk
kita kontrol aja, terkadang pake
kantong pribadi itu istilahnya
buat bensin-bensin doang mah.
I3.1 Kendalanya ya kadang-kadang
kalo dirazia itu si gepeng nya itu
balik lagi balik lagi kaya gak
kapok-kapok, terus juga kategori
kaya anak punk itu yang masih
samar, itu masuknya kemana
nih, anak jalanan atau apa gitu
kalo anak jalanan ada seksinya
lagi, kalo yang pake narkoba
atau orang yang gila ada juga
seksinya disini tapi kadang-
kadang di tangani oleh seksi kita
juga. Ya emang susah juga kita
mengkategorikannya juga, ya
jadi kendalanya itu kita susah
buat mengkategorikannya.
I4.1 Kendalanya ya memang itu
terkadang para gepeng itu pas
kita samperin itu pada lari, terus
dari si gepeng itu juga kurang
keterbukaan kitakan jadinya
susah buat ngedatanya. Kita juga
butuh kerjasama dari masyarakat
untuk berperan untuk ikut dalam
program ini ya minimal ikut
mengikuti peraturan yang ada,
kan di perda juga ada pelarangan
buat ngasih para gepeng.
Q7 Pihak mana yang bertanggung
jawab dalam menangani
permasalahan program
rehabilitasi sosial gelandangan
dan pengemis ini?
Kesimpulan :
Pihak yang bertanggung jawab atas
masalah-masalah yang terjadi dalam
program rehablitasi gelandangan dan
pengemis ini yaitu terutama Dinas
Sosial Kota Serang sebagai instansi
yang menjadi penanggung jawab
program, namun seluruh elemen
masyarakat juga harus bertanggung
jawab untuk ikut andil dalam
program ini dengan tidak memberi
apapun kepada gelandangan dan
pengemis. Selain itu instansi-instansi
terkait juga harus mempunyai rasa
tanggung jawab dalam menangani
masalah yang ada.
I1.1 Harusnya semuanya OPD-OPD
terkait ikut bertanggung jawab,
ya terutama OPD Dinas Sosial
dan Satpol PP
I1.2 Sebenernya semua, cuma kan
yang jadi leading sectornya dan
tupoksinya Dinas Sosial Kota
Serang ya otomatis kita harus
bertanggung jawab merangkul
kesemuanya ke OPD lain atau
juga ke masyarakatnya.
I2.1 Kan yang jadi penanggung
jawab program ini kan Dinas
Sosial, jadi kalo misalkan ada
masalah-masalah yang terjadi
dinsosnya yang bertanggung
jawab, kalo kita bertanggung
jawab kalo tiap penjaringan,
ngerazia, baru kita yang
tanggung jawab
I3.1 Kalo program ini si sebenernya
yang punya kewenangan itu
yang di kabupaten kota, juga
yang bertanggung jawab yang di
kabupaten kota, biasanya kan
mereka itu yang langsung ke
lapangan melakukan razia atau
apa gitu, itu udah kewenangan di
kabupaten kota, Dinsos kota
sama Satpol PP kalo kita terima
sini ajalah.
I4.1 Yang bertanggung jawab itu
Dinas Sosial dan juga unsur
masyarakat seluruhnya. Dinas
sosial kan lembaga pemerintah
ya, jadi untuk lembaga ini Dinas
Sosial yang bertanggung jawab
tapi harus ada peran serta
masyarakat.
Q8 Upaya apa yang dilakukan
pemerintah dalam menangani
permasalahan terkait program
rehabilitasi sosial gelandangan
dan pengemis?
Kesimpulan :
Upaya-upaya yang di lakukan oleh
pihak-pihak yang bertanggung jawab
dalam mengatasi masalah yang
terjadi adalah seperti dari kekurang
Sumber Daya Manusia (SDM) pihak
Dinas Sosial Kota Serang
membentuk sebuat satuan tugas
(Satgas) atau Petugas Sosial yang
akan membantu Dinas Sosial dalam
menangani para gelandangan dan
pengemis. Hampir sama seperti
pihak Dinas Sosial, Satpol PP
melakukan perekrutan petugas
sebanyak 30 orang oleh anggota asli
yang sebanyak 5 orang. Pihak Dinas
Sosial dalam mengatasi masalah
anggaran mereka mengirimkan para
gelandangan dan pengemis ke pihak
I1.1 Saya juga kan gak punya staf,
kalo ada anggarannya bapak
juga membentuk tim
sukarelawan. Ya artinya
semacem petugas sosial, satgas
satuan tugas sepuluh orang. Kalo
misakan anggaran kita gada, kita
ngirim para gepeng ini ke
provinsi, Dinsos provinsi buat
direhab disana kira-kira sepuluh
orang kita kirim ke sana, ya
salah satu pelayanan kita kaya
gitu kalo anggarannya ngga ada.
I2.1 Dari faktor SDM yang
sesungguhnya kami kekurangan.
ya walaupun istilahnya kami
melakukan tugas cuma lima
orang tapi alhamdulillahnya di
dalam lima orang ini kami
merekrut hampir tiga puluh
orang. Dia tau upamanya kami
operasi yang tiga puluh orang ini
harus ikut karena juga ada SP
nya. Kalo dari segi dana kami
untuk kontrol aja seperti yang
saya udah jelasin kami sering
pake kantong pribadi buat
bensin-bensin mah, kan kalo
mau jalan buat ngontrol mah
buat bensin mah harus ada
Dinas Sosial Provinsi Banten untuk
di rehablitasi. Sedangkan yang
dilakukan Satpol PP untuk mengatasi
anggaran adalah sering
menggunakan dana pribadi untuk
setidaknya melakukan kontrol di
jalanan.
Q9 Apakah program rehabilitasi
sosial gelandangan dan
pengemis sudah memberikan
pengaruh terhadap kesejahteraan
gelandangan dan pengemis
khususnya?
Kesimpulan :
Program rehabilitasi gelandangan
dan pengemis ini memberikan
pengaruh kepada para gelandangan
dan pengemis, karena dalam
program rehabilitasi ini memberikan
keterampilan dan keahlian yang
nantinya diberikan modal usaha
kepada para gelandangan dan
pengemis untuk bisa menjadi
mandiri dan lebih produktif,
sehingga tidak harus kembali lagi ke
jalanan.
I1.1 Ya artinya program ini
memberikan pengaruh ke si
gepeng ini, ada juga yang sudah
merasakan lelah, kepengen
berubah pekerjaannya, ada yang
setelah ikut pelatihan anak-anak
berenti ngamen, ya kalo
istilahnya mah ikut ngedesain
nyetak foto yang namanya itu
pelatihan sablon. Termasuk juga
yang telah dilatih montir motor,
dia udah bisa buka bengkel. Tapi
ya itu, gak begitu saja berubah
jadi sewaktu-waktu dia bisa
balik lagi ke jalan, ya bisa aja ke
pengaruh sama temen-temen
jalanannya.
I1.2 Kalo untuk kesejahteraannya
mah belom, namun berubah gitu
dari prilakunya kalo misalkan
kesejahteraan mah dari jumlah
segitu palingan yang baru sedikit
ya.
I2.1 Pastinya ngasih pengaruh ke si
para gepeng, ya sedikit
banyaknya ngasih pengaruh ke si
gepeng. Ada juga kan yang udah
direhab dia berenti ngamen
ngemis dia jadi usaha dagang, ya
sedikit banyaknya ngasih
pengaruh.
I3.1 Memberikan pengaruh tentunya,
disinikan kami ngasih pelatihan
kaya bikin kue, pelatihan
bengkel yang kaya disebutin tadi
itu, keterampilan ngejahit. Nanti
kami ngasih modal ke mereka
biar uang itu dijadiin modal
usaha sama merek.
