ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN EVALUASI ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH PADA MASA OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) ADIPTA NUR PRATAMA PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
54
Embed
ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN EVALUASI ANGGARAN … · ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN EVALUASI ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH PADA MASA OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Pemerintah Provinsi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN EVALUASI
ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH PADA MASA
OTONOMI DAERAH
(Studi Kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta)
ADIPTA NUR PRATAMA
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kinerja
Keuangan dan Evaluasi Anggaran Pemerintah Daerah Pada Masa Otonomi
Daerah (Studi Kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Adipta Nur Pratama
NIM H24114010
ABSTRAK
ADIPTA NUR PRATAMA. Analisis Kinerja Keuangan dan Evaluasi Anggaran
Pemerintah Daerah pada Masa Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta). Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO.
Kinerja keuangan dan realisasi anggaran merupakan salah satu kunci dalam
kemajuan suatu organisasi, sehat atau tidaknya suatu organisasi dapat dinilai dari
kinerja keuangan ditunjukkan oleh laporan keuangan, hal itu yang akan menjadi
sumber keputusan organisasi di masa mendatang dari sisi finansial. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis kinerja keuangan daerah pada masa otonomi
daerah, menganalisis anggaran daerah pada masa otonomi daerah, menganalisis
pengaruh otonomi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan
Mengestimasi PAD di masa mendatang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa kinerja keuangan pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah sangat baik
dinilai dari rasio keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dan Neraca, namun cenderung terjadi penurunan kinerja
keuangan pada tahun 2012, selisih antara realisasi dan rencana anggaran masih
dalam kategori dapat ditoleransi, peningkatan porsi Dana Alokasi Umum (DAU)
dalam pendapatan daerah berpengaruh negatif terhadap peningkatan PAD, serta
Peramalan jumlah PAD pada Provinsi DKI Jakarta memperlihatkan trend yang
positif namun memiliki pertumbuhan yang lambat. Peneliti melakukan pemetaan
potensi daerah yang perlu dikembangkan, didapat bahwa sektor yang menjadi
keunggulan DKI Jakarta adalah sektor jasa-jasa dan bangunan/konstruksi.
Kata kunci : Kinerja Keuangan Daerah, Evaluasi Anggaran, Otonomi Daerah.
ABSTRACT
ADIPTA NUR PRATAMA. Analysis of Regions Financial Performance and
Budget Evaluation on The Autonomous Region (DKI Jakarta Case Study).
Supervised by ABDUL KOHAR IRWANTO.
Financial performance is one of the most important key in the progress of an
organization, healthy or not an organization can be assessed from the financial
performance that shown by the financial statements, that's going to be a source of
organizational decisions in the future of the financial side. The purpose of this
study is to analyze the financial performance of the region during the regional
autonomy, to analyze budget evaluation of the regional autonomy, to analyze the
influence of the regional autonomy to the local revenue (PAD), and Analyzing the
estimated local revenue in the future. Results of the study show that Jakarta's
financial performance were good condition seen from the budgetary revenue
expenditure (APBD) and balance the budget, the increasing of general allocation
fund (DAU) in local goverment income has negative effect on the increase in
PAD, as well as forecasting the number of PAD in the Capital City Jakarta
showed a positive trend, but growed slowly. From the results of output, the
researchers mapped the potential area that needs to be developed, the hallmark
sectors of Jakarta are the services sector and building / construction.
Analisis Kinerja Keuangan Dan Evaluasi Anggaran Pemerintah Daerah Pada Masa Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) Adipta Nur Pratama H24114010
Disetujui oleh
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, M Sc Pembimbing I
" ~. ~. ~ .
"
Dr·MtfIlliamad N a11b STP MM ." / ' ,:'1' , - Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (i 6 DEC 2013
v
Judul Skripsi : Analisis Kinerja Keuangan Dan Evaluasi Anggaran
Pemerintah Daerah Pada Masa Otonomi Daerah (Studi
Kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta)
Nama : Adipta Nur Pratama
NIM : H24114010
Disetujui oleh
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, M Sc
Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Mukhamad Najib STP MM
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang diselesaikan sejak bulan April 2013 sampai September 2013 ini
ialah analisis kinerja keuangan, dengan judul Analisis Kinerja Keuangan dan
Evaluasi Anggaran Pemerintah Daerah Pada Masa Otonomi Daerah (Studi Kasus
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto
M.Sc selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, dan adik, atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan
pula kepada seluruh sahabat al-hikmah, EXOM, rekan-rekan Program Sarjana
Alih Jenis Manajemen, alumni diploma IPB PPMJ 45, dan alumni BEM Diploma.
