1 J u r n a l I l m i a h M a h a s i s w a E k o n o m i d a n B i s n i s ( J I M F E B ) | 2016 ANALISIS KESIAPAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNTUK MENERAPKAN PPK-BLUD (Studi Kasus pada RSUD X Kabupaten Y) Muhammad Riswanda Imawan Mirna Amirya, MSA., Ak., CA., AAP B., AAP A. Universitas Brawijaya ABSTRACT This research was conducted to determine the readiness of local public to implement financial management pattern in local public service agency (PPK-BLUD) at Local Public Hospital of X based on Minister Regulation of Permendagri No.61 of 2007. Method of research is descriptive. Local Public Hospital of X has fulfilled of substantive requirements, technical requairements, and administrative requirements include statement to improve service performance, financial and benefits for society; pattern of governance; strategic business plan; standart minimum service of basic financial report or statements/projections of financial report; and the last audit report or statement to be independently audited. The fulfillment of substantive requirements and result of performance evaluation indicator and the result of service evaluation indicator and financial performance which is good in every year and showed trenpositif so it can be conclude that Local Public Hospital of X ready to implement PPK- BLUD. Obstacles that being faced by Local Public Hospital of X is the limited development of infrastructure and human resources, and infrastructures that need to improve to provide better service quality . Impendence from external environment also encourages Local Public Hospital of X to prepare the implement of PPK-BLUD so they can compete with the similar industries . Keywords: Readiness, Financial Management, Local General Service Board, Performance, Local Public Hospital ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kesiapan satuan kerja perangkat daerah untuk menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) yang akan diterapkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah X dengan acuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskrptif. RSUD X telah memenuhi persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan persyaratan administratif yang meliputi surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; pola tata kelola; rencana strategis bisnis; standar pelayanan minimal; laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan; dan laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. Terpenuhinya persyaratan substantif dan hasil dari indikator penilaian kinerja pelayanan yang cukup baik setiap tahunnya dan kinerja keuangan yang sehat serta menunjukkan tren positif maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah X siap untuk menerapkan PPK-BLUD. Kendala yang saat ini sedang dihadapi oleh RSUD adalah keterbatasan pengembangan infrastruktur serta jumlah sumber daya manusia dan sarana prasarana yang sesuai standar sehingga perlu adanya peningkatan untuk memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik. Ancaman dari lingkungan eksternal juga mendorong RSUD untuk mempersiapkan diri untuk menerapkan PPK-BLUD untuk dapat bersaing dengan industri sejenis. Kata Kunci: Kesiapan, Pengelolaan Keuangan, Badan Layanan Umum Daerah, Kinerja, Rumah Sakit Umum Daerah PENDAHULUAN Supriyanti (2006) menyatakan bahwa pemerintah pusat ataupun daerah pada dasarnya mempunyai fungsi untuk melayani kepentingan masyarakat menurut wilayah kerja masing-masing. Fungsi tersebut menyiratkan pentingnya pemerintah menyediakan bentuk pelayanan dalam bentuk barang maupun jasa yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009. Dalam melaksanakan fungsi pelayan masyarakat tersebut, banyak aspek yang perlu dan penting untuk terus dikaji dan dikembangkan, baik dalam bentuk pemberian pelayanannya ataupun dalam pengelolaan keuangannya. Hal ini akan meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan dari instansi pemberi layanan tersebut. Salah satu bentuk badan milik pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara langsung
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
J u r n a l I l m i a h M a h a s i s w a E k o n o m i d a n B i s n i s ( J I M F E B ) | 2016
ANALISIS KESIAPAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNTUK MENERAPKAN
PPK-BLUD
(Studi Kasus pada RSUD X Kabupaten Y)
Muhammad Riswanda Imawan
Mirna Amirya, MSA., Ak., CA., AAP B., AAP A.
Universitas Brawijaya
ABSTRACT
This research was conducted to determine the readiness of local public to implement financial management
pattern in local public service agency (PPK-BLUD) at Local Public Hospital of X based on Minister Regulation
of Permendagri No.61 of 2007. Method of research is descriptive. Local Public Hospital of X has fulfilled of
substantive requirements, technical requairements, and administrative requirements include statement to improve
service performance, financial and benefits for society; pattern of governance; strategic business plan; standart
minimum service of basic financial report or statements/projections of financial report; and the last audit report
or statement to be independently audited. The fulfillment of substantive requirements and result of performance
evaluation indicator and the result of service evaluation indicator and financial performance which is good in
every year and showed trenpositif so it can be conclude that Local Public Hospital of X ready to implement PPK-
BLUD. Obstacles that being faced by Local Public Hospital of X is the limited development of infrastructure and
human resources, and infrastructures that need to improve to provide better service quality . Impendence from
external environment also encourages Local Public Hospital of X to prepare the implement of PPK-BLUD so they
can compete with the similar industries .
