ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI
AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera
Utara)
Oleh :
IRWAN PURMONO
A14303081
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
IRWAN PURMONO. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis Nanas (Studi Kasus Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara). (Di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI).
Pembangunan Pertanian merupakan kebijakan pemerintah di sektor pertanian yang bertujuan meningkatkan kuantitas produksi, meningkatkan ekspor, memperluas kesempatan kerja, dan mendukung pembangunan daerah. Pada Pembangunan Jangka Panjang II, orientasi pembangunan menitik beratkan pada swasembada “plus” yaitu swasembada pangan secara total. Dalam hal ini termasuk peningkatan pengembangan hortikultura. Disamping lebih memantapkan swasembada pangan, pengembangan hortikultura ini juga diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan. Pengembangan ini dilakukan melalui pendekatan Agribisnis dan Agroindustri yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk hortikultura.
Nanas merupakan salah satu komoditi hortikultura yang telah lama dibudidayakan dan memiliki prospek serta potensi untuk terus dikembangkan. Tanaman nanas memberikan prospek yang cerah dalam membantu meningkatkan produksi hasil pertanian terutama dalam pemenuhan kebutuhan tanaman pangan. Upaya pengembangan tanaman nanas terus dilakukan melalui berbagai kegiatan antara lain usaha peningkatan kualitas produk (Intensifikasi) dan perluasan areal tanam (Ekstensifikasi) maupun penganekaragaman tanaman.
Berdasarkan data produksi nanas pada tahun 2005 salah satu daerah yang memiliki jumlah produksi nanas terbesar di Indonesia adalah provinsi Sumatera utara yaitu sebanyak 144.000 ton dengan dengan sharenya terhadap produksi nanas nasional sebesar 15,57 persen. Di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan luas panen durian tetapi jumlah produksinya mengalami penurunan.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji kegiatan dan kelayakan agribisnis nanas (2) menganalis pengaruh perubahan harga output, harga input, dan tingkat produksi terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut.
Penelitian lapang dilakukan di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pertanian dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2007. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer yang diperoleh dari hasil wawancara, dan data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan literatur. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan bantuan kalkulator dan diolah dengan program excel’97. Analisis Kuantitatif analisis dilakukan dengan analisis usahatani digunakan analisis biaya dan pendapatan, dan analisis pemasaran digunakan analisis saluran, fungsi-fungsi pemasaran dan analisis marjin pemasaran serta analisis kelayakan dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau kriteria investasi yaitu Net Present Value, Net B/C Rasio, Internal Rate of Return dan Payback Period. Selain itu dilakukan juga analisis sensitivitas.
Hasil penelitian di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara menunjukkan bahwa usahatani nanas selama 6 tahun yang dilakukan petani nanas adalah menguntungkan. Dengan biaya tunai sebesar Rp. 31.555.000,- dan biaya tidak tunai sebesar Rp. 26.165.000,- selama 6 tahun. Jadi total biaya yang dikeluarkan petani nanas selama 6 tahun adalah sebesar Rp. 57.720.000,-. Total produksi nanas selama 6 tahun sebesar 115.700 kg dengan tingkat harga Rp. 600,- per kg sehingga diperoleh total penerimaan sebesar Rp. 69.420.000,-. Maka diperoleh pendapatan petani nanas atas biaya total selama 6 tahun adalah sebesar Rp. 11.700.000,- dan pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp. 37.865.000,-. Dengan rasio penerimaan terhadap biaya total (R/C) adalah sebesar 1,20 yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,20 dan rasio penerimaan terhadap biaya tunai (R/C) adalah sebesar 2,19 yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 2,19.
Dengan analisis pemasaran, terdapat empat jalur pemasaran yang dilakukan di kecamatan Sipahutar. Fungsi pemasaran yang dilakukan meliputi : fungsi pertukaran, fungsi fisik, fungsi fasilitas. Komponen biaya pemasaran meliputi biaya transportasi, sortasi dan biaya bongkar muat. Dari hasil analisis marjin pemasaran menunjukkan bahwa total keuntungan terbesar berada pada Jalur III, yaitu sebesar Rp. 1.302,97 atau 64,62 persen sedangkan marjin yang terbesar berada pada Jalur I, II, dan III, yaitu sebesar Rp. 1.500,- atau sebesar 71,43 persen. Rasio keuntungan pemasaran (∏/C) yang terbesar berada pada Jalur III, yaitu sebesar 6,61. Namun lembaga pemasaran dengan biaya pemasaran yang besar belum menjamin akan memperoleh keuntungan yang lebih besar juga dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya. Pada jalur III merupakan saluran pemasaran yang terpendek dan memperoleh keuntungan yang terbesar. Tingkat permintaan nanas pada jalur II dan III merupakan tingkat permintaan paling rendah, karena pasar nanas pada jalur II dan III hanya berlaku di dalam kota saja, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara sedangkan jalur I dan IV pasar nanas yang dituju lebih luas, yaitu sampai keluar dari wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, bahkan sampai ke Aceh dan Lampung. Dan saluran pemasaran yang terbaik diantara empat jalur tersebut adalah jalur IV, karena pada jalur ini petani lebih diuntungkan dengan penerimaan yang lebih besar dan pasar nanas menjadi lebih luas hal ini ditunjukkan farmer’ share yang lebih besar dibandingkan dengan ketiga jalur pemasaran lainnya yaitu sebesar 47,62 persen. Rp. 5.623.375,19.
Dari hasil perhitungan kelayakan pada tingkat diskonto 15 persen secara finansial dan ekonomi usahatani nanas layak dilakukan, dengan diperoleh nilai NPV sebesar nilai NPV sebesar Rp. 5.623.375,19, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 5.623.375,19 dan nilai NPV sebesar Rp. 269.566.747,91, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 269.566.747,91. NBCR yang diperoleh adalah 1,35 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,35, nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 24 persen secara finansial sedangkan analisis ekonomi diperoleh NBCR sebesar 14,81 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 18,88 dan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 41 persen.
Dan secara finansial dan ekonomi pada industri pengolahan nanas juga layak dilakukan dengan diperoleh nilai NPV sebesar nilai NPV sebesar Rp. 1.325.951.863,75, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 1.325.951.863,75, dan nilai NPV sebesar Rp. 25.713.473.667,27, hal ini berarti bahwa usahatani nanas yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu sebesar Rp. 25.713.473.667,27. NBCR yang diperoleh adalah 1,58 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 1,58, nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 27 persen secara finansial sedangkan analisis ekonomi diperoleh NBCR sebesar 26,49 yang berarti manfaat bersih yang diperoleh dari setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih adalah sebesar 26,49 dan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 44 persen.
Dari hasil analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap 9 kemungkinan perubahan produksi pada tingkat diskonto 15 persen, memperlihatkan bahwa usahatani nanas secara finansial menjadi tidak layak dilakukan pada 3 kondisi dari perubahan jumlah produksi, harga output, dan input sedangkan pada tingkat diskonto 26 persen menjadi tidak layak pada 6 kondisi. Apabila tidak terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen terjadi selama 83 bulan sedangkan jika terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama 47 bulan dan 52 bulan sedangkan pada analisis secara ekonomi perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi kelayakan usahatani nanas. Apabila tidak terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen terjadi selama 29 bulan dan 30 bulan. Apabila terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama 27 bulan dan 28 bulan. Dan dari hasil sensitivitas yang dilakukan terhadap 8 kemungkinan perubahan produksi pada tingkat diskonto 15 persen, memperlihatkan bahwa industri pengolahan nanas secara finansial menjadi tidak layak dilakukan pada 3 kondisi sedangkan pada tingkat diskonto 26 persen menjadi tidak layak dilakukan pada 4 kondisi dari perubahan jumlah produksi, harga output, dan input. Apabila tidak terjadi perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen terjadi selama 64 bulan dan 99 bulan. Apabila terjadi perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama 24 bulan dan 26 bulan sedangkan pada analisis secara ekonomi perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi kelayakan industri pengolahan nanas. Apabila tidak terjadi perubahan, payback period industri pengolahan nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen terjadi selama 15 bulan dan 15 bulan. Apabila terjadi perubahan, payback period usahatani nanas pada tingkat diskonto 15 persen dan 26 persen paling cepat terjadi selama 12 bulan dan 12 bulan.
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI
AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera
Utara)
Oleh :
IRWAN PURMONO
A14303081
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :
Nama : Irwan Purmono
NRP : A14303081
Program Studi : Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis
Nanas (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kabupaten
Tapanuli Utara, Sumatera Utara)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS
NIP. 131 918 659
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Didy Sopandie, M. Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus : 21 April 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS
NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara,
Sumatera Utara)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN
TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR
AKADENIK TERTENTU.
SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-
BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM
NASKAH.
