i ANALISIS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR PADA TAHUN 1998-2008 (Perbandingan Era Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Era Otonomi Daerah) Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: A.A PUTRI TRISNAWATI NIM. F 0106013 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
101
Embed
ANALISIS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR PADA TAHUN .../Analisis...ANALISIS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR PADA TAHUN 1998-2008 (Perbandingan Era Sebelum Otonomi Daerah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
ANALISIS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR
PADA TAHUN 1998-2008
(Perbandingan Era Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Era Otonomi Daerah)
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
A.A PUTRI TRISNAWATI NIM. F 0106013
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta guna melengkapi tugas-tugas dan
syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi.
Surakarta, April 2010
Tim Penguji Skripsi:
1. Drs. Wahyu Agung S, M.Si. ...................... NIP. 196505221992031002 (Ketua)
dan Kemampuan Keuangan Daerah...............................................77
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
- Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Sumbangan
Bantuan Daerah, dan Total Pendapatan Daerah
- Target dan Realisasi PAD
Lampiran 2
- Belanja Rutin, Belanja Pembangunan, dan APBD Karanganyar
- Jumlah Penduduk Jateng dan Karanganyar
Lampiran 3
- Pengeluaran Jateng dan Karanganyar
- Standar Kebutuhan Fiskal Jawa Tengah dan Karanganyar
Lampiran 4
- Jumlah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
- Jumlah Pengeluaran per Kapita Karanganyar (PPP)
Lampiran 5
- PDRB Harga Berlaku Jawa Tengah
- PDRB Karanganyar
Lampiran 6
- Indeks rata-rata Fiskal Standar Fiskal se-Jateng (SkaFP)
dan Indeks Kapasitas Fiskal Kab. Karanganyar (KaFkK)
Lampiran 7
- Realisasi Pajak Karanganyar Tahun 1998-2000
Lampiran 8
- Realisasi Pajak Karanganyar Tahun 2001-2004
Lampiran 9
- Realisasi Pajak Karanganyar Tahun 2005-2008
Lampiran 10
- Realisasi Retribusi Karanganyar Tahun 1998-2000
xiv
Lampiran 11
- Realisasi Retribusi Karanganyar Tahun 2001-2002
Lampiran 12
- Realisasi Retribusi Karanganyar Tahun 2003-2006
Lampiran 13
- Realisasi Retribusi Karanganyar Tahun 2007-2008
Lampiran 14
- Tabel Kontribusi Realisasi Pajak terhadap Total Pajak Daerah Kabupaten
Karanganyar Sebelum Otonomi Daerah
Lampiran 15
- Tabel Kontribusi Realisasi Pajak terhadap Total Pajak Daerah Kabupaten
Karanganyar Selama Otonomi Daerah
Lampiran 16
- Tabel Pertumbuhan Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Karanganyar
Sebelum Otonomi Daerah
Lampiran 17
- Tabel Pertumbuhan Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Karanganyar
Selama Otonomi Daerah
Lampiran 18
- Tabel Kontribusi Realisasi Retribusi terhadap Total Retribusi Daerah
Kabupaten Karanganyar Sebelum Otonomi Daerah
Lampiran 19
- Tabel Kontribusi Realisasi Retribusi terhadap Total Retribusi Daerah
Kabupaten Karanganyar Selama Otonomi Daerah
Lampiran 20
- Tabel Pertumbuhan Realisasi Retribusi Daerah Kabupaten Karanganyar
Sebelum Otonomi Daerah
Lampiran 21
- Tabel Pertumbuhan Realisasi Retribusi Daerah Kabupaten Karanganyar
Selama Otonomi Daerah
xv
Lampiran 22
- Tabel Posisi Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Karanganyar Sebelum
Otonomi Daerah
Lampiran 23
- Tabel Posisi Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Karanganyar Selama
Otonomi Daerah
Lampiran 24
- Tabel Posisi Realisasi Retribusi Daerah Kabupaten Karanganyar Sebelum
Otonomi Daerah
Lampiran 25
- Tabel Posisi Realisasi Retribusi Daerah Kabupaten Karanganyar Selama
Otonomi Daerah
Lampiran 26
- Rasio PAD terhadap TPD Sebelum dan Selama Otonomi Daerah
Lampiran 27