I4.1 Sangat, sangat memberikan
berpengaruh contoh, para
gepeng atau anak yang awalnya
mengamen ya, nah saat
diberikan pelatihan secara
kemampuan dan alhamdulillah
di satu tahun yang lalu kita ada
keterampilan sablon, setelah itu
skill kan ada nih, sudah terasah
gitu kan, kita berikan dari dinas
sosial alat, nah agar mereka
kurang lah jumlahnya gitu.
c. Measure of Improvement (Ukuran Perbaikan/Tolak Ukur)
Q10 Apa yang menjadi tolak ukur
keberhasilan Seksi Bagian
Gelandangan dan Pengemis
dalam penyelenggaraan program
rehabilitasi sosial gelandangan
dan pengemis?
Kesimpulan :
Tolak ukur keberhasilan dari
program ini adalah berkurangnya
jumlah gelandangan dan pengemis di
setiap tahunnya. Kemudian
tercapainya jumlah para gelandangan
dan pengemis yang ingin direhab
dari jumlah yang ditargetkan di awal.
Selain itu pula para gelandangan dan
pengemis ini sadar dan tidak balik-
balik lagi ke jalanan, serta kesadaran
dari masyarakat untuk tidak memberi
kepada para gelandangan dan
pengemis.
I1.1 Yang menjadi tolak ukurnya ya
sekarang udah keliatan biasanya
mah pagi-pagi sampai itu tuh
udah ada para gepeng. Kalo
sekarang ya Alhamdulillah, jadi
berkurangnya ya gitu,
berkurangnya para gepeng.
I1.2 Kalo yang jadi tolak ukur
keberhasilan dari ibu si
sederhana yah, kalo
menghilangkan kan ga
mungking, ya minimal
mengurangi jumlahnya itu.
I2.1 Tugas Satpol PP itu cuma
eksekutor pembinaannya kan
dari Dinsos, tugas kita tuh cuma
sedikit cuma pelarangan saja. Ya
disini yang menjadi tolak ukur
kita para gepeng ini ga balik lagi
ke jalan, dan masyarakatnya
juga sadar kalo ngasih para
pengamen pengemis itu dilarang,
jadi kalo misalkan ada gepeng
yang minta-minta coba lah
jangan dikasih, ya walaupun
istilahnya kita ngerasa ga tega
iba ke si gepeng itu. Soalnya
nanti kebiasaan buat para si
gepeng
I3.1 Minimal kita mengurangi jumlah
gepeng tiap tahunnya untuk
meminimalisir, dan juga tolak
ukurnya misalkan kita melatih
sepuluh orang, ya
terlaksanakannya juga sepuluh
orang, ya kita mencapai apa
yang ditargetkan lah bisa di
bilang begitu.
I4.1 Yang pasti tolak ukurnya jumlah
gepeng atau anak jalanan itu
berkurang ada perubahan lah
dari mereka untuk ngga ke
jalanan lagi.
Sources Of Power (Sumber Kekuatan)
a. Decision-maker (Pembuat Keputusan)
Q11 Siapa yang memiliki kekuatan
atau yang berwenang untuk
memberikan keputusan dalam
program rehablitasi gelandangan
dan pengemis?
Kesimpulan :
Yang berhak mengambil keputusan
dalam program rehabilitasi
gelandangan dan pengemis ini adalah
masing-masing pihak yang
mempunyai kewenangan. Seperti I1.1 Kalo yang buat ngambil
keputusan mah tentunya pihak
yang punya kewenangnya
masing-masing ya kalo kita kan
dinsos yang ngasih pembinaan,
pelatihan, keterampilan kaya
gitu ya jadinya kalo yang
ngambil keputusan di program
pembinaan ini mah ya kita. Kalo
Satpol PP kan kewenangannya
buat ngejaring, ngerazia para
gepengnya, jadi kalo urusannya
soal ngerazia mah pihak Satpol
PP.
Dinas Sosial Kota Serang yang
menjadi penanggung jawab program
rehabilitasi gelandangan dan
pengemis ini mempunyai
kewenangan untuk memutuskan apa
yang akan dilakukan. Satpol PP
memiliki kewenangan dalam
menjaring dan merazia para
gelandangan dan pengemis, maka
dari itu Satpol PP memiliki
kewenangan dalam pengambilan
keputusan untuk urusan merazia para
gepeng. I1.2 Ya yang mengambil
keputusannya ya masing-masing
kepala seksi di sini, kita kan
ngerempugin bersama-sama ya.
I2.1 Yang punya kewenangan dalam
urusan merazia itu kan Satpol
PP, jadi yang berhak mengambil
dalam urusan merazia itu pihak
kami, Satpol PP. Kita mah
gausah kemana mana dulu, kita
ngejalanin undang-undangnya
dulu, amanatnya dulu gausah ke
yang lain, jadi kita kalo langsung
ke sasaran dasarnya apa kita
ngelakuin itu
I3.1 Untuk masalah itu mah masing-
masing punya kewenanganannya
masing-masing, ya kalo kita mah
dinsos provinsi cuma ngejalanin
program yang emang pesertanya
kiriman dari kabupaten/kota
Q12 Apakah Perda terkait tentang
gelandangan dan pengemis perlu
direvisi?
Kesimpulan :
Perda Kota Serang Nomor 2 Tahun
2010 tentang penyakit masyarakat
belum cukup kuat guna mecegah
adanya pengemis serta belum cukup
kuat pula untuk menjadi dasar
hukum untuk program rehabilitasi
gelandangan dan pengemis sehingga
perlunya merevisi isi dari perda
tersebut. Namun dalam mengganti
perda tersebut tidak mudah
dikarenakan biaya yang dibutuhkan
I1.1 Kalo menurut pandangan saya
mah ya tetep perlu direvisi
karena dari kata-katanya juga
terlalu kasar. Pemberantasan,
disitu ada kata-kata
pemberantasan. Ya kalo
pemberantasan harus diberantas
lah.
I1.2 Kalo liat dari itu mah diliat dari
dalem isi perdanya itu ya belom
dilaksanakan semua ya, buktinya
disosialisasikan ke
masyarakatnya juga belum ya,
misalkan katanya orang-orang
yang ngasih ke gepeng katanya
kena sanksi nyatanya tidak kena
sanksi. Sehingga perda itu belom
kuat.
untuk pembuatan perda cukup
mahal.
I4.1 Saya pikir cukuplah, tinggal
bagaimana sosialisasinya saja
yang memang kurang.
I5.1 Ya kalo soal revisi itu, dilihat
dulu sejauh mana pelaksanaan
implementasinya itu, perda itu
direvisi itu banyak alasannya,
apa karena banyak aturan yang
diubah, ada kebutuhan di
masyarakat yang berubah gitu
kan. Soalnya kalo bikin perda
tuh mahal.
Q13 Apa saja yang dilakukan dalam
memberikan pelayanan
rehablitasi?
Kesimpulan :
Dinas Sosial Kota Serang dan Dinas
Sosial melakukan koordinasi dalam
pelaksanaan program rehabilitasi
gelandangan dan pengemis ini.
Pelayanan yang diberikan kepada
gelandangan dan pengemis berupa
pembinaan keagamaan, pendidikan,
pelatihan menyablon, tata boga dan
montir motor.
I1.1 Tentunya pelayanan yang
diberikan itu pertama ya artinya
memberikan pembinaan seperti
kita kumpulkan para gepeng
terus kita kasih pembinaan
keagamaan biar balik ke jalan
yang benar menurut agama.
