Analisis Kontrak Baku PT iGrow Perspektif Hukum Islam (Fatwa DSN Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S. H) Oleh FARIHAH MAHMUDAH NIM. 11140460000090 KONSENTRASI HUKUM EKONOMI SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (HUKUM EKONOMI SYARIAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M
99
Embed
Analisis Kontrak Baku PT iGrow Perspektif Hukum Islamrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · E. Cara Kerja iGrow ... Komisioner OJK, Nurhaida mengatakan transparansi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Analisis Kontrak Baku PT iGrow Perspektif Hukum Islam
(Fatwa DSN Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan
Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S. H)
Oleh
FARIHAH MAHMUDAH
NIM. 11140460000090
KONSENTRASI HUKUM EKONOMI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (HUKUM EKONOMI SYARIAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2019 M
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Farihah Mahmudah. 11140460000090. Analisis Kontrak Baku PT iGrow
Perspektif Hukum Islam (Fatwa DSN Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang
Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah).
Konsentrasi Hukum Ekonomi Syariah, Program Studi Muamalat (Hukum
Ekonomi Syariah), Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
1440/2019. ix + 81 halaman 2 lampiran.
PT iGrow sebagai salah satu perusahaan fintech P2P Lending yang diklaim
oleh beberapa pihak sebagai salah satu fintech berbasis syariah di bidang investasi
pertanian. Investor iGrow dapat memilih jangka waktu investasi dan dapat melihat
informasi dari komoditas yang dipilih, yang sebelum menyetujui kontrak baku
dalam bentuk click wrap agreement yang muncul sebelum pembayaran. Skripsi ini
bertujuan untuk menganalisis kesesuaian kontrak baku yang digunakan oleh PT
iGrow dengan ketentuan kontrak baku dalam Fatwa DSN tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
menggunakan pendekatan legal study.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kontrak baku yang digunakan
PT iGrow kepada investor mengandur unsur yang tidak boleh ada dalam kontrak
baku, yaitu pengalihan risiko pada pihak tertentu. Tanpa mencantumkan
pengecualian apapun. Hal ini tidak sesuai dengan Fatwa DSN tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah dan
peraturan perundang-undangan yang terkait di dalamnya.
Friederich Karl Von Savigny menyatakan bahwa “hukum itu tidak dibuat,
melainkan tumbuh dan berkembang, bersama dengan masyarakat”. 1Dalam
islam dikenal suatu kaidah “tanahin nushus wa’adamu tanahil waqo’i” dalil-
dalil nash telah berhenti, akan tetapi kasus-kasus baru tidak berhenti.2 Oleh
sebab itu ijtihad ada, termasuk lahirlah fatwa-fatwa.
Financial Technology atau layanan pinjam meminjam uang berbasis
teknologi informasi yang kemudian disebut fintech terus mengalami
perkembangan tanpa terkecuali di Indonesia. Berdasarkan data Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) tahun 2017 terdapat 600 perusahaan berbasis teknologi
(Fintech) yang beroperasi di Indonesia. Namun menurut Deputi Komisioner
Pengawas Keuangan Non Bank (lKNB) II Dumoly F Pardede, baru ada 157
perusahaan yang melapor ke Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator3, dari
jumlah tersebut ada 64 perusahaan yang terdaftar resmi.4 Pertumbuhan fintech
dipicu oleh kebutuhan masyarakat akan alternatif pembiayaan yang lebih
demokratis, transparan, dan efisien.5 Dengan masifnya perkembangan fintech
di Indonesia ini maka sangat diperlukan payung hukum yang memadai sebagai
legalitas, jaminan, dan perlindungan.
1Achmad Ali, Menguak Teori Hukum Volume 1, (Jakarta: Kencana), Cetakan ke-5, 2013, h.
382 2Disampaikan oleh Dr. Ghamishah dalam kajian ushulfiqh 3 https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/201702214134913-78-193433/ada-600-fintech-di-
indonesia-baru-157-yang-lapor-ke-ojk, diakses pada 27 September 2018 4http://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegitan/publikasi/Pages/Penyelenggara-Fintech-Terdaftar-
di-OJK-per-Agustus-2018.aspx, diakses pada 27 September 2018 5Muliaman D Haddad, Fintech IBS June 2017
pegawai, dan pembiayaan berbasis komunitas. Akad yang ada dalam fatwa
tersebut adalah akad wakalah bil ujrah, musyarakah, qardh, jual beli, wakalah,
ijarah dan mudharabah.7
Peran aktif dari para otoritas pengaturan dan pengawasan terkait sangatlah
diperlukan untuk menyusun pengaturan dan melakukan pengawasan produk
dan layanan fintech dengan tetap memerhatikan aspek perlindungan
konsumen. 8 Hal yang sangat diperhatikan OJK terkait fintech adalah
transparansi perusahaan. Transparansi sangat penting guna melindungi
konsumen. Karena kemudahan yang ditawarkan perusahaan fintech tidak lepas
6https://tirto.id/ojk-bakal-segera-buat-aturan-untuk-mengawasi-fintech-syariah-cKqv, 7 Fatwa Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
Berdasarkan Prinsip Syariah. 8 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017
investasi yang sesuai dengan islam. 15 Meskipun iGrow tidak menggunakan
istilah sebagaimana yang dipakai oleh fintech yang menyandingkan syariah
dalam produknya. iGrow menawarkan prosentase bagi hasil 40:40:20. Untuk
petani 40%, investor 40%, surveyor iGrow 20%. Untuk menarik investor iGrow
memberikan gambaran estimasi bagi hasil dengan tetap menekankan bahwa
besaran bagi hasil tergantung dengan hasil bersih dari panen.
Start Up yang didirikan oleh Muhaimin Iqbal, Andreas Senjaya, dan Jim
Oklahoma16 ini menarik untuk diteliti. Mengingat salah satu pendiri iGrow
adalah Muhaimin Iqbal yang sangat aktif menulis terkait ekonomi islam sejak
lama. Produk investasi yang ditawarkan iGrow dengan menggunakan prinsip
bagi hasil namun tidak menggunakan nomenklatur syariah menjadi sangat
menarik untuk dijadikan objek penelitian. Menurut hasil wawancara yang
dilakukan oleh penulis sistem yang dipakai iGrow adalah sistem syariah.17 Oleh
karena itu penulis akan melihat dari sisi kesesuaian kontrak baku dan
keberadaan unsur akad syariah iGrow berdasarkan Fatwa DSN Nomor
117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi berdasarkan prinsip syariah. Meskipun iGrow tidak menggunakan
label syariah dalam produknya, penelitian ini tetap memiliki impact untuk
memperluas pilihan investasi bagi khususnya investor Muslim. Pun
dikarenakan fatwa DSN MUI meskipun hanya wajib dipatuhi oleh pelaku bisnis
berprinsip syariah, namun juga menjadi salah satu panduan bagi pelaku bisnis
Muslim untuk memenuhi aspek syariah di Indonesia.
15Media daring Republika secara gamblang membahas iGrow dengan judul “FintechSyariah
Bisa Bantu Pertanian”. Bukan hanya Republika, dalam salah satu blog khusus ekonomi syariah
yang beralamat surel syariahx.blogspot.com dan m.hidayatullah.com, juga secara jelas mengatakan
iGrow sebagai platform Investasi Syariah di Bidang Pertanian. Penulis juga menemukan dalam
beberapa blog pribadi yang mengutarakan bahwa iGrow adalah sebuah platform investasi yang
sesuai dengan syariah. 16 https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160624152357-185-140702/startup-pertanian-
igrow-raih-investasi-dari-dua-pemodal, diakses pada 27 September 2018 17Wawancara pribadi dengan Pandu divisi pelayanan konsumen PT iGrow Resources Indonesia.
Sebagaimana telah penulis paparkan dalam latar belakang penelitian ini
perusahaan yang menggunakan kecanggihan teknologi masih terbilang baru
meski geliatnya sudah sangat masif, sejalan dengan meningkatnya pengguna
gawai dan internet di Indonesia. Kemudahan yang fintech berikan berjalan
beriringan dengan rentannya risiko yang akan didapatkan oleh konsumen.
Berbagai perusahaan menawarkan produk investasinya dengan berbagai macam
strategi pemasaran, tanpa terkecuali PT iGrow Resources Indonesia yang
bergerak khusus di fintech bidang pertanian.
Banyak hal yang harus diperhatikan dan diatur terkait fintech ini. Sehingga
diperlukan banyak kajian agar dapat memformulasikan ramuan yang tepat. PT
iGrow sebagai salah satu platform fintech terbesar di Indonesia di bidang
investasi pertanian di Indonesia menjadi objek yang sangat penting dan
menarik untuk diteliti. Selain dalam hal skema bagi hasil, juga dalam hal
transparansi. Ketertarikan masyarakat tanpa terkecuali yang beragama Islam
akan investasi semakin meningkat. Untuk itu dibutuhkan informasi terkait
perusahaan investasi yang legal secara hukum positif dan sesuai dengan ajaran
Islam. Berdasarkan hal tersebut berikut beberapa masalah yang teridentifikasi:
1. Bagaimana kesesuaian penyelenggaraan investasi iGrow dengan Peraturan
Perundang-undangan dan Fatwa DSN MUI?
2. Apa saja hal yang membuat konsumen berpikir bahwa iGrow adalah
platform investasi yang sesuai syariah?
3. Apakah kontrak baku yang iGrow terapkan sudah sesuai dengan panduan
hukum yang berlaku?
4. Bagaimana pemenuhan syarat untuk bukti sertifikat kepemilikan di iGrow?
5. Apakah kontrak bakuiGrow memenuhi prinsip dan unsur-unsur akad
syariah?
Dari beberapa identifikasi masalah di atas, penulis hanya akan membahas
beberapa poin sebagai fokus dari penelitian ini.
8
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam suatu penelitian diperlukan guna
menjadikan hasil penelitian lebih akurat dan mendalam. Untuk itu penulis
membatasi penelitian di PT iGrow Resources Indonesia hanya sebatas pada
kesesuaian kontrak baku iGrow dengan prinsip syariah dalam fatwa DSN
MUI No 117 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
Berdasarkan Prinsip Syariah.
2. Rumusan Masalah
Sejalan dengan pembatasan masalah yang penulis paparkan diatas,
berikut rumusan masalah dalam penelitian ini:
a. Bagaimana kesesuaian kontrak baku investasi iGrow perspektif
Fatwa DSN Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip
Syariah dari segi kontrak baku dan unsur akad syariah?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kesesuaian
penyelenggaraan kontrak baku dan unsur akad syariah investasi iGrow
dengan Fatwa DSN Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Penulis
Penelitian ini menjadi pintu untuk memahami lebih detail terkait
fintech P2P Lending perspektif syariah dan menambah wawasan prihal
keragaman fintech. Yang selanjutnya pengetahuan yang didapat bisa
digunakan sebagai bahan pertimbangan penulis saat akan menggunakan
jasa fintech jenis ini.
b. Bagi Akademisi
9
Penelitian ini dapat menjadi bahan kajian dan diharapkan bisa
menjadi data untuk karya ilmiah selanjutnya.
c. Bagi umum
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi wawasan baru untuk
masyarakat umum terkait hukum fintech peer to peer lending menurut
pandangan islam dan keamanan investasi di sektor ini, khususnya sektor
investasi fintech bidang pertanian.