- Indeks Kebutuhan Fiskal Karanganyar Sebelum dan Selama Otonomi
Daerah
Lampiran 28
- Indeks Kapasitas Fiskal Karanganyar Sebelum dan Selama Otonomi
Daerah
Lampiran 29
- Elastisitas PAD Karanganyar Sebelum dan Selama Otonomi Daerah
Lampiran 30
- Rasio Belanja Rutin Karanganyar Sebelum dan Selama Otonomi Daerah
Lampiran 31
- Rasio Belanja Pembangunan Karanganyar Sebelum dan Selama Otonomi
Daerah
xvi
Lampiran 32
- Rasio Efektivitas PAD Karanganyar Sebelum dan Selama Otonomi
Daerah
Lampiran 33
- Rasio Kemandirian Karanganyar Sebelumdan Selama Otonomi Daerah
xvii
ABSTRAKSI
ANALISIS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR
PADA TAHUN 1998-2008 (Perbandingan Era Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Era Otonomi Daerah)
A.A PUTRI TRISNAWATI F0106013
Salah satu tolok ukur keberhasilan otonomi daerah adalah dengan melihat kemampuan keuangannya. Sehingga berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah di Kabupaten Karanganyar beserta tingkat kemandiriannya.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Adapun analisisnya adalah DDF, Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal, Upaya/Posisi Fiskal, Matriks Potensi PAD, Rasio Aktivitas PAD, Rasio Efektivitas PAD, serta Rasio Kemandirian Daerah. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari instansi pemerintah terkait mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Karanganyar dalam kurun waktu 1998-2008.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa secara rerata sebelum dan selama era otonomi daerah pertumbuhan APBD, kontribusi PAD terhadap APBD, maupun pertumbuhan PDRB mengalami penurunan. Jika dilihat dari hasil analisis kuantitatifnya, terjadi penurunan rasio PAD terhadap TPD pada era sebelum dan selama otonomi daerah dari 11,57% menjadi 7,94%. Menurut analisis rasio kemandirian, baik sebelum maupun selama otonomi daerah Kabupaten Karanganyar memiliki rasio kurang dari 25%.
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum dapat dikatakan bahwa kemampuan keuangan daerah Kabupaten Karanganyar baik sebelum dan selama era otonomi daerah tergolong rendah sekali dengan pola hubungan instruktif, dimana ketergantungan finansial terhadap pemerintah pusat masih sangat tinggi. Untuk itu diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar lebih mengutamakan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber PAD yang potensial, menciptakan daya tarik dan iklim yang kondusif bagi investor untuk menanamkan modalnya sehingga laju pertumbuhan ekonomi daerah dan PDRB meningkat. Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan Kabupaten Karanganyar dapat mewujudkan kemandirian keuangan daerah. Keywords: DDF, Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal, Upaya/Posisi Fiskal, Matriks Potensi PAD, Rasio Aktivitas PAD, Rasio Efektivitas PAD, Rasio Kemandirian Daerah
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam masa penjajahan pola atau bentuk administrasi sangat terpusat
dan sedikit sekali ada pikiran untuk mendorong perkembangan daerah. Tetapi
pada tahun 1920-an ada upaya mengambil langkah desentralisasi untuk
membentuk Lembaga-lembaga Perwakilan di beberapa Provinsi, Kabupaten,
dan Kota tertentu. Tujuan utamanya adalah agar memperlancar administrasi
dan membuka peluang bagi daerah untuk mengemukakan keinginannya.
Reformasi keuangan daerah terjadi ditandai dengan diberlakukannya
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang
tersebut menyatakan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan
dengan memberikan kewenagan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab
kepada daerah secara proporsional, yang pelaksanaannya dilakukan dengan
asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Undang-undang
tersebut kemudian diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004.
Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, banyak terjadi perubahan kebijakan daerah di
Indonesia. Kedua Undang-undang ini merupakan landasan utama bagi
desentralisasi pemerintahan dengan memberikan kewenangan pada daerah
untuk mengelola berbagai urusan pemerintahan. Pelaksanaan otonomi daerah
19
(OTDA) yang ditandai dengan desentralisasi kewenangan (power sharing) dan
desentralisasi keuangan (fiscal decentralization) mulai dilaksanakan secara
penuh sejak tanggal 1 Januari 2001. Konsekuensinya, daerah
menyelenggarakan urusan yang sangat luas terutama dalam pengelolaan
sumber daya alam, sumber daya keuangan dan penyediaan pelayanan publik.
Secara teoritis, desentralisasi ini diharapkan akan menghasilkan dua
potensi daerah terdiri dari potensi PAD dan potensi penerimaan bagi
hasil (PBB, BPHPB, PPh Perseorangan , dan SDA) (Mulyanto,
2007:93).
4. Usaha Fiskal (Tax Effort)
Usaha pajak adalah jumlah pajak yang sungguh-sungguh
dikumpulkan oleh kantor pajak dan dilawankan dengan potensi pajak
(tax capacity potensial). Usaha pajak dapat diartikan sebagai rasio antara
penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan bayar pajak di
suatu daerah. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
mengetahui kemampuan kemampuan masyarakat membayar pajak
adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Jika PDRB suatu
daerah meningkat, maka kemampuan daerah dalam membayar pajak
juga akan meningkat (Mulyanto,2007:94).
F. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri Suprapto dalam penelitiannya
yang berjudul “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Sleman dalam Masa Otonomi Daerah Tahun 2000 – 2004”, menyatakan
bahwa tingkat kemandirian daerah Kabupaten Sleman yang diukur melalui
Pendapatan Asli Daerah hanya mencapai rata-rata 11,99% untuk setiap tahun
anggaran dengan peningkatan tiap tahun anggaran sebesar 0,28%. Rata-rata
49
Pendapatan Asli Daerah terhadap total penerimaan daerah masih di bawah
25% yaitu hanya sebesar 11,99% per tahun sehingga pola hubungan tingkat
kemandirian daerah adalah instruktif yang berarti kemandirian Kabupaten
Sleman sangat rendah dan belum mampu untuk melaksanakan otonomi
keuangan daerah. Tetapi jika dilihat perkembangan kemandirian Kabupaten
Sleman untuk setiap tahun anggarannya mengalami peningkatan, dikarenakan
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sleman setiap tahunnya mengalami
peningkatan yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah
Daerah telah berusaha mandiri dalam mengelola keuangan daerahnya dan
berusaha untuk dapat menjalankan otonomi sesuai dengan sasaran yang
hendak dituju dalam otonomi daerah.
G. Kerangka Pemikiran
PAD Bantuan dan Sumbangan
Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
Derajat Desentralisasi
Srtuktur Penerimaan PAD
Rasio Keuangan Daerah di Era Otoda
PDRB Jumlah Penduduk
50
Untuk membuat suatu perencanaan pembangunan ekonomi daerah
diperlukan bermacam-macam data yang digunakan sebagai bahan analisis.
Dalam hal ini unsur-unsur penentu perkembangan penerimaan PAD antara
lain adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Data Jumlah
Penduduk. Sedangkan untuk menghitung Derajat Desentralisasi dan struktur
penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) antara lain
dari PAD , Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) dan Bantuan dan
Sumbangan, sehingga Rasio Keuangan Daerah di era otonomi daerah dapat
disimpulkan bahwa apakah Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar pada
era otonomi daerah telah mandiri dari segi posisi Keuangan Daerah dihitung
dari Derajat Desentralisasi dan Struktur Penerimaan APBD nya.
H. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian dan
manfaat penelitian maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Kabupaten Karanganyar diduga belum mampu secara keuangan selama
pelaksanaan otonomi daerah, apabila ditinjau dari beberapa indikator,
yaitu Derajat Desentralisasi Fiskal, Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal,
Upaya dan Posisi Fiskal, Potensi PAD, Rasio Aktivitas, dan Efektivitas
PAD.
51
2. Kabupaten Karanganyar diduga belum mandiri secara keuangan dalam
membiayai penyelenggaraan otonomi daerah bila diukur dengan Rasio
Kemandirian dan Pola Hubungannya.
52
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi pustaka yang mengambil
lokasi penelitian di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah dengan
menggunakan analisis data sekunder tahun 1998-2008. Obyek penelitian ini
meliputi data APBD Kabupaten Karanganyar dan semua penerimaan PAD
yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karanganyar,
Perhitungan APBD tahun anggaran 1998-2008 dan data PDRB atas dasar
harga konstan dan berlaku periode 1998-2008.
B. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari literatur
dan buku-buku referensi yang berhubungan dengan permasalahan yang
diteliti. Sumber-sumber data yang diperoleh dari studi pustaka dan instansi
pemerintahan.
Data sebelum otonomi daerah menggunakan tahun anggaran, oleh
karena itu perlu adanya penyesuaian menjadi data tahunan. Untuk keperluan
tersebut digunakan cara interpolasi data, yaitu data dipecah dalam kuartalan
kemudian menjumlahkan kembali kuartal yang ada dalam tahun yang sama.
Adapun cara interpolasi data digunakan rumus yang dikembangkan oleh
Insukindro (Insukindro, 1993:142), yaitu:
53
Y t1=
41
{ Yt-
125,4
(Y t-Y t 1-
) }
Y t 2=
41
{ Yt-
125,1
(Y t-Y t 1-
) }
Y t3=
41
{ Yt+
125,1
(Y t-Y t 1-
) }
Y t 4=
41
{ Yt+
125,4
(Y t-Y t 1-
) }
keterangan :
Yt : data variabel pada tahun t
Y t 1-: data variabel pada tahun t-1
t : tahun
Y t1 : data variabel pada kuartal pertama tahun t
Y t 2 : data variabel pada kuartal kedua tahun t
Y t3 : data variabel pada kuartal ketiga tahun t
Y t 4 : data variabel pada kuartal keempat tahun t
Data variabel yang perlu disesuaiakan adalah data variabel pada tahun
1998-2000 selain PDRB. Tahun 1998-2000 merupakan tahun anggaran yang
dimulai bulan April dan setelah tahun 2000 tahun anggaran dimulai bulan
Januari.
54
C. Definisi Operasional Variabel
a) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan jumlah nilai dari seluruh produksi barang dan
jasa yang dihasilkan dari berbagai aktivitas ekonomi dari dalam suatu
daerah sendiri dalam kurun waktu satu tahun yang dihitung dalam satuan
rupiah.
b) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam
wilayah sendiri sesuai dengan peraturan yang berlaku dihitung dalam
satuan rupiah.
c) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan
berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD.
d) Penerimaan Daerah
Penerimaan Daerah pada dasarnya terdiri dari: PAD yang
umumnya berasal dari Pajak dan Retribusi Daerah; Dana Perimbangan
yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU); Dana Alokasi
Khusus(DAK) dan Dana Bagi Hasil termasuk bagi hasil Sumber Daya
Alam, Pinjaman Daerah, dan Penerimaan Lainnya yang Sah.
e) Pengeluaran Daerah
Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan yang mengurangi kekayaan
Pemerintah Daerah yang yang dihitung dalam satuan rupiah.