Terus ya kebutuhannya, kalo
memang dia pengen kebutuhan
ya kita berikan dengan cara
kemudahan, ya misalkan si
gepeng minta pengen pelatihan
montir motor ya kita berikan lah
gitu. Pengiriman ketempat
pelatihan atau ketempat
rehabilitasi yang dilaksanak
sama pihak Dinsos provinsi
I1.2 Kami kirimkan anak jalanan itu
ke sekolah memberikan program
paket c, kita juga menawarkan
kepada anak-anak jalanan siapa
yang mau ke sekolah atau ke
pesantren bahwa ada anak
jalanan yang minta di beliin baju
koko, peci, sarung, kami
berikan. Ya pokoknya kami
pengennya mereka berubah biar
ga di jalan lagi
I3.1 Kami memberi pelayanan ya
berupa pembinaan, pelatihan
keterampilan kaya lpk gitu kan,
tata boga, ada juga kami beri
pelatihan montir atau otomotif
gitu.
I4.1 Pelayanan yang diberikannya
itu, yaitu tadi kita kasih
pembinaan, pendidikannya juga
kita kasih, pelatihan skill kaya
sablon, montir motor, nah kalo
udah dikasih pelatihan gitu,
mereka udah punya keahlian kita
kasih alatnya
Q14 Apakah kebutuhan gelandangan
dan pengemis selama di rehab
telah diberikan secara
maksimal?
Kesimpulan :
Kebutuhan para gelandangan dan
pengemis sudah dipenuhi walaupun
tidak dipenuhi 100% karena memang
anggaran yang adapun belum
memadai. Para gelandangan dan
pengemis pun diberi bantuan hanya
pada proses perehaban saja, dalam
proses perehaban mereka diberikan
makan setiap harinya, diberikan
pelatihan, dan diberikan peralatanya
juga jika di dalam program
rehabilitasi tersebut. Pengemis yang
masih anak-anak pun diberikan
kebutuhan sesuai yang apa yang
mereka inginkan seperti ingin masuk
pesantren, pihak Dinas Sosial Kota
Serang pun memasukannya ke
pesantren. Dinas Sosial Kota Serang
sudah memenuhi kebutuhan para
gelandangan dan pengemis walaupun
belum memenuhi kebutuhan secara
maksimal dan belum total 100%.
I1.1 Kalo di tempat rehabilitasi si
dikasih kebutuhan secara
maksimal, itu kalo di tempat
rehabilitasi, ya kalo cuma
pembinaan aja belom maksimal.
Kalo sampe pendidikan
keterampilan, termasuk juga
bantuan peralatannya itu udah
maksimal. Ya maksimal sertus
persen si belum. Artinya udah
maksimal aja, kalo misalkan
dikasih bantuan seratus persen
mah dia juga harus di kasih
modal yang sepuluh juta itu
I1.2 Kalo kebutuhan si kita kasih ya,
kaya kemaren ya anak yang
pengen masuk pesantren, kita
kerjasama sama Kemenag kita
masukin pesantren. Eh baru dua
hari si anak itu di jalan lagi
alesannya si pengen sarung,
pengen Al-quran peci ibu turutin
pengennya kaya gimana coba,
ibu kumplitin deh kita dateng ke
orang tuanya kita turutin si anak
itu maunya apa. Ya karena kita
pengennya itu si anak ini bisa
gitu ga ke jalan lagi
I3.1 Terpenuhi, kita kasih makan.
kalo kita kan pembinaannya di
luar panti, nah kalo di dalem
panti terpenuhi kebutuhannya
karenakan disana sekitar sebulan
yah, seperti sarapan pagi di situ
terus juga dalam pemberian
materi juga di kasih disana.
I4.1 Nah kan kita melakukan
pembinaan selama tiga hari.
Kebutuhan mereka juga
alhamdulillah terpenuhi, mereka
juga dilatih dan dibina di anyer
di hotel artinya mereka juga
membutuhkan refresing lah ya
b. Resources (Sumber Daya)
Q15 Apakah program rehablitasi
sosial gelandangan dan
pengemis didukung oleh
sumberdaya (dana, manusia)
yang memadai?
Kesimpulan :
Sumber daya manusia dalam
penyelenggaraan program
rehabilitasi gelandangan dan
pengemis ini kurang memadai.
Sumber daya manusia yang dimiliki
Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial
Dinas Sosial Kota Serang kurang
mencukupi karena di seksi tersebut
belum memiliki staff satu pun, sama
halnya juga dengan Seksi Rehablitasi
Sosial Anak Dinas Sosial Kota
Serang yang belum memiliki staf.
Sehingga kekurang sumber daya
manusia juga membuat seksi-seksi
tersebut sulit untuk
mensosialisasikan kepada pada
gelandangan dan pengemis. Untuk
Satpol PP juga merasa kekurangan
dari segi jumlah sumber daya
manusia namun untuk kualitas dari
sumber daya manusia dari Satpol PP
I1.1 Seperti yang udah jelasin tadi
perbidang aja belom punya staf,
kasie ini aja kan ga punya staff.
Ya minimal punya satu lah staff.
Dana juga menurut saya mah
kurang memadai, tempat
rehabilitasi juga kan gada kita
mah. Jadi terkadang kita kirim
ke Dinsos provinsi buat direhab.
Ya tadi itu kita belum memiliki
tempat rehabilitasi untuk para
gelandangan dan pengemis. ya
kita aja kantor dinas nya
statusnya masih ngontrak, ya
istilahnya daripada buat tempat
rehabilitasi mending buat kantor
dulu. Rumah singgah juga kan
kita belom punya.
I1.2 Memangnya juga Dari SDMnya
juga kita kekurangan ya,
sehingga tidak mencukupi
tenaga untuk kita bersosialisasi
di jalan.
Dan untuk dana sendiri, kita di
situlah kelemahannya memang
minim sekali dari pendanaannya
ya kurang mendukung kalo dari
dana. Ya tetapi walau minimnya
pendanaan di situ kita ya
minimal kita bisa ngebantu
mereka walau sedikit jumlahnya.
Ya kita sendiri dinas sosial
belum memiliki tempat pusat
rehabilitasi untuk para gepeng
atau anjal ini di berikan
semacam pembinaan atau
pelatihan apa gitu. Ya kita
sendiri bingung ya, kalo buat
nampungnya itu.
dirasa sudah cukup memadai dan
bisa dibilang sudah baik. Anggaran
untuk menunjang program
rehabilitasi gelandangan dan
pengemis ini belum memadai.
Bahkan rehabilitasi gelandangan dan
pengemis Dinas Sosial Provinsi
Banten untuk tahun depan
kemungkinan tidak ada karena
anggaran yang berasal dari APBD
terpangkas oleh pembangunan untuk
sektor fisik seperti infrstruktur dan
jalan. Sarana dan prasarana sebagai
penunjang program rehabilitasi
gelandangan dan pengemis yang
dilakukan oleh Dinas Sosial Kota
Serang belum memadai. Dinas Sosial
Kota Serang sendiri belum
mempunyai sebuah tempat untuk
pusat rehabilitasi para gelandangan
dan pengemis. Rumah singgah juga
yang seharusnya digunakan untuk
singgah ataupun untuk tempat
penampungan para gelandangan dan
pengemis yang terjaring pun belum
ada.
I2.1 Yang saya jelasin tadi SDM di
kita kekurang dari segi
jumlahnya secara kuantitas kita
kekurangan. Nah untuk dana
juga kita juga kekurangan tadi
juga saya udah jelasin kalo
misalkan kita buat kontrol-
kontrol gitukan butuh uang
transport, buat orang yang
kontrol juga kan butuh buat
untuk ngopi-ngopi mah.