E. Kajian Terdahulu
1. Moch Ali Irsyad (2017) penelitiannya fokus kepada penerapan
pembangunan ekuitas merek berbasis pelanggan atau costumer based brand
equity (CBBE). Irsyad dengan metode wawancara mendalamnya kepada
CEO iGrow menemukan bahwa iGrow dengan strategi CBBE-nya begitu
konsen terjun ke lapangan untuk mengetahui bagaimana pelanggan yang
menjadi sasaran bisnis mereka, berbeda dengan fintech pada umumnya
yang fokus pada sistem coding. Dengan terjun ke lapangan iGrow makin
mengetahui bagaimana harapan dari investor mereka. Sehingga iGrow bisa
berkembang pesat sejak tahun riisnya yakni 2014. Kendala yang dihadapi
start up ini terkait dengan POJK NO 77/POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, sehingga mereka
membatasi investor dari luar negeri.18
2. Alficha Rezita Sari, dalam penelitiannya ia fokus pada aspek perlindungan
konsumen tatkala perusahan fintech P2PL lalai dalam memilih calon
penerima pinjaman sehingga menyebabkan kegagalan pembayaran kepada
pemberi pinjaman dengan sample perusahaan Investree, Crowdo, dan
Akseleran. Pada kasus ini, pemberi pinjaman tidak dapat mengajukan
keluhan atas terjadinya gagal bayar karena hubungan hukum pinjam
meminjam hanya terjadi antar pemberi pinjaman dan penerima pinjaman,
sementara penyelenggara bertindak sebagai penerima kuasa dari pemberi
18Moch Ali Irsyad, Analisis Start Up digital iGrow dalam Implementasi Pembangunan Ekuitas
Merek Berbasis Pelanggan (Customer Based Brand Equity), Jurnal Fis.K.51, 2017
10
pinjaman. Ia berpendapat ada dua langkah yang bisa dilakukan untuk
melindungi posisi pemberi pinjaman atau konsumen, yaitu melalui langkah
preventif dan represif. Langkah prefentif dilakukan dengan menerapkan
upaya prinsip yang terkandung dalam pasal 29 Pasal 37 POJK NO
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi . Sedangkan langkah represif dilakukan setelah
terjadinya sengketa. Pemberi pinjaman membuat aduan kepada OJK. Bila
terbukti benar kegagalan terjadi karena kelalaian penyelenggara maka
penyelenggara wajib memberikan ganti rugi, sebagaimana tercantum dalam
Pasal 37 POJK NO 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi dan Pasal 38 POJK Nomor
1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.19
3. Departemen Perlindungan Konsumen-Otoritas Jasa Keuangan, menurut
mereka hingga saat ini masih terus dikaji untuk menghasilkan formulasi
yang tepat untuk menyeimbangkan kemudahan dan fleksibilitas yang
ditawarkan oleh fintech. Untuk itu peran OJK selaku pengawas dan
regulator perlu berperan aktif, sehingga terwujud hal-hal penting, seperti;
adanya sertifikat bagi pemberi pinjaman, dibentuknya ketentuan dan standar
mekanisme fintech, penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa,
pengawasan pemasaran produk, adanya cyber security forum,
diterapkannya online dispute resolution, implementasi trust-mark dan
adanya pembentukan regtech dan suptech.20
4. M Roji Iskandar, dalam tulisannya ia fokus membahas prihalklausula baku
dari segi perlindungan konsumen dan perjanjian syariah. Dalam tulisan
tersebut ia mengutarakan bahwa klausula baku satu sisi menjadi kebutuhan
bagi perusahaan maupun konsumen akan tetapi posisi konsumen masih
lebih lemah daripada perusahaan sehingga banyak terjadi pengalihan
tanggung jawab dalam klausula baku. Standarisasi klausula baku secara
19Alficha Rezita Sari, Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam Penyelenggaraan
Financial Technology Berbasis Peer to Peer Lending di Indonesia, Skripsi, 2018 20 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017
11
umum sudah diatur dalam Undang-undang perlindungan konsumen. Hal
tersebut bila dimasukkan dalam perjanjian islam, setidaknya harus
memenuhi 5 syarat dalam perjanjian. Sehingga klausula baku yang
dirumuskan bisa menempatkan posisi yang seimbang antara konsumen
maupun perusahaan.21
F. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Teori merupakan suatu pendapat yang didasarkan pada penelitian dan
penemuan yang didukung oleh data dan argumentasi.22 Teori-teori dalam
penelitian digunakan sebagai salah satu bahan analisis untuk menghasilkan
suatu simpulan akhir dari temuan-temuan yang didapatkan. Berikut teori-
teori yang hemat penulis relevan dengan objek penelitian ini;
a. Teori dasar dan paling terkenal dalam muamalah maaliyah adalah
hukum asal dari muamalah adalah boleh, dalam ushul fiqh berbunyi:
“Asal dari muamalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang
melarangnya.”Kaidah ini menjadi dasar dibolehkannya inovasi-inovasi
disektor ekonomi Islam selama tiada dalil yang mengharamkannya.
Sehingga terbuka lebar terciptanya inovasi di sektor ini. 23 Inovasi
dibidang teknologi sangat cepat berkembang. Tiada henti
perkembangan yang terus muncul bahkan meski hanya dalam satu
sektor seperti fintech P2P Lending.Untuk itu penulis menggunakan teori
kaidah hukum asal dalam muamalah ini. Teori kaidah ini menjadi
relevan, terbukti dalam berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI
atas suatu produk ekonomi syariah yang baru, kaidah ini tidak pernah
absen muncul sebagai dalil aqli yang melatar belakangi lahirnya fatwa
terkait.
21 M Roji Iskandar, Pengaturan Klausula Baku Dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dan Hukum Perjanjian Syariah, Jurnal Amwaluna, Vol.1, No. 2, 2017 22Kamus Besar Bahasa Indonesia 23 Ma’ruf Amin, Solusi Hukum Islam Sebagai Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di
Indonesia, Orasi Ilmiah, h. 14-15
12
b. Teori produksi dalam Islam
Manusia telah dianugerahi alam dan seisinya yang memang
ditunjukkan untuk kegiatan produksi. Namun berbeda dengan produksi
yang dimaknai kaum kapitalis. Produksi dalam islam memiliki tujuan
yang salah satunya menurut Yusuf Qardhawi adalah membangun dan
memakmurkan bumi.24 Manusia berhak dan memang harus melakukan
kegiatan produksi, dengan satu pengecualian yaitu tidak melakukan
tindakkan perusakkan bumi. Untuk itu tindakkan mencari keuntungan
tanpa adanya peningkatan utility sumber daya dilarang dalam Islam. 25
Produksi dalam Islam memegang nilai penting yaitu, mencari
sumber-sumber yang halal dan baik untuk produksi serta memanfaatkan
output produksi untuk kebaikan bukan untuk menzholimi pihak lain.
Dengan demikian penentuan output dan input produksi harus dijalankan
sesuai dengan hukum Islam.26
c. Teori Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Kontrak dalam dunia bisnis kini lebih menekankan pada aspek
penghargaan terhadap kemitraan dan kelangsungan bisnis. Dimensi
kontrak komersial lebih menekankan pada proposionalitas pertukaran
hak dan kewajiban diantara para pihak. Diterimanya prinsip universal
seperti itikad baik dan transaksi yang adil dan kejujuran membuktikan
bahwa yang diutamakan adalah memberikan jaminan bahwa perbedaan
kepentingan di antara para pihak telah diatur melalui mekanisme
pembebanan kewajiban secara proporsional terlepas dari hasil akhir
porsi bagi masing-masing pihak (win win contract). Problema tersebut
menjadi tantangan terwujudnya kontak yang menguntungkan para pihak
24Amirudin Kadir, Konsep Produksi dalam Ekonomi Islam, Jurnal UIN Alauddin, 2014, h.6 25Amirudin Kadir, Konsep Produksi dalam Ekonomi Islam, Jurnal UIN Alauddin, 2014, h.8 26Amirudin Kadir, Konsep Produksi dalam Ekonomi Islam, Jurnal UIN Alauddin, 2014, h.8
13
selain menjadi kepastian hukum. 27 Kontrak menjadi undang-undang
bagi para pelaku yang mengikat pada kontrak tersebut. Sebagaimana
dalam asas pacta sunt seervanda dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata
yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang”28
Makna asas proposionalitas itu sendiri menurut Agus Yudha dapat
dilihat dari aspek filosofis keadilan. Yang mana dalam hal ini tidak akan
ditemukan kesamaan dari para pihak dalam argumen kontrak namun
yang menjadi acuan adalah justum pretium yang mana kepantasan
kontrak dilihat menurut aturan hukum yang berlaku.29
Setidaknya ada tiga kriteria untuk menemukan ada tidaknya asas
proporsionalitas dalam kontrak:30
1) Adanya pemberian pengakuan terhadap hak, peluang dan
kesempatan yang sama bagi para pihak untuk menentukan
pertukaran yang adil.
2) Adanya jaminan pelaksanaan hak dan kewajiban bagi para pihak.
3) Dalam hal terjadinya sengketa kontrak, maka beban pembuktian,
berat ringannya kadar kesalahan harus diukur berdasarkan asas
proporsionalitas.
d. Teori Kedudukan Fatwa
Fatwa di Indonesia terkait produk ekonomi syariah dirumuskan
sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan berdasarkan keterangan dari
pelaku bisnis dihadapan DSN MUI.31 Sehingga fatwa DSN MUI sangat
relevan untuk dijadikan acuan rambu-rambu hukum dalam melakukan
transaksi ekonomi syariah di Indonesia. DSN MUI menjadi sumber
27Agus YudhaHerkono, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial),
(Jakarta: Kencana), Cetakan ke-4, h. 5-6 28Salim, Hukum Konrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika),
Catakan ke-4, h. 10 29Agus YudhaHerkono, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial),
(Jakarta: Kencana), Cetakan ke-4, h. 86 30Agus YudhaHerkono, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial),
(Jakarta: Kencana), Cetakan ke-4, h.88 31Wawancara pribadi penulis dengan pak Hasanudin
14
pemikiran hukum ekonomi syariah, baik untuk diimplementasikan ke
dalam peraturan peraturan perundang-undangan atau secara praktik oleh
pelaku bisnis syariah.32
Meskipun fatwa DSN MUI hanya mengikat bagi yang meminta fatwa
(Mustafti), dan pelaku bisnis syariah. Pelaku bisnis lainnya yang
beragama Islam, tak dilarang atau dikecualikan apabila hendak
menjadikan fatwa DSN MUI sebagai acuan dalam berbisnis sesuai
dengan syariah. Hemat penulis, fatwa DSN MUI menjadi acuan syariah
yang sekaligus acuan hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Karena isi fatwa tidak terlepas dari unsur mengikuti perturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini disebabkan dalam proses
pembuatan fatwa DSN bekerjasama dengan lembaga-lembaga
pemerintah terkait, selain dengan pelaku usaha.33
32Yeni Salma Berlianti,Urgensi Fatwa dan Lembaga Fatwa dalam Ekonomi Syariah, Jurnal
Hukum dan Pembangunan, 2012 33Ibid
15
2. Konseptual
Keterangan bagan: Terkait penyelenggaraan finansial teknologi jenis peer
to peer lending di Indonesia diatur dalam POJK No 77/POJK.01/2016
tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi. iGrow
sebagai salah satu fintek berbasis P2PL dinaungi oleh POJK tersebut.