4 Skala interval kemampuan keuangan daerah 9 5 Indikator ekonomi Provinsi DKI Jakarta (2008-2012) 13 6 Hasil perhitungan rasio keuangan DKI Jakarta (2008-2012) 14 7 Pertumbuhan realisasi anggaran keuangan DKI Jakarta 16 8 Rangkuman neraca DKI Jakarta (2008-2012) dalam juta rupiah 17
9 Analisis neraca keuangan DKI Jakarta (2008-2011) 17 10 Hasil analisis neraca keuangan DKI Jakarta 18 11 Hasil dari analisis varians terhadap anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) 18
12 Analisis varians APBD DKI Jakarta tahun 2008-2012 19 13 Hasil uji beda sample paired T-Test 20 14 Hasil uji asumsi klasik 21
15 Hasil dari uji hipotesis Uji F dan Uji T 22 16 Hasil hitung nilai MAPE dari setiap metode peramalan 24
17 Hasil peramalan PAD Provinsi DKI Jakarta 25 18 Prinsip-prinsip penerimaan daerah 27
19 Rata-rata kontribusi sektoral terhadap pdrb dan rata-rata laju pertumbuhan
sektoral Provinsi DKI Jakarta (2008-2012) 28 20 Hasil pemetaan terhadap potensi daerah Provinsi DKI Jakarta 29
DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan PAD Provinsi DKI Jakarta (1995-2012) 2
2 Kerangka pemikiran konseptual 5 3 Matriks kombinasi tipologi klassen dan BCG 12 4 Grafik perbandingan laju pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta 14
5 Pertumbuhan rasio keuangan daerah 15 6 Grafik hasil plot pola data trend PAD Provinsi DKI Jakarta 24
7 Siklus manajemen pendapatan daerah 26
DAFTAR LAMPIRAN
1 Alur pemikiran penelitian 33
2 Hasil perhitungan rasio keuangan 34
3 Tingkat pertumbuhan kinerja keuangan (PAD, TP, BR, BM) 35 4 Pertumbuhan rasio keuangan yang bersumber dari neraca 35 5 Hasil hitung varians anggaran tahun 2008-2012 36
6 Hasil uji beda sample paired T-Test 37 7 Hasil Olah Data Regresi Berganda dengan SPSS 16 38
8 Jumlah PAD, DAU, DBH, BD, dan Total Pendapatan 40
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Adanya sistem otonomi yang ditandai dengan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang telah direvisi
menjadi UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan menjadi
harapan baru bagi Indonesia. setelah mengalami degradasi ekonomi pada tahun
1998 akhirnya Indonesia dengan sah telah menetapkan sistem tatanan pemerintah
baru yang dimulai pada tanggal 1 Januari tahun 2000. Otonomi daerah merupakan
kebijakan transformasi dari pemerintahan yang bersifat sentralistik menjadi
desentralistik, kondisi ini membuka peluang bagi daerah untuk memperkuat basis
perekonomian daerah guna menuju era globalisasi ekonomi. Kebijakan otonomi
daerah ini disambut baik oleh daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah
dan kemampuan fiskal yang tinggi, namun di lain sisi kebijakan ini sulit diterima
oleh beberapa daerah yang memiliki kapasitas fiskal rendah dikarenakan
kurangnya sumber daya ekonomi. Laporan Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan (DJPK) menyebutkan bahwa Rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di berbagai provinsi
dan kabupaten/kota di Indonesia relatif masih rendah, kontribusi terbesar dari
sumber penerimaan yang tercermin dalam APBD seluruh Indonesia pada tahun
2012 menunjukkan bahwa dana perimbangan masih menjadi komposisi terbesar
dalam pendapatan daerah yaitu sebesar 69,0% atau Rp 380,601 triliun, sedangkan
untuk PAD hanya menyumbang sebesar 20,4% atau sebesar Rp 112,720 triliun
dan pendapatan lain-lain yang sah sebesar 10,6% atau sebesar Rp 58,262 triliun.
Hal tersebut masih belum menggambarkan kemandirian keuangan daerah yang
menjadi tujuan utama dari adanya sistem otonomi daerah.
Adanya kekuasaan baru baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota
memperlihatkan bahwa perhatian terhadap peranan pemerintah daerah menjadi
sangat penting dalam memberikan pelayanan publik dan merealisasikan hasil-
hasil pembangunan di Indonesia. Dalam menjamin bahwa strategi untuk mencapai
tujuan daerah dijalankan secara efisien, efektif, transparan, dan akuntabel maka
diperlukan suatu sistem pengendalian yang baik. Pengukuran kinerja organisasi
sektor publik merupakan suatu evaluasi sistematis bagi daerah untuk mengetahui
sejauh mana pemerintah telah mencapai kemajuan dalam menjalankan tugasnya
(progress report). Menurut Mardiasmo (2008), pengukuran kinerja merupakan
tahap terakhir dalam sistem pengendalian manajemen sektor publik, kinerja
instansi pemerintah bersifat multidimensional, artinya tidak ada indikator tunggal
yang dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan secara
komprehensif. Pengukuran kinerja organisasi sektor publik dapat dilakukan
melalui pendekatan analisis anggaran, analisis laporan keuangan, metode balance
scorecard dan perfomance audit. Menurut World Bank (2005), terdapat Sembilan
bidang strategis dalam pengukuran kinerja pengelolaan keuangan pemerintah
daerah, yaitu terdiri dari kerangka peraturan dan perundangan daerah,
perencanaan dan penganggaran, manajemen kas, pengadaan, akuntansi dan
pelaporan, pengawasan internal, hutang dan investasi publik, manajemen aset,
2
serta audit dan pengawasan eksternal. Perencanaan dan penganggaran yang
bersumber dari analisis anggaran dan analisis laporan keuangan sebagai salah satu
tolak ukur kinerja pemerintah menjadi poin penting serta topik yang menarik
untuk diteliti, karena tujuan dari bidang ini adalah tersusunnya anggaran multi-
year yang tepat dan jelas.
Rumusan Masalah
Menurut Sadu Wasistiono (2010), tidak semua daerah otonom baru
memperlihatkan kemajuan yang berarti sesuai tujuannya yakni mengembangkan
demokrasi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagian besar masih
menggantungkan sepenuhnya sumber pembiayaan dari pemerintah pusat,
beberapa kabupaten di Provinsi Papua bahkan sudah dua tahun jumlah PAD nya
Rp. 0,00. Berdasarkan pada laporan keuangan yang dipublikasikan oleh Direktorat
Jendral Perimbangan Keuangan (DJPK) tahun 2012, Provinsi DKI Jakarta
merupakan penyumbang PAD terbesar di Indonesia dengan porsi sebesar 16,57%
atau sebesar Rp. 18.685 Milyar dari total PAD sebesar 112.720 Milyar. Namun
jika dilihat dari pertumbuhan PAD setiap tahunnya, Provinsi DKI Jakarta
mengalami fluktuasi dan terjadi penurunan pada tahun 2012 seperti terlihat pada
Gambar 1.