Terkadang kita bingung nih pas
kita baru beres ngejaring, si para
gepeng ini mau di kemanain nih.
Dinsos juga belom punya tempat
penampungan gitu. Semacem
tempat buat ngerehabnya juga
belom ada.
I3.1 Kalo dibilang memadai, ya
kayanya belum memadai si
karena kita ingin targetnya
banyak kuotanya yang ingin
dilatih ya. Itu juga untuk tahun
depan si kayanya gada program
ini karena kan APBD sekarang
terpangkas untuk prioritasnya ke
sektor fisik kaya infrasutruktur
dan jalan atau apa gitu.
c. Decision Environment (Keputusan Lingkungan)
Q16 Bagaimana Dinas Sosial Kota
Serang dalam mengawasi
implementasi kebijakan tentang
rehablitasi sosial gelandangan
dan pengemis dan apakah
melibatkan pihak lain?
Kesimpulan :
Pengawasan yang dilakukan oleh
Dinas Sosial Kota Serang yaitu
dengan turun ke jalan untuk
mengawasi para gelandangan dan
pengemis apakah masih banyak
keberadaan mereka di jalan-jalan dan
apakah para gelandangan dan
pengemis yang sudah direhab
kembali ke jalanan atau tidak. Serta
pengawasan yang dilakukan juga
dengan mengawasi para gelandangan
dan pengemis yang sudah mendapat
bantuan dari Dinas Sosial yang
melalui program rehabilitasi ini
digunakan dengan semestinya atau
tidak. Hal ini dilakukan untuk
mengukur apakah program yang di
selenggarakan oleh Dinas Sosial
Kota Serang sudah berhasil atau
belum. pengawasan untuk program
rehabilitasi gelandangan dan
pengemis ini hanya dilakukan oleh
pihak Dinas Sosial Kota Serang Saja,
pihak Satpol PP sebagai pihak yang
merazia para gelandangan dan
pengemis tidak diikut sertakan
karena memang bukan menjadi
kewenangan dan pihak Satpol PP.
Pihak Satpol PP hanya di libatkan
jika Dinas Sosial membutuhkannya
saja. Dalam pengawasan ini tenaga
kesejahteraan sosial kecamatan
serang lah yang dilibatkan dalam
pengawasan.
I1.1 Kalo pengawasan dari kita si
cuma turun ke jalanan terus
ngontrol gepeng itu masih
banyak ga atau yang kemaren
kita rehab itu turun lagi ga ke
jalan, kalo misalkan jalan-jalan
sepi dari gepeng kan berarti
berhasil program kita ini
I1.2 Ya memang pengawasannya kita
melalui petugas pos sahabat
anak, apakah dia berfungsi atau
mereka berjalan sesuai dengan
tupoksinya dan bisa di
manfaatkan gitu. Juga
pengawasannya ke mereka yang
dapet bantuan dari kita, kaya
gitu pengawasannya
I2.1 Kita mah ga ikut mengawasi kan
itu di luar kewenangan dari kita,
yang mengawasi program ini ya
dinsos aja selaku penanggung
jawab program, kalo itu mah
dari kewenangan kita, kita ikut
mengawasi kalo misalkan dinsos
membutuhkan kita aja.
I4.1 Untuk pengawasan kami
dilibatkan, karena ketika gepeng
atau anak-anak jalanan kita
sudah ada ketentuan tetep kita
kontrol, pengawasan kan gitu.
Q17 Bagaimana Dinas Sosial Kota
Serang dalam mengevaluasi
program rehablitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
Kesimpulan :
bahwa hal yang di evaluasi dalam
program rehabilitasi gelandangan
I1.1 Ya yang harus dibenahi itu
terutama tadi itu tempat
rehabilitasi atau UPT, harus ada
secara khusus yang menangani
gepeng ini. Jadi Dinas Sosial itu
membawahi yaitu UPT
evaluasinya itu. Selain itu juga
yang tadi itu penambahan SDM,
kalo untuk anggaran mah itu
udah jelas harus ada.
dan pengemis ini adalah dari segi
sarana dan prasarana, anggaran, dan
juga sumber daya manusia yang
belum memadai. Dinas Sosial Kota
Serang juga mengevaluasi kinerja
dari petugas sahabat anak yang
menangani pengemis yang masih
anak-anak atau yang sering di kenal
dengan anak jalanan. Selain itu
Dinas Sosial mengevaluasi
bagaimana penjangkauan terhadap
para gelandangan dan pengemis, dan
juga Dinas Sosial mengevaluasi
kepedulian lingkungan para
gelandangan dan pengemis yang ada
di jalanan. Dinas Sosial Kota Serang
juga menginginkan adanya unit
pelaksana tugas (UPT) yang khusus
menangani masalah gelandangan dan
pengemis ini.
I1.2 Kalo kita mengevaluasi ya itu
tadi, ibu suka mengevaluasi kalo
ada pertemuan-pertemuan baik
di intern yang mana melibatkan
awal dari kita lihat dari sarana
dan prasarana yang selama ini
belom ada buat pembinaannya,
anggarannya juga kan sedikit
kurang mendukung. Selain itu
juga kita membahas tentang
petugas pos sahabat anak, terus
jumlah daripada kita
pelaksanaan penjaringan atau
penjangkauan bukan termasuk
razia kareba kalo razia itu Satpol
PP, terus selain itu juga dari
lingkungan para gepeng itu. Nih
ada kepedulian ga nih
lingkungan mereka terhadap si
gepeng ini di jalan. Dalam hal
ini para gepeng masih banyak
tidak yang ada di jalanan.
Sources of knowledge (Sumber pengetahuan)
a. Professional (Tenaga Ahli)
Q18 Apa peran Dinas Sosial Kota
Serang dalam perumusan
program rehablitasi sosial
gelandangan dan pengemis dan
siapa saja yang dilibatkan?
Kesimpulan :
Dinas Sosial berperan sebagai
leading sector dan juga penanggung
jawab program rehabilitasi
gelandangan dan pengemis. Yang
mana dalam merumuskannya yaitu
pertama dari kepala seksi rehabilitasi
sosial tuna sosial, yang nantinya di
koordinasikan dengan kepala bidang
I1.1 Ya kita berperan sebagai leading
sectornya sebagai penanggung
jawabnya kita juga merumuskan
dan juga jadi pelaksananya. Di
sini kan yang punya
wewenangnya dinsos. dan selanjutnya diberikan kepada
kepala dinas untuk dimintai
persetujuannya. Satpol PP dan
TKSK tidak terlibat dalam
perumusan program rehabilitasi ini
karena mereka beranggapan hal itu
diluar wewenangnya masing-masing
dan itu ada urusan internal Dinas
Sosial Kota Serang.
I1.2 Ya kita merumuskan pertama
dari kepala seksinya dulu karena
kan sesuai dengan tupoksinya,
terus dengan kepala bidang,
selanjutnya ke kadin atau kepada
dinas untuk disetujui atau tidak.
I2.1 Tidak, kami tidak ikut dalam
perumusannya ya karena kan itu
diluar kewenangan kita, kalo
memang membutuhkan masukan
dari kita baru kita berikan
masukan-masukannya.
I4.1 Kalo untuk perumusan tidak,
artinya kan itu internal dinas ya.
Macem hal tahun ini apa nih,
berapa anggaranya, artinya
itukan internal dinas ya.
Q19 Apa saja faktor pendukung dan
faktor penghambat dalam
perumusan kebijakan tentang
rehablitasi sosial gelandangan
dan pengemis?