Bogor, April 2008
Irwan Purmono A14303081
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 23 Februari 1985. Penulis
merupakan anak pertama dari pasangan Sadimo dan Lanjar Purwanti. Pendidikan
formal penulis dimulai di pendidikan dasar pada tahun 1991 di SD Sugiyo Pranoto
Klaten dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun 1997-2000, penulis mengenyam
pendidikan menengah pertama di SLTP Pangudi Luhur 1 Klaten. Pendidikan
menengah atas dijalankan penulis di SMU N 1 Karanganom Klaten dari tahun
2000 hingga 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa
program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan
yaitu UKM PMK IPB (Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen
Institut Pertanian Bogor) pada Komisi Pelayanan Anak dan penulis juga pernah
menjadi asisten dosen Agama Kristen periode 2004/2005 dan 2005/2006 serta
Orda KMK (Organisasi Daerah Keluarga Mahasiswa Klaten). Selain itu, penulis
juga melaksanakan beberapa aktivitas di luar kampus yang bersifat non akademik.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, yang telah
memberikan berkat kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Kelayakan Finansial
dan Ekonomi Agribisnis Nanas (Studi kasus : Kecamatan Sipahutar,
Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) “. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-
ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan masukan dan koreksi untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada berbagai pihak yang telah
membantu penulis selama penyusunan karya ilmiah ini. Penulis pun menyadari
bahwa tidak ada yang sempurna dalam dunia ini. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan penulis sehingga penulis dapat semakin lebih
baik dalam berkarya di masa mendatang. Akhirnya, penulis berharap mudah-
mudahan skripsi ini dapat bermanfaat begi para pembaca sekalian.
Bogor, April 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah
memberikan kemudahan kepada penulisan skripsi dengan judul “Analisis
Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis Nanas (Studi kasus : Kecamatan
Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara)”. Penyelesaian karya
ilmiah ini juga tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan, mendukung, dan memberi
semangat. Terimakasih untuk semua cinta kasih dan pengorbanan yang
telah kalian berikan untukku.
2. Dr. Ir. Eka Intan kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Tanti Novianti, SP. MSi selaku dosen penguji utama dan Ir. Meti Ekayani,
ME selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan, terimakasih atas segala
masukannya dalam perbaikan penulisan skripsi ini pada saat sidang.
4. Keluarga besar A. Gultom yang telah memberikan dukungan, doa, bantuan
serta kasihnya pada saya selama penelitian di Tapanuli Utara.
5. Gembira Gultom yang terkasih, terimakasih atas segala doa, dukungan,
bantuan dan kebersamaan dalam kuliah, penelitian hingga penyelesaian
skripsi ini.
6. Pemerintah Daerah dan Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara
7. Para petani dan PT. Alamy Agricultur Industri, terimakasih atas
kerjasamanya.
8. Teman-teman seperjuangan EPS’40, terimakasih untuk kebersamaan dan
pengalaman menarik selama di kuliah. Juga kepada teman-teman AGB
dan KPM.
9. Beverly Camp : Monsaputra, Panji Pratama, Arif. Terimakasih atas segala
dukungan, semangat dan bantuan kalian selama penulisan skripsi.
10. Kepada semua pihak yang selama ini telah membantu dan tidak dapat
disebutkan satu persatu.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5 1.4. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian............................................................. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Tanaman Nanas ............................................................... 7 2.1.1. Botani, Varietas dan Syarat Tumbuh Nanas .................. 7 2.1.2. Perbanyakan dan Budidaya Tanaman ............................ 9 2.1.3. Panen Hasil dan Proses Pengolahan Nanas.................... 10 2.2. Sistem Agribisnis .......................................................................... 11 2.2.1. Konsep Sistem Agribisnis .............................................. 11 2.2.2. Sistem Agribisnis Nanas ................................................ 12 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu............................................................ 13 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis.......................................................................... 20 3.1.1. Aspek Teknis.................................................................. 21 3.1.2. Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial.................... 21 3.1.3. Aspek Sosial................................................................... 22 3.1.4. Aspek Ekonomi.............................................................. 22 3.1.5. Pay Back Period............................................................. 28 3.1.6. Analisis Sensitivitas ....................................................... 29 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 29 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 32 4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 32 4.3. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 33 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ......................................... 33 4.4.1. Analisis Kelayakan Investasi .......................................... 34 4.4.2. Metode Penentuan Harga Bayangan ............................... 38 4.5. Definisi Operasional dan Asumsi Dasar pada
Analisis Kelayakan Usahatani dan Agribisnis Nanas .................. 41
5.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara ................................. 47 5.2. Keadaan Umum Daerah Penelitian Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara.............................................................................. 47
5.3. Kajian Agribisnis Nanas di Daerah Penelitian.............................. 48 VI. ANALISIS KELAYAKAN AGRIBISNIS NANAS
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan .................................................................................... 89 8.2. Saran............................................................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 92 LAMPIRAN.................................................................................................... 93
DAFTAR TABEL
No Halaman 1. Provinsi penghasil nanas terbesar di Indonesia Tahun 2005 ..........................3 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Nanas di Provinsi Sumatera Utara, tahun 2000-2004 ................................................3 3. Harga pupuk dan obat-obatan yang berlaku di kabupaten Tapanuli Utara.....48 4. Harga-harga peralatan usahatani nanas yang berlaku di Kabupaten Tapanuli Utara.................................................................................................49 5. Biaya Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas lahan 1 Ha pada tahun ke-6.......................................................................................53 6. Biaya Tidak Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas lahan 1 Ha pada tahun ke-6 ...................................................................53 7. Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran Nanas di Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara .....................................................57 8. Penyebaran Harga Nanas dan Marjin Pemasaran Nanas di Kecamatan Sipahutar .................................................................................59 9. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas .............................................................66 10. Analisis Kelayakan Industri Pengolahan Nanas ............................................72 11. Kriteria Kelayakan agribisnis Nanas di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara................................................................................................74 12. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Usahatani Nanas Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen ...........................................78 13. Analisis Sensitivitas Kelayakan Ekonomi Usahatani Nanas Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen ..........................................79 14. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas secara Finansial pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen...................80 15. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Usahatani Nanas secara Ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen...................81 16. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Industri Pengolahan Nanas dengan Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen .......................................84
17. Analisis Sensitivitas Kelayakan Ekonomi Industri Pengolahan Nanas Pada Tingkat Diskonto 15 persen, dan 26 persen ...........................................85 18. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Industri Pengolahan Nanas secara Finansial pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen...................86 19. Analisis Tingkat Pengembalian Investasi Industri Pengolahan Nanas secara Ekonomi pada tingkat diskonto 15 persen, dan 26 persen...................87
DAFTAR GAMBAR
No Halaman 1. Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya (Soehardjo, 1997) ................11 2. Sistem Agribisnis Nanas dan Lembaga Penunjangnya di kabupaten Tapanuli Utara ...........................................................................12 3. Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap Marjin Tataniagadan nilai Marjin Tataniaga....................................28 4. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................................31 5. Saluran Pemasaran Nanas di Kec. Sipahutar, Tapanuli Utara .........................55
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman 1. Harga Bayangan Input dan Output untuk analisis Finansial
dan Ekonomi. .......................................................................................... 94 2. Produksi Nanas pada lahan 1 hektar ....................................................... 94 3. Nilai ekonomi produksi nanas pada lahan 1 hektar ................................ 95 4. Ekspor buah nanas segar ......................................................................... 95 5. Biaya Usahatani Nanas untuk Analisis Finansial pada Lahan 1 hektar di tahun ke - 1.......................................................................................... 96 6. Cashflow Analisis Finansial Usahatani Nanas........................................ 97 7. Biaya Usahatani Nanas untuk Analisis Ekonomi pada Lahan 1 hektar di tahun ke - 1.......................................................................................... 98 8. Cashflow Analisis Ekonomi Usahatani Nanas........................................ 99 9. Cashflow Analisis Finansial Industri Pengolahan Nanas ....................... 100 10. Cashflow Analisis Ekonomi Industri Pengolahan Nanas ....................... 101 11. Jumlah tenaga kerja pada industri pengolahan nanas ............................. 102 12. Proses pembuatan juice concentrate dan canned pineapple tidbit pada bahan baku 16 ton............................................................................ 103
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan Pertanian merupakan kebijakan pemerintah di sektor
pertanian yang bertujuan meningkatkan kuantitas produksi, meningkatkan ekspor,
memperluas kesempatan kerja, dan mendukung pembangunan daerah. Pada
Pembangunan Jangka Panjang II, orientasi pembangunan menitik-beratkan pada
swasembada “plus” yaitu swasembada pangan secara total. Dalam hal ini
termasuk peningkatan pengembangan hortikultura. Disamping lebih memantapkan
swasembada pangan, pengembangan hortikultura ini juga diarahkan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki gizi melalui
penganekaragaman jenis bahan makanan. Pengembangan ini dilakukan melalui
pendekatan Agribisnis dan Agroindustri yang memungkinkan untuk
meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk hortikultura.
Pengembangan usaha hortikultura perlu didasarkan pada perhitungan yang
cermat serta dilihat secara keseluruhan sebagai satu sistem Agribisnis, yaitu
menyangkut industri pengadaan dan penyaluran sarana produksi, usahatani ,
industri pengolahan dan pemasaran. Hal tersebut perlu diperhatikan karena dalam
usaha agribisnis hortikultura memerlukan penanaman modal yang cukup besar
dan beresiko tinggi. Industri pengolahan hortikultura merupakan alternatif
pembangunan pertanian yang diharapkan dapat memberikan dampak yang positif
yang mampu mendorong pembangunan di sektor lain dan peningkatan perolehan
devisa.
