KATA PENGANTARPuji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah membeikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penyusun
dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya yang berjudul
Analisis Kecacatan Hasil Pengecoran Logam Asbak dan Proses
Pembuatan Lampu Cetak Logam.Laporan ini berisikan informasi tentang
proses pengecoran logam dan analisis hasil pengecoran selama
kegiatan praktikum pengecoran dan tempa. Dengan adanya laporan ini
dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang penerapan
kebutuhan selama proses pengecoran logam. Dalam proses penyusunan
laporan ini, banyak pihak yang turut membantu serta memberikan
dorongan pemikiran dan materi. Oleh karena itu, penyusun
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini. Ucapan terima kasih penyusun tujukan
kepada:1. Bapak Putu Murdanto dan Ibu R.R. Poppy Puspitasari, atas
bimbingan dan arahan yang diberikan selama kegiatan praktikum
pengecoran dan tempa berlangsung.2. Kakak tingkat selaku pendamping
dalam pelaksanaan praktikum pengecoran dan tempa berlangsung. Akhir
kata penyusun menyadari bahwa laporan yang disusun masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak
diperlukan untuk menjadi evaluasi penyusunan laporan ini.
Malang, Mei 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUAN11.1.Latar
Belakang11.2.Rumusan Masalah21.3.Tujuan2BAB II KAJIAN
TEORI32.1.Definisi Pengecoran32.1.1.Bahan dan Alat42.1.2.Pasir
Cetak dan Campurannya52.1.3.Model52.2.Cetakan yang
Digunakan52.3.Cacat-cacat Pengecoran Logam62.3.1.Cacat Ekor Tikus
Tak Menentu atau Kekasaran yang Meluas.62.3.2.Cacat
Lubang-lubang72.3.3.Cacat Retakan82.3.4.Cacat Permukaan
kasar92.3.5.Cacat Salah Alir92.3.6.Cacat Kesalahan
Ukuran102.3.7.Cacat Inklusi dan Struktur Tak Seragam102.3.8.Cacat
Deformasi102.3.9.Cacat Tak Nampak112.4.Pengujian
Logam112.4.1.Pengujian Destruktif112.4.2.Pengujian Non
Destruktif13BAB III LAPORAN PRAKTIKUM PENGECORAN
LOGAM173.1.Pembuatan Asbak dan Lampu Dinding173.1.1.Langkah-langkah
Persiapan Pengecoran Logam173.2.Proses Pengecoran
Logam273.3.Analisis Cacat Hasil Pengecoran Asbak33BAB IV
PENUTUP384.1. kesimpulan384.2. Saran39DAFTAR PUSTAKA40
ii
BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPengecoran logam merupakan
proses awal yang paling penting dalam industri logam, hingga saat
ini teknologi pengecoran semakin menunjukkan perkembangan sesuai
dengan kebutuhan dari industri logam itu sendiri. Sampai saat ini
pun proses pengecoran masih digunakan untuk memperoleh bentuk
produk yang sesuai dan diinginkan. Dalam sistem dan proses
pengecoran tidak terlepas dari cetakan, cetakan inilah yang
mempengaruhi logam baik dari segi kekerasan maupun bentuk logam.
Salah satu cetakan yang banyak digunakan sampai sekarang adalah
cetakan pasir. Pada cetakan pasir mengandung zat pengikat seperti
tanah lempung, bentonit dan zat pengikat lainnya. (Tata Surdia,
1986).Di dalam proses pengecoran logam untuk menghasilkan suatu
produk yang berkualitas baik dengan komposisi yang sesuai maka ada
beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu: bahan baku coran,
komposisi bahan baku, kualitas pasir cetak, sistem peleburan,
sistem penuangan dan pengerjaan akhir produk coran. (Surdia Tata,
Chijwa Kenji, 1984)Cacat pengecoran yang sering terjadi adalah
kekasaran permukaan, cacat porositas di dalam coran dan cacat-cacat
lain yang disebabkan oleh runtuhnya cetakan. Penyebab utama
terjadinya cacat pa proses pengecoran yaitu sifat-sifat dari
cetakan seperti, permeabilitas yang rendah, kekuatan tekan cetakan
yang rendah, distribusi butiran pasir tidak sesuai. Sifat cetakan
sendiri juga tergantung pada distribusi butir pasir cetak,
presentase zat pengikat dan presentase kadar air, sehingga perlu
adanya penelitian untuk mendapatkan komposisi pasir cetak yang
cocok untuk pengecoran logam dengan hasil yang sesuai.Timbulnya
cacat tersebut dipengaruhi oleh kemampuan alir gas (permeabilitas)
dan kekuatan cetakan yang kurang baik, hal itu bisa disebabkan
campuran kadar air pada pasir cetak basah dengan bahan pengikat
yang kadarnya kurang ataupun berlebih. Bahan pengikat dalah hal ini
adalah bentonit. Campuran kadar air dapat merubah sifat dari
campuran pasir cetak dengan pengikat lempung atau bentonit,
sehingga pengaturan campuran kadar air pada kandungan pasir cetak
khususnya pasir cetak basah adalah faktor yang sangat penting.1.2.
Rumusan MasalahRumusan masalah yang mendasari pembuatan makalah ini
adalah:1. Apakah yang dimaksud dengan pengecoran logam secara
umum?2. Perlengkapan dan proses apa saja yang dilakukan dalam
proses pengecoran logam?3. Bagaimana proses pembuatan model dan
cetakan?4. Apa saja cacat-cacat yang terdapat pada hasil pengecoran
logam dan tempa?
1.3. Tujuan 1. Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan
pengecoran logam secara umum.2. Mahasiswa mengetahui perlengkapan
dan proses ang terjadi atau yang dilakukan dalam pengecoran
logam.3. Mahasiswa mengetahui proses yang terjadi dalam melakukan
pembuatan model dan cetakan.4. Mahasiswa mengetahui dan dapat
menganaliss cacat-cacat yang terdapat pada hasil pengecoran
logam.
