Top Banner
ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
145

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Feb 06, 2018

Download

Documents

ĐỗĐẳng
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH

(Studi Kasus Kota Bandar Lampung)

ENDANG WAHYUNI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 2: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Keterkaitan Permasalahan Tata Ruang dengan Kinerja Perkembangan Wilayah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor , Oktober 2006

Endang Wahyuni

Nrp A 253050064

Page 3: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

ABSTRAK

ENDANG WAHYUNI. Analisis Keterkaitan Permasalahan Tata Ruang dengan Kinerja Perkembangan Wilayah (Studi Kasus Kota Bandar Lampung). Dibimbing oleh H.R. Sunsun Saefulhakim dan Yayat Supriatna.

Berbagai permasalahan penataan ruang di Kota Bandar Lampung menunjukkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung yang disusun tahun 2004 belum memiliki kontribusi positif terhadap penyelesaian permasalahan tata ruang. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terjadi inkonsistensi dalam penataan ruang. Penelitian ini mencoba untuk melihat konsistensi penataan ruang serta kaitannya dengan kinerja perkembangan wilayah.

Metode yang digunakan untuk melihat konsistensi penyusunan RTRW dengan pedoman adalah analisis tabel pembandingan dilanjutkan dengan analisis logika verbal. Untuk mengetahui apakah penyusunan RTRW sudah memperhatikan kesinergian dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context) dilakukan map overlay dilanjutkan dengan analisis logika verbal. Untuk mengetahui kinerja perkembangan wilayah dilakukan Principal Components Analysis (PCA) dilanjutkan dengan analisis Spatial Durbin Model. Metode ini merupakan pengembangan dari model regresi sederhana yang telah mengakomodasikan fenomena -fenomena autokorelasi spasial, baik dalam variabel tujuan maupun dalam variabel penjelasnya. Selanjutnya untuk mengetahui keterkaitan konsistensi, permasalahan tata ruang dan kinerja perkembangan wilayah digunakan analisis logika verbal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyusunan RTRW di Kota Bandar Lampung, sekitar 79% telah mengacu kepada pedoman yang berlaku. Dokumen tersebut mendapat legalitas hukum melalui Perda No 4 Tahun 2004. Berbagai permasalahan penataan ruang menunjukkan inkonsistensi yang relatif besar dalam pelaksanaan dan pengendalian. Faktor eksternal relatif tetap. Menurut pedoman, dengan kondisi tersebut RTRW tidak perlu direvisi, tetapi perlu meningkatkan sosialisasi kepada seluruh stakeholder, melengkapi aspek-aspek yang belum diatur ke dalam rencana sektoral serta menjadikannya sebagai pedoman pembangunan.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa inkonsistensi dalam penataan ruang menyebabkan berbagai permasalahan yang berakibat pada menurunnya kinerja perkembangan wilayah. Demikian juga penataan ruang yang tidak memperhatikan konstelasi dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context) menyebabkan kinerja perkembangan yang buruk. Kondisi ini berlaku secara umum, sehingga konsistensi dalam penataan ruang menjadi sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka optimalisasi pencapaian tujuan penataan ruang.

Model empirik perkembangan wilayah menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan (nyata) dan elastis adalah variabel yang terkait dengan aspek lingkungan sekitar, baik berbatasan langsung maupun dalam radius tertentu. Sedangkan faktor pendorong perkembangan wilayah adalah ketersediaan prasarana dasar (jalan kota/lokal, air bersih dan telepon) dan kondisi fisik wilayah dengan karakteristik landai da n air tanah produktifitas sedang. Kondisi ini berimplikasi pada mekanisme penganggaran bahwa untuk meningkatkan kinerja perkembangan wilayah harus memperhatikan faktor-faktor pendorong tersebut dan yang lebih utama adalah upaya peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Co operation ).

Page 4: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH

(Studi Kasus Kota Bandar Lampung)

ENDANG WAHYUNI

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 5: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Judul Tesis : Analisis Keter kaitan Permasalahan Tata Ruang dengan

Kiner ja Perkembangan Wilayah (Studi Kasus Kota Bandar Lampung)

Nama : Endang Wahyuni NIM : A 253050064

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr Ketua

Ir. Yayat Supriatna, MURP Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 29 September 2006 Tanggal Lulus :

Page 6: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas ridho-Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2006 ini adalah penataan ruang, dengan judul Analisis Keterkaitan Permasalahan Tata Ruang dengan Kinerja Perkembangan Wilayah (studi kasus Kota Bandar Lampung).

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr dan Ir. Yayat Supriatna, MURP selaku komisi pembimbing.

2. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah.

3. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku dosen penguji luar komisi.

4. KOMJEN Sjacroedin ZP selaku Gubernur Lampung dan Dr. Ir. Harris Hasyim, MA selaku Kepala Bappeda Provinsi Lampung, atas ijin, nasehat, dukungan dan segala bentuk perhatian yang selalu diberikan.

5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

6. Sahabat-sahabat PWL, baik kelas khusus maupun reguler angkatan 2005 atas segala dukungan dan kerjasamanya.

7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Akhirnya, terima kasih yang setinggi-tingginya atas dukungan, doa dan pengertian dari suami, anak-anak dan orang tua tercinta. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2006

Endang Wahyuni

Page 7: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 17 Juni 1975 sebagai anak pertama dari pasangan Sadiman dan Supriati. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Xaverius Pringsewu (Lampung) dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikannya pada Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Penulis menamatkan pendidikan pada Januari Tahun 1998.

Tahun 1999, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan pada Bappeda Provinsi Lampung Bidang Fisik dan Prasarana Wilayah sampai saat ini. Pada tahun 2005, penulis memperoleh beasiswa program 13 bulan dari Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan, Bappenas untuk melanjutkan pendidikan S2 di IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Saat ini penulis telah menikah dengan Ahmad Su’udi, ST, MT dan dikaruniai satu bidadari cantik bernama An-N isaa Ahmad dan satu jagoan manja yang bernama Deva Ahmad.

Page 8: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL …………………………………………………………….

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….

viii

ix

x

PENDAHULUAN

Latar Belakang ………………………………….………………..…...... 1

Perumusan Masalah ………………….…..….......................................... 3

Tujuan Penelitian ……………………………………………………...... 9

TINJAUAN PUSTAKA

Kota ………………………………….…………………………..…...... 10

Penataan Ruang …..………………….…..…........................................... 11

Penataan Ruang Wilayah Kota …………………………....................... 12

Manajemen Kota di Negara Berkembang ..……………………….……. 17

Ketimpangan Pembangunan ……………...……………………………. 18

Analisa Spasial …………………………....……………………………. 19

Sistem Informasi Geografis ……………….……………………………. 20

KERANGKA BERFIKIR

METODE PENELITIAN

Ruang Lingkup …………………………………………………………. 27

Pengumpulan Data ….……………….……………………………........ 36

Analisis Proses Penyusunan RTRWK Bandar Lampung ….................... 37

Analisis Konsistensi RTRW dalam Inter-Regional Context ….............. 38

Analisis Kinerja Perkembangan Wilayah …............……….................... 39

Principal Components Analysis ..…..........................………................... 43

Spatial Durbin Model ................…..........................……….................... 44

Page 9: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Umum Kota Bandar Lampung …..………………………........ 47

Penataan Ruang Kota Bandar Lampung …………………..................... 49

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsistensi Penyusunan Tata Ruang dengan Pedoman yang Berlaku .... 52

Konsistensi proses penyusunan dengan pedoman …………………... 52

Konsistensi inter-regional context ………………………....………... 53

Konsistensi proses pertumbuhan ekonomi ................….…..………… 57

Konsistensi rencana penanganan lingkungan kota …......….………… 58

Konsistensi dalam Pemanfaatan Ruang ……….…………...................... 61

Konsistensi dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang ….......….............. 64

Analisis Perkembangan Wilayah ……………………………………….. 72

Indeks komposit perkembangan wilayah ………….…………..……... 72

Indeks komposit prasarana dasar kota ………………………..……... 75

Indeks komposit fisik wilayah ………………………………..……... 76

Model perkembangan w ilayah ……….…………………………........ 78

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan …. ……………………………………….………………... 84

Saran ……….... ……………………………………….………………... 86

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

DAFTAR TABEL

1 Keterangan nomor dan nama desa .............................................……..... 35

2 Rancangan tabel analisis proses penyusunan RTRW ................……..... 32

3 Variabel infrastruktur dasar kota.............................................................. 40

4 Variabel fisik wilayah .............................................................................. 40

5 Variabel perkembangan wilayah ............................................................. 41

6 Rancangan tabel PCA …....................................................…..……….... 43

7 Rancangan contiguity matrix W terhadap ketetanggaan .....………….... 46

8 Jumlah dan kepadatan penduduk perkelurahan di Kota Bandar

Lampung .………….................................................................................

48

9 Matriks analisis proses perencanaan tata ruang Kota Bandar

Lampung..................................................................................................

52

10 Kriteria peninjauan kembali (Keputusan Menteri Kimpraswil

No 327/KPTS/M/2002) ….......................................................................

69

Page 11: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

DAFTAR GAMBAR

1 Sudut Kota Tanjung Karang Bandar Lampung ................….....………. 5

2 Sudut Kota Telukbetung Bandar Lampung ................………….…..…. 6

3 Eksploitasi Gunung Kunyit ..........................................................…..…. 7

4 Konversi Gunung Camang-1 ............................................................…... 7

5 RTRW dalam sistem perencanaan pembangunan ....…..…........…......... 15

6 Kerangka berfikir ……………………………………….……..……...... 25

7 Perbandingan proses penataan ruang ……..………..……...…..……….. 26

8 Peta jaringan jalan Kota Bandar Lampung ………….........…...……….. 31

9 Peta hidrologi bagian wilayah Kota Bandar Lampung …………..…….. 32

10 Peta geologi bagian wilayah Kota Bandar Lampung …………..……… 33

11 Peta kelas lereng bagian wilayah Kota Bandar Lampung …………..… 34

12 Peta administrasi Kota Bandar Lampung …………..……..…..……….. 36

13 Kerangka proses tujuan pertama ..............................…..………………. 37

14 Kerangka proses tujuan kedua ............................................……………. 38

15 Kerangka proses tujuan ketiga ............................................……………. 39

16 Bagan alir tujuan ketiga ......................................................……………. 40

17 Peta kesesuaian rencana TGT Kota Bandar Lampung dengan

Kabupaten Lampung Selatan ..................................................................

55

18 Kawasan kumuh di Telukbetung ............................................................. 58

19 Lingkup pengendalian pemanfaatan ruang .............................................. 66

20 Struktur kelembagaan BKPRD................................................................ 67

21 Plot of eigenvalues perkembangan wilayah ............................................ 73

22 Scutter plot perkembangan wilayah ......................................................... 73

23 Peta pola spasial perkembangan wilayah ................................................ 74

24 Peta Pola spasial prasarana dasar ............................................................. 76

25 Peta P ola spasial fisik wilayah ................................................................ 77

Page 12: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1 Data perkembangan wilayah ........................................ 91

Tabel Lampiran 2 Hasil PCA perkembangan wilayah …………………... 96

Tabel Lampiran 3 Data prasarana dasar kota ……………………………. 100

Tabel Lampiran 4 Keterangan kelompok pelanggan PDAM ……………. 102

Tabel Lampiran 5 Data fisik wilayah ……………………………………. 103

Tabel Lampiran 6 Keterangan geologi bagian wilayah Kota Bandar

Lampung .......................................................................

106

Tabel Lampiran 7 Regresi perkembangan wilayah ……………………… 109

Tabel Lampiran 8 Matriks analisis proses perencanaan tata ruang

Kota Bandar Lampung ………………………………..

111

Tabel Lampiran 9 Model-model perkembangan wilayah ……………...... 120

Tabel Lampiran 10 Matriks hubungan konsistensi penataan ruang dengan

kinerja perkembangan wilayah ………………………

121

Tabel Lampiran 11 Matriks pengendalian pemanfaatan ruang 122

Gambar Lampiran 1 Diagram penyusunan RTRW Kota ………………….. 123

Teks Lampiran 1 Keterangan score perkembangan wilayah …………… 124

Teks Lampiran 2 Keterangan score prasarana dasar ……………………. 127

Page 13: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan daerah seyogyanya dilakukan melalui penataan ruang secara

lebih terpadu dan terarah, agar sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan

secara efektif dan efisien. Salah satu upaya untuk mencapai hal tersebut adalah

melalui keterpaduan dan keserasian pembangunan dalam matra ruang yang tertata

secara baik. Untuk itu dibutuhkan penataan ruang, baik dalam proses perencanaan,

pemanfaatan maupun pengendalian pemanfaatan ruang sebagai satu kesatuan

sistem yang tidak terpisahkan, dan dilaksanakan secara terpadu, sinergi serta

berkelanjutan.

Perencanaan tata ruang merupakan proses penyusunan rencana tata ruang

wilayah yang mencakup wilayah administratif/pemerintahan (seperti provinsi,

kabupaten dan kota) dan atau wilayah fungsional/kawasan (seperti Daerah Aliran

Sungai (DAS), kawasan lindung, kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan)

yang tercermin dalam Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang melalui

penatagunaan tanah, sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang tercermin dalam

dokumen pengendalian pemanfaatan ruang yang mengatur mekanisme

pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang berdasarkan mekanisme

perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, pemberian kompensasi, mekanisme

pelaporan, mekanisme pemantauan, mekanisme evaluasi dan mekanisme

pengenaan sanksi.

Penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah kota yang

memenuhi kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan,

efisien dalam pola alokasi investasi yang bersinergi dan dapat dijadikan acuan

dalam penyusunan program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan

masyarakat. Menurut Rustiadi et al. (2004) , penataan ruang memiliki tiga urgensi,

yaitu (a) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan

efisiensi); (b) alat dan wujud distribusi sumberdaya (prinsip pemerataan,

keberimbangan, dan keadilan) , dan (c) keberlanjutan (prinsip sustainability ).

Page 14: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

2

Tujuan lain dari penataan ruang adalah untuk mengatur hubungan antara

berbagai kegiatan dengan fungsi ruang guna tercapainya pemanfaatan ruang yang

berkualitas. Dengan kata lain penataan ruang diharapkan dapat mengefisienkan

pembangunan dan meminimalisasi konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang.

Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan secara sederhana dapat diartikan

sebagai kegiatan merencanakan pemanfaatan potensi dan ruang perkotaan serta

pengembangan infrastruktur pendukung yang dibutuhkan untuk

mengakomodasikan kegiatan sosial ekonomi yang diinginka n (Budiharjo, 1997) .

Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak di ujung Tenggara Pulau

Sumatera dan merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera dari arah Jawa. Kondisi

ini menjadikan ibukota Provinsi Lampung tersebut memiliki peran yang sangat

strategis, baik dalam skala nasional, regional maupun provinsi. Secara nasional

berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Kota Bandar Lampung ditetapkan

sebagai Pusat Kegiatan Nasional dan salah satu dari tiga kawasan andalan yang

ada di Provinsi Lampung. Dalam skala provinsi, selain berfungsi sebagai pusat

pemerintahan Provinsi Lampung, K ota Bandar Lampung ditetapkan sebagai Pusat

Pelayanan Primer bagi wilayah-wilayah sekitarnya di wilayah Provinsi Lampung.

Dengan peran-peran tersebut diharapkan kota ini dapat memberikan pelayanan

yang optimal, baik bagi penghuni setempat maupun bagi kawasan-kawasan

disekitarnya. Kondisi tersebut dimungkinkan dengan adanya dokumen Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung yang pertama kali disusun

pada tahun 1994 dan disusun kembali pada tahun 2003 serta mendapat legalitas

hukum melalui Perda No 4 Tahun 2004. Pada kenyataannya, selama kurun waktu

tersebut sampai saat ini telah terjadi berbagai permasalahan dalam penataan ruang.

Dengan kata lain RTRW yang ada kurang mampu memberikan kontribusi

penyelesaian terhadap berbagai permasalahan kota, antara lain berupa kemiskinan

penduduk kota, kemacetan, konversi lahan, kesemrawutan, kekumuhan, dan

keterbatasan open space.

Berbagai permasalahan tersebut menunjukkan bahwa tujuan penataan ruang

di Kota Bandar Lampung belum tercapai secara optimal. Kondisi ini kemungkinan

disebabkan karena terjadi inkonsistensi dalam penataan ruang, baik dalam aspek

Page 15: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

3

perencanaan, aspek pemanfatan maupun dalam aspek pengendalian pemanfaatan

ruang. Konsistensi dalam aspek perencanaan dapat dilihat pada proses teknis

penyusunan RTRW dikaitkan dengan pedoman/ketentuan yang berlaku.

Konsistensi dalam pemanfaatan ruang terlihat dari kesesuaian antara

aktivitas penggunaan ruang dengan RTRW. Sementara perkembangan wilayah

dipengaruhi adanya kekuatan untuk perubahan (forces of changes) yang

diidentifikasi diakibatkan oleh perbedaan karakteristik fisik wilayah dan

konfigurasi ruang infrastruktur dasar kota. Infrastruktur dasar kota merupakan urat

nadi kehidupan suatu wilayah/kota dan keberadaannya sangat diperlukan untuk

memacu pertumbuhan wilayah dan mendorong pertumbuhan wilayah secara

optimal, sehingga sangat berperan dalam menentukan kinerja perkembangan suatu

wilayah. Sebagai ilustrasi adalah suatu kawasan terisolasi, dengan adanya

kebijakan pemerintah membangun infrastruktur dasar (air bersih, jalan, listrik dan

telepon), maka dengan sendirinya di kawasan tersebut akan tumbuh dan

berkembang berbagai aktivitas, baik permukiman maupun aktivitas komersial

yang dapat dibangun oleh swasta maupun masyarakat.

Perumusan Masalah

Penataan ruang merupakan kerangka yang menentukan peluang dan batasan

dalam pembangunan, sehingga pelaksanaan kegiatan pemba ngunan seharusnya

mengacu pada rencana tata ruang, yang di dalamnya memuat strategi optimasi

untuk mencapai tujuan dan mem perhatikan kendala -kendala dalam mewujudkan

tujuan-tujuan tersebut. Dengan demikian rencana tata ruang dimaksud dapat

dijadikan sebagai acuan dan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.

Dalam perjalanannya, sebagaimana kota pada umumnya, Bandar Lampung

menghadapi berbagai permasalahan penataan ruang. Permasalahan tersebut antara

lain meliputi:

Kemiskinan

Berbagai permasalahan dan ketimpangan dalam pembangunan disebabkan

karena tingginya laju pertumbuhan penduduk di perkotaan yang tidak diimbangi

dengan penyediaan lapangan kerja. Kondisi ini menyebabkan peningkatan jumlah

Page 16: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

4

pengangguran dan diperburuk lagi dengan situasi perekonomian nasional yang

sedang terpuruk, banyak hal yang pada waktu situasi normal tidak terasa menjadi

beban, saat ini dirasakan sebagai beban yang sangat berat. Jika dibanding sebelum

krisis pertengahan Juli 1997, jumlah pengangguran saat ini mengalami

peningkatan yang cukup tajam, tingkat pendapatan masyarakat mengalami

penurunan dan sektor riil belum sepenuhnya berjalan normal. Kemiskinan

merupakan sumber berbagai permasalahan di Kota Bandar Lampung.

Konversi lahan

Berdasarkan data pemberian ijin pengambilan air tanah bagi industri yang

dikeluarkan Dinas Pertambangan Tahun 2004 dan 2005, menunjukkan banyaknya

kasus konversi lahan dari rencana peruntukan sebagaimana ditetapkan dalam

RTRW Kota Bandar Lampung. Konversi lahan terjadi baik dari aktivitas non

industri (permukiman, komersial dan jasa) menjadi industri maupun sebaliknya.

Kondisi tersebut menunjukkan terjadinya inkonsistensi dalam pemanfaatan ruang.

Penurunan kualitas sarana prasarana dasar permukiman

Peningkatan jumlah penduduk di kawasan perkotaan berimplikasi terhadap

peningkatan jumlah perumahan dan permukiman yang menuntut pemenuhan

kebutuhan sarana prasarana dasar permukiman. Permasalahan yang sering terjadi

di samping keterbatasan pendanaan untuk pengadaan sarana prasarana dasar

permukiman tersebut adalah sarana penunjang yang sudah tersedia seringkali

belum dimanfaatkan sepenuhnya dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam

pemeliharaan sarana prasarana yang sudah dibangun (Marquez dan Maheepala ,

1996). Kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas

sarana prasarana dasar permukiman di perkotaan.

Kriminalitas

Peningkatan kejadian kriminalitas di Kota Bandar Lampung disebabkan

antara lain: (1) peningkatan jumlah penggangguran akibat keterbatasan lapangan

kerja dan tuntutan akan tenaga kerja yang terampil dan profesional; (2) tuntutan

hidup yang semakin mempersulit keadaan masyarakat miskin kota; (3) gaya hidup

Page 17: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

5

masyarakat perkotaan yang cenderung ‘egoisme’, sehingga ‘tingkat kepedulian’

dan ‘empati’ masyarakat terhadap sesama semakin menurun.

Keadaan lingkungan fisik perkotaan (urban setting ) yang kurang memadai (kesemrawutan tata ruang)

Permasalahan pertanahan di Kota Bandar Lampung yang semakin rawan

disebabkan karena keterbatasan lahan, sementara tuntutan pemenuhan kebutuhan

lahan semakin meningkat secara cepat. Hal ini menyebabkan semakin tingginya

nilai lahan. Akibatnya kawasan-kawasan terbuka atau kawasan konservasi

dikonversi untuk aktivitas yang secara ekonomi jauh lebih menguntungkan, yaitu

aktivitas komersial dan jasa. Dalam penggunaan ruang, kawasan-kawasan ini

berorientasi pada maksimalisasi keuntungan finansial dan kurang memperhatikan

aspek sosial, seperti pembangunan lahan parkir bagi konsumennya, sehingga di

kawasan tersebut sangat rentan dengan berbagai permasalahan. Salah satu contoh

adalah masalah kemacetan lalu lintas di pusat perbelanjaan Bambu Kuning Plaza.

Gambar 1 Sudut kota Tanjung Karang - Bandar Lampung

Di pihak lain, harga lahan yang tidak terjangkau masyakat kelas bawah

merangsang golongan ini untuk menempati kawasan-kawasan ilegal (squater

Page 18: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

6

area) seperti sempadan sungai, sempadan jalan, sempadan rel kereta api dan

kawasan ilegal lainnya sebagai tempat tinggal. Bahkan muncul kecenderungan

hadirnya kawasan-kawasan kumuh (slum area) di berbagai sudut pusat kota.

Gambar 2 Sudut kota Telukbetung - Bandar Lampung

Keterbatasan open space

Orientasi pembangunan untuk mengejar maksimalisasi keuntungan ekonomi

menyebabkan pembangunan yang dilaksanakan cenderung mengutamakan

pembangunan fisik dan kurang memperhatikan aspek lingkungan. Kondisi ini

menyebabkan bangunan-bangunan tumbuh dan berkembang tanpa kendali, padat

tanpa arah yang jelas serta mengindikasikan kurangnya aspek perencanaan,

sehingga kota menjadi semakin tidak bersahabat dengan lingkungan (Budiharjo,

1995). Keberadaan ruang terbuka ’open space’, khususnya ruang terbuka hijau

proporsinya semakin menurun terhadap luas wilayah karena pembangunan lebih

diprioritaskan untuk aktivitas ekonomi. Menurut Patmore, dari berbagai studi

diketahui bahwa penyediaan ruang terbuka hijau dapat menurunkan laju

kenakalan remaja dan diyakini pula dapat mengurangi ketegangan akibat sistem

industri serta bermanfaat bagi kestabilan mental dan kejiwaan masyarakat kota

(Wahyuni, 1998).

Page 19: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

7

Gambar 3 Eksploitasi Gunung Kunyit

Eksploitasi gunung atau bukit saat ini marak terjadi di Kota Bandar

Lampung seperti terlihat pada Gunung Kunyit dan Gunung Camang yang terletak

di pusat kota. Kedua bukit hijau tersebut saat ini kondisinya semakin gundul

akibat aktivitas penambangan batu kapur di Gunung Kunyit oleh swasta dan

masyarakat lokal serta pengerukan tanah di Gunung Camang yang dilakukan oleh

swasta.

Gambar 4 Konversi Gunung Camang

Page 20: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

8

Tanah hasil pengerukan di Gunung Camang selanjutnya digunakan untuk

reklamasi pantai di sepanjang tepi jalan Yos Sudarso Telukbetung yang masih

berlangsung sampai saat ini, sementara gunung yang telah dikepras tersebut

dikonversi untuk pembangunan perumahan. Kondisi ini menyebabkan pusat kota

yang semula masih cukup asri dengan adanya beberapa kawasan hijau, dalam

perkembangannya akan menjadi kawasan gersang akibat padatnya kawasan

terbangun

Berbagai permasalahan tersebut menunjukkan bahwa penataan ruang yang

ada belum mampu menjawab berbagai permasalahan yang terjadi. Kondisi

tersebut kemungkinan disebabkan karena adanya inkonsistensi, baik dalam proses

perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian pemanfaatan ruang.

Dari beberapa uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan

dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah proses penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung sudah mengacu

pada pedoman dan ketentuan teknis yang berlaku?

Pedoman pokok penyusunan RTRW: Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun

1992 tentang Penataan Ruang; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun

1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN); Keputusan

Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kepmenkimpraswil) Nomor

327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang;

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang

Wilayah Provinsi Lampung.

2. Apakah proses penyusunan rencana tata ruang selain berbasis wilayah

administratif juga memperhatikan aspek kawasan fungsional dalam konteks

keterkaitan dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context)?

Konsep regional planning, yaitu merencanakan wilayah dengan

memperhatikan konstelasi wilayah tersebut dengan wilayah sekitarnya, serta

memiliki basis dimensi spasial yang jelas. Dengan konsep ini walaupun kedua

wilayah tidak memenuhi skala ekonomi (economic of scale), tetapi dengan

bekerjasama (silaturahmi) antar wilayah dapat memenuhi skala ekonomi

tersebut.

Page 21: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

9

3. Bagaimana hubungan antara konsistensi penataan ruang, konfigurasi ruang

infrastruktur dasar kota dan kondisi/karakteristik fisik wilayah terhadap

kinerja perkembangan wilayah?

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis konsistensi penyusunan Rencana Tata R uang Wilayah (RTRW)

Kota Bandar Lampung dikaitkan dengan pedoman dan ketentuan yang

berlaku.

2. Menganalisis konsistensi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar

Lampung ditinjau dari aspek keserasian tata ruang dengan wilayah sekitarnya

(konsistensi perencanaan Inter-Regional Context).

3. Menganalisis implikasi konsistensi penataan ruang terhadap kinerja

perkembangan wilayah serta faktor -faktor pendorong perkembangan wilayah.

Page 22: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

10

TINJAUAN PUSTAKA

Kota

What is a city but its people. Itulah kata bijak William Shakespeare

mengenai gambaran sebuah kota. Sebuah kota sudah tentu merupakan gambaran

orang-orang yang berdomisili di dalamnya. Bagaimana orang-orang yang tinggal

didalamnya, maka itulah sebenarnya wajah kota. Kota adalah kumpulan orang-

orang yang berdomisili dalam jangka waktu lama maupun sementara. Sebuah kota

tidak akan nyaman jika orang-orangnya tidak menciptakan kenyamanan bagi

lingkungannya. Kota yang baik dan berkesan adalah kota-kota dimana

masyarakatnya memberikan kenyamanan terhadap eksistensi lingkungannya. Jadi

dengan membicarakan kenyamanan berarti sebuah kota adalah kumpulan nilai-

nilai yang dianut masyarakatnya (Budiharjo, 1997) .

Fungsi kota sebagai pusat pelaya nan (service center) membawa konsekuensi

areal kota akan dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan komersial dan sosial, selain

kawasan perumahan dan permukiman. Pembangunan ruang kota bertujuan untuk:

(1) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat berusaha dan tempa t tinggal,

baik dalam kualitas maupun kuantitas; (2) Memenuhi kebutuhan akan suasana

kehidupan yang memberikan rasa aman, damai, tenteram dan sejahtera.

(Budiharjo, 1997).

Berkenaan dengan hal tersebut pembangunan kota harus ditujukan untuk

lebih meningkatkan produktif itas yang selanjutnya akan dapat mendorong sektor

perekonomian. Namun dalam pengembangannya, tentu perlu diperhatikan

ketersediaan sumberdaya, sehingga perlu dicermati efisiensi pemanfaatan

sumberdaya maupun efisiensi pelayanan prasarana dan sarana kota. Pembangunan

perkotaan dilaksanakan dengan mengacu pada pengembangan investasi yang

berwawasan lingkungan, sehingga tidak membawa dampak negatif terhadap

lingkungan dan tidak merusak kekayaan budaya daerah. Selain itu juga

diharapkan untuk selalu mengarah kepada terciptanya keadilan yang tercermin

pada pemerataan kemudahan dalam memperoleh penghidupan perkotaan, baik

dari segi prasarana dan sarana maupun dari lapangan pekerjaan.

Page 23: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

11

Penataan Ruang

Disadari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri tidak terbatas. Bila

pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terjadi inefisiensi

dalam pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang serta dapat mendorong

kearah adanya ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta kelestarian

lingkungan hidup. Oleh karena itu diperlukan penataan ruang untuk mengatur

pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi,

kualitas ruang dan estetika lingkungan. Oleh karena pengelolaan subsistem yang

satu akan berpengaruh pada subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan

mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut

dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Seiring

dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, baik ditingkat pus at

maupun tingkat daerah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah

ditetapkan. Dengan demikian pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan

rencana tata ruang yang sudah ditetapkan (Sastrowihardjo et al. , 2001).

Dalam konteks pembangunan wilayah, perencanaan penataan ruang

dipandang sebagai salah satu bentuk intervensi atau upaya pemerintah untuk

menuju keterpaduan pembangunan melalui kegiatan perencanaan, pemanfaatan

dan pengendalian pemanfaatan ruang guna menstimulasi sekaligus mengendalikan

pertumbuhan dan perkembangan pemanfaatan ruang suatu wilayah. Hal ini

dipandang strategis mengingat bahwa kondisi aktual pemanfaatan ruang di suatu

wilayah pada dasarnya merupakan gambaran hasil akhir dari interaksi antara

aktivitas kehidupan manusia dengan alam lingkungannya, baik direncanakan

maupun tidak direncanakan. Jika tidak direncanakan, maka sejalan dengan

pertumbuhan pembangunan, laju pertumbuhan penduduk, serta aktivitas

masyarakat yang semakin dinamis, pemanfaatan sumberdaya akan cenderung

mengikuti suatu mekanisme yang secara alamiah akan mengejar maksimalisasi

ekonomi, namun eksploitatif dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada.

Mekanisme tersebut menciptakan iklim kompetisi yang pada akhirnya akan

menggeser aktivitas yang intensitas pemanfaatan ruangnya lebih rendah dengan

aktivitas lain yang lebih produktif. Meskipun mekanisme alamiah tersebut dapat

saja menciptakan efisiensi secara ekonomi, namun belum tentu sejalan dengan

Page 24: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

12

pencapaian tujuan dari pembangunan. Belum lagi jika harus dikaitkan dengan

masalah polarisasi kemampuan yang berkembang di masyarakat dalam menikmati

pemerataan manfaat pembangunan (Sastrowihardjo et al., 2001).

Penataan Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

Menurut UU 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, ruang didefinisikan

sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai

satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan

kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan wilayah

didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap

unsur yang terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

aspek administratif dan atau aspek fungsional. Lebih lanjut pengertian wilayah

terbagi menjadi dua, yaitu wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan

berdasarkan aspek administratif disebut wilayah pemerintahan dan wilayah yang

batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional disebut kawasan.

Dengan demikian penyusunan RTRW harus memperhatikan aspek administratif

dan kawasan fungsional.

Kawasan terbagi menjadi dua, yaitu kawasan lindung dan kawasan

budidaya. Kawasan lindung meliputi hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan

resapan air, sempadan pantai, sempadan kawasan sekitar waduk/danau, sungai,

sekitar mata air, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan

lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman

wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dan kawasan rawan

bencana. Kawasan budidaya adalah kawasan hutan produksi, kawasan pertanian,

kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan berikat, kawasan pariwisata,

kawasan tempat pertahanan keamanan.

Kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah kabupaten/kota (kecuali

kawasan tertentu), koordinasi penyusunan rencana tata ruang diselenggarakan

oleh gubernur. Selanjutnya bagian dari masing-masing kawasan dipadukan dan

menjadi dasar dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Selain berdasarkan

kawasan fungsional, sesuai dengan amanat Pasal 19, 20 dan 21, maka penyusunan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota mengacu pada rencana tata ruang

Page 25: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

13

yang lebih tinggi, dalam hal ini Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan

Provinsi (UU 24 Tahun 1992).

Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang

dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang merupakan kebijakan

dinamis yang mengakomodasikan aspek kehidupan pada suatu kawasan, dimana

setiap keputusan merupakan hasil kesepakatan berbagai pihak sebagai bentuk

kesinergian kepentingan. Menurut UU tersebut, penataan ruang disusun

berasaskan: (a) Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu,

berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan. (b)

keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan ruang dalam wujud struktur

dan pola pemanfaatan ruang. Adapun yang dimaksud struktur pemanfaatan ruang

adalah susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan secara hierarkis dan saling

berhubungan satu dengan lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan pola

pemanfaatan ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumberdaya alam

lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, air, udara

dan sumberdaya alam lainnya. Rencana tata ruang merupakan produk kebijakan

koordinatif dari berbagai pihak yang berkepentingan, baik pemerintah maupun

masyarakat, sehingga penyusunannya harus bertolak pada data, informasi, ilmu

pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang

berlaku (Sastrowihardjo et al., 2001).

