ANALISIS KINERJA DAN KEBERPIHAKAN APBD UNTUK RAKYAT (STUDI KASUS DI KOTA MADIUN TAHUN 2004-2008) TESIS Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : NURHARIBNU WIBISONO NIM: S4306013 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 digilib.uns.ac.id pustaka.uns.ac.id commit to users
144
Embed
ANALISIS KINERJA DAN KEBERPIHAKAN - core.ac.uk · pada tahun 2007, 82,10% merupakan anggaran untuk belanja tidak langsung seperti pembayaran gaji, hanya 17,90% dari total anggaran
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS KINERJA DAN KEBERPIHAKANAPBD UNTUK RAKYAT
(STUDI KASUS DI KOTA MADIUN TAHUN 2004-2008)
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-SyaratMencapai Derajat Magister Sains Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :NURHARIBNU WIBISONO
NIM: S4306013
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta
Alam, yang telah melimpahkan begitu banyak kenikmatan, kesempatan dan
kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Thesis dengan judul
Analisis Kinerja Dan Keberpihakan APBD Untuk Rakyat (Studi Kasus Di Kota
Madiun Tahun 2004-2009) ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai
derajat Magister Program Studi Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini bukan hasil jerih
payah sendiri, tetapi banyak pihak yanh telah membantu. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu secara langsung maupun tidak langsung sehingga tesis ini dapat
dirampungkan kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Bandi, M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi,
Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Pembimbing I, Prof. Dr. Rahmawati, M.Si., Ak. dan Pembimbing II, Drs. Jaka
Winarna, M.Si. Ak.
4. Ketua penguji Dra. Y. Anni Aryani, M. Prof. Acc., Ph.D., Ak. dan sekrataris
penguji Dr. Payamta, M.Si., Ak. CPA.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
5. Orang tua bapak Kasno Suharsono dan ibu Nurimah, serta mertua bapak
Fekodin dan ibu Ruminah.
6. Bunda Sulistya Eviningrum, ananda Salsabila Safirana W. dan Shabrinada W.,
Marita, Cahyaningsih, Izzi, Endah, Endang, Ika, serta Assistriadi dengan
Simranda-nya.
8. Bapak ibu dosen beserta staf di Program Studi Magister Akuntansi.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala bantuan, kebaikan dan
keikhlasan yang telah diberikan kepada peneliti.
Madiun, September 2010
Penulis
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penetapan UU nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang nomor 25
tahun 1999 oleh pemerintah, mengenai Pemerintah Daerah dan Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, berimplikasi pada tuntutan
otonomi yang lebih luas dan akuntabilitas publik yang nyata yang harus
diberikan kepada pemerintah daerah. Selanjutnya, Undang-Undang ini
diganti dan disempurnakan dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Kedua undang-undang tersebut telah merubah akuntabilitas atau
pertanggungjawaban pemerintah daerah dari pertanggungjawaban vertikal
(kepada pemerintah pusat) ke pertanggungjawaban horisontal (kepada
masyarakat melalui DPRD).
Pasca reformasi terdapat paradigma baru dalam manajemen anggaran
daerah. Suatu paradigma yang menuntut lebih besarnya akuntabilitas dan
transparansi dari pengelolaan anggaran, dan dengan memperhatikan asas
keadilan dan kepatutan. Aspek utama budgeting reform adalah perubahan
dari traditional budget ke performance budget (Mardiasmo, 2002).
Reformasi anggaran daerah dimulai dengan penyusunan anggaran
daerah yang tidak lagi mengacu kepada PP nomor 6 tahun 1975 tentang Cara
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
2
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata
Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan
dan Belanja. Perubahan kebijakan tentang anggaran terjadi mengikuti
perubahan kebijakan pengelolaan keuangan negara. Salah satu bentuk
perubahan kebijakan tersebut dengan mulai diberlakukannya PP nomor 105
Tahun 2000 selanjutnya diganti dengan PP nomor 58 tahun 2005, yang
diikuti dengan diterbitkannya Permendagri nomor 13 tahun 2006 dan
selanjutnya dirubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 59 tahun
2007.
Dalam UU nomor 17 tahun 2004 tentang Keuangan Negara,
disebutkan di pasal 3 ayat (1) bahwa keuangan negara dikelola secara
transparan. Berkenaan akuntabilitas, disebutkan di pasal 30 dan 31 yang
menyatakan bahwa akuntabilitas keuangan negara harus berorientasi kepada
hasil. Hal senada juga terdapat pada UU nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah. Kemudian dalam PP nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai salah satu peraturan pelaksana dari
UU nomor 32 tahun 2004, di pasal 4 ayat (1) bahkan lebih luas dan tegas lagi,
yang mensyaratkan agar keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan,
dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan
manfaat untuk masyarakat.
Konferensi tingkat tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) bulan September tahun 2000 yang dihadiri 189 negara anggota
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
3
(termasuk Indonesia) menyepakati dan mengadopsi tujuan pembangunan
millenium atau Millenium Development Goal’s (MDG’s), yaitu: 1)
Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan; 2) Meningkatkan pendidikan
dasar; 3) Promosi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4)
Penurunan angka kematian anak, Meningkatkan kesehatan ibu; 5)
Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya; 6) Pengelolaan
lingkungan hidup yang berkelanjutan; 7) dan Mengembangkan kemitraan
global untuk pembangunan (Adam dan Bevan, 2005).
Pemerintah Indonesia sendiri telah menyepakati International
Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR) pada 23
Febreuari 2006 yang selanjutnya menjelma menjadi Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya. Artinya, pemerintah menjamin pemenuhan
hak dasar untuk warganya, sehingga kalau ada kemiskinan berarti pemerintah
melanggar hak asasi manusia yang disepakati dalam covenant tersebut
(Cahyo dan Hery, 2008).
Komitmen pembangunan melalui kesepakatan MDG’s baru
merupakan dasar upaya nyata dari prioritas yang terfokus, terukur, sinergis
dan berkelanjutan. Pelaksanaan pembangunan yang sejati tetap berkomitmen
untuk menurunkan tingkat kemiskinan secara menyeluruh, bukan hanya
sebagian saja, dan pencapaian dengan waktu yang lebih cepat
(Suhendra at al., 2007).
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
4
Nkoana (2008: 1) mengungkapkan:
“Political will and commitment play an important role at the earlystage of the reform and during the implementation to mobilisegovernment departments to implement performance budgeting”.
Di tingkat daerah, kebijakan pembangunan kota Madiun lebih
diarahkan untuk mewujudkan visi kota Madiun sebagaimana yang
tercantum dalam rencana stratejik (renstra) kota Madiun Tahun 2004-2009
ialah Terwujudnya kota Madiun sebagai sentra perdagangan, jasa dan
pendidikan menuju masyarakat berdaya dan sejahtera dalam suasana tertib
dan aman.
Khusus masalah pengentasan kemiskinan di kota Madiun, kebijakan
penanganan kemiskinan didasarkan pada Peraturan Daerah Kota Madiun
nomor 12 tahun 2003 tentang Rencana Induk Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Mengatasi Kemiskinan Tahun 2003 – 2012. Selanjutnya dijelaskan
bahwa sasaran akhirnya adalah meningkatnya kesejahteraan keluarga miskin
yang disertai peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya dalam
berusaha dan pemanfaatan potensi sumber daya alam serta kepedulian
pelestarian lingkungan.
Namun demikian, berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh
peneliti, perhatian pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk
masyarakat masih rendah. Dari total anggaran yang direncanakan, sebagian
besar dana anggaran tersebut masih dinikmati oleh birokrasi. Untuk anggaran
SKPD yang diteliti pada tahun 2007, 82,10% merupakan anggaran untuk
belanja tidak langsung seperti pembayaran gaji, hanya 17,90% dari total
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
5
anggaran yang dialokasikan untuk belanja langsung (Rahayu at. al, 2007).
Menurut hasil penelitian Bandung Institute for Governance Study, sekitar
90% dana APBD kota Bandung juga dinikmati oleh birokrasi. Demikian juga
yang terjadi di kota Bandar Lampung (Marcelina, 2007). Kondisi ini juga
berlaku di Kota dan Kabupaten lain di Indonesia (Indrayana dalam Bastian,
2006b: 22).
Menurut kajian Aliansi CSO yang disponsori oleh LGSP (2007)
hanya sekitar 20% dari APBD kota Madiun diaplikasikan untuk program
pembangunan yang langsung menyentuh kepada rakyat. Di sisi lain terdapat
peningkatan APBD kota Madiun dari tahun ke tahun. Menurut BPS Kota
Madiun terdapat peningkatan angka kemiskinan di kota Madiun. Angka
kemiskinan terakhir menurut BPS Kota Madiun tahun 2006 sebesar 25.060
atau jumlah penduduk miskin sebesar 12,74%. Sedangkan jumlah perempuan
dalam angkatan kerja sebanyak 43%, kontribusi perempuan dalam
pendapatan hanya 31%. Rata-rata upah perempuan di sektor non pertanian Rp
222.819,- jauh di bawah upah rata-rata laki-laki Rp 397.644,- dalam
pengambilan kebijakan, partisipasi perempuan di parlemen 0% jauh di bawah
rata-rata angka propinsi 11% (makalah lokakarya LGSP Madiun, 6-8 Maret
2007).
Perhatian pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk
masyarakat masih rendah. Hal ini ditandai dari jumlah alokasi pada program
penanganan kemiskinan dan pelayanan hak dasar (pendidikan dan kesehatan)
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
6
yang minim serta pengalokasian dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang tidak
membiayai kegiatan–kegiatan dan proyek–proyek daerah dalam satu tahun
anggaran tertentu dan di pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan
dan sumber–sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran–
pengeluaran dimaksud.
Anggaran merupakan dokumen atau kontrak politik antara
pemerintah dan DPRD untuk masa yang akan datang (Mardiasmo, 2002).