BAB IIKAJIAN TEORI2.1. Definisi Pengecoranpengecoran atau
disebut casting adalah salah satu teknik yang dipergunakan untuk
membuat suatu produk dimana bahan yang dipergunakan logam yang
dicairkan di dalam tungku pelebur yang kemudian dituangkan ke dalam
cetakan yang telah dibentuk sesuai dengan model. Pengecoran dapat
diartikan sebagai suatu proses manufaktur yang menggunakan logam
cair dan cetakan yang dipergunakan untuk menghasilkan bagian-baigan
yang mendekati bentuk akhir dari suatu produk. Untuk dapat
melakukan pengecoran diperlukan sebuah dapur yang dipergunakan
untuk mencairkan atau melelehkan logam yang merupakan bahan utama
dari pengecoran logam. Dapur atau tungku pelebur atau sering
disebut dengan furnace merupakan sebuah tempat yang telah
dilengkapi oleh heater (pemanas). Pengecoran memiliki beberapa
macam proses, yaitu pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan
logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan
proses daur ulang pasir cetakan. Produk pengecoran dengan coran
atau benda cor. Proses pengecoran secara garis besar dapat
dibedakan dalam proses pengecoran dan proses pencetakan. Proses
pengecoran tidak menggunakan tekanan sewaktu mengisi rongga
cetakan. Dalam proses pengeoran ini dilakukan dengan menggunakan
cetakan pasir. Klasifikasi yang berkaitan dengan bahan pembentuk,
proses pembentukan dan metode pembentukan dengan logam cair, dapat
dikategorikan sebagai berikut.1. Expendable mold, dimana cetakan
tipe ini terbuat dari pasir, gips, keramik dan bahan semacam itu
dan umumnya dicampur dengan berbagai bahan pengikat untuk
peningkatan peralatan. Sebuah cetakan pasir khas terdiri dari 90%
pasir, 7% tanah liat, dan 3% air.2. Permanent molds, dimana cetakan
terbuat dari logam yang tahan pada temperature tinggi. Cetakan ini
digunakan berulang-ulang dan dirancang sedemikian rupa sehingga
hasil cetakan dapat dihilangkan dengan mudah dan cetakan dapat
digunakan untuk cetakan berikutnya. 3. Comosite molds, dimana
cetakan ini terbuat dari dua atau lebih material yang berbeda
(seperti pasir, grafit dan logam) dengan menggabungkan keunggulan
masing-masing bahan. Pembentukan ini memiliki sifat tetap dan
sebagian dibuang dan digunakan di berbagai proses cetakan untuk
meningkatkan kekuatan pembentuk, mengendalikan laju pendinginan dan
mengoptimalkan ekonomi keseluruhan proses pengecoran (Universitas
Negeri Yogyakarta, 2011:2).2.1.1. Bahan dan AlatBahan yang
dipergunakan dalam proses pengecoran merupakan bahan yang memiliki
titik leleh yang rendah sampai menengah. Bahan yang dipergunakan
merupakan logam yang umum dilakukan pembentukan dengan proses
pengecoran adalah besi, aluminium, tembaga, magnesium dan
timah.2.1.1.1. Besi Besi cor (Cast iron) dapat didefinisikan
sebagai paduan besi yang memiliki kadar karbin lebih dari 1,7%.
Umunya kadar karbon ini berada pada kisaran antara 2.4 hingga 4%
merupakan bahan yang relatif mahal, dimana bahan ini diproduksi
dari besi kasar atau besi/baja rosok (Universitas Negeri
Yogyakarta, 2011:3). 2.1.1.2. Aluminium Aluminium casting merupakan
suatu cara (metode) pembuatan paduan logam aluminium dengan
menggunakan cetakan (die casting atau sand casting) dengan cara
meleburkan paduan logam yang kemuadia dituangkan didalam suatu
cetakan sehingga mengalami pendinginan (solidification) didalam
cetakan (Universitas Negeri Yogyakarta, 2011:4). Aluminium dipilih
sebagai bahan dasar casting karena memiliki sifat dengan massa
jenis yang rendah (2,7 g/cm3) sehingga dapat menghasilkan paduan
yang ringan, temperatur leburnya rendah sehingga dapat meminimalkan
energi pemanasan, serta flowability-nya baik, kemampuan mengisi
rongga-rongga cetakan baik untuk menhasilkan paduan yang memiliki
mechanical properties yang baik maka dibutuhkan adanya unsur paduan
lain pada logam aluminium. 2.1.1.3. Tembaga Tembaga digunakan
secara luas sebgai salah satu bahan teknik, baik dalam keadaan
murni maupun paduan. Tembaga memiliki kekuatan tarik hingga 150
N/mm2 dalam bentuk tembaga tuang dan dapat ditingkatkan hingga 390
N/mm2 melalui proses pengerjaan dingin akan tetapi untuk jenis
tuangan angka kekerasannya hanya mencapai 45 HB namun dapat
ditinggalkan menjadi 90 HB melalui pengerjaan dingin, dimana dengan
proses pengerjaan dingin ini akan mereduksi keuletan, namun untuk
keuletannya dapat ditingkatkan dengan cara melalui proses annealing
dapat menurunkan angka kekerasan serta tegangannya atau dengan
proses temperature dimana dapat dicapai melalui pengendalian jarak
pengerjaan setelah annealing.2.1.2. Pasir Cetak dan CampurannyaAda
dua cara pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir. Pembagian
dilakukan berdasarkan jenis pola yang digunakan. Pola yang
digunakan, yaitu pola yang dapat digunakan berulang-ulang dan pola
sekali pakai. Dalam proses pengecoran pasir yang digunakan adalah
pasir silica (SiO2). Pemakaian pasir sebagai bahan cetakan adalah
karena murah dan ketahanannya terhadap temperatur yang tinggi.
Pemilihan jenis pasir untuk cetakan melibatkan beberapa faktor
penting seperti bentuk dan ukuran pasir. Sebagai contoh, pasir
halus dan bulat akan menghasilkan permukaan produk yang
mulus/halus. Untuk membuat pasir cetak dibutuhkan pengikat yang
berupa bentonit atau clay/lempung serta air. Ketiga bahan tersebut
dicampurkan dengan komposisi tertentu dan siap dipakai sebagai
bahan pembuat cetakan.Selain pasir juga dibutuhkan grafit, grafit
merupakan zat kimia yang digunakan untuk mengahaluskan rongga
cetakan agar hasil produk dapat menjadi produk yang diinginkan.