RTRW kabupaten/kota menurut UU 24 Tahun 1992 merupakan pedoman

yang digunakan untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan

perkembangan antar sektor secara komprehensif, terpadu dan berkelanjutan, serta

menjadi pedoman dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan.

Penatagunaan tanah merupakan bagian dari penataan ruang yang meliputi

pengaturan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Dengan mengacu

pada RTRW, maka langkah-langkah dalam penatagunaan tanah meliputi kegiatan-

kegiatan penyerasian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai

dengan RTRW yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Sastrowihardjo et al.,

2001). Oleh karena itu, kebijakan yang harus dirumuskan adalah bagaimana

Page 26: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

14

mewujudkan penggunaan tanah yang pada saat ini tidak sesuai dengan rencana

tata ruang menjadi sesuai dan serasi dengan rencana tata ruang.

Terkait dengan perencanaan, penyusunan RTRW diharapkan dapat

mengakomodasikan berbagai perubahan dan perkembangan di wilayah

perencanaan. RTRW kabupaten/kota disusun berdasarkan perkiraan

kecenderungan dan arahan perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan

pembangunan di masa depan sesuai dengan jangka waktu perencanaannya. Tujuan

dari perencanaan tata ruang wilayah adalah mewujudkan ruang wilayah yang

memenuhi kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan,

efisien dalam alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam

penyusunan program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Sasaran dari perencanaan tata ruang wilayah (Perda Nomor 5 Tahun 2001

tentang RTRW Provinsi Lampung) adalah:

a. Terkendalinya pembangunan di wilayah, baik yang dilakukan oleh pemerintah

maupun oleh masyarakat;

b. Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya;

c. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di

wilayah;

d. Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha di wilayah;

e. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan.

Fungsi dari rencana tata ruang wilayah (Perda Nomor 5 Tahun 2001 tentang

RTRW Provinsi Lampung) adalah:

§ Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah;

§ Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di daerah;

§ Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar wilayah

dan antar kawasan serta keserasian antar sektor ;

§ Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah,

masyarakat dan swasta;

§ Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan;

§ Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang dan pemberian izin lokasi.

Gambar 5 menunjukkan bahwa RTRW kabupaten/kota disusun dengan

memperhatikan RTRW provinsi. Selanjutnya RTRW kabupaten/kota dan Rencana

Page 27: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

15

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) kabupaten/kota menjadi dasar dalam

penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) kabupaten/kota.

Selain itu RTRW kabupaten/kota perlu dirinci dalam rencana yag lebih detail,

yaitu Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Teknik Ruang (RTR).

Keterangan:

= Produk yang saat ini belum tersedia, tetapi dimungkinkan tersedia

Sumber: RTRW Provinsi Lampung tahun 2000

Gambar 5 RTRW dalam sistem perencanaan pembangunan

Pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan

pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang telah

ditetapkan dalam rencana tata ruang. Dengan kata lain pemanfaatan ruang

RPJP NASIONAL

RPJP PROVINSI

RPJP KAB/KOT

RTRW NASIONAL

RTRW KWS TERTENTU NASIONAL

RTRW PROVINSI

RPJM PROVINSI

RTRW KWS TERTENTU PROVINSI

RTRW KAB/KOTA

RTRW KWS TERTENTU KAB/KOTA

RDTR KAWASAN

RENCANA TEKNIK RUANG (RTR)

RPJM KAB/KOTA

Page 28: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

16

merupakan usaha memanifestasikan rencana tata ruang ke dalam bentuk program-

program pemanfaatan ruang oleh sektor-sektor pembangunan yang secara teknis

didasarkan pada pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara

dan tata guna sumberdaya alam lainnya, misalnya hutan, perkebunan dan

pertambangan. Di dalam pemanfaatan ruang tersebut, batas-batas fisik tanah

diatur dan dimanfaatkan secara jelas oleh penatagunaan tanah. Dari usaha

pemanfaatan ruang ini diharapkan dapat tercapai keseimbangan lingkungan serta

mencerminkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Tujuan pemanfaatan ruang adalah pemanfaatan ruang secara berdaya guna

dan berhasil guna untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan

keamanan secara berkelanjutan melalui upaya-upaya pemanfaatan sumberdaya

alam didalamnya secara berdaya guna dan berhasil guna, keseimbangan antar

wilayah dan antar sektor, pencegahan kerusakan fungsi dan tatanan serta

peningkatan kualitas lingkungan hidup (PP 47 Tahun 1997).

Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap melalui penyiapan

program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan

ruang yang akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik secara sendiri-

sendiri maupun bersama-sama, sesuai dengan rencana tata ruang ya ng telah

ditetapkan. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan agar pemanfaatan ruang

sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui kegiatan

pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang.

Untuk menjamin penataan ruang dapat terlaksana dan mampu

mengakomodasi kepentingan stakeholder, diperlukan peranserta aktif masyarakat

dalam penataan ruang, baik dalam proses perencanaan, pemanfaatan maupun

pengendalian pemanfaatan ruang. Hal ini sesuai dengan amanat UU 24 Tahun

1992 dan ditindaklanjuti dengan PP 69 Tahun 1996 serta diperjelas dengan

Permendagri No 9 Tahun 1998 tentang Bentuk dan Tata Cara Peranserta

Masyarakat dalam Penataan Ruang. Perencanaan partisipatif dalam penataan

ruang merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang sistematis dengan

menggunakan berbagai informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan

melibatkan berbagai stakeholder dalam proses perencanaan tata ruang serta

keseluruhan proses manajemen dalam suatu siklus manajemen.

Page 29: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

17

Menurut PP 47 Tahun 1997 tentang RTRWN, kawasan andalan

didefinisikan sebagai bagian dari kawasan budidaya yang diarahkan untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di

sekitarnya. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) didefinisikan sebagai kota yang

mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional,

pusat ekonomi perkotaan (jasa & industri) nasional dan simpul transportasi yang

melayani nasional dan atau beberapa provinsi. Pusat Kegiatan Wilayah/Regional

(PKW/PKR) adalah kota sebagai pusat aktivitas ekonomi perkotaan (jasa dan

industri) regional dan simpul transportasi yang melayani provinsi dan beberapa

Kabupaten di sekitarnya.

Manajemen Kota di Negara Berkembang

Kemurnian konsep manajemen kota adalah mengkompilasi berbagai isu

perkotaan dalam kaitannya dengan masalah kelembagaan, untuk dapat

menghasilkan suatu strategi yang tepat dan tanggap terhadap struktur pelaksanaan

yang terintegrasi dalam suatu manajemen kota. Pengujian proses manajemen kota

harus dilihat sebagai provision infrastruktur. Hal ini tidak akan hanya mendukung

perkembangan ekonomi, tetapi juga distribusi spasial dari pertumbuhan kota

(McGill, 1998).

Arti sebenarnya dari manajemen kota adalah:

• Perencanaan untuk menyediaka n dan memelihara infrastruktur serta pelayanan

kota.

• Memberikan keyakinan bahwa pemerintah kota dalam keadaan baik secara

organisasional maupun finansial.

Substansi esensi dari manajemen kota adalah:

• Pengembangan lokasi yang efisien

• Tersedianya air bersih

• Sanitasi yang baik

• Jalanan yang terpelihara

• Penertiban/minimalisasi permukiman ilegal

• Pelayanan kesehatan dasar dan pendidikan.

Page 30: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

18

Keluaran-keluaran tersebut harus dapat dirasakan dampaknya oleh

masyarakat, misalnya berkurangnya kemiskinan dan tercapainya kondisi

lingkungan yang semakin baik. Hal inilah yang saat ini menjadi fokus dari

program manajemen kota (McGill,1998).

Ketimpangan Pembangunan

Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya

disparitas antar wilayah adalah: 1) perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya

alam (resource endowment); 2) perbedaan demografi; 3) perbedaan kemampuan

sumberdaya manusia (human capital); 4) perbedaan potensi lokasi; 5) perbedaan

dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan 6)

perbedaan dari aspek potensi pasar. Faktor-faktor di atas menyebabkan perbedaan

karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: 1) wilayah maju; 2)

wilayah sedang berkembang; 3) wilayah belum berkembang; dan 4) wilayah tidak

berkembang.

Wilayah maju adalah wilayah yang telah berkembang yang biasanya

dicirikan sebagai pusat pertumbuhan. Di wilayah ini terdapat pemusatan

penduduk, industri, pemerintahan, dan sekaligus pasar yang potensial. Ciri lain

adalah tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan kualitas sumberdaya manusia

yang tinggi serta struktur ekonomi yang secara relatif didominasi oleh sektor

industri, jasa dan komersil. Wilayah yang sedang berkembang dicirikan oleh

pertumbuhan yang cepat dan biasanya merupakan wilayah penyangga dari

wilayah maju, ka rena itu mempunyai aksesibilitas yang sangat baik terhadap

wilayah maju. Wilayah belum berkembang dicirikan oleh tingkat pertumbuhan

yang masih rendah, baik secara absolut maupun secara relatif, namun memiliki

potensi sumberdaya alam yang belum dikelola atau dimanfaatkan. Wilayah ini

masih didiami oleh tingkat kepadatan penduduk yang masih rendah dengan

tingkat pendidikan yang juga relatif rendah. Wilayah yang tidak berkembang

dicirikan oleh dua hal, yaitu: 1) wilayah tersebut memang tidak memiliki potensi

baik potensi sumberdaya alam maupun potensi lokasi sehingga secara alamiah

sulit berkembang dan mengalami pertumbuhan; b) wilayah tersebut sebenarnya

memiliki potensi, baik sumberdaya alam atau lokasi maupun memiliki keduanya

Page 31: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

19

tetapi tidak dapat berkembang karena tidak memiliki kesempatan dan cenderung

dieksploitasi oleh wilayah yang lebih maju. Wilayah ini dicirikan oleh tingkat

kepadatan penduduk yang jarang dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah,

tingkat pendapatan yang rendah, tida k memiliki infrastruktur yang lengkap, dan

tingkat aksesibilitas yang rendah (Anwar, 2005).

Indikator lain dalam perkembangan wilayah adalah tingkat interaksi antara

satu wilayah dengan wilayah lainnya. Wilayah yang lebih berkembang pada

dasarnya mempunya i tingkat interaksi yang lebih tinggi dibanding daerah lain

yang belum berkembang. Interaksi ini sendiri terjadi karena adanya faktor

aksesibilitas daerah itu ke daerah lain. Kemudahan akses ini menjadi faktor yang

cukup penting dalam mendukung perkembanga n suatu wilayah. Wilayah dengan

akses yang lebih baik akan menyebabkan tingkat interaksi yang tinggi dengan

wilayah lain sehingga menjadi lebih cepat berkembang. Faktor lain yang

mendorong perkembangan wilayah adalah lokasinya, terutama terhadap pusat

ekonomi atau pemerintahan. Lokasi yang berdekatan dengan pusat umumnya akan

lebih terpacu perkembangannya, dan umumnya akan sangat terpegaruh oleh pusat

dibanding wilayah-wilayah yang relatif lebih jauh dan akan lebih berkembang

menjadi hinterland yang menyangga wilayah pusat (Anwar, 2005).

Analisa Spasial

Berbeda dengan ahli geografi yang memandang spasial sebagai segala hal

yang menyangkut lokasi atau tempat dan menekankan pada bagaimana

mendeskripsikan fenomena spasial yang dikaji tanpa harus mendalami

permasalahan sosial ekonomi yang ada di dalamnya, analisis spasial lebih terfokus

pada kegiatan investigasi pola -pola dan berbagai atribut atau gambaran di dalam

studi kewilayahan dan dengan menggunakan permodelan berbagai keterkaitan

untuk meningkatkan pema haman dan prediksi atau peramalan. Lebih lanjut,

Haining (Rustiadi et al., 2004) mendefinisikan analisa pasial sebagai sekumpulan

teknik-teknik untuk pengaturan spasial dari kejadian-kejadian tersebut. Kejadian

geografis (geographical event) dapat berupa sekumpulan obyek-obyek titik, garis

atau areal yang berlokasi di ruang geografis dimana melekat suatu gugus nilai-

nilai atribut. Dengan demikian, analisis spasial membutuhkan informasi, baik

Page 32: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

20

berupa nilai-nilai atribut maupun lokasi-lokasi geografis obyek-obyek dimana

atribut-atribut melekat di dalamnya.

Berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif yang sistematis,

tujuan analisis spasial adalah :

1. Mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruangan geografis (termasuk

deskripsi pola) secara cermat da n akurat.

2. Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau

obyek di dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang

menentukan distribusi kejadian yang terobservasi.

3. Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi atau pengendalian kejadian-

kejadian di dalam ruang geografis.

Para perencana dapa t menggunakan sebuah model sebagai alat untuk

mempermudah melakukan analisis spasial. Dengan pendekatan sebuah model

akan mempermudah penggambaran dalam menganalisis suatu obyek serta

kejadian untuk tujuan diskripsi, penjelasan, peramalan dan untuk keperluan

perencanaan. Model spasial adalah model yang digunakan untuk mengolah data

spasial dan data atribut/variabel. Menurut Wegener, terdapat tiga kategori model

spasial, yaitu model skala, model konseptual dan model matematik. Model skala

adalah model yang merepresentasikan kondisi fisik yang sebenarnya, seperti data

ketinggian. Model konseptual adalah model yang menggunakan pola -pola aliran

dari komponen-komponen sistem yang diteliti dan menggambarkan hubungan

antar kedua komponen tersebut. Model matematik digunakan dalam model

konseptual yang merepresentasikan beberapa komponen dan interaksinya dengan

hubungan matematik (Wegener, 2001).

Sistem Informasi Geografis

Sistem informasi geografis (SIG) merupakan suatu sistem (berbasiskan

komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-

informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan

menganalisis obyek-obyek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis

merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Menurut

Aronoff, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan

Page 33: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

21

dalam menganalisis data yang bereferensi geografis, yaitu masukan, keluaran,

manajemen data (penyimpanan da n pemanggilan data) serta analisis dan

manipulasi data (Prahasta , 2005).

SIG memungkinkan pengguna untuk memahami konsep-konsep lokasi,

posisi, koordinat, peta, ruang dan permodelan spasial secara mudah. Selain itu

dengan SIG pengguna dapat membawa, meleta kkan dan menggunakan data yang

menjadi miliknya sendiri kedalam sebuah bentuk (model) representasi miniatur

permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi, dimodelkan atau dianalisis baik

secara tekstual, secara spasial maupun kombinasinya (analisis melalui query

atribut dan spasial), hingga akhirnya disajikan dalam bentuk sesuai dengan

kebutuhan pengguna (Prahasta, 2005).

Teknologi SIG akan mempermudah para perencana dalam mengakses data,

menampilkan informasi-informasi geografis terkait dengan substansi perencanaan

dan meningkatkan keahlian para perencana serta masyarakat dalam menggunakan

sistem informasi spasial melalui komputer. SIG dapat membantu para perencana

dan pengambil keputusan dalam memecahkan masalah-masalah spasial yang

sangat kompleks. Salah satu contoh aplikasi SIG adalah dalam Sistem Pendukung

Keputusan (DSS). Dalam sistem ini SIG digunakan untuk mengevaluasi skenario

pertumbuhan/perkembangan kota. DSS akan mengevaluasi pelaksanaan Tata

Guna Tanah (TGT) dan infrastruktur serta memberikan alternatif solusi terbaik

untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi (Marquez, 1996).

Salah satu metode dalam SIG adalah teknik tumpang tindih (overlay). Jika

pengolahan data dilakukan secara manual, pengguna harus bekerja dengan

beberapa peta analog dan beberapa informasi atribut yang diperlukan. Selanjutnya

pengguna dapat menganalisis kedua data (peta dan data atribut) untuk kemudian

memplotkan hasil akhirnya kedalam peta. Untuk tumpang tindih (overlay) peta

juga dapat dilakukan hal yang sama. Beberapa kelemahan dari proses tersebut

adalah selain membutuhkan waktu yang relatif lama, tingkat ketelitian dan

akurasinya sangat bergantung pada kemampuan dan ketelitian penggunanya

dalam melakukan proses olah data tersebut. Dengan teknologi SIG, pengguna

memerlukan data spasial dan atribut dalam bentuk digital, sehingga prosesnya

dapat dilakukan dengan cepat dengan tingkat ketelitian cukup baik dan prosesnya

Page 34: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

22

dapat diulang kapan saja, oleh siapa saja, dan hasilnya dapat disajikan dalam

berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Page 35: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

23

KERANGKA BERFIKIR

Menurut UU 24 Tahun 1992, penataan ruang didefinisikan sebagai

rangkaian proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang. Tujuan dari pe nataan ruang wilayah adalah terwujudnya

pemanfaatan ruang yang berkualitas, berdaya guna dan berhasilguna untuk

peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan melalui upaya -upaya

optimalisasi dan efisiensi dalam penggunaan ruang, kenyamanan bagi

penghuninya, peningkatan produktifitas kota, sehingga mampu mendorong sektor

perekonomian wilayah dengan tetap memperhatikan aspek kesinergian,

keberkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Sebagai salah satu kota dengan peran strategis Pusat Kegiatan Nasional

(PKN), perkembangan fisik ruang Kota Bandar Lampung relatif lebih cepat

dibandingkan wilayah di sekitarnya . Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

relatif tinggi, yaitu mencapai angka 1,57% pertahun (Provinsi 1,02% pertahun)

berdampak pada peningkatan kebutuhan dan konflik dalam penggunaan lahan

untuk berbagai aktivitas kota, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran

penggunaan ruang-ruang kota. Permasalahan yang sering terjadi adalah

ketersediaan lahan/ruang kota yang semakin terbatas untuk menampung aktivitas

dan fasilitas perkotaan. Akibat selanjutnya dari permasalahan tersebut adalah

semakin meningkatnya permasalahan kemacetan, berkembang kawasan-kawasan

kumuh, kesemrawutan tata ruang, konversi lahan dan keterbatasan open space

akibat menjamurnya bangunan-bangunan komersil dan sebagainya merupakan

sebagian dari permasalahan fisik keruangan Kota Bandar Lampung. Berbagai

permasalahan tersebut menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam penggunaan

ruang kota. Sebagai salah satu contoh adalah akibat kemacetan akan terjadi

inefisiensi bagi pengguna jalan dari sisi waktu, biaya (kendaraan menjadi cepat

rusak), psikologis, penurunan kualitas lingkungan akibat polusi bahan bakar dan

sebagainya, yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai kerugian, baik

kerugian finansial maupun non finansial. Jika permasalahan tersebut tidak segera

dicarikan alternatif solusi terbaik, maka kota akan semakin tidak efisien dalam

Page 36: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

24

memberikan pelayanan kepada penghuninya, serta akan terjadi penurunan kualitas

lingkungan. Kota bukan lagi menjadi hunian yang nyaman dan akan semakin

tidak bersahabat dengan lingkungan.

Dalam jangka panjang inefisiensi ini akan dapat menurunkan kinerja

perkembangan wilayah. Penurunan kinerja yang terjadi secara terus menerus akan

mengarah pada kehancuran dan kematian wilayah tersebut. Kemungkinan

penurunan kinerja perkembangan wilayah akan diperparah dengan permasalahan

kesenjangan/disparitas wilayah yang semakin mengemuka di Kota Bandar

Lampung. Berbagai permasalahan tersebut menunjukkan bahwa tujuan penataan

ruang di Kota Bandar Lampung belum tercapai secara optimal atau dengan kata

lain penataan ruang belum berjalan secara optimal. Kemungkinan penyebab

maupun akar permasalahan dari kondisi tersebut dapat berasal dari sisi

perencanaan, pemanfaatan maupun dari sisi pengendalian. Dalam penelitian ini

kajian akan difokuskan pada sisi perencanaan, khususnya terkait dengan substansi

dokumen perencanaan

Kajian penelitian difokuskan pada tiga tujuan, yaitu pertama, mengetahui

konsistensi penyusunan rencana tata ruang Kota Bandar Lampung, dikaitkan

dengan pedoman penyusunan dan ketentuan yang berlaku. Analisis yang

digunakan untuk tujuan ini adalah analisis pembandingan tabel dilanjutkan dengan

analisis logika verbal. Dari analisis ini akan diperoleh informasi apakah

penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung sudah sesuai/mengacu pa da

ketentuan/pedoman yang berlaku.

Kedua, mengetahui konsistensi rencana tata ruang Kota Bandar Lampung

ditinjau dari aspek keserasian tata ruang dengan wilayah sekitarnya (Inter-

Regional Context). Analisis yang digunakan adalah map overlay yang dilanjutkan

dengan analisis logika verbal. Dari analisis ini akan diperoleh informasi apakah

perencanaan ruang Kota Bandar Lampung sudah memperhatikan aspek kawasan

fungsional dan kesinergian dengan ruang sekitarnya (konsistensi perencanaan

Inter-Regional context).

Ketiga, mengetahui keterkaitan antara konsistensi penataan ruang dengan

kinerja perkembangan wilayah, serta kaitan antara kinerja perkembangan wilayah

dengan konfigurasi ruang infrastruktur dasar kota dan kondisi fisik wilayah.

Page 37: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

25

Gambar 6 Kerangka berfikir

Penataan Ruang Kota Bandar Lampung

Kajian Dokumen RTRW • Analisis Konsistensi

Pemanfaatan Ruang • Analisis Perkemb.

Wilayah (Infrastr. Dasar Kota & Fisik Wilayah)

Analisis Kesesuaian Penyusunan dengan

Pedoman

Kesimpulan Penataan Ruang

• Kesesuaian dengan Pedoman • Konsistensi Perencanaan Inter-Regional Context • Konsistensi Pemanfaatan Ruang & Implikasi Terhadap

Kinerja Perkembangan Wilayah

Pengendalian

Tata Guna Tanah (TGT) Aktual

Pemanfaatan

Permasalahan (Kekumuhan, Kesemrawutan, Konversi

Lahan & Keterbatasan Openspace)

Berbagai Permasalahan Inefisiensi

Penataan Ruang Belum Optimal

Perencanaan

Dokumen RTRW

Analisis Konsistensi dgn Wilayah sekitar (Inter-

Regional Context)

Page 38: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

26

Peranan infrastruktur dasar kota dalam penataan ruang adalah untuk

memacu pertumbuhan wilayah dan mendorong pertumbuhan wilayah secara

optimal. Analisis yang digunakan adalah map overlay, analisis logika verbal, PCA

dan Spa tial Durbin Model.

Dari analisis pertama dan kedua yang dilakukan, dapat disimpulkan apakah

dokumen RTRW Kota Bandar Lampung sudah cukup representatif untuk menjadi

sebuah dokumen perencanaan. Jika belum konsisten/sesuai, maka akan disusun

rekomendasi sebagai bahan masukan jika Pemda akan melakukan revisi RTRW.

Sedangkan jika sudah cukup representatif, maka jika terjadi penyimpangan dalam

pemanfaatan ruang atau berbagai permasalahan dalam penataan ruang,

kemungkinan hal tersebut bukan lagi disebabkan oleh kesalahan dokumen

perencanaan, melainkan kemungkinan dari aspek pengendalian penataan

ruangnya. Untuk mengetahui hal tersebut, diperlukan penelitian lanjutan oleh

pihak lain.

Vs

Gambar 7 Perbandingan proses penataan ruang

Konsistensi Inkonsistensi

Ruang yang teratur, bersinergi, efisien &

berkualitas

Konflik penggunaan ruang, kesemrawutan

& inefisiensi

Penurunan Kualitas Ruang

Kelumpuhan/ Kematian wilayah

Percepatan Perkembangan

Wilayah

Page 39: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

27

METODE PENELITIAN

Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini ada dua aspek yang ruang lingkupnya perlu

dispesifikasikan, yaitu ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah.

Ruang lingkup materi

Menurut UU 24 Tahun 1992, penataan ruang terdiri dari proses perencanaan,

pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Mengingat adanya berbagai

keterbatasan, terutama keterbatasan data dan waktu, maka dalam penelitian ini

kajian difokuskan pada aspek perencanaan, khususnya proses teknis penyusunan

RTRW. Adapun data yang digunakan dalam penelitian, seluruhnya bersumber

dari data skunder. Kajian penelitian difokuskan pada tiga analisis dengan masing-

masing batasan studi sebagai berikut:

Pertama, analisis konsistensi proses penyusunan RTRW Kota Bandar

Lampung dikaitkan dengan pedoman penyusunan dan ketentuan yang berlaku,

yang meliputi: UU 24 Tahun 1992; PP 47 Tahun 1997; Kepmen Kimpraswil No

327/KPTS/M/2002; Perda 5 Tahun 2001. Adapun pedoman teknis penyusunan

yang digunakan adalah Kepmen Kimpraswil No 327/KPTS/M/2002. Menurut

kepmen tersebut, proses teknis penyusunan RTRW Kota meliputi:

1. Penentuan arah pengembangan

Ø Tinjauan terhadap batas wilayah perencanaan

Ø Tinjauan terhadap aspek ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya

tampung lingkungan serta fungsi pertahanan keamanan.

Ø Tinjauan terhadap faktor -faktor determinan, yaitu UU 24/1992, RTRWN,

RTRWP, Propeda Provinsi, Propeda Kota dan Rencana Sektoral.

2. Identifikasi potensi dan masalah pembangunan

Ø Perkembangan sosial kependudukan

Ø Prospek pertumbuhan ekonomi

Ø Daya dukung fisik dan lingkungan

Ø Daya dukung prasarana dan fasilitas perkotaan

Page 40: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

28

3. Perumusan RTRW Kota Bandar Lampung

Ø Perumusan visi, misi dan tujuan pembangunan kota

Ø Perkiraan kebutuhan pengembangan

Ø Perumusan RTRW

4. Penetapan RTRW

Ø Penetapan Perda

Ø Penambahan substansi dalam Perda (pedoman perijinan, pedoman

pengawasan dan pedoman penertiban)

Kedua, analisis konsistensi penyusunan rencana tata ruang Kota Bandar

Lampung dengan wilayah sekitarnya untuk melihat keserasian dan kesinergian

pemanfaatan ruang. Analisis yang digunakan adalah map overlay antara peta

rencana pemanfaatan ruang Kota Bandar Lampung dengan peta rencana

pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Selatan.

Ketiga, analisis keterkaitan antara konsistensi penataan ruang dengan kinerja

perkembangan wilayah di kota Bandar Lampung, serta keterkaitan antara

perkembangan wilayah dengan konfigurasi ruang infrastruktur dasar kota dan

kondisi/karakteristik fisik wilayah. Untuk mengidentifikasi kondisi fisik wilayah

dilakukan overlay antara peta administrasi Kota Bandar Lampung dengan peta

hidrologi, kemiringan tanah dan peta geologi.

Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis ketiga meliputi:

a. Variable -variabel ukuran perkembangan wilayah

Pembangunan dan pengembangan berasal dari akar kata yang sama dalam

bahasa inggris, yaitu development dan sering digunakan dalam hal yang sama atau

saling dipertukarkan penggunaannya. Ada sebagian orang yang berpendapat

bahwa pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau tidak

membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, tetapi melakukan sesuatu yang

sebenarnya sudah ada hanya kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas

(menekankan pada proses meningkatkan dan memperluas). Sebagai contoh dalam

hal pengembangan masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat yang

dikembangkan sebenarnya sudah memiliki kapasitas, namun perlu ditingkatkan

Page 41: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

29

kapasitasnya (Rustiadi et al., 2004). Dalam penelitian ini, makna pembangunan

diasumsikan sama dengan perkembangan.

UNDP mendefinisikan pembangunan sebagai proses untuk memperluas

pilihan-pilihan bagi penduduk dengan tujuan akhir adalah meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Parameter kesejahteraan masyarakat diukur dari Inde ks

Pembangunan Manusia (Human Development Index) dengan variabel tingkat

pendidikan, angka harapan hidup dan daya beli.

Paradigma pembangunan manusia mencakup 2 sisi (Rustiadi et al., 2004),

yaitu:

• Formasi kapabilitas manusia (perbaikan taraf kesehatan, pendidikan &

keterampilan)

• Pemanfaatan kapabilitas untuk kegiatan yang bersifat produktif, cultural,

social dan politik.

Kedua aspek tersebut diperlukan secara berimbang.

Indikator kinerja pembangunan wilayah dari aspek tujuan pembangunan

(Rustiadi et al., 2004) meliputi:

• Growth (pertumbuhan, produktifitas & efisiensi) = tujuan ekonomi

• Equity (pemerataan, kea dilan dan keberimbangan) = tujuan sosial

• Sustainability (keberlanjutan) = lingkungan

Mengingat variabel-variabel tersebut sulit diperoleh sampai unit desa (unit

analisis terkecil dalam penelitian ini), maka dilakukan berbagai pendekatan-

pendekatan untuk mengukur kinerja perkembangan wilayah dengan tetap

memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya , dan lingkungan. Dari berbagai

pendekatan tersebut, maka yang digunakan sebagai indikator perkembangan

wilayah dalam penelitian ini meliputi:

• Fisik Ruang

Ø Luas wilayah (Ha)

Ø Luas kawasan budidaya (Ha)

Ø Luas kawasan terbangun (Ha)

• Ekonomi

Ø Jumlah keluarga (KK)

Ø Jumlah keluarga miskin (KK)

Page 42: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

30

Ø Jumlah penerimaan daerah (APD) (rupiah)

Ø Jumlah pengeluaran daerah (rupiah)

Ø Jumlah industri (unit)

Ø Jumlah pasar (unit)

Ø Jumlah mini market/super market (unit)

Ø Jumlah warung/toko (unit)

Ø Jumlah restoran (unit)

Ø Jumlah bank (unit)

Ø Jumlah KUD (unit)

Ø Jumlah hotel (unit)

• Sosial

Ø Jumlah penduduk (jiwa)

Ø Jumlah keluarga penerima kartu sehat (KK)

Ø Jumlah korban kriminalitas meninggal (jiwa)

Ø Jumlah korba n kriminal luka -luka (jiwa)

Ø Jumlah sarana pendidikan (TK, SD, SLTP, SLTA dan PT/Akademi)(unit)

Ø Jumlah sarana kesehatan (RS, puskesmas, poliklinik, praktek dokter,

praktek bidan) (unit)

Ø Jumlah sarana ibadah (masjid, langgar/surau, gereja, pura, vihara) (unit)

• Budaya

Ø Jumlah sarana hiburan (bioskop, diskotik, alun-alun, tempat penyewaan

VCD, dan rumah bilyard). (unit)

• Trasportasi

Ø Jumlah pelabuhan (unit)

Ø Jumlah stasiun kereta api (unit)

Ø Jumlah terminal (unit)

b. Variabel-variabel infrastruktur dasar kota

Peranan infrastruktur dasar kota dalam penataan ruang adalah untuk

mendorong pertumbuhan wilayah secara optimal. Semakin tinggi ketersediaan

infrastruktur dasar kota merupakan indikasi semakin baiknya perkembangan suatu

Page 43: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

31

wilayah. Variabel infrastruktur dasar kota yang digunakan dalam penelitian ini

adalah infrastruktur esensial dalam percepatan perkembangan wilayah:

• Panjang jalan (nasional, provinsi, kabupaten, dan lokal) (hektometer)

• Jumlah pelanggan listrik (KK)

• Jumlah pelanggan air bersih (KK)

• Jumlah pelanggan telepon (KK)

Gambar 8 Peta jaringan jalan Kota Bandar Lampung

c. Variabel fisik wilayah

Variabel fisik wilayah yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Hidrologi

Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451

K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penentuan Debit Pengambilan

Air Bawah Tanah, air bawah tanah didefinisikan sebagai semua air yang

terdapat dalam lapisan mengandung air di bawah permukaan tanah, termasuk

mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah. Akuifer atau

lapisan pembawa air didefinisikan sebagai lapisan batuan jenuh air dibawah

permukanan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah

cukup dan ekonomis . Karakteristik akuifer adalah sifat dasar dari hidraulik

suatu akuifer, diantaranya nilai keterusan, nilai kelu lusan, nilai koefisien

Page 44: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

32

simpanan. Produktifitas akuifer didefinisikan sebagai kemampuan akuifer

menghasilkan air bawah tanah dalam jumlah tertentu.

Klasifikasi produktifitas air bawah tanah menurut Kepmen tersebut adalah

sebagai ber ikut:

Ø Air tanah langka atau akuifug atau lapisan kebal air adalah suatu lapisan

kedap air yang tidak mampu mengandung dan meneruskan air.

Ø Akuifer produktif atau akuitar atau lapisan lambat air adalah suatu lapisan

sedikit lulus air yang tidak mampu melepaskan air dalam arah mendatar,

tetapi melepaskan air cukup berarti ke arah vertikal.

Ø Akuifer dengan produktifitas rendah atau akuiklud atau lapisan kedap air

adalah suatu lapisan jenuh air yang mengandung air tetapi tidak mampu

melepaskannya dalam jumlah berarti.

Gambar 9 Peta hidrologi bagian wilayah Kota Bandar Lampung

Ø Akuifer dengan produktifitas sedang atau akuifer bocor adalah akuifer

yang dibatasi di bagian atasnya oleh lapisan lambat air dan di bagian

bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini

disebut muka pisometrik yang mempunyai tekanan lebih besar dari

tekanan udara luar.

Ø Akuifer dengan produktifitas sedang dan menyebar luas atau akuifer

tertekan atau akuifer artois adalah akuifer yang dibatasi di bagian atas dan

Page 45: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

33

bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini

disebut muka pisometrik yang mempunyai tekanan lebih besar dari

tekanan udara luar.

Ø Akuifer dengan produktifitas tinggi adalah akuifer yang dibatasi di bagian

atasnya oleh muka air bertekanan sama dengan tekanan udara luar (1

atmosfer) dan di bagian bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah

tanah pada akuifer ini disebut muka air preatik.

2. Geologi

Keterangan geologi secara lebih rinci terdapat dalam Tabel Lampiran 6.