Gambar 1 Pertumbuhan PAD Provinsi DKI Jakarta (Tahun 1995-2012)
Selain itu, pada tahun 2007 Pemerintah DKI Jakarta mendapat opini dari
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan predikat disclaimer terhadap laporan
keuangannya, kemudian tiga tahun selanjutnya secara berturut-turut yaitu dari
tahun 2008 hingga 2010 memperoleh predikat Wajar Dengan Pengecualian
(WDP), baru pada tahun 2011 dan 2012 mendapatkan predikat Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP), namun pada tahun 2012 penyerapan anggaran DKI Jakarta
merupakan penyerapan terendah di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut maka
perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kinerja keuangan daerah Provinsi DKI Jakarta pada masa
otonomi daerah?
2. Bagaimanakah realisasi anggaran daerah Provinsi DKI Jakarta pada masa
otonomi daerah?
3. Bagaimanakah pengaruh Otonomi Daerah terhadap PAD Provinsi DKI
Jakarta?
4. Bagaimana kondisi PAD Provinsi DKI Jakarta di masa mendatang ?
27%
7% 2%
(-33%)
38% 44%
49%
24%
17%
22% 18%
3% 12%
20%
1%
22%
38%
(-12%) (0.40)
(0.20)
-
0.20
0.40
0.60
Per
senta
se p
ertu
mb
uhan
Tahun
PAD DKI Jakarta
3
Tujuan Penelitian
Dengan merujuk pada latar belakang dan permasalahan diatas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis kinerja keuangan daerah Provinsi DKI Jakarta pada masa
otonomi daerah.
2. Menganalisis anggaran daerah Provinsi DKI Jakarta pada masa otonomi
daerah.
3. Menganalisis pengaruh otonomi daerah terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta.
4. Mengestimasi PAD Provinsi DKI Jakarta di masa mendatang.
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak yaitu :
1. Pemerintah daerah, sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kinerja
pemerintahan.
2. Peneliti, untuk membandingkan teori yang telah diperoleh semasa kuliah
dengan realisasinya di dunia nyata.
3. Kalangan akademis, sebagai data dasar bagi para peneliti di bidangnya
dalam pengembangan IPTEK.
4. Masyarakat umum, untuk menambah pengetahuan mengenai kinerja
keuangan dan anggaran.
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah
dipaparkan, maka terdapat beberapa batasan yang ditetapkan agar penelitian lebih
terarah. Batasan ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Penelitian difokuskan pada kinerja keuangan daerah, evaluasi anggaran
daerah, pengaruh otonomi daerah terhadap PAD, dan estimasi PAD di masa
mendatang.
2. Analisis kinerja keuangan yang digunakan adalah analisis rasio, rasio yang
digunakan dari laporan realisasi APBD adalah kemandirian, efektifitas &
efisiensi, aktivitas, kemampuan keuangan daerah, dan pertumbuhan,
sedangkan Rasio yang digunakan dari neraca adalah rasio likuiditas dan
solvabilitas. Analisis evaluasi anggaran yang digunakan adalah analisis
varians (selisih) yang bersumber dari APBD. Dalam analisis pengaruh
otonomi daerah terhadap PAD, yang bertindak sebagai variabel bebas
adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Belanja
Daerah (BD). Sedangkan dalam analisis estimasi PAD metode yang
digunakan adalah metode time series.
3. Data yang digunakan pada analisis kinerja keuangan dan evaluasi anggaran
daerah adalah laporan keuangan berupa rencana dan realisasi APBD dan
laporan neraca. Sedangkan untuk analisis pengaruh otonomi daerah terhadap
PAD dan analisis estimasi PAD menggunakan laporan keuangan hanya
berupa realisasi APBD.
4
4. Dalam analisis kinerja keuangan, Periode laporan keuangan APBD serta
neraca yang digunakan adalah tahun 2008 hingga tahun 2012. Dalam
analisis evaluasi anggaran juga menggunakan APBD periode tahun 2008-
2012. Dalam analisis pengaruh otonomi daerah terhadap PAD, Periode yang
digunakan adalah dari tahun 2001 hingga tahun 2012. Dan dalam analisis
estimasi pendapatan asli daerah, periode yang digunakan adalah dari tahun
1994 hingga tahun 2012.
METODE
Kerangka Pemikiran Penelitian
Menurut Mardiasmo (2002) bahwa secara umum otonomi daerah
mencakup aspek-aspek politik, administrasi, dan fiskal. Aspek fiskal menjadi
fokus utama dalam penelitian ini dengan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) sebagai data input-nya, laporan keuangan yang digunakan adalah laporan
rencana dan realisasi APBD serta laporan posisi keuangan (Neraca). Peneliti akan
melakukan beberapa analisa yang meliputi analisis deskriptif, analisis kinerja
keuangan, analisis anggaran, analisis pengaruh kebijakan, analisis peramalan, dan
analisis tipologi klassen. Analisis deskriptif digunakan untuk memberi gambaran
umum terkait kondisi ekonomi daerah dengan bantuan tabel dan grafik. Analisis
kinerja keuangan dilakukan dengan menggunakan ukuran rasio-rasio keuangan
daerah. Sedangkan untuk rasio keuangan yang dinilai dari neraca hanya
dibandingkan antar tahun selama lima tahun terakhir pada masa otonomi daerah.