Keywords: Readiness, Financial Management, Local General Service Board, Performance, Local
Public Hospital
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kesiapan satuan kerja perangkat daerah untuk
menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) yang akan diterapkan oleh
Rumah Sakit Umum Daerah X dengan acuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007. Penelitian
ini menggunakan pendekatan deskrptif. RSUD X telah memenuhi persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan
persyaratan administratif yang meliputi surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,
keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; pola tata kelola; rencana strategis bisnis; standar pelayanan minimal;
laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan; dan laporan audit terakhir atau pernyataan
bersedia untuk diaudit secara independen. Terpenuhinya persyaratan substantif dan hasil dari indikator penilaian
kinerja pelayanan yang cukup baik setiap tahunnya dan kinerja keuangan yang sehat serta menunjukkan tren
positif maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah X siap untuk menerapkan PPK-BLUD.
Kendala yang saat ini sedang dihadapi oleh RSUD adalah keterbatasan pengembangan infrastruktur serta jumlah
sumber daya manusia dan sarana prasarana yang sesuai standar sehingga perlu adanya peningkatan untuk
memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik. Ancaman dari lingkungan eksternal juga mendorong RSUD
untuk mempersiapkan diri untuk menerapkan PPK-BLUD untuk dapat bersaing dengan industri sejenis.
Kata Kunci: Kesiapan, Pengelolaan Keuangan, Badan Layanan Umum Daerah, Kinerja, Rumah Sakit
Umum Daerah
PENDAHULUAN
Supriyanti (2006) menyatakan bahwa
pemerintah pusat ataupun daerah pada dasarnya
mempunyai fungsi untuk melayani kepentingan
masyarakat menurut wilayah kerja masing-masing.
Fungsi tersebut menyiratkan pentingnya pemerintah
menyediakan bentuk pelayanan dalam bentuk
barang maupun jasa yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau dan terukur seperti yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.
Dalam melaksanakan fungsi pelayan masyarakat
tersebut, banyak aspek yang perlu dan penting untuk
terus dikaji dan dikembangkan, baik dalam bentuk
pemberian pelayanannya ataupun dalam
pengelolaan keuangannya. Hal ini akan
meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan dari
instansi pemberi layanan tersebut. Salah satu bentuk
badan milik pemerintah yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara langsung
2
J u r n a l I l m i a h M a h a s i s w a E k o n o m i d a n B i s n i s ( J I M F E B ) | 2016
adalah Rumah Sakit Umum Daerah milik
pemerintah provinsi ataupun daerah kabupaten kota.
Pengelolaan Keuangan di instansi
pemerintah diatur dalam beberapa peraturan
perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggungjawab Keuangan Negara, Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan
paket kebijakan yang membawa perubahan di
bidang pengelolaan keuangan Negara/ daerah.
Selain paket kebijakan pengelolaan keuangan yang
sudah disebutkan sebelumnya, dilanjutkan dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah yang menjdi pedoman persiapan SKPD
dalam pengajuan implementasi PPK-BLUD. Untuk
menjalankan peran atas fungsi sebagai pelayan
masyarakat, pemerintah perlu memperhatikan
beberapa aspek dalam hal pemberian pelayanan
sampai dengan pengelolaan keuangannya.
Harapannya hal tersebut akan meningkatkan
kualitas dan mutu pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah. Pada tahun 2013 disahkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013
tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
Berbasis Akrual. Beberapa peraturan perundang-
undangan tersebut menggeser paradigma
penganggaran dari paradigma tradisional menjadi
penganggaran berbasis kinerja. Basis kinerja
menekankan arah penggunaan dana pemerintah
yang lebih berorientasi pada output dan outcome.
Perubahan ini diperlukan dalam rangka proses
pencapaian prinsip ekonomis, efisien, dan efektif
dalam penggunaan anggaran sehingga sumber daya
terbatas yang dimiliki pemerintah dapat
dimaksimalkan dalam pemenuhan kebutuhan yang
semakin tinggi. Model penganggaran berbasis
kinerja diperlukan bagi instansi pemerintah
khususnya Rumah Sakit Umum Daerah yang
berstatus Badan Layanan Umum.
Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah
khususnya RSUD X Kabupaten Y diarahkan kepada
peningkatan mutu pelayanan, pembangunan, dan
pemeliharaan bangunan/fisik, peningkatan SDM,
kelengkapan alat kesehatan/ kedokteran dan alat
penunjang lainnya serta pemantapan tata kelola
manajemen RSUD X. Adanya program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang diawali dengan
amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan dipertegas dalam UU
Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang
mengamanatkan bahwa setiap orang mempunyai
hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau. Hal tersebut menjadi tuntutan dan
peluang yang harus dipenuhi oleh pihak rumah sakit.
Kenyataannya, untuk memenuhi hal tersebut, rumah
sakit dihadapkan pada berbagai tantangan antara
lain perubahan demografi-epidemiologi,
peningkatan mutu, pemenuhan tuntutan masyarakat
yang semakin tinggi, kompetisi ketat, pelaksanaan
fungsi sosial, menghadapi implikasi globalisasi,
eskalasi biaya kesehatan, perubahan peraturan
pelayanan kesehatan yang sering muncul pada
pertengahan anggaran dan sebagainya. RSUD juga
dituntut untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi
lain seperti fungsi pendidikan, pelatihan, penelitian
dan pengabdian masyarakat. Disisi lain RSUD
dihadapkan pada masalah keterbatasan belum
berstatus BLU, pembiayaannya dipengaruhi oleh
3
J u r n a l I l m i a h M a h a s i s w a E k o n o m i d a n B i s n i s ( J I M F E B ) | 2016
kondisi keuangan daerah yang sangat terbatas,
pengelolaan yang masih diwarnai suasana
“birokratis”, komitmen dan integritas Sumber Daya
Manusia yang belum optimal. Melihat kondisi
tersebut, maka RSUD dituntut untuk lebih mandiri
dalam pembiayaan operasional pelayanan.
Untuk mengatasi keterbatasan masalah
pengelolaan keuangan maka pihak RSUD perlu
untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan yang
lebih fleksibel dan responsif agar dapat menjawab
permasalahan-permasalahan pengelolaan rumah
sakit yang sedang dihadapi sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Dengan
diterapkannya peraturan ini, maka diharapkan pola
pengelolaan keuangan lebih fleksibel agar nantinya
dapat menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat
untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada
masyarakat sebagaimana fungsi RSUD sebagai
instansi yang memberikan pelayanan publik.
Saat ini, RSUD X akan mengajukan status
menjadi Badan Layanan Umum Daerah. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesiapan
RSUD X yang menjadi objek penelitian untuk
menerapkan hal tersebut dengan
mempertimbangkan tiga syarat dari penerapan Pola
Pengelolaan Keuangan-Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 61 Tahun 2007 yaitu persyaratan
substantif, persyaratan teknis dan persyaratan
administratif.
TINJAUAN PUSTAKA
Badan Layanan Umum (BLU)
Badan Layanan Umum (BLU) adalah bentuk
dari perubahan organisasi yang diharapkan untuk
dapat menerapkan PPK-BLUD. Badan Layanan
Umum (BLU) sendiri bermula dari lahirnya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang menjelaskan definisi
BLU dalam Pasal 1 ayat 23 yang menyatakan:
“Badan Layanan Umum adalah
instansi di lingkungan Pemerintah
yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktivitas.”
Pasal tersebut menyatakan bahwa instansi
pemerintah yang memberikan pelayanan berupa
penyediaan barang dan/atau jasa layaknya rumah
sakit selayaknya melakukan kegiatannya
berdasarkan efisiensi dan produktifitas.
Tujuan dan Asas BLU
Pembentukan dari BLU sendiri memiliki
tujuan dan asas tertentu. Tujuan dari BLU
diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 Pasal 2 yang menyatakan bahwa:
“BLU bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan memberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan
keuangan berdasarkan prinsip
ekonomi dan produktivitas, dan
penerapan praktek bisnis yang sehat.”
Pada tahun sebelumnya dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 68 ayat (1) juga
menyatakan tujuan dari BLU bahwa Badan Layanan
Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.”
Dari definisi yang telah disebutkan di atas
dapat diambil kesamaan bahwa tujuan dari BLU
sendiri adalah untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat berdasarkan penerapan praktek
bisnis yang sehat serta menjaga prinsip value for
money dalam penerapannya.