Kesimpulan :
Faktor pendukungnya adalah dengan
adanya kerjasama dengan pihak-
pihak terkait yang berhubungan
dengan program ini seperti Dinas
Sosial Provinsi Banten, Panti Sosial
Bina Karya (PSBK) Bekasi dan juga
dinas-dinas atau instansi terkait.
Sedangkan yang menjadi faktor
penghambat utamanya adalah
anggaran dari Dinas Sosial Kota
Serang itu sendiri yang kurang
memadai, belum adanya tempat
pusat rehabilitasi, dan juga belum
memadainya Sumber Daya Manusia
yang dimiliki Dinas Sosial Kota
Serang
I1.1 Nah yang sudah dijelasin tadi
kalo faktor yang
menghambatnya itu dari
anggaranya itu sendiri belom
memadai, tempat pusat
rehabilitasi juga kita belom ada,
SDM juga kita kekurangan. Kalo
untuk faktor pendukungnya kita
bisa kerjasama dengan pihak-
pihak terkait kaya dinsos
provinsi kita juga bisa kerjasama
dengan balai yang ada dibekasi
itu buat ngerehabnya
I1.2 Faktor penghambatnya yang kita
rasain itu ya dari anggaran itu
sendiri ibu rasa kita lemah dari
situ. Untuk faktor pendukungnya
ya hanya dari dinas-dinas atau
instansi terkait saja kita bisa
bekerjasama.
b. Expertise (Keahlian)
Q20 Apa yang dihasilkan dari
perumusan kebijakan tentang
rehablitasi sosial gelandangan
dan pengemis?
Kesimpulan :
Yang di hasilkan dari rumusan
program rehabilitasi gelandangan
dan pengemis ini yaitu menghasilkan
langkah-langkah yang akan
dilakukan dalam pelaksanaan
program, mengatur anggaran yang
ada, merencanakan bagaimana
memberikan pembinaan serta
melakukan koordinasi dengan pihak-
pihak terkait.
I1.1 Ya kalo misalkan kita sudah
disetujui sama kepala dinas
maka kita laksanakan
programnya. Hasilnya ya itu tadi
kita bina, kita kasih pelatihan,
kita kasih juga kebutuhannya
walaupun tidak maksimal.
I1.2 Ya kalau dari rumusan program
ini si yang pastinya ya yang
dihasilkannya itu langkah-
langkah kita apa aja yang akan
kita lakuin pas pelaksanaannya,
bagaimana anggarannya,
bagaimana kita memberi
pembinaannya, bagaimana kita
koordinasinya dengan pihak-
pihak terkait, kaya gitu kan.
c. Guarantee (Jaminan)
Q21 Apakah perumusan kebijakan
tentang rehablitasi sosial
gelandangan dan pengemis akan
dapat merubah mindset para
gelandangan dan pengemis di
Kota Serang?
Kesimpulan :
Jaminan dari perumusan program
rehabilitasi gelandangan dan
pengemis ini adalah dapat
mengurangi jumlah gelandangan dan
pengemis di Kota Serang, dan juga
dapat merubah mental dan mainset
para gelandangan dan pengemis
untuk lebih mandiri dengan
membuka usaha atau juga dengan
bekerja. Selain itu juga dalam
pelaksanaannya Dinas Sosial Kota
Serang membutuhkan bantuan dari
OPD lain untuk membantu
mensuksesnya program rehabilitasi
ini.
I1.1 Ya seperti yang udah di jelasin
tadi kan kita kan membuat
program ini tujuannya pengenya
mengentaskan kemiskinan
umumnya mah. Ya selain itu
juga kita pengen menurunkan
angka atau jumlah gelandangan
dan pengemis juga kita ingin
merubah mainsetnya lah biar
ngga mengemis lagi kan secara
logikanya mah itu ga baik ya
dilihat dari sisi agama dan juga
hukum yang ada pun melarang
mengemis itu. Nah untuk
melakukan pembinaan dan
keterampilan kita ga bisa berdiri
sendiri dong, kita juga
membutuhkan dari OPD lainnya
juga misal Dinas Pendidikan,
Dinas Tenaga Kerja, Dinas
Kependudukan
I1.2 Dari rumusan ini saya berharap
dalam pelaksanaannya kita dapat
mengurangi jumlah gelandangan
dan pengemis di Kota Serang
ini. Serta para gelandangan dan
pengemis bisa mandiri cari
nafkahnya ya bisa dari berjualan.
Bisa juga dari dia kerja di
bengkel atau apa gitu.
Sources Of Legitimation (Sumber Pengesahan)
a. Witness (Pembebasan)
Q22 Apa sebenarnya yang ingin
disampaikan oleh para
gelandangan dan pengemis
kepada pemerintah ?
Kesimpulan :
Para gelandangan dan pengemis
menginginkan perhatian dari
pemerintah untuk memberikan
bantuan kepada para gelandangan
dan pengemis agar bisa membuka
usaha.
I7.1 Ya saya si pengenya mah
pemerintah tuh lebih merhatiin
kitanya ya, ngasih lah modal
usaha, kita juga bakal bikin
usaha. Ga perlu si menurut saya
mah rehab-rehab gitu.
I7.2 Ya kita mah gimana ya, mau
berenti ngemis juga nantinya
ngga ada buat makan. Maunya
pemerintah tuh ngasih kita
bantuan ya ngasih modal buat
kita bikin usaha, harusnya
pemerintah peduli sama kita
Q23 Apa yang menjadi faktor
penyebab menjadi gelandangan
dan pengemis?
Kesimpulan :
Yang menjadi faktornya adalah
faktor ekonomi I7.1 Kitanya bingung cari duit
kemana lagi, kita cari buat
makan
I7.2 Cari kerjaan susah, cari duit juga
susah kemana lagi kita nyarinya,
saya ngeliat temen saya juga
sama mengemis, enak di jalan
bisa dapet duit.
b. Emancipation (emansipasi)
Q24 Apakah dalam proses perehaban
hak-hak para gelandangan dan
pengemis diberikan secara
merata dan tidak membeda-
bedakan?
Kesimpulan :
Tidak ada perbedaan dalam
pemberian hak-hak kepada para
gelandangan dan pengemis dalam
proses perehaban. I1.1 Kita ga membeda-bedakan
setiap gepeng yang mau kita
rehab, namun kita menyeleksi
para gepeng itu dia mau ngga
nih kita rehab gitu. Dengan
keterbatasan dana yang kita
miliki juga ga semuanya
terkadang kita rehab, dari dinas
provinsi juga kan mintanya 10
orang saja disitu kita pilih siapa
saja yang kita kirim.
Q25 Siapa yang berwenang dalam
melayani pengaduan terkait
masalah gelandangan dan
pengemis?
Kesimpulan :
Yang mempunyai wewenang untuk
melayani dan menangani pengaduan
terkait masalah gelandangan dan
pengemis ini adalah Satpol PP. I2.1 Sebetulnya perda mengatakan
setiap warga masyarakat yang
ada di wilayah Kota Serang
wajib melapor apabila
ditemukan hal-hal apa itu
namanya, ya itulah gelandangan
dan pengemis yang mengganggu
ya termasuk juga yang menjurus
ke kriminalitas, namun sampai
detik ini belom ada pelaporan
kepada kami. Ya minimum ke
saya ada laporan. Laporannya
jangan cuma ngomong tapi
tertulis bahwa di anu terjadi anu
kan gitu.
c. World View (pandangan dunia)
Q26 Apa persepsi terkait
permasalahan gelandangan dan
pengemis ini
Kesimpulan :
Semua pandangan dari agama Islam,
Katolik dan Budha memandang
bahwa yang dilakukan oleh
gelandangan dan pengemis itu adalah
negatif dan tidak boleh dilakukan
I6.1 Di agama islam sendiri
mengemis itu diharamkan
hukumnya, meminta-minta
sehingga menjadikan mengemis
itu dijadikan pekerjaan dalam
mencari rezeki. Sangatlah
dilarang orang meminta-minta.