Ø Aluvium (Ha)

Ø Batuan granit tak terpisahkan (Ha)

Ø Endapan gunung api muda (Ha)

Ø Formasi campang (Ha)

Ø Formasi lampung (Ha)

Ø Formasi tarahan (Ha)

Ø Sekis way galih (Ha)

Gambar 10 Peta geologi bagian wilayah Kota Bandar Lampung

3. Kelerangan

Ø 0 – 2 %

Ø 2% – 20 %

Page 46: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

34

Ø 20% – 40 %

Ø > 40 %

Gambar 11 Peta kelas lereng bagian wilayah Kota Bandar Lampung

Ruang lingkup wilayah

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kota Bandar Lampung,

mencakup seluruh kecamatan yang ada, yaitu 13 kecamatan dan 98

desa/kelurahan. Unit analisis terkecil yang digunakan dalam penelitian ini adalah

desa/kelurahan. Secara geografis Kota Bandar Lampung berada pada posisi

50°20’ - 50°30’ LS dan 105°28’ - 105°37’ BT dengan luas wilayah daratan

19.220 Ha.

Batas-batas administratif Kota Bandar Lampung a dalah:

• Sebelah utara : Kecamatan Natar (Kabupaten Lampung Selatan).

• Sebelah selatan : Teluk Lampung.

• Sebelah timur : Kecamatan Tanjung Bintang (Kab. Lampung Selatan)

• Sebelah barat : Kecamatan Gedung Tataan dan Padang Cermin

(Kabupaten Lampung Selatan).

Page 47: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

35

Tabel 1 Keterangan nomor urut dan nama desa/kelurahan

Kecamatan Nomor Ds/Kel Nama Desa/Kel

Kecamatan

Nomor Ds/Kel Nama Desa/Kel

Telukbetung Brt 1 Sukamaju 50 Enggal 2 Keteguhan 51 Pelita 3 Kota Karang 52 Palapa 4 Perwata 53 Kaliawi 5 Bakung 54 Kelapa Tiga 6 Kuripan 55 Tanjung Karang 7 Negri Olok Gading 56 Gunung Sari 8 Sukajaya 57 Pasir Gintung Telukbetung Sel 9 Gedung Pakuon 58 Penengahan 10 Talang Tj Karang Barat 59 Susunan Baru 11 Pesawahan 60 Sukadana Ham 12 Telukbetung 61 Suka Jawa 13 Kangkung 62 Gedung Air 14 Bumi Waras 63 Segala Mider 15 Pecohraya 64 Gunung Terang 16 Sukaraja Kemiling 65 Sumber Agung 17 Geruntang 66 Kedaung 18 Ketapang 67 Pinang Jaya 19 Way Lunik 68 Beringin Raya Panjang 20 Srengsem 69 Sumber Rejo 21 Panjang Selatan 70 Kemiling Permai 22 Panjang Utara 71 Langkapura 23 Pidada Kedaton 72 Sukamenanti 24 Way Laga 73 Sidodadi 25 Way Gubak 74 Surabaya 26 Karang Maritim 75 Per Way Halim Tj Karang Timur 27 Rawa Laut 76 Kedaton 28 Kota Baru 77 Labuan Ratu 29 Tanjung Agung 78 Kampung Baru 30 Kebon Jeruk 79 Sepang Jaya 31 Sawah Lama Rajabasa 80 Rajabasa Raya 32 Sawah Brebes 81 Gedung Meneng 33 Jaga Baya I 82 Rajabasa 34 Kedamaian 83 Rajabasa Jaya 35 Tanjung Raya Tanjung Seneng 84 Labuhan Dalam 36 Tanjung Gading 85 Tanjung Seneng 37 Campang Raya 86 Way Kandis Telukbetung Utr 38 Kupang Kota 87 Per Way Kandis 39 Gunung Mas Sukarame 88 Sukarame 40 Kupang Teba 89 W Halim Permai 41 Kupang Raya 90 Gunung Sulah 42 Pahoman 91 Way Dadi 43 Sumur Batu 92 Harapan Jaya 44 Gulak Galik Sukabumi 93 Jagabaya II 45 Pengajaran 94 Jagabaya III 46 Sumur Putri 95 Tanjung Baru 47 Batu Putu 96 Kalibalok Kencn Tj Karang Pusat 48 Durian Payung 97 Sukabumi Indah 49 Gotong Royong 98 Sukabumi Sumber : Bappeda Kota Bandar Lampung tahun 2003

Page 48: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

36

Gambar 12 Peta administrasi Kota Bandar Lampung

Pengumpulan Data

Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data

sekunder. Sumber data untuk masing-masing tujuan adalah sebagai berikut:

• Konsistensi penyusunan RTRW dengan pedoman yang berlaku. Seluruh

pedoman penyusunan RTRW diperoleh di Bappeda Provinsi Lampung.

Dokumen RTRW Kota Bandar Lampung beserta Perda No 4/2004 tentang

RTRW Kota Bandar Lampung diperoleh dari Bappeda Kota Bandar Lampung.

• Konsistensi RTRW Kota Bandar Lampung ditinjau dari aspek keserasian

dengan ruang wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context). Peta rencana

pemanfaatan ruang Kota Bandar Lampung diperoleh dari Bappeda Kota

Bandar Lampung, sedangkan peta rencana pemanfaatan ruang Kabupaten

Lampung Selatan diperoleh dari Bappeda Kabupaten Lampung Selatan.

• Implikasi konsistensi penataan ruang terhadap kinerja perkembangan wilayah

serta faktor -faktor pendorong perkembangan wilayah (prasarana dasar kota

dan kondisi fisik wilayah). Data perkembangan wilayah diperoleh dari

PODES 2005, sedangkan data prasarana dasar kota diperoleh dari PDAM Way

Rilau dan PODES 2005. Data kondisi fisik wilayah berupa peta kemiringan

tanah dan peta hidrologi diperoleh dari Bappeda Kota Bandar Lampung,

sedangkan peta geologi diperoleh dari P3G Bandung.

Page 49: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

37

Analisis Proses Penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung

Untuk mengetahui kesesuaian antara proses penyusunan RTRW Kota

Bandar Lampung dengan pedoman penyusunan dan ketentuan yang berlaku

dilakukan analisis pembandingan tabel proses penyusunan dengan pedoman. Dari

hasil analisis tersebut akan diketahui konsistensi proses penyusunan RTRW Kota

Bandar Lampung. Jika konsisten, maka akan dilakukan analisis logika verbal

untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Jika hasil analisis menunjukkan

inkonsisten, maka akan dilakukan analisis logika verbal untuk menghasilkan suatu

saran dan rekomendasi untuk mencari solusi terbaik.

Ya Tidak

Gambar 13 Kerangka proses tujuan pertama

Pengumpulan Dokumen RTRW Kota Bandar Lampung &

Pedoman Penyusunan RTRWK

Analisis Logika Verbal

Analisis Logika Verbal

Saran/Rekomendasi Kesimpulan

Teknis Penyusunan RTRW

Dokumen RTRW Kota

Bandar Lampung

Analisis Pembandingan

Pedoman Penyusunan

• UU 24/1992 • PP 47/1997 • KEPMEN

KIMPRASWIL 327/2002

• PERDA 5/2001

Sesuai Pedoman?

Page 50: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

38

Tabel 2 Rancangan tabel analisis proses penyusunan RTRW

No Aspek Ketentuan Pelaksanaan Keterangan Prosentase

1

2

3

4

Analisis Konsistensi RTRW dalam Inter-Regional Context

Untuk mengetahui konsistensi rencana pemanfaatan ruang Kota Bandar

Lampung dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context) dilakukan dengan

menggunakan metode tumpang tindih (map overlay) antara peta rencana

pemanfaatan ruang Kota Bandar Lampung dengan peta rencana pemanfaatan

ruang Kabupaten Lampung Selatan. Alat kontrol yang digunakan dalam melihat

konsistensi tersebut adalah peta rencana pemanfaatan ruang Provins i Lampung.

Ya Tidak

Gambar 14 Kerangka proses tujuan kedua

Dari hasil Map Overlay tersebut akan terlihat kesinergian rencana tata ruang

Kota Bandar Lampung dengan ruang sekitarnya serta teridentifikasi apakah

penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung sudah memperhatikan aspek kawasan

Kesimpulan

Konsisten?

Saran/Rekomendasi

Peta Rencana TGT Kab Lamsel

Peta Rencana TGT Kota BDL

Data Peta

Peta Rencana TGT Prov Lampung

Overlay Peta

Analisis Logika Verbal

Page 51: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

39

fungsional. Analisis regional antara Kota Bandar Lampung dengan wilayah

sekitarnya dilakukan dengan menggunakan analisis logika verbal.

Analisis Kinerja Perkembangan Wilayah

Untuk mengetahui implikasi konsistensi penataan ruang terhadap kinerja

perkembangan wilayah dilakukan dengan analisis logika verbal.

Gambar 15 Kerangka proses tujuan ketiga

Lebih lanjut kinerja perkembangan wilayah akan dipengaruhi oleh adanya

dorongan/kekuatan untuk perubahan (forces of change) yang diidentifikasi

disebabkan karena aspek kondisi fisik wilayah (hasil overlay) dan konfigurasi

ruang infrastruktur dasar kota (McGill, 1998).

Spatial Durbin Model

Peta Kemiringan

Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kinerja Perkembangan Wilayah

Overlay Peta

Variabel2 Indikator Perkembangan Wil

PCA

Konfigurasi Ruang Prasarana Dasar Kota

Karakteristik Fisik Tiap Unit Ruang

Indeks Komposit Perkembangan Wilayah

Data Peta

Data Prasarana Dasar Kota

Data Perkembangan Wilayah

Indeks Komposit Prasarana Dasar & Kondisi Fisik Wilayah

PCA

Peta Geologi

Peta Hidrologi

Page 52: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

40

Gambar 16 Bagan alir tujuan ketiga

Tabel 3 Variabel infrastruktur dasar kota

ASPEK VARIABEL INDIKATOR UNIT SATUAN

∑ rumah tangga Infrastruktur dasar kota ↑

∑ pelanggan listrik ∑PL/ ∑RT ↑ KK

∑ pelanggan telepon ∑PT/∑RT ↑ KK

∑ pelanggan PDAM ∑PPDAM/∑RT ↑ KK

panjang jalan rasio panjang /luas wilayah ↑ Hk/Ha

rasio panjang /∑ penduduk Hk/Jiwa

Tabel 4 Variabel fisik wilayah

ASPEK VARIABEL INDIKATOR UNIT SATUAN

hidrologi air tanah langka (x) luas (x) /luas wilayah Ha

akuifer produktif (x) luas (x) /luas wilayah Ha

akuifer produktifitas rendah (x) luas (x) /luas wilayah Ha

akuifer produktifitas sedang (x) luas (x) /luas wilayah Ha akuifer produktif sedang &

menyebar luas(x) luas (x) /luas wilayah Ha

akuifer produktif tinggi (x) luas (x) /luas wilayah Ha

Geologi aluvium (x) luas (x) /luas wilayah Ha

batuan granit tak terpisahkan (x) luas (x) /luas wilayah Ha

endapan gunung api muda (x) luas (x) /luas wilayah Ha formasi campang (x) luas (x) /luas wilayah Ha

formasi lampung (x) luas (x) /luas wilayah Ha

formasi tarahan (x) luas (x) /luas wilayah Ha

sekis way galih (x) luas (x) /luas wilayah Ha

kelerengan 0 – 2% (x) luas (x) /luas wilayah Ha 2% – 20% (x) luas (x) /luas wilayah Ha

20% – 40% (x) luas (x) /luas wilayah Ha

> 40% (x) luas (x) /luas wilayah Ha

Kinerja Perkembangan

Wilayah

X1 X2

Y1

Y2

Karakteristik Fisik Wilayah

Konfigurasi Ruang Prasarana

Dasar Kota

Konsistensi Penataan Ruang

Page 53: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

41

Tabel 5 Variabel perkembangan wilayah

INDIKATOR ASPEK VARIABEL Aktual Standar

UNIT SATUAN

fisik ruang ↑ luas wilayah luas kawasan budidaya ↑ rasio luas budidaya/luas

wilayah ↑ 0,7 Hektar

luas kawasan terbangun ↑ rasio terbangun/budidaya ↑ 0,6 Hektar

ekonomi ↑ ∑ keluarga miskin ↓ rasio ∑ keluarga miskin/RT ↓ KK ∑ penerimaan daerah ↑ Rupiah ∑ pengeluarn daerah ↑

rasio (penerimaan total-pengeluaran rutin)/penerimaan total ↑

∑ industri ↑ rasio ∑ industri desa/ ∑ industri total ↑ Unit ∑ warung/toko ↑ ∑ wartok/1.000 pdd 1/250 Unit/Jiwa

∑ mini/ supermarket ↑ ∑ minimarket/1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa

∑ pasar ↑ ∑ pasar/1.000 pdd 1/120.000 Unit/Jiwa ∑ restauran ↑ ∑ restaurant/1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa ∑ bank ↑ ∑ bank/1.000 pdd 1/480.000 Unit/Jiwa

∑ KUD ↑ ∑ KUD/1.000 pdd 1/120.000 Unit/Jiwa

∑ hotel ↑ ∑ hotel/1.000 pdd 1/480.000 Unit/Jiwa

sosial ↑ ∑ korban kriminalitas ↓ ∑ korban per desa/∑ krban total ↓ Jiwa

∑ TK ↑ ∑ TK/1.000 pdd 1/1.000 Unit/Jiwa ∑ SD ↑ ∑ SD/1.000 pdd 1/1.600 Unit/Jiwa ∑ SLTP ↑ ∑ SLTP/1.000 pdd 1/4.800 Unit/Jiwa

∑ SLTA ↑ ∑ SLTA/1.000 pdd 1/4.800 Unit/Jiwa

∑ Akademi/PT ↑ ∑ Ak/PT/1.000 pdd 1/1.000.000 Unit/Jiwa ∑ KK penerima K sehat ↑ rasio ∑ KK penerima kartu sehat/∑KK ↑ KK

∑ rumah sakit ↑ ∑ RS/1.000 pdd 1/240.000 Unit/Jiwa

∑ puskesmas ↑ ∑ puskes/1.000 pdd 1/120.000 Unit/Jiwa

∑ poliklinik ↑ ∑ polik/1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa

∑ praktek dokter ↑ ∑ praktek dokter/1.000 pdd 1/5000 Unit/Jiwa

∑ praktek bidan ↑ ∑ praktek bidan/1.000 pdd 1/3.000 Unit/Jiwa

∑ masjid ↑ ∑ masjid/1.000 pdd 1/1.750 Unit/Jiwa

∑ langgar/surau ↑ ∑ surau/1.000 pdd 1/300 Unit/Jiwa

∑ gereja ↑ ∑ gereja/1.000 pdd 1/1.750 Unit/Jiwa

∑ pura ↑ ∑ pura/1.000 pdd 1/1.750 Unit/Jiwa

∑ vihara ↑ ∑ vihara/1.000 pdd 1/1.750 Unit/Jiwa

budaya ↑ ∑ bioskop ↑ ∑ bioskop/1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa

∑ diskotik ↑ ∑ diskotik/1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa ∑ alun-alun ↑ ∑ alun2/1.000 pdd 1/2.500 Unit/Jiwa

∑ tempat sewa VCD ↑ ∑ tempat sewa /1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa

∑ rumah bilyard ↑ ∑ rmh bilyard/ 1.000 pdd 1/30.000 Unit/Jiwa

transportasi ↑ ∑ pelabuhan ↑ 1/1.000.000 Unit/Jiwa

∑ stasiun KA ↑ 1/1.000.000 Unit/Jiwa

∑ terminal ↑ 1/1.000.000 Unit/Jiwa

Keterangan : Variabel ↑ menyebabkan aspek ↑ (kinerja perkembangan wilayah ↑)

Sumber: Kepmen PU No 378/KPTS/1987

Page 54: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

42

Dari indikator -indikator tersebut, selanjutnya dapat dihitung score dengan

pendekatan sebagai berikut:

XbXbXi

Yi−

= Yi ≥ -1

Yi : Score relatif terhadap standar

Xi : Rasio aktual (per 1000 penduduk)

Xb : Rasio menurut standar

Untuk mengetahui hubungan antara kinerja perkembangan wilayah dengan

konfigurasi spasial prasarana dasar kota dan kondisi fisik wilayah digunakan

metode regresi.

Asumsi regresi standar antara lain:

• Antar sampel harus independent (saling bebas)

• Antar variabel penjelas harus independent (saling bebas)

Mengingat data yang digunakan adalah data hasil survey (tanpa memberi

perlakuan), maka dalam data tersebut sangat potensial terjadi multicollinearity,

sehingga struktur data yang dihasilkan akan menjadi bias. Untuk menghindari

terjadinya hal tersebut, maka dilakukan Principal Components Analysis (PCA).

Mengingat variabel yang akan diukur memiliki dimensi lokasi, maka berlaku

hukum geografi dan ilmu wilayah (teori lokasi), bahwa ada keterkaitan antar

wilayah (spasial) yang mempengaruhi pola hubungan antara kedua variabel.

Dengan menggunakan ilustrasi dalam proses pemupukan, bahwa regresi

sederhana hanya sahih digunakan dalam penelitian percobaan laboratorium

dimana perlakuan pemupukan antara tanaman di suatu pot hasilnya akan berbeda

dengan perlakuan pemupukan di pot lain. Hal ini karena kejadian dalam suatu pot

hanya dipengaruhi oleh perlakuan dalam pot tersebut dan tidak saling berpengaruh

terhadap kejadian di pot lain. Kondisi berbeda akan ditemukan di lapangan, yaitu

jika di suatu areal sawah dilakukan pemupukan, maka tanaman pada sawah yang

memiliki aliran air sama dan terletak dibawahnya akan menjadi subur karena

adanya pengaruh/faktor aliran antar lokasi. Dengan kata lain kejadian di suatu

tempat tidak hanya dipengaruhi oleh peristiwa di tempat tersebut, tetapi juga

dipengaruhi oleh kejadian di tempat lain. Untuk kasus seperti ini, regresi

Page 55: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

43

sederhana menjadi kurang sahih untuk digunakan, sehingga regresi yang dapat

digunakan adalah Spatial Durbin Model.

Principal Components Analysis (PCA)

Teknik analisis ini mentransformasikan secara linier satu set peubah ke

dalam peubah baru yang lebih sederhana dengan ukuran lebih kecil representatif

dan ortogonal (tidak saling berkorelasi) (Saefulhakim, 2005). Format data untuk

PCA dapat disusun membentuk matriks yang berukuran n x p, dengan n : unit

sample (jumlah desa) dan p ; jumlah peubah (kolom). Analisis komponen utama

ini dilakukan sampai diperoleh nilai PC Score terbaik, yaitu: PC Score g\dengan

nilai akar ciri (eigenvalues) diatas 65%; jumlah faktor-faktor baru yang diperoleh

pada tabel factor loading dibawah lima; dan kore lasi antar variabel-variabel asal

dengan faktor -faktor baru pada factor loading dapat diinterpretasikan secara logis.

Tabel 6 Rancangan tabel PCA

Desa

Variabel Perkembangan Desa

Infrastruktur Dasar Kota

Variabel Karakteristik Fisik Wilayah

Persamaan umum PCA adalah:

Yk = ak 1X1 + ak2X2 + ak3X3 + … + akpXp

Adapun maksud dari analisis komponen utama ini adalah untuk

mengelompokkan variabel-variabel menjadi beberapa kelompok. Ada dua tujuan

dasar dari PC, yaitu:

• Ortogonalisasi Variabel: mentransformasikan suatu struktur data dengan

variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan

variabel-variabel baru (yang disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor)

yang tidak saling berkorelasi.

• Penyederha naan Variabel: banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh

lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya

(total ragamnya) relatif tidak berubah (Saefulhakim, 2005).

Page 56: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

44

Hasil PCA antara lain:

Ø Akar ciri (eigen value) merupakan suatu nilai yang menunjukkan keragaman

dari peubah komponen utama dihasilkan dari analisis, semakin besar nilai

eigen value, maka semakin besar pula keragaman data awal yang mampu

dijelaskan oleh data baru.

Ø Proporsi dan komulatif akar ciri, nilai pembobot (eigen vector) merupakan

parameter yang menggambarkan hubungan setiap peubah dengan komponen

utama ke -i.

Ø Component score adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data

baru dari hasil komponen utama dan digunakan setelah PCA.

Ø PC loading menggambarkan besarnya korelasi antar variable pertama dengan

komponen ke-i. PC scores ini yang digunakan jika terjadi analisis lanjutan

setelah PCA. Factor Loadings (Lα) adalah sama dengan Factor Score

Coefficients (Cα) kali Eigenvalue Faktor atau Komponen Utamanya (λα).

Dari proses olah kinerja perkembangan wilayah dengan PCA, dihasilkan

indeks komposit yang meliputi:

• Indeks komposit untuk kinerja pembangunan wilayah

• Indeks komposit untuk prasarana dasar kota

• Indeks komposit untuk kondisi fisik wilayah

Hasil analisis PCA digunakan untuk menduga parameter model hubungan

antara kinerja perkembangan wilayah dengan konfigurasi ruang prasarana dasar

kota dan kondisi fisik wilayah. Teknik yang digunakan untuk menganalisis tujuan

tersebut adalah analisis Spatial Durbin Model (LeSage, 1999).

Spatial Durbin Model

Prinsip dasar Spatial Durbin Model hampir sama dengan regresi berbobot

(weighted regression), dengan variabel yang menjadi pembobot adalah faktor

lokasi. Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi ini menyebabkan munculnya

fenomena ‘autokorelasi spasial’. Spatial Durbin Model merupakan pengembangan

dari model regresi sederhana yang telah mengakomodasikan fenomena-fenomena

autokorelasi spasial, baik dalam variabel tujuan maupun dalam variabel

penjelasnya. Misalnya untuk mengetahui tingkat perkembangan di suatu wilayah

Page 57: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

45

selain dipengaruhi variabel bebas (hasil olah PCA) juga dipengaruhi oleh variabel

lain, yaitu hubungan spasial. Data yang digunakan untuk variabel bebas (x)

berasal dari komponen utama hasil pengolahan PCA. Representasi faktor lokasi

pada Spatial Durbin Model dalam bentuk matriks kedekatan yang disebut dengan

contiquity matrix (LeSage, 1999) .

Perhitungan contiguity matrix untuk mengetahui hubungan perkembangan

wilayah dengan konfigurasi ruang prasarana dasar kota dan karakteristik fisik

wilayah dalam penelitian ini didasarkan pada 2 (dua) aspek, yaitu:

• Ketetanggaan (batas wilayah)

Jika kedua wilayah berdekatan/bertetanggaan, maka keterkaitan antar kedua

wilayah tersebut relatif tinggi. Untuk suatu fasilit as tertentu, kedua wilayah

dapat memanfaatkan secara bersama-sama, misalnya penggunaan SLTP.

Dengan kata lain bahwa aktivitas /peristiwa di suatu tempat akan dipengaruhi

oleh kejadian di tempat lain.

• Kebalikan jarak (centroid)

Semakin besar nilai jarak antara kedua wilayah, maka semakin kecil

keterkaitan antar wilayah (berbanding terbalik), sehingga interaksi antar

wilayah relatif berkurang. Untuk karakteristik fisik wilayah, wilayah yang

bertetanggaan akan memiliki karakteristik fisik alamiah hampir sama yang

dimungkinkan karena adanya kemiripan prose alamiah.

Pendekatan rumus kinerja perkembangan wilayah:

Y2 = α + (Σ kρ4kWk)Y2 + βX1 + (Σ kρ1kWk)X1 + γX2 + (Σ kρ 2kWk)X2 + µX3 +

(Σ kρ 3kWk)X3 + ε

Y2 : Variabel kinerja perkembangan wilayah

α : Parameter konstanta regresi

ρ 4 : Parameter koefisien kontiguitas spasial kinerja perkembangan wilayah

W1 : Matriks kontiguitas antar wilayah desa/kelurahan berdasarkan

ketetanggaan batas administrasi

• Jika kedua wilayah berbatasan langsung, maka diberi angka 1;

• Jika ke dua wilayah tidak berbatasan langsung atau wilayah tersebut

berbatasan dengan dirinya sendiri, maka diberi angka 0.

Page 58: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

46

W2 : Matriks kontiguitas antar wilayah desa/kelurahan berdasarkan

kebalikan jarak antar centroid wilayah administratif

β : Parameter koefisien infrastruktur dasar kota

ρ 1 : Parameter koefisien kontiguitas spasial infrastruktur dasar kota

k : Variabel sampel (desa/kelurahan)

X1 : Variabel infrastruktur dasar kota

γ : Parameter koefisien karakteristik fisik wilayah

ρ 2 : Parameter koefisien kontiguitas spasial karakteristik fisik

X2 : Variabel karakteristik fisik wilayah

µ : Parameter koefisien konsistensi pemanfaatan ruang

ρ 3 : Parameter koefisien kontiguitas spasial konsistensi pemanfaatan ruang

X3 : Variabel konsistensi pemanfaatan ruang

Tabel 7 Rancangan Contiguity Matrix W terhadap ketetanggaan

Wil A Wil B Wil C Wil D Wil E Wil F

Wil A 0 1 1 0 0 0

Wil B 0

Wil C 0

Wil D 0

Wil E 0

Wil F 0

Page 59: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

47

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Umum Kota Bandar Lampung

Secara administratif Kota Bandar Lampung dibentuk pada tanggal 17 Juni

1983 sebagai bagian dari wilayah kota dalam pembentukan Keresidenan Provinsi

Lampung yang ditetapkan berdasarkan PP No 3 Tahun 1964. Semula kota ini

terdiri dari 4 kecamatan 30 kelurahan, namun dalam perkembangannya telah

terjadi beberapa kali pemekaran wilayah. Terakhir dengan ditetapkannya Perda

Kota Bandar Lampung No 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Penghapusan dan

Penggabungan Kecamatan dan Kelurahan, Kota Bandar Lampung ditetapkan

terdiri dari 13 Kecamatan dengan 98 kelurahan.

Kota Bandar Lampung mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam

lima tahun terakhir. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari fungsi Kota Bandar

Lampung dalam konteks pertumbuhan wilayah Provinsi Lampung sebagai pusat

pemerintahan provinsi, pusat perdagangan regional, pusat pelayanan transportasi

regional, pusat pendidikan dan kebudayaan regional, pusat industri maritim dan

pengolah bahan baku pertanian, serta pusat penyediaan energi dan telekomunikasi.

Jumlah penduduk pada tahun 2005 tercatat sebanyak 788.337 jiwa yang

terdiri dari laki-laki berjumlah 393.061 jiwa dan perempuan berjumlah 395.276

jiwa. Tingkat kepadatan rata-rata di Kota Bandar Lampung adalah 42 jiwa/ha

dengan distribusi yang sangat sangat bervariasi dari yang relatif rendah yaitu

Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling (2 jiwa per ha) sampai yang relatif

tinggi, yaitu Kelurahan Kelapa Tiga Kecamatan Tanjung Karang Pusat (553 jiwa

per ha). Wilayah dengan kepadatan tinggi didominasi oleh wilayah yang berlokasi

di pusat kota , sedangkan wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk rendah

didominasi oleh wilayah yang berlokasi di pinggiran kota.

Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah penduduk dan tingkat kepadatan

penduduk di Kota Bandar Lampung tidak merata dan sangat bervariasi, bukan

hanya antar kecamatan, tetapi juga antar kelurahan yang terdapat dalam

kecamatan yang sama. Kondisi ini berpotensi menimbulkan terjadinya

ketimpangan dalam percepatan pembangunan antar wilayah.

Page 60: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

48

Tabel 8 Jumlah dan kepadatan penduduk perkelurahan di Kota Bandar Lampung

Kecamatan Kelurahan Σ Penduduk (Jiwa) Luas wilayah (Ha) Kepadatan (Jw/Ha)

Sukamaju 4,249 639 7 Keteguhan 8,483 364 24 Kota Karang 14,301 56 256 Perwata 3,842 23 168 Bakung 5,706 107 54 Kuripan 4,636 34 137 Negri Olok Gading 4,359 109 40

Telukberung Barat Sukajaya 4,236 627 7

Gedung Pakuon 4,181 36 117 Talang 7,913 46 173 Pesawahan 11,242 63 179 Telukbetung 4,643 19 245 Kangkung 12,079 30 403 Bumi Waras 17,239 73 237 Pecohraya 5,116 83 62 Sukaraja 10,209 79 130 Geruntang 6,797 110 62 Ketapang 4,370 124 36

Telukbetung Selatan Way Lunik 9,370 150 63

Srengsem 7,571 456 17 Panjang Selatan 11,998 106 114 Panjang Utara 12,679 112 114 Pidada 10,878 318 35 Way Laga 6,503 433 16 Way Gubak 3,023 546 6

Panjang Karang Maritim 8,781 105 84

Rawa Laut 5,298 51 104 Kota Baru 11,647 103 114 Tanjung Agung 7,021 22 320 Kebon Jeruk 5,424 23 236 Sawah Lama 5,815 12 485 Sawah Brebes 7,334 30 245 Jaga Baya I 2,783 17 164 Kedamaian 14,375 128 113 Tanjung Raya 5,772 54 107 Tanjung Gading 2,924 105 28

Tanjung Karang T imur Campang Raya 8,695 960 10

Kupang Kota 10,410 44 237 Gunung Mas 3,709 104 36 Kupang Teba 11,158 66 170 Kupang Raya 3,424 17 202 Pahoman 4,835 76 64 Sumur Batu 7,882 78 102 Gulak Galik 7,082 72 99 Pengajaran 5,747 116 50 Sumur Putri 4,597 92 50

Telukbetung Utara Batu Putu 4,108 93 45

Durian Payung 9,480 98 97 Gotong Royong 5,467 38 144 Enggal 5,282 64 83 Pelita 5,537 23 241 Palapa 4,317 30 144 Kaliawi 13,373 42 319 Kelapa Tiga 11,606 21 553 T anjung Karang 3,814 28 137 Gunung Sari 2,888 21 138 Pasir Gintung 5,055 30 169

Tanjung Karang Pusat Penengahan 6,382 40 160

Page 61: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

49

Tabel 8 Lanjutan

Kecamatan Kelurahan Σ Penduduk (Jiwa) Luas wilayah (Ha) Kepadatan (Jw/Ha)

Susunan Baru 2,804 338 9 Sukadana Ham 2,388 954 3 Suka Jawa 14,385 82 176 Gedung Air 10,647 131 82 Segala Mider 14,436 225 65

Tanjung Karang Barat Gunung Terang 7,178 201 36

Sumber Agung 3,027 498 7 Kedaung 1,035 577 2 Pinang Jaya 3,050 195 16 Beringin Raya 13,020 711 19 Sumber Rejo 12,767 703 19 Kemiling Permai 11,403 713 16

Kemiling Langkapura 8,715 228 39

Sukamenanti 6,369 38 168 Sidodadi 11,230 86 131 Surabaya 10,339 84 124 Perumnas Way Halim 12,018 92 131 Kedaton 13,242 497 27 Labuan Ratu 17,388 312 56 Kampung Baru 7,630 155 50

Kedaton Sepang Jaya 11,829 138 86

Rajabasa Raya 6,078 227 27 Gedung Meneng 8,587 328 27 Rajabasa 16,883 319 53

Rajabasa Rajabasa Jaya 4,578 319 15

Labuhan Dalam 6,131 227 28 Tanjung Seneng 11,287 312 37 Way Kandis 5,481 307 18

Tanjung Seneng Perumnas Way Kandis 5,970 319 19

Sukarame 17,851 403 45 Way Halim Permai 8,052 120 68 Gunung Sulah 9,271 97 96 Way Dadi 15,696 348 46

Sukarame Harapan Jaya 7,924 376 22

Jagabaya II 13,599 104 131 Jagabaya III 8,281 103 81 Tanjung Baru 5,681 140 41 Kalibalok Kencana 7,220 125 58 Sukabumi Indah 7,203 271 27

Sukabumi

Sukabumi 10,019 271 37

Sumber : PODES 2005

Penataan Ruang Kota Bandar Lampung

RTRW Kota Bandar Lampung

Sesuai amanat UU 24 Tahun 1992, pada tahun 1994 Pemeritah Kota Bandar

Lampung menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar

Lampung dan disusun kembali pada tahun 2003 serta mendapat legalitas hukum

melalui Perda Nomor 4 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Bandar Lampung Tahun 2005-2015.

Page 62: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

50

Dengan posisi yang sangat strategis membawa konsekuensi kota ini

memiliki peranan yang sangat strategis , baik dalam skala nasional sebagaimana

diamanatkan dalam PP 47 Tahun 1997 tentang RTRWN maupun dalam skala

provinsi sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 5 Tahun 2001 tentang

Penataan Ruang Wilayah Provinsi Lampung, yaitu peran sebagai salah satu Pusat

Kegiatan Nasional (PKN) dan Kawasan Andalan Nasional.

Dalam perannya sebagai PKN membawa konsekuensi bahwa Kota Bandar

Lampung dituntut untuk mampu memberikan pelayanan transportasi yang

memadai dan mampu berperan sebagai transhipment point berbagai moda

angkutan lintas regional, nasional dan internasional. Hal ini didukung oleh

berbagai rencana pengembangan dalam sistem transportasi regional. Rencana

pembangunan jembatan Selat Sunda yang menghubungkan Pulau Jawa dengan

Pulau Sumatera akan memperlancar aliran pergerakan penumpang dan barang.

Pelabuhan Panjang dilengkapi dengan sistem angkutan antar moda yang memiliki

akses terhadap seluruh wilayah di Provinsi Lampung dan Sumatera Bagian

Selatan. Gugusan jaringan kereta api Trans Sumatera menjadi salah satu alternatif

sarana pergerakan antar moda. Adanya rencana pembangunan jalan tol ke arah

palembang akan turut mendukung kelancaran aksesibilitas tersebut.