Menurut UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, APBD
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
Dari berbagai pengertian tentang APBD di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa APBD memiliki unsur–unsur sebagai berikut:
a. Rencana kegiatan suatu daerah beserta uraiannya secara rinci.
b. Adanya sumber penerimaan untuk menutupi biaya–biaya sehubungan
dengan aktivitas–aktivitas pemerintahan dan adanya biaya–biaya yang
merupakan batas minimal pengeluaran–pengeluaran yang akan
dilaksanakan.
c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
d. Periode anggaran, yaitu biasanya satu tahun.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
15
2. Tujuan Penyusunan Anggaran
Tujuan proses penyusunan menurut Mardiasmo (2002: 68), yaitu:
a. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiscal dan meningkatkan
koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintahan.
b. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan
barang dan jasa publik melalui proses pemerintahan.
c. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
d. Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah
kepada DPR / DPRD dan masyarakat luas.
Menurut Mardiasmo (2002 : 11), paradigma anggaran daerah yang
diperlukan di era otonomi daerah adalah sebagai berikut :
a. Anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik.
b. Anggaran daerah harus dikelola dengan hasil yang baik dan biaya
rendah (work better and cost less).
c. Anggaran daerah harus mampu memberikan transparansi dan
akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran.
d. Anggaran daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja
(performance oriented) untuk seluruh jenis pengeluaran maupun
pendapatan.
e. Anggaran daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja
di setiap organisasi terkait.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
16
f. Anggaran daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para
pelaksananya untuk memaksimalkan pengelolaan dananya dengan
memperhatikan prinsip value for money.
3. Fungsi-fungsi APBD (Rinusu: 2006: 5), yaitu:
a. Fungsi kebijaksanaan fiskal: fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan
fungsi stabilisasi.
b. Fungsi Manajemen: saat pedoman kerja/ arah kebijakan, sebagai alat
kontrol masyarakat, dan sebagai alat ukur kinerja pemerintah.
4. Dasar Hukum Penyusunan Anggaran
Paradigma baru anggaran menuntut adanya transparansi, dan
akuntabilitas anggaran. Sistem anggaran yang mampu mencakup hal
tersebut adalah permormanced budgeting yang penggunaannya dipayungi
oleh:
a. UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
b. PP nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
c. Permendagri nomor 13 nomor 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah,
d. Permendagri nomor 26 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan
APBD tahun 2007,
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
17
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 59 tahun 2007 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan
f. Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EPPD).
D. LINGKUP PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Pada dasarnya pengelolaan keuangan daerah terdiri dari perencanaan,
pengawasan dan pengendalian. Pada akhirnya diperlukan adanya evaluasi
kinerja untuk mengetahui keberhasilan maupun kelemahan atau kekurangan
jenis kegiatan atau program kerja tertentu. Lihat gambar 1.
Gambar 1Lingkup Pengelolaan Keuangan Daerah
Sumber: Materi Pelatihan LGSP, 2007
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
18
Perencanaan dan penganggaran daearah sudah ditetapkan waktunya
oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah diharuskan mematuhi alur ini untuk
memastikan tahapan perencanaan dan penganggaran sudah dilalui dan
kepentingan masyarakat sudah diakomodasi. Selanjutnya pemerintah daerah
diharuskan untuk mensinkronkan perencanaan dan penganggarannya dengan
alur perencanaan pemerintah pusat (lihat gambar 2).
Gambar 2Keterkaitan Dokumen Perencanaan dan Penganggaran
Sumber: Materi Pelatihan LGSP, 2007
RPJP-NAS STRATEGI KEBIJAKAN PROGRAM
RPJP-PROP STRATEGI KEBIJAKAN PROGRAM
RPJM-D VISI MISI STRATEGI ARAH & KEBIJAKAN PROGRAM SKPD PROGRAM KEWILAYAHAN PROGRAM LINTAS SATKER
RPJP-D VISI MISI ARAH PEMB. DAERAH
RENCANA PEMB. 20 TAHUNAN
RENSTRA SKPD VISI MISI TUJUAN STRATEGI KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN PROGRAM
LINTASSATKER
RENCANA PEMBANGUNAN 5TAHUNAN
RKPD KERANGKA
EKONOMI PRIORITAS PEMB. RENJA PENDANAAN
RENCANA TAHUNAN
RENJA SKPD KEUANGAN PROGRAM KEGIATAN
RAPBD
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
19
E. PENILAIAN ANGGARAN KINERJA
1. Kinerja
Sadjiarto (2000) menjelaskan bahwa akuntabilitas dapat dilihat dari
perspektif akuntansi, perspektif fungsional dan perspektif sistem
akuntabilitas. Beberapa teknik yang dikembangkan untuk memperkuat
system akuntabilitas sangat dipengaruhi oleh metode yang banyak dipakai
dalam akuntansi, manajemen dan riset seperti management by objectives,
anggaran kinerja, riset operasi.
Government Accounting Standard Board (GASB), dalam Concept
Statements No. 2 dalam Sadjiarto (2000), membagi pengukuran kinerja
dalam tiga kategori indikator, yaitu (1) indikator pengukuran service
efforts, (2) indikator pengukuran service accomplishment, dan (3)
indikator yang menghubungkan antara efforts dengan accomplishment.
Service efforts berarti bagaimana sumber daya digunakan untuk
melaksanakan berbagai program atau pelayanan jasa yang beragam.
Service accomplishment diartikan sebagai prestasi dari program tertentu.
Di samping itu perlu disampaikan juga penjelasan tertentu berkaitan
dengan pelaporan kinerja ini (explanatory information).
Pengukuran-pengukuran ini melaporkan jasa apa saja yang
disediakan oleh pemerintah, apakah jasa tersebut sudah memenuhi tujuan
yang ditentukan dan apakah efek yang ditimbulkan terhadap penerima
layanan atau jasa tersebut. Pembandingan service efforts dengan service
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
20
accomplishment merupakan dasar penilaian efisiensi operasi pemerintah
(GASB, 1994 dalam Sadjiarto (2000).
Menurut Bastian (2001: 329),
“kinerja didefinisikan sebagai gambaran mengenai tingkatpencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program ataukebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visiorganisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatuorganisasi”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, kinerja adalah
prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam melaksanakan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dalam periode tertentu.
2. Performance Budgeting (Anggaran Kinerja)
“Performance budgeting” is a process for budget preparationand adoption that emphasizes performance management, allowingdecisions about allocation of resources to be made in part on theefficiency and the effectiveness of service delivery”. (Rivenbark,2004: 27)
“Defines performance budgeting as “a system of budgeting thatpresents the purpose and objectives for which funds are required,the costs of programs and associated activities proposed forachieving those objectives, and the outputs to be produced orservices to be rendered under the each program.” In simpleterms, performance budgeting is about shifting emphasis frominputs to outcomes and outputs associated with governmentexpenditure and taking this into account when making decisionson the future allocation of resources”. (Shah and Shen, 2007:154)
Performance Measurement Guide menurut Bastian (2001: 327)
menyatakan bahwa:
“Pengukuran/ penilaian kinerja merupakan proses mencatat danmengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
21
misi (mission accomplishment) melalui hasil–hasil yang ditampilkanberupa produk, jasa ataupun suatu proses.”
“The elements of performance measurement are missionstatements, service delivery goals, strategic goals, objectives, andperformance measures. A framework for performance budgetingare approach to ask program managers to submit someperformance measures along with their budget requests. Anotherapproach is to implement a comprehensive framework thatincludes program review, financial alignment, performancemeasurement, and timing issues”. (Rivenbark, 2004: 31).
3. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Bastian (2001: 330), tujuan penilaian kinerja adalah:
a. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan
untuk pencapaian prestasi.
b. Memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati.
c. Memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan pembandingan skema
kerja dan pelaksanaan.
d. Memberikan penghargaan dan hukuman yang obyektif atas prestasi
pelaksanaan yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran
prestasi yang telah disepakati.
4. Analisis Rasio Keuangan APBD
Brown (1993) menyarankan supaya menggunakan analisis rasio
keuangan untuk menilai kondisi pemerintah daerah. Analisis Keuangan
adalah usaha mengidentifikasikan ciri–ciri keuangan berdasarkan laporan
keuangan yang tersedia. Penggunaan analisis rasio pada sektor publik
khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan sehingga secara teori
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
22
belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah
pengukurannya (Halim, 2007: 231).
Adapun pihak – pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan
pada APBD ini adalah:
a. DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat).
b. Pihak eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya.
c. Pemerintah pusat/ propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan
pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.
Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan
membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan
periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan
yang terjadi. Menurut Halim (2007: 232), adapun rasio yang digunakan
dalam menilai kinerja pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiscal) menunjukkan
kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang
telah membayar pajak dan restribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh
besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan
pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya
bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
23
Rasio Kemandirian =Pendapatan Asli Daerah
Bantuan Pusat & Pinjaman
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah
terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian
mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap
bantuan pihak ekstern (terutama pihak pemerintah dan provinsi)
semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian
juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin
tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi
daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat
semakin tinggi.
b. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah
Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah
daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang
direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan
potensi riil daerah.
Rasio Efektivitas =Realisasi Penerimaan PAD
Target Penerimaan PAD
Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan
efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100%
(seratus persen). Namun demikian semakin tinggi rasio efektifitas,
menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Guna
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
24
memperolah ukuran yang lebih baik, rasio efektivitas tersebut perlu
diperbandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah
daerah.
c. Rasio Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan
antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah
dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisiensi
apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah 100%
(seratus persen). Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja
pemerintah daerah semakin baik. Untuk menghitung rasio efisiensi
digunakan formula sebagai berikut:
Rasio Efisiensi =Biaya untuk memungut PADRealisasi Penerimaan PAD
d. Rasio Aktifitas Atau Keserasian
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin (belanja tidak
langsung) dan belanja pembangunan (belanja langsung) secara
optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk
belanja rutin berarti persentase belanja investasi (belanja
pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
25
ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana rasio
aktivitas dapat diformulasikan sebagai berikut:
Rasio Belanja Rutinterhadap APBD
=Total Belanja Rutin
Total APBD
Rasio Belanja Pembangunanterhadap APBD
=Total Belanja Pembangunan
Total APBD
e. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
Dalam rangka melaksanakan pembangunan sarana dan
prasarana di daerah, selain menggunakan pendapatan asli daerah,
pemerintah daerah dapat menggunakan alternatif sumber dana yang
lain, sepanjang prosedur dan pelaksanaannya sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Menurut Halim (2007: 234), ketentuan-ketentuan tersebut
sebagai berikut:
1) Ketentuan yang menyangkut persyaratan
a) Jumlah kumulatif pinjaman daerah yang wajib dibayar
maksimal 75% dari penerimaan APBD tahun sebelumnya.
b) DSCR minimal 2,5.