Namun islam selalu
menganjurkan untuk sedekah
kepada orang yang fakir dan
miskin, nah disini masalahnya
gelandangan atau pengemis
bener ngga dia itu orang yang
miskin, kan kita ngga gatau ya.
Banyak juga kan ya pengemis
taunya punya pabrik batako,
punya toko segala macem. Nah
kita niatinnya aja buat sedekah
dan jadi pahala juga buat kita.
Banyak
karena hal itu mencirikan sifat malas
dari individu yang tidak mau
berusaha dengan cara yang benar.
I6.2 Gelandangan dan pengemis jika
dikait kan dengan kondisi dari
agama budha, itu jelas itu
kenapa dia jadi gelandangan,
jadi pengemis, menurut
pandangan agama Budha
seseorangan menjadi demikian
karena masa lampaunya dan
masa sekarang dia kurang
terdana jadi otomatis dia terlahir
menjadi gelandangan dan
pengemis. Kedua, kenapa di jadi
gelandangan, jadi pengemis, itu
pada kehidupan lampaunya di
seorang manusia menelantarkan
orang tuanya.
I6.3 Untuk gelandangan dan
pengemis menurut saya suatu
kondisi dimana dia itu malas
buat bekerja atau usaha sehingga
tanpa dia mengeluarkan tenaga
atau mohon maaf dengan dia
menadahkan tangannya dia
mendapatkan uang. Sebagai
contoh ada salah satu orang dia
ketangkep ternayata dia punya
pembakaran kapur, dan sampai
sekarang begitu dia tertangkap
terus di masukan ke panti dia
balik lagi kejalan.
Q27 Bagaimana keteribatan dalam
program rehablitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
Kesimpulan :
Dari Agama Budha dan Katolik tidak
terlibat secara langsung dalam
program rehabilitasi gelandangan
dan pengemis ini namun keduanya
memiliki programnya masing-
masing seperti dari Budha memiliki
program membentuk puskesmas.
Sedangkan dari katolik mereka
mengadakan program penyaluran
dana ke lembaga tertentu yang
berasal dari pemotongan gaji
kemudian diberikan ke yatim piatu.
Serta ada juga program bakti sosial.
I6.2 Untuk terlibat langsung dalam
programnya si kami tidak
terlibat tidak fokus ke
gelandangan dan pengemisnya,
tetapi kita vihara mempunyai
program membentuk sebuah
puskesmas hanya dengan bayar
sepuluh ribu periksa apapun
gratis untuk semua warga. Jadi
kita mengarah ke yang laen, kalo
misalkan mereka sehatkan
minimal mereka bisa mencari-
cari nafkah, kalo misalkan
mereka bisa mencari nafkah kan
mereka tidak perlu menjadi
pengemis. jadi arahnya juga
kesana kan.
I6.3 Sebenernya kami tidak terlibat
dalam rehabilitasi ini tapi kami
ada program seperti penyaluran
dana yang dipotong dari gaji
yang disalurkan ke lembaga
tertentu yang jelas juga kan. Kita
juga ada program penyantunan
kepada yatim piatu. Kalo untuk
bakti sosial biasanya anak-anak
muda yang melakukannya, anak-
anak muda itu dia masak di sini,
pagi-pagi mereka memberikan
kepada tukang becak.
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG
NOMOR 2 TAHUN 2010
TENTANG
PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA SERANG,
Menimbang : a. bahwa Kota Serang adalah daerah dengan landasan
kehidupan masyarakat yang berbudaya dan beragama,
sejalan dengan visi dan misi Kota Serang;
b. bahwa berbagai bentuk perbuatan yang merupakan
penyakit masyarakat merupakan perbuatan yang
meresahkan masyarakat, ketertiban umum, keamanan,
kesehatan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
Kota Serang;
c. bahwa rasa aman, nyaman dan tentram perlu diwujudkan
di Kota Serang oleh karena itu perbuatan penyakit
masyarakat yang ada di Kota Serang diperlukan aturan
tentang pembinaan, pengawasan dan pengendalian,
pelarangan serta penindakan terhadap penyakit
masyarakat agar terhindar dari gangguan / dampak
negatif yang akan timbul di dalam masyarakat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Pencegahan, Pemberantasan dan
Penanggulangan Penyakit Masyarakat.
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974
tentang Ketentuan - ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor
53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3039 );
3. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209 );
4. Undang-Undang ………………..
- 2 -
4. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
5. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
6. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4748);
8. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
9. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5104);
13. Peraturan ………………….
- 3 -
13. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kota Serang (Lembaran Daerah Kota Serang Tahun 2008 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kota Serang Nomor 7);
14. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Serang (Lembaran Daerah Kota Serang tahun 2008 Nomor 13).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SERANG
dan
WALIKOTA SERANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Serang;
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas - luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
4. Walikota adalah Walikota Serang;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Serang;
6. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kota Serang;
7. Tim adalah Tim pengendalian dan pengawasan Peraturan Daerah yang keanggotaannya terdiri dari Dinas atau Instansi dan pihak terkait lainnya;
8. Pejabat yang berwenang adalah pejabat atau pegawai yang diberi tugas di bidang tertentu sesuai dengan peraturan perundang – undangan;
9. Penyidik adalah Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang – undang untuk melakukan penyidikan;
10. Satuan ………………….
- 4 -
10. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disingkat SATPOL PP adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Peraturan Daerah dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
11. Ketertiban umum dan ketentraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tentram, tertib dan teratur;
12. Pencegahan adalah upaya mendeteksi sedini mungkin disertai usaha terhadap segala sesuatu yang akan menimbulkan keadaan tertentu;
13. Penanggulangan adalah suatu proses, cara, dan perbuatan mengatasi permasalahan melalui upaya pencegahan (preventif), pembinaan dan rehabilitasi (kuratif) dan penindakan (represif);
14. Penyakit masyarakat adalah hal - hal atau perbuatan yang terjadi ditengah - tengah masyarakat yang tidak menyenangkan masyarakat atau meresahkan masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan agama dan adat serta tata krama kesopanan dalam masyarakat;
15. Maksiat adalah setiap perbuatan yang menyimpang dari ketentuan hukum, agama, adat dan tata krama kesopanan, meliputi pelacuran atau prostitusi dan mabuk-mabukan;
16. Tempat maksiat adalah lokasi yang diduga atau dipandang sebagai sarana untuk melakukan transaksi atau negosiasi kearah perbuatan maksiat maupun sarana untuk melakukan perbuatan maksiat itu sendiri;
17. Pelacuran adalah perbuatan atau kegiatan seseorang atau sekelompok orang baik pria, wanita atau waria, yang menyediakan dirinya kepada umum atau seseorang tertentu untuk melakukan perbuatan atau kegiatan cabul atau hubungan seksual atau perbuatan yang mengarah pada hubungan seksual di luar perkawinan yang dilakukan di hotel atau penginapan, restoran, tempat hiburan, lokasi pelacuran atau di tempat-tempat lain di daerah, dengan tujuan untuk mendapatkan imbalan berupa uang, barang dan / atau jasa lainnya;
18. Perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang tidak senonoh atau perbuatan yang melanggar kesusilaan, norma social dan agama;
19. Pekerja Seks Komersial yang selanjutnya disebut PSK adalah wanita atau pria atau waria yang memenuhi kebutuhan hidupnya baik memperoleh imbalan maupun tidak dengan cara menjual diri atau melakukan persetubuhan yang menyimpang dari ketentuan hukum, agama, adat dan tata krama, kesopanan yang berlaku di masyarakat;
20. Waria adalah seseorang yang memiliki kelamin pria atau kelamin ganda yang mempunyai jiwa atau tingkah laku seperti wanita;
21. Perantara adalah orang yang menghubungkan secara langsung maupun tidak langsung antara pasangan berlawanan jenis atau sejenis kearah terlaksananya perbuatan maksiat, baik mendapat atau tidak mendapat imbalan atas usahanya tersebut;
22. Backing adalah orang atau sekelompok orang yang melindungi, menjamin atau memberikan jasa, baik secara fisik maupun non fisik sehingga terjadi perbuatan maksiat;