Pembangunan sub sektor hortikultura terdiri dari komoditi buah-buahan,
sayuran dan tanaman hias serta obat-obatan sangat potensial sebagai salah satu
sumber pertumbuhan ekonomi di masa depan. Hal ini sangat beralasan karena
keempat kelompok komoditi hortikultura tersebut memiliki potensi yang relatif
lebih besar dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya. Potensi tersebut
meliputi aspek sumberdaya alam seperti lahan, agroklimat dan topografi, nilai
ekonominya, kemampuan menyerap tenaga kerja dan dapat digunakan sebagai
unsur pendukung konservasi lahan serta menambah nilai estetika.
Nanas merupakan salah satu komoditi hortikultura yang telah lama
dibudidayakan dan memiliki prospek serta potensi untuk terus dikembangkan.Hal
ini ditunjukkan dengan adanya jumlah permintaan nanas segar di luar negeri terus
meningkat tiap tahunnya dengan laju peningkatan volume sebesar 1,598 persen
(tabel lampiran 4). Upaya pengembangan tanaman nanas terus dilakukan melalui
berbagai kegiatan antara lain usaha peningkatan kualitas produk (Intensifikasi)
dan perluasan areal tanam (Ekstensifikasi) maupun penganekaragaman tanaman.
Penyebaran tanaman nanas di Indonesia hampir merata terdapat di seluruh
daerah, karena tanaman nanas mempunyai potensi yang cerah dalam
pengembangannya antara lain lahan, agroklimat dan topografinya yang
mendukung, tanaman nanas dapat tumbuh pada segala jenis tanah yang digunakan
dalam pertanian, nilai ekononominya, dapat menyerap tenaga kerja serta dapat
juga digunakan sebagai unsur pendukung konservasi lahan.
Tabel 1. Provinsi Penghasil Nanas Terbesar di Indonesia Tahun 2005 Provinsi Jumlah produksi (ton) Share (%)
Sumatera Utara 144.000 15,57 Sumatera Selatan 179.465 19,38 Riau 46.643 5,04 Lampung 26.489 3,21 Jawa Barat 313.593 33,90 Jawa Tengah 57.628 6,23 Jawa Timur 87.491 9,46 Kalimantan Tengah 16.608 1,80
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa salah satu daerah yang memiliki
jumlah produksi nanas terbesar di Indonesia adalah provinsi Sumatera utara.
Provinsi Sumatera Utara menempati urutan ketiga sebagai sentra produksi nanas
terbesar di Indonesia. Jumlah produksi nanas Sumatera utara pada tahun 2005
adalah sebanyak 144.000 ton dengan sharenya terhadap produksi nanas nasional
sebesar 15,57 persen.
Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Nanas di Provinsi Sumatera Utara, tahun 2000-2004
pengusahaan jeruk siam Medan di Sumatera Utara, mengkaji perubahan analisis
kelayakan pengusahaan jeruk siam jika terjadi perubahan pada manfaat dan biaya
serta menganalisis sistem dan efisiensi pemasaran jeruk siam. Analisis data yang
digunakan mencakup analisis kualitatif untuk mengetahui gambaran mengenai
usahatani jeruk siam dan analisis kuantitatif untuk menganalisis kelayakan
investasi (menggunakan kriteria investasi : NPV, Net B/C, IRR dengan metode
discounted cash flow pada tingkat diskonto 24 persen) dan analisis sensitivitas
untuk mengetahui kelayakan investasi terhadap perubahan pada manfaat dan biaya
serta analisis pemasaran digunakan analisis saluran dan fungsi-fungsi pemasaran
dan analisis margin pemasaran.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil produksi usahatani jeruk di
Desa Surbakti seluruhnya diorientasikan ke pasar. Dari perhitungan kelayakan
dengan tingkat diskonto 24 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 79.846.864,
hal ini berarti bahwa usahatani jeruk siam yang dilakukan menurut nilai sekarang
adalah menguntungkan untuk dilaksanakan karena akan memberikan keuntungan
sebesar Rp. 79.846.864. Nilai Net B/C dan IRR yang diperoleh juga menunjukkan
bahwa usahatani jeruk layak diusahakan yaitu nilai Net B/C sebesar 4,45 atau
lebih besar dari satu dan nilai IRR sebesar 63,76 persen atau lebih besar dari
tingkat diskonto 24 persen. Tingkat pengembalian Investasi terjadi pada lima
tahun tujuh bulan umur tanaman dari 15 tahun umur tanaman yang ditentukan.
Dari hasil analisis sensitivitas usahatani jeruk siam pada tingkat diskonto
24 persen, memperlihatkan bahwa usahatani jeruk siam tidak peka terhadap
perubahan produksi, harga pupuk dan pestisida serta harga output. Sementara
dengan switching value yang dilakukan menunjukkan bahwa usahatani jeruk siam
menjadi tidak layak jika produksi atau harga output diturunkan lebih dari 51
persen dan biaya dinaikkan lebih dari 109 persen. Sehingga usahatani jeruk siam
kurang peka terhadap perubahan produksi dan harga output serta tidak peka
terhadap perubahan biaya. Ditinjau dari besarnya Margin pemasaran dan farmer’s
share yang diterima petani, maka jalur I lebih efisien dibandingkan dengan jalur
II, hanya saja dilihat dari rasio keuntungan biaya oleh masing-masing lembaga
yang terlibat kurang merata.
Nasution (2001), meneliti tentang Studi Kelayakan Agribisnis Jeruk, di
Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Hasil
analisis usahatani jeruk selama 6 tahun yang dilakukan petani jeruk adalah
menguntungkan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ratio R/C sebesar 1,91. Dengan
besarnya biaya tunai sebesar Rp. 9.452.300,00 dan biaya yang diperhitungkan
sebesar Rp. 2.325.000,00. Jadi total biaya yang dikeluarkan petani dalam
usahatani jeruk selama 6 tahun adalah sebesar Rp. 11.777.300,00. Total produksi
selama 6 tahun sebesar 18.750 kg dengan tingkat harga Rp. 1200,00 per kg
sehingga diperoleh total penerimaan sebesar Rp. 22.500.000,00. Maka diperoleh
pendapatan total petani jeruk selama 6 tahun adalah sebesar Rp. 10.722.700,00.
Dengan analisis Tataniaga Pertanian, terdapat tiga jalur tataniaga dan jalur
tersebut merupakan jalur yang pendek. Fungsi-fungsi pemasaran meliputi : fungsi
pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Komponen biaya pemasaran meliputi
biaya transportasi, sortasi dan biaya bongkar muat. Dengan menggunakan konsep
farmer’s share untuk mengetahui besarnya bagian yang diterima petani sebagai
balas jasa atas kegiatan yang dilakukan dalam usahatani jeruk. Menggunakan
analisis kelayakan usaha dengan cara mengkaji aspek-aspek yaitu aspek teknis,
aspek pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Secara teknis usahatani jeruk
layak dilaksanakan karena usahatani jeruk telah memenuhi syarat-syarat yang
diperlukan. Membedakan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani jeruk yaitu
biaya investasi dan biaya operasional. Sedangkan manfaat diperoleh dengan cara
mengalikan hasil penjualan jeruk dengan harga jeruk itu sendiri. Dari hasil
perhitungan analisis finansial pada usahatani jeruk keprok siam diperoleh nilai
NPV sebesar 23.794.340,84, IRR sebesar 38,70 % dan Net B/C sebesar 8,16.
Sedangkan pada analisis ekonomi diperoleh nilai NPV sebesar 53.827.058,59,
IRR sebesar 27,32 % dan Net B/C sebesar 4,81. Untuk analisis finansial pada
usahatani jeruk keprok maga diperoleh nilai NPV sebesar 323.460.664,63, IRR
sebesar 26,96 % dan Net B/C sebesar 41,59, sedangkan pada analisis ekonomi
diperoleh nilai NPV sebesar 300.107.635,64, IRR sebesar 25,19 % dan Net B/C
sebesar 35,18. Dari hasil tersebut berarti usahatani jeruk keprok siam dan jeruk
keprok maga pada tingkat diskonto 12 % layak dilaksanakan di daerah penelitian.
Analisis sensitivitas kelayakan usahatani jeruk dilakukan terhadap 9 kemungkinan
perubahan produksi pada tingkat diskonto 12 %, 15 %, 16 %, 25 %, dan 30 %.
Dalam analisis kelayakan usaha selain kegiatan usahatani jeruk hal lain yang
diperhatikan adalah kegiatan agribisnis jeruk mulai dari produksi sampai
pengolahan hasil panen. Semua syarat yang diperlukan dalam proyek
pengembangan agribisnis jeruk yang direncanakan dapat dipenuhi.
Dari hasil perhitungan analisis finansial pada proyek agribisnis jeruk
diperoleh nilai NPV sebesar 46.227.520.218,34, IRR sebesar 24,09 % dan Net
B/C sebesar 11,35. Sedangkan pada analisis ekonomi diperoleh nilai NPV sebesar
266.910.535.667,17, IRR sebesar 56,55 % dan Net B/C sebesar 41. Dari hasil
tersebut berarti proyek agribisnis jeruk pada tingkat diskonto 12 % layak
dilaksanakan di daerah penelitian.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis
Proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-
sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat mengasilkan
keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu.
Dalam beberapa proyek biaya-biaya produksi atau pemeliharaan yang telah
dikeluarkan diharapkan dapat memberikan keuntungan atau manfaat secara cepat,
kira-kira dalam jangka satu tahun (Gittinger, 1986).
