Top Banner
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 364 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS OLEH HADIYANTO USMAN NPM: 1006754970 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2010
29

Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

Jun 27, 2015

Download

Documents

usmanyanto
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 364 TAHUN 2009

TENTANG

PEDOMAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

OLEH

HADIYANTO USMAN

NPM: 1006754970

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2010

Page 2: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

DAFTAR ISI

BAB 1PendahuluanI. Latar Belakang................................................................................................................ 3II. Tujuan............................................................................................................................ 4III. Metode Analisis............................................................................................................ 4BAB IIGambaran Umum Kebijakan KesehatanI.Maksud dan Tujuan Kebijakan....................................................................................... 6II. Rujukan Dasar UUD 1945 atau Perubahannya dan UU lainnya................................... 6III. Filosofi dasar............................................................................................................... 7IV. Apa yang diatur............................................................................................................ 7V. Tata cara pengaturannya................................................................................................ 7VI. Obyek yang diatur dari keputusan menteri ................................................................ 8VII. Kelompok anggota masyarakat yang terkena peraturan ini...................................... 8VIII. Lembaga yang memprakarsai dan menyusun........................................................... 9IX. Lembaga yang meresmikan ....................................................................................... 9X. Lembaga yang menegakkan dan mengevaluasi pelaksanaannya................................. 9BAB IIIAnalisis lingkungan strategis KMKI.Analisis Ideologi.............................................................................................................. 10II. Analisis Politik............................................................................................................... 12III.Analisis Ekonomi........................................................................................................... 13IV. Analisis Sosial Budaya................................................................................................. 15V. Analisis Pertahanan dan Keamanan............................................................................... 16BAB IVKesimpulan......................................................................................................................... 16Saran.................................................................................................................................. 19Daftar Pustaka.................................................................................................................... 20

Page 3: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

BAB I

Pendahuluan

I. Latar BelakangMelihat makin tingginya angka penyakit Tuberkulosis yang menginfeksi sekitar sepertiga dari

penduduk dunia, dan kebanyakan menyerang kelompok usia produktif (15-50 tahun), sehingga

mengakibatkan kehilangan pendapatan secara ekonomi sekitar 20-30 % per tahunnya, dan secara

sosial seorang penderita TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan

dikucilkan oleh masyarakat.

Penyebab dari tingginya masalah TB antara lain :

1. Kemiskinan pada kelompok masyarakat yang terkena,terutama pada negara berkembang

2. Kegagalan dari program TB sendiri, antara lain :

a. Minimnya komitmen politik dan pendanaan

b. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB(tidak dapatd iakses oleh masyarakat,

penemuan kasus yang tidak standar, obat yang tidak terjamin penyediaannya, dsb)

c. Gagalnya tatalaksana kasus (diagnosis dan panduan obat yang tidak standar, gagal

mneyembuhkan kasus yang telah terdiagnosis)

d. Salah persepsi tentang manfaat BCG

3. Perubahan demografik karena meningkatnya jumlah penduduk dan perubahan struktur

umur penduduk

4. Dampak pandemi HIV/AIDS

Hal ini menjadi perhatian khusus dari pemerintah Indonesia, sehingga diterbitkan suatu

keputusan menteri kesehatan yang mengatur penatalaksanaan penyakit Tuberkulosis.

Page 4: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

II. Tujuan

Dengan adanya keputusan menteri ini maka dapat dilihat secara nasional suatu pedoman

untuk penanggulangan Tuberkulosis, dimana tatalaksananya dari sabang sampai merauke telah

sama prosedurnya, di dalam analisis ini akan melihat secara keseluruhan keputusan menteri ini

apakah sudah sesuai dengan pancagatra, yaitu analisis ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,

serta pertahanan dan keamanan, dan apakah dapat diterapkan secara nasional dimana Indonesia

terkenal sebagai negara yang berpulau-pulau.

III. Metode Analisis

Cara menganilisis keputusan ini dengan melihat secara total dan membedahnya dengan

melihat dari aspek pancagatra

Page 5: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

BAB II

Gambaran umum Kebijakan Kesehatan

Keputusan ini lahir dikarenakan banyaknya kasus TB di Indonesia yang telah merugikan

baik secara ekonomi maupun produktifitas dari penderita, Indonesia yang menduduki peringkat

ke-3 setelah India dan Cina, Fakta menunjukkan bahwa TB masih merupakan masalah utama

kesehatan masyarakat Indonesia, antara lain:

• Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan Cina.

Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.

• Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB

merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit

saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit

infeksi.

• Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB

BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional Insiden TB BTA

positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu:

1. Wilayah Sumatera angka insiden TB adalah 160 per 100.000 penduduk.

2. Wilayah Jawa angka insiden TB adalah 107 per 100.000 penduduk.

3. Wilayah Indonesia Timur angka insiden TB adalah 210 per 100.000 penduduk.

4. Khusus untuk Provinsi DIY dan Bali angka insiden TB adalah 64 per 100.000 penduduk.

• Berdasarkan hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB Basil

Tahan Asam (BTA) positif secara Nasional 2-3 % setiap tahunnya. Sampai tahun 2005, program

Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara rumah sakit

dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)/Balai Kesehatan Paru Masyarakat

(BKPM)/Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru/Rumah Sakit Paru (RSP) baru sekitar 30%.

Page 6: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

I. Maksud dan Tujuan

Dengan merujuk pada peraturan ini maka dapat diketahui kalau maksud dari peraturan ini adalah

• Menjamin bahwa setiap pasien TB mempunyai akses terhadap pelayanan yang bermutu, untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB.

• Menurunkan resiko penularan TB.

• Mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB

Sedangkan tujuan keputusan ini adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB,

memutuskan rantai penularan, serta mencegah MDR TB

II. Rujukan UUD 1945/perubahannya dan

UU lainnya

UU No.4 tahun 1984, tentang wabah penyakit menular, dimana TB merupakan suatu penyakit

menular yang dapat menyebabkan rantai penularan yang semakin besar bahkan dapat menulari

sampai seluruh penduduk Indonesia.

UU No.23 tahun 1992, tentang kesehatan, di dalam pasal 6 dari peraturan ini dikatakan

pemerintah berkewajiban membina, mengatur, dan mengawasi penyelenggaraan upaya

kesehatan, dengan adanya perturan ini makan pemerintah harus dan mau melakukan upaya-

upaya yang berhubungan dengan penyakit Tuberkulosis.

UU No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran dimana dalam penatalaksanaan kasus TB ini

tanggung jawab terbesar berada di pundak seorang dokter, karena ia yang harus memutuskan

mulai dari membuat diagnosa seseorang terkena TB, pemberian obat TB, edukasi pasien serta

keluarga pasien penderita TB, sampai pada memutuskan apakah pasien tersebut sembuh atau

tidak.(hal ini sesuai dengan bunyi pasal 51 dan 52 tentang hak dan kewajiban dokter dan

pasien)

Page 7: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, di dalam pasal 13 dikatakan bahwa

pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk penanganan di bidang kesehatan, dengan adanya

peraturan ini maka pemerintah daerah harus dan mau ikut mengimplementasikan peraturan

menteri kesehatan ini, karena dengan adanya rakyat yang sehat maka PAD akan meningkat

karena masyarakatnya menjadi produktif dan PAD tidak akan berkurang karena tersedot oleh

biaya kesehatan yang mahal akibat dari penanganan yang berfokus hanya kuratif.

III. Filosofi dasar

Sesuai dengan filosofi dasar Indonesia adalah pancasila maka keputusan ini mesti dilihat

satu per satu dari pancasila dan undang-undang dasar 1945, sehat adalah HAM yang

meruapakan sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap orang, dan melalui amanat undang-undang

dasar 1945 maka pemerintah wajib dan harus menyelenggarakan upaya kesehatan bagi

masyarakatnya. Upaya kesehatan itu dilaksanakan oleh petugas kesehatan baik yang berada di

pemerintah pusat maupun di daerah, dan upaya kesehatan itu apabila dianggap perlu dapat

diundang dalam bentuk suatu keputusan seperti keputusan menteri tentang Tuberkulosis.

IV. Apa yang diatur

Dalam keputusan menteri ini, yang diatur adalah tata cara penanggulangan Tuberkulosis di

Indonesia, mulai dari cara pencarian tersangka kasus TB, pengobatan, evaluasi kesembuhan

pasien TB hingga pada evaluasi berupa laporan triwulan terhadap pasien TB.

V. Tata cara pengaturannya

Untuk penanganan TB secara per propinsi diatur dengan PP No. 38 tahun 2007 tentang

pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah

kabupaten/kota. Pengaturan penanggulangan tuberkulosis secara garis besar diatur oleh

Page 8: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

kementrian kesehatan, sedangkan di daerah dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota

yang mengikuti acuan keputusan menteri ini.