DSCR merupakan perbandingan antara penjumlahan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagian Daerah (BD) dari pajak
bumi dan bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), penerimaan Sumber Daya Alam dan
bagian daerah lainnya serta Dana Alokasi Umum (DAU)
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
26
setelah dikurangi Belanja Wajib (BW), dengan penjumlahan
angsuran pokok, bunga, dan biaya pinjaman.
DSCR =(PAD+BD+DAU)-BW
Total (Pokok Angsuran+Bunga+Biaya Pinjaman)
2) Ketentuan yang menyangkut penggunaan pinjaman
a) Pinjaman jangka panjang digunakan membiayai pembangunan
yang dapat menghasilkan penerimaan kembali untuk
pembayaran pinjaman dan pelayanan masyarakat.
b) Pinjaman jangka pendek untuk pengaturan arusn kas.
3) Ketentuan yang menyangkut prosedur
a) Mendapat persetujuan DPRD.
b) Dituangkan dalam kontrak.
f. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan
pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya.
Rasio pertumbuhan ini dihitung dengan membandingkan selisih
masing – masing komponen pendapatan dan pengeluaran antara
periode sebelumnya dengan periode sekarang dibagi dengan jumlah
periode sebelumnya yang menjadi dasar perhitungan untuk mencari
selisih lebih atau kurang dikalikan 100% (seratus persen).
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
27
Rasio Pertumbuhan =Rp Xn – Xn-1
Rp Xn-1X 100 %
Di mana:
Rp Xn – Xn-1 = Realisasi penerimaan PAD tahun yangdihitung dikurangi tahun sebelumnya
Rp Xn-1 = Realisasi penerimaan PAD sebelumnya.
Sedangkan Reksohadiprojo (2000: 201) menjelaskan bahwa
menilai derajat desentralisasi fiskal (DDF) antara pemerintah pusat dan
daerah digunakan ukuran: (a) rasio pendapatan asli daerah (PAD) terhadap
total pendapatan daerah (TPD); rasio bagi hasil pajak dan bukan pajak
(BHPBP) terhadap TPD; (c) rasio sumbangan dan bantuan (SB) terhadap
TPD.
Ismail Fitra (2008) menilai rasio kemandirian keuangan daerah
(KKD) dengan cara membandingkan PAD dengan dana perimbangan (DP)
ditambah lain-lain pendapatan daerah yang sah (LPDS).
F. ANGGARAN UNTUK RAKYAT (PRO POOR BUDGETING) DAN
INDIKATORNYA
Menurut Mardiasmo (2002: 6), konsekuensi logis pelaksanaan
otonomi daerah berdasarkan UU nomor 22 tahun 1999 dan UU nomor 25
tahun 1999 menyebabkan perubahan dalam manajemen keuangan daerah.
Perubahan tersebut antara lain adalah perlunya dilakukan budgeting reform
atau reformasi anggaran. Reformasi anggaran meliputi proses penyusunan,
pengesahan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban anggaran.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
28
Aspek utama budgeting reform adalah perubahan dari traditional
budget ke performance budget. Reformasi sektor publik yang salah satunya
ditandai dengan munculnya era new public management telah mendorong
usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam
perencanaan anggaran sektor publik.
Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung
memiliki karakteristik umum. Menurut Mardiasmo (2002: 8), karakteristik
tersebut adalah sebagai berikut:
1. komprehensif/komparatif,2. terintegrasi dan lintas departemen,3. proses pengambilan keputusan yang rasional,4. berjangka panjang,5. spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas,6. analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost),7. berorientasi input, output dan outcome (value for money),
bukan sekedar input, dan8. adanya pengawasan kinerja.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa dengan adanya reformasi
sektor publik diharapkan sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah
berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus
mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik yang berarti harus
berorientasi pada kepentingan publik. Merupakan kebutuhan masyarakat
daerah untuk menyelenggarakan otonomi secara luas, nyata dan bertanggung
jawab dan otonomi daerah harus dipahami sebagai hak atau kewenangan
masyarakat daerah untuk mengelola dan mengatur urusannya sendiri.
“A budget policy and implementation that is sensitive to socialinequalities and gender differences and actively addresses theseinequalities. Formulation and implementation of budget policy
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
29
purposely done to produce policy, program, and projects whichfavor or gives privilege to disadvantaged populations. Thesubstance is in line with budget policy to fulfill the ten basic rightsin the National Strategy to Eradicate Poverty to improve thequality of life (“People Oriented Budget”): food, heath,education, job, housing, clean water, land, natural resources andenvironment, security, and participation”. (Billah, 2007: 12)
Selanjutnya (Billah, 2007: 12) menjelaskan bahwa:
“The general principle of Pro-Poor Budgeting is management ofstate/public fund (national and local) that is transparent,accountable, participatory. The consequences is that all budgetingpolicy and process should involve the public”.
“Anggaran yang berpihak kepada rakyat miskin dapatditerjemahkan sebagai Praktek perencanaan dan penganggaranyang sengaja ditujukan untuk membuat kebijakan, program dankegiatan yang dampaknya dapat meningkatkan kesejahteraan atauterpenuhinya kebutuhan hak-hak dasar masyarakat”. (Rinusu, 2006:2)
Menurut Bapenas (2008: 3), Pro-Poor Planning And Budgeting
(P3B) atau perencanaan dan penganggaran kemungkinan besar bersifat “pro-
poor” jika:
1. Orang miskin ditargetkan untuk mendapat perhatian khusus,sehingga proporsi orang miskin yang menerima manfaat lebihbesar dari proporsi orang miskin dalam populasi.
2. Perencanaan dan penganggaran difokuskan pada akar masalahdari kemiskinan, serta memberikan kemampuan pada orangmiskin agar dapat mengakses dan menggunakan sumber dayayang dapat membantu mereka untuk keluar dari kemiskinan.
3. Perencanaan dan penganggaran yang dapat memaksimumkanmanfaat bagi orang miskin melalui program yang dihubungkandengan MDGs.
4. Orang miskin dapat berpartisipasi dalam perencanaan,implementasi, monitoring dan evaluasi atas langkah-langkahpenganggulangan kemiskinan.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
30
Selanjutnya menurut Bapenas (2008: 3), untuk menyiapkan suatu
rencana dan anggaran yang “propoor”, maka dibutuhkan beberapa langkah:
1. Seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya pemerintah,sebaiknya memahami dan menyetujui identifikasi akar masalahkemiskinan dan kebutuhan utama orang miskin denganmenggunakan data kemiskinan BPS, pemetaan kemiskinan,pengukuran tingkat pencapaian MDGs, pengetahuan lokal, danlain-lain.
2. Menentukan prioritas utama— tidak 20 atau 25 tetapi 10 atau 12- untuk rencana aksi “pro-poor” untuk kurun waktu 3 sampai 5tahun, yang dapat memenuhi kebutuhan utama orang miskinsebagaimana telah diidentifikasi pada langkah di atas.
3. Menilai tingkat keberpihakan anggaran saat ini apakah sudahberpihak pada kaum miskin atau belum, dengan misalnyamelakukan identifikasi sejauh mana kesenjangan MDGs untukpelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan sudahditanggulangi dan dibiayai. Contoh lain, sejauh mana programpengembangan ekonomi saat ini sudah difokuskan pada industriyang mempekerjakan banyak orang miskin seperti usaha mikrodan kecil serta usaha pertanian.
Nilai Lebih Pro-poor Budgeting (PpB) menurut Rinusu (2006: 30)
adalah sebagai berikut:
1. Fungsi kesejahteraan sosial masyarakat (social welfare function)menjadi lebih optimal.
2. Mempercepat proses demokratisasi. Melalui mekanisme prosesperencanaan dan penganggaran yang partisipatif, misalnya,memberikan ruang bagi kaum miskin untuk mengaktualisasikanhak-hak politiknya terhadap kebijakan anggaran publik.
3. Faktor pendorong terciptanya stabilisasi politik dan sosial,karena kepentingan kaum miskin yang selama ini cenderungtertinggalkan sehingga mengakibatkan frustasi yangberkepanjangan, sekarang aspirasi mereka mendapatkan saluranyang semestinya.
4. Mempercepat proses penanggulangan kemiskinan. Denganmenerapkan PpB, upaya penanggulangan kemiskinan menjadilebih fokus dan transparan. Kebutuhan-kebutuhan sosial dasarkaum miskin seperti sarana kesehatan, pendidikan danpengembangan usaha-usaha produktif menjadi lebih mudahterpenuhi.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
31
5. Meningkatkan pendapatan bagi kelompok miskin. Meskipun PpBtidak dapat menuntaskan dimensi kemiskinan secara menyeluruh,minimal ia dapat menjadi media yang membuka peluang kaummiskin untuk meningkatkan pendapatannya. Jika aspek ini sajadapat tercapai maka implikasinya terhadap pengurangankesenjangan distribusi pendapatan menjadi sangat berarti.
6. Meningkatkan produktivitas atau kapasitas ekonomi, nasionalmaupun regional. Sebagai entitas ekonomi, kegiatan ekonomikaum miskin yang terus berkembang tentunya akan memberikankontribusi yang signifikan terhadap peningkatan produktivitasekonomi”.
“A wide range of public services and investments is crucial for theattainment of the PRSP targets which in the second generationPRSPs are commonly related to the MDGs. Therefore, thegovernment budget is a key instrument for PRSP implementation. Itis especially at the level of the budget composition that therelationship between budgets and the poverty-related targets isapparent” (Adam and Bevan, 2005, in Misch and Wolff-UNDP).
Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK: 2005),
mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang,
laki-laki dan perempuan, yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi
kemiskinan ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa
masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai hak-hak
dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya.