Tujuannya dilakukan analisis proyek adalah : (1) mengetahui tingkat
keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek; (2) menghindari
pemborosan sumber daya dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak
tidak menguntungkan; (3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang
ada sehingga dapat dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan; (4)
menentukan prioritas investasi (Gray, et al., 1992).
Untuk dapat merencanakan dan menganalisa proyek yang efektif, perlu
mempertimbangkan banyak aspek yang secara bersama-sama menentukan
bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu.
Seluruh aspek ini saling berhubungan. Seluruh aspek harus selalu
dipertimbangkan pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus
pelaksanaannya. Dalam penelitian ini, kelayakan agribisnis nanas akan dianalisis
berdasarkan empat aspek, yaitu aspek teknis, aspek institusional-organisasi-
manajerial, aspek sosial, dan aspek ekonomi.
3.1.1. Aspek Teknis
Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan
output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Hal itu sangat
penting, dam kerangka proyek harus dibuat secara jelas agar supaya analisa secara
teknis dapat dilakukan dengan teliti. Aspek teknis berpengaruh sangat besar
terhadap kelancaran jalannya usaha, terutama kelancaran proses produksi. Analisa
teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu
proyek pertanian : keadaan tanah, ketersediaan air, irigasi, varietas benih,
teknologi sampai ke fasilitas-fasilitas pemasaran, penyimpanan dan pengolahan.
Namun tidak dikatakan bahwa aspek lain tidak penting, karena semua aspek
saling berhubungan.
3.1.2. Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial
Dalam Gittinger (1986), analisa aspek ini berkisar antara penetapan
institusi, organisasi dan manajerial yang tepat dan tidak tumpang tindih
(overlapping), yang secara jelas mempunyai pengaruh yang penting terhadap
pelaksanaan proyek.
Untuk dapat melaksanakan, suatu proyek harus dihubungkan secara tepat
dengan struktur kelembagaan disuatu negara atau daerah, usulan organisasi
proyek harus diteliti untuk mengetahui apakah proyek dapat diarahkan, serta
kemampuan manajerial dari staf yang ada untuk dapat memutuskan apakah
mereka sanggup menangani kegiatan-kegiatan sektor publik berskala besar.
3.1.3. Aspek Sosial
Analisis aspek ini perlu dilakukan, karena sebuah proyek harus
mempertimbangkan pola dari kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh
proyek. Beberapa pertanyaan yang biasa dijadikan masalah adalah mengenai
penciptaan kesempatan kerja atau bagaimana kualitas hidup masyarakat serta
apakah proyek bersahabat dengan lingkungannya (Gittinger, 1986).
3.1.4. Aspek ekonomi
Analisa ekonomi proyek membutuhkan pengetahuan mengenai apakah
suatu proyek yang diusulkan akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap
pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup
besar dalam menentukan penggunaan sumber-sumber daya yang diperlukan.
Sudut pandang yang diambil dalam analisa ekonomi ini adalah masyarakat secara
keseluruhan (Gittinger, 1986).
Namun ada beberapa unsur yang berbeda dalam penilaian dengan aspek
finansial yaitu : (1) Harga, dalam analisis ekonomi digunakan harga bayangan
(shadow price) yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomis yang
sesungguhnya daripada unsur-unsur biaya dan manfaat masyarakat, (2)
Pembayaran transfer dalam analisis ekonomi, pajak tidak dikurangkan dalam
perhitungan benefit dari proyek, karena pajak tidak dianggap sebagai biaya tetapi
merupakan hasil bersih proyek. Sedangkan subsidi dianggap sebagai pengeluaran
proyek karena dianggap sebagai biaya bagi masyarakat, dan Bunga, dalam analisis
ekonomi bunga modal tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil kotor.
Secara rinci, analisis ekonomi dilakukan dengan alasan karena adanya :
1. Ketidaksempurnaan pasar (termasuk dalam distorsi yang timbul
karena peraturan pemerintah), misalnya pengendalian harga.
2. Adanya pajak dan subsidi. Pajak berarti pendistribusian sebagian
kekayaan konsumen atau perusahaan ke pemerintah.
3. Berlakunya konsep konsumen surplus dan produsen surplus.
Bagian yang termasuk didalam aspek ekonomi adalah aspek finansial dan
aspek komersial. Unsur-unsur yang termasuk dalam analisis finansial adalah
(Gittinger, 1986) : (1) harga yang digunakan adalah harga pasar; (2) pembayaran
transfer yaitu pajak merupakan biaya proyek dan sebagai pengurang laba, subsidi
akan mengurangi biaya proyek sehingga menambah manfaat proyek. Dengan
adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang selama umur ekonomis kegiatan
usaha maka perlu dilakukan metode Discounted Cashflow analysis. Cashflow
analysis dilakukan setelah komponen-komponennya ditentukan dan diperoleh
nilainya. Komponen tersebut dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu penerimaan
atau manfaat (benefit ; inflow) dan pengeluaran atau biaya (cost ; outflow). Selisih
antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit) yang kemudian dijadikan
nilai sekarang (present value) dengan mengalikannya dengan tingkat diskonto
(discount rate) yang besarnya telah ditetapkan. Tingkat diskonto ini harus senilai
dengan opportunity cost of capital atau biaya marginal kegiatan tersebut dari
sudut pandang pemilik modal atau peserta usaha dan biasanya tingkat usaha
tersebut untuk meminjam modal.
Terdapat beberapa kriteria penilaian suatu investasi sehubungan dengan
metode Discounted Cash Flow,antara lain yaitu :
1) Net Present Value (NPV), nilai sekarang dari selisih antara penerimaan
dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. Proyek dinyatakan layak bila
NPV lebih besar atau sama dengan nol, yang berarti proyek tersebut
minimal telah mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor
produksi modal;
2) Net Benefit Cost ratio (B/C), merupakan penilaian yang dilakukan untuk
melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya yang berupa perbandingan
jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih
sekarang yang negatif. Net B/C menunjukkan manfaat bersih yang
diperoleh setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih. Proyek
dikatakan layak jika diperoleh nilai Net B/C lebih besar dari satu dan tidak
layak jika diperoleh nilai Net B/C lebih kecil dari satu. Apabila B/C sama
dengan satu, pengambilan keputusan diserahkan pada pihak manajemen;
3) Internal Rate Of Return (IRR), merupakan tingkat diskonto pada saat NPV
sama dengan nol yang dinyatakan dalam persen. Nilai IRR menunjukkan
tingkat keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan
kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Jika IRR
suatu proyek lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto yang berlaku
maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan;
Menurut Gittinger (1986), yang termasuk dalam aspek komersial dari suatu
proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan
penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek.
Dari sudut pandang output, analisa pasar untuk hasil proyek adalah sangat
penting untuk menyakinkan bahwa terdapat permintaan yang efektif pada suatu
harga yang menguntungkan. Dari sudut pandang input, rencana-rencana yang
cocok harus dibuat bagi para petani untuk menyakinkan tersedianya pupuk,
pestisida dan benih unggul yang mereka perlukan untuk dapat menggunakan
teknologi baru atau pola penanaman baru.
Pemasaran
Definisi pemasaran pertanian menurut Limbong dan Sitorus (1987)
mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak
milik dan fisik dari hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari produsen
ke konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang
menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang dimaksud untuk lebih
memudahkan penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada
konsumen. Dalam analisis pemasaran ini yang akan dilihat adalah lembaga
pemasaran, saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran dan marjin pemasaran.
a. Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran
Lembaga dan saluran pemasaran nanas ini mengikuti arus penyaluran nanas dari
petani sampai ke konsumen. Dalam pemasaran barang atau jasa terlibat beberapa
badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Karena
jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan
dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan untuk
menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produksi ke titik
konsumsi. Lembaga perantara dapat dikelompokkan atas : (1) Pedagang Perantara,
terdiri dari pengecer dan grosir, (2) Agen Perantara, terdiri dari brokers dan
komisi, (3) pedagang spekulatif, (4) Pengolah dan Pabrik dan (5) Organisasi
fasilitas.
Dalam menyalurkan produk yang dihasilkan, para produsen tidak dapat
melakukan penyaluran produknya ke setiap pasar yang dikehendakinya maupun
pada setiap waktu yang dikehendaki produsen. Ada beberapa faktor penting yang
harus dipertimbangkan bila hendak memilih saluran pemasaran, yaitu :
1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir, potensi
pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli dan volume pesanan.
2. Pertimbangan barang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat
barang, kerusakan, sifat teknis barang dan apakah barang tersebut untuk
memenuhi pesanan atau pasar.
3. Pertimbangan intern perusahaan meliputi sumber permodalan, kemampuan
dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran dan pelayanan.
4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi segi kemampuan
lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijakan
perusahaan.
b. Fungsi-fungsi Pemasaran
Proses penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen
memerlukan kegiatan fungsional pemasaran yang ditujukan untuk memperlancar
proses penyaluran barang dan atau jasa secara efektif dan efisien untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen. Kegiatan fungsional tersebut disebut fungsi-
fungsi pemasaran. Klasifikasi fungsi-fungsi pemasaran Agribisnis Nanas antara
lain : (1). Fungsi pertukaran : Fungsi usaha pembelian dan penjualan, (2). Fungsi
fisik pemasaran : Fungsi usaha penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan, (3).