Grafit terdiri atas lapiran atom karbon, yang dapat menggelincirkan
dengan mudah. Artinya grafit merupakan zat kimia memiliki fisik
yang lebut dan dapat digunakan sebagai minyak pelumas untuk membuat
peralatan mekanis lebih lancer.2.1.3. Model Model atau pola
mempunyai berbagai macam bentuk, pemilihan model atau pola harus
diperhatikan produktivitas, kualitas coran, dan harga model atau
pola yang dipergunakan. Model atau pola memiliki beberapa jenis
pola, yaitu pola pejal, pola pelat pasangan, pola pelat kup dan
drag, pola cetakan sapuan, pola pelat pasangan, pola penggeret
dengan penuntun, dan pola penggeret berputar dengan rangka
cetak.2.2. Cetakan yang DigunakanCetakan yang dipergunakan
diklasifikasikan dalam beberapa tipe sesuai dengan bahan yang
digunakan, diantaranya sebagai berikut:1. Cetakan pasir basah
(green-sand molds).2. Cetakan kulit kering (skin dried molds).3.
Cetakan pasir kering (dry-sand molds).4. Cetakan lempung (loan
molds).5. Cetakan furan (furan molds).6. Cetakan CO2.7. Cetakan
logam.8. Cetakan khusus.Flask berguna untuk tempat pasir yang akan
digunakan untuk rongga cetakan. Sehingga untuk membentuk rongga
cetakan pasir yang akan digunakan untuk membuat rongga cetakan
pasir yang akan digunakan untuk membuat rongga cetak didapatkan
didalam flask dan ditengah-tengah flask terdapat pola yang akan
membentuk rongga cetak sebagaimana bentuk pola tersebut. Flask
terdiri dari dua bagian, yaitu cup dan drag yang terbuat dari
kayu2.3. Cacat-cacat Pengecoran LogamDalam pengerjaan suatu produk
tidak selalu berjalan dengan baik untuk menghasilkan produk yang
sempurna. Sering terdapat cacat yang terjadi di dalam proses
pengerjaan pengecoran, cacat pengecoran terjadi akibat berbagai
macam kesalahan yang terjadi. Macam-macam cacat pengecoran
diantaranya:1. Ekor tikus tak menentu atau kekasaran yang meluas2.
Lubang-lubang3. Retakan4. Permukaan kasar5. Salah alir6. Kesalahan
ukuran7. Inklusi dan struktur tak seragam8. Deformasi9. Cacat-cacat
tak nampak2.3.1. Cacat Ekor Tikus Tak Menentu atau Kekasaran yang
Meluas.Cacat ekor tikus merupakan cacat dibagian luar yang dapat
dilihat dengan mata. Bentuk cacat ini mirip seperti ekor tikus,
yang diakibatkan dari pasir permukaan cetakan yang mengembang dan
logam masuk kepermukaan tersebut. Kekasaran yang meluas merupakan
cacat pada permukaan yang diakibatkan oleh pasir cetak yang
tererosi. Bentuk cacat ekor tikus dan kekasaran yang meluas dapat
dilihat pada gambar 2.7
Gambar 2.1 Cacat ekor tikus dan kekasaran meluasPenyebab cacat
ekor tikus atau kekasaran yang meluas disebabkan oleh: a. Kecepatan
penuangan terlalu lambat b. Temperatur penuangan terlalu tinggi c.
Ketahanan panas pasir cetak rendah d. Terjadi pemanasan setempat
akibat letak saluran turun yang salah e. Pasir cetak banyak
mengandung unsure kental atau lumpur f. Perbaikan cetakan yang
tidak sempurna g. Pelapisan cetakan yang terlalu tebal h. Kepadatan
cetakan pasir yang kurang i. Lubang angin pada cetakan kurang Untuk
mencegah timbulnya cacat ekor tikus dan kekesaran meluas dapat
dilakukan dengan merencanakan pembuatan cetakan, peleburan dan
penuangan yang baik. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah:
a. Menggunakan pasir cetak yang berkualitas, tahan panas dan tidak
banyak mengandung unsur lumpur.b. Pembuatan cetakan yang teliti
baik pemadatan yang cukup, lubang angin yang cukup dan pelapisan
tipis yang merata. c. Membuat saluran turun yang tepat, sesuai
bentuk coran, d. Mengecek temperatur logam sebelum penuangan,
temperatur tuang harus sesuai yang diisyaratkan. e. Melakukan
penuangan dengan kecepatan yang cukup dan kontinyu. 2.3.2. Cacat
Lubang-lubangCacat lubang-lubang memiliki bentuk dan akibat yang
beragam. Bentuk cacat lubang-lubang dapat dibedakan menjadi:a.
Rongga udara,b. Lubang jarum,c. Rongga gas oleh cil,d. Penyusutan
dalam,e. Penyusutan luar, danf. Rongga penyusutanBentuk cacat
lubang-lubang dapat dilihat pada gambar 2.8
ABC
D E FGambar 2.2 Cacat lubang-lubangA. Rongga udara, B. Lubang
jarum, C. Penyusutan dalam, D. Penyusutan luar, E. Rongga
penyusutan, dan F. Rongga gas karena cil2.3.3. Cacat Retakan Cacat
retakan dapat disebabkan oleh penyusutan atau akibat tegangan sisa.
Keduanya dikarenakan proses pendingan yang tidak seimbang selama
pembekuan. Bentuk cacat retakan dapat dilihat pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Cacat retakanPenyebab cacat retakan adalah: a.
Perencanaan coran yang tidak memperhitungkan proses pembekuan,
seperti perbedaan tebal dinding coran yang tidak seragam.b.
Pemuaian cetakan, dan inti menahan pemuaian dari coran.c. Ukuran
saluran turun dan penambah yang tidak memadai. Upaya untuk mencegah
cacat retakan adalah sebagai berikut:a. Menyeragamkan proses
pembekuan logam dengan memanfaatkan cil bila perlu.b. Pengisian
logam cair dari beberapa tempat c. Waktu penuangan harus sesingkat
mungkin d. Menghindakan coran yang memiliki sudut-sudut tajam e.
Menghindarkan perubahan mendadak pada dinding coran.2.3.4. Cacat
Permukaan kasar Cacat permukaan kasar menghasilkan coran yang
permukaannya kasar. Cacat ini dikarenakan oleh beberapa faktor
seperti: cetakan rontok, kup terdorong ke atas, pelekat,
penyinteran dan penetrasi logam.2.3.5. Cacat Salah AlirCacat salah
alir dikarenakan logam cair tidak cukup mengisi rongga cetakan.