Analisis anggaran menggunakan varians (selisih) antara rencana dan realisasi
anggaran, dari hasil varians keuangan yang bersumber pada laporan APBD
tersebut akan dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan antara rencana dan
realisasi anggaran. Analisis pengaruh dilakukan dengan metode regresi berganda
dimana PAD merupakan variabel terikat, sedangkan DAU, DBH dan belanja
daerah merupakan variabel bebas dalam model ini, analisis ini dilakukan dengan
bantuan software SPSS. Analisis peramalan digunakan untuk mengetahui
prakiraan PAD di masa mendatang dengan menggunakan software minitab.
Analisis tersebut akan dituangkan dalam pembahasan, kemudian dari hasil analisis
tersebut akan ditarik beberapa kesimpulan. Setelah mendapat kesimpulan,
selanjutnya peneliti akan melakukan analisis tipologi klassen guna memetakan
potensi daerah yang dimiliki, hal ini digunakan untuk mengetahui potensi yang
harus dikembangkan oleh daerah, hasil dari analisa tersebut akan menjadi
masukan/rekomendasi dalam mengevaluasi kinerja keuangan daerah dan
perencanaan pembangunan di masa depan yang lebih baik, hal ini pada akhirnya
akan menjadi acuan dalam meningkatkan kinerja keuangan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat
seperti pada Gambar 2, sedangkan untuk alur berpikir dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Lampiran 1.
5
Gambar 2 Kerangka pemikiran analisis kinerja keuangan daerah pada masa
otonomi daerah (studi kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta)
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada obyek daerah tingkat provinsi, provinsi yang
dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini adalah Provinsi DKI Jakarta.
Pemilihan tempat dilakukan melalui analisis pendahuluan, analisis yang dilakukan
adalah analisis deskriptif, dimana peneliti terlebih dahulu melakukan tabulasi data
PAD dan mengamati karakteristik dari 33 provinsi yang ada, dari pengamatan
didapat bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan penyumbang PAD terbesar
namun mengalami pertumbuhan PAD yang lambat bahkan terjadi penurunan pada
tahun 2012 jika dibandingkan dengan tahun 2011 seperti terlihat pada Gambar 1.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan September 2013.
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif. Data kuantitatif yang
digunakan adalah data laporan keuangan berupa laporan rencana dan realisasi
APBD terdiri dari penerimaan dan pengeluaran, laporan posisi keuangan (Neraca),
Laporan Anggaran
(APBD)
PDRB Laporan Posisi
Keuangan (Neraca)
Laporan
Arus Kas
Catatan Atas
Laporan Keuangan
Otonomi Daerah
Administrasi Fiskal
Konsep Otonomi Daerah
Market Preserving
Federalism
Money Follow Function
Transfer
Politik
1.Kemandirian
2.Efektivitas &
Efisiensi
3.Keserasian
4.Kemampuan
5.Pertumbuhan
Pengaruh
otonomi
daerah
terhadap
kemadirian
daerah
Prakiraan
PAD di
masa
mendatang
1.Likuiditas
2.Solvabilitas
Selisih
realisasi
anggaran
dengan
rencana
Pemetaan
Potensi Daerah
Analisis
Rasio
Analisis Regresi
Berganda
Hasil dan
Pembahasan
Kesimpulan dan
Rekomendasi
Analisis
Peramalan
Analisis
Varians
Analisis
Tipologi
Klassen
6
serta Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data tersebut merupakan data
runtun waktu (time series), yaitu data secara kronologis disusun menurut waktu
pada suatu variabel tertentu. Dalam hal ini data APBD yang digunakan berupa
periode tahun 2008-2012. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi
atau sudah dikumpulkan dari sumber lain dan diperoleh dari pihak lain seperti
buku-buku, literatur, catatan-catatan atau sumber yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti. Data utama berupa laporan keuangan daerah bersumber dari
portal Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan Republik
Indonesia, situs resmi pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta, dan situs resmi
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta. Data-data yang diperlukan
dalam penelitian ini hanya berupa data sekunder, oleh karena itu pengumpulan
data dilakukan dengan cara browsing di situs resmi instansi terkait. Selain
browsing pengumpulan data juga dilakukan dengan cara mendatangi secara
langsung kantor instansi terkait untuk meyakinkan bahwa data yang telah diambil
memiliki keabsahan yang teruji.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis ini digunakan untuk memberi gambaran umum terkait karakteristik
provinsi yang menjadi objek penelitian, karakteristik daerah yang akan dipaparkan
adalah kondisi ekonomi daerah dengan bantuan tabel dan grafik.
Analisis Kinerja Keuangan Daerah
Analisis kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk
melihat sejauh mana suatu entitas/organisasi telah melaksanakan dengan
menggunakan aturan-aturan pelaksanaan secara baik dan benar (Irham 2012).
Terdapat lima tahapan dalam menganalisis laporan keuangan suatu organisasi
secara umum, yaitu :
1. Melakukan review terhadap data laporan keuangan
2. Melakukan perhitungan
3. Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh
4. Melakukan penafsiran terhadap berbagai permasalahan yang ditemukan
5. Mencari dan memberi pemecahan masalah
Dalam penelitian ini, analisis kinerja keuangan terhadap keuangan daerah
dilakukan menggunakan analisis rasio, baik yang bersumber dari data APBD
maupun neraca. Menurut Halim (2008) terdapat lima indikator kinerja keuangan
daerah berupa Rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang
bersumber dari APBD, Rasio tersebut antara lain adalah :
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukan kemampuan daerah dalam
membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada
masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan
yang diperlukan daerah. Rasio ini juga menggambarkan ketergantungan
7
pemerintah daerah terhadap sumber dana eksternal (Halim 2008). Dalam
penelitian ini rasio kemandirian diukur dengan:
….……………………………………………………….(1)
Dimana :
RK : Rasio Kemandirian
PAD : Pendapatan Asli Daerah
TPP : Transfer Pemertintah Pusat (DBH, DAU, DAK)
P : Pinjaman
Tabel 1 Kriteria pengukuran kemandirian keuangan daerah
Persentase PAD Kemampuan Keuangan Daerah
0,00-10,00 %
10,01-20,00%
20,01-30,00%
30,01-40,00%
40,01-50,00%
>50,00%
Sangat Kurang
Kurang
Sedang
Cukup
Baik
Sangat Baik Sumber : Tim Litbang Depdagri-Fisipol UGM (Nurhayani 2010)
Nilai kemandirian yang diperoleh dari perbandingan tersebut diukur dengan
kriteria kinerjanya, kemudian dibandingkan dari tahun ke tahun. Semakin tinggi
rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah
terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat) semakin rendah, dan
demikian pula sebaliknya.