55
f) Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk adalah seluruh orang yang berdomisili di suatu
daerah selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili
kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap.
g) Kemandirian Keuangan Daerah (Otonomi Fiskal)
Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan kemampuan
Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar
pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah
(Halim, 2004:150).
h) Rasio Efektivitas
Rasio Efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah
dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target
yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (Halim, 2004:152).
i) Rasio Aktivitas
Rasio Aktivitas menggambarkan bagaimana Pemerintah Daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada biaya rutin dan belanja
pembangunan secara optimal (Halim, 2004:153).
j) Kapasitas Fiskal
Kapasitas Fiskal merupakan sejumlah pajak yang seharusnya
mampu dikumpulkan dari dasar pajak (tax base) yang biasanya berupa
pendapatan per kapita (Mulyanto, 2007:93)
56
k) Kebutuhan Fiskal
Kebutuhan fiskal dapat diartikan sebagai biaya pemeliharaan
prasarana sosial ekonomi, seperti angkutan dan komunikasi, serta lembaga
pendidikan dan kesehatan (Mulyanto, 2007:93).
D. Metode Analisis Data
a) Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan suatu bentuk analisis yang
menggambarkan pola-pola yang konsisten dalam data dengan kegiatan
mengumpulkan, mengelompokkan atau memisahkan komponen atau
bagian yang relevan dari keseluruhan data sehingga data mudah dikelola
dan hasilnya dapat dipelajari, ditafsirkan secara singkat dan penuh makna
(Kuncoro, 2003:172).
Tujuan menggunakan teknik analisis deskriptif adalah untuk
memberikan gambaran mengenai kondisi perkembangan keuangan daerah
Kabupaten Karanganyar dengan melihat pertumbuhan APBD dari tahun ke
tahun dan besarnya kontribusi PAD terhadap APBD. Dengan
digunakannya teknik analisis deskriptif diharapkan diperoleh kebenaran
informasi tentang keuangan daerah Kabupaten Karanganyar.
b) Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif merupakan analisis yang menggunakan data
yang diukur dalam suatu skala numerik atau angka (Kuncoro, 2003:124).
57
Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat
kemampuan keuangan daerah, kemandirian, dan kinerja, dan kinerja
Kabupaten Karanganyar di era sebelum maupun selama pelaksanaan
otonomi daerah serta kesiapan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar
dalam menghadapi pelaksanaan otonomi daerah.
1. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF)
DDF antara Pemerintah Pusat dan Daerah digunakan ukuran
sebagai berikut (Reksohadiprodjo, 2001:155) :
· )(TPDhimaanDaeraTotalPener
PADx100% ……………………...(1.1)
· )()(&
TPDhimaanDaeraTotalPenerBHPBPBknPjkBagiHslPjk
x100% ……………………..(1.2)
· )(
)(TPDhimaanDaeraTotalPener
SBDahantuanDaerSumbanganBx100% …………………..(1.3)
TPD = PAD + BHPBP + SBD
Jika hasilnya tinggi maka Derajat Desentralisasinya besar
atau dengan kata lain Pemerintah Daerah tersebut mandiri.
Kemampuan Daerah yang dihitung dari rasio PAD terhadap TPD dapat
dikategorikan seperti tabel di bawah ini (Munir, 2004:106):
58
Tabel 3.1
Tabel Skala Interval DDF
Skala Interval DDF Kemapuan PAD/TPD(%) Keuangan Daerah 00,00 - 10,00 Sangat Kurang 10,01 - 20,00 Kurang 20,01 - 30,00 Cukup 30,01 - 40,00 Sedang 40,01 - 50,00 Baik
>50,00 Sangat Baik
2. Kebutuhan Fiskal (Fiscal Need)
Kebutuhan Fiskal dihitung dengan Indeks Pelayanan Publik
Per Kapita (IPPP) dengan formula sebagai berikut (Reksohadiprodjo,
2001:155) :
· JatengSKbFP =KotaKabupaten
PenduduknPengeluara Jateng
/
/
ååå
……………..(1.4)
· rKaranganyaSKbFP =JatengSKbFP
PPP………………….........................(1.5)
Keterangan:
- JatengSKbFP : Rata-rata Kebutuhan Fiskal standart se-Jawa Tengah
Sumber: BPS Karanganyar. Karanganyar dalam Angka, data diolah
Kemampuan memperoleh PAD dikategorikan efektif apabila rasio
ini mencapai minimal 1 atau 100%. Dari hasil anlisa dapat dilihat bahwa
pada era sebelum otonomi daerah rerata efektivitas PAD sebesar 105,32%.