Umumnya terjadi penyumbatan akibat logam cair terburu membeku
sebelum mengisi rongga cetak secara keseluruhan. Bentuk cacat salah
alir dapat dilihat pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Cacat salah alirPenyebab cacat salah alir yaitu: a.
Coran terlalu tipis b. Temperature penuangan terlalu rendah c. Laju
penuangan terlalu lambat d. Aliran logam cair tidak seragam akibat
sistim saluran yang jelek. e. Lubang angin pada cetakan kurang f.
Sistim penambah yang tidak sempurnaPencegahannya adalah sebagai
berikut: a. Temperatur tuang harus cukup tinggi b. Kecepatan
penuangan harus cukup tinggi c. Perencanaan sistim saluran yang
baik d. Lubang angin harus ditambah e. Menyempurnakan sistim
penambah2.3.6. Cacat Kesalahan Ukuran Cacat kesalahan ukuran
terjadi akibat kesalahan dalam pembuatan pola. Pola yang dibuat
untuk membuat cetakan ukuranya tidak sesuai dengan ukuran coran
yang diharapkan. Selain itu kesalahan ukuran dapat terjadi akibat
cetakan yang mengembang atau penyusutan logam yang tinggi saat
pembekuan. Pencegahn kesalahan ukuran adalah membuat pola dengan
teliti dan cermat. Menjaga cetakan tidak mengembang dan
memperhitungkan penyusutan logam dengan cermat, sehingga penambahan
ukuran pola sesuai dengan penyusutan logam yang terjadi saat
pembekuan.2.3.7. Cacat Inklusi dan Struktur Tak SeragamCacat
inklusi terjadi karena masuknya terak atau bahan bukan logam ke
dalam cairan logam akibat reaksi kimia selama peleburan, penuangan
atau pembekuan. Cacat struktur tidak seragam akan membentuk
sebagian struktur coran berupa struktur cil.2.3.8. Cacat
DeformasiCacat deformasi dikarenakan perubahan bentuk coran selama
pembekuan akibat gaya yang timbul selama penuangan dan
pembekuan.2.3.9. Cacat Tak NampakCacat-cacat tak tampak merupakan
cacat coran yang tidak dapat dilihat oleh mata. Cacat-cacat ini
berada dalam coran sehingga tidak kelihatan dari permukaan coran.
Salah satu bentuk cacat tak tampak adalah cacat struktur butir
terbuka. Cacat ini akan membentuk seperti pori-pori dan kelihatan
setelah dikerjakan dengan mesin. Bentuk cacat struktur butir
terbuka dapat dilihat pada gambar 2.5
Gambar 2.5 Cacat tak nampakPenyebab cacat ini adalah komposisi
kadar C, Si dan P yang tidak sesuai. Pencegahan cacat ini adalah
dengan merencanakan logam coran dengan kadar C, Si dan P yang
sesuai.2.4. Pengujian Logam2.4.1. Pengujian Destruktif Pengujian
logam dengan cara merusak, yaitu pengujian logam dengan cara
merusak struktur mikro logam, sehingga logam yang sudah diuji
dengan pengujian desdruktif tidak bisa digunakan kembali sesuai
dengan fungsinya.Untuk pengujian desdruktif sendiri masih dibagi ke
dalam beberapa jenis pengujian, antara lain:a. Pengujian
kekerasanSecara umum semua sifat mekanik dapat terwakili oleh sifat
kekerasan bahan, orang berasumsi bahwa yang keras itu pasti kuat,
sehingga jika dibutuhkan bahan yang kuat, maka pilih bahan yang
keras ini merupakan pernyataan yang keliru. Bahwa ada suatu bahan
yang memiliki kesebandingan antara kekerasan dengan kekuatan itu
benar tetapi ada juga sifat yang justru perbandingannya terbalik
bahwa bahan yang keras akan rapuh. Oleh karena itu diperlukan
definisi yang spesifik antara kekerasan dengan kekuatan meskipun
masing-masing memilki korelasi.Berdasarkan persyaratan tersebut,
maka terdapat tiga metoda pengujian kekerasan yang dibakukan
pemakaiannya yaitu:1. Pengujian kekerasan dengan cara penekanan
(Indentation Test)Pengujian kekerasan dengan cara penekanan
(Indentation Test) ialah pengujian kekerasan terhadap bahan
(logam), dimana dalam menentukan kekerasannya dilakukan dengan
menganalisis indentasi atau bekas penekananpada benda uji (Test
piece) sebagai reaksi dari pembebanan tekan. Proses ini dilakukan
antara lain dengan sistem Brinell, Rockwell dan sistem Vickers.2.
Pengujian kekerasan dengan cara goresan (Scratch Test)Pengujian
dengan cara goresan (scratch test) ialah pengujian kekerasan
terhadap bahan (logam), dimana dalam penentuan kekerasannya
dilakukan dengan mencari kesebandingan dari bahan yang dijadikan
standar pengujian.3. Pengujian kekerasan dengan cara Dinamik
(Dynamic Test)Pengujian dengan cara dinamik (Dynamic Test) ialah
pengujian kekerasan dengan mengukur tinggi pantulan dari bola baja
atau intan (hammer) yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu.Proses
pengujian terhadap kekerasan logam harus dilakukan sesuai dengan
metoda serta prosedur pengujian yang telah ditentetukan sehingga
hasil pengujian dapat diterima digunakan sebagai acuan dalam
pemilihan bahan teknik sebagai bahan baku produk, atau menjadi
petunjuk perubahan sifat bahan (kekerasan) sebalum atau setelah
proses perlakuan panas dilakukan.
b. Pengujian tarikPengujian tarik merupakan proses pengujian
yang biasa dilakukan karena pengujian tarik dapat menunjukkan
perilaku bahan selama proses pembebanan.
c. Pengujian lengkungPengujian lengkung merupakan salah satu
pengujian sifat mekanik bahan yang dilakukan terhadap spesimen dari
bahan, baik bahan yang akan digunakan sebagai konstruksi atau
komponen yang akan menerima pembebanan lengkung maupun proses
pelengkungan dalam pembentukan. Pelengkungan (bending) merupakan
proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu titik
ditengah-tengah dari bahan yang ditahan di atas dua
tumpuan.Berdasarkan kebutuhan tersebut, maka pengujian lengkung
dibedakan menjadi 2 yaitu:1. Pengujian lengkung beban, dan2.