Ada 10 hak dasar menurut Strategi Nasional Pengentasan Kemiskinan
(SNPK), yaitu: hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, tanah, lingkungan hidup, rasa aman, dan hak atas
partisipasi pembangunan.
Kebijakan utama pengentasan kemiskinan di kota Madiun didasarkan
pada Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 12 Tahun 2003 tentang Rencana
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
32
Induk Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengatasi Kemiskinan Tahun 2003
– 2012. Adapun indikator capaian sasarannya adalah sebagai berikut:
1. Dalam waktu 5 tahun diproyeksikan mampu mengentaskan keluarga
miskin lebih dari 40%.
2. Dalam waktu 10 tahun diproyeksikan mampu mengentaskan keluarga
miskin lebih dari 80%.
Dalam urusan pendidikan, diamanahkan oleh pasal 31 ayat (4) UUD
1945 Amandemen dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bahwa syarat minimal alokasi anggaran untuk pendidikan adalah
20%. Namun demikian, pada akhirnya formulasi perhitungan anggaran
pendidikan 20% ternyata masih menyertakan gaji pendidik melalui putusan
Mahkamah Konstitusi tahun 2009.
UUD 1945 Amandemen, pasal 28 H ayat (1) bahwa Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat
lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan; pasal 34 ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar
dipelihara oleh negara; pasal 34 ayat (3) Negara bertanggungjawab atas
penyediaan fasilitas Pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.
Dalam pasal 3 UU Nomor 40 tahun 2006 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN), disebutkan bahwa SJSN bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta
dan atau anggota keluarganya.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
33
Target MDG’s (Bapenas, 2008) adalah sebagai berikut:
1. Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim. Targetuntuk 2015 adalah mengurangi setengah dari penduduk duniayang berpenghasilan kurang dari 1 dolar AS sehari danmengalami kelaparan.
2. Pemerataan pendidikan dasar. Target untuk 2015 adalahmemastikan bahwa setiap anak, baik laki-laki dan perempuanmendapatkan dan menyelesaikan tahap pendidikan dasar.
3. Mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaanperempuan. Target 2005 dan 2015 adalah mengurangiperbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan dasardan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semuatingkatan pada tahun 2015.
4. Mengurangi tingkat kematian anak. Target untuk 2015 adalahmengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia dibawah 5 tahun.
5. Meningkatkan kesehatan ibu. Target untuk 2015 adalahMengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam prosesmelahirkan.
6. Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakitlainnya. Target untuk 2015 adalah menghentikan dan memulaipencegahan penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakitberat lainnya.
7. Menjamin daya dukung lingkungan hidup. Targetnya adalah:a. Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang
berkelanjutan dalam kebijakan setiap negara dan programserta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan.
b. Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangisetengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses airminum yang sehat.
c. Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapaipengembangan yang signifikan dalam kehidupan untuksedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh.
d. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
34
G. PENELITIAN TERDAHULU
Dalam mengukur kinerja pemerintahan perlu alat ukur finansial dan
nonfinansial sebagaimana yang disampaikan oleh Louise Kloot (1999: 568),
“The performance of both people and programs is now beingmeasured. Although there is an emphasis on financial andbudgetary measures for financial accountability, the use of non-financial measures in determining outcome accountability isincreasing. Customer service and quality are two of the areas inwhich nonfinancial performance measures are being developed”.
Louise Kloot (1999: 571) dalam penelitiannya yang berjudul
“Performance measurement and accountability in Victorian local
government” menggunakan a field study examined performance measurement
practices in 23 of Victoria's 78 local governments, including both
metropolitan and rural cities. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa:
”The results revealed a substantial increase in the level of use ofperformance measurement in the sector, related to increasedemphasis on accountability and organisational changes imposed onthe sector by the state government. The performance of both peopleand programs is now being measured. Although there is anemphasis on financial and budgetary measures for financialaccountability, the use of non-financial measures in determiningoutcome accountability is increasing. Customer service and qualityare two of the areas in which nonfinancial performance measuresare being developed”.
Derajat desentralisasi fiskal, khususnya komponen pendapatan asli
daerah (PAD) dibandingkan dengan total pendapatan daerah (TPD), menurut
hasil penelitian Tim Fisipol UGM (dalam Nogi, 2007: 83), telah membuat
skala interval untuk mengkategorikan kemampuan keuangan daerah dengan
cara membandingkan proporsi PAD dengan TPD. Pengkategorian tersebut
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
35
yaitu: sangat kurang apabila nilainya 0% - 10%, kurang apabila proporsinya
10,01% - 20%, cukup apabila proporsinya 20,01% - 30%, sedang apabila
proporsinya 30,01% - 40%, baik apabila proporsinya 40,01% - 50%, dan
sangat baik apabila proporsinya > 50,01%.
Hasyim (2005) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Kemampuan
Keuangan Daerah dalam Era Otoda, Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten
Malang, menyimpulkan bahwa derajat desentralisasi fiskal hanya 7,6%. Artinya,
kemampuan keuangan daerah masih sangat kurang (Tim Fisipol UGM, dalam
Nogi).
Mayoritas kemampuan keuangan daerah di Indonesia masih
menggantungkan pada pusat. Menurut Kuncoro (1995:17) Proporsi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Pendapatan Daerah (TPD) di
sebagian besar provinsi di Indonesia hanya 15,4%, artinya lebih banyak
subsidi dari pemerintah pusat dibandingkan dengan PAD dalam pembiayaan
pembangunan daerah.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah
mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD. Sayangnya
pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah kabupaten dan kota masih kecil,
akibatnya penerimaan PAD-nyapun kecil. Terkait dengan PAD, penerimaan yang
menjadi andalan adalah retribusi dan pajak daerah (Adi, 2006). Padahal, alokasi
belanja untuk kepentingan industri memberikan kontribusi positif terhadap
kenaikan pajak (Wong, 2004).
Menurut hasil riset local budget study yang fokus terhadap kesehatan
dan pendidikan di 7 kabupaten-kota Jawa Timur (kabupaten Bondowoso,
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
36
kabupaten Situbondo, kabupaten Pasuruan, kabupaten Malang, Kabupaten
Bojonegoro, kota Surabaya, dan kota Blitar) yang dimuat dalam Jawa Pos Pro
Otonomi (Selasa 13 April 2010) sektor kesehatan menyumbang besar PAD.
Dicontohkan, kontribusi retribusi kesehatan terbesar adalah kota Blitar
menyumbang PAD dari sektor kesehatan tahun 2007 dan 2008 masing-masing
sebesar 25,18% (7,15 miliar) dan 37,35% (14,84 miliar). Di sisi lain, alokasi
belanja urusan kesehatan (campuran biaya langsung dan tidak langsung) rata-
rata di 7 kabupaten-kota tersebut mengalami kenaikan selama 3 tahun (2007-
2009), yaitu rata-rata 5-19% dari total anggaran daerah.
Perhatian pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk
masyarakat masih rendah. Dari total anggaran yang direncanakan, sebagian
besar dana anggaran tersebut masih dinikmati oleh birokrasi. Untuk anggaran
SKPD yang diteliti pada tahun 2007, sebesar 82,10% merupakan anggaran
untuk belanja tidak langsung seperti pembayaran gaji dan hanya 17,90% dari
total anggaran yang dialokasikan untuk belanja langsung (Rahayu at. al.,
2007). Menurut hasil penelitian Bandung Institute for Governance Study,
sekitar 90% dana APBD kota Bandung juga dinikmati oleh birokrasi.
Keberpihakan pemerintah daerah berupa anggaran untuk rakyat masih
rendah. Hal ini ditandai dari jumlah alokasi pada program penanganan
kemiskinan dan pelayanan hak dasar (pendidikan dan kesehatan) yang minim
serta pengalokasian dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang tidak fokus
(Lakpesdam Quarterly Narrative Report, 2006; Marcelina, 2007). Kondisi ini
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
37
juga berlaku di Kota atau Kabupaten lain di Indonesia (Indrayana dalam
Bastian, 2006b: 22).
Lutfieka (2001) meneliti tentang evaluasi proses penyusunan dan
pengalokasian anggaran belanja Kabupaten Aceh Tenggara. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa kebijakan penyusunan APBD di
Kabupaten Aceh Tenggara belum berdasarkan kepentingan masyarakat, hal
ini terbukti peran DPRD dan masyarakat belum terlibat secara aktif dan
berpartisipasi secara maksimal dalam perencanaan penyusunan APBD.
Proses penyusunan APBD masih didominasi oleh pihak eksekutif dalam
menentukan skala prioritas dan plafon anggaran.
Kutipan di atas menunjukkan bahwa dana yang dialokasikan untuk
pembangunan langsung yang dapat dinikmati oleh rakyat masih sangat
minim, dibandingkan dana yang dialokasikan untuk meningkatkan
kesejahteraan kalangan birokrasi.
Penerapan performance budgeting dalam proses penyusunan anggaran
belum berjalan sebagaimana yang diinginkan. Perubahan kebijakan hanya diikuti
oleh daerah pada tingkat perubahan teknis dan format, namun perubahan
paradigma belum banyak terjadi. Dominasi pembangunan fisik dan alokasi
anggaran yang lebih banyak dinikmati oleh kalangan birokrasi, menunjukkan
bahwa fokus dan alokasi dana pembangunan masih harus terus diperbaiki
(Rahayu at al. 2007).
Konsep dan prinsip pro-poor budget beberapa pra-syarat kebijakan
yang menyertainya, bukanlah merupakan konsep yang bersifat utopia (mimpi).
Secara riil konsep ini sangat implementable sehingga dapat diterapkan dalam
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
38
kehidupan pemerintahan sehari-hari. Menurut Kelompok Kerja Pro-poor
Budget (2007), dalam konteks ini, belajar dari pengalaman-pengalaman daerah
tertentu, seperti kabupaten Jembrana (propinsi Bali) dan Solok (propinsi
Sumatera Barat) yang dianggap berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan
rakyatnya, beberapa kunci sukses yang dijalankan oleh pemerintah kabupaten
setempat antara lain: pemkab mempunyai keberpihakan kepada kepentingan
masyarakat miskin, serius memberantas korupsi dan menjalankan good
governance, melibatkan lembaga masyarakat dan adat secara aktif dalam
pelaksanaan program pembangunan wilayah, menjalankan prinsip partisipatoris
dan transparansi dalam proses perencanaan pembangunan, penganggaran, serta
pemantauan kegiatan proyek pembangunan.