Sedangkan posisi fatwa disini adalah sebagai alat analisis, terkait kesesuaian
penyelenggaraan investasi iGrow dengan Fatwa DSN MUI No 117 tentang
Layanan Pembiyaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prisnpi
Syariah dikarenakan banyak klaim bahwa investasi iGrow sesuai dengan
syariah.
G. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah qualitative research, dimana
data sekunder berupa fatwa DSN menjadi dikedepankan untuk diolah. Fatwa
POJK No 77/POJK.01/2016
Tentang
Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi
Kesesuaian prinsip syariah dengan fatwa DSN No 117 Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah
Kontrak Baku
iGrow
Finansial Teknologi P2PL
16
DSN penulis gunakan sebagai alat analisis utama, selain dilengkapi oleh data
lainnya. Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah legal study.
Penulis melakukan legal study34 untuk mengetahui lebih dalam kesesuaian
suatu produk dengan isi fatwa dari segi kontrak baku, dan akad. Legal study ini
juga penulis lakukan dengan mengaitkan peraturan perundang-undangan,
karena baik fatwa maupun peraturan perundang-undangan masih terkait satu
sama lain.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan wawancara
dan studi dokumen. Wawancara dilakukan dengan pihak iGrow langsung dan
beberapa ahli yang terkait. Sedangkan studi dokumen dilakukan untuk
mendapatkan fakta terkait kesesuaian antara fatwa dengan penyelenggaraan
investasi iGrow.
Jenis data dalam suatu penelitian terdiri dari tiga. Data primer, sekunder,
dan tersier. Dalam penelitian ini tentu data yang bersumber dari wawancara
adalah data sekunder penulis. Baik wawancara yang langsung dilakukan oleh
penulis, maupun yang penulis dapatkan dari hasil wawancara pihak lain. Fatwa
DSN dan Peraturan perundang-undangan menjadi data sekunder dalam
penelitian ini. Yang keberadaannya lebih dominan karena digunakan untuk alat
analisis utama atas data primer berupa salinan kontrak baku dalam penelitian
ini. Sedangkan data tersier berupa studi pustaka yang penulis dapatkan dari
berbagai sumber.
Analisis data dilakukan dengan membandingkan apa yang diatur oleh
fatwa dan bagaimana yang berjalan dalam penyelenggaraan kerjasama investasi
iGrow. Bagaimana keselarasan diantara keduanya. Serta dikaitkan pula dengan
peraturan perundang-undangan yang terkait seperti yang dikehendaki oleh
fatwa DSN MUI itu sendiri.
34 Yeni Salma Barlianti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Diterbitkan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010)
17
H. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab akan membahas
dari dasar penelitian hingga kesimpulan. Berikut sistematika penulisan pada
penelitian ini:
BAB I PENDAHULUAN, Berisi tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusah masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, review studi terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS, Bab ini membahas mengenai hal-hal yang
terkait dengan finansial teknologi, manfaat, bentuk-bentuk finansial teknologi,
para pihak, kontrak baku, prinsip syariahyang digunakan dalam perikatan, dan
akad-akad fatwa tentang fintech berprinsip syariah.
BAB III GAMBARAN TENTANG PRODUK INVESTASI JANGKA
PENDEK iGROW, Pada bab ini penulis mendeskripsikan tentang produk
investasi jangka pendek iGrow, mulai dari jenis komoditas, penyelenggaraan,
bagi hasil, manejemen risiko, dan transparansi pihak iGrow kepada investor.
BAB IV ANALISIS KESESUAIAN PRODUK DENGAN FATWA, Bab
ini berisikan hasil analisis penulis berdasarkan hasil temuan dilapangan secara
langsung dan tidak langsung dengan fatwa DSN tentang Layanan Pembiayaan
berbasis teknologi informasi. Analisis dilakukan terkait kontrak baku dan unsur
akad syariah yang terapkan oleh PT iGrow Resources Indonesia.
BAB V PENUTUP, Bab penutup memuat kesimpulan akhir dari hasil
penelitian yang dilakukan, serta beberapa saran dari penulis.
19
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Financial Technology (Fintech)
Manusia memiliki hak dan kewajiban ketika melakukan kegiatan
produksi dalam ekonomi. Allah menciptakan alam dan seisinya untuk
dimanfaatkan oleh manusia dengan batasan-batasan. Batasan-batasan tersebut
ada untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Untuk itu dalam
melakukan kegiatan produksi ada rambu-rambu aturan islam yang harus
dipatuhi oleh seluruh umat Islam tanpa terkecuali.35 Perkembangan teknologi di
sektor produksi menjadi tantangan tersendiri bagi umat islam, untuk tetap bisa
melakukan kegiatan produksi yang tetap sesuai dengan hukum islam. .
Ayat terpanjang dalam al-quran adalah tentang perintah menuliskan
suatu perjanjian utang-piutang. Menunjukkan bahwa Islam sangat
memeperhatikan hal terkait harta yang sensitif ini. Dalam kasus perjanjian yang
dilakukan secara digital maka harus ada sertifikat digital yang mengikat antara
penyelenggaran dan investor. Sebagaimana dalam termaktub dalam al-quran
surah al-baqarah ayat 282:
يكتب بنينكم ك ى فٱكتبوه و سا أجل م إذ تدينتم بديل إى أيهاٱنذيل ءمنو يأ اتب بٱ ي عد و
حق يالل ٱنذي عليه ٱ فليكتب و يبخس كاتب أن يكتب كاا علناه ٱللن ربنهۥ و يتنق ٱللن و منه
يهۥ ب يستطيع أن يالن هو فليالل و حق سفيها أو ضعيفا أو عد ٱفإن كان ٱنذي عليه ٱ
كم فإن نم جا هيديل مل ر ل تمحضون مل ٱشهدء وٱستشهدو يكونا رجليل فمحجل وٱممحأتان مان
تس يأ ٱشهدء إذ ما دعو و هاا ٱلخمحى و مح إ دى هاا فتذك أن تضلن إ دى أن مو
تكتبوه صغيمح أو كبيمح إ كم أقسط عند ٱللن أجلهۦ ذ ى
35 Amirudin Kadir, Konsep Produksi dalam Ekonomi Islam, Jurnal UIN Alauddin, 2014, h.8
19
محة اضمحة تديمحونها بينكم ف أن تكون تج ن إ ن تمحتابو أ دة وأدنى ه لشن م جنا ليس عليك وأقوم
إذ تبايعتم هدو ن تكتبوها وأ أ وإن تفعلو فإننهۥ فسوق بكم وٱتنقوٱللنهيد يضارن كاتب و و
ء عليم بكل وٱللن اكم ٱللن ٢٨٢ويعل
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya,
dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia
sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu
enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu
jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah
mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian),
maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.
20
1. Pengertian Fintech (Financial Technology)
Muliaman D haddad dalam modul presentasinya mengambil beberapa
sumber pengertian dari fintech. Fintech Weekly mendefinisikan fintech
sebagai suatu bagian dari bisnis yang menggunakan perangkat lunak untuk
menyediakan jasa keuangan. PWC mendefinisikan fintech sebagai segmen
yang dinamis di sektor keuangan dan teknologi yang menyasar pada pangsa
baru. Sedangkan Arnest berpendapat lebih sederhana “fintech refers to the
use of technology to deliver financial solution”.36
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
menurut OJK adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan
untukmempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam
rangkamelakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah
secara langsung melalui sistem elektronik menggunakan jaringan internet.37
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka singkatnya fintech
adalah sebuah inovasi jasa keuangan berbasis teknologi. Inovasi jasa
keuangan menggunakan sistem digital ini terus berkembang dan akan terus
berkembang. Bahkan pada tahun 2025 Indonesia diperkirakan akan menjadi
salah satu pasar ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.38
Dalam perkembangannya fintech mengalami evolusi. Mulai dari yang
disebut dengan fintech 1.0 hingga saat ini fintech 3.5. 39 John Maynard
Keynes mendeskripsikan saat itu fintech 1.0 sebagai suatu inovasi dimana
seseorang bisa memesan suatu produk diseluruh dunia dengan
menggunakan sistem analog. Hingga saat ini menjadi fintech 3.5,
perusahaan rintisan menawarkan berbagai alternatif dari perbankan
tradisional.40
36Muliaman D Haddad, Modul Kuliah Umum Finansial technology (Fintech) di Indonesia,
2017,pdf 37POJK No 77 tahun 2016 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi 38 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017 39Muliaman D Haddad, Modul Kuliah Umum Finansial technology (Fintech) di Indonesia,
2017,pdf 40Muliaman D Haddad, Modul Kuliah Umum Finansial technology (Fintech) di Indonesia,
2017,pdf
21
2. Perkembangan Fintech di Indonesia
Era perkembangan teknologi dan digitalisasi, perlahan membentuk
suatu budaya baru di dalam masyarakat. Kegiatan yang dilakukan secara
tradisional atau konvensional, secara berangsung menjadi kegiatan yang
dilakukan secara digital. Semua orang bisa melakukan banyak kegiatan
dengan menggunakan perangkat elektronik yang terhubung dengan jaringan
internet. Kebutuhan manusia akan layanan jasa keuangan yang mudah,
cepat, fleksibel, dan transparan pun sangat besar. Hal ini menjadi salah satu
penyebab startup fintech berkembang signifikan sejalan dengan
konsumennya.
Kebutuhan masyarakat menjadi peluang yang menggiurkan para pelaku
usaha. Sehingga pelaku usaha terdorong melakukan inovasi dan
transformasi dari bentuk tradisional ke dalam bentuk digital.41 Persaingan-
persaingan yang tidak hanya terjadi secara nasional, digital membuka pula
persaingan secara internasional yang akan terus mendorong perusahan
rintisan untuk tidak berhenti berinovasi. Inovasi dan peningkatan mutu
sangat penting, selain untuk berkembangnya perusahan itu sendiri, pun
untuk menarik konsumen maupun investor. Platform digital membuat suatu
proses untuk mendapatkan layanan jasa keuangan menjadi lebih singkat,
menjadi magnet yang kuat untuk mengalihkan konsumen layanan jasa
keungan tradisional.
Fintech yang terus berkembang akan mendukung percapaian tiga
sasaran besar Sektor Jasa Keuangan Indonesia 2015-2019, yaitu42:
a. Kontributif, mengoptimalkan peran SJK dalam mendukun
percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
b. Stabil, menjaga stabilitas sistem keuangan sebagai landasan bagi
pembangunan yang berkelanjutan.