Pengujian lengkung perubahan bentuk.
d. Pengujian hentakanPengujian hentakan dilaksanakan untuk
menentukan kekuatan material. Sebagai sebuah metode uji hentakan
yang digunakan di dalam dunia industri, JIS menetapkan secara
khusus uji hentakan charpy dan uji hentakan izod.
e. Pengujian strukturPengujian struktur dilakukan untuk
mempelajari struktur material logam. Untuk keperluan pengujian,
material logam dipotong-potong, kemudian potongan-potongan
diletakkan di bawah dan dikikis dengan material alat penggores yang
sesuai. Pengujian ini dilakukan secara makroskopik atau
mikroskopik. Dalam uji makroskopik, permukaan spesimen diperiksa
dengan mata telanjang atau melalui loupe untuk mengetahui status
penetrasi, jangkauan yang terkena panas, dan kerusakannya. Dalam
pemeriksaan mikroskopik, permukaan spesimen diperiksa melalui
mikroskop metalurgi untuk mengetahui jenis struktur dan rasio
komponen-komponennya, untuk menentukan sifat-sifat
materialnya.2.4.2. Pengujian Non Destruktif Pengujian non
destruktif atau pengujian dengan tidak merusak adalah pengujian
atau inspeksi terhadap benda untuk mengetahui adanya cacat, retak,
atau discontinuity lain tanpa merusak benda yang diuji. Pada
dasarnya pengujian ini dilakukan untuk menjamin bahwa material yang
digunakan masih aman dan belum melewati damage tolerance. Material
pesawat diusahakan semaksimal mungkin tidak mengalami kegagalan
(failure) selama penggunaannya.Pengujian dengan metode ini
dilakukan peling tidak sebagak dua kali. Pertama, selama dan
diakhir proses fabrikasi, untuk menentukan suatu komponen dapat
diterima setelah melalui tahap-tahap fabrikasi. Pengujian dengan
tidak merusak ini dijadikan sebagai bagian dari kendali mutu
komponen. Kedua, dilakukan setelah komponen digunakan dalam jangka
waktu tertentu. Tujuannya adalah menemukan kegagalan parsial
sebelum melampaui damage tolerance. Metode-metode yang dapat
dilakukan dalam pengujian non destruktif ini meliputi:1. Uji visual
atau rupa (Visual inspection)Biasanya Metode ini menjadi langkah
yang pertama kali diambil dalam pengujian non destruktif. Metode
ini bertujuan menemukan cacat atau retak permukaan dan korosi
dengan bantuan Visual Optical, crack yang berada dipermukaan
material dapat diketahui.
2. Uji cairan penetran (Liquid penetrant test)Metode ini sangat
sederhana dimana saat melakukan pengujian dilakukan penyemprotan
dengan cairan berwarna terang yang tujuannya untuk mengetahui
keretakan atau kerusakan pada material solid baik logam maupun non
logam. Cairan ini harus memiliki daya penetrasi yang baik dan
viskositas yang rendah agar dapat masuk pada cacat dipermukaan
material. Selanjutnya, penetran yang tersisa di permukaan material
disingkirkan. Cacat akan nampak jelas jika perbedaan warna penetran
dengan latar belakang cukup kontras.3. Uji partikel magnet
(Magnetic particle inspection)Metode Magnetic Particle Inspection
(MPI) yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui cacat
permukaan (surface) dan permukaan bawah (subsurface) suatu komponen
dari bahan ferromagnetik seperti besi, nikel. Kobalt. Dengan
menggunakan prinsip memagnetisasi bahan yang akan diuji yaitu
dengan cara mengalirkan arus listrik dalam bahan yang diinspeksi.
Adanya cacat yang tegak lurus arah medan magnet akan menyebabkan
kebocoran medan magnet. Kebocoran ini mengindikasikan adanya cacat
pada material.Cara yang digunakan untuk mendeteksi cacat adalah
dengan menaburkan partikel magnetik di permukaan. Partikel-partikel
tersebut akan berkumpul pada daerah yang mengalami kebocoran medan
magnet sehingga arah medan magnet akan berbelok sehingga terjadi
kebocoran fluks magnetik. Bocoran fluks magnetik tersebut akan
menarik butir-butir ferromagnetik di permukaan sehingga lokasi
cacat dapat diperlihatkan.
Gambar 2.6 Magnetic Particle Inspection (MPI)
4. Radiographic inspectionMetode ini digunakan untuk menemukan
cacat pada material dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma.
Prinsipnya, sinar X dipancarkan menembus material yang diperiksa.
Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap sehingga
intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudian direkam pada
film yang sensitif. Jika ada cacat pada material maka intensitas
yang terekam pada film tentu akan bervariasi. Hasil rekaman pada
film inilah yang akan memperlihatkan bagian material yang mengalami
cacat.
Gambar 2.7 Radiographic Inspection
5. Eddy current testingInspeksi ini memanfaatkan prinsip
elektromagnet. Prinsipnya, arus listrik dialirkan pada kumparan
untuk membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika medan magnet
berkenaan dengan benda logam yang akan diinspeksi, maka akan
terbagi arus Eddy. Arus Eddy kemudian menginduksi adanya medan
magnet. Medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan medan
magnet pada kumparan dan mengubah impedansi bila ada cacat.
Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya diterapkan pada permukaan
yang dapat dijangkau. Selain itu, metode ini juga hanya diterapkan
pada bahan logam saja.
Gambar 2.8 Eddy Current Testing6. Ultrasonic testingPrinsip yang
digunakan pada metode ini adalah prinsip gelombang suara. Gelombang
suara yang ditrambatkan pada spesimen dan sinyal yang ditransmisi
atau dipantulkan diamati dan diinterprestasikan. Gelombang ultra
sonik yang digunakan memiliki frekuensi 0,5 20 MHz. Gelombang suara
akan terpengaruh jika void, retak atau delaminasi pada material.
Gelombang ultrasonik ini dibangkitkan oleh tranducer dari bahan
piezoelektri yang dapat mengubah energi listrik menjadi energi
getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi.
Gambar 2.9 Ultrasonic testing
BAB IIILAPORAN PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM
3.1. Pembuatan Asbak dan Lampu Dinding3.1.1. Langkah-langkah
Persiapan Pengecoran Logam3.1.1.1. Peralatan dan Bahan yang
DigunakanBahan-bahan yang digunakan sebagai berikut:1. Pasir 2.