Suhendra et al. (2007) menyarankan perlunya upaya penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan secara lintas sektoral/departemen/lembaga dan
berbagai program perlu difokuskan agar anggaran kemiskinan dapat benar-
benar dinikmatidan menyentuh langsung terhadap orang miskin.
Hal senada juga disampaikan oleh Saptana dan Darwis (2004) tentang
perlunya sistem koordinasi dalam penanggulangan kemiskinan di daerah yang
efektif antar empat kelembagaan (KPK-daerah, kelembagaan
masyarakat/masyarakat, kelembagaan dunia usaha-swasta, dan kelembagan
pemerintah daerah).
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
39
McKay and Aryeetey (2004: 67) melaksanakan Operationalising Pro-
Poor Growth, A Country Case Study on Ghana, merekomendasikan:
“Mutu belanja untuk publik adalah suatu isu kunci yang ada di Ghana.Ada perhatian serius tentang efektivitas pembelanjaan untuk publikdalam banyak kondisi pokok untuk pertumbuhan dan pengembanganmanusia, yang mencakup pendidikan, pelayanan kesehatan, jalan daninfrastruktur pedesaan lainnya”.
Sebagaimana dijelaskan di atas, penelitian yang berkaitan dengan
pengelolaan kinerja pengelolaan keuangan daerah atau analisis anggaran
secara umum telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah permasalahan
yang dibahas sama-sama pengelolaan keuangan daerah. Namun penelitian
Analisis Kinerja dan Keberpihakan APBD untuk Rakyat dengan studi kasus di
Kota Madiun, sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan sebelumnya.
Kajian sebelumnya hanya bersifat parsial, yaitu berkisar pada proses
penyusunan APBD saja, analisis rasio keuangan Pemerintah Daerah saja, atau
proporsionalitas alokasi APBD saja.
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa mayoritas
kemampuan keuangan daerah di Indonesia masih menggantungkan pada
pemerintah pusat, artinya kemampuan menghasilkan PAD masih lemah
(kurang lebih 14%). Studi kasus di kabupaten dan kota di Jawa Timur
menunjukkan bahwa sektor kesehatan penyumbang paling besar PAD di mana
pembayar retribusinya sebagian besar adalah masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
40
Selanjutnya, dalam alokasi APBD sebagian besar juga masih
didominasi untuk belanja tidak langsung sebesar kurang lebih 80% dan yang
dialokasikan untuk belanja langsung (publik atau rakyat) hanya sebesar kurang
lebih 20%. Keberpihakan pemerintah daerah berupa anggaran untuk rakyat
juga masih rendah. Hal ini ditandai dari jumlah alokasi pada program
penanganan kemiskinan dan pelayanan hak dasar (pendidikan dan kesehatan)
yang minim serta pengalokasian dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang tidak
fokus.
Peneliti sangat tertarik untuk meneliti sejauh mana kinerja dan
keberpihakan APBD untuk rakyat di kota Madiun dengan cara
menggabungkan analisis rasio keuangan pemerintah kota Madiun dan
menganalisis proporsionalitas alokasi APBD khususnya pada sektor-sektor
yang menjadi prioritas pembangunan daerah kota Madiun. Selanjutnya peneliti
akan mencoba menyimpulkan bagaimana konsistensi pemerintah kota Madiun
dalam melaksakan visi - misi daerah sesuai dengan renstra (RPJMD) kota
Madiun tahun 2004-2008.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu ingin
menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Kota Madiun dengan
menggunakan analisis rasio keuangan dan menganalisis proporsionalitas
alokasi APBD khususnya pada sektor-sektor yang menjadi prioritas
pembangunan daerah kota Madiun. Selanjutnya peneliti akan mencoba
menyimpulkan bagaimana konsistensi Pemerintah Kota Madiun dalam
melaksakan Visi - Misi Daerah sesuai dengan RPJMD Kota Madiun tahun
2004-2008.
Penelitian kualitatif adalah penelitian dengan menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan
dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Sugiono, (2009: 1)
memaparkan bahwa penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai
lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan=
observasi, wawancara, dokumentasi), analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Adapun metode penelitian ini menggunakan case study di pemerintah
kota Madiun. Yin (2002: 9) menjabarkan bahwa metode penelitian case study
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
42
sangat cocok digunakan dalam kondisi a how or why question is being asked
about a contemporary set of events, over which the investigator has a little or
no control.
B. OBYEK PENELITIAN DAN BATASAN PENELITIAN
Obyek penelitian yang digunakan adalah Pemerintah Kota Madiun yang
didasarkan atas dokumen tahun 2004 – 2008. Renstra (RPJMD) kota Madiun
yang digunakan adalah tahun 2004 – 2009. Sedangkan data APBD realisasi
sebagai bahan analisis yang dipakai adalah tahun 2004 – 2008, karena
kesulitan penulis mengakses data APBD realisasi kota Madiun tahun 2009 dan
mengingat periode jabatan walikota pada tahun 2004-2008. Perlu penulis
sampaikan bahwa sampai dengan penelitian ini diselesaiakan (Juni 2010),
APBD realisasi kota Madiun tahun 2009 masih diaudit oleh BPK.
Selanjutnya pembahasan akhir terbatas pada output dan outcome hasil
pembangunan di kota Madiun yang meliputi permasalahan pendidikan,
kesehatan, kemiskinan, dan indeks pembangunan manusia (IPM).
C. JENIS DAN SUMBER DATA
Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Data primer
berupa prioritas pembangunan dan ketercapaian hasil pembangunan daerah
diperoleh langsung dari pihak eksekutif, legislatif, LSM dan masyarakat yang
terkait. Data sekunder yang berupa Renstra (RPJMD) Kota Madiun Tahun
2004-2009, APBD realisasi 2004-2008, arah kebijakan anggaran daerah dan
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
43
Peraturan Daerah diperoleh dari Bapeda dan Dinas terkait, serta data
pendukung lain dari dari BPS dan internet. Sedangkan data sekunder yang
berupa literatur dan penelitian terdahulu diperoleh dari perpustakaan dan
internet.
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data primer diperoleh dari indept interview dan diskusi kelompok
terfokus (focus group discussion) dengan pihak-pihak terkait (eksekutif,
legislatif, dan masyarakat). Data primer juga didapatkan dari survey. Data
sekunder diperoleh dengan cara dokumentasi dari Bapeda, BPS, perpustakaan
dan interrnet.
E. METODE ANALISIS DATA
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Analisis Rasio Keuangan dalam menilai kinerja Pemerintah Kota Madiun,
menurut Abdul Halim (2007: 232) adalah sebagai berikut.
a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah;
b. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah;
a. Rasio Efektivitas,
b. Rasio Efisiensi,
c. Rasio Aktivitas;
d. Debt Service Coverage Ratio (DSCR);
e. Rasio Pertumbuhan.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
44
Selanjutnya dilakukan analisis derajat desentralisasi fiskal (DDF)
menurut Reksohadiprojo (2000: 201), yaitu rasio pendapatan asli daerah
(PAD) terhadap total pendapatan daerah (TPD). Juga akan dilakukan
analisis kemandirian keuangan daerah (KKD) dengan cara
membandingkan PAD dengan dana perimbangan (DP) + lain-lain
pendapatan daerah yang sah (LPDS) menurut Ismail Fitra (2008).
2. Analisis APBD untuk rakyat
a. Analisis perencanaan (konsistensi)
Analisis tataran kebijakan strategis, yaitu menelaah prioritas
pembangunan daerah kota Madiun sesuai dengan RPJM Nasional dan
Renstra (RPJMD) Kota Madiun tahun 2004-2009. Di sini akan
dilakukan analisis komprehensif terhadap prioritas pembanguanan
daerah dan arah kebijakan anggaran daerah yang terdapat dalam
dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
yang di dalamnya juga terdapat Visi dan Misi Pembangunan Daerah.
b. Analisis proporsi alokasi APBD untuk rakyat tahun 2004-2008.
1) Analisis alokasi anggaran per-urusan, yaitu untuk mengetahui
sejauhmana prioritas pembangunan daerah dituangkan dalam
alokasi anggaran per-urusan.
a) Menganalisis kebijakan alokasi anggaran berdasarkan besaran
alokasi per-urusan, yaitu membandingkan besaran alokasi
anggaran untuk urusan wajib dengan urusan pilihan.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
45
b) Menganalisis struktur alokasi dalam masing-masing urusan,
dan selanjutnya memetakan alokasi belanja berdasarkan
prioritas pembangunan daerah.
2) Menganalisis seberapa besar proporsi alokasi APBD untuk rakyat.
a) Menganalisis struktur penerimaan. Pendekatan ini
dimaksudkan untuk menilai kontribusi setiap sumber
penerimaan baik dari Dana Perimbangan (DP) maupun yang
bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan
menganalisis struktur pendapatan dapat diketahui bagaiman
trend masing-masing sumber pendapatan dalam kurun waktu
2004 – 2008. Selanjutnya mencermati unsur PAD dengan
maksud untuk mengetahui kelompok masyarakat mana yang
menjadi penyumbang terbesar PAD.
b) Menganalisis struktur belanja. Pendekatan ini dimaksudkan
untuk menilai apakah dari sisi belanja telah berpihak kepada
rakyat dan prioritas pembangunan daerah. Metode ini
dilakukan dengan membandingkan besaran alokasi belanja
belanja langsung (BL) dan belanja tidak langsung (BTL).
Selanjutnya dalam BL akan dihitung lagi seberapa besar
alokasi untuk program pembangunan (APBD untuk rakyat)
setelah terlebih dahulu mengeluarkan biaya pegawai. Di sini
akan dilakukan analisis kecenderungan (trend) dan analisis
cross section comparative (komparasi periode yang sama).