Fungsi Fasilitas Pemasaran : Fungsi standarisasi dan penggolongan produk, usaha
pembiayaan, penanggungan risiko serta penyediaan informasi pasar.
c. Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan
harga yang diterima produsen, yang terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran.
Marjin pemasaran pada umumnya dianalisis pada komoditas yang sama, jumlah
yang sama dan pada pasar persaingan sempurna. Biaya pemasaran mencakup
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan penjualan hasil produksi dan jumlah biaya yang dikeluarkan
oleh lembaga tataniaga (Limbong dan sitorus 1987).
Biaya-biaya yang dikeluarkan lembaga tataniaga dalam proses penyaluran
suatu komoditi tergantung dari fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan. Perbedaan
fungsi yang dilakukan setiap lembaga tataniaga menyebabkan perbedaan harga
jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai konsumen akhir.
Konsep marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.
Harga
Pr
Pf
Sr
Dr
Sf
Df
Qr, f Jumlah
Gambar 3. Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap Marjin Tataniaga dan nilai Marjin Tataniaga.
Sumber : Limbong dan Sitorus, 1987. Keterangan : Pr = Harga di tingkat pengecer Pf = Harga di tingkat petani Sr = Penawaran di tingkat pengecer Sf = Penawaran di tingkat petani Dr = Permintaan di tingkat pengecer Df = Permintaan di tingkat pengecer Qr, f = jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
3.1.5. Payback Period
Merupakan penilaian kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu
pengembalian investasi. Dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah aliran
kas (cash flow), sehingga metode perhitungan yang digunakan adalah discounted
payback period. Semakin cepat modal itu kembali, maka semakin baik proyek itu
diusahakan karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan
lainnya.
3.1.6 Analisis Sensitivitas
Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian karena
dipengaruhi perubahan-perubahan, baik dari sisi pengeluaran yang akhirnya akan
mempengaruhi tingkat kelayakan suatu proyek. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka dirasakan perlu untuk dilakukan sebuah analisis atau penelaahan kembali
terhadap suatu proyek untuk melihat pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat
adanya perubahan-perubahan tersebut (Gittinger, 1986).
Pada bidang pertanian, perubahan kriteria investasi dapat terjadi akibat
adanya perubahan harga output, tingkat produksi, harga input dan tingkat suku
bunga. Jadi analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen
peningkatan atau penurunan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan
perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak
dilaksanakan.
3.2. Kerangka pemikiran operasional
Dalam usaha pengembangan nanas harus didasarkan dengan perhitungan
yang cermat serta dilihat secara keseluruhan sebagai satu sistem agribisnis nanas,
yaitu menyangkut industri pengadaan dan penyaluran sarana produksi nanas,
usahatani nanas, industri pengolahan nanas dan pemasaran nanas. Yang kemudian
sub-sub sistem diidentifikasi karakteristik usahanya antara lain sub sistem
usahatani nanas dan industri pengolahan nanas dengan mengkaji aspek-aspek
yang untuk mengetahui karakteristik kelayakan usaha agribisnis nanas antara lain
aspek teknis, aspek sosial, aspek Institusional-Organisasi-Manajerial, dan aspek
ekonomi. Untuk mengetahui apakah secara finansial dan ekonomi agribisnis nanas
tersebut layak diusahakan, maka dilakukan pengukuran beberapa kriteria
kelayakan investasi, yaitu NPV, Net B/C dan IRR. Kemudian dilanjutkan dengan
Analisis Jangka Pengembalian Investasi untuk mengetahui jangka waktu
pengembalian investasi dan Analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana usaha tersebut masih layak dilakukan bila terjadi
perubahan-perubahan harga output, tingkat produksi, kenaikan biaya dan tingkat
suku bunga. Hasil analisis sensitivitas akan diinterpretasikan dan dibahas secara
mendalam untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai kelayakan
agribisnis nanas. Subsistem pemasaran dikaji dengan mengunakan analisis
pemasaran untuk mengetahui saluran pemasaran yang lebih efisien dan apakah
saluran pemasaran tersebut layak di usahakan. Alur pemikiran dalam penelitian ini
dapat disimpulkan dalam bagan gambar 4.
Sistem Agribisnis Nanas di Tapanuli
Utara
Subsistem pengadaan dan
penyaluran sarana produksi
Subsistem usahatani
nanas
Subsistem industri
pengolahan nanas
Subsistem pemasaran nanas
Kelayakan Agribisnis
Analisis Finansial Analisis Ekonomi Analisis sensitivitas Jangka waktu dan
Pengembalian Investasi
Layak Tidak Layak
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli
Utara, Sumatera Utara. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan rekomendasi dari Dinas
Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara. Daerah tersebut merupakan salah satu sentra
produksi nanas di Sumatera Utara yang didukung oleh lokasi yang cocok untuk
bertanam nanas. Selain itu daerah tersebut juga telah mulai mengembangkan
nanas dengan bekerjasama bersama PT. Alami Agro Industry. Dengan
pengambilan sampel di daerah ini, diharapkan dapat memberikan gambaran
umum agribisnis nanas di Sumatera Utara dengan baik. Pengumpulan data
dilakukan sejak bulan April sampai dengan bulan Mei 2007.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
dari wawancara dan pengisian kuisioner kepada responden serta pengamatan
secara langsung di lapangan (observasi). Data sekunder diperoleh dari berbagai
literatur yang terdapat di Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian dan
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli
Utara, Badan Pusat Statistik Tapanuli Utara. Data sekunder ini akan dipergunakan
sebagai data penunjang bagi penelitian ini.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan pada 40 petani di
Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Pemilihan
responden dilakukan dengan metode snowballing. Mekanisme pemilihan sampel
yang dilakukan adalah sebagai berikut : pada daerah tersebut dicari satu orang
yang representatif ke Dinas Pertanian Kecamatan Sipahutar (melalui PPL).
Kriteria representatif yang dimaksud adalah petani nanas yang mempunyai luas
lahan nanas yang paling luas di wilayah tersebut. Setelah selesai mewawancarai
responden yang pertama, maka dicari responden yang berikutnya berdasarkan
keterangan dari responden yang pertama tadi. Hal ini terus dilakukan sampai
diperoleh 40 responden di daerah tersebut sampai ke tingkat pemasarannya.
Sedangkan deskripsi sampel untuk agribisnisnya dilakukan secara purposive pada
PT. Alami Agro Industri dengan melakukan wawancara pada staf HRD dan
bagian kepala departemen produksi.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan metode kualitatif dan metode
kuantitatif. Metode kualitatif disajikan dengan menginterpretasikan dan
mendiskripsikan data yang diperoleh, sedangkan metode kuantitatif dilakukan
dengan cara menganalisis data tersebut meliputi transfer data, editing data,
pengolahan data dengan excel’97 dan alat hitung kalkulator, serta interpretasi
secara deskriptif. Dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis yang mendalam
dan menyeluruh terhadap aspek-aspek non finansial, yaitu aspek teknis, aspek
Untuk menguji kelayakan agribisnis nanas di tingkat subsistem usahatani nanas
dari aspek finansial maupun ekonomi digunakan alat ukur atau kriteria investasi
sebagai berikut, yaitu NPV, Net B/C, IRR dan payback period. Selain itu juga
dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat pengaruh perubahan faktor-faktor
eksogen terhadap kelayakan agribisnis nanas tersebut.
Peluang pengembangan agribisnis nanas dianalisis dengan menggunakan
kriteria investasi sebagai berikut :
a) Net Present Value (NPV), merupakan selisih antara nilai sekarang
penerimaan dengan nilai sekarang pengeluaran pada tingkat diskonto
tertentu, yang dinyatakan dengan rumus :
( )∑= +
−=
n
tti
CtBtNPV0 1
Keterangan : Bt : manfaat yang diperoleh pada tahun t Ct : biaya yang dikeluarkan pada tahun t n : umur ekonomis proyek i : discount rate (persen)
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV adalah sebagai berikut :
1) NPV > 0, artinya secara finansial proyek layak untuk dilaksanakan
karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang
dikeluarkan.
2) NPV = 0, artinya secara finansial proyek sulit untuk dilaksanakan
karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya
yang dikeluarkan.
3) NPV < 0, artinya secara finansial proyek tidak layak untuk
dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya
yang dikeluarkan.
b) Net Benefit Cost ratio (B/C), adalah perbandingan present value dari net
benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif.