2. Rasio Efektivitas dan Efesiensi
Rasio efektivitas bertujuan untuk mengukur sejauh mana kemampuan
pemerintah dalam memobilisasi penerimaan pendapatan sesuai dengan yang di
targetkan. Rasio efektivitas pendapatan dihitung dengan cara membandingkan
realisasi pendapatan dengan target penerimaan pendapatan yang dianggarkan
(Halim 2008). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
19.500.947.487.742. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa setiap tahun
terdapat peningkatan PAD sebesar Rp. 857.276.213.702, data hasil perhitungan
peramalan menggunakan persamaan tersebut dapat dilihat seperti pada Tabel 17.
Tabel 17 Hasil peramalan PAD Provinsi DKI Jakarta
Periode Tahun Jumlah PAD yang Diramalkan (Milyar)
20 2013 Rp 18.643,67
21 2014 Rp 19.500,94
22 2015 Rp 20.358,22
23 2016 Rp 21.215,49
24 2017 Rp 22.072,77
25 2018 Rp 22.930,05
26 2019 Rp 23.787,32
27 2020 Rp 24.644,60
28 2021 Rp 25.501,88
29 2022 Rp 26.359,15
Sumber : Data olahan (2013)
Dari Tabel 17, dapat dilihat bahwa hasil peramalan yang diperoleh dari
jumlah PAD setiap tahunnya mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,9%. Ini
menandakan bahwa hasil peramalan menunjukkan ke arah yang positif dan tidak
berfluktuasi, walaupun pada periode sebelumnya yaitu tahun 2012 terjadi
penurunan sebesar 12% akibat dari pengaruh krisis ekonomi global, hal ini tidak
berdampak serius terhadap prakiraan jumlah PAD di sepuluh tahun medatang
karena dari tahun 2001 hingga 2012 pertumbuhan PAD Provinsi DKI Jakarta
mengalami trend yang positif.
Hal ini menggunakan asumsi bahwasanya kondisi sosial, politik, ekonomi,
dan teknologi di Indonesia bersifat cateris paribus/tetap atau sama dengan kondisi
historis periode lalu, namun jika dibandingakan dengan rata-rata pertumbuhan
PAD sepuluh tahun terakhir yaitu sebesar 14%, terlihat bahwa rata-rata
pertumbuhan PAD sepuluh tahun mendatang masih berada dibawahnya. Di era
globalisasi saat ini dan masa yang akan datang, tingkat ketidakpastian (turbulensi)
yang dihadapi oleh DKI Jakarta akan semakin tinggi, mengingat bahwa
lingkungan yang dihadapi oleh DKI Jakarta sangat heterogen. Oleh karena itu,
jumlah PAD yang diramalkan dengan asumsi cateris paribus di atas hanya
menjadi tolak ukur kecil dalam melakukan penganggaran di masa mendatang.
Implikasi Manajerial
Hasil analisi rasio keuangan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
kinerja keuangan pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diukur dari data APBD
26
sudah sangat baik dan mampu melakukan otonomi daerah secara menyeluruh,
dilihat dari rasio kemandirian, efektivitas & efisiensi, aktivitas, dan kemampuan
keuangan daerah. Sedangkan kinerja keuangan yang diukur dari data neraca,
menunjukkan bahwa secara umum posisi keuangan daerah cukup baik yang
ditunjukkan oleh jumlah aset yang dimiliki dapat menutupi semua kewajiban,
namun kemampuan daerah dalam memenuhi kewajibannya secara tepat waktu
dinilai berkurang, karena terjadi penurunan pada rata-rata pertumbuhan pada rasio
likuiditas dan peningkatan rasio solvabilitas. Untuk evaluasi anggaran
menunjukkan bahwa terjadinya varians (selisih) antara rencana dengan realisasi
anggara yang terjadi selama lima tahun terakhir dinilai masih dalam batas
toleransi manajemen. Di lain sisi, hasil dari analisis pengaruh otonomi daerah
terhadap PAD dengan metode regresi berganda menunjukkan bahwa rasio DAU
dan rasio DBH berpengaruh negatif, hal ini berarti bahwa peningkatan transfer
DAU akan berdampak pada penurunan PAD. Serta hasil analisa peramalan masih
menunjukkan bahwa rata-rata PAD pada masa sepuluh tahun mendatang masih
mengalami pertumbuhan yang sedikit lambat.
Dari hasil penelitian kinerja keuangan yang telah dipaparkan, dapat
diketahui bahwa pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu meningkatkan
kemampuan dalam mengelola keuangan, agar kinerja pemerintah di masa
mendatang menjadi lebih baik lagi. Mahmudi (2010) mengungkapkan bahwa
salah satu pilar utama yang dapat mencapai keberhasilan manejemen keuangan
publik adalah manajemen pendapatan, dimana pemerintah dituntut untuk cerdas
dalam menghasilkan dan mengelola sumber-sumber pendapatan serta mampu
mengelola potensi yang ada secara efisien dan efektif, tidak hanya mampu
menghabiskan anggaran. Terdapat lima tahapan utama dalam siklus manajemen
pendapatan daerah, tahapan tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 7.