41 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017, h. 19 42Muliaman D Haddad, Fintech IBS June 2017
22
c. Inklusif, membuka akses keuangan sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan kalangan masyarakat.
Fintech juga memilki peran penting dalam perekonomian Indonesia,
diantaranya43:
a. Mendorong kemampuan ekspor UMKM yang saat ini masih rendah.
b. Mendorong pemerataan tingkat kesejahteraan penduduk.
c. Membantu pemenuhan pembiayaan dalam negeri yang masih sangat
besar.
d. Meningkatkan inklusi keuangan nasional, dan
e. Mendorong distribusi pembiayaan nasional yang masih belum
merata.
3. Macam-macam Fintech
Tiada yang stagnan dalam suatu inovasi berbasis teknologi, termasuk
fintech. Dalam perkembangannya ada beberapa macam jenis fintech, antara
lain44:
a. Manajemen Aset
Jenis fintech yang digunakan untuk membantu efisiensi
operasional suatu perusahaan dengan suatu sistem digital buatan.
Contohnya seperti Expense Manajemen System.
b. Crowd Funding
Fintech yang bergerak pada sektor sosial berupa penggalangan
dana secara online yang kemudian akan disalurkan kepada yang
membutuhkan.
c. E-Money
Uang elektronik yang dapat digunakan untuk berbelanja,
membayar tagihan, dan kebutuhan lainnya melalui suatu aplikasi.
d. Insurance
43Muliaman D Haddad, Fintech IBS June 2017 44http://www.duniafintech.com/pengertian-dan-jenis-startup-fintech-di-indonesia/
atau kegiatan sosial yang diusulkan oleh seseorang atau suatu pihak
melalui website atau aplikasi perusahaan tersebut.
Di sisi lain, fintech P2P Lending memiliki model dan proses
bisnis yang berbeda. Perusahaan ini memfasilitasi pihak yang
membutuhkan dana pinjaman dengan pra pihak yang ingin
berinvestasi dengan cara memberikan pinjaman. Pinjaman yang
diberikan dapat berupa modal usaha, pinjaman kendaraan bermotor,
kredit tanpa agunan, kredit perumahan rakyat, biaya persalianan,
pinjama renovasi rumah, dll. perusahaan ini juga mengakomodasi
bagi masyarakat yang ingin menjadi investor yang kemudian akan
mendapat return di kemudian hari.
28
Proses Bisnis P2P Lending Crowdfunding-Based49
Keterangan:
Apabila pembayaran dilakuakan secara lancar, return akan
didapatkan oleh pemberi dana. Apabila peminjam terlambat
membayar, akan dilakukan prosedur internal credit collection
dengan bantuan perusahaan penyedia layanan. Apabila terjadi
default, perusahaan akan membantu proses pengembalian pinjaman.
Namun apabila masih gagal maka jalur hukum adalah opsi terakhir
dan risiko kerugian ditanggung oleh pemberi dana.
1) Para Pihak
a) Pemberi pinjaman atau investor
49 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017, h. 30
Konsumen menggunakan
platform (Pemberi atau
Penerima Pinjaman)
Konsumen mengisi
formulir Pemberi atau
Penerima Pinjaman
Pemberi pinjaman
bertemu dengan pencari
pinjaman melalui platform
Pencari pinjaman
membayar angsuran
Pencari Pinjaman
menerima Pinjaman dari
Pemberi Pinjaman
Pemberi Pinjaman
mendapatkan retur dari hasil
bunga pembayaran angsuran
Perusahaan akan
melakukan analisa
29
b) Penerima pinjaman
c) Perusahaan penyelenggara
2) Potensi Kerawanan dalam Proses Bisnis
a) Rawan kehilangan data konsumen.
b) Penyelesaian sengketa dengan Warga Negara Asing
yang menjadi investor.
c) Informasi mengenai prosedur dan tata cara penilaian
kredit sering kurang jelas.
d) Tidak dijamin oleh asuransi
3) Manfaat
a) Menekan biaya dan proses yang cepat.
b) Kemudahan berinvestasi
4) Risiko
a) Risiko gagal bayar
Sebagaimana bisnis pada umumnya, tidak akan lepas
dari yang disebut dengan risiko. Kemudahan –
kemudahan yang diberikan meningkatkan besar risiko
yang mungkin terjadi.
b) Minimnya informasi
Perusahaan biasanya kurang memperhatikan
informasi terkait para pihak. Sehingga kemungkinan
digunakan oleh pihak tertentu untuk pencucian uang
sangat besar.
5) Account Aggregator
Bagi konsumen yang memerlukan dan menggunakan
layanan transaksi dari beragam akun perbankan.
Mekanismenya, konsumen memiliki banyak akun perbankan
dapat mendaftarkan akunnya ke dalam platform ini, yang
30
kemudian dapat digunakan untuk memantau seluruh
transaksi perbankan melalui satu platform tersebut.50
6) Information and Feeder Site
Perusahaan yang memerikan layanan mengenai
informasi yang dibutuhkan oleh para calon konsumen yang
ingin menggunakan suatu prosuk dan layanan sektor jasa
keuangan. Informasi yang diberikan dapat berupa informasi
seperti kartu kredit, tingkat suku bunga, reksa dana, premi
asuransi, dan sebagainya. Selain itu juga ada layanan
komparasi yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Pada perkembangannya perusahaan jenis ini idak hanya
sekedar memberikan informasi, kini melalui platform
perusahaan ini konsumen juga bisa membeli atau
menggunakan produk layanan jasa keuangan.51
7) Personal Finance
Sebuah perusahaan yang mengakomodasi suatu
perencanaan keuangan. Perusahaan ini membantu konsumen
mulai dari pembauatan laporan keuangan yang baik hingga
pemilihan pengolahan dana yang bijaksana. Mekanismenya
adalah berupa pemberitahuan informasi keuangan konsumen
melalui platform perusahaan. Kemudian perusahaan akan
mengolah dan menilai informasi tersebut dan memberikan
saran sebagai output dari layanan perusahaan.52
50 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017, h. 37 51 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017, h. 40 52 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017, h. 42
31
5. Regulasi Fintech di Indonesia
Regulasi fintech di Indonesia masih terfokus pada jenis fintechP2PL
baik fintech konvensional maupun yang berbasis syariah. Namun, berikut
beberapa regulasi yang mengatur fintech di Indonesia53:
a. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
b. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
c. PP No. 82 Tahun 2012 tentang Peyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik.
d. POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Penyelenggaraan Sistem
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
e. SEOJK 18/SEOJK.02/2017 tentang Pelaksanaan Tata Kelola dan
Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi..
f. PBI No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik
g. PBI No. 18/17/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas PBI No.
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik.
Dilengkapi dengan Fatwa DSN Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang
Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip
Syariah, untuk fintech yang berbasis syariah.
Perkembangan fintech sangat memerlukan kesiapan pemerintah dan
regulator di Indonesia dalam mengaturnya terutama yang berkaitan dengan
aspek kelembagaan, kegiatan usaha, dan mitigasi risiko. OJK, Bank
Indonesia (BI), dan Kementrian terkait masih terus mempersiapkan dan
menyusun ketentuan untuk mengatur fintech di Indonesia.54
a. Otoritas Jasa Keuangan
OJK telah membentuk Tim Pengembangan Inovasi Digital
Ekonomi dan Keuangan atau yang disingkat dengan PIDEK yang
mengkaji dan mempelajari perkembangan fintech dan menyiapkan
53 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017, h. 7 54 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017, h. 48
32
peraturan serta strategi pengembangannya. Serta dibentuk pula
Forum Pakar Fintek yang terdiri dari berbagai pakar berasal dari
instiusi terkait dan ahli dibidangnya.
Sebagai langkah awal, OJK telah mengeluarkan POJK No. 77/
POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi yang kemudian memiliki turunan berupa Surat
Edaran OJK No. 18/SEOJK.02/2017. POJK ini mengatur tentang
fintech P2P Lending. Hal ini dikarenakan OJK melihat urgensi
hadirnya ketentuan yang mengatur fintech pinjam-meminjam,
memperhatikan masih kuatnya budaya utang di masyarakat
Indonesia.
Selain itu fintech jenis ini merupakan kewenangan OJK karena
perusahaan tersebut memberikan pelayanan jasa keuangan. Bentuk
perusahaan yang diatur yakni berbadan hukum Perseroan Terbatas
dan Koperasi.55 Penerima pinjaman dapat berupa perorangan atau
abadan hukum yang berasal dan berdomisili di wilayah hukum
Indonesia. Sedangkan pemberi pinjaman dapat berupa WNI/ WNA
perorangan maupun badan hukum (Pasal 15).56
b. Bank Indonesia
Bank Indonesia telah membentuk Fintech Office sebagai wadah
asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis dan
produk/layanan keuangan berbasis teknologi. Sebagai regulator
Bank Indonesia juga telah mengeluarkan peraturan terkait fintech
melalui PBI No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik. PBI
tersebut telah diubah sebanyak dua kali yaitu dengan PBI No.
16/8/PBI/2014 dan PBI No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang
Elektronik.57
55 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017, h. 50-52 56POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi 57 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017, h. 58
33
c. Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
Beberapa regulasi terkait hal-hal yang menggunakan teknologi
informasi telah dikeluarkan oleh KOMINFO diantaranya58:
1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
2) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia
No. 4 Tahun 2016 tentang Sistem Manajemen Pengamanan
Informasi.
3) Peraturan Menteri Komunikasi Informatika Indonesia No.
20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam
Sistem Elektronik.
4) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia No. 5 Tahun 2016 tentang Uji Coba Teknologi
Telekomunikasi, Informatika, dan Penyiaran.
B. Peristilahan dan Makna Kontrak atau Perjanjian
Selain istilah kontrak, atau perjanjian akan ditemukan pula penggunaan
istilah akad dan klausula. Menjadi hal yang terkadang membuat bingung
dikarenakan bila dibaca maksudnya sama hanya saja istilahnya berbeda. Dalam
Perundang-undangan pun satu sama lain penggunaan istilahnya berbeda-beda.
Istilah kontrak atau perjanjian diahami secara rancu karena pada praktiknya
banyak dari pelaku bisnis yang mencampur adukkan kedua istilah tersebut.