Dalam perannya sebagai kawasan andalan, Kota Bandar Lampung dituntut

untuk mampu menjadi stimulan perkembangan wilayah-wilayah disekitarnya,

artinya kebijakan-kebijakan pembangunan diarahkan untuk mewujudkan

kesinergian pembangunan dan mampu mendistribusikan hasil-hasil pembangunan

kepada kawasan-kawasan sekitarnya (spreed effect), bukan menghisap potensi

sekitarnya (backwash effect) yang hanya akan menimbulkan berbagai

permasalahan ketimpangan pembangunan

Selain mempertegas dua peran nasional tersebut, dalam RTRW Provinsi

Lampung disebutkan peran Kota Bandar Lampung sebagai pusat pelayanan

primer bagi kawasan-kawasan disekitarnya. Prioritas pengembangan/penanganan

Kota Bandar Lampung berdasarkan kebijakan Provinsi Lampung adalah sebagai

pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata, pendidikan, pelayanan,

pelabuhan dan industri.

Page 63: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

51

Strategi pengembangan kawasan andalan Kota Bandar Lampung yang

ditetapkan Pemerintah Provinsi Lampung (Dokumen Rencana Kawasan Andalan

Kota Bandar Lampung dan Sekitarnya) dalam keterkaitan dengan perannya

sebagai pusat pelayanan primer adalah:

1. Berorientasi pada kegiatan jasa, perdagangan, perbankan, pariwisata,

pendidikan, riset dan industri yang ramah lingkungan.

2. Pengembangan pelabuhan panjang dan Pelud Radin Inten II.

3. Keterpaduan pengembangan Kota Bandar Lampung dan kota satelit.

4. Pengembangan Bandar Lampung Waterfront City yang berfungsi sebagai

pusat pemerintahan, pariwisata dan jasa.

5. Pengembangan prasarana ekonomi yang selaras dengan prasarana pemenuhan

kebutuhan pokok warga kota.

6. Orientasi sebagai pusat pelayanan regional yang dipersiapkan menghadapi

tantangan globalisasi.

Visi Kota Bandar Lampung Tahun 2020 adalah ‘Kota Berbudaya, Nyaman

dan Berkelanjutan (BERNYALA)’. Berbudaya adalah suatu kondisi dan sikap

masyarakat yang menjunjung tinggi nilai agama, moral/etika, hukum dan budaya

yang didukung oleh imtaq (iman dan taqwa) serta iptek (ilmu pengetahuan dan

teknologi). Nyaman adalah sutau kondisi dimana masyarakat merasa aman, tertib

dan sejahtera. Berkelanjutan adalah suatu kondisi yang menjamin kontinyuitas

pengelolaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam secara

bertanggungjawab.

Page 64: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

52

HASIL PEMBAHASAN

Konsistensi Penyusunan Tata Ruang dengan Pedoman yang Berlaku

Konsistensi proses penyusunan dengan pedoman

Menurut Kepmen Kimpraswil No 327/KPTS/M/2002, terdapat empat

tahapan yang harus dilakukan dalam proses teknis penyusunan RTRW Kota , yaitu

penentuan arah pengembangan, identifikasi potensi dan masalah pembangunan,

perumusan RTRW Kota Bandar Lampung dan penetapan RTRW Kota Bandar

Lampung. Dengan menggunakan prosentase perhitungan tingkat konsistensi

antara teknis penyusunan RTRW dengan pedoman tersebut serta dengan

menggunakan kriteria sesuai (lebih dari sama dengan 75%), kurang sesuai (50% -

74%) dan tidak sesuai (kurang dari 50%) diketahui bahwa terdapat

ketidaksempurnaan dalam penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung, khususnya

pada tiga tahap pertama. Analisis pembandingan tabel dapat dilihat dalam tabel 8.

Tabel 9 Matriks analisis proses penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung

NO ASPEK/ KOMPONEN

PENJELASAN KOMPONEN

EKSISTING RENCANA

KETERANGAN NILAI (%)

Penentuan arah pengembangan

Batas perencanaan, tinjauan SOSEKBUD HANKAN & daya dukung lingkungan

Sesuai Ada sebagian ketentuan dalam pedoman yang tidak dijadikan rujukan dalam penyusunan RTRW.

78

Identifikasi potensi dan masalah pembangunan

Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam wilayah perencanaan

Kurang Sesuai

Syarat paripurna sebuah kajian tidak didasarkan seluruh syarat item dalam pedoman

53

Perumusan RTRW Kota Bandar Lampung

Merupakan pengejawantahan dari tujuan pengembangan serta perkiraan kebutuhan pengembangan

Sesuai Ada sebagian ketentuan dalam pedoman yang tidak dijadikan rujukan dalam penyusunan RTRW.

84

Penetapan RTRW Kota Bandar Lampung

Untuk mengoperasionalkan RTRW, dokumen RTRW ditetapkan dalam bentuk Perda

Sesuai RTRW Kota Bandar Lampung mendapat legalitas hukum melalui Perda 4/2004 tentang RTRW Kota Bandar Lampung 2005-2015

100

Prosentase Total 79

Page 65: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

53

Analisis proses penyusunan secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8.

Gambar Lampiran 1 menunjukkan substansi yang belum diakomodir dalam

penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung dan menyebabkan berbagai

permasalahan penataan ruang.

Walaupun terdapat ketidaksempurnaan dalam proses penyusunan RTRW,

secara keseluruhan proses teknis penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung 79%

sudah mengacu pada pedoman teknis yang berlaku. Kendati tidak 100%, angka

79% dapat dikatakan sudah cukup memenuhi kriteria. Dalam kurun waktu

berjalan, kontribusi 21% ketidaksempurnaan penyusunan tersebut ternyata

menimbulkan permasalahan yang cukup besar dan menjadi kendala dalam upaya

percepatan perkembangan Kota Bandar Lampung. Sebagai contoh adanya

ketidaksempurnaan dalam mengidentifikasi potensi perkembangan sosial

kependudukan yang hanya didasarkan pada satu item (tingkat pertumbuhan

penduduk) dari empat item yang ditetapkan (ukuran keluarga, budaya dan

pergerakan penduduk) menyebabkan rencana yang dihasilkan hanya didasarkan

aspek tertentu saja dan tidak mengkaji semua aspek yang notabene sangat

mempengaruhi kehidupan kota. Sementara rencana tata ruang adalah dokumen

publik yang komprehensif dan mengatur semua aspek kehidupan yang

menggunakan ruang. Kondisi tersebut menyebabkan rencana tata ruang yang

dihasilkan menjadi tidak aspirasi/sesuai dengan perubahan dan kebutuhan kota.

Konsistensi inter-regional context

Dalam UU 24 Tahun 1992 pasal 1 dan 7 serta Kepmen Kimpraswil

327/KPTS/M/2002 diamanatkan bahwa penyusunan RTRW didasarkan pada

aspek administratif dan kawasan fungsional serta keserasian dengan wilayah

sekitarnya. Satu-satunya wilayah administratif yang berbatasan langsung dengan

Kota Bandar Lampung adalah Kabupaten Lampung Selatan. Dari hasil overlay

antara peta RTRW Kota Bandar Lampung dengan RTRW Kabupaten Lampung

Selatan dengan kontrol RTRW Provinsi Lampung, menunjukkan bahwa terdapat

wilayah kosong dan wilayah yang tumpang tindih (overlap) diantara Peta RTRW

Kota Bandar Lampung dengan RTRW Lampung Selatan. Kondisi tersebut

Page 66: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

54

menunjukkan bahwa sistem informasi spasial belum memadai, mengingat

sebenarnya wilayah-wilayah tersebut secara aktual tidak dijumpai di lapangan.

Adapun lokasi ruang yang tidak bertuan tersebut berada disekitar kelurahan

sebagai berikut:

• Pada Kelurahan Rajabasa Jaya, berdasarkan RTRW Provinsi ditetapkan untuk

penggunaan lahan pertanian lahan kering.

• Kelurahan Harapan Jaya & Sukarame, berdasarkan RTRW Provinsi ditetapkan

untuk penggunaan lahan pertanian lahan kering.

• Kelurahan Campang Raya yang ditetapkan sebagai kawasan pengembangan

pertanian lahan kering.

Sedangkan kawasan overlap adalah:

• Sumber Agung, berdasarkan RTRW Kota Bandar Lampung ditetapkan

sebagai kawasan lindung, berdasarkan RTRW Kabupaten Lampung Selatan

ditetapkan sebagai kawasan palawija, sedangkan berdasarkan RTRW Provinsi

ditetapkan sebagai kawasan lindung. Semestinya pada saat penyusunan

RTRW Kota Bandar Lampung melibatkan Pemda Kabupaten Lampung

Selatan untuk mengecek kebenaran batas wilayah serta mencapai kesinergian

dalam alokasi pemanfaatan ruang. Kondisi yang terjadi saat ini akan

mengancam keberadaan hutan di wilayah overlap tersebut, karena baik di

wilayah yang tepat overlap maupun diwilayah-wilayah sekitarnya ditetapkan

sebagai kawasan budidaya palawija. Kecenderungan yang selama ini sering

terjadi adalah aktivitas budidaya merambah ke kawasan hutan, sehingga

kadang keberadaan hutan semakin terkonversi.

• Kemiling Permai dan Rajabasa Raya, berdasarkan RTRW Kota Bandar

Lampung ditetapkan sebagai kawasan perumahan, kebun campuran dan

kawasan pendidikan. Menurut RTRW Kabupaten Lampung Selatan ditetapkan

sebagai hutan produksi. Sedangkan berdasarkan RTRW Provinsi Lampung

ditetapkan sebagai hutan lindung dan kawasan perkotaan.

• Rajabasa Raya, menurut RTRW Kota Bandar Lampung ditetapkan sebagai

kawasan permukiman dan kebun campuran. Berdasarkan RTRW Kabupaten

Page 67: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

55

Lampung Selatan ditetapkan sebagai lahan kering dan hutan produksi tetap.

Sedangkan berdasarkan RTRW Provinsi ditetapkan sebagai kawasan

perkotaan.

• Kelurahan Harapan Jaya, berdasarkan RTRW Kota Bandar Lampung

ditetapkan sebagai kebun campuran dan permukiman. Berdasarkan RTRW

Kabupaten Lampung Selatan ditetapkan sebagai kawasan lahan kering.

Sedangkan berdasarkan RTRW Provinsi Lampung ditetapkan sebagai

kawasan lahan kering dan perkotaan.

Gambar 17 Peta kesesuaian rencana TGT Kota Bandar Lampung dengan

Kabupaten Lampung Selatan

Keberadaan lahan kosong (tidak be rtuan) dan lahan overlap (menjadi bagian

dua wilayah administratif) merupakan keadaan yang tidak dapat diabaikan. Untuk

itu perlu segera dilakukan upaya koordinasi antara dua wilayah yang berbatasan,

yaitu Kota Bandar Lampung dengan Kabupaten Lampung Selatan untuk

membahas kepastian batas wilayah dan membuat sistem pemetaan yang sesuai

antara batas wilayah aktual dengan pemetaannya. Jika hal tersebut tidak

dilakukan, maka akan menjadi kendala dalam optimasi kinerja penataan ruang,

terutama dalam proses pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Keberadaan wilayah-wilayah tersebut juga berpotensi menimbulkan konflik,

Page 68: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

56

seperti konflik tata batas yang terjadi antara Kabupaten Lampung Timur dengan

Kota Metro.

Koordinasi dan kerjasama dengan wilayah sekitarnya dalam pelaksanaan

pembangunan merupakan salah satu amanat UU 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah. Adapun tujuan dari kerjasama antar daerah adalah untuk

mewujudkan efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pembangunan.

Tanpa kerjasama dan koordinasi antar daerah, wilayah-wilayah perbatasan akan

mengalami kinerja perkembangan yang semakin tertinggal dari wilayah lainnya di

pusat kota. Ketertinggalan salah satu wilayah menurut Hukum Minimum Lybie

justru akan menjadi kendala dalam perkembangan wilayah secara keseluruhan.

Dalam jangka panjang ketertinggalan satu wilayah ini akan mengancam eksistensi

wilayah dengan kinerja perkembangan baik. Untuk itu sebenarnya keberimbangan

pembangunan sangat penting untuk dilaksanakan, sehingga pencapaian kinerja

pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat lebih

optimal (Saefulhakim, 2006). Keberimbangan dapat dicapai melalui kerjasama,

koordinasi dan memperhatikan kesinergian ruang kawasan sekitarnya (Inter-

Regional Context).

Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa kinerja perkembangan wilayah-

wilayah yang terletak di perbatasan relatif lebih tertinggal daripada kawasan

lainnya. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa proses penyusunan RTRW Kota

Bandar Lampung tidak didasarkan pada kesinergian dengan ruang sekitarnya.

Kurangnya koordinasi dan kerjasama antar wilayah menyebabkan munculnya

berbagai permasalahan tersebut. Selain itu proses penyusunan RTRW tidak

memperhatikan rencana tata ruang pada hierarki yang lebih tinggi, yaitu RTRW

Provinsi. Kondisi ini terlihat dari wilayah yang menurut RTRW Provinsi

diperuntukkan sebagai fungsi lindung, pada RTRW Kota Bandar Lampung

diperuntukkan untuk kawasan pengembangan terbatas. Keadaan ini merupakan

indikasi inkonsistensi dalam penataan ruang dan melanggar amanat UU 24 Tahun

1992. Lebih lanjut sampai saat ini belum ada Rencana Tata Ruang (RTR)

Kawasan Fungsional antara Kota Bandar Lampung dengan Kabupaten Lampung

Page 69: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

57

Selatan, sehingga penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung hanya didasarkan

pada aspek administratif internal Kota Bandar Lampung.

Konsistensi prospek pertumbuhan ekonomi

Dalam identifikasi dan masalah pembangunan aspek prospek pertumbuhan

ekonomi dari empat syarat yang harus ditinjau berdasarkan Kepmen Kimpraswil

Nomor 327/KPTS/M/2002 yaitu faktor ketenagakerjaan, PDRB dalam lima tahun

terakhir, kegiatan usaha/produksi persektor pembangunan serta perkembangan

penggunaan tanah & produktifitasnya, penyusunan RTRW hanya memenuhi 3

syarat, sedangkan 1 syarat tidak terpenuhi adalah perkembangan penggunaan

lahan dan produktifitasnya. Inkonsistensi ini menyebabkan perencanaan yang

dihasilkan tidak mampu mengakomodasi perkembangan ekonomi di wilayah

perencanaan. Kondisi ini berdampak pada terjadinya kemiskinan di kawasan kota.

Berdasarkan data PODES telah terja di peningkatan jumlah masyarakat miskin

(prasejahtera dan sejahtera 1) dari 54.446 (34,87%) pada tahun 2002 meningkat

menjadi 80.919 (48,58%) pada tahun 2005. Indikator keluarga prasejahtera yang

digunakan dalam PODES adalah keluarga yang belum memenuhi salah satu atau

lebih syarat, yaitu: (1) dapat makan dua kali sehari atau lebih; (2) mempunyai

pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan; (3) lantai rumah bukan tanah;

dan (4) bila anaknya sakit dibawa berobat ke sarana/petugas kesehatan.

Sedangkan indikator Keluarga Sejahtera Tahap I adalah keluarga yang sudah

memenuhi syarat, yaitu: (1) dapat makan dua kali sehari atau lebih; (2) sudah

mempunyai pakaian yang berbeda untuk keperluan yang berbeda; (3) lantai rumah

bukan terbuat dari tanah; (4) sudah sadar membawa anaknya yang sakit ke

sarana/petugas kesehatan.

Dari besarnya angka kemiskinan masyarakat kota serta dengan melihat

indikator diatas menunjukkan kondisi yang sangat kontras jika dikaitkan dengan

peran strategis Kota Bandar Lampung. Peningkatan jumlah masyarakat miskin ini

disebabkan karena pertumbuhan penduduk di perkotaan relatif cepat dan tidak

diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja. Kondisi ini menyebabkan

peningkatan jumlah pengangguran dan kemiskinan di kota yang merupakan

sumber berbaga i permasalahan di Kota Bandar Lampung.

Page 70: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

58

Konsistensi rencana penanganan lingkungan kota

Sesuai Pedoman Penyusunan sebagaimana tertuang dalam Kepmen

Kimpraswil No 327KPTS/M/2002, rencana penanganan lingkungan kota

mencakup aspek rencana pengembangan lingkungan yang dikonversi,

diremajakan dan diresettlement. Ketentuan ini terkait dengan upaya penanganan

kawasan kumuh (slum area) dan kawasan ilegal (squater area) di pusat kota.

Namun hal ini tidak terakomodasi atau diatur dalam RTRW Kota Bandar

Lampung. Sementa ra di Kota Bandar Lampung, khususnya Kawasan Teluk

Betung merupakan pusat kota lama (kota tua) sebelum pusat kota berpindah ke

Tanjung Karang, sehingga kawasan ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi

tentang terbentuknya Provinsi Lampung. Kendati sampai saat ini kawasan tersebut

masih digunakan untuk berbagai aktivitas, khususnya perekonomian, namun kota

yang memiliki nilai sejarah pembentukan Provinsi Lampung tersebut kondisi

fisiknya sangat kumuh dan tidak teratur.

Gambar 18 Kawasan kumuh di Telukbetung

Inkonsistensi dalam aspek tersebut berimplikasi pada tidak adanya upaya

penanganan maupun pedoman untuk pemanfaatan ruang kawasan kumuh

Page 71: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

59

perkotaan. Dipihak lain permasalahan pertanahan di Kota Bandar Lampung

semakin rawan akibat keterbatasan lahan ditambah semakin meningkatkan angka

kemiskinan di kota, sementara tuntutan pemenuhan kebutuhan lahan semakin

meningkat secara cepat. Kondisi ini menyebabkan kawasan-kawasan kumuh di

pusat kota lama tersebut semakin bertambah kumuh dan terjadi penurunan

kualitas penggunaan ruang yang berdampak pada keadaan lingkungan fisik

perkotaan (urban setting) yang kurang memadai.

Berdasarkan data PODES menunjukkan adanya peningkatan jumlah

bangunan kumuh dari 1.423 pada tahun 2002 meningkat drastis menjadi 6.632

unit pada tahun 2005. Adapun permukiman kumuh menurut PODES adalah

lingkungan hunian dengan indikator: (1) banyaknya rumah yang tidak layak huni,

(2) banyaknya saluran pembuangan limbah yang macet; (3) penduduk/bangunan

sangat padat; (4) banyaknya penduduk yang membuang air besar tidak di jamban;

(5) biasanya berada di areal marginal (seperti di tepi sungai, pinggir rel kereta

api). Rumah tidak layak huni adalah rumah yang dibuat dari bahan bekas/sampah

(seperti potongan triplek, lembaran plastik sisa, dan sebagainya) yang menurut

parameter kesehatan tidak cocok untuk bertempat tinggal, termasuk rumah gubuk.

Kawasan-kawasan kumuh di Kota Bandar Lampung antara lain berlokasi di

Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Teluk Betung Barat serta kawasan kumuh di

belakang Terminal Sukaraja yang merupakan kompleks kota lama. Harga lahan

yang tidak terjangkau masyakat kelas bawah merangsang golongan ini untuk

menempati kawasan-kawasan ilegal seperti sempadan sungai, sempadan jalan,

sempadan rel kereta api dan kawasan tegangan listrik untuk tempat tinggal.

Walaupun data PODES menunjukkan penurunan jumlah kawasan ilegal dari

1.743 unit bangunan pada tahun 2003 turun menjadi 1.708 pada tahun 2005,

namun permasalahan ini berdampak pada urban setting yang kurang memadai dan

sangat mengganggu citra Kota Bandar Lampung sebagai kota dengan slogan

TAPIS BERSERI. Selain dampak fisik keruangan, permasalahan tersebut

berdampak pada terganggunya kinerja pemerintah karena masyarakat yang

menempati kawasan-kawasan ilegal tersebut pada akhirnya mengklaim tanah

tersebut sebagai miliknya dan menuntut penerbitan sertifikat. Contoh kasus seperti

yang terjadi pada tanggal 17 Juni dan 14 Agustus 2006 lalu, ratusan masyarakat

Page 72: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

60

pesisir Teluk Lampung berunjuk rasa kepada Pemda Kota Bandar Lampung,

menuntut tanah tempat tinggalnya segera disertifikatkan (Republika, 2006).

Dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin kota dan bangunan kumuh,

kedepan wilayah ini akan terus mengalami kemunduran. Dari hasil analisis

perkembangan wilayah, ternyata kawasan yang pe rnah menjadi pusat kota ini

hanya masuk dalam kategori perkembangan sedang. Jika tidak segera dilakukan

antisipasi untuk penanganannya, dikhawatirkan kawasan ini akan terus mengalami

kemunduran/degradasi, kelumpuhan atau bahkan kematian, sehingga menjadi kota

mati. Untuk menghindari hal tersebut, perlu segera dicarikan upaya solutif dengan

mengacu pada Pedoman Kepmen Kimpraswil No 327/KPTS/M/2002 antara lain

melalui revitalisasi.

Menurut pedoman penyusunan tersebut, terdapat substansi pengelolaan

kawasan kota yang didalamnya mengatur pengembangan kawasan baru, kawasan

yang dikonversi, diremajakan dan ditata kembali (resettlement). Kegiatan-

kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui upaya revitalisasi, yaitu upaya untuk

mendaur ulang (recycle) lahan kota yang ada dengan tujuan untuk memberikan

vitalitas baru, meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkan

kembali vitalitas (revitalisasi) yang pada awalnya pernah ada, namun telah

memudar. Dengan kata lain revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali

suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, tetapi kemudian

mengalami kemunduran/degradasi. Adapun tujuan revitalisasi adalah memberikan

kehidupan kota yang produktif yang akan mampu memberikan kontribusi positif

pada kehidupan sosial budaya, terutama kehidupan ekonomi kota (Danisworo,

URDI Vol 13). Proses revitalisasi suatu kawasan mencakup perbaikan aspek fisik

dan aspek ekonomi. Revitalisasi fisik merupakan strategi jangka pendek yang

dimaksudkan untuk mendorong terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi jangka

panjang. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik ruang kota,

namun tidak untuk jangka panjang, sehingga tetap diperlukan perbaikan dan

peningkatan aktivitas ekonomi (economic revitalization) yang merujuk pada

aspek sosial budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives). Hal

tersebut mutlak diperlukan karena pemanfaatan ruang yang produktif dan optimal

merupakan prasyarat terbentuknya sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang

Page 73: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

61

langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan infrastruktur kota. Mekanisme tersebut

tidak dilakukan dalam RTRW Kota Bandar Lampung.

Konsistensi dalam Pemanfaatan Ruang

Berdasarkan kajian konsistensi proses teknis penyusunan RTRW

menunjukkan bahwa proses penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung masih

konsisten dengan pedoman yang berlaku. Namun kondisi di lapangan

menunjukkan bahwa terjadi berbagai permasalahan dalam penataan ruang.

Selanjutnya kemungkinan inkonsistensi dalam penataan ruang ada pada tahap

pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Berbagai permasalahan inkonsistensi dalam pemanfaatan ruang terjadi di

Kota Bandar Lampung. Inkonsistensi tersebut antara lain adalah:

Konversi lahan

Permasalahan konversi lahan terkait dengan inkonsistensi dalam

pengklasifikasian legenda peta yang digunakan dalam RTRW Kota Bandar

Lampung. Menurut UU 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Pasal 22

disebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota merupakan

Penjabaran dari Rencana Tata Ruang Provinsi. Hal tersebut menunjukkan bahwa

produk RTRW Kota harus mengacu pada RTRW Provinsi, termasuk dalam

pengklasifikasian peta rencana pemanfatan ruang minimal harus mengacu pada

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, atau merinci dan mengembangkan

sistem klasifikasi pemanfaatan ruang dengan tetap mengacu pada

peristilahan/klasifikasi pemanfaatan ruang dalam RTRW Provinsi Lampung. Dari

sistem klasifikasi yang digunakan dalam peta Rencana Pemanfaatan Ruang Kota

Bandar Lampung terlihat bahwa telah terjadi inkonsistensi dalam

pengklasifikasian jenis penggunaan lahan yang tidak mengacu pada RTRW

Provinsi Lampung.

Kondisi tersebut selain menunjukkan inkonsistensi dalam penataan ruang,

baik terhadap UU 24 Tahun 1992 maupun terhadap Perda No 5/2001, juga

menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam pemanfaatan ruang. Kondisi ini

disebabkan karena adanya perbedaan interpretasi para stakeholders akibat

Page 74: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

62

perbedaan pengklasifikasian peta dalam RTRW Provinsi dengan RTRW Kota

Bandar Lampung. Dengan menggunakan pendekatan data Pemberian Ijin

Pengambilan A ir Tanah Untuk Industri yang dikeluarkan Dinas Pertambangan

Kota Bandar Lampung Tahun 2004 dan 2005 (masing-masing berlaku dua tahun),

menunjukkan bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pemanfaatan ruang dari

rencana yang telah ditetapkan. Penyimpangan dari peruntukan lahan non industri

terkonversi menjadi industri antara lain terjadi di kelurahan-kelurahan sebagai

berikut:

• Campang Raya, kawasan yang dialokasikan untuk pengembangan terbatas

pada kenyataannya digunakan untuk industri.

• Bagian dari Kawasan Srengsem yang dialokasikan sebagai kawasan lindung,

pada kenyataannya digunakan untuk aktivitas industri, yaitu PT. Tambang

Batubara Bukit Asam dan Tanjung Enim Lestari P&P (Pabrik PULP).

• Kupang Kota, kawasan yang dialokasikan untuk permukiman pada

kenyataannya diberikan ijin/rekomendasi mengambil air tanah untuk industri,

yaitu PT Tirta Investama dan PT Prabu Tirta Jaya Lestari.

• Garuntang, kawasan yang dialokasikan untuk permukiman, pada

kenyataannya digunakan untuk industri pabrik karet, yaitu PT Garuntang.

• Kelurahan Sukaraja, kawasan yang dialokasikan untuk permukiman, pada

kenyataannya diijinkan beroperasi industri PT Vista Grain, sebuah industri

yang bergerak dibidang pabrik pakan.

• Kelurahan Rajabasa Raya, kawasan yang dialokasikan untuk permukiman,

pada kenyataannya digunakan untuk industri PT Way Kandis (pabrik karet).

• Kelurahan Kedamaian terdapat PT Golden Sari, sebuah industri yang bergerak

dibidang industri kimia (zat pemanis) berlokasi pada lahan campuran.

Inkonsistensi dalam pemanfaatan ruang tersebut telah menimbulkan

berbagai permasalahan dalam pemanfaatan ruang. Antara lain adalah terciptanya

lingkungan perkotaan yang tidak nyaman akibat pencemaran industri-industri

yang berada tidak pada peruntukannya, khususnya di lingkungan permukiman.

Kondisi ini cukup meresahkan warga dan menjadikan kota sebagai tempat hunian

yang tidak nyaman bagi warganya. Beberapa kejadian yang cukup menjadi issue

Page 75: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

63

hangat dan pemberitaan di beberapa media adalah terjadinya pencemaran sungai

Dadap di Kedamaian oleh PT Golden Sari. Pencemaran ini sudah berlangsung

cukup lama, yaitu sejak tahun 2000 dan sangat meresahkan serta merugikan

masyarakat sekitarnya (Trans Sumatera Post, 2 Agustus 2004).

Inkonsistensi lainnya adalah konversi kawasan lindung menjadi kawasan

budidaya. Menurut ketentuan dalam Lampiran V Perda 4/2004 tentang RTRW

Kota Bandar Lampung disebutkan bahwa kawasan perbukitan di pusat kota

seperti Gunung Kunyit dan Gunung Camang ditetapkan sebagai kawasan hutan

kota dan resapan air dengan rekomendasi penghentian penambangan. Pada

kenyataannya kawasan yang merupakan salah satu paru-paru kota, kondisinya saat

ini semakin gundul akibat aktivitas penambangan batu kapur di Gunung Kunyit

oleh swasta dan masyarakat lokal serta pengerukan tanah di Gunung Camang

yang dilakukan oleh swasta. Tanah hasil pengerukan di Gunung Camang

selanjutnya digunakan untuk reklamasi pantai di sepanjang tepi jalan Yos Sudarso

Telukbetung yang masih berlangsung sampai saat ini, sementara gunung yang

telah dikepras tersebut dikonversi untuk pembangunan perumahan. Kondisi ini

menyebabkan pusat kota yang semula masih cukup asri dengan adanya beberapa

kawasan hijau, perkembangan ke depan akan menjadi kawasan gersang akibat

padatnya kawasan terbangun. Selain itu berkurangnya kawasan-kawasan resapan

air akan berdampak pada musibah musiman, yaitu kekeringan dimusim kemarau

dan akan terjadi banjir pada musim hujan. Selain itu hilangnya ruang-ruang hijau

kota menyebabkan kota semakin tidak bersahabat, polusi udara dan potensial

meningkatkan ’penyakit psikologis’. Menurut Wakil Walikota Bandar Lampung,

maraknya aktivitas pengeprasan bukit disebabkan lemahnya aspek pengendalian

dan kinerja pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut (Lampost, 2006).

Sementara jika dicermati lahan-lahan kosong yang belum termanfaatkan dan

berpotensi untuk pengembangan di Kota Bandar Lampung masih cukup tersedia,

sehingga Pemerintah Kota Bandar Lampung tidak perlu mengambil kebijakan

reklamasi ataupun pengeprasan bukit. Salah satu contoh adalah Kelurahan Sumur

Putri yang dalam RTRW dialokasikan untuk permukiman dan kebun campuran,

prosentase lahan terbangun baru mencapai sekitar 14%.

Page 76: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

64

Masalah keterbatasan lahan juga dapat dilakukan dengan intensifikasi dalam

penggunaan lahan, yaitu mengubah paradigma/orientasi pelaksanaan

pembangunan dari horisontal kearah vertikal, sehingga penggunaan ruang dapat

semakin optimal dan efisien. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada dasarnya

reklamasi pantai belum diperlukan di Kota Bandar Lampung. Jika aktivitas

reklamasi dipaksakan untuk tetap dilakukan, maka yang terjadi adalah kerusakan

lingkungan di kawasan sekitarnya. Selain itu terjadi protes keras dari berbagai

elemen masyarakat terhadap tindakan reklamasi yang terus berlangsung sampai

saat ini. Berbagai pihak merasa aktivitas reklamasi akan lebih banyak memberikan

kerugian daripada manfaatnya bagi masyarakat (Tempo Interaktif, 2004).

Konsistensi dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Inkonsistensi dalam pemanfaatan ruang mengindikasikan inkonsistensi

dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Kepmen Kimpraswil No

327/KPTS/M/2002 pengendalian pemanfaatan ruang wilayah diselenggarakan

melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang

berdasarkan mekanisme perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, pemberian

kompensasi, mekanisme pelaporan, mekanisme pemantauan, mekanisme evaluasi

dan mekanisme pengenaan sanksi.

Adapun tujuan dari pengendalian pemanfaatan ruang (Supriatna, 2006) adalah:

Ø Menjamin tercapainya konsistensi pemanfaatan ruang yang telah diteta pkan

fungsinya.

Ø Memastikan pemanfaatan ruang sudah sesuai denagn rencana tata ruang yang

telah ditetapkan.

Ø Prasyarat pengendalian dapat berjalan efektif dan efisien, sehingga produk

perencanaan kawasannya dapat disusun dengan baik, berkualitas, informatif

dan akurat terhadap praktek-praktek pemanfaatan ruang di daerah.

Sifat pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan dalam bentuk arahan

kebijakan (Supriatna, 2006) antara lain untuk:

1. Mengarahkan pembangunan

Ø Membuat ketentuan yang bersifat preventif dalam bentuk pengendalian

pemanfaatan ruang dengan kebijakan pengendalian pembangunan fisik,

Page 77: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

65

pengendalian dalam perijinan, pengawasan rencana lahan/lokasi, kebijakan

insentif dan disinsentif.

Ø Membuat ketentuan yang bersifat kuratif (pemulihan) dalam bentuk

penegakan aturan atau hukum yang mengatur pembangunan perkotaan

atau kawasan, disertai pemberian sanksi atau denda jika terjadi

penyimpangan.

2. Mendorong pembangunan

Ø Membuat ketentuan yang bersifat kuratif, yaitu dengan menjadikan

rencana tata ruang kota sebagai pedoman bagi setiap pelaku pembangunan

untuk melaksanakan rencana kegiatannya. Selain itu untuk mendorong

terjadinya proses pertumbuhan kawasan atau pengembangan kota perlu

diberikan adanya kebijakan insentif disinsentif terhadap setiap pelaku

dalam mengembangkan investasinya atau disediakannya pengembangan

infrastruktur oleh pemerintah kota untuk merangsang terjadinya kegiatan

pembangunan.

Tingkat konsistensi dalam pengendalian pemanfaatan ruang belum dapat

diukur karena sampai saat ini Pemerintah Kota Bandar Lampung belum meyusun

dokumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota. Tetapi inkonsistensi dalam

pengendalian pemanfaatan ruang dapat diduga disebabkan karena:

Ø Pemberian ijin (IMB, SITU, ijin prinsip, ijin lokasi & IPB) tidak sesuai

dengan RTRW.

Ø Sistem informasi spasial belum memadai. Dalam peta RTRW relatif sulit

untuk memperoleh informasi batas-batas koordinat setiap peruntukan lahan,

didukung keterbatasan jumlah benchmark menyebabkan tingkat kesulitan

yang tinggi untuk mengetahui, memantau serta mengevaluasi kesesuaian

ketepatan lokasi di lapangan dengan peta rencana. Hal ini menunjukkan

pentingnya sistem informasi geografis dalam penataan ruang, terutama untuk

monitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang (Wegener, 2001).