Sumber : Mahmudi (2010)
Gambar 7 Siklus manajemen pendapatan daerah
Identifikasi
Pendapatan
Administrasi
Pendapatan
Koleksi
Pendapatan
Akuntansi
Pendapatan
Alokasi
Pendapatan
Identifikasi
sumber
pendapatan
Menghitung
basis
pendapatan
Pendataan
objek, subjek,
dan wajib
pajak/retribusi
Penghitungan
masing-masing
potensi sumber
pendapatan
Penentuan dan
penetapan
wajib
pajak/retribusi
Penetapan
NPWP dan
NPWR
Penerbitan
surat ketertiban
pajak daerah
dan surat
ketetapan
retribusi
Dihitung dan
dipungut oleh
petugas
(official
assessment
system)
Dihitung dan
dibayarkan
sendiri oleh
wajib
pajak/retribusi
(self
assessment
system)
Dipungut oleh
pihak ketiga
yang ditunjuk
pemda
Pengumpulan
pendapatan
dalam rekening
kas umum
daerah
Pencatatan
dalam sistem
akuntansi
pemerintah
daerah
Pelaporan
pendapatan
dalam laporan
pemerintah
daerah
Penentuan
jumlah alokasi
pendapatan
untuk
pengeluaran
belanja daerah,
meliputi
belanja operasi
dan belanja
modal
Penentuan
jumlah alokasi
pendapatan
untuk
pembiayaan
daerah
27
Berdasarkan pada konsep tersebut, maka peneliti menganjurkan agar pemerintah
daerah Provinsi DKI Jakarta melakukan seluruh tahap siklus manajemen
pendapatan daerah dengan baik, mulai dari identifikasi pendapatan, administrasi
pedapatan, koleksi pendapatan, pencatatan/akuntansi pendapatan, hingga alokasi
pedapatan. Dalam melakukan tahap tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
harus berlandaskan pada prinsip-prinsip penerimaan daerah. Lima prinsip
penerimaan daerah dalam pengelolaan potensi daerah dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Prinsip-prinsip penerimaan daerah
Prinsip Kegiatan
Perluasan
basis
penerimaan
1. Mengidentifikasi pembayar pajak/retribusi dan menjaring wajib
pajak/retribusi yang baru
2. Mengevaluasi tarif pajak/retribusi
3. Meningkatkan basis data objek pajak/retribusi
4. Melakukan penilaian kembali (appraisal) atas objek pajak/retribusi
Pengendalian
atas
kebocoran
Pendapatan
1. Melakukan audit, baik rutin maupun insidental
2. Memperbaiki sistem akuntansi penerimaan daerah
3. Memberi penghargaan yang memadai bagi masyarakat yang taat
pajak dan hukum
4. Meningkatkan disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam
pemungutan pendapatan
Peningkatan
efisiensi
administrasi
pajak
1. Memperbaiki prosedur administrasi pajak sehingga lebih mudah
dan sederhana
2. Mengurangi biaya pemungutan pendapatan
3. Menjalin kerjasama dengan bank, kantor pos, koperasi, dan pihak
lainnya yang memberi kemudahan dalam membayar pajak
Transparansi
dan
Akuntabilitas
1. Adanya dukungan teknologi informasi untuk membangun sistem
manajemen pendapatan daerah
2. Adanya staf yang memiliki kompetensi dan keahlian yang
memadai
3. Tidak adanya korupsi sistemik di lingkungan entitas pengelola
pendapatan daerah
Sumber : Mahmudi (2012)
Manajemen pendapatan yang dilakukan dengan disiplin dan baik serta
berlandaskan pada prinsip penerimaan daerah, akan meningkatkan potensi daerah.
Prinsip yang harus menjadi fokus utama bagi Provinsi DKI Jakarta adalah
pengendalian atas kebocoran pendapatan, agar pemberian DAU dari pemerintah
pusat terserap dan dapat dioptimalkan dengan baik agar berdampak positif
terhadap kinerja keuangan.
Berdasarkan pada konsep-konsep tersebut dan ulasan dari laporan
pertanggungjawaban pemerintah daerah, maka solusi manajerial yang perlu
dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi dengan unit satuan kerja terkait
dilingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun dengan Pemerintah
Pusat agar realisasi pendapatan daerah dapat dicapai secara optimal.
2. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat melalui pelayanan prima dengan
jalan penyederhanaan proses administrasi agar masyarakat lebih mudah
melakukan pembayaran pajak daerah sehingga dapat mendorong peningkatan
pendapatan daerah.
28
3. Peningkatan pemeriksaan dan pengawasan kepada masyarakat maupun aparat
yang mengelola pendapatan daerah, agar seluruh penerimaan daerah dapat
dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.
4. Dilakukannya sosialisasi yang efektif kepada masyarakat maupun aparat
pemungut dengan tujuan agar adanya pemahaman dari segi ketentuan peraturan
yang menjadi dasar pemungutan pendapatan daerah.
5. Dilakukannya intensifikasi pendapatan daerah terhadap penerimaan pajak
daerah.
6. Dilakukannya ekstensifikasi pendapatan daerah berdasarkan potensi yang
sebenarnya dapat dikelola dan dipungut oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
agar target yang ditetapkan dicapai dengan optimal. 7. Pengesahan APBD dilakukan lebih cepat dari sebelumnya. 8. Peningkatan sosialisasi dan bimbingan teknis bagi seluruh SDM pengelola
keuangan SKPD, agar SKPD sebagai pengguna Anggaran dapat memahami
ketentuan peraturan pengelolaan keuangan daerah dengan tujuan dapat
meningkatkan kemampuan dan kinerjanya.