Dicampur adukkan seolah memiliki pengertian yang berbeda. Bugerlijk
Wetboek yang selanjutnya disingkat dengan BW menggunakan istilah
overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama hal ini juga didukung
oleh pendapat banyak sarjana antara lain: Jacob Hans Niewenhuis, Hofmann,
J. Satrio, Soetojo Prawirohamidjojo, Narthalena Pohan, Mariam Darus
Badrulzaman, Purwahid Patrik, dan Tirtodiningrat kesemuanya
58 Departemen Perlindungan Konsumen-OJK,Modul Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta, 2017, h. 62-64
34
mengartikan kontrak dan perjanjian sebagai suatu hal yang sama. 59 Peter
Mahmud Marzuki memberikan tambahan argumentasi berupa, untuk agreement
yang berkaitan dengan bisnis disebut dengan contract. Sedangkan untuk yang
tidak terkait dengan bisnis hanya disebut agreement.60
1. Kontrak Baku
Kebebasan berkontrak merupakan roh dari sebuah kontrak, para pihak
diasumsikan memiliki kedudukan yang seimbang. Namun dalam praktik
masih banyak terdapat kontrak standar ( kontrak baku) yang cenderung
dianggap berat sebelah, dan tidak adil. Posisi yang lemah tidak bisa
mencoba menawar sehingga hanya ada dua alternatif bagi pihak yang lemah,
take it or leave it.61
Kontrak baku memiliki beberapa pengertian yang penulis ambil dari
beberapa sumber, yaitu:
a. Setiap aturan atau ketentuan dan syarat syarat yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang
mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.62
b. Perjanjian tertulis yang diterapkan secara sepihak oleh
Penyelenggara dan memuat klausula baku tentang isi, bentuk,
maupun cara pembuatan, dan digunakan untuk menawarkan produk
dan/atau layanan kepada Pengguna/Konsumen secara massal.63
Dari kedua pengertian diatas, kontrak baku adalah ketentuan-ketentuan
yang dibuat sepihak yang memuat aturan yang mengikat bagi para pihak
yang berkontrak.
59Agus YudhaHerkono, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial),
(Jakarta: Kencana), Cetakan ke-4, h. 13 60Agus YudhaHerkono, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial),
(Jakarta: Kencana), Cetakan ke-4, h. 14-15 61Agus YudhaHerkono, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial),
(Jakarta: Kencana), Cetakan ke-4, h.2 62UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 63Fatwa DSN Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
c. Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena kebutuhan.
d. Take it or leave it.
Teori deu care tentang kewajiban perusahaan terhadap konsumen
didasarkan pada gagasan bahwa perusahaan dan konsumen tidaklah sejajar.
Selain itu kepentingan konsumen sangat rentan terhadap tujuan perusahaan
yang memiliki pengetahuan dan keahlian. Karena perusahaan berada di
posisi yang lebih menguntungkan maka perusahaan berkewajiban
menjamin kepentingan konsumen.65
2. Click-Wrap Agreement
Dalam dunia bisnis berbasis teknologi kontrak baku akan ditemukan
dalam beberapa bentuk, salah satunya adalah dalam bentuk click-wrap
agreement ini. Untuk menentukan kata sepakat dalam e-contract ini ketika
pihak yang menerima penawaran melakukan klik pada tombol persetujuan/
agreement. Perjanjian jenis ini sering ditemukan dalam bisnis yang
menggunakan perangkat lunak. Oleh karena itu e-contract jenis ini sering
diartikan sebagai perjanjian antara pengguna perangkat dalam berinteraksi
dengan produsen atau penyedia layanan elektronik. Jenis perjanjian ini bisa
dikatakan kontrak baku dikarenakan seolah-olah pihak penerima
dihadapkan pada kondisi take it or leave it, yang menjadi salah satu sifat
dari kontrak baku.66Selain jenis e-contract ini juga memenuhi sifat lainnya.
Catherine Tay Swee Kian bersama dengan Richard Kau Yong Meng
menyatakan bahwa:
64 M Roji Iskandar, Pengaturan Klausula Baku Dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dan Hukum Perjanjian Syariah, Jurnal Amwaluna, Vol.1, No. 2, 2017 65 M Roji Iskandar, Pengaturan Klausula Baku Dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dan Hukum Perjanjian Syariah, Jurnal Amwaluna, Vol.1, No. 2, 2017 66 business-law.binus.ac.id/2017/03/31/mengenal-kontrak-elektronik-click-wrap-agreement-
dan-tanda-tangan-elektronik/, diakses pada 11 Januari 2019
36
“Most online contract are standar form contracts. These standard terms
are conditions are drafted by the merchant to protect his interests which the
customer sees only at the time of purchase. They usually deal with exlucion
or limitation liability, warranties, choice of law, payment methode, and
jurisdiction.”.(Sebagian besar kontrak online adalah berbentuk kontrak
baku. Syarat dan ketentuan standar ini dirancang oleh pedagang untuk
melindungi kepentingannya yang mana pelanggan hanya melihat apada saat
pembelian. Mereka biasanya menguraikan mengenai pengecualian atau
batasan tanggung jawab, jaminan, pilihan hukum, metode pembayaran, dan
yuridiksi).67
Meski begitu, konsumen tetap memiliki kesempatan atau hak untuk
membatalkan atau tidak melanjutkannya, karena tersedia tombol cancel atau
biasanya tidak langsung dilakukan pembayaran. Yang mana waktu
pembayaran tersebut bisa menjadi alternatif untuk tidak melanjutkan
perjanjian. Karena ada waktu yang berjalan secara otomatis.
Dalam hukum perdata Indonesia jenis e-contract sudah dijamin
keabsahannya oleh peraturan perundang-undangan.68 Oleh karena itu para
67 Praniti Putri Mirza, Penerapan Clickwrap Agreement dalam Sistem Hukum Kontrak di
Indonesia, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2018, h. 36-37 68Lihat, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(“UU ITE”) selengkapnya:
Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara
yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan
Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta
notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan
bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan
suatu keadaan.
37
pihak yang mengikatkan diri dalam e-contract ini pun tetap mendapatkan
jaminan hukum.
C. Prinsip Hukum Islam dalam Perikatan
Pada prinsipnya hukum Islam berlaku bagi semua orang yang beragama
Islam. Membahas tentang prinsip, Henry Campbell Blak mengartikan prinsip
sebagai dasar kebenaran fundamental dari suatu hukum. Satjipto Raharjo
mengartikan asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum dan ia
merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum,
yang berarti bahwa hukum akan kembali pada asas-asas tersebut. Burggink
mengartikan prinsip atau asas hukum sebagai nilai-nilai yang melandasi norma
hukum. Selanjutnya Paul Scholten bahwa asa hukum merupakan pikiran pikiran
dasar yang terdapat didalam dan dibelakang sistem sistem hukum yang
dirumuskan dalam suatu peraturan.69
Maka dapat ditarik benang merah, bahwa asas adalah dasar dari
terbentuknya peraturan dalam hukum. Sehingga wajar saja bila Paton
berpendapat bahwa asas hukum tidak akan habis digunakan, walau sudah
digunakan untuk melahirkan berbagai macam peraturan. Maka, asas itulah yang
membuat hukum hidup, bukan hanya sekedar peraturan. Hukum menjadi
peraturan yang berdasar dan bernilai.70 Untuk itu asas atau prinsip yang dianut
dalam hukum islam adalah:
1. Tidak memberatkan
2. Datang dengan berangsur
Dengan asas asas tersebut maka prinsip dasar dalam hukum Islam adalah
mengakui hak manusia untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan,
menghasilkan manfaat dengan batasan ketidakbolehan menzholimi hak orang
69Abd Shomad, Hukum Islam:Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:
Kencana), 2012, h. 56 70Abd Shomad, Hukum Islam:Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:
Kencana), 2012, h. 56
38
lain.71 Tiada pengecualian dalam aspek apa prinsip trsebut harus diterapkan dan
dipatuhi. Sehingga dalam segala aspek sebagai seorang beragama Islam
memiliki kewajiban untuk tidak menzholimi hak orang lain. Tak terkecuali
dibidang muamalah maaliyah.
Hubungan manusia dalam bidang ekonomi tidak akan lepas dari adanya
suatu perikatan perjanjian. Oleh karena itu Islam telah mengatur asas asas apa
saja yang harus dipenuhi dalam suatu perikatan. Setidaknya ada dua belas asas
dalam perikatan syariah72, diantaranya:Asas Ilahiyah, nubuwah, ibadah, ibahah,
hurriyah, musawah, keadilan, kitabah, kejujuran, konsensualisme, halal, dan
amanah.
Penting untuk digaris bawahi terkait asas keadilan yang sering disebut
dalam peraturan perundang-undangan, suatu kontrak yang memberatkan satu
pihak tertentu pada dasarnya akan mengganggu berjalannya kontrak itu sendiri.
Maka, kontrak yang dibuat dengan prinsip adil—tidak saling menzholimiakan
menjadi kelancaran bagi berjalannya kontrak itu sendiri pula. Yusuf Qardhawi
berpendapat, keadilan adalah keseimbangan antara berbagai potensi individu,
baik moral maupun materiil berdasarkan pada syariah Islam.73 Hal-hal yang
bertentangan dengan sikap adil, disebut zholim.
Beberapa hal termasuk kedalam kezaliman, diantaranya riba, mengurangi
timbangan, penangguhan pembayaran utang bagi yang mampu 74 ,
menyembunyikan kecacatan, dan sebagainya.
Para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu kontrak harus memahami
betul akan asas konsensualisme yang artinya perjanjian terjadi sejak adanya
kesepakatan antara para pihak. Dengan kata lain perjanjian itu sudah sah dan
71Abd Shomad, Hukum Islam:Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:
Kencana), 2012, h. 59 72Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika), 2013, h. 21-30 73 Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma, Hukum Perikatan Islam Indonesia,
(Jakarta:Kencana, 2007), h. 34 74Ibid
39
mempunyai akibat hukum sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai pokok perjanjian.75
Asas terkait kepercayaan menentukan akan baik atau tidaknya kontrak
dijalankan. Masing-masing pihak terpercaya untuk melaksanakan segala
kewajibannya masing-masing, sebagai bentuk tanggung jawab atas perjanjian
yang telah disepakati.76
Ada dua istilah dalam al-Quran yang berhubungan dengan perjanjian, yaitu
al-‘aqdu (akad) dan al-‘ahdu (janji). Jumhur ulama memberikan definisi akad
sebagai “pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang
menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.”77Abdoerraoef mengemukakan
ada tiga tahap terjadinya suatu perikatan, yaitu:78
a. Perjanjian (al-‘ahdu), sebuah pernyataan dari seseorang untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Janji mengikat bagi
orang yang menyatakannya.
b. Persetujuan, pernyataan dari pihak kedua untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan.
c. Apabila janji telah dilaksanakan oleh kedua belah pihak maka terjadilah
yang disebut dengan akad.