Untuk menghitung indeks ini, terlebih dahulu dihitung (Bt – Ct)/(1+i)t
yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
( )
( )∑
∑
=
=
+−+−
= n
tt
n
tt
iBtCtiCtBt
CtB
0
0
1
1/
Keterangan : Bt : manfaat yang diperoleh pada tahun t Ct : biaya yang dikeluarkan pada tahun t n : umur ekonomis proyek i : discount rate (persen) Proyek dikatakan layak dilaksanakan jika diperoleh nilai Net B/C lebih
besar dari satu dan tidak layak jika diperoleh nilai Net B/C lebih kecil dari
satu. Apabila B/C sama dengan satu, pengambilan keputusan diserahkan
pada pihak manajemen.
c) Internal Rate Of Return (IRR), merupakan tingkat diskonto (discount
rate) pada saat NPV sama dengan nol yang dinyatakan dalam persen,
yang dinyatakan dengan rumus :
IRR = i1 + NPV 1 x (i2-i1)
NPV 1 - NPV 2
Keterangan : i1 : tingkat diskonto yang lebih rendah NPV 1 : nilai sekarang dari arus manfaat neto tambahan pada i1 NPV 2 : nilai sekarang dari arus manfaat neto tambahan pada i2 Jika IRR suatu proyek lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto yang
berlaku maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan; namun jika IRR
suatu proyek lebih kecil daripada tingkat diskonto yang berlaku maka
proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
d) Analisis Ekonomi
Pada analisis ekonomi, pada dasarnya perhitungan NPV, Net B/C, serta
IRR sama dengan analisis finansial. Namun ada beberapa unsur yang
berbeda dalam penilaiannya yaitu : (1) Harga, dalam analisis ekonomi
digunakan harga bayangan (shadow price) yang menggambarkan nilai
sosial atau nilai ekonomis yang sesungguhnya daripada unsur-unsur biaya
dan manfaat masyarakat, (2) Pembayaran transfer dalam analisis ekonomi,
pajak tidak dikurangkan dalam perhitungan benefit dari proyek, karena
pajak tidak dianggap sebagai biaya tetapi merupakan hasil bersih proyek.
Sedangkan subsidi dianggap sebagai pengeluaran proyek karena dianggap
sebagai biaya bagi masyarakat, dan Bunga, dalam analisis ekonomi bunga
modal tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil kotor.
e) Payback Period, yaitu penilaian kelayakan investasi dengan mengukur
jangka waktu pengembalian biaya investasi maupun net benefit negative,
melalui pendapatan bersih yang diperoleh. Dasar yang digunakan dalam
perhitungan adalah aliran kas (cash flow), sehingga metode perhitungan
yang digunakan adalah discounted payback period. Semakin cepat waktu
pengembalian biaya investasi maupun net benefit negatif, maka proyek
tersebut semakin baik untuk dilaksanakan.
f) Analisis Sensitivitas, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sebuah
analisis atau penelaahan kembali terhadap suatu proyek untuk melihat
pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat adanya kondisi yang berubah-ubah
atau ketidakpastian. Dalam analisis kelayakan agribisnis nanas ini,
analisis sensitivitas dilakukan pada arus penerimaan (inflow) dan arus
pengeluaran (outflow), yaitu perubahan pada harga output, tingkat
produksi, harga input dan tingkat suku bunga.
4.4.2. Metode Penentuan Harga Bayangan
Untuk analisis ekonomi, harga yang digunakan adalah harga bayangan
(shadow price) yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomis yang
sesungguhnya daripada unsur biaya dan manfaat masyarakat. Berikut akan
dijelaskan penaksiran harga bayangan.
1. Harga Bayangan Output
Harga yang ditetapkan dalam penelitian adalah harga dengan harga batas
(border price). Jenis output domestik yang melebihi konsumsi lokal, sedangkan
diekspor atau barang yang potensial sebagai komoditas ekspor di masa datang,
harga batas relevan adalah f.o.b (free on board). Sedangkan jenis output yang
diimpor atau barang substitusi impor, harga batasnya adalah harga c.i.f (cost,
insurance and freight). Harga batas tersebut kemudian disesuaikan untuk
memperhitungkan biaya pengangkutan dalam negeri dan biaya tataniaga antara
pelabuhan impor atau ekspor ke lokasi proyek, maka didapat harga bayangannya
(Gittinger, 1986).
2. Harga Bayangan Input
a. Harga Bayangan Bibit
Harga bayangan bibit dari nanas cayenne diasumsikan dengan harga pasar
karena bibit nanas tersebut belum dipasarkan di pasar dunia dan tidak ada
kebijakan pemerintah yang mengatur harga bibit secara langsung. Umumnya bibit
nanas cayenne diperoleh dari kios pertanian, jadi harga bayangannya sama dengan
harga pasarnya.
b. Harga Bayangan Pupuk
Pupuk yang bisa dilihat harga bayangannya adalah pupuk urea dan pupuk SP-
36, karena pupuk Urea, SP-36, dan NPK Phonska merupakan barang tradeable.
c. Harga Bayangan Lahan
Dalam usaha dibidang pertanian, lahan merupakan salah satu faktor produksi
yang sangat penting. Harga bayangan lahan digunakan berdasarkan cara yang
dikemukakan oleh Gittinger (1986), yaitu sama dengan harga pasar lahan karena
lahan yang digunakan adalah lahan petani sendiri.
d. Harga Bayangan Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan dalam suatu proyek terdiri dari tenaga kerja
kasar, tenaga kerja menengah (unskill labour) dan tenaga ahli (skill labour). Pada
keadaan dimana tenaga kerja merupakan tenaga kerja kasar dan tenaga kerja
menengah (unskill labour) pemberian upah tidak mencerminkan marjinal value
atau produktivitasnya maka digunakan harga bayangan upah. Sedangkan tenaga
terdidik digunakan tingkat upah pasar. Dalam sektor pertanian di daerah pedesaan,
tenaga kerja yang digunakan pada usahatani umumnya adalah unskill dan tenaga
kerja kasar. Penetapan harga bayangan upah yaitu sebesar 125% dari harga
finansialnya.
e. Harga Bayangan Peralatan
Alat-alat pertanian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain garpu,
cangkul, pisau, parang keranjang dan lain-lain. Harga bayangan alat-alat pertanian
tersebut adalah sama dengan harga pasarnya karena sulit didapat data ekspor
maupun impor untuk peralatan tersebut.
3. Harga Bayangan Nilai Tukar
Harga bayangan nilai tukar dapat diperoleh dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
SER = SCFOER
dimana : SER = nilai tukar harga bayangan
OER = nilai tukar harga resmi
SCF = faktor konversi standar untuk tahun ke-t
Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan
ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebgai berikut :
SCF =)()(
)(TmtMtTxtXt
MtXt++−
−
dimana : Xt = nilai ekspor tahun ke-t
Mt = nilai impor tahun ke-t
Txt = penerimaan pemerintah dari pajak ekspor tahun ke-t
Tmt = penerimaan pemerintah dari pajak impor tahun ke-t
Pada penelitian ini nilai tukar resmi yang digunakan adalah nilai tukar
rata-rata pada bulan Desember 2006 yaitu sebesar Rp. 9.250,- per dollar,
sedangkan penerimaan pemerintah dari pajak ekspor adalah sebesar Rp. 419
milyar serta penerimaan impor sebesar Rp. 16,573 milyar. Nilai dari ekspor
sebesar Rp. 700,224 milyar didapat dari laporan realisasi APBN tahun 2006.
Sementara nilai impor Indonesia pada kurun waktu tersebut adalah sebesar Rp.
453,111 milyar. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai SCF sebesar 0,986
sehingga nilai SER yang digunakan adalah Rp. 9,655,17 per dollar.
4.5. Definisi Operasional dan Asumsi Dasar pada Analisis Kelayakan Usahatani Nanas dan Agribisnis Nanas
Manfaat adalah segala sesuatu yang dapat menambah pendapatan bagi
proyek. Manfaat yang diperhitungkan dibatasi pada manfaat yang dapat diukur
(tangible benefit). Hal yang sama juga diberlakukan pada biaya sebagai komponen
pengeluaran. Penerimaan proyek merupakan hasil penjualan produksi buah dan
canned pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate pada lahan proyek.
Biaya adalah segala sesuatu yang dapat mengurangi pendapatan bagi
proyek. Arus biaya (outflow) ada tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya
operasional dan biaya lain-lain. Biaya investasi merupakan biaya yang
dikeluarkan pada awal tahun pelaksanaan proyek, yang termasuk biaya investasi
adalah pembelian tanah, gudang, cangkul, rambas, babat, sprayer, sarung tangan,
sepatu bot, beko, keranjang, pabrik, kantor, asrama, gudang, dan sarana
penunjang), pembelian mesin-mesin, alat-alat dan perlengkapannya, sarana
angkutan produksi dan mobil dinas, instalasi listrik dan pembelian diesel atau
generator. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan
kegiatan agribisnis nanas. Biaya operasional meliputi pembelian sarana produksi
termasuk di dalamnya pupuk buatan, obat-obatan, biaya produksi canned
pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate dan biaya upah tenaga kerja,
termasuk di dalamnya adalah biaya tenaga kerja usahatani dan pengolahan buah
nanas menjadi canned pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate. Pajak
termasuk dalam biaya lain-lain.
4.5.1. Analisis Kelayakan Usahatani Nanas
Proyek ini ditujukan kepada petani nanas di daerah penelitian sebagai
informasi dan bahan pertimbangan dalam mengelola usahatani nanasnya. Analisis
kelayakan finansial dan ekonomi usahatani nanas pada luasan lahan satu hektar
dengan asumsi bahwa usahatani yang dilakukan menggunakan sistem pengolahan
secara intensif. Pada kegiatan tersebut dilakukan menggunakan bibit lokal yang
diperoleh dari bagian mahkota tanaman nanas dengan jenis bibit cayenne, jumlah
pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman, dan dikelola dengan perlakuan
pemeliharaan tanaman yang lebih intensif.
Asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan usahatani nanas dalam
penelitian ini adalah :
1. Kegiatan investasi untuk alat-alat pertanian, sarana dan fasilitas, bibit, dan
lain-lain untuk persiapan tanam dan tanam selesai dalam satu tahun yaitu
tahun ke-1, sedangkan pemeliharaan dilaksanakan secara terus-menerus.
2. Tahun ke-1 kegiatan investasi adalah tahun 2007, dan tahun ke-2 adalah
tahun 2008. Pada tahun ke-3 tanaman nanas mulai menghasilkan.
3. Tingkat diskonto (discount rate) yang dipakai dalam analisis ini didekati
dari rata-rata tingkat suku bunga Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk suku
bunga kredit pertanian pada tahun 2007, yaitu 15% dan dilakukan analisis
sensitivitas pada tingkat suku bunga kredit pertanian tertinggi, yaitu 26%
untuk melihat apakah proyek masih layak jika suku bunga dinaikkan.
4. Pada tahun pertama petani meminjam kepada bank BRI sebesar
Rp. 5.000.000,- dan sesuai kesepakatan pinjaman tersebut dibayarkan
dengan cara diangsur selama 5 tahun.
5. Tingkat harga input dan output diasumsikan sama dari awal proyek hingga
akhir proyek, karena keterbatasan waktu, dana dan data yang diperoleh.
6. Analisis sensitivitas usahatani nanas dilakukan pada 9 kemungkinan
perubahan yang terjadi, pada jumlah produksi, hargta output, dan harga
input serta tingkat suku bunga yaitu produksi naik sebesar 35 persen dan
turun sebesar 15 persen, hal ini didasarkan pada persentase pertumbuhan
produksi nanas secara teknis di lapangan. Perubahan harga jual output,
yaitu sebesar 20 persen dan turun sebesar 20 persen hal ini berdasarkan
pada persentase perubahan harga jual output pada saat penelitian
dilaksanakan. Analisis perubahan biaya dilakukan bila terjadi kenaikan
harga input, yaitu untuk pestisida dan pupuk sebesar 10 persen, hal ini
didasarkan atas rata-rata persentase perubahan harga pestisida dan harga
pupuk yang terjadi di daerah penelitian selama penelitian berlangsung.
7. Pelaksanaan usahatani nanas diasumsikan dengan menggunakan sistem
budidaya yang intensif yang mempengaruhi pada proses pemeliharaannya
dan pemakain jumlah input untuk pemupukan.
8. Produksi nanas diperoleh dari rata-rata produksi nanas yang dihasilkan
berdasarkan tiap usia tanaman hingga usia tanaman 10 tahun.
9. Umur proyek disesuaikan dengan usia ekonomis tanaman, yaitu 10 tahun.
4.5.2. Analisis Kelayakan Agribisnis
Proyek II ditujukan kepada investor yang ingin menanamkan modalnya di
daerah penelitian untuk agribisnis nanas. Proyek yang direncanakan adalah proyek
agribisnis nanas mulai dari perolehan bahan baku dari petani plasma hingga
pengolahan hasil panen. Dalam analisis ini bahan baku diperoleh dari petani
plasma dengan keseluruhan luas lahan mencapai 500 hektar yang direncanakan
dengan luas lahan tersebut mampu menyediakan bahan baku secara kontinu pada
industri pengolahan nanas.
Asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan industri pengolahan
nanas dalam penelitian ini adalah :
1. Kegiatan investasi untuk industri pengolahan, meliputi pabrik, kantor,
asrama, gudang, dan sarana penunjang), pembelian mesin – mesin, alat –
alat dan perlengkapannya, sarana angkutan produksi dan mobil dinas,
instalasi listrik dan pembelian diesel atau generator. Tahun ke-1 kegiatan
investasi adalah tahun 2007, dan tahun ke-2 adalah tahun 2008.
2. Industri yang dianalisis sudah berjalan selama 6 tahun yang akan
mengembangkan usahanya melalui pembukaan inti perkebunan nanas
seluas 100 ha.
3. Proyek ini dilaksanakan dalam bentuk perusahaan Perseroan Terbatas (PT)
dengan menggunakan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Petani nanas
yang berada di sekitar perusahaan yang menjadi plasma dalam proyek ini.
4. Tingkat diskonto (discount rate) yang dipakai dalam analisis ini didekati
dari rata-rata tingkat suku bunga Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk suku
bunga kredit pertanian pada tahun 2007, yaitu 15 persen dan dilakukan
analisis sensitivitas pada tingkat suku bunga kredit pertanian tertinggi pada
tahun 2001, yaitu 26 persen untuk melihat apakah proyek masih layak jika
suku bunga dinaikkan.
5. Analisis sensitivitas industri pengolahan nanas dilakukan pada 8
kemungkinan perubahan yang terjadi, pada jumlah produksi, harga output,
dan harga input serta tingkat suku bunga, yaitu produksi tetap dan turun 20
persen hal ini berdasarkan pengalaman produksi yang dialami perusahaan
selama 6 tahun. Harga jual output tetap dan meningkat sebesar 5 persen
hal ini berdasarkan pada persentase perubahan harga jual output pada saat
penelitian dilaksanakan. Perubahan pada biaya input dengan kenaikan
sebesar 10 persen pada biaya produksi dan harga bahan baku tetap dan
meningkat sebesar 20 persen, hal ini didasarkan atas rata-rata persentase
perubahan harga biaya produksi yang terjadi di daerah penelitian selama
penelitian berlangsung.
6. Tingkat harga input dan output diasumsikan sama dari awal proyek hingga
akhir proyek, karena keterbatasan waktu, dana dan data yang diperoleh.
7. Untuk mengantisipasi kemungkinan perubahan yang terjadi pada produksi
nanas, tingkat harga input dan output, serta tingkat suku bunga, maka
dilakukan analisis sensitivitas pada beberapa kemungkinan perubahan
yang terjadi.
8. Pelaksanaan usahatani nanas diasumsikan dengan menggunakan sistem
budidaya yang intensif.
9. Produksi canned pineapple tidbits dan pineapple juice concentrate
diperoleh dari rata-rata produksi nanas yang dihasilkan berdasarkan
catatan produksi tiap tahunnya hingga akhir proyek.
10. Umur proyek yang digunakan disesuaikan dengan usia ekonomis tanaman,
yaitu 10 tahun.
V. GAMBARAN UMUM
5.1 Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara
Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada 1A020’ – 2A041’ Lintang Utara
dan 98A05 – 99A015’ Bujur timur dengan ketinggian sekitar 300 meter – 1800
meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 10605 km2 atau seluas
1.060.500 hektar. Lahan yang berpotensi untuk diolah adalah 604060,8 hektar
(56,96 persen), terdiri dari untuk sawah 124074,08 hektar (20,54 persen),
sprayer, sarung tangan, sepatu bot, beko, dan keranjang) dan biaya perawatan alat
– alat pertanian tersebut. Sedangkan biaya tidak tunai meliputi biaya penyusutan
inventaris usahatani dan upah tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga.
Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani
nanasnya pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 4.777.500,- sedangkan besarnya
biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanasnya
pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 4.455.000,-. Jadi total biaya yang dikeluarkan
petani dalam pelaksanaan usahatani nanas pada tahun ke-6 adalah sebesar
Rp. 9.232.500,-. Pada Tabel 5 dapat dilihat perhitungan biaya-biaya tunai yang
dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas pada tahun ke-6.
Tabel 5. Biaya Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas lahan 1 Ha pada tahun ke-6
No Uraian Jumlah Harga Satuan Nilai
1 Sewa lahan 1 1.000.000 1.000.000
2 PBB 1 5.000 5.000
3 Pupuk UREA 100 1.200 120.000
4 Pupuk SP-36 200 1.800 360.000
5 Pupuk NPK Phonska 100 3.600 360.000
6 Pestisida 2 146.250 292.500
7 Perawatan alat 1 35.000 35.000
8 TK Luar Keluarga 781,5 20.000 2.605.000
Jumlah 4.777.500
Dan pada Tabel 6 dapat dilihat hasil perhitungan biaya-biaya tidak tunai
yang dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas pada tahun ke-6.
Tabel 6. Biaya Tidak Tunai yang dikeluarkan dalam usahatani nanas dengan luas lahan 1 Ha pada tahun ke-6
No Uraian Jumlah Harga Satuan Nilai
1 Biaya Penyusutan Alat
Cangkul 3 12.500
Rambas 2 8.500
Babat 2 6.500
Sprayer 1 30.000
Sepatu Bot 2 10.000
Beko 1 35.000
Keranjang 2 10.000
Sarung Tangan 4 2.500
2 TK Dalam Keluarga 217 4.340.000
Jumlah 4.455.000
6.1.2. Analisis Pendapatan
Dalam menganalisis pendapatan usahatani nanas didasarkan pada
penerimaan yang diterima dari penjualan produksi nanas dan total biaya yang
dikeluarkan petani dalam pelaksanaan usahatani nanas tersebut.