Air3. Bentonit4. Bubuk grafit5. Bubuk kedap air 6. DempulPeralatan
yang digunakan sebagai berikut:1. Rangka Cetak2. Model3. Sistem
saluran4. Cetok5. Palu6. Kuas7. Balok Kayu8. Penumbuk9. Tang10.
Kunci inggris11. Kikir12. Kertas gosok13. Penggaris baja14. Mesin
ayakan pasir3.1.1.2. Keselamatan Kerja1. Menggunakan pakaian
praktik.2. Penggunaan sepatu dan sarung tangan.3. Penggunaan masker
dan kacamata pelindung.4. Penggunaan alat-alat praktik sesuai
dengan standard an ketentuannya.5. Menjaga jarak aman selama
melakukan praktik menggunakan alat-alat yang berputar, mengandung
zat kimia berbahaya, dan panas.
3.1.1.3. Langkah Kerja 1. Langkah pertama sebelum memulai
praktik, utamakan membaca doa terlebih dahulu.2. Langkah kedua
menyiapkan bahan dan peralatan yang akan digunakan seperti yang
telah disebutkan di atas.3. Langkah ketiga melakukan pengayakan
pasir dengan menggunakan mesin pengayak pasir. Dalam proses
pengayakan ini bertujuan untuk mendapatkan pasir yang halus dan
menghindarkan benda-benda asing yang nantinya ikut terproses dalam
melakukan pekerjaan pengecoran logam, karena dalam melakukan
pengecoran logam yang digunakan adalah pasir yang halus untuk
menghasilkan produk yang baik dan halus untuk permukaannya.
Gambar 3.1. Pengayakan pasir 4. Langkah keempat, setelah
mendapatkan pasir yang halus dan bebas dari benda-benda asing yang
dilakukan berikutnya adalah memindahkan pasir yang sudah di saring
atau diayak tadi ke dalam tempat yang lain yang bersih yang
nantinya bertujuan sebagai tempat mencampurkan pasir dengan
bahan-bahan yang lainnya. Untuk memindahkan pasir tersebut ketempat
yang sudah disiapkan untuk nantinya dicampur dengan bahan yang
lainnya diperlukan penimbangan terlebih dahulu. Pasir yang
ditimbang sebanyak 25 Kg, air sebanyak 3% dari 25Kg pasir yang
dipergunakan, serta bentonit sebanyak 10% dari 25 Kg pasir,
proporsi untuk penggunaan cetakan yang besar, untuk penggunaan yang
kecil dibutuhkan 15 Kg pasir, 5% air dari 15 Kg pasir, dan 10%
bentonit dari 15 Kg pasir.
Gambar 3.2. Penimbangan pasir dan Air 5. Langkah kelima, setelah
pasir dan komposisi bahan yang lain sudah di timbang yang dilakukan
berikutnya adalah meletakkan pasir dan komposisi bahan tersebut
pada tempat/wadah kosong yang telah di siapkan. Lakukan pencampuran
bahan yang sudah di timbang dengan cara pengadukan bahan tersebut
dengan menggunakan kedua tangan dan cetok yang sudah disiapkan.
Tujuan dari pencampuran bahan dengan cara pengadukan tersebut agar
campuran dari pasir, air, dan bentonit tercampur dengan rata
sehingga menghasilkan kombinasi bahan yang baik sebelum dicetak.
Cetok merupakan alat bantu untuk memindahkan pasir dan campuran
bahan lainnya ketengah agar lebih mudah dilakukan
pengadukan/pencampuran bahan.
Gambar 3.3. Penempatan pasir yang sudah ditimbang dan
pencampuran bahan.
Gambar 3.4. Pengadukan bahan-bahan yang sudah dicampurkan.6.
Langkah keenam, lakukan penggosokan terhadap model yang akan
dibentuk dengan menggunakan kertas gosok pada permukaannya yang
kasar. Penggosokan tersebut bertujuan untuk memudahkan melakukan
pemberian grafit terhadap model yang nantinya akan dicetak.
Gambar 3.5. Penggosokan model yang akan dicetak.7. Langkah
ketujuh, lakukan pengolesan model dengan menggunakan bahan gravit
yang bertujuan agar benda kerja menjadi licin dan mudah pada saat
dilakukan penarikan atau pelepasan dari cetakan.
Gambar 3.6. pengolesan model asbak dan model lampu dinding
dengan menggunakan bahan grafit.8. Langkah kedelapan, letakkan alas
papan pelat di lantai sebagai alas penempatan drag. Perlu diingat
bahwa pada saat meletakkan drag posisi kunciannya harus tepat
menempel di alas papan pelat, tujuannya agar pada saat drag nanti
dibalik posisi kunciannya tepat berada diatas nanti bisa tersambung
dengan cupnya atau bagian atas dari flask. Taburkan atau oleskan
bubuk kedap air di papan pelat dengan menggunakan kuas.
Gambar 3.7. Pemberian Grafit pada alas papan pelat.9. Langkah
kesembilan, letakkan model yang tadi sudah dioleskan bahan atau
bubuk grafit dan salurannya ke dalam cetakan drag dan kemudian
lakukan penimbunan model tersebut dengan pasir yang sudah
dicampurkan dengan komposisi bahan lainnya di awal tadi. Dalam
penimbunan pasir dilakukan juga pemukulan dengan menggunakan palu
karet atau kayu. Tujuan dari pemukulan tersebut untuk memadatkan
cetakan agar ruang kosong dalam cetakan dapat terisi pasir
semua.
Gambar 3.8. Peletakan model asbak dan lampu dinding yang sudah
diberi saluran kedalam drag
Gambar 3.9. Penimbunan model dengan pasir.
Gambar 3.10. Pemukulan pada cetakan yang bertujuan memadatkan
cetakan10. Langkah kesepuluh, setelah padat cetakan di balik dengan
kedua tangan memegang kuncian drag secara perlahan agar tidak
terjadi rontokan pada pasir yang sudah dicetak. Setelah dibalik
tambahkan bubuk kedap air pada celah pasir yang masih kurang kedap
airnya.
Gambar 3.11. Pembalikan dan pemberian bubuk kedap air pada
bagian yang kurang11. Langkah kesebelas, letakkan cup atau bagian
atas flask diatas drag yang sudah dibalik kemudian pasang saluran
yang berbentuk silinder yang bertujuan untuk mengalirkan cairan
logam panas kedalam cetakan dan sebagai tempat pembuangan udara
yang berada di dalam rongga cetakan. Kemudian lakukan penimbunan
untuk bagian cupnya.