Perbedaan yang terjadi dalam proses perikatan antara hukum Islam dan
KUH Perdata adalah pada tahap perjanjiannya. A. Gani Abdullah
berpendapat titik tolak yang paling membedakan adalah adanya unsur
ikrar (ijab dan kabul) dalam tiap transaksi.79
75Ria Safitri, Yasir, Hukum Perikatan, (Jakarta: Program Studi Ilmu Hukum UIN Jakarta), 2011,
h. 25 76AbdShomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:
Kencana), 2012, h. 76 77 Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma, Hukum Perikatan Islam Indonesia,
(Jakarta:Kencana, 2007), h. 45-46 78 Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma, Hukum Perikatan Islam Indonesia,
(Jakarta:Kencana, 2007), h. 46 79 Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma, Hukum Perikatan Islam Indonesia,
(Jakarta:Kencana, 2007), h. 47
40
D. Fatwa-Fatwa DSN MUI Terkait Fintech
Salah satu sifat dari isi fatwa DSN adalah saling berkesinambungan dengan
fatwa lainnya yang terdahulu. Seperti dalam kasus hukum fintech ini, ada
beberapa fatwa terkait salain dari fatwa khusus fintech itu sendiri, diantaranya:
1. Fatwa DSN MUI No 117 Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah
2. Fatwa DSN MUI No 07 Tahun 2000 tentang Mudharabah
3. Fatwa DSN MUI No 08 Tahun 2000 tentang Musyarakah
4. Fatwa DSN MUI No 09 Tahun 2000 tentang Ijarah
5. Fatwa DSN MUI No10 Tahun 2000 tentang Wakalah
6. Fatwa DSN MUI No19 Tahun 2001 tentang Qardh
7. Fatwa DSN MUI No110 Tahun 2017 tentang Jual Beli
8. Fatwa DSN MUI No113 Tahun 2017 tentang Wakalah bil Ujrah
Namun penulis tidak menggunakan semua fatwa tersebut di atas. Hanya
fatwa tentang fintech, mudharabah, dan wakalahbilujrah yang terkait dengan
topik pembahasan.
1. Fatwa DSN MUI No 117 Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Ada beberapa jenis fintech yang diatur dalam fatwa ini. Bila melihat
dari ketentuan umum dari fatwa ini yang harus diperhatikan oleh pelaku
bisnis adalah terkait: Penyelenggaraan layanan, akad baku, jenis akad,
penggunaan tanda tangan elektronik, ujrah, dan keabsahan dokumen
elektronik. Berikut beberapa jenis fintech yang diatur dalam fatwa ini80:
a. Pembiayaan anjak piutang, yaitu pembiayaan dalam bentuk jasa
pengurusan penagihan piutang berdasarkan bukti tagihan, baik
disertai atau tanpa disertai talangan yang diberikan kepada
pelaku usaha yang memiliki tagihan kepada pihak ketiga. Akad
80 Fatwa DSN MUI No 117 tentang Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip
Syariah
41
yang digunakan dalam fintech jenis ini adalah qardh dan
wakalah bil ujrah.
b. Pembiayaan pengadaan barang pesanan pihak ketiga, yaitu
pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah
memperoleh pesanan atau surat perintah kerja pengadaan barang
dari pihak ke tiga. Akad yang digunakan adalah mudharabah
atau musyarakah dan wakalah bil ujrah.
c. Pembiayaan pengadaan barang untuk pelaku usaha yang
berjualan secara online, yaitu pembiayaan yang diberikan
kepada pelaku usaha yang melakukan transaksi jula beli online
kepada penyedia layanan perdagangan berbasis teknologi
informasi yang telah menjalin kerjasama dengan penyelenggara.
Akad yang digunakan adalah mudharabah atau musyarakah dan
wakalah bil ujrah.
d. Pembiayaan pengadaan barang untuk pelaku usaha yang
berjualan secara online dengan pembayaran melalui
penyelenggara payment gateway, yaitu pembiayaan yang
diberikan kepada pelaku usaha yang aktif berjualan secara online
melalui saluran distribusi yang dikelolanya sendiri dan
pembayarannya dilakukan melalui penyedia jasa otoritasi
pembayaran secara online yang bekerjasama dengan pihak
penyelenggara. Akad yang digunakan adalah jual beli,
musyarakah, atau mudharabah dan wakalah bil ujrah.
e. Pembiayaan untuk pegawai, yaiu pembiayaan yang diberikan
kepada pegawai yang membutuhkan pembiayaan konsumtif
dengan skema kerjasama potong gaji melalui institusi pemberi
kerja. Akad yang digunakan adalah ijarah dan wakalah bil ujrah.
f. Pembiayaan berbasis komunitas, yaitu pembiayaan yang
diberikan kepada anggota komunitas yang membutuhkan
pembiayaan, dengan skema pembayarannya dikoordinasikan
melalui koordinator/pengurus komunitas. Akad yang digunakan
42
adalah jual beli, ijarah, musyarakah, atau mudharabah dan
wakalah bil ujrah.
Skema dari pembiayaan jenis ke enam ini yang tercantum
dalam fatwa, adalah:
1) Adanya pelaku usaha/calon Penerima Pembiayaan yang
tergabung dalam komunitas usaha tertentu yang
bekerjasama dengan Penyelenggara.
2) Calon Penerima Pembiayaan yang memiliki kebutuhan
modal usaha mengajukan pembiayaan kepada
Penyelenggara.
3) Atas dasar pengajuan sebagaimana huruf b,
Penyelenggara menawarkan kepada calon Pemberi
Pembiayaan untuk membiayai kebutuhan mocal calon
Penerima Pembiayaan.
4) Dalam hal calon Pemberi Pembiayaan menyetujui
penawaran sebagaimana huruf c, dilakukan akad
wakalah bil ujrah antara Pemberi Pembiayaan dengan
Penyelenggara untuk memberikan pembiayaan kepada
Penerima Pembiayaan, Pemberi Pembiayaan sebagai
muwakil , dan Penyelenggara sebagai wakil.
5) Penyelenggara sebagai wakil dari Pemberi Pembiayaan
melakukan akas dengan Penerima Pembiayaan baik akad
jual-beli, ijarah, musyarakah, mudharabah, atau akad-
akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah.
6) Penerima pembiayaan membayar pokok dan imbal hasil
(margin, ujrah, atau bagi hasil) kepada Penyelenggara
melalui komunitas usaha tertentu yang bekerjasama
dengan Penyelenggara.
7) Penyelenggara wajib menyerahkan pokok dan imbal
hasil (margin atau ujrah) kepada Pemberi Pembiayaan.
43
Fintech jenis ke enam dalam fatwa ini, hemat penulis adalah
skema yang digunakan oleh iGrow. Sebagai Penyelenggara,
petani sebagai komunitas yang membutuhkan modal, dan
investor sebagai pemberi pinjaman. Hal ini dapat dilihat dari
ciri-ciri yang mengiringi penyelenggaraan investasi iGrow.
Yang akan dibahas lebih lanjut pada bab tiga dan bab empat
penelitian ini.
2. Fatwa DSN MUI No113 Tahun 2017 tentang Wakalah bil Ujrah
a. Asal Akad Wakalah bil Ujrah
Akad wakalah bil ujrah dapat dikatakan sebagai akad dominan
yang dipakai dalam transaksi Fintech P2PL ini. Penyelenggara
menempatkan diri sebagai wakil dari investor yang
menginvestasikan uang mereka, yang mendapatkan ujrah dalam
jumlah yang telah disepakati.
Akad wakalah sendiri memang lahir sebagai akad yang
dikembangkan dalam transaksi keuangan kontemporer, baik sebagai
akad yang mandiri maupun dikombinasikan dengan akad lain.81
Dasar dari adanya dan kebolehan akad wakalah 82 itu sendiri
dalam islam tertera salah satunya dalam Q.S. an-Nisa ayat 35:
ا ح ل أهلها إن يمحيد إصل ا م ل أهلهۦ و كا ا م قاق بينهاا فٱبعثو كا يوف وإن خفتم ق ٱللن
كان علياا خبيمح إنن ٱللن ٥٣بينهاا
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
maka kirimlah juru damai ( seorang hakam) dari keluarga laki-laki
dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang
hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah
memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
dan-tanda-tangan-elektronik/, diakses pada 11 Januari 2019 120Praniti Putri Mirza, Penerapan Clickwrap Agreement dalam Sistem Hukum Kontrak di
Indonesia, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2018, h. 36-37 121Fatwa DSN MUI No 117 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan
Prinsip Syariah
69
Dengan kata lain, suatu kontrak baku dapat dikatakan sesuai dengan prinsip
syariah saat kontrak memenuhi tiga aspek, yaitu keadilan, kewajaran dan sesuai
peraturan perundang-undangan. Oleh karena hal tersebut, dari sisi kontrak
baku penulis menggunakan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, POJK No 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi, dan Surat Edaran OJK No 13 Tahun 2014
tentang Perjanjian Baku. Yang mana dua peraturan terakhir pada pengaturan
kontrak baku menginduk pada apa yang diatur oleh UU tentang Perlindungan
Konsumen.
Sebelum calon investor resmi mendapatkan rekening pembayaran untuk
investasi pohon iGrow yang sudah diinginkan, akan muncul kontrak baku yang
berisikan syarat dan ketentuan dengan sub hak, kewajiban, dan risiko. Ada
beberapa poin yang perlu diteliti lebih jauh lagi dari kontrak baku rancangan PT
iGrow Resources Indonesia ini.
Pada sub bagian Hak, setidaknya terdapat enam poin terkait hak antara
penyelenggara dan investor.
1) Pemilik unit berhak atas laporan kemajuan penanaman/ pemeliharaan
unitnya melalui sistem pelaporan yang disiapkan di dalam iGrow.
Berdasarkan informasi yang penulis tanyakan pada pihak iGrow laporan
atas penanaman dan lainnya kepada investor akan dilakukan satu bulan
sekali oleh surveyor iGrow yang bertugas pada tanaman tersebut.
Informasi diberikan dalam bentuk foto, video, dan apabila investor ingin
melihat secara langsung pun disediakan fasilitasnya. Surveyor akan
memandu investor secara langsung.
2) Pemilik unit dari waktu ke waktu berhak untuk melihat secara fisik
sendiri unit-unit yang dimilikinya.
Poin 1 dan 2 pada ketentuan ini tidak memiliki ketidak sesuaian dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena tidak terindikasi
70
larangan yang tercantum dalam pasal 18 UU No 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Kewajiban
1) Sponsor wajib menyelesaikan masa kontrak kerjasama, tidak bisa
menarik dananya di tengah masa kontrak dengan alasan apapun.
Klausul ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan catatan
ada lanjutan dari klausul tersebut. Karena tidak ada jaminan bahwa
penyelenggara yang memiliki andil sebagai surveyor sudah melaksanakan apa
yang diamanahkan oleh pasal 7 poin b UU No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang berbunyi: Kewajiban Pelaku Usaha adalah
“Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan”122
Dengan berlakunya klausul ini tanpa terkecuali, maka investor tidak akan
bisa melakukan penarikan dana meskipun ditengah jalan investasi,investor
mendapati ada hal yang tidak diungkapkan oleh pihak peyelenggara, yang mana
hal tersebut dapat berakibat pada kerugian.
Hemat penulis klausul ini juga melanggar pasal 9 poin b UU Perlindungan
Konsumen dalam hal adanya inkonsistensi istilah bagi investor. Sebelumnya
investor disebut dengan pemilik unit, dan kemudian disebut sebagai sponsor.
Hal tersebut membingungkan saat investor mencoba memahami klausul
kontrak baku ini.
Risiko
122Ibid
71
1) Seperti investasi di sektor riil lainnya, bisa mengalami keuntungan bila
unit memberikan hasil seperti yang diperkirakan. Namun bisa juga
mengalami kerugian karena satu dan lain hal, unit tidak memberikan
hasil seperti yang diharapkan karena faktor cuaca, penyakit dan lain
sebagainya. Untuk meminimalkan risiko ini iGrow mendiversifikasikasi
tipe unit dan menyebarkan lokasi unit.