Potensi daerah yang diupayakan secara tepat dan optimal akan memberikan
dampak positif bagi pendapatan dan kinerja suatu daerah. Hasil analisis
mengindikasikan bahwa Provinsi DKI Jakarta perlu mengupayakan potensi daerah
yang dimiliki secara optimal, ini dapat dilihat dari adanya kecenderungan
penurunan dalam memenuhi kewajiban, dan pengaruh negatif dana DAU terhadap
PAD. Dalam menjawab permasalahan ini, peneliti melakukan analisis Tipologi
klassen dan Matriks BCG untuk mengetahui dan memetakan sektor apa yang
menjadi unggulan agar potensi daerah dapat dikembangkan secara optimal. Data
yang digunakan adalah PDRB Provinsi DKI Jakarta lima tahun terakhir yaitu dari
tahun 2008 hingga tahun 2012, analisis ini dilakukan dengan melihat rata-rata
kontribusi sektoral terhadap PDRB dan rata-rata laju pertumbuhan sektoral, yang
kemudian hasil dari perhitungan tersebut akan diklasifikasikan ke dalam matriks
kombinasi antara Tipologi Klassen dan BCG. Hasil perhitungan rata-rata
kontribusi sektoral terhadap PDRB dan rata-rata laju pertumbuhan sektoral
Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel 19, hasil
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.
Tabel 19 Rata-rata kontribusi sektoral terhadap PDRB dan rata-rata laju
pertumbuhan sektoral Provinsi DKI Jakarta (2008-2012)
Lapangan usaha Rata-rata kontribusi
sektoral ( milyar rupiah)
Rata-rata laju pertumbuhan
sektoral
1. Pertanian 381,08 3,51%
2. Pertambangan dan Penggalian 1.829,56 6,77%
3. Industri Pengolahan 62.408,39 6,02%
4. Listrik, Gas, dan Air bersih 4.073,77 1,59%
5. Bangunan 45.441,86 6,51%
6. Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 82.496,31
6,08%
7. Pengangkutan dan Komunikasi 40.018,52 8,86%
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 111.349,69
5,35%
9. Jasa-jasa 50.520,29 6,50%
Sumber : Data olahan 2013
29
Rata-rata Jumlah PDRB sektoral Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2008-2012
adalah 44.279.826.066.962, jumlah tersebut dihasilkan dari pembagian rata-rata
PDRB kedalam sembilan sektor yang ada. Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan
PDRB sektoral berjumlah 6,18%, jumlah tersebut dihasilkan dari rata-rata
pertumbuhan PDRB total yang dihasilkan oleh Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan pada tabel diatas dan membandingkan dengan rata-rata jumlah
PDRB sektoral serta rata-rata laju pertumbuhan PDRB sektoral, maka hasil
klasifikasi dalam kombinasi Tipologi Klassen dan Matriks BCG untuk
memetakan potensi daerah yang dimiliki oleh Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat
pada Tabel 20.
Tabel 20 Hasil pemetaan terhadap potensi daerah Provinsi DKI Jakarta
Rata-rata
Kontribusi sektor
terhadap PDRB
Rata-rata laju
Pertumbuhan sektoral
Tinggi
Rendah
Tinggi
Sektor Unggulan (Prima)
Jasa-jasa
Bangunan/konstruksi
Sektor Berkembang
Pengangkutan &
Komunikasi
Pertambangan & Penggalian
Rendah
Sektor Potensial
Keuangan, Persewaan,
& Jasa Perusahaan
Perdagangan, Hotel, &
Restoran
Industri Pengolahan
Sektor Terbelakang
Listrik, Gas, dan Air bersih
Pertanian
Sumber : Data olahan 2013
Dari analisis pemetaan potensi daerah tersebut, maka implikasi manajerial
yang perlu diambil oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta antara lain adalah :
1. Menjaga stabilitas pertumbuhan sektor unggulan, yaitu sektor Jasa-jasa
(administrasi pemerintahan & pertahanan, jasa pemerintah lainnya, sosial
kemasyaraktan, hiburan & rekreasi, perorangan & rumah tangga) dan sektor
Bangunan/Konstruksi, sebab sektor ini menjadi kekuatan dan daya saing
daerah (core competence), jika sektor unggulan ini tidak dikelola dengan baik
maka akan bergeser menjadi sektor potensial, yakni pertumbuhannya akan
menurun walaupun jumlahnya masih cukup besar.
2. Melakukan upaya optimalisasi pada sektor berkembang melalui intensifikasi,
yaitu sektor pengangkutan & komunikasi (angkutan rel, angkutan jalan raya,
Nazir M. 2011. Metode Penelitian. Bogor (ID) : Ghalia Indoensia. Nurhayani, 2010. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri
Hulu-Rengat. [Skripsi]. Pekanbaru (ID) : Universitas Islam Riau. Provinsi DKI Jakarta. 2013. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah DKI Jakarta
2008-2012. Jakarta (ID) : Provinsi DKI Jakarta.
Provinsi DKI Jakarta. 2013. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pemerintah
Daerah 2008-2012. Jakarta (ID) : Provinsi DKI Jakarta.
Sufirmansyah. 2010. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Antar Daerah Dan Kemiskinan.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan.3(1): 115-119.
Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Republik Indonesia.
Undang-undang Nomor 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang Memberi
Kewenangan Kepada Daerah. Republik Indonesia.
Wasistiono S. “Cetak Biru Desentralisasi Indonesia”. Seminar Ekonomi Nasional,
Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah, 2010.