VI. Obyek yang diatur

Obyek dalam keputusan menteri ini mengatur secara keseluruhan tindakan dari seorang

1. Petugas medis, seperti dokter umum, dan dokter spesialis

2. Petugas paramedis, seperti suster, brother

3. Petugas laboratorium,seperti analis lab

4. Petugas administrasi, seperti adm khusus TB dan admin rumah sakit

5. Apoteker,seperti apoteker dan asisten apoteker

6. Petugas di jejaring penatalaksaan TB

7. Petugas di dinas kesehatan kabupaten atau kota, seperti wasor kabupaten atau kota

8. Petugas di kementerian kesehatan yang merupakan muara semua laporan pengendalian TB di

Indonesia

VII. Kelompok mana yang dari anggota

masyarakat yang akan terkena kebijakan

Anggota masyarakat yang tekena dari peraturan ini tentu saja yang menjadi sasaran

secara langsung dari peraturan ini adalah penderita TB beserta dengan keluarga, sedangkan yang

tidak langsung terkena adalah tokoh masyarakat atau pemuka agama atau orang yang disegani

atau di hormati dimana penderita itu berada, sedangkan jumlah obyek dan kelompok mana yang

terkena, tentu saja pada umumnya semua masyarakat di wilayah Republik Indonesia, dengan

jumlah penduduk yang lebih dari 220 juta orang.

Page 9: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

VIII. Lembaga yang memprakarsai dan

menyusun

Lembaga yang memprakarsai dan menyusunnya adalah kementrian kesehatan yang dibantu oleh

para ahli dari berbagai ikatan profesi seperti IDI, PDPI, IDAI, KNCV, WHO, TUBERCULOSIS

FOUNDATION, PPTI, PERKUMPULAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM,

PERKUMPULAN AHLI MIKROBIOLOGI, POGI DAN IAKMI.

IX. Lembaga yang meresmikan

Lembaga yang meresmikannya adalah kementrian kesehatan, yaitu menteri kesehatan RI,

sewaktu peraturan ini dikeluarkan, Dr.dr.Siti Fadilah Supari,SpJP(K).

X. Lembaga yang menegakkan dan

mengevaluasi pelaksanaannya

Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan penanggulangan TB dilaksanakan oleh

Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan

mengikutsertakan institusi dan organisasi profesi terkait sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

Page 10: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

BAB III

Analisis Lingkungan Strategis Keputusan

Menteri Kesehatan No.364 tahun 2009

I. Analisis ideologi

Ideologi di Indonesia adalah berdasarkan Pancasila yang terbagi menjadi 5 sila, yang dibuat oleh

presiden Ir. Soekarno, adapun sila tersebut :

Sila ke-1, Ketuhanan yang maha esa, di peraturan ini tidak terlihat secara eksplisit,

menjelaskan bahwa keputusan yang dibuat berdasarkan Ketuhanan yang maha esa, tetapi

dijelaskan secara implisit, dan juga dapat dilihat dari undang-undang pendukung keputusan

menteri kesehatan, seperti dalam UU no 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran, UU no.4

tahun 1984 tentang wabah, dimana di pembukaan undang-udang tertulis dengan jelas dengan

rahmat dari Tuhan yang maha esa, dan undang-undang pendukung lainnya.

Sila ke-2, Kemanusiaan yang adil dan beradab, peraturan ini hampir semua isinya

bernafaskan kemanusiaan yang adil dan beradab, di peraturan ini melihat orang-orang yang

terlibat di dalamnya adalah sederajat serta harus menunjung tinggi keadilan dan kemanusiaan

yang adil dan beradab, baik dari tenaga medis yang merawat pasien, tenaga parademis yang

memberikan dukungan perawatan kepada pasien, pasien sendiri, maupun keluarga atau orang-

orang terdekat dari pasien, sampai kepada petugas dari kementerian kesehatan juga diharuskan

menerapkan sila ke-2 ini.

Sila ke-3, persatuan Indonesia, semua program penanggulangan TB harus sesuai dengan

pedoman yang diterbitkan oleh menteri kesehatan dan dilaksanakan tanpa perbedaan strata sosial

maupun ekonomi, oleh semua petugas kesehatan, semua penanangganan pasien TB sama

mencerminkan adanya persatuan dari sabang sampai merauke. Hal ini dapat dibaca baik di

bagian penetapan pada putusan butir ke-3, dan bagian penutup dari peraturan ini

Page 11: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

“.....Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua merupakan acuan bagi petugas

kesehatan dalam melaksanakan penanggulangan TB....”

“...Dengan tersusunnya Pedoman Penanggulangan TB ini, maka upaya penanggulangan

penyakit TB dapat dilaksanakan secara komprehensif, berkesinambungan dan sesuai standar

yang berlaku serta diharapkan para petugas kesehatan dapat memberikan pelayanan yang

bermutu kepada masyarakat....”

“.......Setiap petugas kesehatan di sarana pelayanan kesehatan dan aparatur di dinas kesehatan

provinsi, kabupaten/kota dan serta instansi lainnya yang terkait mengikuti pedoman ini secara

utuh....”

Sila ke-4, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan, dalam sila ini mengandung adanya nilai – nilai bijaksana dan musyawarah mufakat,

jika dimaksukkan ke dalam peraturan menteri ini maka sangat terlihat nilai ini dalam hal

penangganan pasien mulai dari diagnosis sampai evaluasi apakah pasien sudah sembuh atau

belum, dimana dokter memberikan nasehat akan penyakitnya serta obat-obatnya dan

mendiskusikan perkembangan penyakitnya, suster yang menanyakan dan memusyawarahkan

siapa yang menjadi Pengawas Menelan Obat (PMO), sampai pada cara minum obat, serta

menginggatkan kapan pasien datang kembali.

Sila ke-5, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, keputusan menteri ini tidak

memandang siapa yang akan diobati dengan standar pengobatan ini, tetapi semua yang

mempunyai sakit yang sama maka wajib di diobati dengan obat yang sama dan standar. Begitu

juga dengan dokter yang melayani penderita tidak boleh membeda-bedakan, tetapi tetap harus

sama dalam pelayanannya terhadap semua pasien

Page 12: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

II. Analisis politik

Tuberkulosis masih merupakan masalah yang cukup besar bagi negara ini, hal ini dapat

dijadikan sebagai suatu alat politik baik untuk menjatuhkan pemerintah ataupun untuk

mengangkat pemerintah, oleh karena itu pemerintah dalam hal ini menteri kesehatan membuat

langkah-langkah penanganan masalah Tuberkulosis ini yang harus diikuti oleh seluruh petugas

kesehatan yang berada di negeri ini. Sayangnya penangangan TB di negara ini masih

mengandung unsur politis yang cukup tinggi dikarenakan untuk pendanaan program ini masih

menggunakan dana dari negara donor, seperti GF ATM, KNCV serta lembaga donor lainnya

sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan sangat berpengaruh terhadap setiap

keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Jika negara donor mencabut dana dari program ini maka akan terjadi dampak sistemik dari

kelangsungan program ini, sehingga Indonesia sudah saatnya mencari sumber dana sendiri untuk

mendanai program TB agar dapat mendesain program yang lebih spesifik sesuai dengan tingkat

kebutuhan daerah dan tepat sasaran sesuai dengan kondisi di Indonesia.

Page 13: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

III. Analisis ekonomi

Berdasarkan latar belakang yang dibuat di keputusan tersebut tergambar bahwa

kebanyakan penderita Tuberkulosis adalah masyarakat dengan golongan ekonomi yang rendah,

jika dilihat dari GNP saja sekitar $3830 (tahun 2009), itupun hanya estimasi rata-rata dimana

distribusi pendapatannya tentu saja pasti belum merata antar orang miskin dan orang kaya antara

penduduk kota dengan penduduk desa. Dengan banyaknya penduduk miskin menyulitkan bagi

penderita untuk mencari pengobatan yang sebenarnya sudah di gratiskan oleh pemerintah, namun

hal ini belum diketahui oleh masyarakat secara luas, selain itu juga diperkirakan sekitar 75%

pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun).Selain itu

juga penduduk yang cenderung berpindah – pindah akibat urbanisasi ke kota untuk mencari

pekerjaan atau penghidupan yang lebih baik dan layak.

Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3

sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya

sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15

tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara

sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

• Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang sedang

berkembang.

• Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:

O Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan

O Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,penemuan

kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan

pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).

O Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal

menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)

O Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

Page 14: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

O Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau

pergolakan masyarakat.

• Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur

kependudukan.

• Dampak pandemi HIV

Hal di atas merupakan suatu lingkaran besar yang pada akhirnya sangat sulit bagi pemerintah

memutuskan mata rantai penyebaran Tuberkulosis walaupun sudah membuat program

pemberantasan Tuberkulosis dengan cermat.

Page 15: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

IV. Analisis Sosial Budaya

Di dalam peraturan ini sudah dipikirkan dampak sosial dari penderita penyakit ini, yaitu

masyarakat yang takut kepada penderita sehingga banyak penderita yang dikucilkan bahkan

diusir dari tempat tinggalnya di karenakan penyakit ini di katakan sebagai kutukan atupun

sebagai suatu akibat dari perbuatan jahat seseorang, sehingga sangat sulit memutuskan rantai

penyebaran penyakit ini, adanya stigma negatif terhadap penderita yang ingin dikikis dalam

peraturan ini.

Pertimbangan budaya masyarakat terutama di daerah pedesaan kurang diperhatikan dari

peraturan ini, dikarenakan masyarakat pedesaan lebih senang dan suka berobat kepada dukun

dari pada ke dokter, dokter masih dianggap barang mahal sehingga masyarakat masih senang

berobat kepada dukun, hal ini bisa dimengerti dikarenakan dari faktor kepercayaan masyarakat

kepada dukun, yang telah menemani mereka setiap hari dibandingkan dokter, apalagi di daerah

terpencil, yang hanya datang pergi sesuai dengan masa PTT yang mereka jalani, sehingga

peraturan ini tidak dapat diimplementasikan secara total dan mantap di lapangan, selain itu juga

yang belum diperhatikan adalah faktor pendidikan masyarakat, dimana sebagian besar

pendidikan masyarakat Indonesia masih banyak yang pendidikannya hanya SD bahkan ada yang

buta huruf, sehingga sebenarnya tenaga yang perlu dikedepankan untuk mengurangi

penyebarannya bahkan untuk memutuskan mata rantai penularan adalah tenaga penyuluh

kesehatan masyarakat, tenaga penyuluh ini masih di pandang sebelah mata dan belum perlu, hal

ini dikarenakan sikap dari pemerintah sendiri yang masih memandang aspek kuratif sebagai hal

yang sangat penting dibandingkan aspek promotif dan preventif, padahal jika dilihat kembali dari

sisi ekonomi, lebih murah mencegah dari pada mengobati penderita selama 6 bulan, belum lagi

dari sisi penderita yang harus kehilangan pendapatan karena harus berobat mengambil obat di

puskesmas walaupun gratis. Belum lagi jika penderita drop out, maka pengobatan akan makin

mahal dan penderita pun akan semakin tidak produktif lagi, sehingga pemerintah dan masyarakat

akan sama-sama rugi.

Page 16: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

V. Aspek Pertahanan dan keamanan

Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berharga di dunia ini, sehat sendiri harus dilihat

dari 2 aspek, yaitu sehat secara jasmani dan sehat secara rohani, sehingga dengan kondisi sehat,

maka seseorang dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya di masa sekarang dan yang

akan datang, dan dapat hidup secara produktif. Hal ini diperhatikan sangat diperhatikan oleh

keputusan menteri ini terlihat dari isinya secara eksplisit yang mengatakan bahwa tuberkulosis

merupakan penyakit menular dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan

merupakan salah satu penyebab kematian. Dengan badan yang sehat maka rakyat dapat berperan

serta dalam mempertahankan keamanan negeri ini, dengan rakyat yang sehat maka akan terjadi

imbal balik bagi pemerintah, yaitu selain ikut membantu memelihara keamanan dan pertahanan

negara ini, juga akana menciptakan masayarakat yang produktif yang pada akhirnya negara juga

akan makmur karena masyarakatnya sehat.

Page 17: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

BAB IV

Kesimpulan dan saran

Kesimpulan

Tingginya angka penyakit Tuberkulosis yang menginfeksi sekitar sepertiga dari

penduduk dunia, dan di Indonesia sendiri merupakan masalah kesehatan di karenakan

kebanyakan menyerang kelompok usia produktif (15-50 tahun), sehingga mengakibatkan

kehilangan pendapatan secara ekonomi sekitar 20-30 % per tahunnya, dan secara sosial seorang

penderita TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan

oleh masyarakat, sehingga diperlukan suatu keputusan menteri yang mengatur masalah ini, yaitu

menteri yang berwenang dalam hal ini adalah menteri kesehatan, keputusan ini berisikan tentang

pedoman penanggulangan Tuberkulosis yang harus dilakukan oleh semua petugas kesehatan

yang berada dari sabang sampai merauke, dari kota sampai ke desa, semua harus mematuhi

pedoman penanggulangan Tuberkulosis.

Namun di dalam keputusan menteri ini masih ada beberapa kekurangan yang perlu

disempurnakan supaya dapat diimplementasikan di seluruh wilayah republik Indonesia,

diantaranya :

Dari analisis secara politik

Keputusan menteri ini masih mengandung unsur politis yang sangat berpengaruh

terhadap jalannya penanggulangan TB baik di pusat maupun di daerah karena sangat tergatung

secara dana kepada pihak luar negeri, terutama donor untuk melaksanakan program ini, dan

sangat rapuh jika dilihat dari segi pendanaan jika donor mencabut dana dari program ini, maka

seluruh program akan kolaps dan akan berdampak sistemik terhadap kesehatan seluruh warga

negara di negeri ini, sehingga bisa saja nanti negri ini menjadi negeri “zombi”, yaitu negeri yang

penuh dengan penderita TB.

Page 18: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

Dari analisis secara ekonomi

TB masih merupakan penyakit kronis yang masih sulit dilepaskan dari bangsa ini karena

ekonomi bangsa ini yang masih rendah, dimana mereka yang berada di strata yang paling bawah

merupakan penyumbang angka kesakitan yang besar, dikarenakan mereka merupakan kelompok

yang miskin secara stara ekonomi, secara pendidikan mereka juga berada di paling bawah, dan

jika dilihat dari asupan gizi juga paling jelek sehingga hal ini semua membuat lingkaran setan

yang tidak akan diputuskan hanya dengan satu program dari kementrian kesehatan saja,

sedangkan bagi mereka yang berada di lapisan menengah dan atas dapat mencari pengobatan

dengan dana dari mereka sendiri.

Dari analisis sosial budaya

Keputusan menteri ini belum melihat Indonesia secara keseluruhan karena implementasi

kebijakan ini sulit dilaksanakan di daerah, terutama daerah terpencil dan sangat terpencil yang

masih sulit mendapatkan kehadiran seorang petugas kesehatan, seperti dokter, selain itu

masyarakat di daerah terpencil lebih suka berobat ke dukun daripada ke dokter, dokter masih

dianggap “barang mahal”.

Keputusan ini juga belum melihat fungsi dari seorang penyuluh kesehatan sebagai key

point, untuk memutuskan rantai penularan, beban untuk memutuskan rantai penularan baru

sampai ke beban seorang dokter, masih merupakan “favorit” bagi pemerintah untuk mengobati

daripada mencari secara aktif dan memutuskan rantai penularan di masyarakat.

Dari Analisis pertahanan dan keamanan

Dengan tingginya angka TB, Indonesia berada di urutan ke-3, setelah India dan Cina,

maka TB masih merupakan ancaman serius untuk aspek pertahanan dan keamanan, mana bisa

seorang warganya yang sedang sakit membela negaranya jika menghadapi serangan musuh dari

negara lain, selain itu juga jika dilihat dari produktifitasnya seorang penderita sudah rendah

sehingga tidak dapat menghasilkan sesuatu baik untuk dirinya, keluarganya apalagi untuk

bangsanya.

Page 19: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

Dari berbagai kekurangan di atas tentunya peraturan ini ada hal yang baik, seperti sudah

menerapkan secara ideologi keputusan ini melihat semua masyarakatnya adalah sama tanpa ada

perbedaan stara, pengobatan yang sama dan seragam, mencerminkan negara ini sudah

mengusahakan yang terbaik bagi seluruh rakyatnya.

Saran

1.Perlu adanya perbaikan dari peraturan ini, dengan mencari dana sendiri untuk mendanai

program TB agar dapat terhindar dari aroma politis dalam penangganan pasien TB.

2. Perlu adanya suatu program yang komperhensif yang melibatkan lintas kementrian,

dikarenakan TB bukan hanya milik “ekslusif” dari kementrian kesehatan, hal ini perlu disadari

oleh pemerintah.

3. Pemerintah dalam hal ini kementrian kesehatan sudah saatnya menciptakan tenaga penyuluh

lapangan yang banyak dan berkualitas, jangan hanya menaruh semua masalah berada di pundak

seorang dokter, yang harus melayani begitu banyak pasien dalam sehari.

Page 20: Analisis Keputusan Menteri Kesehatan No 364

Daftar Pustaka

1. Keputusan Menteri kesehatan No. 364 tahun 2009, tentang pedoman penanggulangan

Tuberkulosis

2. Depkes RI 2008, Pedoman Pasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, ed.ke-2:2008.

3. UU No.4 tahun 1984, tentang wabah penyakit menular

4. UU No.23 tahun 1992, tentang kesehatan

5. UU No. 29 tahun 2004, tentang praktek kedokteran

6. UU No. 32 tahun 2004, tentang pemerintah daerah