23. Minuman ……………….
- 5 -
23. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang di proses dari bahan hasil kimia atau pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol dengan kadar alkohol 1 % sampai 5 % untuk Golongan A, 5 % sampai 20 % untuk Golongan B dan 20 % sampai 55 % untuk Golongan C;
24. Pengedaran minuman beralkohol adalah penyaluran minuman beralkohol untuk diperdagangkan di daerah;
25. Hotel adalah rumah atau fasilitas berbentuk bangunan tempat orang menginap, makan maupun fasilitas lainnya yang disediakan;
26. Wisma adalah fasilitas berbentuk rumah yang terdiri dari kamar - kamar untuk disewakan sebagai tempat bermalam;
27. Pemondokan atau tempat kos - kosan adalah rumah yang terdiri dari kamar - kamar untuk disewakan sebagai tempat tinggal dengan sewa per bulan atau per tahun;
28. Obyek wisata adalah fasilitas umum untuk berekreasi baik yang bersifat alami maupun buatan;
29. Tempat hiburan adalah fasilitas umum dimana orang bisa menikmati hiburan seperti : film, musik, sauna dan karaoke atau menikmati minuman atau tempat bersenang-senang;
30. Salon kecantikan adalah tempat usaha melayani jasa perawatan rambut, perawatan kecantikan dan perawatan tubuh;
31. Kafe adalah tempat pelayanan mendapatkan minuman yang pengunjungnya mendapatkan sajian hiburan berupa musik atau dalam bentuk lainnya;
32. Prostitusi adalah praktek pelacuran yang dilakukan oleh pria atau wanita dan/ atau waria dengan mengharapkan imbalan uang;
33. Homoseks adalah pemenuhan hasrat seks yang dilakukan sesama laki - laki;
34. Lesbian adalah pemenuhan hasrat seks yang dilakukan sesama wanita;
35. Sodomi adalah hubungan seks melalui anus;
36. Penyimpangan seksual lainnya adalah penyaluran seksual yang dilakukan oleh perseorangan atau lebih diluar kewajaran selain homoseks, lesbian dan sodomi;
37. Warnet adalah tempat usaha yang menyediakan layanan internet, browsing, chating, facebook, email ataupun konten sejenisnya berbasis website;
38. Pengemis adalah seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan cara meminta-minta baik dilakukan sendiri-sendiri atau berkelompok yang terorganisir secara sistematis dengan mengatasnamakan lembaga-lembaga social, bertempat di jalan, rumah warga maupun fasilitas umum;
39. Gelandangan adalah setiap orang yang hidup tidak menetap atau tuna wisma menempati fasilitas sosial dan fasilitas umum sebagai tempat aktifitasnya;
40. Anak jalanan adalah anak–anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja atau hidup di jalanan dan tempat–tempat umum, seperti jalan umum, terminal, pasar, stasiun dan taman kota;
41. Rehabilitasi ........................
- 6 -
41. Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat;
42. Pemberdayaan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara khususnya warga Daerah yang mengalami masalah sosial, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
BAB II
TUJUAN
Pasal 2
Peraturan Daerah ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum, dengan melarang kegiatan yang termasuk dalam kategori penyakit masyarakat di Daerah.
BAB III
KLASIFIKASI PENYAKIT MASYARAKAT
Pasal 3
(1) Klasifikasi penyakit masyarakat yang diatur dalam Peraturan Daerah ini, mencakup segala bentuk perbuatan, tindakan atau perilaku yang tidak menyenangkan dan meresahkan masyarakat dan/atau melanggar nilai – nilai ajaran agama dan norma susila.
(2) Penyakit masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. Pelacuran dan penyimpangan seksual; b. Waria yang menjajakan diri; c. Minuman beralkohol; d. Gelandangan dan pengemis; e. Anak jalanan; f. Kegiatan yang dilarang pada bulan ramadhan.
(3) Semua tindakan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan penyakit masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah tindakan dan/atau perbuatan yang melanggar ketertiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang - undangan.
BAB IV
LARANGAN
Pasal 4
(1) Pejabat yang berwenang dilarang mengeluarkan izin usaha dan/atau kegiatan yang merangsang tumbuh dan berkembangnya perbuatan, tindakan dan perilaku penyakit masyarakat.
(2) Pejabat yang berwenang dilarang memperpanjang izin usaha dan/atau kegiatan yang diduga dan/atau pantas diduga telah merangsang tumbuh dan berkembangnya penyakit masyarakat.
(3) Pejabat ………………
- 7 -
(3) Pejabat yang berwenang dapat mencabut izin usaha dan/atau menghentikan kegiatan yang diduga dan/atau pantas diduga telah merangsang tumbuh dan berkembangnya perbuatan, tindakan dan perilaku penyakit masyarakat.
(4) Pejabat yang berwenang berhak melarang setiap orang yang sikap atau perilakunya menunjukkan indikasi yang kuat patut diduga sebagai pelaku penyakit masyarakat, berada di tempat ibadah, jalan- jalan umum, lapangan, losmen, hotel, asrama, rumah penduduk atau kontrakan, warung kopi, warung internet, tempat hiburan, gedung atau tempat tontonan, sudut jalan atau lorong jalan dan tempat lainnya di daerah.
Bagian Kesatu
Pelacuran dan Penyimpangan Seksual
Pasal 5 Setiap orang dilarang :
a. Melakukan pelacuran atau perzinahan;
b. Menjadi pelacur dan/atau PSK;
c. Memakai jasa PSK;
d. Membujuk atau merayu, mempengaruhi, memikat, mengajak dan memaksa orang lain dengan kata-kata, isyarat, tanda atau perbuatan lainnya yang dapat mengakibatkan perbuatan yang mengarah pada terjadinya perzinahan;
e. Memperlihatkan sikap bermesraan, berpelukan dan/atau berciuman yang mengarah pada hubungan seksual di tempat umum;
f. Melakukan penyimpangan seksual dalam bentuk hubungan homoseks, lesbian, sodomi atau penyimpangan seksual lainnya;
g. Melakukan tindakan yang bertujuan untuk mempertemukan atau menghubungkan para pelaku perzinahan baik dengan atau tanpa imbalan;
h. Menawarkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan hubungan seks, homoseks atau lesbian baik dengan atau tanpa imbalan;
i. Menjadikan atau membiarkan tempat yang dikuasainya sebagai tempat dilakukannya perzinahan atau pelacuran;
j. Menjamin keberadaan tempat dilakukannya perzinahan atau pelacuran.
Bagian Kedua
Waria Yang Menjajakan Diri
Pasal 6
Setiap waria baik sendiri–sendiri ataupun berkelompok, dilarang berada di tempat
umum atau tempat lain untuk menjajakan atau menawarkan dirinya, membujuk
atau merayu, mempengaruhi, memikat, mengajak dan memaksa orang lain untuk
melakukan perzinahan atau penyimpangan seksual baik dengan atau tanpa
imbalan.