Angka ini menunjukkan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar
termasuk dalam kategori sangat efektif dalam upaya pemerolehan PAD.
Pada era selama otonomi daerah, ada peningkatan rerata rasio efektivitas
PAD. Hal ini dapat dilihat dari angka rerata rasio sebesar 110,48%. Rasio
PAD yang paling besar selama era otonomi adalah pada tahun 2006 yaitu
sebesar 125,7%.
Rasio efektivitas ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah
Kabupaten Karanganyar mempunyai usaha yang cukup baik dalam
93
merealisasikan PAD. Dengan cara memperkecil target PAD maka
pemerintah daerah dapat memperoleh rasio efektivitas semakin besar,
tetapi dalam menetapkan target PAD pemerintah daerah harus
memperhatikan realisasi tahun sebelumnya sehingga target tahun yang
akan datang harus lebih besar dari realisasi tahun sebelumnya yang
sekiranya mampu dicapai oleh pemerintah daerah tersebut.
· Uji Beda Dua Mean
Berdasarkan hasil uji statistik beda dua mean atau uji t, beda rata-
rata pada tingkat kepercayaan 95% (tingkat kesalahan 5%) yang
ditunjukkan pada lampiran 32, nilai t hitung adalah -1,283 dan nilai t tabel
-2,262. Berarti nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel. Hal ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata efektivitas PAD Kabupaten
Karanganyar antara era sebelum dan selama otonomi daerah.
2. Uji Hipotesis 2
Untuk membuktikan hipotesis 2 maka perlu dilakukan analisis
rasio kemandirian daerah untuk mengetahui pola hubungan, tingkat
kemandirian, serta kemampuan keuangan daerah Kabupataen
Karanganyar.
a. Rasio Kemandirian Daerah
Rasio Kemandirian Daerah menunjukkan kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan,
94
dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio
Kemandirian dihitung dengan membandingkan PAD dengan sumber dana
pihak luar, baik dari pemerintah pusat maupun dari daerah lain.
Tabel 4.12
Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian, dan Kemampuan Keuangan Daerah
TAHUN Rasio Kemampuan Pola Hubungan
Kemandirian(%) Keuangan 1998 33,13 Rendah Konsultatif 1999 20,65 Rendah Sekali Instruktif 2000 17,75 Rendah Sekali Instruktif
Rerata* 23,84 Rendah Sekali Instruktif 2001 8,31 Rendah Sekali Instruktif 2002 10,11 Rendah Sekali Instruktif 2003 8,69 Rendah Sekali Instruktif 2004 9,74 Rendah Sekali Instruktif 2005 11,10 Rendah Sekali Instruktif 2006 9,68 Rendah Sekali Instruktif 2007 10,47 Rendah Sekali Instruktif 2008 10,09 Rendah Sekali Instruktif
Rerata** 9,77 Rendah Sekali Instruktif Catatan: *) Sebelum Otda **) Selama Otda Sumber: BPS Karanganyar. Karanganyar dalam Angka, data diolah
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rerata rasio kemandirian
daerah Kabupaten Karanganyar pada era sebelum otonomi daerah dan
selama otonomi daerah tidak lebih dari 25%, ini menunjukkan bahwa
kemampuan keuangan daerah Kabupaten Karanganyar masih rendah sekali
dengan pola hubungan instruktif, artinya peranan pemerintah pusat lebih
95
dominan daripada kemandirian pemerintah daerah. Dengan kata lain
daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial.