Total produksi nanas pada tahun ke-6 adalah 32.880 kg. Harga nanas yang
berlaku adalah Rp. 600,- per kg, sehingga total penerimaan usahatani nanas yang
diperoleh pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 19.728.000,-. Pendapatan petani
nanas atas biaya total pada tahun ke-6 adalah sebesar Rp. 10.495.500,- dan
pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp. 14.950.500,- dengan rasio
penerimaan terhadap biaya total (R/C) adalah sebesar 1,13 yang berarti bahwa
setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar
Rp. 1,13 dan rasio penerimaan terhadap biaya tunai (R/C) adalah sebesar 2,19
yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp. 2,19. Dilihat dari hasil analisis usahatani tersebut, bahwa
dalam pelaksanaan usahatani nanas tersebut menguntungkan.
6.2 Analisis Pemasaran Nanas
6.2.1. Lembaga dan Saluran Pemasaran Nanas
Lembaga dan saluran pemasaran nanas di daerah penelitian dilakukan
dengan cara mengikuti arus penyaluran nanas dari petani sampai ke konsumen.
Dalam pemasaran nanas tersebut terlibat beberapa badan mulai dari petani nanas,
Pedagang Pengumpul (Tokek), Pedagang Antar Kota, Agen, Pengecer, dan
Konsumen. Dalam menyalurkan nanas yang dihasilkan petani tidak dapat
melakukan penyaluran produknya ke setiap pasar yang dikehendakinya maupun
pada setiap waktu yang dikehendaki petani. Pada Gambar 5 dapat dijelaskan lebih
rinci mengenai saluran pemasaran dan lembaga perantara yang terlibat di daerah
penelitian.
P. Pengumpul
P. Pengumpul
P. Pengumpul
P. Antar Kota
P. Antar Kota
Konsumen
Agen Pengecer
Agen Konsumen Pengecer
Pengecer Konsumen
Pengecer
Agen
Konsumen
Petani
Gambar 5. Saluran Pemasaran Nanas di Kec. Sipahutar, Tapanuli Utara
Keterangan : Jalur I : Petani, Pedagang Pengumpul, Pedagang Antar Kota, Agen, Pengecer,
dan Konsumen. Jalur II : Petani, Pedagang Pengumpul, Agen, Pengecer, dan Konsumen. Jalur III : Petani, Pedagang Pengumpul, pengecer, dan Konsumen. Jalur IV : Petani, Pedagang Antar Kota, Agen, Pengecer, dan Konsumen.
Saluran pemasaran nanas di Kecamatan Sipahutar terbagi menjadi 2, yaitu
Pemasaran Dalam Kota (Jalur II dan III) dan Pemasaran Luar Kota (I dan IV).
Petani nanas di Kecamatan Sipahutar pada umumnya menjual nanas langsung
kepada pedagang pengumpul atau pedagang antar kota. Pedagang antar kota juga
termasuk pedagang pengumpul yang tergolong kepada pedagang pengumpul besar
(bandar). Pedagang pengumpul pada umumnya menjual nanas kepada pedagang
antar kota (bandar), walaupun kadang – kadang langsung kepada pengecer dan
konsumen. Konsumen dalam hal ini adalah Industri Pengolahan Nanas yang ada
di Kecamatan Siborong – borong, Tapanuli Utara. Sedangkan pedagang antar kota
menjual nanas kepada agen di Pasar Induk. Pasar Induk dari pedagang antar kota
merupakan pasar – pasar besar yang ada di Medan, Pematang Siantar dan Aceh.
Pedagang antar kota ada juga yang memasarkan nanasnya kepada Industri
Pengolahan Nanas yang ada di kotanya, antara lain : Pematang Siantar, Medan
dan Lampung. Agen di Pasar induk merupakan pedagang penampung atau
pedagang perantara nanas yang datang dari daerah yang akan dipasarkan di kota
tersebut. Jalur I merupakan jalur pemasaran yang terjadi di Kecamatan Sipahutar ,
Tapanuli Utara.
Penjualan Nanas oleh petani kepada pedagang pengumpul dilaksanakan
setelah panen. Pedagang pengumpul membeli nanas langsung ke kebun nanas
milik petani. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah pembayaran secara tunai
setelah hasil diserahkan kepada pedagang pengumpul dan pembayaran secara
tidak tunai dilakukan setelah hasil panen yang sudah diserahkan kepada pedagang
pengumpul terjual kepada agen, pedagang antar kota atau konsumen. Petani
memilih menerima sistem pembayaran tidak tunai tersebut, karena petani tidak
langsung menjual nanasnya ke pedagang pengecer atau konsumen dengan adanya
berbagai pertimbangan, yaitu risiko kerusakan dan biaya pengangkutan nanas.
6.2.2. Fungsi – fungsi Pemasaran
Untuk memperlancar proses penyaluran barang dan atau jasa secara efektif
dan efisien untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen diperlukan
fungsi – fungsi pemasaran. Setiap lembaga pemasaran nanas yang terlibat di
dalam saluran pemasaran nanas mulai dari petani nanas di Kecamatan Sipahutar,
masing - masing mempunyai fungsi pemasaran sendiri.
Tabel 8. Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran Nanas di Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara
Fungsi Pemasaran
Petani Pedagang Pengumpul
Pedagang Antar Kota
Agen Pedagang Pengecer
Pembelian X X X X
Penjualan X X X X X
Penyimpanan X X X X
Pengangkutan X X X X
penyortiran dan pengepakan
X X X X
Penanggungan Risiko
X X X X
Informasi X X X X
Setelah nanas dibeli oleh pedagang pengumpul, maka nanas tersebut
disortir (pemberian standarisasi dan penggolongan produk) berdasarkan kualitas
dan ukuran buahnya menurut kelas – kelasnya (gradenya). Grade nanas yang
berlaku di Kecamatan Sipahutar ada tiga, yaitu grade A, B, dan C atau super,
besar dan kecil. Tingkat harga yang dikenakan pada tiap grade tersebut berbeda –
beda, pada umumnya dibedakan pedagang pengumpul sebelum dipasarkan
sedangkan pada saat pembelian ditingkat petani harga yang dikenakan adalah
sam – sam (sama – sama), tidak dibedakan gradenya semua dianggap sama rata.
6.2.3. Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran dapat diartikan sebagai perbedaan harga yang dibayar
konsumen dengan harga yang diterima produsen, yang terdiri dari biaya dan
keuntungan pemasaran. Dalam menganalisis marjin pemasaran nanas di daerah
penelitian diasumsikan bahwa : (1) jumlah yang sama dan (2) pada pasar
persaingan sempurna. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dipakai dalam
pelaksanaan fungsi – fungsi pemasaran. Biaya-biaya yang dikeluarkan lembaga
pemasaran nanas tersebut antara lain : pembelian, penjualan, penyimpanan,
pengangkutan, sortasi, penanggungan resiko, dan informasi. Untuk mengetahui
besarnya yang diterima petani digunakan konsep farmer’s share (%*), yaitu
bagian yang diterima petani sebagai balasan jasa atas kegiatannya dalam usahatani
nanas. Hal ini dapat dilihat dari bagian yang diterima petani, yaitu sebesar Rp.
600,- untuk Jalur I, II, dan III, sedangkan pada Jalur IV adalah sebesar Rp. 1.000,-
. Dalam Jalur I, II, dan III farmer’s share yang diterima petani adalah sebesar
28,57 persen dari harga jual pedagang pengecer dan pada Jalur IV adalah sebesar
47,62 persen.
Biaya Pemasaran terbesar yang dikeluarkan dalam pemasaran nanas
terdapat pada Jalur I, yaitu sebesar Rp. 676,39 atau sebesar 28,12 persen dari
harga yang dikenakan pada pedagang pengecer nanas. Kemudian diikuti oleh Jalur
IV, II, dan III, masing – masing secara berurutan sebesar Rp. 535,65 atau sebesar
14,9 persen, Rp. 254,17,- atau sebesar 9,53 persen, dan Rp. 197,03 atau sebesar
6,81 persen. Untuk perhitungan penyebaran harga nanas dan biaya pemasaran
nanas di Kecamatan Sipahutar dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Penyebaran Harga Nanas dan Marjin Pemasaran Nanas di Kecamatan Sipahutar
Pola I Pola II Pola III Pola IV Unsur Marjin Rp/Kg %* Rp/Kg %* Rp/Kg %* Rp/Kg %*
Petani
Harga Jual 600 28,57 600 28,57 600 28,57 1000 47,62
Pedagang Pengumpul
Harga Beli 600 28,57 600 28,57 600 28,57
Biaya 140,74 3,63 140,74 3,63 140,74 3,63
Keuntungan 259,26 15,42 259,26 15,42 259,26 15,42
Marjin 400 19,05 400 19,05 400 19,05
Harga Jual 1000 47,62 1000 47,62 1000 47,62
Pedagang Antar Kota
Harga Beli 1000 47,62 1000 47,62
Biaya 422,22 18,59 422,22 9,07
Keuntungan 77,78 14,74 77,78 14,74
Marjin 500 33,33 500 23,81
Harga Jual 1500 80,95 1500 71,43
Agen
Harga Beli 1500 71,43 1000 47,62 1500 71,43
Biaya 57,14 2,72 57,14 2,72 57,14 2,72
Keuntungan 242,86 11,56 742,86 35,37 242,86 11,56
Marjin 300 14,28 800 38,09 300 14,28
Harga Jual 1800 85,71 1800 85,71 1800 85,71
Pengecer
Harga Beli 1800 85,71 1800 85,71 1000 47,62 1800 85,71