Bagian Ketiga .......................
- 8 -
Bagian Ketiga
Minuman Keras
Pasal 7
(1) Setiap orang dilarang meminum minuman beralkohol.
(2) Setiap orang dan/atau badan usaha dilarang menyimpan, mengedarkan dan/
atau menjual minuman beralkohol golongan A, golongan B dan golongan C.
(3) Setiap orang dan/atau badan usaha dilarang menjadikan atau membiarkan
tempatnya sebagai tempat dilakukannya perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Setiap orang dilarang menjadi backing bagi tempat dilakukannya perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(5) Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), adalah
minuman beralkohol yang mengandung rempah - rempah, jamu dan
sejenisnya untuk tujuan kesehatan dan yang berada di hotel berbintang.
(6) Minuman untuk tujuan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ditetapkan oleh Walikota sesuai peraturan perundang–undangan.
Bagian Keempat
Permainan Ketangkasan
Pasal 8
(1) Setiap pengusaha tempat permainan ketangkasan atau jasa layanan internet
dilarang membiarkan anak–anak berpakaian seragam sekolah bermain
ditempatnya pada jam–jam sekolah.
(2) Permainan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah play station, video
game dan on line internet.
Bagian Kelima
Gelandangan dan Pengemis
Pasal 9
(1) Setiap orang dilarang menjadi gelandangan dan pengemis.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa orang lain menjadi pengemis.
(3) Setiap orang dilarang memberikan uang ataupun lainnya kepada pengemis.
Bagian Keenam
Kegiatan Yang Dilarang pada Bulan Ramadhan
Pasal 10
(1) Setiap orang dilarang merokok, makan atau minum di tempat umum atau
tempat yang dilintasi oleh umum pada siang hari di bulan ramadhan.
(2) Setiap ………………..
- 9 -
(3) Setiap orang dilarang menjadi becking bagi tempat dilakukannya perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Setiap pengusaha restoran atau rumah makan atau warung dan pedagang
makanan dilarang menyediakan tempat dan melayani orang menyantap
makanan dan minuman pada siang hari selama bulan ramadhan.
Bagian Ketujuh
Penyalahgunaan Tempat Usaha
Pasal 11
(1) Setiap orang baik sendiri ataupun bersama - sama dilarang mendirikan dan/
atau mengusahakan atau menyediakan tempat dan/atau orang untuk
melakukan perbuatan maksiat.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengusaha hotel, wisma, penginapan, pemondokan
atau rumah kontrakan, tempat hiburan, obyek wisata, salon kecantikan, cafe,
warung internet dan warung kopi dilarang mempergunakan fasilitas
sebgaimana dimaksud pada ayat (1), sehingga memungkinkan terjadinya
penyakit masyarakat, yaitu:
a. Memberi dan memperlancar kesempatan terjadinya penyakit masyarakat;
b. Memperdagangkan benda-benda yang merangsang terjadinya penyakit
masyarakat;
c. Menyediakan prasarana dan sarana terjadinya penyakit masyarakat;
d. Meminjamkan fasilitas yang merangsang terjadinya penyakit masyarakat.
(3) Setiap orang atau kelompok dilarang menjadi backing yang memberi peluang
untuk terjadinya penyakit masyarakat.
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 12
(1) Setiap orang berhak dan bertanggungjawab untuk berperan serta dalam
mewujudkan kehidupan dalam satu lingkungan yang aman, tertib dan
tentram serta terbebas dari perbuatan, tindakan dan perilaku penyakit
masyarakat.
(2) Wujud peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. Mencegah segala perbuatan tindakan atau perilaku penyakit masyarakat
yang diketahui atau yang dimungkinkan akan terjadi;
b. Mengawasi semua tindakan dan/atau perbuatan yang berhubungan
dengan penyakit masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya;
c. Melaporkan kepada Pejabat atau pihak yang berwenang apabila
mengetahui atau menemukan tindakan, perbuatan dan perilaku penyakit
masyarakat.
BAB VI …………………..
- 10 -
BAB VI
PENCEGAHAN, PENINDAKAN, PENGENDALIAN
DAN PENGAWASAN SERTA PEMBINAAN
Bagian Kesatu
Pencegahan
Pasal 13
Pejabat atau pihak yang berwenang berhak untuk mencegah dan melarang kegiatan yang mengarah pada perbuatan, tindakan dan perilaku penyakit masyarakat.
Bagian Kedua
Penindakan
Pasal 14
(1) Pejabat atau pihak yang berwenang dapat melakukan tindakan untuk menutup
atau menyegel tempat yang digunakan atau diduga digunakan sebagai tempat
dilakukannya tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2) Tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang untuk dibuka kembali
sepanjang belum ada jaminan dari pemilik atau pengelola bahwa tempat itu
tidak akan digunakan kembali untuk perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13.
(3) Masyarakat maupun pihak ketiga berhak mengajukan permohonan kepada
Pejabat atau pihak yang berwenang agar dilakukan penindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 15
(1) SATPOL PP berwenang melakukan razia terhadap tempat atau rumah, tempat
usaha, jalan atau tempat umum, yang digunakan atau mempunyai indikasi
atau bukti yang kuat, sehingga patut diduga tempat tersebut digunakan
sebagai tempat kegiatan penyakit masyarakat.
(2) Tata cara pelaksanaan razia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Walikota.
Bagian Ketiga
Pengendalian dan Pengawasan
Pasal 16
(1) Pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini, dilakukan oleh Tim yang bersifat lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Bagian Keempat …………………..
- 11 -
Bagian Keempat
Pembinaan
Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat wajib melakukan pembinaan terhadap orang atau sekelompok orang yang terbukti melakukan perbuatan penyakit masyarakat.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui kegiatan rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial.
(3) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan melalui kegiatan:
a. Bimbingan, pendidikan, pelatihan dan keterampilan teknis;
b. Bimbingan, penyuluhan rohaniah dan jasmaniah;
c. Penyediaan lapangan kerja atau penyaluran tenaga kerja.
(4) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan melalui kegiatan:
a. Peningkatan kemauan dan kemampuan;
b. Penggalian sumber daya.
(5) Pembinaan terhadap orang atau sekelompok orang yang melanggar ketentuan Peraturan Daerah ini, selain diberikan tindakan sebagimana dimaksud pada ayat (2), dapat juga diberikan tindakan berupa sanksi administrasi.
Pasal 18
(1) Guna mengefektifkan pelaksanaan di lapangan, penyiapan sarana dan prasarana untuk pelaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dilakukan secara terpadu dibawah koordinasi Walikota atau Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas, pokok dan fungsi dibidang sosial.
(2) Tata Cara mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 19
Pemerintah Daerah menyediakan anggaran untuk kegiatan pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat yang dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber lain yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PENYIDIKAN
Pasal 20
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota Serang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan tindak pidana dibidang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang………………
- 12 -
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah:
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari, mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana;
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana;
g. Memerintahkan berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana
dimaksud pada huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana menurut aturan yang berlaku.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 21
(1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimnana
diamaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Daerah ini, diancam
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.
Bab IX ………………….
- 13 -
BA B IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 23
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Serang.
Ditetapkan di Serang pada tanggal 1155 JJuullii 22001100
WALIKOTA SERANG,
ttttdd
BBUUNNYYAAMMIINN
Diundangkan di Serang
pada tanggal 19 Juli 2010 SEKRETARIS DAERAH KOTA SERANG,