· Uji Beda Dua Mean
Berdasarkan hasil uji statistik beda dua mean atau uji t, beda rata-
rata pada tingkat kepercayaan 95% (tingkat kesalahan 5%) yang
ditunjukkan pada lampiran 33, nilai t hitung adalah 5,289 dan nilai t tabel
2,262. Berarti nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel. Hal ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata rasio kemandirian Kabupaten
Karanganyar antara era sebelum dan selama otonomi daerah.
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi dan hasil dari analisis variabel yang diteliti
mengenai keuangan daerah Kabupaten Karanganyar pada tahun 1998-2008
(era sebelum otonomi daerah dan selama otonomi daerah), maka secara garis
besar dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
a. Analisis Deskriptif:
1. Rara-rata pertumbuhan APBD Kabupaten Karanganyar mengalami
penurunan dari era sebelum otonomi daerah ke era selama otonomi daerah
sebesar 5,79%.
2. Rata-rata kontribusi PAD terhadap APBD mengalami penurunan dari
6,8% sebelum era otonomi daerah menjadi 4,11% pada era selama
otonomi daerah, atau menurun sebesar 1,77%. Hal ini disebabkan selama
otonomi daerah pemerintah pusat memberikan dana perimbangan yang
cukup besar untuk daerah sesuai dengan konsekuensi diberlakukannya UU
No. 22 Tahun 1999.
3. Rerata pertumbuhan ekonomi menurut PDRB atas dasar harga berlaku
sebelum era otonomi daerah sebesar 18,8%, sedangkan era selama
otonomi daerah sebesar 11,31%, atau mengalami penurunan sebesar
7,49%. Rerata pertumbuhan ekonomi menurut PDRB atas dasar harga
konstan sebelum era otonomi daerah sebesar -1,41%, sedangkan era
97
selama otonomi daerah sebesar 4,21%, atau mengalami peningkatan
sebesar 5,62%.
b. Analisis Kuantitatif:
1. Dari hasil perhitungan Derajat Desentralisasi Fiskal, Kebutuhan Fiskal,
Kapasitas Fiskal, Upaya dan Posisi Fiskal, Potensi Keuangan, Rasio
Aktivitas, dan Efektivitas PAD terdapat perubahan yang signifikan pada
era sebelum otonomi daerah dan selama otonomi daerah. Keuangan daerah
Kabupaten Karanganyar semakin tergantung pada pemerintah pusat.
2. Rerata rasio kemandirian daerah Kabupaten Karanganyar terdapat
perubahan signifikan pada era sebelum dan selama otonomi daerah. Rasio
yang dicapai tidak lebih dari 25%, hal ini menunjukkan bahwa upaya
pemerintah Kabupaten Karanganyar agar keuangan daerah tetap menjadi
tumpuan bagi jalannya pemerintahan masih rendah sekali dengan pola
hubungan instruktif, artinya peranan pemerintah pusat lebih dominan
daripada kemandirian pemerintah daerah. Dengan kata lain daerah tidak
mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial.
Dari kesimpulan-kesimpulan di atas dapat dikatakan bahwa Kabupaten
Karanganyar belum mampu serta belum mandiri secara keuangan selama
pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian maka Hipotesis 1 dan
Hipotesis 2 terbukti.
98
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diketahui bahwa Keuangan
Daerah Kabupaten Karanganyar cenderung masih sangat rendah sekali. Maka
saran yang dapat penulis sampaiakn adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar hendaknya lebih menggali
potensi daerah yang ada sehingga peluang-peluang baru untuk sumber
penerimaan daerah dapat dicari untuk dapat memperbaiki kinerja
keuangan daerahnya.