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
46
c. Analisis ketercapaian hasil pembangunan
Pada pembahasan akhir akan dipaparkan tentang output dan
outcome hasil pembangunan di kota Madiun yang meliputi
permasalahan pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan indeks
pembangunan manusia (IPM).
F. KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar 3Kerangka Pemikiran Penelitian
Data Non Keuangan:Renstra (RPJMD)
Kota MadiunTahun 2004-2008
KESIMPULAN DAN SARAN:Bagaimana Kinerja dan Keberpihakan APBD Kota Madiun Untuk Rakyat
Fungsi ekonomi Fungsi perlindungan sosial Fungsi pemerintahan umum
3 Revitalisasi infrastrukturwilayah
Fungsi perumahan dan pemukiman Fungsi lingkungan hidup Fungsi pemerintahan umumPendukung klasifikasi fungsi dan prioritasadalah: Fungsi ketertiban dan keamanan
1) % penurunan jumlah penyandang masalah kesejahteraansosial (PMKS)
2) % peningkatan kualifikasi desa mantab II ke mantab III3) % penurunan rumah tangga miskin4) % penurunan jumlah keluarga pra sejahtera dan sejahtera I
karena alasan ekonomi
Dinas KesejahteraanSosial dan TenagaKerja
b. Meningkatnya perluasanlapangan kerja danperlindungan TK
1) Menurunnya angka pengangguran2) % angkatan kerja yang tertampung dalam dunia kerja3) % kenaikan jumlah perusahaan yang melaksanakan upah
minimum regional4) % angka perselisihan antara TK dengan perusahaan
Sumber: Bapeda Kota Madiun, 2009
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
73
d) Strategi dan Kebijakan Daerah dalam Pengentasan
Kemiskinan
Khusus mengenai pengentasan kemiskinan, kebijakan
utama pengentasan kemiskinan didasarkan pada Peraturan
Daerah Kota Madiun Nomor 12 Tahun 2003 tentang Rencana
Induk Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengatasi
Kemiskinan Tahun 2003 – 2012 adalah:
(1) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi
kemiskinan;
(2) Menumbuhkan & mengembangkan perilaku ekonomi
produktif, khususnya wanita dari kalangan keluarga miskin;
(3) Mengembangkan kelembagaan & infrastruktur;
(4) Mengembangkan & meningkatkan usaha ekonomi keluarga
miskin;
(5) Menanggulangi dampak krisis ekonomi mendesak;
(6) Mengurangi resiko & peluang bertambahnya keluarga
miskin;
(7) Meningkatkan perlindungan hak keluarga miskin dalam
memperoleh akses fasilitas pelayanan pemerintah.
Selanjutnya dijelaskan bahwa sasaran akhirnya adalah
meningkatnya kesejahteraan keluarga miskin yang disertai
peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya dalam
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
74
berusaha dan pemanfaatan potensi sumber daya alam serta
kepedulian pelestarian lingkungan.
Adapun indikator capaian sasarannya adalah:
(1) Dalam waktu 5 tahun diproyeksikan mampu mengentaskan
keluarga miskin lebih dari 40%;
(2) Dalam waktu 10 tahun diproyeksikan mampu
mengentaskan keluarga miskin lebih dari 80%.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003
tentang Rencana Pengentasan Kemiskinan Kota Madiun tahun
2004 - 2008, kondisi awal data dasar jumlah penduduk miskin
pada tahun 2001 sebanyak 8.970 KK atau 31.395 jiwa
(19,97%). Pencapaian pengentasan keluarga miskin dari data
awal 8.970 KK sampai dengan tahun ke-6 diharapkan sebesar
33%. Target program pengentasan kemiskinan kota Madiun
ditinjau dari jumlah penduduk miskin sebagaimana tabel 8.
Tabel 8Penduduk Miskin Kota Madiun
Sumber: Bapeda Kota Madiun, 2009
TahunPenduduk miskin
KK Jiwa %
2001/2002 8.970 31.395 19,97
2003 4.885 17.100 8,87
2004 4.228 14.800 7,59
2005 6.265 21.926 12,75
2006 6.318 20.861 10,50
2007/2008 6.058 17.450 10,26
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
75
Dari sisi perencanaan, menurut kesimpulan peneliti,
secara umum pemkot Madiun dalam menyusun visi-misi,
prioritas pembangunan daerah, arah kebijakan umum belanja
daerah dan program kerja sudah mendasarkan pada RPJP dan
RPJM baik nasional, Jawa Timur, maupun kota Madiun serta
target MDG’s. Namun demikian, terdapat ketidakkonsistenan
dalam perumusan misi, prioritas pembangunan daerah, arah
kebijakan umum belanja daerah dan program kerja. Menurut
Suko Waluyo (Staf Bapeda kota Madiun, 2009) hal ini
mungkin karena pengetahuan dan permasalahan yang terus
berkembang di daerah sehingga menuntut penyesuaian dalam
perencanaan dan penganggaran daerah. Maka sejak tahun 2006
ditetapkan prioritas-prioritas daerah yang disesuaikan dengan
kondisi, kebutuhan dan kemampuan daerah sebagai
pelaksanaan Renstra. Sebagai contoh di dalam arah kebijakan
umum belanja daerah belum secara tegas disebutkan tentang
prioritas pengentasan kemiskinan dan peningkatan aksesibilitas
kesehatan masyarakat. Di samping itu, indikator-indikator
kinerja pemerintah daerah juga kurang nampak secara jelas
disebutkan dalam perencanaan pembangunan daerah sehingga
menyulitkan pengukuran keberhasilannya.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
76
2) Pelaksanaan Program Tahun 2004 - 2008
Program dan kegiatan yang dilaksanakan di Pemerintah
kota Madiun dalam kurun waktu 2004 - 2008 terkait dengan bidang
kewenangannya sesuai Rentra terdapat pada tabel 9. Namun sangat
disayangkan, penulis hanya bisa mendapatkan data program dan
kegiatannya saja tanpa alokasi nominal rupiah.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
77
Tabel 9Program dan Kegiatan Yang Dilaksanakan Pemerintah Kota Madiun Sesuai Renstra Tahun 2004 - 2008
Urusan Pendidikan, Kesehatan, dan Sosial (Pengentasan Kemiskanan)
2 Administrasi & Pemerintahan Umum 29,86%-Perencanaan Pembangunan 0,98%-Pemerintahan Umum 28,88%
3 Fasilitas Umum: 15,36%-Pekerjaan Umum 13,28%-Perhubungan 1,50%-Komunikasi & Informatika 0,57%
4 Sosial & Keamanan 7,45%-Lingkungan Hidup 3,04%-Kependudukan dan Catatan Sipil 1,60%-Sosial 0,98%-Kesbangpol Dalam Negeri 1,30%-Pemberdayaan Masyarakat Desa 0,53%
5 Ekonomi 3,17%-Koperasi dan UKM 0,29%-Pertanian 1,01%-Perdagangan 1,88%
Jumlah 100,00%Rata-rata Perbandingan Urusan Wajib dg PilihanURUSAN WAJIB 97,07%URUSAN PILIHAN 2,93%Sumber: Kantor Keuangan Kota Madiun, 2009 (data diolah)
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
84
Tabel 11Perbandingan Belanja Antar Urusan Wajib & Pilihan Pemerintah Daerah Kota Madiun Tahun 2004 – 2008
peningkatan dalam hal indeks harapan hidup, indeks pendidikan, indeks
daya beli. Pada tahun 2006 - 2007, indeks pendidikan dan indeks daya beli
mengalami kenaikan yang cukup signifikan (lihat grafik di bawah).
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
127
Apabila kita bandingkan dengan IPM Jawa Timur dan trend tahunan, maka
dapat kita simpulkan bahwa masyarakat kota Madiun lebih baik dan
semakin makmur.
f. Pengahargaan Untuk Kota Madiun
Berdasarkan informasi dari pemkotmadiun.go.id yang diakses
bulan Mei 2010, pemerintah kota Madiun pada saat merayakan ulang
tahunnya yang ke 92 tahun 2010 mendapatkan 3 penghargaan sekaligus
yang berhasil disabet. Yakni, penghargaan Adipura, Wahana Tata Nugraha
(WTN) dan sertifikat Adhiwiyata bagi SMPN 7 Kota Madiun. Walikota
Madiun, H. Bambang Irianto, SH, MM., mengungkapkan bahwa tanpa
peran masyarakat kami nggak bisa mendapatkan tiga perghargaan tingkat
nasional ini.
Adipura sudah enam kali berturut-turut disabet Kota Madiun.
Sedangkan WTN adalah penghargaan di bidang ketertiban lalu lintas. Dan,
sertifikat Adhiwiyata adalah penghargaan untuk sekolah yang berbudaya
dan peduli lingkungan.
Soekarman, selaku Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan
(DKP) mengatakan, nilai plus untuk Kota Madiun adalah dalam hal
pengelolaan sampah. Yakni, perubahan dari sistem open dumping ke
metode controlling land fill atau diolah.
Nilai plus lain, yakni di TPA Winongo, satu satunya TPA di Jawa
Timur yang jalan masuknya dari beton bertulang. Daerah lain banyak
menggunakan paving. TPA Winongo kan bekas sawah, jadi efektif
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
128
menggunakan beton. Kepala SMPN 7 Kota Madiun, Theresia merasa
bangga dengan prestasi sekolahnya. Menurutnya, prestasi itu tak lepas dari
peran siswa, sekolah dan dukungan pemkot. Lingkungan hidup sudah
masuk muatan lokal di sekolah ini.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
129
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Simpulan penelitian terkait kinerja keuangan pemerintah kota Madiun tahun
2004 – 2008 adalah sebagai berikut:
1. Rasio kemandirian pemerintah kota Madiun secara umum relatif stabil
dari tahun-ketahun (2004-2008) dengan rata-rata sebesar 7,57%. Hal ini
berarti bahwa ketergantungan pendanaan pemerintah kota Madiun
terhadap pemerintah pusat adalah sangat tinggi.
2. Kinerja Pemerintah Kota Madiun bisa dikatakan efektif karena rasio
efektifitasnya >100%. Rata-rata pertahunnya adalah 109,14%. Kinerja
efektifitas pemerintah kota Madiun mengalami kenaikan terus menerus
dari tahun ke tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 15,07%
pertahun.
3. Untuk rasio efisiensi Pemerintah Kota Madiun tahun anggaran 2004 –
2008 mengalami kecenderungan menurun, namun masih dalam kategori
efisien karena di bawah 100%, yaitu rata-rata pertahun 5,32%.
4. Rasio aktivitas dengan membandingkan belanja rutin atau belanja tidak
langsung (BTL) terhadap total APBD kota Madiun tahun 2004 – 2008
mengalami kecenderungan naik tipis dengan rata-rata rasio pertahun
sebesar 54,88%. Sedangkan rasio aktivitas untuk belanja pembangunan
atau belanja langsung (BL) tahun 2004 – 2008 mengalami
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
130
kecenderungan menurun dengan rata-rata rasio pertahun sebesar 45,12%.
Hal ini berarti sebagian besar dana yang dimiliki Pemerintah Kota
Madiun masih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan BTL.
5. Pemerintah Kota Madiun untuk tahun 2004 - 2008 tidak mempunyai
pokok angsuran, bunga, maupun biaya pinjaman sehingga rasio DSCR
tidak dapat dihitung.
6. Rasio pertumbuhan total pendapatan daerah (TPD) kota Madiun tahun
2004 - 2008 mengalami kecenderungan peningkatan dengan rata-rata
pertumbuhan TPD pertahun sebesar 1,23%. Apabila mengabaikan tahun
2004, maka rata-rata pertumbuhan TPD pertahun sebesar 9,38%.
Sedangkan rasio pertumbuhan PAD tahun 2004 – 2008 juga
menunjukkan trend kenaikan dengan rata-rata pertumbuhan pertahun
sebesar 11,35%. Apabila mengabaikan tahun 2004, maka rata-rata
pertumbuhan PAD pertahun sebesar 15,02%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa rasio pertumbuhan pemerintah kota Madiun adalah
positif atau baik.
2. Simpulan penelitian terkait keberpihakan APBD untuk rakyat kota Madiun
tahun 2004 – 2008 adalah sebagai berikut:
1. Dari sisi perencanaan (2004 – 2008), secara umum pemerintah kota
Madiun dalam menyusun visi-misi, prioritas pembangunan daerah, arah
kebijakan umum belanja daerah dan program kerja sudah mendasarkan
pada RPJP dan RPJM baik nasional, Jawa Timur, maupun kota Madiun
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
131
serta target MDG’s. Namun demikian, terdapat ketidakkonsistenan
dalam perumusan misi, prioritas pembangunan daerah, arah kebijakan
umum belanja daerah dan program kerja. Indikator-indikator kinerja juga
kurang nampak secara jelas disebutkan dalam perencanaan
pembangunan daerah sehingga menyulitkan pengukuran
keberhasilannya.
2. Di tinjau dari alokasi anggaran per-urusan, pelayanan dasar (kesehatan
dan pendidikan) sebesar 44,16% masih sangat dominan dapat dipahami
karena kebutuhan masyarakat dan keinginan pemerintah kota Madiun
ingin memberikan akses pelayanan pendidikan dan kesehatan yang lebih
baik. Khusus alokasi pendidikan sebesar 37.83% sudah cukup jauh
melampaui syarat minimal alokasi anggaran 20% yang disyaratkan UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun
untuk bidang administrasi dan pemerintahan umum (perencanaan
pembangunan dan pemerintahan umum) masih sangat besar (29,86%).
Selanjutnya untuk urusan ekonomi (Koperasi dan UKM, Pertanian,
Perdagangan) masih sangat kecil, hanya sebesar 3,17%. Padahal misi
pertama pemerintah kota Madiun adalah peningkatan kapasitas
kemandirian ekonomi, artinya terjadi ketidakkonsistenan.
3. Rasio kemandirian keuangan daerah (KKD) kota Madiun rata-ratanya
hanya 6,64%. Sedangkan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) kota
Madiun menurut menunjukkan rata-rata hanya 6,5%. Sesuai dengan hasil
Penelitian Tim Fisipol UGM tahun 2000 yang menyatakan bahwa
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
132
besaran PAD antara 0% - 10% masuk kategori sangat kurang, maka
KKD kota Madiun yang rata-rata hanya 6,64% dan DDF kota Madiun
yang rata-rata hanya 6,5% termasuk kategori sangat kurang. Peningkatan
PAD kota Madiun dari tahun 2004 - 2008 tidak berarti positif, karena
hanya mampu menutup belanja daerah hanya 6,88%.
4. Obyek retribusi daerah kota Madiun tahun 2005-2009 yang terbesar
dihasilkan dari retribusi pelayanan kesehatan rata-rata sebesar 29,79%
dan retribusi pelayanan pasar rata-rata sebesar 16,93% dari total retribusi
daerah. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa penyumbang terbesar
retribusi daerah berasal dari masyarakat menengah ke bawah. Di sisi lain
alokasi anggaran untuk kesehatan dan pendidikan mengalami kenaikan
dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Local Budget
Study di 7 kabupaten-kota Jawa Timur (2010), di mana sektor kesehatan
menyumbang cukup besar PAD dan alokasi belanja urusan kesehatan
(campuran biaya langsung dan tidak langsung) rata-rata mengalami
kenaikan selama 3 tahun (2007-2009).
5. Belanja Tidak Langsung (BTL) rata-rata sekitar 54% dari total Belanja
kota Madiun dan Belanja Langsung (BL) sebesar 45% dari total
Belanja. Padahal di dalam BTL tersebut masih terdapat unsur Belanja
Pegawai. Artinya belanja untuk publik akan semakin terkurangi. Hal ini
juga menunjukkan bahwa belanja untuk urusan kepegawaian lebih besar
daripada belanja untuk publik di mana menunjukkan trend kenaikan
untuk tahun 2004 – 2008. Secara normatif seharusnya belanja publik
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
133
lebih besar daripada belanja operasional atau minimal menunjukkan
trend kenaikan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sri Rahayu
at. Al (2007), Bandung Institute for Governance Study (2008), kondisi
ini juga berlaku di Kota atau Kabupaten lain di Indonesia (Indrayana
dalam Bastian, 2006b: 22).
6. Pemerintah kota Madiun telah mengikuti sistem asuransi sesuai dengan
UU No. 40 tahun 2006 tentang SJSN dengan menandatangani MoU
bersama PT. Askes Nomor 440/06/401.103/2008 dan 1387/1303/0908.
Selanjutnya mengesahkan Keputusan Walikota Madiun Nomor: 400-
401.202/303/2009 tentang Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Daerah (Jamkesmasda) di mana pada tahun 2009. Di sini semua
penduduk miskin telah mendapatkan asuransi Jamkesmasda.
7. Perkembangan kualitas penyelenggaraan pendidikan di seluruh jenjang
pendidikan di kota Madiun dalam 4 tahun terakhir (2004 – 2008)
mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan
indikator sasaran, yaitu persentase ketidaklulusan, nilai rata-rata UAN,
dan persentase angka putus sekolah. Selain itu, indikator sasaran
meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan juga meningkat pada
semua jenjang pendidikan dilihat dari rasio jumlah murid terhadap guru
dan rasio jumlah murid terhadap kelas. Perkembangan pemerataan
pendidikan dan kesempatan belajar di seluruh jenjang pendidikan di kota
Madiun pada tahun 2004 - 2008 mengalami peningkatan. Hal ini dapat
dilihat dari perkembangan indikator sasaran, antara lain: Angka Buta
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
134
Huruf (ABH), Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan Angka Partisipasi
Murni (APM) serta Angka Partisipasi Kasar (APK). Penduduk kota
Madiun sudah bebas buta huruf. Secara umum penyelenggaraan
pendidikan di kota Madiun untuk semua jenjang pendidikan masih lebih
bagus daripada kabupaten/kota di Jawa Timur.
8. Capaian kinerja dalam penyelenggaraan kesehatan di kota Madiun yang
dilihat dari usia harapan hidup, perkembangan kematian bayi dan ibu
melahirkan mengalami peningkatan kualitas dan masih lebih bagus
daripada rata-rata kabupaten/kota di Jawa Timur. Tetapi untuk indikator
terhindarnya generasi muda dari bahaya narkoba dan HIV/AIDS, kondisi
di kota Madiun cukup mengkhawatirkan karena kota Madiun menduduki
peringkat keempat di Jawa Timur untuk peredaran narkoba.
9. Kecenderungan jumlah penduduk miskin di kota Madiun mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Data terakhir penduduk miskin pada
tahun 2007 sebesar 9.703 KK. Padahal berdasarkan tarjet, pada tahun
2006/2007 jumlah penduduk miskin diharapkan 6.318 KK. Artinya
tidak mencapai tarjet. Tetapi di sisi lain, jumlah penduduk miskin kota
Madiun masih lebih rendah daripada rata-rata penduduk miskin Jawa
Timur.
10. Masyarakat kota Madiun mengalami peningkatan dalam hal IPM yang
terdiri dari indeks harapan hidup, indeks pendidikan, indeks daya beli
setiap tahunnya yang melebihi rata-rata IPM Jawa Timur. Ini dapat kita
simpulkan bahwa masyarakat kota Madiun semakin makmur.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
135
B. KETERBATASAN
Adapun keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penelitian ini hanya terbatas pada studi kasus di pemerintah kota Madiun
dalam pengalokasian APBD sesuai Renstra atau RPJMD tahun 2004-2009.
2. Penelitian ini tidak memperhatikan program kegiatan SKPD secara
khusus.
3. Penelitian ini tidak semata-mata mendasarkan pada tujuan, target, dan
indikator MDGs, tetapi hanya menganalisis prioritas pembangunan daerah,
proporsi alokasi APBD, dan capaian hasil pembangunan secara umum di
bidang pendidikan, kesehatan, penanganan kemiskinan, dan capaian
Indeks Pembanguanan Manusia.
C. IMPLIKASI
Implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Pemerintah Kota Madiun hendaknya melakukan pengurangan
ketergantungan keuangan dari pihak luar (terutama dari pemerintah pusat
dan propinsi) karena rasio kemandiriannya masih sangat rendah. Oleh
karena itu penulis menyarankan agar Pemerintah Kota Madiun lebih
mengoptimalkan lagi Pendapatan Asli Daerah terutama pada pajak daerah
dan retribusi daerah. Mengingat beberapa obyek pajak dan retribusi masih
“rendah atau bahkan kosong”, maka perlu penggalian PAD potensial.