Diversifikasi juga dilakukan oleh pihak iGrow untuk meminimalisir risiko
yang akan terjadi.
2) Penggunaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknlogi
Informasi (“Fintech Lending”) merupakan wujud kesepakatan dan
hubungan Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi (“Fintech Lending”) hubungan perdata antara
Pemberi pinjaman dengan Penerima Pinjaman, sehingga segala risiko
dan akibat hukum daripadanya ditanggung sepenuhnya oleh masing-
masing pihak yang berkontrak.
Sangat jelas terlihat bahwa dalam klausul poin tiga ini ada pelepasan
tanggung jawab yang dilakukan oleh Penyelenggara. Penyelenggara dalam hal
ini memiliki andil yaitu sebagai penyedia surveyor yang memiliki tugas untuk
memantau secara intensif atas apa yang dikerjakan oleh pengelola. Sehingga
hemat penulis dalam hal ini Penyelenggara tidak dapat begitu saja lepas tangan
dan menyerahkan penanggungan risiko oleh investor dan pengelola. Hal ini
bertentangan dengan ayat 1 poin a Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen yakni
“menyatakan pengalihan tanggung jawab Pelaku Usaha”. Begitu pula yang
tercantum dalam POJK No 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi, yang berbunyi:
“Penyelenggara wajib bertanggung jawab atas kerugian Pengguna yang
timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian Direksi, dan/ ata pegawai
Penyelenggara.”
72
Sangat dimengerti bahwa risiko adalah sesuatu yang alami ada dalam suatu
investasi. Akan tetapi bila klausul yang tercantum seperti ini, hemat penulis
menunjukkan pelepasan atau pelimpahan tanggung jawab atas risiko apapun
yang terjadi atas sebab apapun. Sehingga klausul ini tetap butuh adanya
pernyataan pengecualian. Hal ini makin diperkuat ketidaksesuaiannya dengan
peraturan peraturan perundang-undangan terkait pengalihan dengan adanya
ketentuan dalam poin 3 di bawah ini.
3) Risiko Kredit atau Gagal Bayar dan seluruh kerugian dari atau terkait
dengan kesepakatan pinjam meminjam ditanggung sepenuhnya oleh
Pemberi Pinjaman. Tidak ada lembaga atau otoritas negara yang
bertanggung jawab atas risiko gagal bayar dan kerugian tersebut.
Kedua klausul dalam poin 2 dan 3 tidak melanggar selama ada tambahan
klausul pengecualian.
4) Sebelum memanfaatkan Fintech Lending, Penerima Pinjaman wajib
mempertimbangkan tingkat bunga pinjaman dan biaya-biaya lainnya
sesuai dengan kemampuannya dalam melunasi pinjaman.
Terdapat inkonsistensi dalam klausul ini. Sejak awal iGrow menggunakan
istilah presentasi bagi hasil bukan bunga pinjaman. Keduanya tentu memiliki
efek yang berbeda. Sehingga klausul ini bertentangan dengan ayat 2 Pasal 18
UU Perlindungan Konsumen.
Di luar hal tersebut di atas hal lain yang tidak sesuai dalam kontrak baku ini
adalah tidak adanya keterangan bahwa kontrak baku ini sudah disesuaikan
dengan format perjanjian baku dalam Surat Edaran OJK No 13 Tahun 2014
tentang Perjanjian Baku.123
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kontrak baku ini masih belum sesuai
seluruhnya dengan peraturan perundang-undangan yang terkait. Baik dilihat
123SEOJK No 13 Tahun 2014 tentang Perjanjian Baku
73
dari sisi UU Perlindungan Konsumen maupun peraturan OJK. Maka, otomatis
kontrak baku ini pun belum sesuai seluruhnya degan prinsip syariah dalam
fatwa terkait pembiayaan berbasis terknologi.
D. Analisis Unsur Akad Syariah
Jenis fintech yang digunakan iGrow bila dilihat dari karakteristiknya masuk
ke dalam jenis fintech yang terakhir tercantum dalam Fatwa DSN Nomor
117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah yaitu Pembiayaan Berbasis Komunitas.
Setidaknya ada 7 ketentuan dalam penyelenggaraannya, yaitu124:
1. Adanya pelaku usaha/calon Penerima Pembiayaan yang tergabung dalam
komunitas usaha tertentu yang bekerjasamadengan Penyelenggara;
“Pelaku usaha atau calon penerima pembiayaan iGrow adalah
komunitas petani yang telah menjalin kerjasama dengan iGrow.”
2. Calon Penerima Pembiayaan yang memiliki kebutuhan modal usaha,
mengajukan pembiayaan kepada Penyelenggara;
3. Atas dasar pengajuan sebagaimana huruf b, Penyelenggara menawarkan
kepada calon Pemberi Pembiayaan untuk membiayai kebutuhan modal
calon Penerima Pembiayaan;
“Dalam dunia bisnis hal seperti ini bisa terjadi dua kemungkinan.
Pertama, pelaku usaha yang mengajukan diri. Kedua, Penyelenggara
yang mewarkan pembiayaan.”
4. Dalam hal calon Pemberi Pembiayaan menyetujui penawaran
sebagaimana huruf c, dilakukan akad wakalah bi al-ujrah antara Pemberi
Pembiayaan dengan Penyelenggara untuk memberikan pembiayaan
kepada Penerima Pembiayaan; Pemberi Pembiayaan sebagai muwakkil,
dan Penyelenggara sebagai wakil.
“Posisi iGrow sebagai wakil dari investor, yang mengalokasikan
pembiayaan kepada sasaran yang tepat. Pihak iGrow beroposisi sebagai
124 Fatwa DSN Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi berdasarkan prinsip syariah.
74
wakil yang disebut dalam penyelenggaraan investasi ini sebagai
Surveyor. Tugasnya adalah mengalokasikan dana, serta memantau
penyelenggaraan dilapangan dan disampaikan kepada investor.”
5. Penyelenggara sebagai wakil dari Pemberi Pembiayaan, melakukan akad
dengan Penerima Pembiayaan baik akad jual beli, ijarah, musyarakah,
mudharabah, atau akad-akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah;
“Hemat penulis akad yang digunakan dalam investasi ini adalah
wakalah bil ujrah dan mudharabah. Sebagaimana tercantum pada poin
4 syarat dan ketentuan dalam kontrak baku iGrow.125”
6. Penerima pembiayaan membayar pokok dan imbal hasil(margin, ujrah,
atau bagi hasil) kepada Penyelenggara melalui komunitas usaha tertentu
yang bekerjasama denganPenyelenggara;
7. Penyelenggara wajib menyerahkan pokok dan imbal hasil(margin atau
ujrah) kepada Pemberi Pembiayaan.
Tentu dalam kontrak baku iGrow tidak akan menyebutkan akad dengan
menggunakan istilah-istilah syariah. Namun, bila dilihat dari kontrak baku sub
bagian ‘Hak’poin ke 4 dapat diketahui bahwa akad yang dipakai iGrow adalah
akad mudhorobah antara investor dan penerima pinjaman serta wakalah bil
ujroh antara para pihak dan iGrow.
“Persentase bagi hasil yang diterima oleh pemilik unit adalah 40% (empat
puluh per seratus) dari hasil rata-rata bersih panen per unit per musim dari
unit-unit sejenis yang dikelola oleh pengelola dalam satu hamparan lahan.
Selebihnya hasil bersih tersebut adalah untuk pengelola/petani 40% (empat
puluh per seratus) dan untuk membayar biaya supervisi dan administrasi
iGrow sebesar 20% (dua puluh per seratus).”
125“Persentase bagi hasil yang diterima oleh pemilik unit adalah 40% (empat puluh per seratus) dari
hasil rata-rata bersih panen per unit per musim dari unit-unit sejenis yang dikelola oleh pengelola dalam satu
hamparan lahan. Selebihnya hasil bersih tersebut adalah untuk pengelola/petani 40% (empat puluh per
seratus) dan untuk membayar biaya supervisi dan administrasi iGrow sebesar 20% (dua puluh per seratus).”
75
Berdasarkan poin klausul kontrak tersebut dapat diketahui beberapa hal
yang terkait akad, diantaranya:
Subjek hukum dalam akad ini adalah:
1. Penyelenggara : PT iGrow Resources Indonesia
2. Pemberi Pinjaman : Investor
3. Penerima Pinjamaman : Petani
Kedudukan para pihak adalah:
1. Wakil : PT iGrow Resources Indonesia
2. Shohibul maal : Investor
3. Mudhorib : Petani
Hubungan hukum para pihak dan akad yang berlaku:
1. Wakalah bil ujroh
Akad wakalah bil ujrah yang dimaksud dalam Fatwa No 117 adalah
akad pemberian kuasa muwakil kepada wakil untuk melakukan
perbuatan hukum tertentu yang disertai imbalan berupa ujrah (fee).126
iGrow memiliki hubungan hukum sebagai wakil bagi investor dan
petani dengan ujroh yang sudah ditentukan. Yang memiliki kewajiban
mengalokasikan dana investor dan kemudian saat ada keuntungan
menjadi wakil petani untuk memberikan bagi hasil kepada investor.
Terkait ujrah dalam akad wakalah bil ujrah dibolehkan dalam bentuk
prosentase seperti yang tercantum dalam akad baku. Perihal ujrah Fatwa
No 113 tentang wakalah bil ujrah mengatur empat hal yang pokok,
yaitu: bentuk, kuantitas ujrah, cara pembayaran, dan kesepakatan.
Dalam penyelenggaraannya bentuk ujrah yang diterima pihak iGrow
adalah berupa uang127, kuantitas ujrah menggunakan prosentase,128 cara
126Pengertian ini tercantum dalam Fatwa DSN MUI no 113 tentang Wakalah bil Ujrah 127Fatwa no 113 tentang Wakalah bil Ujrah “ Ujrah boleh berupa uang atau barang yang boleh
dimanfaatkan menurut syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku 128Kuantitas menggunakan prosentase, menjadi salah satu betuk yang diperbolehkan oleh fatwa
no 113, “kuantitas ujrah harus jelas, baik berupa angka nominal, prosentase tertentu, atau rumus
yang disepakati…”
76
pembayaran dilakukan secara tangguh129, dan ujroh disepakati di awal
akad.
Salah satu hal yang juga sangat penting dalam akad ini adalah terkait
penanggungan risiko. Wakil tidak wajib menanggung risiko atas
kerugian yang timbul kecuali karena al-ta’addi, al-taqshir, atau al-
mukhalafat al- syuruth. Ketiga pengecualian tersebut bersifat berlaku
apabila dilakukan salah satunya oleh wakil. Jadi, wakil harus
bertanggung jawab atas risiko kerugian apabila melakukan satu dari tiga
hal tersebut.