2. Perlu adanya upaya peningkatan PAD baik dengan cara intensifikasi
maupun ekstensifikasi.
a. Secara Intensifikasi:
a) Melaksanakan tertib penetapan pajak yang harus dibayar oleh
wajib pajak, tertib dalam pungutan kepada wajib pajak, serta tertib
dalam administrasi.
b) Melaksanakan secara optimal pemungutan pajak dan retribusi
daerah sesuai dengan potensi yang objektif berdasarkan peraturan
yang berlaku.
c) Melakukan pengawasan dan pengadilan secara sistematis dan
berkelanjutan untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan
dalam pelaksanaan pemungutan PAD oleh aparatur .
d) Membentuk tim satuan tugas pada dinas terkait yang bertugas
mengawasi pemungutan di lapangan oleh petugas.
99
e) Memberikan insentif (rangsangan) secara khusus kepada aparat
pengelola PAD yang dapat melampaui penerimaan dari target yang
telah ditetapkan.
f) Melakukan pendekatan persuasif kepada wajib pajak agar
memenuhi kewajibannya melalui kegiatan penyuluhan.
b. Secara Ekstensifikasi
a) Menyusun program kebijaksanaan dan strategi pengembangan dan
menggali objek pungutan baru yang potensial dengan lebih
memprioritaskan kepada retribusi daerah untuk ditetapkan dan
dijabarkan oleh Peraturan Daerah.
b) Meninjau kembali ketentuan tarif dan pengembangan sasaran
sesuai dengan Peraturan Daerah yang ada dan mengkaji ulang
Peraturan Daerah untuk diajukan perubahan.
c) Mengadakan studi banding ke daerah lain guna mendapatkan info
terhadap jenis-jenis penerimaan pajak dan retribusi lain yang
memungkinkan untuk dikembangkan.
100
DAFTAR PUSTAKA
Ayu Harinda Putri, Sekar. 2007. Skripsi: Analisis Elastisitas dan Potensi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karanganyar. FE UNS
Agus Prayitno, Sumadi. 2005. Skripsi: Analisis Keuangan Daerah di Kabupaten Sleman (Perbandingan Era Sebelum Otda dan Pada Era Otda). FE UNS
Arsyad, Lincolin.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi I. Yogyakarta: BPFE UGM
BPS Karanganyar. (Beberapa Edisi). Karanganyar dalam Angka. BPS Kabupaten Karanganyar
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan Aset Daerah Karanganyar. (Beberapa Edisi). Realisasi Pendapatan Kabupaten Karanganyar. DPPKAD Karanganyar
Djarwanto. 1993. Statistika Induktif. Yogyakarta: BPFE UGM Dwi Kurniati, Ana. 2004. Skripsi: Analisis Kemampuan Keuangan Daerah di
Kabupaten Sukoharjo (Perbandingan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah). FE UNS
Halim, Abdul. 2001. Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah, Edisi I. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
_______________, 2002. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
_______________, 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Insukindro.1993. Ekonomi Uang dan Bank, Edisi 2. Yogyakarta: BPFE UGM Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana
Meneliti dan Menilis Tesis?. Jakarta:Erlangga Mahmudi. 2006. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Departemen
Keuangan Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta:
Andi Offset _______________, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta: Erlangga Mulyanto. 2007. Aspek dan Dimensi Keuangan Daerah di Era Otonomi dan
Desentralisasi Fiskal. Surakarta Munir,Dasril. 2004. Kebijakan Manajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta. Reksohadiprodjo, Sukanto. 2001. Ekonomika Publik, Edisi I. Yogyakarta: BPFE
UGM Riwu Kaho,J.1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia.
Jakarta:Rajawali Press Romikayeni. 2007. Skripsi: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 1993-2004. FE UNS
Suparmoko.1992. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Edisi IV. Yogyakarta: BPFE UGM
101
Suprapto, Tri. 2006. Skripsi:Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam Masa Otonomi Daerah Tahun 2000 – 2004. FE UII
Tri Cahyono, Adi. 2009. Skripsi: Analisis Kemandirian Daerah Kawasan Kedungsapur Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah. FE UNS
Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Vitaloka,Yuyun. Skripsi: Analisis Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten
Karanganyar Sebelum dan Selama Otonomi Daerah. 2007. FE UNS