Upaya yang perlu biasa dilakukan adalah intensifikasi dan ekstensifikasi
pajak dan tretribusi.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
136
2. Hendaknya pemerintah daerah bersama legislatif dalam pengalokasian
anggarannya lebih konsisten dan berfokus pada bidang pengentasan
kemiskinan serta pemberdayaan masyarakat, pendidikan, dan kesehatan
sesuai dengan visi-misi RPJM Nasional dan MDGs.
3. Dalam merencanakan APBD tahunan hendaknya pemerintah daerah
konsisten melaksanakan skala prioritas yang terdapat dalam RPJMD atau
RENSTRA 5 tahunan.
4. Upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan secara lintas
sektoral/departemen/lembaga dan berbagai program perlu difokuskan agar
anggaran kemiskinan dapat benar-benar dinikmati dan menyentuh
langsung terhadap orang miskin (E. Susi Suhendra et al., 2007).
5. Perlunya sistem koordinasi dalam penanggulangan kemiskinan di daerah
yang efektif antar empat kelembagaan (KPK-daerah, kelembagaan
masyarakat/masyarakat, kelembagaan dunia usaha-swasta, dan
kelembagan pemerintah daerah) (Saptana & Valerina Darwis, 2004).
D. SARAN UNTUK PENELITIAN YANG AKAN DATANG
1. Derajat Desentralisasi Fiskal kota Madiun, dengan cara membandingkan
PAD dengan Total Pendapatan Daerah menunjukkan angka yang relatif
kecil, yaitu rata-rata hanya 6,91%. Sesuai dengan hasil Penelitian Tim
Fisipol UGM tahun 2000 yang menyatakan bahwa besaran PAD antara 0%
- 10% masuk kategori sangat kurang. Penelitian ke depan, disarankan
untuk mengambil tema tentang ”penggalian potensi PAD”.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
137
2. Pada penelitian yang akan datang disarankan untuk mengevaluasi
keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan proses pembangunan,
terutama dalam pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.
3. Perlu diteliti secara khusus program kegiatan dalam rangka untuk
mencapai target MDG yang dilaksanakan secara lintas SKPD.
4. Perlu diteliti komitmen Kepala Daerah dan/ atau DPRD dalam
perencanaan dan implementasi APBD.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
138
DAFTAR PUSTAKA
Adam dan Bevan. 2005. ProPoor Budgeting in Misch and Wolff-UNDP.
Adi, Priyo Hari. 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, BelanjaPembangunan Dan Pendapatan Asli Daerah (Studi Pada Kabupaten DanKota Se Jawa-Bali). Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.
Aliansi CSO kota Madiun. 2007 dan 2008. Analisis APBD Kota Madiun.
Anwar, Shah dan Chunli, Shen. 2007. Public Sector Governance andAccountability Series: Budgeting and Budgetary Institutions. WashingtonD.C. WorldBank
Bandung Institute for Governance Study. 2008. Analisis APBD kota Bandung.Januari 2009. www.bigbandung.com
Bapenas. 2008. Pro-Poor Planning And Budgeting Newsletter
Bastian, Indra. 2006a. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga,Jakarta.
Bastian, Indra. 2007. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat, Cetakanke-2, Jakarta.
Billah, Muntajid. 2007. ProPoorBudget: Concept and Indonesia Experience.Jakarta
BPS Kota Madiun. 2006, 2007, 2008, dan 2009. Madiun Dalam Angka
Deddy, Dadang. 2002. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.Gramedia. Jakarta.
Djayasinga, Marselina. 2006. Anggaran Untuk Rakyat. Jurnal Unila, UniversitasLampung Bandar Lampung.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat Jakarta.
Hasyim, Djamhuri 2005. Tesis. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam EraOtoda, Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten Malang. Pasca SarjanaUnibraw Malang.
Kloot, Louise. 1999. Performance Measurement And Accountability In VictorianLocal Government. The International Journal of Public SectorManagement, Vol. 12 No. 7. MCB University Press.
Kuncoro, Mudrajad. 1995. Desentralsisasi Fiskal di Indonesia. Prisma Vol.VII No.4 hlm. 3-17.
Local Budget Study (Studi Anggaran Daerah). Sektor Kesehatan dan Pendidikan.Jawa Pos Pro Otonomi (Selasa 13 April 2010)
Lutfieka, Brodjonegoro dan Asanuma. 2001. Anggaran Belanja DaerahPemerintah Daerah Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan Ditinjau DariProses Dan Pengalokasian
Maskun, Sumitro. 2001. Aspek Perencanaan dalam Otonomi Daerah dalam bukuOtonomi Daerah Peluang dan Tantangan. Pustaka Sinar Harapan SuaraPembaruan, Jakarta.
McKay, Andrew and Aryeetey, Ernest. 2004. Operationalising Pro- Poor Growth,A Country Case Study on Ghana. A joint initiative of AFD, BMZ (GTZ,KfW Development Bank), DFID, and the World Bank
Nababan, T. Sihol. 2005. Kemiskinan di Indonesia: Kajian Teoritik, Penyebab danPenanggulangannya. Jurnal Visi, Volume 12(1), 1-17.
Nawawi, Hadari. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Cetakan kesepuluh,Gajah Mada University Press.
Nkoana, James Itireleng. 2008. Implementing Performance Budgeting In SouthAfrica. University of Cape Town, Rondebosch, South Africa. Applied FiscalResearch Centre (AFReC).
Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat Jakarta.
Nyakman, Marzuki. 2001. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam bukuOtonomi Daerah Peluang dan Tantangan. Pustaka Sinar Harapan SuaraPembaruan, Jakarta.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A. and Berry L.L. 1986. A Multi-item Scale forMeasuring Customer Perceptions of Service Quality. Servqual Report No.86-108, Marketing Science Institute, Cambridge, MA.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
140
Pemerintah Kota Madiun. 2003. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003 tentangRencana Induk Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengatasi KemiskinanTahun 2003 – 2012.
Pemerintah Kota Madiun. 2004. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2005 tentangRencana Stratejik (Renstra) Kota Madiun Tahun 2004-2009.
Pratikno. 2002. Keuangan Daerah: Manajemen dan Kebijakan, MAP-UGM:Yogyakarta. (Pointers Kuliah).
Rahayu, Sri at. Al.. 2007. Studi Fenomenologis Terhadap Proses PenyusunanAnggaran Daerah Bukti Empiris Dari Satu Satuan Kerja Perangkat DaerahDi Provinsi Jambi. SNA X Unhas Makasar.
Reksohadiprojo, Sukanto.2000. Ekonomika Publik. Edisi Pertama. Yogyakarta:BPFE.
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 tahun2008 tentang Pedoman Evaluasi Pemerintah Daerah (EPPD).
Republik Indonesia. Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang PengelolaanKeuangan Daerah.
Republik Indonesia. Permendagri No. 30 tahun 2007 tentang PedomanPenyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun Anggaran2008
Republik Indonesia. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan KeuanganDaerah.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang PemerintahDaerah.
Republik Indonesia. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan Pusat Dan Daerah.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang RatifikasiKovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Republik Indonesia. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Republik Indonesia. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
141
Republik Indonesia. UU RI Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJPN Nasional 2005– 2025.
Republik Indonesia. UUD 1945 Amandemen.
Rinusu, Sri Mastuti at. al.. 2006. Pedoman Propoor and Gender Budgeting. CibaBandung.
Rivenbark, William C. 2004. Defining Performance Budgeting for LocalGovernment, Populer Government.
Saptana dan Darwis, Valerina. 2004. Keefektifan Koordinasi Kelembagaan danStrategi Penanggulangan Kemiskinan di Daerah. Pusat Penelitian danPengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor.
Sugiono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta Bandung.
Suhendra, E. Susi at al. 2007. Kajian Prioritas Pembangunan Ekonomi Indonesia.Proceeding Pesa: Universitas Gunadarma, 21-22 Agustus 2007.
Suhendra, Susi at al. 2007. Kajian Prioritas Pembangunan Ekonomi Indonesia.Jurnal Pesat Vol. 2, ISSN 1858 – 2559.
Suryanto, Cahyo dan Pratono, Hery. 2008. Makalah Advokasi Berbasis HakDasar. Lokakarya Advokasi untuk Peningkatan Mutu Penyusunan RKPDKota Kediri, Kota Madiun, dan Kab. Kediri. Batu, 28-30 April 2008.
Tangkilisan, Hesel Nogi S. 2007. Manajemen Publik. Grasindo, Cetakan ke-2,Jakarta.
Widjaja, HAW.. 2003. Titik Berat Otonomi Pada Daerah Tingkat II. RajawaliPers. Jakarta.
Widjaja. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Raja Grafindo PersadaJakarta.
Wong, John D. 2004. The Fiscal Impact of Economic Growth and Developmenton Local Government Capacity. Jurnal of Public Budgeting, Accounting &Financial Management, Fall. 16.3. Hal: 413-423.
www. menkokesra.com. Diakses bulan Januari tahun 2010.
www. statistik.madiunkota.go.id. Diakses bulan Desember tahun 2009.
www. wikipedia indonesia. com. Diakses bulan Januari tahun 2010.
digilib.uns.ac.idpustaka.uns.ac.id
commit to users
142
www.jawapos.co.id. Ddiakses bulan Maret tahun 2010.
www.sby.go. id. Diakses tahun 2007 dan bulan Desember tahun 2009.
www.surabayadetik.com. Diakses bulan Maret tahun 2010.
www.surya.co.id. Diakses bulan Januari tahun 2010.
Yusuf, Aang Abu Bakar. 2007. Relasi Community Empowerment (PemberdayaanMasyarakat) dengan Perdamaian. http:www.CSRC.or.id
Yin, Robert K. 2002. Cace Study Research, Design and Method, Third Edition.Sage Publications, International Publicational and Professional Publisher:Thousand Oaks, London, New Delhi.