4
J u r n a l I l m i a h M a h a s i s w a E k o n o m i d a n B i s n i s ( J I M F E B ) | 2016
Pola Pengelolaan Keuangan-Badan Layanan
Umum (PPK-BLU)
Hal yang menjadi keistimewaan dari BLU
adalah model pengelolaan keuangannya yang
mempunyai fleksibilitas. Definisi dari pengelolaan
keuangan BLU dinyatakan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Pasal 1 ayat (2)
yang menyatakan bahwa:
“Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum, yang selanjutnya
disebut PPK-BLU, adalah pola
pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa
keleluasaan untuk menerapkan
praktek-praktek bisnis yang sehat
untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa,
sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini. sebagai pengecualian
dan ketentuan pengelolaan keuangan
negara pada umumnya.”
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004, khususnya Pasal 68 dan 69 memfokuskan
pada instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 68 ayat (4)
yang menyatakan bahwa pembinaan keuangan
Badan Layanan Umum pemerintah daerah
dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah
dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan
kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas
bidang pemerintahan yang bersangkutan.
Selanjutnya dalam Pasal 69 menjelaskan lebih rinci
bagaimana pengelolaan keuangan BLU
sebagaimana yang dijelaskan pasal sebelumnya.
Kedua pasal tersebut cukup dapat menjelaskan
bahwa instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya
memberikan pelayanan kepada masyarakat
diberikan fleksibiltas dalam pola pengelolaan
keuangannya dengan status Badan Layanan Umum.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah khususnya
dalam Pasal 150 mengamanatkan bahwa “Pedoman
teknis mengenai pengelolaan keuangan BLUD
diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri
setelah memperoleh pertimbangan Menteri
Keuangan”. Kemudian ditetapkanlah Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah.
Persyaratan Penerapan PPK-BLUD
Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan
BLUD (PPK-BLUD) memiliki tiga persyaratan
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61
Tahun 2007 yang harus dipenuhi oleh SKPD atau
Unit Kerja bersangkutan, yaitu persyaratan
substantif, teknis, dan administratif.
Rumah Sakit
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit, dinyatakan bahwa: “Rumah sakit merupakan
sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya
orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi
tempat penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan”.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit
dalam pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa : “Rumah
Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat”.
Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah sakit terdiri atas rumah sakit umum
dan rumah sakit khusus. Berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.
340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit dibagi menjadi:
Klasifikasi Rumah Sakit Umum
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
5
J u r n a l I l m i a h M a h a s i s w a E k o n o m i d a n B i s n i s ( J I M F E B ) | 2016
c. Rumah Sakit Umum Kelas C.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Klasifikasi Rumah Sakit Khusus
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C
Klasifikasi Rumah Sakit Kelas D
Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2014 tentang Klasifikasi Dan Perizinan
Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum
Kelas D paling sedikit meliputi:
1. Pelayanan medik
2. Pelayanan kefarmasian
3. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
4. Pelayanan penunjang nonklinik
5. Pelayanan rawat inap.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 340 Tahun 2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit juga menjelaskan bahwa
sarana prasarana dan Peralatan yang dimiliki Rumah
Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh
Menteri. Peralatan radiologi harus memenuhi
standar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Jumlah tempat tidur yang
harus dimiliki oleh Rumah Sakit kelas D minimal 50
(lima puluh) buah.
Administrasi dan manajemen terdiri dari
struktur organisasi dan tata laksana. Struktur
organisasi sebagaimana paling sedikit terdiri atas
Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit,
unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan
pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan
keuangan. Sedangkan Tata kelola sebagaimana
dimaksud meliputi tatalaksana organisasi, standar
pelayanan, standar operasional prosedur (SOP),
sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMS),
hospital by laws dan medical staff by laws.
Indikator Kinerja Pelayanan
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit
dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui
kinerja dan kualitas pelayanan rumah sakit.
Indikator-indikator berikut bersumber dari data
rawat inap beserta data pendukung lainnya, antara
lain:
1. Bed Occupancy Rate (BOR)
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005)
dirujuk dari Puspadewi (2014), BOR adalah
prosentase pemakaian tempat tidur pada periode
tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi
rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur di
rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah
antara 60-85%.
Adapun rumus BOR adalah sebagai berikut:
= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡
(Jumlah tempat tidur x jumlah hari dalam satu periode) 𝑥 %
Hasil angka BOR yang rendah menunjukkan
kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah
sakit oleh masyarakat. Hal ini dapat berarti bahwa
masyarakat telah memiliki tingkat kesehatan yang
baik sehingga tidak membutuhkan pelayanan jasa
kesehatan rawat inap, tetapi dapat pula berarti
masyarakat tidak memiliki kepercayaan akan
kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit
yang bersangkutan dan beralih kerumah sakit lain.
2. Bed Turn Over (BTO)
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005)
dirujuk dari Puspadewi (2014), BTO adalah
frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan
waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu
tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. Adapun
rumus BTO adalah:
𝐵𝑇𝑂 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑇𝑖𝑑𝑢𝑟
Hasil angka BTO yang rendah menunjukkan
kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan oleh
6
J u r n a l I l m i a h M a h a s i s w a E k o n o m i d a n B i s n i s ( J I M F E B ) | 2016
masyarakat sehingga pemanfaatan tempat tidur pada
rumah sakit yang bersangkutan menjadi kurang
efisien.
3. Turn Over Interval (TOI)
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005)
dirujuk dari Puspadewi (2014), TOI adalah rata-rata
hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah
diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan
tempat tidur. Idealnya, tempat tidur kosong tidak
berisi pada kisaran 1-3 hari. Adapun rumus dari TOI
adalah:
= (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑑𝑢𝑟 𝑥 365) – ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 (ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 + 𝑚𝑎𝑡𝑖)
Apabila tingkat TOI rendah, hal tersebut
menunjukkan tingginya tingkat pemanfaatan tempat
tidur di suatu rumah sakit, namun jika disesuaikan
ketentuan dari Departemen Kesehatan RI rendahnya
angka TOI tidak akan menguntungkan bagi pasien,
karena bisa jadi pasien menempati tempat tidur yang
belum/tidak steril dari penyakit yang diderita oleh
pasien sebelumnya.
4. Average Length of Stay (ALOS)
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005)
dirujuk dari Puspadewi (2014), ALOS adalah rata-
rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi,
juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan,
apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat
dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih
lanjut. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara
6-9 hari. Adapaun rumus dari ALOS adalah:
𝐴𝐿𝑂𝑆 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐻𝑎𝑟𝑖 𝑃𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛
Apabila angka ALOS rendah, hal tersebut
menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh
rumah sakit telah dilakukan secara cepat, tepat dan
akurat sehingga pasien tidak membutuhkan waktu
yang lama untuk tinggal di rumah sakit. Angka
ALOS yang baik sebagaimana ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan RI adalah 6-9 hari.
5. Net Death Rate (NDR)
Menurut Puspadewi (2014), NDR merupakan
jumlah angka kematian yang terjadi dalam waktu 48
jam setelah dirawat untuk tiap 1.000 penderita
keluar. Adapun rumus dari NDR adalah:
= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑀𝑎𝑡𝑖 > 48 𝑗𝑎𝑚
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑥 1000 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑖𝑙
Angka NDR digunakan untuk menilai
kualitas/mutu pelayanan serta perawatan yang
diberikan rumah sakit dengan interpretasi, semakin
rendah NDR semakin baik kualitas/mutu pelayanan
serta perawatan rumah sakit tersebut. Jika
sebaliknya, NDR semakin tinggi diasumsikan
bahwa kualitas/mutu pelayanan di rumah sakit
tersebut kurang.
6. Gross Death Rate (GDR)
Lebih lanjut menurut Puspadewi (2014), GDR
merupakan angka kematian umum untuk setiap
1.000 penderita keluar. Ukuran ini bersifat kasar
karena merupakan angka campuran yang komponen
penyusunannya adalah kelompok-kelompok pasien
dengan jenis intensitas penyakit yang berbeda.
Adapun rumus GDR adalah:
𝐺𝐷𝑅 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑥 1000 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑖𝑙
Angka GDR memberikan indikasi atas
kualitas/mutu pelayanan dan perawatan yang
diberikan oleh rumah sakit, dengan interpretasi
yakni apabila semakin rendah angka GDR suatu
rumah sakit maka kualitas/mutu pelayanan serta
perawatan yang diberikan rumah sakit yang
bersangkutan itu baik dan sebaliknya.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang peneliti gunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif deskriptif dengan menggunakan single
case study pada Rumah Sakit Umum Daerah X
Kabupaten Y. Kirk dan Miller (1986:9) dalam
Moleong (2011) mendefinisikan bahwa penelitian
kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
7
J u r n a l I l m i a h M a h a s i s w a E k o n o m i d a n B i s n i s ( J I M F E B ) | 2016
pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung dari pengamatan pada manusia baik
dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.
Bogdan dan Taylor (1975:5) dalam Moleong (2011)
menjelaskan bahwa penelitian kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Maka
dari itu, penelitian ini dikatakan sebagai penelitian