Gambar 3.12. Pemasangan cup dan pemasangan saluran masuk dan
buang cairan logam12. Langkah keduabelas, lakukan penimbunan
kembali pada bagian cup sambil dipegang saluran masuk dan buangnya.
Dalam melakukan penimbungan ulang cara yang dilakukan sama seperti
penimbunan pada bagian drag dengan cara dipukul-pukul dengan
menggunakan palu karet atau kayu.
Gambar 3.13. Penimbunan kembali dibagian cup
Gambar 3.14 Penimbunan dan pemukulan pada bagian cup13. Langkah
ketiga belas, buatlah sedikit lubang yang sedikit meluas pada
saluran masuk yang memiliki diameter lebih besar daripada saluran
yang lainnya yang bertujuan sebagai indikator bahwa cairan telah
terisi penuh untuk mencegah menyebarnya cairan logam kemana-mana.
Kemudian cabutlah saluran masuk dan keluar cairan logam yang
terpasang di atas cup dengan cara diputar dan dicabut secara
perlahan.
Gambar 3.15 Pembuatan lubang yang meluas disaluran masuk dan
pencabutan saluran masuk dan keluar cairan14. Langkah keempat
belas, setelah semua saluran masuk dan keluar dicabut, lakukan
pembalikan pada cup atau bagian atas untuk dapat melihat hasil yang
diperoleh dan melepas model dari cetakan. Dalam melakukan
pembalikan cup, dilakukan dengan menggunakan kedua tangan memegang
kuncian dari cup dan dibalik secara perlahan untuk menghindari
rontokan yang akan terjadi pada flask. Untuk cara melepaskan mode
dari cetakan lakukan pengetukan pada model dengan menggunakan
saluran tersebut, diketuk-ketuk dengan pelan. Apabila dirasa sudah
terjadi longgar pada model dan sudah bisa diambil lepaskan model
dari cetakan dengan cara menggunakan kedua jempol tangan yang
menekan kedua sisi dari model yang dicetak. Dalam pengambilan model
dilakukan dengan perlahan dan hati-hati untuk mencegah terjadinya
rontokan yang dihasilkan saat melepaskan model pada cetakan.
Gambar 3.16 Pembalikan cup dan melakukan pelepasan model dengan
cara pengetukan pada saluran pada model yang dicetak
Gambar 3.17 Bagian cup dan drag setelah pengangkatan atau
pelepasan model asbak dan lampu dinding dari cetakan 15. Langkah
kelima belas, pada bagian cup dipasangkan kembali dengan dragnya.
Dilakukan sama dengan cara diatas menggunakan kedua tangan memegang
pengunci dari cup kemudian pasangkan denga dragnya. Perlu diingin
bahwa pada saat memasangkan cup dengan drag disesuaikan dengan
bentuk dari cetakannya dan jangan langsung disatukan begitu saja,
dipaskan terlebih dahulu penguncinya baru di pasangkan dengan
dragnya secara perlahan. 16. Langkah keenam belas, pidahkan flask
dekat dengan dapur kowi agar mudah dalam melakukan pengecora
logamnya.3.2. Proses Pengecoran Logam1. Langkah yang pertama
siapkan dapur kowi dan bahan bakarnya. Dalam praktikum pengecoran
dan tempa di Universitas Negeri Malang untuk bahan bakar dari dapur
kowi menggunakan bahan bakar LPG ukuran 12 Kg. 2. Langkah kedua,
lakukan pemanasan dengan api besar dan berwarna biru agar diperoleh
suhu yang sangat tinggi atau sesuai dengan standar, yaitu 650-700C.
Dengan catatan waktu pemanasan bekisar 4 jam.3. Langkah ketiga,
apabila dapur sudah panas atau melampaui catatan waktu 4 jam,
dilakukan pengecekan apakah sudah sesuai dengan panas yang
dibutuhkan atau belum. Jika sudah sesuai dengan yang dibutuhkan
masukkan bahan-bahan logam yang akan dileburkan pada dapur kowi.
Dalam praktikum pengecoran dan tempa di Universitas Negeri Malang
bahan logam yang dileburkan menggunakan besi tuang sisa dan piston
bekas yang sudah tidak dipergunakan. Setelah dimasukkan semua bahan
logam ke dalam dapur tunggulah hingga bahan logam melebur/mencair
dengan catatan waktu peleburan setelah dimasukkan 2 jam.4. Langkah
keempat, lakukan pengecekan pada dapur kowi, apakah bahan logam
sudah melebur/mencair atau belum. Apabila sudah melebur/mencair
lakukan pemberisah pada bagian atas caira logam karena terdapat
terak-terak dari logam yang dileburkan/dicairkan. 5. Langkah
kelima, setelah cairan logam sudah bersih dari terak-terak lakukan
pengecekan suhu menggunakan thermo couple. Tujuan dari penggunaan
Thermo couple adalah melakukan pengecekan suhu apakah suhu dari
dapur kowi sudah sesuai dengan standar yang ditentukan atau belum
sebelum dilakukan penuangan cairan logam kedalam cetakan. Suhu yang
diperbolehkan dalam melakukan penuangan logam atau pengecoran
apabila menggunakan bahan logam Aluminium atau Al-Si, suhu yang
diperbolehkan sekitar 700C. 6. Langkah keenam, setelah suhu yang
distandarkan sudah tercapai dan cairan logam sudah bersih dari
terak. lakukan penuangan cairan logam dengan mengguanakan laddel.
Selanjutnya tuangkan logam kedalam cetakan pasir hingga penuh.
Penuangan cairan logam dilakukan secara perlahan dan dilakukan
sekali saja untuk menghasilkan bagian yang baik.
Gambar 3.18 Penuangan logam cair kedalam cetakan7. Langkah
ketujuh, setalah cetakan terisi logam cair diamkan beberapa menit
hingga cairan logam mengeras dan dingin.