2. Mudharabah
Investor berposisi sebagai pemilik modal atau shohibul maal yang
kemudian modal tersebut dikelola oleh petani selaku mudhorib. Sesuai
dengan Fatwa No 7 tentang Mudharabah (Qiradh) prinsip asal dari
mudharabah tidak ada jaminan. 130 Sehingga prinsip saling percaya
sangat dikedepankan. Investor percaya kepada jenis komoditas yang
telah dipilih. Menunjukkan rasa percaya atas progres komoditas tersebut
dan tentu pengelolanya.
Modal yang diberikan investor harus memenuhi syarat modal dalam
mudharabah itu sendiri. Investor dalam penyelenggaraan investasi
menggunakan iGrow memberikan modal dalam bentuk yang jumlah dan
jenisnya jelas, yaitu berupa uang.
Hal yang juga harus diperhatikan dengan cermat adalah keuntungan
dari mudhrabah itu sendiri. Karena bisa saja menggunakan istilah bagi
hasil tapi nyatanya bunga. Penulis mendapati dalam hal pembagian
keuntungan ini iGrow memenuhi prinsip syariah sebagaimana yang
tertuang dalam Fatwa DSN MUI No 07 tentang Pembiayaan
129“Ujrah boleh dibayar secara tunai, angsur/bertahap, dan tangguh sesusai dengan syariah,
kesepakatan, atau perturan perundang-undangan yang berlaku” Fatwa No 113 tentang Wakalah bil
Ujrah 130“Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,..” selanjutnya dalam
fatwa ini dinyatakan LKS bisa meminta jaminan untuk menjaga dari risiko penyimpangan.
77
Mudharabah (Qiradh), yakni keuntungan yang dimaksud adalah jumlah
yang didapat sebagai kelebihan modal.131
Sama dengan ketentuan wakalah bil ujrah terkait dengan risiko
dalam akad. Dalam mudhrabah pun tertera jelas dalam fatwanya, bahwa
risiko memang ditanggung sepenuhnya oleh investor. Akan tetapi, hal
itu terjadi bila pengelola atau mudharib tidak melakukan satu dari tiga
hal, yaitu: kesalahan dengan disengaja, lalai, dan melanggar syarat yang
sudah disepakati.132
Untuk itu sangat menyalahi aturan baik secara peraturan perundang-
undangan maupun fatwa saat ada suatu klausul kontrak yang
menyatakan bahwa risiko seluruhnya ditanggung oleh investor tanpa
pengecualian. Meski penulis mafhum hal ini banyak terjadi dalam
kontrak baku. Karena memang salah satu ciri kontrak baku adalah berat
sebelah. Penyelenggara memiliki kekuatan dan kesempatan yang lebih
besar untuk membuat kondisi seaman mungkin dari risiko dibandingkan
investor.
Fatwa DSN Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah
mengatur terkait fintech P2P Lending yang masih berkaitan dengan
fatwa DSN lainnya seperti akad-akad yang dicantumkan dalam fatwa
fintech. Didasari hal tersebut dalam analisis akad ini penulis
menggunakan fatwa DSN di luar fatwa tentang fintech P2P Lending.
131 Hal ini tercantum dalam poin ke 4 dalam kontrak baku “Persentase bagi hasil yang diterima oleh
pemilik unit adalah 40% (empat puluh per seratus) dari hasil rata-rata bersih panen per unit per musim dari
unit-unit sejenis yang dikelola oleh pengelola dalam satu hamparan lahan.” 132“Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini
bersifat amanah. Kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.”
Fatwa DSN MUI No 07 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
78
Unsur Akad Syariah
Fatwa DSN Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah mengatur terkait fintech P2P Lending
yang masih berkaitan dengan fatwa DSN lainnya seperti akad-akad yang dicantumkan
dalam fatwa fintech. Didasari hal tersebut dalam analisis akad ini penulis menggunakan
fatwa DSN di luar fatwa tentang fintech P2P Lending.
No. Pembahasan Regulasi Praktek Keterangan
1 Fintech dengan
akad
Mudharabah dan
Wakalah bil
Ujroh
Fatwa DSN
MUI No 117
tahun 2018
tentang
Layanan
Berbasis
Teknologi
Informasi
Didalam kontrak
baku iGrow
secara implisit
mengandung
akad Mudharabah
dan
Wakalah bil Ujroh
Pernyataan bagi
hasil
Investor, pengelola
dan
Surveyor iGrow
2 Modal Fatwa DSN
MUI No 07
tahun 2000
tentang
Mudharabah.
Dalam
Mudharabah
ada pemilik
Modal dan
ada pengelola.
Penyelenggara
menyediakan
Pilihan nominal
investasi, yang
Bisa dipilih
investor
Dalam
Mudharabah
modal dikeluarkan
oleh
mudhorib sebagai
shohibul maal
3 Bagi Hasil Fatwa DSN
MUI No 07
tahun 2000
tentang
Begi hasil
ditentukan dalam
bentuk prosentase
dari hasil
Cukup Jelas
79
Mudharabah.
Bagi hasil
harus
ditentukan
dalam
Jumlah
prosentase dan
ditentukan
pada saat akad
rata-rata bersih
panen
yang sudah
ditentukan
diawal kontrak.
4 Ujrah Fatwa DSN
MUI 113
tahun 2017
tentang
Wakalah
Bil Ujrah.
Kuantitas
dan/atau
kualitas ujrah
harus
jelas, baik
berupa angka
nominal,
prosentase
tertentu,
atau rumus
yang
disepakati.
Ujrah diberikan
kepada iGrow
Sebesar 20% atas
jasa surveyor
Yang iGrow
sediakan. Ujrah
Sudah ditentukan
diawal kontrak
Cukup Jelas
5 Ta’widh Fatwa Dewan
Syariah
Tidak ada ganti
rugi yang akan
Tidak adanya
pengecualian,
80
Nasional No:
43/DSN-
MUI/VIII/200
4 Tentang
Ganti rugi
(Ta’widh).
Ganti rugi
hanya boleh
dikenakan atas
pihak yang
dengan
sengaja atau
kelalaiannya
melakukan
sesuatu yang
menyimpang
dari ketentuan
akad dan
menimbulkan
kerugian pada
pihak lain.
diberikan
penyelenggara.
Segala kerugian
yang ditangg-
ung oleh investor
dan pengelola
membuat
ketentuan
ganti rugi dalam
kontrak ini
tidak sesuai
dengan fatwa.
Berdasarkan analisis tersebut diatas, bila dilihat dari aspek unsur akad
syariah iGrow telah memenuhi beberapa unsur akad syariah dalam
penyelenggaraannya berdasarkan aspek bagi hasil. Hanya saja pada bagian
risiko ganti rugi tidak sesuai baik dari segi akad wakalah bil ujrah maupun akad
mudhrabah karena tidak adanya pengecualian atas kemungkinan kelalaian yang
penyelenggara lakukan. Jika dilihat dari segi bisnis hal seperti ini sudah menjadi
lumrah. Perusahaan sebisa mungkin untuk melindungi diri. Untuk itu dengan
segala kepentingan baik perusahaan maupun investor atau konsumen.
81
Seharusnya memenuhi aspek keadilan dan kejujuran, sebagai mana yang
dikehendaki oleh fatwa dan peraturan perundang-undangan itu sendiri. Dalam
hal kontrak baku ini peran regulator sangat diperlukan. Pengawasan terhadapat
perusahaan-perusahaan fintech legal terkait kontrak baku harus diperketat.
Untuk meminimalisir risiko yang dialihkan oleh penyelenggara jasa kepada
investor atau konsumen.
82
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Kontrak baku pada dasarnya sah menurut hukum yang berlaku di Indonesia,
selama tidak menyalahi aturan yang ada dalam pasal 8 UU No 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan perundang-undangan lainnya
yang terkait dengan kontrak baku. Dalam kontrak baku iGrow penulis
menemukan klausul peralihan risiko. Yang mana klausul tersebut dilarang oleh
peraturan perundang-undangan. Secara otomatis kontrak baku iGrow menjadi
tidak sesuai dengan Fatwa DSN No. 117 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Karena dalam fatwa tersebut
kontrak baku harus memenuhi syarat yang salah satunya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Beberapa poin dalam kontrak yang tidak sesuai dibagi menjadi dua, tidak
sesuai dengan fatwa karena berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
tidak sesuai dengan fatwa karena bertentangan dengan fatwa terkait dan
peraturan perundang-undangan.
1. Tidak sesuai dengan fatwa berdasarkan peraturan perundang-undangan,
terkait kesempatan pemutusan kontrak, inkonsistensi penggunaan istilah
kata yang akan menimbulkan persepsi yang jauh berbeda dan
keterangan yang harusnya ada dalam kontrak baku bagi penyelenggara
fintech yang sudah terdaftar di OJK.
a. Sponsor wajib menyelesaikan masa kontrak kerjasama, tidak bisa
menarik dananya di tengah masa kontrak dengan alasan apapun.
b. Sebelum memanfaatkan Fintech Lending, Penerima Pinjaman wajib
mempertimbangkan tingkat bunga pinjaman dan biaya-biaya
lainnya sesuai dengan kemampuannya dalam melunasi pinjaman.
83
2. Tidak sesuai dengan fatwa karena bertentangan dengan fatwa terkait
dan peraturan perundang-undangan. Terkait pengalihan tanggung
jawab atas risiko yang timbul.
Penggunaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi (“Fintech Lending”) merupakan wujud
kesepakatan dan hubungan Pengguna Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi (“Fintech Lending”) hubungan
perdata antara Pemberi pinjaman dengan Penerima Pinjaman,
sehingga segala risiko dan akibat hukum daripadanya ditanggung
sepenuhnya oleh masing-masing pihak yang berkontrak. (Poin 3
bagian Risiko)
Hal yang paling membahayakan adalah poin ke dua ini. Klausul
yang menyatakan pengalihan tanggung jawab selalu menjadi hal
yang dapat merugikan konsumen atau investor. Meskipun risiko
adalah hal yang mutlak dalam investasi, namun prinsip keadilan
dalam kontrak perjanjian apapun harus terpenuhi menurut porsinya
masing-masing.
B. Saran
1. Bagi Konsumen maupun investor dalam suatu pembiayaan maupun
investasi harus membaca terlebih dahulu isi kontrak perjanjian dengan baik.
Leave it before take it until sure.
2. Bagi Penyelenggara meskipun pengalihan tanggung jawab adalah salah satu
upaya untuk meminimalkan risiko. Namun secara hukum klausul tersebut
harus dihilangkan.
3. Bagi Regulator, harus ada keseriusan terkait pengaturan kontrak baku ini.
Pengawasan harus diperketat dalam pengaturan kontrak, karena kontrak
yang menjadi jantung dari transaksi. Peran regulator sangat menentukan.
Jika perusahaan yang terdaftar dan diawasi saja masih seperti ini, bagaimana
yang ilegal.
85
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali Achmad, Menguak Teori Hukum Volume 1, (Jakarta: Kencana), Cetakan
ke-5, 2013
Dewi Gemala, Wirdyaningsih, Yeni Salma, Hukum Perikatan Islam Indonesia,
(Jakarta:Kencana), 2007
Hasanudin Maulana, Jaih Mubarak, Perkembangan Akad Musyarakah,
(Jakarta:Kencana), 2012
Herkono Agus Yudha, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam