1 ANALISIS KOMPARATIF NON PERFORMANCE FINANCING SEBELUM DAN SESUDAH DITERBITKANNYA FATWA NOMOR 84/DSN-MUI/XII/2012 (Sensus Pada Empat Bank Syariah Di Tasikmalaya) Oleh: Jajang Badruzaman ABSTRACT The objectives of this research to identify and analyze the ratio of Non Performing Financingl before and after the issuance of fatwa No. 84 / DSN-MUI / XII/2012 in Islamic banks. The data used in this research are secondary data frompublished financial reports of banks each quarter during the period 2011-2014. The method used is the method of comparative analysis with the census approach on four banks in Tasikamalaya (PT. Bank Jabar Banten Shariat, PT. Bank Muamalat, BPRS Al Madinahand PT. BPRS Al Wadiah). The analysis technique used is paired samples t-test using SPSS 16.0 software for windows to mengolahban data. Results showed that the data processing at the PT. Bank Jabar Banten Sharia, PT. Bank Muamalat, and PT. BPRS Al Wadiah showed no significant differences Non Performance Financing before and after the fatwa. While at PT. BPRS Al Madinah, the results of the analysis showed that there are significant differences Non Performance Financing before and after the fatwa Key Word : Non Performace Financing (NPF) PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Dalam Undang-Undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa berdasarkan kegiatan usahanya, bank dibagi menjadi dua yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang disebut bank konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang disebut bank syariah. Kehadiran bank syariah sejak tahun 1992 di Indonesia merupakan fenomena tersendiri yang telah menarik perhatian, karena sebagai bank yang bebas bunga telah berhasil bertahan dalam krisis pada tahun 1997-1998.Karakteristik bank syariah telah menarik perhatian para pelaku perbankan di Indonesia.Sejak tahun 2000, perkembangan perbankan syariah sudah mulai meningkat seiring dengan banyak bermunculan bank-bank umum yang membuka kegiatan perbankan dengan prinsip syariah baik dalam bentuk Bank Umum Syariah ataupun Unit-Unit Syariah.Perkembangan perbankan syariah mengalami progresivitas yang cukup baik dan signifikan.Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil riset statistik perkembangan perbankan syariah yang ditunjukkan pada tabel 1.1.
15
Embed
ANALISIS KOMPARATIF NON PERFORMANCE FINANCING SEBELUM …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
ANALISIS KOMPARATIF NON PERFORMANCE FINANCING
SEBELUM DAN SESUDAH DITERBITKANNYA
FATWA NOMOR 84/DSN-MUI/XII/2012
(Sensus Pada Empat Bank Syariah Di Tasikmalaya)
Oleh:
Jajang Badruzaman
ABSTRACT
The objectives of this research to identify and analyze the ratio of Non Performing
Financingl before and after the issuance of fatwa No. 84 / DSN-MUI / XII/2012 in Islamic
banks. The data used in this research are secondary data frompublished financial reports
of banks each quarter during the period 2011-2014. The method used is the method of
comparative analysis with the census approach on four banks in Tasikamalaya (PT. Bank
Jabar Banten Shariat, PT. Bank Muamalat, BPRS Al Madinahand PT. BPRS Al Wadiah).
The analysis technique used is paired samples t-test using SPSS 16.0 software for windows
to mengolahban data.
Results showed that the data processing at the PT. Bank Jabar Banten Sharia, PT.
Bank Muamalat, and PT. BPRS Al Wadiah showed no significant differences Non
Performance Financing before and after the fatwa. While at PT. BPRS Al Madinah, the
results of the analysis showed that there are significant differences Non Performance
Financing before and after the fatwa
Key Word : Non Performace Financing (NPF)
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Dalam Undang-Undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-Undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun
1998 menyatakan bahwa berdasarkan kegiatan usahanya, bank dibagi menjadi dua yaitu
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang disebut bank
konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
yang disebut bank syariah.
Kehadiran bank syariah sejak tahun 1992 di Indonesia merupakan fenomena
tersendiri yang telah menarik perhatian, karena sebagai bank yang bebas bunga telah
berhasil bertahan dalam krisis pada tahun 1997-1998.Karakteristik bank syariah telah
menarik perhatian para pelaku perbankan di Indonesia.Sejak tahun 2000, perkembangan
perbankan syariah sudah mulai meningkat seiring dengan banyak bermunculan bank-bank
umum yang membuka kegiatan perbankan dengan prinsip syariah baik dalam bentuk Bank
Umum Syariah ataupun Unit-Unit Syariah.Perkembangan perbankan syariah mengalami
progresivitas yang cukup baik dan signifikan.Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil riset
statistik perkembangan perbankan syariah yang ditunjukkan pada tabel 1.1.
2
Tabel 1.1
Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Indikator 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Des
2015
Jan
Bank Umum Syariah
- Jumlah Bank 6 11 11 11 11 12 12
- Jumlah Kantor 711 1.215 1.401 1.745 1.998 2.151 2.145
Unit Usaha Syariah
- Jumlah Bank Umum
Konvensional yang memiliki
UUS
25 23 24 24 23 22 22
- Jumlah Kantor 287 262 336 517 590 320 322
Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah
- Jumlah Bank 138 150 155 158 163 163 164
- Jumlah Kantor 225 286 364 401 402 439 477
Total Kantor 1.223 1.763 2.101 2.663 2.990 2.910 2.944
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan Januari 2015
Berdasarkan UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan bank
syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah.
Sesuai dengan fungsi bank sebagai financial intermediary, Bank syariah menjalankan
kegiatan operasionalnya sebagimana mestinya dengan menghimpun dana dari masyarakat
(nasabah) dan menyalurkan atau mendistribusikan dana tersebut kepada masyarakat
(nasabah) yang membutuhkan dana dalam bentuk produk-produk yang terdapat di bank
syariah.
Dengan melihat phenomena tersebut perlu adanya pedoman yang mengikat tentang
ketentuan yang dapat laksnakan oleh perbankan syariat. Pedoman yang dibuat agar
pelaksanaan perbankan syariat ini bisa berjalan dengan efektif maka ada beberapa
ketentuan yang harus dilakukan oleh perbankan syariat ini yaitu:
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan
Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
199,
2. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5353) yang
diberitahukan melalui Surat Edaran Bank Indonesia No 15/26/DPbS yang
dikeluarkan pada tanggal 10 juli 2013, maka perlu diatur ketentuan mengenai
pelaksanaan pedoman akuntansi perbankan syariah Indonesia (PAPSI) Dimana
didalamnya terdapat beberapa ketentuan –ketentuan baru yang digulirkan. Salah
satu ketentuannya adalah mengenai pengakuan keuntungan dalam transaksi
murabahah dinyatakan bahwa pengakuan keuntungan murabahah untuk bank
syariah dapat dilakukan dengan metode anuitas atau proporsional.
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor84/DSN-MUI/XII/2012 tanggal 21
Desember 2012 tentang Metode Pengakuan Pendapatan Murabahah di Lembaga
Keuangan Syariah.
Menyikapi adanya fatwa tersebut, menimbulkan banyak polemik diantara perbankan
syariah. Karena kita ketahui bahwa metode anuitas adalah metode pengakuan keuntungan
yang digunakan dalam bank konvensional yang identik dengan keuntungan berbasis riba.
3
Perhitungan keuntungan antara metode anuitas dan proporsional ini jelas berbeda.
Sehingga hal ini jelas berdampak pada keuntungan yang akan diakui bank syariah yang
tercermin dalam laporan keuangan. Laporan keuangan ini merupakan output akhir yang
berisi informasi keuangan suatu perusahaan selama periode tertentu yang diperuntukan
bagi para pengambil keputusan. Laporan keuangan digunakan sebagai dasar untuk
melakukan evaluasi dan menilai Non Performing financing perusahaan. Apakah dengan
diberlakukannyametode anuitas dalam pengakuan keuntungan murabahah akan
memberikan Non Performing financing yang lebih baik ataukah tidak.
Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa:
Nurul Qomariyah (2014), Jurnal Ilmiah Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya Malang, dengan judul Penentuan Margin Akad Murabahah,
penelitian pada PT Bank Muamalat Indonesia Cabang Malang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Bank Muamalat Indonesiamenetapkan margin murabahah sama
dengan suku bunga kredit yangberlaku di bank konvensional.