33
Faktor yang dapat
dikendalikan :
-Besaran transfer
-Pengelolaan keuangan
-SDM
-Birokrasi
Masalah saat ini : -PAD tidak berbanding
lurus dengan dana
perimbangan
-tingkat ketergantungan
daerah masih tinggi
-Kualitas Laporan keuangan yang dirasa
masih kurang baik
Faktor yang tidak dapat
dikendalikan :
-Potensi ekonomi yang
dimiliki setiap daerah
-Bencana alam yang
menghambat pembangunan
-gejolak ekonomi (inflasi dan
kenaikan harga )
Pengumpulan data :
-Badan Pusat Statistik (BPS)
-Direktorat Jendral
Perimbangan Keuangan
-Kemendagri
Data/Info :
-Realisasi
APBD
periode
1994-2012
-Neraca
2008-2012
-PDRB
periode
2001-2012
External Input :
-Globalisasi
-UU
Proses :
-Analisis kinerja keuangan
-Analisis varian
-Analisis Pengaruh
-Analisis Peramalan
Output :
-Rasio Kinerja keuangan
-Jumlah varians dan toleransi
perbedaan
-Signifikansi pengaruh
-Data ramalan di masa
mendatang
Parameter kontrol :
-Konsep Otonomi daerah
-Kinerja keuangan sebelum
Otonomi Daerah
-Nilai R pada regresi
-Nilai a pada uji T
Outcome :
-Sistem pengendalian
manajemen organisasi sektor
publik
-Pemetaan potensi daerah
-Peningkatan kinerja berbasis
teknologi
Impact :
-Perencanaan dan
Penganggaran keuangan yang
lebih baik
- Ketertarikan para investor
dan dunia bisnis
-meningkatnya kesejahteraan
rakyat
Teori-teori strategi
Feedback
Lampiran 1 Alur pemikiran penelitian
33
Lam
piran
1 A
lur p
emik
iran p
enelitian
34
Lam
piran
2 H
asil perh
itungan
rasio k
euan
gan
2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata
PAD 10,455,570,941,947.00 10,608,155,177,783.00 12,969,114,969,129.00 17,825,520,000,000.00 15,627,838,700,000.00 13,497,239,957,771.80
Transfer pemerintah pusat 8,702,813,393,647.00 8,650,835,929,772.00 10,133,994,811,087.00 9,149,708,963,289.00 9,261,161,875,000.00 9,179,702,994,559.00
Bagi hasil
Pinjaman
Hasil Rasio Kemandirian 120% 123% 127% 195% 169% 1.47
Rencana capaian PAD 10,381,542,819,361.00 10,363,435,508,395.00 12,315,398,272,250.00 16,280,133,657,370.00 20,875,260,000,000.00 14,043,154,051,475.20
Realisasi Capaian PAD 10,455,570,941,947.00 10,608,155,177,783.00 12,969,114,969,129.00 17,825,524,636,880.00 15,627,838,700,000.00 13,497,240,885,147.80
Rasio Efektifitas 101% 102% 105% 109% 75% 99%
PAD 10,455,570,941,947.00 10,608,155,177,783.00 12,969,114,969,129.00 17,825,520,000,000.00 15,627,838,700,000.00 13,497,239,957,771.80
Total belanja rutin 13,371,844,499,614.00 6,248,355,845,964.00 16,309,749,142,137.00 9,627,347,326,824.00 15,625,559,280,000.00 12,236,571,218,907.80
Total belanja pembangunan 2,581,600,192,153.00 13,262,743,584,858.10 5,243,146,696,798.00 16,796,252,566,473.00 3,449,164,914,000.00 8,266,581,590,856.41
total belanja daerah 15,956,526,086,574.00 19,511,099,430,822.10 21,552,895,838,935.00 26,423,599,893,297.00 19,077,625,450,000.00 20,504,349,339,925.60
Pertanian 353.723.390.530Rp 371.469.499.100Rp 395.633.574.640Rp 379.946.313.738Rp 404.642.824.131Rp 381.083.120.428Rp 44.279.826.066.962Rp rendah
Pertambangan dan Penggalian 1.662.499.935.491Rp 1.560.171.896.220Rp 1.701.224.370.952Rp 2.110.812.854.100Rp 2.113.134.748.240Rp 1.829.568.761.001Rp 44.279.826.066.962Rp rendah
Industri Pengolahan 55.605.316.991.316Rp 57.949.241.859.600Rp 62.233.161.290.872Rp 66.026.226.076.248Rp 70.228.010.143.620Rp 62.408.391.272.331Rp 44.279.826.066.962Rp Tinggi
Listrik, Gas, dan Air bersih 3.926.329.634.883Rp 4.049.017.540.190Rp 4.075.025.818.792Rp 4.137.193.194.036Rp 4.181.309.182.687Rp 4.073.775.074.118Rp 44.279.826.066.962Rp rendah
Bangunan 39.970.743.129.890Rp 42.496.110.697.040Rp 45.181.354.223.888Rp 48.126.533.073.480Rp 51.434.598.978.426Rp 45.441.868.020.545Rp 44.279.826.066.962Rp Tinggi
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 73.362.231.195.922Rp 76.522.716.814.600Rp 81.856.586.593.016Rp 87.852.030.987.642Rp 92.888.008.294.954Rp 82.496.314.777.227Rp 44.279.826.066.962Rp Tinggi
Pengangkutan dan Komunikasi 33.143.881.692.661Rp 36.738.333.460.990Rp 40.235.934.540.888Rp 43.440.528.537.378Rp 46.533.924.775.062Rp 40.018.520.601.396Rp 44.279.826.066.962Rp rendah