Ø Kurangnya sosialisasi RTRW menyebabkan masyarakat sering tidak

mengetahui peruntukan lahan sesuai RTRW. Kondisi ini menyebabkan

masyarakat tidak sadar jika terjadi penyimpangan penggunaan lahan di

Page 78: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

66

wilayah sekitarnya. Hal ini berimplikasi pada lemahnya mekanisme pelaporan

terhadap penyimpangan RTRW.

Ø RTRW tidak dibreakdown kedalam rencana yang lebih detail, sehingga aspek

pengawasan dan pemantauan menjadi sulit dilakukan.

Ø Lemahnya koordinasi antar institusi maupun kinerja BKPRD (Badan

Koordinasi Penataan Ruang Daerah).

Gambar 19 Lingkup pengendalian pemanfaatan ruang

Kelembagaan penataan ruang diatur dalam Kepmendagri No 147 Tahun

2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya

disebut Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). BKPRD

mengadakan pertemuan minimal 3 bulan sekali untuk membahas issue-issue

penataan ruang didaerah serta rekomendasi alternatif kebijakan penataan ruang.

Hasil pertemuan tersebut dilaporkan kepada kepala daerah untuk digunakan

sebagai dasar pengambilan kebijakan. Selanjutnya kepala daerah melaporkan hasil

pertemuan tersebut kepada pejabat diatasnya, yaitu bupati/walikota kepada

gubenur dan gubernur kepada menteri dalam negeri.

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Laporan Perubahan

Pemanfaatan Ruang

Evaluasi Rencana

Pemanfaatan Ruang

Pemantauan Penyimpangan

Pemanfaatan Ruang

Sanksi Administratif

Sanksi Pidana

Sanksi Perdata

Pengawasan Pemanfaatan Ruang

(BKPRD)

RTRW

Pemanfaatan

Penertiban Pemanfaatan Ruang (Bawasda, Biro Hukum, Tim Penyelidik Polri & Kejaksaan)

Meknisme Perijinan (BKPRD)

Page 79: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

67

Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD)

1. Keanggotaan:

Penanggungjawab : kepala daerah

Ketua : wakil kepala daerah

Ketua harian : sekretaris daerah

Sekretaris : kepala bappeda

Wakil sekretaris : kepala dinas yang mengurus tata ruang

Anggota : dinas/instansi terkait, sesuai kebutuhan daerah

Gambar 20 Struktur kelembagaan BKPRD

2. Tugas

Ø Merumuskan berbagai kebijakan penyelenggaraan penataan ruang dengan

memperhatikan penataan ruang pada hierarki diatas maupun dibawahnya.

Ø Mengkoordinasikan penyusunan rencana tata ruang.

Ø Mengkoordinasikan penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan sesuai

dengan kewenangannya.

Ø Mengintegrasikan dan memaduserasikan rencana tata ruang dengan

rencana tata ruang pada hierarki diatas maupun dibawahnya, rencana tata

ruang kawasan tertentu dan rencana tata ruang kawasan sekitarnya.

Ø Memaduserasikan rencana pembangunan jangka menengah dan tahunan

yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dengan

rencana tata ruang

Ø Melaksanakan kegiatan pengawasan yang meliputi pelaporan, evaluasi dan

pemantauan penyelengga raan pemanfaatan ruang.

Ø Memberikan rekomendasi penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang

tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Ø Memberikan rekomendasi perijinan tata ruang.

BKPRD

Sekretariat Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang

Kelompok Kerja Pengendalian Pemanfaatan

Ruang

Page 80: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

68

Ø Mengoptimalkan peranserta masyarakat dalam perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Ø Mengembangkan informasi penataan ruang untuk kepentingan

penggunaan lahan di jajaran pemerintah, masyarakat dan swasta.

Ø Menyosialisasikan dan menyebarluaskan informasi penataan ruang.

Ø Mengkoordinasikan penanganan dan penyelesaian masalah atau konflik

yang timbul dalam penyelenggaraan penataan ruang yang menjadi

kewenangannya dan memberikan pengarahan serta saran pemecahannya.

Ø Memberikan rekomendasi guna memecahkan masalah atau konflik

pemanfaatan ruang yang menjadi kewenangannya.

Ø Melaksanakan fasilitasi, supervisi dan koordinasi dengan dinas/instansi di

wilayahnya, hierarki dibawahnya, masyarakat dan dunia usaha berkaitan

dengan penyelenggaraan penataan ruang.

Ø Memadukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang dengan ruang hierarki dibawahnya maupun dengan

wilayah sekitarnya.

Ø Melakukan evaluasi tahunan atas kinerja penataan ruang

Ø Menjabarkan petunjuk kepala daerah berkenaan dengan pelaksanaan

fungsi dan kewajiban koordinasi penyelenggaraan penataan ruang

Ø Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas BKPRD secara berkala kepada

kepala daerah.

Permasalahan inkonsistensi, baik dalam tahap perencanaan, pemanfaatan

maupun pengendalian pemanfaatan ruang ini pada akhirnya menimbulkan

berbagai permasalahan inefisiensi yang berdampak pada penurunan kinerja

perkembangan wilayah. Permasalahan inkonsistensi dalam penataan ruang tidak

hanya terjadi di Kota Bandar Lampung. Hal yang sama juga terjadi di beberapa

kota besar di Indonesia, salah satunya adalah Kota Bandung. Bandung yang tempo

dulu adalah diskripsi penuh romantisme yang memanja dan mempesonakan

penghuninya, sehingga dikenal dengan sebutan ’Paris van Java’, saat ini berubah

menjadi sebuah kota yang merepresentasikan ketidaktertiban, ketidaknya manan,

serta setumpuk persoalan yang makin lama makin besar tentang tidak jelasnya

arah pembangunan kota yang sudah berusia nyaris 2 abad sejak resmi didirikan.

Page 81: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

69

Menurut Zulkaidi, berbagai permasalahan di Kota Bandung disebabkan karena

terjadinya inkonsistensi dalam penataan ruang dan kurangnya responsivitas

kebijakan RTRW dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat. Pendapat

senada diungkapkan Prabatmodjo bahwa permasalahan di Kota Bandung

disebabkan karena belum adanya konsistensi dalam kebijakan penataan ruang di

Kota Bandung (Pikiran Rakyat, 2004).

Untuk mengatasi permasalahan penataan ruang dan mengantisipasi dampak

lanjut dari inkonsistensi penataan ruang diatas, maka dapat dilakukan upaya

perbaikan/penyempurnaan penataan ruang. Upaya yang dilakukan dapat mengacu

pada Kepmen Kimpraswil No 327/KPTS/M/2002.

Tabel 10 Kriteria peninjauan kembali

RTR Simpangan Faktor Eksternal

Tipologi Sah Tidak

Sah Kecil Besar Tetap Berubah

I ¥ ¥ ¥

II ¥ ¥ ¥

III ¥ ¥ ¥

IV ¥ ¥ ¥

V ¥ ¥ ¥

VI ¥ ¥ ¥

VII ¥ ¥ ¥

VIII ¥ ¥ ¥

Sumber : Kepmen Kimpraswil No 327/KPTS/M/2002

Dari kriteria dalam tabel 10 dan dengan melihat kondisi penataan ruang Kota

Bandar Lampung dapat disimpulkan bahwa Penataan Ruang Kota Bandar

Lampung mengacu pada kriteria ke IV dengan ciri:

1. RTRW sah

Proses penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung 79% sudah mengacu

pada pedoman yang berlaku. RTRW Kota Bandar Lampung mendapat legalitas

hukum melalui Perda Nomor 4 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandar

Lampung, sehingga dapat dikatakan sah.

Page 82: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

70

2. Simpangan besar

Simpangan yang terjadi selama kurun waktu dari sejak disusun (2003) dan

ditetapkan (2004) sampai tahun 2005 menunjukkan bahwa simpangan yang terjadi

antara rencana dengan kondisi aktual rela tif besar atau tidak sesuai dengan

ketentuan dalam RTR, walaupun kondisi RTR sendiri telah memenuhi prosedur

dan ketentuan penyusunannya.

3. Faktor eksternal relatif tetap

Faktor eksternal yang harus diperhatikan dalam penyusunan/peninjauan

kembali RTRW adalah:

• Adanya perubahan dan atau penyempurnaan peraturan dan/rujukan sistem

penataan ruang.

• Adanya perubahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang dan/atau sektoral

kawasan perkotaan yang berdampak pada pengalokasian kegiatan

pembangunan yang memerlukan ruang berskala besar.

• Adanya ratifikasi kebijaksanaan global yang mengubah paradigma sistem

pembangunan dan pemerintahan serta paradigma perencanaan tata ruang.

• Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat dan

seringkali radikal dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam meminimalkan

kerusakan lingkungan.

• Adanya bencana alam yang cukup besar, sehingga mengubah struktur dan pola

pemanfaatan ruang dan memerlukan relokasi kegiatan budidaya maupun

lindung yang ada demi pembangunan pasca bencana.

Menurut Kepmen tersebut, untuk kriteria ini tidak perlu dilakukan

pemutakhiran RTRW karena rencana masih sah dan tidak terjadi perubahan

eksternal, namun karena permasalahannya adalah terjadinya simpangan pada

pemanfaatan dan pengendalian, maka aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah:

1. Penyusunan aturan atau rencana sektoral untuk menambahkan atau

menyempurnakan aspek-aspek yang belum dibahas dalam RTRW, misalnya

Pedoman atau Rencana Revitalisasi Kota Lama.

Page 83: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

71

2. RTRW Kota Bandar Lampung perlu didetailkan dalam rencana yang lebih

rinci, seperti Rencana Detail Tata Ruang Kota (RTRWK) dan Rencana

Teknik Ruang Kota (RTRK). Hal yang perlu diperhatikan dalam pendetailan

rencana tata ruang adalah efisiensi dalam pemanfaatan ruang dengan

mengubah paradigma pembangunan dari horisontal kearah vertikal.

3. Penyempurnaan/peningkatan pe manfaatan RTR sebagai acuan

pembangunan, baik dalam penyusunan rencana pembangunan lima tahunan

(RPJM) maupun dalam rencana pembangunan tahunan, khususnya dalam

mekanisme penganggaran.

4. Peningkatan diseminasi rencana tata ruang kepada seluruh stakeholder, baik

pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat luas, sehingga RTRW dapat

menjadi dokumen yang memiliki kekuatan untuk mengikat secara eksternal

(pedoman bagi masyarakat dalam pemanfaatan ruang kota) dan internal

(pengendali bagi setiap kebijakan program pembangunan).

5. Peningkatan pemanfaatan RTRW sebagai dokumen acuan dalam forum

Rapat Koordinasi Pembangunan.

6. Penyempurnaan kegiatan pemantauan dan pelaporan secara kontinyu

terhadap program pembangunan dan implementasi ruang. Untuk itu,

perkuatan kelembagaan BKPRD dan koordinasi antar dinas/instansi perlu

terus ditingkatkan demi terwujudnya konsistensi dan kesinergian penataan

ruang.

7. Penyempurnaan kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan program

implementasi ruang dan perizinan. Hal yang perlu diperhatikan adalah

memperbaiki sistim informasi spasial. Dengan menggunakan sistem ini,

mekanisme perijinan akan lebih mudah mengacu pada rencana tata ruang

yang telah ditetapkan. Demikian juga dalam proses evaluasi, akan lebih

mudah melihat penyimpangan-penyimpangan dari rencana tata ruang yang

telah ditetapkan.

Page 84: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

72

Analisis Perkembangan Wilayah

Analisis PCA perkembangan wilayah

Dengan menggunakan kriteria [Factor Loading] > 0,65, hasil PCA dari 38

variabel perkembangan wilayah, terdapat 8 variabel yang memiliki pengaruh

nyata terhadap pembentukan variabel baru. Kedelapan variabel tersebut dapat

dirumuskan dalam tiga indeks komposit, yaitu:

1. Indeks perkembangan aktivitas ekonomi & transportasi wilayah (F1PW)

Pengaruh terbesar dalam indeks ini adalah aktivitas ekonomi dan transportasi,

dengan penciri utama variabel warung, restoran, bank, hotel dan stasiun.

Semua variabel berkorelasi positif, artinya peningkatan pada satu variabel

akan menyebabkan peningkatan pada variabel lainnya. Hal ini cukup logis

mengingat keberadaan restoran akan memicu tumbuhnya warung disekitarnya.

2. Indeks perkembangan fisik ruang wilayah (F2PW)

Penciri utama indeks ini adalah variabel kawasan terbangun, yaitu rasio luas

kawasan terbangun terhadap luas kawasan budidaya.

3. Indeks perkembangan aktivitas pendidikan wilayah (F3PW)

Penciri utama indeks ini adalah keberadaan fasilitas pendidikan, yaitu variabel

SLTP dan SLTA. Semua variabel berkorelasi positif, artinya jika jumlah

fasilitas SLTP pada suatu wilayah bertambah, maka dalam wilayah tersebut

juga akan dibangun fasilitas SLTA.

Dari 38 variabel perkembangan wilayah, yang paling nyata variasi

spasialnya hanya dipengaruhi oleh aspek ekonomi, fisik ruang, pendidikan dan

transportasi. Aspek budaya tidak berpengaruh secara nyata. Variasi spasial dari

aspek fisik keruangan yang paling berpengaruh adalah luasan kawasan terbangun.

Variasi spasial dari aspek ekonomi yang paling berpengaruh adalah keberadaan

warung, restoran, bank & hotel. Variasi spasial dari aspek sosial yang paling

berpengaruh adalah keberadaan sarana pendidikan, yaitu SLTP dan SLTA. Variasi

spasial dari aspek transportasi yang paling berpengaruh adalah keberadaan

stasiun.

Page 85: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

73

Gambar 21 Plot of eigenvalues perkembangan wilayah

Dari plot eigenvalues dapat diketahui bahwa terdapat empat faktor yang memiliki

slope curam. Kecuraman tersebut menunjukkan semakin besar keragaman data

awal yang mampu dijelaskan oleh data baru.

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95

Desa/Kelurahan

Kin

erja

Per

kem

bang

an W

ilaya

h (H

asil

PC

A)

Gambar 22 Scutter plot perkembangan wilayah

Gambar 22 menunjukkan variasi kinerja perkembangan wilayah dari 98

kelurahan yang ada di Kota Bandar Lampung. Gambar tersebut menunjukkan

Plot of Eigenvalues

Number of Eigenvalues0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

Val

ue

TB

Barat

TB

Selata

n

Panjan

g

TK

Timu

r

TB

Utar

a

T K

Pusa

t

T K

Bara

t

Kemilin

g

Kedato

n

Sukabum

i

Sukaram

e

T

Senen

g

R

Bas

a

Page 86: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

74

disparitas yang cukup mencolok antar kelurahan, walaupun kelurahan tersebut

berada dalam satu kecamatan.

Gambar 23 Peta pola spasial perkembangan wilayah

Gambar 23 menunjukkan kinerja perkembangan wilayah yang dihasilkan

dari analisis PCA dengan menggunakan kriteria indeks perkembangan wilayah

baik (faktor score = 0,5), indeks perkembangan wilayah sedang (faktor score 0,25

- 0,5), dan indeks perkembanga n wilayah kurang ( faktor score = 0,25). Dalam

gambar tersebut wilayah-wilayah dengan kinerja perkembang pesat adalah

Kelurahan-kelurahan Pesawahan, Rawa Laut, Palapa, Tanjung Karang dan

Gedung Meneng. Hal tersebut dapat dipahami mengingat wilayah Gedung

Meneng dan sekitarnya merupakan pusat pendidikan bagi Provinsi Lampung.

Pada wilayah ini terdapat berbagai fasilitas pendidikan mulai dari TK sampai

Perguruan Tinggi, baik Perguruan Tinggi Negeri (PTN) serta beberapa Perguruan

Tinggi Swasta (PTS). Keberadaan fasilitas ini merangsang tumbuhnya berbagai

aktivitas lain yang berkontribusi terhadap percepatan perkembangan wilayah.

Percepatan kinerja perkembangan keempat kelurahan lainnya dapat dipahami

mengingat kelurahan tersebut berlokasi di pusat kota yang merupakan pusat

berbagai aktivitas.

Untuk wilayah-wilayah dengan kinerja perkembangan kurang didominasi

oleh wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lampung Selatan,

Page 87: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

75

yaitu Kelurahan-kelurahan Sukamaju, Keteguhan, Batuputu, Kedaung, Pinang

Jaya, Rajabasa Raya, Way Laga dan Srengsem. Sebenarnya wilayah-wilayah

tersebut cukup potensial untuk berkembang, seperti Kelurahan Rajabasa Raya,

selain kemudahan askesibilitas ke berbagai tujuan, lokasinya yang berdekatan

dengan Bandara Raden Inten, kawasan ini juga berdekatan dengan pusat

pendidikan di Provinsi Lampung (negeri dan berbagai perguruan tinggi swasta).

Permasalahan yang terjadi adalah kurangnya koordinasi dan kerjasama untuk

mensinergikan atau sebagai upaya percepatan perkembangan wilayah. Tanpa

koordinasi, wilayah perbatasan akan menjadi wilayah ‘konflik’ atau ‘terabaikan’

yang jauh dari sentuhan pembangunan. Dengan menerapkan konsep regional

planning, yaitu merencanakan wilayah dengan memperhatikan konstelasi wilayah

tersebut dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context) serta memiliki basis

spasial yang jelas. Dengan konsep ini, walaupun kedua wilayah tidak memenuhi

skala ekonomi (economic of scale), tetapi dengan bekerjasama (silaturahmi),

wilayah tersebut dapat memenuhi skala ekonomi tersebut.

Prasarana Dasar Kota

Dengan menggunakan kriteria [Factor Loading] > 0,65, hasil PCA dari 15

variabel indikator prasarana dasar wilayah, terdapat 7 variabel yang memiliki

pengaruh nyata terhadap variabel baru. Ketujuh variabel tersebut dapat

dirumuskan dalam dua indeks komposit, yaitu:

1. Indeks perkembangan prasarana dasar wilayah (F1PD)

Penciri utama indeks ini adalah variabel rasio jalan kota terhadap luas wilayah

yang merupakan indikator aksesibilitas wilayah, rasio jalan lokal terhadap

jumlah penduduk, tingginya layanan PDAM pada kelompok pertama dan

ketiga serta banyaknya jumlah pelanggan telepon.

2. Indeks perkembangan jalan nasional wilayah (F2PD)

Penciri utama indeks ini adalah jalan nasional, baik rasio terhadap luas

wilayah maupun terhadap jumlah penduduk. Kedua variabel berkorelasi

positif, artinya penurunan pada satu variabel akan menyebabkan penurunan

pada variabe l lainnya.

Page 88: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

76

Dari 15 variabel prasarana dasar, yang paling nyata variasi spasialnya

dipengaruhi oleh prasarana jalan, air bersih dan telepon. Aspek listrik tidak

berpengaruh secara nyata. Variasi spasial dari prasarana jalan yang paling

berpengaruh adalah keberadaan prasarana jalan nasional, kota dan lokal. Variasi

spasial dari prasarana PDAM yang paling berpengaruh adalah jumlah pelanggan

air bersih yang berasal dari kelompok I dan III.

Gambar 24 menunjukkan ketersediaan prasarana dasar yang dihasilkan dari

analisis PCA dengan menggunakan kriteria indeks prasarana dasar baik (faktor

score = 0,5), indeks prasarana dasar sedang (faktor score 0,25 - 0,5), dan indeks

prasarana dasar kurang ( faktor score = 0,25). Jika dikaitkan dengan kinerja

perkembangan wilayah menunjukkan bahwa wilayah-wilayah yang memiliki

kinerja perkembangan baik ternyata memiliki prasarana dasar kota yang baik pula.

Walaupun tidak semua wilayah dengan prasarana baik memiliki kinerja

perkembangan wilayah yang baik pula. Secara spasial, ketersediaan prasarana

dasar terakumulasi di pusat kota.

Gambar 24 Peta pola spasial prasarana dasar

Fisik wilayah

Dengan menggunakan kriteria [Factor Loading] > 0,65, hasil PCA dari 17

variabel kondisi fisik wilayah, terdapat 12 variabel yang memiliki pengaruh nyata

Page 89: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

77

terhadap variabel baru. Keduabelas variabel tersebut dapat dirumuskan dalam tiga

indeks komposit, yaitu:

1. Indeks keterjalan & kelangkaan air tanah (F1FW)

Penciri utama indeks ini adalah kondisi hidrologi air tanah langka, formasi

geologi alluvium dan formasi campang dengan kelerengan lebih dari 40%.

Semua variabel penciri berkorelasi positif, artinya secara umum di wilayah

penelitian jika semakin besar wilayah dengan kondisi hidrologi air tanah

langka, akan semakin besar pula formasi alluvium dan formasi campang serta

semakin besar pula wilayah dengan kelerengan lebih dari 40%.

2. Indeks kelandaian & persebaran air tanah produktifitas sedang (F2FW)

Penciri utama indeks ini adalah kondisi hidrologi akuifer produktifitas sedang

dan menyebar luas, formasi endapan gunung api muda dan formasi lampung

serta kelerengan 0-2% dan 2-20%.

3. Indeks air tanah produktifitas rendah (F3FW)

Penciri utama indeks ini adalah kondisi hidrologi akuifer denga n produktifitas

rendah, dengan formasi batuan granit tak terpisahkan dan formasi tarahan.

Ketiga variabel penciri tersebut berkorelasi positif.

Gambar 25 Peta pola spasial fisik wilayah

Page 90: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

78

Untuk 3 variabel fisik wilayah lainnya merupakan variabel yang tidak nyata

(relative homogen, tidak ada keragaman) disetiap wilayah penelitian. Jikapun

terdapat variasi, hal tersebut lebih disebabkan faktor galat/eror. Gambar 25

menunjukkan karakteristik fisik wilayah yang dihasilkan dari analisis PCA

dengan menggunakan kriteria indeks karakteristik fisik wilayah baik (faktor score

= 0,5), indeks karakteristik fisik wilayah sedang (faktor score 0,25 - 0,5), dan

indeks karakteristik fisik wilayah kurang ( faktor score = 0,25).

Model Perkembangan Wilayah

Indeks komposit yang dihasilkan dari olah PCA tersebut selanjutnya

digunakan sebagai variabel dalam analisis Spatial Durbin Model, yang

menghasilkan 3 model matematis untuk mengukur kinerja perkembangan suatu

wilayah, yaitu:

Model Perkembangan Aktivitas Ekonomi Wilayah

Ln[F1PW] = -3,877 - 10,399 W2Ln[F1PW] + 5,526 W2Ln[F1PD] - 3,259 W2Ln[F3FW] + 1,678 W1Ln[F1PW] + 1,312 W2Ln[F2FW] + 0,536 W1Ln[F3FW] + 0,449 Ln[F1FW]

Urutan penting faktor penentu perkembangan aktivitas ekonomi di suatu wilayah.

a. Variabel nyata dan elastis

1. W2Ln[F1PW] adalah perkembangan aktivitas ekonomi dalam radius

tertentu dengan tingkat kepastian 100% dan elastisitas 10,399%, artinya

jika perkembangan aktivitas ekonomi dalam radius tertentu meningkat 1%

akan menyebabkan peningkatan perkembangan aktivitas ekonomi di

wilayah tersebut sebesar 10,399%. Koefisien bernilai negatif, artinya

perkembangan aktivitas ekonomi dalam radius tertentu menjadi faktor

penghambat dalam perkembangan aktivitas ekonomi suatu wilayah.

Dengan kata lain jika perkembangan aktivitas ekonomi dalam radius

tertentu lebih baik dari wilayah tersebut, maka aktivitas ekonomi akan

bergeser ke wilayah dalam radius tertentu.

2. W2Ln[F1PD] adalah ketersediaan prasarana dasar jalan, air bersih dan

telepon dalam radius tertentu dengan tingkat kepastian 99,4% dengan

Page 91: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

79

elastisitas 5,526%. Koefisien bernilai positif, artinya peningkatan

ketersediaan prasarana dasar akan menyebabkan peningkatan

perkembangan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut. Hal ini cukup logis

karena kelengkapan prasarana dasar di wilayah sekitar akan

mempengaruhi percepatan perkembangan suatu wilayah.

3. W2Ln[F3FW] adalah ketersediaan air tanah produktifitas rendah dalam

radius tertentu dengan tingkat kepastian 100%, elastisitas 3,259% dan

koefisien bernilai negatif.

4. W1Ln[F1PW] adalah perkembangan aktivitas ekonomi di wilayah tetangga

dengan tingkat kepastian 100%, elastisitas 1,678% dan koefisien positif.

Hal ini dapat dimengerti karena perkembangan aktivitas ekonomi di suatu

wilayah akan dapat ‘merangsang’ kawasan-kawasan disekitarnya untuk

turut berkembang.

5. W2Ln[F2FW] adalah kelandaian dan ketersediaan air tanah produktifitas

sedang di wilayah dalam radius tertentu dengan tingkat kepastian 97,7%,

elastisitas 1,312% dengan koefisien positif.

b. Variabel nyata dan tidak elastis

1. W1Ln[F3FW] adalah karakteristik kondisi air tanah produktifitas rendah

pada wilayah tetangga dengan tingkat kepastian 98,6% dan koefisien

bernilai positif.

2. Ln[F1FW] adalah kondisi fisik wilayah dengan karakteristik terjal dan

kelangkaan air tanah dengan tingkat kepastian 97,7% dan koefisien positif.

Namun pengaruh fisik wilayah ini bersifat tidak elastis, artinya

peningkatan faktor fisik wilayah 1% hanya akan mempengaruhi

peningkatan perkembangan aktivitas ekonomi 0,449%.

c) Variabel tidak nyata dan tidak elas tis

Ø Faktor fisik ruang, perkembangan aktivitas pendidikan dan ketersediaan

prasarana dasar perkotaan tidak berpengaruh secara nyata dalam

peningkatan kinerja perkembangan aktivitas ekonomi suatu wilayah.

Ø Faktor-faktor lain yang menentukan perkembangan aktivitas ekonomi

dalam suatu wilayah masih cukup banyak, tetapi 54% masih dapat

diterangkan oleh model ini.

Page 92: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

80

Model Perkembangan Fisik Ruang Wilayah (Land Use) Ln[F2PW] = 8,915 - 7,012 W2Ln[F2PW] + 3,449 W2Ln[F1PD] - 1,671 W2Ln[F2FW] +

1,53 W1Ln[F2PW] - 0,858 W1Ln[F1PD ] + 0,457 W1Ln[F1PW] + 0,365 Ln[F1PD ] - 0,264 Ln [F3FW] - 0,253 Ln[F1FW] + 0,175 Ln[F2FW]

Urutan penting faktor penentu perkembangan fisik ruang disuatu wilayah

a. Variabel nyata dan elastis

1. W2Ln[F2PW] adalah perkembangan fisik ruang terbangun dalam radius

tertentu dengan tingkat kepastian 99,8%, elastisitas 7,012 dan koefisien

bernilai negatif.

2. W2Ln[F1PD] adalah perkembangan prasarana dasar (jalan, air bersih dan

telepon) dalam radius tertentu dengan tingkat kepastian 93,6%, elastisitas

3,449% da n koefisien bernilai positif.

3. W2Ln[F2FW] adalah kelandaian dan ketersediaan air tanah produktifitas

sedang dan menyebar luas dalam radius tertentu dengan tingkat kepastian

99,1%, elastisitas 1,671 dan koefisien bernilai negatif.

4. W1Ln[F2PW] adalah perkembangan fisik ruang terbangun di wilayah

tetangga dengan tingkat kepastian 100%, elastisitas 1,53% dan koefisien

bernilai positif.

b. Variabel nyata dan tidak elastis

1. W1Ln[F1PD ] adalah perkembangan prasarana dasar (jalan, telepon dan air

bersih) wilayah tetangga dengan tingkat kepastian 94,2% dan koefisien

bernilai negatif.

2. W1Ln[F1PW] adalah perkembangan aktivitas ekonomi wilayah tetangga

dengan tingkat kepastian 97,3% dan koefisien bernilai positif. Hal ini

cukup logis mengingat perkembangan aktivitas ekonomi akan memicu

perkembangan fisik ruang, tetapi keduanya tidak dapat berada dalam satu

lokasi secara bersama.

3. Ln[F1PD] adalah ketersediaan prasarana dasar wilayah (jalan, air bersih dan

telepon) dengan tingkat kepastian 99,8% dan koefisien positif. Artinya

ketersediaan prasarana dasar merupakan pemicu peningkatan ruang

terbangun dalam suatu wilayah. Hal senada diungkapkan McGill bahwa

pengujian proses manajemen kota harus dilihat sebagai provision

Page 93: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

81

infrastructur, karena keberadaan infrastruktur tidak hanya mendukung

perkembangan wilayah, tetapi juga distribusi spasial dari perkembangan

kota (McGill, 1998).

4. Ln[F3FW] adalah kondisi fisik dengan karakter air tanah produktifitas

rendah dengan tingkat kepastian 96,7% dan koefisien negatif. Artinya

kawasan dengan karakteristik tersebut menjadi penghambat pelaksanaan

fisik ruang terbangun.

5. Ln[F1FW] adalah kawasan dengan karakter terjal dan kelangkaan air tanah

dengan tingkat kepastian 98,9% dan koefisien bernilai negatif.

6. Ln[F2FW] adalah kondisi fisik wilayah dengan karakteristik landai dan

persebaran air tanah produktifitas sedang dengan tingkat kepastian 95,1%

dan koefisien positif. Hal ini cukup logis mengingat pembangunan fisik

ruang akan lebih mudah dan murah serta memiliki resiko yang lebih kecil

jika di bangun pada wilayah dengan topografi yang relatif landai dan

ketersediaan airnya mudah.

c. Variabel tidak nyata dan tidak elastis

1. Faktor-faktor yang tidak disebutkan diatas mempunyai pengaruh yang

tidak nyata terhadap perkembangan fisik ruang di suatu wilayah.

2. Faktor-faktor lain yang menentukan perkembangan fisik ruang dalam

suatu wilayah cukup banyak, tetapi 54% masih dapat diterangkan oleh

model ini.

Model Perkembangan Aktivitas Pendidikan Wilayah

Ln[F3PW] = 22,291 - 8,34 W2Ln[F3PW] - 4,884 W2Ln[F1PD] - 2,802 W2Ln[F3FW] + 2,801 W2Ln[F1FW] + 1,343 W1Ln[F3PW] - 0,208 Ln[F2PD] + 0,142 Ln[F2FW]

Urutan penting faktor penentu perkembangan fisik ruang di suatu wilayah

a. Variabel nyata dan elastis

1. W2Ln[F3PW] adalah perkembangan aktivitas pendidikan dalam satu radius

dengan tingkat kepastian 100%, elastisitas 8,34% dan koefisien bernilai

negatif.

Page 94: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

82

2. W2Ln[F1PD ] adalah ketersediaan prasarana jalan, air bersih dan telepon

dalam radius tertentu dengan tingkat kepastian 99,6%, elastisitas 4,884%

dan koefisien negatif.

3. W2Ln[F3FW] adalah kondisi wilayah dengan karakteristik air tanah

produktifitas rendah di wilayah dalam radius tertentu dengan tingkat

kepastian 100%, elastisitas 2,802% dan koefisien bernilai negatif.

4. W2Ln[F1FW] adalah kondisi wilayah dengan karakteristik terjal dan

kelangkaan air tanah di wilayah dalam radius tertentu dengan tingkat

kepastian 96,9%, elastisitas 2,801% dan koefisien bernilai positif.

5. W1Ln[F3PW] adalah perkembangan aktivitas pendidikan di wilayah

tetangga dengan tingkat kepastian 100%, elastisitas 1,343% dan koefisien

bernilai positif.

b. Variabel nyata dan tidak elastis

1. Ln[F2PD ] adalah keberadaan jalan nasional dengan tingkat kepastian 96,5%

dan koefisien bernilai negatif, artinya bahwa keberadaan jalan nasional

menjadi penghambat dalam perkembangan aktivitas pendidikan di suatu

wilayah.

2. Ln[F2FW] adalah kondisi wilayah dengan karakteristik landai dan

persebaran air tanah produktifitas sedang dengan tingkat kepastian 98,2%

dan koefisien positif.

c. Variabel tidak nyata dan tidak elastis

1. Faktor-faktor selain tersebut diatas tidak memiliki pengaruh nyata

terhadap perkembangan pendidikan di suatu wilayah.

2. Faktor-faktor lain yang menentukan perkembangan aktivitas pendidikan

dalam suatu wilayah cukup banyak, tetapi 35% dapat diterangkan oleh

model ini.

Gambaran rinci mengenai model perkembangan wilayah dapat dilihat dalam

Tabel Lampiran 9.

Hasil analisis PCA perkembangan wilayah menunjukkan bahwa wilayah

dengan kinerja perkembang baik adalah Kelurahan-kelurahan Gedung Meneng

(pusat pendidikan), Pesawahan, Rawa Laut, Palapa dan Tanjung Karang (pusat

Page 95: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

83

kota). Wilayah-wilayah tersebut berada di pusat Kota Bandar Lampung dan

merupakan wilayah yang relatif tidak memiliki permasalahan tata ruang. Wilayah-

wilayah dengan kinerja perkembangan sedang memiliki permasalahan yang cukup

kompleks, terutama untuk kawasan yang berada di pusat kota. Wilayah dengan

kinerja perkembangan rendah didominasi oleh wilayah yang berbatasan langsung

dengan Kabupaten Lampung Selatan, yaitu Kelurahan-kelurahan Sukamaju,

Keteguhan, Pinang Jaya, Rajabas a Raya, Way Laga dan Srengsem. Pada wilayah-

wilayah tersebut terjadi inkonsistensi dalam penataan ruang, khususnya terkait

dengan Inter-Regional Context, kondisi fasilitas dan prasarana dibawah standar

yang ditetapkan serta issue wilayah pinggiran tersebut tidak diakomodir dalam

penyusunan RTRW (Gambar Lampiran 1). Lemahnya aspek pengendalian

ditunjukkan dalam Tabel Lampiran 11.

Dari ketiga model empirik perkembangan wilayah menunjukkan bahwa

variabel-variabel yang berpengaruh signifikan (nyata) dan elastis terhadap

variabel tujuan (kinerja perkembangan wilayah) didominasi oleh variabel yang

terkait dengan kondisi sekitarnya, baik ketetanggaan (W1) maupun jarak sentroid

(W2). Kondisi ini menunjukkan bahwa konsep kerjasama dan koordinasi dengan

wilayah sekitarnya (Inter-Regional Cooperation) menjadi faktor yang sangat

penting untuk diperhatikan (Inferensi generalism) dalam setiap kegiatan

pembangunan dalam rangka optimasi pencapaian tujuan pembangunan dan

peningkatan kinerja perkembangan wilayah. Temuan tersebut juga

mengindikasikan pentingnya Inter-Regional Cooperation dalam skala yang lebih

luas, misalnya antar Kabupaten/Kota, khususnya Kota Bandar Lampung terkait

dengan perannya sebagai PKN, Kawasan Andalan serta pusat pelaya nan primer

bagi wilayah di sekitarnya. Pentingnya kerjasama merupakan salah satu amanat

UU Nomor 32 Tahun 2004 yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan

efektifitas penyelenggaraan Pemerintahan. Menurut ketentuan tersebut, kerjasama

yang bersifat lintas kabupaten/kota merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi

dengan melibatkan seluruh kabupaten yang bersangkutan. Untuk membuktikan

pentingnya kerjasama antar kabupaten maupun antar provinsi secara empirik

diperlukan penelitian lebih lanjut.

Page 96: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

84

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis RTRW Kota Bandar Lampung, dapat disimpulkan

beberapa temuan sebagai berikut:

Ø Dari aspek proses penyusunan, RTRW Kota Bandar Lampung relatif telah

sesuai dan mengacu pada pedoman yang berlaku (79%).

Ø Dari aspek legalitas, RTRW Kota Bandar Lampung telah sah dan

mendapat legalitas hukum melalui Perda 4 Tahun 2004 tentang RTRW

Kota Bandar Lampung.

Ø Dari aspek pemanfaatan ruang telah terjadi penyimpangan yang relatif

besar terhadap rencana yang telah ditetapka n.

Ø Faktor eksternal (tidak terjadi perubahan kebijakan penataan ruang

maupun bencana yang menyebabkan perubahan struktur tata ruang) relatif

tetap.

2. Dalam proses penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung ditemukan hal-hal

sebagai berikut:

Ø Penyusunan RTRW belum memperhatikan keserasian dan koordinasi

dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context), yaitu Kabupaten

Lampung Selatan, RTR kawasan fungsional maupun RTR pada hierarki

yang lebih tinggi, yaitu RTRW Provinsi Lampung.

Ø Dari analisis model perkembangan wilayah menunjukkan bahwa aspek

ketetanggaan sangat menentukan kinerja perkembangan suatu wilayah,

karena aspek ketetanggaan (berbatasan langsung maupun dalam radius

tertentu) sangat mendominasi dan berpengaruh dalam setiap model

perkembangan wilayah.

3. Dari analisis permodelan perkembangan wilayah, ditemukan hal-hal berikut:

Ø Terdapat tiga model matematis perkembangan wilayah, yaitu model

perkembangan aktivitas ekonomi dan transportasi, model perkembangan

Page 97: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

85

fisik ruang wilayah dan model perkembangan aktivitas pendidikan

wilayah.

Ø Variabel yang nyata dan elastis untuk setiap model perkembangan wilayah

seluruhnya terkait dengan aspek wilayah sekitar, baik ketetanggaan

maupun jarak centroid . Dalam penelitian ini dengan menggunakan unit

analisis kelurahan sudah menunjukkan pentingnya kerjasama untuk

meningkatkan perkembangan wilayah. Oleh sebab itu kerjasama perlu

dikembangkan dalam skala yang lebih luas (kabupaten/kota), khususnya

Kota Bandar Lampung, mengingat kota tersebut memiliki peran yang

sanga t strategis skala nasional, regional maupun provinsi.

4. Studi menunjukkan bahwa terdapat konsistensi dalam penataan ruang di Kota

Bandar Lampung, tetapi terjadi inkonsistensi dalam pemanfaatan dan

pengendalian pemanfaatan ruang. Inkonsistensi tersebut menyebabkan

berbagai permasalahan keruangan yang berakibat menurunnya kinerja

perkembangan wilayah. Dari hasil studi perkembangan wilayah, terdapat

faktor pendorong perkembangan wilayah, yaitu:

a) Ketersediaan prasarana dasar (jalan kota/lokal, air bersih dan telepon).

Konsekuensi logis dari kesimpulan tersebut terkait dengan mekanisme

anggaran, bahwa ketiga aspek tersebut dapat dijadikan skala prioritas

dalam percepatan pembangunan suatu kawasan dengan skenario

dipercepat. Sebaliknya untuk kawasan dengan skenario diperlambat

pembangunannya, maka ketiga sektor tersebut dapat digunakan sebagai

alat untuk mengendalikan pesatnya perkembangan wilayah.

b) Kondisi fisik wilayah yang baik, yaitu dengan karakteristik landai dan air

tanah produktifitas sedang. Hal ini cukup logis karena perkembangan

wilayah memerlukan berbagai kemudahan termasuk kemudahan sistem

pergerakan dan kemudahan ketersediaan air.

Sedangkan faktor penghambat perkembangan wilayah adalah ketersediaan

jalan nasional di tingkat lokal (kelurahan). Oleh karena itu dalam jangka

panjang ke depan perlu diupayakan supaya pembangunan jalan nasional

diarahkan di pinggiran kota (ring road).

Page 98: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

86

Saran

1. Berdasarkan Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002, maka butir

temuan kesimpulan pertama merekomendasikan bahwa Pemerintah Kota

Bandar Lampung perlu segera mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

Ø Meningkatkan sosialisasi RTRW kepada seluruh stakeholder, baik

pemerintah, swasta maupun masyarakat.

Ø Menyusun dokumen pendamping RTRW untuk melengkapi aspek-aspek

yang belum diatur secara jelas serta menyusun dokumen Pengendalian

Pemanfaatan Ruang Kota Bandar Lampung.

Ø RTRW perlu didetailkan dalam rencana yang lebih rinci, yaitu RDTR dan

RTR dengan tetap memperhatikan efisiensi dalam pemanfataan ruang.

Ø RTRW harus menjadi dokumen yang memiliki kekuatan untuk mengikat

secara eksternal (pedoman bagi masyarakat dalam pemanfaatan ruang

kota) dan internal (pengendali bagi setiap kebijakan program

pembangunan).

2. Dari butir temuan 2 dan 3 memberikan konsekuensi pentingnya kerjasama

antar daerah. Artinya untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dalam

pelaksanaan pembangunan serta peningkatan kinerja perkembangan wilayah

diperlukan kerjasama dan koordinasi dengan wilayah sekitarnya, baik yang

bertetangga maupun yang berada dalam satu radius tertentu (jarak centroid ).

Implikasi dari hal tersebut adalah:

Ø Dalam setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan perlu memperhatikan

keterkaitan dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context).

Ø Pemerintah Provinsi Lampung perlu segera menyusun dan menetapkan

Rencana Tata Ruang (RTR) kawasan fungsional yang bersifat lintas

kabupaten/kota, khususnya antara Kota Bandar Lampung de ngan

Kabupaten Lampung Selatan.

Ø Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui model empirik

pentingnya kerjasama dalam wilayah yang lebih luas (Kota Bandar

Lampung dengan kabupaten disekitarnya, atau Provinsi Lampung dengan

provinsi di sekitarnya).

Page 99: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

87

Ø Perlu dilakukan pengkajian efektifitas cakupan kawasan kerjasama serta

bidang-bidang yang perlu dikerjasamakan, khususnya dalam satu radius

untuk menghasilkan model optimasi perkembangan wilayah.

3. Penataan ruang memiliki implikasi terhadap perkembangan wilayah, sehingga

konsistensi dalam penataan ruang, baik dalam aspek perencanaan,

pemanfaatan maupun pengendalian pemanfaatan ruang menjadi sangat penting

untuk diperhatikan. Salah satu upayanya adalah mengembangkan dan

mensosialisasikan penggunaan sistem informasi spasial, baik dalam aspek

perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian pemanfaatan ruang.

Page 100: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Undang-undang Penataan Ruang. Jakarta.

. 2002. Pedoman Penyusunan Penataan Ruang Daerah. Jakarta. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

Anwar, E. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Bogor. P4WPress.

Aronoff, S. 1989. Geografic Information System: Management Perspective. Ottawa, Canada. WDL Publications.

Budiharjo, Eko. 1997. Tata Ruang Perkotaan . Bandung. PT Alumni.

Budiharjo, Eko. 1995. Pendekatan Sistem dalam Tata Ruang dan Pembangunan Daerah untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional. Yogyakarta. Gajahmada University Press.

Danisworo, M. Revitalisasi Kawasan Kota . Jakarta. Info URDI Vol 13.

LeSage, James P (1999). The Theory and Practice of Spatial Econometrics. http://www.econ.utoledo.edu.

Marquez LO and Maheepala S. 1996. An Object-Oriented Approach to the Integrated Planning of Urban Development and Utility Services. Environ. and Urban Systems Vol. 20 No 4/5:pp.303-312.

McGill, R. 1998. Urban Management in Developing Countries. Cities Vol 13 No 6:pp.405-471.

Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView . Bandung. Informatika Bandung.

Rustiadi, E dan Saefulhakim, S. & Panuju, D.R. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor.

Saefulhakim, S. 2006. Arah dan Isyu Strategis Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Dalam Perspektif Ekonomi Wilayah: Bogor. Fakultas Pertanian IPB.

Saefulhakim, S. 2005. Principal Components Analysis (PCA) dan Factor Analysis (FA): Bogor. Fakultas Pertanian IPB.

Sastrowihardjo, M dan Napitupulu, H. 2001. Kebijakan Pertanahan dan Pembangunan . Jakarta. Pusdiklat BPN.

Supriatna, Y. 2006. Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang ‘Konsepsi dan Pengukuran Kinerja’. Jakarta. Bappenas.

Page 101: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Wahyuni, E. 1998. Kajian Analisis Penghijauan Kota dalam Penanganan Degradasi Lingkungan. Semarang. UNDIP.

Wegener, M. 2001. New Spatial Plannin g Models. JAG Vol 3 issue 3.

Media Massa

Lampung Post, 8 Agustus 2006. Bapedalda Harus Bertindak Tegas.

Pikiran Rakyat, 24 Desember 2004. Menanti Konsistensi Penataan Ruang Kota .

Republika, 27 Juli 2006. Ratusan Warga Pesisir Teluk Lampung Demo .

Trans Sumatera Post, 2 Agustus 2004. BLH Bandar Lampung Teliti Sampel Limbah PT Golden Sari.

Tempo Interaktif, 6 Juni 2004. Buntut Proyek Reklamasi, Walikota Lampung Digugat.

Page 102: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

KOTA

Identifikasi Permasalahan Pembangunan Kota

1. Perkembangan sosial kependudukan* • Tingkat pertumbuhan penduduk • Ukuran keluarga* • Budaya/aktivitas sosial penduduk* • Pola pergerakan penduduk*

2. Prospek pertumbuhan ekonomi* • Ketenagakerjaan • PDRB • Kegiatan usaha • Perkembangan penggunaan tanah &

produktivitasnya* 3. Daya dukung fisik dan lingkungan*

• Kondisi tata guna tanah • Kondisi bentang alam kawasan • Letak geografis • Sumberdaya air • Kondisi lingkungan (topografi & pola

drainase) • Sensitivitas terhadap lingkungan,

bencana alam & kegempaan • Status & nilai tanah • Ijin lokasi

4. Daya dukung prasarana & fasilitas kota* • Jenis infrastruktur perkotaan • Jangkauan pelayanan • Jumlah penduduk yang terlayani • Kapasitas pelayanan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW ) 1. Pengelolaan kawasan lindung 2. Pengelolaan kawasan budidaya* 3. Pengelolaan kawasan perkotaan & kawasan tertentu* 4. Rencana Pengelolaan TGT, TGA, TGU dan SDA lainnya* 5. Pengembangan sistem kegiatan pemban gunan & pusat -pusat pelayanan

permukiman perkotaan * 6. Pentahapan & prioritas pengembangan untuk perwujudan struktur

pemanfaatan ruang kota*

Penetapan RTRW Kota Bandar Lampung(Perda) Ø Penetapan substansi rencana Ø Pedoman perijinan pemanfaatan ruang Ø Pedoman pemberian kompensasi, serta pemberian insentive &

pengenaan disinsentive. Ø Pedoman pengawasan (pelaporan, pemantauan & evaluasi) &

penertiban (termasuk pengenaan sanksi) pemanfaatan ruang.

Analisis Teknis 1. Tinjauan terhadap batas wilayah perencanaan 2. Kebijakan pembangunan 3. Sektoral & perekonomian 4. Kependudukan 5. Daya dukung fisik & lingkungan 6. Daya dukung prasarana & fasilitas kota

Dokumen:

• UU 24/92 • PP 47/97 ttg RTRWN • Perda 5/2001 ttg RTRWP Dokumen Pembangunan:

• Propeda/Renstra Provinsi Lampung • Propeda/Renstra Kota Bandar Lampung • Rencana sektoral

Evaluasi kinerja RTRW Kota Bandar Lampung 1994-2004

Rumusan kondisi yang akan datang

1. Perkiraan kebutuhan & peluang pengembangan Kota Bandar Lampung

Ø Perkiraan kebutuhan pengembangan kependudukan. Ø Perkiraan kebutuhan pengembangan ekonomi perkotaan* Ø Perkiraan kebutuhan fasilitas sosial & ekonomi perkotaan Ø Perkiraan kebutuhan pengembangan lahan perkotaan (ekstensifikasi,

intensifikasi & perkiraan ketersediaan lahan bagi pengembangan) Ø Perkiraan kebutuhan sarana & prasarana kota

2. Perkiraan hubungan fungsional kawasan kota

DIAGRAM PENYUSUNAN RTRW KOTA (Kepmen Kimpraswil No 327/KPTS/M/2002)

Formulasi Visi, Misi & Tujuan Pembangunan Kota

INPUT TEKNIS

* Permasalahan dalam penyusunan RTRW Kota Bandar Lampung

Gambar Lampiran 1 Diagram Penyusunan RTRW Kota

Page 103: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 2 Hasil PCA Perkembangan Wilayah

Eigenvalues (Perkembangan Wilayah.sta)

Extraction: Principal components

Eigenvalue % Total Cumulative Cumulative

variance Eigenvalue %

1 3.74 9.83 3.74 9.83

2 3.33 8.76 7.06 18.59

3 3.03 7.98 10.10 26.57

4 2.16 5.70 12.26 32.27

Plot of Eigenvalues

Number of Eigenvalues0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

Val

ue

Page 104: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Communalities (Perkembangan Wilayah.sta) Factor Loadings (Varimax normalized) (Perkembangan Wilayah.sta)

Extraction: Principal components Extraction: Principal components

Rotation: Varimax normalized (Marked loadings are > .700000)

From 1 From 2 From 3 From 4 Multiple Factor Factor Factor Factor

Factor Factors Factors Factors R-Square 1 2 3 4

St Kabud 0.00 0.09 0.09 0.09 0.16 St Kabud 0.02 0.30 0.05 0.02

St Terbangun 0.03 0.57 0.57 0.63 0.63 St Terbangun 0.17 0.73 -0.08 0.24

St Kel Miskin 0.03 0.21 0.22 0.42 0.51 St Kel Miskin -0.18 -0.42 -0.10 0.45

St Penerimaan 0.00 0.00 0.00 0.28 0.41 St Penerimaan 0.03 0.00 -0.05 0.52

St Industri 0.00 0.18 0.18 0.18 0.41 St Industri 0.03 -0.42 0.04 -0.03

St Pasar 0.03 0.04 0.04 0.09 0.56 St Pasar 0.17 0.11 0.02 0.23

St Supermarket 0.27 0.29 0.49 0.57 0.69 St Supermarket 0.52 0.10 0.45 0.29

St Warung 0.42 0.54 0.55 0.56 0.65 St Warung 0.65 -0.34 -0.10 0.10

St Restoran 0.52 0.58 0.58 0.58 0.73 St Restoran 0.72 0.24 -0.03 0.02

St Bank 0.71 0.71 0.72 0.73 0.81 St Bank 0.84 0.01 -0.11 0.11

St KUD 0.00 0.00 0.00 0.09 0.37 St KUD -0.03 -0.01 0.03 -0.30

St Hotel 0.45 0.45 0.46 0.55 0.75 St Hotel 0.67 0.08 0.08 -0.30

St Penerima KS 0.01 0.41 0.42 0.43 0.53 St Penerima KS -0.11 -0.63 0.03 -0.10

St KKM 0.00 0.00 0.03 0.04 0.17 St KKM 0.01 0.03 -0.18 0.07

St KKL 0.00 0.01 0.01 0.04 0.24 St KKL -0.06 -0.06 -0.03 0.19

St TK 0.00 0.28 0.43 0.53 0.66 St TK 0.04 0.53 0.39 -0.31

St SD 0.01 0.01 0.38 0.38 0.48 St SD -0.10 -0.03 0.60 -0.09

St SLTP 0.01 0.04 0.57 0.57 0.69 St SLTP -0.08 0.18 0.73 -0.02

St SLTA 0.00 0.09 0.62 0.62 0.76 St SLTA 0.06 0.29 0.73 -0.01

St PT 0.00 0.04 0.05 0.05 0.47 St PT 0.04 0.21 0.09 0.04

St RS 0.01 0.11 0.11 0.12 0.32 St RS -0.12 0.31 0.03 -0.10

St Puskes 0.01 0.09 0.09 0.15 0.41 St Puskes -0.10 0.28 -0.01 -0.24

St Poli 0.11 0.22 0.24 0.45 0.59 St Poli 0.33 -0.34 0.11 -0.47

St DokPrak 0.08 0.20 0.35 0.40 0.61 St DokPrak 0.29 0.34 0.39 0.23

St BidPrak 0.01 0.15 0.15 0.25 0.35 St BidPrak -0.09 0.37 0.08 -0.32

St Masjid 0.07 0.23 0.44 0.66 0.68 St Masjid 0.27 -0.39 0.46 -0.47

St Surau 0.04 0.25 0.35 0.38 0.50 St Surau 0.19 -0.46 0.32 0.17

St Gereja 0.00 0.15 0.18 0.19 0.36 St Gereja 0.06 0.38 -0.19 -0.11

St Pure 0.01 0.01 0.01 0.04 0.25 St Pure -0.07 -0.05 -0.08 0.16

St Vihara 0.00 0.09 0.10 0.13 0.50 St Vihara 0.05 0.30 -0.04 0.20

St Bioskop 0.02 0.03 0.10 0.18 0.47 St Bioskop 0.13 0.13 -0.25 0.28

St Diskotik 0.02 0.03 0.03 0.08 0.67 St Diskotik 0.13 0.11 0.01 -0.24

St Alun² 0.02 0.07 0.29 0.29 0.50 St Alun² -0.14 -0.22 0.47 -0.06

St Penyewaan VCD 0.01 0.04 0.05 0.44 0.57 St Penyewaan VCD 0.09 0.16 0.11 0.63

St Rmh Bilyard 0.14 0.14 0.14 0.27 0.61 St Rmh Bilyard 0.37 -0.06 0.07 0.35

St Pelabuhan 0.01 0.02 0.02 0.08 0.42 St Pelabuhan 0.12 0.08 -0.03 0.24

St Stasiun 0.56 0.57 0.60 0.62 0.81 St Stasiun 0.75 -0.10 -0.17 -0.14

St Terminal 0.01 0.04 0.08 0.08 0.44 St Terminal -0.11 0.18 -0.19 0.04

Expl.Var 3.64 3.33 2.77 2.52

Prp.Totl 0.10 0.09 0.07 0.07

Bobot 0.30 0.27 0.23 0.21

Page 105: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Factor Score Coefficients (Perkembangan Wilayah.sta)

Rotation: Varimax normalized

Extraction: Principal components

Factor Factor Factor Factor

1 2 3 4

St Kabud 0.00 0.09 0.01 0.00

St Terbangun 0.04 0.22 -0.04 0.07

St Kel Miskin -0.05 -0.14 0.00 0.19

St Penerimaan 0.00 -0.01 0.01 0.21

St Industri 0.01 -0.13 0.02 0.00

St Pasar 0.04 0.03 0.02 0.09

St Supermarket 0.13 0.01 0.17 0.13

St Warung 0.18 -0.11 -0.04 0.03

St Restoran 0.20 0.07 -0.03 -0.01

St Bank 0.23 0.00 -0.05 0.02

St KUD 0.00 0.00 -0.01 -0.12

St Hotel 0.19 0.03 -0.01 -0.13

St Penerima KS -0.03 -0.19 0.02 -0.02

St KKM 0.00 0.01 -0.06 0.02

St KKL -0.02 -0.02 0.00 0.08

St TK 0.01 0.16 0.11 -0.12

St SD -0.04 -0.02 0.22 0.00

St SLTP -0.04 0.04 0.27 0.03

St SLTA 0.00 0.07 0.26 0.03

St PT 0.01 0.06 0.03 0.01

St RS -0.03 0.10 0.00 -0.05

St Puskes -0.02 0.09 -0.02 -0.10

St Poli 0.10 -0.10 0.01 -0.18

St DokPrak 0.06 0.09 0.14 0.10

St BidPrak -0.02 0.12 0.00 -0.13

St Masjid 0.08 -0.12 0.15 -0.16

St Surau 0.04 -0.15 0.13 0.10

St Gereja 0.02 0.12 -0.09 -0.06

St Pure -0.02 -0.02 -0.02 0.06

St Vihara 0.01 0.09 -0.01 0.07

St Bioskop 0.04 0.04 -0.08 0.09

St Diskotik 0.04 0.04 -0.01 -0.10

St Alun² -0.05 -0.07 0.18 0.01

St Penyewaan VCD 0.01 0.03 0.07 0.26

St Rmh Bilyard 0.09 -0.03 0.04 0.14

St Pelabuhan 0.03 0.02 0.00 0.09

St Stasiun 0.22 -0.03 -0.09 -0.08

St Terminal -0.03 0.06 -0.07 0.00

Page 106: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Factor Scores (Perkembangan Wilayah.sta)

Rotation: Varimax normalized

Extraction: Principal components

Factor Factor Factor Factor

1 2 3 4 IKE1 IKE2 IKE3 IKE4 IKET

0.84 -3.26 0.40 -0.51 0.20 0.00 0.28 0.34 0.19

-0.51 -1.26 -0.77 0.42 0.03 0.38 0.13 0.52 0.25

-0.40 -0.91 -0.58 0.28 0.05 0.45 0.15 0.49 0.27

-0.55 -0.71 -1.15 0.73 0.03 0.49 0.08 0.58 0.28

-0.69 -0.84 -0.29 -0.30 0.01 0.47 0.19 0.38 0.25

-0.46 -0.48 -0.14 0.39 0.04 0.53 0.21 0.51 0.31

-0.24 -1.72 -0.58 0.13 0.07 0.30 0.15 0.46 0.23

-0.25 -1.48 -0.57 0.14 0.06 0.34 0.16 0.46 0.24

-0.37 0.19 0.08 1.73 0.05 0.66 0.24 0.77 0.41

-0.70 0.57 -0.47 0.33 0.01 0.74 0.17 0.50 0.34

0.83 1.38 0.05 2.36 0.19 0.89 0.24 0.89 0.54

1.11 0.03 -0.90 2.42 0.23 0.63 0.11 0.90 0.45

0.06 0.30 -1.72 0.68 0.10 0.69 0.01 0.57 0.33

-0.22 -0.09 -0.71 0.71 0.07 0.61 0.14 0.57 0.33

-0.56 -0.17 0.24 0.54 0.03 0.59 0.26 0.54 0.34

-0.25 1.15 -0.96 0.83 0.06 0.85 0.10 0.59 0.40

-0.56 -0.59 -0.34 1.84 0.03 0.51 0.19 0.79 0.35

-0.79 -0.49 1.07 0.47 0.00 0.53 0.37 0.53 0.34

-0.71 -0.52 -0.74 1.53 0.01 0.53 0.13 0.73 0.33

-0.56 -0.99 -0.68 -0.47 0.03 0.44 0.14 0.34 0.23

-0.63 0.85 -1.23 -0.03 0.02 0.79 0.07 0.43 0.32

0.58 0.12 -0.50 1.17 0.16 0.65 0.16 0.66 0.40

0.58 -0.17 -0.16 0.47 0.16 0.59 0.21 0.53 0.37

-0.73 -1.47 0.50 -0.07 0.01 0.34 0.30 0.42 0.25

-0.54 -2.80 0.18 0.24 0.03 0.09 0.25 0.48 0.19

-0.71 -1.16 0.80 0.15 0.01 0.40 0.33 0.46 0.28

0.54 1.39 5.90 0.06 0.16 0.89 1.00 0.45 0.61

-0.16 0.81 0.67 0.54 0.08 0.78 0.32 0.54 0.42

-0.07 0.20 0.35 0.99 0.09 0.67 0.28 0.63 0.40

-0.43 0.06 -0.12 1.21 0.04 0.64 0.21 0.67 0.37

-0.17 0.15 0.95 0.91 0.07 0.66 0.35 0.61 0.41

-0.57 0.10 -0.01 0.59 0.03 0.65 0.23 0.55 0.35

-0.03 -0.80 1.08 2.48 0.09 0.47 0.37 0.91 0.43

-0.52 0.46 -0.77 0.03 0.03 0.72 0.13 0.44 0.32

1.15 0.59 0.21 -1.16 0.23 0.74 0.26 0.21 0.37

1.39 0.16 0.76 -2.26 0.26 0.66 0.33 0.00 0.33

-0.22 -0.44 -0.33 -0.69 0.07 0.54 0.19 0.30 0.27

-0.05 0.52 0.72 0.68 0.09 0.73 0.32 0.57 0.41

0.33 1.94 -1.29 -1.00 0.13 1.00 0.06 0.24 0.38

-0.26 0.44 -0.62 -0.06 0.06 0.71 0.15 0.42 0.33

0.21 1.53 -1.12 -1.78 0.12 0.92 0.08 0.09 0.32

0.59 1.37 -0.41 -1.26 0.17 0.89 0.18 0.19 0.37

0.35 0.77 0.08 -1.29 0.14 0.78 0.24 0.19 0.34

-0.13 1.23 0.96 -0.56 0.08 0.86 0.35 0.33 0.41

0.11 0.91 -0.52 -1.86 0.11 0.80 0.16 0.08 0.30

-0.50 -1.91 0.63 -1.13 0.03 0.26 0.31 0.22 0.20

-0.65 -2.15 1.92 -0.67 0.02 0.21 0.48 0.31 0.23

0.23 1.01 0.11 0.49 0.12 0.82 0.24 0.53 0.42

0.33 0.54 0.92 -0.30 0.13 0.73 0.35 0.38 0.40

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

1

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90

Desa/Kelurahan

Kin

erja

Per

kem

ban

gan

Wila

yah

(H

asil

PC

A)

Page 107: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

1.11 0.07 3.19 0.33 0.23 0.64 0.65 0.50 0.49

Page 108: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

0.74 0.14 0.74 0.11 0.18 0.65 0.33 0.46 0.40

0.78 1.39 1.45 0.55 0.19 0.90 0.42 0.54 0.51

-0.22 0.94 -1.11 -0.22 0.07 0.81 0.09 0.39 0.34

1.57 0.48 -1.76 1.10 0.28 0.72 0.00 0.65 0.41

3.13 -1.22 1.09 2.93 0.47 0.39 0.37 1.00 0.54

7.58 -1.01 -1.53 -1.52 1.00 0.43 0.03 0.14 0.45

1.13 0.22 0.40 -0.58 0.23 0.67 0.28 0.32 0.38

-0.49 0.41 0.22 0.01 0.04 0.71 0.26 0.44 0.35

-0.51 1.28 0.38 -1.07 0.03 0.87 0.28 0.23 0.36

-0.18 -2.91 -0.48 -0.16 0.07 0.07 0.17 0.40 0.16

0.24 0.99 -0.08 0.35 0.12 0.82 0.22 0.50 0.41

-0.14 0.61 0.17 0.27 0.08 0.74 0.25 0.49 0.38

-0.56 0.40 -0.11 0.05 0.03 0.70 0.22 0.44 0.34

0.25 0.65 0.15 -1.29 0.12 0.75 0.25 0.19 0.34

-0.44 0.14 1.28 -1.01 0.04 0.65 0.40 0.24 0.33

0.28 -2.81 -0.05 -2.16 0.13 0.09 0.22 0.02 0.12

-0.70 -0.62 1.21 -1.68 0.01 0.51 0.39 0.11 0.25

-0.55 0.55 -0.61 -0.34 0.03 0.73 0.15 0.37 0.32

-0.34 0.30 -0.10 0.02 0.05 0.69 0.22 0.44 0.34

-0.21 0.20 0.15 -0.84 0.07 0.67 0.25 0.27 0.31

-0.56 -0.30 -0.43 0.47 0.03 0.57 0.17 0.53 0.31

-0.76 0.63 -0.08 0.06 0.00 0.75 0.22 0.45 0.35

-0.34 0.20 -0.44 0.59 0.05 0.67 0.17 0.55 0.35

-0.31 0.38 -0.18 0.80 0.06 0.70 0.21 0.59 0.38

-0.67 0.26 -0.56 -0.14 0.01 0.68 0.16 0.41 0.31

-0.70 0.53 -0.40 0.44 0.01 0.73 0.18 0.52 0.35

-0.33 0.17 -0.80 -0.34 0.05 0.66 0.13 0.37 0.30

-0.58 -0.38 0.06 -0.08 0.02 0.55 0.24 0.42 0.30

-0.40 0.10 -0.87 -0.14 0.05 0.65 0.12 0.41 0.30

-0.34 -1.07 -0.51 -1.16 0.05 0.42 0.16 0.21 0.21

0.77 1.27 1.17 1.03 0.19 0.87 0.38 0.63 0.51

-0.29 0.37 -0.86 -0.41 0.06 0.70 0.12 0.36 0.31

-0.30 -0.95 0.95 -1.07 0.06 0.44 0.35 0.23 0.27

-0.52 0.09 0.68 -0.73 0.03 0.64 0.32 0.29 0.32

-0.27 0.27 0.08 -0.55 0.06 0.68 0.24 0.33 0.33

-0.73 0.61 0.44 -1.81 0.01 0.74 0.29 0.09 0.29

-0.46 0.65 -0.42 -1.42 0.04 0.75 0.17 0.16 0.29

-0.07 0.23 -0.83 -0.12 0.09 0.67 0.12 0.41 0.32

-0.42 0.45 -0.22 -0.06 0.04 0.71 0.20 0.42 0.34

-0.30 0.13 -0.17 -0.71 0.06 0.65 0.21 0.30 0.30

-0.26 0.11 -0.58 -0.41 0.06 0.65 0.15 0.36 0.30

-0.30 0.65 0.36 -0.80 0.06 0.75 0.28 0.28 0.34

-0.40 0.06 -1.04 0.35 0.05 0.64 0.09 0.50 0.31

0.66 0.75 -0.22 0.79 0.17 0.77 0.20 0.59 0.43

0.29 -0.52 0.25 1.14 0.13 0.53 0.26 0.66 0.38

0.23 -0.22 -0.15 0.36 0.12 0.58 0.21 0.50 0.35

0.29 0.24 -0.86 -0.64 0.13 0.67 0.12 0.31 0.31

-0.44 0.69 0.14 -0.44 0.04 0.76 0.25 0.35 0.35

-0.79 -3.26 -1.76 -2.26

7.58 1.94 5.90 2.93

0.00 0.00 0.00 0.00

1 1 1 1

Page 109: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

0.84 0.40 0.84 -0.51

-0.51 -0.77 -0.51 0.42

-0.40 -0.58 -0.40 0.28

-0.55 -1.15 -0.55 0.73

-0.69 -0.29 -0.69 -0.30

-0.46 -0.14 -0.46 0.39

-0.24 -0.58 -0.24 0.13

-0.25 -0.57 -0.25 0.14

-0.37 0.08 -0.37 1.73

-0.70 -0.47 -0.70 0.33

0.83 0.05 0.83 2.36

1.11 -0.90 1.11 2.42

0.06 -1.72 0.06 0.68

-0.22 -0.71 -0.22 0.71

-0.56 0.24 -0.56 0.54

-0.25 -0.96 -0.25 0.83

-0.56 -0.34 -0.56 1.84

-0.79 1.07 -0.79 0.47

-0.71 -0.74 -0.71 1.53

-0.56 -0.68 -0.56 -0.47

-0.63 -1.23 -0.63 -0.03

0.58 -0.50 0.58 1.17

0.58 -0.16 0.58 0.47

Page 110: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

-0.73 0.50 -0.73 -0.07

Page 111: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

-0.54 0.18 -0.54 0.24

-0.71 0.80 -0.71 0.15

0.54 5.90 0.54 0.06

-0.16 0.67 -0.16 0.54

-0.07 0.35 -0.07 0.99

-0.43 -0.12 -0.43 1.21

-0.17 0.95 -0.17 0.91

-0.57 -0.01 -0.57 0.59

-0.03 1.08 -0.03 2.48

-0.52 -0.77 -0.52 0.03

1.15 0.21 1.15 -1.16

1.39 0.76 1.39 -2.26

-0.22 -0.33 -0.22 -0.69

-0.05 0.72 -0.05 0.68

0.33 -1.29 0.33 -1.00

-0.26 -0.62 -0.26 -0.06

0.21 -1.12 0.21 -1.78

0.59 -0.41 0.59 -1.26

0.35 0.08 0.35 -1.29

-0.13 0.96 -0.13 -0.56

0.11 -0.52 0.11 -1.86

-0.50 0.63 -0.50 -1.13

-0.65 1.92 -0.65 -0.67

0.23 0.11 0.23 0.49

0.33 0.92 0.33 -0.30

1.11 3.19 1.11 0.33

0.74 0.74 0.74 0.11

0.78 1.45 0.78 0.55

-0.22 -1.11 -0.22 -0.22

1.57 -1.76 1.57 1.10

3.13 1.09 3.13 2.93

7.58 -1.53 7.58 -1.52

1.13 0.40 1.13 -0.58

-0.49 0.22 -0.49 0.01

-0.51 0.38 -0.51 -1.07

-0.18 -0.48 -0.18 -0.16

0.24 -0.08 0.24 0.35

-0.14 0.17 -0.14 0.27

-0.56 -0.11 -0.56 0.05

0.25 0.15 0.25 -1.29

-0.44 1.28 -0.44 -1.01

0.28 -0.05 0.28 -2.16

-0.70 1.21 -0.70 -1.68

-0.55 -0.61 -0.55 -0.34

-0.34 -0.10 -0.34 0.02

-0.21 0.15 -0.21 -0.84

-0.56 -0.43 -0.56 0.47

-0.76 -0.08 -0.76 0.06

-0.34 -0.44 -0.34 0.59

-0.31 -0.18 -0.31 0.80

-0.67 -0.56 -0.67 -0.14

-0.70 -0.40 -0.70 0.44

-0.33 -0.80 -0.33 -0.34

-0.58 0.06 -0.58 -0.08

-0.40 -0.87 -0.40 -0.14

Page 112: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

-0.34 -0.51 -0.34 -1.16

Page 113: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

0.77 1.17 0.77 1.03

-0.29 -0.86 -0.29 -0.41

-0.30 0.95 -0.30 -1.07

-0.52 0.68 -0.52 -0.73

-0.27 0.08 -0.27 -0.55

-0.73 0.44 -0.73 -1.81

-0.46 -0.42 -0.46 -1.42

-0.07 -0.83 -0.07 -0.12

-0.42 -0.22 -0.42 -0.06

-0.30 -0.17 -0.30 -0.71

-0.26 -0.58 -0.26 -0.41

-0.30 0.36 -0.30 -0.80

-0.40 -1.04 -0.40 0.35

0.66 -0.22 0.66 0.79

0.29 0.25 0.29 1.14

0.23 -0.15 0.23 0.36

0.29 -0.86 0.29 -0.64

-0.44 0.14 -0.44 -0.44

Page 114: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

-0.80

-0.60

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

0

F2

-0.80

F3

-0.40

F4

1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93 97

Series1

95

Page 115: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Factor Factor Factor

-0.40

F3

Page 116: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

2 3 4

0.30 0.05 0.02 0.02 0.05 0.02 0.02 0.30 0.02

0.73 -0.08 0.24 0.17 -0.08 0.17 0.24 0.73 0.24

-0.42 -0.10 0.45 -0.18 -0.10 -0.18 0.45 -0.42 0.45

0.00 -0.05 0.52 0.03 -0.05 0.03 0.52 0.00 0.52

-0.42 0.04 -0.03 0.03 0.04 0.03 -0.03 -0.42 -0.03

0.11 0.02 0.23 0.17 0.02 0.17 0.23 0.11 0.23

0.10 0.45 0.29 0.52 0.45 0.52 0.29 0.10 0.29

-0.34 -0.10 0.10 0.65 -0.10 0.65 0.10 -0.34 0.10

0.24 -0.03 0.02 0.72 -0.03 0.72 0.02 0.24 0.02

0.01 -0.11 0.11 0.84 -0.11 0.84 0.11 0.01 0.11

-0.01 0.03 -0.30 -0.03 0.03 -0.03 -0.30 -0.01 -0.30

0.08 0.08 -0.30 0.67 0.08 0.67 -0.30 0.08 -0.30

-0.63 0.03 -0.10 -0.11 0.03 -0.11 -0.10 -0.63 -0.10

0.03 -0.18 0.07 0.01 -0.18 0.01 0.07 0.03 0.07

-0.06 -0.03 0.19 -0.06 -0.03 -0.06 0.19 -0.06 0.19

0.53 0.39 -0.31 0.04 0.39 0.04 -0.31 0.53 -0.31

-0.03 0.60 -0.09 -0.10 0.60 -0.10 -0.09 -0.03 -0.09

0.18 0.73 -0.02 -0.08 0.73 -0.08 -0.02 0.18 -0.02

0.29 0.73 -0.01 0.06 0.73 0.06 -0.01 0.29 -0.01

0.21 0.09 0.04 0.04 0.09 0.04 0.04 0.21 0.04

0.31 0.03 -0.10 -0.12 0.03 -0.12 -0.10 0.31 -0.10

0.28 -0.01 -0.24 -0.10 -0.01 -0.10 -0.24 0.28 -0.24

-0.34 0.11 -0.47 0.33 0.11 0.33 -0.47 -0.34 -0.47

0.34 0.39 0.23 0.29 0.39 0.29 0.23 0.34 0.23

0.37 0.08 -0.32 -0.09 0.08 -0.09 -0.32 0.37 -0.32

-0.39 0.46 -0.47 0.27 0.46 0.27 -0.47 -0.39 -0.47

-0.46 0.32 0.17 0.19 0.32 0.19 0.17 -0.46 0.17

0.38 -0.19 -0.11 0.06 -0.19 0.06 -0.11 0.38 -0.11

-0.05 -0.08 0.16 -0.07 -0.08 -0.07 0.16 -0.05 0.16

0.30 -0.04 0.20 0.05 -0.04 0.05 0.20 0.30 0.20

0.13 -0.25 0.28 0.13 -0.25 0.13 0.28 0.13 0.28

0.11 0.01 -0.24 0.13 0.01 0.13 -0.24 0.11 -0.24

-0.22 0.47 -0.06 -0.14 0.47 -0.14 -0.06 -0.22 -0.06

0.16 0.11 0.63 0.09 0.11 0.09 0.63 0.16 0.63

-0.06 0.07 0.35 0.37 0.07 0.37 0.35 -0.06 0.35

0.08 -0.03 0.24 0.12 -0.03 0.12 0.24 0.08 0.24

-0.10 -0.17 -0.14 0.75 -0.17 0.75 -0.14 -0.10 -0.14

0.18 -0.19 0.04 -0.11 -0.19 -0.11 0.04 0.18 0.04

-0.40

F3

-0.40

F4

-0.80

F4

0.70Scatter Plot Cattel & Varimax

Page 117: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

1 5

Scatter Plot Cattel & Varimax

-4.00

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00

F1

F2 Series1

Page 118: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

1 5

Scatter Plot Cattel & Varimax

-4.00

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00

F1

F2 Series1

Scatter Plot Cattel & Varimax

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

-4.00 -3.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 3.00

F2

F3 Series1

Scatter Plot Cattel & Varimax

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

-4.00 -2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00

F3

F4 Series1

Scatter Plot Cattel & Varimax

Page 119: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Scatter Plot Cattel & Varimax

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00

F1

F3 Series1

Page 120: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00

F1

F3 Series1

Scatter Plot Cattel & Varimax

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00

F1

F4 Series1

Scatter Plot Cattel & Varimax

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

F2

F4 Series1

Page 121: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

F1 & F2 Cattel & Varimax Loading

-0.80

-0.60

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

0 5 10 15 20 25 30 35 40

F1

Series1

F2 & F3 Cattel & Varimax Loading

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

-0.80 -0.60 -0.40 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

F2

Series1

F3 & F4 Cattel & Varimax Loading

-0.60

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

-0.40 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80

F3

Series1

Page 122: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

F1 & F3 Cattel & Varimax Loading

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

-0.40 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

F1

Series1

Page 123: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

F1 & F3 Cattel & Varimax Loading

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

-0.40 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

F1

Series1

F1 & F4 Cattel & Varimax Loading

-0.60

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

-0.40 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

F1

Series1

F2 & F4 Cattel & Varimax Loading

-0.60

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

-0.80 -0.60 -0.40 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

F2

Series1

0.70

Page 124: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93 97

Page 125: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93 97

Page 126: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 3 Data prasarana dasar kota

Nas Prov Kota Lkl I II III IV V

Telukbetung Barat Sukamaju 639 4,249 1170 0 3,037 241 1,876 2 76 251 3 0 812 28

Keteguhan 364 8,483 1183 0 619 2,505 381 7 18 81 0 0 984 74

Kota Karang 56 14,301 2921 0 550 1,438 0 9 87 594 7 0 2650 429

Perwata 23 3,842 963 0 0 636 62 5 97 251 16 0 802 65

Bakung 107 5,706 1214 0 0 1,036 1,678 4 38 144 0 0 871 70

Kuripan 34 4,636 976 0 0 21 879 4 127 152 2 0 907 492

Negri Olok Gading 109 4,359 1045 0 0 2,015 3,356 0 7 17 1 0 920 78

Sukajaya 627 4,236 1206 0 0 5,552 1,721 0 0 0 0 0 620 12

Telukbetung Selatan Gedung Pakuon 36 4,181 927 0 398 577 86 2 14 41 3 0 862 139

Talang 46 7,913 1756 455 393 705 125 0 76 211 10 0 1422 719

Pesawahan 63 11,242 2495 1,061 291 1,951 0 15 206 455 363 0 2271 1622

Telukbetung 19 4,643 933 692 0 1,241 21 5 23 299 179 0 858 662

Kangkung 30 12,079 2333 391 0 752 0 20 20 492 264 0 1563 1423

Bumi Waras 73 17,239 2995 822 192 1,876 407 15 66 428 154 0 2456 1198

Pecohraya 83 5,116 1016 0 525 1,640 26 3 22 316 20 0 925 498

Sukaraja 79 10,209 2161 739 1,030 1,015 79 9 21 210 39 0 1794 1124

Geruntang 110 6,797 1496 530 16 555 644 2 25 295 24 0 1126 374

Ketapang 124 4,370 983 1,635 0 1,781 22 1 2 21 1 0 798 98

Way Lunik 150 9,370 1982 3,545 40 584 672 8 11 75 12 0 1764 694

Panjang Srengsem 456 7,571 1849 830 0 0 2,017 0 0 0 0 0 1387 109

Panjang Selatan 106 11,998 2554 1,003 0 1,842 447 4 29 238 14 0 2005 224

Panjang Utara 112 12,679 2761 1,376 0 2,452 0 6 58 280 49 1 2174 748

Pidada 318 10,878 2303 1,833 0 672 929 2 27 110 9 0 1979 432

Way Laga 433 6,503 1570 0 1,024 1,911 1,975 0 0 0 0 0 920 85

Way Gubak 546 3,023 624 0 885 3,498 500 0 0 0 0 0 136 10

Karang Maritim 105 8,781 1868 1,653 0 0 367 0 0 0 0 0 877 86

Tanjung Karang TimurRawa Laut 51 5,298 924 225 472 3,560 82 3 41 466 32 0 924 238

Kota Baru 103 11,647 2351 0 1,078 3,556 1,036 5 70 715 43 0 2351 896

Tanjung Agung 22 7,021 1200 0 337 1,258 0 6 14 320 27 0 800 800

Kebon Jeruk 23 5,424 1123 0 0 492 0 9 13 314 17 0 1123 360

Sawah Lama 12 5,815 1146 0 0 876 0 8 13 246 21 0 1139 762

Sawah Brebes 30 7,334 1403 0 0 1,549 0 8 7 343 6 0 1386 799

Jaga Baya I 17 2,783 500 0 0 524 0 5 28 591 81 0 500 506

Kedamaian 128 14,375 2762 872 209 4,584 872 3 28 473 31 0 2562 435

Tanjung Raya 54 5,772 1240 0 980 1,688 58 0 4 221 6 0 1118 900

Tanjung Gading 105 2,924 616 0 448 1,141 0 0 11 146 6 0 458 248

Campang Raya 960 8,695 1583 0 3,830 2,698 1,319 0 0 0 0 0 1485 80

Telukbetung Utara Kupang Kota 44 10,410 2035 190 0 1,683 198 2 197 747 31 0 2035 1221

Gunung Mas 104 3,709 678 1,127 0 501 358 3 12 124 3 0 678 271

Kupang Teba 66 11,158 2134 143 0 1,126 27 0 25 298 54 0 2134 927

Kupang Raya 17 3,424 710 24 0 1,176 0 0 4 60 5 0 710 284

Pahoman 76 4,835 819 0 1,117 3,455 286 0 68 533 73 0 819 512

Sumur Batu 78 7,882 1631 502 0 2,865 0 2 54 587 30 0 1631 1224

Gulak Galik 72 7,082 1492 576 0 1,317 165 2 94 363 17 0 1477 210

Pengajaran 116 5,747 1185 1,405 0 2,639 394 1 32 188 5 0 1161 948

Sumur Putri 92 4,597 773 0 0 2,501 259 3 54 293 12 0 618 96

Batu Putu 93 4,108 820 0 0 1,544 389 0 0 0 0 0 164 0

Tanjung Karang PusatDurian Payung 98 9,480 1722 202 0 2,724 202 3 72 435 56 0 1692 703

Gotong Royong 38 5,467 1237 387 249 1,684 120 1 64 422 36 0 1212 489

Enggal 64 5,282 1141 9 330 3,404 28 2 22 327 51 0 1141 1047

Pelita 23 5,537 1009 382 115 864 0 10 12 353 31 0 951 1132

Kecamatan KelurahanLuas Wil (Ha)

Σ Pddk (Jiwa)

Pel Telp (KK)

Σ RTPanjang Jalan (hm) Pelanggan PDAM (KK) Pel

List (KK)

Page 127: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 3 Lanjutan

Nas Prov Kota Lkl I II III IV V

Palapa 30 4,317 807 261 111 1,525 39 1 8 272 111 0 798 536

Kaliawi 42 13,373 2774 280 0 810 0 9 67 558 69 0 2472 225

Kelapa Tiga 21 11,606 2245 340 0 1,004 0 2 46 493 101 0 2133 783

Tanjung Karang 28 3,814 766 279 0 1,132 0 2 15 375 287 0 752 324

Gunung Sari 21 2,888 620 130 0 389 148 3 7 47 389 0 620 344

Pasir Gintung 30 5,055 1119 529 0 576 139 11 22 240 89 0 1054 838

Penengahan 40 6,382 1330 229 0 1,390 183 5 105 360 5 0 1265 704

Tanjung Karang BaratSusunan Baru 338 2,804 606 0 0 6,596 130 0 2 44 1 0 484 20

Sukadana Ham 954 2,388 518 0 0 4,839 1,200 0 2 8 0 0 466 78

Suka Jawa 82 14,385 3411 682 0 1,852 101 10 149 1035 28 0 2750 2500

Gedung Air 131 10,647 2161 673 0 3,486 336 12 118 603 23 0 2100 1050

Segala Mider 225 14,436 3020 569 0 3,763 1,838 7 136 620 28 0 740 275

Gunung Terang 201 7,178 1395 0 0 4,134 660 0 4 258 2 0 1255 1046

Kemiling Sumber Agung 498 3,027 760 0 0 4,486 2,266 0 0 0 0 0 608 0

Kedaung 577 1,035 237 0 0 3,339 845 0 0 0 0 0 80 0

Pinang Jaya 195 3,050 682 134 0 2,772 0 0 1 3 0 0 205 0

Beringin Raya 711 13,020 2886 0 0 7,033 4,676 4 31 1508 24 0 2600 300

Sumber Rejo 703 12,767 2544 2,136 0 8,381 1,456 4 73 369 29 0 2000 1500

Kemiling Permai 713 11,403 4343 414 0 4,411 1,831 0 902 390 6 0 3560 0

Langkapura 228 8,715 1505 1,061 0 3,955 714 1 64 254 16 0 700 600

Kedaton Sukamenanti 38 6,369 1408 0 0 1,562 164 2 59 212 2 0 1056 142

Sidodadi 86 11,230 2319 882 0 3,543 167 0 68 511 16 0 1250 600

Surabaya 84 10,339 2519 0 0 3,167 10 3 28 410 16 0 1879 430

Perumnas Way Halim 92 12,018 2628 1,406 0 4,815 68 1 1839 643 22 0 2323 250

Kedaton 497 13,242 2530 1,485 0 9,140 2,856 1 21 121 2 0 1352 68

Labuan Ratu 312 17,388 4357 1,832 0 4,113 1,653 0 18 304 3 0 4357 320

Kampung Baru 155 7,630 2416 898 0 2,767 953 0 5 5 0 0 1526 1358

Sepang Jaya 138 11,829 2345 587 0 1,983 267 0 0 6 0 0 2336 319

Rajabasa Rajabasa Raya 227 6,078 1353 1,310 0 2,554 1,098 0 0 0 0 0 880 70

Gedung Meneng 328 8,587 1311 1,431 0 3,240 2,952 0 3 111 10 0 1311 1143

Rajabasa 319 16,883 2934 1,111 0 2,621 2,066 0 0 0 0 0 2673 528

Rajabasa Jaya 319 4,578 809 155 0 3,044 1,011 0 0 0 0 0 631 9

Tanjung Seneng Labuhan Dalam 227 6,131 1356 489 0 3,008 862 0 0 0 0 0 1095 403

Tanjung Seneng 312 11,287 2956 10 0 3,046 2,697 0 0 0 0 0 2453 1600

Way Kandis 307 5,481 1045 0 0 2,546 2,435 0 0 0 0 0 815 40

Perumnas Way Kandis319 5,970 1213 0 0 5,893 131 0 257 323 7 0 995 401

Sukarame Sukarame 403 17,851 3741 350 0 7,313 1,219 0 0 0 0 0 3216 3000

Way Halim Permai 120 8,052 1828 0 0 5,030 1,267 2 10 849 108 0 1370 400

Gunung Sulah 97 9,271 1834 0 0 3,141 653 2 31 152 0 0 1834 475

Way Dadi 348 15,696 3173 651 0 5,916 3,128 0 1 384 0 0 3075 317

Harapan Jaya 376 7,924 1747 0 0 4,677 13,538 0 0 0 0 0 850 200

Sukabumi Jagabaya II 104 13,599 2859 0 8 2,854 1,642 1 13 131 28 0 2133 2149

Jagabaya III 103 8,281 2036 0 207 1,854 2,223 0 0 347 16 0 1907 1215

Tanjung Baru 140 5,681 1375 0 1,171 694 177 0 1 159 60 0 1250 750

Kalibalok Kencana 125 7,220 1535 892 756 1,840 1,849 0 0 0 0 0 1436 1200

Sukabumi Indah 271 7,203 1563 189 1,483 2,241 2,588 0 0 0 0 0 1432 750

Sukabumi 271 10,019 2148 0 1,566 1,855 969 0 0 0 0 0 1988 2050

Sumber : PODES 2005

Pel Telp (KK)

Σ RTPanjang Jalan (hm) Pelanggan PDAM (KK) Pel

List (KK)

Kecamatan KelurahanLuas Wil (Ha)

Σ Pddk (Jiwa)

Page 128: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 5 Data fisik wilayah

KECAMATAN KELURAHAN Luas A B C D E F a b c d e f g 0-2 2-2O 20-40 >40

Telukbetung Barat Sukamaju 639 0 416 0 223 0 0 0 0 0 0 219 420 0 223 17 325 74

Keteguhan 364 0 230 0 102 32 0 0 0 0 0 80 284 0 152 0 193 19

Kota Karang 56 0 0 0 56 0 0 0 0 0 0 56 0 0 56 0 0 0

Perwata 23 0 0 0 20 3 0 0 0 0 0 23 0 0 21 2 0 0

Bakung 107 0 23 0 11 74 0 0 0 0 0 15 92 0 9 39 58 0

Kuripan 34 0 29 0 0 5 0 0 0 23 0 0 11 0 5 6 16 7

Negri Olok Gading 109 0 0 0 0 109 0 0 0 26 0 12 71 0 18 88 3 0

Sukajaya 627 0 2 0 0 625 0 0 0 620 0 0 7 0 0 559 68 0

Telukbetung Selatan Gedung Pakuon 36 0 0 0 0 36 0 0 0 20 0 4 13 0 6 30 0 0

Talang 46 0 0 0 0 46 0 0 0 21 0 6 18 0 14 32 0 0

Pesawahan 63 0 0 0 41 22 0 0 0 0 0 55 8 0 63 0 0 0

Telukbetung 19 0 0 0 2 17 0 0 0 0 0 19 0 0 19 0 0 0

Kangkung 30 0 0 0 29 1 0 0 0 0 0 30 0 0 30 0 0 0

Bumi Waras 73 0 0 0 33 40 0 0 0 11 0 62 0 0 66 7 0 0

Pecohraya 83 0 0 0 0 83 0 0 0 81 0 2 0 0 9 74 0 0

Sukaraja 79 0 0 0 56 23 0 0 0 0 0 79 0 0 55 24 0 0

Geruntang 110 0 0 11 53 46 0 0 0 12 0 41 57 0 34 71 5 0

Ketapang 124 0 0 86 22 16 0 0 0 0 0 5 119 0 37 87 0 0

Way Lunik 150 0 0 88 62 0 0 0 0 0 0 3 147 0 136 14 0 0

Panjang Srengsem 456 456 0 0 0 0 0 154 0 0 114 0 152 35 123 0 228 104

Panjang Selatan 106 87 0 0 19 0 0 17 0 0 0 9 25 55 50 0 30 27

Panjang Utara 112 22 0 0 90 0 0 0 0 0 0 18 49 45 94 0 18 0

Pidada 318 154 0 143 21 0 0 0 0 0 0 0 318 0 81 58 179 0

Way Laga 433 2 0 431 0 0 0 0 0 0 0 0 433 0 24 338 71 0

Way Gubak 546 0 0 545 0 1 0 0 16 0 0 0 530 0 119 181 125 120

Karang Maritim 105 105 0 0 0 0 0 52 0 0 0 0 53 0 53 0 8 44

Tanjung Karang Timur Rawa Laut 51 0 0 0 0 43 8 0 0 51 0 0 0 0 12 39 0 0

Kota Baru 103 0 0 0 0 4 99 0 0 103 0 0 0 0 42 50 11 0

Tanjung Agung 22 0 0 0 0 0 22 0 0 22 0 0 0 0 22 0 0 0

Kebon Jeruk 23 0 0 0 0 2 21 0 0 23 0 0 0 0 19 0 4 0

Sawah Lama 12 0 0 0 0 1 11 0 0 12 0 0 0 0 12 0 0 0

Sawah Brebes 30 0 0 0 0 0 30 0 0 30 0 0 0 0 30 0 0 0

Jaga Baya I 17 0 0 0 0 0 17 0 0 17 0 0 0 0 17 0 0 0

Kedamaian 128 0 0 0 0 66 62 0 0 124 0 0 4 0 43 80 4 0

Tanjung Raya 54 0 0 0 0 0 54 0 0 54 0 0 0 0 30 23 1 0

Tanjung Gading 105 0 0 0 0 32 73 0 0 101 0 0 4 0 20 53 32 0

Campang Raya 960 0 12 901 0 47 0 0 35 84 0 102 527 213 139 568 83 170

Telukbetung Utara Kupang Kota 44 0 0 0 0 44 0 0 0 37 0 0 7 0 1 43 0 0

Gunung Mas 104 0 0 0 0 104 0 0 0 86 0 18 0 0 27 77 0 0

Kupang Teba 66 0 0 0 0 66 0 0 0 66 0 0 0 0 0 66 0 0

Kupang Raya 17 0 0 0 0 17 0 0 0 16 0 1 0 0 4 13 0 0

Pahoman 76 0 0 0 0 68 8 0 0 76 0 0 0 0 30 46 0 0

Sumur Batu 78 0 0 0 0 78 0 0 0 78 0 0 0 0 0 78 0 0

Gulak Galik 72 0 0 0 0 72 0 0 0 72 0 0 0 0 0 72 0 0

Pengajaran 116 0 0 0 0 116 0 0 0 116 0 0 0 0 0 116 0 0

Sumur Putri 92 0 1 0 0 91 0 0 0 92 0 0 0 0 0 67 25 0

Batu Putu 93 0 54 0 0 39 0 0 0 93 0 0 0 0 2 72 19 0

Tanjung Karang Pusat Durian Payung 98 0 4 0 0 94 0 0 0 98 0 0 0 0 26 67 5 0

Gotong Royong 38 0 0 0 0 38 0 0 0 38 0 0 0 0 29 9 0 0

Enggal 64 0 0 0 0 64 0 0 0 64 0 0 0 0 61 3 0 0

Pelita 23 0 0 0 0 23 0 0 0 23 0 0 0 0 23 0 0 0

Page 129: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 5 Lanjutan

KECAMATAN KELURAHAN Luas A B C D E F a b c d e f g 0-2 2-2O 20-40 >40

Palapa 30 0 0 0 0 30 0 0 0 30 0 0 0 0 29 1 0 0

Kaliawi 42 0 0 0 0 42 0 0 0 42 0 0 0 0 12 17 13 0

Kelapa Tiga 21 0 0 0 0 21 0 0 0 21 0 0 0 0 9 11 1 0

Tanjung Karang 28 0 0 0 0 28 0 0 0 28 0 0 0 0 28 0 0 0

Gunung Sari 21 0 0 0 0 12 9 0 0 21 0 0 0 0 21 0 0 0

Pasir Gintung 30 0 0 0 0 16 14 0 0 30 0 0 0 0 19 11 0 0

Penengahan 40 0 0 0 0 0 40 0 0 40 0 0 0 0 20 20 0 0

Tanjung Karang Barat Susunan Baru 338 0 0 0 0 338 0 0 0 338 0 0 0 0 0 338 0 0

Sukadana Ham 954 0 621 0 0 333 0 0 0 954 0 0 0 0 0 762 76 116

Suka Jawa 82 0 0 0 0 81 1 0 0 82 0 0 0 0 2 70 10 0

Gedung Air 131 0 0 0 0 87 44 0 0 131 0 0 0 0 0 124 7 0

Segala Mider 255 0 11 0 0 62 181 0 0 204 0 51 0 0 53 194 8 0

Gunung Terang 201 0 15 0 0 1 185 0 0 162 0 39 0 0 109 92 0 0

Kemiling Sumber Agung 498 0 453 0 0 45 0 0 0 498 0 0 0 0 0 343 142 13

Kedaung 577 0 573 0 0 4 0 0 0 577 0 0 0 0 0 383 84 111

Pinang Jaya 195 0 14 0 0 181 0 0 0 195 0 0 0 0 0 162 33 0

Beringin Raya 711 0 321 0 0 390 0 0 0 711 0 0 0 0 0 600 107 4

Sumber Rejo 703 0 0 0 0 703 0 0 0 703 0 0 0 0 0 703 0 0

Kemiling Permai 713 0 0 0 0 437 276 0 0 713 0 0 0 0 0 713 0 0

Langkapura 228 0 0 0 0 140 88 0 0 228 0 0 0 0 0 228 0 0

Kedaton Sukamenanti 38 0 1 0 0 0 37 0 0 22 0 16 0 0 0 38 0 0

Sidodadi 86 0 21 0 0 0 65 0 0 34 0 52 0 0 51 26 9 0

Surabaya 84 0 33 0 0 0 51 0 0 27 0 57 0 0 82 2 0 0

Perumnas Way Halim 92 0 92 0 0 0 0 0 0 0 0 92 0 0 92 0 0 0

Kedaton 497 0 497 0 0 0 0 0 0 0 0 497 0 0 296 201 0 0

Labuan Ratu 312 0 312 0 0 0 0 0 0 0 0 312 0 0 191 121 0 0

Kampung Baru 155 0 155 0 0 0 0 0 0 0 0 155 0 0 11 144 0 0

Sepang Jaya 138 0 138 0 0 0 0 0 0 0 0 138 0 0 82 56 0 0

Rajabasa Rajabasa Raya 227 0 212 0 0 0 15 0 0 34 0 193 0 0 0 227 0 0

Gedung Meneng 328 0 260 0 0 0 68 0 0 27 0 301 0 0 76 252 0 0

Rajabasa 319 0 0 0 0 0 319 0 0 316 0 3 0 0 0 319 0 0

Rajabasa Jaya 319 0 319 0 0 0 0 0 0 0 0 319 0 0 84 235 0 0

Tanjung Seneng Labuhan Dalam 227 0 227 0 0 0 0 0 0 0 0 227 0 0 165 62 0 0

Tanjung Seneng 312 0 312 0 0 0 0 0 0 0 0 312 0 0 312 0 0 0

Way Kandis 307 0 307 0 0 0 0 0 0 0 0 307 0 0 307 0 0 0

Perumnas Way Kandis319 0 319 0 0 0 0 0 0 0 0 319 0 0 319 0 0 0

Sukarame Sukarame 403 0 337 66 0 0 0 0 0 0 0 403 0 0 383 20 0 0

Way Halim Permai 120 0 120 0 0 0 0 0 0 0 0 120 0 0 120 0 0 0

Gunung Sulah 97 0 51 0 0 1 45 0 0 5 0 92 0 0 93 0 4 0

Way Dadi 348 0 348 0 0 0 0 0 0 0 0 348 0 0 348 0 0 0

Harapan Jaya 376 0 376 0 0 0 0 0 0 0 0 376 0 0 376 0 0 0

Sukabumi Jagabaya II 104 0 0 0 0 0 104 0 0 104 0 0 0 0 104 0 0 0

Jagabaya III 103 0 20 0 0 15 68 0 0 45 0 58 0 0 87 16 0 0

Tanjung Baru 140 0 0 0 0 60 80 0 0 138 0 2 0 0 140 0 0 0

Kalibalok Kencana 125 0 50 0 0 75 0 0 0 42 0 83 0 0 73 52 0 0

Sukabumi Indah 221 0 205 16 0 0 0 0 0 9 0 212 0 0 87 134 0 0

Sukabumi 271 0 18 253 0 0 0 0 0 0 0 194 0 77 54 208 9 0

Sumber : PODES 2005

Page 130: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 6 Keterangan geologi bagian wilayah Kota Bandar Lampung

Satuan Umur Litologi Tebal Keterangan

Aluvium Holosen Bongkah, Kerikil, Pasir, Lanau, Lumpur dan Lempung - Batuan Granit Tak Terpisahkan

Endapan Gunung Api Muda

Plistosen & Holosen

Lava andesit-basal, breksi dan tuf. Lava, kelabu kehitaman, afanitik dan porfiritik dgn fenokris plagioklas & augit dalam massadasar (komponen penyusun yang dominan) kaca gunung api &/felspar mikrolit. Terdapat sedikit olivine didalam basal. Breksi, kelabu kehitaman, terpilah buruk, kepingan menyudut batuan gunung api berukuran kerakal sampai bongkahan. Tuf, tuf batuan & tuf kacuk. Tuf batuan: kelabu kekuningan, kecoklatan, terutama terdiri dari lava, kaca gunung api dan bahan karbonan dalam massadasar tufan. Tuf kacuk: putih kusam sampai kelabu, terpilah buruk, kepingan lava menyudut membundar tanggung, oksida besi dan bahan karbonan dalam massadasar tuf pasiran.

Mencapai beberapa ratus

meter

Busur Gunung Api benua menghasilkan kerucut-kerucut yang mencolok dan kegiatan solfatara.

Formasi Campang

Paleosen-Oligosen Awal

Perselingan batu lempung, serpih, kalkarenit, tuf dan breksi. Batu lempung, kelabu kehitaman, padat dan berlapis baik ebal 5-10 cm, perlapisan sejajar dan menggelombang. Serpih, hitam-kelabu kecoklatan, padat dan berlapis baik 5-10 cm, perlapisan internal. Kalkarenit, kelabu kecoklatan, berlapis baik dan terkekarkan, memperlihatkan struktur perlapisan menggelombang internal dan bersusun. Kalsilutit, kelabu kehitaman, berlapis baik tabal 2-15 cm, perlapisan sejajar. Tuf, kehijauan-putih kemerahan, berbutir halus, padat dan setempat terkersikan (terkelupas/tersilikonkan, banyak kuarsa/masam).

1000-1500 m Diendapkan dilingkungan turbidit (kekeruhan) di laut, ditepi pantai sampai daerah keg iatan gunung api. Terlipat kuat dengan sumbu barat laut-tenggara, kemiringan berkisar 250-700. Ditafsirkan diendapkan bersamaan waktu dengan formasi tarahan dan termasuk satuan gunung api efusiva. Nama ini diusulkan oleh Andi Mangga drr (1988).

Page 131: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 6 Lanjutan

Satuan Umur Litologi Tebal Keterangan

Breksi, kelabu kehitaman, polimik, terpilah buruk, berbutir kasar -ukuran bongkah terdiri dari batu gamping, sekis (batuan metamorfik) & van silika, menyudut-menyudut tanggung, karbonat mengisi kekar-kekar. Breksi, hitam kehijauan, polimik kepingan-kepingan sekis menyudut-menyudut tanggung, rijang merah & hijau & batu camping di dalam massadasar pasiran, setempat terkersikan. Kepingan berukuran kerakal sampai bongkahan. Satuan ini berubah menjadi: Konglomerat, kelabu kehitaman, polimik, terpilah buruk, kepingan rijang merah dan hijau dengan basal berukuran kerakal-bongkah, membundar-membundar tanggung. Batu pasir, kelabu kehijauan, padat, terpilah buruk, batir-butir rijang merah, basal dan lain-lain, memperlihatkan struktur perlapisan bersusun. Batu lanau, kelabu kehijauan, padat.

Formasi Lampung

Plio-Plistosen

Tuf riolit-dasit & vulkanoklastika tufan. Tuf berbatu apung, kelabu kekuningan sampai putih kelabu, berbutir sedang-kasar, terpilah buruk, terutama terdiri dari batuapung & keratan batuan. Tuf, putih sampai putih kecoklatan, riolitan, setempat gunung api, nisbi keras terkekarkan. Batupasir tufan; putih kusam kekuningan, berbutir halus-sedang, terpilah buruk, membundar tanggung, sebagian berbatu apung, agak lunak. Sering memperlihatkan struktur silang-siur, umumnya bersusunan dasit

200 m Diendapkan dilingkungan terestrial-fluviar, air payau. Nama lama tuf Lampung (Bemmelen, 1949). Menindih tak selaras satuan-satuan yang lebih tuan dan ditindih tak selaras oleh endapan kuarter, menjemari dengan formasi kasal, dari lajur busur-belakang dan setempat dengan formasi terbanggi.

Formasi Tarahan Paleosen-Oligosen Awal

Tuf dan breksi dikuasai oleh sisipan tufit. Tuf, ungu dan hijau muda, nisbi pejal tetapi terkekarkan & khas tarabak (bekas gesekan) mengandung struktur ”mata ikan”.

- Diendapkan dilingkungan benua (?), mungkin busur gunung api, magmatisma ada kaitannya dengan penunjaman, secara regional dapat dikorelasikan dengan formasi kikim.

Page 132: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 6 Lanjutan

Satuan Umur Litologi Tebal Keterangan

Breksi, kelabu kekuningan kecoklatan, keras terpilah buruk, terdidi dari kepingan lava andesit menyudut, batu lempung dan batu lanau.Setempat terkersikan. Tufit, putih, berbutir sangat halus, padat dan berlapis baik tebal 5-20 cm.

Ditafsirkan sebagai sisa busur gunungapi paleogen yang tersingkap. Keberadannya seringkalis disebutkan sebagai bukti penunjaman di sepanjang Parit Sunda yang terus berlangsung. Nama formasi ini diusulkan oleh Andi Mangga drr (1988).

Sekis Way Galih (Kompleks Gunung Kasih)

Paleozoikum Runtuhan sedimen-malihan & batuan beku-malih. Sekis terdiri dari dua jenis: sekis kuarsa-mika grafit & sekis amfibol. Semua ditafsirkan sebagai sedimen malih & kemudian sebagai batuan gunung api malih. Warna tergantung pada minerologinya, sekis mika dikuasai oleh biotit serisit dengan pengubah grafit. Sekis basa, hijau sampai hijau kehitaman, dikuasai oleh amfibol & klorit. Kesekisan pemalihan, menembus kuat, tanpa sejarah pencenanggaan sekunder yang jelas. Kesekisan berarah 1300 tetapi setempat berubah menjadi 700-800, miring curam kearah timurlaut-barat daya atau utara.

Tidak diketahui (>100 m)

Satuan yang termalihkan secara regional. Dianggap sebagai bagian dari inti batuan malih sumatera. Metarmorfisma berkadar rendah sampai menengah fasies sekis hijau, mungkin meningkat ke fasies epidot-amfibolit. Runtuhan ini ditemukan disentuhan tektonik, sungkup (?) dengan formasi menanga yang berumur kapur & jelas sekali diterobos oleh pluton sulan. Pluton berkaitan dengan penunjaman, berupa granitoid busur gunung api atau tepi benua. Hasil penyelidikan geokimia batuan pluton memastikan adanya penempatan busur gunung api. Hasil penyelidikan geokimia & geokronologi menunjukkan adanya tepi benua yang ada hubungannya dengan penunjaman lajur granitoid berumur kapur akhir diseluruh Sumatera bagian selatan. Busur plutonik ini terpusat disepanjang zona sistem sesar Sumatera.

Catatan : Lembar Tanjung karang hampir seluruhnya (80%) terletak didalam lajur busur magma, disudut timur laut meluas ke lajur busur-belakang.

Sumber : Pusat Penelitian dan Pemetaan Geologi (P3G) Bandung

Page 133: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 7 Regresi perkembangan wilayah

Perkembangan aktivitas ekonomi

Regression Summary for Dependent Variable: Ln-F1PW (Olahan.sta)

R= .73169120 R²= .53537202 Adjusted R²= .46977748

F(12,85)=8.1618 p<.00000 Std.Error of estimate: .27438

Koefisien Std.Err. t(85) Tingkat of B Kesalahan

Intercept -3.877 2.369 -1.637 0.105W1-F1PW 1.678 0.277 6.068 0.000W1-F1PD -0.111 0.391 -0.284 0.777Ln-F2PW -0.113 0.095 -1.192 0.237W2-F1PW -10.399 1.948 -5.337 0.000W2-F1PD 5.526 1.967 2.809 0.006W2-F3FW -3.259 0.869 -3.751 0.000W2-F2FW 1.312 0.569 2.307 0.023W1-F3FW 0.536 0.213 2.518 0.014Ln-F1FW 0.449 0.194 2.314 0.023Ln-F1PD 0.15 0.12 1.27 0.21Ln-F2FW -0.11 0.08 -1.28 0.21W1-F1FW -0.27 0.22 -1.22 0.23

Regression Summary for Dependent Variable: Ln-F2PW (Olahan.sta)

R= .73223547 R²= .53616878 Adjusted R²= .46438538

F(13,84)=7.4693 p<.00000 Std.Error of estimate: .27539

Koefisien Std.Err. t(85) Tingkat

of B Kesalahan

Intercept 8.915 3.795 2.349 0.021

W1-F2PW 1.530 0.340 4.497 0.000

Ln-F1PD 0.365 0.114 3.196 0.002

Ln-F1PW -0.137 0.092 -1.495 0.139

Ln-F2PD 0.124 0.081 1.528 0.130

W1-F1PW 0.457 0.203 2.247 0.027

W2-F2PW -7.012 2.248 -3.119 0.002

W1-F1PD -0.858 0.447 -1.919 0.058

Ln-F1FW -0.253 0.098 -2.589 0.011

Ln-F3FW -0.264 0.122 -2.165 0.033

W2-F2FW -1.671 0.620 -2.693 0.009

Ln-F2FW 0.175 0.088 1.995 0.049

W2-F1PD 3.449 1.837 1.878 0.064

W2-F3FW 0.702 0.585 1.199 0.234

Yi = -3,877 + 1,678 W1F1PW -10,399 W2F1PW + 5,526 W2F1PD + 0,449 LnF1FW + 1,312 W2F2FW + 0,536 W1F3FW - 3,259 W2F3FW

Yi = 8,915 + 0,457 W1F1PW + 1,530 W1F2PW - 7,012 W2F2PW + 0,365 LnF1PD - 0,858 W1F1PD + 3,449 W2F1PD - 0,253 LnF1FW + 0,175 LnF2FW - 1,671 W2F2FW - 0,264 LnF3FW

Perkembangan fisik ruang

Page 134: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 7 Lanjutan

Perkembangan aktivitas pendidikan

Regression Summary for Dependent Variable: Ln-F3PW (Olahan.sta)

R= .61011786 R²= .37224380 Adjusted R²= .28361939

F(12,85)=4.2002 p<.00004 Std.Error of estimate: .29524

Koefisien Std.Err. t(85) Tingkat

of B Kesalahan

Intercept 22.291 5.353 4.164 0.000

W1-F3PW 1.343 0.302 4.447 0.000

Ln-F2PD -0.208 0.097 -2.144 0.035

W2-F3PW -8.340 1.923 -4.338 0.000

W2-F3FW -2.802 0.622 -4.508 0.000

W2-F2PW -0.972 1.392 -0.698 0.487

W2-F1PD -4.884 1.659 -2.944 0.004

Ln-F2FW 0.142 0.059 2.405 0.018

W1-F1PD 0.555 0.403 1.379 0.172

W2-F2PD -1.809 1.145 -1.581 0.118

W2-F1FW 2.801 1.280 2.188 0.031

Ln-F1FW -0.272 0.176 -1.549 0.125

Ln-F1PD -0.141 0.121 -1.160 0.249

Yi = 22,291 + 1,343 W1F3PW - 8,34 W2F3PW - 4,884 W2F1PD - 0,208 LnF2PD + 2,801 W2F1FW + 0,142 LnF2FW - 2,802 W2F3FW

Page 135: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 8 Matriks analisis proses pe nyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) Kota Bandar Lampung Dasar Pedoman : Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan NO ASPEK/KOMPONEN PENJEL ASAN KOMPONEN EKSISTING

RENCANA KETERANGAN PENILAIAN

(%) SUBSTANSI

PERDA

1 Penentuan arah pengembangan 78

Tinjauan terhadap batas wilayah perencanaan

Wilayah perencanaan adalah batas administrative daerah kota.

Sesuai Batas administrative Kota Bandar Lampung 100 Diatur dlm Pasal 1

Tinjauan terhadap aspek: a. Ekonomi b. Sosial c. Budaya d. Daya dukung dan daya

tampung lingkungan e. Fungsi pertahanan keamanan

Kurang sesuai Syarat paripurna sebuah kajian hanya didasarkan pada 3 item (ekonomi, sosial, daya dukung & daya tampung lingkungan) dari syarat 5 item dalam pedoman.

60

Tinjauan terhadap faktor-faktor determinan: a. UU 24/92 b. RTRWN c. RTRWP d. Propeda Provinsi e. Propeda Kota f. Rencana Sektoral

UU 24/92 Ø Penataan ruang berdasarkan aspek

administrative dan kawasan fungsional (inter regional context)

RTRWN (PP47/97): Ø Peran PKN Ø Kawasan andalan nasional. RTRWP (Perda 5/01): Ø Kawasan Perkotaan Ø Pusat Pelayanan Primer bagi

wilayah sekitarnya Berdasarkan Renstra Prov Lampung Berdasarkan Renstra Kota Bandar Lampung Berdasarkan Rencana Sektoral

Kurang sesuai

Kurang sesuai

Kurang sesuai

Sesuai Sesuai

Sesuai

Penyusunan rencana tidak memperhatikan keserasian dengan wilayah sekitarnya (RTRW Lampung Selatan) (hanya 1 dari 2 syarat pedoman) Rencana berdasarkan PKN dan tidak kawasan andalan (1 dari 2 syarat pedoman). Kebijakan keruangan RTRWP diadop dalam RTRWK, tetapi rencana RTRWK tidak mengacu pada RTRWP dalam alokasi penggunaan ruang Renstra Provinsi & kota, rencana sektoral menjadi aspek tinjauan dalam penyusuna n RTRW Kota Bandar Lampung.

75 50 50 50 100 100 100

Hanya ttg PKN

Tidak mjd dasar Perda

2 Identifikasi potensi dan masalah pembangunan

53

Perkembangan sosial kependudukan

• Σ & Tingkat pertumbuhan pddk • Ukuran keluarga • Budaya/aktivitas sosial penduduk

Tidak sesuai Memenuhi 1 item (tingkat pertumbuhan penduduk) dari 4 syarat item yang ditetapkan.

25

Page 136: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 8 Lanjutan

NO ASPEK/KOMPONEN PENJELASAN KOMPONEN EKSISTING RENCANA

KETERANGAN PENILAIAN (%)

SUBSTANSI PERDA

(tradisi)

• Pola pergerakan penduduk

Prospek pertumbuhan ekonomi • Ketenagakerjaan • PDRB • Kegiatan usaha • Perkembangan penggunaan tanah

dan produktivitasnya

Sesuai Memenuhi 3 item (ketenagakerjaan, PDRB, kegiatan usaha) dari 4 syarat item yang ditetapkan.

75

Daya dukung fisik & lingkungan • Kondisi tata guna tanah • Kondisi bentang alam kawasan • Letak geografis • Sumberdaya air • Kondisi lingkungan yang

tergambarkan dari kondisi topografi dan pola drainase

• Sensitivitas kawasan terhadap lingkungan, bencana alam dan kegempaan.

• Status dan nilai tanah • Ijin lokasi.

Sesuai Memenuhi 7 item dari 8 syarat item yang ditetapkan (kealfaan pada status dan nilai tanah).

85

Daya dukung prasarana dan fasilitas perkotaan

• Jenis infrastruktur perkotaan • Jangkauan pelayanan. • Jumlah penduduk yang terlayani • Kapasitas pelayanan

Tidak sesuai

Syarat paripurna sebuah kajian hanya didasarkan pada 1 item (jenis infrastruktur) dari 4 syarat item yang ditetapkan.

25 Diatur

3 Perumusan RTRW Kota Bandar Lampung

84

Perumusan visi, misi dan tujuan pembangunan kota

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan

Sesuai ‘Kota Berbudaya, Nyaman dan Berkelanjutan (BERNYALA)’

100

Perkiraan kebutuhan pengembangan (dirinci sampai unit pelayanan/ tingkat kel urahan).

• Perkiraan kebutuhan pengembangan kependudukan (jumlah, distribusi & kepadatan).

• Perkiraan kebutuhan pengembangan ekonomi perkotaan (regional, kota & lokal).

• Perkiraan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi perkotaan

Sesuai

Kurang sesuai

Sesuai

- Klasifikasi proyeksi tidak dirinci sampai unit pelayanan.

90 100 50 100

Diatur

Diatur

Diatur

Page 137: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 8 Lanjutan

NO ASPEK/KOMPONEN PENJELASAN KOMPONEN EKSISTING RENCANA

KETERANGAN PENILAIAN (%)

SUBSTANSI PERDA

(pendidikan (SD s/d PT),

kesehatan (RSU kelas A-D, puskesmas pembantu), rekreasi/olahraga (kota-lokal).

• Perkiraan kebutuhan pengembangan lahan perkotaan (kebutuhan ekstensifikasi, intensifikasi & perkiraan ketersediaan lahan untuk pengembangan).

• Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan (transportasi, telepon, listrik, gas, air bersih, drainase, limbah & sampah).

Sesuai

Sesuai

100

100

Diatur

Perumusan RTRW 63 Pengelolaan kawasan lindung Kawasan lindung

• Kawasan res apan air & kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan dibawahnya.

• Sempadan pantai, sungai, sekitar danau & waduk, sekitar mata air, & kawasan terbuka hijau kota termasuk jalur hijau.

• Cagar alam/pelestarian alam & suaka margasatwa.

• Taman hutan raya & taman wisata alam lainnya.

• Kawasan cagar budaya. • Kawasan rawan letusan gunung

berapi, rawan gempa, rawan tanah longsor, rawan gelombang pasang & rawan banjir.

Memenuhi semua syarat pedoman 100 Diatur dalam pasal 27 & Lampiran II

Perumahan & Permukiman (kepadatan & ketinggian bangunan).

Sesuai

Memenuhi syarat pedoman.

78 100

Diatur (Lampiran I & III)

Pengelolaan kawasan budidaya (ukuran, fungsi serta karakter suatu kegiatan dalam wujud kepadatan dan ketinggian bangunan dan Perdagangan, jasa penginapan atau

perhotelan Tidak sesuai Pengelolaan kawasan perdagangan berdasarkan ukuran

& karakter kegiatan 33

Page 138: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 8 Lanjutan

NO ASPEK/KOMPONEN PENJELASAN KOMPONEN EKSISTING RENCANA

KETERANGAN PENILAIAN (%)

SUBSTANSI PERDA

Industri tanpa pencemaran Sesuai Digambarkan secara spasial dalam peta pemanfaatan

ruang 100

Pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi dan atau olahraga serta fasilitas sosial lainnya

Sesuai Digambarkan secara spasial dalam peta pemanfaatan ruang

100

Perkantoran pemerintahan & niaga Sesuai 100 Terminal angkutan jalan raya, stasiun,

pelabuhan & bandara Kurang sesuai Dari 3 sistem perangkutan di Bandar Lampung (jalan,

KA & laut), hanya digambarkan terminal & stasiun. 66

Pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan

Sesuai Dalam peta pemanfaatan ruang diklasifikasikan sebagai lahan campuran.

100

Taman pemakaman umum dan taman makam pahlawan.

Sesuai TPU sudah ditentukan lokasi dan ukurannya dan terpetakan secara spasial

100

distribusi pusat-pusat pelayanan perkotaan skala regional sampai lokal sampai akhir tahun rencana)

Tempat pembuangan sampah akhir. Tidak sesuai Lokasi TPA dan luasan belum ditentukan. 0 Pengelolaan kawasan perkotaan &

kawasan tertentu 50

Pengelolaan kawasan perkotaan (intensitas penanganan)

Rencana penanganan lingkungan Kota

0

Rencana pengembangan lingkungan/kawasan baru, yang dikonversi,diremajakan & resettlement.

Tidak sesuai Tidak diatur dalam RTRW 0

Kawasan yang dikembangkan dengan metode konsolidasi tanah perkotaan, guided land development, dll.

Tidak sesuai Tidak diatur dalam RTRW 0

Rencana jaringan pergerakan & atau utilitas kawasan yang akan diperbaiki.

Tidak sesuai Tidak diatur dalam RTRW 0

Rencana jaringan pergerakan & atau utilitas kawasan yang akan diperbaharui.

Tidak sesuai Tidak diatur dalam RTRW 0

Arahan kepdatan bangunan Dirinci untuk setiap kawasan peruntukan

Sesuai 100

Arahan ketinggian bangunan Dirinci sampai unit lingkungan/kawasan

Kurang sesuai Diatur dalam RTRW, tetapi tidak dirinci sampai unit lingkungan

50

Pengelolaan kawasan tertentu Disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan kawasan tertentu dengan

- Tidak ada kawasan tertentu di Kota Bandar Lampung -

Page 139: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 8 Lanjutan

NO ASPEK/KOMPONEN PENJELASAN KOMPONEN EKSISTING RENCANA

KETERANGAN PENILAIAN (%)

SUBSTANSI PERDA

tetap menjamin keserasiannya dengan

pengelolaan kawasan perkotaan lainnya.

Rencana Pengelolaan TGT, TGA, TGU dan SDA lainnya

Pengaturan penguasaan, penggunaan & pemanfaatan TGT perkotaan serta bentuk penanganannya (kawasan yang dipercepat atau dibatasi perkembangannya)

Tidak sesuai Pengaturan penguasaan, penggunaan & pemanfaatan tanah perkotaan tidak secara tegas diatur dalam RTRW.

0 0

Pengaturan penguasaan, penggunaan & pemanfaatan TGA bagi pemenuhan kebutuhan kegiatan kawasan-kawasan fungsional di wilayah kota sampai dengan zonasi pengelolaan & pemanfaatan sumberdaya air perkotaan.

Tidak sesuai Pengaturan penguasaan, penggunaan & pemanfaatan tata guna air perkotaan tidak secara tegas diatur dalam RTRW.

0

Pengaturan penguasaan, penggunaan & pemanfaatan TGU sampai dengan penetapan zonasi pengelolaan & pemanfaatan ruang udara.

Tidak sesuai Pengaturan penguasaan, penggunaan & pemanfaatan tata guna udara tidak secara tegas diatur dalam RTRW.

0

Pengelolaan tata guna sumber daya alam lainnya (hayati & non hayati)

Tidak sesuai Mekanisme pengelolaan sumberdaya hayati & non hayati tidak diatur dalam RTRW.

0

Pengembangan sistem kegiatan pemba ngunan & sistem pusat -pusat pelayanan permukiman perkotaan

Pengembangan & distribusi penduduk (jumlah, kepadatan dan distribusi penduduk).

Sesuai

68 100

Rencana sistem pusat pelayanan perkotaan (sebaran pusat -pusat pelayanan perkotaan (fungsi primer dan skunder)(perdagangan, pendidikan, pelayanan kesehatan, rekreasi dan olahraga)

Sesuai 100

Rencana sistem jaringan transportasi, meliputi: • Jalan raya (arteri primer, arteri

skunder, kolektor skunder, terminal & trayek angkutan)

Kurang sesuai

1 syarat (trayek angkutan) dari 5 syarat tidak dipenuhi.

43 80

Page 140: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 8 Lanjutan

NO ASPEK/KOMPONEN PENJELASAN KOMPONEN EKSISTING RENCANA

KETERANGAN PENILAIAN (%)

SUBSTANSI PERDA

Rencana sistem jaringan transportasi,

meliputi: • Jalan raya (arteri primer, arteri

skunder, kolektor skunder, terminal & trayek angkutan)

• Angkutan kereta api (jaringan jalan & stasiun)

• Angkutan laut (pelabuhan laut, jalur pelayaran)

• Angkutan sungai, danau dan penyeberangan (pelabuhan sungai, danau & penyeberangan serta jalur pelayaran sungai)

• Angkutan udara (bandara dan jalur aman terbang).

Kurang sesuai

Kurang sesuai

Tidak sesuai - -

1 syarat (trayek angkutan) dari 5 syarat tidak dipenuhi. Hanya tergambar dalam peta & tidak ada penjelasan/kajian ilmiah. Tidak ada penjelasan dalam RTRW. Tidak terdapat angkutan sungai dan bandara di Kota Bandar Lampung.

43 80 50 0

Rencana sistem jaringan utilitas, meliputi:

Jaringan telepon (stasiun telepon otomat, saluran primer, rumah kabel sampai saluran skunder).

Tidak sesuai

Memenuhi 1 (stasiun telepon) dari 4 syarat dalam pedoman.

28 25

Tidak diatur secara jelas

Jaringan listrik (bangunan pembangkit, gardu induk ekstra tinggi, gardu induk, saluran udara tegangan ekstra tinggi, saluran udara tegangan tinggi & jaringan transmisi menengah)

Tidak sesuai Tidak dibahas dalam RTRW

0 Tidak diatur secara jelas

Sistem jaringan gas (pabrik gas dan saluran jaringan gas)

Tidak sesuai Tidak dibahas dalam RTRW

0 Tidak diatur secara jelas

Sistem penyediaan air bersih (bangunan pengambil air baku, saluran/pipa transmisi air baku, instalasi produksi, pipa transmisi air bersih utama, pipa transmisi air bersih skunder, bak penampung, pipa distribusi utama & pipa distribusi skunder).

Tidak sesuai Tidak ada pembahasan (diskriptif/spasial) tentang air bersih, kecuali tempat pengambilan air baku (1 dari 8 syarat pedoman)

12 Tidak diatur secara jelas

Page 141: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 8 Lanjutan

NO ASPEK/KOMPONEN PENJELASAN KOMPONEN EKSISTING RENCANA

KETERANGAN PENILAIAN (%)

SUBSTANSI PERDA

Sistem pembuangan air hujan (saluran

primer, skunder & waduk penampungan)

Sesuai Rencana sistem drainase sudah tergambar dalam peta RTRW.

100 Tidak diatur secara jelas

Saluran pembuangan air limbah (saluran primer, skunder, bangunan pengolah & waduk penampung)

Tidak sesuai Memenuhi 1 (bangunan pengolah) dari 4 syarat pedoman.

25 Tidak diatur secara jelas

Sistem persampahan (tempat pembuangan akhir, bangunan pengolahansampah & penampungan sementara).

Tidak sesuai Memenuhi 1 (penampungan sementara) dari 3 syarat pedoman.

33 Tidak diatur secara jelas

Pentahapan & prioritas pengembangan untuk perwujudan struktur pemanfaatan ruang kota

Kawasan prioritas pengembangan (contoh: kawasan yang memiliki nilai strategis terhadap perkembangan wilayah, kawasan terbelakang, kawasan kritis/rawan bencana, kawasan perbatasan antar negara ataupun kawasan lindung)

Sesuai

Dibahas dalam RTRW

83 100

Diatur dalam pasal

12

Pentahapan terkait dengan siapa, melakukan apa, dimana, mengapa, kapan dan bagaimana melaksanakannya, yang tertuang dalam matriks indikasi program.

Kurang sesuai Terdapat 2 ( pelaksana & mengapa dilaksanakan) dari 6 syarat tidak terpenuhi.

65

4 Penetapan RTRW Kota Bandar Lampung

Untuk mengoperasionalkan RTRW, dokumen RTRW ditetapkan dalam bentuk Perda.

Sesuai

RTRW Kota Bandar Lampung mendapat legalitas hukum melalui Perda 4/2004 tentang RTRW Kota Bandar Lampung 2005-2015.

100 100

Penambahan sustansi dalam Perda Pedoman perijinan pemanfaatan ruang (pedoman pemberian ijin lokasi).

Sesuai 100

Pedoman pemberian kompensasi, serta pemberian insentive dan pengenaan disinsentive.

Sesuai 100

Pedoman pengawasan (pelaporan, pemantauan & evaluasi) & penertiban (termasuk pengenaan sanksi) pemanfaatan ruang.

Sesuai 100

Page 142: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Keterangan Tabel Lampiran 8 RTRW Kota Bandar Lampung hanya mengacu 79% dari substansi Pedoman Penyusunan RTRW.

• Penentuan arah pengembangan hanya mengacu 78% dari substansi pedoman. • Identifikasi potensi dan masalah pembangunan mengacu 53% dari substansi pedoman. • Perumusan RTRW Kota Bandar Lampung mengacu 84% dari substansi pedoman. • Penetapan RTRW mengacu 100% dari substansi pedoman.

Page 143: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 9 Model-model perkembangan wilayah

NO JENIS MODEL FAKTOR BERPENGARUH SIFAT W2Ln[F1PW] Perkembangan aktifitas ekonomi dalam radius tertentu Nyata, elastis & negatif W2Ln[F1PD] ketersediaan pra sarana dasar jalan, air bersih dan telepon dalam radius

tertentu Nyata, elastis & positif

W2Ln[F3FW] Ketersediaan air tanah produktifitas rendah dalam radius tertentu Nyata, elastis & negatif W1Ln[F1PW] Perkembangan aktifitas ekonomi di wilayah tetan gga Nyata, elastis & positif W2Ln[F2FW] Kelandaian dan ketersediaan air tanah produktifitas sedang di wilayah

dalam radius tertentu Nyata, elastis & positif

W1Ln[F3FW] Karakteristik kondisi air tanah produktifitas rendah pada wilayah tetangga

Nyata & positif

1 Perkembangan Aktivitas Ekonomi (Ln[F1PW])

Ln[F1FW]

Kondisi fisik wilayah dengan karakteristik terjal dan kelangkaan air tanah Nyata & positif

W2Ln[F2PW] Perkembangan fisik ruang terbangun dalam radius tertentu Nyata, elastis & negatif W2Ln[F1PD] Perkembangan prasarana dasar (jalan, air bersih dan telepon) dalam

radius tertentu Nyata, elastis & positif

W2Ln[F2FW] Kelandaian dan ketersediaan air tanah produktifitas sedang dan menyebar luas dalam radius tertentu

Nyata, elastis & negatif

W1Ln[F2PW] Perkembangan fisik ruang terbangun di wilayah tetangga Nyata, elastis & positif W1Ln[F1PD] Perkembangan prasarana dasar (jalan, telepon dan air bersih) wilayah

tetangga Nyata & negatif

W1Ln[F1PW] Perkembangan aktifitas ekonomi wilayah tetangga Nyata & positif Ln[F1PD] Prasarana dasar wilayah (jalan, air bersih dan telepon) Nyata & positif Ln[F3FW] Kondisi air tanah produktifitas rendah Nyata & negatif Ln[F1FW] Kondisi fisik terjal dan kelangkaan air tanah Nyata & negatif

2 Perkembangan Fisik Ruang Wilayah (Ln[F2PW])

Ln[F2FW] Kondisi fisik landai dan air tanah produktifitas sedang

Nyata & positif

W2Ln[F3PW] Perkembangan aktifitas pendidikan dalam radius tertentu Nyata, elastis & negatif W2Ln[F1PD] Ketersediaan prasarana jalan, air bersih dan telepon dalam radius tertentu Nyata, elastis & negatif W2Ln[F3FW] Kondisi wilayah dengan karakteristik air tanah produktifitas rendah di

wilayah dalam radius tertentu Nyata, elastis & negatif

W2Ln[F1FW] Kondisi wilayah dengan karakteristik terjal dan kelangkaan air tanah di wilayah dalam radius tertentu

Nyata, elastis & positif

W1Ln[F3PW] Perkembangan aktifitas pendidikan wilayah tetangga Nyata, elastis & positif Ln[F2PD] Keberadaan jalan nasional Nyata & negatif

3 Perkembangan Aktivitas Pendidikan (Ln[F3PW])

Ln[F2FW] Kondisi wilayah dengan karakteristik landai dan persebaran air tanah produktifitas sedang

Nyata & positif

Page 144: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 10 Matriks hubungan konsistensi penataan ruang dengan kinerja perkembangan wilayah

NO KATEGORI PERKEMBANGAN

WILAYAH

KELURAHAN PERMASALAHAN TATA RUANG

1

BAIK

Pesawahan; Gedung Meneng; Rawa Laut; Palapa; Tanjung Karang

-

2 SEDANG Kota Karang; Perwata; Kuripan; Gedung Pakuon; Talang; Telukbetung; Kangkung; Bumi Waras; Pecohraya; Sukaraja; Geruntang; Ketapang; Way Lunik; Panjang Selatan; Panjang Utara; Pidada; Karang Maritim; Kota Baru; Tanjung Agung; Kebon Jeruk; Sawah Lama; Sawah Brebes; Jaga Baya I; Kedamaian; Tanjung Raya; Tanjung Gading; Campang Raya; Kupang Kota; Gunung Mas; Kupang Teba; Kupang Raya; Pahoman; Sumur Batu; Gulak Galik; Pengajaran; Durian Payung; Gotong Royong; Enggal; Pelita; Kaliawi; Kelapa Tiga; Gunung Sari; Pasir Gintung; Penengahan; Susunan Baru; Suka Jawa; Gedung Air; Segala Mider; Gunung Terang; Sumber Agung; Beringin Raya; Sumber Rejo; Kemiling Permai; Langkapura; Sukamenanti; Sidodadi; Surabaya; Perumnas Way Halim; Kedaton; Labuan Ratu; Kampung Baru; Sepang Jaya; Rajabasa; Rajabasa Jaya; Labuhan Dalam; Tanjung Seneng; Way Kandis; Perumnas Way Kandis; Perumnas Way Kandis; Sukarame; Way Halim Permai; Gunung Sulah; Way Dadi; Harapan Jaya; Jagabaya II; Jagabaya III; Tanjung Baru; Kalibalok Kencana; Sukabumi Indah; Sukabumi.

1. Konversi penggunaan lahan dari peruntukan dalam RTRW (lemahnya aspek pengendalian) karena permasalahan dalam mekanisme perijinan,khususnya lemahnya sistem informasi spasial.

2. Dikeluarkannya kebijakan-kebijakan yang menyebabkan terjadinya ’penyimpangan legal’.

3. RTRW tidak mengatur pengelolaan kawasan, terutama yang mengalami degradasi.

4. Kawasan pusat kota (kumuh, macet & urban sprawl)

3 KURANG Sukamaju; Keteguhan; Pinang Jaya; Bakung; Negri Olok Gading; Sukajaya; Sumur Putri; Batu Putu; Batu Putu; Sukadana Ham; Kedaung; Rajabasa Raya; Way Laga; Way Gubak; Srengsem.

1. Inkonsistensi batas wilayah dengan Lampung Selatan 2. Penyusunan TR tidak melibatkan Lampung Selatan, sehingga

pembangunan ’daerah perbatasan’ tidak sinergis. 3. Ketersediaan fasilitas dan prasarana dasar dibawah standar

Kepmen PU 378/KPTS/1987. 4. RTRW tidak mengatur skenario pengembangan kawasan

tersebut. Sumber : Hasil analisis

Page 145: ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG · PDF fileanalisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (studi kasus kota bandar lampung) endang wahyuni

Tabel Lampiran 11 Matriks pengendalian pemanfaatan ruang

NO KOMPONEN MEKANISME KETERANGAN PERMASALAHAN 1 Pengawasan Perijinan IMB, SITU, Ijin Prinsip, Ijin

Lokasi & IPB Ø Pemberian ijin tidak sesuai RTRW. Ø Mekanisme & instrumen perijinan tidak jelas. Ø Sistem informasi spasial belum memadai (tidak jelas batas -batas koordinat

setiap peruntukan lahan), didukung minimnya jumlah benchmark, sehingga sulit untuk mengetahui kesesuaian ketepatan lokasi di lapangan dengan peta.

Ø RTRW tidak dibreakdown dalam rencana yang lebih detail, sehingga semakin sulit melihat konsistensi RTRW (makro) dengan eksisting wilayah yang akan dikeluarkan ijinnya.

Ø Kurangnya sosialisasi RTRW, sehingga masyarakat sering tidak mengetahui jika ijin yang dimiliki tidak sesuai dengan peruntukannya.

Ø Kurangnya koordinasi antar instansi yang berwenang dalam penerbitan ijin (lemahnya kinerja kelembagaan BKPRD).

Ø Masyarakat cenderung ’malas’ mengurus perijinan karena birokrasi terlalu panjang dengan biaya tinggi dan mekanisme yang tidak pasti .

Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif

Belum diatur dan belum berjalan

Mekanisme pemberian kompensasi

Belum diatur dan belum berjalan

Mekanisme pelaporan Tertulis atau lisan dari seluruh stakeholder

Ø Belum adanya mekanisme pelaporan yang kelas, khususnya oleh stakeholder Ø Kurangnya sosialisasi RTRW, sehingga masyarakat sering tidak mengetahui

telah terjadi inkonsistensi dalam pemanfaatan ruang Ø Laporan dari masyarakat biasanya hanya ditampung & tidak ditindaklanjuti.

Pemantauan Konsistensi antara rencana dengan pemanfaatan

Ø Sistem informasi spasial belum memadai , sehingga pemantauan konsistensi penataan ruang menjadi sulit dilaksanakan.

Ø Setiap unit pemantau tidak menjalankan fungsi dan perannya dengan baik. Ø Kurangnya koordinasi dalam kelembagaan BKPRD.

Evaluasi Ø Kelemahan sistem informasi spasial didukung RTRW tidak di breakdown dalam rencana yang lebih detail meyebabkan semakin sulit melihat penyimpangan di lapangan.

Ø Kelembagaan BKPRD tidak berjalan optimal dan tidak melaksanakan amanat Kepmendagri No 147 Tahun 2004.

2 Penertiban Administratif Perdata Pidana

Ø Lemahnya kelembagaan penertiban Ø Lemahnya supremasi hukum, khususnya terhadap penyimpangan-

penyimpangan legal.