Erlita Eka Fatmawati (2014), Jurnal Ilmiah Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang, dengan judul Perlakuan Akuntansi Akad
Murabahah Berbasis Margin Anuitas, penelitian pada BMT Sunan Kalijogo Malang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa BMT SUNAN KALIJOGO menggunakan metode anuitas
dalam mengakui keuntungan pembiayaan murabahah dan menggunakan kombinasi PSAK
102 dengan PSAK 55.
Berdasarkan fenomena penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Komparatif Non Performing financing Sebelum dan Sesudah
Diterbitkannya Fatwa Nomor 84/DSN-MUI/XII/2012di Perbankan Syariah (Sensus
pada PT. Perbankan Syariah di Tasikmalaya).”
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah
dengan rumusan masalah sebagi berikut:
1. Bagaimana Non Performing financingPerbankan Syariah di Tasikmalaya sebelum dan
sesudah diterbitkannya fatwa No. 84/DSN-MUI/XII/2012 di lembaga keuangan syariah.
2. Apakah terdapat perbedaan atas Non Performing financingPerbankan Syariah di
Tasikmalaya sebelum dan sesudah diterbitkannyafatwa No. 84/DSN-MUI/XII/2012 di
lembaga keuangan syariah?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan mendeskripsikan Non Performing financingPerbankan Syariah di
Tasikmalaya sebelum dan sesudah diterbitkannya fatwa No. 84/DSN-MUI/XII/2012 di
lembaga keuangan syariah
2. Mengetahui dan menganalisis perbedaan atas Non Performing financingPerbankan
Syariah di Tasikmalaya sebelum dan sesudah diterbitkannya fatwa No. 84/DSN-
MUI/XII/2012 di lembaga keuangan syariah.
Tinjauan Pustkan
Undang-Undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-Undang No 7 Tahun 1992
tentang Perbankan yang kemudian mengalami diubah dengan Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 bahwa dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank terbagi menjadi dua
yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank Syariah sebagai lembaga keuangan bank
4
yang berprinsip syariah mempunyai posisi yang kuat dalam perkembangan perekonomian
masyarakat. Hal tersebut dapat terlihat dalam bentuk keikutsertaan masyarakat dalam
kegiatan Bank Syariah baik itu dalam penyimpanan dananya maupun pengajuan untuk
pembiayaan. Masyarakat yang menyimpan dananya di Bank Syariah pun berharap untuk
bisa mendapatkan manfaat dari penyimpanannya tersebut, sehingga untuk saling
memberikan manfaat Bank Syariah menyalurkan dana tersebut untuk menghasilkan
keuntungan. Dengan begitu, maka pihak penyimpan pun akan memperoleh bagian dari
pendapatan yang diperoleh oleh Bank Syariah.
UU No. 21 tahun 2008 menyatakan bahwa bank syariah terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah. Bahkan dewasa ini semenjak industri perbankan
syariah mengalami perkembangan yang signifikan banyak diantaranya bank umum
konvensional yang melebarkan sayapnya dengan membentuk unit usaha syariah. Bank
syariah dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan, tentunya
memiliki kegiatan sebagaimana mestinya. Menghimpun dana dari masyarakat kemudian
mendistribusikan dana yanga ada kepada pihak dalam hal ini nasabah yang memerlukan
melalui produk-produk yang ditawarkan seperti halnya pembiayaan.
Pembiayaan dalam syariah dapat diartikan sebagai aktivitas suatu pendanaan dari satu
pihak kepada pihak lain dalam melaksanakan aktivitas ekonomi untuk menghasilkan
manfaat berupa keuntungan. Sebagaimana dijelaskan bahwa pembiayaan adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarahmuntahiyabittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
Ketentuan syariah dalam akuntansi transaksi keuangan timbul karena adanya praktik
transaksi syariah yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah dalam kegiatan
operasionalnya. Transaksi syariah merupakan transaksi yang didasari oleh nilai-nilai dan
prinsip-prinsip Syariah. Walaupun berbasis prinsip syariah Islam, transaksi syariah terbukti
dapat diterima secara internasional karena nilai-nilai yang diterapkan bersifat universal. Di
Indonesia, perkembangan transaksi syariah didukung fakta bahwa selama krisis keuangan
pada tahun 2008, perbankan syariah, sebagai pelaku utama transaksi syariah, tetap
menunjukkan Non Performing financing yang tangguh dengan mempertahankan non
performing financing di bawah 5%. Salah satu skema pembiayaan yang cukup signifikan
dalam penyaluran dana masyarakat adalah melalui akad Murabahah. Murabahah suatu
taransaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang disepakati antara penjual dan pembeli dengan pembayaran secara tunai ataupun
ditangguhkan.
Sebelum tahun 2007, ketentuan akuntansi terkait transaksi syariah diatur di dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 mengenai Akuntansi Perbankan
Syariah. Pada tahun 2007, pengaturan atas transaksi syariah pada PSAK 59 digantikan dan
dijabarkan lebih lanjut pada PSAK 101 – 110. Pengaturan mengenai Akuntansi
Murabahah dijabarkan pada PSAK 102 dan telah ditetapkan oleh Dewan Standar
Akuntansi Syariah (DSAS) IAI sebagai lembaga yang menyusun standar akuntansi terkait
transaksi syariah. PSAK 102 mengenai Akuntansi Murabahah memberikan pengaturan
mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi Murabahah
baik bagi pihak penjual maupun pembeli. Pada Januari 2013, DSAS menerbitkan Buletin
5
Teknis 5 (Bultek 5) mengenai Pendapatan dan Biaya terkait Murabahah serta Buletin
Teknis 9 (Bultek 9) mengenai Penerapan Metode Anuitas dalam Murabahah .
PSAK 102 menyatakan bahwa harga jual dalam akad Murabahah merupakan biaya
perolehan ditambah marjin keuntungan yang disepakati antara penjual dan pembeli. Dalam
praktiknya, pada transaksi Murabahah, Lembaga Keuangan Syariah (bertindak sebagai
penjual) dapat menerima pendapatan diluar marjin keuntungan seperti biaya administrasi
dan biaya lain yang dapat dikaitkan langsung dengan pembiayaan Murabahah. Selain
menerima pendapatan tersebut, Lembaga Keuangan Syariah juga mungkin menanggung
beban yang terkait langsung dengan pembiayaan Murabahah, seperti biaya komisi, biaya
survei, dan biaya lain. Perlakuan akuntansi yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Syariah atas komponen beban tersebut beragam, sebagian mengakui secara langsung
sebagai beban pada periode berjalan, sebagian yang lain mengakui sebagai beban selama
masa/periode akad.
Bultek 5 diterbitkan oleh DSAS dengan tujuan untuk menyeragamkan perlakuan
akuntansi atas pendapatan serta biaya yang timbul dari transaksi Murabahah, di luar biaya
perolehan barang dan marjin keuntungan. Ketika timbul pendapatan dan biaya yang terkait
langsung dengan transaksi Murabahah, maka Lembaga Keuangan Syariah (dalam hal ini
bertindak sebagai penjual) mengakui seluruh pendapatan dan biaya tersebut selaras dengan
pengakuan keuntungan Murabahah yang diatur dalam PSAK 102.
Untuk nasabah (dalam hal ini bertindak sebagai pembeli), biaya transaksi yang timbul
dari transaksi Murabahah diakui sebagai bagian dari biaya perolehan aset, sesuai dengan
ketentuan di PSAK 16 Aset Tetap paragraf 16.
Pada tanggal 21 Desember 2012, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN MUI) mengeluarkan Fatwa No. 84/DSN- MUI/XII/2012 mengenai Metode
Pengakuan Keuntungan pembiayaan Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah. Fatwa
tersebut menyatakan bahwa pengakuan keuntungan Murabahah secara proporsional boleh
dilakukan selama masih sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di kalangan Lembaga
Keuangan Syariah. Fatwa tersebut juga menyatakan bahwa pengakuan keuntungan
pembiayaan Murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah
boleh dilakukan secara proporsional dan secara anuitas selama sesuai dengan kebiasaan
yang berlaku di kalangan Lembaga Keuangan Syariah. Menindaklanjuti fatwa tersebut,
DSAS menerbitkan Bultek 9 dengan tujuan untuk menyeragamkan perlakuan akuntansi
atas pembiayaan Murabahah yang keuntungannya diakui secara anuitas.
Pembiayaan Murabahah yang keuntungannya diakui secara anuitas secara substansi
dikategorikan sebagai kegiatan pembiayaan (financing). Akuntansi untuk pembiayaan
Murabahah yang substansinya dikategorikan sebagai kegiatan pembiayaan mengacu pada