Gambar 3.19 Hasil dari pengecoran logam dengan meggunakan model
cetakan asbak dan lampu dinding8. Langkah kedelapan, setelah
mendapatkan hasilnya lakukan pembongkaran pada produk pengecoran
logam dan lakukan finishing. Untuk produk asbak dilakukan
pemotongan pada bagian saluran-salurannya saja. Sedangkan pada
produk lampu dinding lakukan finishing pada bagian-bagian yang
kurang proporsi atau bagian-bagian yang tidak sesaui dengan
cetakan. Dalam tahapan akhir ini atau finishing dilakukan proses
penggerajian pada bagian yang tidak dinginkan atau tidak proporsi,
penggerindaan, pengikiran, pengeboran, pendempulan, penggosokan,
pengecetan dan perakitan kelistrikan dan pemasangan lampu.
Gambar 3.20 Penggerajian
Gambar 3.21 Penggerindaan
Gambar 3.22 Penggerindaan
Gambar 3.23 Pengeboran untuk membentuk pola
Gambar 3.24 Pengeboran untuk pelubangann pemasangan
kelistrikan
Gambar 3.25 pendempulan
Gambar 3.26 penggosokan hasil dempulan
Gambar 3.27 Pengeringan hasil dempulan setelah dilakukan
pencucian
Gambar 3.28 Pengecatan
Gambar 3.29 Merangkai lampu dinding dengan bagian yang lain,
pemasangan kelistrikan dan pemasangan lampu hias
Gambar 3.30 Pengujian hasil produk lampu setelah dilakukan
finishing3.3. Analisis Cacat Hasil Pengecoran Asbak1. Tampak
Atas
Gambar 3.31 Tampak atas pada asbakCacat yang terjadi adalah
sebagai berikut:a. Cacat permukaan kasar b. Cacat salah alirc.
Cacat deformasid. Cacat inklusi dan struktur tak seragame. Cacat
ekor tikus 2. Tampak BawahCBA
Gambar 3.32 Tampak bawah pada asbakCacat yang terjadi adalah
sebagai berikut:a. Cacat lubang-lubangb. Cacat ekor tikus c. Cacat
permukaan kasar3. Pandangan segi pertamaCAB
Gambar 3.33 Tampak Samping pertama pada asbakCacat yang terjadi
adalah sebagai berikut:a. Cacat retakan b. Cacat salah alir c.
Cacat lubang-lubang 4. Pandangan segi keduaBA
Gambar Tampak Samping kedua pada asbakCacat yang terjadi adalah
sebagai berikut:a. Cacat retakanb. Cacat salah alir5. Pandangan
segi ketigaA
Gambar Tampak Samping ketiga pada asbakCacat yang terjadi adalah
sebagai berikut:a. Cacat lubang-lubang6. Pandangan segi
keempatA
Gambar Tampak Samping keempat pada asbakCacat yang terjadi
adalah sebagai berikut:a. Cacat lubang lubang7. Pandangan segi
kelima
Gambar Tampak Samping kelima pada asbakCacat yang terjadi adalah
sebagai berikut:a. Cacat lubang-lubangb. Cacat permukaan kasar 8.
Pandangan segi keenam
Gambar Tampak Samping keenam pada asbakCacat yang terjadi adalah
sebagai berikut:a. Cacat lubang-lubangb. Cacat salah alirc. Cacat
retakd. Cacat ekor tikus e. Cacat permukaan kasar
BAB IVPENUTUP 4.1. kesimpulan Pengecoran (Casting) adalah suatu
proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang
dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku di dalam
cetakan tersebut, dan kemudian dikeluarkan atau di pecahpecah untuk
dijadikan komponen mesin. Pengecoran digunakan untuk membuat bagian
mesin dengan bentuk yang kompleks Pada dasarnya semua logam yang
mampu dicairkan dapat dibentuk dengan proses pengecoran.
Bahan-bahnan ini umumnya memiliki titik leleh yang rendah sampai
menengah. Untuk bahan yang titik cairnya tinggi jarang dilakukan
dengan proses pengecoran. Pada parakteknya bahan-bahan logam yang
umum di lakukan pembentukan dengan proses pengecoran adalah bahan
besi, alumunium, tembaga, magnesium,timah. Penggunaan coran pada
kehidupan sehari-hari sangat luas. Produk-produk yang dibuat
melalui proses pengecoran dapat dijumpai mulai dari peralatan rumah
tangga, industri komponen pemesinan, industri mesin-mesin perkakas,
alat-alat berat, industri automotif dan peralatan
tranfortasi.Hal-hal yang harus disiapkan dalam praktikum pengecoran
adalah sebagai berikut: a. Alat pelindung diri.b. Alat dan bahan
pengecoran.c. Pasir cetak.d. Model.e. Pembuatan cetakan.f.
Pembuatan rongga cetak.g. Pembuatan sistem saluran.h. Alat penguji
cacat cor.Macam-macam cacat cor yang terjadi pada hasil praktikum
pengecoran meliputi hal-hal sebagai berikut. a. Cacat
Lubang-lubang.b. Retakan.c. Permukaan kasar.d. Salah alir.4.2.
SaranSaran penyusun bagi peniliti selanjutnya, agar dapat menemukan
alternatif metode pengecoran yang berkaitan dengan bahan, alat,
maupun yang lainnya yang berhubungan dengan pengecoran logam.
Tujuannya agar proses dapat lebih dipersingkat dan meningkatkan
produksi dan kualitas dari suatu produk yang akan dihasilkan.Saran
penyusun bagi pendidik, agar dapat menerapkan dan memaksimalkan
penyampaian proses pengecoran logam kepada peserta didik serta
mengembangkan metode yang diterapkan. Tujuannya agar peserta didik
dapat memahami teknik pengecoran logam secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKAAtmadja, Sugeng Tirta. 2006. Analisis Cacat Cor
Pada Proses Pengecoran Burner Kompor. Jurnal Teknik Mesin. 8:
41-46.Sulardjaka., Suprihanto. A., Umardani. Y., & Wahyudi. P.
2010. Analisis Cacat Cor Pada Proses Pengecoran Burner Kompor
(Studi Kasus Di PT. Suyuti Sido Maju, Ceper). Jurnal Teknik Mesin.
12 (4): 27-33.Sudjana, Hardi. 2008. Teknik Pengecoran Jilid 2 Untuk
SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional.Surdia, Tata. 1982. Teknik
Pengecoran Logam. Jakarta: Pradnya Paramita.Universitas Negeri
Yogyakarta. 2011. Pandangan Umum Teknik Pengecoran. Yogyakarta: PPG
Teknik Mesin.